• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Tinjauan Konseptual Dampak Sosio-Psikologis

3. Bentuk-bentuk Dampak Sosio-Psikologis

Berikut ini adalah beberapa bentuk dampak psikologis akibat kekerasan etnis di masyarakat menurut para akademisi. Kekerasan Etnis yang terjadi di masyarakat sangat berpengaruh pada kesehatan mental anak-anak dan remaja (Farver, Xu, Eppe, Fernandez, & Schwartz, 2005; Finkelhor, Ormrod, Turner, & Hamby, 2005). Dampak dari kekerasan pada remaja dapat mengarah pada kecemasan, depresi dan stress pasca

trauma (Kliewer, Lepore, Oskin, & Johnson, 1998). Selain dampak- dampak di atas, remaja korban kekerasan juga mengalami penyalahgunaan zat, dan agresi (Bingenheimer, Brennan, & Earls, 2005; Goldstein, Walton, Cunningham, Trowbridge, Maio, 2007; Rosenthal, 2000).

Menurut Coser (dalam Budiyono, 2009), dampak psikologis akibat konflik dan kekerasan adalah perasaan tertekan sehingga menjadi siksaan terhadap mentalnya, stress, kehilangan rasa percaya diri, rasa frustasi, cemas, dan takut. Hal ini dapat terjadi pada pribadi-pribadi individu yang tidak tahan menghadapi situasi konflik. Selain itu, mematikan semangat kompetisi dalam masyarakat karena pribadi yang mendapat tekanan psikologis akibat konflik cenderung pasrah dan putus asa. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih detail mengenai dampak psikologi pada korban akibat kekerasan di masyarakat:

a. Harga Diri Rendah

Menurut Maslow (dalam Goble, 1971), setiap orang memiliki kebutuhan akan penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain. Lebih spesifik Maslow mengemukakan bahwa harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan dan kebebasan. Sementara penghargaan dari orang lain meliputi, prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta penghargaan. Jika seseorang memiliki kebutuhan harga diri yang cukup terpenuhi maka, maka orang tersebut

akan lebih percaya diri, lebih mampu dan lebih produktif. Sebaliknya jika kebutuhan akan harga diri kurang maka, seseorang akan diliputi rasa rendah diri, dan perasaan tidak berdaya.

b. Kecemasan

Anxiety atau kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi (Nevid dkk, 2005). Freud (dalam Corey, 2005) mengartikan kecemasan sebagai keadaan tegang yang memotivasi seseorang berbuat sesuatu. Dalam hal ini fungsinya adalah memperingatkan seseorang akan adanya bahaya. Sulaiman (1995) berpendapat bahwa kecemasan merupakan reaksi psikologis yang disebabkan karena adanya rasa kawatir terus-menerus yang ditimbulkan oleh adanya inner conflik.

Kecemasan merupakan manivestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur dan terjadi ketika orang mengalami tekanan perasaan karena adanya pertentangan (Daradjat dalam Jessica, 2007). Sementara pendapat Kenyou (dalam Jessica, 2007), kecemasan adalah rasa takut yang pasti terhadap sesuatu yang mengerikan akan terjadi, namun apa yang menjadi penyebab rasa takut ini tidak diketahui. Adapun gejala-gejala kecemasan oleh Buklew (dalam Purnamaningsih, 2003), dibagi menjadi dua tingkatan yaitu:

1) Tingkatan Fisiologis. Kecemasan ini sudah mempengaruhi atau berwujud pada gejala fisik terutama pada fngsi syaraf diantaranya tidak dapat tidur, perut mual, dan keringat dingin berlebihan. 2) Tingkat psikologis. Kecemasan semacam ini sudah berupa gejala

kejiwaan seperti rasa khawatir, bingung, sulit konsentrasi, tegang, dan sebagainya.

c. Depresi

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertaannya, termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplam, 1998). Gejala yang paling sering ditemukan pada pasien depresi adalah penurunan mood yang berkepanjangan (Katona dkk, 2012). Katona dan koleganya lebih lanjut menjelaskan bahwa, ICD-10 mengklasifikasikan gangguan depresi berdasarkan tingkat keparahan dan mengidentifikasi tiga gejala utama yaitu, mood yang buruk, anhedonia (kehilangan rasa senang pada kegiatan yang sebelumnya terasa menyenangkan), dan penurunan energi (peningkatan rasa mudah lelah).

Depresi Gejala ringan dapat berlaku jika dua dari tiga gejala utama dialami oleh individu (Katona dkk, 2012). Selain itu, individu yang mengalami depresi ringan dapat dikatakan depresi jika memiliki

dua gejala diantara gejala-gejala berikut seperti: penurunan konsentrasi dan perhatian; penurunan rasa percaya diri dan harga diri; perasaan bersalah dan tidak berharga; merasa putus asa mengenai masa depan; pikiran untuk melukai diri sendiri, gangguan tidur, dan peningkatan atau penurunan nafsu makan. Depresi Gejala sedang terdapat enam gejala termasuk setidaknya dua dari gejala utama. Sedangkan depresi berat, setidaknya memiliki delapan gejala, termasuk seluruh tiga gejala utama yang mengakibatkan tekanan yang bermakna dan mengganggu kehidupan sehari-hari (Katona dkk, 2012).

d. Stres Pasca Trauma

Menurut DSM-IV, gangguan stress pasca trauma merupakan paparan terhadap kejadian traumatik dimana saat itu orang merasakan ketakutan, ketakberdayaan, atau kengerian. Setelah itu orang merasa mengalami kembali kejadian tersebut melalui kenangan dan mimpi buruknya (Mark & Barlow, 2006). Dengan kata lain stress pasca trauma, adalah gangguan emosional yang menyebabkan distress, yang bersifat menetap, yang terjadi setelah menghadapi ancaman keadaan yang membuat individu merasa benar-benar tidak berdaya atau ketakutan (Mark & Barlow, 2006).

Gangguan stess pasca trauma dibagi menjadi dua yaitu, stess pasca trauma akut dan stess pasca trauma kronis (Mark & Barlow, 2006). Stess pasca trauma akut dapat didiagnosa dalam kurun waktu 1

sampai 3 bulan. Jika stess pasca trauma lebih lama dari 3 bulan maka dianggap kronis. Pada kondisi kronis, individu cenderung menunjukan gejala menghindar (Davidson, dkk dalam Mark & Barlow, 2006).

Menurut Crider dkk (1983), gejala-gejala stress antara lain : 1) Gangguan emosional : tegang, khawatir, marah, tertekan oleh

perasaan bersalah. Stress yang paling sering timbul adalah kecemasan, biasanya dialami individu dalam mengantisipasi situasi yang penuh stress.

2) Gangguan kognitif : berpikir irrasional, tidak logis dan tidak fleksibel akibat kekhawatiran dan evaluasi diri yang negatif. Sering lupa dan bingung akibat terhambatnya kemampuan memisahkan dan menggabungkan ingatan-ingatan jangka pendek dengan ingatan jangka panjang.

3) Gangguan fisiologis : nyeri otot, cepat lelah, dan mual

Stress akan menimbulkan berbagai reaksi dalam diri individu yang mengalaminya, yaitu :

a) Reaksi emosional : cepat marah, perubahan nafsu

makan, perubahan berat badan, dan kecemasan yang terus menerus.

b) Reaksi intelektual : konsentrasi menurun

c) Reaksi fisiologis : sakit kepala, gatal-gatal dan diare,

d) Reaksi sosial : tidak betah seorang diri, marah tanpa alasan, kehilangan minat terhadap banyak hal, merasa tidak aman, dan sulit bersantai.

e. Rasa Malu

Lewis (dikutip Tangney, 1995) mengungkapkan bahwa rasa malu merupakan suatu reaksi emosi yang berfokus pada kekalahan atau pelanggaran moral, membungkus kekurangan diri dan memuat suatu kondisi pasif atau tidak berdaya. Pendapat lain datang dari Weekes (1991), yang memandang rasa malu sebagai campuran dari kesombongan dan ketakutan akan omongan si sekitar kita.

Hurlock (1993) mengemukakan rasa malu adalah reaksi emosional yang tidak menyenangkan diri dari individu terhadap penilaiaan orang lain, baik yang merupakan dugaan maupun yang benar-benar terjadi, yang mengakibatkan individu mencela diri sendiri berhadapan dengan kelompok. Sementara Goffman (dalam Harre & Lamb, 1996) mengemukakan bahwa apa yang dihasilkan rasa malu ialah pengakuan bahwa diri yang disokong dalam sebuah interaksi sosial telah terganggu oleh sesuatu yang dilakukan atau oleh suatu kenyataan pribadi yang terlepas. Ditambahkan pula ungkapan kekuatan rasa malu berasal dari pentingnya interaksi-interaksi sosial.

f. Tertekan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tertekan berarti, keadaan tidak menyenangkan yang umumnya merupakan beban batin seperti merasa rendah diri, dan tidak bebas.

g. Penyalahgunaan Zat h. Agresi

Dari beberapa penjelasan tentang dampak sosio-psikologis di atas, maka disimpulkan bahwa kekerasan etnis yang terjadi di masyarakat, dapat menimbulkan dampak psikologis seperti : kecemasan, depresi, stress pasca trauma, perasaan malu, tertekan, penyalahgunaan zat dan tindakan agresi.

Dokumen terkait