• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Profil Subjek

3. Subjek 3 (AS)

Nama : AS

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat /Tanggal Lahir : Los Palos, 14 Januari 1991

Usia : 23 tahun

Pendidikan Terakhir : SMA

Urutan Kelahiran : Anak ke-dua dari kelima bersaudara

Status : Mahasiswa

Hobi : Pelayanan, bermain game, jalan-jalan

b. Hasil Wawancara 1) Deskripsi Subjek

Subjek ketiga bernama AS. AS dilahirkan dari orangtua yang berasal dari dua suku yang berbeda. Ayah AS berasal dari Flores Manggarai sedangkan ibu berasal dari Timor Timur. Selain itu, keluarga AS beragama Katolik. pekerjaan dari ayah adalah sebagai Polisi sedangkan ibu adalah ibu rumah tangga. Selain itu, status ekonominya termasuk dalam golongan menengah. Dalam keluarganya, AS merupakan anak ke-dua dari lima bersaudara. Ayah, dan ibu berada di Maumere, sedangkan kakak tertua serta ketiga saudaranya saat ini tinggal di Manggarai bersama nenek

untuk menjalani sekolah. Kakak pertamanya telah bekerja, dan akan menikah sedangkan adik ketiga kuliah, yang keempat di SMA dan yang bungsu masih SMP. Saat ini AS menjalani pendidikan di fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (USD).

AS memiliki hubungan yang cukup baik dengan keluarganya. Walaupun AS merantau di Yogyakarta, namun AS

dan orangtua sering berkomunikasi lewat telephone. AS

merindukan orangtua dan saudara-saudaranya di Flores. Begitu pula orangtua dan saudaranya yang sering menanyakan kapan AS dapat pulang ke Flores. Sejak kecil sekitar umur 3 tahun, AS bersama kakaknya diasuh oleh nenek dan tantenya di flores. Hal ini yang membuat kedekatan AS dengan kakak pertama sangat dekat. Sementara orangtua AS dan ketiga adiknya saat itu berada di Timor Timur. Ketika SMA AS bersekolah di asrama Seminari dan kuliah di Yogyakarta membuat AS jarang berjumpa dengan orangtua dan ketiga adiknya. Kurangnya intensitas perjumpaan antara AS dan orangtuanya sejak kecil tidak menyurutkan kerinduannya untuk berjumpa dengan orangtua dan para saudaranya.

Sikap yang sering ditunjukan ayah dan ibu dalam membimbing AS yaitu selain berperan sebagai orangtua yang mendidik dan memberi teladan, kedua orangtuanya bersikap

sebagaimana teman. AS menilai bahwa sang ayah memiliki sifat lebih pendiam daripada ibu, hal ini karena menurut AS profesi ayahnya sebagai seorang polisi. Namun sikap ayah yang pendiam, justru mengajarkan banyak hal kepada subjek. AS banyak belajar dari sikap dan tindakan ayahnya. Prinsip ayah yang selalu diingat

dan tertanam dalam diri AS adalah “ketika dilahirkan saya

menangis dan orang lain tertawa, sedangkan ketika saya meninggal

oranglain menangis sedangkan saya tertawa”. Prinsip ini mengajarkan agar dalam hidup kita harus senantiasa berbuat baik kepada semua orang tanpa memandang latarbelakang suku, budaya dan lain sebagainya. Selain itu sikap ayah yang sangat menghargai keputusan dan perkembangan anak membuat AS bangga terhadap ayahnya. AS merasa bangga dengan ayahnya walaupun jarang berkomunikasi dengan ayahnya. AS juga menilai sang ibu sangat berperan besar dalam keluarganya. Walaupun sikap ibu cerewet namun, rasa sayang ibu sangat besar. Sang ibu sangat mengerti kondisi AS dalam kondisi apapun dengan mengarahkan anak- anaknya menjadi pribadi yang lebih dewasa.

2) Gambaran Umum Mengenai Kehidupan Subjek 3 di Yogyakarta (AS)

Dalam relasinya dengan teman-teman maupun warga setempat, AS mengaku cukup baik. AS berusaha menjalin relasi yang terbuka dengan siapapun tanpa memandang suku tertentu meskipun kadang AS lupa dengan nama teman-temannya. Sikap yang terbuka dalam menjalin relasi menjadi prinsipnya walaupun, saat kecil AS sudah merasakan diskriminasi dari teman-temannya.

Saat berpindah dari Timor Timur ke Flores, AS menjalin pertemanannya dengan anak-anak Flores. Saat itu teman-temannya menganggap AS sebagai pendatang walaupun AS memiliki darah Flores dari ayahnya. AS merasa bingung harus memiliki identitas budaya yang mana. Pernah AS menjadi korban pengeroyokan teman-temannya di Flores karena bukan orang Flores. Saat AS mempelajari bahasa Manggarai Flores, AS dianggap tidak pantas karena pendatang (orang Timor-timur).

Saat berada di Timor-timur AS melihat bahwa orang Timor-timur pada saat itu menganggap orang Indonesia sebagai

penjajah atau dalam sebutan mereka “Javanice”. Ayahnya yang adalah orang Flores, pada saat tinggal di Timor-timur juga mendapat perlakuan diskriminasi dari warga Timor-timur. Pengalaman diskriminasi dan kondisi diskriminasi yang dialami

AS sejak kecil membuatnya belajar dewasa dalam berelasi khususnya dengan budaya yang berbeda.

Pada awal tinggal di Yogyakarta, AS belajar untuk menyesuaikan diri dengan budaya setempat. Pengalaman diskriminasi yang terjadi di masa lalu, membuat AS belajar untuk menyesuaikan diri di Yogyakarta. AS melihat, pada awal tinggal di kos, warga setempat tidak begitu dekat dengannya. Karena jarak dari kos ke kampus cukup dekat, AS setiap harinya berjalan kaki ke kampus. Dalam keseharian itu, AS berusaha tersenyum dan menyapa warga sekitar yang dijumpainya. Sesekali AS bersama bapak-bapak dan pemuda setempat bermain pimpong dan hal ini membuat mereka semakin akrab. Perjumpaaan yang intens dengan warga setempat membuatnya akhirnya merasa diterima. Prinsip AS adalah dimana dia berada disitu dia berbaur dan menyesuaikan diri dengan senyuman.

Hubungan pertemanan AS dengan dengan teman-teman yang berasal dari Flores cukup dekat. AS mengaku bahwa kesehariannya lebih banyak dengan teman-teman komunitas San Egidio. Komunitas ini dominan beranggotakan mahasiswa dari Flores. Namun bukan berarti kedekatan dengan teman-teman Flores membuatnya tidak menjalin relasi yang hangat dengan orang Jawa.

Hubungan AS dengan teman-teman dari suku lain juga baik. Di kampus banyak teman-temannya yang berasal dari suku dan daerah di luar pulau Jawa. AS menjaga kedekatan diantara pertemanannya dengan baik termasuk dengan teman-teman yang berasal dari Jawa. Hingga temannya yang dulunya adalah musuh, sekarang berteman sangat baik dengannya.

3) Pandangan Subjek 3 Mengenai Kekerasan Etnis di Yogyakarta (AS)

a) Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Etnis

AS melihat bahwa kekerasan antar etnis yang sering terjadi karena kurangnya pemahaman orang Jawa setempat maupun orang Timur dalam melihat kedua latarbelakang budaya yang berbeda. Misalnya orang Jawa melihat bahwa orang Timur memiliki raut wajah yang menunjukan orang Timur sebagai orang keras, emosian, dan suka marah. Namun pada kenyataannya dibalik wajah yang garang, hatinya lembut dan baik. Pada umumnya orang Timur memiliki hati yang lembut karena kedekatan mereka sangat kuat dengan sosok ibu. Sehingga sifat mereka sebenarnya berperasaan. Kelemahan orang Timur berada di hati mereka. Akhirnya karena salah persepsi dari warga setempat, kebiasaan-kebiasaan orang Timur

dibawa ke Yogyakarta seperti mabuk-mabukan dan sebainya. Namun sebenarnya di Yogya, orang Timurlah yang harus menyesuaikan diri terlebih dahulu dan mengikuti aturan setempat. Bukan menuntut orang Jawa yang harus berubah.

4) Pengalaman Diskriminasi dan Kekerasan yang Dialami Subjek 3 serta Dampak Psikologis (AS)

Perbedaan antara individu dapat menimbulkan diskriminsi. Diskriminasi ada pada setiap individu misalnya berbeda rambut, kulit, kepribadian semuanya dapat menimbulkan diskriminasi. Namun yang terpenting melihat apa kesamaan bukan perbedaan. Ketika orang melihat perbedaan disitulah diskriminasi.

Perasaan yang dirasakan AS saat terjadi diskriminasi bagi dirinya maupun teman-teman yang berasal dari Timur adalah perasaan sakit, sedih, cemas, tertekan, tidak bebas. Apalagi saat timbul kekerasan atau keributan yang dilakukan oleh orang Timur perasaan-perasaan tersebut menghantui. Perasaan malu ketika orang Timur menjadi pelaku keributan juga dirasakan oleh AS. Namun AS menyadari bahwa orang Timur juga memiliki kesalahan dengan membuat keributan di Yogya. AS tidak ingin perasaan sakit dan sedih mengalahkan dan mengendalikan dirinya. Sebagai orang Timur, kita harus tahu diri tinggal di tanah orang.

Misalnya jika mengonsumsi minum-minuman keras, sebaiknya di dalam kamar bukan di luar rumah yang akhirnya dapat memicu timbulnya kekerasan. Bila perlu kebiasaan minum-minuman beralkohol dihilangkan. AS tidak dapat mengubah pandangan karena memang sebagai orang Timur kita juga tidak menyesuaikan diri dengan baik. Sekarang sikap positif itu yang harus dibangun.

Pengaruh kekerasan yang berdampak pada kondisi psikologis AS, mempengaruhi dirinya dalam menjalani pendidikan di Yogyakarta. Misalnya studinya menjadi lama. Karena perasaan tidak tenang dan bebas di Yogyakarta menghantuinya.

5) Upaya Subjek 3 dalam Membentuk Pandangan Positif Warga Yogya (AS)

Sebagai orang Timur, AS menunjukan sikap yang positif dalam berelasi kepada warga Jawa lewat tindakan. Misalnya AS

memberikan senyuman, sapaan dan memulai dalam

berkomunikasi. Kebiasaan yang baik akan dilihat oleh orang Jawa dan mereka juga akan menilai secara positif sikap kita. Sikap ini juga sebagai bentuk teladan saat AS bersama dengan teman-teman yang berasal dari Timur.

Dalam komunitas San Egidio, AS memberikan pelayanan kepada anak-anak jalanan. Dari pelayanan tersebut, AS belajar

membuka diri tanpa memandang apapun. Perubahan diri dan upaya untuk melayani anak-anak jalanan sebagai bentuk kesaksian hidup bahwa AS sebagai orang Timur memiliki semangat untuk melayani anak-anak yang berasal dari Jawa tanpa memandang perbedaan yang ada. Sikap tulus untuk membuka diri dan membantu warga dan anak-anak jalanan merupakan pelayanan kita sebagai satu saudara. Ketika kita merasa bahwa semua adalah saudara, tidak ada lagi perbedaan dimata kita.

Dari kejadian-kejadian diskriminasi yang terjadi kepada orang Timur, AS mengikuti komunitas San Egidio. Dalam komunitas ini, AS mencoba melayani anak-anak, para lansia dan orang-orang yang tidak diterima di masyarakat. AS belajar untuk mensyukuri hidup. Rasa syukur itu timbul karena AS menyadari bahwa masih banyak orang yang hidup dalam kesusahan namun mereka masih bisa berdiri dan tersenyum. Anak-anak di jalanan, kakek nenek lansia yang menerima AS sebagai saudara tanpa memandang perbedaan membuat AS belajar akan Kasih. Hal ini menguatkan AS meskipun dia adalah minoritas. Bersama teman- teman komunitas, AS belajar arti kasih, dan pluralitas harus ditegakan. Agar Yogyakarta menjadi rumah bagi siapapun yang datang.

6) Harapan Subjek 3 Berkaitan dengan kekerasan Etnis di Yogyakarta (AS)

Harapan AS tinggal di Yogyakarta adalah ingin agar kota ini dapat menjadi rumah bagi siapapun yang datang. Dengan menjadi rumah kita dapat menjadi saudara. Sehingga kemanapun AS berada, perasaan nyaman itu yang dirasakan.

c. Hasil Observasi

AS merupakan seorang remaja Putra asal Flores yang tampak ramah dan murah senyum, cukup hangat, dengan kulit berwarna sawo matang, rambut keriting. AS memiliki postur tubuh yang tidak terlalu tinggi, dan kurus. Pada saat dijumpai di rumah komunitas San Egidio, AS memiliki penampilan sangat sederhana dengan mengenakan celana pendek dan kaos oblong. Sebelumnya AS membersihkan halaman sehingga penampilan sederhana yang tampak. AS memiliki tutur kata yang sopan namun kadang intonasinya tinggi. Selama wawancara, pakaiaan yang dikenakan adalah pakaiaan saat dia bekerja. Karena peneliti sudah cukup lama mengenal subjek, kedekatan yang dirasakan cukup kental antara subjek dan peneliti. Hal ini yang membuat AS terbuka dan tidak canggung ketika menjawab pertanyaan dari subjek.

Wawancara dilakukan selama dua kali. Wawancara pertama dilakukan tanggal 4 Juli 2014 pukul 17.30 sampai pukul 18.30 WIB.

Sedangkan wawancara kedua berlangsung pada tanggal 8 Juli 2014 pukul 19.00 hingga 19.30 WIB. Wawancara dilakukan sebanyak dua kali karena peneliti merasa masih ada data-data yang kurang. Kedua proses wawancara dilakukan di rumah komunitas komunitas San Egidio Seturan

Wawancara pertama dan kedua dilakukan di di ruang tamu rumah komunitas. Saat wawancara pertama tampak suasana sedang sepi karena anggota komunitas lainnya sedang berada di kos-kosannya masing-masing. AS dan peneliti duduk berhadapan dengan dipisahkan sebuah meja. Di atas meja itu peneliti meletakan sebuah alat perekam, sebuah pulpen dan kertas untuk mencatat. Pada akhir-akhir wawancara, AS mengajak subjek untuk melanjutkan wawancara di taman depan karena sekitar jam 19.00 WIB akan diadakan doa rutin komunitas. Saat itu sudah menunjukan pukul 18.20 WIB.

Secara proses wawancara, Alo tampak cukup antusias. Hal ini tampak dari jawaban-jawaban AS yang lancar. Namun ketika diberikan pertanyaan-pertanyaan wawancara, yang berkaitan dengan kekerasan AS tampak memberikan jawaban yang bertele-tele. Selain itu selama proses wawancara AS tampak menyimak dengan seksama. Kadang tampak dahinya di kerutkan dan matanya semakin fokus menyimak. Selama proses wawancara kaki AS disilakan di atas bangku. AS menjawab semua pertanyaan peneliti dengan sangat seksama walaupun

ada yang diulang-ulang. Selain itu, jawaban yang diberikan AS tampak serius dan sungguh-sungguh sehingga tidak tampak kesan asal-asalan dalam menjawab. Sesekali dalam menjawab AS tampak tersenyum atau ketawa. Namun secara keseluruhan proses wawancara, Yosi menjalaninya dengan lancar tampa hambatan.

Dokumen terkait