BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kerja Praktek
Tanah merupakan karunia dari Tuhan kepada alam semesta dan khususnya
bagi manusia untuk dipergunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kemakmukan kehidupan manusia. Pentingnya arti tanah bagi kehidupan atas hidup
dan pijakan merupakan tanah tumpah darah, sumber pangan, dan tempat akhir
menutup mata sungguh menjadikan tanah merupakan harta langka dan sangat
berharga bagi manusia. Tanah merupakan sumber penghidupan, kenikmatan,
persengketaan, peperangan maha dasyat karena perseorangan, mansyarakat,
bangsa/Negara selalu berkumpul pada kebutuhan, penguasaan, dan manfaat atau hasil
dari tanah. Manusia akan hidup senang dan bahagia berkecukupan apabila mereka
dapat menggunakan tanah yang dikuasai atau dimiliki sesuai dengan hukum alam
yang berlaku. Manusia akan hidup damai dan sejahtera kalau mereka dapat mereka
dapat menggunakan hak dan kewajiban sesuai dengan batasan daya guna alam yang
tertata dalam kebersamaan masyarakat beserta kehidupan.
Dalam hal ini Tanah dan bangunan merupaka barang komoditi atau merupakan
barang ekonomi yang berpengaruh sangat kuat terhadap kehidupan bangsa, Negara,
rakyat serta kehidupan bernegara demi mencapai kemakmuran dan kesejahteraan
rakyatnya.
Pengertian tentang harta/benda tetap sebagai mana diatur dalam Buku II tentang
Benda pada KUH Perdata/Sipil yang dipakai sebagai dasar penguasaan hak atas tanah
bangunnan untuk Orang Eropa dan sederajat serta orang timur asig di Indonesia
merupakan hak penguasaan dan atau kepemilikan yang secara mutlak berlaku sesuai
dengan KUH Perdata. Segala hasil dari harta atau benda tersebut baik oleh hasil alam
maupun hasil karena pekerjaan orang selama melekat pada bendanya merupakan
bagian dari benda atau harta tersebut. Khusus mengenai banda tak bergerak,
disebutkan sebagai :
1. Tanah atau pekarangan dan apa yang didirikan di atasnya
2. Mesin dan penggilingan (kecuali disebutkan lain)
3. Pohon dan tanaman yagn dengan akarnya menancap dalam tanah,
buah-buahan yang belum dipetik, demikian juga barang tambang selama barang
terebut belum terpisah dan digali dari tanah.
4. Kayu terbangun dari hutan dan kayu dari pohon yang berbatang tinggi,
selama kayu-kayuan belum dipotong.
5. Pipa dan got yang dipruntukan guna saluran air dan apa yang tertancap dalam
pekarangan atau terpaku dalam bangunan rumah.
Banyak masyarakat awam yang merasa bahwa terjadi pajak berganda atas objek
pajak yang berupa tanah dan atau bangunan itu memang diakui oleh pemerintah dan
mengakhiri pajak berganda tersebut juga diluluskan oleh pemerintah dengan
menyusun Undang-undang baru. (Pajak Bumi dan Bangunan, Endarto Judowinarso)
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa, tambak
perairan) serta laut yang ada diwilayah Republik Indonesia.
Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau dilaksanakan secara tetap
pada tanah dan atau perairan. Termasuk didalamnya adalah :
1. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek : hotel, pabrik dan
emplesemennya.
2. Jalan Tol
3. Kolem Renang.
4. Pagar mewah.
5. Tempat olah raga
6. Galangan kapal
7. Taman mewah
8. Tempat penampungan/ kilang minyak, air dan gas bumi dan sebagainya.
9. fasilitas lain yang member manfaat.
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu jenis pajak pusat yang hasil
penerimaannya diberikan kepada pemerintah Daera. Sehinggah Propinsi dan
Kabupaten.Kota. Bagian daerah seebesar 80 % dari seluruh penerimaan PBB
pemerintah Provinsi sebesar 16,2 % dan 64,8% bagian Pemerintah Kabupaten/ Kota.
Sisanya merupakan biaya operasional yang sekarang menjadi biaya pungut PBB
(Direktorat PBB & BPHTB, 2000). (Pajak Bumi dan Bangunan, Endarto
Judowinarso).
Perpajakan atas tanah pada tahun 1854 ketika muncul apa yang disebut pada
waktu itu sebagai “era hokum” (era of legality), maka pajak-pajak umum dan pajak
tanah ditetapkan dalam regering reglemen yang selanjutnya sekitar permulaan abad
ke 20, pemerintah Hindia Belanda mulai memasukan pandangan ilmiah untuk
membenarkan berlakunya pungutan pajak. Pajak atas tanah yang diterapkan mulai
tahun 1907, penetapn besarnya didasarkan atas ukuran luas tanah yang sebenarnya,
bukan lagi atas taksiran. Kebijakan ini diambil atas saran ahli hokum pajak waktu itu
F.A Liefrinck.
Banyak pihak dari wajib pajak khususnya perorangan mengeluh terhadap
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunana dan wajib pajak belum mengetahui prosedur
pengajuan dan penyelesaian keberatan pajak bumi dan bangunannya, untuk mencapai
kesepakatan antara wajib pajak maka harus disepakati dahulu maksud dan tujuan
pengajuan dan penyelesaian keberatan Pajak Bumi dan Bangunan adalah untuk
memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak, yaitu menjamin hak wajib pajak
dan terlaksananya asas keadilan dalam perpajakan, dalam hal ini bisa saja terjadi
kesalahan seperti salah tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan dalam penerapan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat pada SPPT/SKP tidak
Pajak No. SE-09/PJ.6/1993 tanggal 23 februari 1993. Bilamana menurut wajib pajak
terdapat ketidak sesuaian data berupa luas tanah dan atau bangunan pada SPPT,
termasuk NJOP, dapat mengajukan keberatan ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama,
surat pengajuan keberatan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah SPPT PBB
diterima wajib pajak.
Tahun pajak dalam PBB adalah jangka waktu satu tahun takwin. Hal ini juga
sama dengan masa tahun pajak lainnyaseperti yang diatur dalam Undang-undang
KUP yaitu mulai tanggal 1 januari sampai dengan 31 desember tahun yang
bersangkutan. Kemudian saat yang menentukan pajak terutang adalah menurut
keadaan objek pajak pada tanggal 1 januari. Sehingga semua data objek pajak dan
subjek pajak yang dipakai sebagai dasar perhitungan PBB adalah data/ informasi
yang telah tercantum dalam basis data tahun sebelumnya. Dengan demikian apabila
terjadi perubahan data pada bulan januari sampai dengan saat dipersiapkannya surat
pemberitahuan pajak terutang (SPPT) akan diterbitkan dan dipergunakan untuk
pengenaan PBB tahunan berikutnya. Namun sebaliknya apabila SPPT telah
diterbitkan dan kemudian pada pertengahan tahun terjadi perubahan data misalnya
objek pajak terbakar habis atau dijual atau dijual sebagian, maka data perubahan juga
akan dipergunakan untuk pengenaan tahun berikutnya, dan PBB yagn tercantum
dalam SPPT tetap harus dibayar sesuai dengan data yang tercantum dalam SPPT
tersebut yaitu data sebelum objek terbakar atau dijual sepenuhnya atau sebagian.
Apabila dalam tahun berjalan data/informasi PBB berupa tanah kosong dan telah
kemudan diatas tanah tersebut didirikan bangunan dan sebelum akhir tahun telah
selesai dan dimanfaatkan atau dinikmati maka SPPT yang telah diterbitkan tadi tidak
dapat dirubah dan data baru berupa tanah dan bangunan tersebut akan dipaka sabagai
perhitungan pengenaan PBB tahun berikutnya. Dari masalah diatas maka penulis
mengangkat judul untuk laporan kerja praktek ini “Tinjauan Terhadap Prosedur
Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi Dan Bangunan Perorangan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu”
1.2. Tujuan Kerja Praktek
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui apa yang menjadi Objek Pajak & Subjek Pajak Bumi dan
Bangunan
2. Mengetahui Prosedur Pengajuan dan Penyelesaiaan Keberatan Perorangan
Pajak Bumi dan Bangunan
3. Mengetahui cara Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
1.3. Kegunaan Kerja Praktek
Kegunaan penelitian ini dapat dilihat dari dua segi, yaitu :
1. Kegunaan Operasional
a) Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan saran bagi perusahaan yang
b) Pihak terkait
Hasil peneitian ini diharapkan pula dapat menjadi masukan atau gambaran bagi
pihak terkait lainya dalam melaporkan kewajibannya kepada Direktorat
Jenderal Pajak.
2. Kegunaan Pengembangan Ilmu
a) Bagi penulis
Hasil peneitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis mengenai
kepatuhan wajib pajak untuk melapor secara banar, serta mengatahui gambaran
dunia kerja sesungguhnya.
b) Bagi Peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan serta
informasi-informasi yang dibutuhkan bagi peneliti lain yang memiliki meteri bahasan
sama, dan penulis berharap peneliti selanjutnya akan lebih baik.
c) Bagi pengembangan Ilmu Akuntansi Pajak
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbagan informasi imiah yang
dapat memberikan kontribusi bagi perkembagan Ilmu Akuntansi khusunya Ilmu
1.4. Metode Kerja Praktek
Adapun metode yang digunakan dalam kerja praktek, adalah metode Block
Relase yaitu pelaksanaan kerja praktek dilaksanakan selama satu bulan sejak tanggal
11 Juli s/d tanggal 10 Agustus 2011.
1.5. Teknik Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan degan 2 cara yaitu :
1. Langsung datang ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
dimana Penulis melakukan Kerja Praktek
2. Melalui media Elektronik mengambil data dari internet melalui web
perpajakan dan Jurnal
1.6. Lokasi dan Waktu Kerja Praktek
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu (KPP Pratama Jakarta
Cakung Satu) berkedudukan di Jalan Pulobuaran VI Blok JJ No. 11 Kawasan Industri
BAB II
GAMBARAN UMUM INSTANSI
2.1. Sejarah Kantor Pelyanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu (KPP Pratama Jakarta
Cakung Satu) berkedudukan di Jalan Pulobuaran VI Blok JJ No. 11 Kawasan Industri
Pulogadung. Pada tahun 2000 Namanya masih KPP Jakarta Cakung Satu kemudian
dibagi menjadi dua KPP Jakarta Cakung Satu, KPP Jakarta Cakung Dua, KPP
Pratama Jakarta Cakung Satu merupakan pecahan dari KPP Pratama Cakung yang
didirikan berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan Nomor 443/KMK.01/2001
tanggal 23 Juni 2001 dan merupakan KPP dengan Type A Luas tanah 7.145 M2 Luas
Bangunan 1.541 M2. Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor
Kep-87/pj/2007 tanggal 11 Juni 2007, maka KPP Pratama Cakung Satu manjadi KPP
Pratama Jakarta Cakung Satu dengan wilayah kerja yang meliputi tiga kelurahan
yaitu kelurahan Jatinegara, Kelurahan penggilingan, dan kelurahan Rawa Terate Kec.
Cakung Kotamadya Jakarta Timur.
Tugas KPP Pratama Jakarta Cakung Satu adalah melaksanakan Pelayanan,
pengawasan Administrasi dan pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pjak dibidang
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas barang mewah dan
Pajak Tidak Langsung lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan
Visi Misi dan Nilai Direktorat Jenderal Pajak
Visi
Menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan system dan
manajeman perpajakan kelas dunia yang sangat dipercaya dan dibanggakan
masyarakat.
Misi
Manghimpun penerimaan dalam Negara dari sektor pajak yang mampu
menunjang kamandirian pembiayaan pemerintahan berdasarkan Undang-undang
perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi tinggi.
Nilai
1. Integritas
2. Profesionalitas
3. Inovasi
4. Teamwork
2.2. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
1. Kepala Kantor pimpinan tertinggi di KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
2. Kepala Sub. Bagian Umum
3. Kepala Seksi Pelayanan
4. Kepala Seksi Pusat Data dan Informasi (PDI)
5. Kepala Seksi Pemeriksaan
6. Kepala Seksi Ekstensifikasi
7. Kepala Seksi Penagihan
8. Kepala Seksi Pengawas dan Konsultasi (WASKON) 1
9. Kepala Seksi Pengawas dan Konsultasi (WASKON) 2
10. Kepala Seksi Pengawas dan Konsultasi (WASKON) 3
11. Kepala Seksi Pengawas dan Konsultasi (WASKON) 4
12. Ketua Kelompok Fungsional 1
13. Ketua Kelompok Fungsional 2
Semua Kepala Seksi hubungannya langsung ke Kepala Kantor adapun dalam
struktur organisasi di KPP Pratama Jakarta Cakung Satu yang dapat
berhubungan langsung dengan Kepala seksi dari setiap masing-masing divisi
dan/atau Kordinasi langsung kepada Kepala Seksi yaitu Kelompok Penilai
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Account Representative.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama bertugas melaksanakan penyuluhan,
pelayanan, pengawasan (pemeriksaan dan penagihan). Kepala kantor pelayanan
pajak pratama membawahi :
A. Sub Bagian Umum
Bertugas untuk melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha,
rumah tangga dan perlengkapan. Prosedur pembuatan rencana kerja
Subbagian umum :
1) Kepala Kantor Pelayana Pajak menugaskan para Kepala Seksi/ Kepala
Subbagian Umum untuk membuat rencana kerja masing-masing Seksi/
Subbagian umum untuk dijadikan rencana kerja Kantor Pelayana
pajak.
2) Kepala Subbagian Umum menugaskan pelaksanaan untuk menyiapkan
konsep rencana kerja Subbagian Umum.
3) Pelaksanaan menyiapkan konsep rencana kerja Subbagian Umum dan
menyampaikan kepada Kepala Subbagian Umum.
4) Kepala Subbagian umum meneliti, dan menyetujui konsep rencana
kerja Subbagian Umum dan menugaskan pelaksanaan untuk
mengkomplikasi dengan rencana kerja Kantor Pelayanan pajak.
5) Pelaksana mengkomplikasi rencana kerja Subbag Umum dengan
rencana kerja seksi lain menjadi rencana kerja Kantor Pelayanan Pajak
6) Kepala Subbagian Umum meneliti, memaraf, dan menyampaikan
rencana kerja Kantor Pelayanan Pajak kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak.
7) Kepala Kantor Pelayanan pajak meneliti, menandatangani rencana
kerja Kantor Pelayanan Pajak dan mengembalikan kepada Kepala
Kantor Subbagian Umum.
8) Kepala Subbagian Umum menugaskan Pelaksana untuk mengirimkan
Rencana Kerja Kantor Pelayanan Pajak ke Kantor Wilayah dan
Direktur Jenderal Pajak.
9) Pelaksana mengirimkan Rencana kerja kantor pelayanan Pajak ke
kantor wilayah dan Direktur Jenderal Pajak.
B. Kelompok jabatan Fungsional
Pejabat Fungsional Pemeriksaan :
Berkordinasi dengan seksi pemeriksaan
Pejabat Fungsional Peneliti :
Berkordinasi dengan seksi Ekstensifikasi
Prosedur pemeriksaan sederhana atau pemeriksaan lapangan :
1) Ketua Kelompok Pemeriksa pajak menerima surat perintah
pemeriksaan pajak, Surat pemberitahuan pemeriksaan pajak kepada
wajib pajak, berkas dan data wajib pajak, beserta dokumen-dokumen
lainnya dari kepala seksi pemeriksaan, meneliti kemudian meneruskan
2) Ketua tim pemeriksa pajak menerima surat perintah pemeriksaan
pajak, surat pemberitahuna pemeriksaan pajak kepada wajib pajak,
berkas dan data wajib pajak, beserta dokumen-dokumen lainya,
kemudian melakukan hal-hal sebagai berikut :
i. Mempelajari, menganalisis, mengidentifikasi masalah, menentukan
arah pemeriksaan, menentukan ruang lingkup pemeriksaan serta
pos-pos yang akan diperiksa secara mendalam untuk membuat
program pemeriksaan.
ii. Membahas bersama anggota tim pemeriksa pajak selanjutnya
meneruskan kepada ketua kelompok pemeriksa pajak.
3) Ketua kelompok pemeriksa pajak meneliti, membahas rencana
program pemeriksaan dengan ketua tim pemeriksa pajak dan
menyetujui program pemeriksaan untuk dilaksanakan kemudian
meneruskan kepada Tim pemeriksa pajak.
4) Tim pemeriksa pajak melakukan hal-hal sebagai berikut :
i. Mendatangi wajib pajak, memperkenalkan diri, memperlihatkan
kartu tanda pengenal pemeriksa pajak, menyerahkan tindasan
surat perintah pemeriksaan pajak dan asli surat pemberitahuan
pemeriksaan pajak kepada wajib pajak, meminta tandatangan,
cap, dan tanggal dari wajib pajak/ yang mewakili pada surat
ii. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan pajak dan
mengadakan wawancara dengan wajib pajak serta mengamati
kegiatan usahanya.
iii. Meminjam buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen lainya
termasuk informasi yang tersedia dalam system komputerisasi
akuntansi wajib pajak serta data lain yang diperlukan.
iv. Melakukan penelitian pengendalina intern serta menyempurnakan
program pemeriksaan berdasarkan hasil penelitian.
v. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen
lainnya, informasi yang tersedia dalam system komputrisasi
akuntansi dan berkas wajib pajak serta data lain.
vi. Melakukan konfirmasi dan klarifikasi data kepada pihak ketiga
yang terkait dengan wajib pajak.
vii. Meminta dan menerima penjelasan lebih rinci dari wajib pajak
mengenai buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen
lainnya, informasi yang tersedia dalam system komputerisasi
akuntansi dan berkas wajib pajak serta data lain.
viii. Menuangkan hasil kerja pemeriksaan kedalam kertas kerja
pemeriksaan (KKP).
ix. Menyimpulkan hasil pemeriksaan, membuat daftar harta
surat pemebritahuna hasil pemeriksaan (SPHP) dan pos-pos yang
dikoreksi serta penjelasannya.
x. Menyampaikan konsep SPHP beserta lampiran-lampirannya
kepada ketua kelompok pemeriksa pajak.
5) Ketua kelompok pemeriksa pajak menelaah, membahas dengan tim
pemeriksa pajak, menyetujui, memeraf konsep SPHP dan
menandatangani lampiran-lampirannya serta meneruskan kepada
kepala kantor pelayanan pajak.
6) Kepal kantor pelayanan pajak meneliti konsep SPHP beserta
lampiran-lampirannya, membahas dengan ketua kelompok pemeriksa pajak,
menyetujui dan menandatangani konsep SPHP, selanjutnya
meneruskan kepada ketua kelompok pemeriksa pajak.
7) Ketua kelompok pemeriksa pajak menugaskan ketua tim pemeriksa
pajak untuk mengirimkan SPHP beserta lampiran-lampirannya kepada
wajib pajak.
8) Ketua tim pemeriksa pajak menugaskan anggota tim pemeriksa pajak
untuk mengirimkan SPHP dan lampiran-lampirannya kepada wajib
pajak.
9) Anggota tim pemriksa pajak menatausahakan dan menyampaikan
SPHP dan lampiran-lampirannya serta formulir lembar pernyataan
tanggapan, dan menerima bukti tanda terima kemudian melakukan
hal-hal sebagai berikut :
i. Menerima Lembar Pernyataan Persetujuan yang bermaterai cukup
(dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh koreksi), atau
jawaban tertulis (dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui
sebagian atau seluruh koreksi) atau permintaan keterangan lebih
lanjut mengenai koreksi tersebut dari Wajib Pajak.
ii. Memberikan keterangan mengenai koreksi atas permintaan
keterangan lebih lanjut oleh Wajib Pajak.
iii. Melakukan Pembahasan Akhir dengan Wajib Pajak selanjutnya
menyiapkan Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan Wajib
Pajak dan (dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh koreksi),
atau Berita Acara Hasil Pemeriksaan (dalam hal Wajib Pajak
tidak menyetujui sebagian atau seluruh koreksi) untuk
ditandatangani oleh Wajib Pajak dan Tim Pemeriksa Pajak.
iv. Membuat dan menandatangani Berita Acara Tidak Memberikan
Tanggapan dalam hal Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan
atau Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak dalam hal Wajib
Pajak tidak menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
v. Menyampaikan Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan
Wajib Pajak, atau Berita Acara Hasil Pemeriksaan, atau Berita
Ketidakadiran Wajib Pajak kepada Ketua Kelompok Pemeriksa
Pajak.
10) Ketua Kelompok Pemeriksa Pajak meneliti, menyetujui, dan
menandatangani Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan Wajib
Pajak, atau Berita Acara Hasil Pemeriksaan, atau Berita Acara Tidak
Memberikan Tanggapan, atau Berita Acara Ketidakadiran Wajib
Pajak selanjutnya meneruskan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak.
11) Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menyetujui, dan
menandatangani Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan Wajib
Pajak, atau Berita Acara Hasil Pemeriksaan, atau Berita Acara Tidak
Memberikan Tanggapan, atau Berita Acara Ketidakadiran Wajib
Pajak dan meneruskan kepada Ketua Kelompok Pemeriksa Pajak.
12) Ketua Kelompok Pemeriksa Pajak meneruskan Berita Acara
Persetujuan Hasil Pemeriksaan Wajib Pajak, atau Berita Acara Hasil
Pemeriksaan, atau Berita Acara Tidak Memberikan Tanggapan, atau
Berita Acara Ketidakadiran Wajib Pajak dan menugaskan Tim
Pemeriksa Pajak untuk memperbaiki KKP dan membuat Konsep
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) berdasarkan hasil pembahasan
akhir/ closing conference.
13) Tim Pemeriksa Pajak memperbaiki KKP serta membuat Konsep LHP
14) Ketua Kelompok Pemeriksa Pajak meneliti dan menandatangani
konsep LHP beserta KKPnya yang telah dilengkapi dan diperbaiki
sesuai dengan hasil pembahasan akhir/ closing conference serta
meneruskan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
15) Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menyetujui dan
menandatangani konsep LHP beserta KKPnya serta meneruskan
kepada Ketua Kelompok Pemeriksa Pajak.
16) Ketua Kelompok Pemeriksa Pajak menerima LHP dan KKP serta
menugaskan Tim Pemeriksa Pajak untuk membuat Nota
Penghitungan (Nothit), Daftar Kesimpulan Hasil Pemeriksaan
(DKHP) dan Alat Keterangan (Alket) sesuai dengan ketentuan.
17) Tim Pemeriksa Pajak menerima LHP dan KKP, kemudian membuat
dan memaraf konsep Nothit, DKHP, dan Alket serta meneruskan
kepada Ketua Kelompok Pemeriksa Pajak.
18) Ketua kelompok Pemeriksa Pajak meneliti, menyetujui, dan memaraf
konsep Nothit, DKHP dan Alket serta meneruskan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak.
19) Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menyetujui, memaraf,
konsep Nothit dan menandatangani konsep DKHP dan Alket,
selanjutnya meneruskan kepada Ketua Kelompok Pemeriksa Pajak.
20) Ketua Kelompok Pemeriksa Pajak meneruskan Nothit, DKHP dan
21) Ketua Tim Pemeriksa Pajak menerima Nothit, DKHP dan Alket
selanjutnya menugaskan Anggota Pemeriksa Pajak dengan LHP dan
KKP, dan membuat Lembar Ikhtisar Hasil Pemeriksaan dalam Sistem
Administrasi Perpajakan (SAP).
22) Anggota Tim Pemeriksa Pajak melakukan hal-hal sebagai berikut :
i. Menggabungkan Nothit, DKHP dan Alket dengan LPH dan KKP
selanjutnya meneruskan kepada Kepala kantor Seksi
pemerintahan untuk diadministrasikan.
ii. Membuat lembaran ikhtisar Hasil pemeriksaan dalam SAP
menruskan kepada Ketua tim pemeriksa pajak.
iii. Mengembalikan buku-buku, catatan-catatan dan
dokumen-dokumen lainya kepada wajib pajak dan menerima bukti
pegembalian.
C.Seksi Pelayanan
Bertugas melaksanakan :
Penetapan dan Penerbitan produk hukum perpajakan.
Pengadministrasian dolumen dan berkas perpajakan.
Penerimaan dan mengolahan surat pemberi tahuan dan surat
lainya.
Penyuluhan perpajakan.
Pelaksanaan registrasi wajib pajak.
Prosedur Pembuatan Rencana Kerja Seksi Pelayanan :
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan pengarahan dan
menugaskan para Kepala Seksi/ Kepala Subbagian Umum untuk
menyusun Rencana Kerja Seksi/ Subbagian masing-masing.
2. Kepala Seksi Pelayanan menugaskan Pelaksana untuk menyiapkan
bahan penyusunan Rencana Kerja Seksi Pelayanan.
3. Pelaksana menyiapkan bahan Rencana Kerja berdasarkan hasil
kerja tahun berjalan dan usulan Rencana Kerja tahun berikutnya,
selanjutnya menyampaikan kepada Kepala Seksi Pelayanan.
4. Kepala Seksi Pelayanan mempelajari, membahas, dan menyusun
konsep Rencana Kerja bersama para Pelaksana, selanjutnya
menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan pajak.
5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menyetujui Rencana
Kerja Seksi Pelayanan dan mengembalikan kepada Kepala Seksi
Pelayanan.
6. Kepala Seksi Pelayanan menerima Rencana Kerja Seksi Pelayanan
yang telah ditandatangani Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan
Menyampaikan kepada Subbagian Umum untuk dikompilasi (D).
7. Kepala Seksi Pelayanan menerima Rencana Kerja Kantor yang
telah dikompilasi dari Subbagian Umum meneruskan kepada
8. Pelaksana menatausahakan dan melaksanakan Rencana Kerja
tersebut.
D.Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Bertugas melaksanakan :
Pengumpulan dan pengolahan data
Penyajian informasi perpajakan
Perekaman dokumen perpajakan
Urusan tata usaha penerimaan perpajakan
Pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil PBB dan BPHTB
Pelayanan dukungan teknis computer
Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling
Penyiapan laporan kinerja prosedur pembuatan rancana kerja seksi
pengolahan data dan informasi :
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan pengarahan dan
menugaskan para KEpala seksi/Kepala Subbagian masing-masing.
2. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi menugaskan
Pelaksana untuk menyiapkan bahan penyusunan Rencana Kerja
Seksi Pengolahan Data dan Informasi.
3. Pelaksana menyiapkan bahan Rencana Kerja tahun berjalan dan
usulan Rencana Kerja tahun berikutnya, selanjutnya
menyampaikan kepada Kepala Seksi Pengolahan Data dan
4. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempelajari,
membahas, dan menyusun konsep Rencana Kerja bersama para
Pelaksana, selanjutnya menyampaikan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak.
5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menyetujui Rencana
Kerja Seksi Pengolahan data dan Informasi dan mengembalikan
kepada Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi.
6. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi menerima Rencana
Kerja Seksi Pengolahan Data dan Informasi yang telah
ditandatangani Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan menyampaikan
Kepada Sub Bagian Umum untuk dikompilasi (D).
7. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi menerima Rencana
Kerja Kantor yang telah dikompilasi dari Subbagian Umum dan
meneruskan kepada Pelaksana.
8. Pelaksana menatausahakan dan melaksanakan rencana kerja
tersebut.
E.Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Bertugas melaksanakan urusan :
Pengawasan kepatuhan wajib pajak
Bimbingan/ himbauan kepada wajib pajak
Konsultasi teknis perpajakan kepada wajib pajak
Analisis kinerja wajib pajak, serta
Rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka intensifikasi
Melakukan evaluasi hasil banding
F. Seksi Ekstensifikasi
Bertugas melakukan :
Pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan
Pendataan objek dan subjek pajak
Penilaian Objek pajak
Kegiatan ekstensifikasi perpajaka
Prosedur penyusunan rencana kerja seksi ekstensifikasi perpajakan:
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan pengarahan dan
menugaskan para Kepala Seksi/ Kepala Subbagian untuk
menyusun Rencana Kerja Seksi/ Subbagian untuk menyusun
Rencana Kerja seksi/ Subbagian masing-masing.
2. Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menugaskan Pelaksana
untuk menyiapkan bahan penyusunan Rencana Kerja Seksi
Ekstensifikasi Perpajakan.
3. Pelaksanaan menyiapkan bahan Rencana Kerja berdasarkan hasil
kerja tahun berjalan dan usulan Rencana Kerja tahun berikutnya,
berupa Rencana Kerja Penilaian Individual/ Masal, Rencana Kerja
dan Rencana Kerja Penyandingan NOP dan NPWP, selanjutnya
menyampaikan kepada Kepala seksi Ekstensifikasi Perpajakan.
4. Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempelajari, membahas,
dan menyusun konsep Rencana Kerja bersama para
Pelaksana/Pejabat Fungsional Penilai PBB, selanjutnya
menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menyetujui Rencana
Kerja Seksi Ekstensifikasi Perpajakan dan mengembalikan kepada
Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan.
6. Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menugaskan Pelaksanaan
untuk menyampaikan Rencana Kerja Seksi Ekstensifikasi
Perpajakan ke Subbagian Umum untuk dikompilasi menjadi
Rencana Kerja Kantor Pelayanan Pajak.
7. Pelaksana menyampaikan Rencana Kerja Seksi Ekstensifikasi
Perpajakan ke Subbagian Umum untuk dikompilasi menjadi
Rencana Kerja Kantor Pelayanan Pajak (D).
8. Kepala Seksi Eksentifikasi Perpajakan menerima Rencana Kerja
Kantor Pelayanan Pajak yang telah ditandatangani Kepala Kantor
dari Kepala Subbagian Umum dan meneruskan kepada para
9. Pelaksanaan menatausahakan dan melaksanakan Rencana Kerja
Kantor Pelayanan tersebut.
G.Seksi Pemeriksaan
Bertugas melaksanakan :
Penyusunan rencana pemeriksaan
Pengawasan aturan pelaksanaan pemeriksaan
Penerbitan dan penyaluran SP3
Administrasi pemeriksaan lainnya
Prosedur pembuatan rencana kerja seksi pemeriksaan :
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan pengarahan dan
menugaskan para Kepala Seksi/ Kepala Subbagian Umum untuk
menyusun Rencana Kerja Seksi/ Subbagian masing-masing.
2. Kepala Seksi Pemeriksaan menugaskan pelaksana untuk
menyiapkan bahan penyusunan Rencana Kerja Seksi Pemeriksaan.
3. Pelaksana menyiapkan bahan Rencana Kerja berdasarkan hasil
kerja tahun berjalan dan usulan Rencana Kerja tahun berikutnya,
selanjutnya menyampaikan kepada Kepala Seksi Pemeriksaan.
4. Kepala Seksi Pemeriksaan mempelajari, membahas dan menyusun
konsep Rencana Kerja bersama para Pelaksana, selanjutnya
5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menyetujui Rencana
Kerja Seksi Pemeriksaan dan mengembalikan kepada Kepala Seksi
Pemeriksaan.
6. Kepala Seksi Pemeriksaan menerima Rencana Kerja Seksi
Pemeriksaan yang telah ditandatangani Kepala Kantor Pelayanan
Pajak dan menyampaikan kepada Subbagian Umum untuk
dikompilasi (D).
7. Kepala Seksi Pemeriksaan menerima Rencana Kerja Kantor yang
telah dikompilasi dari Subbagian Umum dan meneruskan kepada
Pelakasana.
8. Pelaksana menatausahakan dan melaksanakan rencana kerja
tersebut.
H.Seksi Penagihan
Bertugas melakukan :
Pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif
Piutang pajak
Penundaan angsuran tunggakan pajak prosedur pembuatan rencana
kerja :
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan pengarahan dan
menugaskan para Kepala Seksi/ Kepala Subbagian untuk
2. Kepala Seksi Penagihan mempelajari penugasan dan menugaskan
Pelaksana untuk membuat konsep Rencana Kerja Seksi Penagihan.
3. Pelaksana membuat konsep Rencana Kerja berdasarkan hasil kerja
tahun berjalan dan usulan Rencana Kerja tahun berikutnya, serta
menyampaikan kepada Kepala Seksi Penagihan.
4. Kepala Seksi Penagihan mempelajari, membahas dengan para
Pelaksana, dan menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak.
5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneliti, menyetujui, dan
menandatangani Rencana Kerja Seksi Penagihan serta meneruskan
kepada Seksi Penagihan.
6. Kepala Seksi Penagihan menerima Rencana Kerja Kantor
Pelayanan Pajak yang telah ditandatangani oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak dan menugaskan Pelaksana untuk meneruskan ke
Subbagian Umum.
7. Pelaksana menerima dan meneruskan Rencana Kerja Seksi
Penagihan ke Subbagian Umum untuk dikompilasi menjadi
Rencana Kerja Kantor Pelayanan Pajak (D).
8. Kepala Seksi Penagihan menerima kompilasi Rencana Kerja
Kantor Pelayanan Pajak dari Subbagian Umum dan
9. Pelaksana menatausahakan Rencana Kerja Kantor Pelayanan Pajak
tersebut.
2.4. Aspek Kegiatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
Pada dasarnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu adalah
lembaga pelaksana Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas untuk melaksanakan
kegiatan opersional pelayanan perpajakan.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu mempunyai tugas
melaksanakan pelayanan, pengawasan administrasi dan Pemeriksaan Sederhana
terhadap Wajib Pajak dibidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Tidak Langsung
Lainnya (PTLL) dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu adalah
memberikan pelayanan publik dengan baik kepada Wajib Pajak dengan memenuhi
semua kebutuhan Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban
perpajakannya. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan prosedurnya dan tata kerja
organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu, yang terdiri
dari aspek-aspek kegiatan antara lain :
1. Pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
2. Melakukan kegiatan operasional perpajakan di bidang pengolahan data informasi,
tata usaha perpajakan, pelayanan, penagihan, pengawasan dan konsultasi dan
pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
3. Kegiatan pengawasan dan verifikasi atas pajak penghasilan maupun pajak
pertambahan nilai dan penerapan sanksi administrasi perpajakan dengan mencari,
mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lain dalam rangka pengawasan
pemenuhan kewajiban perpajakan. Juga melakukan kegiatan penatausahaan dan
lampirannya termasuk kebenaran penulisan dan perhitungan yang bersifat formal,
pemantauan dan penyusunan laporan pembayaran massa PPh, PPN, PBB, BPHTB
dan Pajak tidak langsung lainnya.
4. Mengadakan kegiatan penyuluhan pajak kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan dan
BAB III
PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK
3.1. Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek
Dalam pelaksanaan kerja praktek ini bidang yang dikaji adalah bagian Bidang
Seksi Ekstensifikasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
Tugas Utama Seksi Ekstensifikasi meliput Penilaian Individual/ Masal, Pendataan
Objek dan Subjek PBB, Pencarian Data, Penyandingan NOP dan NPWP, selanjutnya
penulis ditempetkan oleh Staf Sub Bagian Umum KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
di Seksi Ekstensifikasi, dan penulis didampinggi dan diarahkan semua karyawan
yang berada di Seksi Ekstensifikasi untuk melakukan kegiatan kerja praktek di KPP
Pratama Jakarta Cakung Satu.
3.2. Teknik Pelaksanaan Kerja Praktek
Saat penulis melaksanakan kerja praktek Pembimbng di KPP
memperkenalkan situasi dan kondisi yang berada di KPP Pratama Jakarta Cakung
Satu dan memperkenalkan lokasi setiap devisi serta tugas dan bagian mereka
masing-masing. Kemudian menempatkan penulis kebagian Seksi Ekstensifikasi pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu.
Penulis mendapatkan bimbingan dan informasi mengenai pekerjaan yang
pengajuan Surat keberatan bayar Pajak Bumi dan Bangunan dengan cara mengisi
formulir Keberatan atas SPPT/ SKP PBB tahun yang bersangkutan.
Penulis mengamati tentang Prosedur Pengajuan Surat keberatan bayar dan
cara penyelesaiannya karena penulis ditempatkan dibagian Ekstensifikasi saja,
sehingga bidang yang dapat dikaji hannya terkait dengan SPPT/ SKP PBB. Namun
sesekali penulis belajar perekaman data di bagian Pusat Data dan Informasi namun
tidak full, Sehingga pada bidang Seksi lain penulis tidak melakukan penelitian.
Kegiatan-kgiatan yang dilakukan oleh penulis selama melakukan kerja
praktek adalah :
1.Mengarsipkan data Wajib Pajak Kedalam Map sesuai nomor Pelayanan
2.Mencari data Wajib Pajak PBB di SISMIOP
3.Mempelajari Perekaman Data di PDI
4.Menerima telepon dari Wajib Pajak
5.Mengamplopkan Surat dan Magantar surat ke seksi lain
6.Membuat surat disposisi
7.Mangarsipkan surat masuk
8.Membuat Kabel Lan untuk Print Peta
9.Meminta data untuk penyusuan Laporan Kerja Praktek
3.3. Pembahasan Hasil Pelaksanaan Kerja Praktek 3.3.1 Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 3.3.1.1Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB dikenakan terhadap Objek Pajak berupa tanah dan bangunan yang
didasarkan pada asas kenikmatan dan manfaat dan dibayar setiap tahun, yang
dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan
bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta
mempermudah dalam menghitung pajak terhutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/ tanah diperhatikan factor sebagai berikut :
1. letak
2. peruntukan
3. pemanfaatan
4. kondisi lingkungan dan lain-lainnya.
Dalam menentukan klasifikasi bangunan, faktor yang mempengaruhi adalah :
1. bahan yang digunakan
2. rekayasa
3. letak
4. kondisi lingkungan dan lain-lainya.
PBB pengenaannya didasarkan pada Undang-undang No. 12 tahun 1985
sebagai mana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 tahun 1994 Tentang
perubahan atas Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan.
sehingga merupakan hasil karya manusia berupa/ujud perubahan dari bahan
dasar/material dan perlengkapan/fasilitas menjadi bangunan. Bentuk sebuah
bangunan yang dibangun mulai dari fondasi, kerangka utama, material pelapis, dan
fasilitas yang menambah dan dilekatkan secara tetap merupakan bangunan. Misalnya
berupa Gedung, Pelabuhan, Bandara, Jembatan, Jalan Tol, Pabrik, Lapangan Golf,
Tower/Rig pertambangan minyak lepas pantai dan lain-lain. Bentuk bangunan yang
merupakan susunan, rangkaian, dan rekayasa serta budidaya manusia mempunyai
karakteristik yang berlain-lainan.
Objek pajak yang dikecualikan atau tidak dikenakan PBB adalah Objek pajak
yang :
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak
mencari keuntungan, antara lain :
a. Tempat ibadah
b. Tempat pelayanan kesehatan
c. tempat pendidikan
d. Untuk Sosial
e. untuk kebudayaan Nasional
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, dsb.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, taman nasional, hutan wisata, tanah
pengembalaan yang dikuasai desa, tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.
5. digunakan oleh badan atau organisasi internasional yang ditentukan oleh
menteri keuangan.
Terhadap objek pajak yang digunakan untuk kepentingan pemerintahan diatur
lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Bersarya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NJOPTKP) ditetapkan maksimal sebesar Rp 12.000.000,- (duabelas juta
rupiah) untk setiap wajib pajak. Apabila wajib pajak mempunya beberapa objek
pajak, maka NJOPTKP hannya dibrikan satu kali terhadap objek pajak yang paling
besar pajak terhungnya.
3.3.1.2Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Subjek Pajak berdasarkan Undang-undang PBB adalah orang atau badan yang
mendapatkan manfaat atau kenikmatan atas sebidang tanah dan atau bangunan yang
dikuasainya. Hal ini dapat kita lihat pada pasal 4 ayat (1), yang pada intinya
menyatakan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi,
dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Menurut hemat kami pasal tersebut tidak hanya menyebut pemilik harta tetap tetapi
juga orang atau badan yang menguasai harta tetap tersebut, artinya adalah orang yang
mendapat manfaat atau kenikmatan dari objek selanjutnya orang atau badan atau
dapat disebut Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak disebut
Dalam pelaksanaan menjaring Wajib pajak yang belum tentu pemiliknya
memang tidaklah mudah, namun pasal 4 ayat (3) telah mengatur bagaimana
menetapkan wajib pajak yang tidak jelas keberadaannya dan bagaimana cara
mengatasi kesulitan Direktur Jenderal Pajak memburu subjek pajak yang menghindar,
yaitu apabila tidak diketahui dengan jelas siapa wajib pajak maka Direktur Jederal
Pajak dapat menetapkan subjek pajak yang mendapatkan kenikmatan dari objek
pajaknya. Pajak yang dahulu sering lolos dari peraturan perundang-undangan karena
kelemahan undang-undang atau peraturan perlengkapan tidak dapat menjangkau
Subjek pajak. Dengan Kriteria dan pengertian kalimat tersebut diatas maka tujuan
yang pertama ditunjuk sebagai subjek pajak adalah pemilik, namun apabila tidak
diketahui pemiliknya maka, orang atau badan yang secara kuasa menguasai baik
sebagai pengontrak/ penyewa, penguasa, pengurus ataupun penunggu yang secara
nyata memperoleh manfaat atau menikmati harta tetap/ property tersebut dapat
ditetapkan sebagai Subjek Pajak.
Contoh dari masalah ini adalah :
Pak A : adalah pemilik tanah dan rumah
Pak B : adalah pengontrak sewa rumah, yang kemudan tidak menetapi tanah dan
rumah tersebut tetapi menyerahkan penggunaan Tanah dan rumah tersebut kepada
Pak C
Pak C : menggunakan tanah dan rumah tersebut hanya wajtu tertentu (insidentil)
dalam satu hati bebrapa jam yaitu antara jam 10.00 WIB sampai dengan jam 15.00
Pak D : adalah pembantu rumah tangga yang sehari-hari menunggu dan menempati
rumah tersebut.
Dalam hal ini subjek pajak adalah Pak D, karena dialah yang secara nyata
menguasai Objek pajak tersebut. Namun apabila subjek pajak yang ditunjuk tadi
keberatan karena merasa tidak mampu atau hanya orang upahan saja, maka pasal 4
ayat (4) dapat menjadi jalan keluar dari permasalahan ini yaitu dalam hal subjek pajak
dapat membuktikan bahwa dirinya bukan subjek pajak atas tunjukan dari Direktir
Jenderal Pajak tersebut, maka subjek pajak ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
untuk memberikan keterangan bahwa ia bukan Subjek pajak. Penyelesaian
permohonan tentang pernyataan bahwa orang atau badan yang ditunjuk tadi bukan
subjek pajak diatur dalam Pasal 4 ayat (5) yang antara lain menyebutkan bilamana
keterangan yang diajukan oleh wajib pajak sebagai mana dimaksud dalam ayat (4)
disetujui, maka Direktur Jenderak Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak
sebagai mana dimaksud dalam ayat (3) dalam jangka waktu satu bulan sejak
diterimanya surat keterangan dimaksud.
Kemudian apabila Direktur Jenderal Pajak tidak setuju dengan penolakan
wajib pajak tadi pasal 4 ayat (6) menyebutkan bahwa bila keterangan yang diajukan
tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan
penolakan dengan disertai alasan-alasanya. Jangka waktu penyelesaiaan pemberian
keterangan tersebut diatas menyebutkan bahwa apabila setelah jangka waktu 1 bulan
keputusan, maka keterangan yang diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak tersebut
dianggap disetujui dan ia bukan lagi sebagai subjek pajak.
Kejadian seperti tersebut diatas dimaksudkan agar tidak terjadi kesewenangan
atas kuasa undang-undang kepada Direktur Jenderal Pajak, sehingga seluruh fiskus
akan berlaku hati-hati dalam menjalankan tugasnya menetapkan subjek pajak/ atau
wajib pajak yang akan dibebankan kepada subjek pajak atau wajib pajak.
3.3.1.3Saat Terutang Pajak
Dalam Pajak Bumi dan Banguna (PBB) yang digunakan adalah tahun takwim
yaitu mulai tanggal 1 januari sampai dengan tanggal 31 desember dan saat untuk
menentukan pajak terutang adalah keadaan objek pajak pada tanggal 1 januari.
Sedangkan tempat pajak terutang adalah wilayah kabupaten/ kota dimana objek pajak
itu berada.
3.3.2 Prosedur Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Perorangan Pajak Bumi dan Bangunan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569). Tantang
Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi Dan Bangunan
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :
1. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan UU
PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1994.
2. Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan Keberatan
adalah Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 UU PBB.
3. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disebut dengan SPPT
adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
memberitahukan besarnya PBB terutang kepada Wajib Pajak.
4. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut
dengan SKP PBB adalah Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (2) UU PBB.
5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut dengan KPP Pratama
adalah KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak.
6. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut dengan
Kanwil DJP adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang
membawahkan KPP Pratama.
Posedur Pengajuan Keberatan secara perseorangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) harus memenuhi persyaratan :
b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
c. Diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dan disampaikan ke KPP Pratama.
d. Dilampiri asli SPPT atau SKP PBB yang diajukan Keberatan.
e. Dikemukakan jumlah PBB yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak
disertai dengan alasan yang mendukung pengajuan Keberatannya.
f. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
atau SKP PBB, kecuali apabila Wajib Pajak atau kuasanya dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaannya.
g. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat
Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak:
1. Harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus, untuk Wajib Pajak orang
pribadi dengan PBB yang terutang lebih banyak dari Rp 2.000.000,00
(dua juta rupiah) atau Wajib Pajak badan.
2. Harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi
dengan PBB yang terutang paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta
rupiah).
Untuk memperkuat alasan pengajuan Keberatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e dan ayat (2) huruf g, pengajuan Keberatan disertai dengan :
1. Fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak
dalam hal dikuasakan.
3. Fotokopi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau
4. Fotokopi bukti pendukung lainnya.
1) Kepala Kanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu
paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan surat
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), harus memberi
suatu keputusan atas pengajuan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) atau ayat (2).
2) Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah
besarnya jumlah PBB yang terutang.
3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
terlampaui dan keputusan belum diterbitkan, pengajuan Keberatan
dianggap dikabulkan dan diterbitkan keputusan sesuai dengan pengajuan
Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak
jangka waktu dimaksud berakhir.
4) Dalam hal keputusan Keberatan menyebabkan perubahan data dalam
SPPT atau SKP PBB, KPP Pratama menerbitkan SPPT atau SKP PBB baru
berdasarkan keputusan Keberatan tanpa merubah saat jatuh tempo
pembayaran.
5) SPPT atau SKP PBB baru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
bisa diajukan Keberatan.
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1), Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau
penjelasan tertulis sepanjang surat keputusan Keberatan belum diterbitkan.
3.3.3 Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
Yang menjadi dasar dari pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) yang besarnya ditentukan setiap 3 tahun dengan keputusan Menteri
Keuangan, atau bisa juga ditetapkan setiap tahun degan melihat perkembangan
daerahnya. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yagn diperoleh dari
transaksi jual beli, ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang
sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti. (Pajak Bumi
dan Bangunan, Endarto Judowinarso)
Perkembangan penerimaan PBB dari tahun 1990 sampai dengan 2000 adalah
sebagai berikut
Table 3.1
Penerimaan perpajakan pada dasarnya terdiri dari penerimaan pajak dalam
negeri dan penerimaan pajak atas perdagangan internasional. Penerimaan pajak dalam
negari meliputi lima jenis pajak yang mencakup Penerimaan Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Cukai, Pajak
Bumi dan Bangunan dan Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan pajak
lainnya.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang PBB pasal 5 tarif
Pajak yang dikenakan pajak atas Objek Pajak adalah sebesar 0,5 % disamping itu
sesuai dengan perintah pasal 6 dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1985 yang
menetapkan peraturan Pemerintah No. tahun 2002 tentang besarnya NJKP untuk
perhitungan PBB dan keputusan Menteri Keuangan No. 201/KMK. 04/2000 yang
memutuskan tentang penyesuaian besarnya NJOP TKP sebagai dasar perhitungan
PBB, maka rumus untuk pengenaan PBB adalah sebagai berikut :
Table 3.2
Rumus Perhitungan PBB
Contoh NJOP TKP untuk perhitungan pajak :
1. Seorang Wajib Pajak hanya mempunyai objek pajak berupa bumi dengan nilai
sebagai berikut :
- Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak Rp 8.000.000,00
(setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00)
Karena NJOP berada dibawah NJOP TKP, maka objek pajak tersebut tidak dikenakan
PBB atau nilai.
2. Seorang wajib pajak bernama Budi mempunya dua objek pajak berupa bumi dan
bangunan masing-masing di Desa A dan Desa B dengan nilai sebagai berikut :
Objek di Desa A
- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 8.000.000,00
- Nilai Jual Objek Pajak Banguanan Rp 5.000.000,00
Nilai Jual Objek Pajak untuk perhitungan PBB :
Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 8.000.000,00
Nilai Jual Objek Pajak bnagunan Rp 5.000.000,00 +
NJOP sebagai dasar pengenaan pajak Rp13.000.000,00
NJOP TKP Rp12.000.000,00 – NJOP untuk perhitungan Pajak Rp 1.000.000,00
PBB yang harus dibayar =0,5% X 20% X Rp 1.000.000,00 = Rp 1.000
Objek di Desa B
NJOP Bumi Rp 5.000.000,00
NJOP Bangunan Rp 3.000.000,00
Nilai Jual Objek Pajak untuk perhitungan PBB :
- NJOP Bangunan Rp 3.000.000,00 +
NJOP sebagai dasar pengenaan pajak Rp 8.000.000,00
NJOP TKP Rp 0,00
NJOP untuk perhitungan PBB Rp 8.000.000,00
PBB yang harus dibayar untuk Objek ini =
0,5% X 20 % X Rp 8.000.000,00 = Rp 8.000,00
Untuk Objek Pajak di Desa B, tidak diberikan NJOP TKP sebesar Rp 12.000.0000,00
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
1. Objek Pajak berupa tanah dan bangunan yang didasarkan pada asas
kenikmatan dan manfaat dan dibayar setiap tahun, yang dimaksud dengan
klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan
menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta mempermudah
dalam menghitung pajak terhutang
2. Subjek Pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan
adalah orang atau badan yang mendapatkan manfaat atau kenikmatan atas
sebidang tanah dan atau bangunan yang dikuasainya. Hal ini dapat kita lihat
pada pasal 4 ayat (1), yang pada intinya menyatakan bahwa yang menjadi
subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak
atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Menurut hemat kami
pasal tersebut tidak hanya menyebut pemilik harta tetap tetapi juga orang atau
badan yang menguasai harta tetap tersebut, artinya adalah orang yang mendapat
manfaat atau kenikmatan dari objek selanjutnya orang atau badan atau dapat
disebut Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak disebut
3. Obajek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan merupakan penerimaan
terbesar untuk Pendapatan daerah masing-masing oleh karena itu sangat
penting untuk Direktorat Jenderal Pajak untuk mengetahui siapa yang menjadi
Objek dan subjek pajak, pihak Direktorat Jenderal Pajak bisa menentukan
langsung siapa yang menjadi Objek dan Subjek Pajak yaitu selama ada orang
atau kuasa yang mendapatkan manfaat dari Bumi dan Bangunan maka dia dapat
dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3569). Tantang Prosedur Pengajuan Dan Penyelesaian
Keberatan Pajak Bumi Dan Bangunan, Untuk memperkuat alasan pengajuan
Keberatan pengajuan Keberatan disertai dengan :
a. Fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas kuasa Wajib
Pajak dalam hal dikuasakan.
b. Fotokopi bukti kepemilikan tanah.
c. Fotokopi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau
d. Fotokopi bukti pendukung lainnya.
5. Prosedur Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan
Wajib Pajak yang mengalami keluhan tentang Terlalu besarnya Pajak Bumi dan
Bangunan yang telah dibebankan Direktorat Jenderal Pajak oleh Wajib Pajak,
banyak wajib pajak yang belum mengatahui bagaimana carannya untuk
mengajukan Surat Keberatan Bayar dan penyelesaiiannya sementara Dirktorat
Jenderal Pajak membuat peraturan untuk Wajib pajak bisa mengajuka keberatan
bayar pajak bumi dan bangunan hal itu dilakukan semata-mata hannya untuk
melihat kepatuhan dari wajib pajak tersebut.
6. Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi dasar dari
pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
yang besarnya ditentukan setiap 3 tahun dengan keputusan Menteri Keuangan,
atau bisa juga ditetapkan setiap tahun degan melihat perkembangan daerahnya.
4.2. Saran
Direktorat Jenderal Pajak harus melakukan sosialisasi semua peraturan yang
ada di Direktorat Jenderal Pajak agar Wajib Pajak mengerti apa yang
diinginkan oleh Direktorat Jenderal Pajak karena saya yakin jika wajib pajak
mengetahui peraturan yang berlaku dengan jelas dan benar maka banyak
“
TINJAUAN TERHADAP PROSEDUT PENGAJUAN
KEBEATAN BAYAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERORANGAN DI KPP PRATAMA
JAKARTA CAKUNG SATU
.”
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syara
Mata Kuliah Kerja Praktek Jenjang Strata 1 Program Studi Akuntansi
Oleh :
HERMAN
21108048
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
DAFTAR PUSTAKA
Agung Budiwibowo, MT., Pemanfaatan Citra Satelit Untuk PBB (Bahan Presentasi Direktur PBB dan BPHTB), Direktorat PBB dan BPHTB, Jakarta, 2003.
Endrto Judowinrso, Pajak Bumi dan Bangunan
Keputusn Direktur Jenderal Pajak Nomor. KEP-533/PJ/200 tentang petunjuk pelaksanaan pendaftaran, pendataan, dan penilaian Objek pajak Subjek PBB dalam rangka pembentukn dn pemeliharaan Basis Data SISMIOP.
Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. 10/PJ.6/1999, tanggal 4 Oktober 1999, tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan PBB.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-635/PJ/2001 Tentang Prosedur Penanganan Banding PBB dan BPHTB.
Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B Terpadu
www.google.com
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Herman
Jurusan : Akuntansi S1 (Perpajakan)
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 17 Mei 1989
Agama : Islam
Alamat Bandung : Jl. Kebon Bibit Utara 2 No 28/58 Bandung
40116
Alamat Asal : Jl. Tanah Tinggi XII Rt 016/07 No.3 Jakarta
Pusat Kode Pos 10540
Pendidikan
Demikian Daftar Riwayat Hidup ini Saya buat dengan sebenarnya. Nama Sekolah Tahun lulus
SDN 10 PT 2000
SLTP Islam Al-Jihad 2003
SMK Ksatrya 2006
UNIKOM Sedang Kuliah
Bandung, 30 Desember 2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabbil’alamin. Segala Puji dan Syukur bagi ALLAH
SWT, atas segala rahmat dan karunia-NYA sehingga Penulis dapat
menyelesaikan Laporan Kerja Praktek ini. Salawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat-sahabatnya serta umatnya
yang senantiasa menegakan ajaran Islam.
Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi kelulusan mata kulai Kerja
Praktek maka penulis mengambil judul “Tinjauan Terhadap Prosedur
Pengajuan Keberatan Bayar Pajak Bumi Dan Bangunan Perorangan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
”
dalam penulisanini.
Dalam proses penyusunan Laporan ini Penulis pun mengalami
beberapa hambatan-hambatan.
Beberapa hambatan utama yang dihadapi Penulis yaitu kurangnya
data-data atau materi yang dibutuhkan untuk penyusunan laporan ini. Selain
itu banyaknya tantangan dan godaan yang dihadapi Penulis pada saat proses
penyusunan. Namun, Penulis mencoban dengan sekuat tenaga untuk
mengatasi dan melalui berbagai hambatan tersebut sehingga akhirnya dapat
Tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan
kepada Penulis dalam Penulisan Laporan ini. Oleh karana itu, Penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Dr. Ir. Eddy suryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer
Indonesia
2. Prof. Dr. Umi Narimawati SE. M.S.i selaku Dekan Fakultas Ekonomi
3. Sri Dewi Anggradini, SE., M.Si selaku Ketua Jurusan Program Studi
Akuntansi
4. Lilis Puspitawati, SE., M.Si. Ak. selaku Dosen Pembimbing yang
senantiasa membimbing penulis dengan sabar untuk menyelesaikan
Laporan ini
5. Wati Aris Astuti, SE., M.Si selaku Kordinato Kerja Praktek di Universitas
Komputer Indonesia
6. Riyadi Hari Prasetya selaku pembimbing dari KPP Pratama Jakarta Cakung
Satu
7. Ayah dan Ibu tercinta, H. M. Arief dan Hj. Wati, adik-adikku tersayang
Heriyanto, Surya Alamsyah, serta seluruh keluarga besar yang selalu
memberika dukungan Penulis dan do’a-do’anya yang selalu teruntai untuk
Penulis.
8. Teman-teman KSR PMI UNIKOM atas persahabatan dan kenangan selama
9. Serta seluruh pihak yang tak mungkin disebut namanya satu persatu atas
kontribusi terhadap penyusunan Laporan ini.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang
terbaik, namu Penulis juga menyadari Laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca semua. Semoga Laporan ini bermanfaat bagi
kemajuan dan perkembaga Pendidikan di Universitas Komputer Indonesia
Khususnya dan Orang banyak Umumnya.
Bandung, 30 Desember 2011
Penulis