• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pendekatan reciprocal teaching terhadap kemampuan berfikir kritis siswa dalam belajar Matematika (studi eksperimen SMP Al-Hasra Depok)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pendekatan reciprocal teaching terhadap kemampuan berfikir kritis siswa dalam belajar Matematika (studi eksperimen SMP Al-Hasra Depok)"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING

TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

DALAM BELAJAR MATEMATIKA

(Studi Eksperimen SMP AL-HASRA Depok)

Oleh :

SUFINA NURHASANAH

104017000530

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh

kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara

mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Secara detail, dalam

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang System Pendidikan

Nasional Bab 1 Pasal 1 yaitu:

Pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.1

Al-Qur’an merupakan bukti betapa pentingnya penggunaan fungsi

ranah cipta dan karsa manusia dalam belajar dan meraih ilmu penegtahuan.

Hal ini tersirat dalam firman Allah surat Azzumar ayat 9 yang berbunyi:

Katakanlah: Apakah sama orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran.

Oleh karena itu dibutuhkan secara sadar dan kemauan kuat dari setiap

individu tersebut untuk berperan aktif dalam dunia pendidikan untuk

menumbuhkan potensi sumber daya manusia itu sendiri.

1

(3)

Dalam dunia pendidikan ada tiga tujuan pendidikan yang sangat dikenal

dan diakui oleh para pendidikan, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

Ranah kognitif merupakan ranah psikologis siswa yang terpenting yang

merupakan sumber sekaligus pengendali dari ranah afektif dan psikomotor.

Ranah kognitif juga merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada anak

didik untuk dikuasai. Karena penguasaan kemampuan ini menjadi dasar bagi

penguasaan ilmu pengetahuan.

Ranah kognitif ini dapat dipelajari oleh siswa-siswa dengan guru,

kemampuan ini lebih banyak mengajak siswa berfikir dengan memberi bahan

atau materi pelajaran yang mana siswa dapat memecahkannya, baik didalam

kelas maupun didalam kehidupan sehari-hari diluar sekolah.

Jean Piaget melandasi timbulnya strategi kognitif yang disebut teori

metakognitif yang merupakan keterampilan yang dimiliki oleh siswa-siswa

dalam mengatur dan mengontrol proses berpikirnya. Menurut Preisseisen

metakognitif meliputi empat jenis keterampilan, yaitu:

1. Keterampilan pemecahan masalah (Problem Solving): Keterampilan

individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk memecahkan

masalah melalui pengumpulan fakta-fakta, analisis informasi,

menyususn berbagai alternatif pemecahan, dan memilih pemecahan

masalah yang paling efektif.

2. Keterampilan Pengambilan keputusan (Decision Making):

Keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk

memilih suatu keputusan yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada

melalui pengumpulan informasi, dan pengambilan keputusan yang

terbaik berdasarkan alasan-alasan yang rasional.

3. Keterampilan Berpikir Kritis (Critical Thinking): Keterampilan

individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menganalisa

argumen dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang

benar dan rasional, analissi asumsi dan bias argumen, dan

(4)

4. Keterampilan Berpikir Kreatif (Creative Thinking)

Keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk

menghasilkan gagasan yang baru, konstruktif berdasarkan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang rasional maupun persepsi, dan

intuisis individu. 2

Keterampilan-keterampilan diatas sangat penting untuk dimiliki oleh

setiap siswa dalam proses belajar mengajar. ”Sayangnya dalam masyarakat

sekarang, orang berpikir bahwa berpikir kritis hanya ada dimata kuliah filsafat

dan retorika diperguruan tinggi dan bukan sebuah kebiasaan berpikir yang

seharusnya ditanamkan sejak usia dini.”3 Padahal pemikir kritis bukanlah

suatu yang sulit yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki nilai

IQ berkategori genius. Sebaliknya, berpikir kritis merupakan sesuatu yang

dapat dilakukan oleh semua orang. Saat anak-anak menanyakan pertanyaan

penting ”Mengapa?” yang mengisyaratkan keengganan mereka untuk

menerima penjelasan sederhana, mereka adalah pemikir kritis.

Jika kita kembalikan kepada dunia pendidikan di Indonesia, yang

menjadi masalah adalah bagaimana cara mengajarkan keterampilan berpikir

kritis tersebut di sekolah sehingga ia bisa menjadi sesuatu yang dapat

memperbaiki belajar siswa

Di Indonesia, pengajaran keterampilan berpikir kritis memiliki beberapa kendala. Salah satunya adalah terlalu dominannya peran guru di sekolah sebagai penyebar ilmu atau sumber ilmu, sehingga siswa hanya dianggap sebagai sebuah wadah yang akan diisi dengan ilmu oleh guru. Kendala lain yang sebenarnya sudah cukup klasik namun memang sulit dipecahkan, adalah sistem penilaian prestasi siswa yang lebih banyak didasarkan melalui tes-tes yang sifatnya menguji kemampuan kognitif tingkat rendah. Siswa yang dicap sebagai siswa yang pintar atau sukses adalah siswa yang lulus ujian. Ini merupakan masalah lama yang sampai sekarang masih merupakan polemik yang cukup seru bagi dunia pendidikan di Indonesia. 4

2

Marintis Yamin, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik, (Jakarta: GP Press, 2008), Cet. 1, h 11

3

Johnson. Elaine B, Contextual teaching and learning: menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna, (Bandung, Mizan Learning Center, 2007), Cet. 4, h.188

4

(5)

Kurikulum Berbasis Kompetensi yang sudah mulai diterapkan di

Indonesia sebenarnya cukup kondusif bagi pengembangan pengajaran

keterampilan berpikir, karena mensyaratkan siswa sebagai pusat belajar.

Namun demikian, bentuk penilaian yang dilakukan terhadap kinerja siswa

masih cenderung mengikuti pola lama, yaitu model soal-soal pilihan ganda

yang lebih banyak memerlukan kemampuan siswa untuk menghafal.

Dalam dunia pendidikan dan proses belajar mengajar, murid tidak boleh

diperlakukan seperti busa (spons) didalam kelas yang menyerap ilmu dari guru, tanpa diberi kesempatan untuk bertanya, melakukan penilaian atau

investigasi, namun alangkah baiknya jika seorang guru memberi kesempatan

belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa secara aktif dan efektif dalam

proses pembelajaran, agar siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir

kritisnya, sehingga dapat memecahkan suatu persoalan melalui berbagai jalan

yang mula-mula tidak jelas akhirnya menjadi jelas, dimengerti dan dipahami.

Berpikir kritis membantu kita memahami bagaimana kita memandang

diri sendiri, bagaimana kita memandang dunia, dan bagaimana kita

berhubungan dengan orang lain. Berpikir kritis merupakan sebuah

keterampilan hidup, bukan hanya dikembangkan dibidang akademik

melainkan dapat dikembangkan oleh setiap orang, maka dari itu berpikir kritis

harus diajarkan disekolah dasar, SMP, dan SMA agar dapat menghadapi era

persaingan global, karena tingkat kompleksitas permasalahan dalam segala

aspek kehidupan modern yang semakin tinggi.

Dalam buku Genius Learning ada 3 Alasan utama mengapa kita harus

melatih kemampuan murid untuk bisa menggunakan proses berpikir kritis atau

berpikir level tinggi: (1) Untuk mengerti informasi, (2) Untuk proses berpikir

yang berkualitas, (3) Untuk hasil akhir yang berkualitas. Ketiga alasan ini

melibatkan proses berpikir yang bersifat kreatif dan kritis.5 Berpikir tingkat

tinggi adalah operasi kognitif yang banyak dibutuhkan pada proses-proses

berpikir yang terjadi dalam short-term memory.

(6)

Pemilihan taksonomi Bloom tentang ranah kognitif terbagi dalam tiga

kelompok, kelompok pengetahuan rendah, menengah dan tinggi. Kemampuan

kognisi tertinggi menurut gagne adalah strategi kognisi, atau analisis, sintesis

dan evaluasi, juga kemampuan kognisi tertinggi menurut Bloom. Strategi

kognitif ini dapat dipelajari oleh siswa-siswa dengan guru, kemampuan ini

lebih banyak mengajak siswa berpikir dengan memberi bahan atau materi

pelajaran yang mana siswa dapat memcahkannya, baik didalam kelas maupun

didalam kehidupan sehari-hari diluar sekolah.

Beberapa penulis percaya bahwa kecakapan yang kurang didalam

berpikir kritis secara langsung mempengaruhi kapasitas bagi individu untuk

maju dalam penerapan secara efektif informasi yang sampai kepada mereka.

Oleh karena itu, mereka menaksir bahwa nampak penting bagi kita untuk tidak

hanya belajar berpikir kritis, tetapi juga mengajarkan berpikir kritis kepada

orang lain.

Setiap orang dapat belajar berpikir dengan kritis karena otak manusia

secara konstan berusaha memahami pengalaman. Belajar yang banyak

memerlukan berpikir secara kritis yaitu belajar matematika, dimana

matematika kaya akan simbol-simbol dan angka-angka yang semuanya

memerlukan pemikiran untuk dapat mengartikan dan menentukan

penyelesaian yang ada didalamnya matematika yang timbul karena

pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran.

”Matematika terdiri dari 4 wawasan yang luas ialah: aritmatika, aljabar,

geometri, dan analisis. Selain itu matematika sering disebut sebagai ratunya

ilmu (Mathematics is the Queen of the sciences), maksudnya antara lain bahwa matematika tidak bergantung kepada bidang studi lain.” Ketika remaja

terlibat dalam kegiatan seperti membaca, menulis, atau memecahakan soal

matematika, mereka sering sekali mencatat apa yang sedang mereka kerjakan

dan apa yang akan dilakukan selanjutnya.

Para orang tua, guru dan teman sebaya dapat berfungsi sebagai model

penting dalam menjalankan pemantauan kognitif salah satunya berpikir kritis

(7)

meningkatkan kemampuan kognitif. Ada salah satu metode yang

menggunakan pemantauan kognitif diletakkan ditangan teman sebaya remaja,

yaitu tugas memberi tahu hal yang harus dilakukan dan memantau hasil kerja

remaja tidak dilakukan oleh orang dewasa, melainkan oleh remaja lain.

Reciprocal teaching (pengajaran terbalik) adalah prosedur pengajaran yang digunakan Brown dan Palincsar untuk mengembangkan kemampuan

kognitif. ”Selain pemantauan kognitif, ada dua kegiatan kognitif lainnya yang

amat penting dalam kaitan dengan keterampilan kognitif sehari-hari, yaitu

pengambilan keputusan dan berpikir kritis.”6 Sehingga dapat dijadikan sebagai

salah satu alternatif metode pembelajaran yang cukup dianggap menarik, dan

diharapkan dapat mendorong dan meningkatkan siswa untuk berpikir kritis

dalam pembelajaran matematika.

Dengan pemahaman terhadap kondisi kognitif anak dan kemampuan

belajar mereka yang tinggi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan untuk

berpikir kritis secara bertahap hendaknya sudah diberikan pada anak sejak

masih sangat muda. Selain untuk mempersiapkan mereka di masa dewasa

kelak, juga untuk membiasakan keterbukaan pada berbagai informasi sejak

dini.

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas terlihat bahwa anak-anak

dan remaja perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan

kognitifnya menggunakan pemikiran dalam tingkatan yang lebih tinggi

disetiap tingkat kelas, yang pada akhirnya mereka akan terbiasa membedakan

antara, fakta dan opini ataupun pengetahuan dan keyakinan. Oleh karena itu,

maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul:

“Pengaruh Pendekatan Reciprocal Teaching Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Belajar Matematika”

6

(8)

B. Identifikasi Masalah

1) Upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa dalam belajar matematika?

2) Apakah penerapan pendekatan reciprocal teaching dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa?

3) Kendala apa saja yang mungkin dihadapi dalam pembelajaran matematika

dengan pendekatan reciprocal teaching?

4) Apakah ada pengaruh pendekatan reciprocal teaching terhadap kemampuan berpikir kritis siswa?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1) Pembatasan Masalah

Agar masalah ini dapat dibahas dengan jelas dan tidak meluas, maka

penulis membatasi masalah hanya pada:

a. Dalam penelitian ini metode yang digunakan pada kelas eksperimen

adalah reciprocal teaching (pengajaran terbalik), yaitu pendekatan yang mengajarkan siswa keterampilan kognitif penting dengan

menciptakan pengalaman belajar. Pada kelas kontrol, metode yang

digunakan adalah metode ekspositori

b. Sedangkan kemampuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kemampuan berpikir kritis dalam perspektif edukatif, yang dalam

taksonomi bloom berpikir kritis memiliki arti yang sama dengan

tingkat berpikir lebih tinggi, terutama evaluasi. Kecakapan untuk

mengevaluasi adalah dasar untuk berpikir kritis. Sehingga dibatasi

dengan indikator berikut: a) Menganalisis, b) Mengevaluasi, c) dan

(9)

2) Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah maka penulis membuat rumusan

masalah sebagai berikut: “Apakah kemampuan berpikir kritis siswa pada

pembelajaran pendekatan reciprocal teaching lebih tinggi dibanding kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran konvensional dalam

belajar matematika?”

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1) Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Untuk mengetahui pengaruh penerapan pendekatan reciprocal teaching terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar matematika.

b) Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa dalam belajar

matematika antara kelas yang diberi pendekatan reciprocal teaching dengan kelas yang tidak diberi perlakuan.

2) Manfaat Penelitian

Secara umum hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan bahan masukan bagi program pendidikan matematika. Bagi

pihak-pihak yang terkait, yakni:

a) Manfaat bagi para guru, kepala sekolah, dan lembaga pendidikan,

penelitian ini dapat dijadikan refrensi sebagai salah satu pendekatan

dalam meningkatkan berpikir kritis.

b) Manfaat bagi siswa dapat memaksimalkan kemampuan berpikir

kritisnya dan dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan yang

menarik dalam proses belajar.

c) Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai suatu informasi mengenai

penerapan pendekatan pengajaran terbalik dalam meningkatkan

(10)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis 1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan masalah dan urusan setiap orang. Tingkah laku dan

semua perbuatan manusia dalam rentang kehidupannya terbentuk,

disesuaikan dan berubah karena belajar. Belajar dianggap sebagai proses

perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan.

Dikalangan psikolog terdapat keberagaman cara dalam menjelaskan

dan mendefinisikan tentang makna belajar. Menurut Anwar Kasim ”Belajar

adalah proses interaksi antar individu (peserta didik) dengan lingkungannya

yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang relative

permanen pada pusat syaraf sentral (otak).

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, belajar adalah “Berusaha

memperoleh kepandaian atau ilmu”7 Sedangkan Hilgard mengungkapkan:

”bahwa belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur

latihan baik latihan didalam laboratorium maupun dalam lingkungan

alamiah.”8

Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar juga

merupakan proses mental yang terjadi didalam diri seseorang, sehingga

menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi

karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.

Muhibbin Syah menjelaskan bahwa:

7

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.17

8

(11)

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada disekolah maupun dilingkungan rumah atau keluarganya sendiri.9

Biggs mendefinisikan belajar dalam 3 macam rumusan, ”yaitu:

rumusan kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Dalam rumusan ini

kata-kata seperti perubahan dan tingkah laku tak lagi disebut secara eksplisit

mengingat kedua istilah ini sudah menjadi kebenaran umum yang

diketahui semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan”10

Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti

kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta

sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut

berapa banyak materi yang dikuasai siswa.

Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang

sebagai proses ”validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa

atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang

menunjukan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai dengan proses

mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar akan semakin

baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk

skor.

Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah

proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara

menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini

difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas

untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.

Hal ini semakin menguatkan bahwa belajar menambahkan

pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun sangat memungkinkan

untuk diartikan sebagai belajar. Alasannya sampai batas tertentu

9

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. 9 edisi revisi, h.89

10

(12)

pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap pembentukan

kepribadian orang yang bersangkutan.

Selanjutnya, dalam perspektif keagamaan pun (dalam hal ini islam),

belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar memperoleh

ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka.

Hal ini dinyatakan dalam surat Mujadalah: 11 yang berbunyi:

ﻊ ْﺮ

ﻪﱠ ا

ﺬﱠا

اﻮ اء

ْ ﻜْ

ﺬﱠاو

اﻮ وأ

ْﻌْا

تﺎﺟرد

“……..Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat kepada orang-orang beriman dan berilmu”

Jadi, secara umum Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan

seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman

dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Peristiwa belajar disertai dengan proses pembelajaran akan lebih

terarah dan sistematik dari pada belajar yang hanya semata-mata dari

pengalaman dalam kehidupan sosial dimasyarakat. Belajar dengan proses

pembelajaran ada peran guru, bahan ajar dan lingkungan.

a. Ciri - Ciri Belajar

Dari bebrapa definisi para ahli diatas, dapat disimpulkan adanya

beberapa ciri belajar, yaitu:

1. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior). Ini berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku dari tidak tahu

menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil.

2. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap

atau tidak berubah-rubah.

3. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses

belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat

(13)

4. perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman

5. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan, Sesuatu yang

memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk

mengubah tingkah laku.11

b. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat

kita bedakan menjadi tiga macam, yakni:

1. Faktor internal.

Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu.

Faktor ini meliputi:

a. Faktor fisiologis: Faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik

individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua, yang pertama yaitu

keadaan tonus jasmani, yang pada umumnya sangat mempengaruhi

aktivitas belajar seseorang. Dan yang kedua keadaan fungsi

jasmani/fisiologis, selama proses belajar berlangsung peran fungsi

fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar.

b. Faktor psikologis: Keadaan psikologi seseorang yang dapat

mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang

mempengaruhi proses belajar antara lain: Kecerdasan siswa

(kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau

menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat),

motivasi (salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan

belajar siswa, motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan

kegiatan belajar), minat/ interest (keinginan yang besar terhadap sesuatu), Sikap (gejala internal yang berdimensi afektif berupa

kecenderungan untuk mereaksi/merespon dengan cara yang relatif

tetap terhadap objek,orang,peristiwa, dan sebagainya baik secara

positif maupun negatif), bakat/aptitude kemampuan yang dimiliki

11

(14)

seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan

datang)

2. Faktor eksternal.

Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi

dua golongan, yaitu:

a. Lingkungan sosial: Berupa Lingkungan sosial sekolah (seperti guru,

administrasi dan teman-teman sekelas), Lingkungan sosial

masyarakat, lingkungan sosial keluarga.

b. Lingkungan non sosial: Lingkungan alamiah, faktor instrumental,

faktor materi pelajaran.

3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa

untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.12

Dari ketiga Faktor-faktor diatas, baik faktor internal, faktor eksternal,

dan faktor pendekatan belajar dalam banyak hal sering saling berkaitan

dan mempengaruhi antara satu sama lain.

2. Pengertian Belajar Matematika

Dalam abad ke-20 ini seluruh kehidupan manusia sudah

mempergunakan matematika, baik matematika ini sangat sederhana hanya

menghitung satu, dua, tiga, maupun yang sampai sangat rumit, Misalnya

perhitungan antariksa.

Berhubungan dengan Perkembangan ilmu pengetahuan tentu saja

tidak lepas dari Usaha para Ilmuwan dalam mengembangkannya, maka

dalam hal ini akan dibahas tentang berbagai macam definisi dari

matematika.

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuam eksak dan

terorganisir secara sistematik.

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

12

(15)

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan

berhubungan dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan

masalah dengan ruang dan bentuk.

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang

logik.

f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.13

Istilah mathematics (inggris), mathematik (Jerman), mathematique (perancis), matematico (italia), atau matematiceski (Rusia) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir). Jadi berdasarkan etimologis, perkataan

matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.

Dalam kamus matematika, matematika adalah Pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berkaitan; matematika seringkali dikelompokkan kedalam tiga bidang: aljabar, analisis, dan geometri, walaupun demikian tidak dapat dibuat pembagian yang jelas karena cabang-cabang ini telah bercampur baur; pada dasarnya aljabarnya melibatkan bilangan dan pengabstrakannya analisis melibatkan kekontinuan dan limit, sedangkan geometri membahas bentuk dan konsep-konsep yang berkaitan; sains didasarkan atas postulat yang dapat menurunkan kesimpulan yang diperlukan dariasumsi tertentu.14

James dan James mengatakan bahwa ”matematika adalah ilmu

tentang logika mengenai bentuk, sususnan, besaran, dan konsep-konsep

yang berhubungan satu dengan lainnya dengan jumlah yang banyak yang

13

Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasinal), h. 11

14

(16)

terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.”15 Namun

pembagian yang jelas sangatlah sukar untuk dibuat, sebab cabang-cabang

itu semakin bercampur.

Menurut Jhonson dan Myklebust Matematika adalah bahasa simbolis yang berfungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Lerner mengemukakan bahwa matematika disamping sebagi bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mnegenai elemen dan kuantitas. Kline juga mengemukakan bahwa matematika merupakan bahas simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tapi juga cara bernalar induktif.16

Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir. Pada

permulaanya cabang-cabang matematika yang ditemukan adalah

aritmatika atau berhitung, aljabar dan geometri. Setelah itu ditemukan

kalkulus yang berfungsi sebagai tonggak penopang terbentuknya cabang

matematika baru yang lebih kompleks, antara lain statistika, topologi,

aljabar, (Linier, abstrak, himpunan), geometri (sistem geometri, geometri

linier), analisis vektor, dan lain-lain.

Matematika juga dikenal sebagai ratunya ilmu, yang dimaksud

bahwa matematika adalah sebagai sumber dati ilmu yang lain. Dengan

kata lain, banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya

bergantung dari matematika. Matematika tumbuh dan berkembang untuk

dirinya sendiri sebagai suatau ilmu, juga untuk melayani kebutuhan ilmu

pengetahuan dalam pengembangan dan oprasionalnya.

Matematika menurut Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan

bahwa ”belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran

diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam

15

Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Universitas Pendidikan Indonesia), h .16

16

(17)

pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara

konsep-konsep dan struktur-struktur.”17

Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan

yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus

dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu

pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak

Belajar matematika juga dikemukakan oleh w. Brownell yang

mengatakan ”bahwa belajar matematika harus merupakan belajar

bermakna dan belajar pengertian. Dia menegaskan bahwa belajar pada

hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna.”18

Hakekat pendidikan matematika pada prinsipnya membantu peserta

didik agar berpikir kritis, bernalar efektif, efisien, bersikap ilmiah, disiplin,

bertanggung jawab, berjiwa keteladanan, percaya diri disertai dengan iman

dan takwa. Karena itu, tugas guru matematika adalah membantu peserta

didik agar memahami dan menghayati prinsip dan nilai matematika,

sehingga tumbuh daya nalar, berpikir logis, sistematik, kritis, kreatif,

cerdas, mencintai keindahan, bersikap terbuka, dan rasa ingin tahu

Dengan uraian-uraian diatas mudah-mudahan membuka cakrawala

pengertian kita tentang belajar matematika semakin luas, tidak terlalu

sempit dengan hanya memandang dari satu segi saja.

3. Pengertian Berpikir.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa berpikir tidak dapat dibatasi oleh

ruang dan waktu. Ia bisa saja memikirkan masalah-masalah yang muncul

dari situasi dan kondisi masa kini, masa lampau ataupun masalah-masalah

yang akan datang. ”Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan

mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

membentuk konsep, bernalar dan berpikir secara kritis, membuat

17

Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelaran..., h. 43

18

(18)

keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.”19 sedangkan

dalam kamus besar bahasa indonesia berpikir adalah ”menggunakan akal

budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu”20

Dalam proses berpikir itu sebenarnya orang tidak diam atau pasif,

tetapi jiwanya aktif berusaha mencari penyelesaian masalah. Untuk itu

proses berpikir lebih tepat jika dikatakan bersifat dinamis, bukan statis

atau pasif, dan mekanistis sebagaimana sering dipersepsikan orang.

Namun demikian, pada hakikatnya berpikir adalah ”Suatu rahmat

dan karunia dari Allah SWT yang dengannya Dia membedakan dan

menaikkan derajat/kedudukan manusia dari seluruh ciptaan-Nya”21.

Firman Allah tentang keutamaan berpikir terdapat dalam surat Al-Rum

ayat 8

ْ وأ

اوﺮﱠﻜ

ْ ﻬﺴ ْأ

ﻖ ﺧ

ﻪﱠ ا

تاﻮ ﱠﺴ ا

ضْرﺄْاو

ﺎ و

ﺎ ﻬ ْﺑ

ﺎﱠإ

ﱢﻖﺤْﺎﺑ

ﺟأو

ﻰً ﺴ

ﱠنإو

اًﺮ ﺜآ

سﺎﱠ ا

ءﺎﻘ ﺑ

ْ ﻬﱢﺑر

نوﺮ ﺎﻜ

.

”Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan( tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan.Dan sesungguhnya kebanyakan diantara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya”(Qs.Al-Rum:8)

Berpikir merupakan ”hasil dari transfer of training atau latihan yang digunakan secara terus menerus tentang suatu masalah sehingga kerangka

logis dan kebiasaan kerja kerasnya dalam berpikir akan berakibat pada

kemajuan berpikir untuk bidang lain.”22 Misalnya seorang anak yang

cerdas dibidang ilmu pasti biasanya memiliki prestasi yang baik juga

dalam ilmu bahasa. Hal ini mengandung arti bahwa kecerdasan atau

19

Jhon W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2008), Cet.2, h. 357

20

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.872

21

Zaleha Izhab Hassoubah, Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis, (Bandung: Nuansa, 2007), h. 20

22

(19)

prestasi ilmu pasti tersebut merupakan kemampuan yang dapat ditransfer

dalam kemampuan prestasi bahasa dan akhirnya bisa ditransfer pada

bidang-bidang lainnya.

Philip L. Harriman mengungkapkan, bahwa berpikir (thingking) adalah istilah yang sangat luas dengan berbagai definisi misalnya, angan-angan, pertimbangan, kreativitas, tingkah laku, pembicaraan yang lengkap, aktivitas idaman, pemecahan masalah, penentuan, perencanaan, dan sebagainya; aktivitas dalam menanggapi suatu situasi yang tidak objektif yang menyerang organ pancaindra.23

Menurut Peter ”berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Menurut Reason mengingat dan memahami lebih bersifat pasif dari pada kegiatan berpikir (thinking).”24 Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanana sesuatu yang telah

dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan; sedangkan

memahami memerlikan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta

melihat keterkaitan antara aspek-aspek dalam memory. Berpikir adalah

istilah yang lebih dari keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus

bergerak hingga diluar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan

berpikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan

yang harus dihadapi.

Perkembangan berpikir seorang anak bergerak dari kegiatan berpikir

konkret menuju berpikir abstrak. Perubahan berpikir ini bergerak sesuai

dengan meningkatnya usia seorang anak. Seorang guru perlu memahami

kemampuan berpikir anak sehingga tidak memaksakan materi-materi

pelajaran yang tingkat kesukarannya tidak sesuai dengan usia anak untuk

diterima dan dicerna oleh anak. Bila hal ini terjadi maka anak mengalami

kesukaran untuk mencerna gagasan-gagasan dari materi pelajaran yang

diberikan, maka gagallah usaha guru untuk membelajarkan anak didik.

23

Abdul Rahman Shaleh, Psikologi: Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), Cet.3, h.226

24

(20)

Menurut Jean Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam

otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai

makna yang berbeda-beda. Piaget membagi tahap perkembangan kognitif

manusia kedalam empat fase. Berikut ini tabel tahap perkembangan

[image:20.595.110.517.120.709.2]

kognitif menurut piaget.

Tabel 2.1

Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap Usia/Tahun Gambaran

Sensorimotor 0 - 2

Bayi bergerak dari tindakan refleks

instingtif pada saat lahir sampai permulaan

pemikiran simbolis. Bayi membangun

suatu pemahaman tentang dunia melalui

pengkoordinasian pengalaman-pengalaman

sensor dengan tindakan fisik

Anak mulai merepresentasikan dunia

dengan kata-kata dan gambar-gambar.

Operational 2 - 7 Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan

pemikiran simbolis dan melampaui

hubungan informasi sensor dan tindak fisik.

Concrete

Operatinal 7 - 11

Pada saat ini anak dapat berpikir secara

logis mengenai peristiwa-peristiwa yang

konkret dan mengklasifikasikan

benda-benda kedalam bentuk-bentuk yang

berbeda.

Formal

Operational 11 - 15

Anak remaja berpikir dengan cara yang

lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih

idealistik.25

25

(21)

Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan

memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian

terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Artinya, belum

tentu orang yang memiliki kemampuan mengingat dan memahami

memiliki kemampuan juga dalam berpikir. Sebaliknya, kemampuan

berpikir seseorang sudah pasti diikiuti oleh kemampuan mengingat dan

memahami. Dengan demikian, berpikir sebagai kegiatan yang melibatkan

proses mental memerlukan kemampuan mengingat dan memahami,

sebaliknya untuk dapat mengingat dan memahami diperlukan proses

mental yang disebut berpikir.

Ditinjau dari kedalaman atau kekompleksan kegiatan matematik,

Berpikir dalam matematika dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu

berpikir tingkat rendah (lower-order thinking) dan berpikir tingkat tinggi

(higher-order thinking)

a. Berpikir Tingkat Rendah

Bloom mengemukakan bahwa berpikir tingkat rendah meliputi tiga

aspek pertama dari ranah kognitif yaitu aspek pengetahuan

(knowledge), pemahaman (comprehension), dan aplikasi (application).

b. Berpikir Tingkat Tinggi (berpikir kritis)

Ruseffendi mengemukakan bahwa tiga ranah kognitif terakhir dari

Bloom yaitu aspek analisis, sintesis dan evaluasi, termasuk pada aspek

berpikir tingkat tinggi. 26

4. Pengertian Berpikir Kritis

Kata”kritis” muncul dari bahasa yunani yang berarti ”hakim” dan

diserap oleh bahasa latin. Kamus (Oxford) menerjemahkan sebagai

”sensor” atau pencarian kesalahan.27 Tujuan awal berpikir kritis adalah

menyingkapkan kebenaran dengan menyerang dan menyingkirkan semua

yang salah supaya kebenaran akan terlihat. Peran berikutnya berpikir kritis

26

http://suchaini.wordpress.com/2008/12/15/teori-berfikir-kreatif-pendidikan/

27

(22)

adalah memeriksa logika yang digunakan. Dengan logika kita mencoba

memperoleh kebenaran yang lebih luas lagi dari kebenaran yang sudah

kita miliki.

Berpikir kritis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan

sesuatu secara tajam dalam penganalisaannya.

Definisi berpikir kritis telah dipresentasikan dengan berbagai cara.

Bayer menawarkan definisi yang paling sederhana: “Berpikir Kritis berarti

membuat penilaian-penilaian yang masuk akal”.28 Bayer memandang

berpikir kritis sebagai menggunakan kriteria untuk menilai kualitas

sesuatu, dari kegiatan yang paling sederhana seperti kegiatan normal

sehari-hari sampai konklusi dari sebuah paper penelitian. Menurut Bayer,

berpikir kritis adalah sebuah cara berpikir disiplin yang digunakan

seseorang untuk mengevaluasi validitas sesuatu (pernyataan-pernyataan,

ide-ide, argument-argumen, penelitian, dan lain-lain).

Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain.29

Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi

yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Bagi

Rudinow dan Barry (1994) ”berpikir kritis adalah sebuah proses yang

menekankan sebuah basis kepercayaan-kepercayaan yang logis dan

rasional, memberikan serangkaian standar dan prosedur untuk

menganalisis, menguji dan mengevaluasi.”30 Swartz dan D.N. Perkins

mengatakan bahwa berpikir kritis berarti:

28

Dennies K. Filsaime, Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2008) h. 56

29

Johnson. Elaine B, Contextual teaching and learning..., h.. 183

30

(23)

a. Bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan yang logis;

b. Memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dalam membuat keputusan;

c. Menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar tersebut

d. Mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian31

Dimotivasi oleh keinginan untuk menemukan jawaban dan mencapai

pemahaman, pemikir kritis meneliti proses berpikir mereka sendiri dan

proses berpikir orang lain untuk mengetahui apakah proses berpikir

mereka masuk akal. Mereka mengevaluasi pemikiran tersirat dari apa yang

mereka dengar dan baca,dan mereka meneliti proses berpikir mereka

sendiri saat menulis, memecahkan masalah, membuat keputusan, atau

mengembangkan sebuah proyek. Pemikir kritis secara sistematis

menganalisis aktivitas mental untuk menguji tingkat keandalannya.

Mereka tidak menerima begitu saja cara mengerjakan sesuatu hanya

karena selama ini memang begitulah cara mengerjakannya, dan mereka

juga tidak menganggap suatu pernyataan benar hanya karena orang lain

membenarkannya.

Belajar berpikir secara kritis merupakan tugas yang tidak ringan,

mereka yang dapat mempertahankan dirinya melakukan tugas ini akan

termotivasi oleh dorongan yang bersifat ekstrinsik dan intrinsik yang

bermula dari sebuah kemajuan akan tercapai dengan berpikir secara kritis.

Latar belakang kepribadian dan kebudayaan seseorang dapat

mempengaruhi usaha seseorang untuk berpikir secara kritis terhadap suatu

masalah dalam kehidupan. Sedangkan berpikir kritis dalam belajar

matematika adalah:

31

(24)

Suatu proses kognitif atau tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan penalaran matematik. Penalaran matematik meliputi menarik kesimpulan logis; memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan; memperkirakan jawaban dan proses solusi; menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik; menarik analogi dan generalisasi; menyusun dan menguji konjektur; memberikan contoh penyangkal (counter-example); mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argumen; menyusun argumen yang valid; menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan menggunakan induksi matematik.32

Daniel Perkins dan Sarah Tishman dalam buku psikologi pendidikan

bekerja sama dengan para guru untuk memasukkan pelajaran pemikiran

kritis dikelas. Berikut ini beberapa keterampilan berpikir kritis yang

mereka gunakan untuk membantu perkembangan murid:

a. Berpikir terbuka. Ajak murid menghindari pemikiran sempit dan

dorong mereka untuk mengeksplorasi opsi-opsi.

b. Rasa ingin tahu intelektual. Dorong murid anda untuk bertanya,

merenungkan, menyelidiki, dan meneliti.

c. Perencanaan dan strategi. Bekerja samalah dengan murid anda

dalam menyusun rencana, menentukan tujuan, mencari arah, dan

menciptakan hasil.

d. Kehati-hatian intelektual. Dorong murid anda untuk mengecek

ketidak akuratan dan kesalahan, bersikap cermat dan teratur.

Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang

mendalam. Pemahaman membuat kita menngerti maksud dibalik ide yang

mengarahkan hidup kita setiap hari. Pemahaman mengungkapkan makna

dibalik suatu kejadian.33

32

http://unhalu.ac.id/staff/fahinu/

33

(25)

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berpikir Kritis

Secara Umum faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis

dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor situasional dan faktor disposisi.

1. Faktor Situasional adalah ”faktor yang mempengaruhi pada saat

seseorang berpikir dalam membuat penilaian terhadap informasi

yang diterimanya”34, faktor-tersebut antara lain:

1.1. Situasi Accountable: situasi dimana seseorang dituntut untuk mempertanggungjawabkan hasil keputusannya. Faktor ini

merupakan faktor situasional terpenting dalam mengambil

keputusan.

1.2. Keterlibatan (Involvement): Keterlibatan seseorang dalam permasalahan mempengaruhi proses berpikir dan

pengambilan keputusan seseorang. Seseorang dikatakan

terlibat didalam suatu permasalahan apabila permasalahan

tersebut memiliki arti atau relevansi secara pribadi

2. Faktor Disposisi adalah faktor-faktor kebiasaan dan pengalaman masa lalu seseorang yang berpengaruh terhadap penilainnya.

Faktor-faktor tersebut adalah:

2.1. Pengalaman Bertukar Peran (Role Taking): Pengalaman dimana seseorang memiliki kesempatan untuk bertukar peran

dengan orang lain yang memiliki latar belakang berbeda

meningkatkan kemampuan seseorang dalam menilai suatu hal

dari berbagai sudut pandang. Dengan kemampuan melihat

masalah dari berbagai sudut pandang, kemampuan berpikir

kritis makin meningkatan.

2.2. Pembiasaan dan Latihan: Berpikir kritis merupakan suatu

keterampilan yang bisa diajarkan dan dilatih. Semakin sering

seseorang dilatih, semakin mahir ia menggunakannya.

34

(26)

2.3. Ekstrimitas penilaian seseorang terhadap suatu permasalahan: apabila dalam suatu permasalahan seseorang

mempersepsikan berbagai nilai yang saling berkonflik satu

sama lainnya maka penilainnya terhadap masalah akan

menjadi moderat. Sebaliknya, apabila dalam permasalahan

tersebut seseorang tidak mempersepsikan adanya konflik

nilai, maka penilainnnya terhadap masalah itu akan menjadi

ekstrim. Orang yang memiliki penilaian ekstrim cenderung

melakukan penilaian pada satu titik ekstrim saja dan tidak

lagi melihat permasalahan dari berbagai sisi. Ia jadi mudah

menerima dan menilai suatu informasi. Hal ini menunjukkan

penurunan perilaku berpikir kritis.

2.4. Pendidikan Tinggi: Pendidikan tinggi mengajarkan mahasiswa

untuk berpikir dan menganalisis masalah-masalah tertentu

dan menyelesaikannya.

2.5. Nilai (Value): Nilai berperan dalam mempengaruhi tingkah laku adalah standar, petunjuk umum dan motivator dalam

bertingkah laku. Berpikir kritis adalah salah satu tingkah laku

yang juga tidak luput dari pengaruh nilai.

2.6. Metode Pengajaran: Berpikir adalah keterampilan yang bisa

dilatih dan diajarkan. Model-model belajar mengajar banyak

dikembangkan oleh ahli psikologi, diantaranya model belajar

mengajar dari Bloom dan Williams, selain ranah kognitif,

juga mencoba mencapai sasaran pada ranah afektif.

2.7. Usia: Usia berpengaruh terhadap kemampuan berpikir.

Menurut piaget tahap kemampuan kognitif manusaia

berkembang sesuai dengan usianya. Ada perbedaan

(27)

Kemampuan berpikir kritis dapat membantu manusia membuat

keputusan yang tepat berdasarkan usaha yang cermat, sistematis, logis, dan

mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Bukan hanya mengajar

kemampuan yang perlu dilakukan, tetapi juga mengajar sifat, sikap, nilai,

dan karakter yang menunjang berpikir kritis. Artinya, anak-anak perlu

dididik untuk berpikir kritis.35

Konstruksi berpikir kritis didasarkan pada tiga perspektif pemikiran,

yaitu:

a) Perspektif Filosofis

b) Perspektif Psikologis

c) Pespektif Edukatif

Dari ketiga konstruksi berpikir kritis diatas, yang digunakan dalam

penelitian ini adalah konstruksi berpikir kritis dalam perspektif edukatif,

maka hanya akan dijelaskan tentang berpikir kritis dalam perspektif

edukatif.

b. Berpikir Kritis dalam Perspektif Edukatif

Salah satu model berpikir kritis yang paling berpengaruh dalam

perspektif edukatif adalah taksonomi Bloom. Teori ini telah dipandang

sebagai representasi dari perspektif edukatif dari teori berpikir kritis

yang juga digunakan sebagai pembatasan masalah dalam penelitian ini.

Bloom dan karthwohl telah memberikan banyak inspirasi kepada

banyak orang yang melahirkan taksonomi lain. Prinsip yang digunakan

ada 4 buah, yaitu:

a. Prinsip metodologis: Perbedaan-perbedaan yang besar telah mereflesikan kepada cara-cara guru dalam mengajar

b. Prinsip psikologis: Taksonomi hendaknya konsisiten dengan fenomena kejiwaan yang ada sekarang.

c. Prinsip logis: Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisiten.

35

(28)

d. Prinsip Tujuan: Tingkatan-tingkatan tujuan selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-nilai. Tiap-tiap jenis tujuan pendidikan hendaknya menggambarkan corak yang netral.36

Taksonomi Bloom sangat dikenal di Indonesia yang menyusun

kategori 6 level. Keenam level tersebut diurut dari tingkat intelektual

yang rendah (tingkat pengetahuan) ke tingkat yang paling komplek

(tingkat evaluasi). Teori Bloom juga telah diterima luas dan diajarkan

dalam kelas-kelas disemua bidang dari program pendidikan. Pedagogi

berpikir kritis selalu mengacu pada teori Bloom, memberi para siswa

praktik pada beberapa tingkatan yang lebih rendah dari

kecakapan-kecakapan berpikir kritis sebelum mengarahkan mereka pada tugas-tugas

yang lebih sulit dari proses-proses berpikir kritis.

Taksonomi ini disusun pertama kali pada tahun 1956 oleh satu tim

yang terdiri dari 34 orang dengan editor utama Benyamin S. Bloom dan

4 editor pendamping. Taksonomi ini direvisi pada tahun 2001 dengan

editor utama Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl. Perubahan

yang paling utama adalah pengubahan istilah tingkatan kognitif dari kata

benda menjadi kata kerja. Berikut ini perubahannya:

1. Knowledge Remembering

(Pengetahuan) (Mengingat)

2. Comprehension Understanding

(Pemahaman) (Memahami)

3. Application Applying

(Aplikasi) (Mengaplikasikan) 4. Analysis Analyzing

(Analisa) (Menganalisa)

5. Syntesis Evaluating

(Perpaduan) (Mengevaluasi)

6. Evaluating Creating

(Evaluasi) (Membuat). 37

36

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h.116

37

(29)

Dalam penelitian ini tingkatan kognitif yang digunakan adalah

yang direvisi pada tahun 2001. Berikut penjelasannya:

1. Remembering / Mengingat

Pada level ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) informasi yang telah diterima sebelumnya, seperti misalnya: fakta,

terminologi, rumus, strategi pemecahan masalah, dan sebagainya.

”Dari sudut respon belajar siswa, pengetahuan itu perlu dihafal,

diingat, agar dapat dikuasai dengan baik. Ada beberapa cara untuk

dapat menguasai / menghafal, misalnya dibaca berulang-ulang,

menggunakan teknik mengingat (memo teknik)”.38 Dalam

menghadapi soal matematika kerja otak hanya mengambil informasi

dalam satu langkah dan menulisnya secara apa adanya. Misalnya

dalam pembelajaran matematika pada materi lingkaran, Contoh

soalnya: ”Apa rumus mencari keliling lingkaran?”

2. Understanding / Memahami

Tipe Pemahaman ini lebih tinggi satu tingkat dari tipe

mengingat/hafalan. Kategori pemahaman dihubungkan dengan

kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah

diketahui dengan kata-kata sendiri. Dalam hal ini siswa diharapkan

menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar

dengan kata-kata sendiri.

Ada tiga macam pemahaman yang berlaku umum; Pertama

pemahaman terjemahan: yakni kesanggupan memahami makna yang

terkandung didalamnya. Kedua pemahaman penafsiran:

menghubungkan dua konsep yang berbeda. Ketiga pemahaman

ekstrapolasi; Kesanggupan melihat dibalik yang tertulis. Ketiga

macam tipe pemahaman tersebut kadang-kadang sulit dibedakan dan

bergantung pada konteks isi pelajaran.

38

(30)

Dalam mengerjakan soal matematika, kerja otak kita mengambil

informasi dalam satu langkah dan menjelaskannya secara gamblang.

Contoh soalnya: ”Jelaskan apa perbedaan dari luas lingkaran dan

keliling lingkaran?”

3. Applying / Mengaplikasikan

Merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan

informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang baru, serta

memecahkan masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Jadi

dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum, rumus, kemudian

dalil hukum tersebut diterapkan dalam pemecahan suatu masalah

(situasi tertentu). Dengan kata lain, aplikasi bukanlah keterampilan

motorik tapi lebih banyak keterampilan mental.

Dalam mengerjakan soal matematika, kerja otak kita mengambil

informasi dalam satu langkah dan menerapkan informasi itu untuk

memecahkan persoalan yang ada. Contoh soal: ”Berapa luas

lingkaran dengan jari-jari 12 cm?”

4. Analyzing / Menganalisis

Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, dan

membedakan suatu fakta, atau konsep, dan memeriksa setiap

komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontrrdiksi. Dalam

hal ini siswa diharapakan menunjukan hubungan diantara berbagai

gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan

standar, prinsip yang telah dipelajari. Analisis memanfatkan

kemampuan sebelumnya yakni mengingat, memahami dan

mengaplikasi.

Dalam mengerjakan soal matematika, kerja otak kita mengambil

informasi dalam satu langkah dan menerapkan informasi itu untuk

memecahkan persoalan yang ada. Akan tetapi informasi itu belum

bisa memecahkan permasalahan, sehingga dibutuhkan informasi lagi

(31)

permasalahan. Contoh soalnya yaitu: ”Berapa luas lingkaran jika

diketahui keliling lingkarannya 100π”?

5. Evaluating / Mengevaluasi

Pada level ini siswa diharapkan mampu membuat penilaian dan

keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, atau benda dengan

menggunakan kriteria tertentu. Membandingkan kriteria dengan

suatu yang nampak/aktual/terjadi mendorong seseorang menentukan

putusan tentang nilai sesuatu tersebut. Dalam proses ini diperlukan

kemampuan yang mendahuluinya yakni mengingat, memahami,

mengaplikasi dan menganalisis.

Dalam mengerjakan soal matematika, kita dihadapkan dalam

suatu permasalahan yang menuntut suatu keputusan. Dimana

keputusan ini diambil setelah kita melakukan analisa secara

menyeluruh. Contoh soal: ”Diketahui lingkaran A mempunyai luas

100π dan lingkaran B mempunyai keliling 50π. Tentukan apakah

lingkaran A dan B mempunyai ukuran yang sama?jelaskan!”

6. Creating / Membuat

Mencipta disini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam

mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan

yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.

Dalam mengerjakan soal matematika kita diharuskan untuk

menghasilkan sesuatau hal/rumus yang baru yang bisa kita gunakan

untuk memecahkan persoalan. Contoh soal: ”Jelaskan secara

matematika hubungan antara luas dan keliling lingkaran!”

Dari semua tingkatan berpikir diatas adalah penting, menurut Bloom,

seseorang harus menguasai satu tingkatan berpikir sebelum dia bisa

menuju ketingkatan atas berikutnya. Alasannya adalah kita tidak bisa

meminta seseorang untuk mengevaluasi jika dia tidak mengetahuinya,

tidak memahaminya, tidak bisa menginterpretasikannya, tidak bisa

(32)

Pengertian dan isi masing-masing tingkat dari kawasan kognitif dan

cakupan kawasan secara utuh dapat tergambar dengan jelas. Kalau kita

melihat kebelakang yaitu pada sistem pendidikan dan penataran yang

biasa kita selenggarakan selama ini dapat ditarik kesimpulan bahwa

umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah

(seperti: tingkat pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan) dan

jarang sekali menerapkan analisis, sintesis, dan evaluasi. Apabila semua

tingkat pada kawasan kognitif sudah dapat diterapkan secara merata dan

terus menerus disetiap kegiatan pengajaran dan latihan, maka kualitas

pendidikan yang dihasilkan tentu akan lebih baik.

Dalam menerapkan ke enam tingkat kognitif ini juga perlu

diperhatikan eksistensi dan kontinuitas dari tingkat yang paling rendah,

konkrit, sederhana (tingkat pengetahuan) sampai pada tingkat paling

tinggi, kompleks dan abstrak (tingkat evaluasi). ”Bagi Bloom, berpikir

kritis memiliki arti yang sama dengan tingkat berpikir yang lebih tinggi,

terutama “evaluasi”. Kecakapan untuk mengevaluasi adalah dasar untuk

berpikir kritis yang melibatkan ide-ide, solusi-solusi, argumen-argumen

dan fakta-fakta.”39 karena tiga ranah kognitif terakhir dari Bloom yaitu

aspek analisis, sintesis dan evaluasi, termasuk pada aspek berpikir

tingkat tinggi (berpikir kritis) maka dalam penelitian ini menggunakan

indikator:

1) Menganalisis,

2) Mengevaluasi,

3) dan Membuat/mencipta.

5. Pendekatan Reciprocal Teaching (Pengajaran Terbalik)

a. Pengertian pendekatan Reciprocal Teaching

Reciprocal teaching atau pengajaran terbalik ”merupakan suatu pendekatan terhadap pengajaran siswa akan strategi-strategi belajar.

39

(33)

Pengajaran terbalik adalah pendekatan konstruktivistik yang berdasar pada

prinsip-prinsip pembuatan / pengajuan pertanyaan”. 40 Pengajaran terbalik

mengacu pada sekumpulan kondisi belajar dimana siswa pertama-tama

mengalami sekumpulan kegiatan kognitif tertentu dan perlahan-lahan baru

melakukan fungsi-fungsi itu sendiri.

Reciprocal Teaching atau pengajaran terbalik lebih menghendaki guru menjadi model dan pembantu dari pada penyaji proses pendidikan.

Menurut Ibrahim Reciprocal Teaching adalah

Prosedur pengajaran atau pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan kepada siswa tentang strategi-strategi kognitif serta untuk membantu siswa memahami bacaan dengan baik, Dengan menggunakan pendekatan reciprocal teaching siswa diajarkan empat strategi pemahaman dan pengaturan diri spesifik, yaitu merangkum bacaan, mengajukan pertanyaan, memprediksi, dan mengklarifikasi.41

Dengan pengajaran terbalik guru mengajarkan siswa

keterampilan-keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman belajar,

melalui pemodelan perilaku tertentu dan kemudian membantu siswa

mengembangkan keterampilan tersebut atas usaha mereka sendiri dengan

pemberian semangat, dukungan dan suatu sistem scaffolding (bimbingan

yang diberikan oleh orang yang lebih tahu kepada orang yang kurang atau

belum tahu).

Reciprocal teaching refers to an instructional activity that takes place in the form of a dialogue between teachers and students regarding segments of text. The dialogue is structured by the use of four strategies: summarizing, question generating, clarifying, and predicting. The teacher and students take turns assuming the role of teacher in leading this dialogue42

40

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovativ Berorientasi Konstruktivisme, (Surabaya: Prestasi Pustaka, 2007), Cet.1, h. 96

41

Muslimin Ibrahim, Reciprocal Teaching Sebagai Strategi, dalam http://kpicenter.web.id/neo/index2.php?option=comcontent&do_pdf=1&id=17

42

(34)

Konsep tersebut, menjelaskan tentang penerapan

empat strategi pemahaman dalam metode Reciprocal Teaching yaitu: merangkum (meringkas), mengajukan pertanyaan untuk kemudian

menyelesaikanya menyelesaikan, menjelaskan/klarifikasi kembali, dan

memprediksi.

Menurut Ann Brown dan Annemarie Palincsar guru mengajarkan siswa keterampilan-keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman-pengalaman belajar, pada kesempatan itu mereka memodelkan perilaku tertentu dan kemudian membantu siswa mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut-berkat upaya mereka sendiri dengan pemberian semangat, dukungan, dan suatu sistem scaffolding.43

Cara pengajaran ini menuntut sekelompok kecil pelajar, Pada saat

pelajaran berjalan, situasinya terbalik, yaitu siswa mengambil giliran

melaksanakan peran guru dan bertindak sebagai pemimpin diskusi untuk

kelompok tersbut, sementara salah seorang siswa berperan sebagai guru,

guru tersebut memberikan dukungan, umpan balik, semangat ketika

siswa-siswa belajar strategi-strategi tersebut dan membantu mereka saling

mengajar satu sama lain.

Prosedur ini melibatkan anak secara aktif dalam kegiatan, dan

mengajarkan teknik untuk menelaah pemahaman mereka sendiri. “Selain

pemantauan kognitif, ada dua kegiatan kognitif lainnya yang amat penting

dalam kaitan dengan keterampilan kognitif sehari-hari yaitu pengambilan

keputusan dan berpikir kritis”44

Collins dkk. mengemukakan efektivitas metode reciprocal teaching ini tergantung pada lima faktor sebagai berikut:

1. Reciprocal teaching melibatkan individu dalam serangkaian

kegiatan yang membantu mereka membentuk model konseptual

baru tentang tugas membaca. Lewat reciprocal teaching individu

43

Mohamad Nur, Strategi-Strategi Belajar, (Surabaya: Unesa-Uneversity Press, 200), Cet.1, h. 48

44

(35)

menyadari bahwa dalam membaca diperlukan kegiatan

konstruktivistik seperti merumuskan masalah dan lainya.

2. Reciprocal teaching melibatkan individu dalam penggunaan

strategi membaca dan kemampuan metakognitif yang penting

dalam membaca tingkat mahir (expert reading).

b. Merumuskan pertanyaan merupakan kegiatan strategis untuk

memahami teks yang sulit karena kegiatan ini memberikan

dasar pengecekan apakah teks masuk akal atau tidak.

c. Klarifikasi merupakan kegiatan penting dalam memonitor

pemahaman yang melibatkan self-diagnosis secara rinci. d. Meringkas merupakan tahap permulaan dari self-diagnosis. 3. Didalam reciprocal teaching, pengajar secara langsung dalam

konteks problem mencontohkan bagaimana strategi diterapkan.

4. Reciprocal teaching menyediakan bantuan (scaffolding) yang berguna bagi terbentuknya keyakinan pada diri individu bahwa

mereka dapat menguasai keahlian dalam menyelesaikan tugas dan

untuk membantu menguasai kemampuan itu sendiri.

5. Reciprocal teaching memberikan kesempatan bagi individu untuk melakukan dua peran, yaitu produser dan kritikus. Mereka tidak

hanya menghasilkan pertanyaan dan ringkasan yang baik tapi juga

menilai pertanyaan dan ringkasan yang dibuat orang lain.45

b. Tahapan Kegiatan Reciprocal Teaching 1. Prosedur Umum

Pada awal pengajaran terbalik guru memperagakan semua langkah

pengajaran terbalik, kemudian siswa bergantian menjadi guru,

sedangkan guru kelas bertindak sebagai anggota kelompok membantu

“siswa guru” (siswa yang berperan menjadi guru) jika mereka

mengalami kesulitan pada langkah-langkah tertentu. Guru meminta

45

(36)

siswa membaca buku pelajaran (paket) dan membuat jawaban terhadap

keempat langkah pengajaran terbalik (membuat pertanyaan/soal yang

berkaitan dengan topic, merangkum, menjelaskan kata atau wacana

yang sulit, dan memprediksi) sebagai persiapan menjadi guru.

Selanjutnya guru memilih seorang siswa untuk bertindak sebagai guru

memperagakan ke empat langkah pengajaran terbalik secara lisan dan

memberikan kesempatan kepada siswa lain bila perlu.

2. Prosedur Harian

Berikut contoh kegiatan belajar mengajar menggunakan reciprocal

teaching:46

a) Disediakan teks bacaan sesuai materi yang hendak diselesaikan.

b) Dijelaskan bahwa pada segmen pertama guru bertindak sebagai guru

(model)

c) Siswa diminta membaca dalam hati bagian teks yang ditetapkan.

Untuk memudahkan mula-mula bekerja paragraf demi paragraf.

d) Guru memperagakan empat keterampilan setelah semua siswa

selesai membaca.

e) Siswa diminta memberikan komentar tentang pengajaran yang baru

berlangsung.

f) Segmen berikutnya dilanjutkan dengan bagian bacaan/paraghrap

berikutnya dan akan dipilih satu siswa yang akan berperan sebagai

”guru siswa”

g) Siswa dilatih/diarahkan berperan sebagai ”guru/siswa” sepanjang

kegiatan itu. Mendorong siswa lain untuk berperan serta dalam

dialog, namun selalu memberi ”guru siswa” itu untuk kesempatan

memimpin dialog. Memberikan banyak umpan balik dan pujian

kepada ”guru siswa” untuk peran sertanya.

h) Pada hari-hari berikutnya, semakin lama guru mengurangi peran

dalam dialog, sehingga ”guru-siswa” dan siswa lain berinisiatif

46

(37)

sendiri menangani kegiatan itu. Peran guru selanjutnya sebagai

moderator, menjaga agar siswa tetap berada dalam jalur dan

membantu mengatasi kesulitan.

Kegiatan diatas diadopsi dari kegiatan mandiri untuk pengajaran

bahasa, sehingga untuk kepentingan pengajaran matematika kegiatan

diatas tidak sepenuhnya dipakai. Pada pembelajaran matematika siswa

hanya dituntut untuk bisa melakukan keterampilan merangkum,

menjelaskan, membuat pertanyaan, dan memprediksi.

c. Reciprocal Teaching dalam belajar matematika

Pada dasarnya reciprocal teaching menekakan pada siswa untuk bekerja dalam suatu kelompok yang dibentuk sedemikian hingga setiap

anggotanya dapat berkomunikasi dengan nyaman dalam menyampaikan

pendapat ataupun bertanya dalam rangka bertukar pengalaman

keberhasilan belajar satu dengan lainnya.

Salah satu dasar dari reciprocal teaching ini adalah teori Vygotsky yaitu dialog dalam suatu interaksi social sebagai dasar pokok dalam proses

pembentukan pengetahuan. Menurut beliau berpikir keras dan

mendiskusikan hasil pemikirannya dapat membantu proses kalrifikasi dan

revisi dalam berpikir pada saat belajar

Jika dikaitkan dengan pembelajaran matematika, pada dasarnya

kemampuan membaca literature matematika memang masih menjadi suatu

masalah besar yang tentu saja berdampak langsung pada prestasi belajar

matematika siswa, dan keberadaan model pembelajaran resiprokal ini

dapat menjadi sebuah peluang solusi yang dapat diteliti lebih lanjut tentu

saja dengan penyesuaian-penyesuaian terhadap bentuk dari literature

matematika yang unik.47

Pada pembelajaran matematika dengan metode reciprocal teaching

siswa dituntut untuk bisa melakukan keterampilan menjelaskan /

47

(38)

mengklarifikasi, memprediksi, mengajukan pertanyaan yang berkaitan

dengan materi dan untuk kemudian menjawabnya dan merangkumnya.

Berikut contoh sederhana penerapannya dalam pembelajaran

matematika:

a) Klarifikasi / Menjelaskan

Setelah bahan teks bacaan diberikan, ini dapat berupa teks mengenai

konsep yang ingin diajarkan sekaligus berisi soal yang harus

diselesaikan. Pada contoh ini, misalnya teks mengenai lingkaran.

Sesuai dengan teorinya pada tahap ini, Siswa diminta untuk mencerna

makna dari kata-kata atau kalimat-kalimat yang tidak familier. Maka

dibuat pertanyaan apakah mereka mengerti arti kata atau konsep baru

dalam teks tersebut, misalnya “Apa yang dimaksud dengan lingkaran

pada teks ini?”

b) Prediksi

Pada tahap ini pembaca diajak untuk melibatkan pengetahuan yang

sudah diperolehnya dahulu untuk digabungkan dengan informasi yang

diperoleh dari teks yang dibaca untuk kemudian digunakan dalam

mengimajinasikan kemungkinan yang akan terjadi berdasar atas

gabungan informasi yang sudah dimilikinya. Dari uraian tersebut, jelas

diketahui bahwa pada tahap ini diharapkan terjadi koneksi antara

konsep yang baru dipelajarinya dengan yang sudah dimilikinya.

Contohnya “Bagaimana menghitung luas lingkaran?”

c) Bertanya

Strategi bertanya ini digunakan untuk memonitor dan mengevalusi

sejauh mana pemahaman pembaca terhadap bahan bacaan. Pembaca

dalam hal ini siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya

sendiri, teknik ini seperti sebuah proses metakognitif. Dari uraian

tersebut jelas bahwa pada tahap ini siswa bertanya pada dirinya sendiri

(39)

konsep yang diajarkan oleh gurunya. Misalnya “Apakah saya sudah

memahami definisi lingkaran?”

d) Membuat Rangkuman

Untuk tahap ini, tentu sudah jelas sekali yang paling sederhana adalah

meminta siswa untuk membuat ikhtisar dari proses pembelajaran yang

berlangsung beserta hasilnya menggunakan bahasa sendiri. Misalnya

“Konsep apa saja yang telah dipelajari pada topic ini?”48

6. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran kovensional yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah pembelajaran yang biasa sering dilakukan yaitu pembelajaran

ekspositori klasikal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ruseffendi bahwa

metode ekspositori sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional)

kita pakai pada pengajaran matematika.

a. Pengertian Metode Ekspositori

Gambaran pengajaran matematika dengan ”metode ekspositori

adalah sebagai berikut: Guru menyampaikan atau menjelaskan

pelajaran dan memberi contoh soal selanjutnya siswa diberi soal

latihan.”49 Guru dapat memerikasa pekerjaan siswa secara individual

atau klasikal dan siswa diberi kesempatan bertanya jika ada materi

yang tidak dimengerti. Bahkan dalam mengerjakan soal latihan siswa

boleh berdiskusi dengan temannya atau disuruh mengerjakan dipapan

tulis. Jika dibandingkan dengan metode ceramah pada metode

ekspositori siswa lebih aktif dalam belajar dan pembelajarannya tidak

hanya berpusat pada guru. Sedangkan menurut Erman Suherman, ia

menyatakan bahwa:

Metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan kepada guru sebagai pemberi informasi

48

Farida Nurhasanah, Reciprocal Teaching dalam Pembelajaran Matematika, dalam http://hasanahworld .wordpress.com/2009/03/01/reciprocal-teaching-dalam-pembelajaran-matematika/

49

(40)

(bahan pelajaran). Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru berkurang, karena guru tidak terus menerus berbicara. Guru berbicara pada awal pelajaran, menerangkana materi dan contoh soal, dan pada waktu-waktu yanng diperlukan saja. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan, tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti.50

Berdasarkan perbedaan metode ceramah dan metode ekspositori

tersebut diatas maka umumnya banyak guru matematika dalam

mengajar menggunakan metode ekspositori dari pada metode ceramah.

Hal ini disebabkan karena siswa masih diberi soal-soal latihan agar

mengerti materi yang telah dijelaskan guru. Berikut adalah contoh

langkah kegiatan belajar mengajar yang menggunakan metode

[image:40.595.112.512.142.727.2]

ekspositori:

Tabel 2.2

Langkah Kegiatan Pengajaran Metode Ekspositori

Langkah Jenis Kegiatan Belajar Mengajar

- Persiapan

- Pelaksanaan

- Evaluasi

- Menyiapkan kondisi belajar siswa

Gambar

Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tabel 2.2 Langkah Kegiatan Pengajaran Metode Ekspositori
Tabel 3.1
tabel Zi dan sebut dengan F(Zi) dengan aturan:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran ini sendiri merupakan suatu bentuk dari rangkaian pendekatan, strategi, metode, teknik dan juga taktik Teknik Pembelajaran dapat diatikan sebagai

Berdasarkan hasil pengujian dan analisis sistem keamanan rumah melalui kombinasi kunci pintu dan pesan singkat berbasis mikrokontroler ini didapat beberapa kesimpulan, yaitu

menawarkan kepada lembaga pendidikan informal untuk dapat memiliki sistem.. informasi terkait lembaganya

Sebagai salah satu amal usahanya melalui lembaga pendidikan tinggi, Muhammadiyah seperti di tegaskan Haedar Naser (2018:1), harus mampu mengusung paham Islam

Untuk mengetahui pengaruh dewan komisaris terhadap manajemen laba. Untuk mengetahui pengaruh komite audit terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh produk, harga, dan promosi terhadap keputusan pembelian produk Teh Pucuk Harum pada Mahasiswa Program

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa: terdapat hubungan yang signifikan Aktivitas Jasmani dan Kondisi Biopsikososial pada Kelompok Usia Lanjut di Gasibu

Persepsi Manfaat didefinisikan sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa dengan menggunakan suatu teknologi akan mampu meningkatkan kinerja dalam bekerja manfaat