• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor – Faktor Yang Berhubungan dengan Niat Ibu Hamil Untuk memanfaatkan Layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) Di wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor – Faktor Yang Berhubungan dengan Niat Ibu Hamil Untuk memanfaatkan Layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) Di wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2014"

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (VOLUNTARY

COUNSELING AND TESTING) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT TAHUN KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN

TAHUN 2014

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

AYU WULAN SARI NIM : 1110101000045

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2014

(3)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Juli 2014

Ayu Wulansari, NIM : 1110101000045

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU

HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary

Counseling and Testing) Di WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT, KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 xvii + 155 halaman, 20 tabel, 3 bagan, 4 lampiran

ABSTRAK

Saat ini di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi HIV/AIDS pada ibu rumah tangga, disusul dengan tingginya prevalensi HIV pada anak. HIV/AIDS telah mengurangi harapan hidup selama lebih dari 20 tahun yang menyebabkan terhambatnya perkembangan ekonomi dan memperburuk kemiskinan rumah tangga. Selain itu, HIV/AIDS menyebabkan kehilangan produktivitas yang lebih besar dibandingkan penyakit lainnya, dan mendorong 6 juta keluarga lagi ke jurang kemiskinan . Oleh karena itu, dilakukannya upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak melalui program Voluntary Counseling and Testing khususnya pada kelompok ibu hamil.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan desain studi crosssectional dengan sampel penelitiannya adalah 76 ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Ciputat yang dipilih secara acak dengan metode cluster random sampling. Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah umur, status pekerjaan, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang VCT, sikap, norma subyektif, dan persepsi kontrol perilaku yang dihubungkan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Variabel tersebut diukur dengan menggunakan kuesioner yang diolah sampai bivariat dengan menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian menujukkan 50% ibu hamil memiliki niat untuk memanfaatkan layanan VCT dan berdasarkan uji bivariat ditemukan bahwa variabel pengetahuan, sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku berhubungan secara signifikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT.

Dengan demikian disarankan kepada Puskesmas Ciputat untuk mengoptimalkan sosialisasi kesehatan melalui kerjasama dengan instansi kesehatan swasta, kader, dan kelurahan dengan melakukan penyuluhan mengenai layanan VCT, untuk meningkatkan niat ibu hamil dalam memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.

(4)

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Undergraduate, July 2014

Ayu Wulan Sari, NIM: 1110101000045

FACTORS RELATED WITH MATERNAL INTENTION TO UTILIZE THE SERVICES OF VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING IN THE REGION OF CIPUTAT HEALTH CENTER, SOUTH TANGERANG IN 2014

xvii + 155 pages, 20 tables, 4 figures, 4 attachments ABSTRACT

Nowadays in Indonesia, there is an increase in the prevalence of HIV/AIDS among housewife, followed by the high prevalence of HIV in children. HIV/AIDS has reduced life expectancy for over than 20 years that cause hampered the economic development and aggravate of households. Other than that, the HIV/AIDS cause loss of productivity larger than any other disease, and 6 million families pushed back into poverty again. Therefore, made efforts prevention of HIV transmission from mother to children through a program of voluntary counseling and testing, especially on the group of pregnant woman.

This research aims to determine the factor of related to maternal intention to utilize VCT service in the region of Ciputat Health Center in 2014. This research used a cross-sectional study design with sample of this research was 76 pregnant women in the region of Ciputat Health Center randomly selected by the method of cluster random sampling. Variables examined in this study were age, employment status, education level, knowledge of VCT, attitude, subjective norm, and perception of behavioral control were related with maternal intention to utilize VCT services. These variables were measured using a questionnaire that processed by bivariate test using chi-square test.

The results showed 50% of pregnant women have the intention to utilize VCT services and based on bivariate tests found that variables of knowledge, attitude, subjective norm, and perception of behavioral control were significantly related with maternal intention to utilize VCT services.

Thereby it is suggested to Ciputat Health Center to optimize health socialization through cooperation with private health instance, cadres, and village chief to conduct information about VCT service, to increase maternal intention to utilize VCT service in the region of Ciputat Health Center.

(5)

PENYATAAN PERSETUJUAN

JUDUL SKRIPSI

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU

HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary

Counseling and Testing) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT

KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Ciputat, 11 Juli 2014

(6)

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Ciputat, 11 Juli 2014

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ayu Wulan Sari

Tempat, tanggal lahir

: Palembang, 27 Juli 1991

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sedap Malam No. 80 Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan 15419

Agama : Islam

Status Pernikahan : Lajang

Nomor Handphone : +62 85269051331 atau +6289624632662

Email : ayu.wulansari80@yahoo.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

2010-Sekarang S1-Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2006-2009 Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang

2003-2006 SMP Negeri 52 Palembang

(8)

LEMBAR PERSEMBAHAN

Kebahagiaan yang selalu kalian berikan Kasih sayang yang berlimpah setiap harinya Doa terbaik yang selalu kalian panjatkan

Jika itu motivasi yang kalian berikan untukku

Dengan skripsi ini caraku membalas semuanya. Tiada kata yang pernah bisa kusampaikan pada

kalian,

namun selalu kan ku kenang kasih sayang yang tak pernah berujung itu………….

I dedicate this work to

“My belove parents, My Family, and My Honey”

Whose untiring care and endles love have constantly

surrounded me and been a powerfull source of inspiration of which this is a partial reflection.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji serta syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang bejudul Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT

(Voluntary Counseling And Testing Hiv) Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2014.

Adapun skripsi ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA selaku penanggung jawab peminatan promosi kesehatan serta dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

3. Ibu Ratri Ciptaningtyas, S.sn. Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

(10)

5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan penulis.

6. Dr. Derly, Bidan Popy, Bidan Rahma dan segenap staff, serta ibu kader Puskesmas Ciputat terima kasih telah mau berbagi ilmu dan pengalaman selama berinteraksi ketika penulis melakukan pengumpulan data.

7. Keluarga tercinta, khususnya buat mama dan papa serta kakak dan adik tersayang yang selalu memberikan motivasi dan do‟a dari awal kuliah sampai penyusunan skripsi ini.

8. Andy Agusta Triwardana terima kasih untuk motivasinya, bantuannya dan do‟anya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

9. Sahabat seperjuangan Santri Jadi Dokter 2010 (Bayu, Zata, Harun, Rosi, Rusti, Ana, Rendy), Sahabat-sahabatku di Prodi Kesehatan Masyarakat angkatan 2010 (Fitria, Fitri), Sahabat terbaikku Promkes 2010 terima kasih atas kebersamaan yang telah kita lalui dua tahun ini semoga kebersamaan ini selalu terjaga.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih kurang dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Ciputat, Juli 2014

(11)

DAFTAR ISI 1.6. Ruang Lingkup Penelitian………..…...

(12)

2.1.4. Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Laboraturium………

2.2. HIV Pada Kehamilan………

2.2.1. Definisi Kehamilan………

(13)

2.4.2. Sikap………...

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN………….

3.1. Kerangka Konsep………...

3.2. Definisi Operasional………... 3.3. Hipotesis Penelitian……….. BAB IV METODELOGI PENELITIAN………

4.1. Desain Penelitian………..

4.2. Lokasi Penelitian………... 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian………... 4.3.1. Populasi Penelitian……… 4.3.2. Sampel Penelitian………... 4.3.2.1. Jumlah Sampel………...

4.4. Metode Pengumpulan Data……….

4.5. Pengumpulan Data………..

4.6. Instrumen Penelitian………

4.5.1. Uji Validitas dan Reabilitas………... 4.6. Pengolahan Data dan Analisis Data………..

(14)

4.6.1. Analisis Data……….. BAB V HASIL PENELITIAN……… 5.1. Univariat………... 5.1.1. Umur Ibu Hami Untuk Memanfaatkan Layanan VCT……….. 5.1.2. Pendidikan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT………… 5.1.3. Status Pekerjaan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT…… 5.1.4. Pengetahuan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT……... 5.1.5. Sikap Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT………. 5.1.6. Norma Subyektif Ibu hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT…... 5.1.7. Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT 5.1.8. Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT………... 5.2. Bivariat………... 5.2.1. Hubungan Umur dengan Niat……… 5.2.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat……….. 5.2.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat……….. 5.2.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat……….……… 5.2.5. Hubungan Sikap dengan Niat……… 5.2.6. Hubungan Norma Subyektif dengan Niat………. 5.2.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri dengan Niat……….. BAB VI PEMBAHASAN………... 6.1. Keterbatasan Penelitian……… 6.2. Hasil Penelitian...……….…….

6.2.1. Gambaran Umur Responden……….……. 6.2.2. Gambaran Pendidikan Responden………

(15)

6.2.3. Gambaran Status Pekerjaan Responden……… 6.2.4. Gambaran Pengetahuan Responden………..…… 6.2.5. Gambaran Sikap Responden………. 6.2.6. Gambaran Norma Subyektif Responden………... 6.2.7. Gambaran Persepsi Kontrol Diri Responden……… 6.2.8. Gambaran Niat Responden……… 6.3. Hubungan Antara Faktor Penyebab Dengan Niat………

(16)

DAFTAR TABEL Frekuensi Status Pekerjaan Ibu Hamil

Frekuensi Pengetahuan Ibu Hamil Frekuensi Sikap Ibu Hamil Frekuensi Norma Subyektif Ibu Hamil Frekuensi Persepsi Control Diri Ibu Hamil

Frekuens Niat Ibu Hamil

Hubungan Umur Dengan Niat Ibu Hamil Hubungan Pendidikan Dengan Niat Ibu Hamil Hubungan Status Pekerjaan Dengan Niat Ibu Hamil

Hubungan Pengetahuan Dengan Niat Ibu Hamil Hubungan Sikap Dengan Niat Ibu Hamil Hubungan Norma Subyektif Dengan Niat Ibu Hamil Hubungan Persepsi Control Diri Dengan Niat Ibu Hamil

(17)

DAFTAR BAGAN

Nomor Judul Halaman

(18)

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Aqciured Immunodeficiency syndrome ANC : Antenatal Care

ARV : Anti Retrovirus

ELISA : Enzyme Linked Imunosorbent Assay HIV : Human Immunodeficiency Virus IMS : Infeksi Menular Seksual

KIE : Komunikasi Informasi Edukasi ODHA : Orang Dengan Hiv/Aids

PMTCT : Prevention Of Mother To Child Transmition TB : Tuberculosis

TPB : Theory Planned Behavior TRA : Theory Reaction Action UNAIDS : United Nations

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuisioner Penelitian 2. Ouput Penelitian

3. Izin Penelitian

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian peringkat atas dengan angka kematian (mortalitas) dan angka kejadian penyakit (morbiditas) yang tinggi serta membutuhkan diagnosis dan terapi yang cukup lama (WHO, 2006). HIV merupakan virus yang menyerang sel darah putih (limfosit) di dalam tubuh yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan Aqciured Immunodeficiency Syndrome (AIDS).

Sejak dilaporkan pertama kali pada tahun 1981 di Amerika Serikat, penyebaran HIV/AIDS di seluruh dunia termasuk Indonesia berkembang sangat pesat. Kasus ini telah mengakibatkan kematian 25 juta orang serta menginfeksi lebih dari 40 juta orang lainnya. Berdasarkan laporan global, pada tahun 2012 jumlah penderita HIV mencapai 35,3 juta orang (Global Report UNAIDS, 2013).

(21)

Penyakit dan Lingkungan Kemenkes, di Tangerang Selatan jumlah kasus HIV/AIDS terdata 99 kasus (Kemenkes, 2013).

Di Indonesia persentase kumulatif HIV paling banyak ditemukan kasus pada kelompok umur 25-49 tahun (73,4%). Dan pada kasus AIDS yang paling banyak terdeteksi yaitu pada kelompok umur 30-39 tahun (39,5%). Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa kelompok umur yang paling berisiko terhadap penularan HIV dan kejadian AIDS adalah kelompok umur produktif yaitu rentan umur 20-39 tahun (Kemenkes, 2013). Saat ini ibu rumah tangga merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan HIV/AIDS. Secara global, di dunia setiap harinya sekitar 2000 anak usia 15 tahun ke bawah terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke bayinya. Sementara itu, sekitar 1.400 anak – anak usia 15 tahun meninggal akibat AIDS (WHO, 2011).

(22)

Dari data tersebut terlihat bahwa Indonesia telah memasuki populasi umum dimana masyarakat umum mulai terjangkit. Hal ini terlihat dari peningkatan kasus HIV/AIDS di Indonesia tidak hanya terjadi pada kelompok beresiko tinggi, namun kini kasus HIV/AIDS meningkat setiap tahunnya pada kelompok populasi rendah seperti ibu rumah tangga (Dame, 2011). Tingginya jumlah kasus HIV/AIDS berdampak terhadap populasi umum, seperti ibu hamil sehingga meningkatkan resiko penularan HIV dari Ibu ke bayi.

Kementrian Kesehatan RI memperkirakan jika di Indonesia setiap tahunnya terdapat 9.000 ibu hamil positif HIV yang melahirkan bayi, berarti akan lahir sekitar 3.000 bayi dengan HIV positif tiap tahun (Kemenkes, 2013). HIV/AIDS telah mengurangi harapan hidup selama lebih dari 20 tahun yang menyebabkan terhambatnya perkembangan ekonomi dan memperburuk kemiskinan rumah tangga. Selain itu, HIV/AIDS menyebabkan kehilangan produktivitas yang lebih besar dibandingkan penyakit lainnya, dan mendorong 6 juta keluarga lagi ke jurang kemiskinan sampai tahun 2015 (Komisi AIDS di Asia, 2008).

Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar 24 – 25%. Namun, resiko ini dapat diturunkan menjadi 1-2% dengan tindakan intervensi bagi ibu hamil HIV positif, yaitu melalui layanan konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat antiretroviral, persalinan sectio caesaria, serta pemberian susu formula untuk bayi (Depkes, 2008). Oleh karena itu, untuk meminimalisir resiko penularan HIV, WHO mengembangkan program penanggulangan HIV/AIDS berupa Guideline on HIV infection and AIDS in Prison Geneva dan juga HIV testing and Counseling in

(23)

telah mengembangkan upaya pencegahan HIV melalui pelayanan Voluntary Counselling and testing atau yang dikenal dengan singkatan VCT (WHO, 2007).

Berdasarkan kebijakan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS pasal 17 disebutkan bahwa semua ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilannya diharuskan mengikuti pemeriksaan diagnostis HIV dengan tes dan konseling (VCT) sebagai upaya pencegahan dan penularah HIV dari ibu ke anak yang di kandungnya (Kemenkes, 2013).

Konseling dan tes sukarela atau Voluntary Counseling and Testing (VCT) merupakan pintu masuk (entry point) untuk membantu masyarakat mendapatkan akses ke semua pelayanan, baik informasi, edukasi, terapi dan dukungan psikososial (Depkes, 2008). Dengan terbukanya akses, maka kebutuhan akan informasi yang tepat dan akurat akan tercapai, sehingga proses berpikir dan perilaku dapat diarahkan menjadi lebih sehat. Pelayanan VCT dapat digunakan untuk mengubah perilaku berisiko, memberikan informasi yang benar tentang pencegahan dan penularan HIV, seperti penggunaan kondom, tidak berbagi alat suntik, pengetahuan tentang IMS (infeksi menular seksual) dan lain-lain (Kemenkes, 2006).

(24)

ke klinik VCT. Akan tetapi, hal ini tidak sebanding dengan estimasi populasi berisiko HIV/AIDS tahun 2012 di Provinsi Banten yaitu, 20.000 orang (Kemenkes, 2012).

Kota Tangerang Selatan, terdapat dua instansi pemerintah yang menyediakan layanan VCT yaitu Puskesmas Jombang dan Puskesmas Ciputat. Berdasarkan laporan tahunan Kementerian Kesehatan tahun 2013, dari 98 orang yang memanfaatkan layanan VCT, dinyatakan 17 orang yang terdeteksi HIV positif yang berasal dari populasi beresiko di Puskesmas Ciputat. Dari uraian data tersebut terlihat bahwa Puskesmas Ciputat termasuk satu – satunya Puskesmas di Tangerang Selatan yang aktif menjaring infeksi HIV melalui layanan VCT.

Namun, hasil wawancara peneliti dengan bidan di Puskesmas Ciputat, selama ini pemeriksaan VCT masih didominasi oleh kelompok populasi kunci, terdiri dari wanita pekerja seks (WPS) yang sebelumnya telah melakukan terapi metadon. Artinya, pelayanan tes VCT hanya dilakukan oleh sejumlah kecil kelompok, belum secara umum dimanfaatkan oleh masyarakat luas sekitar Ciputat. Layanan VCT di Puskesmas Ciputat sudah beroperasi dari tahun 2010, namun terdapat hambatan dalam peningkatan layanan VCT. Hambatan tersebut berupa rendahnya jumlah kunjungan masyarakat umum yang memanfaatkan layanan VCT.

(25)

belum diterima oleh masyarakat setempat, khususnya ibu rumah tangga. Faktor tersebut dilatarbelakangi oleh minimnya sosialisasi dari petugas kesehatan tentang keberadaan layanan VCT dikarenakan keterbatasan SDM di Puskesmas Ciputat.

Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Ermarini (2013) terlihat bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam pemanfaatan layanan VCT yaitu keyakinan seseorang dengan pemanfaatan layanan VCT, motivasi atau dukungan dari LSM dan petugas kesehatan serta akses ke layanan VCT. Berdasarkan hasil analisis multivariat terdapat dua variabel yang paling berhubungan dengan pemanfaatan layanan VCT yaitu usia dan pengetahuan terkait VCT, yaitu tentang manfaat VCT dan tahapan dalam layanan VCT.

Menurut Kementerian Kesehatan, di tahun 2010 sebanyak 6 persen penduduk usia di atas 15 tahun yang mengetahui tentang layanan VCT. Kelompok dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi memiliki informasi yang lebih baik tentang pelayanan VCT maupun penanggulangan HIV dibandingkan dengan kelompok ekonomi rendah.

Hal di atas didukung oleh penelitian yang dilakukan Abebe (2006), melaporkan bahwa responden yang memiliki persepsi kerentanan yang tinggi menyatakan niatnya untuk melakukan VCT dari pada mereka yang memiliki persepsi kerentanan yang rendah (48,9%). Terlihat dari jumlah responden dengan persepsi yang tinggi terhadap keparahan HIV/AIDS menyatakan niatnya untuk VCT sebanyak (52,6%) orang.

(26)

terhadap pengujian, mobilisasi masyarakat, dan peningkatan kualitas dan kuantitas VCT. Dari penelitian Nguyen (2007) dalam Wati (2013) beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang memanfaatkan layanan VCT yaitu informasi mengenai keberadaan layanan VCT. Oleh karena itu, hasil penelitian ini menekankan pentingnya peran pembangunan jaringan dengan rumah sakit, lembaga swadya masyarakat, serta masyarakat perkotaan dan pedesaan dalam menyebarluaskan informasi terkait VCT.

Dari hasil studi pendahuluan bahwa pemanfaatan layanan VCT oleh kelompok ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat rendah < 26,7%. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan rendah ibu hamil terkait manfaat layanan VCT sebanyak 66,7%. Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor – faktor yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.

1.2. Rumusan masalah

Peningkatan kasus AIDS pada Ibu Rumah Tangga kemudian disusul dengan terjadinya peningkatan prevalensi HIV pada anak menjadi perhatian khusus bagi tenaga kesehatan dan pemerintah. Untuk menghindari terjadinya peningkatan kasus HIV dari ibu ke anak, kelompok ibu hamil dianjurkan melakukan konseling dan testing HIV secara periodik untuk mengetahui status HIV dirinya.

(27)

Kemudian disusul dengan rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh kelompok ibu hamil. Hal ini didukung oleh faktor informasi mengenai layanan VCT yang belum diterima oleh masyarakat umum khususnya ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Faktor tersebut dilatarbelakangi oleh minimnya sosialisasi dari petugas kesehatan tentang keberadaan layanan VCT dan bagaimana cara mengaksesnya.

Selain itu, praktik pelayanan kesehatan dan ketersediaan sumber daya dalam pelayanan VCT juga mempengaruhi tindakan ibu hamil dalam melakukan VCT. oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT diwilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan tahun 2014.

1.3. Pertanyaan penelitian

1. Bagiamana gambaran karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan status

pekerjaan ) terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

2. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat ?

3. Bagaimana gambaran sikap ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat ?

4. Bagaimana gambaran norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

5. Bagaimana gambaran persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

6. Bagaimana gambaran niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di

(28)

7. Adakah hubungan antara karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan status

pekerjaan ) terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat ?

8. Adakah hubungan antara sikap ibu hamil terhadap niatnya untuk memanfaatkan

layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

9. Adakah hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap niatnya untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

10.Adakah hubungan antara persepsi ibu hamil terhadap niatnya untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan niat Ibu

hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Tahun 2014.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan,dan status

pekerjaan ) terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.

2. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil terhadap layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.

3. Diketahuinya gambaran sikap ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat.

4. Diketahuinya gambaran norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

5. Diketahuinya gambaran persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan VCT di

(29)

6. Diketahuinya gambaran niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

7. Diketahuinya hubungan antara karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan

status pekerjaan) dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

8. Diketahuinya hubungan antara sikap ibu hamil terhadap niatnya untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

9. Diketahuinya hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap niatnya

untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

10.Diketahuinya hubungan antara persepsi ibu hamil terhadap niatnya untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah : 1.5.1. Bagi Masyarakat Umum

Penelitian ini dapat memberikan informasi yang lebih luas kepada

masyarakat umum mengenai keberadaan klinik VCT dan layanannya serta

prosedur untuk mengaksesnya sehingga masyarakat dapat memanfaatkan

layanan klinik VCT.

1.5.2. Bagi Pusat KesehatanMasyarakat

1.5.2.1. Manajemen

(30)

1.5.2.2. Petugas Kesehatan

Sebagai salah satu sumber informasi dalam melakukan perencanaan

kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat, khususnya pencegahan dan penanggulangan penularan HIV

dari ibu ke anak yang saat ini mengalami peningkatan.

1.5.3. Bagi Dinas Kesehatan

Sebagai masukan dalam menindaklanjuti pengembangan sosialisasi

program pencegahan penularan HIV dan AIDS dari Ibu ke anak. Selain itu,

sebagai masukan dalam meningkatkan upaya kerjasama yang baik guna

meningkatkan efektifitas program layanan VCT di Kota Tangerang Selatan.

1.5.4. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Diperolehnya ilmu pengetahuan baru terkait aplikasi promosi kesehatan di lingkungan masyarakat khusunya pada program pencegahan penularan HIV dan AIDS dari ibu ke anak, serta terciptanya kerjasama yang menguntungkan dan bermanfaat dengan institusi lain.

1.5.5. Bagi Peneliti

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan

melakukan penelitian terkait pemanfaatan layanan VCT.

b. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait perilaku kesehatan

yang telah didapatkan di perkuliahan.

c. Melatih pola pikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah

khusunya dalam bidang Kesehatan.

1.6. Ruang lingkup penelitian

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang

(31)

kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan Provinsi Banten tahun 2014. Penelitian

ini dilakukan oleh Mahasiswi Promosi kesehatan Program Studi Kesehatan

Masyarakat angkatan 2010 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada

bulan Januari sampai dengan Juni 2014. Populasi penelitian ini adalah semua ibu

hamil di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan

diwilayah kerja Puskesmas Ciputat dengan alasan Puskesmas Ciputat merupakan

Puskesmas yang memiliki layanan VCT di Kota Tangerang Selatan dan sosialisasi VCT

oleh petugas kesehatan belum berjalan optimal. Penelitian ini dilakukan dengan

metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan survei cross sectional. Data ini

didapat dari data primer dan sekunder yaitu melalui kuisioner dan data kunjungan

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.HIV/AIDS

2.1.1. DEFINISI HIV DAN AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum membutuhkan pengobatan. Namun orang tersebut dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila melakukan hubungan seks beresiko dan berbagi alat suntik dengan orang lain (KPAN, 2012).

(33)

jumlah virus HIV di dalam tubuh sehingga bisa sehat kembali (KPAN, 2012).

2.1.2. PATOGENESIS HIV/AIDS

Mekanisme utama infeksi HIV dimulai setelah virus masuk ke dalam tubuh pejamu. Setelah masuk ke dalam tubuh pejamu, HIV menyerang sel darah putih (limfosit Th) yang merupakan sumber kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan memasuki limfosit Th, virus memaksa limfosit Th untuk memperbanyak dirinya, sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit Th, kematian limfosit Th itu membuat daya tahan tubuh berkurang, sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur, atau parasit) sehingga hal itu menyebabkan kematian pada orang dengan HIV/AIDS. Selain menyerang limfosit Th, virus HIV juga memasuki sel tubuh yang lain, organ yang sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. Virus HIV diliputi oleh selubung protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel, khususnya sel otak serta susunan saraf pusat dan tepi lainnya, sehingga terjadilah kematian sel otak (Hidayat, 2008).

2.1.3. Manifestasi Klinis

(34)

bercak putih di lidah dan di dalam mulut, pembengkakan leher, radang paru – paru, kanker kulit. Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 3 hal antara lain tumor, infeksi oportunistik, dan manifestasi neurologi.

2.1.4. Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Laboraturium

Diagnosis adanya infeksi dengan HIV dapat ditegakkan dilaboraturium dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut. Pemeriksaan untuk menemukan adanya antibodi tersebut menggunakan metode ELISA (Enzym Linked Imunosorbent Assay). Bila hasil tes ELISA positif maka dilakukan pengulangan. Jika masih tetap positif maka selanjutnya dikonfirmasi dengan test yang lebih spesifik yaitu metode Western Blott.

2.2. HIV PADA KEHAMILAN

2.2.1. DEFINISI KEHAMILAN

Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosis kehamilan tidak dapat diabaikan (Cunningham, 2005)

2.2.2. Cara Penularan HIV pada kehamilan

(35)

penularan dari ibu ke bayi diperkirakan sebagian terjadi beberapa hari sebelum persalinan, dan pada saat plasenta mulai terpisah dari dinding uterus pada waktu melahirkan. Penularan diperkirakan terjadi karena bayi terpapar oleh darah dan sekresi saluran genital ibu. Suatu penelitian memberikan proporsi kemungkinan penularan HIV dari ibu ke anaknya saat dalam kandungan sebesar 23 – 30%, ketika proses persalinan 50 – 65% dan saat menyusui 12 – 20%. Di negara maju, transmisi HIV dari ibu ke fetus sebesar 15 – 25% sementara di negara berkembang sebesar 25 – 35%. Tingginya angka transmisi ini berkaitan dengan tingginya kadar virus dalam plasma ibu (Setiawan, 2009).

2.2.3. Penatalaksanaan HIV pada Kehamilan

Untuk mengurangi resiko penularan dari ibu ke bayi maka penanganan pencegahan infeksi bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV sebaiknya dimulai sejak saat bayi di dalam kandungan. Ibu yang sudah diketahui terinfeksi HIV sebelum hamil, perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui jumlah virus di dalam plasma, jumlah sel T CD4+, dan genotype virus. Juga perlu diketahui, apakah ibu tersebut sudah mendapat anti retrovirus (ARV) atau belum. Data tersebut kemudian dapat digunakan sebagai bahan informasi kepada ibu tentang resiko penularan terhadap pasangan seks, bayi, serta cara pencegahannya (Setiawan, 2009).

2.2.4. PencegahanHIV

(36)

politik yang tinggi untuk mencegah dan atau mengurangi perilaku risiko tinggi terhadap penuluran HIV. Adapun upaya pencegahan meliputi :

1. Abstinence – Tidak berhubungan seks (selibat)

2. Be Faithful – Selalu setia pada pasangan

3.Condom – Gunakan kondom disetiap hubungan seks berisiko

4. Drugs – Jauhi narkoba

2.3. VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT)

2.3.1. Definisi Konseling dalam VCT

Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes, 2008).

(37)

perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes, 2006).

Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis contohnya meyakinkan bahwa terjamin kerahasiaanya, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS.

1. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada

saat mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan

memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan

HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling,

dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik,

dan ART.

2. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk

memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan

bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko

infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV/AIDS, mempelajari status

dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku

beresiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna

(38)

3. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan,

segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi,

dan risiko.

Di dalam VCT ada dua kegiatan utama yakni konseling dan tes HIV. Konseling dilakukan oleh seorang konselor khusus yang telah dilatih untuk memberikan konseling VCT. Tidak semua konselor bisa dan oleh memberikan konseling VCT. Oleh karena itu, seorang konselor VCT adalah orang yang telah mendapat pelatihan khusus dengan standar pelatihan nasional. Konseling dalam rangka VCT utamanya dilakukan sebelum dan sesudah tes HIV.

Konseling setelah tes HIV dapat dibedakan menjadi dua yakni konseling untuk hasil tes positif dan konseling untuk hasil tes negatif. Namum demikian sebenarnya masih banyak jenis konseling lain yang sebenarnya perlu diberikan kepada pasien berkaitan dengan hasil VCT yang positif seperti konseling pencegahan, konseling kepatuhan berobat, konseling keluarga, konseling berkelanjutan, konseling menghadapi kematian, dan konseling untuk masalah psikiatris yang menyertai klien/keluarga dengan HIV dan AIDS.

2.3.2. Tujuan Voluntary Counseling and Testing (VCT)

a. Mendorong orang sehat, tanpa keluhan / asimtomatik untuk

mengetahui tentang HIV, sehingga mereka dapat mengurangi

(39)

b. Merupakan sebuah strategi kesehatan masyarakat yang efektif,

karena mereka dapat mengetahui status HIV mereka, sehingga tidak

melalukan hal-hal yang dapat ikut menyebarkan virus HIV bila

mereka masih berisiko sebagai penyebar HIV.

c. Mendorong seseorang yang sudah ODHA ( Orang Dengan HIV/AIDS)

untuk mengubah pendirian yang sangat merugikan seperti: ODHA

merupakan penyakit keturunan atau penyakit kutukan, atau

HIV/AIDS merupakan vonis kematian.

d. Memberi informasi tentang HIV/AIDS, tes, pencegahan dan

pengobatan ODHA.

e. Mengenali perilaku atau kegiatan yang menjadi sarana yang

memudahkan penularan HIV.

f. Memberikan dukungan moril untuk mengubah prilaku ke arah yang

lebih sehat dan aman dari infeksi HIV.

Tujuan dari VCT ini merupakan suatu langkah awal yang penting menuju program pelayanan HIV/AIDS lainnya yaitu pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak, pencegahan dan manajemen klinis penyakit – penyakit yang berhubungan dengan HIV, pengendalian penyakit TBC (tuberculosis) serta dukungan psikologis dan hukum (Anastasya, 2010).

2.3.3. Peran Voluntary Counselling and Testing (VCT)

a. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat

klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan

(40)

HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling,

dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik, dan

ART.

b. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk

memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan

bantuan konselor terlatih,menggali dan memahami diri akan risiko

infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status

dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku

berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna

mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.

c. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan,

segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi,

dan risiko.

(41)

VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya, mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penularan infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.

VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan kerahasiaan, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di laboratoruim. Test HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. VCT merupakan hal penting karena :

1. Merupakan pintu masuk ke seluruh layanan HIV dan AIDS

2. Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif

maupun negatif, dengan fokus pada pemberian dukungan atas

kebutuhan klien seperti perubahan perilaku, dukungan mental,

dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan terkini atas HIV dan

AIDS.

3. Mengurangi stigma masyarakat.

4. Merupakan pendekatan menyeluruh: kesehatan fisik dan mental.

5. Memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien

(42)

Meskipun VCT adalah sukarela namun utamanya diperuntukkan bagi orang-orang yang sudah terinfeksi HIV atau AIDS, dan keluarganya, atau semua orang yang mencari pertolongan karena merasa telah melakukan, tindakan berisiko di masa lalu dan merencanakan perubahan di masa depannya, dan mereka yang tidak mencari pertolongan namun berisiko tinggi.

2.3.4. Prinsip Pelayanan VCT

Menurut pedoman VCT yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2008, prinsip pelayanan konseling VCT adalah :

1. Sukarela Dalam Melaksanakan Testing HIV

Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien,

tanpa paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukannya

testing terletak ditangan klien, kecuali testing HIV pada darah donor di

unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing

dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk

testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja

seksual,penasun, rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia, dan

asuransi kesehatan.

2. Saling Mempercayai Dan Terjamin Konfidensialitas

Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan

martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus

dijaga kerahasiaanya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak

(43)

informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat

dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus

klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari klien dapat

diketahui.

3. Mempertahankan Hubungan Relasi Konselor-Klien Yang Efektif

Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil

testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk

mengurangi perilaku beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan

perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan

hasil testing positif.

4. Testing Merupakan Salah Satu Komponen Dari VCT

WHO dan Departeman Kesehatan RI telah memberikan

pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV.

Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing

oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien

(Depkes, 2008).

Begitu pula yang diutarakan dalam artikel internet dari situs perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, ada beberapa prinsip yang harus dipatuhi dalam pelayanan VCT, yakni VCT harus dilakukan dengan :

a. Sukarela, tanpa paksaan

b. Kerahasiaan terjamin : proses dan hasil tes rahasia dalam arti hanya

diketahui dokter/konselor dan klien

(44)

d. VCT tidak boleh dilakukan tanpa adanya konseling atau dilakukan

secara diam – diam

e. Harus ada persetujuan dari pasien dalam bentuk penandatanga a

Le bar Persetujua informed consent)

Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT) bukan hanya pasien penderita HIV/AIDS saja, tetapi semua masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri tentang HIV agar dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan kepada orang lain. Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT disebut dengan klien. Di klinik VCT, klien dapat bersama dengan konselor mendiskusikan hal – hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS, perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negatif atau positif.

2.3.5. Struktur Organisasi

Struktur organisasi pelayanan VCT menurut pedoman pelayanan VCT Depkes RI tahun 2008 terdiri dari :

1. Kepala Klinik VCT

Kepala klinik VCT adalah seorang yang memiliki keahlian manajerial

dan program terkait dengan pengembangan layanan VCT dan

penanganan program perawatan, dukungan dan pengobatan

HIV/AIDS. Kepala klinik VCT bertanggung jawab terhadap Direktur

Utama atau Direktur Pelayanan. Kepala klinik VCT mengelola seluruh

(45)

terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan institusi

pelayanan lain yang berkaitan dengan HIV.

2. Sekretaris / Administrasi

Petugas administrasi atau sekretaris adalah seorang yang memiliki

keahlian di bidang administrasi dan berlatarbelakang minimal

setingkat SLTA.

3. Koordinasi Pelayanan Medis

Koordinator pelayanan medis adalah seorang dokter yang

bertanggung jawab secara teknis medis dalam penyelenggaraan

layanan VCT. Koordinator pelayanan medis bertanggungjawab

langsung kepada kepala klinik VCT.

4. Koordinator Pelayanan Non Medis

Koordinator pelayanan non medis adalah seorang yang mampu

mengembangkan program perawatan, dukungan dan pengobatan

HIV/AIDS terkait psikologis, sosial, dan hukum. Koordinator pelayan

non medis minimal sarjana kesehatan/non kesehatan yang

berlatarbelakang pendidikan sarjana psikologis atau sarjana ilmu

sosial yang sudah terlatih VCT. Secara administrasi bertanggung

jawab terhadap kepala unit VCT.

5. Konselor

Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non

kesehatan yang telah mengikuti pelatihan VCT. Tenaga konselor VCT

minimal dua orang dan tingkat pendidikan konselor VCT adalah

(46)

klien perhari terbagi antara klien konseling pra testing dan klien

konseling pasca testing.

Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang konselor :

a. Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperbolehkan

melakukan tindakan medik.

b. Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien.

c. Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV

d. Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan Pasca konseling

dapat dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan

klien.

Kualifikasi dasar seorang konselor VCT adalah :

a. Berlatar belakang kesehatan atau non kesehatan yang mengerti

tentang HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan

dengan gangguan kesehatan fisik dan mental.

b. Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul

pelatihan konseling dan testing sukarela HIV yang diterbitkan

oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2000.

6. Petugas Penanganan Kasus

Petugas penanganan kasus yang berasal dari tenaga on kesehatan

yang telah mengikuti pelatihan managemen kasus. minimal

pendidikan tenaga petugas penanganan kasus adalah SLTA. Seorang

petugas penanganan kasus menangani 20 orang klien dalam satu

kali periode penanganan.

(47)

Petugas laboraturium minimal seorang petugas pengambil darah

yang berlatarbelakang perawat. Petugas laboraturium atu teknisi

telah mengikuti pelatihan tentang teknik memproses testing HIV

dengan cara ELISA, testing cepat, dan mengikuti algoritma testing

yang diadopsi dari WHO.

2.3.6. Model Pelayanan VCT

Pelayanan VCT dapat dikembangkan diberbagai layanan terkait yang dibutuhkan, misalnya klinik IMS, klinik TB, ART, dan sebagainya. Lokasi layanan VCT hendaknya perl petunjuk atau tanda yang jelas hingga mudah diakses dan mudah diketahui oleh klien VCT. Nama klinik cukup mudah dan dimengerti sesuai dengan etika dan budaya setempat dimana pemberian nama tidak mengundang stigma dan diskriminasi.

Layanan VCT dapat diimplementasikan dalam berbagai setting, dan sangat bergantung pada kondisi dan situasi daerah setempat, kebutuhan masyarakat dan profil klien, seperti individual atau pasangan, perempuan atau laki – laki, dewasa atau anak muda.

Model layanan VCT terdiri dari :

1. Mobile VCT (Penjangkaun Dan Keliling)

Layanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela model

penjangkaun dan keliling (mobile VCT) dapat dilaksanakan oleh LSM

atau layanan kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok

masyarakat yang memiliki perilaku berisiko atau berisiko tertular

(48)

penelitian atas kelompok masyarakat di wilayah tersebut dan survey

tentang layanan kesehatan dan layanan dukungan lainnya di daerah

setempat.

2. Statis VCT (Klinik VCT Tetap)

Pusat konseling dan testing HIV/AIDS Sukarela teintegrasi dalam

sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, artinya bertempat dan

menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sarana

kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan

memenuhi kebutuhan masyarakat akan konseling dan testing HIV/AIDS,

layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan terkait

dengan HIV/AIDS.

2.3.7. Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)

Masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri akan status HIV agar dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan kepada orang lain. Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT disebut dengan klien. Sebuatan klien dan bukan pasien merupakan salah satu pemberdayaan dimana klien akan berperan aktif didalam proses konseling. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah bersama mendiskusikan hal – hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS. Perilaku berisiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negatif atau positif (Depkes, 2006).

2.3.8. Ketersediaan Sarana Dan Prasarana

(49)

Keterbatasan sarana dan prasarana akan sangat berpengaruh dalam proses konseling dan testing HIV secara sukarela. VCT adalah pelayanan yang mengutamakan kenyamanan dan kerahasiaan orang yang melakukan VCT oleh karena itu sarana yang tersedia harus betul – betul dapat menjamin kerahasiaan dan kenyamanan. Menurut Kepmenkes RI Nomor:1507/Menkes/SK/X/2005 bahwa sarana dan prasarana yang harus tersedia di layanan VCT adalah :

1. Papan nama / petunjuk

Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga

memudahkan akses klien ke klinik VCT, demikian juga di depan

ruang klinik VCT dipasang papan bertuliskan pelayanan VCT.

2. Jam Kerja Layanan

Jam kerja layanan konseling dan testing terintegrasi

dalam jam kerja institusi pelayanan kesehatan setempat.

Dibutuhkan jumlah konselor yang cukup agar layanan dapat

dilakukan sehingga klien tidak harus menunggu terlalu lama.

Layanan konseling penjangkauan dilakukan atas kesanggupan

jam kerja para penjangkauan dan ketersediaan waktu klien.

Sebaiknya tersedia jam kerja pada pagi hari maupun sore hari

sehingga mempermudah akses klien yang bekerja maupun

bersekolah. Di fasilitas kesehatan dengan keterbatasan sumber

daya, maka konseling dan testing tidak dapat dilakukan setiap

(50)

jam kerja pelayanan kesehatan lain yang terkait konseling dan

testing seperti KIA, TB, IMS, dan PENASUN.

3. Ruang Tunggu

Ruang tunggu layanan konseling seharusnya dilengkapi

dengan materi komunikasi, Infoemasi dan Edukasi (KIE) : Poster,

Leaflet, brosur yang berisi bahan pengetahuan tentang HIV dan

AIDS, Infeksi Menular Seksual (IMS), Keluarga Berencana,

Ante-natal Care (ANC), tuberculosa (TB), hepatitis, penyalahgunaan

napza, perilaku sehat, nutrisi, pencegahan penularan dan seks

aman; Informasi prosedur konseling dan testing; Kotak Saran;

Tempat sampah, tisu dan persedian air minum; Bila mungkin

sediakan TV, video dan mainan anak; Buku catatan resepsionis

untuk perjanjian klien kalau mungkin komputer untuk mencatat

data; Meja dan kursi yang nyaman dan kalender.

4. Ruang konseling dilengkapi dengan :

Tempat duduk bai klien dan konselor; Buku catatan

perjanjian klien dan catatan harian, formulir informed consent;

catatan medis klien; formulir pra dan pasca testing; buku

rujukan; formulir rujukan; kalender dan alat tulis; kondom dan

alat peraga penis; jika memungkinkan alat peraga reproduksi

perempuan; alat peraga lainnya misalnya gambar berbagai

(51)

Buku resep gizi seimbang; Tisu; Air minum; Kartu rujukan;

Lemari arsip atau lemari dokumen yang dapat dikunci.

5. Ruang pengambilan darah dilengkapi dengan :

Jarum dan speril steril; Tabung dan botol tempat

penyimpanan darah; Stiker kode; Kapas alkohol; Cairan

desinfektan; Sarung tangan karet; Apron plastik; Sabun dan

tempat cuci tangan dengan air mengalir; Tempat sampah

barang terinfeksi; barang tidak terinfeksi dan barang tajam;

petunjuk pajanan okupasional dan alur permintaan pertolongan

pasca pajanan okupasional.

6. Ruang petugas kesehatan dan petugas non kesehatan

dilengkapi dengan :

Meja dan kursi; tempat pemeriksaan fisik; stetoskop

dan tensi meter; kondom dan alat peraga penggunaanya;

KIE HIV dan AIDS serta infeksi oppurtunistik; blangko resep;

Alat timbangan berat badan.

7. Ruang Laboraturium dilengkapi dengan :

Reagen untuk testing dan peralatannya; sarung tangan

karet; Jas laboraturium; Lemari pendingin; Alat sentrifusi; Ruang

penyimpanan testing kit; Buku – buku register; Cap tanda positif

atau negatif; Pedoman testing HIV; Pedoman pajanan okupasi;

Lemari untuk menyimpan arsip yang dapat dikunci.

(52)

harus menjaga kerahasiaan, ruangan tertutup dan suara tidak dapat didengar dari ruangan lain, satu alur dengan pintu masuk dan keluar yang berbeda, akses mudah dan cukup pencahayaan agar proses konseling dan edukasi menggunakan alat peraga dapat dengan jelas dilakukan.

Ruang konseling harus nyaman, terjaga kerahasiaanya, dan terpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan darah. Terdapat pintu masuk dan pintu keluar bagi klien yang berlainan yang letaknya sedemikian rupa sehingga klien yang selesai konseling dan klien berikutnya yang akan konseling tidak saling bertemu.

2.3.8.2. Konselor untuk VCT

Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non kesehatan yang tealh mengikuti pelatihan VCT. Tenaga Konselor VCT minimal dua orang dan tingkat pendidikan konselor VCT adalah SLTA. Seorang konselor sebaiknya menangani untuk 5-8 orang klien perhari terbagi antara klien konseling pra testing dan klien konseling pasca testing. Tugas konselor VCT :

a. Mengisi kelengkapan pengisian formulir klien,

pendokumentasian dan pencatatan konseling klien dan

menimpannya agar terjaga kerahasiaannya.

(53)

c. Membuat jejaring eksternal dengan layanan pencegahan dan

dukungan di masyarakat dan jejaring internal dengan berbagai

bagian rumah sakit yang terkait.

d. Memberikan informasi HIV/AIDS yang relevan dan akurat,

sehingga klien merasa berdaya untuk membuat pilihan untuk

melaksanakan testing atau tidak. Bila klien setuju melakukan

testing, konselor perlu mendapat jaminan bahwa klien betul

menyetujui melalui penandatanganan informed consent tertulis.

e. Menjaga bahwa informasi yang disampaikan klien kepadanya

adalah bersifat pribadi dan rahasia. Selama konseling pasca

testing konselor harus memberikan informasi lebih lanjut

seperti, dukungan pskososial dan rujukan. Informasi ini

diberikan baik kepada klien dengan HIV positif maupun negatif.

f. Pelayanan khusus diberikan kepada kelompok perempuan dan

mereka yang dipinggirkan, sebab mereka sangat rawan

terhadap tindakan kekerasan dan diskriminasi.

Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang konselor :

a. Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperolehkan

melakukan tindakan medik.

b. Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien.

c. Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV.

d. Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan pasca konseling dapat

dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan klien.

(54)

a. Berlatar belakang kesehatan non kesehatan yang mengerti tantang

HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan dengan

gangguan kesehatan fisik dan mental.

b. Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul pelatihan

konseling dan testing sukarela HIV yang diterbitkan oleh

Departemen Kesehatan RI tahun 2000.

2.3.9. Tahapan Pelayanan VCT

2.3.9.1. Konseling Pra Testing

Alur pelaksanaan VCT dan ketrampilan melakukan konseling pra testing dan konseling pasca testing perlu memperhatikan tahapan berkut ini :

a. Penerimaan klien

- Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa nama (anonimus) sehingga nama tidak dinyatakan.

- Pastikan klien datang tepat waktu dan usahakan tidak menunggu

- Jelaskan tentang prosedur VCT

- Buat catatan rekam medik klien dan pastikan setiap klien mempunyai nomor kodenya sendiri.

(55)

meminimalkan kesalahan, kode harus diperiksa ulang oleh konselor dan perawat/pengambil darah. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah sebagai berikut :

- Bersama konselor mendiskusikan hal – hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS,

perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang

terkait dengan hasil negatif atau positif

- Sesudah melakukan konseling lanjutan, diharapkan dapat melindungi dirinya sendiri dan keluarganya dari

penyebaran infeksi, dengn cara mengunakan berbagai

informasi dan alat preverensi yang tersedia bagi

mereka.

- Untuk klien dengan HIV positif memberitahu pasangan atau keluarganya akan status HIV dirinya dan

merencanakan kehidupan lebih lanjut.

b. Konseling pra testing HIV/AIDS

- Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir. - Perkenalan dan arahan.

- Membangun kepercayaan klien pada konselor yang merupakan dasar utama bagi terjaganya kerahasiaan

sehingga terjalin hubungan baik dan terbina sikap saling

memahami.

(56)

- Penilaian risiko untuk membantu klien mengetahui faktor risiko dan menyiapkan diri untuk pemeriksaaan

darah

- Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi tentang

cara menyesuaikan diri dengan status HIV.

- Di dalam konseling pra testing seorang konselor VCT harus dapat membuat keseimbangan antara pemberian

informasi, penilaian risiko dan merespon kebutuhan

emosi klien.

- Konselor VCT melakukan penilaian sistem dukungan. - Klien memberikan persetujuan tertulisnya (Informed

consent) sebelum dilakukan testing HIV/AIDS.

2.3.9.2. Informed Consent

a. Semua klien sebelum menjalani testing HIV harus memberikan

persetujuan tertulisnya. Aspek penting didalam persetujuan

tertulis itu adalah sebagai berikut :

- Klien telah diberi penjelasan cukup tentang risiko dan dampak sebagai akibat dari tindakannya dan klien

menyetujuinya.

- Klien mempunyai kemampuan menangkap pengertian dan mampu menyatakan persetujuannya (secara

intelektual dan psikiatris).

(57)

memahami informasi maka tugas konselor untuk

berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan

informasi sehingga klien memahami dengan benar dan

dapat menyatakan persetujuannya.

b. Batasan Umur Untuk Dapat Menyatakan Persetujuan Testing

HIV.

Umur anak untuk dapat menyatakan persetujuan pemeriksaan ketika anak telah dapat berkembang pikiran abstarak dan logikanya, yakni pada umur 12 tahun. Secara hukum seseorang dianggap dewasa ketika seorang laki – laki berumur 19 tahun dan perempuan berumur 16 tahun atau pernah menikah. Antara umur 12 tahun sampai usia dewasa secara hukum, persetujuan dapat dilakukan dengan persetujuan orang tua.

(58)

2.3.9.3. Testing HIV dalam VCT

Prinsip testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaanya. Testing diimaksud untuk menegakkan diagnosis. Terdapat serangkaian testing yang berbeda – beda karena perbedaan prinsipp metoda yang digunakan. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Spesimen adalah darah klien yang diambil secara intervena, plasma atau serumnya. Pada saat ini belum digunakan spesiemen lain seperti saliva, urin, dan spot darah kering. Penggunaan metode testing cepat (rapid testing) memungkinkan klien medapatkan hasil testing pada hari yang sama. Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis, pengamanan darah donor (skrining), untuk surveilans, dan untuk penelitian. Hasil testing yang disampaikan kepada klien adalah benar milik klien. Petugas laboraturium harus menjaga mutu dan konfidensialitas. Hindari terjadinya kesalahan, baik teknis (tehnical error) dan admisintratif (administratif error). Petugas laboraturium (perawat) (mengambil) darah setelah klien mnejalani konseling par testing.

Bagi pengambil darah dan teknisi laboraturium harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut :

a. Sebelum testing harus didahului dengan konseling dan

(59)

b. Hasil testing HIV harus dierifikasi oleh dokter patologi klinis

atau dokter terlatih atau dokter penanggung jawab

laboraturium.

c. Hasil diberikan kepada konselor dalam amplop tertutup.

d. Dalam laporan pemeriksaan hanya ditulis nomor atau kode

pengenal.

e. Jangan memberi tanda berbeda yang mencolok terhadap

hasil yang psotif dan negatif.

f. Meskipun spesimen berasal dari sarana kesehatan lainnya

yang berbeda, tetap harus dipastikan bahwa klien telah

menerima konseling dan menandatangani informed

consent.

2.3.9.4. Konseling Pasca Testing

Konseling pasca testing membantu klien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil testing. Konselor mempersiapkan klien untuk menerima hasil testing, memberikan hasil testing. Konselor mempersiapkan klien untuk menerima hasil testing, memberikan hasil testing, dan menyediakan informasi selanjutnya. Konselor mengajak klien mendiskusikan startegi untuk menurunkan penuluran HIV. Kunci utama dalam menyampaikan hasil testing adalah sebagai berikut :

a. Periksa ulang seluruh hasil klien catatan medik. Lakukan hal ini

sebelum bertemu klien, untuk memastikan kebenarannya.

b. Sampaikan hasil hanya kepada klien secara tatap muka.

(60)

d. Seorang konselor tak diperkenankan memberikan hasil pada

klien atau lainnya secara verbal dan non verbal selagi berada di

ruang tunggu.

e. Hasil testing tertulis.

2.4. TEORI PERILAKU BERENCANA (Theory Of Planned Behavior)

Theory of Planned Behaviour (TPB) ini adalah pengembangan dari Theory of Reasoned Action (1975) dan keduanya dikemukakan oleh Icek Ajzen. Menurut Theory of Reasoned Action (TRA), seseorang akan berperilaku tertentu yang didasari oleh niat melakukan perilaku tersebut. Niat perilaku ini dipengaruhi oleh norma subyektif dan sikap terhadap perilaku tersebut. Sikap individu terhadap suatu perilaku ini berasal dari keyakinan individu terhadap perilaku tersebut, sedangkan norma subyektif berasal dari keyakinan normatif.

(61)

Sama dengan TRA, Theory Of Planned Behaviour ini berasal dari asumsi bahwa manusia akan berperilaku berdasarkan akal sehat mereka, manusia menyerap informasi dan baik secara implisit ataupun eksplisit, manusia akan mempertimbangkan implikasi dari perbuatan mereka. Dalam TPB, niat dan perilaku memiliki 3 determinan, yaitu faktor personal, faktor pengaruh sosial dan faktor isu kontrol (Ajzen, 2005).

Faktor personal adalah sikap individu terhadap perilaku tertentu. Sikap ini dipengaruhi oleh pandangan individu baik secara negatif maupun positif terkait melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Faktor pengaruh sosial yang mempengaruhi niat seseorang adalah pertimbangan dan persepsi individu tersebut terhadap tekanan sosial untuk melakukan perilaku tertentu. Hal ini disebutkan sebagai norma subyektif. Faktor terakhir yang mempengaruhi niat seseorang adalah kemampuan individu untuk melakukan perilaku tersebut. Oleh karena itu, faktor ini disebut sebagai persepsi kemampuan mengontrol. Secara general, seseorang berniat melakukan suatu perilaku apabila mereka memiliki pandangan positif terkait perilaku tersebut, menerima tekanan sosial untuk melakukan perilaku tersebut dan mempercayai mereka mempunyai kesempatan dan bisa melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 1991).

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Kuisioner Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian Aulia dan Linda (2015) sampel yang digunakan mencakup perusahaan high profile yang bergerak dibidang manufaktur yaitu energi, kimia, farmasi, kosmetik,

ANALISIS STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN USAHA BIRO WISATA DI PURWOKERTO (KAJIAN ASPEK PASAR DAN

памяти , доступной приложению. На этом заканчивается обзор функций , начинающихся со слова Global. Windows 95 также поддерживает некоторые функции ,

Starting at the top of the diagram with the actual loss event (or the potential for a loss if MORT is being used to evaluate an existing safety program) and moving, in turn,

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan karuniaNya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul OPINI REMAJA SURABAYA MENGENAI

Metode yang digunakan sistem dalam mengenkripsi dan mendekripsi pesan adalah metode enkripsi substitusi vigenere cipher dan implementasinya menggunakan bahasa pemrograman Java 2

Dalam upaya meningkatkan ketepatan jumping smash pada atlet bulutangkis UKO UNP, latihan depth jump baik digunakan dalam peningkatan daya iedak otot tungkai

Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan analisis terhadap market share yang lebih luas untuk menganalisis potensi Use-oriented Service, seperti konsumen