• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peluang dan tantangan pengembangan produk valas di PT.Bank Muamalat Indonesia,Tbk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peluang dan tantangan pengembangan produk valas di PT.Bank Muamalat Indonesia,Tbk"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK

VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I)

Oleh: Amla Eva Nadya NIM : 204046102892

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT NON REGULER

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk” telah diujikan dalam Sidang Munaqashah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal Maret 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I) pada program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, Maret 2009 Mengesahkan,

Dekan Fakulats Syariah dan Hukum

Prof. DR . KH. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M. NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

Ketua : Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA (...) NIP. 130 789 745

sekretaris : Drs. H. Ahmad Yani, MA (...) NIP. 150 269 678

Pembimbing : Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA (...) NIP. 150 222 824

Penguji I : Drs. H. Husni Thoyyar, M.Ag (...) NIP. 150 050 919

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Maret 2009

(4)

KATA PENGANTAR

Al-Hamdulillahi Rabb al-‘Alamin, segala puja-puji syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, kemudian semoga shalawat dan salam hanya tercurah kepada manusia mulia ialah Nabi Muhammad SAW. Atas perjuangan beliaulah kita dapat saling kenal-mengenal dan menjalin tali ukhuwah Islamiyyah.

Selanjutnya, berkaitan dengan penyelesaian skripsi ini, secara pribadi penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap civitas akademika Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baik secara kelembagaan maupun perorangan.

Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. KH. Muhammad Amin Suma S.H., M.A., MM. selaku Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Euis Amalia M.Ag selaku Ketua Jurusan Muamalat, dan Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H. selaku Sekretaris Jurusan Muamalat.

3. Bapak Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA. Selaku Ketua Program Teknis Non Reguler, dan Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag selaku Sekretaris Program Teknis Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA. Selaku Dosen Pembimbing, yang telah membimbing penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.

(5)

yang telah memberikan bantuannya berupa pinjaman buku-buku baik selama penulisan skripsi maupun selama penulis menjalankan perkuliahan.

6. Direksi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk., Bapak Brilyano selaku Kabag. Treasury Officer, dan para staf perpustakaan Muamalat Institute, yang telah meluangkan waktu dan memberikan data-data yang penulis butuhkan.

7. Kepada bapak Agustianto, penulis haturkan terimakasih atas bantuannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

8. Orang tuaku tercinta Ibunda Djuhaeriah dan Ayahanda Djaini Soufian atas do’a restunya baik spiritual maupun material, karena setiap tetes air matanya adalah doa, dan setiap tetes keringatnya adalah semangat juangku; untuk tidak menyerah pada keadaan.

9. Kakak-kakakku tercinta Aa Nanang, Aa Azhar, Aa Ubbum, Alma dan Mba ku Dewi Rachmawati nan jauh di Dubai serta Adikku Emma, yang telah memberikan perhatian dan dukungan moriil dan materiil yang tulus serta ikhlas yang tak ternilai harganya.

10.Untuk sahabat-sahabatku Enung, Fitriah, Mbak Ida, Mba Iing, Devi, Naras, Eva, Tia, Rizka dan seluruh teman-teman mahasiswa Perbankan Syariah angkatan 2004 terutama kelas C.

Akhirnya hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala jualah penulis berdo’a semoga mereka mendapat balasan yang mulia. Dengan segala kelemahan, kekurangan dan kelebihan yang ada semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi setiap langkah kita, Amiin Yaa Rabb al-‘Alamiin.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI……… iii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……… 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 7

D. Review Studi Terdahulu……… 8

E. Metodologi Penelitian……… 10

F. Sistematika Penulisan……… 12

BAB II. TINJAUAN UMUM TRANSAKSI VALUTA ASING A. Pengertian Transaksi Valuta Asing……… 14

B. Tujuan dan Fungsi Transaksi Valuta Asing……… 16

C. Prinsip Transaksi Valuta Asing……… 27

D. Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing……… 28

BAB III. KONSEP TRANSAKSI VALAS DALAM TINJAUAN SYARIAH A. Pengertian Bai’ al-Sharf……….… 27

B. Dasar Hukum Bai’ al-Sharf ………...… 28

(7)

D. Macam-macam Bai’ al-Sharf dalam Perspektif Syariah... 39

BAB IV. PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk A. Praktik Transaksi Valas di Bank Muamalat……… 45

B. Peluang dan Tantangan Pengembangan Produk Valas di Bank Muamalat…………... 52

C. Peluang pengembangan Islamic Swap di Bank Muamalat… 56 D. Analisis Penulis... 59

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan……… 61

B. Saran……… 66

DAFTAR PUSTAKA……… 69

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran. Salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu adalah barter, dimana barang saling dipertukarkan. Rasulullah SAW. menyadari kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan sistem pertukaran barter ini. Beliau kemudian menggantinya dengan sistem pertukaran melalui uang. Oleh karena itu, Beliau menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka.1

Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation. Hal ini karena spekulasi tidak diperbolehkan. Uang pada hakekatnya adalah milik Allah SWT. yang diamanahkan kepada kita untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan kita dan masyarakat. Oleh karenanya, menimbun uang dibawah bantal (dibiarkan tidak produktif) tidak dikehendaki karena berarti mengurangi jumlah uang yang beredar. Dalam pandangan Islam, uang adalah flow concept, karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik perekonomian.

1

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2, Terjemahan Drs. Soeroyo, M.A dan Drs. Nastangin (Yogyakarta: Penerbit dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 73

(9)

Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk melakukan musyarakah atau mudharabah, yaitu bisnis dengan sistem bagi hasil. Bila ia tidak ingin mengambil resiko yang mungkin timbul karena ber-musyarakah atau ber-mudharabah, Islam sangat menganjurkan untuk melakukan qardh, yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun, karena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba.2

Suku bunga atau riba sangat berpengaruh terhadap ketidakstabilan ekonomi dunia saat ini. Menurut Friedman (dalam Chapra, 1996): attributed the unprecedentedly erratic behavior of the US economy to the erratic behavior of

interest rates. Tingginya volatilitas dari suku bunga mengakibatkan tingginya tingkat ketidakpastian (uncertainty) dalam financial market sehingga investor tidak berani untuk melakukan investasi-investasi jangka panjang. Akibat dari ketidakpastian ini menggiring borrower maupun lender lebih mempertimbangkan pinjaman maupun investasi jangka pendek, yang pada gilirannya membuat investasi-investasi jangka pendek yang berbau spekulasi lebih menarik, sehingga masyarakat lebih senang mengambil keuntungan pada pasar-pasar komoditi, saham, valuta asing dan keuangan. Keadaan tersebut membuat pasar-pasar tersebut semakin aktif dan memanas yang merupakan salah satu penyebab ketidakstabilan ekonomi dunia saat ini. Berdasarkan survey yang dilaksanakan oleh Bank for International Settlement (BIS), total turnover perdagangan valuta

2

(10)

asing mencapai $1,230 milliar per hari kerja pada bulan April 1995, yang berbeda jauh dibandingkan turnover pada bulan April 1989 yang masih $620 milliar per hari kerja. Meningkatnya turnover terutama disebabkan meningkatnya derivatives contract (futures and options). Diperkirakan sampai dengan akhir Maret 1995, volume harian sebesar $839 milliar yang jauh lebih besar dibandingkan volume harian ekspor dan impor yang hanya mencapai $26.3 milliar. Allais (1993) juga menemukan bahwa speculative cash flow dari Negara-negara G-7 adalah 34 kali dibandingkan flows untuk transaksi perdagangan barang maupun jasa.3

Meskipun tidak menyebut secara eksplisit, undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan sebenarnya telah cukup memberikan keleluasaan bagi bank syariah untuk mengembangkan sendiri produknya, sebab undang-undang itu hanya mengikat sistem perbankan konvensional. Hal itu dapat dilihat, baik dari sisi teoritis maupun praktis, perbankan syariah telah mendapat tempat khusus. Sebagai contoh dalam perpajakan ada ketentuan yang tidak mengenakan pajak jual-beli atas penjualan oleh sebuah bank syariah, sepanjang penjualan itu merupakan bisnis murni bank syariah, karena memang prinsip operasinya mengharuskan seperti itu. Oleh karena itu secara teoritis semestinya produk bank syariah telah berkembang karena Bank Muamalat telah didirikan sejak tahun 1992. Tetapi mengapa hanya Murabahah dan Bai’ Bitsaman Ajil (jual beli secara

3

(11)

kredit) saja yang terus-menerus dipergunakan, seperti tidak ada produk lain yang bisa dikembangkan?

Nampaknya karena kritik tersebut, pada tahun 1997 Bank Muamalat melakukan workshop interen untuk mengembangkan sendiri produknya, dan tidak lagi “mengekor” kepada produk-produk Bank Islam Malaysia Berhad. Para narasumber didatangkan dan berbagai sumber digali, baik dalam bidang fiqih, ekonomi, perbankan maupun akuntansi. Semua kemungkinan dijajaki dan diuji, paling tidak dalam tataran teori. Hasilnya lumayan mengejutkan. Dari lokakarya itu ditemukan bahwa selama ini apa yang diterapkan dalam produk-produk, baik liabilitas, aset maupun jasa ternyata telah mengambil jalan yang lumayan berbeda dari produk asli syariah. Manajemen kemudian bertekad untuk memperbaiki yang ada dan mengembangkan produk-produk syariah yang selama ini tidak “tersentuh.” Ternyata pengembangan produk syariah ke perbankan tidak semudah yang diduga. Perdebatan yang tadinya hanya berkisar tentang hal-hal kecilseperti penentuan harga terhadap nasabah, berkembang menjadi masalah berat seperti

(12)

para karyawan, pengembangan produk tidak lagi menjadi tanggung jawab sebuah divisi, tetapi inter-divisi dan bahkanbank secara keseluruhan.4

Salah satu pendekatan yang juga mempengaruhi pengembangan produk bank syariah adalah ambivalensi bank syariah yang berada diantara sektor riil dan moneter. Disatu sisi, kata “bank” sendiri sudah menunjukkan bahwa lembaga ini memang bergerak di bidang finansial alias moneter. Adalah logis jika kemudian produk-produknya, termasuk dalam hal ini produk bank syariah, mengikuti perkembangan produk finansial. Disisi lain para penulis ekonomi Islam umumnya menggariskan bahwa Islam tidak mengenal perbedaan antara sektor moneter dan sektor riil. Sektor moneter merupakan bayangan atau cermin dari sektor riil. Jika sektor riilnya tidak ada maka bagaimana ada sektor moneter? Oleh karena itu penciptaan produk finansial yang terlepas dari produk riil akan mengakibatkan derivasi yang menyebabkan timbulnya bubble economics.

Ambivalensi seperti ini mengakibatkan pengembangan produk, terutama derivative, menjadi lambat jika tidak terhenti sama sekali. Ada dua kutub yang sama-sama dipelajari bank syariah di Indonesia dan masing-masing memiliki pengaruhnya, yaitu Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) dan bank-bank Islam Timur Tengah. BIMB, meskipun banyak dikritik karena sikap akomodatifnya terhadap produk derivatif, berhasil merekayasa banyak produk sektor perbankan

4

(13)

dan keuangan Islam. Misalnya ada Pasar Uang Antar Bank Islam, Obligasi Islam,

Islamic Futures, Islamic Option, Islamic Swap, Islamic Securitization dan sebagainya. Sementara bank-bank di Timur Tengah, meskipun mengklaim sebagai pelaksana produk syariah secara konsisten, lambat mengembangkan pasar uangnya.5

Bank Muamalat saat ini masih terbatas dan masih kaku. Hal ini disebabkan di Bank Muamalat hanya menerapkan transaksi spot dalam transaksi valas, sedangkan transaksi valas yang bukan spot seperti transaksi forward, swap, dan option tidak diperbolehkan. Karena mengacu pada fatwa MUI No.28/DSN-MUI/III/2002 bahwa seluruh transaksi valuta asing yang bukan spot adalah haram, maka forward transaction dan swap adalah haram. Namun banyak pendapat yang membenarkan transaksi swap secara Islam. Seperti halnya di Malaysia, Bahrain, Qatar, dan di negara-negara Arab lainnya yang menerapkan

Islamic Swap dalam transaksi valas guna meng-hedging kekayaan perusahaan terhadap penurunan nilai tukar valuta asing dalam perdagangan internasional.

Saat ini, nilai transaksi harian yang ada di pasar uang mencapai US$1miliar-US$2miliar. Dari jumlah itu, sekitar 30%-40% diperkirakan merupakan transaksi yang bersifat spekulatif. Direktur Direktorat Pengendalian Devisa Bank Indonesia (BI) Rasmo Samiun mengatakan itu di Jakarta, kemarin.

5

(14)

Menurutnya, Peraturan Bank Indonesia No.7/14/2005 mengenai transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing (valas) dikeluarkan dengan tujuan yang sejalan dengan tujuan utama BI, yaitu menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dengan cara meminimalisasi transaksi yang bersifat spekulatif.6

Berdasarkan dari latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan pengkajian lebih dalam tentang praktik valas dalam dunia perbankan dilihat dari perspektif Islam kedalam sebuah skripsi yang berjudul

PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk. Dengan tujuan agar dapat diperoleh gambaran tentang permasalahan tersebut, hingga nantinya dapat dimanfaatkan dalam rangka memperluas khazanah kajian mengenai Bank Syariah.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, maka perlu membatasi masalah hanya pada:

1. Jenis produk valas dalam pembahasan ini adalah produk sharf yang diberikan Bank Muamalat kepada masyarakat.

2. Peluangnya berupa permintaan nasabah yang semakin meningkat, dan tantangannya berupa fluktuasi valas yang cukup tinggi.

6

(15)

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana operasionalisasi jual beli valas di Bank Muamalat?

2. Bagaimana peluang dan tantangan pengembangan produk valas di Bank Muamalat?

3. Manakah di antara jenis produk valas yang berpeluang untuk dikembangkan di Bank Muamalat?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuannya adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui operasionalisasi jual beli valas di Bank Muamalat.

2. Untuk mengetahui peluang dan tantangan dalam mengembangkan produk valas di Bank Muamalat.

3. Untuk mengetahui jenis produk valas yang berpeluang dikembangkan di Bank Muamalat.

Adapun manfaatnya yaitu:

a. Bagi penulis sendiri, hal ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai produk sharf yang diberikan Bank Muamalat.

b. Bagi pihak Bank Muamalat, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan suatu kebijakan mengenai operasionalisasi jual beli valas.

(16)

D. Review Studi Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan, telah banyak judul penelitian yang telah membahas topik ini antara lain sebagai berikut:

Judul skripsi “Analisis Risiko Pasar Sharf (Foreign Exchange Rate) pada Bank Syariah Mandiri” studi kasus di Bank Syariah Mandiri cabang Pondok Indah Jakarta Selatan. Oleh: Syatria Rahman, (No. skripsi 2 SJM 2008). Permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini mengenai konsep manajemen risiko di dalam pasar sharf (foreign exchange rate), praktek pemberlakuan manajemen risiko tersebut di Bank Syariah Mandiri, dan sejauhmana kesesuaian antara konsep dan praktek manajemen risiko pasar sharf di Bank Syariah Mandiri.

Judul skripsi “Valuta Asing Menurut Hukum Ekonomi Islam” Oleh: Syamsul Rizal, (No. Skripsi 59 SJM 2005). Permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini mengenai pandangan hukum ekonomi konvensional terhadap valuta asing, pandangan hukum ekonomi Islam terhadap praktek atau operasionalisasi valuta asing dalam perekonomian antar negara, dan pandangan hukum ekonomi Islam terhadap valuta asing.

(17)

Mandiri, serta kendala atau hambatan yang dialami oleh Bank Syariah Mandiri dalam proses pemberlakuan dan persyaratan Al-Sharf.

Namun dalam penelitian ini penulis buat sangat berbeda dengan ketiga penelitian di atas, disini penulis membahas tentang bagaimana operasionalisasi jual beli valas di Bank Muamalat, bagaimana peluang dan tantangan pengembangan produk valas di Bank Muamalat, manakah diantara jenis produk valas yang berpeluang untuk dikembangkan di Bank Muamalat.

Artinya dalam skripsi ini penulis ingin menjelaskan upaya mengantisipasi fluktuasi mata uang khususnya bagi para pelaku pasar domestik.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi, yaitu gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat yang berkenaan dengan hubungan antar fenomena yang diteliti. Disini penulis menggambarkan permasalahan dengan didasari pada data yang ada.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan penulis adalah melakukan studi kasus di Bank Muamalat Indonesia yang berlokasi di Gedung Artha loka Lt. 5 Jl. Jendral Sudirman No. 2 Jakarta.

(18)

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber data, yaitu:

a. Data Primer

Sumber pokok data penulisan ini diperoleh langsung dari perusahaan yang penulis pilih baik dokumen ataupun informasi dari wawancara. b. Data Sekunder

Sumber data lainnya penulis ambil dari literatur kepustakaan seperti buku, majalah, media tulis serta media elektronik yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara, penulis menggunakan wawancara untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan hal yang berkaitan dengan transaksi valas. Wawancara ini dilakukan dengan kepala bagian Treasury Officer di Bank Muamalat.

b. Studi Pustaka, yaitu mengadakan kajian dengan menelaah dan menelusuri literatur yang berkenaan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku, majalah, artikel, dan lain sebagainya. Langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan studi kepustakaan ini adalah dengan cara membaca, mengutip dan menganalisa serta merangkum hal-hal yang diperlukan.

(19)

Dalam mengolah dan menganalisa data, penulis menggunakan metode

content analysis, yaitu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable),7 dan shahih data dengan memperhatikan konteksnya. Selain itu, penulis juga menggunakan metode komparatif, jadi penulis akan membandingkan kedua batasan masalah setelah dilakukan analisis isi.

6. Teknik Penulisan Laporan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Press, 2007”.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi yang merupakan laporan hasil penelitian, terdiri atas :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TRANSAKSI VALUTA ASING

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Tinjauan umum Transaksi Valuta Asing, yang mencakup pengertian Transaksi Valuta

7

(20)

Asing, Tujuan dan Fungsi Transaksi Valuta Asing, Prinsip Transaksi Valuta Asing, serta Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing.

BAB III KONSEP TRANSAKSI VALAS DALAM TINJAUAN SYARIAH

Pada bab ini membahas tentang Pengertian Bai’ al-Sharf, Dasar Hukum Bai’ al-Sharf, Syarat-syarat Bai’ al-Sharf, dan Macam-macam

Bai’ al-Sharf dalam perspektif syariah.

BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk

Pada bab ini menjelaskan hasil dari penelitian yaitu Praktik Transaksi Valas di Bank Muamalat, Peluang dan Tantangan Pengembangan Produk Valas di Bank Muamalat, dan Peluang Pengembangan Islamic Swap di Bank Muamalat.

BAB V PENUTUP

Bab ke 5 ini menjelaskan tentang Kesimpulan, Saran–saran.

(21)

BAB II

TINJAUAN UMUM TRANSAKSI VALUTA ASING

A. Pengertian Transaksi Valuta Asing

Adapun yang dimaksud dengan transaksi dalam kamus istilah ekonomi, adalah suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan hak atau kewajiban menurut hukum, misalnya transaksi jual-beli, sewa-menyewa, dan sebagainya.8

Dalam Ensiklopedi Umum, valuta diambil dari bahasa Italia yang berarti nilai uang, kurs wesel, devisa atau alat-alat pembayaran luar negeri.9

Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian valas adalah nilai uang, alat pembayaran yang dijamin oleh cadangan emas atau perak yang ada di bank pemerintah.10

Sedangkan dalam Kamus Ekonomi Bisnis dan Perbankan, valuta asing adalah mata uang (currency) negara lain atau kertas dagang (commercial paper) yang dibayarkan dengan mata uang lain atau valuta asing disebut juga Foreign

8

Wien’s Anorga, Kamus Istilah Ekonomi, Ed. Pertama, (Bandung: M2S Bandung, 2004), h. 516

9

Yayasan Kanisius, Valuta, (Yogyakarta: Ensiklopedi Umum, 1997), h. 146

10

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Depdikbud-Balai Pustaka), h. 1001

(22)

Exchange, yaitu suatu pertukaran (exchange) mata uang dan atau kertas dagang suatu negara dengan mata uang negara lain.11

Adapun transaksi valuta asing dapat diartikan sebagai kesepakatan atau perjanjian antara dua pihak untuk mempertukarkan (jual/beli) mata uang yang dimilikinya. Istilah yang lebih umum dalam pertukaran dalam valuta tersebut adalah jual beli valuta asing.12

Nilai tukar (exchange rate) atau kurs valuta asing itu sendiri adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain.13

Forex kependekan dari Foreign Exchange, atau pertukaran dari nilai mata uang yang berbeda, kegiatan forex tanpa disadari maupun sadar, sering dilaksanakan oleh semua orang didunia, bila seseorang berpergian keluar negeri pasti ia menukarkan mata uangnya dengan mata uang negara yang ia tuju. Atau contoh lain akibat dari kegiatan ekspor-impor, kebutuhan pasar serta institusi bank, pasti melakukan kegiatan tukar-menukar mata uang.

Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu bursa atau pasar yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan

11

(23)

dan penawarannya. Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang. Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang berbeda nilai.

Yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperti dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Apabila antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor dari luar negeri.14

Dengan demikian akan timbul penawaran dan permintaan di bursa valuta asing. Setiap negara berwenang penuh menetapkan kurs uangnya masing-masing (kurs adalah perbandingan nilai uangnya terhadap mata uang asing) misalnya 1 dolar Amerika = Rp. 10.000. Namun kurs uang atau perbandingan nilai tukar setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-masing. Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan di Bursa Valuta Asing

B. Tujuan dan Fungsi Transaksi Valuta Asing

Tujuan transaksi valuta asing terbagi dua, yaitu:

14

(24)

1. Tujuan transaksi valuta asing bagi bank adalah sebagai berikut:15

a. Memberikan alternatif (kemungkinan-kemungkinan) yang paling baik kepada nasabah sehubungan dengan adanya penyeberangan suatu mata uang kepada mata uang yang lain, misalnya memberikan rate yang kompetitif, bersedia melakukan transaksi dalam jumlah dan jatuh tempo yang diinginkan nasabah.

b. Untuk memelihara posisi bank terhadap atas mata uang asing. c. Menghasilkan laba bagi bank.

2. Sedangkan tujuan dari transaksi valuta asing bagi nasabah atau investor adalah untuk mencari keamanan dan likuiditas disamping peluang untuk memperoleh pendapatan bunga. Hal tersebut karena dana yang diinvestasikan adalah kelebihan dana sementara dan biasanya dibutuhkan dalam waktu singkat untuk membayar pajak, gaji, dividen, dan sebagainya. Dengan alasan ini, maka investor pasar uang sangat sensitif terhadap risiko.16

Adapun fungsi transaksi valas adalah sebagai berikut:17 1. Transfer daya beli

Transfer daya beli (transfer of purchasing power) sangat diperlukan terutama dalam perdagangan internasional dan transaksi modal yang biasanya

15

(25)

melibatkan pihak-pihak yang tinggal di negara yang memiliki mata uang yang berbeda.

2. Penyediaan kredit

Pengiriman barang antar negara dalam perdagangan internasional membutuhkan waktu. Oleh karena itu, harus ada suatu cara untuk membiayai barang-barang dalam perjalanan pengiriman tersebut termasuk setelah barang sampai ketempat tujuan yang biasanya memerlukan beberapa waktu untuk kemudian dijual kepada pembeli.

Salah satu contoh sumber alternatif yang pertama dalam penyediaan kredit adalah dalam hal transaksi mobil Toyota, eksportir Jepang memberikan kredit kepada importir Australia dengan atau tanpa dikenakan bunga. Sumber yang kedua adalah importir Australia membayar tunai biaya pengapalan dari Jepang dan membiayai mobil-mobil importir tersebut dengan perpanjangan pembayaran yang normal. Sumber yang ketiga adalah pasar valas menyediakan sumber kredit ketiga seperti banker’s acceptance dan L/C untuk membiayai perdagangan.

3. Mengurangi risiko valas

(26)

misalnya terjadi perubahan kurs yang tiba-tiba sehingga mempengaruhi besarnya keuntungan yang telah diperkirakan.

C. Prinsip Transaksi Valuta Asing

Prinsip pokok dalam transaksi valas adalah sebagai berikut:18

a. Pengertian kurs jual dan kurs beli selalu dilihat dari kepentingan atau kepentingan pihak bank atau Money Changer atau pedagang valas.

b. Kurs jual selalu lebih tinggi daripada kurs beli atau sebaliknya, kurs beli selalu lebih rendah dari kurs jual.

c. kurs jual/kurs beli suatu mata uang (valas) adalah sama dengan kurs beli/kurs jual mata uang (valas) lawannya. Dengan kata lain, kurs jual/kurs beli USD sama dengan kurs beli/kurs jual Rupiah.

D. Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing a. Transaksi Spot

Transaksi spot (spot transaction) adalah jual/beli valuta untuk penyerahan yang dilakukan dua hari kerja setelah tanggal kontrak (persetujuan).

Contoh: bila kontrak ditutup pada tanggal 18 Desember 1991 maka penyerahan dana dilakukan pada tanggal 20 Desember 1991. Bila dua hari setelah tanggal kontrak jatuh pada hari libur, maka tanggal penyerahan diundurkan sampai hari pertama kerja setelah hari libur tersebut. Misalnya

18

(27)

kontrak tanggal 7 Maret 1991 (Kamis), tanggal penyerahan adalah 11 Maret 1991 (Selasa), karena tanggal 9 Maret adalah hari Sabtu dimana pasar valuta tidak beroperasi, dan tanggal 10 Maret 1991 merupakan hari Minggu.19

b. Transaksi Forward

Transaksi forward (forward transaction/transaksi berjangka) adalah jual beli valuta untuk penyerahan beberapa saat di masa yang akan datang di mana harga untuk penyerahan di masa yang akan datang tersebut telah ditentukan pada saat kontrak dibuat.

Tujuan dilakukannya forward transaction antara lain untuk:20

a. Hedging/covering, adalah suatu usaha untuk menghindari risiko yang ditimbulkan dari fluktuasi nilai tukar valuta (hedging risk). Contoh: PT. X memiliki kewajiban dalam mata uang USD 90 hari yang akan datang (katakanlah untuk keperluan negosiasi L/C impor). Saat ini terjadi kecenderungan nilai tukar USD makin kuat (Rupiah makin melemah). Untuk itu, PT. X dapat melakukan pembelian USD forward 90 hari. Misalnya harga spot sekarang adalah 1797 dan kurs forward-nya adalah 1837. Dengan menutup forward contract saat ini, PT. X tidak perlu khawatir terhadap kenaikan USD yang terus-menerus, karena pada saat tanggal penyerahan tiba, PT. X tetap hanya membayar kurs 1837 untuk

19

Jopie Jusuf, Panduan Dasar untuk Account Officer, h. 87

20

(28)

mendapatkan USD-nya. Walaupun disebut “menghindari risiko”, tindakan

hedging ini belum tentu menguntungkan. Misalnya PT. X telah menutup transaksi forward USD 90 hari dengan kurs 1837. Bila pada saat jatuh tempo ternyata kurs USD adalah 1900 maka PT. X untung sebesar 63 point per USD (sebab PT. X tetap membayar 1837), tetapi bila ternyata kurs USD pada saat itu adalah 1800, maka PT. X sebenarnya rugi sebesar 37 point karena ia tetap harus membayar 1837 setiap USD yang dibeli. b. Spekulasi, yaitu untuk memperoleh keuntungan dari kenaikan nilai tukar

dua mata uang. Contoh: Tuan A memperkirakan bahwa akan terjadi devaluasi (penurunan nilai tukar satu mata uang domestik terhadap mata uang asing tertentu yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang berlaku dalam sistem nilai tukar tetap) dalam waktu 90 hari lagi. Ia dapat mengambil untung dari hal tersebut jika perkiraannya memang menjadi kenyataan dengan membeli USD forward selama 90 hari. Misalnya ia menutup forward contract dengan kurs 1850, bila benar-benar terjadi devaluasi dan kurs menjadi 2000, tuan A akan memperoleh laba sebesar 150 (2000-1850) per USD.

c. Transaksi Swap

(29)

pembelian kembali valuta tersebut di waktu yang akan datang (tanggal valuta forward).21

Hal yang terpenting dalam transaksi swap adalah posisi transaksi spot harus berlawanan dengan posisi transaksi forwardnya. Sebagai contoh dalam transaksi swap, apabila transaksi spotnya berupa transaksi spot beli maka posisi transaksi forwardnya haruslah transaksi forward jual. Sebaliknya apabila posisi transaksi spotnya adalah berupa transaksi spot jual, maka posisi transaksi forwardnya harus berupa transaksi forward beli.

Dilihat dari posisi transaksi spot dan posisi transaksi forward maka transaksi swap ada dua macam:22

a. Transaksi Swap Jual/Beli atau transaksi Swap Sell/Buy, adalah transaksi swap dimana transaksi spotnya berupa transaksi spot jual dan transaksi forwardnya berupa transaksi forward beli. Transaksi swap ini dapat juga disebut dengan transaksi Swap S/B.

b. Transaksi Swap Beli/Jual atau transaksi Swap Buy/Sell, adalah transaksi swap dimana transaksi spotnya berupa transaksi spot beli dan transaksi forwardnya berupa transaksi forward jual. Transaksi swap ini dapat juga disebut dengan transaksi Swap B/S.

Kegunaan transaksi swap antara lain:

21

Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, h. 138

22Ibid.

(30)

a. Hedging/lindung nilai merupakan kegiatan untuk melindungi kekayaan perusahaan dari gejolak harga yang terjadi di pasar. Misal PT. Titan Internasional mendapat utang luar negeri sebesar USD 1.000.000,- jangka waktu utang tersebut adalah satu tahun. Jadi tahun depan PT. Titan Internasional harus mengembalikan utang tersebut dalam bentuk USD tentunya. Utang tersebut rencana digunakan untuk memperkuat modal kerja PT. Titan Internasional. Modal kerja yang diperlukan adalah dalam valuta Rupiah, maka PT. Titan Internasional harus menukar dana pinjaman yang diterimanya dalam bentuk USD ke dana Rupiah. PT. Titan Internasional dapat menjual USD yang diterima sekarang dan digunakan untuk modal kerja, satu tahun kemudian saat PT. Titan Internasional harus membayar utangnya, dia bisa membeli USD untuk membayar utangnya. Jika cara ini digunakan oleh PT. Titan Internasional, maka dia akan menghadapi risiko kenaikan kurs USD/IDR pada saat membeli kembali valuta USD satu tahun yang akan datang. Pada saat itu kurs USD/IDR dapat naik sehingga mengakibatkan PT. Titan Internasional dapat menanggung kerugian karena selisih kurs pada saat dia menjual USD-nya dengan kurs pada saat dia membeli kembali USD tersebut untuk membayar utang.

(31)

tahun. Dengan melakukan transaksi swap sell/buy berarti PT.Titan Internasional menjual USD yang diterimanya sekarang sehingga dapat digunakan sebagai tambahan modal kerja sekaligus dia membeli USD tersebut satu tahun yang akan datang dengan kurs yang telah ditentukan sekarang. Karena kurs sudah ditentukan sekarang maka apabila kemudian satu tahun yang akan datang ternyata kurs USD/IDR naik tinggi maka hal ini tidak merugikan PT.Titan Internasional. Tindakan PT.Titan Internasional melakukan transaksi swap ini dapat dikategorikan sebagai tindakan hedging atau lindung nilai yaitu tindakan melindungi posisinya yang muncul dari utang dari kemungkinan kerugian akibat pergerakan kurs di pasar valuta asing.

b. Trading atau mencari keuntungan, dimana transaksi swap dapat juga digunakan sebagai salah satu sarana dalam mencari keuntungan karena pergerakan kurs di pasar valuta asing.

(32)

melakukan transaksi swap sell/buy untuk mendapatkan dana rupiah dan memanfaatkan kelebihan dana USD yang ada padanya.

d. Transaksi Option

Option secara umum dapat diartikan sebagai suatu instrumen keuangan yang memberi pemegangnya hak untuk membeli atau menjual sesuatu yang diperjanjikan (undelying assets) dalam jumlah tertentu pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang dan atau sebelumnya (exercise date) dengan harga yang sudah ditentukan (exercise price/strike price).23

Beberapa point penting yang menggambarkan transaksi option yaitu:

a. Option memberi pemegangnya hak bukan kewajiban untuk membeli atau menjual sesuatu. Pemegang option tidak bisa dipaksa untuk membeli atau menjual satu barang yang diperjanjikan tersebut.

b. Hak untuk membeli atau menjual satu barang tersebut hanya bisa dilaksanakan pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang atau sebelumnya. Tergantung dari jenis option yang dipegang, ada option yang mengatur bahwa hak untuk membeli atau menjual satu barang bisa dilaksanakan pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang tidak dapat dilaksanakan sebelum waktu yang ditentukan tersebut. Ada pula jenis option yang hak untuk membeli atau menjualnya dapat dilaksanakan sebelumnya.

23

(33)

c. Apabila pemegang option melaksanakan haknya untuk membeli atau menjual satu barang tertentu maka barang yang dibeli atau dijual tersebut sudah ditentukan sebelumnya (biasanya ditentukan pada saat transaksi option dilakukan) tidak peduli berapa harga pasar barang tersebut saat pelaksanaan hak. Jadi harga yang dipakai saat pelaksanaan hak sudah ditentukan sebelumnya dan bukan harga pasar barang tersebut saat itu.

Contoh 1: Bank A mengeluarkan option yang memberikan pemegangnya hak untuk membeli (Call Option) USD/IDR sebesar USD 1.000.000,- dengan kurs 10.000,- pada satu tahun yang akan datang. Dengan memegang option yang dikeluarkan oleh Bank A tersebut maka satu tahun yang akan datang orang yang memegang option tersebut berhak (bukan keharusan) membeli USD 1.000.000,- ke Bank A dengan harga atau kurs 10.000,- tidak perduli harga atau kurs USD/IDR yang berlaku di pasar saat itu. Contoh 2: Bank B mengeluarkan option yang memberikan pemegangnya hak untuk menjual (Put Option) USD/IDR sebesar USD 1.000.000,- dengan kurs 10.000,- pada satu tahun yang akan datang. Dengan memegang option yang dikeluarkan oleh Bank B tersebut maka satu tahun yang akan datang orang yang memegang option tersebut berhak (bukan keharusan) menjual USD 1.000.000,- ke Bank B dengan harga atau kurs 10.000,- tidak perduli harga atau kurs USD/IDR yang berlaku di pasar saat itu.24

24

(34)

BAB III

KONSEP TRANSAKSI VALAS DALAM TINJAUAN SYARIAH

A. Pengertian Bai’ al-Sharf

Arti harfiah dari sharf25 adalah penambahan, pertukaran, penghindaran, pemalingan, atau transaksi jual beli. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing), dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis (misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya).

Sharf yaitu pertukaran/jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran.26

Ulama fikih mendefinisikan sharf adalah sebagai memperjualbelikan uang dengan uang yang sejenis maupun tidak sejenis. Dalam literatur fikih klasik, pembahasan ini ditemukan dalam bentuk jual beli dinar dengan dinar, dirham dengan dirham, atau dinar dengan dirham. Satu dinar menurut Syauqi Isma'il

25

Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 1997), h. 1610-1612

26

Achmad Baraba, Prinsip Dasar Operasional Perbankan Syariah, h. 6, Artikel di akses pada 23 Januari 2008 dari http://www.vibiznews.com

(35)

Syahatah (ahli fikih dari Mesir), bernilai 4,51 gram emas. Menurut jumhur ulama, 1 dinar adalah 12 dirham dan menurut ulama mazhab Hanafi, 10 dirham. Perbedaan harga dinar tersebut terjadi karena fluktuasi mata uang pada zaman mereka masing-masing.27

Pada masa kini, bentuk jual beli ini banyak dijumpai dilakukan oleh bank-bank devisa atau para money changer, misalnya jual beli rupiah dengan dollar Amerika Serikat atau dengan mata uang asing lainnya.

B. Dasar Hukum Bai’ al-Sharf

Dasar hukum keabsahan melakukan jual beli uang (sharf) terdapat dalam al- Qur’an. Firman Allah SWT:

Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS.Al- Baqarah:275) Ayat ini menegaskan halalnya akad jual beli dan haramnya riba. Berdasarkan ketentuan ini, jual beli mata uang (al-sharf) adalah dapat dibenarkan dan telah mendapatkan pengakuan dari syara’ selama dalam jual beli tersebut tidak ada unsur riba dan oleh karena itu lembaga keuangan syariah dapat menerapkan dalam operasionalnya.28

27 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata hukum Perbankan

Indonesia, Cet. III, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), h. 88

28

(36)

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli ada empat, yaitu:29

a. ada orang yang berakad (penjual dan pembeli) b. ada ijab qabul

c. ada barang yang dibeli

d. ada nilai tukar pengganti barang

Dan syarat-syarat jual beli adalah sebagai berikut:

a. Syarat orang yang berakad, yaitu berakal dan yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli. Misalnya, Ahmad menjual sekaligus membeli barangnya sendiri. Jual beli seperti ini adalah tidak sah.

b. Syarat yang terkait dengan ijab qabul, yaitu dengan melakukan ijab qabul maka ada kerelaan kedua pihak dalam bertransaksi.

c. Syarat barang yang dijualbelikan:

1. barang itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. Misalnya, barang di gudang dan dalam proses pabrik ini dihukumkan sebagai barang yang ada.

29

(37)

2. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. oleh sebab itu, bangkai, khamar dan darah tidak sah menjadi obyek jual beli karena dalam pandangan syara’ benda-benda seperti itu tidak bermanfaat bagi muslim. 3. Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak

boleh dijualbelikan, seperti memperjualbelikan ikan di laut atau emas dalam tanah, karena ikan dan emas itu belum dimiliki penjual.

4. Boleh diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.

d. Syarat-syarat nilai tukar (harga barang):

1. Harga yang disepakati kedua belah pihak, harus jelas jumlahnya.

2. Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum, seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar kemudian (berutang), maka waktu pembayarannya harus jelas. 3. Apabila jual beli itu saling mempertukarkan barang, maka barang yang

dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara’, seperti babi dan khamar, karena kedua jenis benda initidak bernilai dalam syara’. Dasar hukum keabsahan jual beli mata uang (sharf) juga terdapat pada hadis Nabi SAW. sebagai berikut:30

30

(38)

! " #

$#%& "'$

($ " )*+

)*+ " ,-.

,-.

/ 0 / 0 " $01 $01 " $#%&

23# 43ی 26 7 46 8 29:0 4;:

23# 43ی < = > !1?ﺵ A#= %# B C ﺹD E.- + 1F >GB

H

! 7 E "

I

Dari Ubadah bin Shamit r.a. beliau berkata: Rasulullah saw. bersabda: emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, padi ditukar dengan padi, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam dalam jumlah yang sama dan serah terimanya pada saat itu juga. Apabila jenisnya berbeda-beda, maka juallah sesuka hatimu asalkan dengan tunai dan langsung serah terimanya. Diriwayatkan oleh muslim.

(Muslim:5/45)

Jelas sekali penegasan dengan sabdanya, ”harus sama ukurannya, dan sama nilainya” itu. Dalam hadits tersebut terdapat dalil yang menunjukkan pengharaman lebih sesuatu yang sama jenisnya dari enam macam yang disebutkan dalam nash hadits tersebut. Adapun haramnya riba bagi semuanya itu menjadi pendapat ulama seluruhnya.

(39)

Adapun jika barang yang dijualbelikan tersebut berlainan jenis, maka diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang diserahkan pada saat akad, misalnya jual beli mata uang Rupiah dengan mata uang Dollar dengan kurs yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan diserahkan pada akad berlangsung. Sedangkan jual beli antara barang ribawi dengan barang yang bukan ribawi tidak disyaratkan untuk diserahkan pada saat akad.

Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Hurairah r.a.:31

$ی$-

J

Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata: Rasulullah saw. bersabda:”emas dengan emas, yang sama timbangannya, yang sama jenisnya, perak dengan perak yang sama timbangannya dan sama jenisnya. Barangsiapa yang melebihkannya atau meminta tambah, maka itu adalah riba.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Dalam hadits tersebut terdapat dalil yang menunjukkan kepada penentuan kadar dengan penimbangan bukan dengan kira-kira dan penafsiran saja. Akan tetapi, harus penentuannya dengan penimbangan itu. Sabdanya, “barangsiapa yang menambah” yaitu memberikan tambahan atau kelebihan atau

31

(40)

minta tambah, maka dia sudah berbuat riba yaitu mengerjakan perbuatan yang diharamkan dan sama-sama berdosa baik yang mengambil riba itu maupun yang memberinya.

Landasan hukum positif atas akad al-Sharf dalam praktik perbankan syariah ini dapat kita lihat dalam ketentuan pasal 37 ayat (1) huruf a PBI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yang intinya menyatakan bahwa bank syariah dapat pula melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf.32

Akad sharf dipraktikkan oleh bank syariah dalam produk jasa berupa tukar menukar mata uang asing dengan mendasarkan pada akad kurs jual dan kurs beli suatu mata uang. Pihak bank akan mendapatkan imbalan berupa selisih antara kurs jual dan kurs beli yang ada, ditambah dengan biaya-biaya administrasi yang besarnya ditentukan sesuai dengan kebijakan bank yang bersangkutan.33

C. Syarat-syarat Bai’ al Sharf

Menurut Syaikh 'Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, syarat-syarat sahnya jual beli sharf adalah sebagai berikut:34

(41)

kedua belah pihak harus bertransaksi (menerima barang) secara langsung sebelum keduanya berpisah. Hal ini untuk mencegah terjadinya riba nasi'ah, yaitu riba yang timbul karena adanya penangguhan penyerahan dan penerimaan barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Dalam perbankan konvensional, riba nasi'ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan, dan giro.

2. Kadar atau ukurannya harus sama. Yang dimaksud dengan kadarnya harus sama adalah apabila satu jenis dijual dengan jenis yang sama, seperti emas dijual dengan emas atau perak dijual dengan perak, sehingga adanya tamatsul

(kesamaan kadar) disyaratkan dalam jual beli ini, karena jual beli ini tidak boleh dilakukan kecuali jika kadarnya sama dan timbangannya pun sama. Adapun mata uang-mata uang yang ada pada saat ini seperti Riyal, Dinar dan Junaih ataupun lainnya, maka ini bertingkat-tingkat sesuai dengan harga tukarnya. Misalnya Riyal ditukar dengan harga yang lebih sedikit atau lebih banyak dari mata uang lainnya dengan syarat pembeli menerima barang secara langsung di tempat transaksi (qabadh).

(42)

Menurut ulama fikih, persyaratan yang harus dipenuhi dalam jual beli mata uang adalah sebagai berikut:35

1. Nilai tukar yang diperjualbelikan harus dikuasai langsung oleh masing-masing pihak. Nilai tukar yang diperjualbelikan harus telah dikuasai, baik oleh pembeli maupun penjual, sebelum keduanya berpisah badan. Penguasaan itu dapat berbentuk penguasaan secara material maupun secara hukum. Penguasaan secara material, misalnya pembeli langsung menerima dollar Amerika Serikat yang dibeli dan penjual langsung menerima uang rupiah. Sedangkan penguasaan secara hukum, misalnya pembayaran dengan menggunakan cek. Menurut para ahli fikih, syarat ini diperlukan untuk menghindari terjadinya riba An-nasi'ah (penambahan pada salah satu alat tukar). Apabila keduanya berpisah sebelum menguasai masing-masing uang penukaran berdasarkan nilai tukar yang diperjualbelikan, maka menurut mereka, akadnya batal karena syarat penguasaan terhadap obyek transaksi sharf itu tidak terpenuhi. Berpisah badan dalam hal ini harus benar-benar berpisah sebagaimana layaknya perpisahan antara seorang yang pergi dan yang tinggal. Apabila perpisahan itu dilakukan dengan pulang bersama, menurut ahli fikih, perpisahan belum dianggap sempurna, karena masih memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan oleh syara' (hukum Islam).

35

(43)

2. Kualitas dan kuantitas valuta yang diperjualbelikan harus sama bagi penukaran valuta yang sejenis. Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari jenis yang sama, maka jual beli mata uang itu harus dilakukan dalam mata uang sejenis yang kualitas dan kuantitasnya sama, sekalipun model dari mata uang itu berbeda. Misalnya, antara mata uang rupiah lembaran Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) ditukar dengan uang rupiah lembaran Rp 5.000 (lima ribu rupiah). Atau uang kertas ditukar dengan uang logam atau sebaliknya.

3. Khiyar syarat dilarang diperjanjikan dalam akad sharf; syarat itu menjadi batal bila diperjanjikan. Khiyar ru'yah dan khiyar 'aib tidak dilarang diperjanjikan. Dalam Sharf, tidak boleh dipersyaratkan dalam akadnya adanya hak khiyar syarat (khiyar) bagi pembeli. Yang dimaksudkan dengan khiyar syarat itu adalah hak pilih bagi pembeli untuk dapat melanjutkan jual beli mata uang tersebut setelah selesai berlangsungnya jual beli yang terdahulu atau tidak melanjutkan jual beli itu, yang syarat itu diperjanjikan ketika berlangsungnya transaksi terdahulu tersebut. Alasan tidak diperbolehkannya

khiyar syarat itu adalah selain untuk menghindari riba, juga karena hak khiyar

membuat hukum akad jual beli menjadi belum tuntas. Sedangkan salah satu syarat jual beli sharf adalah penguasaan valuta yang dipertukarkan sesuai dengan nilai tukar keduanya oleh masing-masing pihak. Dalam hal pada akad

(44)

membatalkan jual beli ketika pembeli telah melihat barang yang akan dibeli, sedangkan ketika akad berlangsung ia belum melihat barang tersebut sama sekali), dan khiyar 'aib (hak pilih bagi pembeli untuk membatalkan akad jual beli karena adanya cacat tersembunyi pada barang yang dibeli). Kedua bentuk

khiyar yang disebut terakhir ini tidak menimbulkan hal-hal yang dilarang

syara' (hukum Islam), karena tidak menghambat pemilikan dan penguasaan terhadap objek jual beli. Oleh sebab itu, apabila salah satu pihak menggunakannya, maka akad sharf itu tetap sah.

4. Penguasaan objek akad harus dilakukan secara tunai. Dalam akad sharf tidak boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang saling dipertukarkan, karena bagi sahnya sharf penguasaan objek akad harus dilakukan secara tunai (harus dilakukan seketika itu juga dan tidak boleh diutang) dan perbuatan saling menyerahkan itu harus telah berlangsung sebelum kedua belah pihak yang melakukan jual beli valuta itu berpisah badan. Akibat hukumnya, apabila salah satu pihak mensyaratkan tenggang waktu, maka akad sharf tersebut tidak sah, karena berarti terjadi penanggguhan pemilikan dan penguasaan objek akad sharf yang saling dipertukarkan itu.

(45)

Oleh sebab itu, ada beberapa akibat hukum yang ditimbulkan oleh syarat penguasaan objek akad secara tunai tersebut adalah sebagai berikut:36

Pertama, ibra (pengguguran hak) atau hibah. Apabila seseorang menjual dollarnya dengan rupiah, kemudian setelah pembeli menerima dollarnya, penjual menyatakan ibra atau menghibahkan haknya (rupiah dari pembeli), maka dalam hal ini terdapat dua kemungkinan, yaitu:

1.) Apabila pembeli menerima ibra atau hibah tersebut, maka gugurlah kewajibannya untuk menyerahkan rupiah sebagai alat untuk membeli dollar tersebut dan akad sharf pun menjadi batal. Karena salah satu objek sharf tidak bisa dikuasai, sehingga syarat akad sharf tidak terpenuhi.

2.) Apabila pembeli tidak mau menerima ibra atau hibah tersebut, maka ibra atau hibahnya tidak sah, sedangkan hukum sharf-nya tetap berlaku. Artinya, pihak pembeli wajib menyerahkan uang rupiahnya untuk membayar dollar tersebut. Namun, bila penjual enggan untuk menerima haknya tersebut, ulama fikih sepakat menyatakan bahwa ia harus dipaksa menerimanya.

Kedua, apabila salah satu pihak memberikan sesuatu yang melebihi kewajibannya dalam pertukaran objek sharf, menurut ulama fikih hal itu tidak boleh, karena merupakan riba.

Ketiga, apabila terjadi pengalihan utang kepada orang lain (hiwalah), misalnya salah satu pihak menunjuk orang lain menerima dan menguasai objek

36

(46)

sharf secara langsung di majelis akad, menurut ulama fikih, hukumnya boleh karena penguasaan terhadap objek sharf tersebut memenuhi syarat secara sempurna. Demikian juga hukumnya, apabila dalam menerima dan menguasai objek sharf yang menjadi hak salah satu pihak, dilakukan melalui seorang kafil

(penanggung jawab utang).

Keempat, terjadi saling pengguguran hak atau utang (Al Muqasah). Misalnya, seseorang menjual uang US$106 kepada pembeli dengan Rp 220.000. tetapi penjual tidak menerima uang sebesar Rp 220.000 tersebut, karena ia berutang kepada pembeli sejumlah itu. Dalam kasus seperti ini, apabila keberadaan utang penjual itu terjadi sebelum akad sharf, maka menurut jumhur ulama, hukumnya boleh bila disetujui oleh kedua belah pihak. Akan tetapi, Zufar Bin Qais, ulama fikih mazhab Hanafi, menyatakan tidak sah, karena unsur penguasaan terhadap objek sharf tidak nyata dan tidak terpenuhi. Namun, apabila utang terjadi setelah akad sharf, misalnya penjual menarik kembali uangnya secara paksa dan mengklaimnya sebagai utang kepada pembeli, maka menurut ulama fikih mazhab Hanafi, seperti Imam Sarakhsi (ahli ushul fikih), akad sharf

menjadi tidak sah karena pengguguran hak atau utang hanya berlaku bagi hak atau utang yang telah ada. Berbeda dengan pendapat tersebut, kebanyakan ahli fikih membolehkan pengguguran hak atau utang dalam akad sharf, seperti tersebut di atas, dengan cara memperbarui akad sharf, karena pada dasarnya akad

(47)

dengan cara saling menggugurkan hak atau utang sesuai dengan kesepakatan yang telah diambil kedua belah pihak.

D. Macam-Macam Bai’ al-Sharf dalam Perspektif Syariah

1. Transaksi Option

Transaksi option hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi). Contoh dari transaksi option, misalnya A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 1999. A memberikan hak kepada B untuk membeli dollar AS dengan kurs Rp 7.500 per dollar pada tanggal atau sebelum 30 Juni 1999, tanpa B berkewajiban membelinya. A mendapat kompensasi sejumlah uang untuk hak yang diberikannya kepada B tanpa ada kewajiban pada pihak B. Transaksi ini disebut call option, sebaliknya, bila A memberikan hak kepada B untuk menjual tanpa B berkewajiban menjualnya disebut put option.

Ulama kontemporer memandang hal ini sebagai janji untuk melakukan sesuatu (menjual atau membeli) pada kurs tertentu, dan ini tidak dilarang syariah. Namun, jelas saja transaksi ini bukan transaksi jual beli. Yang menjadi persoalan secara fiqih adalah adanya sejumlah uang sebagai kompensasi untuk melakukan janji tersebut.

(48)

sebelum 30 Juni 1999 dengan kurs Rp 8.500 per dollar dan tetap demikian dalam 21 hari kerja berturut-turut sebelum 30 Juni 1999.

Ulama kontemporer juga menolak hal ini. Pertama, karena ada kompensasi utang sebagaimana telah dijelaskan terdahulu. Kedua, karena jual beli yang pertama dikaitkan dengan option untuk menjual kembali. Dalam kaidah fiqih ini disebut jual beli bersyarat yang tidak lazim. B belum tentu bersedia untuk menjual US$ 1 juta pada kurs Rp 7.500 per dollar bila A tidak memberinya option berikutnya menjual kembali pada kurs Rp 8.500 per dollar, itupun bila syarat berikutnya terpenuhi.37

2. Transaksi Forward

Dalam transaksi sharf, penyerahan valuta harus dilakukan secara tunai (naqdan) dan tidak dapat dilakukan secara tangguh. Terkait ini, maka transaksi forward tidak dapat dibenarkan. Hal ini dikarenakan transaksi forward mirip dengan jual beli kali bi kali/nasi’ah bi nasi’ah/dain bi dain, yaitu menjual barang yang belum ada, karena jual beli dengan pembayaran dan penyerahan barang tertunda yang disebut juga dengan jual beli hutang dengan hutang.38 3. Transaksi Swap

Transaksi swap hukumnya haram. Singkatnya, swap dapat dikatakan gabungan antara transaksi spot dan transaksi futures atau forward. Salah satu

37

Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Cet.1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.133

38

(49)

transaksi swap adalah bila bank A dan bank B membuat kontrak untuk bertukar deposito rupiah terhadap dollar pada kurs Rp 7.500 per dollar pada 1 Januari 1999. Bank B menempatkan US$ 1 juta. Bank A menempatkan Rp 7,5 milyar. Pada 30 Juni 1999 (enam bulan kemudian) A membayar kembali US$ 1 juta, B membayar kembali Rp 7,5 milyar, terlepas dari kurs pasar saat itu. Ulama kontemporer juga menolak transaksi ini karena kedua transaksi ini terkait dan merupakan satu kesatuan. Bila yang satu dipisahkan dari orang lain, namanya bukan lagi swap.

Di Malaysia, transaksi swap dibolehkan. Tentunya swap yang berlandaskan syariah. Bahkan kebolehannya dianggap telah demikian jelas sehingga tidak diperlukan lagi fatwa. Alasannya adalah, bila spot boleh dilakukan dan futures (sebagai suatu janji) juga boleh, tentunya swap pun boleh dilakukan.

Namun paling tidak, masih ada dua hal yang dapat dipertanyakan dalam praktek ini. Pertama, bagaimana dengan keberatan sebagian ulama akan adanya kompensasi uang untuk transaksi futures. Kedua, transaksi spot dan futures dalam transaksi swap itu haruslah tidak terkait satu sama lain. Kontra argumen dari alasan kedua ini adalah dua transaksi dapat saja disyaratkan terkait, selama syarat sahnya adalah syarat shahih lazim.Bukan hanya swap saja yang dibolehkan, di negeri Jiran ini juga dikembangkan Islamic Futures Contract.39

39

(50)

Mengenai pasar uang dan bursa valuta asing, dapat dibenarkan oleh Islam, karena sama halnya seperti jual beli barang lain. Harganya sewaktu-waktu naik dan sewaktu-waktu turun. Lain halnya dengan memonopoli saham, valuta asing untuk tujuan tertentu, sehingga pada suatu ketika orang yang bersangkutan memainkan harganya di bursa efek atau valuta asing.

Spekulasi dalam bursa valuta asing adalah melakukan transaksi valas dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dari turun naiknya kurs suatu mata uang asing. Kerugian dapat terjadi akibat salah antisipasi terhadap ketidakpastian kurs suatu valuta asing tertentu. Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa melakukan kegiatan valas hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak mengandung riba, karena dalam naik turunnya mata uang telah ada kesepakatan dari beberapa negara.

(51)

Contoh kedua adalah transaksi futures. Misalnya, A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 1999. A akan menjual US$ 1 juta dengan kurs Rp 7.500 per dollar pada 30 Juni 1999, tidak perduli berapa kurs pasar saat itu. Di satu sisi, transaksi ini dapat dipandang sebagai spekulasi, namun di sisi lain dapat dipandang sebagai hedging (melindungi dari gejolak kurs). Ulama kontemporer menolak transaksi ini karena bai’ ad-dayu bi daya (jual beli uang rupiah dengan uang dollar) hanya dapat dilakukan secara tunai. Oleh karena itu, transaksi

futures tidak dapat dianggap sebagai transaksi jual beli, tetapi dapat dianggap sebagai janji untuk melakukan transaksi jual beli. Implikasinya, hal dan kewajiban A dan B tidak dapat ditransfer kepada pihak lain. Alasan kedua penolakannya adalah hampir semua transaksi futures tidak dimaksudkan untuk memilikinya, hanya nettonya saja seperti transaksi margin trading.40

40

(52)

BAB IV

PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk

A. Praktik Transaksi Valas di Bank Muamalat

PT.Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada tahun 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 1 Syawal 1412 H atau tanggal 27 Mei 1992. Didukung oleh sekelompok pengusaha dan cendikiawan muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.

Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai Bank Syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.41

41

(53)

Pada akhir tahun 1990-an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergolong oleh kredit macet disegmen korporasi, Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal.

Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syari’ah secara murni.

Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada: (i) Restrukturisasi

(54)

aset dan program efisiensi, (ii) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham, (iii) tidak melakukan PHK satupun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak kru Muamalat sedikitpun, (iv) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru, (v) peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, dan (vi) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2005 dan seterusnya.

Bahkan hingga akhir tahun 2005, Bank Muamalat tetap merupakan Bank Syariah terkemuka di Indonesia dengan jumlah aktiva sebesar Rp 7,43 triliun, modal disetor sebesar Rp 492,79 miliar serta perolehan laba bersih sebesar Rp 106,66 miliar pada tahun 2005.42

Jasa valuta asing (Bank Notes) merupakan uang kartal asing yang dikeluarkan dan diterbitkan oleh bank di luar negeri. Bank notes dikenal juga dengan istilah “devisa tunai” yang mempunyai sifat-sifat seperti uang tunai. Tidak semua bank notes dapat diperjualbelikan, hal ini tergantung daripada peraturan devisa di negara asal bank notes diterbitkan.

42

(55)

Dalam transaksi jual beli bank notes, bank mengelompokkan bank notes ke dalam dua klasifikasi, yaitu bank notes yang lemah dan bank notes yang kuat. Bank biasanya lebih menyukai bank notes yang nilainya kuat ketimbang yang lemah.43

Pengelompokkan bank notes yang kuat berdasarkan kategori sebagai berikut: 1. Bank notes tersebut mudah diperjualbelikan.

2. Nilai tukar terkendali/stabil. 3. Frekuensi penjualan sering terjadi. 4. Dan pertimbangan lainnya.

Sedangkan kelompok bank notes yang lemah adalah kebalikan dari bank notes yang kuat. Dalam praktiknya bank tidak selalu menerima penjualan dan pembelian bank notes. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan yaitu:44

1. Kondisi bank notes cacat/rusak. 2. Tergolong dalam valuta lemah. 3. Tidak memiliki persediaan. 4. Diragukan keabsahannya.

Penjualan bank notes juga dilakukan antar bank dan juga diperjualbelikan di travel, autorizhed money changer (pedagang valuta asing) dan tempat lainnya. Contoh bank notes yang tergolong dalam kategori kuat adalah sebagai berikut:

43

Kasmir, Manajemen Perbankan, Ed. I, Cet. 7, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 120

(56)

1. USD: United State Dollar (Amerika) 2. GBP: Great Britain Poundsterling (Inggris) 3. DEM: Deutsche Mark (Jerman)

4. JPY: Japanese Yen (Jepang)

5. HKD: Hongkong Dollar (Hongkong)

Sedangkan bank notes yang masuk dalam kategori golongan lemah antara lain: 1. ITL: Italian Lira (Itali)

2. NLG: Netherlands Guilder (Belanda) 3. FRF: French Franc (Perancis)

4. CAD: Canadian Dollar (Canada)

5. NZD: New Zealands Dollar (Selandia Baru) 6. MYR: Malaysian Ringgit (Malaysia)

7. THB: Thailand Baht (Thailand)

Di Bank Muamalat sendiri, jenis mata uang yang paling umum digunakan adalah USD, karena hampir semua transaksi import menggunakan mata uang ini. Selain itu, jenis mata uang lainnya yang digunakan di Bank Muamalat Indonesia adalah Euro, Dollar Singapura, Malaysian Ringgit, Real, kemudian jenis mata uang lainnya relatif kecil.45

Dalam transaksi jual beli bank notes bank menggunakan kurs. Kurs ini setiap hari diperoleh dari kurs konversi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dimana isinya perbandingan antara nilai tukar mata uang rupiah dengan valuta

45

Referensi

Dokumen terkait

bunga, inflasi, dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika pada harga saham. PT Telekomunikasi Indonesia di Bursa Efek Indonesia periode

Apakah tingkat suku bunga, laju inflasi, dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika secara individu mempunyai pengaruh yang signifikan pada harga saham PT.. Apakah tingkat

Skripsi yang berjudul “Persepsi Nasabah Terhadap Produk Dana Pensiun Lembaga Keuangan Muamalat di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk KCP Banjarbaru”, ditulis oleh

Semua aktiva dan pasiva dialihkan dari anak perusahaan kepada perusahaan holding (kecuali aktiva yang harus dibayar kepada pemegang saham minoritas yang tidak setuju

Dalam penerapannya akad mudharabah muthlaqah tersebut sudah sesuai dengan aturan syariah, karena dalam pemberian bagi hasil tidak dihitung berdasarkan persentase

Hasil penelitian ini adalah variabel inflasi, suku bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan cadangan devisa secara bersamaan berpengaruh signifikan terhadap Penanaman Modal

Berdasarkan latar belakang tersebut, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung mengikuti perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS,

1) Menambah wawasan dan pengalaman penulis agar dapat mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan di IAIN Purwokerto Jurusan Manajemen