• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wisata Vihara Avalokitesvara (Studi Etnografi Mengenai Wisata Religi di Kota Pematangsiantar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Wisata Vihara Avalokitesvara (Studi Etnografi Mengenai Wisata Religi di Kota Pematangsiantar)"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar Pertanyaan Penelitian Skripsi Mahasiswa Antropologi Sosial Mengenai

Wisata Vihara Avalokitesvara (Studi Etnografi Mengenai Wisata Religi di Kota

Pematangsiantar)

Nama : Fitria Anggina Siregar

Nim : 120905019

I. Identitas Informan

Nama :

Pekerjaan :

Usia :

Agama :

Daerah asal :

II. Informan I (Bhiksu Dhityadaya)

1. Bagaimana sejarah Vihara Avalokitesvara dan patung Dewi Kwan Im di Kota Pematangsiantar ?

2. Siapakah patung Dewi Kwan Im bagi umat Buddha ? 3. Apa arti patung shio menurut umat Buddha ?

4. Patung Dewi Kwan Im menghadap ke arah mana dan adakah artinya ? 5. Mengapa patung Dewi Kwan Im berada di Pematangsiantar ?

(2)

8. Apakah benar patung Dewi Kwan Im ini yang terbesar se-Asia Tenggara ? 9. Apakah jenis kelamin Dewi Kwan Im ?

10. Mengapa patung Dewi Kwan Im dibangun setinggi 22,8 meter ? 11. Atas saran siapakah pembangunan patung Dewi Kwan Im ini ? 12. Apakah ada larangan jika beribadah ke Vihara Avalokitesvara ? 13. Kapan saja waktu untuk beribadah di Vihara Avalokitesvara ? 14. Perayaan apa saja yang dilakukan di Vihara Avalokitesvara ?

15. Umumnya berasal darimanakah yang beribadah ke Vihara Avalokitesvara ? 16. Apakah umat Buddha dari luar Kota Pematangsiantar sering beribadah ke Vihara

Avalokitesvara ?

17. Berapakah jumlah jemaat yang beribadah ke Vihara Avalokitesvara ? 18. Berasal darimanakah biaya pengelolaan Vihara Avalokitesvara ?

19. Kapan saja waktu berkunjung untuk wisatawan ke Vihara Avalokitesvara ? 20. Bagaimana struktur organisasi di Vihara Avalokitesvara ?

III. Informan II (Wisatawan Kelompok Anak-anak)

1. Apa tujuan mengunjungi Vihara Avalokitesvara ?

2. Bersama siapa anda mengunjungi Vihara Avalokitesvara ? 3. Bagaimana pendapat anda tentang Vihara Avalokitesvara ? 4. Bagaimana perasaan anda mengunjungi Vihara Avalokitesvara ?

IV. Informan III (Wisatawan Kelompok Remaja/dewasa)

1. Apa alasan/motivasi anda mengunjungi Vihara Avalokitesvara ?

(3)

V. Informan IV (Wisatawan Kelompok Orangtua)

1. Bersama siapa anda mengunjungi Vihara Avalokitesvara ? 2. Apakah tujuan anda hanya ke Vihara Avalokitesvara saja ?

3. Bagaimana menurut anda tentang perubahan fungsi Vihara Avalokitesvara ini yang sekaligus menjadi tempat wisata ?

VI. Informan V (Wisatawan Kelompok Remaja)

1. Bagaimana pendapat anda tentang Vihara Avalokitesvara ? 2. Bagaimana perasaan anda mengunjungi Vihara Avalokitesvara ?

3. Apa yang biasanya dilakukan ketika berkunjung di Vihara Avalokitesvara ? 4. Mengapa memilih Vihara Avalokitesvara ini ketika sedang merasakan bosan ? VII. Informan VI (Wisatawan Kelompok Dewasa)

1. Apa tujuan anda mengunjungi Vihara Avalokitesvara ?

2. Selain beribadah, apa yang anda lakukan di Vihara Avalokitesvara ? VIII. Informan VII (Wisatawan Kelompok Dewasa)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Berutu, Lister dkk. 2001. Metode Penyusunan Proposal Penelitian Ilmu – Ilmu Sosial. Medan: Monora.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.

Ginting, Paham. 2005. Pemasaran Pariwisata: studi Empiris tentang

Kepuasan dan Kunjungan Berkelanjutan pariwisata Sumatera Utara. Medan: USU Press.

Hadinoto, Kusudianto. 1996. Perencanaan Pengembangan Detinasi Pariwisata. Jakarta: UI- Press.

Koentjaraningrat(1990); Pengantar Ilmu Antropologi Cetakan ke delapan.Jakarta : Rineka Cipta, (1998); Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: Universitas Indonesia.

Pendit, Nyoman S. 1999. Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Praditya Paramita.

Prasiasa, Dewa Putu Oka. 2011. Wacana Kontemporer Pariwisata. Jakarta: Salemba Humanika.

Ross, Glenn F. 1998. Psikologi Pariwisata. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Soekadijo. 2000. Anatomi Pariwisata. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Spradley, James. (1979); The Ethnographic Interview. New York: Holt, Rinehartand Winston.

Yoeti, Oka A. 1994. Tours and Travel management. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

(5)

Sumber-sumber dari internet :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19181/3/Chapter%20II.pdf diakses pada (10 Januari 2012)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/43407/4/Chapter%20I.pdf diakses pada (23 Mei 2010)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/43407/3/Chapter%20II.pdf diakses pada (2 juni 2013)

http://prihatno.blogspot.co.id/ diakses pada (4 Desember 2008)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26220/5/Chapter%20I.pdf diakses pada (9 september 2013)

http://repository.unand.ac.id/2256/1/8._Artikel_Syaiful_Anwar_hal_115-124 diakses pada (17 April 2007)

http://madebayu.blogspot.com/search/label/definisi pariwisata dan wisatawan diakses pada (6 Mei 2016)

http://eprints.uns.ac.id/6722/1/143661308201007181.pdf diakses pada (29 November 2009)

http://prihatno.blogspot.co.id/ diakses pada (24 Juli 2014)

https://id.wikipedia.org/wiki/Kwan_Im diakses pada (19 Agustus 2006)

https://astroshiopedia.blogspot.co.id/2013/03/sejarah-dan-legenda-shio.html diakses pada (24 Januari 2004)

http://jembatan4.blogspot.co.id/2013/10/motivasi-perjalanan-wisata.html diakses pada (1 April 2012)

https://id.wikipedia.org/wiki/Wihara diakses pada (14 Maret 2001

http://www.pematangsiantarkota.go.id/profil-daerah?showall=1&limitstart= diakses pada (1 Januari 2010)

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121 BAGJA_WALUYA/SOSIOLOGI_PARIWISATA/HO_Sosantroppar.pdf disakses pada (21 september 2012)

(6)

BAB III

MOTIVASI WISATAWAN MENGUNJUNGI VIHARA

AVALOKITESVARA

3.1. Karakterisitik Pengunjung Vihara Avalokitesvara

Pengunjung atau wisatawan merupakan salah satu hal yang paling penting

dalam kegiatan wisata. Sebuah usaha wisata bisa dikatakan sukses apabila banyak

wisatawan yang datang mengunjunginya. Objek wisata Vihara Avalokitesvara

merupakan objek wisata yang didatangi pengunjung tiap harinya. Pengunjung

yang datang ke Vihara Avalokitesvara merupakan orang-orang dari latar belakang

dan kehidupan ekonomi yang berbeda. Pengunjung Vihara Avalokitesvara

didominasi orang-orang dewasa, baik itu yang datang secara pribadi, kelompok

ataupun rombongan. Pengelompokan pengunjung dapat dibedakan sebagai

berikut:

a. Pengunjung pribadi, terdiri dari 1-2 orang, biasanya datang menggunakan

kendaraaan roda dua ataupun angkutan umum.

b. Kelompok kecil, terdiri dari 4-8 orang, biasanya menggunakan mobil mini

bus maupun angkutan umum.

c. Rombongan kecil, biasanya tediri dari 8-15 orang, kelompok ini pada

umumnya didominasi oleh satu keluarga.

d. Rombongan besar, terdiri dari 20 orang sampai lebih, biasanya datang dari

luar kota dan menggunakan bus besar.

Jumlah pengunjung Vihara Avalokitesvara tiap bulannya berbeda beda,

(7)

kunjungan terbesar yang datang mengunjungi Vihara Avalokitesvara yakni pada

hari minggu maupun pada hari-hari libur. Hal ini diungkapkan oleh pimpinan

Vihara Avalokitesvara :

“Dalam soal kunjungan wisatawan Vihara Avalokitesvara ini sama halnya dengan objek-objek wisata yang lain, biasanya pengunjung yang paling banyak itu datang pada hari minggu dan hari libur, apa lagi pada waktu hari waisak umat Buddha melakukan kebaktian, amal, dan bakti sosial. Hal ini karena Vihara Avalokitesvara ini kan merupakan objek wisata rohani, jadi pada waktu libur-libur hari raya Buddha banyak yang mengunjungi sekaligus mengikuti kebaktian”.

Pengunjung yang datang mengunjugi Vihara Avalokitesvara tidak hanya

orang-orang yang tinggal di daerah Pematangsiantar saja, melainkan ada yang

datang dari luar kota bahkan ada yang dari luar negeri. Faktor sejarah dan

kebesaran Vihara dan patung Dewi Kwan Im menjadi daya tarik bagi para

pengunjung yang datang mengunjungi Vihara Avalokitesvara.

3.2. Pengunjung

Pengunjung yang datang ke suatu tempat wisata pada umumnya akan

mendapat kesan tertentu. Kesan yang didapat merupakan suatu hasil dari cara

pandang seseorang terhadap nilai dari objek wisata tersebut. Penilaian yang

diberikan setiap pengunjung biasanya ada yang bersifat negatif maupun positif.

Hal ini dikarenakan setiap pengunjung pastinya mempunyai cara pandang

tersendiri dalam menilai suatu objek wisata yang dikunjunginya.

3.2.1. Pengunjung Kelompok Anak-Anak

Beragamnya pengunjung yang mengunjungi Vihara Avalokitesvara tak

(8)

Avalokitesvara pada umumnya datang bersama orang tua mereka. Tak sedikit pula

anak-anak yang merasa bosan terhadap fasilitas yang disediakan pihak pengelola

Vihara Avalokitesvara, seperti yang dikatakan oleh salah satu pengunjung yang

datang bersama orangtuanya :

“kalau menurutku kak, tempatnya bagus. Cantik kali untuk foto-foto, bersih juga tempatnya. Tapi kok gak ada tempat main-mainnya. Soalnya bosan kali cuma ngawani. Terus gak ada juga orang jualan disini”.

Arena bermain tidak tersedia di Vihara Avalokitesvara. Mungkin saat ini

belum tersedianya arena bermain, karena Vihara masih dalam proses

pembangunan. Namun berbeda dengan informan berikut :

“tempatnya bagus kak, luas kali disini bisa main-main, lari-lari, ada kolam ikannya juga, ikannya bagus-bagus suka kali liat ikannya”.

3.2.2. Pengunjung Kelompok Remaja/Dewasa

Pengunjung Vihara Avalokitesvara tak terlepas dari kelompok remaja dan

orang dewasa. Pengunjung remaja pada umumnya berusia antara 13-20,

sedangkan orang dewasa merupakan orang-orang yang belum berumah tangga dan

berusia 21 sampai dengan keatas. Pada umumnya kelompok ini mengunjugi

Vihara Avalokitesvara secara pribadi-pribadi dan ada pula yang datang secara

berkelompok dengan teman-temannya, biasanya satu kumpulan berjumlah antara

5-8 orang. Selain itu tidak sedikit pula yang datang bersama dengan keluarga

masing-masing. Pengunjung dalam kelompok ini biasanya akan memiliki

pandangan yang berbeda dengan kelompok anak, jika pada kelompok

(9)

maka pengunjung pada kelompok ini akan melihat Vihara Avalokitesvara secara

berbeda. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu pengunjung remaja berikut:

“saya datang kesini ini karena saya pengen tau dan sangat penasaran dengan tempat ini, apalagi patung Dewi Kwan Im, karena jarang-jarang tempat wisata seperti ini yang merupakan wisata agama Buddha. Selain itu saya juga sekalian ingin refresing. Banyak teman-teman saya yang sudah kesini dan banyak yang memuji tempat ini makanya saya kesini karena penasaran. Ternyata tempatnya benar-benar bagus kok”.

Ada juga pengunjung remaja berusia 17 tahun yang mengunjungi Vihara

Avalokitesvara hanya untuk menenangkan diri :

“Aku suka kak kesini, sering kali aku kesini sama kawan -kawanku, duduk-duduk aja kami disini, seperti yang kakak lihat lah adem kali kan duduk di samping lonceng besar ini. Kadang kalau kami bosan les, kami kesini lah duduk-duduk kak. Tidak ada tempat lain seperti di Vihara ini. Disini kami bebas, lama-lama duduk disini tidak bosan kak”.

Berbeda dengan yang diungkapkan oleh pengunjung lainnya, dia

memandang Vihara Avalokitesvara melalui perawatan dan yang dilakukan pihak

pengelola:

“kalau menurut saya, Vihara Avalokitesvara ini perawatan disini lumayan lah, kebersihannya terjaga, baik itu di ruang-ruang doa sampai dengan toiletnya. Gak ada yang buang sampah sembarangan kok bersih kali, sejuk kali disini. Semua itu harus terus diperhatikan baik dari pihak pengelola maupun pengunjung, agar Vihara Avalokitesvara ini nantinya bisa dikenal banyak orang luar dan menjadi wisata yang go internasional”.

3.2.3. Pengunjung Kelompok Orang Tua

Sebagai salah satu objek wisata yang umum, Vihara Avalokitesvara juga

(10)

umumnya mengunjungi Vihara Avalokitesvara pada hari-hari libur dan juga hari

minggu. Biasanya para orang tua mengunjungi Vihara Avalokitesvara bersama

dengan keluarga mereka. Vihara Avalokitesvara juga menjadi salah satu sarana

dalam mengurangi kepenatan para orang tua dari pekerjaan sehari-hari. Hal ini

juga diungkapkan oleh pengunjung yang merupakan karyawan pabrik rokok di

Pematangsiantar :

“Saya mengunjungi Vihara Avalokitesvara ini karena saya ingin meringankan beban. Bagi saya datang ke Vihara Avalokitesvara ini merupakan pemecahan masalah terakhirlah. Kalau saya dan teman-teman saya beribadah kesini, sekalian foto-foto juga. Walaupun gak terhitung lagi udah berapa kali kesini pasti foto-foto selesai ibadah”.

Selain pengunjung dalam kota yang beribadah, ada juga pengunjung dari

luar kota yang hendak beribadah ke Vihara Avalokitesvara berikut ini :

“saya sudah sangat sering beribadah ke Vihara ini. Sebelum saya menikah dan pindah ke Medan saya selalu beribadah disini, sudah tidak terhitung lagi lah berapa kali saya datang kesini. Setelah saya menikah, saya sudah jarang beribadah kesini, kadang saya rindu beribadah disini. Kadang kalau saya tidak sibuk, sebulan sekali saya berkunjung ke Siantar karena rumah orangtua saya disini. Kalau saya sudah di Siantar, saya selalu menyempatkan diri buat beribadah di Vihara ini”.

Akan tetapi tak sedikit pula pengunjung dalam kelompok ini yang merasa

kurang puas akan fasilitas yang ada di Vihara Avalokitesvara baik itu dari segi

perawatan ataupun kekurangan sarana dan prasarana. Seperti yang diungkapkan

oleh pengunjung yang berasal dari Jakarta:

(11)

fasilitas-fasilitas yang ada disini agar kita tidak bingung untuk apa fasilitas tersebut dibuat. Apalagi ornamen-ornamennya ada tulisan-tulisan cina, kan kita tidak tau maknanya apa”.

Masyarakat yang berkunjung dari luar kota Siantar tidak hanya berwisata

ke Vihara Avalokitesvara saja, tetapi ada juga yang berkunjung ke tempat wisata

lainnya yang ada di Siantar. Seperti yang diungkapkan oleh bapak Sitepu yang

berasal dari Berastagi :

“Saya dan keluarga ke Siantar ingin berlibur ke kebun binatang saja. Tapi katanya di Siantar ini ada patung tinggi yang katanya tempat wisata. Makanya kami singgah kesini. Pas aku lihat memang mantap krina (bagus sekali) tempat ini.”

3.3. Kegiatan Pengunjung

3.3.1. Kegiatan Pengunjung Non Buddha

Sebagai sebuah objek wisata religi, Vihara Avalokitesvara ini terbuka

untuk umum baik itu yang beragama Buddha maupun non Buddha. Biasanya

kegiatan pengunjung ketika mengunjungi Vihara Avalokitesvara ini hanya untuk

berfoto saja. seperti yang diungkapkan Riska. Pengunjung dilarang memasuki

ruangan ibadah kecuali ada urusan penting. Walaupun pengunjung non Buddha

hanya bisa berfoto-foto saja, tidak membuat mereka jera untuk balik ke Vihara

Avalokitesvara.

3.3.2. Kegiatan Pengunjung Agama Buddha

Tujuan utama pengunjung yang beragama Buddha mengunjungi Vihara

Avalokitesvara adalah untuk beribadah. Agama Buddha melangsungkan ibadah

pada tanggal 1 (Ce It) & 15 (Cap Go) saja atau di sebut juga Lunar (tanggal

(12)

kepada Tuhan bisa dilakukan setiap hari dirumah masing-masing, misalnya pada

pagi hari sebelum melakukan aktivitas atau malam sebelum tidur. Pada hari biasa

agama Buddha yang di Vihara Avalokitesvara juga melangsungkan ibadah pada

jam 5 pagi dan jam 5 sore, dan itu dilakukan oleh orang dalam saja yang ada di

Vihara Avalokitesvara. Pada saat waisak, banyak pengunjung yang berasal dari

luar kota memilih untuk melangsungkan beribadah di Vihara Avalokitesvara, dan

itu juga mereka manfaatkan untuk berwisata di Vihara Avalokitesvara tersebut.

Adapun syarat jamaat beribadah di Vihara Avalokitesvara adalah para

jemaat harus bersih, berpakaian rapi, sopan, dan vegetarian, dan larangan untuk

non Buddha harus tau diri dan tidak melakukan hal-hal aneh di tempat ibadah

umat Buddha tersebut.

Hal ini di ungkapkan oleh Bhiksu Dhityadaya selaku Pimpinan Vihara

Avalokitesvara :

“ Tidak ada larangan untuk para agama Buddha untuk beribadah kesini. Hanya saja jemaat yang beribadah harus bersih, rapi, sopan, dan vegetarian. Tidak ada larangan kepada jemaat wanita untuk tidak bisa beribadah karena mengalami menstruasi seperti di agama Islam. Dan larangan untuk para pengunjung non Buddha bebas-bebas saja, yang penting tidak aneh-aneh tingkahnya, misalnya berbuat hal seronoh bersama pasangan, dan merusak tanaman atau benda-benda di lingkungan Vihara Avalokitesvara, yang penting tau diri saja.”

3.4. Motivasi Wisatawan

Menurut Cohen motivasi wisatawan adalah untuk melepaskan diri sejenak

dari kegiatan rutin berfungsi untuk mengembalikan harmoni di masyarakat (terapi

(13)

hal. Dari berbagai motivasi yang mendorong perjalanan, McIntosh (1977) dan

Murphy (1985) mengatakan bahwa motivasi dapat dikelompokkan menjadi empat

kelompok besar yaitu sebagai berikut:

1. Physical or physiological motivation (motivasi yang bersifat fisik atau

fisiologis), antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi

dalam kegiatan olah raga, bersantai dan sebagainya.

2. Cultural motivation (motivasi budaya), yaitu keinginan untuk mengetahui

budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain. Termasuk juga ketertarikan

akan berbagai objek tinggalan budaya (banggunan bersejarah).

3. Social motivation atau interpersonal motivation (motivasi yang bersifat sosial),

seperti mengunjungi teman dan keluarga, menemui mitra kerja, melakukan

hal yang dianggap mendatangkan gengsi (nilai prestise), melakukan ziarah,

pelarian dari situasi-situasi yang membosankan dan sebagainya.

4. Fantasy motivation (motivasi karena fantasi), yaitu adanya fantasi bahwa di

daerah lain seseorang kan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang

menjemukan, dan ego-enhancement yang memberikan kepuasan psikologis.

Disebut juga sebagai status and prestige motivation.

Cohen dalam perspektif fungsionalisme mengatakan motivasi wisatawan

untuk melepaskan diri sejenak dari kegiatan rutin berfungsi untuk mengembalikan

harmoni di masyarakat (terapi sosial)14. Seperti halnya salah satu informan yang

berkunjung ke Vihara Avalokitesvara, ia adalah seorang yang bekerja sebagai

14

(14)

wirausaha yang terbilang sangat sibuk. Tetapi meskipun begitu ia meluangkan

waktunya untuk berwisata.

“Saya selalu membuat jadwal untuk berwisata sebulan sekali, karena menurut saya berwisata itu salah satu cara untuk mengembalikan energi saya yang telah terbuang saat bekerja. Saya memiliki usaha menjual bahan-bahan bangunan dan sangat menyita banyak waktu. Jadi saya menyempatkan diri dengan keluarga untuk berwisata. Saya tau tempat ini dari saudara saya yang tinggal disini. Jadi saya datang ke Vihara ini karena saya penasaran. Menurut saya bisa dibilang bagus lah”. (Bapak Satya) 15

Ada motivasi yang kuat dari seseorang ketika melakukan perjalanan

wisata, bagi seorang wisatawan, perjalanan tersebut memiliki beberapa manfaat,

antara lain sebagai berikut:

1. Perjalanan wisata adalah wahana penyegaran dan regenerasi fisik dan mental.

2. Perjalanan wisata berkaitan dengan kompensasi terhadap berbagai hal yang

melelahkan, dan hal itu juga berfungsi sebagai wahana integrasi sosial bagi

mereka yang di rumahnya merasa terkena teralienasi.

3. Perjalanan wisata mempunyai manfaat dalam pelarian dari situasi keseharian

yang penuh dengan ketegangan, rutinitas yang menjemukan dan berbagai

macam kejenuhan-kejenuhan karena beban dari pekerjaan yang berat.

4. Perjalanan wisata merupakan mekanisme bagi seseorang agar bisa

mengeluarkan perasaannya, melalui komunikasi dengan orang lain termasuk

dengan masyarakat lokal yang ada di daerah tujuan wisata.

5. Perjalanan wisata adalah salah satu wahana yang berfungsi untuk

mengembangkan wawasan pariwisata.

15

(15)

6. Perjalanan wisata adalah wahana yang mempunyai fungsi untuk mendapatkan

kebebasan.

7. Perjalanan wisata adalah wahana yang bisa digunakan untuk realisasi diri.

8. Perjalanan wisata adalah sesuatu yang menyenangkan, dan bisa membuat hidup

lebih bahagia.

Motivasi perjalanan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal wisatawan

itu sendiri dan faktor eksternal. Secara intrinsik, motivasi terbentuk karena adanya

kebutuhan dan/atau keinginan manusia itu sendiri, sesuai dengan teori hirarki

kebutuhan Maslow. Kebutuhan tersebut dimulai dari kebutuhan fisiologis,

kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan prestise dan kebutuhan akan

aktualisasi diri.

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang terbentuknya dipengaruhi oleh

faktor-faktor eksternal, seperti norma sosial, pengaruh atau tekanan keluarga dan

situasi kerja yang terinternalisasi dan kemudian berkembang menjadi kebutuhan

psikologis. Motivasi wisatawan untuk melepaskn diri sejenak dari kegiatan rutin

berfungsi untuk melepaskan diri sejenak dari kegiatan rutinuntuk mengembalikan

harmoni di masyarakat, sehingga pariwisata dapat dipandang sebagai salah satu

bentuk terapi sosial.

Motivasi merupakan faktor penting bagi calan wisatawan di dalam

mengambil keputusan mengenai daerah tujuan wisata yang akan dikunjungi.

Calon wisatawan akan mempersepsi daerah tujuan wisata yang memungkinkan, di

mana persepsi ini dihasilkan oleh preferensi individual, pengalaman sebelumnya

(16)

Apapun motivasi seseorang melakukan perjalanan wisata, maka bagi

seorang wisatawan perjalanan tersebut akan mempunyai beberapa manfaat, antara

lain sebagai berikut:

a. Perjalanan wisata merupakan wahana penyegaran dan regenerasi fisik dan

mental.

b. Perjalanan wisata merupakan kompensasi terhadap berbagai hal yang

melelahkan, sekaligus juga sebagai wahana integrasi sosial bagi mereka yang

di rumahnya merasa teralienasi.

c. Perjalanan wisata merupakan pelarian dari situasi keseharian yang penuh

ketegangan, rutinitas yang menjemukan, atau kejenuhan-kejenuhan karena

beban kerja.

d. Perjalanan wisata merupakan mekanisme bagi seseorang untuk dapat

mengeluarkan perasaannya, melalui komunikasi dengan orang lain termasuk

dengan masyarakat lokal.

e. Perjalanan wisata merupakan wahana untuk mengembangkan wawasan.

f. Perjalanan wisata merupakan wahana untuk mendapatkan kebebasan.

g. Perjalanan wisata merupakan wahana untuk realisasi diri.

h. Perjalanan wisata memang merupakan sesuatu yang menyenagkan, membuat

hidup lebih bahagia.16

16

(17)

BAB IV

PENAMBAHAN FUNGSI VIHARA AVALOKITESVARA MENURUT

PANDANGAN BHIKKSU DAN PENGUNJUNG

Bronislaw Malinowski (1884 – 1942) merupakan salah satu tokoh

antropologi yang menggagas dan berhasil mengembangkan teori fungsionalisme

dalam ilmu antropologi. Dan yang paling penting untuk dicatat adalah bahwa

teorinya ia kembangkan dengan menekuni penelitian lapangan. Kepulauan

Trobriand diwilayah pasifik dipilihnya menjadi objek penelitian dan dari daerah

itu pula dari tangan Malinowski lahir berbagai karya tulisan yang sangat dikagumi

dikalangan antropologi, salah satu adalah “Argonauts Of The Western Pacific”.

Secara garis besar Malinowski merintis bentuk kerangka teori untuk menganalisis

fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya sutu teori fungsional tentang

kebudayaan atau “A Functional Theory of Culuture”.

Melalui teori ini banyak antropolog yang sering menggunakan teori

tersebut sebagai landasan teoritis hingga dekade tahun 1990-an, bahkan

dikalangan mahasiswa menggunakan teori ini untuk menganalisis data penelitian

untuk keperluan skripsi dan sebagainya. Tulisan “Argonauts of the Western

Pacific” (1922) melukiskan tentang sistem Kula yakni berdagang yang disertai

upacara ritual yang dilakoni oleh penduduk di kepulauan Trobriand dan kepulauan

sekitarnya. Perdagangan tersebut dilakukan dengan menggunakan perahu kecil

bercadik menuju pulau lainnya yang jaraknya cukup jauh. Benda-benda yang

diperdagangkan dilakukan dengan tukar menukar (barter) berupa berbagai macam

(18)

yang paling menonjol dan menarik perhatian adalah bentuk pertukaran perhiasan

yang oleh penduduk Trobriand sangat berharga dan bernialai tinggi. Yakni kalung

kerang (sulava) yang beradar satu arah mengikuti arah jarum jam, dan sebaliknya

gelang-gelang kerang (mwali) yang beredar berlawanan dari arah kalung kerang

dipertukarkan.

Karangan etnografi dari hasil penelitian lapangan tersebut tidak lain adalah

bentuk perkeonomian masyarakat di kepulauan Trobriand dengan kepulauan

sekitarnya. Hanya dengan menggunakan teknologi sederhana dalam mengarungi

topografi lautan pasifik, namun disisi lain tidak hanya itu, tetapi yang menraik

dalam karangan tersebut ialah keterkaitan sistem perdagangan atau ekonomi yang

saling terkait dengan unsur kebudayaan lainnya seperti kepercayaan, sistem

kekerabatan dan organisasi sosial yang berlaku pada masyarakat Trobriand. Dari

berbagai aspek tersebut terbentuk kerangka etnografi yang saling berhubungan

satu sama lain melalui fungsi dari aktifitas tersebut.

Pokok dari tulisan tersebut oleh Malinowski ditegaskan sebagai bentuk

Etnografi yang berintegrasi secara fungsional. Selain dari hasil karya

etnografinya, tentunya harus diperhatikan pula upaya-upaya Malinowski dalam

mengembangkan konsep teknik dan metode penelitian, dan sangat lugas

ditekankan pentingnya penelitian yang turun langsung ketengah-tengah objek

masyarakat yang diteliti, menguasai bahasa mereka agar dapat memahami apa

yang objek lakukan sesuai dengan konsep yang berlaku pada masyarakat itu

sendiri dan kebiasaan yang dikembangkan menjadi metode adalah pencatatan.

(19)

kehidupan. Selain dari pada itu yang patut untuk para peneliti menurut

Malinowski adalah kemampuan keterampilan analitik agar dapat memahami latar

dan fungsi dari aspek yang diteliti, adat dan pranata sosial dalam masyarakat.

Konsep tersebut dirumuskan kedalam tingkatan abstraksi mengenai fungsi aspek

kebudayaan, yakni :

1. Saling keterkaitannya secara otomatis, pengaruh dan efeknya terhadap aspek

lainnya.

2. Konsep oleh masyarakat yang bersangkutan.

3. Knsur-unsur dalam kehidupan sosial masyarakat yang terintegrasi secara

fungsional.

4. Esensi atau inti dari kegiatan/aktivitas tersebut tak lain adalah berfungsi untuk

pemenuhan kebutuhan dasar “biologis” manusia.

Melalui tingkatan abstraksi tersebut Malinowski kemudian mempertegas

inti dari teorinya dengan mengasumsikan bahwa segala kegiatan/aktivitas manusia

dalam unsur-unsur kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu

rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan

dengan seluruh kehidupannya.

Jadi ketika kita berbicara mengenai perubahan fungsi budaya di penelitian

saya tentang Vihara Avalokitesvara, alangkah baiknya kita melihat dari 4 aspek

yang diterangkan Malinowski :

1. Saling keterkaitannya secara otomatis, pengaruh dan efeknya terhadap aspek

lainnya : maksudnya adalah dahulu Vihara Avalokitesvara difungsikan

(20)

fungsinya menjadi sebuah objek wisata. Keberadaan Vihara Avalokitesvara

inilah yang menjadi multifungsi.

2. Konsep oleh masyarakat yang bersangkutan : perubahan konsep masyarakat

tentang keberadaan Vihara Avalokitesvara, dahulu keberadaan Vihara dalam

perspektif masyarakat di Pematangsiantar hanya tempat beribadah namun

sekarang selain tempat ibadah menjadi tempat wisata.

3. Unsur-unsur dalam kehidupan sosial masyarakat yang terintegrasi secara

fungsional. Di Vihara Avalokitesvara proses penyesuaian di antara

unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga

menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.

Dikatakan demikian karena setelah dijadikan tempat wisata, Vihara ini

banyak non Buddha datang ke tempat ibadah umat Buddha. Ini menjadikan

umat Buddha menyesuaikan diri dengan terjadi penambahan fungsi di Vihara

Avalokitesvara. Umat Buddha menerima baik pengunjung non Buddha yang

berkunjung ke tempat ibadah mereka, dengan ini terjadi keserasian fungsi.

4. Esensi atau inti dari kegiatan/aktivitas tersebut tak lain adalah berfungsi untuk

pemenuhan kebutuhan dasar “biologis” manusia. Maksudnya berwisata religi

di Vihara Avalokitesvara baik umat Buddha maupun non Buddha dapat

mempengaruhi biologis. Seperti halnya umat Buddha yang beribadah ke

Vihara, mereka merasakan perubahan pada biologis mereka setelah

beribadah. Ketika beribadah mereka menggunakan Dupa yang memiliki

(21)

berbentuk piramida atau serbuk berguna untuk menentramkan pikiran,

mengheningkan cipta dan mengusir arwah jahat.

4.1. Pandangan Bhikksu

Rumah ibadah adalah adalah sebuah tempat yang digunakan oleh umat

beragama untuk beribadah menurut ajaran agama atau kepercayaan mereka

masing-masing.17

Vihara Avalokitesvara mengalami penambahan fungsi, karena adanya

objek yang menjadi daya tarik masyarakat untuk mengunjungi Vihara

Avalokitesvara yaitu patung Dewi Kwan Im yang membuat Vihara ini menjadi

tempat wisata religi.

Banyak rumah-rumah ibadah yang mengalami penambahan fungsi menjadi

tempat wisata, salah satunya yaitu Vihara Avalokitesvara yang terletak di kota

Pematangsiantar. Vihara Avalokitesvara adalah rumah ibadah bagi umat Buddha

yang memiliki patung terbesar se-Asia Tenggara, yaitu patung Dewi Kwan Im.

Patung Dewi Kwan Im adalah salah satu ikon kota Pematangsiantar, yang karena

kemegahan patungnya lah Vihara Avalokitesvara menjadi daya tarik masyarakat

untuk mengunjungi Vihara Avalokitesvara. dan menjadi salah satu tempat

berwisata religi di kota Pematangsiantar. Seperti yang dikatakan oleh Bhiksu

Dhityadaya selaku pimpinan mengenai perubahan fungsi Vihara Avalokitesvara

adalah sebagai berikut :

“Saya senang dengan penambahan fungsi Vihara ini menjadi tempat wisata dan saya sama sekali tidak keberatan kalau Vihara ini di kunjungi banyak orang dari berbagai agama. Memang Vihara ini sudah di sahkan

17

(22)

oleh Dinas Pariwisata menjadi tempat wisata jadi siapa saja bisa berkunjung. Saya berharap yang berkunjung tidak menyalahgunakan Vihara ini, karena Vihara ini adalah tempat ibadah sekaligus tempat berwisata”.

4.2. Pandangan Pengunjung

Pengunjung yang datang ke suatu tempat wisata pada umumnya akan

mendapat kesan tertentu. Kesan yang didapat merupakan suatu hasil dari cara

pandang seseorang terhadap nilai dari objek wisata tersebut. Penilaian yang

diberikan setiap pengunjung biasanya ada yang bersifat negatif maupun positif.

Hal ini dikarenakan setiap pengunjung pastinya mempunyai cara pandang

tersendiri dalam menilai suatu objek wisata yang dikunjunginya.

4.2.1. Pandangan Pengunjung (Remaja/Dewasa)

Pengunjung Vihara Avalokitesvara tak terlepas dari kelompok remaja dan

orang dewasa. Pengunjung remaja pada umumnya berusia antara 13-20,

sedangkan orang dewasa merupakan orang-orang yang belum berumah tangga dan

berusia 21 sampai dengan keatas. Pada umumnya kelompok ini mengunjugi

Vihara Avalokitesvara secara pribadi-pribadi dan ada pula yang datang secara

berkelompok dengan teman-temannya, biasanya satu kumpulan berjumlah antara

5-8 orang. Selain itu tidak sedikit pula yang datang bersama dengan keluarga

masing-masing. Pengunjung dalam kelompok ini biasanya akan memiliki

pandangan yang berbeda dengan kelompok anak, jika pada kelompok

anak-anak pandangannya terhadap Vihara Avalokitesvara hanya sebatas arena bermain,

maka pengunjung pada kelompok ini akan melihat Vihara Avalokitesvara secara

(23)

Vihara Avalokitesvara. Selain itu pengunjung dalam kelompok ini akan melihat

bagaimana perubahan fungsi terhadap Vihara Avalokitesvara. Seperti yang

diungkapkan oleh salah satu pengunjung remaja berikut:

“ Awalnya aku ragu berkunjung ke Vihara ini kak. Karena ini kan tempat ibadah, tempat yang sakral menurut umat Buddha. Cuma sebelum kesini aku udah dapat informasi dari kawanku yang udah pernah kesini. Rupanya boleh-boleh aja kok masuk kesini. Gak bayar juga rupanya. Aku gak nyangka kak kalau Vihara ini yang ku tau tempat ibadah agama Buddha bakalan jadi tempat wisata. Terus yang ku tau kalau Vihara ini sudah terkenal diluar kota Siantar ”.

4.2.2. Pandangan Pengunjung (Orang Tua)

Sebagai salah satu objek wisata yang umum, Vihara Avalokitesvara juga

menjadi tujuan wisata bagi para orang tua. Kelompok orang tua ini pada

umumnya mengunjungi Vihara Avalokitesvara pada hari-hari libur dan juga hari

minggu. Biasanya para orang tua mengunjungi Vihara Avalokitesvara bersama

dengan keluarga mereka. Vihara Avalokitesvara juga menjadi salah satu sarana

dalam mengurangi kepenatan para orang tua dari pekerjaan sehari-hari. Hal ini

juga diungkapkan oleh pengunjung yang merupakan guru di salah satu SMP di

luar kota Pematangsiantar :

(24)

BAB V

HUBUNGAN PANDANGAN DENGAN MOTIVASI WISATAWAN

TERHADAP VIHARA AVALOKITESVARA SEBAGAI

TEMPAT WISATA RELIGI

Menurut Robbins (2003:97) yang mendeskripsikan bahwa persepsi atau

pandangan merupakan kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indera

kemudian di analisa (diorganisir), diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga

individu tersebut memperoleh makna.

Persepsi atau pandangan mempunyai sifat subjektif, karena bergantung

pada kemampuan dan keadaan dari masing-masing individu, sehingga akan

ditafsirkan berbeda oleh individu yang satu dengan yang lain. Dengan demikian

persepsi atau pandangan merupakan proses perlakuan individu yaitu pemberian

tanggapan, arti, gambaran, atau penginterprestasian terhadap apa yang dilihat,

didengar, atau dirasakan oleh indranya dalam bentuk sikap, pendapat, dan tingkah

laku atau disebut sebagai perilaku individu.

Menurut Cohen motivasi wisatawan adalah untuk melepaskan diri sejenak

dari kegiatan rutin berfungsi untuk mengembalikan harmoni di masyarakat (terapi

sosial). Dalam melakukan perjalanan wisata dapat di pengaruhi beberapa faktor

seperti menurut Mclntosh dan Murphy, seseorang sering dipengaruhi oleh faktor

internal wisatawan dan faktor eksternal. Motivasi adalah salah satu faktor penting

untuk calon wisatawan dalam mengambil keputusan mengenai daerah tujuan

wisata yang akan dikunjungi, calon wisatawan akan mempunyai persepsi pada

(25)

oleh preferensi individual, pengalaman sebelumnya, dan informasi yang bisa

didapatkan.18

Pandangan dan motivasi saling berpengaruh terhadap kegiatan yang

dilakukan manusia seperti melakukan suatu pekerjaan yang dapat memberikan

nilai positif terhadap individu yang melakukan pekerjaan tersebut. Dikatakan

dapat memberikan nilai, karena pekerjaan tersebut merupakan dari pandangannya

sendiri. Dari pandangannya tersebut memberikan motivasi terhadap individu yang

melakukan kegiatan yang memberikan dampak positif terhadap individu yang

melakukannya. Seperti halnya dalam berwisata, seseorang yang berwisata

pastinya mencari tahu terlebih dahulu tempat yang akan dikunjungi. Dari

pengetahuannya tersebut maka seorang tersebut akan memiliki pandangan

bahwasanya tempat yang akan dikunjungi memiliki daya tarik tersendiri yang

membuat ia termotivasi untuk mengunjungi. Seperti bapak Edi, ia termotivasi

datang ke Vihara Avalokitesvara karena sebelumnya ia telah mencari tahu terlebih

dahulu informasi tentang Vihara Avalokitesvara, ini yang menyebabkan bapak

Edi datang berkunjung ke Vihara Avalokitesvara.

“Saya sebelumnya sudah mencari tahu lah Vihara ini. Kalau tidak begitu nanti menyesal. karena sebelumnya saya sudah mengalami. Saya pernah pergi berwisata tanpa mencari tahu terlebih dahulu tempat tersebut. Kalau Vihara ini saya sudah mencari tahu di media sosial dan memang kelihatan sangat bagus, walaupun saya sudah mencari tahu di media sosial, saya juga menanyakan kepada teman saya yang sudah pernah berkunjung ke Vihara ini apakah tempatnya benar-benar bagus atau tidak. Ternyata setelah saya berkunjung ke Vihara ini, tempat ini menurut saya bagus dan tidak menyesal berkunjung kesini, karena patung Dewi Kwan Im sangat

18

(26)

mengagumkan dan lebih bagus dari yang saya lihat di media sosial karena patungnya yang tertinggi di Asia Tenggara dan ini membuat saya terkesan”.

Dilihat dari hasil wawancara dengan informan, menurut saya pandangan

dan motivasi saling berkaitan karena memberikan pengaruh terhadap individu

yang ingin melakukan kegiatan pariwisata.

5.1. Analisis Wisata Vihara Avalokitesvara di Kota Pematangsiantar

Menurut Koentjaraningrat, Kebudayaan (culture) adalah keseluruhan

sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan

masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Dengan demikian,

kebudayaan memiliki pengertian yang luas dibandingkan dengan peradaban yang

merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri, sehingga kebudayaan memiliki

pengertian beberapa hal yang menyangkut tingkah laku, hasil-hasil tingkah laku,

dan aturan-aturan tingkah laku yang terpola dalam kehidupan masyarakat.

Sebelum menjadi tempat wisata,Vihara Avalokitesvara merupakan tempat

ibadah bagi masyarakat Siantar yang beragama Buddha. Dalam tujuh unsur

kebudayaan terdapat sistem pengetahun, seperti halnya penambahan yang terjadi

pada Vihara Avalokitesvara di kota Pematangsiantar yang menjadi tempat wisata

karena adanya suatu ketertarikan di Vihara Avalokitesvara, yaitu patung Dewi

Kwan Im. Adanya patung Dewi Kwan Im di Vihara Avalokitesvara karena

masyarakat beragama Buddha menganggap patung Dewi Kwan Im dahulunya

memberikan dampak positif, seperti banyak memberikan dharma atau

perbuatannya sehingga masyarakat Buddha menganggap patung Dewi Kwan Im

(27)

Dewi Kwan Im memang sudah ada di Vihara ini, tetapi berukuran kecil yang

terletak di ruangan ibadah, karena adanya pemikiran serta pengetahuan yang

dimiliki masyarakat beragama Buddha yang ada di Siantar serta kuatnya jiwa

sosial, maka mereka berantusias untuk membuat patung Dewi Kwan Im berukuran

lebih besar.

Menurut hasil pengamatan di lapangan yang saya lakukan, berwisata bagi

manusia untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan

olah raga, bersantai dan sebagainya. Berwisata juga merupakan keinginan untuk

mengetahui budaya, adat, tradisi, dan kesenian daerah lain termasuk juga

ketertarikan akan berbagai objek tinggalan budaya. Menurut Cohen, motivasi

wisatawan adalah untuk melepaskan diri sejenak dari kegiatan rutin berfungsi

untuk mengembalikan harmoni di masyarakat (terapi sosial). Jadi menurut saya

motivasi wisatawan adalah sebuah kebudayaan karena kebudayaan merupakan

tingkah laku, hasil-hasil tingkah laku yang dimiliki manusia menjadikan banyak

perubahan yang menjadikan suatu kebiasaan.

Setiap masyarakat sebagai pendukung suatu kebudayaan telah

menciptakan kebudayaan, karena adanya dorongan dan tuntutan berbagai

kebutuhan, meliputi :

1. Kebutuhan jasmaniah, yang terdiri dari oksigen, minuman, makanan, dan

pakaian

2. Kebutuhan Sosial, yang meliputi komunikasi dengan anggota suku-suku

(28)

3. Kebutuhan kejiwaan, terdiri dari keteraturan, kehormatan, kebanggan, dan

lain-lain

Adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut, menjadikan manusia terikat

dengan kebudayaannya. Dengan demikian, untuk melihat peranan masyarakat

dalam pembentukan kebudayaan, maka baik langsung atau tidak langsung

kebudayaan menentukan tindakan dan gagasan masyarakat itu sendiri yang

menentukan tindakan dan gagasannya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut, dirinci

kembali menjadi kebutuhan dasar yang kemudian ditanggapi secara budaya,

seperti yang dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski.

Kebutuhan dasar merupakan fungsi-fungsi organ tubuh manusia dan

kebutuhan-kebutuhan lain yang diikutinya, sedangkan respon cultural atau

tanggapan kebudayaan adalah kebutuhan manusia dalam mempertahankan

hidupnya yang nantinya akan menghasilkan benda-benda dan tindakan

kebudayaan dengan mengembangkan teknik-tekniknya, seperti keteraturan

gerakan fisik/jasmani, nilai dan bentuk-bentuk organisasi sosial. Adanya

kebutuhan ini tentu saja akan berhubungan dengan lingkungan sekitar, dimana

lingkungan juga menyediakan berbagai macam kebutuhan manusia yang terdapat

didalamnya. Hubungan manusia dengan lingkungan menurut Adimiharja (1993 :

2) sebagai berikut : Sejalan dengan pandangan diatas, lingkungan alam tempat

manusia hidup memberikan daya dukung kehidupan dalam berbagai bentuk

kemungkinan yang dapat dipilih manusia untuk menentukan jalan hidupnya.

Pengembangan pilihan-pilihan itu sangat tergantung pada potensi kebudayaan

(29)

kemampuan akalnya. Dengan demikian, bahwa kebutuhan manusia untuk terus

hidup, dalam hal tertentu dapat diperoleh dari lingkungan dimana mereka berada,

tetapi lingkungan hanya menyediakan untuk dipilih sesuai dengan

kebudayaannya.

Berwisata menjadi suatu kebutuhan bagi individu karena banyaknya

kegiatan yang dilakukan individu yang banyak menyita banyak waktu,

mengeluarkan tenaga dan pikiran sehingga individu tersebut membutuhkan

istirahat untuk mengebalikan energi mereka. Berwisata menjadi salah satu cara

individu untuk mengembalikan energi mereka seperti yang diungkapkan oleh

Cohen.

Dalam melakukan perjalanan wisata dapat di pengaruhi beberapa faktor

seperti menurut Mclntosh dan Murphy, seseorang sering dipengaruhi oleh faktor

internal wisatawan dan faktor eksternal. Motivasi adalah salah satu faktor penting

untuk calon wisatawan dalam mengambil keputusan mengenai daerah tujuan

wisata yang akan dikunjungi, calon wisatawan akan mempunyai persepsi pada

daerah tujuan wisata yang memungkinkan, dimana persepsi ini mampu dihasilkan

oleh preferensi individual, pengalaman sebelumnya, dan informasi yang bisa

didapatkan. Seperti hasil dari wawancara yang saya lakukan terhadap informan

pada saat di lapangan, hampir semuanya yang datang berwisata ke Vihara

Avalokitesvara mencari informasi terlebih dahulu sebelum berkunjung.

Rumah ibadah adalah sebuah tempat yang digunakan oleh umat beragama

untuk beribadah menurut ajaran agama atau kepercayaan mereka masing-masing.

(30)

Pematangsiantar. Tetapi setelah dibangunnya patung Dewi Kwan Im terjadi

penambahan fungsi menjadi tempat wisata yang menimbulkan daya tarik pada

Vihara Avalokitesvara. Terjadinya penambahan fungsi terhadap Vihara

Avalokitesvara diterima baik oleh pemimpin Vihara serta masyarakat Buddha

yang tinggal di Pematangsiantar. Meskipun dijadikan sekaligus tempat wisata,

Vihara ini tetap bisa melangsungkan ibadah bagi umat Buddha, dan umat Buddha

tidak merasa terganggu dengan hal itu, malah umat Buddha merasa senang karena

banyak orang dari berbagai agama ingin mengetahui agama, kepercayaan, serta

kebudayaan mereka. Seperti yang saya ketahui, bahwa kota Pematangsiantar

adalah kota yang memiliki toleransi agama yang tinggi. Maka menurut saya,

karena itulah umat Buddha di kota Pematangsiantar menerima agama non Buddha

mengunjungi Vihara Avalokitesvara.

Di dalam tujuh unsur kebudayaan terdapat sistem religi. Antropologi

Religi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari tentang manusia yang

menyangkut agama dengan pendekatan budaya. Vihara Avalokitesvara

merupakan tempat ibadah bagi umat yang beragama Buddha. Vihara

Avalokitesvara sekarang telah menjadi tempat wisata. Pariwisata terdapat

beberapa macam jenis wisata, diantaranya adalah wisata budaya, wisata alam,

wisata religi. Vihara Avalokitesvara merupakan tempat wisata religi. Mengapa

dikatakan wisata religi, karena saya melihat tempat ibadah ini tidak hanya tempat

beribadah, melainkan juga tempat wisata, karena terdapat objek yang menjadikan

Vihara Avalokitesvara tersebut menjadi tempat wisata religi. Yang saya lihat dari

(31)

yang berkunjung bukan hanya yang beragama Buddha saja, tetapi dari agama lain

juga berkunjung ke Vihara Avalokitesvara ini seperti, agama Islam dan agama

Kristen. Disini dapat dilihat bahwasanya meskipun bukan agama Buddha saja

yang datang ke Vihara Avalokitesvara, umat Buddha yang beribadah di Vihara

Avalokitesvara menerima baik pengunjung yang non Buddha untuk datang ke

tempat ibadah mereka. Ini karena mereka memiliki toleransi agama yang tinggi.

Selain itu masyarakat yang berkunjung bukan hanya dari kota Pematangsiantar

saja, tetapi dari luar kota juga berkunjung ke Vihara Avalokitesvara ini, seperti

(32)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Objek Wisata Vihara Avalokitesvara merupakan objek wisata rohani yang

terletak di Jalan Pane, Kecamatan Siantar Selatan, Kota Pematangsiantar.

Vihara Avalokitesvara ini sudah ada hampir 100 tahun yang di dalam Vihara

hanya ada ruang untuk melangsungkan ibadah saja. Selanjutnya pada tahun

2005 didirikan sebuah patung setinggi 22,8 meter di Vihara tersebut, yaitu

patung Dewi Kwan Im.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa alasan atau

motivasi pengunjung Wisata Vihara Avalokitesvara adalah untuk beribadah.

Dari banyaknya pengunjung adalah untuk berwisata karena ingin

mengabadikan foto bersama patung tertinggi di Asia Tenggara tersebut.

3. Pandangan masyarakat mengenai penambahan fungsi Vihara menjadi

sekaligus tempat wisata, mereka berpendapat bahwa Vihara Avalokitesvara

pantas dijadikan tempat wisata religi karena kemegahan patungnya. Begitu

juga dengan Bhikksu di Vihara Avalokitesvara, dia merasa sangat senang dan

tidak keberatan apabila banyak masyarakat dari berbagai agama berkunjung

ke Vihara Avalokitesvara.

4. Pandangan dan motivasi saling berpengaruh terhadap kegiatan yang

dilakukan manusia seperti melakukan suatu pekerjaan yang dapat

memberikan nilai positif terhadap individu yang melakukan pekerjaan

(33)

merupakan dari pandangannya sendiri. Dari pandangannya tersebut

memberikan motivasi terhadap individu yang melakukan kegiatan yang

memberikan dampak positif terhadap individu yang melakukannya.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penjelasan dari bab-bab serta kesimpulan sebelumnya,

maka saran yang bisa disampaikan penulis yakni sebagai berikut:

1. Kepada pihak pengelola objek wisata Vihara Avalokitesvara agar dapat

membuat buku panduan. Karena fasilitas dan ornamen-ornamen yang di

pajang terdapat tulisan cina. Agar wisatawan yang berkunjung tahu apa

arti-arti dari fasilitas dan ornamen-ornamen tersebut.

2. Kepada para wisatawan, hendaknya menjaga dan memaknai arti hadirnya

objek wisata Vihara Avalokitesvara, serta ikut mempromosikan keberadaan

objek wisata Vihara Avalokitesvara agar semakin terkenal dan semakin

berkembang.

3. Kepada para wisatawan, sebaiknya mencari informasi terlebih dahulu

(34)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Daftar Kecamatan di Kota Pematangsiantar

Tabel 1

Daftar Kecamatan di Kota Pematangsiantar9

Kecamatan Luas Wilayah (km²) Ratio Terhadap Total (%) Desa/Kelurahan Siantar Barat Siantar Marihat Siantar Marimbun Siantar Martoba Siantar Selatan Siantar Sitalasari Siantar Timur Siantar Utara 3,205 7,825 18,006 18,022 2,020 22,723 4,520 3,650 4,01 9,78 22,52 22,54 2,53 28,41 5,65 4,56 8 7 6 7 6 5 7 7

Jumlah 79,971 100 53

2.2. Demografi

2.2.1. Penduduk

Pada tahun 2012 penduduk Kota Pematangsiantar mencapai 236.947 jiwa

dengan kepadatan penduduk 2.963 jiwa per km2. Penduduk perempuan di Kota

Pematangsiantar lebih banyak dari penduduk laki-laki. Pada tahun 2012 penduduk

9

(35)

Kota Pematangsiantar yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 115.488 jiwa dan

penduduk perempuan 121.459 jiwa. Dengan demikian sex ratio penduduk Kota

[image:35.595.114.514.230.590.2]

Pematangsiantar sebesar 95,08.

Tabel 2

Penduduk kota Pematangsiantar

Kecamatan Laki-Laki Perempuan

Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (per km²) Siantar Barat Siantar Marihat Siantar Marimbun Siantar Martoba Siantar Selatan Siantar Sitalasari Siantar Timur Siantar Utara 17.378 8.950 7.219 19.368 8.116 13.514 18.419 22.515 18.089 9.232 7.665 19.382 9.034 13.765 20.194 24.098 35.467 18.191 14.884 38.750 17.150 27.279 38.613 46.613 11.066 2.325 827 2.150 8.490 1.200 8.543 12.771

Jumlah 236.947 115.488 121.459 2.963

Terdapat berbagai suku-bangsa yang mendiami Kota Pematangsiantar,

antara lain Simalungun (61,43%), Toba, Mandailing (9,6%), Jawa (14,2%),

Tionghoa, Melayu.10

10

(36)

2.3. Letak Geografis Vihara Avalokitesvara

Hampir setiap orang di Sumatera Utara maupun di luar Sumatera Utara

telah mengetahui tentang salah satu kota administratif yang terletak di Sumatera

Utara ini, apalagi kota ini mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam sektor

pariwisata. Apabila kita berbicara tentang sektor pariwisata yang terdapat di kota

Pematangsiantar, tentunya kota ini memiliki beberapa objek wisata yang wajib

kita kunjungi. Beberapa diantara objek wisata tersebut telah begitu populer di

Sumatera Utara bahkan di Indonesia, karena mempunyai eksotika yang menarik.

Apalagi kota ini merupakan gerbang pariwisata Danau Toba, dimana para

wisatawan yang akan berwisata menuju Danau Toba selalu melintasi ataupun

sekedar singgah di kota yang populer dengan durian dan roti gandanya ini.

Selain itu, kota yang terletak di dataran tinggi Sumatera Utara ini juga

merupakan kota multi-etnis seperti halnya kota Medan yang di dalamnya tidak

hanya terdapat etnis Batak saja, tetapi etnis lainnya pun juga terdapat di kota ini

seperti etnis Jawa, etnis Melayu, etnis Minangkabau, etnis Nias serta etnis

Tionghoa dan etnis Tamil. Semua etnis tersebut hidup dengan rukun dalam satu

kesatuan khas Indonesia, bahkan keragaman etnis tersebut memberikan nilai

tambah tersendiri akan kebudayaan di Sumatera Utara yang menjadi semakin

beragam. Seperti halnya etnis Tionghoa, etnis Tionghoa adalah jumlahnya cukup

besar di kota Pematangsiantar. Keberadaan etnis Tionghoa ini dapat terlihat dari

beberapa bangunan tempat ibadah seperti vihara yang terletak di kota

Pematangsiantar. Salah satunya adalah vihara yang bernama Vihara

(37)

Pematangsiantar, dan sangat mudah sekali dijangkau karena letaknya yang sangat

strategis. Vihara ini merupakan salah satu bangunan tempat ibadah terpopuler di

Sumatera Utara, sebab Vihara yang sangat megah ini mempunyai eksotika yang

luar biasa indahnya.

Vihara Avalokitesvara yang terletak di kota Pematangsiantar ini tidak

hanya populer di kalangan masyarakat kota Pematang Siantar saja, sebab Vihara

yang berdiri pada tahun 2005 ini juga menarik perhatian para wisatawan dari

berbagai daerah di Indonesia maupun wisatawan mancanegara. Sehingga Vihara

ini tidak hanya menjadi tempat ibadah umat Buddha saja, tetapi juga menjadi

lokasi wisata religi bagi para wisatawan. Vihara Avalokitesvara ini mempunyai

beberapa hal yang sangat menarik. Salah satunya adalah patung Dewi Kwan Im

yang tampak begitu megah menghiasi halaman Vihara. Menurut informasi, patung

Dewi Kwan Im yang terdapat di halaman Vihara Avalokitesvara ini merupakan

patung Dewi Kwan Im terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara.

Kemegahan patung ini terpancar dari arsitektur bangunannya yang sangat besar

dan megah dengan ketinggian sekitar 22,8 meter. Sehingga, dengan ketinggian

tersebut tentu saja Patung Dewi Kwan Im yang terletak di Vihara Avalokitesvara

ini lebih tinggi dibandingkan bangunan-bangunan lainnya. Bahkan dari salah satu

titik di pusat Kota Pematangsiantar saja, kemegahan patung Dewi Kwan Im ini

sudah terlihat dari kejauhan.

Selain patung Dewi Kwan Im, di sekitar halaman Vihara Avalokitesvara

ini juga berdiri beberapa patung-patung lainnya, seperti patung dari beberapa shio

(38)

dari patung babi, anjing, ayam, monyet, kambing, kuda, ular, naga, kelinci,

harimau, kerbau, tikus. Patung-patung shio tersebut memberikan eksotika

tersendiri yang menambah keindahan bangunan vihara ini sehingga siapapun yang

berkunjung ke Vihara Avalokitesvara akan terpesona dengan arsitektur

patung-patung shio tersebut. Kemudian, terdapat juga sebuah bangunan lonceng yang

ukurannya sangat besar. Lonceng tersebut letaknya sangat dekat dengan patung

Dewi Kwan Im.

Tak hanya itu, kemegahan Patung Dewi Kwan Im yang terdapat di Vihara

Avalokitesvara ini ternyata juga pernah meraih penghargaan dari Museum Rekor

Indonesia (MURI) karena kemegahannya yang luar biasa. Menurut informasi,

patung Dewi Kwan Im tersebut terbuat dari bebatuan yang dipahat, dan proses

pemahatan patung Dewi Kwan Im tersebut dikerjakan langsung di Negara China

dengan waktu sekitar 3 tahun dan mengeluarkan biaya hingga sembilan milyar.

Hingga kemudian setelah selesai dipahat di Negara China, proses perakitan patung

Dewi Kwan Im ini dilakukan di Sumatera Utara. Kini, patung Dewi Kwan Im

tersebut menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang

berkunjung ke Vihara Avalokitesvara, bahkan beberapa wisatawan mancanegara

pun sangat kagum akan kemegahan arsitekturnya yang tampak begitu menarik.

Selain itu, kemegahan Patung Dewi Kwan Im ini juga sering dijadikan objek

potret kamera para fotografer. Tercatat beberapa fotografer profesional pernah

berkunjung ke lokasi Vihara Avalokitesvara ini untuk memotret kemegahan

(39)

Vihara Avalokitesvara ini berlokasi di Jalan Pane, Kecamatan Siantar

Selatan, kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Dalam perjalanan menuju

Parapat, akan melalui kota Pematang Siantar dan melihat patung Bodhisatva

Avalokitesvara (Dewi Kwan Im) yang menjulang tinggi, ini adalah tujuan wisata

religi di kota Pematangsiantar bagi umat Buddha. Di Vihara Avalokitesvara ini

dapat bersembahyang atau berfoto di dekat patung-patung yang tersebar di Vihara

Avalokitesvara. Bagi penganut agama lain bisa melihat patung Bodhisatva

Avalokitesvara yang tertinggi di Asia tenggara dan masuk dalam MURI (Museum

Rekor Indonesia). Patung Kwan Im di Siantar ini selesai dibangun dalam waktu

tiga tahun dan diresmikan pada 15 November 2005. Patung setinggi 22,8 meter ini

dipesan langsung dari RRC dan dibuat dari batu granit. Bagi pemeluk Buddha,

Dewi Kwan Im adalah dewi kasih sayang yang selalu dipuja. Kwan Im dikenal

sebagai Bodhisattva atau calon Buddha, yakni manusia yang hampir mencapai

kesucian atau kesempurnaan. Posisi Kwan Im di Siantar ini bernama Kwan Im

Pemegang Sutra atau kitab ajaran Buddha. Posisi ini adalah satu dari 33 julukan

Kwan Im. Kwan Im ini disebut pula Avalokitesvara, serupa dengan nama vihara

di mana patung ini dibangun. Aval berarti mendengar, lokite artinya dunia dan

svara berarti suara. Avalokitesvara berarti mendengar suara dunia.

"Avalokitesvara sesuai kepercayaan Buddhis berarti kasih sayangnya akan datang,

dan mereka yang kesusahan akan didengar," kata Bikkhu Dhyanavira, pimpinan

Vihara Avalokitesvara. Patung Kwan Im ini dikelilingi catur mahadewa raja atau

malaikat pencatat kebaikan dan keburukan. Di kompleks patung terdapat sebuah

(40)

Kwan Im ukuran kecil mengelilingi patung raksasa ini. Vihara ini letaknya tepat

di jantung kota Pematangsiantar, dan dapat dijangkau dengan menggunakan

kendaraan roda dua ataupun roda empat. Bahkan kemegahan Vihara

Avalokitesvara ini sudah terlihat dari bangunan Patung Dewi Kwan Im dari

kejauhan ketika melintas di salah satu sudut kota Pematangsiantar.

2.4. Jenis-jenis Tempat Wisata di Kota Pematangsiantar

Selain Vihara Avalokitesvara, di kota Pematangsiantar terdapat beberapa

tempat wisata yang bisa dikunjungi oleh masyarakat yang ingin berlibur,

diantaranya adalah :

1. Taman Bunga

Taman bunga terletak di Jalan Merdeka. Biasanya kawasan ini paling

ramai dikunjungi pada saat jam 13.00 dan pada saat hari libur dan akhir

pekan. Kawasan ini paling banyak dikunjungi oleh para kaum muda-mudi

sekedar untuk berkumpul maupun berkencan. Alasan orang-orang banyak

mengunjungi taman bunga karena memang kawasan ini merupakan paru-paru

Kota Pematangsiantar yang terletak di pusat kota dan dipenuhi oleh

pepohonan yang rimbun yang membuatnya sangat asri dan sejuk. Selain itu,

ditambah banyaknya pedagang-pedagang seperti penjual makanan, jagung

bakar, dsb menambah daya tarik tempat ini.

2. Lapangan Adam Malik

Lapangan adam malik merupakan lapangan Kota Pematangsiantar karena

di tempat inilah diselanggarakan acara-acara resmi seperti Upacara HUT RI,

(41)

kembang api tahun baru. Letaknya yang terletak di pusat kota membuat

lapangan ini ramai dikunjungi baik itu siang hari maupun malam hari. Di

lapangan ini selain sebagai lapangan upacara, merupakan kawasan yang

banyak hiburan-hiburan dan pedagang-pedagang seperti kereta-keretaan,

mandi bola bagi anak-anak, pedagang-pedagang makanan dan tempat

nongkrong yang nyaman. Selain itu, Lapangan Adam Malik pada pagi

harinya banyak dikunjungi antara jam 04.30-07.00 untuk berolahraga dan

jogging tertuatama pada hari Minggu.

3. Taman Hewan Pematangsiantar (Kebun Binatang Pematangsiantar)

Taman Hewan Pematang Siantar (THPS) atau sebelumnya dikenal juga

sebagai Kebun Binatang Siantar. Kebun binatang ini resmi dibuka untuk

umum pada tanggal 27 November 1936 dengan luas areal sekitar 4.5 hektare.

THPS berlokasi di Jl. Kapt. MH. Sitorus No. 10, Kota Pematang Siantar,

Provinsi Sumatera Utara. Sampai saat ini THPS masih mempertahankan

statusnya sebagai kebun binatang yang terlengkap dan terbaik di

wilayah Sumatera Utara. Koleksi satwa dan popularitasnya bahkan

mengalahkan Kebun Binatang Medan dengan luas yang berpuluh kali lebih

besar. Meskipun dengan berbagai keterbatasan seperti sempitnya ruang yang

tersedia, kurangnya pendanaan serta pemahaman untuk proyek peremajaan

eksibisi hewan, namun melalui usaha perawatan hewan yang cukup baik,

THPS cukup berhasil dalam menjalankan peranannya sebagai lembaga

konservasi serta dapat digolongkan sebagai salah satu kebun binatang yang

(42)

4. Museum Simalungun

Museum ini terletak di jalan Sudirman dan dihapit oleh GKPS Sudirman

dan Polresta Pematangsiantar. Museum Simalungun memiliki koleksi

etnografi dan arkeologi mencapai 866 buah. Ketika memasukinya kita akan

takjub akan keindahan koleksinya Terletak di Jalan Sudirman No. 20,

Pematang Siantar, Kelurahan Proklamasi, Kecamatan Siantar Barat,

Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Pembangunan museum ini dimulai

pada April 1939 dan selesai pada Desember 1939. Semula museum ini

disebut Rumah Pusaka Simalungun, diresmikan pada 30 April 1940.

5. Kolam Renang Tirta Yudha

Kolam ini diresmikan oleh Pangdam I/BB Mayjen TNI Lodewijk F.Paulus

melaksanakan pengguntingan pita dan penanda tanganan prasasti oleh

Danrindam I/BB Kol. Inf Teguh Arif Ndratmoko dalam rangka meresmikan

Kolam Renang Tirta Wira Yudha Rindam I/BB dijalan Sisingamangaraja

P.Siantar, sabtu (23/3/2013). Danrindam I/BB dalam sambutannya

mengatakan, kolam renang Tirta Yudha Rindam I/BB mempunyai sejarah

dimana pembangunannya dimulai pada tahun 1980 lalu dengan nama kolam

renang Bah Sorma. Pada tahun 1999 kolam tersebut tidak beroperasi lagi

sehingga mengalami kerusakan yang cukup parah dan tidak dapat

beroperasional. Situasi tersebut berjalan hingga kurun waktu 13 (tiga belas)

tahun. Atas izin dan dorongan Pangdam I/BB serta donator, maka pada 29

November 2012 lalu dilaksanakan pembangunan kembali sehingga pada

(43)

kolam renang dapat dioperasionalkan. Kolam renang tersebut merupakan

salah satu sarana fasilitas yang dapat memberikan satu kontribusi kepada

Pemko Siantar dan Pemkab Simalungun dalam pembinaan atlit renang

sekaligus masyarakat Siantar-Simalungun sehingga terbentuk suatu wadah

prestasi renang yang bernaung pada Tirta Wira Yudha Club. Dari segi

prasarana kolam renang ini merupakan kolam renang terbaik di

Pematangsiantar. Kolam ini memiliki 3 kolam. Kedalamannya hampir sama

dengan Kolam Detis. Bedanya, Kolam untuk anak-anak memiliki beberapa

permainan air yang mengasyikan. Tirta Yudha juga memiliki prasarana yang

masih baik, tempat terbuka hijau yang sangat cocok untuk bersantai selepas

lelah berenang.

6. Karang Anyar

Dari namanya itu adalah nama sebuah tempat di pulau Jawa sana, tapi di

Pematang Siantar, nama Karang Anyar sudah tidak asing lagi karena menjadi

nama sebuah tempat wisata Pemandian Alam. Untuk menuju kesana

sangatlah mudah. Bila ditempuh dari kota Medan menuju Pemandian Alam

Karang Anyar Kec. Gunung Maligas Kabupaten Simalungun sekitar 128 Km

atau kira-kira 2 km setelah memasuki Kota Pematangsiantar. Jalan yang

dilalui tergolong bagus karena sudah aspal, walau ada sedikit bolong

disana-sini dan sedikit sempit namun untuk kendaraan roda empat tidak menjadi

masalah berarti. Sampai di gapura atau pos selamat datang kita akan dikenai

retribusi masuk Rp 2.500,-/orang. Dari gapura untuk sampai ke lokasi

(44)

sepeda motor dan mobil. Untuk parkiran mobil dikenakan biaya Rp 10.000,-

sedangkan untuk sepeda motor Rp3.000,-. Selanjutnya kita tinggal menuruni

anak tangga ke bawah dan langsung bisa melihat jernihnya air pemandian

Karang Anyar. Disekitar pinggirannya kita bisa melihat deretan gubuk-gubuk

yang tersedia sebagai tempat bersantai. Dahulu Karang Anyar masih hutan

yang ditumbuhi pohon-pohon besar. Lalu warga berinisiatif mengelolanya

dan kemudian pemerintah mengembangkan tempat itu menjadi lokasi wisata

sampai sekarang ini.

7. Kedai Kopi Kok Tong

Kopi Kok Tong berdiri sejak 1925. Orang Siantar lebih mengenal tempat

ini dengan nama kopi Kok Tong, kopi paling terkenal di Sumatera Utara.

Awalnya Kok Tong merupakan usaha perkopian yang dirintis oleh seorang

keturunan Tionghoa bernama Lim Tee Kee pada tahun 1925. Saat itu dinamai

kedai kopi Hang Seng. Kemudian diturunkan kepada anaknya (generasi

kedua) yang bernama Lim Kok Tong yang mengubah nama kedai ini menjadi

Kok Tong pada 1978, dan kini diteruskan kepada A Min. Di tangan generasi

ketiga inilah Kopi Kok Tong melebarkan sayapnya dengan membuka cabang

hingga ke mal-mal di kota Medan.

8. Toko Ganda

Biasanya wisatawan yang datang berkunjung ke Pematangsiantar, pasti

membeli Roti Ganda yang sudah khas di kalangan masyarakat. Bukan hanya

kelezatannya, roti ini terkenal dengan lembut nya. Banyak orang yang

(45)

Namun bukan, Roti Ganda adalah Kue Bolu yang di lapisi cream atau coklat.

Namun masyarakat sudah mengenal Roti Ganda sebagai Roti yang di olesi

dengan selai srikaya. Sebenarnya sama saja kelezatan nya. Namun,

kebanyakan orang menganggap Roti Ganda adalah Roti Srikaya. Karena

Harga nya yang cukup murah. Cukup mengeluarkan uang Rp. 17.000,- untuk

satu bungkus besar roti ganda yang sudah di potong-potong.

9. Maha Vihara Vidya Maitreya

Vihara ini merupakan tempat bagi umat Buddha. Vihara ini terletak di

jalan Ade Irma Suryani Pematangsiantar. Vihara ini juga di kunjungi oleh

wisatawan, karena Vihara ini memiliki lokasi yang bagus, bersih dan patung

Buddha Julai yang unik berwarna keemasan dan juga memiliki ukuran yang

cukup besar yaitu ± 225cm yang menjadi daya tarik wisatawan.

2.5. Sejarah Avalokitesvara dan Patung Dewi Kwan Im

2.5.1. Sejarah Berdirinya Vihara Avalokitesvara

Dalam catatan sejarah, keberadaan Vihara Avalokitesvara ini tidak bisa

dilepaskan dari sosok Syarif Hidayatullah (1450-1568 M), atau yang lebih populer

dengan nama Sunan Gunung Djati, salah seorang wali dari Walisongo yang

menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Beliau terpantik mendirikan sebuah

vihara di Serang karena melihat banyaknya perantau dari Tiongkok beragama

Buddha yang membutuhkan tempat ibadah.

Menurut versi lain, ide mendirikan vihara muncul setelah beliau menikah

dengan salah seorang putri Tiongkok bernama Putri Ong Tien. Karena banyak di

(46)

membangun sebuah masjid bernama Masjid Pecinan, yang kini tinggal puingnya

saja. Sedangkan bagi mereka yang tetap bertahan dengan keyakinannya semula,

dibuatkan sebuah vihara.

Vihara yang termasuk dalam Kawasan Situs Banten Lama dan konon

dibangun sekitar tahun 1652 M ini diberi nama Vihara Avalokitesvara. Nama

vihara tersebut diambil dari nama salah seorang penganut Buddha, yaitu

Bodhisattva Avalokitesvara, yang artinya “mendengar suara dunia.”

<

Gambar

Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Catatan lapangan penelitian saya bermula awal dari penelitian yang saya lakukan di Desa Besilam – Babussalam, Kabupaten Langkat ini didasarkan oleh keingintahuan saya secara

Dalam hal teknis tentu tidak perlu ditanyakan lagi, karena kegiatan ini cukup berisiko dan butuh keterampilan khusus untuk memasuki gua apalagi ini adalah daerah yang sangat baru

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah Fungsi Patung Dewi Kwam Im pada Vihara Avalokitesara bagi Masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar adalah sebagai religi, idendtitias

Jalan menuju salib tersebut merupakan jalan setapak berukuran ± 2 meter dimana jalur menuju salib berbeda dengan ketika pengunjung pulang menuju tempat parkir. Akses menuju tugu

maksud dan tujuan untuk mengadakan peninjauan atau penelitian. f) Wisata politik merupakan perjalanan yang dilakukan untuk mengunjungi atau. mengambil bagian secara aktif

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para wisatawan yang mengunjungi Salib Kasih juga beragam, ada yang mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak pengelola dan ada juga

Skripsi ini berjudul “Upacara dewi Kwan Im Po Sat (Studi Pelaksanaan upacara dan Motivasi Umat Tridharma Mengikuti Upacara dewi Kwan Im Po Sat di Klenteng Tien Kok Sie Pasar

Gambusan, Makan Nasi Kebuli Baren 45 Penting Karena saya terlahir sebagai pria berdarah arab, jadi harus meneruskan adat istiadat dan kebudayaan leluhur Saya jarang mengikuti