• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

Lampiran 4.

FORMULIR PENELITIAN

Nomor Responden Tanggal

A. Karakteristik Siswa • Nama Lengkap :

• Jenis Kelamin : Perempuan/ Laki-laki • Tempat/ Tanggal Lahir :

• Umur : • Kelas :

• Status Gizi* : BB = ... TB = ... *diisi peneliti

• Alamat :

B. Karakteristik Ibu • Nama :

• Umur : • No. Tlp :

• Pekerjaan Ibu

1. PNS (Pegawai Negeri Sipil) 2. Pegawai Swasta

3. Wiraswasta

(5)

Formulir Food Recall 24 jam

Nama : Kode Responden

Kelas : Tanggal

Waktu Makan Contoh : 08.00

Nama Masakan

Nasi

Telur matasapi

Bahan Makanan

Jenis Banyaknya

URT 1 piring

1 butir

Gram

Pagi/jam

Siang-sore/Jam

(6)

Formulir Frekuensi Makanan

(7)

Nanas Pepaya Pisang Semangka Salak

(8)

Formulir Aktivitas Fisik

Nama : Kode Responden

Kelas : Tanggal

(9)
(10)

37 1 1 2 2 2 1 1 3 3

38 1 2 2 2 3 2 2 1 3

39 2 3 2 2 2 3 1 4 3

40 1 2 1 3 3 2 1 2 3

41 2 3 2 2 3 3 1 3 3

42 2 2 2 2 3 3 1 3 2

43 2 1 1 2 3 2 1 3 3

44 2 1 1 3 3 3 1 2 3

45 2 3 2 2 2 2 1 4 2

46 1 1 2 1 3 3 1 3 3

47 1 2 1 1 2 1 1 4 3

48 1 1 2 2 2 2 1 3 3

49 2 2 2 1 3 2 1 4 2

50 2 2 2 1 2 2 1 3 3

51 1 2 2 2 2 3 1 3 3

52 2 2 1 3 2 2 1 3 3

53 1 2 1 2 3 2 1 2 3

54 2 2 2 1 3 2 1 4 3

55 2 2 2 2 2 2 1 3 2

56 1 1 2 2 3 3 2 3 3

57 1 3 2 3 3 1 2 1 3

58 2 1 1 2 3 2 1 3 3

59 2 2 1 1 2 1 1 3 3

60 1 2 1 2 3 2 2 3 3

61 1 2 2 2 3 2 2 3 3

(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)

% of Total 1,6% 9,7% 51,6% 14,5% 1,6% 79,0%

IMTUk * TBUk Crosstabulation

(20)

% of Total ,0% 1,6% 11,3% 12,9%

3 Count 4 8 28 40

% within

IMTUk 10,0% 20,0% 70,0% 100,0%

% within

TBUk 57,1% 66,7% 65,1% 64,5%

% of Total 6,5% 12,9% 45,2% 64,5%

4 Count 2 3 4 9

% within

IMTUk 22,2% 33,3% 44,4% 100,0%

% within

TBUk 28,6% 25,0% 9,3% 14,5%

% of Total 3,2% 4,8% 6,5% 14,5%

5 Count 1 0 1 2

% within

IMTUk 50,0% ,0% 50,0% 100,0%

% within

TBUk 14,3% ,0% 2,3% 3,2%

% of Total 1,6% ,0% 1,6% 3,2%

Total Count 7 12 43 62

% within

IMTUk 11,3% 19,4% 69,4% 100,0%

% within

TBUk 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

(21)

98 Lampiran 7.

DOKUMENTASI

Gambar 1. SDLB Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat

(22)

Gambar 3. Wawancara dengan Ibu Siswa di SDLB Negeri 057704

(23)

Gambar 5. Mengukur TB Siswa di SDLB Negeri 057704

(24)

Gambar 7. Mengukur TB Siswa di SDLB 057704

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N., 2013. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus.

Aidina, C.N., 2015. Pola Makan, Kecukupan Gizi dan Status Gizi Balita pada Keluarga Miskin di Perumnas Mandala, Kelurahan Kenanga Baru. [Sripsi], Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Bethayana Rr., R.B., 2008. Deskripsi Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi. [Skripsi], Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia.

Damanik, H.M., 2011. Pola Makan dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2010. [Skripsi], Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat., 2010. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta.

Fadila, 2015. Tinjauan Kebugaran Jasmani dan Status Gizi Siswa Tunagrahita Ringan Sekolah Luar Biasa Negeri 2 Padang. Universitas Negeri Padang. Gatineau M., Dent M., 2011. Obesity and Mental Health. Jurnal. Oxford:

National Obesity Observatory.

Hermina., Prihartini, A., 2011.Gambaran Keragaman Makanan dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein pada Anak Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan : 62-73. Istiani, A., Rusilanti., 2013. Gizi Terapan, PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia., 2011. Standar Antropometri

Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta.

Khomsan, A., Dwiriani, C.M., 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Penebar Swadaya. Jakarta.

Markum, A.H., 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

(26)

Marhamah., Abzeni., Juwita. 2014. Perilaku Konsumsi dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Kota Serang. Jurnal Matomatiko, Sains, dan Teknologi, Volume 15. Nomor 2, September 2014:97

Mathur, M., 2007. Dietary Habits and Nutritional Status in Mentally Retarded Children and Adolescents. J. Indian Assoc. Child Adolesc. Ment. Health 2007; 3(2): 18-20

Menteri Kesehatan Republik Indonesia., 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013. Jakarta.

Moehji, S., 2003. Ilmu Gizi, Papan Sinai. Jakarta.

Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta. Jakarta. Nur’aeni, M.A., 1997. Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah, Rineka Cipta.

Jakarta.

Pohan, D.E., 2015. Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Pola Menstruasi pada Mahasiswi jurusan Olahraga Universitas Negeri Medan Tahun 2014. [Skripsi], Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Putra, I.K.A.S., Adhi, K.T., 2014. Status Gizi Penyandang Cacat (Tunagrahita dan Tunarungu) di Sekolah Luar Biasa B Negeri Pembina Tingkat Nasional Kelurahan Jimbaran Kabupaten Badung. Community Health : 32-41. Putri, L.D., 2012. Hubungan antara Rutinitas Anak dengan Status Gizi pada Anak

Usia 7-12 Tahun di Sekolah Dasar Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan Tahun 2011. [Skripsi], Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Rahmawati, T., 2013. Hubungan Asupan Gizi, Aktivitas Fisik, dan Gangguan Makan terhadap Status Gizi pada Anak dengan Disabilitas Intelektual di Jakarta Tahun 2013. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Sari, D.P., 2012. Hubungan Pola Makan Siswa Obesitas Kelas XI dengan Aktivitas Fisik di SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang, Semarang : Fakultas Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Semarang .

Sediaoetama, A.D., 2004. Ilmu Gizi Jilid I, Dian Rakyat. Jakarta.

(27)

Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008. [Sripsi], Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. Simatupang, M.R., 2008. Pengaruh Pola Konsumsi, Aktivitas Fisik, dan

Keturunan terhadap Kejadian Obesitas pada Siswa Sekolah Dasar Swasta di Kecamatan Medan Baru Kota Medan. [Tesis], Medan : Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.

Sorongan, C.I., 2012. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Pelajar SMP Frater Don Bosco Manado. Manado : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi.

Strecker, L.E., 2011. School Nutrition: Addressing Obesity Among Children with Disabilities. ProQuest Research Library: 26-28.

Sugiarto, F., 2012. Asupan Makanan dan Status Gizi Anak dengan Palsi Serebralis. Jurnal Media Medika Muda, Universitas Diponegoro.

Sumosardjuno, S., 1986. Pengetahuan Praktis Kesehatan dalam Olahraga, Gramedia. Jakarta.

Supariasa, I.D.N., Bakri, B., Fajar, I., 2001. Penilaian Status Gizi, EGC. Jakarta.

Suprasetyo, A., 2015. Status Gizi Anak Tunagrahita Berdasarkan IMT di SLB Tunas Bhakti Pleret.[Skripsi], Yogyakarta : Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Sutiari, N.K., Swandewi, P.A., Padmiari, L.A., Dewi, N.M., 2010. Pola Makan dan Aktivitas Fisik Pada Siswa Gizi Lebih di SDK Soverdi Tuban, Kuta-Bali. JIG Vol 1: 6-17.

Suzuki M., Saitoh S., Tasaki Y., Shimomura Y., Makishima R., & Hosoya N., 1991. Nutritional Status and Daily Physical Activity Of Handicapped Students In Tokyo Metropolitan Schools For Deaf, Blind, Mentally Retarded, And Physically Handicapped Individuals. The American Journal of Clinical Nutrition : 01-11.

Utami, W.S., 2009. Hubungan Antara Aktivitas Fisik, Kebiasaan Konsumsi Serat dan Faktor Lain dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa SD Islam Annajah di Jakarta Selatan, Tahun 2009. Jakarta : Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Indonesia.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional) yang bertujuan untuk melihat gambaran pola makan, aktivitas fisik, dan status gizi siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat tahun 2016.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDLB Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat yang merupakan sekolah luar biasa satu-satunya di Kabupaten Langkat.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari Bulan Januari sampai dengan Mei tahun 2016.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SDLB Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat yang terdiri dari siswa autisme, tunadaksa, tunagrahita, tunanetra, dan tunarungu yang berjumlah 162 orang.

(29)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari siswa SDLB Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat tahun 2016. Cara menentukan jumlah sampel (Notoadmodjo, 2010) adalah sebagai berikut:

N n =

1 + N (d2) Keterangan:

N = Besar populasi (162)

n = Jumlah sampel minimal yang akan diteliti d = Kesalahan yang dapat diabaikan = 10% = 0,1 Sehingga :

162 n =

1 + 162 (0,12) n = 61,83 ≈ 62 orang.

(30)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Data karakteristik siswa (nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin) diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner .

2. Pola makan diperoleh dari wawancara susunan makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makanan.

3. Susunan makanan dan jumlah makanan (tingkat konsumsi) diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan formulir food recall 24 jam.

4. Frekuensi makanan diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan formulir frekuensi makanan (food frequency).

5. Data berat badan siswa diperoleh dengan melakukan penimbangan menggunakan timbangan pijak, tinggi badan siswa dengan menggunakan microtoise atau pengukuran tinggi badan.

6. Aktivitas fisik diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan formulir aktivitas fisik.

3.4.2. Data Sekunder

(31)

3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen adalah pola makan dan aktivitas fisik, se- dangkan variabel dependen adalah status gizi.

3.5.2 Definisi Operasional

1. Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai susunan makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan yang dimakan siswa setiap hari.

2. Susunan makanan adalah berbagai macam makanan yang dimakan siswa dalam satu hari, yaitu makanan pokok, lauk-pauk, sayur-sayuran, dan buah-buahan. 3. Jumlah makanan adalah banyaknya zat gizi energi dan protein yang dimakan

siswa dalam satu hari.

4. Frekuensi makan adalah berapa kali setiap jenis makanan dimakan oleh siswa pada waktu tertentu, yaitu >1x/hr, 1x/hr, 4-6x/minggu, 3x/minggu, 1-3x/bulan, 1x/tahun, tidak pernah..

5. Aktivitas fisik adalah semua kegiatan yang dilakukan siswa dalam satu hari (24 jam).

(32)

3.6 Metode Pengukuran 3.6.1 Pola Makan

Susunan makanan dan jumlah makanan diperoleh dari hasil wawancara recall 24 jam yang dilakukan 2 kali dan harinya tidak berturut-turut. Kecukupan energi diukur dengan menggunakan formulir food recall 24 jam dengan cara jumlah bahan makanan yang dikonsumsi siswa dihitung kedalam energi menggunakan software nutrisurvey, kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan energi yang dianjurkan. Frekuensi makanan pada siswa diperoleh melalui FFQ (Food Frequency Questionaire).

Kategori susunan makanan adalah sebagai berikut :

1. Lengkap yaitu terdiri dari 4 susunan makanan yaitu makanan pokok, lauk-pauk, sayur-sayuran, dan buah-buahan.

2. Kurang lengkap yaitu terdiri dari 3 susunan makanan yaitu makanan pokok, lauk pauk, dan sayur-sayuran atau buah-buahan.

3. Tidak lengkap yaitu terdiri dari 2 susunan makanan yaitu makanan pokok dan lauk-pauk atau sayur-sayuran.

Konsumsi zat gizi

Tingkat konsumsi = x 100%

Angka kecukupan gizi (AKG)

Klasifikasi tingkat konsumsi energi dan protein (TKE dan TKP) adalah sebagai berikut (WNPG, 2004):

(33)

Kategori frekuensi makanan adalah sebagai berikut: 1. Sering yaitu >1x/hari, 1x/hari, 4-6x/minggu 2. Jarang yaitu 1-3x/minggu, 1-3x/bulan, 1x/tahun 3. Tidak pernah yaitu tidak pernah

3.6.2 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik siswa diperoleh dari hasil wawancara kuesioner aktivitas fisik. Aktivitas fisik diukur dengan metode faktorial, yaitu merinci semua jenis dan lamanya kegiatan yang dilakukan siswa selama 1 hari 24 jam (dalam menit) pada lembar kuesioner, selanjutnya dicocokkan dengan Daftar Nilai Perkiraan Keluaran Energi pada kegiatan tertentu lalu tingkat aktivitas fisik dihitung dan dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL).

(���×�) PAL =

24 ��� Keterangan :

PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu)

w : Alokasi waktu tiap aktivitas (jam)

Tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut (FAO/WHO/ UNU, 2001) : 1. Ringan dengan nilai PAL 1,40-1,69

(34)

3.6.3 Status Gizi

Status gizi siswa diperoleh melalui pengukuran antropometri Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) dan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan menggunakan software WHO antro plus. Kategori dan ambang batas status gizi anak sekolah berdasarkan IMT/U adalah sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011) :

1. Sangat kurus : < -3 SD

2. Kurus : -3 SD s/d < -2 SD 3. Normal : -2 SD s/d 1 SD 4. Gemuk : 1 SD s/d 2 SD 5. Obesitas : >2 SD

Kategori dan ambang batas status gizi berdasarkan TB/U adalah sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011):

1. Sangat pendek : < -3 SD

2. Pendek : -3 SD s/d < -2 SD 3. Normal : -2 SD s/d 2 SD 4. Tinggi : > 2SD

3.7 Metode Analisis Data

(35)

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai. berikut:

1. Editing

Langkah ini bertujuan untuk melihat kelengkapan, dan kejelasan data. Data yang sudah terkumpul lalu diperiksa segera mungkin tentang isi kuesioner maupun formulir.

2. Coding

Data yang telah dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer menggunakan software nutrisurvey dan who antro plus.

3. Entri data

Adalah kegiatan memasukkan data ke program pengolahan data yaitu program perangkat lunak komputer setelah semua data terkumpul.

4. Tabulasi data

(36)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai merupakan sekolah yang diperuntukan bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus di jenjang sekolah dasar yang didirikan pada bulan Juni Tahun 1982 dan merupakan sekolah dasar luar biasa satu-satunya di Kabupaten Langkat yang beralamatkan di Jalan Proklamasi Nomor 1 Kecamatan Stabat.

SDLB Negeri 057704 dikepalai oleh Bapak H. Daudsyah, S.Pd dan memiliki guru pengajar berjumlah 15 orang. SDLB Negeri 057704 memiliki siswa terdaftar tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 162 orang yang terbagi ke dalam 15 kelas. Siswa yang bersekolah di SDLB ini adalah siswa yang memiliki kebutuhan khusus yaitu siswa autisme sebanyak 25 orang, siswa tunadaksa 2 orang, siswa tunagrahita 91 orang, siswa tunanetra 1 orang dan siswa tunarungu 43 orang. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu 15 ruang belajar, 1 ruang perpustakaan, area bermain siswa, dan lapangan yang dapat digunakan untuk aktivitas berolahraga. Siswa aktif belajar di ruangan pada hari Senin sampai dengan hari Kamis mulai pukul 08.00 sampai dengan 11.00 WIB. Hari Jum’at

biasanya digunakan untuk berolahraga seperti senam dan olahraga lainnya. Setiap bulannya pada hari Sabtu siswa memiliki jadwal berenang secara rutin.

(37)

4.2 Karakteristik Siswa

Deskripsi karakteristik siswa meliputi jenis kelamin dan umur. Distribusi berdasarkan karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

4.2.1 Jenis Kelamin

Jenis kelamin siswa yaitu laki-laki dan perempuan dan disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Distribusi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1. Laki-laki 29 46,8

2. Perempuan 33 53,2

Jumlah 62 100,0

Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa siswa lebih banyak berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 33 orang dengan persentase 53,2%.

4.2.2 Umur

Umur siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Distribusi Siswa Berdasarkan Umur di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

No. Umur Jumlah Persentase

1. 7 - 9 Tahun 20 32,3

2. 10 - 12 Tahun 31 50,0

3. 13 - 15 Tahun 11 17,7

Jumlah 62 100,0

(38)

4.3 Pola Makan Siswa

Pola makan yang baik terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur-sayuran, dan buah-buahan serta dimakan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan. Pola Makan siswa dapat dilihat dari susunan makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makanan. Pola makan siswa diukur dengan menggunakan metode food recall 24 jam dan food frequency. Gambaran distribusi setiap komponen pola makan tersebut dijelaskan sebagai berikut :

4.3.1 Susunan makanan

Susunan makanan merupakan macam makanan yang dimakan siswa dalam satu hari. Penilaian susunan makanan diperoleh melalui formulir food recall 24 jam dan disajikan menurut umur. Distribusi susunan makanan siswa disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3 Distribusi Susunan makanan Siswa Berdasarkan Umur di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016 No. Lengkap Kurang Lengkap Tidak Lengkap

n % n % n % n %

1. 7-9 6 30,0 13 65,0 1 5,0 20 32,3

2. 10-12 11 35,5 17 54,8 3 9,7 31 50,0

3. 13-15 2 18,2 6 54,5 3 27,3 11 17,7

Jumlah 19 30,6 36 58,1 7 11,3 62 100,0

(39)

4.3.2 Jumlah Makanan

Jumlah makanan merupakan banyaknya energi dan zat gizi protein yang dimakan siswa dalam satu hari. Penilaian jumlah makanan diperoleh melalui formulir food recall 24 jam dan disajikan menurut umur. Distribusi setiap komponen jumlah makanan disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.4 Distribusi Konsumsi Energi Siswa Berdasarkan Umur di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

No.

Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa konsumsi energi siswa sebagian besar kurang yaitu sebanyak 61,3%. Siswa umur 7-9 tahun kategori lebih sebanyak 5,0%, baik 45,0%, kurang 50,0%. Umur 10-12 tahun kategori lebih 3,2%, baik 32,3%, kurang 64,5%. Serta umur 13-15 tahun kategori lebih 9,1%, baik 18,2%, dan kurang 72,7%. Sedangkan konsumsi protein siswa disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.5 Distribusi Konsumsi Protein Siswa Berdasarkan Umur di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

(40)

Pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa konsumsi protein sebagian besar baik yaitu sebanyak 53,2%. Siswa umur 7-9 tahun konsumsi protein lebih 20,0%, baik 55,0%, kurang 19,4%. Umur 10-12 tahun konsumsi protein baik 58,1%. Sedangkan pada umur 13-15 tahun konsumsi protein baik 36,4%, kurang 45,5%. 4.3.3 Frekuensi Makanan

Frekuensi makanan merupakan berapa kali setiap susunan makanan dimakan oleh siswa pada waktu tertentu, yaitu >1x/hr, 1x/hr, 4-6x/minggu, 1-3x/minggu, 1-3x/bulan, 1x/tahun, dan tidak pernah . frekuensi makanan dikategorikan menjadi sering, jarang, dan tidak pernah. Penilaian frekuensi makanan diperoleh melalui formulir food frequency. Distribusi frekuensi makanan disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Makanan Siswa di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

Jenis makanan Frekuensi Konsumsi Jumlah Sering Jarang Tidak Pernah

(41)

Lanjutan Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Makanan Siswa di SDLBN 057704 Kwala

(42)

Sumber protein dari lauk nabati yang sering dikonsumsi siswa adalah tempe sebanyak 46,8% dan tahu 17,7%. Sumber vitamin dan mineral yang berasal dari sayur dan buah yang sering dikonsumsi siswa adalah daun singkong 14,5%, jeruk 11,3% dan pisang 12,9%. Susu bubuk merupakan jenis susu yang sering dikonsumsi siswa dengan persentase 33,9%. Jajanan yang lebih sering dikonsumsi siswa selama di sekolah adalah biskuit dengan persentase 41,9%.

4.4 Aktivitas Fisik Siswa

Aktivitas fisik merupakan semua kegiatan yang dilakukan siswa dalam satu hari. Penilaian aktivitas fisik diperoleh melalui formulir aktivitas fisik dan disajikan menurut umur. Distribusi aktivitas fisik disajikan pada tabel di bawah ini Tabel 4.7 Distribusi Aktivitas Fisik Siswa Berdasarkan Umur di SDLBN

057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

(43)

4.5 Status Gizi Siswa

Status gizi ditentukan dengan pengukuran antropometri berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) dan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Penilaian status gizi diperoleh dari hasil pengolahan berat badan dan tinggi badan siswa.

4.5.1 Status Gizi berdasarkan IMT/U

Distribusi status gizi siswa berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.8 Distribusi IMT/U Siswa Berdasarkan Umur di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

No

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n % n %

(44)

Tabel 4.9 Distribusi IMT/U Siswa Berdasarkan Kecacatan di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

No

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n % n %

Pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa status gizi IMT/U siswa berdasarkan kecacatan sebagian besar adalah kategori normal. Pada siswa tunarungu IMT/U kurus sebanyak 16,7%, gemuk dan obesitas masing-masing 5,6%. Pada siswa tunagrahita siswa sangat kurus sebanyak 6,8%, kurus 11,4%, gemuk 18,2% dan obesitas sebanyak 2,3%. Status gizi TB/U siswa berdasarkan umur dapat disajikan pada tabel di bawah ini.

4.5.2 Status Gizi berdasarkan TB/U

Distribusi status gizi siswa berdasarkan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.10 Distribusi Status Gizi TB/U Siswa Berdasarkan Umur di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

No.

(45)

15,0% dan normal 80,0%. Umur 10-12 tahun kategori sangat pendek 9,7%, pendek 25,8%, normal 64,5%. Umur 13-15 tahun kategori sangat pendek lebih banyak dibandingkan umur lainnya yaitu 27,3%, pendek 9,1%, normal 63,6%. Status gizi TB/U siswa berdasarkan kecacatan disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.11 Distribusi Status Gizi TB/U Siswa Berdasarkan Kecacatan di

SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

No.

Pada tabel 4.11 menunjukkan bahwa status gizi TB/U siswa berdasarkan kecacatan sebagian besar adalah normal. Pada siswa tunarungu status gizi TB/U siswa kategori sangat pendek dan pendek masing-masing sebanyak 5,6%. Pada siswa tunagrahita satus gizi TB/U sangat pendek sebanyak 13,6% dan pendek 25,0%.

4.6 Status Gizi Berdasarkan Pola Makan

(46)

4.6.1 IMT/U Berdasarkan Susunan makanan

Distribusi Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) siswa berdasarkan susunan makanan disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.12 Tabulasi Silang antara Susunan makanan Siswa dengan IMT/U di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

No.

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n % n %

1 Lengkap 0 0,0 1 5,3 13 68,4 5 26,3 0 0,0 19 100,0

2 Kurang Lengkap 2 5,6 5 13,9 24 66,7 3 8,3 2 5,6 36 100,0 3 Tidak Lengkap 1 14,3 2 28,6 3 42,9 1 14,3 0 0,0 7 100,0

Pada tabel 4.12 menunjukkan sebagian besar susunan makanan siswa adalah kurang lengkap. Siswa dengan susunan makanan lengkap cenderung memiliki IMT/U normal sebanyak 68,4% dan gemuk 26,3%. Siswa dengan susunan makanan kurang lengkap cenderung normal sebanyak 66,7% dan kurus 13,9%. Serta pada siswa dengan susunan makanan tidak lengkap juga cenderung normal 42,9% dan kurus 28,6%.

4.6.2 TB/U Berdasarkan Susunan makanan

Distribusi Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) siswa berdasarkan susunan makanan disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.13 Tabulasi Silang antara Susunan makanan Siswa dengan TB/U di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

No Susunan Makanan

TB/U Jumlah Sangat Pendek Pendek Normal

(47)

Pada tabel 4.13 menunjukkan siswa dengan susunan makanan lengkap memiliki TB/U normal sebanyak 68,4% dan pendek 21,1%. Susunan makanan kurang lengkap juga cenderung normal 69,4%, pendek 22,2%. Serta susunan makanan tidak lengkap dengan TB/U normal 71,4% dan sangat pendek 28,6%. 4.6.3 IMT/U Berdasarkan Konsumsi Energi

Distribusi Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) siswa berdasarkan konsumsi energi disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.14 Tabulasi Silang antara Konsumi Energi Siswa dengan IMT/U di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016 No. Konsumsi

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n % n %

1 Lebih 0 0,0 1 33,3 1 33,3 1 33,3 0 0,0 3 100,0 2 Baik 0 0,0 1 4,8 14 66,7 4 19,0 2 9,5 21 100,0 3 Kurang 3 7,9 6 15,8 25 65,8 4 10,5 0 0,0 38 100,0

Pada tabel 4.14 menunjukkan semua siswa IMT/U sangat kurus konsumsi energinya kurang dari kecukupan. Siswa dengan konsumsi energi kategori lebih IMT/U kurus, normal, dan gemuk sama besar yaitu 33,3%. Konsumsi energi baik IMT/U cenderung normal sebanyak 66,7% dan gemuk 19,0%. Konsumsi energi kurang memiliki IMT/U normal 65,8% dan kurus 15,8%. 4.6.4 TB/U Berdasarkan Konsumsi Energi

(48)

Tabel 4.15 Tabulasi Silang antara Konsumsi Energi Siswa dengan TB/U di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016 No seluruhnya memiliki TB/U kategori normal. Siswa dengan konsumsi energi baik memiliki TB/U normal sebanyak 61,9% pendek 28,6%. Serta pada siswa konsumsi energi kurang TB/U normal sebanyak 71,1%, pendek 15,8%, dan sangat pendek 13,2%

4.6.5 IMT/U Berdasarkan Konsumsi protein

Distribusi Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) siswa berdasarkan konsumsi energi disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.16 Tabulasi Silang antara Konsumsi Protein Siswa dengan IMT/U di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

No. Konsumsi

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n % n %

1 Lebih 1 7,7 1 7,7 8 61,5 1 7,7 2 15,4 13 100,0

2 Baik 1 3,0 4 12,1 21 63,6 7 21,2 0 0,0 33 100,0 3 Kurang 1 6,3 3 18,8 11 68,8 1 6,3 0 0,0 16 100,0

(49)

dengan konsumsi protein kurang memiliki IMT/U normal sebanyak 68,8%, dan kurus 18,8%.

4.6.6 TB/U Berdasarkan Konsumsi protein

Distribusi Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) siswa berdasarkan konsumsi protein disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.17 Tabulasi Silang antara Konsumsi Protein Siswa dengan TB/U di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

No normal. Siswa dengan konsumsi protein memiliki lebih TB/U sangat pendek dan pendek sebanyak 15,4%, normal 69,2%. Konsumsi protein baik dengan TB/U normal sebanyak 63,6%, pendek 27,3%. Serta konsumsi protein kurang TB/U normal 81,3%, sangat pendek 12,5%.

4.7 Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik

Berdasarkan hasil penelitian dapat digambarkan status gizi siswa meliputi Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) dan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) siswa berdasarkan aktivitas fisik sebagai berikut :

4.7.1 IMT/U Berdasarkan Aktivitas Fisik

(50)

Tabel 4.18 Tabulasi Silang antara IMT/U Siswa dengan Aktivitas Fisik di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

No. Aktivitas

Kurus Normal Gemuk Obesitas

n % n % n % n % n % n %

1 Ringan 1 2,0 6 12,2 32 65,3 9 18,4 1 2,0 49 100,0

2 Sedang 2 15,4 2 15,4 8 61,5 0 0,0 1 7,7 13 100,0

Pada tabel 4.18 menunjukkan sebagian besar siswa aktivitas fisik kategori ringan. Siswa dengan aktivitas ringan memiliki IMT/U normal sebanyak 65,3% dan gemuk 18,4%. Sedangan siswa dengan aktivitas sedang memiliki IMT/U normal sebanyak 61,5%, kurus dan sangat kurus15,4%.

4.7.2 TB/U Berdasarkan Tingkat Aktivitas Fisik

Distribusi Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) siswa berdasarkan aktivitas fisik disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.19 Tabulasi Silang antara TB/U Siswa dengan Aktivitas Fisik di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

No Aktivitas

Pada tabel 4.19 menunjukkan siswa dengan aktivitas fisik ringan memiliki TB/U normal sebanyak 65,3%, pendek 22,4%. Serta siswa dengan aktivitas fisik sedang memiliki TB/U normal sebanyak 84,6%, pendek dan sangat pendek 7,7%.

(51)

4.8 Status Gizi IMT/U Berdasarkan TB/U

Distribusi Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) siswa berdasarkan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.20 Tabulasi Silang antara IMT/U siswa dengan TB/U di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

(52)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Status Gizi Siswa

5.1.1 Status Gizi Berdasarkan IMT/U

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa status gizi IMT/U paling banyak adalah kategori normal. Siswa dengan berat badan lebih yaitu gemuk dan obesitas secara keseluruhan sebanyak 17,7%. Begitu pula dengan siswa kurus dan sangat kurus sebanyak 17,7%. Pada anak penyandang cacat sebanyak 20% mengalami obesitas (Strecker, 2011). Berdasarkan umur IMT/U gemuk paling banyak berada pada umur 13-15 tahun yaitu sebanyak 45,5% dimana sebagian besar siswa pada umur ini beraktifitas fisik ringan sebesar 81,8%.

Berdasarkan hasil penelitian jumlah siswa tunagrahita lebih banyak dibandingkan siswa tunarungu. Status gizi IMT/U siswa berdasarkan kecacatan yaitu siswa tunarungu memiliki persentase kurus yang lebih besar dibandingkan siswa tunagrahita yaitu sebanyak 16,7%. Sedangkan siswa tunagrahita persentase gemuk lebih besar yaitu sebanyak 14,5%. Jika IMT/U siswa memiliki nilai Z skore < -3 SD maka dikategorikan sangat kurus, -3 SD s/d < -2 SD kurus, -2 SD sd 1 SD normal, > 1 SD s/d 2 SD gemuk, dan > 2 SD digategorikan obesitas. Berdasarkan hasil penelitian rata-rata Z skore IMT/U siswa adalah -0,51 SD.

(53)

memiliki kebutuhan khusus dimana mereka juga berhak memiliki status kesehatan yang sama dengan anak normal lainnya.

5.1.2 Status Gizi Berdasarkan TB/U

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa status gizi TB/U siswa sebagian besar kategori normal. Berdasarkan umur TB/U normal paling banyak pada umur 7-9 tahun, pendek umur 10-12 tahun (25,8%), dan sangat pendek 13-15 tahun (27,3%). Status gizi TB/U siswa berdasarkan kecacatan, siswa tunarungu kategori sangat pendek dan pendek keseluruhan sebanyak 11,2%. Sedangkan pada siswa tunagrahita sebanyak 38,6%. Siswa dengan TB/U di bawah standar sesuai dengan penelitian (Singh & Sukhdeep yang dikutip oleh Putra, 2014) yang menunjukkan siswa berkebutuhan khusus tunarungu memiliki tinggi badan di bawah standar. Banyak faktor yang memengaruhi status gizi seseorang.TB/U merupakan gambaran kecukupan gizi pada masa lampau mulai anak dari dalam kandungan sampai balita. Asupan makanan yang mengandung kalsium dan protein yang dikonsumsi sedini mungkin memengaruhi pertumbuhan seseorang terutama TB yang baik

(54)

berdasarkan TB/U merupakan gambaran keadaan gizi masa lampau. Pemenuhan gizi semasa hamil sampai balita akan berpengaruh kepada keadaan gizi masa mendatang.

5.2 Pola Makan Siswa

Pola makan memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Lie Goan Hong dalam Sri Kardjati yang dikutip oleh Aidina, 2015).

5.2.1 Susunan makanan Siswa SDLB Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa susunan makanan yang dikonsumsi siswa sebagian besar adalah kurang lengkap. Siswa umur 7-9 susunan makanan kurang lengkap sebesar 65,0%, lengkap 35,5%. Umur 10-12 tahun kurang lengkap 54,8%, lengkap 35,5%. Umur 13-15 tahun kurang lengkap 54,5%, dan lengkap 18,2%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar makanan yang dikonsumsi siswa belum beragam karena tidak mengonsumsi sayur ataupun buah setiap harinya. Berdasarkan penelitian siswa kurang menyukai sayur selain itu ibu jarang memberikan buah dikarenakan harga buah yang relatif mahal. Ibu biasanya memberikan buah pisang yang merupakan hasil ladang sendiri.

(55)

dikonsumsi semakin beragam maka komposisi zat gizi semakin lengkap. Asupan gizi yang diperoleh dari mengonsumsi berbagai makanan mengandung zat gizi berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.

5.2.2 Jumlah Makanan Siswa SDLB Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa konsumsi energi siswa SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat sebagian besar adalah kategori kurang. Siswa umur 13-15 tahun konsumsi energi kategori kurang sebanyak 72,7%. Anak usia ini memerlukan energi yang lebih besar dibandingkan umur lainnya sehingga asupan makanan yang dibutuhkan juga meningkat. Sedangkan pada umur 7-9 konsumsi energi kategori baik sebanyak 45,0%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa kecukupan energi siswa sebagian besar belum memenuhi kecukupan energi yang dianjurkan. Rata-rata konsumsi energi siswa sebesar 1577,5 kkal atau dalam persentase 78,3%.

(56)

yang tidak menghabiskan dan menyisakan makanan, dan memiliki jadwal makan yang tidak menentu. Disamping itu juga terdapat beberapa siswa yang suka makan dengan porsi yang lebih banyak dan lebih dari 3 kali sehari. Mayoritas dari gangguan makan terjadi akibat perilaku makan yang kurang tepat. Gangguan makan diidentifikasi ketika anak tidak dapat atau menolak makan dan minum dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhannya atau variasi dari makanan untuk memelihara zat gizi yang tepat (Babbit & Piazza dalam Rahmawati, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa konsumsi protein siswa SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat sebagian besar kategori baik. Berdasarkan umur konsumsi protein kategori baik paling banyak terdapat pada usia 10-12 tahun yaitu sebesar 58,1%. Umur 13-15 tahun kebutuhan protein cenderung meningkat, namun berdasarkan penelitian 45,5% siswa konsumsi protein kurang dari yang dianjurkan dan merupakan kategori umur yang paling besar konsumsi protein kurang dari angka kecukupan.

Rata-rata konsumsi protein siswa SDLB 057704 sebesar 53,6 gram, 94,3%. Walaupun sebagian besar siswa mengonsumsi protein kategori baik, namun masih terdapat 25,8% siswa yang konsumsi proteinnya kurang dari yang dianjurkan. Kekurangan protein dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak anak. Oleh karena itu konsumsi protein yang sesuai sangat diperlukan anak berkebutuhan khusus terutama anak tunagrahita yang memiliki tingkat kecerdasan jauh di bawah rata-rata.

(57)

yang dikonsumsi (Hermina, 2011). Menurut Marhamah (2014), konsumsi pangan dan gizi memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap status gizi dan kesehatan siswa. Makanan berpengaruh terhadap perkembangan otak. Menurut Rao yang dikutip oleh Rahmawati (2013), asupan asam amino dari protein yang kurang dapat menyebabkan terganggunya sintesis dari masing-masing neurotransmiter, yang mana berhubungan dengan suasana hati (mood) dan sifat agresif anak. Akan tetapi, penambahan asam amino yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan otak dan disabilitas intelektual.

Kekurangan makanan yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan dalam periode yang berkepanjangan dapat membawa pengaruh yang tidak baik terhadap pertumbuhan anak dan mengakibatkan perubahan metabolisme otak. Dengan demikian, kemampuan dan fungsi otak menjadi tidak maksimal terutama bagi anak tunagrahita dimana perkembangan otak sedikit lebih lambat tidak seperti anak normal biasanya. Oleh sebab itu diharapkan untuk memberikan makanan yang beragam pada anak agar memenuhi zat gizi yang dibutuhkan. Kebutuhan gizi setiap anak bisa saja berbeda. Semakin besar umur anak maka kebutuhan gizinya juga semakin besar, sehingga jumlah makanan yang dibutuhkan semakin besar.

5.2.3 Frekuensi Makanan Siswa SDLB Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat

(58)

Sumber protein dari lauk hewani yang dikonsumsi sebagian besar adalah ikan dengan persentase 79,0%. Sumber protein dari lauk hewani lainnya yang sering dikonsumsi adalah telur (67,8%), daging ayam (12,9%), dan daging (3,2%). Mahalnya harga daging menjadi alasan utama bagi ibu jarang menjadikan daging sebagai lauk. Sumber protein dari lauk nabati yang sering dikonsumsi sebagian besar adalah tempe dengan persentase 46,8%. Sumber protein dari nabati lainnya yang sering dikonsumsi adalah tahu (17,7%) dan kacang tanah (6,5%).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 41 tahun 2014 tentang pedoman gizi seimbang, untuk mewujudkan gizi seimbang kedua kelompok pangan hewani dan nabati perlu dikonsumsi bersama kelompok pangan lainnya setiap hari, agar jumlah dan kualitas zat gizi yang dikonsumsi lebih baik dan sempurna.

Sumber vitamin dan mineral dari sayuran yang sering dikonsumsi adalah daun singkong (14,5%), wortel (6,5%), bayam (4,9%), kacang panjang (4,8%), kangkung (3,2%), brokoli dan tauge (1,6%) sementara sayur yang jarang dikonsumsi adalah sawi hijau, kangkung, kacang panjang, bayam, brokoli, buncis, dan daun singkong. Kesulitan makan sayur pada anak dan suka memilih makanan menjadi masalah yang sering dihadapi di masyarakat.

(59)

Sumber vitamin mineral dari buah-buahan yang sering dikonsumsi adalah pisang (12,9%), jeruk (11,3%), nanas dan pepaya (1,6%) sementara buah kategori jarang yang dikonsumsi adalah semangka, mangga, pepaya, salak, jeruk, pisang. Sebagian besar ibu menyediakan buah yang merupakan hasil tanaman sendiri misalnya pisang. Disamping itu sebagian ibu masih mempertimbangan harga buah yang ingin dibeli. Sehingga cenderung memilih buah dengan jenis yang sama.

Susu yang sering dikonsumsi sebagian besar adalah susu bubuk (33,9%) Susu merupakan sumber kalsium dan mineral lainnya yang diperlukan untuk pertumbuhan fisik bagi anak sekolah yaitu pertumbuhan tulang dan gigi. Namun tak jarang dikarenakan harga susu yang relatif mahal menjadikan ibu tidak menyediakan susu bagi anak secara rutin. Disamping itu ada beberapa anak yang tidak terlalu menyukai susu. Sehingga jarang dikonsumsi.

Jajanan sekolah yang sering dikonsumsi sebagian besar adalah biskuit dengan persentase 41,9%. Jajanan sekolah juga memberikan kontribusi pemenuhan kebutuhan gizi siswa, terutama memberikan energi selama anak berada di sekolah. Namun ibu juga harus memerhatikan makanan apa yang dikonsumsi anak baik secara kuantitas maupun kualitas.

5.3 Aktivitas Fisik Siswa

5.3.1 Aktivitas Fisik Siswa SDLB Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat

(60)

ringan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar aktivitas fisik siswa rendah dimana sesuai dengan kegiatan anak berkebutuhan khusus yang lebih banyak berdiam diri dan kurang dengan kegiatan sosial. Siswa berada di sekolah selama 2 sampai 3 jam. Setelah itu sebagian besar siswa berada di rumah dan menghabiskan waktu dengan menonton televisi, hanya sedikit siswa yang bermain bersama temannya dikarenakan adanya keterbatasan berkomunikasi.

Berdasarkan umur siswa aktivitas fisik ringan paling banyak pada umur 7-9 tahun (85,0%). Sedangkan aktivitas fisik sedang pada umur 10-12 tahun (25,8%). Berdasarkan hasil penelitian rata-rata nilai PAL siswa sebesar 1,57. Penelitian Sumaryanti yang dikutip oleh Rahmawati (2013) menunjukkan bahwa aktivitas fisik memiliki manfaat bagi anak dengan disabilitas intelektual untuk dapat memperbaiki sirkulasi darah, meningkatkan kerja saraf yang berperan pada kegiatan mengingat dan proses belajar.

Kegiatan aktivitas fisik juga dapat menunjang perkembangan fisik siswa. Berdasarkan hasil penelitian Sorongan (2012) terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi, semakin ringan intensitas aktivitas fisik yang dilakukan maka berpengaruh terhadap status gizi (IMT/U) lebih bahkan obesitas. Dengan diadakannya kegiatan olahraga di sekolah setiap minggunya diharapkan siswa kebutuhan khusus dapat mengembangan dirinya, menjadi sarana untuk lebih mengenal lingkungan sosial, serta menjaga kebugaran fisiknya.

(61)

sekolah. Jarak rumah yang cukup jauh dari sekolah juga menjadi alasan keterbatasan siswa mengikuti setiap kegiatan sekolah di setiap harinya. Pada umumnya orangtua terutama ibu lebih mengutamakan mengantar anak di hari kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Padahal kegitan olahraga juga dibutuhkan anak berkebutuhn khusus guna meningkatkan aktivitas sehari-hari serta melatih berinteraksi sosial.

5.4 Status Gizi Berdasarkan Pola Makan

Berdasarkan hasil penelitian di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat diperoleh bahwa siswa dengan susunan makanan lengkap cenderung memiliki IMT/U normal sebanyak 68,4% dan gemuk 26,3%. Susunan makanan kurang lengkap dengan IMT/U normal sebanyak 66,7%, kurus 13,9%. Susunan makanan tidak lengkap memiliki IMT/U normal sebanyak 42,9%, dan kurus 28,6%. Berdasarkan persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin beragam susunan makanan yang dikonsumsi siswa maka IMT/U normal cenderung lebih besar. Sedangkan semakin kurang atau sedikit jumlah susunan makanan yang dikonsumsi maka IMT/U kurus cenderung lebih besar pula.

(62)

Hasil penelitian TB/U berdasarkan susunan makanan diperoleh bahwa siswa dengan susunan makanan lengkap memiliki TB/U normal 68,4%, pendek 21,1%. Susunan makanan kurang lengkap kategori normal 69,4%, pendek 22,2%. Serta siswa dengan susunan makanan tidak lengkap kategori normal 71,4%, sangat pendek 28,6%. Berdasarkan persentase tersebut setiap kategori susunan makanan memiliki persentase TB/U normal semakin besar. Namun persentase pendek dan sangat pendek juga cenderung meningkat.

Hasil penelitian IMT/U berdasarkan konsumsi energi diperoleh bahwa siswa dengan konsumsi energi lebih pesentase IMT/U kurus, normal, dan gemuk sama yaitu 33,3%. Konsumsi energi baik memiliki IMT/U normal 66,7%, gemuk 19,0%. Konsumsi energi kurang memiliki IMT/U normal 65,8%, dan kurus 15,8%. Berdasarkan persentase tersebut diketahui bahwa semakin besar konsumsi energi maka cenderung memiliki IMT/U gemuk yang lebih besar. Sedangkan konsumsi energi yang kurang maka IMT/U kurus dan sangat kurus juga lebih besar. Ketidakseimbangan antara asupan makanan kebutuhan dan kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi lebih maupun gizi kurang.

(63)

Hasil penelitian IMT/U berdasarkan konsumsi protein diperoleh bahwa konsumsi protein lebih memiliki IMT/U normal 61,5%, gemuk 7,7%, dan obesitas 15,%. Konsumsi protein baik memiliki IMT/U normal 63,6%, gemuk 21,2%. Konsumsi protein kurang memiliki IMT/U normal 68,8%, kurus 18,8%. Berdasarkan persentase tersebut diketahui bahwa jika konsumsi protein semakin besar maka IMT/U gemuk dan obesitas juga semakin besar begitu juga sebaliknya. Konsumsi protein juga memberikan kontribusi terhadap angka kecukupan energi.

Hasil penelitian TB/U berdasarkan konsumsi protein diperoleh siswa dengan konsumsi protein lebih memiliki TB/U normal sebanyak 69,2%, pendek dan sangat pendek 15,4%. Konsumsi protein baik TB/U normal 63,6%, pendek 27,3%. Konsumsi protein kurang memiliki TB/U normal 81,3%, dan sangat pendek 12,5%.

Menurut Istiani (2013), konsumsi makanan seseorang berpengaruh terhadap status gizi orang tersebut. Semakin baik konsumsi makanan seseorang maka akan semakin beragam zat gizi yang terpenuhi yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan terutama bagi anak sekolah yang kebutuhan energi dan zat gizi lainnya yang relatif meningkat.

(64)

dikonsumsi setiap harinya. Jika asupan makanannya seimbang tentunya status gizinya juga baik dan begitu sebaliknya.

5.5 Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik

Hasil penelitian status gizi IMT/U berdasarkan aktivitas fisik diperoleh bahwa siswa dengan aktivitas fisik ringan memiliki IMT/U normal sebanyak 65,3%, obesitas 18,4%. Sedangkan siswa dengan aktivitas fisik sedang memiliki IMT/U normal sebanyak 61,5%, kurus dan sangat kurus masing-masing 15,4%. Berdasarkan persentase tersebut diperoleh bahwa siswa dengan aktivitas fisik rendah akan mengalami kecenderungan berat badan lebih yang lebih besar dibandingkan siswa yang beraktivitas sedang. Begitu pula sebaliknya siswa dengan aktivitas fisik sedang memiliki IMT/U kurus dan sangat kurus juga lebih besar. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu anak yang beraktivitas fisik ringan maka cenderung untuk memiliki berat badan lebih dan menurut statistik terdapat hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian berat badan berlebih (Mujur dalam Zuhdy, 2015).

(65)

Hasil penelitian TB/U berdasarkan aktivitas fisik diperoleh bahwa aktivitas fisik siswa kategori ringan memiliki TB/U normal 65,3%, pendek 22,4%. Sedangkan siswa dengan aktivitas fisik sedang memiliki TB/U normal 84,6%.

Menurut Sorongan (2012), aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi karena status gizi seseorang bergantung juga penggunaan zat gizi yang dikonsumsi dengan cara beraktivitas. Semakin ringan intensitas aktivitas fisik yang dilakukan maka berpengaruh terhadap status gizi (IMT/U) lebih bahkan obesitas.

5.6 Status Gizi IMT/U Berdasarkan TB/U

(66)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Pola makan siswa di SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat dilihat berdasarkan susunan makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makanan. Berdasarkan susunan makanan sebagian besar siswa memakan makanan yang kurang lengkap. Siswa yang berumur 7-9 tahun paling banyak mengonsumsi makanan yang kurang lengkap. Berdasarkan konsumsi energi siswa, sebagian besar kurang dari angka kecukupan energi serta paling banyak pada siswa yang berumur 13-15 tahun. Berdasarkan konsumsi protein siswa, sebagaian besar baik yaitu memenuhi angka kecukupan protein serta paling banyak pada siswa umur 10-12 tahun. Berdasarkan frekuensi makanan, sumber protein cukup beragam yaitu dari lauk hewani dan nabati, namun sebagian besar berasal dari lauk hawani. Konsumsi sayur dan buah masih kurang beragam dan cenderung sama pada jenis tertentu. Sebagian besar siswa mengonsumsi susu namun dengan frekensi yang jarang dan tidak setiap hari.

2. Aktivitas fisik siswa sebagian besar adalah kategori ringan serta paling banyak pada siswa umur 7-9 tahun. Siswa yang aktivitas ringan cenderung memilki IMT/U kategori gemuk dibandingakan siswa yang aktivitas sedang. Sedangkan siswa dengan aktivitas ringan cenderung memiliki TB/U sangat pendek dan pendek.

(67)

3. Status gizi siswa berdasarkan IMT/U sebagian besar kategori normal, paling banyak pada siswa umur 7-9 tahun. Status gizi siswa berdasarkan TB/U sebagian besar kategori normal, paling banyak pada siswa yang berumur 7-9 tahun. Siswa dengan IMT/U gemuk dan obesitas memilki TB/U cenderung pendek dan sangat pendek.

6.2 Saran

(68)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak normal pada umumnya. Menurut Efendi yang dikutip oleh Abdullah (2013), istilah berkebutuhan khusus secara eksplisit ditujukan kepada anak yang dianggap mempunyai kelainan atau penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal umumnya yaitu dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya.

2.1.1 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut klasifikasi dan jenis kelainan, anak berkebutuhan khusus dikelompokkan ke dalam kelainan fisik, kelainan mental, dan kelainan karakteristik sosial.

1. Kelainan Fisik

(69)

amputasi dan lain-lain. Kelainan pada alat motorik tubuh ini dikenal dalam kelompok tunadaksa.

2. Kelainan Mental

Anak dalam aspek kelainan mental adalah anak yang memiliki penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya. Kelainan pada aspek mental ini dapat menyebar ke dua arah, yaitu kelainan mental dalam arti lebih (supernormal) dan kelainan mental dalam arti kurang (subnormal). Kelainan mental dalam arti lebih atau anak unggul, menurut tingkatannya dikelompokkan menjadi: a) anak mampu belajar dengan cepat (rapid learner), b) anak berbakat (gifted), dan c) anak genius (extremely gifted). Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita, yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus.

Kecerdasan yang sedemikian rendah menyebabkan anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial pada setiap fase perkembangannya. Anak tunagrahita tidak bisa menentukan bagaimana mereka harus menjaga kesehatan, mengatur pola makan, dan mencegah mereka dari penyakit yang mengancam kesehatannya. Anak tunagrahita sedang sampai berat bahkan tidak bisa mengurus dirinya sendiri dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya, sehingga harus selalu dibimbing dan diawasi.

3. Kelainan Perilaku Sosial

(70)

kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib, norma sosial, dan lain-lain. Manifestasi dari mereka yang dikategorikan dalam kelainan perilaku sosial ini, misalnya kompensasi berlebihan, sering bentrok dengan lingkungan, pelanggaran hukum atau norma maupun kesopanan (Amin & Dwidjosumarto, 1979). Menurut Mackie yang dikutip oleh Abdullah (2013), anak yang termasuk dalam kategori kelainan perilaku sosial adalah anak yang mempunyai tingkah laku yang tidak sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di rumah, di sekolah, dan di masyarakat lingkungannya.

2.2 Anak Usia Sekolah

Anak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu golongan anak yang berumur antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia anak sekolah adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Kebutuhan gizi anak sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan jaringan. Karakteristik anak usia sekolah meliputi:

1. Pertumbuhan tidak secepat bayi

2. Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal) 3. Lebih aktif memilih makanan yang disukai

4. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat 5. Pertumbuhan lambat

(71)

Anak usia sekolah pada umumnya banyak memiliki aktivitas bermain yang menguras banyak tenaga, dengan terjadi ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan keluar, akibatnya tubuh anak menjadi kurus. Untuk mengatasinya harus mengontrol waktu bermain anak sehingga anak memiliki waktu istirahat cukup.

2.2.1 Kebutuhan Gizi pada Anak Usia Sekolah

Awal umur 6-7 tahun anak mulai masuk sekolah, dimana anak mulai banyak berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya, dan mulai mengenal suasana dan lingkungan baru dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja banyak memengaruhi kebiasaan makan mereka. Pengalaman-pengalaman baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini sering menyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan kepada mereka (Moehji, 2003).

Zat gizi makro maupun zat gizi mikro sangat dibutuhkan anak usia sekolah untuk proses pertumbuhan dan perkembangan, mempertahankan tubuh terhadap serangan infeksi, dan meningkatkan kemampuan belajar serta membantu konsentrasi. Menurut Ingtyas yang dikutip oleh Rahmawati (2013), anak dengan disabilitas intelektual (tunagrahita) mengalami defisit asupan gizi yaitu diantaranya energi, protein, zat besi (fe), vitamin A, vitamin B, dan vitamin C. Marthur (2007) menambahan anak tunagrahita juga mengalami defisit kalsium.

(72)

amino yang terdapat dalam makanan berprotein tinggi dapat memengaruhi fungsi otak dan kesehatan mental. Hal ini berkaitan dengan dengan neurotransmiter otak. Asam amino merupakan bahan pembentuk dari beberapa neurotransmiter dopamin yang tebentuk dari asam amino tirosin. Asupan asam amino yang kurang dapat menyebabkan terganggunya sintesis dari masing-masing neurotransmiter, yang mana berhubungan dengan suasana hati (mood) dan sifat agresif anak. Akan tetapi, penambahan asam amino yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan otak dan disabilitas intelektual.

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan penurunan kemampuan belajar karena fungsi neurotransmiter tidak bekerja dengan optimal, anemia gizi besi, dan menurunkan appetite. Vitamin B6 (piridoksin) berfungsi mencerna protein, sintesis antibodi, dan berperan pembentukan sel darah merah. Kekurangan vitamin B6 dapat menyebabkan gangguan protein seperti lemah, mudah tersinggu, perubahan hati (mood), dan sukar tidur. Kekurangan vitamin C akan menyebabkan perbaikan jaringan menjadi lambat. Dampak lainnya adalah gangguan saraf yang diikuti oleh gangguan psikomotor. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak di dalam tubuh dan jumlah paling banyak tersimpan pada tulang dan gigi. Kekurangan kalsium dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.

(73)

Kebutuhan energi golongan umur 10-15 tahun relatif lebih besar dari pada golongan umur 7-9 tahun, karena aktivitas dan pertumbuhan yang meningkat, terutama penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-15 tahun, kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Adapun jumlah energi dan protein yang dianjurkan bagi anak umur 7-15 tahun tertera pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari) Anak Umur 7 –15 Tahun

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.75 Tahun 2013 Konsumsi zat gizi seseorang dapat dibandingkan dengan angka kecukupan gizi rata - rata dengan mencari tingkat konsumsi setiap kategori. Tingkat konsumsi ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

(74)

2.3 Pola Makan

Pola makan (food pattern) adalah kebiasaan memilih dan mengonsumsi bahan makanan oleh sekelompok individu. Pola makan dapat memberi gambaran mengenai kualitas makanan masyarakat. Menurut Lie Goan Hong dalam Sri Kardjati (2009) yang dikutip oleh Aidina (2015), pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.

Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Pola makan yang baik dan jenis hidangan makanan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Asupan gizi diperoleh dari mengonsumsi berbagai makanan yang mengandung zat gizi berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Beberapa zat gizi tersebut akan diubah menjadi energi dalam tubuh yang nantinya akan digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

(75)

sudah menyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan pada mereka. Sementara kebutuhan energi akan meningkat karena mereka lebih banyak melakukan aktivitas fisik, misalnya olahraga, bermain dan lain-lain.

2.3.1 Kaitan Pola Makan dengan Status Gizi

Ketidakseimbangan antara asupan makanan dan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi lebih maupun gizi kurang. Menurut Istiani (2013), konsumsi makanan seseorang berpengaruh terhadap status gizi orang tersebut. Status gizi baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efesien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara optimal. Sedangkan status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terja- di bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah yang berlebihan sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan.

2.3.2 Pemberian Makan pada Anak Umur 7-15 Tahun

Anak umur 7-15 tahun sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup. Tetapi kebutuhan nutrien justru bertambah, karena mereka sering melakukan berbagai aktivitas, seperti bermain di luar rumah, olahraga, pramuka, dan kegiatan sekolah lainnya. Kebutuhan energi pada golongan umur 10-15 tahun lebih besar daripada golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan yang lebih pesat dan aktivitas yang lebih banyak.

(76)

optimal, penunjang berbagai aktivitas, dan pemulihan kesehatan setelah sakit; dan 2) mendidik kebiasan makan yang baik, mencakup penjadwalan makan, belajar menyukai, memilih, dan menentukan jenis makanan yang bermutu (Markum, dkk, 2002).

2.3.3 Pengaturan Makan pada Anak Umur 7-15 Tahun

Jadwal pemberian makan merupakan kelanjutan dari jadwal masa bayi dengan sedikit penyesuaian, menjadi sebagai berikut: 3 kali makan utama (pagi, siang, dan malam/sore), diantaranya diberikan makanan kecil atau jajanan, dan bila mungkin tambahan susu (Markum, dkk, 2002). Secara lebih terinci jadwal makan yang dianjurkan adalah sebagai berikut.

Tabel 2.2 Contoh Pola Makanan Anak Umur 7-12 Tahun

(77)

Keterangan :

1) Dapat diganti dengan makanan penukarnya seperti roti, jagung, kentang, sagu. 2) Diartikan sumber protein hewani : daging, telur, hati, ikan laut, ikan tawar. 3) Diartikan sumber protein nabati : tahu, tempe, kacang-kacangan.

4) Dapat diganti dengan makanan penukar sebanyak 25 gram. 5) Berat biskuit “Regal” : 8-10 gr/buah

Berat biskuit “ Farley” : 15-16 gr/buah urt : ukuran rumah tangga

g : gram

2.4 Metode Food Recall 24 jam

Prinsip dari metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini responden menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Menurut Sanjur yang dikutip oleh Supariasa, dkk (2001). Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam adalah sebagai berikut: 1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan

atau minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu, kemudian petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram).

(78)

3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.

Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut:

1. Mudah melaksanakannya serta tidak membebani responden. Biaya relatif murah karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas. 2. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.

3. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.

4. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.

Kekurangan metode recall 24 jam antara lain:

1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya dilakukan recall satu hari.

2. Ketepatan sangat tergantung pada daya ingat responden. The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate).

4. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih atau terampil dalam menggunakan alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat.

(79)

meningkatkan mutu data recall 24 jam dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut). Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif menggambarkan kebiasaan makanan individu (Supariasa, dkk, 2001).

2.5 Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Menurut Supriasa, dkk (2001), secara umum survey konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Metode frekuensi makan adalah untuk memperoleh data tetang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama waktu periode tertentu setiap hari, minggu, bulan atau tahun.

Formulir frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau makanan dan frekuensi pengguanaan makanan tersebut pada periode waktu tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden.

Kelebihan metode food frequency : 1. Relatif murah dan sederhana

2. Dapat dilakukan sendiri oleh responden 3. Tidak membutuhkan latihan khusus

(80)

Kekurangan metode food frequency:

1. Tidak dapat menghitung intake zat gizi sehari-hari 2. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data 3. Cukup menjemukan bagi pewawancara

4. Perlu membuat pencobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk ke dalam daftar kuesioner

5. Responden harus jujur dan mempuyai motivasi yang tinggi.

2.6 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Latihan fisik adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dilakukan berulang-ulang dan bertujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan kebugaran. Menurut Fatmah yang dikutip oleh Pohan (2015), latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik, sedangkan olahraga adalah aktivitas fisik yang mempergunakan otot-otot besar yang bersifat kompetitif maupun non kompetitif.

Gambar

Gambar 1. SDLB Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat
Gambar 3. Wawancara dengan Ibu Siswa di SDLB Negeri 057704
Gambar 6. Menimbang BB Siswa di SDLB Negeri 057704
Gambar 8. Foto Bersama Siswa Tiga Tunagrahita di SDLB 057704
+7

Referensi

Dokumen terkait

wholly below the stationary curve and so three critical values of the thermal Raleigh number are required to fully specify the linear stability criteria. Oscillatory instability sets

Proposal Komurindo dan Kombat 2017 dalam bentuk ( hardcopy dan softcopy ) dapat diunggah melalui situs di atas mulai tanggal 27 Februari s.d 3 April 2017 pukul 18.00

[r]

Universitas Muhammadiyah Aceh Kopertis Wilayah XIII 102. Universitas Serambi Mekkah Kopertis

[r]

Universitas Muhammadiyah Mataram Kopertis Wilayah

[r]

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, pengajaran remedial yang dilaksanakan oleh SMUN 5 Kendari sangat membantu kesuksesan pencapaian ketuntasan