• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminths Dengan Status Gizi pada Siswa/I Sekolah Dasar Negeri 060839 Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminths Dengan Status Gizi pada Siswa/I Sekolah Dasar Negeri 060839 Medan Tahun 2016"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

Nomor Nama Kelas

Jenis Kelamin

Tinggi Badan

Berat

Badan Status Kecacingan IMT Status Gizi Jenis Cacing 1 thi SD Kelas 1 Perempuan 115 17 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 2 ath SD Kelas 1 Perempuan 139 35 Negatif Telur Cacing 18

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

3 mau SD Kelas 1 Perempuan 121 20

Positif Infeksi Telur

Cacing 14

Tidak

Kurang T.trichiura 4 adi SD Kelas 1 Laki Laki 118 17 Negatif Telur Cacing 12 Kurang

Negatif Terinfeksi 5 ham SD Kelas 1 Laki Laki 115 17 Negatif Telur Cacing 13

Kurang Negatif Terinfeksi 6 naz SD Kelas 1 Perempuan 115 17 Negatif Telur Cacing 13

Kurang Negatif Terinfeksi 7 vin SD Kelas 1 Perempuan 125 28 Negatif Telur Cacing 18

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 8 vaz SD Kelas 1 Perempuan 113 15 Negatif Telur Cacing 12

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

9 nadin SD Kelas 1 Perempuan 130 20

Positif Infeksi Telur

Cacing 12

Tidak

Kurang T.trichiura 10 bayu SD Kelas 1 Laki Laki 129 21 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 11 his SD Kelas 1 Perempuan 125 26 Negatif Telur Cacing 17

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 12 ard SD Kelas 1 Laki Laki 111 15 Negatif Telur Cacing 12 Kurang Negatif

(2)

Terinfeksi 13 teg SD Kelas 1 Laki Laki 120 17 Negatif Telur Cacing 12

Kurang Negatif Terinfeksi 14 jess SD Kelas 1 Perempuan 118 20 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

15 rod SD Kelas 1 Laki Laki 126 21

Positif Infeksi Telur

Cacing 13

Tidak

Kurang A.lumbricoides 16 yud SD Kelas 1 Laki Laki 122 18 Negatif Telur Cacing 12 Kurang

Negatif Terinfeksi 17 mar SD Kelas 1 Laki Laki 119 20 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

18 hai SD Kelas 1 Perempuan 117 14

Positif Infeksi Telur

Cacing 10 Kurang A.lumbricoides

19 san SD Kelas 1 Perempuan 123 21

Positif Infeksi Telur

Cacing 14

Tidak

Kurang T.trichiura 20 raf SD Kelas 1 Laki Laki 132 34 Negatif Telur Cacing 20

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 21 tom SD Kelas 1 Laki Laki 128 24 Negatif Telur Cacing 15

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 22 rha SD Kelas 1 Laki Laki 124 20 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 23 ang SD Kelas 1 Perempuan 121 24 Negatif Telur Cacing 16

Kurang Negatif Terinfeksi 24 adh SD Kelas 2 Laki Laki 125 16 Negatif Telur Cacing 10

Kurang Negatif Terinfeksi

25 del SD Kelas 2 Perempuan 137 30

Positif Infeksi Telur

Cacing 16

Tidak

Kurang A.lumbricoides 26 eli SD Kelas 2 Perempuan 130 17 Negatif Telur Cacing 10 Kurang Negatif

(3)

Terinfeksi 27 fir SD Kelas 2 Laki Laki 148 40 Negatif Telur Cacing 18

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

28 mre SD Kelas 2 Laki Laki 131 19

Positif Infeksi Telur

Cacing 11

Tidak

Kurang T.trichiura

29 nad SD Kelas 2 Perempuan 136 20

Positif Infeksi Telur

Cacing 11

Tidak

Kurang A.lumbricoides 30 nic SD Kelas 2 Laki Laki 140 21 Negatif Telur Cacing 11

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 31 nay SD Kelas 2 Perempuan 140 26 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

32 raj SD Kelas 2 Perempuan 146 32

Positif Infeksi Telur

Cacing 15

Tidak

Kurang A.lumbricoides

33 ang SD Kelas 3 Perempuan 115 20

Positif Infeksi Telur

Cacing 15

Tidak

Kurang T.trichiura 34 cla SD Kelas 3 Perempuan 121 25 Negatif Telur Cacing 17

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 35 byu SD Kelas 3 Laki Laki 121 20 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 36 dim SD Kelas 3 Laki Laki 117 27 Negatif Telur Cacing 20

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 37 dan SD Kelas 3 Laki Laki 126 25 Negatif Telur Cacing 16

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 38 kes SD Kelas 3 Perempuan 125 22 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 39 kei SD Kelas 3 Perempuan 126 22 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 40 mdi SD Kelas 3 Laki Laki 127 23 Negatif Telur Cacing 14 Tidak Negatif

(4)

Kurang Terinfeksi 41 mde SD Kelas 3 Laki Laki 126 24 Negatif Telur Cacing 15

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 42 naz SD Kelas 3 Perempuan 129 37 Negatif Telur Cacing 22

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

43 rha SD Kelas 3 Perempuan 127 21

Positif Infeksi Telur

Cacing 13

Tidak

Kurang A.lumbricoides 44 sal SD Kelas 3 Perempuan 124 27 Negatif Telur Cacing 18

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 45 wah SD Kelas 3 Laki Laki 126 19 Negatif Telur Cacing 12

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 46 zak SD Kelas 3 Perempuan 126 23 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 47 ado SD Kelas 3 Laki Laki 132 27 Negatif Telur Cacing 15

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 48 aul SD Kelas 3 Perempuan 138 35 Negatif Telur Cacing 18

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

49 zha SD Kelas 3 Perempuan 128 19

Positif Infeksi Telur

Cacing 12 Kurang T.trichiura

50 sya SD Kelas 3 Perempuan 120 19 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 51 hau SD Kelas 3 Perempuan 115 19 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 52 mwil SD Kelas 3 Laki Laki 115 22 Negatif Telur Cacing 17

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 53 yul SD Kelas 3 Perempuan 118 21 Negatif Telur Cacing 15

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 54 chri SD Kelas 3 Perempuan 123 30 Negatif Telur Cacing 20 Tidak Negatif

(5)

Kurang Terinfeksi 55 suc SD Kelas 3 Perempuan 115 21 Negatif Telur Cacing 16

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 56 syah SD Kelas 3 Perempuan 119 26 Negatif Telur Cacing 18

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 57 nug SD Kelas 3 Laki Laki 112 21 Negatif Telur Cacing 17

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 58 raj SD Kelas 3 Perempuan 114 22 Negatif Telur Cacing 17

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 59 aby SD Kelas 4 Perempuan 133 22 Negatif Telur Cacing 12 Kurang

Negatif Terinfeksi

60 chl SD Kelas 4 Laki Laki 141 31

Positif Infeksi Telur

Cacing 16

Tidak

Kurang T.trichiura 61 dik SD Kelas 4 Laki Laki 136 28 Negatif Telur Cacing 15

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 62 hafz SD Kelas 4 Laki Laki 136 26 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 63 jul SD Kelas 4 Perempuan 129 22 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 64 kev SD Kelas 4 Laki Laki 145 23 Negatif Telur Cacing 11

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

65 mys SD Kelas 4 Perempuan 133 21

Positif Infeksi Telur

Cacing 12 Kurang A.lumbricoides

66 may SD Kelas 4 Perempuan 139 32 Negatif Telur Cacing 17

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 67 nbl SD Kelas 4 Perempuan 140 28 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 68 oxw SD Kelas 4 Laki Laki 141 25 Negatif Telur Cacing 13 Tidak Negatif

(6)

Kurang Terinfeksi 69 rch SD Kelas 4 Perempuan 145 45 Negatif Telur Cacing 21

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 70 rai SD Kelas 4 Laki Laki 141 24 Negatif Telur Cacing 12 Kurang

Negatif Terinfeksi 71 sak SD Kelas 4 Perempuan 142 26 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 72 sit SD Kelas 4 Perempuan 130 23 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 73 yer SD Kelas 4 Laki Laki 136 23 Negatif Telur Cacing 12 Kurang

Negatif Terinfeksi 74 hry SD Kelas 4 Laki Laki 119 19 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 75 nov SD Kelas 4 Perempuan 130 42 Negatif Telur Cacing 25

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 76 joh SD Kelas 4 Laki Laki 134 24 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 77 ryn SD Kelas 4 Laki Laki 135 25 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 78 fhr SD Kelas 4 Perempuan 134 26 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 79 rng SD Kelas 4 Laki Laki 128 21 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 80 chrt SD Kelas 5 Perempuan 127 24 Negatif Telur Cacing 15

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 81 azrl SD Kelas 5 Laki Laki 136 24 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 82 andr SD Kelas 5 Laki Laki 139 30 Negatif Telur Cacing 16 Tidak Negatif

(7)

Kurang Terinfeksi 83 adty SD Kelas 5 Laki Laki 132 27 Negatif Telur Cacing 15

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 84 clra SD Kelas 5 Perempuan 141 34 Negatif Telur Cacing 17

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

85 dhe SD Kelas 5 Perempuan 142 47

Positif Infeksi Telur

Cacing 23

Tidak

Kurang T.trichiura 86 dcka SD Kelas 5 Laki Laki 136 24 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 87 ern SD Kelas 5 Perempuan 151 63 Negatif Telur Cacing 28

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 88 fdl SD Kelas 5 Perempuan 151 40 Negatif Telur Cacing 18

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 89 hff SD Kelas 5 Perempuan 149 37 Negatif Telur Cacing 17

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

90 msol SD Kelas 5 Laki Laki 132 24

Positif Infeksi Telur

Cacing 14

Tidak

Kurang Hookworm 91 myse SD Kelas 5 Perempuan 131 24 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 92 nrl SD Kelas 5 Perempuan 141 29 Negatif Telur Cacing 15

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 93 own SD Kelas 5 Laki Laki 143 39 Negatif Telur Cacing 19

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

94 ria SD Kelas 5 Perempuan 131 27

Positif Infeksi Telur

Cacing 16

Tidak

Kurang A.lumbricoides 95 slt SD Kelas 5 Laki Laki 146 29 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 96 srh SD Kelas 5 Perempuan 140 36 Positif Infeksi Telur 18 Tidak T.trichiura

(8)

Cacing Kurang 97 tsy SD Kelas 5 Perempuan 141 43 Negatif Telur Cacing 22

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 98 uln SD Kelas 5 Perempuan 139 33 Negatif Telur Cacing 17

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 99 apr SD Kelas 5 Perempuan 138 24 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

100 ats SD Kelas 5 Perempuan 147 25

Positif Infeksi Telur

Cacing 12 Kurang Hookworm

101 drgh SD Kelas 5 Perempuan 138 24 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 102 malf SD Kelas 5 Laki Laki 136 24 Negatif Telur Cacing 13

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

103 dna SD Kelas 5 Perempuan 140 35

Positif Infeksi Telur

Cacing 18

Tidak

Kurang A.lumbricoides 104 ysf SD Kelas 5 Laki Laki 131 26 Negatif Telur Cacing 15

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 105 ary SD Kelas 6 Perempuan 136 32 Negatif Telur Cacing 17

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 106 arya SD Kelas 6 Perempuan 145 45 Negatif Telur Cacing 21

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 107 adka SD Kelas 6 Laki Laki 138 32 Negatif Telur Cacing 17

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

108 chrst SD Kelas 6 Perempuan 134 31

Positif Infeksi Telur

Cacing 17

Tidak

Kurang A.lumbricoides 109 dra SD Kelas 6 Perempuan 146 42 Negatif Telur Cacing 20

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 110 dms SD Kelas 6 Laki Laki 136 34 Negatif Telur Cacing 18 Tidak Negatif

(9)

Kurang Terinfeksi 111 fry SD Kelas 6 Perempuan 153 42 Negatif Telur Cacing 18

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 112 fkr SD Kelas 6 Laki Laki 141 31 Negatif Telur Cacing 16

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 113 frns SD Kelas 6 Laki Laki 129 23 Negatif Telur Cacing 14

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

114 khrm SD Kelas 6 Laki Laki 135 27

Positif Infeksi Telur

Cacing 15

Tidak

Kurang A.lumbricoides 115 ldy SD Kelas 6 Perempuan 127 41 Negatif Telur Cacing 25

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

116 mchr SD Kelas 6 Laki Laki 130 27

Positif Infeksi Telur

Cacing 16

Tidak

Kurang A.lumbricoides 117 mchp SD Kelas 6 Laki Laki 128 24 Negatif Telur Cacing 15

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 118 mtz SD Kelas 6 Laki Laki 136 29 Negatif Telur Cacing 16

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 119 nzwa SD Kelas 6 Perempuan 132 30 Negatif Telur Cacing 17

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

120 nzwi SD Kelas 6 Perempuan 132 29

Positif Infeksi Telur

Cacing 17

Tidak

Kurang A.lumbricoides 121 rhd SD Kelas 6 Laki Laki 133 27 Negatif Telur Cacing 15

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 122 slv SD Kelas 6 Perempuan 149 34 Negatif Telur Cacing 15

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

123 stp SD Kelas 6 Perempuan 140 32

Positif Infeksi Telur

Cacing 16

Tidak

(10)

Cacing Kurang

125 mrsl SD Kelas 6 Laki Laki 141 36

Positif Infeksi Telur

Cacing 18

Tidak

Kurang Hookworm 126 ari SD Kelas 6 Laki Laki 129 25 Negatif Telur Cacing 15

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi 127 jlya SD Kelas 6 Perempuan 147 45 Negatif Telur Cacing 21

Tidak Kurang

Negatif Terinfeksi

128 ard SD Kelas 6 Laki Laki 150 34

Positif Infeksi Telur

Cacing 15

Tidak

(11)

LAMPIRAN 2

PENGOLAHAN DATA

Kelas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid SD Kelas

1

23

18.0

18.0

18.0

SD Kelas

2

9

7.0

7.0

25.0

SD Kelas

3

26

20.3

20.3

45.3

SD Kelas

4

21

16.4

16.4

61.7

SD Kelas

5

25

19.5

19.5

81.3

SD Kelas

6

24

18.8

18.8

100.0

Total

128

100.0

100.0

Jenis Cacing

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid

A. lumbricoides

14

50.0

50.0

50.0

T. trichiura

9

32.1

32.1

82.1

Hookworm

5

17.9

17.9

100.0

Total

28

100.0

100.0

(12)

Jenis Kelamin

Frequenc

y

Percent

Valid

Percent

Cumulative Percent

Valid

Laki Laki

57

44.5

44.5

44.5

Perempuan

71

55.5

55.5

100.0

Total

128

100.0

100.0

Jenis Cacing

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid

Negatif

Terinfeksi

100

78.1

78.1

78.1

A.lumbricoides

14

10.9

10.9

89.1

Hookworm

5

3.9

3.9

93.0

T.trichiura

9

7.0

7.0

100.0

Total

128

100.0

100.0

Status Kecacingan

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Positif Infeksi Telur

Cacing

28

21.9

21.9

21.9

Negatif Telur Cacing

100

78.1

78.1

100.0

Total

128

100.0

100.0

Cacing * Kelamin Crosstabulation

kelamin

Total

laki

perempuan

Positif infeksi

cacing

Count

9

19

28

% of Total

32.1%

67.9%

100.0%

Total

Count

9

19

28

(13)

Status IMT

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative Percent

Valid

Kurang

16

12.5

12.5

12.5

Tidak

Kurang

112

87.5

87.5

100.0

Total

128

100.0

100.0

Status Kecacingan * Status IMT Crosstabulation

Status IMT

Total

Kurang

Tidak

Kurang

Status

Kecacingan

Positif Infeksi

Telur Cacing

Count

4

24

28

% of

Total

3.1%

18.8%

21.9%

Negatif Telur

Cacing

Count

12

88

100

% of

Total

9.4%

68.8%

78.1%

Total

Count

16

112

128

% of

(14)

LAMPIRAN 3

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama Lengkap : Garry Polin Hamonangan Sianturi

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 28 Agustus 1995

Jenis Kelamin : Laki - laki

Agama : Kristen Protestan

Anak ke : 3 dari 3 bersaudara

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Jl. Karya Rakyat Komplek Dosen Nomennsen No. 31 J

Nomor Handphone : 085261228955

Email : garry.sianturi@gmail.com

Pendidikan Formal

2001-2007 : SD Methodist 3 Medan

2007-2010 : SMP Methodist 2 Medan

2010-2013 : SMA Methodist 2 Medan

(15)

2013 - Sekarang : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pengabdian Masyarakat

1.

Peserta Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Kristen Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara 2015 Desa Petarum, Batu Rongkam dan Dusun Paya

Mbelang Kec. Lau Baleng Kab. Karo.

Riwayat Kepanitiaan

1. Anggota Seksi Konsumsi Porseni Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara 2014.

2. Anggota Seksi Transportasi Panitia Paskah Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara 2015.

3. Anggota Seksi Dana Panitia Natal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara 2015.

4. Anggota Seksi Dana Panitia Bakti Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Kristen

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2016

(16)

LAMPIRAN 4

NASKAH PENEJELASAN PADA PESERTA PENELITIAN

Saya yang bernama Garry Polin Hamonangan Sianturi adalah mahasiswa

program studi S-1 Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Infeksi

Soil Transmited Heminths dengan Status Gizi” di Sekolah Dasar Negeri 060839, Kota

Medan. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir

di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Untuk keperluan tersebut,

diharapkan ketersediaan Saudara untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

Pertama, saya memohon ketersediaan saudara untuk melakukan pengumpulan

tinja. Saya akan memberikan pot tinja, kantok plastik hitam, dan stik kepada saudara.

Kemudian petugas lapangan menunjukkan cara pengambilan tinja, yaitu dengan

menggunakan stik, kemudian dimasukkan kedalam pot, menutup pot, kemudian

dimasukkan ke dalam plastik hitam untuk dibawa ke sekolah.

Untuk ucapan terima kasih atas partisipasi Saudara dalam penelitian ini, saya

akan memberikan cendera mata berupa snack dan susu. Jika pada hasil penelitian

telah diketahui daftar subjek yang terinfeksi cacing, maka akan dilakukan pengobatan

Seluruh biaya yang berkaitan dengan penelitian akan ditanggung oleh peneliti..

Atas partisipasi Saudara dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.

Medan, September 2016

Peneliti

Responden

(Garry P.H. Sianturi)

(17)

LAMPIRAN 5

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Setelah mendapat penjelasan tentang tujuan penelitian, maka saya yang bertanda

tangan dibawah ini.

Nama

:

Umur

:

Alamat

:

Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian yang akan

dilakukan oleh :

Nama : Garry P.H. Sianturi

NIM : 130100432

Judul : Hubungan Infeksi Soil Trasnmited Helmiths Dengan Status Gizi

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa ada paksaan dari

pihak manapun.

Medan, September 2016

(18)

LAMPIRAN 6

SURAT IZIN PENELITIAN

(19)

LAMPIRAN 7

SURAT ETHICAL CLEARANCE

(20)

LAMPIRAN 8

SURAT KETERANGAN SELESAI

MELAKUKAN PENELITIAN

(21)

LAMPIRAN 9

DOKUMENTASI PENELITIAN

Halaman Sekolah

Peneliti di Depan Sekolah

(22)

Pembagian Tabung dan Informed Consent

(23)

Hari Terakhir Penelitian

Meneliti Tinja

Contoh Tinja yang Diteliti

(24)

Telur Ascaris lumbricoides

(25)

Telur Hookworm

Telur Trichuris trichiura

(26)

DAFTAR PUSTAKA

1. Supriastuti. 2006. Infeksi Soil Transmitted Helminth: Ascariasis, Trichiuriasis dan cacing tambang. Universa Medicina. 25(2): pp84-3.

2. Reisberg, B. 1994. Infeksi Paresit Intestinal Yang Lazim. Dalam: Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Edisi 14. Editor: Stanford T. Shulman etc. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

3. Marleta, R., Harijani, D., Marwoto, A. 2005. Faktor Lingkungan dalam Pemberantasan Penyakit Cacing Usus di Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol.4 No.3 2005; 290-295.

4. Depkes RI, 2006. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 424/MENKES /SK/VI/2006 Tentang Pedoman Pengendalian Cacingan

5. World Health Organization. Soil Transmitted Helminthiases: Eliminating Soil-Transmitted Helminthiases as a Public Health Problem in Children: Progress Report 2001-2010 and Strategic Plan 2011-202 Geneva, World Health Organization 2012.

6. Sitohang, V. 2015. “Angka Prevalensi Di Indonesia Masih Mencapai 28,12 %”. BeritaSatu, 5 November 2015.

7. Legesse M, et al. 2007. Intestinal parasitic infections among under-five children and maternal awareness about the infections in Shesha Kekele, Wondo Genet, Southern Ethiopia.

8. Taherkhani H, et al 2009.Anthropometric Indices in Individuals Infected With Ascaris Lumbricoides in Iran.Journal of Clinical and Diagnostic Research 2009 June. Available from : http://www.jcdr.net/articles/PDF/534/387.pdf

9. David R.H. 2008. Ascariasis

http://emedicine.medscape.com/article/212510-overview

10. Rasmaliah. 2001. Info Kesehatan Masyarakat. Volume V No.1 Fakuktas Kesehatan Masyarakat USU Medan.

11. Khomsan, A. 2012. Peranan Pangan Dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT Grasindo.

12. Winata, Jerry. 2014. “ 10 Facts About Malnutrition in Indonesia “ https://www.wfp.org/stories/10-facts-about-malnutrition-indonesia , 22 December 2014

(27)

13. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-anak-balita.pdf

14. Elmi, et al., 2004. Status Gizi dan Infestasi Cacing Usus pada Anak Sekolah Dasar. e-USU Repository. Diunduh dari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1/anakchairuddin11.pdf 15. Bethony, J., et al., 2006. ”Soil Transmitted Helminth Infection : Ascariasis,

Trichuriasis, and Hookworm”. Lancet, 367: 1521-1532. Diunduh dari: http://140.226.65.22/davis_lab/Parasit_links/Soil_Transmitted_%20Helminth s_Lancet_%20%2706.pdf

16. Prianto J, Tjahaya dan Darwanto. 2006. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

17. O’lorcain P, Holland CV. 2006. The Public Health Iimportance of Ascaris lumbricoides. J Parasitology, (121): S51-S71.

18. Soedarmo, 2010. Buku Infeksi Dan Pediatri Tropis. Edisi 2. Jakarta:Ikatan Dokter Indonesia.

19. Onggowaluyo J.S. 2002. Parasitologi Medik (Helmintologi) Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnostik dan Klinik, Jakarta: EGC.

20. Hotez, P. J., et al. 2006. Helminth Infections: Soil-Transmitted Helminth Infections and Schistosomiasis. Dalam: Jamison, D. T., et al., ed. Diseases Control Priorities in Developing Countries. 2nd Edition. Washington (DC): World Bank, 467-481.

21. Safar, R. 2010. Parasitologi Kedokteran: Protozoologi, Entomologi dan Helmintologi. Cetakan I. Bandung: Yrama Widya

22. Margono S. 2008. Nematoda Usus Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : FK UI, 6-20.

23. Gracia L.S., Bruckner DA. 2006. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 138-154.

24. Damayanti, 1996. Modul Kuliah Ilmu Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : akademi gizi jakarta : 16.

25. Mahmud, A. Model Komunikasi Pembangunan Dalam Penyediaan Prasarana Perdesaan Di Kawasan Pesisir Utara Jawa Tengah. Semarang: UNDIP; 2007.

(28)

26. Hotez, P. J., 2003, Soil Transmitted Helminth Infection: The Nature, Causes and Burden of the Condition, WHO Departement of Microbiology and Tropical Medicine the George Washington University.

27. Khumaidi M.1994. Gizi Masyarakat Jakarta: BPK Gunung Mulia.

28. DEPKES RI (Departemen Kesehatan Republik Indonesia). 2010. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010.

http://www/depkes.go.id/downloads/newdownloads/rancangan_RPJPK_2005 - 2025.pdf.

29. Kristiyanasari, W. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha Medika. 30. Depkes RI., 2011. Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat (RAPGM)

Tahun 2010 – 2014. http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/658.

31. Hidayat, A. A. A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

32. Pudjiadi, S. 2001. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

33. Widodo, R. 2009. Pemberian Makanan, Suplemen dan Obat pada Anak. Jakarta : EGC

34. Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

35. Wardlaw and Hampl, 2007. Perspective in Nutrition Seventh Edition . McGraw-Hill Companies,Inc. New York, America.

36. Nix, S. 2005. William’s Basic Nutrition & Diet Therapy, Twelfth Edition. Elsevier Mosby Inc, USA.

37. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

38. Supariasa 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2002. 39. Soetjiningsih 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. 1995

40. Jonas, Y. 2012. Hubungan sosial ekonomi keluarga dengan status gizi pada Murid Sekolah Dasar di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.PSIK FK Unsrat; Manado

(29)

41. Romario M., et al, 2013. Hubungan Kecacingan Dengan Status Gizi Pada Murid Sekolah Dasar Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Fakultas Kedokteran.Universitas Sam Ratulangi.

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2229

42. Suhardjo. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara ; 1996 43. Brown H.W. Dasar Parasitologi Klinis. Jakarta: Gramedia; 1989.

44. Darlan D.M. 2015. Correlation Between Soil Transmited Helminths Infection and Incidence of Anemia at Public Primary School 060925. Faculty of Medicine University of Sumater Utara

45. Tjandra B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Egc Jakarta

46. Departemen Kesehatan R.I. 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

47. Alatas S.S.S. 2009. Status Gizi Anak Tingkat Sekolah dan Hubungannya dengan Tingkat Asupan Kalsium Harian di Yayasan Kampung Kids Pejaten Jakarta Selatan. Universitas Indonesia

48. Ahdal M.D. 2014. Hubungan Infestasi Kecacingan Dengan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar Negeri Cambaya di Wilayah Pesisir Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar. Universitas Hasanuddin Makassar

49. Hardiana T, Hertanto W.S, Rahfi Ludin M.Z. 2000. Hubungan Infeksi Cacing Tambang Derajat Ringan dengan Kesegaran Jasmani, Status Gizi dan Kadar Hb murid sekolah dasar. Majalah Penelitian XII

50. Sandjaja B. 2007. Nematoda Dalam Parasitologi Kedokteran, Helminthologi Kedokteran buku-2. Jakarta: Prestasi Pustaka.

51. Enoch M, Syafrudin, Suhatati. 1994 Status Gizi dan Infeksi Cacing Usus di Sekolah Dasar di Pekalongan. Medika.

(30)

BAB 3

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Teori

[image:30.612.155.485.213.395.2]

Adapun kerangka teori pada penelitian ini adalah :

Gambar 3.1 Kerangka Teori

3.2. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep pada penelitian ini adalah :

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

3.3. Hipotesis

Ada hubungan antara infeksi Soil Transmitted Helminths dengan status gizi pada anak sekolah dasar di SDN 060839 di Kecamatan Medan Barat, Kota Medan tahun 2016.

Infeksi Soil Transmitted

Helminths Status Gizi

Infeksi Soil Transmitted Helminths

Status Gizi

 Lingkungan  Tanah  Iklim

 Sosial Ekonomi  Perilaku

Tumbuh Kembang Anak

[image:30.612.157.483.499.560.2]
(31)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, dengan menggunakan metode Cross Sectional untuk melihat hubungan antara infeksi STH dengan status gizi pada siswa/i sekolah dasar di SDN 060839 kota Medan Tahun 2016.

4.2. Tempat Pelaksaan dan Periode Penelitian

4.2.1. Tempat Pelaksanaan

Lokasi penelitian ini ialah di SD Negeri 060839 Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian infeksi kecacingan pada siswa-siswi di sekolah tersebut. Sekolah ini secara demografis terletak di pinggiran Jalan Danau Singkarak Medan Barat, di antara rumah penduduk yang cukup padat serta dekat dengan pusat pasar tradisional. Secara geografis, SD Negeri 060839 terletak di kawasan dengan tanah yang lembab dan subur dimana hanya sebagian halaman sekolah yang disemen, sebagian halaman terdapat rumput-rumput yang tampak tidak terawat. Pada saat hujan, lingkungan serta halaman sekolah akan tergenang oleh air hujan yang menyebabkan adanya lumpur tanah yang digunakan oleh siswa-siswi sebagai tempat bermain di waktu istirahat. Tanah yang lembab dan lingkungan yang kurang bersih di sekitar sekolah ini merupakan faktor yang cukup mendukung terhadap pertumbuhan Soil-Transmitted Helminths (STH) dan kemungkinan terjadinya transmisi penyakit menjadi cukup besar.

Sanitasi di lingkungan sekolah terlihat tidak terkelola dengan baik, dimana masih ditemukan sampah yang berserakan, selain itu banyak terdapat pedagang jajanan di area sekolah yang berjualan dekat dengan tempat sampah serta selokan

(32)

air yang kotor. Sekolah ini memiliki fasilitas yang memadai seperti toilet, terdapat juga keran air dekat ruangan kelas untuk mencuci tangan, sehingga siswa-siswi sebenarnya memiliki tempat untuk membuang air kecil/besar ataupun untuk menjaga kebersihan tangan mereka setelah selesai bermain. Tetapi fasilitas yang tersedia kurang dirawat dengan baik, keadaan ini terlihat dari ketidaktersediaannya air bersih di toilet, jamban yang kurang dirawat, serta kebersihan toilet yang kurang baik. Wastafel untuk mencuci juga tidak terkelola dengan baik sebab terdapat beberapa retakan dan keran yang terkadang tidak mengerluarkan air ketika dinyalakan.

Tingkat pengetahuan dan sikap siswa-siswi yang masih minim mengenai pola hidup sehat dan bersih juga ikut mempengaruhi keadaan ini. Kesadaran diri sebagian besar para siswa-siswi mengenai kebersihan personal masih kurang. Masih banyak siswa-siswi yang kuku tangannya kotor dan panjang dengan pakaian yang terlihat kurang bersih, serta tidak memiliki kebiasaan untuk menjaga kebersihan seperti tidak mencuci tangan setelah bermain di tanah, dan memakan jajanan sembarangan tanpa mencuci tangan sebelum atau sesudahnya.

4.2.2. Periode Penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan September 2016

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi dari kelas 1 sampai kelas 6 SDN 060839 kota Medan Tahun 2016.

4.3.2. Sampel

Sampel yang diteliti adalah siswa kelas 1 sampai kelas 6. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan “Total Sampling”.

(33)
[image:33.612.131.506.122.223.2]

Tabel 4.1 Distribusi Sampel

Kelas Jumlah Siswa

1 25

2 31

3 29

4 22

5 27

6 24

Jumlah 158

4.3.3. Kriteria inklusi

a) Bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

b)Merupakan siswa kelas 1 sampai 6 di SDN 060839. c) Siswa membawa sample tinja saat dilakukan penelitian.

4.3.4. Kriteria eksklusi

a) Responden menderita penyakit lain.

b)Responden pindah alamat saat penelitian berlangsung. c) Responden tidak hadir saat penelitian berlangsung.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini meliputi data primer. Data primer pada penelitian ini meliputi :

A. Data Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, umur dikumpulkan secara langsung melalui teknik wawancara.

B. Pengambilan sampel feses

Dilakukan dengan memberikan pot feses, kantok plastik hitam, dan stik kepada siswa kemudian petugas lapangan menunjukkan cara pengambilannya, yaitu dengan menggunakan stik, kemudian dimasukkan kedalam pot, menutup pot, kemudian dimasukkan ke dalam plastik hitam untuk dibawah ke sekolah. Ukuran Feses yang dibutuhkan hanya sebesar sebutir kelereng atau dengan ukuran 2 cm x 1 cm . Pot feses diberi label atau identitas responden. Feses yang terkumpul dibawah ke. Laboratorium terpadu untuk diperiksa di Laboratorium.

(34)

C. Pemeriksaan Feses

Pemeriksaan feses untuk mengetahui telur cacing secara mikroskopis adalah dengan menggunakan metode Kato Katz. Teknik Kato sering pula disebut dengan teknik sediaan tebal, karena teknik ini dibuat tidak menggunakan kaca penutup. Teknik ini hanya dapat diaplikasikan untuk spesimen feses yang memiliki konsistensi minimal lembek hingga agak keras. Apabila specimen berupa feses cair, teknik ini tidak tepat dijadikan pilihan. Kelebihan teknik Kato ini adalah dapat melakukan penghitungan jumlah telur cacing dari spesimen faeses yang diperiksa sehingga dapat diketahui derajat infeksi penderita. Prinsip dari pemeriksaan teknik Kato ini adalah melakukan pewarnaan dasar sediaan dengan pewarna malacheet green sehingga dasar sediaan akan berwarna kehijauan dan telur cacing yang tidak terwarnai akan tampak lebih jelas. Dengan demikian lebih mudah untuk diidentifikasi.

Cara perlakuannya sebagai berikut : Ambil tinja dengan lidi sebesar kacang hijau, dan letakkan di atas gelas objek. Tutup dengan selofan yang sudah direndam dengan larutan kato, dan ratakan tinja dengan tutup botol karet atau glass object. Biarkan sediaan selama 20-30 menit. Diperiksa dengan mikroskop. Hasil pemeriksaan tinja berupa positif atau negative tiap jenis telur cacing. Kemudian dilakukan identifikasi jenis cacing untuk mengetahui jenis cacing yang terinfestasi dalam tubuh anak adalah dengan mengidentifikasi ciri-ciri telur cacing yang terdapat pada feses. Dalam pengamatan ini digunakan mikroskop dan beberapa sediaan seperti garam fisiologis, pewarna Eosin dan Lugol.

D. Pemeriksaan Status Gizi Secara Antropometri

Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang.38

a) Berat Badan

1. Subjek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang minimal). Subjek tidak menggunakan alas kaki.

(35)

2. Dipastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka 0,0

3. Subjek berdiri di atas timbangan dengan berat yang tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus ke depan. Diusahakan tetap tenang.

4. Dibaca berat badan pada tampilan dengan skala 0,1 kg terdekat. b) Tinggi Badan

1. Subjek tidak mengenakan alas kaki. Subjek diposisikan tepat dibawah microtoice.

2. Kaki dirapatkan, lutut diluruskan. Tumit, pantat, dan bahu disentuhkan di dinding secara vertical.

3. Subjek dengan pandangan lurus ke depan, kepala diminta tidak perlu menyentuh dinding vertical. Tangan dilepas ke samping badan dengan telapak tangan menghadap paha.

4. Subjek diminta untuk menarik nafas panjang dan berdiri tegak tnpa mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang belakang. Diusahakan badan tetap santai.

5. Ditarik microtoice hingga menyentuh ujung kepala, pegang secara horizontal. Pengukuran tinggi badan diambil pada saat menari nafas maksimum. Dengan mata pengukur sejajar dengan alat penunjuk angka untuk menghindari kesalahan penglihatan. Dicatat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.

4.5. Instrumen Penelitian

A. Alat dan bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan cacing adalah : 1) Mikroskop

2) Objek glass 3) Dek glass 4) Lidi

5) Tinja (feses) 6) Pot feses 7) Reagen lugol

(36)

8) Aquades 9) Glycerin

10) Malachite green 11) Eosin 2% 12) Garam fisiologis

B. Alat dan bahan yang diperlukan untuk mengukur Antropometri adalah : 1) Kuesioner yang berisi identitas subjek penelitian.

2) Alat tulis menulis.

3) Timbagan injak digital dengan tingkat ketelitian 0,1 kg untuk penimbangan berat badan.

4) Microtoise / pengukur tinggi badan dengan tingkat ketelitian 0,1 cm dengan kapasitas panjang 200 cm.

4.6. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel adalah pengertian variabel (yang diungkap dalam definisi konsep), secara operasional, praktik, nyata dalam lingkup objek penelitian/objek yang diteliti. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat.

A. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi, yang menyebabkan timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Infeksi Soil Transmitted Helminths .

B. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi karena adanya variabel bebas.Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Status Gizi. Definisi operasional variabel penelitian merupakan penjelasan dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian terhadap indikator-indikator yang membentuknya. Definisi operasional penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.2

(37)
[image:37.612.142.507.127.509.2]

Tabel 4.2 Definisi Operasional

4.7. Metode Analisis Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : A. Analisis Univariat

Dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan proporsi dari masing-masing variabel independent (data infeksi STH) dengan status gizi sebagai variabel dependent.

B. Analisis Bivariat

Untuk menguji hipotesis hubungan antara variabel independent (infeksi STH) dengan variabel dependent (Status gizi).Menggunakan program SPSS dengan uji statistik Chi-square.

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Infeksi Soil

Transmitted Helminths Infeksi Soil Transmitted Helminths adalah infeksi sekelompok cacing parasit (kelas Nematoda) yang dapat menyebabkan infeksi melalui kontak dengan telur ataupun larva parasit itu sendiri yang berkembang di tanah yang lembab Pemeriksaa n feses menggunak an metode Kato Katz Hasil Pemeriksaan: (+) Ditemukan (-) Tidak Ditemukan Nominal

2 Status Gizi Keadaan status gizi anak saat ditimbang yaitu dengan

(38)

4.8. Etika Penelitian

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti akan meminta persetujuan (ethical clearance) dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Persetujuan juga akan diminta dari sekolah yang menjadi lokasi penelitian. Persetujuan orangtua / wali anak akan diminta dalam bentuk informed consent tertulis.

Sebelumnya diberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat dan prosedur penelitian. Apabila orang tua/wali anak setuju maka orang tua/wali anak diminta menandatangani lembar persetujuan. Jika pada hasil penelitian telah diketahui daftar subjek yang terinfeksi cacing, maka akan dilakukan pengobatan Seluruh biaya yang berkaitan dengan penelitian akan ditanggung oleh peneliti. Anak yang menjadi subyek penelitian akan diberi imbalan sesuai dengan kemampuan peneliti.

(39)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

[image:39.612.132.506.242.301.2]

5.1.1.Distribusi Karakteristik Responden

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 57 44,5

Perempuan 71 55,5

Total 128 100

Pada tabel diatas, didapati responden penelitian yang merupakan siswa-siswi kelas 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 SD Negeri 060839 Kecamatan Medan Barat, Medan. Dari data yang terkumpul dari 128 responden, jumlah subjek yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 57 orang (44,5%) dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 71 orang (55,5%).

Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelas

Kelas Frekuensi Persentase

1 23 17,8

2 9 7

3 26 20,3

4 21 16,3

5 25 19,5

6 24 18,8

Total 128 100

Berdasarkan tabel 5.2, dari 128 siswa, siswa terbanyak adalah dari kelas 3 SD, yaitu 26 orang (20,3%), sedangkan siswa paling sedikit adalah dari kelas 2 SD, yaitu 9 orang (7%).

[image:39.612.133.507.440.552.2]
(40)
[image:40.612.132.506.145.202.2]

5.1.2.Distribusi Prevalensi Infeksi STH

Tabel 5.3. Prevalensi Infeksi STH

Infeksi STH Frekuensi Persentase

Positif 28 21,9

Negatif 100 78,1

Total 128 100

Pada tabel 5.3 dipaparkan status kecacingan pada siswa-siswi SD Negeri 060839, dimana dari total 128 subjek penelitian, persentase anak yang positif terinfeksi STH ialah sebesar 21,9% dan persentase anak yang negatif terinfeksi STH sebesar 78,1%.

[image:40.612.134.507.343.417.2]

5.1.3. Distribusi Prevalensi Infeksi Berdasarkan Spesies STH

Tabel 5.4. Prevalensi Infeksi Berdasarkan Spesies STH

Jenis Infeksi Frekuensi Persentase

A. lumbricoides 14 50

T.trichiura 9 32,1

Hookworm 5 17,9

Total 28 100

Dari total 28 responden yang positif kecacingan (Tabel 5.4), infeksi yang terbanyak pada anak ialah oleh Ascaris lumbricoides yaitu sebesar 14 orang (50%), 9 orang (32,1%) terinfeksi oleh Trichuris trichiura, dan 5 orang (17,9%) terinfeksi Hookworm. Tidak ditemukan adanya infeksi campuran (mixed infection) pada penelitian ini.

5.1.4. Distribusi Status Gizi Responden

Tabel 5.5. Distribusi Status Gizi Responden

Indeks Masa Tubuh Frekuensi Persentase

Kurang 16 12,5

Tidak Kurang 112 87,5

Total 128 100

Berdasarkan IMT menurut umur, dilakukan penilaian status gizi dan seperti yang dipaparkan pada tabel 5.5, dari 128 sampel, persentase sampel yang memiliki status gizi yang kurang adalah sebesar 12,5 % atau sebanyak 16 orang.

(41)
[image:41.612.132.505.147.231.2]

5.1.5. Hubungan Infeksi STH dengan Status Gizi

Tabel 5.6. Hubungan Infeksi STH dengan Status Gizi

Infeksi STH

Status Gizi

Total Kurang Persentase Tidak

Kurang

Persentase Persentase

Positif 4 3,1 24 18,8 28 21,9

Negatif 12 9,4 88 68,8 100 78,1

p = 0,747 α = 0,05

Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa dari 28 responden yang positif terinfeksi STH, terdapat 4 orang (3,1%) dengan status gizi yang kurang dan 24 orang (18,8%) memiliki status gizi tidak kurang. Sementara dari 100 responden yang negatif infeksi STH, 12 orang (9,4%) diantaranya memiliki status gizi kurang dan 88 (68,8%) orang memiliki status gizi tidak kurang. Dari hasil uji Chi-Square didapati nilai p = 0,747 (p > 0,05) yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara infeksi STH dengan status gizi.

(42)

5.2. Pembahasan

Pada penelitian yang telah dilakukan pada 128 sampel, didapatkan jumlah responden laki-laki memiliki persentase yang lebih sedikit yaitu 44,5% (57 orang) dibandingkan responden berjenis kelamin perempuan yang berjumlah 71 orang (55,5%).

Prevalensi infeksi Soil-Transmitted Helminths (STH) pada penelitian ini adalah sebesar 21,9% atau sebanyak 28 orang. Berdasarkan jenis spesies STH yang menginfeksi, telur cacing yang paling banyak ditemukan adalah telur Ascaris lumbricoides yang menginfeksi sebanyak 14 anak (50%), telur Trichuris trichiura ditemukan pada 9 anak (32,1%) dan telur Hookworm hanya ditemukan pada 5 anak (17,9%). Dari seluruh responden yang positif terinfeksi STH, berdasarkan jenis kelamin, responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak terinfeksi yaitu sebanyak 19 orang (67,9%) dibandingkan dengan jumlah responden laki-laki yaitu sebanyak 9 orang (32,1%).

Prevalensi kecacingan pada penelitian ini jauh menurun bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 yang mendapati prevalensi kecacingan sebesar 40,3%.44 Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan perilaku dari masing-masing subjek yang semakin menyadari pentingnya menjaga higienitas personal.27

Hasil identifikasi spesies STH yang terinfestasi dalam tubuh anak. Infestasi yang terjadi adalah infestasi tunggal antara Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan Hookworm. Pada penelitian ini ditemukan telur spesies STH yang paling banyak ditemukan adalah telur Ascaris lumbricoides (50%), karena cacing ini paling sering mengifeksi dengan frekuensi 60% sampai 90%, khususnya pada anak anak dan negara dengan iklim tropis dan subtropis khususnya negara-negara berkembang seperti Asia dan Afrika.18 Telur Necator americanus dan Ancylostoma duodenale sulit untuk dibedakan, oleh karena itu jika ditemukan ciri-ciri telur tersebut dalam tinja, cukup disebut telur Hookworm.22

Besar kemungkinan cacing tersebut menyerap zat gizi penting untuk pertumbuhan tinggi badan. Zat gizi yang erat kaitannya dengan pertumbuhan tinggi badan adalah energi, protein, kalsium, vitamin D, yodium, zat besi, zinc,

(43)

dan vitamin C. Satu ekor cacing dapat menghisap darah, karbohidrat dan protein dari tubuh manusia. Ascaris lumbricoides menghisap 0,14 gram karbohidrat & 0,035 gram protein, sedangkan Trichuris trichiura menghisap 0,005 ml darah.45 Hookworm spesies Necator americanus menghisap darah sebanyak 0,005 – 0,1 cc setiap harinya dan Ancylostoma duodenale menghisap 0,08 – 0,34 cc.23

Dari total 128 responden, jumlah responden dengan status gizi kurang berjumlah sebanyak 16 orang (12,5%). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Prevalensi Nasional, prevalensi kurang adalah 13,3% pada laki laki dan 10,9% pada perempuan.46 Hal ini menunjukkan adanya perbaikan status gizi dari riset yang dilakukan pada tahun 2008. Sedangkan anak dengan status gizi normal lebih banyak yaitu 112 orang (87,5%). Ini menandakan sudah banyak anak yang mendapat asupan gizi lebih baik, sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Pejaten, yaitu lebih banyak anak dengan status gizi tidak kurang dibandingkan anak dengan status gizi kurang.47

Berdasarkan hasil yang didapat, anak dengan status infeksi positif dan menderita status gizi kurang adalah 4 anak (3,1%), anak dengan status infeksi poisitf tetapi memiliki status gizi tidak kurang sebanyak 24 anak (18,8%). Anak dengan status gizi kurang dan negatif infeksi adalah sebanyak 12 anak (9,4%) dan anak dengan status gizi tidak kurang serta negatif infeksi adalah sebanyak 88 orang (68,8%).

Dari hasil pengolahan data menggunakan uji Chi-Square, diperoleh bahwa nilai p = 0,747 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan infeksi STH dengan status gizi. Hasil yang didapati pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan Ahdal yang dilakukan di SD kota Makassar, dimana dia pun tidak mendapat adanya hubungan antara infeksi STH dengan status gizi (p = ,707).48

Walaupun ada teori yang menyebutkan bahwa infeksi STH dapat menyebabkan berbagai manifestasi klinis yang berakibat pada status gizi18,19, namun pada penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara dua variable yang diteliti (p > 0,05).

(44)

Secara ilmiah hal ini menurut klasifikasi intensitas infeksi dimana intensitas infeksi pada subjek penelitian masih tergolong ringan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara infeksi STH dengan status gizi terutama pada infeksi ringan.49 Dari beberapa literatur disebutkan bahwa intensitas kecacingan yang dapat berpengaruh terhadap status gizi adalah kecacingan derajat berat.50

Meskipun demikian, belum dapat dikatakan pula bahwa infeksi cacing adalah penyebab terjadinya penurunan status gizi karena derajat endemisitas turut berperan secara tidak langsung pada status gizi. Tingkat pengaruh infeksi cacing terhadap status gizi tergantung pada berat ringannya infeksi, jenis cacing usus yang menginfeksi, serta tingkat endemik lingkungan tempat tinggal.51

(45)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan penelitian ini yang telah diuraikan sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian infeksi Soil-Transmitted Helminthes dengan status gizi pada siswa-siswi SD Negeri 060839 Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat, Kota Medan. 2. Dari seluruh responden yang telah diukur status gizinya, didapati 112

anak (87,5%) yang tidak kurang dan 16 anak (12,5%) yang kurang. Dari 28 anak (21,9%) yang positif infeksi STH, 4 anak (3,1%) menderita status gizi kurang dan anak dengan status gizi yang tidak kurang sebanyak 24 orang (18,8%)

3. Jumlah infeksi telur cacing yang positif adalah sebanyak 28 anak dengan presentase 21,9 % sedangkan yang negatif infeksi telur cacing sebanyak 100 anak (78,1%)

4. Angka infeksi Ascaris lumbricoides paling tinggi,yaitu 50 % (14 orang), infeksi Trichuris trichiura sebanyak 32,1 % (9 orang) dan Hookworm 17,9% (5 orang)

6.2. Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan, diharapkan dapat menerapkan berbagai upaya untuk menurunkan angka kecacingan pada anak-anak. Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kecacingan agar pengetahuan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mencegah terjadinya infeksi kecacingan, khususnya pada anak-anak, semakin meningkat.

2. Bagi Orangtua, diharapkan dapat berperan serta dalam mengurangi dan memberantas kejadian kecacingan dengan menerapkan dan mengajarkan

(46)

perilaku hidup sehat dan bersih bagi anak-anak dan keluarga, serta menjaga kebersihan lingkungan rumah di sekitar tempat tinggal anak. 3. Bagi Peneliti, diharapkan dapat menggali berbagai hal lain yang dapat

menambah pengetahuan mengenai infeksi kecacingan. Agar dapat membantu dan memberi masukan untuk mengobati serta mencegah terjadinya komplikasi akibat infeksi kecacingan.

4. Bagi Peneliti selanjutnya, agar dapat meneruskan penelitian ini dengan meneliti lebih lanjut lagi mengenai kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini.

(47)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Soil Transmitted Helminths

2.1.1. Definisi soil transmitted helminthes

[image:47.612.130.505.377.663.2]

Soil Transited Helminths (STH) adalah sekelompok cacing parasit (kelas Nematoda) yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui kontak dengan telur ataupun larva parasit itu sendiri yang berkembang di tanah yang lembab yang terdapat di negara yang beriklim tropis maupun subtropis.15 Berikut spesies STH yang paling sering menyebabkan infeksi kecacingan; Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Berikut ini adalah tabel taksonomi Soil Transmitted Helminths :

Tabel 2.1.1 Taksonomi Soil Transmitted Helminths

Taksonomi A. lumbricoides T. trichiura Cacing Tambang

Sub Metazoa Metazoa Metazoa

Kingdom

Phylum Nemathelminthes Nemathelminthes Nemathelminthes

Kelas Nematoda Nematoda Nematoda

Sub Kelas Phasmidia Aphasmidia Phasmidia

Ordo Ascaria Enoplida Rhabtidia

Super Ascaridoidea Trichinellidae Rhabtitoidae dan

Famili Ancylostomatidae

Famili Ascaridea Trichuridae Necator dan Ancylostomatidae

Genus Ascaris Trichuris Necator dan

Ancylostoma Spesies A.lumbricoides T.trichiura N.americanus dan

(48)

2.1.2. Jenis jenis Soil Transmitted Helminths

A Ascaris lumbricoides a) Morfologi

Ascaris lumbricoides merupakan cacing terbesar diantara Nematoda lainnya. Cacing betina memiliki ukuran besar dan panjang. Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan cacing betina 22-35 cm, kadang-kadang sampai 39 cm dengan diameter 3-6 mm. Pada stadium dewasa hidup di rongga usus halus, cacing betina dapat bertelur sampai 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Ascaris lumbricoides memiliki 4 macam telur yang dapat dijumpai dalam feses yaitu telur fertil (telur yang dibuahi), infertil (telur yang tidak dibuahi), decorticated (telur yang sudah dibuahi tetapi kehilangan lapisan albuminnya) dan telur infektif (telur yang megandung larva).16

Siklus Hidup

1. Cacing dewasa hidup di saluran usus halus, seekor cacing betina mampu menghasilkan telur sampai 240.000 perhari yang akan keluar bersama feses.

2. Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan menjadi infective setelah18 hari sampai beberpa minggu di tanah.

3. Tergantung pada kondisi lingkungan (kondisi optimum, lembab, hangat, tempat teduh).

4. Telur infektif tertelan.

5. Masuk ke usus halus dan menetas mengeluarkan larva yang kemudian menembus mucosa usus, masuk kelemjar getah bening dan aliran darah dan terbawa sampai ke paru-paru.

6. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru, menembus dinding alveoli, naik ke saluran pernafasan dan akhirnya terlelan kembali. Ketika mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi cacing dewasa.

(49)

Waktu yang diperlukan mulai tertelan telur infeksi sampai menjadi cacing dewasa sekitar 2-3 bulan. Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun dalam tubuh.17

b)Patogenesis

Patogenesis berkaitan dengan jumlah organisme yang menginvasi, sensitifitas individu, bentuk perkembangan cacing, migrasi larva dan status nutrisi individu. Migrasi larva dapat menyebabkan eosinophilia dan kadang-kadang reaksi alergi. Bentuk dewasa dapat menyebabkan kerusakan pada organ akibat invasinya dan mengakibatkan patogenesis yang lebih berat.18

c) Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang dapat muncul akibat infeksi dari cacing Ascaris lumbricoides antara lain rasa tidak enak pada perut, diare, nausea, vomiting, berat badan menurun dan malnutrisi. Bolus yang dihasilkan oleh cacing dapat menyebabkan obstruksi intestinal, sedangkan larva yang migrasi dapat menyebabkan pneumonia dan eosinophilia.18

d)Epidemiologi

Di Indonesia kejadian Ascariasis tinggi, frekuensinya antara 60% sampai 90% terutama terjadi pada anak-anak. A. lumbricoides banyak terjadi pada daerah iklim tropis dan subtropis khususnya negara-negara berkembang seperti Asia dan Afrika.18

e) Diagnosis

Diagonsis dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi adanya telur pada feses dan kadang dapat dijumpai cacing dewasa keluar bersama feses, muntahan ataupun melalui pemeriksaan radiologi dengan kontras barium.18

f) Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki cara dan sarana pembuangan feses, mencegah kontaminasi tangan dan juga makanan dengan tanah yaitu dengan cara cuci bersih tangan sebelum makan dan sesudah makan, mencuci sayur-sayuran dan buah-buahan yang ingin dimakan, menghindari pemakaian feses sebagai pupuk dan mengobati penderita .18

(50)

B. Trichuris trichiura a) Morfologi

Manusia adalah hospes utama cacing Trichuris trichiura. Cacing dewasa berbentuk cambuk dengan 2/5 bagian posterior tubuhnya tebal dan 3/5 bagian anterior lebih kecil. Cacing jantan memiliki ukuran lebih pendek (3-4cm) daripada betina dengan ujung posterior yang melengkung ke ventral. Cacing betina memiliki ukuran 4-5 cm dengan ujung posterior yang membulat. Memiliki bentuk oesophagus yang khas (Schistosoma oesophagus). Telur berukuran 30-54 x 23 mikron dengan bentukan yang khas lonjong seperti tong (barrel shape) dengan dua mucoid plug pada kedua ujung yang berwarna transparan.16

Cara infeksi adalah telur yang berisi embrio tertelan manusia, larva aktif akan keluar di usus halus masuk ke usus besar dan menjadi dewasa dan menetap. Telur yang infektif akan menjadi larva di usus halus pada manusia. Larva menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung menuju paru-paru.19

b)Patogenesis

Cacing dewasa lebih banyak ditemukan di caecum tetapi dapat juga berkoloni di dalam usus besar. Cacing ini dapat menyebabkan inflamasi, infiltrasi dan kehilangan darah (anemia). Pada infeksi yang parah dapat menyebabkan rectal prolapse dan defisiensi nutrisi.18

c) Manifestasi Klinis

Kelainan patologis yang disebabkan oleh cacing dewasa terutama terjadi karena kerusakan mekanik di bagian mukosa usus dan respons alergi. Keadaan ini erat hubungannya dengan jumlah cacing, lama infeksi, umur dan status kesehatan umum dari hospes (penderita). Gejala yang ditimbulkan oleh cacing cambuk pada infeksi ringan berupa gugup, gelisah dan nafsu makan menurun. Pada infeksi berat dapat menimbulkan anemia, diare, sakit perut, mual dan berat badan turun.19

(51)

d)Epidemiologi

Penyebaran geografis T. trichuira dan A. lumbricoides sehingga seringkali kedua cacing ini ditemukan bersama-sama dalam satu hospes. Frekuensinya di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan, frekuensinya antara 30%-90%. Angka infeksi tertinggi ditemukan pada anak–anak. Faktor terpenting dalam penyebaran trikuriasis adalah kontaminasi tanah dengan tinja yang mengandung telur. Telur berkembang baik pada tanah liat, lembab dan teduh. 19

e) Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki cara dan sarana pembuangan feses, mencegah kontaminasi tangan dan juga makanan dengan tanah yaitu dengan cara cuci bersih tangan sebelum makan dan sesudah makan, mencuci sayur-sayuran dan buah-buahan yang ingin dimakan, menghindari pemakaian feses sebagai pupuk dan mengobati penderita.18

C. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Terdapat dua spesies hookworm yang sangat sering menginfeksi manusia yaitu: “The Old World Hookworm” yaitu Ancylostoma duodenale dan “The New World Hookworm” yaitu Necator americanus.20

a) Morfologi

Cacing dewasa hidup di dalam usus halus manusia, cacing melekat pada mukosa usus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik. Cacing ini berbentuk silindris dan berwarna putih keabuan. Cacing dewasa jantan berukuran 8 sampai 11 mm sedangkan betina berukuran 10 sampai 13 mm. Cacing N.americanus betina dapat bertelur ±9000 butir/hari sedangkan cacing A.duodenale betina dapat bertelur ±10.000 butir/hari. Bentuk badan N.americanus biasanya menyerupai huruf S sedangkan A.duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. N.americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada A.duodenale terdapat dua pasang gigi.21

(52)

Telur cacing tambang sulit dibedakan, karena itu apabila ditemukan dalam tinja disebut sebagai telur hookworm atau telur cacing tambang. Telur cacing tambang besarnya ±60 x 40 mikron, berbentuk oval, dinding tipis dan rata, warna putih. Di dalam telur terdapat 4-8 sel. Dalam waktu 1-1,5 hari setelah dikeluarkan melalui tinja maka keluarlah larva rhabditiform. Larva pada stadium rhabditiform dari cacing tambang sulit dibedakan. Panjangnya 250 mikron, ekor runcing dan mulut terbuka. Larva pada stadium filariform (Infective larvae) panjangnya 600-700 mikron, mulut tertutup ekor runcing dan panjang oesophagus 1/3 dari panjang badan.22

Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui penetrasi kulit oleh larva filariorm yang ada di tanah. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti hurup S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang dimulai dari keluarnya telur cacing bersama feses, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rhabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah.21 Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru paru. Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan larynk. Dari larynk, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan.22

b)Patogenesis

Larva cacing menembus kulit akan menyebabkan reaksi erythematous. Larva di paru-paru akan menyebabkan perdarahan, eosinophilia, dan pneumonia. Kehilangan banyak darah dapat menyebabkan anemia.18

c) Manifestasi Klinis

Gambaran klinis walaupun tidak khas, tidak cukup mendukung untuk memastikan untuk dapat membedakan dengan anemia karena defisiensi makanan atau karena infeksi cacing lainnya. Secara praktis,

(53)

telur cacing Ancylostoma duodenale tidak dapat dibedakan dengan telur Necator americanus. Untuk membedakan kedua spesies ini biasanya dilakukan tekhnik pembiakan larva.19 z. Larva cacing tambang kemudian bermigrasi ke bagian kerongkongan dan kemudian tertelan. Larva kemudian menuju usus halus dan menjadi dewasa dengan menghisap darah penderita. Cacing tambang bertelur di usus halus yang kemudian dikeluarkan bersama dengan feses ke alam dan akan menyebar kemana mana. Gejala klinik yang timbul bervariasi bergantung pada beratnya infeksi, gejala yang sering muncul adalah lemah, lesu, pucat, sesak bila bekerja berat, tidak enak perut, perut buncit, anemia, dan malnutrisi. Tiap cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1 cc sehari, sedangkan A. duodenale 0,08 – 0,34 cc. 23

d)Epidemiologi

Hookworm menyebabkan infeksi pada lebih dari 900 juta orang dan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 7 Liter. Cacing ini ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Kondisi yang optimal untuk daya tahan larva adalah kelembaban sedang dengan suhu berkisar 23°-33°C. Kejadian infeksi cacing ini terjadi pada anak-anak.18

e) Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan memutus rantai lingkaran hidup cacing sehingga dapat mencegah perkembangannya menjadi larva infektif, mengobati penderita, memperbaiki cara dan sarana pembuangan feses dan memakai alas kaki.18

2.1.3. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya infeksi STH

Faktor-faktor risiko (risk factor) yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit Soil Transmitted Helminths antara lain 24 :

1. Lingkungan

Penyakit cacingan biasanya terjadi dilingkungan yang kumuh terutama di daerah kota atau daerah pinggiran. Jumlah prevalensi Ascaris

(54)

lumbricoides banyak ditemukan di daerah perkotaan, dan jumlah prevalensi tertinggi ditemukan didaerah pinggiran atau pedesaan yang masyarakatnya sebagian besar masih hidup dalam kekurangan. 25

2. Tanah

Penyebaran penyakit cacingan dapat melalui terkontaminasinya tanah dengan tinja yang mengandung telur Trichuris trichiura, telur tumbuh dalam tanah liat yang lembab dan tanah dengan suhu optimal ± 30 C. Tanah liat dengan kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 25 C-30 C sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides sampai menjadi bentuk infektif . Untuk pertumbuhan larva Necator americanus memerlukan suhu optimum 28 C-32 C dan tanah gembur seperti pasir atau humus, dan untuk Ancylostoma duodenale lebih rendah yaitu 23 C-25 C.24 3. Iklim

Penyebaran Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura yaitu didaerah tropis karena tingkat kelembabannya cukup tinggi. Sedangkan untuk Necator americanus dan Ancylostoma duodenale penyebarannya paling banyak didaerah panas dan lembab. Lingkungan yang paling cocok sebagai habitat dengan suhu dan kelembaban yang tinggi terutama didaerah perkebunan dan pertambangan.26

4. Perilaku

Perilaku mempengaruhi terjadinya infeksi cacingan yaitu ditularkan lewat tanah. Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan kedalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci tangan.27

5. Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi mempengaruhi terjadinya cacingan yaitu faktor sanitasi yang buruk berhubungan dengan sosial ekonomi yang rendah .28

(55)

2.2. Gizi

2.2.1. Pengertian gizi

Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka Teori
Tabel 4.1 Distribusi Sampel
Tabel 4.2 Definisi Operasional
Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada penilaian terhadap hubungan derajat intensitas infeksi dengan status nutrisi didapatkan bahwa derajat intensitas infeksi baik cacing tunggal maupun campuran dapat

Pada penelitian ini dilakukan penilaian terhadap hubungan derajat intensitas infeksi STH (baik cacing tunggal maupun campuran) dan status nutrisi anak, didapatkan bahwa

Tidak ada hubungan yang bermakna antara derajat keparahan infeksi Soil Transmitted Helminths dengan status gizi dan anemia pada anak SD di wilayah kerja Puskesmas Kokap

Judul :Hubungan Infeksi Cacing Usus (Soil Transmitted Helminths) Dan Status Gizi Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 96 Dan 97 Kecamatan Seberang Ulu II Kota

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan infeksi cacing usus (Soil Transmitted Helmint) dan anemia pada siswa sekolah dasar serta mengetahui distribusi siswa

Anggota Seksi Dana Panitia Bakti Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Kristen Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan infeksi STH dengan kadar Hb (p=0,09), tidak ada hubungan yang signifikan personal hygiene dengan infeksi STH

v Universitas Muhammadiyah Palembang UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN SKRIPSI, JANUARI 2019 Hubungan Infeksi Cacing Usus Soil Transmitted Helminths Dengan