• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efisiensi Penggunaan Input Produksi Pada Usahatani Cabai Merah (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Efisiensi Penggunaan Input Produksi Pada Usahatani Cabai Merah (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2015. http://www.budidayapetani.com/2015/10/cara-pemupukan- tanaman-cabai-sesuai.html. Diakses pada 3 Maret 2016.

Badan Pusat Statistik. 2015. Berita Resmi Statistik No. 71/08Th. XVIII, 3 Agustus 2015.Badan Pusat Statistik: Jakarta

. 2015. Berita Resmi Statistik Provinsi Sumatera Utara No.

50/08/12/Th. XVIII, 3 Agustus 2015.Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara: Medan

. 2015. Kabupaten Karo Dalam Angka 2015. BPS. Karo

Bahua, MI. 2014. Kinerja Penyuluh Pertanian dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya. Bogor. Institute of Regional and Local Development

Banjarnahor, Romedina. 2013. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Tanaman Kopi di Kabupaten Dairi. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan

Kusandriani. 1996. Botani Tanaman Cabai Merah. Bandung: Balai Penelitian Sayuran. Lingga, Pinus dan Marsono. 2002. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya,

Jakarta

Muharlis, A. 2007. Peramalan dan Faktor-Faktor Penentu Fluktuasi Harga Cabai Merah (Skripsi). Bogor: Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nurtika, N. dan Y. Hilman. 1991. Pengaruh Sumber dan Dosis Pupuk Kalium terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai yang ditumpangsarikan dengan Bawang Merah. Bull. Penel. Hort 20(1) : 131-136(Edisi Khusus)

Nurtika, N dan Suwandi. 1992. Pengaruh Sumber dan Dosis Pupuk Fosfat pada Tanaman Cabai. Bull. Penel. Hort 21(4) : 6-15

Panut DJ. 2004. Teknik Aplikasi Pestisida. Kanasius, Jakarta

Pracaya, 2010. Hama dan Penyakit Tanaman Edisi Revisi. PT. Penebar Swadaya. Depok.

Prajnanta, F. 1999. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya, Jakarta

Redaksi Agro Media, 2008. Budi Daya dan Bisnis Cabai. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.

(2)

Sari RM. 2009. Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor: Bogor

Siahaan, Daniel. 2015. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L), (Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo).(Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan

Soekartawi. 1990. Prinsip Teori Ekonomi Produksi. Raja Grafindo Persada. Jakarta

. 1994. Teori Ekonomi Produksi; Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Produksi Cobb- Douglas. Raja Grafindo Persada. Jakarta

. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian; Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Sugiarti, S. 2003. Usaha Tani dan Pemasaran Cabai Merah. Yogyakarta: Jurnal Akta Agrosia.

Sukirno,S. 2005. Mikro Ekonomi ; Teori Pengantar . Edisi Ketiga. Rajagrafindo Persada. Jakarta

Suyanti,2007. Membuat Aneka Olahan Cabai. Penenebar Swadaya, Jakarta

Tarigan, S dan Wahyu Wiryanta. 2003. Bertanam Cabai Hibrida Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta

Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Penerbit Yrama Widya: Bandung

Tosin, D dan Nurma, R.S.2010. Sukses Usaha dan Budidaya Cabai. Atma Media Press. Yogyakarta

(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelititian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Simpang Empat merupakan daerah penghasil cabai terbesar di Kabupaten Karo.

Tabel 3.1 Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Cabai Merah Menurut Kecamatan diKabupaten Karo Tahun 2014

Kecamatan Luas Panen

(Ha)

(4)

Dari tabel 3.1, dapat dilihat bahwa Kecamatan Simpang Empat merupakan sentra produksi cabai merah dengan produksi terbesar, yaitu dengan luas panen 414 Ha serta produksi sebesar 6.152 ton. dengan produksi rata-rata sebesar 148,59 kw/ha atau setara dengan 14,8 ton/ha.

Lokasi penelitian adalah Desa Beganding dengan luas panen cabai merah seluas 50 Ha. Lokasi dipilih dengan pertimbangan bahwa desa tersebut memiliki luas panen terbesar kedua di Kecamatan Simpang Empat.

Tabel 3.2 Luas Panen Cabai Merah Berdasarkan Desa di Kecamatan SimpangEmpat Tahun 2015

(5)

3.2 Metode Pengambilan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani cabai merah di Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Berdasarkan hasil pra-survey, populasi petani yang berusahatani cabai merah ada sebanyak 167 petani. Metode penentuan besar sampel yang digunakan adalah metode Slovin dengan rumus:

=

1+��2

dimana:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = batas toleransi kesalahan (error tolerance) 10% (0,10)

Jumlah populasi petani cabai merah di Desa Beganding adalah 167 petani. Dengan batas toleransi 10% (0,10), maka jumlah sampel petani cabai merah uang diambil adalah:

=

167

1+(167)(0,10)2 = 62,54 ≈ 62

Dari perhitungan di atas maka didapatkan jumlah sampel untuk penelitian ini adalah sebanyak 62 petani. Penarikan sampel pada penelitian ini menggunakan metode accidental sampling yang artinya memilih responden yang dijumpai secara kebetulan

di lapangan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

(6)

usahatani cabai merah melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang sudah disiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Dinas Pertanian, Balai Penyuluhan Pertanian dan instansi lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk hipotesis (1) terlebih dahulu diketahui model fungsi produksi yang digunakan. Model fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dengan rumus sebagai berikut:

Y = b0X1b1X2b2X3b3X4b4 X5b5eu

Fungsi produksi tersebut kemudian diubah menjadi bentuk fungsi linear berganda dengan cara mentransformasikan persamaan tersebut ke dalam log-natural (ln). Bentuk persamaan fungsi produksi menjadi :

Ln Y = ln b0 + b1lnX1 +b2 lnX2b3lnX3 +b4 lnX4

Keterangan :

Y = Produksi cabai merah (ton) X1 = pupuk (kg)

(7)

Persamaan regresi dianalisis untuk menjelaskan hubungan sebab akibat dari faktor-faktor produksi terhadap output yang dihasilkan. Nilai yang diperoleh dari hasil analisis regresi yaitu besarnya nilai t-hitung, nilai F hitung, dankoefisien determinan (R2). Pengujian secara statistik adalah sebagai berikut :

1. Uji Determinan (R2)

Nilai koefisien determinan (R2) digunakan untuk mengetahui sejauh mana besar keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat.Masukan pada usahatani cabai merah akan semakin dekat hubungannya dengan hasil produksi cabai merah bila nilai R2 sama dengan atau mendekati satu. 2. Uji F-hitung

Untuk menguji apakah penggunaan beberapa masukan bersama-sama berpengaruh terhadap hasil produksi cabai merah digunakan uji F dengan rumus sebagai berikut :

Fhitung =

Dengan tingkat signifikasi α 5% maka:

(8)

2. Jika Fhitung > Ftabel : Hi diterima berarti input produksi (luas lahan, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah.

3. Uji t-hitung

Uji t pada dasarnya menunjukkan masing-masing variabel bebas (Xi) secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat (Y). Uji ini dilakukan dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel. Rumus untuk memperoleh nilai t-hitung adalah:

Thitung =

��

��(��)

dimana :

bi = koefisien regresi

Se = standar error koefisien regeresi ke-i Dengan hipotesis :

Hi = bi ≠ 0

Pada tingkat signifikasi α 5% :

1. Jika t-hitung ≤ t-tabel : Hi ditolak berarti masukan ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah

2. Jika t-hitung > t-tabel : Hi diterima berarti masukan ke-i berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah.

(9)

bi =

Produk marginal (dy/dxi) = bi. y/xi. Adapun y dan x diambil berdasarkan rata-ratanya. Selanjutnya dengan menggunakan perhitungan di atas, diperoleh jumlah produk marginal untuk masing-masing input produksi, dengan persamaan:

NPM = PM. Py = bi . y/ xi . Py Dimana :

bi = Elastisitas produksi y = Produksi rata-rata Py = Harga Output xi = Input produksi

Tingkat optimasi penggunaan input produksi dihasilkan dari rasio nilai produk marginal (NPM) dengan harga masing-masing input produksi. Dengan melihat harga input produksi maka diperoleh tingkat optimasi masing-masing input produksi:

Tingkat Efisiensi = ����� ���

Kriteria Optimasi : �����

��� > 1 maka penggunaan input produksi belum efisien, input perlu ditambah �����

��� < 1 maka penggunaan input produksi tidak efisien (terlalu banyak), input perlu

(10)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran penelititan ini, maka perlu dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Definisi

1. Usahatani cabai merah adalah kegiatan yang menjadikan tanaman cabai merah sebagai komoditi dalam usahanya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. 2. Petani adalah orang yang melaksanakan dan mengolah usahatani cabai merah

pada sebidang tanah atau lahan.

3. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antara input dan output. Sehingga faktor produksi dapat diartikan sebagai faktor yang mempengaruhi total produksi.

4. Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, di mana variabel yang satu disebut variabel terikat, yang dijelaskan (Y) dan yang lain variabel bebas, yang menjelaskan (X).

5. Efisiensi adalah penggunaan input produksi dengan kombinasi tertentu sehingga menekan biaya produksi dan memaksimumkan pendapatan.

6. Input produksi adalah komponen yang digunakan dalam melaksanakan usahatani yang terdiri dari pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit.

7. Produktivitas dalam usahatani cabai merah adalah produksi total usahatani cabai merah dibagi dengan luas lahan usahatani dengan satuan ton per hektar (ton/ha). 8. Produk marginal adalah pertambahan satu satuan output akibat penambahan satu

(11)

9. Nilai produk marginal adalah perkalian antara produk marginal (PM) dengan harga produk per satuan.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Tempat penelitian adalah Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

2. Waktu penelitian adalah tahun 2016.

(12)

BAB IV

GAMBARAN UMUM DESA

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Luas dan Letak Geografis

Desa Beganding merupakan salah satu desa di Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Desa ini berjarak 80 km dari Kota Medan dan berjarak 11,5 km dari ibukota Kabupaten Karo. Desa Beganding terletak pada ketinggian 1200 meter dpl

dengan kondisi permukaan tanah yang relatif datar. Desa ini memiliki temperatur 33°

s/d 37° C dan curah hujan sebesar 200 mm/tahun. Secara administratif batas-batas

wilayah Desa Beganding adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tigapancur - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ujung Payung - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Surbakti - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Surmbia

Desa Beganding memiliki luas 1.018 Ha dengan penggunaan tanah yang terbagi menjadi beberapa seperi pemukiman, ladang hutan, belukar dan lainnya. Untuk lebih rinci dapat dilihat seperti pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Luas Lahan menurut Penggunaannya

No. Penggunaan Tanah Luas Persentase

(13)

Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa penggunaan lahan paling luas digunakan untuk perladangan yaitu sebesar 62,18%, sementara untuk penggunaan pemukiman adalah seluas 0,98%, sedangkan sisanya merupakan hutan dan belukar.

4.1.2 Keadaan Penduduk

Berdasarkan data yang didapatkan dari Kepala Desa, pada tahun 2015 penduduk Desa Beganding memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.535 jiwa dengan rincian kepala keluarga sebanyak 400 KK, 730 laki-laki dan 805 perempuan. Komposisi penduduk desa berdasarkan pekerjaan dapat dilihat dalam Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah (orang)

1. Bertani 790

2. Pegawai 30

3. Berdagang 17

Sumber: Profil Desa Beganding Tahun 2015

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Beganding dapat kita lihat pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana Desa

No. Jenis Saran / Prasarana Km / Unit

(14)

4.2 Karakterisitik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini terdiri dari umur petani, pendidikan petani dan pengalaman.

4.2.1 Umur Responden

Umur merupakan salah satu aspek sosial yang dapat mendukung petani dalam mengelola usahataninya. Semakin tua seorang petani biasanya kinerjanya juga cenderung semakin berkurang yang selanjutnya dapat mempengaruhi produksi dan pendapatan petani tersebut. Hal tersebut dikarenakan pekerjaan sebagai petani lebih banyak mengandalakan tenaga fisik. Keadaan umur rata-rata petani responden adalah 42,75 tahun dengan interval antara 20 – 80 tahun. Klasifikasi petani menurut kelompok umur terlihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Umur

No. Kelompok Umur (tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase

1. < 20 0 0

Sumber : Lampiran 1

(15)

orang atau 14,51% sedangkan petani responden yang yang berumur di atas 60 tahun ada sebanyak empat orang atau 6,45%.

4.2.2 Pendidikan

Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola usahatani. Adapun tingkat pendidikan petani sampel yang ada di Desa Beganding yaitu SD, SLTP, SMU dan Perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan petani sampel dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase

1. SD 14 22,58 %

2. SLTP 8 12,90 %

3. SMA 34 54,84 %

4. Perguruan Tinggi 6 9,68 %

Jumlah 62 100 %

Sumber : Lampiran 1

Dari tabel di atas dapat kita lihat distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah petani responden terbesar adalah pada tingkat SMU yaitu sebanyak 34 orang atau 54,84% , sedangkan petani responden dengan tingkat pendidikan SD ada sebanyak 14 orang atau 22,58%, petani dengan tingkat pendidikan SLTP ada sebanyak 8 orang atau 12,90% dan petani responden dengan tingkat sarjana atau perguruan tinggi ada sebanyak 6 orang atau 9,68%.

4.2.3 Pengalaman Bertani

(16)

semakin baik pula cara pengelolaan usahatani. Berikut disajikan pengalaman bertani petani sampel di daerah penelitian.

Tabel 4.6 Pengalaman Bertani Petani Sampel

No. Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase

1 < 20 38 61,30 %

2 20 – 40 22 35,48 %

3 >40 2 3,22 %

Jumlah 62 100%

Sumber : Lampiran 1

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang mempunyai pengalaman bertani terbesar ialah pada kelompok yang kurang dari 20 tahun yaitu sebanyak 38 orang atau 61,30 % dari jumlah keseluruhan petani sampel. Sedangkan petani sampel yang memiliki pengalaman bertani lebih dari 40 tahun ada sebanyak dua orang.

4.2.4 Luas Lahan Cabai Petani Sampel

Luas lahan merupakan salah satu faktor penting dalam melakukan suatu usahatani. Semakin luas lahan yang dimiliki maka semakin besar pula produksi yang akan dihasilkan.Berikut disajikan distribusi petani responden berdasarkan luas lahan yang dimiliki.

Tabel 4.7 Distribusi Responden berdasarkan Luas Lahan

No. Luas Lahan (Ha) Jumlah (Jiwa) Persentase

1. < 0,1 1 1,61%

2. 0,1 – 0,3 54 87,10 %

3. > 0,3 7 11,29 %

Jumlah 62 100%

Sumber : Lampiran 1

(17)
(18)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penggunaan Input Produksi pada Usahatani Cabai Merah

Input produksi (pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit) biasanya digunakan dalam mengusahakan suatu usahatani yang dalam hal ini adalah usahatani cabai merah yang dilakukan oleh petani di Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Penggunaan input yang optimal tentunya akan memberikan produksi yang maksimal bagi petani. Sebelum menganalisis tingkat optimasi dan pengaruh dari penggunaan input produksi pada usahatani cabai merah, berikut disajikan kondisi penggunaannya di daerah penelitian.

Tabel 5.1 Rata-rata Penggunaan Input Produksi Per Musim Tanam

Faktor Produksi Per Petani Per Ha

Pupuk 302 kg 1.178 kg

Pestisida 1887 ml 7.358 ml

Tenaga Kerja 125 hkp 489 hkp

Bibit 2909 batang 11.345 batang

Sumber : Lampiran 2

Penggunaan luas lahan yang digunakan untuk usahatani cabai merah di daerah penelitaian rata-rata adalah 2564 m2 . Sedangkan rata-rata penggunaan bibit di daerah penelitian adalah 2909 batang atau setara dengan 11.345 batang dalam satu hektar. Bibit yang digunakan petani adalah bibit varietas lokal.

(19)

ini dilakukan sebelum bibit ditanam dan sebelum mulsa dipasang. Pupuk dasar dilakukan setelah pengolahan lahan atau pembuatan bedengan. Pemberian pupuk dasar dilakukan dengan cara menaburkan pupuk di atas bedengan lalu ditutup dengan tanah. Pupuk dasar yang dipakai yaitu pupuk alami berupa pupuk kandang ayam dan dicampur dengan pupuk kimia seperti ZA, KCL, TSP dan NPK. Dosis untuk penggunaan pupuk dasar berupa pupuk kimia adalah sebanyak 50 kg /1000 m2. Pemberian pupuk selanjutnya adalah pupuk susulan atau lebih dikenal dengan pupuk cor. Pemberian pupuk cor ini dilakukan setelah tanaman cabai berumur 10 hari. Pupuk cor merupakan kombinasi dari pupuk kimia yang dicampur dengan air dalam drum berkapasitas 200 liter. Untuk pemberian pupuk cor biasanya dilakukan 7- 10 hari sekali. Pupuk yang digunakan petani dalam pengocoran adalah pupuk NPK dan KCL dengan dosis mulai dari 5 sampai 15 kg per drum sesuai dengan umur tanaman. Selain pupuk dasar dan pupuk cor, pemberian pupuk yang lain adalah pupuk samping berupa pupuk NPK. Pupuk samping diberikan dua kali selama masa tanam. Pupuk samping diberikan setelah tanaman memasuki masa generatif atau setelah tanaman menghasilkan dengan dosis 30 kg /1000 m2. Penggunaan pupuk rata-rata dalam satu musim tanam adalah 302 kg per petani atau sebanyak 1.178 kg/ha.

(20)

adalah 1887 ml per musim tanam per petani atau sebanyak 7.358 ml/ha. Untuk pestisida yang digunakan biasanya berupa fungisida dengan merk dagang Skor untuk mengatasi penyakit pada tanaman cabai dan juga insektisida dengan merk dagang Curacon, Pegasus dan Agrimax untuk mengendalikan hama pengganggu tanaman.

5.2 Pengaruh Input Terhadap Produksi

5.2.1 Uji Asumsi Klasik

Sebelum mencari pengaruh penggunaan input produksi terhadap produksi cabai merah sebaiknya dilakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik yang bertujuan untuk mengetahui data terdistribusi dengan normal serta terbebas dari multikolinearitas dan heteroskedastisitas.

a. Uji Normalitas

(21)

Gambar 5.1 Uji Normalitas Model

b. Multikolinearitas

(22)

Tabel 5.2 Uji Multikolinearitas

Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)

pupuk .373 2.683

pestisida .679 1.473 tenagakerja .985 1.015

bibit .409 2.445

Sumber : Lampiran 4

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai toleransi pada tiap model lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF pada tiap model tidak ada yang melebihi 10. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada data yang diolah.

c. Uji Heteroskedastisitas

(23)

Gambar 5.2 Scatter Plot dari Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa titik-titik pada Scatter Plot menyebar tanpa membentuk pola tertentu. Maka dapat disimpulkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas pada model.

Berdasarkan hasil analisis uji asumsi klasik yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa data yang diolah telah terdistribusi secara normal serta bebas dari masalah multikolinearitas dan heteroskedastisitas.

(24)

perlu diketahui terlebih dahulu fungsi produksi pada usahatani cabai merah tersebut. Model fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Variabel yang digunakan dalam model fungsi penduga adalah variabel tidak bebas yaitu produksi cabai merah (Y) serta variabel bebas yaitu luas lahan (X1), pupuk (X2), pestisida (X3), tenaga kerja (X4) dan bibit (X5). Berdasarkan Tabel 5.3, maka diperoleh fungsi produksi usahatani cabai merah sebagai berikut :

Y = 33,339X12,341X20,106 X31,266X40,517 Di mana Y = Jumlah Produksi (kg)

X1 = Pupuk (kg) X2 = Pestisida (ml) X3 = Tenaga Kerja (hkp) X4 = Bibit

(25)

Tabel 5.3. Analisis Regresi Penggunaan Input Produksi Terhadap Produksi Cabai Merah

No Variabel Koefisien

Regresi

Sumber : Lampiran 4

Untuk menganalisis pengaruh penggunaan pupuk dan pestisida terhadap produksi cabai merah secara serempak digunakan uji F. Dari hasil uji statistik pada Tabel 5.3 diperoleh nilai F hitung yaitu sebesar 33,339. Jika dibandingkan dengan nilai F tabel

(α 5%) = 2,53, ternyata F hitung > F tabel. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa secara serempak variabel pupuk (X1), pestisida (X2), tenaga kerja (X3) dan bibit (X5) berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah (Y).

Selanjutnya untuk menganalisis pengaruh input produksi secara parsial terhadap hasil produksi maka dapat diketahui dengan melakukan uji t. Dari Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa variabel pupuk (X1) berpengaruh nyata terhadap produksi cabai

(26)

Variabel pestisida (X2) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah,

karena nilai t hitung =1,190lebih kecil dari pada t tabel (α 5%) = 2,002. Variabel

tenaga kerja (X3) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah, karena

nilai t hitung =0,305 lebih kecil dari pada t tabel (α 5%) = 2,002. Variabel bibit (X4) berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah, karena nilai t hitung =8,213 lebih

besar dari pada t tabel (α 5%) = 2,003.

Untuk menjelaskan sejauh mana variasi produksi cabai (Y) dapat dijelaskan oleh input produksi pupuk (X1), pestisida (X2), tenaga kerja (X3) dan bibit (X4), digunakan nilai koefisien determinasi (R2). Dapat dilihat dari tabel 5.2 bahwa nilai R2 = 0,849. Hal ini memberikan arti bahwa 84,9% variabel produksi (Y) dapat dijelaskan oleh variabel luas pupuk (X1), pestisida (X2), tenaga kerja (X3) dan bibit (X4) dan sisanya sebesar 15,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model.

5.3 Efisiensi Penggunaan Input Produksi

Untuk menghitumg nilai efisiensi input produksi dilakukan melalui pendekatan nilai produk marjinal (NPM) yang dibandingkan dengan harga satuan input tersebut. Efisiensi tercapai apabila nilai yang didapatkan sama dengan satu. Apabila nilai lebih dari satu maka dikatakan bahwa penggunaan input belum efisien, sedangkan apabila nilai yang didapatkan kurang dari satu maka dikatakan bahwa penggunaan input tidak efisien .

(27)

dari persamaan Cobb-Douglas. Setelah nilai elastisitas didapatkan, maka nilai tersebut dikalikan dengan harga produk dan rasio antara rata-rata produksi dengan rata-rata penggunaan input.

(28)

Tabel 5.4 Nilai Efisiensi Input Produksi

Sumber : Lampiran 2

Variabel Elastisitas

(bi)

Rata-rata Penggunaan Input

(x)

Rata-rata Produksi

(y)

Harga Input (Rp) (Px)

Harga Produk

(Py) PM NPM

NilaiEfisie nsi

Pupuk (kg) 2,341 302 2602 8.650 (Rp/kg) 15.000 20,16 302,54 34,97

Pestisida (ml) 0,106 1887 2602 640 (Rp/ml) 15.000 0,14 2192,46 3,42

Tenaga Kerja (hkp)

1,266 125 2602 70.000 (Rp/hkp) 15.000 26,35 395,29 5,64

(29)

5.4 Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani Cabai Merah per Musim Tanam

Untuk menjelaskan besarnya pendapatan petani cabai di Desa Beganding, maka harus diketahui biaya yang dikeluarkan selama mengusahakan cabai dan juga penerimaan dari hasil usahatani cabai tersebut. Berikut disajikan rincian biaya, penerimaan serta pendapatan petani.

Tabel 5.5 Rata-rata Biaya dan Pendapatan Petani per Musim Tanam

No. Uraian Per Petani Per Ha

1. Produksi 2602,25 kg 10.147 kg

2. Penerimaan Rp. 39.033.871,- Rp.152.207.547,-

3. Biaya

a. Sewa Lahan Rp. 2.564.516,129,- Rp.10.000.000,- b. Pupuk Rp. 2.614.532,258,- Rp.10.195.031,45,- c. Pestisida Rp. 1.207.741,935,- Rp.4.709.433,962,- d. Tenaga Kerja Rp. 8.792.903,226,- Rp.34.286.792,45,-

e. Bibit Rp. 349.161,29,- Rp.1.361.509,4,-

4. Pendapatan Rp. 23.618.241,94,- Rp.92.096.289,31,- Sumber : Lampiran 3

(30)

5.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Penggunaan Input Produksi pada Usahatani Cabai Merah

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi penggunaan input produksi pada usahatani cabai merah, yaitu:

1. Iklim dan Cuaca

Iklim dan cuaca merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu usahatani cabai merah terutama dalam penggunaan penggunaan pupuk dan pestisida. Jumlah penggunaaan pupuk dan pestisida akan meningkat apabila dalam kondisi hujan. Hal ini terjadi karena apabila hujan maka pupuk dan pestisida yang telah diberikan akan tercuci oleh hujan. Selain itu iklim di areal penanaman yang lembab akan membuat tanaman menjadi lebih mudah terserang penyakit seperrti spora dan jamur sehingga perlu adanya penambahan pestisida yang mengakibatkan bertambahnya input produksi.

2. Modal Petani

(31)

3. Pengetahuan Petani

(32)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan:

1. Input produksi pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah, sedangkan secara parsial hanya variabel pupuk dan bibit saja yang berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah.

2. Pupuk, pestisida dan tenaga kerja memiliki nilai efisiensi yang lebih besar dari satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan input tersebut di daerah penelitian masih belum efisien atau harus ditambahkan. Sedangkan nilai efisiensi bibit lebih kecil dari satu yang berarti penggunaan bibit di daerah penelitian tidak efisien atau harus dikurangi.

6.2 Saran

1. Petani seharusnya meningkatkan penggunaan input produksi pupuk, pestisida dan tenaga kerja agar dapat memberikan produksi yang maksimal.

2. Pemerintah sebaiknya dapat menyediakan pupuk subsidi yang berkualitas serta memberi bantuan berupa bibit unggulan agar dapat meningkatkan produksi cabai petani.

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Botani Cabai Merah

Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis cabai yang mempunyai daya adaptasi tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, di lahan sawah maupun lahan tegalan. Sifat inilah yang menyebabkan tanaman cabai dapat dijumpai hampir di semua daerah. Cabai merah berasal dari Mexico, sebelum abad ke-15 spesies ini lebih banyak dikenal di Amerika Tengah dan Selatan. Sekitar tahun 1513 Columbus membawa dan menyebarkan cabai merah dan diperkirakan masuk ke Indonesia melalui pedagang dari Persia ketika singgah di Aceh.

Menurut Kusandriani (1996), klasifikasi tanaman cabai merah adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

(34)

Cabai merupakan terna tahunan yang tumbuh tegak dengan batang berkayu, banyak cabang, serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. Umumnya, daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap, tergantung varietasnya. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun mempunyai tulang menyirip. Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, ataupun oval dengan ujung yang meruncing, tergantung spesies dan varietasnya.bentuk buah cabai berbeda-beda, dari cabai keriting, cabai besar yang lurus dan bisa mencapai ukuran sebesar ibu jari, cabai rawit yang kecil-kecil tapi pedas, cabai paprika yang berbentuk seperti buah apel, dan bentuk-bentuk cabai hias lain yang banyak ragamnya. Cabai berakar tunggang, terdiri atas akar utama dan akar lateral yang mengeluarkan serabut dan mampu menembus kedalam tanah hingga 50 cm dan melebar sampai 45 cm (Agromedia, 2008).

(35)

Desember, walaupun ada risiko kegagalan. Tanaman cabai diperbanyak melalui biji yang ditanam dari tanaman yang sehat serta bebas dari hama dan penyakit. Buah cabai yang telah diseleksi untuk bibit dijemur hingga kering. Kalau panasnya cukup dalam lima hari telah kering kemudian baru diambil bijinya. Untuk areal satu hektar dibutuhkan sekitar 2-3 kg buah cabai (300-500 gr biji) (Sugiarti, 2003).

Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran (hortikultura) yang banyak digemari masyarakat Indonesia dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Sesuai dengan namanya, cabai merah memiliki warna kulit buah yang merah sewaktu buah sudah tua dan masak. Bentuk buahnya silindris dan mengecil ke arah ujung buah. Ciri dari jenis sayuran ini rasanya pedas dan aromanya khas dimasak atau dikonsumsi mentah, sehingga sayuran bagi orang-orang tertentu dapat membangkitkan selera makan. Selain itu, cabai merah mengandung vitamin, khususnya vitamin C. Meskipun cabai merah bukan bahan pangan utama bagi masyarakat kita, namun komoditi ini tidak dapat ditinggalkan, harus tersedia setiap hari dan harus dalam bentuk segar. Ketersediannya secara teratur setiap hari bagi ibu rumah tangga menjadi suatu keharusan. Meningkatnya harga cabai merah atau kelangkaan pasokan di pasaran mendapat reaksi sangat cepat dari masyarakat dan insan pers. Oleh sebab itu penyediaan cabai merah dalam bentuk segar setiap hari sepanjang tahun perlu dirancang secara baik (Santika, 2001).

(36)

(Solanaceae). Dinamakan Cabai merah dikarenakan cabai ini memiliki buah yang besar dengan warna merah. Di Indonesia sendiri, ada banyak nama-nama lokal yang beredar di masyarakat, misalnya di Jawa, dikenal dengan nama Lombok atau Lenkreng, Campli (Sumatera), Capli (Aceh), Lacina (Batak Karo), Cabi (Lampung), dan masih banyak lagi nama cabai yang lainnya. Cabai merah ini terdiri dari beberapa macam diantaranya cabai keriting, cabai tit/ cabai super, cabai hot beauty, dan cabai merah lainnya (Tosin dan Nurma, 2010).

Berdasarkan tingkat kepedasannya cabai dikelompokkan kedalam empat golongan berdasarkan aturan pasar internasional. Cabai berdasarkan tingkat kepedasannya dibagi menjadi cabai dengan tingkat kepedasan sangat pedas, kepedasan pertengahan, kepedasan kurang dan tidak pedas. Masing-masing kelompok cabai memiliki bentuk fisik serta kegunaan yang berbeda-beda (Suyanti, 2007).

2.1.2Luas Lahan

Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Seringkali dijumpai, makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan semakin tidak efisienlah lahan tersebut. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada segi efisiensi akan berkurang (Soekartawi, 2002).

2.1.3 Pupuk

(37)

satunya adalah menurunnya (degradasi) tingkat kesuburan tanah, terutama menurunnya kandungan bahan organik tanah dari musim ke musim yang tidak bisa digantikan peranannya oleh pupuk anorganik. Upaya mempertahankan dan meningkatkan produktivitas tanah antara lain dengan pemberian bahan organik (Bahua, 2014).

Pemupukan bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah terutama agar tanaman dapat menyerapnya sesuai dengan kebutuhan tanaman itu sendiri. Pemupukan tanaman muda sangat penting agar tanaman tumbuh subur dan sehat sehingga dapat mulai berproduksi pada umur yang normal (Tim Bina Karya Tani, 2008).

Menurut Anonimous (2015), pupuk kandang yang diperlukan untuk satu hektar lahan penanaman cabai adalah sebanyak 20-30 ton, tergantung kondisi kesuburan tanahnya. Pupuk kimia yang diberikan adalah ZA dengan dosis 650 kg/ha, Urea dengan dosis 250 kg/ha, Sp 36 dengan dosis 500 kg/ha, dan KCI dengan dosis 400 kg/ha. Keempat jenis pupuk ini diberikan pada umur tanaman 2,6, dan 9 minggu dengan masing-masing sepertiga dosis.

(38)

2.1.4 Pestisida

Pestisida merupakan pilihan utama cara mengendalikan hama, pentakit dan gula, karena dapat membunuh langsung jasad pengganggu. Kemanjurannya dapat diandalkan,penggunaannya mudah, tingkat keberhasilannya tinggi, ketersediaannya mencukupi dam mudah didapat serta biaya relatif murah. Pestisida merupakan salah satu hasil teknologi modern karena mempunyai peranan penting dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal ini terbukti di beberapa negara sedang berkembang produksi pertanian melimpah, namun kesehatan masyarakat terjaga dengan cara yang tepat dan aman. Di sisi lain apabila pestisida pengelolaannya tidak baik maka dapat menimbulkan dampak negatif terhadap beberapa aspek kehidupan yang pada akhirnya langsung ataupun tidak langsung berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia (Panut, 2004).

Berdasarkan hama sasarannya, pestisida dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Insektisida

(39)

2. Nematisida

Nematisida adalah jenis pestisida untuk membasmi hama cacing. Hama ini sering merusak bagian umbi tanaman atau akar. Contohnya adalah oksamil dan natrium metam.

3. Rodentisida

Rodentisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas binatang pengerat, contohnya adalah tikus. Contoh rodentisida adalah warangan (senyawa arsen) dan thalium sulfat.

4. Herbisida

Herbisida adalah pestisida untuk membasmi tumbuhan liar atau gulma pengggangu tanaman. Contohnya adalah amonium sulfonat, pentaklorefenol, gramoxone dan totacol.

5. Fungisida

Fungisida merupakan jenis pestisida yang digunakan untuk memberantas fungi atau jamur. Contohnya adalah natrium dikromat, timbel (I) oksida, tembaga oksiklorida dan carbendazim (Panut, 2004).

2.1.5Tenaga Kerja

(40)

tidak perlu tenaga kerja ahli (skilled). Sebaliknya pada usaha pertanian skala besar lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan cara sewa dan sering dijumpai diperlukannya tenaga kerja yang ahli, misalnya tenaga kerja yang mampu mengerjakan traktor, dan sebagainya. Selanjutnya dalam analisa ketenagakerjaan juga diperlukan pembedaan tenaga kerja pria, wanita, anak-anak, dan ternak. Pembedaan tentang hal ini terjadi karena setiap jenis tahapan pekerjaan dalam suatu usaha pertanian adalah berbeda dan juga faktor kebiasaan juga menentukan (Soekartawi, 2002).

2.1.6Bibit

Bibit adalah salah satu input produksi pertanian yang sangat terkait dengan ketahanan pangan keluarga, komunitas, dan ketahanan pangan nasional. Bibit merupakan mata rantai pertama dari keseluruhan mata rantai pangan, oleh karena itu kebebasan petani untuk memperoleh akses pada bibit tidak hanya syarat penting bagi terjaminnya kelestarian pangan suatu negara (Soekartawi, 1993).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Fungsi Produksi

Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan antara tingkat

produksi sesuatu barang dengan jumlah input produksi yang digunakan untuk

menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Fungsi produksi

menunjukkan sifat hubungan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang

dihasilkan. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa 1 input produksi seperti tenaga

kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya

sedangkan faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, tanah dan teknologi dianggap

(41)

Dalam melakukan usaha pertanian seorang petani akan selalu berfikir bagaimana

mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat memperoleh produksi yang

maksimal. Cara pemikiran demikian wajar mengingat petani melakukan konsep

memaksimukan keuntungan (profit maximization). Di lain pihak, manakala petani

dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan usahataninya, maka mereka

mencoba bagaimana meningkatkan keuntungan tersebut dengan kendala biaya

usahataninya yang terbatas. Suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana

memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan menekan produksi sekecil-kecilnya

(Soekarwati, 1990).

Dengen pendekatan di atas, maka dapat digunakan konsep hubungan antara input

produksi yang digunakan petani petani dengan output yang dihasilkannya. Hubungan

fisik antara input dan output sering disebut dengan fungsi produksi. Secara

matematika dinyatakan sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3, …, Xn)

Di mana : Y : Produk yang dihasilkan (variabel dependen)

X1….Xn : Faktor produksi yang dipakai menghasilkan Y (variabel

independen)

Fungsi produksi merupakan jumlah output maksimum yang diperoleh dari

sekumpulan input tertentu atau hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y)

dan variabel yang menjelaskan (x). Hubungan fungsional antar input dan output dapat

dilihat pada hubungan rata-rata (PR), produk marginal (PM), dan produk total (PT)

(42)

2.2.2 Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Menurut Daniel (2002), apabila sebaran data memenuhi hukum Law of Diminishing Returns (LDR), maka dipakai fungsi produksi Cobb-Douglas.

Pertambahan input, tidak selamanya akan menyebabkan pertambahan output. Apabila sudah jenuh (setelah melewati titik maksimum) maka pertambahan hasil akan semakin kecil. Dalam hukum ekonomi kejadian ini disebut Law of Diminishing Returns.

Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel; variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang dijelaskan, (Y), dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan, (X). Penyelesaian hubungan anatara Y dan X biasanya dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Dengan demikian, kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti :

Y = aX1b1X2b2 …Xnbneu (1)

Bila fungsi Cobb-Douglass tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka Y = f(X1,X2,…,Xi,…,Xn), (2)

Di mana: Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a,b = besaran yang akan diduga

(43)

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan 1, maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Untuk memudahkan penjelasan, maka persamaan (1) ditulis kembali, yaitu:

Y = aX1b1X2b2eu (3) Logaritma dari persamaan di atas adalah:

Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + v (4)

Persamaan (4) dapat dengan mudah diselesaikan dengan cara regresi berganda. Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b1 dan b2 tetap walau variabel yang terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b1 dan b2 pada fungsi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan elastisitas X terhadap Y (Soekartawi, 2002).

2.2.3 TheLaw of Diminishing Return

(44)

Gambar 2.1Elastisitas Produksi dan Daerah-daerah Produksi

Gambar di atas menunjukkan hubungan antar produk total (PT), produk marginal (PM) dan produk rata-rata (PR), elastisitas produk (EP) yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Ep = 1 bila PR mencapai maksimum atau bila PR sama dengan PM-nya. Sebaliknya, bila PM = 0 dalam situasi PR sedang menurun, maka Ep = 0 b. Ep > 1 bila PT menaik pada tahapan “increeasing rate” dan PR juga

menaik di daerah I. Di sini petani masih mampu memperoleh sejumlah PT

PR

PM EP > 1

I

1>EP>O II

EP < 0 III

X X Y

(45)

produksi yang cukup menguntungkan manakala sejumblah input masih ditambahkan.

c. Nilai Ep lebih besar dari nol tetapi lebih kecil dari satu atau 1 < Ep < 0. Dalam keadaan demikian, maka tambahan sejumlah input tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa sepeti ini terjadi di daerah II, di mana pada sejumlah input yang diberikan maka PT tetap menaik pada tahapan “decreasing rate”.

d. Selanjutnya nilai Ep < 0 yang berada di daerah III; pada situasi yang demikian PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif dan PR dalam keadaan menurun. Dalam situasi Ep < 0 ini maka setiap upaya untuk menambah sejumblah input tetap akan merugikan bagi petani yang bersangkutan (Soekartawi,1993).

2.2.4 Efisiensi

Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian akan terjadi kalau petani mampu membuat suatu upaya kalau nilai produk marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input tersebut; atau dapat dituliskan:

NPMx = Px ; atau

���/�� = 1

di mana :NPM = Nilai Produksi Marginal

(46)

2.2.5 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan skripsi Romedina Banjarnahor (2013) dengan judul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Tanaman Kopi di Kabupaten Dairi” didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa luas lahan, tenaga kerja dan jenis kopi berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi kopi pada taraf signifikansi � = 1%. Umur pohon berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan pupuk berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produksi kopi. Nilai efisensi teknis adalah sebesar 0,694 maka dapat dikatakan bahwa usahatani kopi di Kabupaten Dairi tidak efisien secara teknis sehingga perlu pengurangan penggunaan faktor produksi. Nilai efisiensi ekonomi adalah sebesar 25,975 yang berarti usahatani kopi di Kabupaten Dairi tidak efisien secara ekonomi sehingga perlu penambahan penggunaan faktor produksi. Selain itu, terdapat perbedaan produksi kopi arabika yang lebih tinggi sebesar 2743,417 dibandingkan produksi kopi robusta.

(47)

Tingkat efisiensi teknis mencapai 0,715, tingkat efisiensi harga mencapai 11,3 dan ekonomis mencapai 0,08. Dengan demikian, penggunaan faktor produksi usahatani cabai merah di tidak efisien.

2.3 Kerangka Pemikiran

Usahatani cabai merah merupakan salah satu usahatani hortikultura yang memiliki prospek yang cerah karena merupakan salah satu jenis buah yang sangat digemari oleh masyarakat. Hal tersebut karena cabai merah dapat memberikan rasa pedas pada makanan serta bermanfaat sebagai antioksidan dan sumber vitamin c bagi kesehatan.

Petani sering menambahkan dosis penggunaan pupuk maupun pestisida dengan harapan dapat meningkatkan produksinya. Hal tersebut terjadi karena petani belum menentukan batas yang optimum dalm menambahkan input produksi tersebut. Ketika jumlah pupuk maupun pestisida yang ditambah dengan jumlah yang tetap namun input lain jumlahnya tetap, belum tentu akan menignkatkan produksinya. Atau bisa saja akan menurunkan produksinya.

(48)

Penerimaan seorang petani akan semakin meningkat apabila penggunaan faktor input produksi telah efisien. Penggunaan input yang efisien akan mengurangi biaya produksi sehingga pendapatan petani meningkat.

(49)

Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran

Input Produksi 1.Pupuk (X1) 2. Pestisida (X2)

3. Tenaga Kerja 4. Bibit

Produksi

Penerimaan

Pendapatan Bersih

Efisien / Tidak Efisien

Biaya Produksi

Harga Output Harga Input

Keterangan:

(50)

2.4 Hipotesis Penelitian

1. Penggunaan input produksi (pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit) secara parsial dan serempak tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi cabai merah di daerah penelitian.

(51)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cabai merupakan pelengkap bumbu masakan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat walapun produk ini bukan merupakan kebutuhan pokok. Dewasa ini cabai untuk dikonsumsi tidak hanya dimakan segar, tetapi sudah banyak diolah menjadi berbagai produk olahan Pada awalnya, penyebaran cabai pertama kalidilakukan oleh hewan bangsa burung dan tumbuh di hutan tanpa perawatan, tetapi sekarang sudah bermunculan perusahaan-perusahaan benih cabai. Tanaman cabai pun sudah mulai ditanam dengan perawatan intensif (Tarigan dan Wahyu, 2003).

Menurut Muharlis (2007), cabai merupakan produk hortikultura sayuran yang digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Di antara ketiga jenis cabai tersebut, cabai besar merupakan jenis cabai yang paling banyak diperdagangkan dalam masyarakat. Cabai merah terdiri dari cabai merah besar dan cabai merah keriting. Cabai merah besar memiliki permukaan lebih halus dibandingkan cabai merah keriting. Sedangkan cabai merah keriting memiliki rasa lebih pedas dibandingkan cabai merah besar.

(52)

yang mantap. Seiring dengan berkembangnya industri pangan nasional, cabai merupakan salah satu bahan baku yang dibutuhkan secara berkesinambungan. Karena merupakan bahan pangan yang dikonsumsi setiap saat, maka cabai akan terus dibutuhkan dengan jumlah yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perekonomian nasional. Pola permintaan cabai relatif tetap sepanjang waktu, sedangkan produksi berkaitan dengan musim tanam. Maka dari itu pasar akan kekurangan pasokan kalau masa panen raya belum tiba. Dalam kesempatan seperti ini beruntung bagi petani yang dapat memproduksi cabai sepanjang tahun. Fenomena ini perlu dicermati oleh petani yang ingin berbisnis cabai (Prajnanta, 1999).

Cabai merupakan produk hortikultura sayuran yang digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Diantara ketiga jenis cabai tersebut, cabai merah merupakan jenis yang paling banyak diperdagangkan dalam masyarakat. Cabai merah terdiri dari cabai merah besar dan cabai merah keriting. Cabai merah besar memiliki kulit permukaan yang lebih halus dibandingkan cabai merah kerititng, sedangkan cabai merah keriting memiliki rasa lebih pedas dibandingkan cabai merah besar (Sari, 2009).

(53)

Tabel 1.1 Perkembangan Produksi Cabai Besar Menurut Provinsi, 2013-2014

Sumatera Utara 161933 147812 -14121 (-)8,72

Jawa Tengah 145037 167795 22758 15,69

Lainnya 454995 505708 50713 11,14

TOTAL 1012879 1074611 61732 6,09

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015

Di provinsi Sumatera Utara, daerah yang menjadi sentra produksi cabai merah ada tiga, yaitu Kabupaten Batubara, Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Karo. Di antara ketiga sentra produksi cabai tersebut, Kabupaten Karo merupakan daerah dengan luas panen dan produksi yang paling tinggi pada tahun 2012 hingga tahun 2014. Berikut disajikan tabel luas panen, produksi dan rata-rata produksi cabai di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 sampai tahun 2014.

Tabel 1.2 Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Cabai Besar Menurut Kabupaten/ Kota Sentra, Tahun 2012-2014

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumut, 2015

(54)

Persentase produksi cabai besar pada tahun 2014 menurut wilayah di 3 (tiga) kabupaten sentra (Karo, Batu Bara, dan Simalungun) sebesar 61,16 persen dan di kabupaten/kota lainnya sebesar 38,84 persen. Selama periode 2012–2014, produksi tertinggi terjadi di Kabupaten Karo pada tahun 2012 sebesar 50.734 ton, sedangkan di tahun 2014 produksi tertinggi di kabupaten yang sama sebesar 33.635 ton. Luas panen tertinggi juga terjadi pada tahun 2012 di Kabupaten Karo, yaitu seluas 6.224 hektar, sedangkan luas panen tertinggi tahun 2014 juga terjadi di Kabupaten Karo seluas 4.663 hektar.

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa produktivitas cabai di Kabupaten Karo lebih kecil dibanding Kabupaten lainnya. Produktivitas cabai merah Kabupaten Karo pada tahun 2012, 2013 dan 2014 masing-masing adalah sebesar 8,41 ton/ha, 7,09 ton/ha dan 7,21 ton/ha. Menurut Pracaya (2000), tanaman cabai merah jika dibudidayakan secara intensif bisa mencapai produksi 15-20 ton/ha.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh input produksi (pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit) terhadap hasil produksi cabai merah di daerah penelitian?

(55)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh input produksi (pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit) terhadap hasil produksi cabai merah di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis tingkat efisiensi penggunaan input produksi (pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit) padausahatani cabai merah di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan informasi bagi petani untuk meningkatkan produksi serta mengembangkan usahataninya.

2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah maupun lembaga lainnya dalam mengambil kebijakan khususnya dalam penggunaan faktor produksi cabai merah yang efisien.

(56)

HANS PUTRA PANGGABEAN (120304043), dengan judul ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI PADA USAHATANI CABAI MERAH (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo), dibimbing oleh HM. Mozart B. Darus, M.Sc.dan

Ir.Thomson Sebayang, M.T.

Kabupaten Karo merupakan salah satu sentra produksi cabai merah terbesar di Sumatera Utara dengan Luas Panen 4.663 Ha dan produktivitas 7,21 ton/ha pada tahun 2014. Luas panen cabai merah di Kabupaten Karo pada periode 2012-2014 merupakan yang paling besar dibandingkan daerah sentra produksi lainnya yaitu Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Simalungun, namun produktivitasnya lebih rendah dibandingkan kedua kabupaten tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh penggunaan input produksi terhadap produksi tanaman cabai merah serta menganalisis tingkat optimasi penggunaan input produksi di Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Metode penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive, sementara penentuan sampel dilakukan dengan metode accidental. Data dianalisis dengan analisis regresi berganda melalui fungsi Cobb-Douglas. Selanjutnya penentuan tingkat efisiensi dianalisis dengan metode Nilai Produksi Marginal (NPM) dibagi dengan harga input.

Dari hasil analisis regresi diperoleh nilai signifikansi F-hitung 0,000 < 0,05 yang berarti secara bersama-sama input produksi (pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit) berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah, sedangkan secara parsial hanya variabel pupuk dan bibit yang berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah. Nilai R2 sebesar 0,849 menunjukkan bahwa 84,9% variabel produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh variabel pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit. Nilai efisiensi penggunaan pupuk sebesar 34,97, pestisida sebesar 3,42, tenaga kerja sebesar 5,64, dan bibit sebesar 0,09. Secara umum penggunaan input produksi di lokasi penelitian belum efisien.

(57)

(Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

SKRIPSI

HANS PUTRA PANGGABEAN

120304043

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(58)

(Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat – Syarat

Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

HANS PUTRA PANGGABEAN

120304043

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(59)
(60)
(61)

HANS PUTRA PANGGABEAN (120304043), dengan judul ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI PADA USAHATANI CABAI MERAH (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo), dibimbing oleh HM. Mozart B. Darus, M.Sc.dan

Ir.Thomson Sebayang, M.T.

Kabupaten Karo merupakan salah satu sentra produksi cabai merah terbesar di Sumatera Utara dengan Luas Panen 4.663 Ha dan produktivitas 7,21 ton/ha pada tahun 2014. Luas panen cabai merah di Kabupaten Karo pada periode 2012-2014 merupakan yang paling besar dibandingkan daerah sentra produksi lainnya yaitu Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Simalungun, namun produktivitasnya lebih rendah dibandingkan kedua kabupaten tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh penggunaan input produksi terhadap produksi tanaman cabai merah serta menganalisis tingkat optimasi penggunaan input produksi di Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Metode penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive, sementara penentuan sampel dilakukan dengan metode accidental. Data dianalisis dengan analisis regresi berganda melalui fungsi Cobb-Douglas. Selanjutnya penentuan tingkat efisiensi dianalisis dengan metode Nilai Produksi Marginal (NPM) dibagi dengan harga input.

Dari hasil analisis regresi diperoleh nilai signifikansi F-hitung 0,000 < 0,05 yang berarti secara bersama-sama input produksi (pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit) berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah, sedangkan secara parsial hanya variabel pupuk dan bibit yang berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah. Nilai R2 sebesar 0,849 menunjukkan bahwa 84,9% variabel produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh variabel pupuk, pestisida, tenaga kerja dan bibit. Nilai efisiensi penggunaan pupuk sebesar 34,97, pestisida sebesar 3,42, tenaga kerja sebesar 5,64, dan bibit sebesar 0,09. Secara umum penggunaan input produksi di lokasi penelitian belum efisien.

(62)

Penulis memiliki nama lengkap Hans Putra Panggabean, lahir di Medan pada tanggal 29 Desember 1993. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, seorang putra dari ayahanda John Panggabean dan ibunda Ronauli Simanjuntak. Pendidikan formal yang pernah ditempuh dan kegiatan yang pernah diikuti penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 2000 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri 064025 Medan hingga tahun 2006.

2. Tahun 2006 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Assisi Medan dan tamat tahun 2009.

3. Tahun 2009 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Budi Murni 2 Medan dan tamat tahun 2012.

4. Tahun 2012 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis (SNMPTN).

5. Pada bulan Agustus – September 2015 melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Nagori Puli Buah, Kecamatan Raya Kahean, kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

6. Pada Bulan Mei 2016 melakukan penelitian skripsi di Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. 7. Anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP),

(63)

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah, berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Efisiensi Penggunaan Input Produksi pada Usahatani Cabai Merah (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)”. Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Kepada kedua orangtua saya yang telah mendoakan, memberikan kasih sayang, motivasi serta dukungan moral maupun materil selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak HM. Mozart B. Darus, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Thomson Sebayang, M.T. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, arahan dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S selaku Ketua Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku sekretaris Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(64)

6. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman satmbuk 2012, khususnya buat Luis Simanjuntak, Leo Tambunan, Morgan Sirait dan Yovi Saragih yang telah memberikan semangat serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan menjadi acuan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Agustus 2016

(65)

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka ... 6

2.1.1 Botani Cabai Merah ... 6

2.2.1 Fungsi Produksi ... 13

2.2.2 Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 15

2.2.3 TheLaw of Diminishing Return ... 16

2.2.4 Efisiensi ... 18

2.2.5 Penelitian Terdahulu ... 19

2.3. Kerangka Pemikiran ... 20

2.4. Hipotesis Penelitian ... 23

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 24

3.2. Metode Pengambilan Sampel Penelitian ... 26

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 26

3.4. Metode Analisi Data ... 27

(66)

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 33

4.1.1 Luas dan Letak Geografis ... 33

4.1.2 Keadaan Penduduk ... 34

4.2.3 Sarana dan Prasarana... 34

4.2. Karakteristik Petani Sampel ... 35

4.2.1 Umur Responden ... 35

4.2.2 Pendidikan ... 36

4.2.3 Pengalaman Bertani ... 36

4.2.4 Luas Lahan Cabai Petani Sampel ... 37

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Penggunaan Input Produksi pada Usahatani Cabai Merah ... 39

5.2. Pengaruh Input terhadap Produksi ... 41

5.3. Efisiensi Penggunaan Input Produksi... 47

5.4.Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani Cabai Merahper Musim Tanam ... 50

5.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Penggunaan Input Produksi Pada Usahatani Cabai Merah ... 51

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 52

6.2. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA

(67)

Tabel Judul Halaman

1.1 Perkembangan Produksi Cabai Besar Menurut Provinsi, 2013-2014

3

1.2 Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Cabai Besar Menurut Kabupaten/ Kota Sentra, Tahun 2012-2014

3

3.1 Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Cabai Merah Menurut Kecamatan di Kabupaten Karo Tahun 2014

23

3.2 Luas Panen Cabai Merah Berdasarkan Desa di Kecamatan Simpang Empat Tahun 2015

24

4.1 Luas Lahan menurut Penggunaannya 30

4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian 31

4.3 Sarana dan Prasarana Desa 31

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Umur 32

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan 33

4.6 Pengalaman Bertani Petani Sampel 34

4.7 Distribusi Responden berdasarkan Luas Lahan 34 5.1 Rata-rata Penggunaan Input Produksi Per Musim Tanam 39

5.2 Uji Multikolinearitas 43

5.3 Analisis Regresi Penggunaan Input Produksi Terhadap Produksi Cabai Merah

46

5.4 Nilai Efisiensi Input Produksi 49

(68)

Gambar Judul Halaman

2.1 Elastisitas Produksi dan Daerah-daerah Produksi 17

2.2 Skema Kerangka Pemikiran 22

5.1 Uji Normalitas Model 42

5.2 Scatter Plot dari Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah

(69)

Lampiran

Judul

1.

Karakteristik Petani Sampel

2.

Jumlah Penggunaan Input Produksi dan Total Produksi per Musim Tanam

3.

Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Petani per Musim Tanam

Gambar

Tabel 3.1 Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Cabai Merah Menurut Kecamatan diKabupaten Karo Tahun 2014
Tabel 3.2 Luas Panen Cabai Merah Berdasarkan Desa di Kecamatan SimpangEmpat Tahun 2015
Tabel 4.1 Luas Lahan menurut Penggunaannya
Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana Desa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian tampak bahwa kompetensi manajerial kepala sekolah dan pengendalian mutu secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja guru SMK di

Berdasarkan hasil survey awal pada guru SMP di Surabaya, para guru dituntut untuk bisa mengoperasikan komputer, disisi lain penggunaan komputer tidak diikuti dengan pelatihan

Pandangan muncul dari linguistik struktural dengan tokoh Bloomfield (dalam Sumarsono 2012:18) bahwa bahasa adalah sebuah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara konformitas dengan aspek risk-taking behavior yaitu exploratory risk behavior pada remaja awal (r = 0.224, p = 0.031 &lt; 0.05),

Deskripsi Singkat : Pada mata kuliah ini dibahas bagaimana mengatur pola dan tata kerja dalam lingkup suatu organisasi/perusahaan desain beserta strategi

it was in 1866 that the formula for dynamite was found by Alfred Nobel. Alfred Nobel found the formula for dynamite

Tujuan Tugas: Mahasiswa mampu menciptakan dan menjelaskan makna visual dari sudut pandang psikologi persepsi. Uraian

Mathematics (is/are) considered a difficult subject for most of school children.. The committee (is/are) having its meeting at Senggigi Beach