DI SD NEGERI 1 DAN 2 TRIBUDAYA
KECAMATAN AMONGGEDO, KABUPATEN KONAWE,
PROPINSI SULAWESI TENGGARA
S U T O M O
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN
PRESTASI BELAJAR ANAK YANG MENDERITA GAKI DAN
TIDAK MENDERITA GAKI DI DAERAH ENDEMIK BERAT
DI SD NEGERI 1 DAN 2 TRIBUDAYA
KECAMATAN AMONGGEDO, KABUPATEN KONAWE,
PROPINSI SULAWESI TENGGARA
S U T O M O
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN
dan 2 Tribudaya, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara
Nama : Sutomo
NIM : A54105306
Menyetujui
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Amini Nasoetion, M.S Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S NIP. 130 234 811 NIP. 131 628 531
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir.Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul “Prestasi Belajar Anak yang Menderita GAKI dan Tidak Menderita GAKI di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara ” yang merupakan salah satu syarat untuk kelulusan sarjana Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Amini Nasoetion, MS dan Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis selama penelitian hingga penyelesaian skripsi.
2. Alm. Bapak dan Ibuku yang telah memberi motivasi dan selalu mendoakanku di masa hidupnya, semoga arwah beliau diterima di sisi Allah SWT.
3. Istriku tercinta dan dua buah hatiku yang selalu mendampingi dalam suka dan duka.
4. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS yang menjadi pemandu dan penguji yang telah memberikan banyak masukan pada skripsi ini.
5. Devi Ruspriyana, Prita Dhyani S, dan Suci Pujianti yang menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian ini.
6. Teman-teman Alih Jenjang satu angkatan, Basir, Dian, Muthmainnah, Zuryati, dan Sri atas segala bentuk bantuannya dan telah sudi menjadi tempat berbagi.
7. Teman – teman mahasiswa GMSK angkatan ’40 dan ’41 (Aris, Darmaning, Udin, Kuswan dan yang tidak dapat disebutkan satu per satu) yang selalu memberikan motivasi dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berdoa semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang memerlukan. Amin
Bogor, Nopember 2007
di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara
Anak-anak di daerah kekurangan iodium rata-rata mempunyai IQ 13,5 poin lebih rendah dari anak normal. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan menurunnya prestasi belajar anak. Penelitian ini secara umum bertujuan mempelajari prestasi belajar anak Sekolah Dasar (SD) yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI di daerah endemik berat.
Disain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di SDN 1 dan 2 Tribudaya, Konawe, Sulawesi Tenggara pada bulan Juni – Juli 2007. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas 4, 5, dan 6. Data status GAKI diperoleh dengan screening palpasi, sedangkan data prestasi belajar diperoleh dari nilai relatif lima mata pelajaran.
Jumlah anak yang menderita gondok berdasarkan palpasi kelenjar gondok yang dilakukan adalah sebanyak 37 siswa (27,6 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar contoh sebesar 58.3 % baik, sedangkan yang kurang baik sebesar 41.7 %. Contoh yang tidak menderita GAKI cenderung memiliki prestasi belajar yang baik. Sebesar 72.2 % contoh yang tidak menderita GAKI mempunyai prestasi belajar yang baik. Sedangkan contoh yang menderita GAKI 55.6 % memiliki prestasi belajar yang kurang baik.
ABSTRACT
Sutomo. Academic Achievement of Children with and without Iodine Deficiency in Severe Endemic Area in SDN (Public Elementary School) 1 and 2 Tribudaya, Amonggedo Sub-district, Konawe District, Southeast Sulawesi Province.
Children in iodine deficiency area have the average IQ 13.5 point lower than normal children. This means iodine deficiency can decrease academic achievement of children. The general objective of this research is to identify academic achievement of elementary school (SD) children with and without iodine deficiency in severe endemic area.
This research was conducted from June until July 2007 by using cross sectional study design. The locations of the research were SDN (public elementary school) 1 and 2 Tribudaya, Konawe, Southeast Sulawesi. The samples of this research were 4th, 5th, and 6th grade students. Data of iodine deficiency was obtained by palpation screening, while academic achievement data was taken from the average score of five subjects.
The numbers of children suffered from gondok based on gondok gland palpation screening are 37 students (27.6%). The result shows that 58.3% samples have good academic achievement and 41.7% have less good academic achievement. Children without iodine deficiency tend to get good academic achievement. More than half (72.2%) children without iodine deficiency have good academic achievement, while 55.6% of samples with iodine deficiency have less good academic achievement.
T-Test shows that there is significant difference between academic achievement of children with iodine deficiency and them without iodine deficiency. Based on Rank Spearman Correlation Test, iodine deficiency status have negative significant correlation with academic achievement (p < 0.05), with correlation coefficient -0.282. Thus, iodine deficiency status decreases academic achievement of elementary school (SD) students.
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN... vi
PENDAHULUAN Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)... 5
Pengertian GAKI... 5
Prevalensi GAKI dan Cara Penentuan... 5
Klasifikasi Endemik GAKI... 6
Pengaruh Hormon Tiroid pada Sistem Saraf... 6
Konsumsi Iodium dalam Tubuh... 7
Faktor Penyebab GAKI... 7
Dampak GAKI... 9
Usaha Pencegahan dan Penanggulangan GAKI... 9
Karakteristik Keluarga... 10
Tingkat Pendidikan Orangtua... 10
Pendapatan Keluarga... 11
Pola Konsumsi dan Kebiasaan makan………... 11
Status Gizi... 12
Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar………... 16
KERANGKA PEMIKIRAN METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian, Lokasi dan Waktu.……….. 20
Penarikan Contoh ...………..………. 20
Pengolahan dan Analisis Data ……….... 21
Definisi Operasional ……….. 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian...………... 24
Karakteristik Contoh dan Keluarga Contoh... 25
Status GAKI Contoh... 26
Status GAKI Contoh Berdasarkan Pekerjaan Ayah... 26
Status GAKI Contoh Berdasarkan Pendidikan Ayah... 26
Status GAKI Contoh Berdasarkan Pendapatan Kepala Keluarga... 27
Status GAKI Contoh Berdasarkan Umur... 28
Status GAKI Contoh Berdasarkan Jenis Kelamin... 28
Status Gizi Contoh... 29
Status Gizi Contoh Berdasarkan Status GAKI…………... 29
Prestasi Belajar Contoh……….. 30
Prestasi Belajar Contoh Berdasarkan Status GAKI... 30
Tingkat Absensi Contoh Berdasarkan Status GAKI………….... 31
Perbedaan Prestasi Belajar Contoh yang Menderita GAKI dengan Contoh yang Tidak Menderita GAKI... 31
Pola Konsumsi dan Kebiasaan Makan.………... 32
Frekuensi Makan Makanan Sumber Zat Iodium ... 33
Frekuensi Makan Makanan Sumber Zat Goitrogenik... 34
Pengaruh Konsumsi Makanan Sumber Iodium dan Zat Goitrogenik Tehadap Status GAKI... 35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 37
Saran... 38
DAFTAR PUSTAKA ………... 39
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Distribusi penduduk menurut kelompok umur dan
jenis kelamin... 24 2. Distribusi penduduk menurut mata pencaharian ayah... 25 3. Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan formal... 25 4. Distribusi contoh menurut mata pencaharian ayah dan status
GAKI... 26 5. Distribusi tingkat pendidikan ayah contoh menurut status
GAKI …... 27 6. Distribusi contoh menurut pendapatan orang tua dan status
GAKI... 27 7. Distribusi contoh berdasarkan kelompok umur dan status
GAKI... 28 8. Distribusi contoh berdasarkan jenis kelamin dan status GAKI... 28 9. Distribusi contoh berdasarkan status gizi dan status GAKI ... 29 10. Distribusi contoh berdasarkan prestasi belajar dan status GAKI 31 11. Distribusi contoh berdasarkan jumlah absen dalam
1 semester dan status GAKI... 31 12. Sebaran contoh yang menderita GAKI dan tidak menderita
GAKI berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber iodium.. 33 13. Sebaran contoh yang menderita GAKI dan tidak menderita
GAKI berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber zat
DAFTAR GAMBAR
DI SD NEGERI 1 DAN 2 TRIBUDAYA
KECAMATAN AMONGGEDO, KABUPATEN KONAWE,
PROPINSI SULAWESI TENGGARA
S U T O M O
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN
PRESTASI BELAJAR ANAK YANG MENDERITA GAKI DAN
TIDAK MENDERITA GAKI DI DAERAH ENDEMIK BERAT
DI SD NEGERI 1 DAN 2 TRIBUDAYA
KECAMATAN AMONGGEDO, KABUPATEN KONAWE,
PROPINSI SULAWESI TENGGARA
S U T O M O
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN
dan 2 Tribudaya, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara
Nama : Sutomo
NIM : A54105306
Menyetujui
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Amini Nasoetion, M.S Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S NIP. 130 234 811 NIP. 131 628 531
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir.Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul “Prestasi Belajar Anak yang Menderita GAKI dan Tidak Menderita GAKI di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara ” yang merupakan salah satu syarat untuk kelulusan sarjana Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Amini Nasoetion, MS dan Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis selama penelitian hingga penyelesaian skripsi.
2. Alm. Bapak dan Ibuku yang telah memberi motivasi dan selalu mendoakanku di masa hidupnya, semoga arwah beliau diterima di sisi Allah SWT.
3. Istriku tercinta dan dua buah hatiku yang selalu mendampingi dalam suka dan duka.
4. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS yang menjadi pemandu dan penguji yang telah memberikan banyak masukan pada skripsi ini.
5. Devi Ruspriyana, Prita Dhyani S, dan Suci Pujianti yang menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian ini.
6. Teman-teman Alih Jenjang satu angkatan, Basir, Dian, Muthmainnah, Zuryati, dan Sri atas segala bentuk bantuannya dan telah sudi menjadi tempat berbagi.
7. Teman – teman mahasiswa GMSK angkatan ’40 dan ’41 (Aris, Darmaning, Udin, Kuswan dan yang tidak dapat disebutkan satu per satu) yang selalu memberikan motivasi dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berdoa semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang memerlukan. Amin
Bogor, Nopember 2007
di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara
Anak-anak di daerah kekurangan iodium rata-rata mempunyai IQ 13,5 poin lebih rendah dari anak normal. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan menurunnya prestasi belajar anak. Penelitian ini secara umum bertujuan mempelajari prestasi belajar anak Sekolah Dasar (SD) yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI di daerah endemik berat.
Disain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di SDN 1 dan 2 Tribudaya, Konawe, Sulawesi Tenggara pada bulan Juni – Juli 2007. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas 4, 5, dan 6. Data status GAKI diperoleh dengan screening palpasi, sedangkan data prestasi belajar diperoleh dari nilai relatif lima mata pelajaran.
Jumlah anak yang menderita gondok berdasarkan palpasi kelenjar gondok yang dilakukan adalah sebanyak 37 siswa (27,6 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar contoh sebesar 58.3 % baik, sedangkan yang kurang baik sebesar 41.7 %. Contoh yang tidak menderita GAKI cenderung memiliki prestasi belajar yang baik. Sebesar 72.2 % contoh yang tidak menderita GAKI mempunyai prestasi belajar yang baik. Sedangkan contoh yang menderita GAKI 55.6 % memiliki prestasi belajar yang kurang baik.
ABSTRACT
Sutomo. Academic Achievement of Children with and without Iodine Deficiency in Severe Endemic Area in SDN (Public Elementary School) 1 and 2 Tribudaya, Amonggedo Sub-district, Konawe District, Southeast Sulawesi Province.
Children in iodine deficiency area have the average IQ 13.5 point lower than normal children. This means iodine deficiency can decrease academic achievement of children. The general objective of this research is to identify academic achievement of elementary school (SD) children with and without iodine deficiency in severe endemic area.
This research was conducted from June until July 2007 by using cross sectional study design. The locations of the research were SDN (public elementary school) 1 and 2 Tribudaya, Konawe, Southeast Sulawesi. The samples of this research were 4th, 5th, and 6th grade students. Data of iodine deficiency was obtained by palpation screening, while academic achievement data was taken from the average score of five subjects.
The numbers of children suffered from gondok based on gondok gland palpation screening are 37 students (27.6%). The result shows that 58.3% samples have good academic achievement and 41.7% have less good academic achievement. Children without iodine deficiency tend to get good academic achievement. More than half (72.2%) children without iodine deficiency have good academic achievement, while 55.6% of samples with iodine deficiency have less good academic achievement.
T-Test shows that there is significant difference between academic achievement of children with iodine deficiency and them without iodine deficiency. Based on Rank Spearman Correlation Test, iodine deficiency status have negative significant correlation with academic achievement (p < 0.05), with correlation coefficient -0.282. Thus, iodine deficiency status decreases academic achievement of elementary school (SD) students.
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN... vi
PENDAHULUAN Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)... 5
Pengertian GAKI... 5
Prevalensi GAKI dan Cara Penentuan... 5
Klasifikasi Endemik GAKI... 6
Pengaruh Hormon Tiroid pada Sistem Saraf... 6
Konsumsi Iodium dalam Tubuh... 7
Faktor Penyebab GAKI... 7
Dampak GAKI... 9
Usaha Pencegahan dan Penanggulangan GAKI... 9
Karakteristik Keluarga... 10
Tingkat Pendidikan Orangtua... 10
Pendapatan Keluarga... 11
Pola Konsumsi dan Kebiasaan makan………... 11
Status Gizi... 12
Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar………... 16
KERANGKA PEMIKIRAN METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian, Lokasi dan Waktu.……….. 20
Penarikan Contoh ...………..………. 20
Pengolahan dan Analisis Data ……….... 21
Definisi Operasional ……….. 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian...………... 24
Karakteristik Contoh dan Keluarga Contoh... 25
Status GAKI Contoh... 26
Status GAKI Contoh Berdasarkan Pekerjaan Ayah... 26
Status GAKI Contoh Berdasarkan Pendidikan Ayah... 26
Status GAKI Contoh Berdasarkan Pendapatan Kepala Keluarga... 27
Status GAKI Contoh Berdasarkan Umur... 28
Status GAKI Contoh Berdasarkan Jenis Kelamin... 28
Status Gizi Contoh... 29
Status Gizi Contoh Berdasarkan Status GAKI…………... 29
Prestasi Belajar Contoh……….. 30
Prestasi Belajar Contoh Berdasarkan Status GAKI... 30
Tingkat Absensi Contoh Berdasarkan Status GAKI………….... 31
Perbedaan Prestasi Belajar Contoh yang Menderita GAKI dengan Contoh yang Tidak Menderita GAKI... 31
Pola Konsumsi dan Kebiasaan Makan.………... 32
Frekuensi Makan Makanan Sumber Zat Iodium ... 33
Frekuensi Makan Makanan Sumber Zat Goitrogenik... 34
Pengaruh Konsumsi Makanan Sumber Iodium dan Zat Goitrogenik Tehadap Status GAKI... 35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 37
Saran... 38
DAFTAR PUSTAKA ………... 39
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Distribusi penduduk menurut kelompok umur dan
jenis kelamin... 24 2. Distribusi penduduk menurut mata pencaharian ayah... 25 3. Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan formal... 25 4. Distribusi contoh menurut mata pencaharian ayah dan status
GAKI... 26 5. Distribusi tingkat pendidikan ayah contoh menurut status
GAKI …... 27 6. Distribusi contoh menurut pendapatan orang tua dan status
GAKI... 27 7. Distribusi contoh berdasarkan kelompok umur dan status
GAKI... 28 8. Distribusi contoh berdasarkan jenis kelamin dan status GAKI... 28 9. Distribusi contoh berdasarkan status gizi dan status GAKI ... 29 10. Distribusi contoh berdasarkan prestasi belajar dan status GAKI 31 11. Distribusi contoh berdasarkan jumlah absen dalam
1 semester dan status GAKI... 31 12. Sebaran contoh yang menderita GAKI dan tidak menderita
GAKI berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber iodium.. 33 13. Sebaran contoh yang menderita GAKI dan tidak menderita
GAKI berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber zat
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Paradigma pembangunan nasional yang berorientasi global dan
berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan terlaksana tanpa
peningkatan sumberdaya manusia (SDM). Salah satu indikator pengukuran tinggi
rendahnya kualitas SDM adalah indeks kualitas hidup (Human Development
Index- HDI). Tahun 2000 peringkat HDI Indonesia sangat rendah, yaitu urutan
ke-109 dari 174 negara, jauh di bawah peringkat HDI negara-negara ASEAN
lainnya. Tiga faktor utama penentu HDI adalah pendidikan, kesehatan, dan
ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat
(Depkes, 2000).
Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) merupakan salah satu
masalah gizi utama disamping masalah gizi lainnya seperti KEP, KVA dan
anemia. Hubungan antara zat iodium dengan kualitas SDM telah banyak
diungkapkan oleh para ahli. Namun demikian, kekurangan iodium sering hanya
diasosiasikan dengan pembengkakan kelenjar thyroid pada leher (goiter).
Dampak negatif dari GAKI bukan hanya sekedar kekurangan zat iodium tetapi
lebih berdampak pada ibu yang sering melahirkan bayi kretin, yaitu bayi dengan
gangguan fisik, mental, dan intelektualnya.
Anak-anak di daerah kekurangan iodium rata-rata mempunyai IQ 13,5
poin lebih rendah dari anak normal. Keadaan ini amat berpengaruh terhadap
upaya-upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Anak dengan GAKI
memiliki daya tahan tubuh terhadap infeksi yang kurang dan derajat gizinya lebih
rendah. Ibu hamil yang disuplementasi iodium melahirkan anak yang lebih
berat, sehat, dan kemungkinan hidupnya lebih besar daripada ibu yang tidak
memperoleh suplementasi iodium. Wanita yang tinggal di daerah yang
kekurangan iodium, tingkat kegugurannya lebih tinggi dibanding di daerah yang
tidak kekurangan iodium (Soeharyo, Margawati, Setyawan & Djokomoeljanto,
2002).
Berdasarkan hasil survei pemetaan GAKI di Propinsi Sulawesi Tenggara
akhir tahun 2003, prevalensi TGR (Total Goitre Rate) pada anak usia sekolah
sebesar 10,6 % yang tersebar di 5 kabupaten/kota dan 72 kecamatan dari 6
kabupaten/kota dari 110 kecamatan yang ada. Dari kelima kabupaten/kota
endemik berat yaitu Kabupaten Konawe, Kabupaten Buton dan Kabupaten
Muna, dua daerah endemik sedang yaitu Kabupaten Kolaka dan Kota Bau-Bau.
Prevalensi GAKI tertinggi terdapat di Kabupaten Konawe yaitu sebesar
34,5% yang tersebar di 24 kecamatan, dengan 20 kecamatan tergolong daerah
endemik berat. Dari 20 kecamatan endemik berat tersebut kecamatan dengan
prevalensi tertinggi adalah Kecamatan Amonggedo dengan prevalensi GAKI
sebesar 37,2 % ( Dinkes Prop. Sultra, 2002). Anak sekolah di daerah endemik
berisiko memiliki prestasi belajar yang kurang, sehingga dikhawatirkan akan
terjadi penurunan produktivitas. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis
ingin mengetahui seberapa jauh perbedaan antara prestasi belajar anak
Sekolah Dasar (SD) yang menderita GAKI dengan yang tidak menderita GAKI
pada daerah endemik di SDN 1 dan 2 Tribudaya, Kecamatan Amonggedo,
Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Rumusan Masalah
GAKI merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang masih
membawa dampak yang cukup besar terhadap kualitas sumberdaya manusia.
Pencapaian prestasi belajar yang rendah merupakan salah satu akibat dari
masalah GAKI tersebut. Selain masalah GAKI, beberapa penyebab prestasi
belajar yang rendah adalah kualitas teknologi pengajaran yang masih rendah,
buku-buku pelajaran yang kurang bermutu, pendidikan formal orangtua yang
masih rendah, keadaan fisik anak, motivasi, perilaku, genetik anak, dan angka
ketidakhadiran di sekolah yang tinggi.
Penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan prestasi belajar
pada anak yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI di daerah endemik
berat ( SDN 1 dan 2 Tribudaya) dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana status GAKI anak SDN 1 dan 2 Tribudaya.
2. Bagaimana status gizi anak SDN 1 dan 2 Tribudaya.
3. Bagaimana angka absensi dan prestasi belajar anak SDN 1 dan 2
Tribudaya.
4. Bagaimana hubungan status GAKI dengan prestasi belajar anak SD.
5. Bagaimana frekuensi konsumsi pangan penyumbang iodium dan zat
Tujuan Penelitian Tujuan Umum
Mempelajari prestasi belajar anak Sekolah Dasar yang menderita GAKI
dan yang tidak menderita GAKI di daerah endemik berat.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik contoh dan keluarga contoh di daerah
endemik GAKI berat.
2. Menganalisis status GAKI anak SD.
3. Menganalisis status gizi anak SD.
4. Menganalisis prestasi belajar anak SD.
5. Menganalisis tingkat absensi anak SD.
6. Menganalisis perbedaan antara prestasi belajar anak SD yang menderita
GAKI dengan anak SD yang tidak menderita GAK.I
7. Menganalisis hubungan antara status GAKI dengan tingkat absensi dan
prestasi belajar anak SD.
8. Menganalisis hubungan antara frekuensi dan jenis bahan makanan sumber
iodium dan zat goitrogenik yang dikonsumsi anak SD penderita GAKI dan
bukan penderita GAKI dengan prestasi belajar.
9. Menganalisis pengaruh frekuensi dan jenis bahan makanan sumber iodium
dan zat goitrogenik yang dikonsumsi anak SD penderita GAKI dan bukan
penderita GAKI terhadap prestasi belajar.
Hipotesis Penelitian
1. Terdapat perbedaan prestasi belajar antara anak SD yang menderita GAKI
dengan yang tidak menderita GAKI.
2. Terdapat hubungan antara frekuensi dan jenis bahan makanan yang
mengandung iodium dan zat goitrogenik yang dikonsumsi dengan prestasi
belajar anak SD yang menderita GAKI dan yang tidak menderita GAKI.
3. Terdapat hubungan antara status GAKI dengan angka absensi anak SD.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai pemacu dalam meningkatkan kualitas anak didik dan
tambahan informasi tentang keadaan gizi murid yang berkaitan dengan
prestasi belajar.
2. Sebagai pemacu dalam meningkatkan mutu penyelenggaraan
pelayanan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) secara bertahap sesuai
kemampuan.
3. Sebagai masukan bagi pengelola program dalam menentukan
prioritas sasaran intervensi masalah kesehatan masyarakat dengan
mengaktifkan peran Tim Pangan dan Gizi terutama pokja GAKI.
TINJAUAN PUSTAKA
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) Pengertian GAKI
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah sekumpulan gejala
yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur iodium secara terus
menerus, dalam jangka waktu yang relatif lama (Depkes, 2000).
Zat iodium adalah zat kimia yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk
menghasilkan hormon thyroid. Hormon ini diproduksi oleh dua buah kelenjar
gondok yang terletak di leher bagian depan di bawah dagu. Hormon ini diangkut
oleh darah ke seluruh tubuh untuk mengatur proses kimiawi yang terjadi dalam
sel-sel berbagai organ tubuh termasuk sel-sel otak dan susunan syaraf pusat.
Selain berfungsi dalam metabolisme energi, iodium juga sangat berpengaruh
dalam perkembangan otak dan sistem susunan syaraf (Soekirman, 2000).
Definisi lain menyebutkan bahwa penyakit gondok atau nama ilmiahnya
struma simplex adalah salah satu manifestasi gambaran penyakit kekurangan zat
iodium yang terjadi karena kekurangan hormon thyroid yang dihasilkan kelenjar
thyroid (Sediaoetama, 1993).
Prevalensi GAKI dan Cara Penentuan
Prevalensi GAKI diukur dengan mengukur pembesaran kelenjar gondok
yang dapat dilakukan dengan palpasi. Tingkat keparahan GAKI dapat diukur
dengan derajat pembesaran hasil palpasi, dengan kriteria sebagai berikut :
Grade 0 : apabila tidak terlihat atau teraba artinya tidak ada gondok.
Grade 1A : apabila pembesaran gondok lebih besar dari ibu jari.
Grade 1B : gondok membesar dan dapat dilihat pada posisi kepala
menengadah ke atas.
Grade 2 : gondok kelihatan nyata membesar dengan posisi leher biasa.
Grade 3 : gondok membesar dan kelihatan dari jarak 10 meter.
Grade 2 dan 3 keduanya disebut gondok yang nyata (Visible Goitre). Bila semua
grade dijumlahkan (1A+1B+2+3) disebut gondok total (Total Goitre), dan angka
prevalensinya disebut TGR (Total Goitre Rate) (Soekirman, 2000).
Total Goitre Rate (TGR) adalah angka prevalensi gondok yang dihitung
berdasarkan seluruh stadium pembesaran kelenjar gondok, baik yang teraba
(palpable) maupun yang terlihat (visible). TGR digunakan untuk menentukan tingkat endemisitas GAKI (Depkes, 2000). Pengukuran lain yang dianggap lebih
mengukur kadar iodium dalam urine dapat diperkirakan kadar iodium dalam
makanan yang baru dikonsumsi. Klasifikasi kadar iodium dalam urine dalam
populasi adalah sebagai berikut :
- Median 100 – 200 mikrogram/liter : normal
- Median 50 – 99 mikrogram/liter : ringan
- Median 20 – 49 mikrogram/liter : sedang
- Median < 20 mikrogram/liter : berat.
Bila dirinci menurut keparahan GAKI, di Indonesia diperkirakan masih
terdapat 3.8 juta orang (18.8 %) menderita GAKI ringan, 8.2 % menderita GAKI
sedang, dan 4.5 % menderita GAKI berat (Soekirman, 2000).
Hasil survei pemetaan GAKI nasional 1998 menunjukkan bahwa 9.8 %
anak usia sekolah menderita GAKI. Disamping itu diketahui pula terdapat 354
kecamatan endemik GAKI berat, 299 kecamatan endemik GAKI sedang dan
1169 kecamatan endemik GAKI ringan (Depkes & WHO, 2000).
Klasifikasi Endemik GAKI
Daerah endemik GAKI (selanjutnya disebut daerah GAKI) adalah daerah
dimana penduduknya mengalami pembesaran kelenjar gondok dengan klasifikasi
sebagai berikut (Soekirman, 2000):
a. Daerah endemik GAKI berat : bila TGR ≥ 30.0 %
b. Daerah endemik GAKI sedang : bila TGR 20.0 – 29.9 %
c. Daerah endemik GAKI ringan : bila TGR 5.0 – 19.9 %
d. Daerah non endemik : bila TGR < 5.0 %.
Pengaruh Hormon Tiroid Pada Sistem Saraf
Pada hipotiroid, pergerakan lamban dan kadar protein dalam cairan otak
meningkat. Sebagian efek hormon tiroid terhadap otak mungkin bersifat
sekunder terhadap meningkatnya kepekaan terhadap katekolamin yang diikuti
dengan peningkatan aktivitas “sistem retikularis” barrier darah otak tidak
berkembang pada saat lahir dan hormon tiroid mempunyai efek nyata pada
perkembangan otak. Pada bayi hipotiroid, sinaps-sinaps berkembang tidak
normal, mielinisasi terganggu, dan perkembangan mental terhambat. Perubahan
mental adalah irreversibel bila terapi pengganti tidak dimulai segera setelah lahir.
Hormon tiroid juga menunjukkan pengaruhnya terhadap susunan saraf tepi, dan
waktu untuk timbulnya reaksi terhadap refleks peregangan memanjang pada
Konsumsi Iodium dalam Tubuh
Kebutuhan iodium seseorang dipengaruhi beberapa faktor antara lain
umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Secara umum dalam Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VI (1998) kebutuhan iodium per hari sekitar 1-3 μg per
Kg BB. Perkiraan kecukupan yang dianjurkan sekitar 40–120 μg per hari untuk
anak sampai usia 10 tahun dan 150 μg per hari untuk orang dewasa, dan untuk
ibu hamil dan menyusui dianjurkan tambahan masing-masing 25 μg per hari
(Depkes, 1998).
Faktor Penyebab GAKI
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya GAKI antara lain :
1. Defisiensi Iodium dalam Makanan
Rendahnya konsumsi iodium pada masyarakat sangat dipengaruhi oleh
tempat tumbuhnya bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Bahan
makanan yang tumbuh pada daerah yang tanahnya miskin akan iodium maka
bahan makanan yang dihasilkan juga miskin iodium. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kandungan iodium dalam tanah antara lain:
a. Faktor Geografis
Rendahnya kandungan iodium dalam tanah secara geografis disebabkan
oleh adanya erosi yang menyebabkan iodium terkikis, tanah sarang (tanah
lahar, kapur) yang tidak dapat menyimpan air, sehingga air bersama iodium
yang larut di dalamnya akan meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam. Hal
tersebut menyebabkan akar tanaman pangan dan sayuran tidak dapat
menjangkaunya sehingga kadar iodium dalam tanaman itu akan rendah pula.
Disamping itu eksploitasi tanah yang berlebihan dan pencemaran limbah tanah
pertanian yang berat menyebabkan tanah menjadi terlalu asam atau basa
(Hetzel dalam Bambang, Merryana, & Inong, 2001)
b. Faktor non-Geografis
Rendahnya kandungan iodium dalam makanan di suatu daerah dapat
disebabkan oleh rendahnya kandungan iodium tanah di daerah lain akibat dari
daerah tersebut bahan makanan sehari-harinya sangat tergantung pada
daerah yang minim iodium. Daerah importer ini biasanya adalah daerah
pinggiran kota yang tanah pertaniannya mengalami penyempitan karena
2. Zat Goitrogenik dalam Makanan
Menurut Winarno (1997) goitrin merupakan senyawa anti tiroid, terdapat
pada tanaman dalam bentuk calon (precursor) yang disebut progoitrin yang
dapat berubah menjadi bahan goitrin dengan pertolongan enzim. Bahan ini
terdapat pada bahan makanan seperti kol dan sebangsa kubis lainnya. Pada
umumnya bahan ini mudah rusak akibat pemanasan. Bahan makanan yang
banyak dikonsumsi di negara berkembang yang bersifat goitrogenik adalah
singkong yang kadar sianidanya bervaiasi antara 70 mg – 400 mg per kg
bahan, sedangkan batas aman sianida menurut FAO/WHO adalah kurang dari
10 mg per 100 gr bahan mentah.
Kadar sianida dalam sayuran dapat dikurangi lebih banyak dengan cara
direbus. Cara rebus dapat menghilangkan kadar sianida hingga 100 %.
Dengan cara tumis atau kukus sisa kadar sianida masih sekitar 60-90 %. Cara
lainnya adalah dalam pengolahan bahan diiris tipis-tipis lalu direbus. Mayun, et
al. (1996) dalam Depkes (1998) dalam penelitiannya tentang pengaruh cara
pemasakan terhadap kandungan asam sianida dan zat gizi ubi kayu
melaporkan bahwa daun ubi kayu jenis karet kadar asam sianida dan vitamin
C-nya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kuning atau putih. Kadar
sianida ketiga jenis daun ubi kayu tersebut berturut-turut 388.33 mg, 80.66 mg
dan 85.14 mg. Kadar vitamin C 508.78 mg, 430.72 mg dan 325.56 mg,
sedangkan kadar protein dari ketiga jenis tersebut tidak berbeda bermakna.
Berdasarkan hasil penelitian ini juga disarankan dalam menghidangkan daun
ubi kayu sebaiknya dipilih jenis putih dan kuning, cara memasaknya dengan
direbus kemudian airnya ditiriskan.
3. Konsumsi Garam
Garam beriodium adalah garam natrium klorida (NaCl) yang diproduksi
melalui proses iodisasi yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan
mengandung iodium antara 30-80 ppm untuk konsumsi manusia atau ternak,
pengasinan ikan dan bahan penolong industri kecuali pemboran minyak, chlor
alkali plan (CAP) dan industri kertas pulp. SNI garam konsumsi diterapkan
secara wajib terhadap produsen dan distributor sesuai dengan Kepres no 69
tahun 1994 tentang pengadaan garam beriodium untuk melindungi kesehatan
Dampak GAKI
Pada ibu hamil penderita GAKI berat untuk kurun waktu lama, dampak
buruk mulai terlihat pada kehamilan trimester II tetapi masih dapat diperbaiki
dengan suplemen zat iodium. Bila terjadi pada kehamilan tua dampak buruknya
tidak dapat diperbaiki. Artinya kelainan yang terjadi pada janin atau bayi akan
bersifat permanen sampai dewasa. Dampak buruknya antara lain keguguran,
lahir mati, lahir cacat, kretin, kelainan psikomotor dan kematian bayi. Pada usia
sekolah dan orang dewasa GAKI dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar
gondok, cacat mental dan fisik.
Dampak buruk GAKI tingkat ringan ternyata lebih mengejutkan. Pada
tingkat ini sudah terjadi kelainan perkembangan sel-sel saraf yang
mempengaruhi kemampuan belajar anak, seperti ditunjukkan dengan rendahnya
IQ anak penderita GAKI. Perkembangan sel otak terjadi dengan pesat pada janin
dan anak sampai usia 2 tahun, karena itu ibu hamil penderita GAKI meskipun
hanya pada tahap ringan, dapat berdampak buruk pada perkembangan saraf
motorik dan kognitif janin yang berkaitan dengan kecerdasan anak (Soekirman,
2000).
Secara ringkas UNICEF menggambarkan dampak GAKI dalam suatu
piramida. Sebanyak 1-10 % sebagai puncak gunung es (yang kelihatan) adalah
dampak fisik dalam bentuk kretin dan pembesaran kelenjar gondok, sedangkan
dibawahnya (5–30 %) sedikit tersembunyi tetapi apabila diperhatikan dengan
seksama mereka sudah menderita gondok tingkat sedang dan ringan (1A dan
1B) dan pengurangan tingkat kecerdasan, dan bagian kaki piramida sebesar
30-70 % adalah dampak GAKI yang tersembunyi yaitu kerusakan sel-sel otak,
hilangnya produktivitas kerja dan gangguan metabolisme energi.
Usaha Pencegahan dan Penanggulangan GAKI
Kegiatan penanggulangan GAKI yang dilakukan oleh pemerintah antara
lain :
1. Penanggulangan Jangka Panjang
Berbagai upaya jangka panjang yang dilakukan oleh pemerintah sejak
tahun 1970-an adalah fortifikasi zat iodium dalam garam, tetapi baru
beberapa tahun menunjukkan hasilnya. Dari hasil survei garam 1996-1998
diketahui bahwa 65 % garam di Indonesia telah mengandung iodium sesuai
dengan peraturan pemerintah. Program fortifikasi ini dikatakan berhasil bila
zat iodium dalam takaran (dosis) yang disyaratkan yaitu 30-80 ppm (part per
million) atau 30-80 miligram dalam 1 kilogram garam. Program jangka
panjang lainnya yang dilakukan pemerintah untuk penanggulangan GAKI
pada daerah endemik berat adalah dengan memasukkan zat iodium ke
dalam air minum. Suatu larutan zat Iodium (KIO3) yang pekat diteteskan
langsung dengan aturan tertentu pada tempat air minum seperti tempayan,
bak penyimpanan air namun masih sebatas penelitian.
2. Penanggulangan Jangka Pendek
Upaya jangka pendek yang dilakukan oleh pemeintah berupa
pemberian kapsul minyak beriodium pada daerah GAKI sedang dan
berat. Dosis pemberian kapsul iodium tersebut adalah sebagai berikut
(Depkes, 2000) :
a. Pada Daerah GAKI Sedang :
Wanita Subur : 2 kapsul/tahun
Ibu Hamil : 1 kapsul/tahun
Ibu Meneteki : 1 kapsul/tahun
b. Pada Daerah GAKI Berat :
Wanita Subur : 2 kapsul/tahun
Ibu Hamil : 1 kapsul/tahun
Ibu Meneteki : 1 kapsul/tahun
Anak SD (kelas 1-6) : 1 kapsul/tahun.
Karakteristik Keluarga Tingkat Pendidikan Orangtua
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat konsumsi, dimana
tingkat pendidikan yang cukup tinggi biasanya mempunyai kemampuan dalam
menyusun ataupun pengadaan bahan makanan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kemampuan tersebut erat
kaitannya dengan kebiasaan makan individu atau keluarga yang dipelajari sejak
dini dan pengetahuan gizi (Suhardjo, 2003).
Peran orangtua dalam rumahtangga sangat penting dalam membentuk
kebiasaan makan keluarga, terutama peran ibu rumahtangga. Ibu rumahtangga
harus menguasai pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan, sehingga
dapat melatih kebiasaan makan yang sehat kepada anak-anaknya sedini
dikuasai untuk memperoleh makanan yang sehat dan sesuai dengan standar
(Nasoetion & Riyadi, 1994).
Pendapatan Keluarga
Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan paling sedikit selama satu
jam dalam satu minggu dengan maksud memperoleh atau membantu
memperoleh penghasilan atau keuntungan. Pekerjaan orangtua berkaitan erat
dengan pendapatan yang didapatkan oleh keluarga dan menjadi faktor penting
bagi kemampuan daya beli pangan keluarga (Sayogyo, 1986). Seorang ibu
rumahtangga yang bekerja cenderung mempunyai waktu yang sedikit untuk
memperhatikan konsumsi keluarga (Sanjur, 1981).
Rendahnya pendapatan merupakan rintangan lain yang menyebabkan
orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan (Sayogyo,
1986). Namun terdapat keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan
cukup akan tetapi sebagian anaknya menderita gizi kurang. Hal ini karena belum
adanya perencanaan pengeluaran keluarga sehingga hasilnya belum
memuaskan. Masalah lainnya yang sering ditemui adalah keluarga mampu
menyediakan bahan makanan yang cukup untuk keluarga tetapi keterampilan
dalam mengolah bahan makanan tersebut kurang memenuhi syarat, sehingga
zat gizi yang dihasilkan dari bahan makanan tersebut kurang memenuhi
kebutuhan zat gizi keluarga. Pengukuran pendapatan menggunakan klasifikasi
ukuran kemiskinan Sayogyo adalah, cukup atau tidak miskin apabila pendapatan
≥ 320 kg beras/tahun, dikatakan kurang atau miskin apabila pendapatan < 320
kg beras/tahun, sedangkan menurut BPS Propinsi Sulawesi Utara tahun 2006,
keluarga dikatakan miskin jika pendapatan perbulan kurang dari Rp 400.000,- .
Suhardjo (1986) menyatakan bahwa pada umumnya jika pendapatan
naik, jumlah dan jenis makanan cenderung meningkat pula. Peningkatan
pendapatan perorangan akan menyebabkan perubahan dalam susunan
makanan. Namun pengeluaran uang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin
lebih beragamnya konsumsi.
Pola Konsumsi dan Kebiasaan Makan
Pola makan menurut Hong dan Kardjati (1989) adalah berbagai informasi
yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang
dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok
masyarakat tertentu. Dapat dikatakan pula bahwa kebiasaan makan adalah
makanan-makanan yang tersedia, dan didasarkan kepada faktor-faktor sosial
dan budaya di mana mereka hidup.
Tingkat konsumsi makanan merupakan macam dan jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu waktu tertentu. Tingkat
konsumsi makanan ini merupakan penerapan pola konsumsi makan yaitu
susunan jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh seseorang atau
sekelompok orang berupa makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah-buahan,
dan susu. Dalam susunan menu ini mengandung energi, protein, karbohidrat,
vitamin dan mineral yang sesuai dengan kecukupan gizi yang dianjurkan.
Suhardjo (1989) menegaskan pula bahwa pola makan suatu negara atau daerah
tertentu, umumnya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang
telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang.
Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis,
dan frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan
merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Konsumsi
pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang,
dengan demikian diharapkan konsumsi pangan yang beraneka ragam dapat
memperbaiki mutu gizi makanan seseorang. Tiap-tiap jenis pangan atau
makanan mempunyai cita rasa, tekstur, bau, campuran zat gizi dan daya cerna
masing-masing.
Oleh sebab itu tiap-tiap jenis komoditi dapat memberikan sumbangan zat
gizi yang unik (Suhardjo, 1989). Di negara-negara berkembang konsumsi iodium
paling banyak diperoleh dari makanan yang berasal dari laut mengingat air laut
mengandung iodium tinggi. Oleh karena itu bahan makanan seperti rumput laut,
ikan, kepiting, udang dan tanaman yang ada didekat laut merupakan sumber
yang baik akan iodium, selain itu konsumsi iodium juga dapat diperoleh dari
garam yang telah difortifikasi iodium dan air (Muchtadi, 1992).
Status Gizi Pengertian
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat penyerapan, pemakaian
dan penggunaan makanan. Makanan yang memenuhi kebutuhan tubuh akan
zat-zat gizi umumnya menghasilkan status gizi yang memuaskan. Kekurangan
dan kelebihan zat gizi esensial dalam makanan untuk waktu lama di sebut gizi
Gizi normal adalah suatu keadaan sebagai akibat adanya keseimbangan
antara kebutuhan akan zat gizi untuk kelangsungan kehidupan, pertumbuhan
dan pemeliharaan fungsi normal tubuh (Suhardjo, 1986). Status gizi dan
kesehatan anak sekolah sangat penting artinya sebagai gambaran keadaan gizi
anak untuk dapat digunakan dalam meningkatkan program UKS (Lamid, 1992).
Penilaian Status Gizi
Antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Penilaian status gizi yang umum digunakan di Indonesia adalah pengukuran
antropometri. Pengukuran antropometri ini dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
1. Ukuran Linier adalah pengukuran antropometri dengan menggunakan
parameter tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB), lingkar dada (LD) dan
lingkar kepala (LK). Parameter ini digunakan untuk menilai keadaan gizi
seseorang pada masa lampau.
2. Ukuran masa jaringan adalah pengukuran antropometri dengan
menggunakan parameter berat badan (BB), lingkar lengan atas (LILA), indek
masa tubuh (IMT) dan tebal lemak dibawah kulit (TLBK). Parameter ini
digunakan untuk menilai status gizi seseorang pada saat dilakukan
pengukuran.
Pengukuran antropometri sangat umum digunakan untuk menilai status gizi
didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut :
a. Pertumbuhan dan perkembangan badan mencerminkan kecukupan gizi dan
kesehatan.
b. Bila pertumbuhan dan perkembangan badan baik berarti anak itu mendapat
cukup zat gizi.
c. Bila zat gizi kurang, anak menderita KEP, cadangan tubuh digunakan (lemak
atau protein) akibatnya tubuh tampak kurus dan ototnya tipis.
d. Apabila berlangsung lama dan disertai dengan kekurangan zat gizi lain,
mengakibatkan pertumbuhan terhambat, badannya pendek, badannya kecil,
Lingkar dada/kepala juga kecil dibandingkan anak yang normal.
Penilaian status gizi baik langsung maupun tidak langsung dapat
digunakan secara terpisah ataupun secara bersama-sama tergantung metode
yang akan dipakai, biaya dan fasilitas yang tersedia serta tujuan yang hendak
dicapai. Namun dengan mengkombinasikan kedua penilaian di atas dan
keadaan yang lebih jelas mengenai status gizi masyarakat (Roedjito, 1987).
Berat badan memberikan gambaran konstitusi tubuh atau masa jaringan dan
sering digunakan untuk menilai pertumbuhan berat badan, berat badan tersebut
sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu, karena sangat mudah dipengaruhi oleh
keadan yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Dengan demikian berat
badan baik dalam hubungannya dengan tinggi badan maupun umur memberikan
gambaran status gizi masa kini. Sedangkan tinggi badan tidak begitu
terpengaruh oleh perubahan keadaan yang terjadi dalam waktu singkat. Tinggi
badan juga merupakan indikator yang baik untuk status energi dan protein masa
lalu (Handajani, 1994).
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
dalam penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.
Hasil pengukuran tinggi badan terhadap berat badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
Dalam menginterpetasikan atau memantau pertumbuhan anak dari waktu
ke waktu diperlukan suatu baku antropometri. Hingga saat ini nilai ambang batas
(Cut of Point) diekspresikan dalam tiga cara yaitu %tase terhadap median, %til dan unit simpang baku (SD) (Aritonang, 1996). Tinggi badan merupakan ukuran
antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam
keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur.
Tinggi badan menurut umur tidak sensitif terhadap defesiensi gizi dalam jangka
pendek, sehingga pengaruh defesiensi gizi terhadap tinggi badan akan muncul
setelah beberapa waktu yang cukup lama, seperti pada GAKI. Status gizi
diperoleh dengan mengukur IMT per umur anak, kemudian dibandingkan data
referensi NCHS/WHO berdasarkan persentil pada umur yang sama dengan
kriteria;
1. Kurus atau IMT/U rendah : < persentil ke-5
2. Berisiko overweight : ≥ persentil ke-85
Berbagai penelitian yang pernah dilakukan terhadap anak sekolah baik di
kota maupun di pedesaan di Indonesia, didapatkan kenyataan bahwa pada
umumnya berat badan dan tinggi badan rata-rata anak sekolah dasar ini berada
di bawah ukuran normal. Tidak jarang pula pada anak-anak ini ditemukan adanya
tanda-tanda penyakit gizi, baik dalam bentuk ringan maupun dalam bentuk agak
Prestasi Belajar Pengertian
Prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku karena memperoleh
pengalaman belajar berupa pengetahuan. Prestasi belajar menggambarkan
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan. Untuk mengetahui
seberapa jauh materi pelajaran tersebut dikuasai dan dipahami siswa , dilakukan
evaluasi hasil belajar. Melalui evaluasi belajar juga dapat diketahui apakah
proses belajar mengajar telah berjalan secara efektif. Beberapa kegiatan yang
dapat dilakukan guru untuk mengetahui prestasi belajar anak adalah mengajukan
pertanyaan secara lisan, memberikan pekerjaan rumah, memberikan tes tertulis
dan penampilan aktual dari tugas keterampilan (Hawadi, 2001).
Soemantri (1978) dalam Supriyadi (1995) menyebutkan bahwa prestasi
belajar dapat diukur melalui skor prestasi belajar dari beberapa mata pelajaran.
Beberapa mata pelajaran tersebut meliputi PMP, Bahasa Indonesia, Matemátika,
IPA, dan IPS. Dari kelima mata pelajaran tersebut sudah dapat diperoleh
gambaran nilai kognitif anak, dan hasil pengukurannya dinyatakan dalam angka.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat berasal
dari dalam dirinya (faktor internal) dan dari luar dirinya (faktor eksternal). Faktor
internal meliputi:
a. Kemampuan intelektual. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya
korelasi positif dan cukup kuat antara taraf intelegensi dengan prestasi
belajar, yaitu sebesar 0.70.
b. Minat. Pada umumnya seseorang akan merasa senang melakukan sesuatu
sesuai dengan minatnya.
c. Bakat. Bakat merupakan kapasitas untuk belajar, oleh karena itu baru
terwujud ketika mendapatkan latihan.
d. Sikap. Seseorang akan menerima atau menolak sesuatu berdasarkan
peneilaiannya terhadap suatu obyek.
e. Motivasi berprestasi. Semakin tinggi motivasi seseorang, maka semakin baik
prestasi yang akan diraihnya.
f. Konsep diri. Konsep diri menunjukkan bagaimana seseorang memandang
dirinya serta kemampuan yang ia miliki. Siswa yang memiliki konsep diri yang
g. Sistem nilai. Sistem nilai merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang
tentang cara bertingkah laku dan kondisi akhir dari yang diinginkannya.
Sistem niali yang dianut dapat mempengaruhi dan menentukan motivasi,
gaya hidup, dan tindakan seseorang.
Faktor eksternal meliputi:
a. Lingkungan sekolah. Hal-hal yang mempengaruhi prestasi siswa di sekolah
adalah keadaan fisik sekolah, fisik ruangan, kelengkapan alat pelajaran,
disiplin sekolah, metode belajar mengajar serta hubungan antara siswa
dengan guru. Beberapa peneltian membuktikan bahwa ada hubungan positif
antara sikap guru dan pelajaran dengan prestasi beljar siswa.
b. Lingkungan keluarga. Hal-hal yang mempengaruhi prestasi siswa dari
keluarga adalah hubungan siswa dengan anggota keluarganya, ukuran
besarnya keluarga, bentuk keluarga, pendidikan orangtua, dan keadaan
ekonomi keluarga.
c. Lingkungan masyarakat. Hal ini berupa kegiatan-kegiatan yang diikuti oleh
siswa seperti klub olahraga, karang taruna dan lainnya (Hawadi, 2001).
Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar
Status gizi yang buruk pada masa anak-anak, terutama ketika pada
perkembangan otak sedang berlangsung dengan cepat, dapat menyebabkan
cacat menetap antara lain gangguan pada perkembangan intelektualitas.
Keadaan gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan
anak. Keadaan gizi seseorang dipengaruhi oleh keadaan makanan yang
dimakannya. Makanan yang bergizi dapat membuat seseorang lebih berprestasi
dalam hal kemampuan belajar di sekolah (Nasoetion & Riyadi 1994).
Pertumbuhan dan perkembangan anak akan terganggu karena menderita
sakit, kurang gizi atau menderita anemia. Keadaan ini mempengaruhi proses
belajar, yang lebih lanjut akan mengurangi konsentrasi dan prestasi belajar
disekolah (Lamid, 1992). Perut lapar pada umumnya dianggap sebagai
penyebab kelesuan, apatis, dan ketidakmampuan mencurahkan perhatian.
Secara mental dan fisik anak akan lesu dan karena itu mendapat kesukaran
dalam menunjukan perhatian di dalam kelas. Anak yang mengalami gizi kurang
menjadi terbelakang, dan sering sekali sampai ia tidak sanggup lagi
Gizi kurang ikut berperan dalam penampilan anak yang kurang baik,
kemampuan yang rendah untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Sebagian besar penduduk di negara berkembang berbadan pendek karena
kurang gizi. Anak yang kurang gizi mengalami 20-30 % gangguan pertumbuhan
dibandingkan dengan anak yang gizinya baik. Anak yang kurang gizi berumur 9
tahun maka sama besarnya dengan anak-anak yang berumur 6-7 tahun. Hal ini
menunjukan bahwa orang-orang pendek dan kecil karena sebelumnya menderita
kurang gizi, kemampuan berprestasinya juga kecil.
Prestasi belajar murid sekolah dasar ditentukan oleh beberapa faktor
antara lain kualitas sekolah dan keadaan anak itu sendiri, dalam hal ini status gizi
anak tersebut (Lamid, 1992). Penelitian Puslitbang Gizi Bogor selama 25 tahun
terakhir telah membuktikan bahwa anak yang menderita gizi kurang akan
terbelakang intelektualnya sebanyak 10-20 skor IQ meskipun gizinya telah
diperbaiki, bahkan KEP ringan pun akan menimbulkan gangguan motorik dan
kognitif pada perkembangan selanjutnya (Kodyat, 1996).
Studi kasus anak sekolah dasar di kabupaten Bogor tentang kaitan indeks
prestasi dengan status gizi anak menggambarkan bahwa status gizi anak
sekolah menurut TB/U berkaitan dengan hasil belajar sebagaimana ditunjukan
nilai IP siswa, semakin rendah status gizi siswa maka semakin rendah nilai IP
mereka (Lamid, 1992).
Pada hipotiroidisme, pergerakan lamban dan kadar protein dalam cairan
otak meningkat. Sebagian efek hormon tiroid terhadap otak mungkin bersifat
sekunder terhadap meningkatnya kepekaan terhadap katekolamin, yang diikuti
dengan peningkatan aktivitas “sistem retikularis” barrier darah otak yang tidak
berkembang pada saat lahir dan hormon tiroid mempunyai efek nyata pada
perkembangan otak (Ganong, 1986). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Bleichordt et al., (1987) di daerah endemik di Las Hurdes Spanyol didapatkan
bahwa perkembangan mental anak di daerah kekurangan iodium lebih rendah
daripada anak di daerah non endemik. Pada anak 6-12 tahun terjadi penurunan
pada kemampuan bahasa, dengan lancar (verbal fluidity) dan kecepatan
KERANGKA PEMIKIRAN
Prestasi belajar sebagai variabel dependen dipengaruhi oleh faktor
keadaan kesehatan yang tercermin pada tingkat kehadiran siswa di sekolah dan
kebiasaan belajar siswa sehari–hari. Dalam hal ini status gizi sebagai salah satu
faktor yang mempengaruhi keadaan kesehatan. Rendahnya konsumsi pangan
atau kurang seimbangnya gizi makanan yang dikonsumsi dapat mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, terjadinya penyakit
defesiensi gizi dan atau lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit
atau infeksi serta menurunnya aktivitas dan produktivitas kerja, seperti aktivitas
belajar pada anak sekolah.
Tingkat pendapatan keluarga, secara tidak langsung mempengaruhi
status gizi, karena tingkat pendapatan menggambarkan pola konsumsi pangan
sehari–hari dalam rumah tangga. Dalam hal ini besar keluarga berpengaruh
pada distribusi makanan dalam keluarga.
Keadaan lingkungan, dukungan keluarga dan ketersediaan fasilitas
belajar yang cukup, baik di sekolah maupun di rumah memiliki andil dalam
prestasi belajar anak. Faktor utama yang lain adalah tingkat kecerdasan (IQ)
yang dimiliki oleh masing–masing individu. Penurunan IQ dapat diakibatkan oleh
terjadinya GAKI, sehingga anak yang menderita GAKI akan mengalami
penurunan prestasi belajar. Penelitian Puslitbang Gizi Bogor selama 25 tahun
terakhir telah membuktikan bahwa anak yang menderita gizi kurang akan
terbelakang intelektualnya sebanyak 10-20 skor IQ meskipun gizinya telah
diperbaiki, bahkan KEP ringan pun akan menimbulkan gangguan motorik dan
kognitif pada perkembangan selanjutnya (Kodyat, 1996), selain penurunan IQ,
akibat GAKI lain adalah terjadinya penurunan tingkat kesehatan.
Data dari food frequency dapat menunjukkan seberapa sering tingkat
konsumsi iodium dan penyumbang zat goitrogen pada penderita GAKI. Status
atau tingkat keparahan GAKI dipengaruhi oleh tingkat konsumsi iodium dan zat
goitrogeniknya.
Status gizi diperoleh dengan cara pengukuran tinggi badan dan berat
badan kemudian dibandingkan dengan baku rujukan NCHS/WHO. Prestasi
belajar diukur dengan melihat nilai tiap bidang studi dibagi dengan nilai rata-rata
relatif dikali 100 % (semester ganjil) dari 5 bidang studi yaitu PPKN, Bahasa
Pola makan
- Jenis konsumsi iodium
- Frekuensi konsumsi iodium
Konsumsi Iodium dan Zat
Goitrogenik
GAKI
Status Gizi
Penurunan IQ
Status Kesehatan
Angka absensi Kebiasaan belajar
Prestasi Belajar
Lingkungan - Dukungan Keluarga
- Fasilitas Belajar TIDAK GAKI
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Diteliti
Karakteristik Contoh :
- Jenis Kelamin
- Umur
- Kelas
- Perilaku ayah:
Pengetahuan Sikap
Tindakan
Karakteristik Keluarga
- Pendidikan ayah
- Pendapatan ayah
- Pekerjaan ayah
METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan Penelitian, Lokasi dan Waktu
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat cross sectional study untuk
membandingkan prestasi belajar anak yang menderita GAKI dengan yang tidak
menderita GAKI di daerah endemik berat. Lokasi penelitian dilakukan di Sekolah
Dasar Negeri 1 dan 2 Tribudaya yang terletak di desa Puasana dan Ulu Benua,
Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe pada bulan Juni sampai Juli Tahun
2007.
Penarikan Contoh
Jumlah contoh dalam penelitian ini sebanyak 72 siswa, yang terdiri dari
36 siswa penderita GAKI dan 36 siswa bukan penderita GAKI. Baik siswa
penderita GAKI dan bukan penderita GAKI dipilih secara random sampling,
dengan kriteria contoh adalah pelajar SD kelas 4, 5, dan 6 (umur 10-12 tahun)
yang berdomisili di desa Puasana dan Ulu Benua sekurangnya lima tahun,
karena dampak GAKI baru terlihat dalam jangka waktu yang cukup lama (3 – 5
tahun) ( Kartono, Muhilal, Untoro & Djokomoeljanto, 2007). Jumlah sampel
dihitung berdasarkan rumus estimasi proporsi dengan presisi mutlak :
n : jumlah contoh 36 penderita GAKI dan 36 contoh bukan penderita
2
10,6% provinsi Sulawesi Tenggara
d : Presisi yang diinginkan 10 %
Sumber : Sastroasmoro, 1995
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data primer meliputi :
- Karakteristik contoh dan keluarga contoh, diperoleh dengan wawancara dan
kuesioner.
- Data antropometri pelajar SD, berat badan, diukur dengan timbangan injak
detekto ketelitian 0,1 kg, tinggi badan diukur dengan menggunakan
microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.
- Data frekuensi dan jenis konsumsi bahan makanan sumber iodium dan zat
goitrogen, diperoleh dari wawancara dengan metode frekuensi pangan.
- Data status GAKI contoh, diperoleh dengan screening palpasi.
Data sekunder meliputi:
- Prestasi belajar contoh, diperoleh berdasarkan nilai relatif yaitu nilai rata-rata
(nilai harian + nilai akhir raport) tiap bidang studi dibagi dengan nilai rata-rata
kelas tiap bidang studi dikali 100 %.
- Angka absensi contoh, diperoleh dari daftar absen pelajar selama satu
semester.
- Keadaan umum desa, diperoleh dari kantor desa, kecamatan dan Dinas
Kesehatan.
Pengolahan dan Analisa Data
Setelah data terkumpul selanjutnya data diolah melalui proses editing dan
pengkodean sebelum dianalisis. Data pendidikan diukur menurut lama
pendidikan (dinyatakan dalam tahun). Data pendapatan keluarga contoh dibagi
menjadi dua kategori yaitu keluarga dengan pendapatan miskin apabila
pendapatan kurang dari Rp 400.000,- / bulan, sedangkan tidak miskin apabila
lebih dari Rp. 400.000,- / bulan (BPS Sultra, 2006).
Status gizi diperoleh dengan mengukur IMT per umur anak, kemudian
dibandingkan data referensi NCHS/WHO (1995) berdasarkan persentil pada
umur yang sama. dengan kriteria;
1. Kurus atau IMT/U rendah : < persentil ke-5
2. Berisiko overweight : ≥ persentil ke-85
Data frekuensi konsumsi bahan makanan sumber iodium dan bahan
makanan yang mengandung zat goitrogenik dikelompokkan dengan kategori:
1. Tidak pernah : 0
2. Kadang-kadang : 1 x/bulan – 1-2 x/minggu
3. Sering : 3-6 x/minggu - > 1 x/hari.
Status GAKI diukur dengan derajat pembesaran hasil palpasi, dengan
kriteria sebagai berikut :
Grade 0 : apabila tidak terlihat atau teraba artinya tidak ada gondok
Grade 1A : apabila pembesaran gondok lebih besar dari ibu jari
Grade 1B : gondok membesar dan dapat dilihat pada posisi kepala
menengadah keatas
Grade 3 : gondok membesar dan kelihatan dari jarak 10 meter.
Grade 2 dan 3 keduanya disebut gondok yang nyata (Visible Goitre). Bila
semua grade dijumlahkan (1A+1B+2+3) disebut gondok total (Total Goitre), dan
angka prevalensinya disebut TGR (Total Goitre Rate) (Soekirman, 2000).
Prestasi belajar contoh diperoleh berdasarkan nilai relatif yaitu nilai
rata-rata ( nilai harian + nilai akhir raport )dari nilai tiap bidang studi dibagi dengan
nilai rata-rata kelas tiap bidang studi dikali 100 %, dengan kriteria baik (≥ Nilai
rata – rata kelas) dan kurang baik (< Nilai rata – rata kelas ). Angka absensi
contoh, diperoleh dari daftar absen pelajar selama satu semester, dikriteriakan
menjadi tidak pernah (0), sedang ( 1-3 hari ), sering ( > 3 hari ).
Setelah mengalami proses pengolahan, data-data tersebut dianalisis
secara deskriptif dengan menggunakan SPSS versi 11.5 for window Data
antropometri diolah dengan menggunakan software Gizi Comp (Puslitbang Gizi
dan Makanan, Depkes RI versi Desember 2005).Hubungan antar variabel status
GAKI, angka absensi, frekuensi konsumsi bahan makanan sumber iodium dan
zat goitrogenik dengan prestasi belajar dan status gizi dengan status GAKI diuji
dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman, sedangkan untuk komparasi
prestasi belajar anak yang menderita GAKI dengan yang tidak menderita GAKI
dilakukan uji stastistik dengan Uji t, dan pengaruh frekuensi makanan sumber
iodium dan zat goitrogenik terhadap status GAKI diuji dengan regresi linier
Definisi Operasional
Karakteristik contoh adalah pelajar SD kelas 4 - 6 (umur 10-12 tahun) yang berdomisili di desa Puasana dan Ulu Benua selama paling kurang lima
tahun.
Karakteristik keluarga adalah keragaan keluarga yang ditunjukan oleh tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan.
Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan kepala keluarga, yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.
Pola makan adalah cara contoh mengkonsumsi pangan yang meliputi frekuensi dan konsumsi jenis bahan makanan sumber iodium dan zat goitrogenik.
Status Gizi adalah keadaan gizi contoh berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur.
Status GAKI adalah keadaan pembesaran kelenjar gondok yang dapat dilakukan dengan palpasi.
Angka Absensi adalah ketidakhadiran contoh di sekolah selama dalam semester penelitian.
Prestasi Belajar adalah nilai yang diambil berdasarkan nilai relatif yaitu nilai rata-rata ( nilai harian + nilai akhir raport ) dibagi dengan nilai rata-rata
kelas tiap bidang studi dikali 100 % diambil dari 5 mata pelajaran (Bahasa
Indonesia, PPKN, IPS, IPA, Matematika ).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Desa Puasana dan Desa Ulu Benua terletak + 30 Km dari Ibu Kota
Kabupaten Kendari (yang sekarang berubah menjadi Kabupaten Konawe) dan
17 Km di sebelah utara kota Kecamatan Pondidaha (yang sekarang berubah
menjadi Kecamatan Amonggedo). Kedua Desa ini sebelumnya merupakan satu
desa dengan nama Desa Tribudaya dengan latar belakang 3 budaya yaitu Jawa,
Bali dan Lombok. Dalam pembahasan selanjutnya penyebutan kedua desa ini
adalah dengan sebutan Desa Tribudaya.
Desa ini adalah desa transmigrasi sejak tahun 1981. Kedua Desa ini
merupakan daerah dataran tinggi dengan luas daerah keseluruhan kurang lebih
10.000 Ha, dan terdiri atas 5 % daerah pemukiman dan fasilitas lainnya, 20 %
areal persawahan, 15 % areal perkebunan dan 60 % merupakan hutan lindung.
Kepadatan penduduk mencapai 6,4 jiwa/Ha dengan tingkat pertumbuhan
penduduk sekitar 0,03 %. Jumlah penduduk Desa Puasana dan Ulu Benua
mencapai 3.176 jiwa. Adapun distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi penduduk menurut kelompok umur dan jenis
Desa Puasana Desa Ulu Benua
Jenis Kelamin Jumlah Penduduk
(jiwa)
Jenis Kelamin Jumlah Penduduk
(jiwa)
Laki Perempuan Laki Perempuan
n % n % n % n % n % n %
752 100.0 762 100.0 1514 100.0 833 100.0 829 100.0 1662 100.0
Sumber Data : Monografi Desa Puasana dan Ulu Benua tahun 2007
Secara fisik geografis, kehidupan masyarakat di kedua desa ini lekat
dengan kehidupan pertanian (85 %) yang telah menjadi pokok mata pencaharian
(Tabel 2). Prasarana ekonomi yang tersedia di Desa Tribudaya belum baik,
beberapa jenis angkutan, baik penumpang maupun barang, sehingga akses ke
fasilitas umum (pasar, puskesmas) masih terganggu.
Tabel 2. Distribusi penduduk menurut mata pencaharian ayah
No. Mata Pencaharian Desa Puasana Desa Ulu Benua
n % n %
Sumber : Monografi Desa Puasana dan Ulu Benua Tahun 2007
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Puasana dan Ulu Benua sebagian
besar adalah tamat SD, meskipun begitu masih terdapat penduduk dengan buta
aksara (Tabel 3) .
Tabel 3. Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan formal
No. Tingkat
Pendidikan
Desa Puasana Desa Ulu Benua
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan
n % n % n % n %
Jumlah 442 100.0 353 100.0 356 100.0 308 100.0
Sumber Data : Monografi Desa Puasana dan Ulu Benua tahun 2007
Karakteristik Contoh dan Keluarga Contoh
Contoh yang merupakan anak usia sekolah adalah salah satu kelompok
masyarakat yang sangat rawan terhadap dampak kekurangan iodium (GAKI).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (65.3 %) berjenis
kelamin laki-laki. Usia contoh berkisar antara 10 – 12 tahun dengan sebagian
besar contoh (63.9 %) berusia 10 tahun.
Hampir semua ayah contoh bekerja sebagai petani, yaitu sebesar 93.1 %.
Hanya sebagian kecil yang bekerja sebagai pedagang, PNS, dan wiraswasta.
Pendidikan ayah contoh beragam mulai dari SD sampai SMA. Sebesar 38.9 %
ayah contoh memiliki tingkat pendidikan SD, sedangkan ayah contoh yang