• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prestasi Belajar Anak yang Menderita GAKI dan Tidak Menderita GAKI di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prestasi Belajar Anak yang Menderita GAKI dan Tidak Menderita GAKI di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

DI SD NEGERI 1 DAN 2 TRIBUDAYA

KECAMATAN AMONGGEDO, KABUPATEN KONAWE,

PROPINSI SULAWESI TENGGARA

S U T O M O

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PRESTASI BELAJAR ANAK YANG MENDERITA GAKI DAN

TIDAK MENDERITA GAKI DI DAERAH ENDEMIK BERAT

DI SD NEGERI 1 DAN 2 TRIBUDAYA

KECAMATAN AMONGGEDO, KABUPATEN KONAWE,

PROPINSI SULAWESI TENGGARA

S U T O M O

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(3)

dan 2 Tribudaya, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara

Nama : Sutomo

NIM : A54105306

Menyetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Amini Nasoetion, M.S Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S NIP. 130 234 811 NIP. 131 628 531

Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir.Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul “Prestasi Belajar Anak yang Menderita GAKI dan Tidak Menderita GAKI di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara ” yang merupakan salah satu syarat untuk kelulusan sarjana Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Amini Nasoetion, MS dan Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis selama penelitian hingga penyelesaian skripsi.

2. Alm. Bapak dan Ibuku yang telah memberi motivasi dan selalu mendoakanku di masa hidupnya, semoga arwah beliau diterima di sisi Allah SWT.

3. Istriku tercinta dan dua buah hatiku yang selalu mendampingi dalam suka dan duka.

4. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS yang menjadi pemandu dan penguji yang telah memberikan banyak masukan pada skripsi ini.

5. Devi Ruspriyana, Prita Dhyani S, dan Suci Pujianti yang menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian ini.

6. Teman-teman Alih Jenjang satu angkatan, Basir, Dian, Muthmainnah, Zuryati, dan Sri atas segala bentuk bantuannya dan telah sudi menjadi tempat berbagi.

7. Teman – teman mahasiswa GMSK angkatan ’40 dan ’41 (Aris, Darmaning, Udin, Kuswan dan yang tidak dapat disebutkan satu per satu) yang selalu memberikan motivasi dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berdoa semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang memerlukan. Amin

Bogor, Nopember 2007

(5)

di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara

Anak-anak di daerah kekurangan iodium rata-rata mempunyai IQ 13,5 poin lebih rendah dari anak normal. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan menurunnya prestasi belajar anak. Penelitian ini secara umum bertujuan mempelajari prestasi belajar anak Sekolah Dasar (SD) yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI di daerah endemik berat.

Disain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di SDN 1 dan 2 Tribudaya, Konawe, Sulawesi Tenggara pada bulan Juni – Juli 2007. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas 4, 5, dan 6. Data status GAKI diperoleh dengan screening palpasi, sedangkan data prestasi belajar diperoleh dari nilai relatif lima mata pelajaran.

Jumlah anak yang menderita gondok berdasarkan palpasi kelenjar gondok yang dilakukan adalah sebanyak 37 siswa (27,6 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar contoh sebesar 58.3 % baik, sedangkan yang kurang baik sebesar 41.7 %. Contoh yang tidak menderita GAKI cenderung memiliki prestasi belajar yang baik. Sebesar 72.2 % contoh yang tidak menderita GAKI mempunyai prestasi belajar yang baik. Sedangkan contoh yang menderita GAKI 55.6 % memiliki prestasi belajar yang kurang baik.

(6)

 

ABSTRACT

Sutomo. Academic Achievement of Children with and without Iodine Deficiency in Severe Endemic Area in SDN (Public Elementary School) 1 and 2 Tribudaya, Amonggedo Sub-district, Konawe District, Southeast Sulawesi Province.

Children in iodine deficiency area have the average IQ 13.5 point lower than normal children. This means iodine deficiency can decrease academic achievement of children. The general objective of this research is to identify academic achievement of elementary school (SD) children with and without iodine deficiency in severe endemic area.

This research was conducted from June until July 2007 by using cross sectional study design. The locations of the research were SDN (public elementary school) 1 and 2 Tribudaya, Konawe, Southeast Sulawesi. The samples of this research were 4th, 5th, and 6th grade students. Data of iodine deficiency was obtained by palpation screening, while academic achievement data was taken from the average score of five subjects.

The numbers of children suffered from gondok based on gondok gland palpation screening are 37 students (27.6%). The result shows that 58.3% samples have good academic achievement and 41.7% have less good academic achievement. Children without iodine deficiency tend to get good academic achievement. More than half (72.2%) children without iodine deficiency have good academic achievement, while 55.6% of samples with iodine deficiency have less good academic achievement.

T-Test shows that there is significant difference between academic achievement of children with iodine deficiency and them without iodine deficiency. Based on Rank Spearman Correlation Test, iodine deficiency status have negative significant correlation with academic achievement (p < 0.05), with correlation coefficient -0.282. Thus, iodine deficiency status decreases academic achievement of elementary school (SD) students.

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN... vi

PENDAHULUAN Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)... 5

Pengertian GAKI... 5

Prevalensi GAKI dan Cara Penentuan... 5

Klasifikasi Endemik GAKI... 6

Pengaruh Hormon Tiroid pada Sistem Saraf... 6

Konsumsi Iodium dalam Tubuh... 7

Faktor Penyebab GAKI... 7

Dampak GAKI... 9

Usaha Pencegahan dan Penanggulangan GAKI... 9

Karakteristik Keluarga... 10

Tingkat Pendidikan Orangtua... 10

Pendapatan Keluarga... 11

Pola Konsumsi dan Kebiasaan makan………... 11

Status Gizi... 12

Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar………... 16

KERANGKA PEMIKIRAN METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian, Lokasi dan Waktu.……….. 20

Penarikan Contoh ...………..………. 20

(8)

Pengolahan dan Analisis Data ……….... 21

Definisi Operasional ……….. 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian...………... 24

Karakteristik Contoh dan Keluarga Contoh... 25

Status GAKI Contoh... 26

Status GAKI Contoh Berdasarkan Pekerjaan Ayah... 26

Status GAKI Contoh Berdasarkan Pendidikan Ayah... 26

Status GAKI Contoh Berdasarkan Pendapatan Kepala Keluarga... 27

Status GAKI Contoh Berdasarkan Umur... 28

Status GAKI Contoh Berdasarkan Jenis Kelamin... 28

Status Gizi Contoh... 29

Status Gizi Contoh Berdasarkan Status GAKI…………... 29

Prestasi Belajar Contoh……….. 30

Prestasi Belajar Contoh Berdasarkan Status GAKI... 30

Tingkat Absensi Contoh Berdasarkan Status GAKI………….... 31

Perbedaan Prestasi Belajar Contoh yang Menderita GAKI dengan Contoh yang Tidak Menderita GAKI... 31

Pola Konsumsi dan Kebiasaan Makan.………... 32

Frekuensi Makan Makanan Sumber Zat Iodium ... 33

Frekuensi Makan Makanan Sumber Zat Goitrogenik... 34

Pengaruh Konsumsi Makanan Sumber Iodium dan Zat Goitrogenik Tehadap Status GAKI... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 37

Saran... 38

DAFTAR PUSTAKA ………... 39

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Distribusi penduduk menurut kelompok umur dan

jenis kelamin... 24 2. Distribusi penduduk menurut mata pencaharian ayah... 25 3. Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan formal... 25 4. Distribusi contoh menurut mata pencaharian ayah dan status

GAKI... 26 5. Distribusi tingkat pendidikan ayah contoh menurut status

GAKI …... 27 6. Distribusi contoh menurut pendapatan orang tua dan status

GAKI... 27 7. Distribusi contoh berdasarkan kelompok umur dan status

GAKI... 28 8. Distribusi contoh berdasarkan jenis kelamin dan status GAKI... 28 9. Distribusi contoh berdasarkan status gizi dan status GAKI ... 29 10. Distribusi contoh berdasarkan prestasi belajar dan status GAKI 31 11. Distribusi contoh berdasarkan jumlah absen dalam

1 semester dan status GAKI... 31 12. Sebaran contoh yang menderita GAKI dan tidak menderita

GAKI berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber iodium.. 33 13. Sebaran contoh yang menderita GAKI dan tidak menderita

GAKI berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber zat

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

DI SD NEGERI 1 DAN 2 TRIBUDAYA

KECAMATAN AMONGGEDO, KABUPATEN KONAWE,

PROPINSI SULAWESI TENGGARA

S U T O M O

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

PRESTASI BELAJAR ANAK YANG MENDERITA GAKI DAN

TIDAK MENDERITA GAKI DI DAERAH ENDEMIK BERAT

DI SD NEGERI 1 DAN 2 TRIBUDAYA

KECAMATAN AMONGGEDO, KABUPATEN KONAWE,

PROPINSI SULAWESI TENGGARA

S U T O M O

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(13)

dan 2 Tribudaya, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara

Nama : Sutomo

NIM : A54105306

Menyetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Amini Nasoetion, M.S Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S NIP. 130 234 811 NIP. 131 628 531

Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir.Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(14)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul “Prestasi Belajar Anak yang Menderita GAKI dan Tidak Menderita GAKI di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara ” yang merupakan salah satu syarat untuk kelulusan sarjana Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Amini Nasoetion, MS dan Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis selama penelitian hingga penyelesaian skripsi.

2. Alm. Bapak dan Ibuku yang telah memberi motivasi dan selalu mendoakanku di masa hidupnya, semoga arwah beliau diterima di sisi Allah SWT.

3. Istriku tercinta dan dua buah hatiku yang selalu mendampingi dalam suka dan duka.

4. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS yang menjadi pemandu dan penguji yang telah memberikan banyak masukan pada skripsi ini.

5. Devi Ruspriyana, Prita Dhyani S, dan Suci Pujianti yang menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian ini.

6. Teman-teman Alih Jenjang satu angkatan, Basir, Dian, Muthmainnah, Zuryati, dan Sri atas segala bentuk bantuannya dan telah sudi menjadi tempat berbagi.

7. Teman – teman mahasiswa GMSK angkatan ’40 dan ’41 (Aris, Darmaning, Udin, Kuswan dan yang tidak dapat disebutkan satu per satu) yang selalu memberikan motivasi dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berdoa semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang memerlukan. Amin

Bogor, Nopember 2007

(15)

di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara

Anak-anak di daerah kekurangan iodium rata-rata mempunyai IQ 13,5 poin lebih rendah dari anak normal. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan menurunnya prestasi belajar anak. Penelitian ini secara umum bertujuan mempelajari prestasi belajar anak Sekolah Dasar (SD) yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI di daerah endemik berat.

Disain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di SDN 1 dan 2 Tribudaya, Konawe, Sulawesi Tenggara pada bulan Juni – Juli 2007. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas 4, 5, dan 6. Data status GAKI diperoleh dengan screening palpasi, sedangkan data prestasi belajar diperoleh dari nilai relatif lima mata pelajaran.

Jumlah anak yang menderita gondok berdasarkan palpasi kelenjar gondok yang dilakukan adalah sebanyak 37 siswa (27,6 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar contoh sebesar 58.3 % baik, sedangkan yang kurang baik sebesar 41.7 %. Contoh yang tidak menderita GAKI cenderung memiliki prestasi belajar yang baik. Sebesar 72.2 % contoh yang tidak menderita GAKI mempunyai prestasi belajar yang baik. Sedangkan contoh yang menderita GAKI 55.6 % memiliki prestasi belajar yang kurang baik.

(16)

 

ABSTRACT

Sutomo. Academic Achievement of Children with and without Iodine Deficiency in Severe Endemic Area in SDN (Public Elementary School) 1 and 2 Tribudaya, Amonggedo Sub-district, Konawe District, Southeast Sulawesi Province.

Children in iodine deficiency area have the average IQ 13.5 point lower than normal children. This means iodine deficiency can decrease academic achievement of children. The general objective of this research is to identify academic achievement of elementary school (SD) children with and without iodine deficiency in severe endemic area.

This research was conducted from June until July 2007 by using cross sectional study design. The locations of the research were SDN (public elementary school) 1 and 2 Tribudaya, Konawe, Southeast Sulawesi. The samples of this research were 4th, 5th, and 6th grade students. Data of iodine deficiency was obtained by palpation screening, while academic achievement data was taken from the average score of five subjects.

The numbers of children suffered from gondok based on gondok gland palpation screening are 37 students (27.6%). The result shows that 58.3% samples have good academic achievement and 41.7% have less good academic achievement. Children without iodine deficiency tend to get good academic achievement. More than half (72.2%) children without iodine deficiency have good academic achievement, while 55.6% of samples with iodine deficiency have less good academic achievement.

T-Test shows that there is significant difference between academic achievement of children with iodine deficiency and them without iodine deficiency. Based on Rank Spearman Correlation Test, iodine deficiency status have negative significant correlation with academic achievement (p < 0.05), with correlation coefficient -0.282. Thus, iodine deficiency status decreases academic achievement of elementary school (SD) students.

(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN... vi

PENDAHULUAN Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)... 5

Pengertian GAKI... 5

Prevalensi GAKI dan Cara Penentuan... 5

Klasifikasi Endemik GAKI... 6

Pengaruh Hormon Tiroid pada Sistem Saraf... 6

Konsumsi Iodium dalam Tubuh... 7

Faktor Penyebab GAKI... 7

Dampak GAKI... 9

Usaha Pencegahan dan Penanggulangan GAKI... 9

Karakteristik Keluarga... 10

Tingkat Pendidikan Orangtua... 10

Pendapatan Keluarga... 11

Pola Konsumsi dan Kebiasaan makan………... 11

Status Gizi... 12

Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar………... 16

KERANGKA PEMIKIRAN METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian, Lokasi dan Waktu.……….. 20

Penarikan Contoh ...………..………. 20

(18)

Pengolahan dan Analisis Data ……….... 21

Definisi Operasional ……….. 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian...………... 24

Karakteristik Contoh dan Keluarga Contoh... 25

Status GAKI Contoh... 26

Status GAKI Contoh Berdasarkan Pekerjaan Ayah... 26

Status GAKI Contoh Berdasarkan Pendidikan Ayah... 26

Status GAKI Contoh Berdasarkan Pendapatan Kepala Keluarga... 27

Status GAKI Contoh Berdasarkan Umur... 28

Status GAKI Contoh Berdasarkan Jenis Kelamin... 28

Status Gizi Contoh... 29

Status Gizi Contoh Berdasarkan Status GAKI…………... 29

Prestasi Belajar Contoh……….. 30

Prestasi Belajar Contoh Berdasarkan Status GAKI... 30

Tingkat Absensi Contoh Berdasarkan Status GAKI………….... 31

Perbedaan Prestasi Belajar Contoh yang Menderita GAKI dengan Contoh yang Tidak Menderita GAKI... 31

Pola Konsumsi dan Kebiasaan Makan.………... 32

Frekuensi Makan Makanan Sumber Zat Iodium ... 33

Frekuensi Makan Makanan Sumber Zat Goitrogenik... 34

Pengaruh Konsumsi Makanan Sumber Iodium dan Zat Goitrogenik Tehadap Status GAKI... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 37

Saran... 38

DAFTAR PUSTAKA ………... 39

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Distribusi penduduk menurut kelompok umur dan

jenis kelamin... 24 2. Distribusi penduduk menurut mata pencaharian ayah... 25 3. Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan formal... 25 4. Distribusi contoh menurut mata pencaharian ayah dan status

GAKI... 26 5. Distribusi tingkat pendidikan ayah contoh menurut status

GAKI …... 27 6. Distribusi contoh menurut pendapatan orang tua dan status

GAKI... 27 7. Distribusi contoh berdasarkan kelompok umur dan status

GAKI... 28 8. Distribusi contoh berdasarkan jenis kelamin dan status GAKI... 28 9. Distribusi contoh berdasarkan status gizi dan status GAKI ... 29 10. Distribusi contoh berdasarkan prestasi belajar dan status GAKI 31 11. Distribusi contoh berdasarkan jumlah absen dalam

1 semester dan status GAKI... 31 12. Sebaran contoh yang menderita GAKI dan tidak menderita

GAKI berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber iodium.. 33 13. Sebaran contoh yang menderita GAKI dan tidak menderita

GAKI berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber zat

(20)

DAFTAR GAMBAR

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

(22)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Paradigma pembangunan nasional yang berorientasi global dan

berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan terlaksana tanpa

peningkatan sumberdaya manusia (SDM). Salah satu indikator pengukuran tinggi

rendahnya kualitas SDM adalah indeks kualitas hidup (Human Development

Index- HDI). Tahun 2000 peringkat HDI Indonesia sangat rendah, yaitu urutan

ke-109 dari 174 negara, jauh di bawah peringkat HDI negara-negara ASEAN

lainnya. Tiga faktor utama penentu HDI adalah pendidikan, kesehatan, dan

ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat

(Depkes, 2000).

Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) merupakan salah satu

masalah gizi utama disamping masalah gizi lainnya seperti KEP, KVA dan

anemia. Hubungan antara zat iodium dengan kualitas SDM telah banyak

diungkapkan oleh para ahli. Namun demikian, kekurangan iodium sering hanya

diasosiasikan dengan pembengkakan kelenjar thyroid pada leher (goiter).

Dampak negatif dari GAKI bukan hanya sekedar kekurangan zat iodium tetapi

lebih berdampak pada ibu yang sering melahirkan bayi kretin, yaitu bayi dengan

gangguan fisik, mental, dan intelektualnya.

Anak-anak di daerah kekurangan iodium rata-rata mempunyai IQ 13,5

poin lebih rendah dari anak normal. Keadaan ini amat berpengaruh terhadap

upaya-upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Anak dengan GAKI

memiliki daya tahan tubuh terhadap infeksi yang kurang dan derajat gizinya lebih

rendah. Ibu hamil yang disuplementasi iodium melahirkan anak yang lebih

berat, sehat, dan kemungkinan hidupnya lebih besar daripada ibu yang tidak

memperoleh suplementasi iodium. Wanita yang tinggal di daerah yang

kekurangan iodium, tingkat kegugurannya lebih tinggi dibanding di daerah yang

tidak kekurangan iodium (Soeharyo, Margawati, Setyawan & Djokomoeljanto,

2002).

Berdasarkan hasil survei pemetaan GAKI di Propinsi Sulawesi Tenggara

akhir tahun 2003, prevalensi TGR (Total Goitre Rate) pada anak usia sekolah

sebesar 10,6 % yang tersebar di 5 kabupaten/kota dan 72 kecamatan dari 6

kabupaten/kota dari 110 kecamatan yang ada. Dari kelima kabupaten/kota

(23)

endemik berat yaitu Kabupaten Konawe, Kabupaten Buton dan Kabupaten

Muna, dua daerah endemik sedang yaitu Kabupaten Kolaka dan Kota Bau-Bau.

Prevalensi GAKI tertinggi terdapat di Kabupaten Konawe yaitu sebesar

34,5% yang tersebar di 24 kecamatan, dengan 20 kecamatan tergolong daerah

endemik berat. Dari 20 kecamatan endemik berat tersebut kecamatan dengan

prevalensi tertinggi adalah Kecamatan Amonggedo dengan prevalensi GAKI

sebesar 37,2 % ( Dinkes Prop. Sultra, 2002). Anak sekolah di daerah endemik

berisiko memiliki prestasi belajar yang kurang, sehingga dikhawatirkan akan

terjadi penurunan produktivitas. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis

ingin mengetahui seberapa jauh perbedaan antara prestasi belajar anak

Sekolah Dasar (SD) yang menderita GAKI dengan yang tidak menderita GAKI

pada daerah endemik di SDN 1 dan 2 Tribudaya, Kecamatan Amonggedo,

Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Rumusan Masalah

GAKI merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang masih

membawa dampak yang cukup besar terhadap kualitas sumberdaya manusia.

Pencapaian prestasi belajar yang rendah merupakan salah satu akibat dari

masalah GAKI tersebut. Selain masalah GAKI, beberapa penyebab prestasi

belajar yang rendah adalah kualitas teknologi pengajaran yang masih rendah,

buku-buku pelajaran yang kurang bermutu, pendidikan formal orangtua yang

masih rendah, keadaan fisik anak, motivasi, perilaku, genetik anak, dan angka

ketidakhadiran di sekolah yang tinggi.

Penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan prestasi belajar

pada anak yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI di daerah endemik

berat ( SDN 1 dan 2 Tribudaya) dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana status GAKI anak SDN 1 dan 2 Tribudaya.

2. Bagaimana status gizi anak SDN 1 dan 2 Tribudaya.

3. Bagaimana angka absensi dan prestasi belajar anak SDN 1 dan 2

Tribudaya.

4. Bagaimana hubungan status GAKI dengan prestasi belajar anak SD.

5. Bagaimana frekuensi konsumsi pangan penyumbang iodium dan zat

(24)

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Mempelajari prestasi belajar anak Sekolah Dasar yang menderita GAKI

dan yang tidak menderita GAKI di daerah endemik berat.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh dan keluarga contoh di daerah

endemik GAKI berat.

2. Menganalisis status GAKI anak SD.

3. Menganalisis status gizi anak SD.

4. Menganalisis prestasi belajar anak SD.

5. Menganalisis tingkat absensi anak SD.

6. Menganalisis perbedaan antara prestasi belajar anak SD yang menderita

GAKI dengan anak SD yang tidak menderita GAK.I

7. Menganalisis hubungan antara status GAKI dengan tingkat absensi dan

prestasi belajar anak SD.

8. Menganalisis hubungan antara frekuensi dan jenis bahan makanan sumber

iodium dan zat goitrogenik yang dikonsumsi anak SD penderita GAKI dan

bukan penderita GAKI dengan prestasi belajar.

9. Menganalisis pengaruh frekuensi dan jenis bahan makanan sumber iodium

dan zat goitrogenik yang dikonsumsi anak SD penderita GAKI dan bukan

penderita GAKI terhadap prestasi belajar.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan prestasi belajar antara anak SD yang menderita GAKI

dengan yang tidak menderita GAKI.

2. Terdapat hubungan antara frekuensi dan jenis bahan makanan yang

mengandung iodium dan zat goitrogenik yang dikonsumsi dengan prestasi

belajar anak SD yang menderita GAKI dan yang tidak menderita GAKI.

3. Terdapat hubungan antara status GAKI dengan angka absensi anak SD.

(25)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai pemacu dalam meningkatkan kualitas anak didik dan

tambahan informasi tentang keadaan gizi murid yang berkaitan dengan

prestasi belajar.

2. Sebagai pemacu dalam meningkatkan mutu penyelenggaraan

pelayanan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) secara bertahap sesuai

kemampuan.

3. Sebagai masukan bagi pengelola program dalam menentukan

prioritas sasaran intervensi masalah kesehatan masyarakat dengan

mengaktifkan peran Tim Pangan dan Gizi terutama pokja GAKI.

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) Pengertian GAKI

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah sekumpulan gejala

yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur iodium secara terus

menerus, dalam jangka waktu yang relatif lama (Depkes, 2000).

Zat iodium adalah zat kimia yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk

menghasilkan hormon thyroid. Hormon ini diproduksi oleh dua buah kelenjar

gondok yang terletak di leher bagian depan di bawah dagu. Hormon ini diangkut

oleh darah ke seluruh tubuh untuk mengatur proses kimiawi yang terjadi dalam

sel-sel berbagai organ tubuh termasuk sel-sel otak dan susunan syaraf pusat.

Selain berfungsi dalam metabolisme energi, iodium juga sangat berpengaruh

dalam perkembangan otak dan sistem susunan syaraf (Soekirman, 2000).

Definisi lain menyebutkan bahwa penyakit gondok atau nama ilmiahnya

struma simplex adalah salah satu manifestasi gambaran penyakit kekurangan zat

iodium yang terjadi karena kekurangan hormon thyroid yang dihasilkan kelenjar

thyroid (Sediaoetama, 1993).

Prevalensi GAKI dan Cara Penentuan

Prevalensi GAKI diukur dengan mengukur pembesaran kelenjar gondok

yang dapat dilakukan dengan palpasi. Tingkat keparahan GAKI dapat diukur

dengan derajat pembesaran hasil palpasi, dengan kriteria sebagai berikut :

Grade 0 : apabila tidak terlihat atau teraba artinya tidak ada gondok.

Grade 1A : apabila pembesaran gondok lebih besar dari ibu jari.

Grade 1B : gondok membesar dan dapat dilihat pada posisi kepala

menengadah ke atas.

Grade 2 : gondok kelihatan nyata membesar dengan posisi leher biasa.

Grade 3 : gondok membesar dan kelihatan dari jarak 10 meter.

Grade 2 dan 3 keduanya disebut gondok yang nyata (Visible Goitre). Bila semua

grade dijumlahkan (1A+1B+2+3) disebut gondok total (Total Goitre), dan angka

prevalensinya disebut TGR (Total Goitre Rate) (Soekirman, 2000).

Total Goitre Rate (TGR) adalah angka prevalensi gondok yang dihitung

berdasarkan seluruh stadium pembesaran kelenjar gondok, baik yang teraba

(palpable) maupun yang terlihat (visible). TGR digunakan untuk menentukan tingkat endemisitas GAKI (Depkes, 2000). Pengukuran lain yang dianggap lebih

(27)

mengukur kadar iodium dalam urine dapat diperkirakan kadar iodium dalam

makanan yang baru dikonsumsi. Klasifikasi kadar iodium dalam urine dalam

populasi adalah sebagai berikut :

- Median 100 – 200 mikrogram/liter : normal

- Median 50 – 99 mikrogram/liter : ringan

- Median 20 – 49 mikrogram/liter : sedang

- Median < 20 mikrogram/liter : berat.

Bila dirinci menurut keparahan GAKI, di Indonesia diperkirakan masih

terdapat 3.8 juta orang (18.8 %) menderita GAKI ringan, 8.2 % menderita GAKI

sedang, dan 4.5 % menderita GAKI berat (Soekirman, 2000).

Hasil survei pemetaan GAKI nasional 1998 menunjukkan bahwa 9.8 %

anak usia sekolah menderita GAKI. Disamping itu diketahui pula terdapat 354

kecamatan endemik GAKI berat, 299 kecamatan endemik GAKI sedang dan

1169 kecamatan endemik GAKI ringan (Depkes & WHO, 2000).

Klasifikasi Endemik GAKI

Daerah endemik GAKI (selanjutnya disebut daerah GAKI) adalah daerah

dimana penduduknya mengalami pembesaran kelenjar gondok dengan klasifikasi

sebagai berikut (Soekirman, 2000):

a. Daerah endemik GAKI berat : bila TGR ≥ 30.0 %

b. Daerah endemik GAKI sedang : bila TGR 20.0 – 29.9 %

c. Daerah endemik GAKI ringan : bila TGR 5.0 – 19.9 %

d. Daerah non endemik : bila TGR < 5.0 %.

Pengaruh Hormon Tiroid Pada Sistem Saraf

Pada hipotiroid, pergerakan lamban dan kadar protein dalam cairan otak

meningkat. Sebagian efek hormon tiroid terhadap otak mungkin bersifat

sekunder terhadap meningkatnya kepekaan terhadap katekolamin yang diikuti

dengan peningkatan aktivitas “sistem retikularis” barrier darah otak tidak

berkembang pada saat lahir dan hormon tiroid mempunyai efek nyata pada

perkembangan otak. Pada bayi hipotiroid, sinaps-sinaps berkembang tidak

normal, mielinisasi terganggu, dan perkembangan mental terhambat. Perubahan

mental adalah irreversibel bila terapi pengganti tidak dimulai segera setelah lahir.

Hormon tiroid juga menunjukkan pengaruhnya terhadap susunan saraf tepi, dan

waktu untuk timbulnya reaksi terhadap refleks peregangan memanjang pada

(28)

Konsumsi Iodium dalam Tubuh

Kebutuhan iodium seseorang dipengaruhi beberapa faktor antara lain

umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Secara umum dalam Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi VI (1998) kebutuhan iodium per hari sekitar 1-3 μg per

Kg BB. Perkiraan kecukupan yang dianjurkan sekitar 40–120 μg per hari untuk

anak sampai usia 10 tahun dan 150 μg per hari untuk orang dewasa, dan untuk

ibu hamil dan menyusui dianjurkan tambahan masing-masing 25 μg per hari

(Depkes, 1998).

Faktor Penyebab GAKI

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya GAKI antara lain :

1. Defisiensi Iodium dalam Makanan

Rendahnya konsumsi iodium pada masyarakat sangat dipengaruhi oleh

tempat tumbuhnya bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Bahan

makanan yang tumbuh pada daerah yang tanahnya miskin akan iodium maka

bahan makanan yang dihasilkan juga miskin iodium. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kandungan iodium dalam tanah antara lain:

a. Faktor Geografis

Rendahnya kandungan iodium dalam tanah secara geografis disebabkan

oleh adanya erosi yang menyebabkan iodium terkikis, tanah sarang (tanah

lahar, kapur) yang tidak dapat menyimpan air, sehingga air bersama iodium

yang larut di dalamnya akan meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam. Hal

tersebut menyebabkan akar tanaman pangan dan sayuran tidak dapat

menjangkaunya sehingga kadar iodium dalam tanaman itu akan rendah pula.

Disamping itu eksploitasi tanah yang berlebihan dan pencemaran limbah tanah

pertanian yang berat menyebabkan tanah menjadi terlalu asam atau basa

(Hetzel dalam Bambang, Merryana, & Inong, 2001)

b. Faktor non-Geografis

Rendahnya kandungan iodium dalam makanan di suatu daerah dapat

disebabkan oleh rendahnya kandungan iodium tanah di daerah lain akibat dari

daerah tersebut bahan makanan sehari-harinya sangat tergantung pada

daerah yang minim iodium. Daerah importer ini biasanya adalah daerah

pinggiran kota yang tanah pertaniannya mengalami penyempitan karena

(29)

2. Zat Goitrogenik dalam Makanan

Menurut Winarno (1997) goitrin merupakan senyawa anti tiroid, terdapat

pada tanaman dalam bentuk calon (precursor) yang disebut progoitrin yang

dapat berubah menjadi bahan goitrin dengan pertolongan enzim. Bahan ini

terdapat pada bahan makanan seperti kol dan sebangsa kubis lainnya. Pada

umumnya bahan ini mudah rusak akibat pemanasan. Bahan makanan yang

banyak dikonsumsi di negara berkembang yang bersifat goitrogenik adalah

singkong yang kadar sianidanya bervaiasi antara 70 mg – 400 mg per kg

bahan, sedangkan batas aman sianida menurut FAO/WHO adalah kurang dari

10 mg per 100 gr bahan mentah.

Kadar sianida dalam sayuran dapat dikurangi lebih banyak dengan cara

direbus. Cara rebus dapat menghilangkan kadar sianida hingga 100 %.

Dengan cara tumis atau kukus sisa kadar sianida masih sekitar 60-90 %. Cara

lainnya adalah dalam pengolahan bahan diiris tipis-tipis lalu direbus. Mayun, et

al. (1996) dalam Depkes (1998) dalam penelitiannya tentang pengaruh cara

pemasakan terhadap kandungan asam sianida dan zat gizi ubi kayu

melaporkan bahwa daun ubi kayu jenis karet kadar asam sianida dan vitamin

C-nya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kuning atau putih. Kadar

sianida ketiga jenis daun ubi kayu tersebut berturut-turut 388.33 mg, 80.66 mg

dan 85.14 mg. Kadar vitamin C 508.78 mg, 430.72 mg dan 325.56 mg,

sedangkan kadar protein dari ketiga jenis tersebut tidak berbeda bermakna.

Berdasarkan hasil penelitian ini juga disarankan dalam menghidangkan daun

ubi kayu sebaiknya dipilih jenis putih dan kuning, cara memasaknya dengan

direbus kemudian airnya ditiriskan.

3. Konsumsi Garam

Garam beriodium adalah garam natrium klorida (NaCl) yang diproduksi

melalui proses iodisasi yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan

mengandung iodium antara 30-80 ppm untuk konsumsi manusia atau ternak,

pengasinan ikan dan bahan penolong industri kecuali pemboran minyak, chlor

alkali plan (CAP) dan industri kertas pulp. SNI garam konsumsi diterapkan

secara wajib terhadap produsen dan distributor sesuai dengan Kepres no 69

tahun 1994 tentang pengadaan garam beriodium untuk melindungi kesehatan

(30)

Dampak GAKI

Pada ibu hamil penderita GAKI berat untuk kurun waktu lama, dampak

buruk mulai terlihat pada kehamilan trimester II tetapi masih dapat diperbaiki

dengan suplemen zat iodium. Bila terjadi pada kehamilan tua dampak buruknya

tidak dapat diperbaiki. Artinya kelainan yang terjadi pada janin atau bayi akan

bersifat permanen sampai dewasa. Dampak buruknya antara lain keguguran,

lahir mati, lahir cacat, kretin, kelainan psikomotor dan kematian bayi. Pada usia

sekolah dan orang dewasa GAKI dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar

gondok, cacat mental dan fisik.

Dampak buruk GAKI tingkat ringan ternyata lebih mengejutkan. Pada

tingkat ini sudah terjadi kelainan perkembangan sel-sel saraf yang

mempengaruhi kemampuan belajar anak, seperti ditunjukkan dengan rendahnya

IQ anak penderita GAKI. Perkembangan sel otak terjadi dengan pesat pada janin

dan anak sampai usia 2 tahun, karena itu ibu hamil penderita GAKI meskipun

hanya pada tahap ringan, dapat berdampak buruk pada perkembangan saraf

motorik dan kognitif janin yang berkaitan dengan kecerdasan anak (Soekirman,

2000).

Secara ringkas UNICEF menggambarkan dampak GAKI dalam suatu

piramida. Sebanyak 1-10 % sebagai puncak gunung es (yang kelihatan) adalah

dampak fisik dalam bentuk kretin dan pembesaran kelenjar gondok, sedangkan

dibawahnya (5–30 %) sedikit tersembunyi tetapi apabila diperhatikan dengan

seksama mereka sudah menderita gondok tingkat sedang dan ringan (1A dan

1B) dan pengurangan tingkat kecerdasan, dan bagian kaki piramida sebesar

30-70 % adalah dampak GAKI yang tersembunyi yaitu kerusakan sel-sel otak,

hilangnya produktivitas kerja dan gangguan metabolisme energi.

Usaha Pencegahan dan Penanggulangan GAKI

Kegiatan penanggulangan GAKI yang dilakukan oleh pemerintah antara

lain :

1. Penanggulangan Jangka Panjang

Berbagai upaya jangka panjang yang dilakukan oleh pemerintah sejak

tahun 1970-an adalah fortifikasi zat iodium dalam garam, tetapi baru

beberapa tahun menunjukkan hasilnya. Dari hasil survei garam 1996-1998

diketahui bahwa 65 % garam di Indonesia telah mengandung iodium sesuai

dengan peraturan pemerintah. Program fortifikasi ini dikatakan berhasil bila

(31)

zat iodium dalam takaran (dosis) yang disyaratkan yaitu 30-80 ppm (part per

million) atau 30-80 miligram dalam 1 kilogram garam. Program jangka

panjang lainnya yang dilakukan pemerintah untuk penanggulangan GAKI

pada daerah endemik berat adalah dengan memasukkan zat iodium ke

dalam air minum. Suatu larutan zat Iodium (KIO3) yang pekat diteteskan

langsung dengan aturan tertentu pada tempat air minum seperti tempayan,

bak penyimpanan air namun masih sebatas penelitian.

2. Penanggulangan Jangka Pendek

Upaya jangka pendek yang dilakukan oleh pemeintah berupa

pemberian kapsul minyak beriodium pada daerah GAKI sedang dan

berat. Dosis pemberian kapsul iodium tersebut adalah sebagai berikut

(Depkes, 2000) :

a. Pada Daerah GAKI Sedang :

Wanita Subur : 2 kapsul/tahun

Ibu Hamil : 1 kapsul/tahun

Ibu Meneteki : 1 kapsul/tahun

b. Pada Daerah GAKI Berat :

Wanita Subur : 2 kapsul/tahun

Ibu Hamil : 1 kapsul/tahun

Ibu Meneteki : 1 kapsul/tahun

Anak SD (kelas 1-6) : 1 kapsul/tahun.

Karakteristik Keluarga Tingkat Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat konsumsi, dimana

tingkat pendidikan yang cukup tinggi biasanya mempunyai kemampuan dalam

menyusun ataupun pengadaan bahan makanan dalam rangka pemenuhan

kebutuhan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kemampuan tersebut erat

kaitannya dengan kebiasaan makan individu atau keluarga yang dipelajari sejak

dini dan pengetahuan gizi (Suhardjo, 2003).

Peran orangtua dalam rumahtangga sangat penting dalam membentuk

kebiasaan makan keluarga, terutama peran ibu rumahtangga. Ibu rumahtangga

harus menguasai pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan, sehingga

dapat melatih kebiasaan makan yang sehat kepada anak-anaknya sedini

(32)

dikuasai untuk memperoleh makanan yang sehat dan sesuai dengan standar

(Nasoetion & Riyadi, 1994).

Pendapatan Keluarga

Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan paling sedikit selama satu

jam dalam satu minggu dengan maksud memperoleh atau membantu

memperoleh penghasilan atau keuntungan. Pekerjaan orangtua berkaitan erat

dengan pendapatan yang didapatkan oleh keluarga dan menjadi faktor penting

bagi kemampuan daya beli pangan keluarga (Sayogyo, 1986). Seorang ibu

rumahtangga yang bekerja cenderung mempunyai waktu yang sedikit untuk

memperhatikan konsumsi keluarga (Sanjur, 1981).

Rendahnya pendapatan merupakan rintangan lain yang menyebabkan

orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan (Sayogyo,

1986). Namun terdapat keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan

cukup akan tetapi sebagian anaknya menderita gizi kurang. Hal ini karena belum

adanya perencanaan pengeluaran keluarga sehingga hasilnya belum

memuaskan. Masalah lainnya yang sering ditemui adalah keluarga mampu

menyediakan bahan makanan yang cukup untuk keluarga tetapi keterampilan

dalam mengolah bahan makanan tersebut kurang memenuhi syarat, sehingga

zat gizi yang dihasilkan dari bahan makanan tersebut kurang memenuhi

kebutuhan zat gizi keluarga. Pengukuran pendapatan menggunakan klasifikasi

ukuran kemiskinan Sayogyo adalah, cukup atau tidak miskin apabila pendapatan

≥ 320 kg beras/tahun, dikatakan kurang atau miskin apabila pendapatan < 320

kg beras/tahun, sedangkan menurut BPS Propinsi Sulawesi Utara tahun 2006,

keluarga dikatakan miskin jika pendapatan perbulan kurang dari Rp 400.000,- .

Suhardjo (1986) menyatakan bahwa pada umumnya jika pendapatan

naik, jumlah dan jenis makanan cenderung meningkat pula. Peningkatan

pendapatan perorangan akan menyebabkan perubahan dalam susunan

makanan. Namun pengeluaran uang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin

lebih beragamnya konsumsi.

Pola Konsumsi dan Kebiasaan Makan

Pola makan menurut Hong dan Kardjati (1989) adalah berbagai informasi

yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang

dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok

masyarakat tertentu. Dapat dikatakan pula bahwa kebiasaan makan adalah

(33)

makanan-makanan yang tersedia, dan didasarkan kepada faktor-faktor sosial

dan budaya di mana mereka hidup.

Tingkat konsumsi makanan merupakan macam dan jumlah bahan

makanan yang dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu waktu tertentu. Tingkat

konsumsi makanan ini merupakan penerapan pola konsumsi makan yaitu

susunan jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh seseorang atau

sekelompok orang berupa makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah-buahan,

dan susu. Dalam susunan menu ini mengandung energi, protein, karbohidrat,

vitamin dan mineral yang sesuai dengan kecukupan gizi yang dianjurkan.

Suhardjo (1989) menegaskan pula bahwa pola makan suatu negara atau daerah

tertentu, umumnya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang

telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang.

Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis,

dan frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan

merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Konsumsi

pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang,

dengan demikian diharapkan konsumsi pangan yang beraneka ragam dapat

memperbaiki mutu gizi makanan seseorang. Tiap-tiap jenis pangan atau

makanan mempunyai cita rasa, tekstur, bau, campuran zat gizi dan daya cerna

masing-masing.

Oleh sebab itu tiap-tiap jenis komoditi dapat memberikan sumbangan zat

gizi yang unik (Suhardjo, 1989). Di negara-negara berkembang konsumsi iodium

paling banyak diperoleh dari makanan yang berasal dari laut mengingat air laut

mengandung iodium tinggi. Oleh karena itu bahan makanan seperti rumput laut,

ikan, kepiting, udang dan tanaman yang ada didekat laut merupakan sumber

yang baik akan iodium, selain itu konsumsi iodium juga dapat diperoleh dari

garam yang telah difortifikasi iodium dan air (Muchtadi, 1992).

Status Gizi Pengertian

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat penyerapan, pemakaian

dan penggunaan makanan. Makanan yang memenuhi kebutuhan tubuh akan

zat-zat gizi umumnya menghasilkan status gizi yang memuaskan. Kekurangan

dan kelebihan zat gizi esensial dalam makanan untuk waktu lama di sebut gizi

(34)

Gizi normal adalah suatu keadaan sebagai akibat adanya keseimbangan

antara kebutuhan akan zat gizi untuk kelangsungan kehidupan, pertumbuhan

dan pemeliharaan fungsi normal tubuh (Suhardjo, 1986). Status gizi dan

kesehatan anak sekolah sangat penting artinya sebagai gambaran keadaan gizi

anak untuk dapat digunakan dalam meningkatkan program UKS (Lamid, 1992).

Penilaian Status Gizi

Antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Penilaian status gizi yang umum digunakan di Indonesia adalah pengukuran

antropometri. Pengukuran antropometri ini dibedakan menjadi dua bagian yaitu :

1. Ukuran Linier adalah pengukuran antropometri dengan menggunakan

parameter tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB), lingkar dada (LD) dan

lingkar kepala (LK). Parameter ini digunakan untuk menilai keadaan gizi

seseorang pada masa lampau.

2. Ukuran masa jaringan adalah pengukuran antropometri dengan

menggunakan parameter berat badan (BB), lingkar lengan atas (LILA), indek

masa tubuh (IMT) dan tebal lemak dibawah kulit (TLBK). Parameter ini

digunakan untuk menilai status gizi seseorang pada saat dilakukan

pengukuran.

Pengukuran antropometri sangat umum digunakan untuk menilai status gizi

didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut :

a. Pertumbuhan dan perkembangan badan mencerminkan kecukupan gizi dan

kesehatan.

b. Bila pertumbuhan dan perkembangan badan baik berarti anak itu mendapat

cukup zat gizi.

c. Bila zat gizi kurang, anak menderita KEP, cadangan tubuh digunakan (lemak

atau protein) akibatnya tubuh tampak kurus dan ototnya tipis.

d. Apabila berlangsung lama dan disertai dengan kekurangan zat gizi lain,

mengakibatkan pertumbuhan terhambat, badannya pendek, badannya kecil,

Lingkar dada/kepala juga kecil dibandingkan anak yang normal.

Penilaian status gizi baik langsung maupun tidak langsung dapat

digunakan secara terpisah ataupun secara bersama-sama tergantung metode

yang akan dipakai, biaya dan fasilitas yang tersedia serta tujuan yang hendak

dicapai. Namun dengan mengkombinasikan kedua penilaian di atas dan

(35)

keadaan yang lebih jelas mengenai status gizi masyarakat (Roedjito, 1987).

Berat badan memberikan gambaran konstitusi tubuh atau masa jaringan dan

sering digunakan untuk menilai pertumbuhan berat badan, berat badan tersebut

sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu, karena sangat mudah dipengaruhi oleh

keadan yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Dengan demikian berat

badan baik dalam hubungannya dengan tinggi badan maupun umur memberikan

gambaran status gizi masa kini. Sedangkan tinggi badan tidak begitu

terpengaruh oleh perubahan keadaan yang terjadi dalam waktu singkat. Tinggi

badan juga merupakan indikator yang baik untuk status energi dan protein masa

lalu (Handajani, 1994).

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan

dalam penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.

Hasil pengukuran tinggi badan terhadap berat badan yang akurat, menjadi tidak

berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.

Dalam menginterpetasikan atau memantau pertumbuhan anak dari waktu

ke waktu diperlukan suatu baku antropometri. Hingga saat ini nilai ambang batas

(Cut of Point) diekspresikan dalam tiga cara yaitu %tase terhadap median, %til dan unit simpang baku (SD) (Aritonang, 1996). Tinggi badan merupakan ukuran

antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam

keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur.

Tinggi badan menurut umur tidak sensitif terhadap defesiensi gizi dalam jangka

pendek, sehingga pengaruh defesiensi gizi terhadap tinggi badan akan muncul

setelah beberapa waktu yang cukup lama, seperti pada GAKI. Status gizi

diperoleh dengan mengukur IMT per umur anak, kemudian dibandingkan data

referensi NCHS/WHO berdasarkan persentil pada umur yang sama dengan

kriteria;

1. Kurus atau IMT/U rendah : < persentil ke-5

2. Berisiko overweight : ≥ persentil ke-85

Berbagai penelitian yang pernah dilakukan terhadap anak sekolah baik di

kota maupun di pedesaan di Indonesia, didapatkan kenyataan bahwa pada

umumnya berat badan dan tinggi badan rata-rata anak sekolah dasar ini berada

di bawah ukuran normal. Tidak jarang pula pada anak-anak ini ditemukan adanya

tanda-tanda penyakit gizi, baik dalam bentuk ringan maupun dalam bentuk agak

(36)

Prestasi Belajar Pengertian

Prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku karena memperoleh

pengalaman belajar berupa pengetahuan. Prestasi belajar menggambarkan

penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan. Untuk mengetahui

seberapa jauh materi pelajaran tersebut dikuasai dan dipahami siswa , dilakukan

evaluasi hasil belajar. Melalui evaluasi belajar juga dapat diketahui apakah

proses belajar mengajar telah berjalan secara efektif. Beberapa kegiatan yang

dapat dilakukan guru untuk mengetahui prestasi belajar anak adalah mengajukan

pertanyaan secara lisan, memberikan pekerjaan rumah, memberikan tes tertulis

dan penampilan aktual dari tugas keterampilan (Hawadi, 2001).

Soemantri (1978) dalam Supriyadi (1995) menyebutkan bahwa prestasi

belajar dapat diukur melalui skor prestasi belajar dari beberapa mata pelajaran.

Beberapa mata pelajaran tersebut meliputi PMP, Bahasa Indonesia, Matemátika,

IPA, dan IPS. Dari kelima mata pelajaran tersebut sudah dapat diperoleh

gambaran nilai kognitif anak, dan hasil pengukurannya dinyatakan dalam angka.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat berasal

dari dalam dirinya (faktor internal) dan dari luar dirinya (faktor eksternal). Faktor

internal meliputi:

a. Kemampuan intelektual. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya

korelasi positif dan cukup kuat antara taraf intelegensi dengan prestasi

belajar, yaitu sebesar 0.70.

b. Minat. Pada umumnya seseorang akan merasa senang melakukan sesuatu

sesuai dengan minatnya.

c. Bakat. Bakat merupakan kapasitas untuk belajar, oleh karena itu baru

terwujud ketika mendapatkan latihan.

d. Sikap. Seseorang akan menerima atau menolak sesuatu berdasarkan

peneilaiannya terhadap suatu obyek.

e. Motivasi berprestasi. Semakin tinggi motivasi seseorang, maka semakin baik

prestasi yang akan diraihnya.

f. Konsep diri. Konsep diri menunjukkan bagaimana seseorang memandang

dirinya serta kemampuan yang ia miliki. Siswa yang memiliki konsep diri yang

(37)

g. Sistem nilai. Sistem nilai merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang

tentang cara bertingkah laku dan kondisi akhir dari yang diinginkannya.

Sistem niali yang dianut dapat mempengaruhi dan menentukan motivasi,

gaya hidup, dan tindakan seseorang.

Faktor eksternal meliputi:

a. Lingkungan sekolah. Hal-hal yang mempengaruhi prestasi siswa di sekolah

adalah keadaan fisik sekolah, fisik ruangan, kelengkapan alat pelajaran,

disiplin sekolah, metode belajar mengajar serta hubungan antara siswa

dengan guru. Beberapa peneltian membuktikan bahwa ada hubungan positif

antara sikap guru dan pelajaran dengan prestasi beljar siswa.

b. Lingkungan keluarga. Hal-hal yang mempengaruhi prestasi siswa dari

keluarga adalah hubungan siswa dengan anggota keluarganya, ukuran

besarnya keluarga, bentuk keluarga, pendidikan orangtua, dan keadaan

ekonomi keluarga.

c. Lingkungan masyarakat. Hal ini berupa kegiatan-kegiatan yang diikuti oleh

siswa seperti klub olahraga, karang taruna dan lainnya (Hawadi, 2001).

Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar

Status gizi yang buruk pada masa anak-anak, terutama ketika pada

perkembangan otak sedang berlangsung dengan cepat, dapat menyebabkan

cacat menetap antara lain gangguan pada perkembangan intelektualitas.

Keadaan gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan

anak. Keadaan gizi seseorang dipengaruhi oleh keadaan makanan yang

dimakannya. Makanan yang bergizi dapat membuat seseorang lebih berprestasi

dalam hal kemampuan belajar di sekolah (Nasoetion & Riyadi 1994).

Pertumbuhan dan perkembangan anak akan terganggu karena menderita

sakit, kurang gizi atau menderita anemia. Keadaan ini mempengaruhi proses

belajar, yang lebih lanjut akan mengurangi konsentrasi dan prestasi belajar

disekolah (Lamid, 1992). Perut lapar pada umumnya dianggap sebagai

penyebab kelesuan, apatis, dan ketidakmampuan mencurahkan perhatian.

Secara mental dan fisik anak akan lesu dan karena itu mendapat kesukaran

dalam menunjukan perhatian di dalam kelas. Anak yang mengalami gizi kurang

menjadi terbelakang, dan sering sekali sampai ia tidak sanggup lagi

(38)

Gizi kurang ikut berperan dalam penampilan anak yang kurang baik,

kemampuan yang rendah untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Sebagian besar penduduk di negara berkembang berbadan pendek karena

kurang gizi. Anak yang kurang gizi mengalami 20-30 % gangguan pertumbuhan

dibandingkan dengan anak yang gizinya baik. Anak yang kurang gizi berumur 9

tahun maka sama besarnya dengan anak-anak yang berumur 6-7 tahun. Hal ini

menunjukan bahwa orang-orang pendek dan kecil karena sebelumnya menderita

kurang gizi, kemampuan berprestasinya juga kecil.

Prestasi belajar murid sekolah dasar ditentukan oleh beberapa faktor

antara lain kualitas sekolah dan keadaan anak itu sendiri, dalam hal ini status gizi

anak tersebut (Lamid, 1992). Penelitian Puslitbang Gizi Bogor selama 25 tahun

terakhir telah membuktikan bahwa anak yang menderita gizi kurang akan

terbelakang intelektualnya sebanyak 10-20 skor IQ meskipun gizinya telah

diperbaiki, bahkan KEP ringan pun akan menimbulkan gangguan motorik dan

kognitif pada perkembangan selanjutnya (Kodyat, 1996).

Studi kasus anak sekolah dasar di kabupaten Bogor tentang kaitan indeks

prestasi dengan status gizi anak menggambarkan bahwa status gizi anak

sekolah menurut TB/U berkaitan dengan hasil belajar sebagaimana ditunjukan

nilai IP siswa, semakin rendah status gizi siswa maka semakin rendah nilai IP

mereka (Lamid, 1992).

Pada hipotiroidisme, pergerakan lamban dan kadar protein dalam cairan

otak meningkat. Sebagian efek hormon tiroid terhadap otak mungkin bersifat

sekunder terhadap meningkatnya kepekaan terhadap katekolamin, yang diikuti

dengan peningkatan aktivitas “sistem retikularis” barrier darah otak yang tidak

berkembang pada saat lahir dan hormon tiroid mempunyai efek nyata pada

perkembangan otak (Ganong, 1986). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Bleichordt et al., (1987) di daerah endemik di Las Hurdes Spanyol didapatkan

bahwa perkembangan mental anak di daerah kekurangan iodium lebih rendah

daripada anak di daerah non endemik. Pada anak 6-12 tahun terjadi penurunan

pada kemampuan bahasa, dengan lancar (verbal fluidity) dan kecepatan

(39)

KERANGKA PEMIKIRAN

Prestasi belajar sebagai variabel dependen dipengaruhi oleh faktor

keadaan kesehatan yang tercermin pada tingkat kehadiran siswa di sekolah dan

kebiasaan belajar siswa sehari–hari. Dalam hal ini status gizi sebagai salah satu

faktor yang mempengaruhi keadaan kesehatan. Rendahnya konsumsi pangan

atau kurang seimbangnya gizi makanan yang dikonsumsi dapat mengakibatkan

terhambatnya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, terjadinya penyakit

defesiensi gizi dan atau lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit

atau infeksi serta menurunnya aktivitas dan produktivitas kerja, seperti aktivitas

belajar pada anak sekolah.

Tingkat pendapatan keluarga, secara tidak langsung mempengaruhi

status gizi, karena tingkat pendapatan menggambarkan pola konsumsi pangan

sehari–hari dalam rumah tangga. Dalam hal ini besar keluarga berpengaruh

pada distribusi makanan dalam keluarga.

Keadaan lingkungan, dukungan keluarga dan ketersediaan fasilitas

belajar yang cukup, baik di sekolah maupun di rumah memiliki andil dalam

prestasi belajar anak. Faktor utama yang lain adalah tingkat kecerdasan (IQ)

yang dimiliki oleh masing–masing individu. Penurunan IQ dapat diakibatkan oleh

terjadinya GAKI, sehingga anak yang menderita GAKI akan mengalami

penurunan prestasi belajar. Penelitian Puslitbang Gizi Bogor selama 25 tahun

terakhir telah membuktikan bahwa anak yang menderita gizi kurang akan

terbelakang intelektualnya sebanyak 10-20 skor IQ meskipun gizinya telah

diperbaiki, bahkan KEP ringan pun akan menimbulkan gangguan motorik dan

kognitif pada perkembangan selanjutnya (Kodyat, 1996), selain penurunan IQ,

akibat GAKI lain adalah terjadinya penurunan tingkat kesehatan.

Data dari food frequency dapat menunjukkan seberapa sering tingkat

konsumsi iodium dan penyumbang zat goitrogen pada penderita GAKI. Status

atau tingkat keparahan GAKI dipengaruhi oleh tingkat konsumsi iodium dan zat

goitrogeniknya.

Status gizi diperoleh dengan cara pengukuran tinggi badan dan berat

badan kemudian dibandingkan dengan baku rujukan NCHS/WHO. Prestasi

belajar diukur dengan melihat nilai tiap bidang studi dibagi dengan nilai rata-rata

relatif dikali 100 % (semester ganjil) dari 5 bidang studi yaitu PPKN, Bahasa

(40)

Pola makan

- Jenis konsumsi iodium

- Frekuensi konsumsi iodium

Konsumsi Iodium dan Zat

Goitrogenik

GAKI

Status Gizi

Penurunan IQ

Status Kesehatan

Angka absensi Kebiasaan belajar

Prestasi Belajar

Lingkungan - Dukungan Keluarga

- Fasilitas Belajar TIDAK GAKI

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Diteliti

Karakteristik Contoh :

- Jenis Kelamin

- Umur

- Kelas

- Perilaku ayah:

Pengetahuan Sikap

Tindakan

Karakteristik Keluarga

- Pendidikan ayah

- Pendapatan ayah

- Pekerjaan ayah

(41)

METODOLOGI PENELITIAN

Rancangan Penelitian, Lokasi dan Waktu

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat cross sectional study untuk

membandingkan prestasi belajar anak yang menderita GAKI dengan yang tidak

menderita GAKI di daerah endemik berat. Lokasi penelitian dilakukan di Sekolah

Dasar Negeri 1 dan 2 Tribudaya yang terletak di desa Puasana dan Ulu Benua,

Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe pada bulan Juni sampai Juli Tahun

2007.

Penarikan Contoh

Jumlah contoh dalam penelitian ini sebanyak 72 siswa, yang terdiri dari

36 siswa penderita GAKI dan 36 siswa bukan penderita GAKI. Baik siswa

penderita GAKI dan bukan penderita GAKI dipilih secara random sampling,

dengan kriteria contoh adalah pelajar SD kelas 4, 5, dan 6 (umur 10-12 tahun)

yang berdomisili di desa Puasana dan Ulu Benua sekurangnya lima tahun,

karena dampak GAKI baru terlihat dalam jangka waktu yang cukup lama (3 – 5

tahun) ( Kartono, Muhilal, Untoro & Djokomoeljanto, 2007). Jumlah sampel

dihitung berdasarkan rumus estimasi proporsi dengan presisi mutlak :

n : jumlah contoh 36 penderita GAKI dan 36 contoh bukan penderita

2

10,6% provinsi Sulawesi Tenggara

d : Presisi yang diinginkan 10 %

Sumber : Sastroasmoro, 1995

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data primer meliputi :

- Karakteristik contoh dan keluarga contoh, diperoleh dengan wawancara dan

kuesioner.

- Data antropometri pelajar SD, berat badan, diukur dengan timbangan injak

detekto ketelitian 0,1 kg, tinggi badan diukur dengan menggunakan

microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.

(42)

- Data frekuensi dan jenis konsumsi bahan makanan sumber iodium dan zat

goitrogen, diperoleh dari wawancara dengan metode frekuensi pangan.

- Data status GAKI contoh, diperoleh dengan screening palpasi.

Data sekunder meliputi:

- Prestasi belajar contoh, diperoleh berdasarkan nilai relatif yaitu nilai rata-rata

(nilai harian + nilai akhir raport) tiap bidang studi dibagi dengan nilai rata-rata

kelas tiap bidang studi dikali 100 %.

- Angka absensi contoh, diperoleh dari daftar absen pelajar selama satu

semester.

- Keadaan umum desa, diperoleh dari kantor desa, kecamatan dan Dinas

Kesehatan.

Pengolahan dan Analisa Data

Setelah data terkumpul selanjutnya data diolah melalui proses editing dan

pengkodean sebelum dianalisis. Data pendidikan diukur menurut lama

pendidikan (dinyatakan dalam tahun). Data pendapatan keluarga contoh dibagi

menjadi dua kategori yaitu keluarga dengan pendapatan miskin apabila

pendapatan kurang dari Rp 400.000,- / bulan, sedangkan tidak miskin apabila

lebih dari Rp. 400.000,- / bulan (BPS Sultra, 2006).

Status gizi diperoleh dengan mengukur IMT per umur anak, kemudian

dibandingkan data referensi NCHS/WHO (1995) berdasarkan persentil pada

umur yang sama. dengan kriteria;

1. Kurus atau IMT/U rendah : < persentil ke-5

2. Berisiko overweight : ≥ persentil ke-85

Data frekuensi konsumsi bahan makanan sumber iodium dan bahan

makanan yang mengandung zat goitrogenik dikelompokkan dengan kategori:

1. Tidak pernah : 0

2. Kadang-kadang : 1 x/bulan – 1-2 x/minggu

3. Sering : 3-6 x/minggu - > 1 x/hari.

Status GAKI diukur dengan derajat pembesaran hasil palpasi, dengan

kriteria sebagai berikut :

Grade 0 : apabila tidak terlihat atau teraba artinya tidak ada gondok

Grade 1A : apabila pembesaran gondok lebih besar dari ibu jari

Grade 1B : gondok membesar dan dapat dilihat pada posisi kepala

menengadah keatas

(43)

Grade 3 : gondok membesar dan kelihatan dari jarak 10 meter.

Grade 2 dan 3 keduanya disebut gondok yang nyata (Visible Goitre). Bila

semua grade dijumlahkan (1A+1B+2+3) disebut gondok total (Total Goitre), dan

angka prevalensinya disebut TGR (Total Goitre Rate) (Soekirman, 2000).

Prestasi belajar contoh diperoleh berdasarkan nilai relatif yaitu nilai

rata-rata ( nilai harian + nilai akhir raport )dari nilai tiap bidang studi dibagi dengan

nilai rata-rata kelas tiap bidang studi dikali 100 %, dengan kriteria baik (≥ Nilai

rata – rata kelas) dan kurang baik (< Nilai rata – rata kelas ). Angka absensi

contoh, diperoleh dari daftar absen pelajar selama satu semester, dikriteriakan

menjadi tidak pernah (0), sedang ( 1-3 hari ), sering ( > 3 hari ).

Setelah mengalami proses pengolahan, data-data tersebut dianalisis

secara deskriptif dengan menggunakan SPSS versi 11.5 for window Data

antropometri diolah dengan menggunakan software Gizi Comp (Puslitbang Gizi

dan Makanan, Depkes RI versi Desember 2005).Hubungan antar variabel status

GAKI, angka absensi, frekuensi konsumsi bahan makanan sumber iodium dan

zat goitrogenik dengan prestasi belajar dan status gizi dengan status GAKI diuji

dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman, sedangkan untuk komparasi

prestasi belajar anak yang menderita GAKI dengan yang tidak menderita GAKI

dilakukan uji stastistik dengan Uji t, dan pengaruh frekuensi makanan sumber

iodium dan zat goitrogenik terhadap status GAKI diuji dengan regresi linier

(44)

Definisi Operasional

Karakteristik contoh adalah pelajar SD kelas 4 - 6 (umur 10-12 tahun) yang berdomisili di desa Puasana dan Ulu Benua selama paling kurang lima

tahun.

Karakteristik keluarga adalah keragaan keluarga yang ditunjukan oleh tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan.

Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan kepala keluarga, yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Pola makan adalah cara contoh mengkonsumsi pangan yang meliputi frekuensi dan konsumsi jenis bahan makanan sumber iodium dan zat goitrogenik.

Status Gizi adalah keadaan gizi contoh berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur.

Status GAKI adalah keadaan pembesaran kelenjar gondok yang dapat dilakukan dengan palpasi.

Angka Absensi adalah ketidakhadiran contoh di sekolah selama dalam semester penelitian.

Prestasi Belajar adalah nilai yang diambil berdasarkan nilai relatif yaitu nilai rata-rata ( nilai harian + nilai akhir raport ) dibagi dengan nilai rata-rata

kelas tiap bidang studi dikali 100 % diambil dari 5 mata pelajaran (Bahasa

Indonesia, PPKN, IPS, IPA, Matematika ).

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Desa Puasana dan Desa Ulu Benua terletak + 30 Km dari Ibu Kota

Kabupaten Kendari (yang sekarang berubah menjadi Kabupaten Konawe) dan

17 Km di sebelah utara kota Kecamatan Pondidaha (yang sekarang berubah

menjadi Kecamatan Amonggedo). Kedua Desa ini sebelumnya merupakan satu

desa dengan nama Desa Tribudaya dengan latar belakang 3 budaya yaitu Jawa,

Bali dan Lombok. Dalam pembahasan selanjutnya penyebutan kedua desa ini

adalah dengan sebutan Desa Tribudaya.

Desa ini adalah desa transmigrasi sejak tahun 1981. Kedua Desa ini

merupakan daerah dataran tinggi dengan luas daerah keseluruhan kurang lebih

10.000 Ha, dan terdiri atas 5 % daerah pemukiman dan fasilitas lainnya, 20 %

areal persawahan, 15 % areal perkebunan dan 60 % merupakan hutan lindung.

Kepadatan penduduk mencapai 6,4 jiwa/Ha dengan tingkat pertumbuhan

penduduk sekitar 0,03 %. Jumlah penduduk Desa Puasana dan Ulu Benua

mencapai 3.176 jiwa. Adapun distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi penduduk menurut kelompok umur dan jenis

Desa Puasana Desa Ulu Benua

Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

(jiwa)

Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

(jiwa)

Laki Perempuan Laki Perempuan

n % n % n % n % n % n %

752 100.0 762 100.0 1514 100.0 833 100.0 829 100.0 1662 100.0

Sumber Data : Monografi Desa Puasana dan Ulu Benua tahun 2007

Secara fisik geografis, kehidupan masyarakat di kedua desa ini lekat

dengan kehidupan pertanian (85 %) yang telah menjadi pokok mata pencaharian

(Tabel 2). Prasarana ekonomi yang tersedia di Desa Tribudaya belum baik,

(46)

beberapa jenis angkutan, baik penumpang maupun barang, sehingga akses ke

fasilitas umum (pasar, puskesmas) masih terganggu.

Tabel 2. Distribusi penduduk menurut mata pencaharian ayah

No. Mata Pencaharian Desa Puasana Desa Ulu Benua

n % n %

Sumber : Monografi Desa Puasana dan Ulu Benua Tahun 2007

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Puasana dan Ulu Benua sebagian

besar adalah tamat SD, meskipun begitu masih terdapat penduduk dengan buta

aksara (Tabel 3) .

Tabel 3. Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan formal

No. Tingkat

Pendidikan

Desa Puasana Desa Ulu Benua

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan

n % n % n % n %

Jumlah 442 100.0 353 100.0 356 100.0 308 100.0

Sumber Data : Monografi Desa Puasana dan Ulu Benua tahun 2007

Karakteristik Contoh dan Keluarga Contoh

Contoh yang merupakan anak usia sekolah adalah salah satu kelompok

masyarakat yang sangat rawan terhadap dampak kekurangan iodium (GAKI).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (65.3 %) berjenis

kelamin laki-laki. Usia contoh berkisar antara 10 – 12 tahun dengan sebagian

besar contoh (63.9 %) berusia 10 tahun.

Hampir semua ayah contoh bekerja sebagai petani, yaitu sebesar 93.1 %.

Hanya sebagian kecil yang bekerja sebagai pedagang, PNS, dan wiraswasta.

Pendidikan ayah contoh beragam mulai dari SD sampai SMA. Sebesar 38.9 %

ayah contoh memiliki tingkat pendidikan SD, sedangkan ayah contoh yang

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Distribusi    penduduk     menurut   kelompok   umur   dan   jenis
Tabel 3.  Distribusi   penduduk   menurut    tingkat  pendidikan  formal   Desa Puasana Desa Ulu Benua
Tabel 6. Distribusi   contoh menurut pendapatan orang tua dan status   GAKI
+6

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam melakukan Brain Gym adalah Edu-K (Educational kinosiology) atau pelatihan gerakan yakni melakukan gerakan yang bisa merangsang seluruh bagian otak

Apabila dikemudian hari ternyata melanggar atau pernyataan ini tidak benar maka saya siap menerima segala konsekuensinya sesuai dengan hukum yang berlaku..

1) Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan

28 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR (Measles Rubella) Produk Dari SII (Serum Institute of India) Untuk Imunisasi, hlm.. Sedangkan untuk

“Dulu, saya kurang lancar dalam membaca AL-Qur‟an, banyak diantara teman-teman yang juga ikut kegiatan tahsin ada juga yang mengikuti selama satu bulan karena sudah bagus

Proses penetapan standar mutu bidang penelitian dilakukan oleh pihak Pimpinan IAIN Lhokseumawe melalui Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) dan Lembaga Penelitian dan

Jumlah siswa yang tuntas belajar : 26 orang Prosentase jumlah siswa yang telah tuntas belajar 74, 28% BQ. Perlu perbaikan secara klasikal untuk nomor

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena Kasih dan Anugrah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas,