K
K
Ka
a
a
j
ji
j
i
ia
a
a
n
n
n
U
U
Um
m
mu
u
u
r
r
r
S
S
S
i
i
i
m
m
m
p
p
p
a
an
a
n
n
S
S
S
o
o
o
p
p
p
D
D
D
a
a
a
u
u
u
n
n
n
T
T
T
o
o
o
r
r
r
b
b
b
a
a
a
n
n
n
g
g
g
u
u
u
n
n
n
(
((CCCooollleeeuuusssaaammmbbboooiiinnniiicccuuusssLLLooouuurrr)))
D
D
D
a
a
a
n
n
n
P
P
P
e
e
e
r
r
r
h
h
h
i
i
i
t
t
t
u
u
u
n
n
n
g
g
g
a
a
a
n
n
n
M
Mi
M
i
ig
g
gr
r
ra
a
a
s
s
s
i
i
i
T
T
T
o
o
o
t
t
t
a
a
a
l
l
l
K
Ke
K
e
em
m
ma
a
a
s
sa
s
a
a
n
n
n
n
n
n
y
ya
y
a
a
Oleh :
D
D
e
e
v
v
i
i
M
M
a
a
r
r
l
l
i
i
n
n
a
a
F
F3344110033003377
2007
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
K
K
a
a
j
j
i
i
a
a
n
n
U
U
m
m
u
u
r
r
S
S
i
i
m
m
p
p
a
a
n
n
S
S
o
o
p
p
D
D
a
a
u
u
n
n
T
T
o
o
r
r
b
b
a
a
n
n
g
g
u
u
n
n
(
Coleus amboinicus
Lour)
D
D
a
a
n
n
P
P
e
e
r
r
h
h
i
i
t
t
u
u
n
n
g
g
a
a
n
n
M
M
i
i
g
g
r
r
a
a
s
s
i
i
T
T
o
o
t
t
a
a
l
l
K
K
e
e
m
m
a
a
s
s
a
a
n
n
n
n
y
y
a
a
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
D
D
e
e
v
v
i
i
M
M
a
a
r
r
l
l
i
i
n
n
a
a
F
F3344110033003377
2007
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
K
K
a
a
j
j
i
i
a
a
n
n
U
U
m
m
u
u
r
r
S
S
i
i
m
m
p
p
a
a
n
n
S
S
o
o
p
p
D
D
a
a
u
u
n
n
T
T
o
o
r
r
b
b
a
a
n
n
g
g
u
u
n
n
(
Coleus amboinicus
Lour)
D
D
a
a
n
n
P
P
e
e
r
r
h
h
i
i
t
t
u
u
n
n
g
g
a
a
n
n
M
M
i
i
g
g
r
r
a
a
s
s
i
i
T
T
o
o
t
t
a
a
l
l
K
K
e
e
m
m
a
a
s
s
a
a
n
n
n
n
y
y
a
a
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
D
D
e
e
v
v
i
i
M
M
a
a
r
r
l
l
i
i
n
n
a
a
F
F3344110033003377
Dilahirkan pada 14 Maret 1985 Di Tanjung karang
Tanggal Lulus Bogor, Oktober 2007
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Devi Marlina. F34103037. Kajian Umur Simpan Sop daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) dan Perhitungan Migrasi Total Kemasannya. Dibawah bimbingan Endang Warsiki dan M.Rizal M. Damanik. 2007
Ringkasan
Daun bangun–bangun atau Torbangun (Colues amboinicus Lour) adalah salah satu jenis tanaman yang umum dikonsumsi oleh ibu yang baru melahirkan di daerah Sumatera Utara, khususnya oleh suku Batak. Daun Torbangun ini memiliki kandungan zat gizi tinggi, terutama zat besi dan karoten. Selain sebagai bahan pangan pemulih tenaga dan untuk memperbanyak ASI, daun Torbangun juga dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional untuk penyembuhan beberapa penyakit seperti sariawan, demam, sakit kepala, influenza, dan rheumatik (Damanik et al., 2001; Siagian dan Rahayu, 2000).
Fitriah (2007) telah mengkaji kemasan terbaik bagi sop Torbangun yaitu kemasan gelas, plastik dan kaleng. Kajian penurunan mutu selama penyimpanan diperlukan untuk mengetahui perubahan mutu sop daun Torbangun selama penyimpanan dan penting juga untuk mengetahui umur simpan produk. Kajian penyimpanan produk dalam kemasan juga berkaitan dengan permasalahan migrasi yang sering terjadi pada berbagai jenis kemasan.
Kajian umur simpan dilakukan dengan menggunakan metode Extended Storage Studies (ESS) atau disebut juga metode konvensional dimana produk disimpan sesuai dengan kondisi normal sehari–hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Pendugaan umur simpan produk dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat lagi diterima oleh konsumen.
Penurunan mutu produk dianalisa secara kimia, mikrobiologis, dan organoleptik. Analisa yang dilakukan antara lain pH, TAT, TPC, dan TBA. Hasil analisa pH pada kemasan gelas dan CPET memiliki kecenderungan yang sama untuk penyimpanan pada suhu rendah, yaitu cenderung mengalami kenaikan. Nilai pH pada penyimpanan suhu ruang mengalami penurunan drastis. Produk yang dikemas pada kemasan kaleng memiliki nilai pH yang tidak jauh berbeda untuk ketiga suhu penyimpanan dengan kecenderungan naik.
Pertumbuhan koloni yang terdapat pada kemasan gelas dan CPET pada penyimpanan suhu rendah sampai pada penyimpanan ke enam belas hari relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan mikroba yang tumbuh pada suhu ruang. Pada suhu ruang jumlah koloni yang terhitung meningkat drastis hingga penyimpanan pada hari ke delapan. Penyimpanan sop daun Torbangun pada kemasan kaleng menunjukkan jumlah koloni yang negatif hingga penyimpanan hari ke enam, dan mulai menunjukkan hasil positif pada hari selanjutnya. Rata – rata jumlah koloni yang tumbuh pada sop daun Torbangun sampai penyimpanan hari ke 22 adalah kurang dari 30 koloni per ml.
Nilai TBA pada tiga kemasan yang digunakan pada penelitian ini kecil yaitu hanya berkisar 0,012 mg malonaldehida/kg bahan sampai 0,060 mg malonaldehida/kg bahan, hal ini berkaitan dengan penambahan antioksidan yang dapat menghambat laju oksidasi lemak pada santan. Hasil penilaian panelis pada uji hedonik menunjukkan penurunan skor hingga akhir penyimpanan.
Berdasarkan hasil analisa penurunan mutu yang dilakukan dapat diperkirakan sop daun Torbangun yang dikemas dengan gelas dan kemasan CPET pada suhu 5-8°C dan 10-12°C bisa dikonsumsi sebelum 8 hari. Produk sop daun Torbangun yang disimpan pada suhu ruang hanya dapat dikonsumsi sebelum penyimpanan selama 2 hari. Produk sop daun Torbangun yang dikemas pada kaleng pada penyimpanan suhu rendah (5-8°C dan 10-12°C) bisa dikonsumsi hingga 22 hari, sedangkan pada penyimpanan suhu ruang produk ini bisa dikonsumsi hingga 14 hari.
Hasil perhitungan migrasi total pada ketiga kemasan yang digunakan menunjukkan jumlah migran di bawah standar yang ditetapkan oleh EU yaitu 10 mg/dm2 untuk food simulant aquades, asam asetat3%, dan alkohol 15%. Perhitungan migrasi total terhadap food simulant alkohol 95% memberikan hasil yang tinggi dan melebihi dari standar yang diperbolehkan oleh EU.
Devi Marlina. F34103037. Shelf Life Study of Torbangun (Coleus amboinicus
Lour) Leaf Soup and Total Migration of Its Packaging. Supervised by Endang
Warsiki dan M.Rizal M. Damanik. 2007.
SUMMARY
Torbangun is originating from North Sumatera. Since years ago, Batak people believed that Torbangun can stimulate the breast milk production or even could used to recovery mother’s health status after birth. Beside that, Torbangun also used as traditional medicine for sprue, fever, headache, influenza, rheumatic (Damanik et al., 2001; Siagian dan Rahayu, 2000).
Fitriah (2007) studied the best packaging for Torbangun soup, there are CPET, glass and tin plate. Study about quality deterioration is needed to understand product shelf life. It’s also related with migration of the packaging. Shelf life study conducted with Extended Storage Studies (ESS) or known as convencional method. Product stored in daily condition and monitoring until expired.
There are three types of packaging used in this study. There are glass, CPET and tin plate. It also used room temperature and refrigerator temperature. The Torbangun soup stored for 20 days. Along the storage, soup is analyzed its quality including acidity level (pH), Titrated Acid Total (TAT), microbiology test (Total Plate Count), and rancidity test (thiobarbituric Acid Value).
The primary study resulted that pH value glass and CPET has same inclination for refrigerator temperature storage which was increased. pH value for room temperature has decreased. While, pH value tin plate not really different for all temperature and the value was increased.
The calculation of TAT value can be used to know the acidity level. Result study show that TAT value glass and CPET has same inclination and tends to decreased at low temperature (5-8°C dan 10-12°C), while increased at high temperature (room temperature). TAT value tends to increased dramatically at fourth days storage in CPET and six days storage in glass. Decreasing TAT value at low temperature storage is because hampered oxidation. Product stored at room temperature produce high oxidation becaused of heat and light influenced. TAT value tin plate not really different for all temperature. TAT value tin plate tends to be higher than glass and CPET. This related with its characteristic.
The result of kind examination for TPC shows that glass and CPET packaging at low temperature storage tends to be lower than room temperature storage. Number of microorganism is low until 16 days storage. High number of microorganism is shown by room temperature storage which rapidly increased until 8 days storage. TPC value tin plate is negatif until 6 days storage, and microorganism grow the day after. TPC average value tin plate is lower that 30 colony/ml until 22 days storage.TBA value for all packaging is low , there are about 0,012 mg malonaldehida/kg product until 0,060 mg malonaldehida/kg product. This is because of antioxidant added. Antioxidant hampered oxidation.
plate packaging best consume until 22 days at refrigerator storage and 14 days at room temperature storage.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 14
maret 1985 dengan nama lengkap Devi Marlina. Penulis
adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Maizal Chandra dan Ernawati. Penulis mengawali jenjang
pendidikannya di SD Negeri 2 Labuhan Ratu Bandar
Lampung pada tahu 1989-1991 dan meneruskan jenjang
sekolah lanjutan di SLTP Negeri 2 Bandar Lampung.
Selanjutnya, penulis melanjutkan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 2
Bandar Lampung. Tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur USMI.
Selama masa studi di IPB, penulis aktif dalam kegiatan keorganisasian baik
dalam maupun luar kampus. Organisasi dalam kampus yang pernah diikuti penulis
yaitu HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian), IAAS
International Association of Agriculture Related Sciences of Student), dan Forum
Silaturahmi Mahasiswa ESQ (FOSMA ESQ Bogor). Pada tahun 2005-2006
Penulis menjabat sebagai ketua Biro Hubungan Eksternal HIMALOGIN. Penulis
juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan baik dalam maupun luar kampus, berbagai
ajang perlombaan dalam bidang bahasa inggris juga pernah dijuarai dengan tim
english debatnya.
Penulis melakukan kegiatan praktek lapang dengan topik Efisiensi Produksi
di PT Coca Cola Bottling Company Southern Sumatera tahun 2006. Lebih lanjut,
penulis menyelesaikan masa studi dengan judul penelitian ”Kajian Umur Simpan
Sop Daun Torbangun Dan Perhitungan Migrasi Totalnya” dibawah bimbingan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Kajian Umur Simpan Sop daun Torbangun dan
Perhitungan Migrasi Total Kemasannya” dengan baik.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan
selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara
moril maupun materil dari semua pihak. Pada kesempatan ini dengan segenap hati
penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr.Ir. Endang Warsiki, MT dan Drh. M. Rizal M. Damanik M.Rep.Sc,
Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dorongan,
arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulis
2. Ibu Dr. Ir. Ani Suryani, DEA sebagai dosen penguji yang telah memberikan
masukan yang berarti bagi kesempurnaan skripsi ini
3. Ibunda Ernawati, A.Md tercinta dan ayahanda serta kedua adik-adikku Fetra
Januar dan Irfan Febriandi atas doa, kasih sayang serta dukungan moril dan
materiil yang berharga bagi penulis
4. Bapak Dr. Syafruddin Surin, SpJP. dan Ete Rosmaini Syaf serta sepupu
Rahmi, Ridho, dan abang Rahmedi atas kasih sayangnya kepada penulis serta
dukungan, dan motivasi yang tak henti tercurah
5. Pak Buyung dan Om Delfi sekeluarga atas dukungan dan doa yang berarti
bagi penulis
6. Uni Herlinda dan Mas Imam serta keponakan tersayang untuk rumah baru
yang menyenangkan
7. Saudari–saudari penyejuk yang menemani hari-hari penulis saat masa studi
Neng Detri, Widia, Indah, Farah, Bunda Ratih, Adinda untuk bahu yang
selalu ada saat bersandar
8. Sahabat–sahabat terbaik penulis selama di TIN Vinanda, Mayang, mbak Umi,
Galuh, Mas Akhlis dan Mas Kosi, skripsi ini tak akan pernah selesai tanpa
bantuan kalian
9. Uda Yandra, saudara perantauan terbaik atas motivasi dan perhatiannya yang
berarti selama masa studi
10.Adik-adiku Ami, Amen, Ade Putra, Neisya Solaita, atas waktu dan tenaga
yang telah diberikan kepada penulis
11.Keluarga Besar IKMP atas persaudaraan indah yang diberikan (Mona, Inggit,
Dora, Ayu, Nandi, Ipal, Sutan, Zano)
12.Teman-teman selama penelitian, Mas tarwin, Mbak Pipit, Silvi, dan seluruh
laboran TIN
13.Bu Ulan dan keluarga atas bantuan dan perhatiannya
14.Derry Dardanella dan Windi Rismawati, rekan satu bimbingan yang selalu
menyemangati
15.Rekan–rekan TIN 40 yang tak dapat disebutkan satu persatu, atas
persaudaraan indah, dukungan dan persahabatan terbaik dalam meniti langkah
selama kuliah
16.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini
Tiada satu hal pun yang sempurna melebihi kesempurnaan-Nya, begitu juga
skripsi hasil penelitian ini yang kemungkinan masih memiliki kekurangan.. Saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berdoa
semoga hasil karya ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Oktober 2007
K
K
Ka
a
a
j
ji
j
i
ia
a
a
n
n
n
U
U
Um
m
mu
u
u
r
r
r
S
S
S
i
i
i
m
m
m
p
p
p
a
an
a
n
n
S
S
S
o
o
o
p
p
p
D
D
D
a
a
a
u
u
u
n
n
n
T
T
T
o
o
o
r
r
r
b
b
b
a
a
a
n
n
n
g
g
g
u
u
u
n
n
n
(
((CCCooollleeeuuusssaaammmbbboooiiinnniiicccuuusssLLLooouuurrr)))
D
D
D
a
a
a
n
n
n
P
P
P
e
e
e
r
r
r
h
h
h
i
i
i
t
t
t
u
u
u
n
n
n
g
g
g
a
a
a
n
n
n
M
Mi
M
i
ig
g
gr
r
ra
a
a
s
s
s
i
i
i
T
T
T
o
o
o
t
t
t
a
a
a
l
l
l
K
Ke
K
e
em
m
ma
a
a
s
sa
s
a
a
n
n
n
n
n
n
y
ya
y
a
a
Oleh :
D
D
e
e
v
v
i
i
M
M
a
a
r
r
l
l
i
i
n
n
a
a
F
F3344110033003377
2007
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
K
K
a
a
j
j
i
i
a
a
n
n
U
U
m
m
u
u
r
r
S
S
i
i
m
m
p
p
a
a
n
n
S
S
o
o
p
p
D
D
a
a
u
u
n
n
T
T
o
o
r
r
b
b
a
a
n
n
g
g
u
u
n
n
(
Coleus amboinicus
Lour)
D
D
a
a
n
n
P
P
e
e
r
r
h
h
i
i
t
t
u
u
n
n
g
g
a
a
n
n
M
M
i
i
g
g
r
r
a
a
s
s
i
i
T
T
o
o
t
t
a
a
l
l
K
K
e
e
m
m
a
a
s
s
a
a
n
n
n
n
y
y
a
a
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
D
D
e
e
v
v
i
i
M
M
a
a
r
r
l
l
i
i
n
n
a
a
F
F3344110033003377
2007
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
K
K
a
a
j
j
i
i
a
a
n
n
U
U
m
m
u
u
r
r
S
S
i
i
m
m
p
p
a
a
n
n
S
S
o
o
p
p
D
D
a
a
u
u
n
n
T
T
o
o
r
r
b
b
a
a
n
n
g
g
u
u
n
n
(
Coleus amboinicus
Lour)
D
D
a
a
n
n
P
P
e
e
r
r
h
h
i
i
t
t
u
u
n
n
g
g
a
a
n
n
M
M
i
i
g
g
r
r
a
a
s
s
i
i
T
T
o
o
t
t
a
a
l
l
K
K
e
e
m
m
a
a
s
s
a
a
n
n
n
n
y
y
a
a
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
D
D
e
e
v
v
i
i
M
M
a
a
r
r
l
l
i
i
n
n
a
a
F
F3344110033003377
Dilahirkan pada 14 Maret 1985 Di Tanjung karang
Tanggal Lulus Bogor, Oktober 2007
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Devi Marlina. F34103037. Kajian Umur Simpan Sop daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) dan Perhitungan Migrasi Total Kemasannya. Dibawah bimbingan Endang Warsiki dan M.Rizal M. Damanik. 2007
Ringkasan
Daun bangun–bangun atau Torbangun (Colues amboinicus Lour) adalah salah satu jenis tanaman yang umum dikonsumsi oleh ibu yang baru melahirkan di daerah Sumatera Utara, khususnya oleh suku Batak. Daun Torbangun ini memiliki kandungan zat gizi tinggi, terutama zat besi dan karoten. Selain sebagai bahan pangan pemulih tenaga dan untuk memperbanyak ASI, daun Torbangun juga dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional untuk penyembuhan beberapa penyakit seperti sariawan, demam, sakit kepala, influenza, dan rheumatik (Damanik et al., 2001; Siagian dan Rahayu, 2000).
Fitriah (2007) telah mengkaji kemasan terbaik bagi sop Torbangun yaitu kemasan gelas, plastik dan kaleng. Kajian penurunan mutu selama penyimpanan diperlukan untuk mengetahui perubahan mutu sop daun Torbangun selama penyimpanan dan penting juga untuk mengetahui umur simpan produk. Kajian penyimpanan produk dalam kemasan juga berkaitan dengan permasalahan migrasi yang sering terjadi pada berbagai jenis kemasan.
Kajian umur simpan dilakukan dengan menggunakan metode Extended Storage Studies (ESS) atau disebut juga metode konvensional dimana produk disimpan sesuai dengan kondisi normal sehari–hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Pendugaan umur simpan produk dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat lagi diterima oleh konsumen.
Penurunan mutu produk dianalisa secara kimia, mikrobiologis, dan organoleptik. Analisa yang dilakukan antara lain pH, TAT, TPC, dan TBA. Hasil analisa pH pada kemasan gelas dan CPET memiliki kecenderungan yang sama untuk penyimpanan pada suhu rendah, yaitu cenderung mengalami kenaikan. Nilai pH pada penyimpanan suhu ruang mengalami penurunan drastis. Produk yang dikemas pada kemasan kaleng memiliki nilai pH yang tidak jauh berbeda untuk ketiga suhu penyimpanan dengan kecenderungan naik.
Pertumbuhan koloni yang terdapat pada kemasan gelas dan CPET pada penyimpanan suhu rendah sampai pada penyimpanan ke enam belas hari relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan mikroba yang tumbuh pada suhu ruang. Pada suhu ruang jumlah koloni yang terhitung meningkat drastis hingga penyimpanan pada hari ke delapan. Penyimpanan sop daun Torbangun pada kemasan kaleng menunjukkan jumlah koloni yang negatif hingga penyimpanan hari ke enam, dan mulai menunjukkan hasil positif pada hari selanjutnya. Rata – rata jumlah koloni yang tumbuh pada sop daun Torbangun sampai penyimpanan hari ke 22 adalah kurang dari 30 koloni per ml.
Nilai TBA pada tiga kemasan yang digunakan pada penelitian ini kecil yaitu hanya berkisar 0,012 mg malonaldehida/kg bahan sampai 0,060 mg malonaldehida/kg bahan, hal ini berkaitan dengan penambahan antioksidan yang dapat menghambat laju oksidasi lemak pada santan. Hasil penilaian panelis pada uji hedonik menunjukkan penurunan skor hingga akhir penyimpanan.
Berdasarkan hasil analisa penurunan mutu yang dilakukan dapat diperkirakan sop daun Torbangun yang dikemas dengan gelas dan kemasan CPET pada suhu 5-8°C dan 10-12°C bisa dikonsumsi sebelum 8 hari. Produk sop daun Torbangun yang disimpan pada suhu ruang hanya dapat dikonsumsi sebelum penyimpanan selama 2 hari. Produk sop daun Torbangun yang dikemas pada kaleng pada penyimpanan suhu rendah (5-8°C dan 10-12°C) bisa dikonsumsi hingga 22 hari, sedangkan pada penyimpanan suhu ruang produk ini bisa dikonsumsi hingga 14 hari.
Hasil perhitungan migrasi total pada ketiga kemasan yang digunakan menunjukkan jumlah migran di bawah standar yang ditetapkan oleh EU yaitu 10 mg/dm2 untuk food simulant aquades, asam asetat3%, dan alkohol 15%. Perhitungan migrasi total terhadap food simulant alkohol 95% memberikan hasil yang tinggi dan melebihi dari standar yang diperbolehkan oleh EU.
Devi Marlina. F34103037. Shelf Life Study of Torbangun (Coleus amboinicus
Lour) Leaf Soup and Total Migration of Its Packaging. Supervised by Endang
Warsiki dan M.Rizal M. Damanik. 2007.
SUMMARY
Torbangun is originating from North Sumatera. Since years ago, Batak people believed that Torbangun can stimulate the breast milk production or even could used to recovery mother’s health status after birth. Beside that, Torbangun also used as traditional medicine for sprue, fever, headache, influenza, rheumatic (Damanik et al., 2001; Siagian dan Rahayu, 2000).
Fitriah (2007) studied the best packaging for Torbangun soup, there are CPET, glass and tin plate. Study about quality deterioration is needed to understand product shelf life. It’s also related with migration of the packaging. Shelf life study conducted with Extended Storage Studies (ESS) or known as convencional method. Product stored in daily condition and monitoring until expired.
There are three types of packaging used in this study. There are glass, CPET and tin plate. It also used room temperature and refrigerator temperature. The Torbangun soup stored for 20 days. Along the storage, soup is analyzed its quality including acidity level (pH), Titrated Acid Total (TAT), microbiology test (Total Plate Count), and rancidity test (thiobarbituric Acid Value).
The primary study resulted that pH value glass and CPET has same inclination for refrigerator temperature storage which was increased. pH value for room temperature has decreased. While, pH value tin plate not really different for all temperature and the value was increased.
The calculation of TAT value can be used to know the acidity level. Result study show that TAT value glass and CPET has same inclination and tends to decreased at low temperature (5-8°C dan 10-12°C), while increased at high temperature (room temperature). TAT value tends to increased dramatically at fourth days storage in CPET and six days storage in glass. Decreasing TAT value at low temperature storage is because hampered oxidation. Product stored at room temperature produce high oxidation becaused of heat and light influenced. TAT value tin plate not really different for all temperature. TAT value tin plate tends to be higher than glass and CPET. This related with its characteristic.
The result of kind examination for TPC shows that glass and CPET packaging at low temperature storage tends to be lower than room temperature storage. Number of microorganism is low until 16 days storage. High number of microorganism is shown by room temperature storage which rapidly increased until 8 days storage. TPC value tin plate is negatif until 6 days storage, and microorganism grow the day after. TPC average value tin plate is lower that 30 colony/ml until 22 days storage.TBA value for all packaging is low , there are about 0,012 mg malonaldehida/kg product until 0,060 mg malonaldehida/kg product. This is because of antioxidant added. Antioxidant hampered oxidation.
plate packaging best consume until 22 days at refrigerator storage and 14 days at room temperature storage.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 14
maret 1985 dengan nama lengkap Devi Marlina. Penulis
adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Maizal Chandra dan Ernawati. Penulis mengawali jenjang
pendidikannya di SD Negeri 2 Labuhan Ratu Bandar
Lampung pada tahu 1989-1991 dan meneruskan jenjang
sekolah lanjutan di SLTP Negeri 2 Bandar Lampung.
Selanjutnya, penulis melanjutkan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 2
Bandar Lampung. Tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur USMI.
Selama masa studi di IPB, penulis aktif dalam kegiatan keorganisasian baik
dalam maupun luar kampus. Organisasi dalam kampus yang pernah diikuti penulis
yaitu HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian), IAAS
International Association of Agriculture Related Sciences of Student), dan Forum
Silaturahmi Mahasiswa ESQ (FOSMA ESQ Bogor). Pada tahun 2005-2006
Penulis menjabat sebagai ketua Biro Hubungan Eksternal HIMALOGIN. Penulis
juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan baik dalam maupun luar kampus, berbagai
ajang perlombaan dalam bidang bahasa inggris juga pernah dijuarai dengan tim
english debatnya.
Penulis melakukan kegiatan praktek lapang dengan topik Efisiensi Produksi
di PT Coca Cola Bottling Company Southern Sumatera tahun 2006. Lebih lanjut,
penulis menyelesaikan masa studi dengan judul penelitian ”Kajian Umur Simpan
Sop Daun Torbangun Dan Perhitungan Migrasi Totalnya” dibawah bimbingan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Kajian Umur Simpan Sop daun Torbangun dan
Perhitungan Migrasi Total Kemasannya” dengan baik.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan
selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara
moril maupun materil dari semua pihak. Pada kesempatan ini dengan segenap hati
penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr.Ir. Endang Warsiki, MT dan Drh. M. Rizal M. Damanik M.Rep.Sc,
Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dorongan,
arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulis
2. Ibu Dr. Ir. Ani Suryani, DEA sebagai dosen penguji yang telah memberikan
masukan yang berarti bagi kesempurnaan skripsi ini
3. Ibunda Ernawati, A.Md tercinta dan ayahanda serta kedua adik-adikku Fetra
Januar dan Irfan Febriandi atas doa, kasih sayang serta dukungan moril dan
materiil yang berharga bagi penulis
4. Bapak Dr. Syafruddin Surin, SpJP. dan Ete Rosmaini Syaf serta sepupu
Rahmi, Ridho, dan abang Rahmedi atas kasih sayangnya kepada penulis serta
dukungan, dan motivasi yang tak henti tercurah
5. Pak Buyung dan Om Delfi sekeluarga atas dukungan dan doa yang berarti
bagi penulis
6. Uni Herlinda dan Mas Imam serta keponakan tersayang untuk rumah baru
yang menyenangkan
7. Saudari–saudari penyejuk yang menemani hari-hari penulis saat masa studi
Neng Detri, Widia, Indah, Farah, Bunda Ratih, Adinda untuk bahu yang
selalu ada saat bersandar
8. Sahabat–sahabat terbaik penulis selama di TIN Vinanda, Mayang, mbak Umi,
Galuh, Mas Akhlis dan Mas Kosi, skripsi ini tak akan pernah selesai tanpa
bantuan kalian
9. Uda Yandra, saudara perantauan terbaik atas motivasi dan perhatiannya yang
berarti selama masa studi
10.Adik-adiku Ami, Amen, Ade Putra, Neisya Solaita, atas waktu dan tenaga
yang telah diberikan kepada penulis
11.Keluarga Besar IKMP atas persaudaraan indah yang diberikan (Mona, Inggit,
Dora, Ayu, Nandi, Ipal, Sutan, Zano)
12.Teman-teman selama penelitian, Mas tarwin, Mbak Pipit, Silvi, dan seluruh
laboran TIN
13.Bu Ulan dan keluarga atas bantuan dan perhatiannya
14.Derry Dardanella dan Windi Rismawati, rekan satu bimbingan yang selalu
menyemangati
15.Rekan–rekan TIN 40 yang tak dapat disebutkan satu persatu, atas
persaudaraan indah, dukungan dan persahabatan terbaik dalam meniti langkah
selama kuliah
16.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini
Tiada satu hal pun yang sempurna melebihi kesempurnaan-Nya, begitu juga
skripsi hasil penelitian ini yang kemungkinan masih memiliki kekurangan.. Saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berdoa
semoga hasil karya ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Oktober 2007
DAFTAR ISI
HAL
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Torbangun... 4
2.1.1. Khasiat Daun Torbangun... 5
2.1.2. Komposisi Zat Gizi Daun Torbangun ... 6
2.2. Santan ... 7
2.2.1. Emulsi Santan... 9
2.2.2. Ketengikan... 10
2.2.3. Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Stabilitas Santan... 11
2.3. Proses Pemanasan... 12
2.3.1. Pasteurisasi ... 14
2.3.2. Pendinginan Setelah Sterilisasi ... 15
2.3.3. Kondisi Pengemasan ... 15
2.4. Antioksidan ... 16
2.5. Kemasan ... 19
2.5.1. Kemasan Gelas ... 21
2.5.2. Kemasan Plastik ... 23
2.5.3. Kemasan Kaleng... 25
2.6. Umur Simpan ... 27
2.7. Migrasi... 29
2.7.1. Food Simulant ... 32
2.7.2. Legislasi... 33
III. METODOLOGI 3.1. Bahan dan Alat ... 35
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 35
3.3. Metode penelitian ... 36
3.3.2. Penelitian Pendahuluan ... 37
3.3.3. Penelitian Utama ... 39
3.3.3.1. Umur simpan ... 39
3.3.3.2. Migrasi Total ... 40
3.4. Analisa Mutu ... 42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penelitian Pendahuluan ... 43
4.2. Penelitian Utama ... 46
4.2.1. Analisa Mutu ... 46
4.2.1.1. Pengukuran Nilai pH ... 46
4.2.1.2. Pengukuran Total Asam Tertitrasi ... 50
4.2.1.3. Uji Mikrobiologi (TPC)... 52
4.2.1.4. Uji Ketengikan (TBA)... 58
4.2.2. Pengujian Organoleptik ... 63
4.2.2.1. Aroma ... 63
4.2.2.2. Tekstur... 64
4.2.2.3. Kekentalan... 64
4.2.2.4. Warna ... 65
4.2.2.5. Penerimaan Umum ... 66
4.2.3. Umur Simpan ... 66
4.2.4. Perhitungan Migrasi Total... 68
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan... 73
5.2. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA... 75
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour)... 4
Gambar 2. Reaksi otooksidasi... 11
Gambar 3. Diagram alir pembuatan sop daun torbangun ... 37
Gambar 4. Diagram alir penelitian pendahuluan ... 38
Gambar 5. Diagram alir penelitian utama umur simpan ... 40
Gambar 6. Diagram alir pengujian migrasi total... 42
Gambar 7. Penurunan nilai hedonik pada parameter aroma ... 44
Gambar 8. Penurunan nilai hedonik pada parameter tekstur ... 44
Gambar 9. Penurunan nilai hedonik pada parameter kekentalan... 45
Gambar 10. Penurunan nilai hedonik pada parameter warna ... 45
Gambar 11. Penurunan nilai hedonik pada parameter penerimaan umum ... 45
Gambar 12. Nilai pH produk selama penyimpanan pada kemasan gelas ... 47
Gambar 13. Nilai pH produk selama penyimpanan pada kemasan CPET... 47
Gambar 14. Nilai pH produk selama penyimpanan pada kemasan kaleng... 48
Gambar 15. Struktur kimia BHT... 49
Gambar 16. Nilai TAT produk selama penyimpanan pada kemasan gelas ... 51
Gambar 17. Nilai TAT produk selama penyimpanan pada kemasan CPET... 51
Gambar 18. Nilai TAT produk selama penyimpanan pada kemasan kaleng... 52
Gambar 19. Nilai TPC selama penyimpanan pada kemasan gelas ... 54
Gambar 20. Nilai TPC selama penyimpanan pada kemasan CPET... 54
Gambar 21. Nilai TPC selama penyimpanan pada kemasan Kaleng... 56
Gambar 22. Nilai TBA selama penyimpanan pada kemasan gelas ... 59
Gambar 23. Nilai TBA selama penyimpanan pada kemasan CPET... 59
Gambar 24. Nilai TBA selama penyimpanan pada kemasan kaleng ... 60
Gambar 25. Penurunan nilai hedonik sop daun torbangun terhadap ...
parameter aroma... 63
Gambar 26. Penurunan nilai hedonik sop daun torbangun terhadap ...
parameter tekstur... 64
Gambar 27. Penurunan nilai hedonik sop daun torbangun terhadap ...
Gambar 28. Penurunan nilai hedonik sop daun torbangun terhadap ...
parameter warna ... 65
Gambar 29. Penurunan nilai hedonik sop daun torbangun terhadap ...
parameter penerimaan umum ... 66
Gambar 30. Hasil perhitungan migrasi total pada kemasan...
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Komposisi zat gizi daun Torbangun dan Katu... 6
Tabel 2. Komposisi kimia santan kelapa ... 7
Tabel 3. Senyawa aktif beberapa jenis rempah... 18
Tabel 4. Pengaruh penambahan BHT terhadap kandungan oksigen
terlarut dalam minyak kedelai... 19
Tabel 5. Komposisi kimia wadah gelas komersial... 22
Tabel 6. Perbandingan sifat bahan kemasan microwavable... 25
Tabel 7. Resep sop daun torbangun ... 36
Tabel 8. Kondisi (temperatur dan waktu) pengujian migrasi total... 41
Tabel 9. Faktor-faktor yang mempercepat dan menghambat oksidasi ... 62
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Prosedur Analisa... 83
Lampiran 2. Form uji hedonic... 85
Lampiran 3. Layout canning line pada Laboratorium Pilot Plant...
SEAFAST , IPB ... 86
Lampiran 4a. Data uji organoleptik pendahuluan aroma ... 87
Lampiran 4b. Data uji organoleptik pendahuluan tekstur... 88
Lampiran 4c. Data uji organoleptik pendahuluan kekentalan... 89
Lampiran 4d. Data uji organoleptik pendahuluan warna ... 90
Lampiran 4e. Data uji organoleptik pendahuluan penerimaan umum ... 91
Lampiran 5. Data Hasil Uji pH pada kemasan gelas, CPET, dan kaleng ... 92
Lampiran 6. Data hasil uji total asam tertitrasi pada kemasan gelas ...
CPET, dan kaleng... 93
Lampiran 7. Data hasil uji total plate count pada kemasan gelas, ...
CPET dan kaleng... 94
Lampiran 8. Data hasil uji Thiobarbituric Acid (TBA) pada kemasan...
gelas, CPET dan kaleng ... 95
Lampiran 9a. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter aroma ... 96
Lampiran 9b. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter tekstur... 96
Lampiran 9c. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter kekentalan... 96
Lampiran 9d. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter warna ... 97
Lampiran 9e. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter ...
penerimaan umum ... 97
Lampiran10. Luas permukaan kemasan gelas, CPET dan...
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daun bangun–bangun atau Torbangun (Colues amboinicus Lour) adalah
salah satu jenis tanaman yang umum dikonsumsi oleh ibu yang baru melahirkan di
daerah Sumatera Utara, khususnya oleh suku batak. Daun Torbangun ini
dipercaya dapat meningkatkan produksi air susu ibu (ASI). Tradisi mengkonsumsi
daun Torbangun oleh ibu suku batak yang baru melahirkan ini sudah berlangsung
sejak ratusan tahun yang lalu dan sampai sekarang masih tetap dipertahankan,
meskipun mereka telah merantau ke luar pulau Sumatera. Daun Torbangun ini
memiliki kandungan zat gizi tinggi, terutama zat besi dan karoten (Ref).
Ditemukan pula bahwa konsumsi daun Torbangun berpengaruh nyata terhadap
peningkatan kadar beberapa mineral seperti zat besi, kalium, seng dan magnesium
dalam ASI serta mengakibatkan peningkatan berat badan bayi secara nyata
(Damanik et al., 2005).
Daun Torbangun umumnya dikonsumsi dalam bentuk matang berupa sop.
Resep sayur daun Torbangun yang umum dikenal oleh masyarakat suku Batak
adalah sayur yang dibuat dengan menggunakan santan. Pada proses pengolahan
sop daun Torbangun, kuahnya yang bersantan akan mengalami
perubahan-perubahan fisik maupun kimiawi yang dikehendaki maupun yang tidak
dikehendaki. Disamping itu, setelah melalui proses pengolahan sop mengalami
penurunan mutu, sehingga diperlukan penyimpanan yang baik untuk
mempertahankan mutunya.
Selama proses penanganan, pengolahan, penyimpanan dan distribusi
produk, mutu akan mengalami perubahan karena adanya interaksi dengan
berbagai faktor, baik faktor lingkungan eksternal maupun faktor lingkungan
internal (Hariyadi, 2004). Data mengenai interaksi yang mungkin terjadi,
sebaiknya diketahui dengan baik sehingga dapat dilakukan perhitungan umur
simpan, usaha meminimalisir kerusakan dan memaksimumkan masa simpan.
Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan penelitian lanjutan terhadap
telah mengkaji kemasan terbaik bagi sop Torbangun yaitu kemasan gelas, plastik
dan kaleng. Kajian penurunan mutu selama penyimpanan diperlukan untuk
mengetahui perubahan mutu sop daun Torbangun selama penyimpanan dan
penting juga untuk mengetahui umur simpan produk. Kajian penyimpanan produk
dalam kemasan juga berkaitan dengan permasalahan migrasi yang sering terjadi
pada berbagai jenis kemasan.
Kontak antara makanan yang dikemas dan bahan kemasan merupakan aspek
yang penting. Kontak ini sudah terjadi selama pemanenan, transportasi, proses
pengolahan dan terutama dengan kemasan akhir makanan. Dibalik perkembangan
yang merebak di industri kemasan, muncul masalah pencemaran berbahaya
(hazard) bagi kesehatan konsumen yang perlu diwaspadai. Salah satu masalah
yang perlu diwaspadai adalah perpindahan komponen bahan kemasan terhadap
makanan yang dikemas. Migrasi komponen bahan kemasan ini dapat merusak
mutu produk dan menjadikan produk berbahaya untuk dikonsumsi.
Kajian migrasi yang telah banyak dilakukan saat ini lebih terfokus pada
kemasan plastik. Kemasan plastik memang sangat rentan terhadap migrasi.
Barbagai zat berbahaya dari kemasan plastik yang dapat terakumulasi dalam
tubuh manusia atau beresiko terhadap kesehatan manusia. Jenis kemasan lain yang
banyak digunakan untuk mengemas seperti kaleng, gelas, alumunium foil dan
kertas masih belum banyak dikaji tentang potensi migrasinya.
Gelas telah digunakan bertahun–tahun dan beberapa masalah khusus pada
gelas adalah terlarutnya timbal dari gelas kristal yang berkualitas tinggi yang
kemungkinan mengandung lebih dari 30% PbO (Budiawan, 2004). Resiko
kesehatan juga dapat muncul dari kandungan logam sebagai komponen utama
penyusun kaleng. Bahan kimia yang digunakan dalam bahan pelapis kaleng antara
lain logam alumunium, seng, atau bahan organik seperti epoksi-fenol dan
organosol. Dengan demikian perlu dilakukan penghitungan migrasi total pada
kemasan selain berbahan dasar plastik untuk menjamin mutu produk yang baik
serta keamanan pangan untuk dikonsumsi. Selain bermanfaat untuk menjamin
keamanan produk terkonsumsi, kajian migrasi ini juga dapat menjadi landasan
digunakan. Adanya regulasi yang jelas dari pemerintah akan memudahkan pihak
industri untuk mengembangkan usaha.
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
(i) Melihat penurunan mutu selama penyimpanan produk sop daun
Torbangun dalam berbagai macam kemasan dan memperkirakan umur
simpan produk sop daun Torbangun dengan metode Ekstended Storage
Studies (ESS).
(ii) Mengetahui jumlah migrasi total kemasan sop daun Torbangun dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daun Torbangun
Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan terna sekuler
tahunan atau agak menyerupai semak. Tanaman ini tidak berumbi, percabangan
agak berbentuk galah, berbulu halus pada saat muda, lokos jika tua. Daun tanaman
ini berhadapan, tunggal, tebal, berdaging, bundar telur melebar, agak bundar atau
berbentuk seperti jantung, dengan luas 5-7 x 4-6 cm2. Permukaan daun atas
berbulu halus tersebar dan pada bagian pertulangannya daun berambut panjang,
tepi daun beringgit kasat sampai bergigi kecuali pada bagian pangkal. Panjang
tangkai daun 2 - 45 cm dan berbulu halus (Siagian dan Rahayu, 2000).
Rangkaian bunga terdiri atas 10-20 bunga yang tersusun rapat dalam suatu
gelungan menyerupai bulir, panjang rakis 10-20 cm, berdaging dan berbulu halus.
Daun pelindung bulat telur, melebar, panjang 3-4 cm dengan ujung meruncing.
Daun kelopak berbentuk lonceng, panjang 2-4 mm, berbulu panjang dan
berkelenjar, berukuran tidak sama, bergigi 5, gigi atas bundar telur melebar,
tumpul, gigi lateral dan bawah meruncing. Daun mahkota biru, melengkung,
panjang 8-12 mm, panjang tabung 3-4 mm, menyerupai terompet, labium atas
pendek, tegak, berbulu sangat halus, labium bawah panjang, cekung. Tangkai sari
bersatu di bagian bawah membentuk tabung, mengelilingi putik. Berbiji satu
coklat pucat, permukaannya licin, agak bulat, pipih 0,7 x 0,5 mm2 (Siagian dan
[image:32.595.173.455.560.698.2]Rahayu, 2000).
Daun Torbangun masuk ke dalam bangsa solanases, suku labiatae, dan
marga coleus. Daun ini mempunyai nama yang berbeda pada beberapa daerah,
yaitu ajeran atau ajiran (Sunda), daun kucing (Jawa), Torbangun (Batak), sukan
(Melayu), daun kambing (Madura), iwak (Bali), dan kunu etu (Timor)
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Nama latin tumbuhan ini adalah Coleus
aromaticus Louratau Plectranthus amboinicus Lour. Klasifikasi daun Torbangun
: divisi: spermatophyta; sub divisi : angiospermae; kelas : dicotiledónea; bangsa :
solanales; suku : labiatae; marga : coleus; jenis : Coleus amboinicus Lour
(Rahayu, 1999).
2.1.1. Khasiat Daun Torbangun
Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan salah satu sumber
bahan pangan yang secara turun temurun dikonsumsi oleh masyarakat suku batak
dan dipercaya berkhasiat sebagai pelancar ASI. Hal ini telah dibuktikan melalui
penelitian ilmiah Damanik (2005), bahwa konsumsi daun Torbangun pada ibu
menyusui dapat meningkatkan total volume ASI dan kandungan beberapa mineral
dalam ASI seperti besi, kalium, seng, dan magnesium. Dari hasil penelitian, selain
sebagai bahan pangan pemulih tenaga dan untuk memperbanyak ASI, daun
Torbangun juga dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional untuk
penyembuhan beberapa penyakit seperti sariawan, demam, sakit kepala, influenza,
dan rheumatik (Damanik et al., 2001; Siagian dan Rahayu, 2000). Berdasarkan
penelitian Silitonga (1993) selain meningkatkan produksi air susu induk tikus,
ternyata konsumsi daun Torbangun dapat berakibat pada peningkatan bobot badan
anak tikus.
Di daerah Cina Peninsula, jus daun Torbangun diberikan untuk obat batuk
anak – anak dengan ditambah gula. Di Indo China dipakai sebagai obat asma dan
bronkhitis (Burkill, 1935; Jain dan Lata, 1996). Di Malaysia daun Torbangun juga
dimanfaatkan untuk jamu–jamuan yang direbus dan diberikan setelah melahirkan
(Burkill, 1935). Nurendah (1982) dalam penelitiannya tentang sifat ekbolik
komponen jamu yang digunakan pada ibu hamil yang salah satunya adalah daun
Torbangun, menyimpulkan bahwa pengamatan pada uterus terisolasi
Manfaat lain dari daun Torbangun adalah dapat dimasak sebagai sayur atau
untuk lalapan. Daunnya dipakai untuk memberi aroma tajam masakan daging
kambing oleh masyarakat di pulau Jawa. Selain itu, tanaman ini juga bermanfaat
sebagai penyembuh luka dengan cara digerus kemudian ditempelkan pada daerah
luka atau dibuat jamu penurun panas, bisa juga dikunyah untuk obat sariawan
(Heyne, 1987).
2.1.2. Komposisi Zat Gizi Daun Torbangun
Menurut Mahmud et al. (1995) daun Torbangun berpotensi sebagai bahan
pangan sumber zat besi, provitamin A (karoten), dan kalsium. Dalam 100 gram
bahan, daun Torbangun mengandung kalsium sebesar 279 mg, besi sebesar 13,6
mg, dan karoten total sebesar 13 288 mg. Komposisi zat gizi daun Torbangun
yang terdapat dalam daftar komposisi bahan makanan menyebutkan bahwa dalam
100 gram daun Torbangun mengandung lebih banyak kalsium, besi, dan karoten
total dibandingkan dengan daun katu (Sauropus androgynus). Daun katu juga
merupakan jenis tanaman yang daunnya digunakan sebagai pelancar produksi Air
Susu Ibu (ASI). Daun katu hanya mengandung kalsium sebesar 233 mg, besi
sebesar 3,5 mg, dan karoten total sebesar 10 020 mg. Data selengkapnya tentang
komposisi zat gizi daun Torbangun dan daun katu tercantum dalam Tabel 1
dibawah.
Komposisi kandungan kimia secara ilmiah daun Torbangun masih belum
banyak diketahui. Beberapa penelitian pernah dilakukan oleh Dr. Boorsma untuk
mengetahui kandungan kimia daun tersebut (Heyne, 1987; Dep Kes RI, 1989).
Menurut Mardisiswojo dan Rajakmangunsudarso (1985) dalam daun Torbangun
terdapat banyak kalium (6,46 % dari berat kering pada K2O) dan minyak atsiri
(0,043 % pada daun yang segar atau 0,2 % pada daun kering). Weehuizen di
dalam Heyne (1987) menyatakan bahwa dari 120 kg terna kering segar kira–kira
terdapat 25 ml minyak atsiri yang mengandung phenol (isopropyl-O-kresol).
Lebih lanjut disebutkan bahwa phenol tersebut berperan sebagai antisepticum
yang bernilai tinggi. Minyak atsiri dari daun Torbangun ternyata juga mempunyai
Mardisiswojo dan Rajakmangunsudarso (1985) daun dan buahnya mengandung
[image:35.595.114.513.160.501.2]zat lemak dan protein.
Tabel 1. Komposisi zat gizi daun Torbangun dan Katu
Komposisi Zat Gizi
Torbangun Katu
Energi (kal) 27,0 59,0
Protein (g) 1,3 6,4
Lemak (g) 0,6 1,0
Karbohidrat (g) 4,0 9,9
Serat (g) 1,0 1,5
Abu (g) 1,6 1,7
Kalsium (mg) 279,0 233,0
Fosfor (mg) 40,0 98,0
Besi (mg) 13,6 3,5
Karotin total (mg) 13288,0 10020,0
Vitamin A 0,0 0,0
Vitamin B1 0,16 0,0
Vitamin C 5,1 164,0
Air 92,5 81,0
BDD 66,0 42,0
Sumber : Mahmud et al. (1995)
2.2. Santan
Santan merupakan cairan yang berwarna putih yang diekstrak dari daging
kelapa parut dengan cara pengepresan mekanis, dengan atau tanpa penambahan
sejumlah air (Balasubramaniam dan Sihotang, 1979). Santan merupakan emulsi
lemak dalam air dengan ukuran partikel lebih besar dari satu mikron sehingga
berwarna putih susu (Kirk dan Othmer, 1950). Komposisi kimia dari santan dapat
Tabel 2. Komposisi kimia santan kelapa* Bahan Nathanael (1954) % Proper (1966) % Clemente (1933) % Nathanael (1966) % Air Lemak Protein Pati Gula Total solid Abu Karbohidrat 50 39,77 2,78 0,09 2,99 10,38 1,22 - 54 32,2 4,4 - - - 1,0 8,3
47 – 53 36,6 – 40,0
2,6 – 2,9 0 08 – 010
2,8 – 3,2 10,3 – 10,5
1,1 – 1,3 - 52 27 4 - - - 1 - * Woodroof (1979)
Santan kelapa merupakan emulsi dari lemak, protein dan karbohidrat dalam
air yang stabilitasnya tidak dapat bertahan lama (Somaatmadja et al., 1973 dan
Thieme, 1968). Lemak dalam emulsi santan merupakan butir koloid yang
terdispersi antara molekul air, protein dan karbohidrat (Thieme, 1968). Selama
santan disimpan atau didiamkan, butir lemak yang diselubungi lapisan protein dan
karbohidrat akan memisah ke bagian atas dan membentuk kepala santan,
sedangkan air ditinggal pada bagian bawah. Somaatmadja et al. (1973) telah
mencoba memisahkan protein dari kelapa melalui suatu proses pemisahan melalui
sentrifusi dan diperoleh tiga bagian yaitu (i) bagian atas yang disebut krim
mengandung 71,89 % lemak dan 70,56 % protein; (ii) bagian cair yang umum
disebut skim, mengandung 22,26 % lemak dan 15,28 % protein; (iii) bagian
bawah yang berupa endapan (terdiri dari 1,34 % lemak dan 6,27 % protein); dan
(iv) ampas (terdiri dari 5,5 % lemak dan 7,89% protein). Protein santan terdiri atas
asam amino esensial seperti isoleusin, leusin, lisin, fenilalanin, tirosin, sistein,
metionin, treonin, triptofan, dan valin; serta asam amino non esensial seperti
histidin, asam aspartat, asam glutamat, serin, prolin, alanin, glisin (Hagenmaier,
1975). Komposisi santan kelapa hampir sama dengan komposisi susu, hanya saja
kadar lemak santan kira–kira sepuluh kali kadar lemak susu.
Hagenmaier et al. (1974) melaporkan bahwa santan juga mengandung
sejumlah mineral, seperti Ca, Mg, K, Na, P dan Cl yang diduga juga dapat
mempengaruhi stabilitas santan. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Leung et
mineral lainnya (Djatmiko,1983). Kandungan mineral lain (Na, Ca, Mg, P dan Cl)
pada kelapa kecil jumlahnya (Djatmiko,1983).
Santan kelapa merupakan emulsi minyak dalam air yang akan distabilkan
oleh protein dan beberapa jenis ion yang terserap pada batas permukaan antara air
dan minyak (Woodroof, 1979). Protein kelapa terutama disusun oleh globulan
yang mempunyai sifat khas tidak larut dalam air dan pelarut organik tetapi larut
dalam larutan garam dapur encer yang netral, menggumpal apabila dipanaskan
dan mempunyai titik iso-elektrik pada pH 5,5 sampai 6,5 (Jacobs, 1951).
Dari aspek mikrobiologis, Fernandez et al. (1970) menyatakan bahwa santan
harus ditangani seperti susu sapi, karena santan mengandung protein, vitamin,
gula, komponen amino dan mineral yang merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme. Santan ternyata mempunyai nilai simpan 24 jam.
Santan merupakan bahan pangan yang mudah rusak karena mengandung kadar
air, protein dan lemak cukup tinggi sehingga mudah ditumbuhi oleh
mikroorganisme pembusuk. Oleh karena itu dibutuhkan proses sterilisasi untuk
meningkatkan daya awet santan. Hal–hal yang dapat menimbulkan kerusakan
mutu santan adalah pecahnya emulsi santan, timbulnya aroma tengik dan
perubahan warna menjadi lebih coklat.
2.2.1. Emulsi Santan
Bentuk emulsi pada santan kelapa adalah makro emulsi dengan ukuran
partikel yang lebih besar dari 1 mikron. Penampakannya berwarna putih susu
yang disebabkan oleh perbedaan indeks refraksi antara kedua fase dan partikel
emulsinya lebih besar dari panjang gelombangnya (Furia, 1975). Stabilitas emulsi
santan adalah sifat membentuk krim (”Creaming property”) santan. Tejada (1973)
telah mempelajari pengawetan krim santan. Krim santan atau santan konsentrat
mempunyai titik mulai koagulasi pada suhu 80,9°C dan sama sekali menggumpal
pada suhu 85°C. Pasteurisasi di bawah suhu koagulasi dapat mencegah
menggumpalnya krim santan.
Stabilitas emulsi santan tergantung dari ukuran partikel, perbedaan densitas
kedua fase, viskositas, muatan partikel, bahan penstabil dan suhu penyimpanan
karena adanya protein dan karbohidrat sebagai stabilizer (Mulia, 1986). Menurut
Clemente dan Villacorte (1933) emulsi santan (minyak dalam air) bersifat stabil
karena adanya bahan protein dan beberapa jenis ion yang terabsorbsi pada
permukaan minyak. Penambahan air pada pembuatan santan juga membuat emulsi
santan lebih stabil, sedangkan sejumlah air yang ditambahkan tidak
mempengaruhi kestabilan emulsi (Cheosakul, 1967). Ketidakstabilan emulsi
santan diduga disebabkan oleh kandungan minyaknya yang tinggi. Dalam santan
terdapat minyak dengan ukuran diameter globulanya kurang dari 10 mikron
(Hagenmaier, 1972).
Tingginya kandungan air dan protein dari santan, menyebabkan santan
sangat mudah ditumbuhi mikroorganisme pembusuk, sehingga tidak bisa
disimpan lama dan memerlukan tindakan pengawetan. Pemanasan dapat
mengawetkan santan, tetapi dapat merusak bentuk emulsinya. Pemanasan pada
suhu 121,1°C dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan warna dan
pecahnya emulsi. Hal ini dapat dicegah dengan penambahan pengemulsi
(Cheosakul, 1967).
2.2.2. Ketengikan
Santan merupakan salah satu produk pangan berlemak tinggi. Kerusakan
bahan pangan berlemak yang sering terjadi adalah kerusakan lemak pada proses
pengolahan maupun pada saat penyimpanan. Kerusakan lemak yang utama adalah
ketengikan, yaitu terjadinya perubahan bau dan flavor (Ketaren, 1986). Kerusakan
lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebabkan oleh
otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai
dengan pembentukan radikal bebas yang disebabkan oleh faktor–faktor yang
dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau
hidroperoksida, logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn, logam porfirin seperti
hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil dan enzim lipoksidase. Molekul lemak
yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan
menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh
pembentukan senyawa hasil pemecahan hidroperoksida (Winarno, 1991). Proses
dapat dilihat pada Gambar 2. Ketengikan dapat juga disebabkan oleh adanya
proses hidrolisa lemak yang dapat menghasilkan komponen zat berbau tengik
yang mengandung asam lemak jenuh rantai pendek. Pemanasan yang terlalu lama
atau berlebih dapat merusak ikatan antara asam lemak dan gliserol pada minyak
sehingga asam–asam lemak lebih banyak yang terbebaskan memberi bau tengik
[image:39.595.127.497.270.515.2]selama penyimpanan (Mulia, 1986).
Gambar 2. Reaksi otooksidasi (Winarno, 1991)
2.2.3. Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Stabilitas Santan
Semakin tinggi perlakuan panas semakin rendah stabilitas santan, karena
semakin tinggi perlakuan panas semakin tinggi denaturasi protein santan tersebut.
Denaturasi protein menyebabkan perubahan pada struktur protein, terbuka atau
sekurang–kurangnya suatu perubahan pada strukturnya yang tertutup tanpa
memecahkan ikatan peptidanya yang kovalen (Aurand dan Woods, 1973).
Pemanasan juga dapat menyebabkan koagulasi protein. Koagulasi protein kelapa
dumulai pada suhu sekitar 79°C (Hagenmaier, 1978). Sedangkan Samson et al.
(1978) melaporkan bahwa koagulasi protein kelapa terjadi antara suhu 75°C dan
80°C.
Perubahan dalam struktur protein juga dapat mempengaruhi tekstur makanan
yang mengandung protein (Aurand dan Woods, 1973). Pada santan protein yang
terkoagulasi mengekrim pada permukaan karena memiliki afinitas dengan
butir-butir minyak lebih besar. Sifat mengkrim itu lebih besar dengan naiknya tingkat
denaturasi protein (Monera, 1980).
2.3. Proses Pemanasan
Proses pemanasan merupakan metode yang berperan penting berkaitan
dengan umur simpan bahan pangan. Metode ini ditujukan untuk menghilangkan
atau mengurangi jumlah mikroorganisme atau enzim yang akan berkembang biak
selama penyimpanan dan mengakibatkan kerusakan bahan pangan tersebut atau
bahkan membahayakan kesehatan konsumen (Lund, 1977). Proses panas atau
proses termal dikenal sebagai ilmu yang telah berkembang sejak termokopel
digunakan untuk mengukur suhu. Secara industri, teknik pengemasan untuk
mengawetkan makanan sudah sangat berkembang, sehingga dapat
memperpanjang masa simpan produk pangan beberapa bulan bahkan sampai
hitungan tahun. Menurut Hariyadi (2000) ada beberapa keuntungan dari proses
pemanasan atau pemasakan ini yaitu :
(i) Terbentuknya tekstur dan citarasa yang khas dan disukai
(ii) Rusaknya atau hilangnya beberapa komponen anti gizi (misalnya inhibitor
antitripsin pada kedelai)
(iii) Peningkatan ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya peningkatan daya
cerna protein dan karbohidrat
(iv) Terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan dan
keawetan pangan, dan
(v) Menyebabkan tidak aktifnya enzim–enzim perusak, sehingga mutu produk
lebih stabil selama penyimpanan
Adapun kerugian yang mungkin diakibatkan oleh proses pemanasan ini
antara lain adalah kemungkinan rusaknya beberapa zat gizi dan mutu (umumnya
terutama jika proses pemanasan tidak terkontrol dengan baik. Kontrol terpenting
dalam proses pemanasan adalah kontrol terhadap suhu dan waktu. Lund (1977)
membagi proses pemanasan menjadi tiga yaitu : (i) proses blanching (blansir);
(ii) pasteurisasi; dan (iii) sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial adalah proses
untuk menginaktifkan mikroorganisme dan sporanya. Sterilisasi komersial
biasanya dibarengi dengan penggunaan kemasan anaerobik, kemasan
konvensional yang banyak digunakan antara lain gelas dan kaleng, namun dewasa
ini plastik dan alumunium foil pouch juga sedang dikembangkan.
Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang bertujuan untuk
memperbaiki mutu buah dan sayuran sebelum dikenai proses sterilisasi. Menurut
Fardiaz et al. (1980) blansir adalah pemanasan pendahuluan yang bertujuan
menginaktifkan enzim–enzim didalam bahan pangan. Enzim dapat menyebabkan
perubahan cita rasa,warna, tekstur dan sifat–sifat lain dari bahan pangan. Jika
enzim tidak diinaktifkan kemungkinan akan terjadi pembusukan. Menurut Latif
(1998) blansir adalah proses pemanasan awal untuk mendapatkan tingkat
keseragaman produk yang sama.
Sterilisasi adalah proses termal pada suhu diatas 100°C dalam waktu yang
cukup untuk membunuh spora bakteri (Syarief et al., 1989). Istilah sterilisasi
berarti membebaskan bahan dari semua mikroba, karena beberapa spora bakteri
relatif lebih tahan terhadap panas, sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu yang
tinggi misalnya 121°C (250°F) selama 15 menit. Ini berarti bahwa setiap partikel
dari makanan tersebut harus menerima jumlah panas yang sama. Selama proses
sterilisasi dapat terjadi perubahan terhadap makanan yang dapat menurunkan
mutunya. Oleh karena itu, jumlah panas yang diberikan harus dihitung sedemikian
rupa sehingga tidak merusak mutu makanan tersebut. Proses sterilisasi merupakan
metode yang banyak digunakan dalam proses pengawetan bahan pangan yang
bertujuan untuk membunuh mikroba yang ada di dalamnya, sehingga dapat
mencegah pembusukan selama penyimpanan dan bahan pangan tersebut tidak
membahayakan bagi kesehatan konsumen. Pengertian steril menunjukkan suatu
kondisi yang suci hama yaitu kondisi yang bebas dari mikroba.
Menurut Seehafer (1967) Amerika Serikat menggunakan metode
Hagenmeier (1973) menambahkan proses pateurisasi 65°C selama 15 menit
terhadap produk skim santan dapat mereduksi jumlah mikroba. Suherly (1984)
membuat produk santan pasteurisasi dengan suhu pasteurisasi 75°C selama 20
menit. Namun daya simpan produk masih sekitar 1 bulan atau kurang. Kondisi
sterilisasi komersial tergantung pada berbagai faktor antara lain (i) kondisi produk
pangan yang disterilisasi (nilai pH, jumlah mikroba awal dan lain–lain), jenis dan
ketahanan panas mikroba yang ada dalam bahan pangan; (ii) karakteristik pindah
panas pada bahan pangan; (iii) wadah yang digunakan; (iv) medium pemanas;
serta (iv) kondisi penyimpanan setelah sterilisasi (Winarno, 1994).
Produk dalam kemasan disterilisasi dengan menggunakan ketel uap (retort).
Retort yang disebut juga autoclave atau sterilizer, berbentuk bejana tertutup dan
tahan tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh uap yang berasal dari sumber di luar
retort. Sumber uap panas tersebut dapat berbentuk boiler atau steam generator
(Winarno, 1994).
Proses sterilisasi komersial dengan menggunakan panas di disain untuk
melindungi kesehatan konsumen dan untuk melindungi produk dari mikroba
pembusuk yang dapat menyebabkan kerugian secara ekonomis (Schmidt, 1957).
Bila sterilisasi komersial telah tercapai berarti makanan yang dimaksud telah
mengalami pamanasan yang mengakibatkan makanan tersebut bebas dari mikroba
hidup yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
2.3.1. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah salah satu cara pengawetan dengan panas dimana
dilakukan secara minimum untuk membunuh semua mikroorganisme patogen
(Herro, 1980). Prinsip dari pasteurisasi adalah produk dipanaskan secara singkat
sampai mencapai kombinasi suhu dan waktu tertentu yang cukup untuk
membunuh semua mikroorganisme patogen, tetapi menyebabkan kerusakan
sekecil mungkin terhadap produk akibat panas (Woodroof, 1975). Penambahan
gula dan lemak dapat meningkatkan kebutuhan pemanasan dari produk (Harper
dan Hall, 1981). Contoh produk pasteurisasi adalah susu dan juice buah–buahan
Pasteurisasi biasanya digunakan untuk produk yang mudah rusak bila
dipanaskan atau tidak dapat disterilisasi secara komersial (Desroiser, 1983).
Pasteurisasi membunuh bakteri psikrofilik, mesofilik dan sebagian yang bersifat
termofilik. Biasanya perlakuan pasteurisasi dipadukan dengan sistem
penyimpanan produk pangan dalam suhu rendah yang bertujuan untuk mencegah
timbulnya tumbuhnya mikroorganisme termofilik yang suhu minimumnya cukup
tinggi.
Penyimpanan suhu rendah adalah penyimpanan di atas titik beku dari
produk, biasanya digunakan untuk menyimpan buah–buahan dan sayur–sayuran,
produk sterilisasi atau daging yang siap dikonsumsi dalam fase chilling dengan
tujuan untuk mencegah kerusakan produk (Woolrich, 1970). Penyimpanan pada
suhu rendah ini biasanya dilakukan pada suhu 5–15°C. Prinsip penyimpanan suhu
rendah pada buah dan sayur–sayuran adalah dengan memperlambat metabolisme
dari produk, sedangkan untuk produk pasteurisasi yang dihambat adalah
metabolisme dari mikroorganisme penyebab kerusakan (Heid, 1963).
2.3.2. Pendinginan Setelah Sterilisasi
Setelah sterilisasi biasanya dilakukan proses pendinginan. Menurut Winarno
(1994) selama proses pendinginan pemanasan produk masih berlanjut. Jumlah
panas yang diterima tergantung kecepatan pendinginan, dapat besar bila proses
pendinginan berjalan lambat dan dapat kecil bila pendinginan cepat
berlangsungnya. Selama pendinginan terjadi penurunan tekanan didalam retort.
Perbedaan tekanan yang tiba–tiba (dari pemanasan ke pendinginan) dapat
menyebabkan kebocoran pada kemasan selama proses pendinginan. Kondisi
vakum dalam wadah tercapai karena tekanan dalam kaleng lebih rendah dari udara
luar. Wadah bisa didinginkan secara parsial atau komplit dalam retort. Pada
pendinginan, tekanan dijaga hingga wadah didinginkan dengan cukup untuk
mengurangi tekanan internal sampai level aman. Wadah kemudian bisa
dikeluarkan pada tekanan atmosfir tanpa bahaya kerusakan wadah. Waktu untuk
pendinginan wadah tidak ditentukan secara spesifik, namun ada beberapa faktor
yang mempengaruhi yaitu jenis produk, ukuran wadah, suhu proses, suhu air
pendinginan adalah memberikan kejutan (shocking) pada bakteri termofilik.
Mencegah over cooking dan memudahkan proses inspeksi (Latif, 1998).
2.3.3. Kondisi Pengemasan
Produk pangan yang mengalami sterilisasi dan dikombinasikan dengan
kemasan yang kedap udara dapat mencegah terjadinya rekontaminan. Kondisi
pengemasan yang kedap udara ini menyebabkan terbatasnya jumlah udara yang
bersifat aerob dan bakteri tidak akan tumbuh pada produk pangan tersebut.
Umumnya proses pengemasan bagi bahan pangan yang disterilisasi
dikombinasikan dengan teknik pengemasan yang akan menyebabkan kondisi
anaerobik. Kondisi ini akan memberikan beberapa keuntungan antara lain
mikroba tidak tahan panas lebih mudah dimusnahkan pada proses pemanasan dan
kondisi anaerobik ini dapat mengurangi reaksi oksidasi yang mungkin terjadi
selama proses pemanasan dan selama penyimpanan setelah proses. Untuk
memp