• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hama Tanaman Tebu Di Pt Sumber Sari Petung, Kediri Dan Statistik Demografi Saccharicoccus Sacchari Cockerell

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hama Tanaman Tebu Di Pt Sumber Sari Petung, Kediri Dan Statistik Demografi Saccharicoccus Sacchari Cockerell"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

HAMA TANAMAN TEBU DI PT SUMBER SARI PETUNG,

KEDIRI DAN STATISTIK DEMOGRAFI

Saccharicoccus

sacchari

COCKERELL (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE)

ALDILA RACHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Hama Tanaman Tebu di PT Sumber Sari Petung, Kediri dan Statistik Demografi Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ALDILA RACHMAWATI. Hama Tanaman Tebu di PT Sumber Sari Petung, Kediri dan Statistik Demografi Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae). Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO dan PUDJIANTO.

Hama merupakan salah satu faktor pembatas produksi tebu. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan serangan dan kepadatan populasi hama pada tanaman tebu umur muda, umur pertengahan dan tua, di musim kering dan basah di PT Sumber Sari Petung, Kediri pada tahun 2014-2015.

Hama pada tanaman tebu diamati dan dilakukan pengambilan data menggunakan rancangan percobaan faktorial dengan 3 ulangan. Data yang didapat dianalisis dengan menggunakan program SAS 9.1. Pengamatan biologi dan statistik demografi dilakukan dengan pemeliharaan 50 individu nimfa instar pertama masing-masing dipelihara pada potongan batang tebu dan diamati setiap hari untuk dicatat perkembangan dan keturunan yang diletakkannya. Data yang didapat digunakan untuk memperoleh informasi biologi seperti stadia tiap instar, periode praoviposisi, siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian. Data tersebut dapat digunakan juga untuk menyusun tabel neraca hayati untuk penghitungan statistik demografi menggunakan metode jackknife.

Hama tebu yang ditemukan pada saat penelitian sebanyak 11 spesies, 6 diantaranya sebagian besar dijumpai pada ketiga umur tanaman tebu dan dikedua musim yaitu Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Saccharicoccus sacchari and Aulacaspis sp.. Serangan dan kepadatan populasi S. excerptalis tidak berbeda nyata antar umur tebu dikedua musim. Serangan C. auricilius tidak berbeda nyata antar umur tebu, tetapi kepadatan populasinya berbeda nyata. Serangan dan kepadatan populasi C. sacchariphagus berbeda nyata antar umur tebu. Serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana berbeda nyata antar umur tebu dan antar musim. Serangan S. sacchari tidak berbeda nyata antar umur dan antar musim, sedangkan kepadatan populasinya berbeda nyata. Serangan Aulacaspis sp. berbeda nyata antar umur tebu dan antar musim, tetapi kepadatan populasinya berbeda nyata antar umur tebu.

S. sacchari memiliki potensi menjadi hama penting. Serangga ini mengalami perkembangan metamorfosis paurometabola dengan fase pradewasa terdiri dari 4 stadia instar masing-masing 3.22, 2.77, 3.69 dan 2.84 hari. Periode praoviposisi, siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian berturut-turut 4.14 hari, 17.10 hari, 22.62 hari dan 208.90 nimfa per imago. Kurva sintasan S. sacchari tergolong kurva tipe IV, yaitu kematian tertinggi terjadi pada fase pradewasa, dengan laju pertambahan intrinsik 0.15 individu per hari dan laju reproduksi bersih 120.59 individu per imago per generasi, lama generasi dan waktu berlipat ganda 32.19 dan 4.65 hari.

(5)

SUMMARY

ALDILA RACHMAWATI. Pests of Sugarcane at PT Sumber Sari Petung, Kediri and Demographic Statistics of Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae). Supervised by HERMANU TRIWIDODO and PUDJIANTO.

Pest is one of limiting factors of sugarcane production. Studies have been conducted to determine the differences of pest infestation and pest population density three different age strata (young, middle-age and mature) of sugarcane in dry and wet seasons at PT Sumber Sari Petung, Kediri in 2014 – 2015.

Pests of sugarcane were observed and data were collected using factorial experimental design with 3 repetitions. The collected data were analyzed using SAS 9.1 program. Study on the biology and demographic statistics of Saccharicoccus sacchari was conducted by rearing 50 first instar nymphs of S. sacchari singly on a sugarcane stalk, and observing daily on their development and their number of offsprings. The collected data were about the biological characteristics of the pest, such as the immature stadia, preoviposition period, life cycle, adult longevity and fecundity. The data were also used to construct life table for calculating demographic statistics using the jackknife method.

Eleven species of pest insects were found during the field study, in which 6 species of them, i.e. Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Saccharicoccus sacchari and Aulacaspis sp., were found in the three sugarcane age strata in dry and wet seasons. There were no significantly differences in the infestation and population density of S. excerptalis among sugarcane age strata and also seasons. There was no significantly difference in the infestation of C. auricilius in the three sugarcane age strata, but the population density of C. auricilius was significantly different. There were significantly differences in the infestation and population density of C. sacchariphagus in the three sugarcane age strata. There were significantly differences in the infestation and population density of T. schistaceana among the sugarcane age strata and also the seasons. There was no significantly difference in the infestation of S. sacchari among the sugarcane age strata and also the seasons, while the population density of S. sacchari was significantly different. There was significantly difference in the infestation of Aulacaspis sp. among the sugarcane age strata and also the seasons, but the population density of Aulacaspis sp. was significantly different among the three sugarcane age strata.

(6)

reproductive rate was 120.59 individual per female per generation, and the time generation and the doubling time was 32.19 days and 4.65 days, respectively.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Entomologi

HAMA TANAMAN TEBU DI PT SUMBER SARI PETUNG,

KEDIRI DAN STATISTIK DEMOGRAFI

Saccharicoccus

sacchari

COCKERELL (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)

Judul Tesis : Hama Tanaman Tebu di PT Sumber Sari Petung, Kediri dan Statistik Demografi Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae)

Nama : Aldila Rachmawati NIM : A351130261

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc

Ketua Dr Ir Pudjianto, MSi Anggota

Diketahui oleh Ketua Program Studi

Entomologi

Dr Ir Pudjianto, Msi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian Hama Tanaman Tebu di PT Sumber Sari Petung, Kediri dan Statistik Demografi Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) dilaksanakan bulan September 2014-November 2015.

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc yang telah senantiasa membimbing, mendidik baik akademik maupun moral, mencurahkan waktu, ilmu, tenaga motivasi yang luar biasa dan kesempatan mendapatkan dukungan dana perkuliahan atas nama WiSH Indonesia, serta Bapak Dr Ir Pudjianto, Msi yang senantiasa memberikan kritik dan saran yang membangun, meluangkan waktu, tenaga dan segenap pikiran. Kepada penguji luar komisi Bapak Dr Ir I Wayan Winasa, MS penulis sampaikan terimakasih.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Zaenudin, SU dan Bapak Soehardi, SP, MM dari PT Sumber Sari Petung beserta seluruh staf yang telah memfasilitasi selama proses pengumpulan data. Terimakasih kepada Bapak Ngaseri, SH, MM, serta warga Sempu, Babadan, dan Sugihwaras, atas masukan dan banyak bantuannya Mas Eko, Pak Sari, Pak Prapto, Pak Puji, Pak Heri, Ibu Toyem dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.

Terimakasih kepada WiSH Indonesia Bapak Napiudin, Mbak Diana, Mbak Annisa K, Pak Adi, Pak Wawan, Siti Rizkah Sagala dan Ali Wafa atas suasana hangat dan nyaman saat penelitian, serta Listihani atas bantuan dan semangatnya. Terimakasih ditujukan kepada Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, serta Herry dan Harleni atas bantuan dan semangatnya.

Terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua Bapak Agus Heriyanto dan Ibu Rini Ekawati atas curahan kasih sayang yang tiada henti dan doa-doa luar biasa yang senantiasa dipanjatkan dalam setiap waktu serta adik-adik tersayang Aulia, Amalia, Azizah, Alfajriyanti dan Akbar atas semangat, doa dan dukungannya.

Terimakasih teman-teman sebimbingan Wildan Muhlison dan Rudi Tompson Hutasoit dan teman-teman seperjuangan Entomologi 2013 atas semangat, kebersamaan, pertemanan, dan saling berbagi demi kemajuan studi. Semoga persahabatan yang terjalin selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB tetap terjalin dengan baik. Terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman yang tak dapat penulis dituliskan satu-persatu

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) 3

Hama Tanaman Tebu 4

Faktor Lingkungan terhadap Serangga 5

Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) 5

Tabel Neraca Hayati (Life Table) 6

Statistik Demografi 6

3 HAMA TANAMAN TEBU DI PT SUMBER SARI PETUNG, KEDIRI 9

ABSTRAK 9

Pendahuluan 11

Bahan dan Metode 12

Hasil dan Pembahasan 13

Simpulan 25

4 BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI Saccharicoccus sacchari

COCKERELL (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) 27

ABSTRAK 27

Pendahuluan 29

Bahan dan Metode 30

Hasil dan Pembahasan 32

Simpulan 36

5 PEMBAHASAN UMUM 37

6 SIMPULAN 41

DAFTAR PUSTAKA 43

LAMPIRAN 47

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hama tanaman tebu pada umur dan musim yang berbeda ... 14 2 Serangan penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis (Lepidoptera:

Pyralidae) antar umur dan musim yang berbeda ... 16 3 Kepadatan populasi penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis

(Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ... 16 4 Serangan penggerek batang berkilat Chilo auricilius (Lepidoptera:

Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ... 17 5 Kepadatan populasi penggerek batang berkilat Chilo auricilius

(Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ... 18 6 Serangan penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus

(Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ... 19 7 Kepadatan populasi penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus

(Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ... 19 8 Serangan populasi penggerek batang abu-abu Tetramoera schistaceana

(Lepidoptera: Tortricidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ... 21 9 Kepadatan populasi penggerek batang abu-abu Tetramoera

schistaceana (Lepidoptera: Tortricidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ... 21 10 Serangan kutuputih Saccharicoccus sacchari (Hemiptera:

Pseudococcidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ... 22 11 Kepadatan populasi Saccharicoccus sacchari (Hemiptera:

Pseudococcidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ... 23 12 Serangan kutuperisai Aulacaspis sp. (Hemiptera: Diaspididae) pada

umur tanaman tebu dan musim yang berbeda ... 23 13 Populasi kutuperisai Aulacaspis sp. (Hemiptera: Diaspididae) pada

(15)

DAFTAR GAMBAR

16 Pembedahan batang yang terdapat lubang gerekan ... 13

17 Titik pengambilan sampel hama tanaman tebu per blok ... 13

18 Gejala serangan (a) dan pupa (b) Scirpophaga excerptalis ... 17

19 Gejala serangan C. auricilius pada tanaman tebu umur muda ... 18

20 Gejala serangan Chilo sacchariphagus pada batang (a) dan daun (b) ... 20

21 Gejala gerekan Tetramoera schistaceana pada batang tebu ... 22

22 Koloni S. sacchari pada batang tebu ... 22

23 Populasi Aulacaspis sp. pada batang tanaman tebu ... 24

24 Perbanyakan Saccharicoccus sacchari pada potongan batang tebu ... 31

25 Infestasi S. sacchari di dekat tunas tanaman tebu ... 31

26 Pemeliharaan S. sacchari setelah infestasi nimfa instar 1 ... 32

27 Imago Saccharicoccus sacchari (a) tampak dorsal, (b) tampak ventral dan (c) tampak ventral setelah proses preparasi ... 32

28 Karakter morfologi imago Saccharicoccus sacchari (a) antena, (b) tungkai, (c) spirakel, (d) pori trilokuler, (e) pori multilokuler, (f) anal lobe dengan cerarii ... 33

29 Stadia Saccharicoccus sacchari (a) nimfa instar 1, (b) instar 2, (c) instar 3, (d) instar 4 dan (e) imago ... 34

30 Kurva sintasan dan keperidian S. sacchari ... 35

31 Serangan S. sacchari pada batang (a) dan tunas (b) tanaman tebu ... 38

DAFTAR LAMPIRAN

32 Data curah hujan hujan bulan September 2014 – Maret 2015 Pos Pandantoyo, Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri ... 48

33 Data suhu dan kelembaban bulan September 2014 – Maret 2015 Pos Bendungan Wlingi, Kabupaten Blitar ... 48

34 ANOVA serangan hama penting tanaman tebu antar umur dan musim yang berbeda ... 48

35 ANOVA kepadatan populasi hama penting tanaman tebu antar umur dan musim yang berbeda ... 49

36 Nilai GRR, R0, r , T, dan DT yang didapat melalui metode jackknife ... 51

37 Nilai peluang hidup (lx) dan keperidian (mx) Sacchharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) ... 53

38 Stadium nimfa Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae) ... 54

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Serangan hama merupakan salah satu kendala dalam peningkatan produktivitas tebu (P3GI 2008). Serangan Chilo spp. dan S. excerptalis 14.5% dan 15.8% dapat menyebabkan penurunan bobot sebesar 15% dan 40.8%. (Goebel et al. 2011). Chilo auricilius dapat mengakibatkan penurunan berat batang tebu serta kualitas dan kuantitas nira. Selain itu serangan berat dapat mengakibatkan batang mudah patah atau tanaman menjadi mati (Indriyanti 1987). Serangan hama S. sacchari dapat menyebabkan kehilangan nira 31.62% (El-Dein et al. 2009). Kutuperisai Aulacaspis tegalensis di Lampung dengan persentase serangan 18.08% dapat menurunkan rendemen, pol, dan brix tebu (Sunaryo & Hasibuan 2003). Kumbang pemakan daun Dicladispa armigera memakan daun dengan cara mengorok dan meninggalkan bekas berupa lapisan epidermis paling bawah sejajar dengan ibu tulang daun (Sharma et al. 2014), hal ini dapat menurunkan produktivitas tebu karena fotosintesis pada daun terganggu.

S. sacchari merupakan salah satu serangga hama pada tanaman tebu yang memiliki distribusi infestasi yang luas, hal ini telah dilaporkan oleh berbagai pekebunan tebu di dunia (Pemberton 1960). Serangga ini umumnya dilaporkan sebagai hama minor di sebagian besar wilayah di dunia, walaupun di beberapa tempat dilaporkan terjadi ledakan dan merusak (Puttarudriah 1954). S. sacchari bukan merupakan hama penting pada tanaman tebu di Indonesia (Achadian et al. 2011) karena jumlah populasinya yang masih rendah tidak seperti di Hawaii, Sri Lanka, Australia, Mesir dan Filipina S. sacchari menimbulkan kerugian ekonomi (Beardsley 1962; Rajendra 1974; Allsopp 1991; Abd-Rabou 2008). Namun, daya dukung kondisi lingkungan yang sesuai dan sistem budidaya yang kurang tepat dapat memungkinkan serangga ini menjadi hama penting di Indonesia.

Pengendalian hama-hama tebu di perkebunan penting dilakukan untuk mengatasi masalah dalam peningkatan produktivitas tebu. Pengendalian hama yang baik menggunakan informasi berupa data hasil pengamatan hama lapang berupa jenis hama dan jumlah populasi hamanya. Namun informasi tersebut di perkebunan tebu PT Sumber Sari Petung belum tersedia, untuk itu diperlukan informasi mengenai jenis hama, serangan dan kepadatan populasinya. Kepadatan populasi hama dapat berbeda pada musim basah dan musim kering, dikarenakan curah hujan yang berbeda, oleh sebab itu dilakukan juga penelitian pada musim yang berbeda.

(18)

digunakan sebagai alat bantu untuk menduga populasi tersebut dimasa yang akan datang sehingga dapat menyusun strategi pengendalian.

Rumusan Masalah

Hama merupakan salah satu kendala di dalam peningkatan produktivitas tebu di PT Sumber Sari petung. Untuk dapat mengatasi permasalah tersebut maka diperlukan pengendalian hama dengan mengetahui informasi berupa jenis hama yang menyerang, tingkat serangan pada musim kering dan basah serta umur tanaman yang berbeda di PT Sumber Sari Petung, sehingga diperlukan adanya pengamatan lapangan.

S. sacchari menjadi hama penting pada perkebunan tebu diberbagai negara, namun di Indonesia hama ini merupakan hama minor karena populasinya yang masih rendah. Informasi mengenai biologi dan statistik demografi S. sacchari dapat menunjukkan kecepatan tumbuh populasi tersebut sehingga dapat menduga besarnya populasi tersebut di masa yang akan datang. Namun informasi seperti ini di Indonesia belum tersedia, sehingga diperlukan pengamatan biologi untuk dapat mengetahui informasi statistik demografinya.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mempelajari hama penting tanaman tebu di PT Sumber Sari Petung, serta perbedaan serangan dan kepadatan populasinya antar umur dan musim yang berbeda di PT Sumber Sari Petung, Ngancar, Kediri

2. Mempelajari biologi dan statistik demografi S. sacchari.

Manfaat Penelitian

(19)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)

Tebu S. officinarum merupakan tanaman monokotiledon dari Famili Poaceae. Batang tebu tidak memiliki cabang, berbentuk silindris atau agak pipih, memiliki ruas, dan tinggi tanaman dapat mencapai mencapai 2 – 4 m dengan diameter batang 3 – 5 cm. Batang memiliki titik yang menonjol atau agak menonjol dengan tunas vegetatif terdapat pada setiap titik tersebut yang ada di setiap ruas ketiak daun. Batang mengandung sukrosa namun semakin keatas kandungan sukrosa pada batang semakin rendah. Jaringan meristem pada batang ditutupi oleh pelepah daun. Tanaman memiliki daun dengan panjang 1 – 2 m dan lebar 0.05 – 0.07 m. Daun pertama yang tumbuh dari tunas berukuran sangat kecil, namun seiring pertumbuhan tanaman daun berkembang menjadi ukuran maksimum, dan akan menurun ukurannya saat proses pembungaan. Daun yang pertama muncul akan menua dan berada dibagian bawah kemudian mengering dan mati digantikan oleh daun baru yang tumbuh dibagian atasnya. Akar pertama yang tumbuh setelah penanaman tipis dan bercabang, namun setelah itu akar tebal berwarna putih akan tumbuh menggantikan fungsi akar yang tumbuh sebelumnya yaitu untuk mensuplai nutrisi bagi tanaman (Verheye 2010).

Tanaman tebu merupakan tanaman tahunan yang tumbuh subur pada daerah tropis dan daerah beriklim temprate yang bebas frost. Tebu memerlukan cukup sinar matahari, air yang banyak, (minimal 1500 mm curah hujan per tahun), tanah yang subur, dan berdrainase baik. Panen umumnya dilakukan saat periode musim kering ketika batang tebu mengandung jumlah sukrosa maksimum (Verheye 2010).

Genus Saccharum memiliki 6 spesies diantaranya S. officinarum, S. sinense Hassk., S. barberi Jeswiet, S. spontaneum, S. edule dan S. robustum (Verheye 2010). S. officinarum merupakan spesies paling penting dalam genus Saccharum karena kandungan sukrosanya paling tinggi dan kandungan seratnya paling rendah (Wijayanti 2008). S. spontaneum merupakan spesies tebu liar, umumnya disebut dengan gelagah. S. officinarum dapat disilangkan dengan S. spontaneum untuk mendapatkan varietas tebu yang tahan terhadap hama dan penyakit di lapangan (Artschwager et al. 1958).

Spesies Saccharum officinarum memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tanaman ini merupakan tanaman utama terbaik untuk produksi pembuatan gula. S. saccharum juga memiliki adaptasi yang baik terhadap lingkungan asing (baru), memiliki kandungan serat yang rendah, mengandung nira dan sukrosa yang tinggi, rendah dalam menggunakan gula untuk kebutuhan metabolisme dan mengandung pati. Selain itu, tanaman ini memiliki berat yang cukup tinggi per batang sehingga akan diperoleh berat hasil panen per ha yang tinggi (Artschwager et al. 1958).

(20)

Budidaya penanaman tebu terbagi menjadi tiga yaitu plant cane murni (PCM) merupakan tanaman tebu pertama yang ditanam pada areal yang baru dibuka, replanting cane (RPC) atau disebut juga bongkar ratoon merupakan tanaman pertama yang ditanam pada areal yang sebelumnya ditanami tebu, dan kategori terakhir yaitu ratoon cane atau tebu keprasan adalah tanaman tebu yang berasal dari tanaman pertama setelah tebangan dilakukan. Tunggul – tunggul tebu tersebut dipelihara kembali sampai menghasilkan tunas baru yang tumbuh menjadi tanaman baru hingga penebangan dilakukan kembali. Tanaman tebu dapat dikepras sampai maksimal tiga kali, namun apabila lebih akan terjadi penurunan produktivitas tebu. (Wijayanti 2008). Panen tanaman tebu PCM dan RPC dapat dilakukan hingga umur tebu mencapai 12-18 bulan dan 12 bulan untuk tanaman tebu ratoon (Verheye 2010).

Hama Tanaman Tebu

Hama yang umumnya menyerang tanaman tebu dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu kelompok penggerek batang yaitu Scirpophaga excerptalis Walker, Chilo auricilius Dudgeon, Chilo sacchariphagus Bojer, Chilo polychrysus Meyrick, Chilo venosatus Walker (Lepidoptera: Pyralidae), Phragmataecia catanea Hubner (Lepidoptera: Cossidae), Tetramoera schistaceana Snellen (Lepidoptera: Tortricidae), Sesamia inferens Walker dan Sesamia grisescens Warren (Lepidoptera: Noctuidae). Penggerek batang makan pada batang tanaman sehingga membuat batang menjadi rapuh dan mudah patah, selain itu juga dapat mengurangi jumlah nira. Pemakan akar tanaman yaitu Macrotermes sp. (Isoptera: Termittidae), Lepidiota stigma Fabricius, Eucholora viridis Fabricius (Coleoptera: Scarabaedidae) dan Tibicens sp (Hemiptera: Cicadidae). Serangan pada akar tanaman dapat mengurangi kekokohan tanaman dalam mencengkram tanah sehingga tanaman mudah tumbang serta dapat mengganggu transportasi unsur hara masuk ke dalam tanaman. Kelompok wereng daun Perkinsiella saccharicida Kirkadly dan Eumetopina flavipes Muir (Hemiptera: Delphacidae). Kelompok pemakan daun Valanga nigricornis Burmeister, Locusta migratoria (Orthoptera: Acrididae), Anticyra combusta Walker (Lepidoptera: Notodontidae), Spodoptera sp. (Lepidoptera: Noctuidae), Pyrilla perpusilla Walker (Hemiptera: Lophopidae) dan Dicladispa armigera (Coleoptera: Chrysomelidae). Kelompok kutukebul Aleurolobus barodensis Maskell (Hemiptera: Aleyrodidae). Kelompok aphid Ceratovacuna lanigera Zehntner (Hemiptera: Aphididae). Kelompok kutu (scale) Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae), Pulvinaria iceryi Signoret (Hemiptera: Coccidae) dan Saccharicoccus sacchari (Hemiptera: Pseudococcidae). Kelompok mamalia yaitu Rattus rattus argentiventer dan Bandicota indica (Muridae: Rodentia) (Fitzgibbon et al. 1999; Achadian et al. 2011).

(21)

tanaman muda. Kelimpahan C. auricilius, C. sacchariphagus dan S. excerptalis sangat tinggi pada pertanaman tebu di Jawa (Sallam et al. 2010).

Faktor Lingkungan terhadap Serangga

Kehidupan serangga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan baik langsung maupun tidak langsung (Coakley 1990). Faktor lingkungan terdiri dari faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh yaitu tanaman inang, sedangkan faktor abiotik yang berpengaruh yaitu curah hujan, temperatur dan kelembaban.

Serangga memiliki kesesuaian dalam memilih umur tanaman atau bagian tanaman inang. Serangga sangat selektif dalam memilih makanan karena nutrisi makanan tersebut akan memengaruhi perkembangan dan reproduksi serangga. Umumnya serangga fitofag memilih tanaman atau bagian tanaman yang memiliki kualitas nutrisi yang tinggi seperti pada tanaman muda dan bagian tanaman yang muda atau sedang tumbuh seperti akar muda, tunas, buah, dan biji atau benih (Price 2000).

Curah hujan yang tinggi secara langsung dapat menurunkan jumlah populasi serangga seperti Luciola cruciata dan Sericotathrips staphylinus (Norris et al. 2002; Yuma 2007), sedangkan pengaruh secara tidak langsung dapat memengaruhi ketersediaan air bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga dapat memengaruhi kesesuaian tanaman sebagai inang bagi serangga fitofag (Jamieson et al. 2012), serta dapat memengaruhi temperatur dan kelembaban mikro tanaman. Serangga bersifat poikoloterm, yaitu temperatur tubuhnya dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Oleh karena itu perubahan temperatur dapat memengaruhi metabolisme, respirasi, sistem saraf dan sistem endokrin pada serangga (Neven 2000). Pengaruh secara langsung yaitu dapat membatasi atau menstimulasi aktivitas instar dan imago, pemencaran serangga di lingkungan, fenologi dan perkembangan ukuran tubuh, seleksi genetik kemampuan bertahan hidup pada kondisi cuaca yang kurang sesuai, sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu keberadaan serangga seperti bentuk tanaman, fenologi tanaman, kualitas makanan, predator, parasitoid dan entomopatogen (Jaworski & Hilszczański 2013).

Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae)

S. sacchari, Ordo Hemiptera, Famili Pseudococcidae, di Indonesia disebut juga sebagai kutubabi (Achadian et al. 2011) namun, umunya di Indonesia serangga ini disebut dengan kutuputih. Serangan berat serangga ini dapat menyebabkan kerugian pada perkebunan tebu baik pada kondisi fisik atau kimia. S. sacchari dapat menyebabkan penurunan berat, tinggi, dan jumlah ruas pada batang tebu, selain itu dapat menurunkan rendemen tebu (El-Dein et al. 2009)

(22)

individunya. Serangga ini hidup pada batang tebu yang berada diatas permukaan tanah, menusukkan stiletnya pada jaringan floem, dan memproduksi embun madu (Abd-Rabou 2008). S. sacchari berkoloni pada jaringan muda pada batang, setelah panen, serangga dewasa kembali berkolonisasi pada batang ratun yang baru tumbuh. Pergerakan dan penyebaran di lapangan dibantu oleh semut atau angin. Oleh karena itu populasi dewasa agregasinya tinggi pada awal pertumbuhan tanaman ratun (Allsopp 1991).

S. sacchari memiliki warna tubuh merah muda. Memiliki tubuh yang lunak berbentuk oval dengan selaput lilin menyelimuti tubuhnya. Permukaan tubuhnya terlihat seperti keriput. Lebar tubuh S. sacchari 258-924 µm, dengan panjang tubuh 619-1932 µm, jumlah segmen antena 6-9 segmen, dan panjang antena 173-262 µm (Rae 1993). Serangga betina tidak memiliki sayap dan jumlahnya melimpah, namun serangga jantan memiliki sayap (Rajendra 1974). Serangga jantan sangat jarang ditemukan (Pemberton 1964).

Tabel Neraca Hayati (Life Table)

Mortalitas dan natalitas merupakan parameter yang dapat memengaruhi kepadatan populasi (Mardiana 1995). Data mortalitas dan natalitas kemudian disusun ke dalam tabel neraca hayati (life table) untuk mengetahui perubahan populasi yang terjadi dalam satu generasi.

Southwood dan Henderson (2000) menyatakan ada dua tipe life table yang pertama yaitu age-specific life table dan time-specific life table. Age-specific life table (tabel neraca hayati spesifik umur) berdasarkan pada individu-individu kohort dalam satu generasi. Populasi dapat stabil atau berfluktuasi. Tabel ini menyediakan perspektif yang memanjang dari kelahiran hingga individu terus tumbuh sampai tidak ada lagi individu yang hidup pada generasi kohort tersebut (individu terakhir mati) (Carey 1993). Tipe kedua yaitu time-specific life table (tabel neraca hayati spesifik waktu) berdasarkan pada kohort bayangan yang didapat dari membedakan struktur umur pada suatu waktu dari individu sampel yang didadapat dari mengasumsikan apakah populasi tetap atau banyak generasi yang tumpang tindih (multi-stage populaton). Pembedaan umur merupakan prasyarat untuk menyusun tabel neraca hayati spesifik waktu. Tabel neraca hayati dan keperidian terdiri dari (Southwood & Henderson 2000):

1. x adalah umur pivotal individu pada kelas umur dalam suatu waktu (hari, minggu, dsb);

2. lx adalah jumlah individu yang hidup pada kelas umur selama pengamatan; 3. mx adalah rata-rata jumlah keturunan yang dihasilkan oleh serangga betina

umur x;

Statistik Demografi

(23)

pertumbuhan intinsik menggambarkan laju peningkatan populasi dengan sumber daya yang tidak terbatas. Teori Malthus menyatakan persamaan (Price et al. 2011):

=

rN

N merupakan jumlah populasi dan r merupakan laju perubahan per individu atau atau laju pertumbuhan per kapita. Pertumbuhan seperti ini akan terjadi ketika populasi meningkat didukung dengan faktor yang konstan pada tiap generasinya atau periode waktunya.

Pertumbuhan suatu populasi dapat dihitung berdasarkan pertumbuhan betina dalam menghasilkan keturunan, dan setiap serangga memiliki masa perkembangan yang berbeda-beda. Salah satu langkah awal dalam mempelajari perkembangan suatu populasi serangga adalah dengan mengetahui aspek-aspek demografinya (Friamsa 2009). Aspek demografi yang dapat diperhatikan dari tabel neraca hayati menurut Huang dan Chi (2012) adalah:

1. Laju Reproduksi Bersih (R0) = ∑lxmx

2. Laju Reproduksi Kotor (GRR) = ∑mx

3. Lama genereasi (T) =

Laju reproduksi bersih (R0) merupakan total anak betina yang dihasilkan dari rataan induk betina di dalam populasi tersebut atau kemampuan populasi tersebut berlipat ganda pada generasi selanjutnya (Mariati 1999; Friamsa 2009). Laju reproduksi kotor (GRR) merupakan kemampuan seluruh betina suatu populasi dalam satu generasi untuk menghasilkan keturunan. Lama generasi merupakan waktu yang dibutuhkan populasi tersebut untuk menyelesaikan generasinya (Carey 1993). Dari persamaan lama generasi didapat bahwa:

r =

Hal ini hanya pendugaan dan akan akurat jika λ mendekati 1 (Marlena 2014). Laju pertambahan intrinsik (r) merupakan kemampuan pertambahan individu pada suatu populasi dalam kondisi sumber daya yang tidak terbatas (Carey 1993). Doubling time merupakan waktu yang dibutuhkan serangga untuk berlipat ganda. Nilai DT dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Zeng et al. 1993):

(24)
(25)

3

HAMA TANAMAN TEBU DI PT SUMBER SARI

PETUNG, KEDIRI

ABSTRAK

Hama merupakan salah satu faktor pembatas produksi tebu. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan serangan dan kepadatan populasi hama pada tanaman tebu umur muda, umur pertengahan dan tua di musim kering dan musim basah di PT Sumber Sari Petung, Kediri pada tahun 2014-2015. Hama tebu yang ditemukan pada saat penelitian sebanyak 11 spesies, 6 diantaranya dijumpai pada semua umur tanaman tebu dan dikedua musim yaitu Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Saccharicoccus sacchari and Aulacaspis sp.. Serangan dan kepadatan populasi S. excerptalis tidak berbeda nyata antar umur tebu dikedua musim. Serangan C. auricilius tidak berbeda nyata antar umur tebu, tetapi kepadatan populasinya berbeda nyata. Serangan dan kepadatan populasi C. sacchariphagus berbeda nyata antar umur tebu. Serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana berbeda nyata antar umur tebu dan antar musim. Serangan S. sacchari tidak berbeda nyata antar umur dan antar musim, sedangkan kepadatan populasinya berbeda nyata. Serangan Aulacaspis sp. berbeda nyata antar umur tebu dan antar musim, tetapi kepadatan populasinya berbeda nyata antar umur tebu.

(26)

3 PEST OF SUGARCANE AT PT SUMBER SARI PETUNG,

KEDIRI

ABSTRACT

Pest problem is one of limiting factors of sugarcane production. Studies have been conducted to determine the differences of pest infestation and pest population density three different age strata (young, middle-age and mature) of sugarcane in dry and wet seasons at PT Sumber Sari Petung, Kediri in 2014-2015. Eleven species of pest insects were found during the field study, in which 6 species of them, i.e. Scirpophaga excerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Saccharicoccus sacchari, and Aulacaspis sp. were found in the three sugarcane age strata in dry and wet seasons. There were no significantly differences in the infestation and population density of S. excerptalis among sugarcane age strata and also seasons. There was no significantly difference in the infestation of C. auricilius in the three sugarcane age strata, but the population density of C. auricilius was significantly different. There were significantly differences in the infestation and population density of C. sacchariphagus in the three sugarcane age strata. There were significantly differences in the infestation and population density of T. schistaceana among the sugarcane age strata, and also the seasons. There was no significantly difference in the infestation of S. sacchari among the sugarcane age strata and also the seasons, while the population density of S. sacchari was significantly different. There was significantly difference in the infestation of Aulacaspis sp. among the sugarcane age strata and also the seasons, but the population density of Aulacaspis sp. was significantly different among the three sugarcane age strata.

(27)

Pendahuluan

Hama dapat menyerang berbagai bagian tanaman tebu, oleh karena itu hama merupakan salah satu hambatan dalam penyediaan tebu yang berkualitas (Abdullah et al. 2011). Umumnya bagian tanaman yang diserang hama yaitu bagian akar, batang dan daun. Hama yang menyerang pada bagian akar yaitu hama uret Lepidiota stigma (Coleoptera: Scarabaediae) dan tonggeret Tibicens sp. (Hemiptera: Cicadidae) (Saragih 2009; Achadian et al. 2011). Hama tebu yang menyerang pada bagian batang yaitu penggerek batang Chilo spp., Sesamia inferens, Tetramoera schistaceana, penggerek pucuk Scirpophaga excerptalis yang menyerang pada pucuk tanaman (titik tumbuh), kutu perisai Aulacaspis tegalensis, kutuputih Saccharicoccus sacchari dan tikus Rattus argentiventer (Fitzgibbon et al. 1999; Handiyana 2000; Achadian et al. 2011). Sedangkan hama yang menyerang pada daun yaitu kutu kebul Aleurolobus barodensis, kutu bulu putih Ceratovacuna lanigera, wereng daun Perkinsiella spp., Eumetopina flavipes, belalang Valanga nigricornis dan belalang kembara Locusta migratoria, kumbang pemakan daun Dicladispa armigera (Achadian et al. 2011).

Hama penting pada pertanaman tebu di Indonesia menurut Handiyana (2000) adalah tikus, penggerek batang, dan penggerek pucuk. Tikus sawah, Rattus argentiventer Rob dan Kloss (Rodentia: Muridae), menyebabkan kerusakan pada batang tebu bagian bawah berupa gigitan besar di ruas batang yang dimakan tikus dan gigitan besar bagian atas sehingga menyebabkan robohnya tanaman. Terdapat 5 spesies penting penggerek tebu di Pulau Jawa, dari Ordo Lepidoptera Famili Pyralidae yaitu penggerek pucuk putih Scirpophagaexerptalis Walker, penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus Bojer, penggerek batang berkilat Chilo auricilius Dudgeon, penggerek batang merah jambu Famili Noctuidae, Sesamia inferens, penggerek batang abu-abu Famili Tortricidae, Tetramoera schistaceana Snellen dan penggerek batang kuning Famili Crambidae, Chilo infuscatellus. Penggerek pucuk putih S. exerptalis menyerang pada pucuk tanaman tebu. Serangan penggerek batang dan penggerek pucuk mengakibatkan turunnya berat tebu yang dipanen karena pertumbuhan batangnya terganggu. Hama lain yang menyerang pada tanaman tebu Ordo Hemiptera Famili Cicadidae yaitu Tibicens sp., Delphacidae Perkinsiella saccharicida Kirkadly, Eumetopina flavipes Muir, Famili Aphididae Ceratovacuna lanigera Zehtner, Aleyrodidae Aleurolobus barodensis Maskell, Pseudococcidae Saccharicoccus sacchari Cockerell, Diaspididae Aulacaspis madiunensis dan Aulacaspis tegalensis (Achadian et al. 2011).

(28)

PT Sumber Sari Petung merupakan salah satu perkebunan tebu yang ada di Kediri, Jawa Timur. Informasi mengenai jenis dan kelimpahan populasi hama tanaman dalam musim yang berbeda penting untuk diketahui, namun informasi ini belum tersedia di perkebunan ini. Informasi ini sangat penting berkaitan dengan tindakan pengendalian yang akan dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mempelajari jenis hama yang menyerang tanaman tebu dan perbedaan serangan serta kepadatan populasi hama penting tanaman tebu pada musim kering dan musim basah serta pada umur tanaman tebu yang berbeda.

Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di perkebunan swasta milik PT Sumber Sari Petung, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri dan Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 – Maret 2015.

Metode Penelitian

Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui jenis hama dan jumlah populasinya. Pengamatan lapangan dilakukan di perkebunan tebu PT Sumber Sari Petung. Pengambilan data dilakukan pada musim kering (September-Oktober 2014) dan musim basah (Februari-Maret 2015). Pada pengamatan lapangan digunakan teknik pengamatan langsung pada rumpun contoh yang telah ditentukan.

Tanaman tebu yang diamati yaitu tebu ratun varietas Bululawang (BL). Tanaman dibagi ke dalam 3 rentang umur yaitu muda (1-4 bulan), umur pertengahan (5-9 bulan) dan tua (>9 bulan). Tanaman tebu ratun tidak melewati fase perkecambahan, umur 1-4 bulan merupakan fase pembentukan dan pertumbuhan anakan, umur 5-9 bulan fase pemanjangan batang dan pematangan, umur diatas 9 bulan merupakan fase matang (Rossler 2013; Samad 2013). Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan faktorial dengan 3 ulangan. Setiap rentang umur tanaman diamati dalam 3 blok sebagai ulangan. Tiap blok diambil 3 amplang, dimana setiap amplang diambil 3 baris, dan tiap baris diambil 3 rumpun secara acak sistematis untuk diamati jenis dan populasi hamanya (Gambar 1). Amplang merupakan kelompok barisan tempat tebu ditanam. Ukuran panjang tiap amplang tebu yaitu 16 m. Pengamatan dilakukan 2 kali pada musim kering dan basah, sehingga didapat seluruh blok yang diamati berjumlah 18 blok dengan 486 rumpun tanaman contoh.

(29)

Keterangan:

: rumpun contoh : barisan tanaman tebu

Anakan dan batang yang terdapat gejala atau tanda pada rumpun diamati, dan dilakukan pengambilan serta pembedahan dengan menggunakan pisau atau parang (Gambar 2) jika terlihat ada lubang gerekan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jenis penggerek batang yang menyerang.

Gambar 2 Pembedahan batang yang terdapat lubang gerekan

Banyaknya tanaman tebu yang terserang menunjukkan besarnya persentase serangan hama pada tanaman tersebut. Persentase serangan hama dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Serangan hama = total tanaman yang diamatitotal tanaman terserang x 100%

Hasil dan Pembahasan

Hama pada berbagai umur tanaman dan musim yang berbeda

Hama yang ditemukan menyerang tanaman tebu di perkebunan tebu PT Sumber Sari Petung adalah Valanga nigricornis, Dicladispa sp., Scirpophaga exerptalis, Chilo auricilius, Chilo sacchariphagus, Tetramoera schistaceana, Perkinsiella sp., Aleuroloubus sp., Saccharicoccus sacchari, Aulacaspis sp., dan Ceratovacuna sp. (Tabel 1). Bagian tanaman tebu yang diserang meliputi pucuk, tunas, daun dan batang. Hama tebu pada musim kering dapat ditemukan juga pada musim basah kecuali Ceratovacuna sp., karena kepadatan populasinya yang sangat rendah.

Sebagian besar hama dapat menyerang tanaman tebu sepanjang musim baik musim kering maupun musim basah dan dapat pula menyerang pada berbagai fase umur tanaman. Tebu memiliki daun sepanjang musim oleh karena itu keberadaan

Amplang3 Amplang1 Amplang 2

(30)
[image:30.595.58.491.207.697.2]

V. nigricornis, Dicladispa sp., Perkinsiella sp. dan Aleurolobus sp. terus bertahan. Selain itu, V. Nigricornis dan Dicladispa sp., merupakan serangga polifag sehingga saat tebu dipanen serangga ini dapat hidup pada inang lain. S. exerptalis menyerang pucuk tanaman dan mengakibatan kematian pucuk. Pucuk yang mati ini akan menginduksi mata tunas dibawahnya untuk tumbuh membentuk pucuk baru (siwilan), hal ini mengakibatkan pucuk terus tersedia hingga tanaman tua. C. auricilius dapat hidup pada tunas tanaman muda namun pada tanaman umur pertengahan dan tua serangga ini hidup di dalam batang tanaman. Kemampuan seperti ini menguntungkan bagi C. auricilius untuk tetap bertahan dalam pertanaman tebu. C. auricilius dapat hidup pada sisa tanaman tebu (tunggul) di bawah tanah sebelum tanaman ratun tumbuh.

Tabel 1 Hama tanaman tebu pada umur dan musim yang berbeda

No Nama hama tanaman Bagian

terserang

Umur Tanaman

Muda Pertengahan Tua

Musim

K B K B K B

1 Belalang (Orthoptera: Acrididae)

Valanga nigricornis Daun      

2 Kumbang pemakan daun

(Coleoptera: Chrysomelidae) Dicladispa sp.

Daun      X

3 Penggerek pucuk putih (Lepidotera: Pyralidae) Scirpophaga excerptalis

Pucuk / titik

tumbuh      

4 Penggerek batang berkilat (Lepidoptera: Pyralidae) Chilo auricilius

Batang dan

pucuk      

5 Penggerek batang bergaris (Lepidoptera: Pyralidae) Chilo sacchariphagus

Batang  X    

6 Penggerek batang abu-abu (Lepidoptera: Tortricidae) Tetramoera schistaceana)

Batang X X    

7 Wereng daun (Hemiptera:

Delphacidae) Perkinsiella sp. Daun      

8 Kutu hitam (Hemiptera:

Aleyrodidae) Aleurolobus sp. Daun      X

9 Kutu babi (Hemiptera: Pseudococcidae)

Saccharicoccus sacchari)

Batang dan

tunas  X    

10 Kutu perisai (Hemiptera:

Diaspididae) Aulacaspis sp. Batang  X    

11 Kutu bulu putih (Hemiptera:

Aphididae) Ceratovacuna sp. Daun  X X X X X

Keterangan: K = musim kering B = musim basah

(31)

Hama memiliki kesesuaian makan pada umur tanaman tebu, seperti penggerek batang dan kutu. Umur tanaman berkaitan dengan nutrisi yang dibutuhkan serangga. Penggerek batang, kutuputih dan kutuperisai lebih menyukai tanaman umur pertengahan dan tua. Batang tanaman umur pertengahan dan tua mengandung sukrosa sehingga lebih disukai oleh penggerek batang, kutu babi dan kutu perisai. Ikhtiyanto (2010) menyatakan bahwa fase pematangan sukrosa untuk tebu (plant cane murni) yang dipanen umur 12 bulan, berlangsung dari tanaman umur 9 bulan hingga 12 bulan. Fase pematangan sukrosa pada tebu ratun terjadi sebelum umur 9 bulan karena tebu ratun dipanen mulai umur 10 bulan. Oleh karena itu hama pada batang tebu meningkat saat umur tebu mulai memasuki fase pemasakan. Selain batang, jaringan meristem atau jaringan yang sedang tumbuh juga mengandung nutrisi yang tinggi (Price 2000), oleh karena itu serangan hama dapat terjadi pada jaringan tersebut. Jaringan meristem dapat ditemukan pada berbagai macam umur tanaman, jaringan ini dapat berupa akar, tunas dan pucuk daun. Penggerek pucuk, penggerek batang dan kutuputih seringkali ditemukan menyerang pada jaringan tersebut.

(32)

Penggerek pucuk, penggerek batang, kutu perisai dan kutuputih tergolong hama penting pada perkebunan tebu PT Sumber Sari Petung. Hama-hama ini dapat bertahan hidup sepanjang musim dan menyerang pada bagian penting tanaman (batang) serta dapat menyebabkan kerusakan langsung dan tidak langsung. Penggerek batang, penggerek pucuk putih dan kutuputih juga menjadi hama penting pada pertanaman tebu di PT Perkebunan XIV Cirebon (Nugroho 1986). Kutu perisai A. tegalensis menjadi hama penting pada perkebunan tebu di PT Gunung Madu Plantation, Lampung Tengah (Sunaryo & Hasibuan 2003). Serangan dan kepadatan populasi hama penting tanaman tebu pada umur tanaman dan musim yang berbeda

Serangan dan kepadatan populasi Scirpophaga excerptalis. Penggerek

[image:32.595.55.482.35.777.2]

pucuk putih Scirpophaga exerptalis menyerang pucuk tanaman tebu hingga ke titik tumbuhnya. Serangan dan kepadatan populasi penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis tidak berbeda baik antar umur tanaman maupun antar musim (Tabel 2 & 3).

Tabel 2 Serangan penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis (Lepidoptera: Pyralidae) antar umur dan musim yang berbeda

Umur

Tanaman Rata-rata ± SE (%)Musim kering Rata-rata ± SE (%)Musim basah Antar umur tanamanRata-rata ± SE (%)

Muda 20.99 ± 2.47 17.28 ± 4.45 0.04 ± 0.01 a

Pertengahan 13.58 ± 4.45 12.35 ± 4.45 0.03 ± 0.01 a

Tua 14.81 ± 5.66 11.11 ± 3.70 0.04 ± 0.01 a

Antar musim 16.46 ± 2.48 A 13.58 ± 2.31 A

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.

Tabel 3 Kepadatan populasi penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda

Umur Tanaman

Musim kering Musim basah Antar umur tanaman

Rata-rata ± SE

(individu/rumpun) (individu/rumpun)Rata-rata ± SE (individu/rumpun)Rata-rata ± SE

Muda 0.23 ± 0.05 0.26 ± 0.08 0.25 ± 0.04 a

Pertengahan 0.23 ± 0.09 0.17 ± 0.07 0.20 ± 0.05 a

Tua 0.22 ± 0.10 0.14 ± 0.05 0.18 ± 0.05 a

Antar musim 0.23 ± 0.04 A 0.19 ± 0.04 A

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.

(33)

kering dan musim basah juga tidak berpengaruh terhadap aktivitas makan S. excerptalis, karena serangga ini makan pada pucuk tanaman, tinggal di dalamnya dan baru keluar setelah menjadi imago. Oleh karena itu serangan dan kepadatan populasi tidak berbeda pada umur dan musim tanaman yang berbeda.

[image:33.595.112.509.639.729.2]

Serangga ini tersebar di Asia Tenggara dan Asia Timur. Wilayah sebaran S. excerptalis di Indonesia meliputi Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan, Sulawesi Tengah dan Nusa Tengara (Achadian et al. 2011). Imago S. exerptalis meletakkan telur pada permukaan daun bagian bawah kemudian menetas setelah 8-9 hari. Larva masuk kedalam pucuk melalui tulang daun pada daun yang paling muda dan menggerek hingga ke titik tumbuh. Daun yang terserang memiliki gejala berlubang shot hole (Gambar 3a). Kerusakan diakibatkan matinya pucuk disebabkan serangga makan pada titik tumbuh. Pupa berwarna putih kekuningan (Gambar 3b) dengan panjang 16.3 mm dan lebar 3.2 mm (Kumar & Rana 2013). Larva berpupa di dalam pucuk, sebelum berpupa larva membuat lubang keluar yang ditutupi oleh selaput tipis.

Gambar 3 Gejala serangan (a) dan pupa (b) Scirpophaga excerptalis Serangan dan kepadatan populasi Chilo auricilius. Berdasarkan hasil

pengamatan, serangan C. auricilius tidak berbeda nyata pada umur dan musim tanaman yang berbeda (Tabel 4). C. auricilius dapat makan pada berbagai umur tanaman, oleh karena itu serangga ini dapat terus bertahan dan ditemukan pada tanaman baik dimusim kering maupun musim basah. Curah hujan tidak menghalangi C. auricilius dalam aktivitas makan dan tempat tinggal karena serangga ini makan dan tinggal di dalam jaringan tanaman.

Tabel 4 Serangan penggerek batang berkilat Chilo auricilius (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda

Umur

Tanaman Rata-rata ± SE (%)Musim kering Rata-rata ± SE (%)Musim basah Antar umur tanamanRata-rata ± SE (%)

Muda 2.22 ± 7.71 66.67 ± 8.55 45.37 ± 17.26 a

Pertengahan 38.27 ± 7.51 53.09 ± 22.86 45.68 ± 11.26 a

Tua 44.44 ± 17.50 65.43 ± 14.24 54.94 ± 11.13 a

Antar musim 34.98 ± 6.79 A 61.73 ± 8.44 A

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.

(34)

Perbedaan umur tanaman dan musim saling berpengaruh terhadap kepadatan populasi C. auricilius (Tabel 5). Tanaman umur pertengahan dan tua memiliki batang dan ruas yang lebih panjang sehingga lebih banyak sumber daya yang tersedia untuk tempat hidup C. auricilius. Pada musim basah, curah hujan lebih tinggi dibandingkan musim kering. Curah hujan yang tinggi dapat memengaruhi aktivitas musuh alami C. auricilius dalam menemukan inangnya sehingga populasi C. auricilius dapat lebih tinggi pada bulan basah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hidayati (2009) bahwa unsur cuaca sangat yang sangat memengaruhi terjadinya fluktuasi populasi penggerek batang adalah curah hujan. C. auricilus yang selamat dari predator dan parasitoid dapat melanjutkan hidup dan meletakkan keturunan, oleh karena itu C. auricilius lebih banyak ditemukan pada tanaman pertengahan dan tua dimusim basah.

Tabel 5 Kepadatan populasi penggerek batang berkilat Chilo auricilius (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda

Umur Tanaman

Musim kering Musim basah Antar umur tanaman

Rata-rata ± SE

(individu/rumpun) (individu/rumpun)Rata-rata ± SE (individu/rumpun)Rata-rata ± SE

Muda 1.00 ± 0.10 b 1.05 ± 0.05 b 1.03 ± 0.05 a

Pertengahan 0.85 ± 0.05 b 1.37 ± 0.15 a 1.11 ± 1.14 a

Tua 0.85 ± 0.06 b 1.40 ± 0.17 a 1.12 ± 0.15 a

Antar musim 0.90 ± 0.04 a 1.28 ± 0.09 b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu dan antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.

[image:34.595.114.452.574.764.2]

C. auricilius dapat menyerang tunas pada tanaman muda (Gambar 4a) dan dan batang tanaman tebu umur pertengahan dan tua (Gambar 4b). Serangan pada tunas menyebabkan kematian tunas karena C. auricilius menggerek hingga titik tumbuh, sedangkan serangan pada batang mengakibatkan gejala gerekan yang lurus. Larva hidup selama 47 hari, kemudian berkembang menjadi pupa selama 8.3 hari selanjutnya keluar menjadi imago dan hidup selama 5-6 hari (Taneja & Nwanze 1990). Imago berukuran 0.75-1.35 cm dan betina meletakkan kelompok telur di bagian permukaan bawah daun (Achadian et al. 2011).

Gambar 4 Gejala serangan C. auricilius pada tanaman tebu umur muda

(35)

C. auricilius merupakan salah satu hama tanaman tebu yang paling merusak di India. Serangga ini menyerang batang dan mengganggu tanaman dalam pematangan sukrosa. Larva makan pada pelepah daun yang sangat lembut selama satu minggu pertama, kemudian masuk dan makan pada batang tanaman. Serangga ini juga dapat menyerang akar tanaman yang baru tumbuh. Kerusakan yang diakibatkan dapat ditemukan pada bagian tengah dan bawah tanaman (Taneja & Nwanze 1990).

Serangan dan kepadatan populasi Chilo sacchariphagus. Serangan dan

kepadatan populasi Chilo sacchariphagus semakin tinggi seiring dengan bertambahnya umur tanaman, namun serangan dan kepadatan populasi musim basah dan musim kering tidak berbeda nyata (Tabel 6 & 7). Tanaman tebu umur muda kurang sesuai bagi kehidupan C. sacchariphagus, diameter tunas yang baru tumbuh lebih sempit dibandingkan batang umur pertengahan dan tua. Larva C. sacchariphagus memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan C. auricilius, ukuran ngengat C. sacchariphagus yaitu 1.2-1.8 cm (Achadian et al. 2011). Tanaman tebu umur tua menyediakan sumber daya yang lebih banyak berupa batang tanaman. Sumber daya yang sesuai ini dapat meningkatkan serangan dan kepadatan populasi C. sacchariphagus. Oleh sebab itu serangan dan kepadatan populasi hama ini ini sangat rendah pada tanaman tebu umur muda. Tabel 6 Serangan penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus (Lepidoptera:

Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda

Umur

Tanaman Rata-rata ± SE (%)Musim kering Rata-rata ± SE (%)Musim basah Antar umur tanamanRata-rata ± SE (%)

Muda 2.47 ± 2.47 0.00 ± 0.00 1.23 ± 1.23 b

Pertengahan 56.79 ± 18.19 34.57 ± 19.28 45.68 ± 12.85 a

Tua 75.31 ± 10.11 56.79 ± 13.75 66.05 ± 8.68 a

Antar musim 44.86 ± 12.49 A 30.45 ± 10.72 A

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.

Tabel 7 Kepadatan populasi penggerek batang bergaris Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda

Umur Tanaman

Musim kering Musim basah Antar umur tanaman

Rata-rata ± SE

(individu/rumpun) (individu/rumpun)Rata-rata ± SE (individu/rumpun)Rata-rata ± SE

Muda 0.04 ± 0.04 0.00 ± 0.00 0.02 ± 0.02 b

Pertengahan 1.33 ± 0.57 0.84 ± 0.43 1.09 ± 0.34 a

Tua 2.75 ± 0.56 1.28 ± 0.42 2.02 ± 0.45 a

Antar musim 1.37 ± 0.45 A 0.71 ± 0.26 A

(36)

C. sacchariphagus merupakan penggerek batang yang makan dan hidup di dalam batang tebu hingga berpupa dan keluar sebagai imago. Curah hujan pada bulan basah tidak berpengaruh pada aktivitas makannya karena serangga ini terlindung dalam batang tebu. Selain itu, kerasnya tanaman tebu melindungi serangga ini dari gangguan musuh alami.

[image:36.595.61.472.19.536.2]

Gejala yang ditimbulkan pada tanaman muda yaitu matinya anakan sedangkan pada tanaman tua yaitu adanya lubang gerekan yang apabila dibelah terdapat lubang gerek yang tidak beraturan (Gambar 5a). Instar yang baru menetas dapat hidup pada daun muda yang masih menggulung (Gambar 5b), makan pada daun tersebut dan menimbulkan bercak-bercak transparan memanjang tidak beraturan di daun (Achadian et al. 2011).

Gambar 5 Gejala serangan Chilo sacchariphagus pada batang (a) dan daun (b) C. sacchariphagus disebut juga sebagai penggerek antar ruas, karena larva dapat makan dan menembus ruas dalam batang tebu. Serangga ini memiliki nilai ekonomi yang penting pada perkebunan tebu India. Kerusakan yang diakibatkan yaitu kehilangan kuantitas (batang) dan kualitas (nira). Siklus hidup serangga ini berlangsung selama 42-60 hari dan memiliki 6 generasi (overlapping) selama satu tahun (Taneja & Nwanze 1990).

Serangan dan kepadatan populasi Tetramoera schistaceana. Perbedaan

umur tanaman dan musim saling memengaruhi serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana (Tabel 8 & 9). Tanaman umur tua memiliki sumberdaya yang lebih banyak baik sebagai makanan ataupun penyediaan tempat tinggal dibandingkan tanaman tebu umur muda dan pertengahan. Oleh karena itu, serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana paling tinggi terdapat pada tanaman umur tua dimusim basah. tanaman umur tua dimusim basah memiliki sumberdaya yang lebih banyak dan tidak mengalami gangguan stress air sehingga pertumbuhan dan perkembangannya tidak terganggu dan memiliki vigor tanaman yang baik (Rossler 2013). Serangga ini juga dapat menyerang tanaman muda (Achadian et al. 2011). Serangan pada tanaman muda dapat menyebabkan mati pucuk (Fitzgibbon et al. 1999).

(37)

Tabel 8 Serangan populasi penggerek batang abu-abu Tetramoera schistaceana (Lepidoptera: Tortricidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda

Umur

Tanaman Rata-rata ± SE (%)Musim kering Rata-rata ± SE (%)Musim basah Antar umur tanamanRata-rata ± SE (%)

Muda 0.00 ± 0.00 c 0.00 ± 0.00 c 0.00 ± 0.00 a

Pertengahan 6.49 ± 6.49 bc 15.67 ± 7.69 b 15.67 ± 7.69 a

Tua 6.49 ± 6.49 bc 47.68 ± 8.35 a 27.09 ± 10.35 b

Antar musim 4.83 ± 4.83 b 24.18 ± 8.20 a

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu dan antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.

Tabel 9 Kepadatan populasi penggerek batang abu-abu Tetramoera schistaceana (Lepidoptera: Tortricidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda

Umur Tanaman

Musim kering Musim basah Antar umur tanaman

Rata-rata ± SE

(individu/rumpun) (individu/rumpun)Rata-rata ± SE (individu/rumpun)Rata-rata ± SE

Muda 0.00 ± 0.00 c 0.00 ± 0.00 c 0.00 ± 0.00 b

Pertengahan 0.04 ± 0.04 c 0.47 ± 0.27 b 0.25 ± 0.15 ab

Tua 0.04 ± 0.04 c 0.94 ± 0.20 a 0.49 ± 0.22 a

Antar musim 0.02 ± 0.02 b 0.47 ± 0.17 a

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu dan antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.

Serangan dan kepadatan populasi T. schistaceana yang tinggi pada musim basah dapat disebabkan oleh terhambatnya musuh alami (predator dan parasitoid) T. schistaceana dalam menemukan inang yang diakibatkan oleh tingginya curah hujan pada musim basah. Curah hujan dapat mengganggu serangga dalam aktivitasnya mencari makan (Yuma 2007). Individu T. schistaceana yang selamat dari musuh alami dapat menyelesaikan siklus hidup dan melanjutkan generasi berikutnya. Serangga ini hidup dan menggerek dibalik pelepah daun yang melindungi dirinya dari musuh alami dan curah hujan. Curah hujan yang tinggi tidak berpengaruh pada aktivitas makan T. schistaceana karena serangga ini hidup dan makan di dalam jaringan tanaman. Curah hujan dapat memengaruhi ketersediaan air yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu (Rossler 2013).

(38)
[image:38.595.30.474.75.763.2]

Gambar 6 Gejala gerekan Tetramoera schistaceana pada batang tebu Serangan dan kepadatan populasi Saccharicoccus sacchari. Serangan S. sacchari antar umur tanaman tebu umur dan antar musim tidak berbeda (Tabel 10). Hal ini terjadi karena S. sacchari hidup berkoloni (Gambar 7) dan tidak aktif bergerak kecuali nimfa instar awal (crawler).

Tabel 10 Serangan kutuputih Saccharicoccus sacchari (Hemiptera:

Pseudococcidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda

Umur Tanaman Musim Kering Musim Basah Antar Umur Tanaman

Rata-rata ± SE (%) Rata-rata ± SE (%) Rata-rata ± SE (%)

Muda 1.23 ± 1.23 0.00 ± 0.00 0.62 ± 0.62 a

Pertengahan 18.52 ± 9.80 17.11 ± 9.88 16.67 ± 5.88 a

Tua 8.64 ± 8.64 4.94 ± 1.23 6.79 ± 3.99 a

Antar musim 9.47 ± 4.54 A 6.58 ± 3.31 A

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.

Gambar 7 Koloni S. sacchari pada batang tebu

(39)

yang kurang menguntungkan, seperti adanya musuh alami dan paparan sinar matahari. Semut juga dapat membantu pergerakan S. sacchari namun tidak untuk jarak jauh (Rajendra 1974). Pergerakan seperti ini mengakibatkan serangan S. sacchari di lapangan menjadi rendah.

[image:39.595.118.517.234.342.2]

Kepadatan populasi S. sacchari berbeda antar umur tanaman, namun tidak ada perbedaan antar musim (Tabel 11). Kepadatan populasi S. sacchari paling rendah terdapat pada tanaman tebu umur muda dan paling tinggi terdapat pada tanaman tebu umur pertengahan.

Tabel 11 Kepadatan populasi Saccharicoccus sacchari (Hemiptera:

Pseudococcidae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda

Umur Tanaman Musim KeringRata-rata ± SE Musim Basah Antar Umur Tanaman (individu/rumpun) (individu/rumpun) Rata-rata ± SE (individu/rumpun) Rata-rata ± SE

Muda 1.10 ± 0.00 1.10 ± 0.00 1.10 ± 0.00 b

Pertengahan 1.56 ± 0.37 1.68 ± 0.30 1.62 ± 0.21 a

Tua 1.19 ± 0.10 1.22 ± 0.06 1.21 ± 0.05 ab

Antar musim 1.28 ± 0.13 A 1.33 ± 0.12 A

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.

Perbedaan kepadatan populasi antar umur tanaman tebu terjadi karena kesesuaian nutrisi dan tempat hidup bagi S. sacchari. Pada batang tebu tanaman umur pertengahan pelepah tanaman masih tersedia, yang berfungsi sebagai pelindung S. sacchari dari gangguan musuh alami dan gangguan lingkungan (curah hujan dan desikasi). Sehingga kondisi seperti ini sesuai dengan kebutuhan hidup S. sacchari. Namun pada tebu umur tua populasi mulai menurun hal ini terjadi karena batang tebu tua jaringan yang berkembang (meristem) sudah menurun dibandingkan tebu umur pertengahan, sedangkan serangga ini makan di sekitar gelang akar yang merupakan jaringan meristem. Selain itu, pada tebu tua pelepah sudah sangat renggang sehingga kemungkinan musuh alami untuk menemukan S. sacchari menjadi tinggi (Yuliani 2015).

Serangan dan kepadatan populasi Aulacaspis sp.. Serangan serangan

Aulacaspis sp. menunjukkan adanya interaksi antara umur tanaman dan musim (Tabel 12).

Tabel 12 Serangan kutuperisai Aulacaspis sp. (Hemiptera: Diaspididae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda

Umur tanaman Rata-rata ± SE (%)Musim kering Rata-rata ± SE (%)Musim basah Antar umur tanamanRata-rata ± SE (%) Muda 2.47 ± 2.47 c 0.00 ± 0.00 c 1.23 ± 1.23 b Pertengahan 33.33 ± 5.66 b 25.93 ± 15.42 bc 15.12 ± 15.20 a

Tua 75.31 ± 3.27 a 20.99 ± 15.76 bc 48.19 ± 14.12a

Antar musim 37.04 ± 10.74 a 20.99 ± 15.76 b

[image:39.595.114.513.628.718.2]
(40)

Serangan tertinggi terdapat pada tanaman tua dimusim kering. Hal ini sesuai dengan Sunaryo dan Hasibuan (2003) yang menyatakan bahwa populasi kutuperisai mulai meningkat pada tebu umur menjelang tua yaitu 8 bulan dan mencapai puncaknya pada tanaman berumur 11 bulan. Populasi Aulacaspis sp. hidup secara berkoloni (Gambar 8) dan memiliki pola distribusi mengelompok (clumped) (Yuliani 2015) pada batang tanaman tebu.

Gambar 8 Populasi Aulacaspis sp. pada batang tanaman tebu

[image:40.595.81.483.516.631.2]

Kepadatan populasi kutuperisai Aulacaspis sp. pada umur yang berbeda menunjukkan perbedaan, populasi pada tanaman muda lebih rendah dibandingkan tanaman umur pertengahan dan tua, namun populasi tidak berbeda antar musim (Tabel 13). Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa tanaman tebu muda kurang disukai oleh Aulacaspis sp., hal ini sesuai dengan pernyataan (Sunaryo & Hasibuan 2003), kutuperisai kurang menyukai tanaman tebu dibawah umur 7 bulan. Tanaman tebu berumur kurang dari 7 bulan pelepah batang masih melekat sangat kuat, sehingga sulit bagi serangga ini untuk menyelinap masuk dan hidup dibalik pelepah (Yuliani 2015).

Tabel 13 Populasi kutuperisai Aulacaspis sp. (Hemiptera: Diaspididae) pada umur tanaman tebu dan musim yang berbeda

Umur tanaman Musim kering Musim basah

Antar umur tanaman Rata-rata ± SE

(individu/rumpun) (individu/rumpun)Rata-rata ± SE (individu/rumpun)Rata-rata ± SE

Muda 0.72 ± 0.01 0.71 ± 0.00 0.71 ± 0.01 b

Pertengahan 1.02 ± 0.19 1.27 ± 0.28 1.14 ± 0.16 a

Tua 1.41 ± 0.12 1.03 ± 0.18 1.22 ± 0.13 a

Antar musim 1.05 ± 0.12 a 1.00 ± 0.13 a

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama antar umur tanaman tebu atau antar musim tidak berbeda nyata berdasarkan uji duncan pada taraf 5%.

(41)

Simpulan

(42)
(43)

4

BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI

Saccharicoccus

sacchari

COCKERELL (HEMIPTERA:

PSEUDOCOCCIDAE)

ABSTRAK

Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan hama minor pada pertanaman tebu di Indonesia walaupun di beberapa negara dilaporkan sebagai hama utama seperti di Australia, Sri Lanka dan Mesir. Informasi mengenai biologi dan statistik demografi S. sacchari masih terbatas. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mempelajari biologi dan statistik demografi hama tersebut. Nimfa instar awal sebanyak 50 individu masing-masing dipelihara pada potongan batang tebu dan diamati setiap hari untuk dicatat perkembangan harian dan keturunan yang diletakkannya. Data yang didapat digunakan untuk memperoleh informasi biologi seperti stadia tiap instar, periode praoviposisi, siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian. Data tersebut juga digunakan untuk menyusun tabel neraca hayati untuk penghitungan statistik demografi menggunakan metode jackknife. Fase pradewasa S. sacchari terdiri dari 4 instar nimfa dengan waktu tiap instar masing-masing yaitu 3.22, 2.77, 3.69 dan 2.84 hari. Periode praoviposisi, siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian masing-masing yaitu 4.14. 17.10, 22.62 hari dan 208.90 nimfa. Perkembangan populasi S. sacchari mengikuti kurva sintasan tipe IV. Laju pertambahan intrinsik 0.15 nimfa per hari, laju reproduksi bersih 120.59 nimfa per betina per generasi, lama generasi dan waktu berlipat ganda 32.19 dan 4.65 hari.

(44)

4 BIOLOGY AND DEMOGRAPHIC STATISTICS OF

Saccharicoccus sacchari

COCKERELL (HEMIPTERA:

PSEUDOCOCCIDAE)

ABSTRACT

Saccharicoccus sacchari Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) has been a minor sugarcane pest in Indonesia although it has been reported as an important sugarcane pest in other countries such as Australia, Sri Lanka and Egypt. There are limited information about the biology and demographic statistics of S. sacchari. Therefore this research was conducted to study the biology and demographic statistics of the pest. Fifty first instar nymphs were reared on sugarcane stalk individually and observed daily to note the development and number of offspring laid. The collected data were used to obtain information about the biology of the pest such as the stadia of each instar, preoviposition period, life cycle, adult longevity and fecundity. The data also used to construct life tables for calculating demographic statistics using the jackknife method. The immature stages consisted of 4 instars with the stadia of 1st, 2nd, 3rd and 4th instars were 3.22, 2.77, 3.69 and 2.84 days, respectively. The preoviposition period, life cycle, adult longevity and fecundity of S. sacchari were 4.14 days, 17.10 days, 22.62 days, and 208.90 nymphs per female, re

Gambar

Tabel Neraca Hayati (Life Table)
Gambar 1  Titik pengambilan sampel hama tanaman tebu per blok
Tabel 1  Hama tanaman tebu pada umur dan musim yang berbeda
Tabel 2  Serangan penggerek pucuk putih Scirpophaga excerptalis (Lepidoptera:
+7

Referensi

Dokumen terkait

furnacalis merupakan hama utama yang menyerang pada bagian batang jagung namun juga dapat menyerang tongkol.. Jika serangannya tinggi, Archer dan Bynum (1994)

Hasil pengamatan menunjukkan wereng coklat Nilaparvata lugens dan penggerek batang padi merupakan hama yang dominan pada tanaman padi hibrida.. Kedua jenis hama

Survei dilakukan menggunakan metode sampel acak terpilih ( Purposive Random Sampling). Spesies hama yang ditemukan menyerang tanaman kakao adalah 1) Helopeltis spp. 4)

Pada penelitian ini dibuatlah Sistem Pakar Identifikasi Hama dan Penyakit Tanaman Tebu Menggunakan Metode Naïve Bayes , yang merupakan bagian dari teknik

Penggerek batang Sesamia inferens ditemukan sudah dalam bentuk larva muda dengan populasi yang sangat rendah, hama ini umumnya makan daun dan bersembunyi pada kelopak daun pada

Di Kalimantan Selatan ditemukan beberapa jenis hama yang menyerang pertanaman jagung, yang paling banyak merusak adalah lalat bibit (Atherigona oryzae), penggerek batang

Pada kesempatan ini bahasan yang diulas adalah mengenai identifikasi hama ngengat penggerek batang padi menggunakan sensor warna TCS3200 yang merupakan bagian dari sistem

Hama yang sering menyerang tanaman padi sawah di Sulawesi Tenggara adalah: Tikus, Penggerek Batang, Walang Sangit, Keong Mas, sedangkan penyakit tanaman padi yang