Lampiran 1.
Data Curah Hujan (mm) Stasiun Klimatologi Arul Gading
2002 – 2012
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Rata-rata
Bulan mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm
Januari 183,2 119 210 196 164 325 314 142,5 236 356 226,7
Februari 165 220 115 196 273 20 411 135 53,5 293,5 379,5
Maret 150 180 110 199 305 110 462,2 521,5 119,5 367,5 393,5
April 112 430 220 157 33 705 340,1 389 282 329,5 361
Mei 132 60 211 239 157 407 61 307,2 155,5 155 135
Juni 170 90 232 275 170 144 261 21 135,5 20 50,5
Juli 200 80 80 68 54 34 321,2 25 105,5 39 184
Agustus 190 100 89 312 22 150 183,4 178,8 16 278 211,4
September 255 57 100 373 253 101 129,5 106 410,6 211 92
Oktober 343 190 275 281 619 330 397,5 245 76 215,5 440,5
November 465 179 329 237 260 295 384,7 301 427 346,5 524
Desember 380 87 443 226 246 337 378,5 336 272 391,5 295,5
Jumlah Bulan
Basah 12 7 10 11 9 10 11 10 9 10 10 9.86
Jumlah Bulan
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T.S., 1991. Survai Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Foth H. D. 1994. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Soenartono Adi Soemarto. Edisi keenam. Erlangga. Jakarta.
Guslim, 2009. Agroklimatologi. USU Press. Medan.
Hardjowigeno, S., 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta.
Kusumadinata, K., 2011. Data Dasar Gunung Api Indonesia. Direktorat Vulkanologi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Mukhlis, 2011. Tanah Andisol : Genesis, Klasifikasi, Karakteristik, Penyebaran dan Analisis. USU Press, Medan.
Neall, V. E., 1984. Parent Material of Andisols. In F. H. Beinroth, W. Luziol, F. Maldonado P., and H. Eswaran (eds). Taxonomy and Management of Andisols. Proceeding of 6th International Soil Classification Workshop : 9 – 19.
Rayes., M. L., 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. CV. Andi Yogyakarta.
Soil Survey Staff, 2014. Keys to Soil Taxonomy Twelfth Edition. United States Department of Agriculture Natural Resources Conservation Service. Washington D.C. US.
Sukma, W.P.D., A. Verhagen, J. Dai, P. Buurman, T. Balsem, Suratman, dan H. Vejre, 1990. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Takengon (0520), Sumatera. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Lereng Selatan Gunung Burni Telong
Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh. Analisis tanah
dilakukan di Laboratorium Riset & Teknologi, Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara dan Balai Penelitian Tanah, Bogor, yang dilaksanakan pada bulan
Februari 2014 sampai September 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 profil tanah pewakil,
formulir isian profil, sampel tanah dari 2 profil yang diambil tiap lapisan, serta
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Satuan Lahan dan
Tanah Lembar Takengon (0520) Sumatera sebagai peta acuan penentuan titik
koordinat dan pembuatan profil tanah pewakil, GPS (Global Positioning System),
meteran, pisau pandu, Munsell Soil Color Chart, Buku Kunci Taksonomi Tanah
2014 (Keys to Soil Taxonomy 2014), ring sampel untuk mengambil sampel tanah,
kantung plastik 1 kg sebagai wadah tanah, buku panduan pengamatan tanah di
lapang, kertas label sebagai penanda sampel, spidol, dan kamera, serta alat-alat
yang digunakan untuk analisis di laboratorium.
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan metode survey di lereng selatan Gunung
Burni Telong Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah. Penetapan sampel
Pelaksanaan Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan konsultasi dengan
dosen pembimbing, telaah pustaka, penyusunan usulan penelitian, pengumpulan
data primer berupa peta satuan lahan dan tanah lembar Takengon (0520)
Sumatera, mengadakan survei pendahuluan ke lapangan dan penyediaan bahan
serta peralatan yang digunakan di lapangan.
Kegiatan di Lapangan
a) Pemilihan daerah penelitian
Penentuan titik koordinat dan lokasi pembuatan dua profil pewakil dengan
mengacu pada peta satuan lahan dan tanah Lembar Takengon (0520)
Sumatera (Gambar 1), yaitu :
Va.1.6.1t yaitu stratovolkan, tuff intermedier, lahar (muda), lereng tengah,
cukup curam sampai curam (16 – 25 %), agak toreh.
Va.1.4.1t yaitu stratovolkan, tuff intermedier, lereng bawah dan kaki
b) Pembuatan profil tanah
Pembuatan profil tanah pada dua satuan lahan (Gambar 1.) dilakukan dengan
mengikis tebing yang mewakili tiap daerah penelitian untuk karakterisasi
tanah yang menunjukkan sifat dan ciri morfologi tanah yang akan diamati.
c) Pengamatan morfologi tanah
Pengamatan morfologi tanah ini meliputi horizon tanah, kedalaman horizon,
warna tanah, struktur tanah, konsistensi, batas topografi dan batas horizon
yang berpedoman kepada buku Pedoman Pengamatan Tanah di Lapang (Balai
Penelitian Tanah, 2004).
d) Pengambilan contoh tanah
Contoh tanah diambil pada setiap horison atau lapisan tanah untuk dianalisis
di laboratorium sedangkan pengambilan contoh tanah tidak terganggu dengan
menggunakan ring sample, Pada saat pengambilan sampel tanah dicatat juga
data-data dari daerah penelitian yang meliputi vegetasi, fisiografi, drainase,
ketinggian tempat, letak geografis dan penggunaan lahan.
e) Penyimpanan contoh tanah
Contoh tanah yang telah diambil langsung dimasukkan ke dalam kantong
plastik dan diberi tanda sesuai dengan horison dan profil tanahnya.
Tahap analisis
a) Analisis di laboratorium, meliputi :
1. Tekstur tanah dengan metode Pipet
2. Kerapatan Isi dengan ring sampel
3. Analisa pH H2O (1:2,5), pH KCl, pH NaF, dengan metode Elektometri
5. Analisa Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah, dengan ekstraksi
NH4OAc pH 7
6. Analisa Kation Basa-basa Tukar (K, Ca, Mg, dan Na) tanah, dengan
ekstraksi NH4OAc pH 7
7. Analisa C-Organik, dengan metode Walkley & Balck
8. Analisa Retensi Fosfat, dengan metode Blakemore
9. Analisa Al-oksalat (Alo) untuk menganalisis bentuk Al-Amorf dengan
ekstraksi NH4 Oksalat
10. Analisa Si-oksalat (Sio) untuk menganalisis Si-Amorf, dengan ekstraksi
NH4 Oksalat
11. Analisa Fe-oksalat (Feo) untuk menganalisis bentuk Fe-Amorf dengan
ekstraksi NH4 Oksalat.
b) Analisis Data
Data-data dari hasil penelitian di lapangan dan laboratorium digunakan untuk
proses pengklasifikasian tanah berdasarkan Taksonomi Tanah 2014. Proses
pengklasifikasian tanah berdasarkan Taksonomi Tanah 2014 sebagai berikut :
1. Ditentukan simbol horison utama dan sub horison
2. Ditentukan horizon atas penciri
3. Ditentukan horizon bawah penciri
4. Ditentukan ordo tanah
5. Ditentukan sub ordo
6. Ditentukan great group, dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Deskripsi Profil Tanah di Lereng Selatan Gunung Burni Telong
Profil tanah diamati di lereng selatan gunung Burni Telong, Kecamatan
Bukit, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berada
pada ketinggian 1.561 m dari permukaan laut (dpl) untuk P1, dan 1.357 m dpl
untuk P2. Profil P1 terletak di lereng tengah gunung burni telong, dan profil P2
terletak di lereng bawah / kaki gunung burni telong. Kedua lokasi profil tanah
dapat dilihat pada Gambar 2.
Pendeskripsian terhadap profil tanah dapat dijadikan sebagai
penggambaran dari tubuh tanah dan pada hakikatnya merupakan pengkajian
secara teliti terhadap horizon tanah. Penentuan horizon tanah didasarkan pada
jumlah sifat yang dijadikan sebagai faktor pembeda seperti warna, tekstur,
struktur, konsistensi, dan batas horizon. Adapun deskripsi dari kedua profil tanah
a. Profil P1 (Lereng Tengah Gunung Burni Telong)
Tabel 1. Deskripsi profil P1 (Lereng Tengah Gunung Burni Telong) Lokasi
Kode
Kode Land Unit
Koordinat
Kampung Central, Kec. Bukit, Kab. Bener Meriah
P1
Semak Belukar (Graminae)
Humik Psammentik Dystrudepts
30 cm Okrik, 100 cm Kambik
Horizon Uraian
A
Bw
C
Kedalaman 0 – 23/30 cm, hitam kecoklatan (10 YR 2/2), pasir berlempung, struktur remah, halus lemah, konsistensi gembur, perakaran halus dan sedang banyak, perakaran kasar sedikit, batas tegas berombak.
Kedalaman 23/30 – 180 cm, merah kotor (7,5 YR 4/4), pasir, struktur remah, sangat halus lemah, konsistensi gembur, perakaran halus dan sedang banyak, batas angsur berombak.
b. Profil P2 (Lereng Bawah / Kaki Gunung Burni Telong)
Tabel 2. Deskripsi profil P2 (Lereng Bawah / Kaki Gunung Burni Telong) Lokasi
Kode
Kode Land Unit
Koordinat
Kampung Kute Lintang, Kec. Bukit, Kab. Bener Meriah
P2
Va.1.4.1t
N 04º41’42.3”
E 96º51’41.9”
Kipas Vulkanik
Pumice
1.357 m dpl
145 cm
Kopi (Coffea arabica), Lamtoro (Leucaena
leucocepala)
Typic Hapludand
0-30 cm Okrik, 35–75 /90-140 cm Kambik
0-65 cm / 90-140 cm Andik
Horizon Uraian
Kedalaman 0 – 35 cm, hitam kecoklatan (2,5 Y 3/2), lempung berpasir, struktur remah, halus lemah, konsistensi gembur, perakaran halus banyak, perakaran sedang sedikit, batas tegas berombak.
Kedalaman 35 – 75 cm, coklat kekuningan (2,5 Y 5/3), lempung berpasir, struktur gumpal bersudut sedang agak kuat, konsistensi teguh, perakaran halus sedang, batas angsur berombak.
Kedalaman 75 – 85 cm, coklat kekuningan cerah (2,5 Y 7/6), kuning keabu-abuan (2,5 Y 7/2), pasir, strutur lepas, konsistensi lepas, perakaran halus sedang, batas baur lurus. Kedalaman 85 – 105 cm, coklat kehijauan (2,5 Y 4/4), lempung, struktur gumpal bersudut sedang agak kuat, konsistensi gembur, perakaran halus sedikit, batas angsur lurus.
Kedalaman 105 – 140 cm, coklat kekuningan (2,5 Y 5/6), liat, struktur gumpal bersudut sedang lemah, konsistensi gembur, perakaran halus sedikit, batas angsur lurus.
2. Analisis Laboratorium 2.1Sifat Fisika Tanah
Adapun sifat fisika tanah yang diamati adalah tekstur dan kerapatan isi
tanah. Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya suatu tanah. Berdasarkan atas
banyaknya ukuran butir pasir, debu, dan liat maka tanah dapat dikelompokkan
kedalam beberapa macam kelas tekstur. Kerapatan isi merupakan berat tanah per
satuan luas volume yang dinyatakan dalam g/cm3.
Distribusi ukuran butir, kelas tekstur, dan kerapatan isi pada kedua profil
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Tekstur dan Kerapatan isi Tanah di Lereng Gunung Burni Telong
Horizon Kedalaman Distribusi Ukuran Partikel Tekstur Kerapatan isi Pasir Debu Liat
---- cm ---- --- % --- - g/cm3 -
P1 (Lereng Tengah Gunung Burni Telong)
A
P2 (Lereng Bawah / Kaki Gunung Burni Telong)
A
2.2Sifat Kimia Tanah
Adapun sifat kimia tanah yang diamati adalah pH H2O, pH KCl, pH NaF,
kation-kation tukar, Kapasitas Tukar Kation (KTK), Kejenuhan Basa (KB),
C-Organik, Retensi Fosfat, dan Al Oksalat (Alo), Fe Oksalat (Feo), serta Si Oksalat
(Sio).
Hasil analisis sifat kimia tanah yang diamati pada kedua profil disajikan
Tabel 4. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah di Lereng Gunung Burni Telong
P1 (Lereng Tengah Gunung Burni Telong)
A
P2 (Lereng Bawah / Kaki Gunung Burni Telong)
Pembahasan
Klasifikasi Tanah
Berdasarkan data-data yang diperoleh baik data laboratorium, pengamatan
di lapangan dan data iklim, maka dapat dilakukan klasifikasi tanah dengan
menggunakan Kunci Soil Taxonomy (USDA, 2010). Langkah pertama yang
dilakukan adalah menentukan horizon atas penciri (epipedon), horizon bawah
penciri (endopedon). Setelah itu dilakukan penentuan ordo, sub ordo, great group
dan sub group.
Profil 1 (P1) (Lereng Tengah Gunung Burni Telong)
Penentuan Horizon Atas Penciri
- Tidak termasuk epipedon Anthropik, karena tidak memiliki horizon permukaan.
- Tidak termasuk epipedon Folistik, karena tidak memiliki lapisan yang jenuh air selama kurang dari 30 hari kumulatif.
- Tidak termasuk epipedon Histik, karena tidak memiliki lapisan yang dicirikan oleh adanya saturasi (selama 30 hari atau lebih, kumulatif) dan reduksi selama
sebagian waktu dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk epipedon Melanik, karena tidak memiliki kandungan c-organik 6% atau lebih sebagai berat rata-rata dan 4% atau lebih karbon organik pada
semua lapisan.
- Termasuk epipedon Okrik, karena mempunyai value warna rendah dan chroma rendah tetapi terlalu tipis untuk dimasukkan sebagai epipedon mollic atau
umbric.
Penentuan Horizon Bawah Penciri
- Tidak termasuk horison Agrik, karena tidak terdapat langsung di bawah lapisan olah yang mengandung akumulasi debu, liat dan humus.
- Tidak termasuk horison Albik, karena horison tidak berwarna pucat atau tidak ada horison A2 = E (bukan merupakan horizon eluvial).
- Tidak termasuk horizon Argilik, karena tidak menunjukkan tanda illuviasi liat. - Tidak termasuk horizon Kalsik, karena tidak mengandung 15% atau lebih
CaCO3.
- Termasuk horison Kambik, karena mempunyai tekstur pasir sangat halus, tidak mempunyai kombinasi kondisi akuik di dalam 50 cm dari permukaan tanah,
atau telah didrainase, bukan merupakan bagian dari suatu horison Ap,
warnanya tidak cukup gelap (tidak memenuhi persyaratan warna untuk
epipedon molik atau umbrik).
Penentuan Ordo
- Tidak termasuk Gelisol, karena tidak terdapat lapisan permafrost.
- Tidak termasuk Histosol, karena bukan merupakan tanah organik dan tidak jenuh air selama 30 hari atau lebih per tahun.
- Tidak termasuk Spodosol, karena tidak memiliki horizon spodik.
- Tidak termasuk Andisol, karena tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya.
- Tidak termasuk Vertisol, karena tidak memiliki duripan dan horison petrokalsik.
- Tidak termasuk Aridisol, karena tidak memiliki regim kelembaban aridik dan tidak memiliki horizon argilik atau natrik.
- Tidak termasuk Ultisol, karena tidak memiliki horizon argilik atau kandik. - Tidak termasuk Mollisol, karena tidak memiliki epipedon mollik.
- Tidak termasuk Alfisol, karena tidak memiliki horizon argilik, kandik, atau natrik.
- Termasuk Inceptisol, karena memiliki epipedon ocrik dan horizon bawah penciri kambik.
Penentuan Sub-ordo
- Tidak termasuk Aquept, karena karena tidak mengalami kondisi aquik pada kedalaman 40-50 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Gelept, karena tidak memiliki regim temperatur gelic. - Tidak termasuk Cryept, karena tidak memiliki regim temperatur cryic. - Tidak termasuk Ustepts, karena tidak memiliki regim kelembaban ustic. - Tidak termasuk Xerept, karena tidak memiliki regim kelembaban xeric.
- Termasuk Udept, karena memiliki ciri Inceptisol lain dan regim kelembaban Udic.
Penentuan Great Group
- Tidak termasuk Sulfudept, karena memiliki horison sulfurik yang batas atasnya di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Fragiudept, karena tidak memiliki fragipan yang pada batas atasnya di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Humudept, karena tidak memiliki epipedon umbrik atau mollik.
- Tidak termasuk Eutrudept, karena tidak memiliki carbonate bebas di dalam tanah.
- Termasuk Dystrudept, karena memiliki ciri Udept lain dan epipedon ochrik.
Penentuan Subgroup
- Tidak termasuk Humic Lithic Dystrudept, karena tidak memiliki kontak lithic tidak lebih dari 50 cm dari permukaan tanah mineral serat tidak memenuhi
value warna lembab 3 atau kurang dan value warna kering 5 atau kurang.
- Tidak termasuk Lithic Dystrudept, karena tidak memiliki kontak lithic tidak lebih dari 50 cm dari permukaan tanah mineral.
- Tidak termasuk Vertic Dystrudept, karena tidak memiliki rekahan-rekahan di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral selebar 5 mm atau lebih dengan
mencapai ketebalan 30 cm atau lebih.
- Tidak termasuk Aquandic Dystrudept, karena tidak memiliki tidak memiliki deplesi redoks berkroma 2 atau kurang pada satu horison atau lebih di dalam
100 cm dari permukaan tanah mineral serta tidak berada kondisi aquik selama
sebagian waktu dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk Andic Oxyaquic Dystrudept, karena tidak memiliki fraksi tanah halus dengan berat isi 1.0 g/cm3 pada keseluruhan satu horison atau
tanah mineral serta tidak jenuh air dalam tahun-tahun normal selama 20 hari
konsekutif atau 30 hari kumulatif.
- Tidak termasuk Andic Dystrudept, karena tidak memiliki fraksi tanah halus dengan berat isi 1.0 g/cm3 atau kurang pada keseluruhan satu horison atau
lebih dengan ketebalan total 18 cm atau lebih di dalam 75 cm dari permukaan
tanah mineral, dan jumlah persentase Al + ½ Fe (dengan ekstrak ammonium
oksalat) lebih dari 1,0.
- Tidak termasuk Vitrandik Dystrudept, karena tidak memiliki lebih dari 35 % partikel berdiameter 2,0 mm atau lebih pada keseluruhan satu horison atau
lebih dengan ketebalan total 18 cm atau lebih di dalam 75 cm dari permukaan
tanah mineral.
- Tidak termasuk Fragiaquic Dystrudept, karena tidak memiliki sifat fragipan. - Tidak termasuk Fluvaquentic Dystrudept, karena tidak memiliki deplesi redoks
berkroma 2 atau kurang pada satu horison atau lebih di dalam 60 cm dari
permukaan tanah mineral serta tidak berada kondisi aquik selama sebagian
waktu dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk Aquik Humik Dystrudept karna memiliki tidak memiliki deplesi redoks berkroma 2 atau kurang pada satu horison atau lebih di dalam
60 cm dari permukaan tanah mineral serta tidak berada kondisi aquik selama
sebagian waktu dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk Aquic Dystrudepts karena tidak terdapat deplesi redoks berkroma 2 atau kurang, dan tidak memiliki kondisi akuik selama sebagian
- Tidak termasuk Oxyaquic Dystrudepts karena tanah tidak mengalami jenuh air selama 20 hari konsekutif atau 30 hari kumulatif.
- Tidak termasuk Fragic Dystrudepts karena tidak mempunyai fragipan. - Tidak termasuk Lamellic Dystrudepts karena tidak mempunyai lamella.
- Termasuk Humik Psammentik Dystrudepts, karena memiliki value warna lembab 3 atau kurang di dalam 18 cm dari permukaan tanah mineral dan kelas
ukuran besar butir berpasir pada keseluruhan horison.
Profil 2 (P2) (Lereng Bawah / Kaki Gunung Burni Telong)
Penentuan Horizon Atas Penciri
- Tidak termasuk epipedon Anthropic, karena tidak memiliki horizon permukaan.
- Tidak termasuk epipedon Folistic, karena tidak memiliki lapisan yang jenuh air selama kurang dari 30 hari kumulatif.
- Tidak termasuk epipedon Histik, karena tidak memiliki lapisan yang dicirikan oleh adanya saturasi (selama 30 hari atau lebih, kumulatif) dan reduksi selama
sebagian waktu dalam tahun-tahun normal.
- Tidak termasuk epipedon Melanik, karena tidak memiliki kandungan c-organik 6% atau lebih sebagai berat rata-rata dan 4% atau lebih karbon organik pada
semua lapisan.
- Tidak termasuk epipedon Mollik, karena tidak memiliki kejenuhan basa lebih besar dari 50%.
- Termasuk epipedon Okrik, karena mempunyai value warna rendah dan chroma rendah tetapi terlalu tipis untuk dimasukkan sebagai epipedon mollic atau
Penentuan Horizon Bawah Penciri
- Tidak termasuk horison Agrik, karena tidak terdapat langsung di bawah lapisan olah yang mengandung akumulasi debu, liat dan humus.
- Tidak termasuk horison Albik, karena horison tidak berwarna pucat atau tidak ada horison A2 = E (bukan merupakan horizon eluvial).
- Tidak termasuk horizon Argilic, karena tidak menunjukkan tanda illuviasi liat. - Tidak termasuk horizon Calcic, karena tidak mengandung 15% atau lebih
CaCO3.
- Termasuk horison Cambic, karena memiliki tekstur sangat halus, ketebalan horison lebih dari 15 cm, horison tidak mengalami kondisi aquik dan memiliki
kandungan % liat yang lebih besar dari horison yang berada di atas maupun
dibawahnya, tetapi tidak memenuhi kriteria argilic.
Penentuan Ordo
- Tidak termasuk Gelisol, karena tidak terdapat lapisan permafrost.
- Tidak termasuk Histosol, karena bukan merupakan tanah organik dan tidak jenuh air selama 30 hari atau lebih per tahun.
- Tidak termasuk Spodosol, karena tidak memiliki horizon spodic.
- Termasuk Andisol, karena memiliki sifat tanah andik yang ketebalannya mencapai 60 cm dari permukaan tanah mineral atau dari lapisan tanah organik.
Penentuan Sub-ordo
- Tidak termasuk Xerand, karena tidak memiliki regim kelembaban xeric.
- Tidak termasuk Vitrand, karena tidak memiliki retensi air 1500 kPa kurang dari 15% pada contoh kering udara dan kurang dari 30% pada contoh tidak
kering dari 60% atau lebih ketebalan seluruhnya.
- Tidak termasuk Ustand, karena tidak memiliki regim kelembaban ustic.
- Termasuk Udand, karena memiliki ciri Andisol lain, dan regim kelembaban udik.
Penentuan Great Group
- Tidak termasuk Placudand, karena tidak memiliki horizon placic. - Tidak termasuk Durudand, karena tidak memiliki horizon perekat. - Tidak termasuk Melanudand, karena tidak memiliki epipedon melanic.
- Termasuk Hapludand, karena memiliki Udand dengan ciri lain dan epipedon okrik.
Penentuan Subgroup
- Tidak termasuk Lithic Hapludand, karena tidak memiliki kontak lithic tidak lebih dari 50 cm dari permukaan tanah mineral atau bagian atas lapisan organik
dengan sifat tanah andik.
- Tidak termasuk Anthraquic Hapludand, karena tidak memiliki kondisi anthraquic.
- Tidak termasuk Aquic Duric Hapludand, karena tidak memiliki konsentrasi redoks 2% atau lebih.
- Tidak termasuk Alic Hapludands, karena fraksi tanah halusnya tidak mengandung Al3+ (berdasarkan ekstraksi KCl 1 N) sebesar lebih dari 2,0
cmol(+)/kg.
- Termasuk Typic Hapludand, karena mempunyai ciri hapludand yang lain.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Klasifikasi tanah di lereng tengah Gunung Burni Telong berdasarkan
Taksonomi Tanah 2014 adalah : Ordo Inceptisol, Sub Ordo Udept, Great
Group Dystrudept, dan Sub Group Humik Psammentik Dystrudepts.
2. Klasifikasi tanah di lereng bawah / kaki Gunung Burni Telong berdasarkan
Taksonomi Tanah 2014 adalah : Ordo Andisol, Sub Ordo Udand, Great
Group Hapludand, dan Sub Group Typic Hapludand.
Saran
Perlu dilakukan analisis mineral dan pengklasifikasian lebih lanjut sampai
tingkat family dan seri sehingga data yang diperoleh lebih lengkap guna untuk
pengembangan sektor pertanian.
Gunung Api Burni Telong
Gunung api Burni Telong merupakan gunung berapi aktif di dataran tinggi
Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Secara geografis puncak gunung Burni
Telong adalah 4°38'47" - 4°88'32" LU dan 96°44'42" - 96°55'03" BT. Gunung api
ini tercatat melakukan erupsi terakhir pada tahun 1924.
Deposit bahan vulkanik gunung Burni Telong merupakan bahan volkanik
muda. Perkembangan tanah masih terbatas dan tekstur tanah kasar beralih ke
tekstur halus/halus sedang pada lereng bawah dan yang paling jauh dari pusatnya
(Sukma, dkk., 1990). Lereng bawah bertekstur halus sangat intensif dimanfaatkan
oleh masyarakat setempat untuk perkebunan kopi, bercocok tanam padi dan
hortikultura. Di lereng atas dan tengah deposit Burni Telong didominasi oleh
kerikil dan bongkah-bongkah batu. Lahar muda ini ditutupi oleh hutan primer
yang sedang ditebang dan ditanami kembali. Pada kawasan ini masyarakat mulai
memanfaatkan kawasan tersebut untuk bercocok tanam kopi.
Data iklim yang digunakan adalah data curah hujan selama 10 tahun
pengamatan dari tahun 2002 – 2012 yang tertera pada Lampiran 1. Data ini
diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Penyuluhan Pertanian Arul
Gading (UP-TD BPP), Kabupaten Bener Meriah.
Menurut Schmidt dan Ferguson dalam Guslim (2009), bulan basah terjadi
jika curah hujan > 100 mm dan bulan kering terjadi jika curah hujan < 60 mm.
Q = (Rata-rata Bulan Kering / Rata-rata Bulan Basah) X 100%
Dari rumus diatas maka diperoleh nilai Q sebesar 13,79% yang terletak pada
range Q < 14,3%, sehingga iklim pada wilayah ini tergolong iklim A yaitu
beriklim sangat basah.
Pada umumnya relief gunung Burni Telong adalah landau sampai curam.
Pada lereng atas reliefnya adalah curam sampai sangat curam dengan kemiringan
lereng >25%. Pada lereng tengah reliefnya adalah cukup curam sampai curam
dengan kemiringan lereng 16-25%. Sedangkan pada lereng bawah / kaki gunung
Burni Telong reliefnya datar sampai melandai dengan kemiringan lereng <16%.
Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah ditemukan sekitar tahun 1880 oleh ilmuwan Rusia yang
bernama Dokuchaev. Kemudian dikembangkan oleh peneliti-peneliti Eropa dan
Amerika. Sistem ini didasarkan teori bahwa setiap tanah mempunyai morfologi
yang pasti (bentuk dan struktur) dan berkaitan dengan kombinasi faktor
pembentuk tanah tertentu. Sistem ini mencapai perkembangan pesat pada tahun
1949 dan dalam penggunaan utama (terutama di Amerika Serikat) sampai tahun
1960. Pada tahun 1960, Departemen Pertanian Amerika Serikat menerbitkan Soil
Classification, a Comprehensive System. Sistem klasifikasi ini lebih menekankan
pada morfologi tanah dan memberi sedikit tekanan pada genesis atau faktor-faktor
pembentuk tanah dibandingkan dengan sistem sebelumnya (Foth, 1994).
Klasifikasi tanah adalah pemilahan tanah yang didasarkan pada sifat-sifat
dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan bagi penggunaan tanah
(Hardjowigeno, 2003).
Tujuan klasifikasi tanah adalah :
- Mengorganisasi (menata) pengetahuan kita tentang tanah,
- Untuk mengetahui hubungan masing-masing individu tanah satu sama lain,
- Memudahkan mengingat sifat-sifat tanah,
- Mengelompokkan tanah untuk tujuan-tujuan yang lebih praktis dalam hal : menaksir sifat-sifatnya, menentukan lahan-lahan terbaik (prime land),
menaksir produktivitasnya, dan menentukan areal-areal untuk penelitian, atau
kemungkinan ekstrapolasi hasil penelitian di suatu tempat, dan
- Mempelajari hubungan-hubungan dan sifat-sifat tanah yang baru. (Hardjowigeno, 2003).
Suatu sistem klasifikasi tanah harus memiliki dasar pemikiran sebagai
berikut :
- Dasar klasifikasi harus jelas untuk setiap kategori/setiap tingkat. Misalnya, pembeda yang dipergunakan diuraikan dengan jelas,
- Pembagian akan menjadi lengkap pada setiap tingkat. Misalnya, semua klas terbagi lagi menjadi subklas-subklas, dan
- Suatu klas akan selalu dibagi menjadi subklas-subklas yang non- overlapping.
digunakan oleh Mohr (1910) berdasar atas prinsip genesis, dan tanah-tanah diberi
nama atas dasar warna. Kemudian semenjak tahun 1955, Pusat Penelitian Tanah
Bogor menggunakan sistem klasifikasi tanah yang kemudian dikenal dengan
sistem Dudal – Supraptohardjo (1957). Di samping sistem Pusat Penelitian Tanah,
pada saat ini di Indonesia banyak digunakan sistem FAO/UNESCO (1974)
ataupun Soil Taxonomy (USDA, 1975) untuk survai tanah di berbagai tempat.
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) dalam Kongres yang ke-5 di Medan
(1989) telah memutuskan untuk menggunakan Taksonomi Tanah secara nasional
di Indonesia (Hardjowigeno, 2003).
Taksonomi Tanah
Taksonomi tanah adalah bagian dari klasifikasi tanah baru yang
dikembangkan oleh Amerika Serikat dengan nama Soil Taxonomy (USDA, 1975)
menggunakan 6 kategori yaitu ordo, sub ordo, great group, sub group, family dan
seri. Sistem ini merupakan sistem yang benar-benar baru baik mengenai cara-cara
penamaan (tata nama) maupun definisi mengenai horizon penciri ataupun sifat
penciri lain yang dugunakan untuk menentukan jenis tanah. Dari kategori tertinggi
(ordo) ke kategori terendah (seri) uraian mengenai sifat-sifat tanah semakin detail
(Rayes, 2007).
Sifat umum dari taksonomi tanah adalah :
1. Taksonomi tanah merupakan sistem multikategori,
2. Taksonomi tanah harus memungkinkan modifikasi karena adanya
4. Taksonomi tanah harus dapat digunakan untuk berbagai jenis survai
tanah. Kemampuan penggunaan Taksonomi Tanah untuk survai tanah harus
dibuktikan dari kemampuannya untuk interpretasi berbagai jenis penggunaan
tanah.
(Hardjowigeno, 2003).
Taksonomi tanah terdiri dari 6 kategori dengan sifat-sifat faktor pembeda
mulai dari kategori tertinggi ke kategori terendah, sebagai berikut :
1. Ordo
Terdiri dari 12 taksa. Faktor pembeda adalah ada tidaknya horison penciri
serta jenis (sifat) dari horison penciri tersebut.
2. Sub Ordo
Faktor pembeda adalah keseragaman genetik, misalnya ada tidaknya sifat-sifat
tanah yang berhubungan dengan pengaruh air, regim kelembaban, bahan
induk utama, pengaruh vegetasi yang ditunjukkan oleh adanya sifat-sifat
tanah tertentu, tingkat pelapukan bahan organik (untuk tanah-tanah organik).
3. Great Group
Faktor pembeda adalah kesamaan jenis, tingkat perkembangan dan susunan
horison, kejenuhan basa, regim suhu dan kelembaban, ada tidaknya
lapisan-lapisan penciri lain seperti plinthite, fragipan dan duripan.
4. Sub Group
Jumlah taksa masih terus bertambah. Faktor pembeda terdiri dari sifat-sifat
5. Famili
Jumlah taksa dalam famili juga masih terus bertambah. Faktor pembedanya
adalah sifat-sifat tanah yang penting untuk pertanian atau engineering.
Sifat-sifat tanah yang sering digunakan sebagai faktor pembeda untuk famili antara
lain adalah : sebaran besar butir, susunan mineral (liat), regim temperatur pada
kedalaman 50 cm.
6. Seri
Faktor pembedanya adalah : jenis dan susunan horison, warna, tekstur,
struktur, konsistensi, reaksi tanah dari masing-masing horison, sifat-sifat
kimia dan mineral masing-masing horison.
Kategori ordo sampai subgroup disebut kategori tinggi, sedangkan kategori famili
dan seri disebut kategori rendah. Jenis dan jumlah faktor pembeda meningkat dari
kategori tinggi ke kategori rendah (Hardjowigeno, 2003).
Kunci Taksonomi Tanah 2014
Berdasarkan Kunci Taksonomi Tanah 2014 (Soil Survey Staff, 2014)
terdapat 8 epipedon penciri yaitu : Mollik, Antropik, Umbrik, Folistik, Histik,
Melanik, Okrik dan Plagen.
A. Epipedon Mollik
Epipedon mollik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah cukup kuat,
terletak di atas permukaan, mempunyai value warna 3 atau kurang (lembab)
B. Epipedon Antropik
Epipedon antropik menunjukkan beberapa tanda-tanda adanya gangguan
manusia, dan memenuhi persyaratan mollik kecuali P2O5 < 250 ppm.
C. Epipedon Umbrik
Epipedon mollik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah cukup kuat,
terletak di atas permukaan, mempunyai value warna ≤ 3.5 (lembab) dan kroma
warna ≤ 3.5 (lembab), kejenuhan basa < 50%, kandungan C-organik > 0.6%,
P2O5 < 250 ppm, dan n-value < 0.7.
D. Epipedon Folistik
Epipedon Folistik didefinisikan sebagai suatu lapisan (terdiri dari satu horison
atau lebih) yang jenuh air selama kurang dari 30 hari kumulatif dan
tahun-tahun normal (dan tidak ada didrainase). Sebagian besar epipedon folistik
tersusun dari bahan tanah organik.
E. Epipedon Histik
Epipedon Histik merupakam suatu lapisan yang dicirikan oleh adanya saturasi
(selama 30 hari atau lebih, secara kumulatif) dan reduksi selama sebagian
waktu dalam sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (dan telah drainase).
Sebagian besar epipedon histik tersusun dari bahan tanah organik.
F. Epipedon Okrik
Epipedon Okrik mempunyai tebal permukaan yang sangat tipis dan kering,
horison-G. Epipedon Plagen
Epipedon Plagen adalah suatu lapisan permukaan buatan manusia setebal 50
cm atau lebih, yang telah terbentuk oleh pemupukan (pupuk kandang) secara
terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Biasanya epipedon plagen
mengandung artifak seperti pecahan-pecahan bata dan keramik pada seluruh
kedalamannya.
Berdasarkan Kunci Taksonomi Tanah 2014 (Soil Survey Staff, 2014),
terdapat 20 horison bawah penciri yaitu : horison Agrik, Albik, Anhydritik,
Argilik, Kalsik, Kambik, Duripan, Fragipan, Glosik, Gipsik, Kandik, Natrik,
Orstein, Oksik, Petrokalsik, Petrogipsik, Placik, Salik, Sombrik, dan Spodik.
A. Horison Agrik
Horison Agrik adalah suatu horison iluvial yang telah terbentuk akibat
pengolahan tanah dan mengandung sejumlah debu, liat, dan humus yang telah
tereluviasi nyata.
B. Horison Albik
Pada umumnya Horison Albik terdapat di bawah horison A, tetapi mungkin
juga berada pada permukaan tanah mineral. Horison ini merupakan horison
eluvial dengan tebal 1.0 cm dan mempunyai 85% atau lebih bahan-bahan
andik.
C. Horison Anhydritik
Horison anhydritik merupakan horison tanpa air dengan akumulasi neoformasi
dengan kandungan liat phylosilikat secara jelas lebih tinggi. Horison tersebut
mempunyai sifat adanya gejala eluviasi liat, KTK tinggi (> 6 cmol/kg).
E. Horison Kalsik
Horison Kalsik merupakan horison iluvial mempunyai akumulasi kalsium
karbonat sekunder atau karbonat yang lain dalam jumlah yang cukup nyata.
F. Horison Kambik
Horison kambik adalah horison yang terbentuk sebagai hasil alterasi secara
fisik, transformasi secara kimia, atau pemindahan bahan, atau merupakan hasil
kombinasi dari dua atau lebih proses-proses tersebut.
G. Horison Duripan
Horison Duripan merupakan horison yang memadas paling sedikit
setengahnya dengan perekat SiO2, dan tidak mudah hancur dengan air atau
HCl.
H. Horison Fragipan
Horison Fragipan mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih adanya
tanda-tanda pedogenesis didalam horison serta perkembangan struktur tanah
lemah.
I. Horison Glosik
Horison Glosik terbentuk sebagai hasil degradasi suatu horison argilik, kandik
sekundernya telah terakumulasi dalam jumlah yang nyata, dimana tebalnya
lebih dari 15 cm.
K. Horison Kandik
Horison Kandik memiliki sifat adanya gejala iluviasi liat, kandungan liat
tinggi dan KTK rendah (<6 cmol/kg).
L. Horison Natrik
Horison Natrik adalah horison iluvial yang banyak mengandung natrium,
memiliki struktur prismatik atau tiang, lebih 15% KTK didominasi oleh
natrium.
M. Horison Orstein
Horison Orstein tersusun dari bahan spodik, berada didalam suatu lapisan
yang 50% atau lebih (volumenya) tersementasi dan memiliki ketebalan
25 cm atau lebih
N. Horison Oksik
Horison Oksik merupakan horison bawah permukaan yang tidak memiliki
sifat-sifat tanah andik dan KTK rendah (< 6 cmol/kg)
O. Horison Petrokalsik
Horison Petrokalsik merupakan suatu horison iluvial dimana kalsium karbonat
sekunder atau senyawa karbonat lainnya telah terakumulasi mencapai tingkat,
atau lebih dimana gypsum sekundernya telah terakumulasi mencapai tingkat,
seluruh horison tersebut, tersementasi atau mengeras.
Q. Horison Placik
Horison Placik adalah suatu padas tipis yang berwarna hitam sampai merah
gelap, yang tersementasi oleh senyawa besi serta bahan organik.
R. Horison Salik
Horison Salik mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih dan banyak
mengandung garam mudah larut.
S. Horison Sombrik
Horison Sombrik berwarna gelap, mempunyai sifat-sifat seperti epipedon
umbrik dengan mengandung iluviasi humus yang berasosiasi dengan
Al atau yang terdispersi dengan natrium.
T. Horison Spodik
Horison Spodik adalah suatu lapisan iluvial yang tersusun 85% atau lebih dari
bahan spodik.
Kunci Taksonomi Tanah 2014 (Soil Survey Staff, 2014) membagi ordo
tanah menjadi 12 ordo, yaitu :
A. Gelisol
Tanah yang mempunyai permafrost (lapisan tanah beku) dan bahan-bahan
ketebalan diantara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm.
C. Spodosol
Tanah lain yang memiliki horison spodik, albik pada 50% atau lebih dari
setiap pedon, dan regim suhu cryik.
D. Andisol
Ordo tanah yang mempunyai sifat-sifat andik pada 60% atau lebih dari
ketebalannya.
E. Oksisol
Tanah lain yang memiliki horison oksik (tanpa horison kandik) yang
mempunyai batas atas didalam 150 cm dari permukaan tanah mineral dan
kandungan liat sebesar 40% atau lebih dalam fraksi tanah.
F. Vertisol
Tanah yang memiliki satu lapisan setebal 35 cm atau lebih, dengan batas atas
didalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, yang memiliki bidang kilir
atau ped berbentuk baji dan rata-rata kandungan liat dalam fraksi tanah halus
sebesar 30% atau lebih.
G. Aridisol
Tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik dan epipedon okrik
dan antropik atau horison salik dan jenuh air pada satu lapisan atau lebih di
dan kejenuhan basa sebesar kurang dari 35% pada kedalaman 180 cm.
I. Mollisol
Tanah lain yang memiliki epipedon mollik dan kejenuhan basa sebesar 50%
atau lebih pada keseluruhan horison.
J. Alfisol
Tanah yang tidak memiliki epipedon plagen dan memiliki horison argilik,
kandik, natrik atau fragipan yang mempunyai lapisan liat tipis setebal 1 mm
atau lebih di beberapa bagian.
K. Inceptisol
Tanah yang mempunyai sifat penciri horison kambik, epipedon plagen,
umbrik, mollik serta regim suhu cryik atau gelic dan tidak terdapat bahan
sulfidik didalam 50 cm dari permukaan tanah mineral.
L. Entisol
Tanah yang memiliki epipedon okrik, histik atau albik tetapi tidak ada horison
penciri lain.
Klasifikasi Tanah Abu Gunung Api
Tanah abu vulkan pertama dimasukkan dengan nama Andept sebagai sub
ordo dari tanah Inceptisol pada sistem klasifikasi Seven Approximation tahun
1960. Nama sub ordo Andept ini juga digunakan pada sistem klasifikasi Soil
Taxonomy tahun 1975. Pada tahun 1978 Smith mengusulkan untuk reklasifikasi
Andept menjadi ordo tanah baru yaitu Andisol sebagai ordo tanah ke-11 pada
Staf, 1975). Sub ordo ini dipertahankan pada Keys to Soil Taxonomy tahun 1983
(edisi pertama), tahun 1985 (edisi kedua) dan tahun 1987 (edisi ketiga). Namun
pada Keys to Soil Taxonomy tahun 1990 (edisi keempat) sub ordo Andept
diklasifikasikan menjadi ordo tanah Andisol. Ordo Andisol ini terbagi atas 7 sub
ordo, berdasarkan rejim temperatur dan rejim kelembaban dan sifat retensi air
yaitu Aquand, Cryand, Torrand, Xerand, Vitrand, Ustand, dan Udand.
Pengklasifikasian ini tidak mengalami perubahan pada Keys to Soil Taxonomy
tahun 1992 (edisi ke-5), tahun 1994 (edisi ke-6), tahun 1996 (edisi ke-7), dan
tahun 1998 (edisi ke-8). Pada Keys to Soil Taxonomy tahun 2003 (edisi ke-9)
ordo Andisol mengalami penambahan 1 sub ordo menjadi 8 sub ordo yaitu
Geland, klasifikasi ini tidak berubah hingga Keys to Soil Taxonomy tahun 2006
(edisi ke-10) dan tahun 2010 (edisi ke-11) (Mukhlis, 2011). Klasifikasi ini juga
tidak berubah hingga Keys to Soil Taxonomy tahun 2014 (edisi ke-12).
Menurut Soil Taxonomy, Andisol adalah tanah yang memiliki sifat tanah
andik setebal ≥ 60 % dari 60 cm tanah teratas atau ≥ 60 % dari ketebalan tanah
hingga kontak densik, litik atau paraliti, duripan atau horizon petroklasik
(kedalaman kontak densik, litik atau paralitik, duripan atau horizon petrokalsik
< 60 cm).
Suatu tanah memiliki sifak Andik bila kandungan C-organiknya < 25 %,
≥ 85 % atau,
2. Pada fraksi tanah halus mempunyai retensi fosfat ≥ 25 % dan fraksi 0,02 –
2,00 mm jumlahnya ≥ 30 % ; dan (a) kadar Al + ½ Fe ekstrak amonium
oksalat asam ≥ 4 % dengan gelas volkan (fraksi 0,02 – 2,00 mm) ≥ 30 %, atau
(b) kadar Al + ½ Fe ekstrak amonium oksalat asam ≥ 2 % dengan gelas volkan
(fraksi 0,02 – 2,00 mm) ≥ 5 %, atau (c) bila kadar Al + ½ Fe ekstrak amonium
oksalat asam 0,4 – 2,0 % dengan gelas volkan (fraksi 0,02 – 2,00 mm) antara
Latar Belakang
Gunung Burni Telong merupakan salah satu gunung api aktif di wilayah
Aceh. Gunung ini berada di Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Bener Meriah pada
4º38'47" - 4º88'32" LU dan 96º44'42" - 96º55'03" BT dengan puncak 2624 m di
atas permukaan laut (Kusumadinata, 2007). Aktivitas dari gunung api ini
menghasilkan bahan piroklastik seperti abu vulkan, sinder dan pumice (batu
apung), dan aliran lava yang merupakan bahan induk dari tanah abu vulkanik
(Neall, 1984).
Tanah abu vulkanik tersebar secara terpisah dalam suatu daerah di mana
lokasinya berada dekat gunung berapi. Tanah ini memiliki kandungan bahan
amorf (alofan, imogolit, ferihidrit dan senyawa kompleks Al-humus) yang cukup
tinggi. Dalam sistem klasifikasi Soil Taxonomy (1990) tanah abu vulkan
diklasifikasikan kedalam ordo Andisol (Takahashi and Shoji, 2002). Akan tetapi,
perlu diketahui bahwa tidak semua tanah yang berasal dari bahan induk vulkanik
adalah Andisol (Neall, 1984). Andisol dapat berubah dalam kurun waktu tertentu
menjadi Inceptisol, Alfisol, Ultisol, dan Oxisol di daerah tropis di mana terjadi
proses pelapukan yang kuat baik di dalam solum ataupun di bawah solum dan
perubahan mineral nonkristalin menjadi mineral liat kristalin (Shoji et al., 1993a).
Lereng selatan Gunung Burni Telong dipilih sebagai lokasi penelitian
karena penyebaran produk letusan Gunung Burni Telong berupa aliran piroklastik
(awan panas), jatuhan piroklastik dan lava yang merupakan bahan induk tanah abu
ditanami kopi yang menjadi Indikasi Geografis (IG) Kopi Arabika Gayo di
Dataran Tinggi Gayo. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian terhadap klasifikasi tanah di Lereng Gunung Burni Telong.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui klasifikasi tanah di Lereng Selatan
Gunung Burni Telong Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh
mulai dari tingkat Ordo sampai Sub Group menurut sistem klasifikasi Taksonomi
Tanah 2014.
Kegunaan Penelitian
Penelitian berguna sebagai penelitian dasar bagi peneliti di wilayah Lereng
Selatan Gunung Burni Telong dan sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu
Penelitian survei bertujuan untuk mengetahui klasifikasi tanah di Lereng Selatan Gunung Burni Telong. Penelitian ini dilakukan pada Februari – September 2014 di Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh. Dua profil tanah sebagai pewakil diamati pada lereng tengah (Va.1.6.1t) dan lereng bawah Gunung Burni Telong (Va.1.4.1t). Sampel tanah diambil dari setiap horizon untuk dianalisis tekstur tanah, kerapatan isi, pH H2O, pH KCl, pH NaF,
Aldd, KTK, KB, C-Organik, retensi-P, Al-oksalat (Alo), Si-oksalat (Sio), dan
Fe-oksalat (Feo) di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Hasil pengamatan lapang dan analisis laboratorium menunjukkan bahwa tanah pada lereng tengah (Va.1.6.1t) diklasifikasikan kedalam sub grup Humik Psammentik Dystrudepts sedangkan lereng bawah (Va.1.4.1t) diklasifikasikan kedalam sub grup Typic Hapludand menurut sistem klasifikasi Taksonomi Tanah Edisi Dua Belas, 2014.
The survey research is aimed to know the classification of soils at south slope of mount Burni Telong. This research had been conducted in in February – September 2014 at Sub district Bukit, District Bener Meriah, Aceh Province. Two selected pedons were observed at middle slop (Va.1.6.1t) and bottom slope (Va.1.4.1t). Soil samples were taken from each horizon for analysis soil texture, bulk density, pH H2O, pH KCl, pH NaF, Aldd, CEC, Base Saturation, Organic
content, P-retention, Al-oxalate extracted (Alo), Si- oxalate extracted (Sio), and Fe- oxalate extracted (Feo) in Research and Technology Laboratory, Agricultural Faculty of North Sumatera University, Medan and Soil Laboratory, Soil Research Institute, Bogor.
The result of the observation and the analysis showed that the middle slope soil (Va.1.6.1t) is classified into sub group Humic Psammentic Dystrudepts however the bottom slope soil (Va.1.4.1t) is classified into sub group Typic Hapludand according to Soil Taxonomy Twelfth Edition, 2014.
SKRIPSI
OLEH:
THASNIEMA PUTRI 100301036 ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
SKRIPSI
OLEH:
THASNIEMA PUTRI 100301036 ILMU TANAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Ilmu Tanah
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Purba Marpaung, S.U. Ketua
Ir. Razali, M.P. Anggota
Mengetahui,
Penelitian survei bertujuan untuk mengetahui klasifikasi tanah di Lereng Selatan Gunung Burni Telong. Penelitian ini dilakukan pada Februari – September 2014 di Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh. Dua profil tanah sebagai pewakil diamati pada lereng tengah (Va.1.6.1t) dan lereng bawah Gunung Burni Telong (Va.1.4.1t). Sampel tanah diambil dari setiap horizon untuk dianalisis tekstur tanah, kerapatan isi, pH H2O, pH KCl, pH NaF,
Aldd, KTK, KB, C-Organik, retensi-P, Al-oksalat (Alo), Si-oksalat (Sio), dan
Fe-oksalat (Feo) di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Hasil pengamatan lapang dan analisis laboratorium menunjukkan bahwa tanah pada lereng tengah (Va.1.6.1t) diklasifikasikan kedalam sub grup Humik Psammentik Dystrudepts sedangkan lereng bawah (Va.1.4.1t) diklasifikasikan kedalam sub grup Typic Hapludand menurut sistem klasifikasi Taksonomi Tanah Edisi Dua Belas, 2014.
The survey research is aimed to know the classification of soils at south slope of mount Burni Telong. This research had been conducted in in February – September 2014 at Sub district Bukit, District Bener Meriah, Aceh Province. Two selected pedons were observed at middle slop (Va.1.6.1t) and bottom slope (Va.1.4.1t). Soil samples were taken from each horizon for analysis soil texture, bulk density, pH H2O, pH KCl, pH NaF, Aldd, CEC, Base Saturation, Organic
content, P-retention, Al-oxalate extracted (Alo), Si- oxalate extracted (Sio), and Fe- oxalate extracted (Feo) in Research and Technology Laboratory, Agricultural Faculty of North Sumatera University, Medan and Soil Laboratory, Soil Research Institute, Bogor.
The result of the observation and the analysis showed that the middle slope soil (Va.1.6.1t) is classified into sub group Humic Psammentic Dystrudepts however the bottom slope soil (Va.1.4.1t) is classified into sub group Typic Hapludand according to Soil Taxonomy Twelfth Edition, 2014.
Penulis dilahirkan di Takengon pada tanggal 15 Maret 1993 dari
Ayahanda Sanukri Rokarna S. dan Ibunda Shafniaty. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Takengon, dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama
Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih minat Ilmu Tanah, Program Studi
Agroekoteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Agroteknologi, anggota Pengajian Nahdatussubhan, anggota Ikatan
Mahasiswa Ilmu Tanah, sebagai asisten praktikum di Laboratorium Mikrobiologi
Pertanian, Laboratorium Pertanian Organik, Laboratorium Dasar Ilmu Tanah,
Laboratorium Kesuburan Tanah, Laboratorium Kimia Tanah, Laboratorium
Analisis Tanah Tanaman, dan Laboratorium Perancangan Percobaan. Selama
perkuliahan penulis memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik pada
tahun 2011 dan 2013.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Bridgestone
Puji dan syukur penulis panjatkan Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Klasifikasi
Tanah di Lereng Selatan Gunung Burni Telong Kecamatan Bukit Kabupaten
Bener Meriah Provinsi Aceh”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir.
Purba Marpaung, S.U dan Bapak Ir. Razali, MP selaku ketua dan anggota komisi
pembimbing yang telah membimbing dan membantu dalam penyelesaian skripsi
ini, kepada Ayahanda Sanukri Rokarna S. dan Ibunda Shafniaty yang telah
banyak membantu dalam dukungan doa dan materil serta rekan-rekan dan semua
pihak yang selalu memberi dukungan moril untuk dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan maka penulis
menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun agar diharapkan untuk
menjadikannya yang lebih baik. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, September 2014
ABSTRACT ... ii
Klasifikasi Tanah Abu Gunung Api ... 15
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23
Deskripsi Profil Tanah di Lereng Selatan Gunung Burni Telong ... 23
Analisa Laboratorium ... 29
Pembahasan ... 31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40
Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
No. Hal.
1.
2.
3.
4.
Deskripsi Profil Tanah Lereng Tengah Gunung Burni Telong ...
Deskripsi Profil Tanah Lereng Bawah Gunung Burni Telong ...
Tekstur dan Kerapatan Isi Tanah di Lereng Selatan Gunung Burni Telong ...
Sifat Kimia Tanah di Lereng Selatan Gunung Burni Telong ... 25
27
29
No. Hal.
1.
2.
3.
4.
Peta Satuan Lahan dan Tanah Gn. Burni Telong dan Sekitarnya ....
Peta Lokasi Profil Tanah ...
Penampang Profil Tanah Lereng Tengah Gunung Burni Telong ...
Penampang Profil Tanah Lereng Bawah Gunung Burni Telong ... 20
24
26
No. Hal.
1.
2.
Data Curah Hujan ...
Hasil Analisis Tanah ... 42