HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Proses Geomorfik
Proses geomorfik secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah bahan induk dibawah pengaruh topografi dalam kurun waktu tertentu menghasilkan suatu lahan dan organisme berperan sebagai indikator untuk lahan tertentu.
5.1.1 Topografi
Topografi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi proses geomorfik.
Lereng merupakan salah satu faktor topografi, yaitu fungsi dari jenis batuan dan bahan permukaan (surficial material) serta proses-proses yang berlangsung di atasnya. Proses tersebut mencakup erosi, transportasi, dan deposisi (Puslittanak, 2004). Bentuk wilayah, amplitudo, dan kemiringan lereng tergantung pada proses erosi, gerakan massa tanah dan laju hancuran iklim, sehingga mengukir bentuk permukaan bumi khususnya untuk daerah penelitian kedalam 5 kelas lereng seperti yang tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Klasifikasi Kelas Lereng, Kemiringan Lereng, Amplitudo, Bentuk Wilayah, dan Luas Masing-masing di Daerah Penelitian
Kelas Lereng
Kemiringan Lereng (%)
Amplitudo (m)
Bentuk Wilayah
Luas
Hektar (ha) Persen (%)
A 0-3 <1 m Datar 31 2
B 3-8 10 m Berombak 354 24
C 8-16 10 m Bergelombang 36 2
D >16 10-50 m Berbukit kecil 553 38
F >16 >300 m Bergunung 500 30
Total Luas 1474 100
5.1.2 Bahan Induk
Bahan induk di daerah penelitian berupa batuan andesit (tuf volkan intermedier) dan batuan andesitik (abu dan pasir volkan intermedier) yang terbentuk karena aktivitas gunung api, sehingga termasuk dalam bentang lahan volkanik. Bercirikan adanya bentukan kerucut volkan, aliran lahar, lava ataupun wilayah yang merupakan akumulasi bahan organik.
5.1.3 Iklim
Iklim mempengaruhi proses geomorfik melalui curah hujan dan suhu udara.
Curah hujan di daerah penelitian tergolong tinggi yaitu 2602.7 mm/tahun dengan suhu udara rata-rata bulanan 22.2 0C dan suhu tanah 24.7 0C yang tergolong isohipertermik. Oleh karena itu, dihasilkan tingkat hancuran iklim yang relatif intensif.
5.1.4 Waktu
Waktu mempengaruhi bentuk permukaan bumi dengan didukung oleh faktor lainnya yang saling bekerja secara simultan. Sejalan bertambahnya waktu mengakibatkan semakin bertambah intensif hancuran iklim dan terkikisnya lapisan tanah, sehingga mengubah bentuk permukaan bumi.
5.1.5 Organisme
Organisme tidak mempengaruhi proses geomorfik secara langsung.
Organisme merupakan faktor biotik yang hanya berperan sebagai indikator untuk suatu Satuan Lahan. Contoh : ditemukannya vegetasi harendong (Melastoma sp) pada kaki lereng (Pedon P3) yang mengindikasikan reaksi tanahnya bersifat masam. Sejalan dengan hasil analisis laboratorium diperoleh bahwa pada bagian kaki lereng tergolong kriteria tanah masam dengan pH berkisar 4.9-5.2 (PPT, 1983 dalam Hardjowigeno, 2007). Uraian data kimia lengkap tertera pada Lampiran 3.
5.2 Proses Pedogenesis
Proses pedogenesis secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah bahan induk dibawah pengaruh topografi dan organisme dalam kurun waktu tertentu menghasilkan tubuh tanah.
5.2.1 Topografi
Daerah penelitian memiliki bentuk wilayah secara umum adalah berbukit kecil (kemiringan lereng >16 %, amplitudo 10-50 m), berbukit (kemiringan lereng
>16 %, amplitudo 50-300 m), dan bergunung (kemiringan lereng >16 %, amplitudo >300 m). Topografi mempengaruhi proses pembentukan tanah melalui solum tanahnya. Berdasarkan tiga pedon pewakil, pedon P1 yang berada pada Puncak memiliki solum yang agak dalam, yaitu : 175 cm apabila dibanding pada
Pedon P2 yang berada pada Segmen Lereng, yaitu : 120 cm. Hal ini dikarenakan, Pedon P1 berada pada bentuk wilayah datar dengan kemiringan lereng 0-3 %, sehingga mengakibatkan lebih banyak terjadi pergerakan air secara vertikal dibanding aliran permukaan. Pada Pedon P2 (Segmen Lereng) memiliki solum tanah paling tipis karena bentuk wilayahnya tergolong terjal dengan kemiringan lereng 30-60 %, sehingga semakin memudahkan tanah untuk jatuh dan terkikis oleh air aliran permukaan (proses transportasi), sedangkan pada Pedon P3 yang berada pada lembah memiliki solum tanah paling dalam yaitu 180 cm, dibanding kedua pedon P1 dan P2. Hal ini dikarenakan, selain bentuk wilayah yang tergolong landai, kemiringan 2-5 %, lembah merupakan wilayah deposisi, dimana partikel tanah yang jatuh dan terkikis dari bagian puncak dan lereng terkumpul disini.
5.2.2 Bahan Induk
Bahan induk di daerah penelitian terdiri dari batuan induk andesit dan andesitik yang berasal dari letusan Gunung Malabar dan Tilu. Tuf, abu, dan pasir volkan tersebut jatuh di daerah pegunungan dan mengandung bahan amorf yang mudah hancur, sehingga menghasilkan banyak fraksi debu dibanding dengan fraksi pasir dan liat. Bahan induk mempengaruhi pembentukan kualitas dan sifat tanah. Batuan andesit dan andesitik mengindikasikan tanah bersifat masam. Hal ini sejalan dengan hasil analisis laboratorium, bahwa nilai pH tanah di daerah penelitian tergolong masam berkisar 4.9-5.2 (untuk ketiga pedon pewakil).
5.2.3 Iklim
Suhu dan curah hujan merupakan unsur iklim yang mempengaruhi proses pembentukan tanah dan lahan. Curah hujan di daerah penelitian tergolong tinggi, yaitu : 2602.7 mm/tahun dengan suhu udara rata-rata bulanan sebesar 22.2, tergolong regim suhu tanah isohipertermik (suhu tanah rata-rata bulanan > 22 0C, sehingga hancuran iklim di daerah penelitian tergolong intensif dan mengakibatkan proses pembentukan tanah berjalan relatif cepat.
5.2.4 Waktu
Bahan induk tuf volkan intermedier mengandung gelas volkan yang bersifat amorf, sehingga proses pembentukan tanahnya relatif lebih cepat. Tanah-tanah
daerah penelitian dapat diklasifikasikan sebagi tanah dewasa dengan indikator telah terbentuknya horison kambik, horison iluviasi lemah (BW).
5.2.5 Organisme
Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah terutama dalam hal proses pelapukan dan penyediaan bahan organik tanah untuk pembentukan bahan organik dalam tanah. Penggunaan lahan yang dominan di daerah penelitian berupa hutan dan kebun sayuran, tajuk lebat ditumbuhi rumput- rumputan sebagai gulma dominan. Pengaruh iklim yang sejuk terhadap sisa tanaman/ daun-daun yang jatuh akan terdekomposisi menjadi humus dengan bantuan biota tanah, sehingga membentuk tanah dengan warna hitam (gelap) yang kaya dengan bahan organik untuk ketiga pedon pewakil.
5.3 Sifat-sifat Tanah dan Lahan 5.3.1 Sifat Lahan
Daerah penelitian merupakan bentang lahan volkanik yang berasal dari batuan induk andesit (tuf volkan intermedier) dan batuan induk andesitik (abu dan pasir volkan intermedier) yang telah mengalami hancuran iklim relatif intensif akibat tingginya curah hujan dan perbedaan suhu udara. Dibawah pengaruh topografi yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan bentuk lahan.
5.3.2 Sifat Morfologi Tanah
Sifat morfologi tanah yang diamati, yaitu : jumlah horison, tebal horison, warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, dan perakaran. Data sifat morfologi tanah tertera pada Tabel 10 dan untuk data selengkapnya tertera pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
Sifat morfologi pada Pedon P1 yang mewakili puncak, memiliki warna matriks dari lapisan atas ke bawah, yaitu : Merah kekuningan (5 YR 4/6)-Coklat kemerahan (5 YR 5/4)-Coklat kemerahan (5 YR 5/4)-Coklat kemerahan (5 YR 5/4)-Merah kekuningan (5 YR 5/8). Warna matriks lapisan atas, yaitu : horison eluviasi (A1.1 dan A1.2) lebih cerah dari lapisan di bawahnya, yaitu : horison iluviasi (BW1.1, BW1.2, dan BW1.3). Hal ini mengindikasikan pada lapisan atas terjadi pencucian bahan organik karena faktor pukulan butir-butir hujan, dan aliran permukaan. Kemudian diakumulasikan pada lapisan di bawahnya, yaitu
horison iluviasi (BW1.1, BW1.2, dan BW1.3). Bahan organik tersebut semakin tercuci seiring bertambahnya lapisan tanah. Pedon P1 memiliki kelas tekstur lempung berdebu dan lempung liat berdebu, yang mempertegas bahwa bahan induk daerah penelitian berupa tuf, abu, dan pasir volkan intermedier. Struktur tanah gumpal membulat dan gumpal bersudut, ukuran struktur halus, perkembangan struktur lemah, konsistensi gembur dan sangat gembur dalam keadaan lembab, batas topografi horison jelas dan rata, serta memiliki perakaran yang banyak halus sampai tidak ada.
Pedon P2 mewakili lereng, memiliki warna matriks Merah kekuningan (5 YR 4/6)-Coklat kemerahan (5 YR 5/4)-Coklat kemerahan (5 YR 5/4)-Merah kekuningan (5 YR 5/8). Warna matriks dari horison atas sampai bawah secara berurutan yaitu cerah-gelap-cerah. Hal ini dikarenakan pada horison iluviasi, yaitu : BW1.1 dan BW1.2 terjadi akumulasi bahan organik dari horison eluviasi A1, selanjutnya bahan organik tersebut tercuci, sehingga pada horison iluviasi BW1.3 matriks tanah berwarna lebih cerah. Pedon P2 memiliki tekstur lempung berdebu pada semua horisonnya, memiliki struktur berbentuk gumpal membulat dengan perkembangan struktur lemah, ukuran struktur halus, konsisitensi gembur sampai sangat gembur, dengan batas topografi horison jelas dan rata, serta memiliki perakaran banyak-halus hingga sedikit-halus.
Pedon P3 mewakili lembah/kaki lereng memiliki warna matriks tanah dari lapisan atas sampai bawah, yaitu : Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/4)-Kuning kemerahan (5 YR 6/8)-Kuning kemerahan (5 YR 6/6), Kuning kemerahan (5 YR 6/8)-Kuning kemerahan (5 YR 7/8) dimana proses akumulasi dan pencucian bahan organik yang terjadi relatif sama seperti Pedon P1 dan P2. Hal ini dikarenakan pada horison iluviasi, yaitu : BW1.1, BW1.2, dan BW1.3 terjadi akumulasi bahan organik dari horison eluviasi A1. Pedon P3 memiliki tekstur lapisan lempung berdebu dan lempung liat berdebu, memiliki bentuk struktur gumpal membulat dengan perkembangan struktur lemah, ukuran struktur halus, konsistensi gembur sampai sangat gembur. Pedon P3 juga memiliki batas lapisan horison jelas dan rata, serta memiliki perakaran banyak-halus sampai tidak memiliki perakaran sama sekali seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah.
27
Keterangan :
1) Batas Topografi Horison: c, s = jelas, rata 2) Warna Matriks :
5 YR 3/4 = Coklat kemerahan gelap 5 YR 4/6 = Merah kekuningan Jumlah
Horison
P1 P2 P3 A1.1 A1.2 BW1.1 BW1.2 BW1.3 A1 BW1.1 BW1.2 BW1.3 A1 BW1.1 BW1.2 BW1.3 BW1.4
Tebal Horison (cm)
0-30 30-68 68-114 114- 155
155- 175
0-25 25-51 51-79 79-120 0-33 33-72 72-107 107- 150
150- 180 Batas
Topografi Horison
c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s c, s
Warna Tanah 5 YR 4/6
5 YR 5/4
5YR 5/4
5 YR 5/4
5 YR 5/8
5 YR 4/6
5 YR 5/4
5 YR 5/4
5YR 5/8
5YR 3/4
5 YR 6/8
5 YR 6/6
5 YR 6/8
5 YR 7/8 Tekstur Tanah Si L Si L Si L Si L Si Cl L Si L Si L Si L Si L Si L Si L Si L Si Cl L Si Cl L
Struktur Tanah
1 F sb 1 F sb 1 F ab 1 F ab 1 F ab 1 F sb 1 F sb 1 F sb 1 F sb 1 F sb
1 F sb 1 F sb 1 F sb 1 F sb Konsistensi
Tanah
Vf Vf Vf Vf F Vf Vf Vf f Vf f f f f
Perakaran
Byk- halus
Sdg- halus
Byk- Halus
Sdg- halus
Sdkt- halus
Byk- halus
Sdg- halus
Sdkt- halus
Sgt sdkt- halus
Byk- halu s
Sdg- halus
Sdg- halus
Sdkt- halus
- Tabel 10. Data Morfologi Tanah dari Tiga Pedon Pewakil di Daerah Penelitian
3) Kelas Tekstur : Si L = Lempung berdebu
Si Cl L = Lempung liat berdebu 4) Struktur :
a. Bentuk : ab = Gumpal bersudut sb = Gumpal membulat b. Ukuran : F = Halus
c. Perkembangan : 1 = Lemah 5) Konsistensi
Lembab : vf = Sangat gembur f = Gembur
27
5 YR 5/8 = Merah kekuningan 5 YR 6/6 = Kuning kemerahan 5 YR 6/8 = Kuning kemerahan 5 YR 7/8 = Kuning kemerahan 5 YR 5/4 = Coklat kemerahan
5.3.3 Sifat Fisik Tanah
Sifat fisik tanah yang diamati, antara lain : tekstur tanah, drainase, dan kerapatan lindak. Sifat fisik tanah masing-masing pedon relatif seragam, yaitu pada Pedon P1, P2, dan P3 memiliki sifat rasa licin seperti semir apabila dipirid antara telunjuk dan ibu jari, tidak lekat, tidak plastis (lembab), apabila kaki dihentakan secara vertikal dan berulang-ulang di atas permukaan tanah akan menimbulkan bunyi seperti gendang yang mengindikasikan kerapatan lindak rendah (< 0,89 g/cm3) karena tingginya kandungan bahan organik, dan rendahnya kadar liat, serta tingkat perkembangan tanah yang belum lanjut.
5.3.4 Sifat Kimia Tanah
Sifat kimia tanah yang ditetapkan, antara lain : pH (reaksi tanah), Al-dd, C- organik, N-total, KTK, KB, dan P tersedia. Data sifat kimia tanah yang dianalisis tertera pada Tabel 11. Kriteria sifat kimia tanah mengacu pada Kriteria PPT, (1983 dalam Hardjowigeno, 2007). Uraian data kimia tertera pada Lampiran 3 dan Kriteria PPT tertera pada Lampiran 6. Berikut penjelasan sifat-sifat kimia tanah dari daerah penelitian.
Kemasaman tanah disebabkan Aluminium yang dapat ditukarkan bereaksi dengan air dan melepaskan H+ ke larutan tanah. Pedon P1 memiliki reaksi tanah tergolong masam dengan nilai pH 4.9-5.1. Nilai Al dd berkisar 1.42 me/100g pada horison A1.1 sampai 3.28 me/100g pada horison A1.2. Hubungan antara reaksi tanah dan aktivitas alumunium berbanding terbalik. Artinya bila pH tanah turun, maka Al menjadi bertambah larut. Kandungan C-organik yang dimiliki oleh Pedon P1 tergolong sedang sampai sangat rendah yaitu 2.47% dan 0.88%.
Kandungan C-organik semakin menurun dengan semakin bertambahnya kedalaman tanah. Artinya kandungan C-organik di horison teratas lebih tinggi dibanding horison di bawahnya, karena akumulasi bahan organik hasil dekomposisi biota tanah dan bahan organik tersebut dapat membentuk kompleks mineral liat alofan yang memantapkan bahan organik terhadap dekomposisi biotik, sehingga membuat kadar C-organik dipertahankan. Senyawa kompleks ini sulit untuk dipindahkan melalui pencucian sehingga akan tertimbun di permukaan pedon. P1 memiliki nilai N total sedang sampai sangat rendah yaitu 0.25%-0.09%.
Nilai N total sebanding dengan nilai C-organik, yaitu horison teratas lebih tinggi dari horison dibawahnya.
Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan kemampuan tanah untuk mengikat kation-kation oleh muatan negatif, terutama yang berasal dari mineral liat dan koloid humus tanah. Nilai KTK erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK rendah. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur hara yang terdapat dalam kompleks jerapan koloid tersebut tidak hilang tercuci oleh air. Nilai KTK tanah pada Pedon P1 tergolong sedang sampai rendah, yaitu : 17.35 me/100g (Horison A1.1) sampai 11,21 me/100g (Horison BW1.2) yang mengindikasikan bahwa tanah tersebut mengalami hancuran iklim yang belum intensif. Semakin rendah KTK tanah, maka semakin intensif hancuran iklim yang terjadi pada tanah tersebut. Nilai KTK lapisan atas lebih tinggi dari lapisan di bawahnya. Nilai KTK yang tinggi tampaknya berasal dari kontribusi bahan organik tanah.
Nilai Kejenuhan Basa (KB) merupakan perbandingan antara basa-basa yang dapat dipertukarkan dan KTK tanah. Pedon P1 memiliki nilai basa-basa yang apabila diurutkan diperoleh nilai basa-basa dari tertinggi sampai terendah, yaitu : Ca2+ >Mg2+ > Na+> K+. Nilai KB tanah pada Pedon P1 tergolong sedang sampai rendah yang berkisar antara 44.16 % dan 28.12 %. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, sehingga proses pencucian berjalan intensif. Pedon P1 memiliki kadar P tersedia di tanah tergolong sangat rendah berkisar antara 6.2 ppm pada horison A11 dan 2.4 ppm pada horison Bw13. Hal ini terjadi karena tingginya kapasitas jerapan P pada tanah. Kadar P tersedia semakin menurun seiring bertambahnya kedalaman tanah.
Pedon P2 memiliki reaksi tanah tergolong masam dengan nilai pH 4.9-5.2.
Nilai Al dd berkisar 0.38 me/100g pada horison A1 sampai 2.11 me/100g pada horison BW1.1. Kandungan C-organik tergolong rendah sampai sangat rendah, yaitu : 1.60% dan 0.88%. Kadar C-organik semakin menurun dengan semakin bertambahnya kedalaman tanah. Kandungan C-organik tinggi terdapat pada lapisan atas. Pedon P2 memiliki nilai N total rendah sampai sangat rendah, yaitu : 0.17%-0.09%. Nilai N total sebanding dengan nilai C-organik, yaitu : horison
teratas lebih tinggi dari horison di bawahnya. Nilai KTK tanah di daerah penelitian tergolong sedang, yaitu : 21.61 me/100g (Horison BW1.1) sampai 18.14 me/100g (Horison BW1.2) yang mengindikasikan bahwa tanah tersebut mengalami hancuran iklim yang belum intensif. Nilai KB pada P2 tergolong rendah berkisar antara 21.43 % dan 32.58 %. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, sehingga proses pencucian berjalan intensif. Pedon P2 memiliki kadar P tersedia di tanah tergolong sangat rendah berkisar antara 3.1 ppm pada horison A1 dan 1.7 ppm pada horison BW1.3. Kadar P tersedia semakin menurun seiring bertambahnya kedalaman tanah.
Pedon P3 memiliki reaksi tanah tergolong masam dengan nilai pH 4.9-5.2.
Nilai Al dd berkisar dari 0.56 me/100g pada horison A1 sampai 2.38 me/100g pada horison BW1.1. Kandungan C-organik yang dimiliki oleh Pedon P3 tergolong sedang sampai sangat rendah, yaitu : 2.47% dan 0.24%. Kadar C- organik semakin menurun dengan semakin bertambahnya kedalaman tanah.
Pedon P3 memiliki nilai N total sedang sampai sangat rendah, yaitu : 0.25%- 0.02%. Nilai N total sebanding dengan nilai C-organik, yaitu horison teratas lebih tinggi dari horison di bawahnya. Nilai KTK tanah di daerah penelitian tergolong rendah, yaitu : 14.78 me/100g (Horison BW1.3) sampai 16.10 me/100g (Horison A1). Nilai KB pada Pedon P3 tergolong sedang sampai rendah, berkisar antara 39.32 % dan 25.43 % dan memiliki kadar P tersedia di tanah tergolong sangat rendah berkisar antara 6.5 ppm pada horison A1 dan 1.1 ppm pada horison BW1.3 dan BW1.4. Hal ini terjadi karena tingginya kapasitas jerapan P pada tanah. Kadar P tersedia semakin menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah.
5.4 Klasifikasi Tanah dan Lahan
5.4.1 Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sistem Klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2010). Sistem ini menggunakan data morfologi, kimia, fisik, dan mineralogi tanah serta keadaan iklim (terutama suhu udara dan curah hujan) untuk mengklasifikasikan tanahnya. Horison-horison penciri yang terdapat pada ketiga pedon yang teliti tertera pada Tabel 12.
Pedon
Horison pH 1:1
Walkley dan Black
Kjeldhal Bray I NNH4OAc pH 7.0
KB N KCl 0.05 N
HCl Simbol Kedalaman
(cm) H2O KCl C-org N-Total P Ca Mg K Na KTK Al H Fe
..(%).. ..(%).. (ppm) ……….(me/100g)………. (%) ...(me/100g)… (ppm)
P1
A1.1 0-33 5.10 4.40 2.47 0.25 6.2 3.93 1.46 0.12 0.21 17.35 32.97 1.42 0.28 4.20 A1.2 30-68 4.90 4.10 1.84 0.17 5.1 2.93 1.20 0.09 0.17 15.61 28.12 3.28 0.34 3.12 BW1.1 68-114 5.00 4.30 1.44 0.15 3.6 3.61 1.59 0.11 0.27 14.92 37.40 1.76 0.22 2.40 BW1.2 114-155 5.00 4.20 1.44 0.14 2.7 3.11 1.42 0.07 0.35 11.21 44.16 1.94 0.25 6.36 BW1.3 155-175 5.00 4.20 0.88 0.09 2.4 2.18 1.09 0.08 0.69 13.39 30.17 2.38 0.29 6.04
P2
A1 0-25 5.20 4.50 1.60 0.17 3.1 4.38 1.33 0.10 0.13 18.75 31.68 0.38 0.16 3.10 BW1.1 25-51 4.90 4.10 1.36 0.13 2.6 3.11 1.30 0.07 0.15 21.61 21.43 2.11 0.28 4.88 BW1.2 51-79 5.00 4.20 1.44 0.14 2.1 4.17 1.46 0.08 0.20 18.14 32.58 1.18 0.24 4.48 BW1.3 79-120 4.90 4.20 0.88 0.09 1.7 3.88 1.37 0.07 0.46 18.35 31.50 2.04 0.26 10.60
P3
A1 0-33 5.00 4.30 2.47 0.25 6.5 4.02 1.74 0.18 0.39 16.10 39.32 0.56 0.24 3.08 BW1.1 33-72 5.20 4.40 0.48 0.05 2.1 3.96 1.37 0.07 0.48 15.84 37.12 2.38 0.18 16.68 BW1.2 72-107 5.00 4.30 0.64 0.05 1.7 3.24 1.74 0.09 0.48 15.99 34.71 0.64 0.23 17.00 BW1.3 107-150 4.90 4.10 0.32 0.03 1.1 3.31 1.37 0.08 0.48 14.78 35.45 1.62 0.27 12.12 BW1.4 150-180 5.00 4.30 0.24 0.02 1.1 2.02 1.41 0.07 0.52 15.81 25.43 0.86 0.21 12.96 Tabel 11. Data Analisis Sifat Kimia Tanah dari Tiga Pedon Pewakil di Daerah Penelitian
31
Horison Penciri Deskripsi Horison
permukaan (Epipedon)
Pedon P1 memiliki epipedon melanik (Soil Survey Staff, 2010) karena :
1. Memiliki horison permukaan dengan tebal 30 cm atau lebih, yang berada pada ketebalan total 40 cm. Hal ini sesuai dengan data morfologi yaitu tebal 0-33 cm.
2. Memiliki sifat tanah andik pada seluruh ketebalan.
3. Berwarna gelap ditandai dengan dan value dan chroma ≤ 3, tetapi dari hasil pengamatan morfologi di lapang, warna matriks tanah yang diperoleh, yaitu : value 4 dan chroma 6. Hal ini mungkin terjadi karena faktor kesalahan dalam pembacaan pengamat, cahaya yang sangat kuat pada saat pembacaan warna matriks tanah, dan faktor warna munsell soil chart yang dipakai sudah agak pudar.
Pedon P2 memiliki epipedon umbrik (Soil Survey Staff, 2010) karena :
1. Memiliki tekstur sangat halus yaitu lempung bedebu dengan dominasi debu.
2. Warna tanah gelap ditandai dengan value dan chroma ≤ 3, tetapi dari hasil pengamatan morfologi di lapang, warna matriks tanah yang diperoleh, yaitu : value 4 dan chroma 6. Hal ini mungkin terjadi karena faktor kesalahan dalam pembacaan pengamat, cahaya yang sangat kuat pada saat penganalisaan warna matriks tanah, dan faktor warna munshell soil chart yang dipakai sudah agak pudar.
3. Memiliki nilai Kejenuhan Basa (KB) <50 % pada semua lapisan. Hal ini sesuai dengan hasil analisis kimia di laboratorium, yaitu nilai KB tiap horison adalah 31.68 %, 21.43 %, 32.58%, dan 31.50 %.
4. Memiliki kandungan C-organik 0.6 % atau lebih. Hal ini sesuai dengan hasil analisis kimia di laboratorium, yaitu pada tiap horison kandungan C-organik secara berurutan adalah 1.6 %, 1.36 %, 1.44 %, dan 0.88%.
5. Tidak memiliki artifak (sisa-sisa benda tertentu), bekas cangkul, sekop, dan permukaan tanah meninggi yang menunjukkan penambahan permukaan secara perlahan
Pedon P3 memiliki epipedon melanik (Soil Survey Staff, 2010) karena :
1. Memiliki horison permukaan dengan tebal 30 cm atau lebih, yang berada pada ketebalan total 40 cm. Hal ini sesuai dengan data morfologi yaitu tebal 0-33 cm.
2. Memiliki sifat tanah andik pada seluruh ketebalan.
32 32
Tabel 12. (Lanjutan)
3. Berwarna gelap ditandai dengan dan value dan chroma ≤ 3, tetapi dari hasil pengamatan morfologi di lapang, warna matriks tanah yang diperoleh, yaitu : value 3 dan chroma 4. Hal ini mungkin terjadi karena faktor kesalahan dalam pembacaan pengamat, cahaya yang sangat kuat pada saat pembacaan warna matriks tanah, dan faktor warna munsell soil chart yang dipakai sudah agak pudar.
Horison bawah permukaan (horison)
Pedon P1, P2, dan P3 seluruhnya memiliki horison penciri kambik. Hal ini ditunjukkan oleh ciri-ciri, sebagai berikut:
1. Memiliki tekstur pasir sangat halus atau lebih halus.
2. Memiliki struktur tanah
3. Warna tanah lebih merah dari horison di bawahnya (pada Pedon P1 dengan value 4 dan chroma 6, Pedon P2 value 4 dan chroma 6, serta Pedon P3 value 6 dan chroma 8)
Berdasarkan analisis sifat-sifat tanah dan horison pencirinya, maka ketiga pedon tersebut diklasifikasikan sampai kategori Famili (Tabel 13).
Taksonomi Tanah
(Soil Survey Staff, 2010) Deskripsi
Order (Kategori Golongan Tanah)
Pedon P1, P2, dan P3 pada Kategori Order diklasifikasikan sebagai Andisol yang dicirikan oleh adanya sifat andik antara lain :
Rasa licin seperti semir apabila dipirid antara telunjuk dan ibu jari, tidak lekat, tidak plastis (lembab), apabila kaki dihentakan secara vertikal dan berulang-ulang di atas permukaan tanah akan menimbulkan bunyi seperti gendang yang mengindikasikan kerapatan lindak rendah (< 0,89 g/cm3) karena banyaknya kandungan bahan organik sehingga tanah menjadi ringan.
Suborder (Kategori Kumpulan Tanah)
Pedon P1, P2, dan P3 pada Kategori Suborder diklasifikasikan sebagai Udand karena mempunyai regim kelembaban tanah udik dan tanah tidak pernah kering selama 90 hari (kumulatif) setiap tahun.
33
Tabel 13. Klasifikasi Taksonomi Tanah dari Tiga Pedon Pewakil di Daerah Penelitian
Great Group (Kategori Jenis Tanah)
Pedon P1 termasuk Great Group Melanudand karena batas atas pada, atau di dalam 30 cm dari permukaan tanah mineral atau lapisan organik dengan sifat-sfat tanah andik, memiliki epipedon melanik, yaitu horison berwarna gelap dan tebal yang merupakan hasil dari dekomposisi bahan organik dari sisa-sisa tanaman yang ada di atasnya.
Pedon P2 pada Kategori Great Group diklasifikasikan sebagai Hapludand yaitu merupakan tanah pengolahan.
Pedon P3 termasuk Great Group Fulvudand karena batas atas pada, lebih dalam dari 30 cm dari permukaan tanah mineral atau lapisan organik dengan sifat-sfat tanah andik, memiliki epipedon melanik, yaitu horison berwarna gelap dan tebal yang merupakan hasil dari dekomposisi bahan organik dari sisa-sisa tanaman yang ada di atasnya.
Subgroup (Kategori Macam Tanah)
Pedon P1, P2, dan P3 merupakan Subgroup Typic Melanudand, Typic Hapludand, dan Typic Fulvudand karena tanah ini tidak memiliki sifat lain kecuali sifat Great Group nya atau tidak menyimpang dari Melanudand, Hapludand, dan Fulvudand, serta memiliki KTK liat lebih dari 24 me/100 g, memiliki kandungan C-organik menurun secara teratur, dan mempunyai regim kelembaban udik.
Family (Kategori Famili Tanah)
Pedon P1 tergolong Typic Melanudand, medial, masam, amorfik, isohipertermik. Tergolong medial karena tanah halus bersifat andik, yaitu memiliki fragmen batuan yang menyusun kurang dari 35 %. Tergolong masam karena memiliki pH diantara 4,5-5,5. Tergolong amorfik karena bahan induknya berasal dari bahan piroklastik, dan tergolong isohipertermik karena memiliki suhu tanah rata-rata tahunan >220 C.
Pedon P2 tergolong Typic Hapludand, medial, masam, amorfik, isohipertermik. Tergolong medial karena tanah halus bersifat andik, yaitu memiliki fragmen batuan yang menyusun kurang dari 35 %. Tergolong masam karena memiliki pH diantara 4,5-5,5. Tergolong amorfik karena bahan induknya berasal dari bahan piroklastik, dan tergolong isohipertermik karena memiliki suhu tanah rata-rata tahunan >220 C.
Pedon P3 tergolong Typic Fulvudand, medial, masam, amorfik, isohipertermik. Tergolong medial karena tanah halus bersifat andik, yaitu memiliki fragmen batuan yang menyusun kurang dari 35 %. Tergolong masam karena memiliki pH diantara 4,5-5,5. Tergolong amorfik karena bahan induknya berasal dari bahan piroklastik dan tergolong isohipertermik karena memiliki suhu tanah rata-rata tahunan >220 C.
34
5.4.2 Klasifikasi Lahan
Bentuk lahan (landform) di daerah penelitian tergolong bentang lahan volkanik (volcanic landscape). Berdasarkan kriteria Desaunettes (1977) secara toposekuen pedon menjadi pewakil untuk bentuk lahan yang berbeda. Pedon P1 menempati dataran punggung volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, datar (0-3%), tidak tertoreh (Vat 3.5.0), Pedon P2 ditempati bentuk lahan lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, terjal (30-60%), tertoreh (Vat 3.6.3), dan Pedon P3 ditempati bentuk lahan kaki lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, landai (2-5%), tertoreh sedang (Vat 3.5.2).
5.5 Hubungan antara Proses Geomorfik dan Pedogenesis
Pedon P1 menempati bentuk lahan dataran punggung volkan tengah, berbahan induk batuan andesitik, datar (0-3%), tidak tertoreh (Vat 3.5.0) sebagai Melanudand, Pedon P2 menempati bentuk lahan lereng volkan tengah, berbahan induk batuan andesitik, terjal (30-60%), tertoreh (Vat 3.6.3) sebagai Hapludand, dan Pedon P3 menempati bentuk lahan kaki lereng volkan tengah, berbahan induk batuan andesitik, landai (2-5%), tertoreh sedang (Vat 3.5.2) sebagai Fulvudand (Gambar 9).
Berdasarkan rekapitulasi data morfologi dari hasil pengamatan di lapang dan didukung oleh data analisis laboratorium maka keragaman bentuk lahan sejalan dengan keragaman jenis tanahnya secara taksonomik (Tabel 14). Hal ini sesuai dengan konsep van Wambeke dan Forbes (1986), korelasi antara proses geomorfik dan pedogenesis adalah keragaman bentuk lahan sejalan dengan keragaman Jenis Tanah. Tabel 14 menggambarakan hubungan keterkaitan antara proses geomorfik dan pedogenesis satuan lahan sebagai wadah satuan tanah.
Hubungan antara proses geomorfik dan proses pedogenesis yang diamati secara toposekuen, kemudian diekstrapolasi keseluruh daerah Lamajang dan ditambah data sekunder yang diperoleh dari Puslittanak (1993), sehingga menghasilkan Peta Bentuk Lahan Desa Lamajang seperti yang tertera pada Gambar 10 dan Tabel 15. Desa Lamajang terdiri dari 7 Satuan Peta Bentuk Lahan yang mewadahi 2 Order tanah, yaitu : Andisol dan Inceptisol, 2 Suborder, yaitu : Udand dan Udept, 5 Great Group, yaitu : Dystrudept, Melanudand, Hapludand, Fulvudand, dan Eutrudept serta 6 Subgroup, yaitu : Aquic Dystrudept, Typic
Melanudand, Typic Fulvudand, Typic Hapludand, Humic Dystrudept, dan Typic Eutrudept.
Satuan Peta Lahan (SPL) 1 tergolong Order Inceptisol karena bahan induknya berupa deposit aluvium, dan SPL 5, 6, dan 7 juga tergolong Order Inceptisol karena walaupun bukan berasal dari bahan aluvium namun ketiga SPL tersebut berada sepanjang aliran sungai. Sejalan dengan pendapat Hardjowigeno (2007), bahwa tanah Inceptisol merupakan tanah muda, umumnya memiliki horison kambik, dan karena tanah belum berkembang lanjut tanah ini merupakan tanah yang cukup subur serta tanah ini dahulu termasuk tanah Alluvial, Regosol, Latosol, dan lain-lain. Pada SPL 2, 3,dan 4 tergolong Order Andisol karena bahan induknya berasal dari bahan piroklastik vitrik gunung api, yaitu : batuan andesit (tuf volkan intermedier) dan batuan andesitik (abu dan pasir volkan intermedier), sehingga menurut Soil Survey Staff (2010) tanah ini memiliki sifat andik.
Desa Lamajang memiliki bahan induk, yaitu : deposit alluvium berbahan induk campuran/ pasir, debu, dan liat (Ac), bentang lahan volkanik berbahan induk batuan andesitik/ abu dan pasir volkan intermedier (Vat), dan bentang lahan volkanik berbahan induk batuan andesit/ tuf volkan intermedier (Va).
Proses pembentukan tanah dan lahan sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim, terutama suhu udara rata-rata bulanan (22.2 0C) dan curah hujan rata-rata tahunan (2602.7 mm) yang tergolong tinggi, keadaan relief didominasi lereng sangat curam (30-60%), bahan induk batuan andesit dan andesitik serta vegetasi hutan hujan tropika. Berdasarkan data dan informasi tersebut, maka laju pembentukan tanah dan lahan tergolong sangat intensif, sehingga terbentuk tanah dan lahan yang berumur relatif muda.
Perbedaan bentuk lahan menyebabkan terjadinya perbedaan Jenis Tanah.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan proses pengangkutan, pencucian, dan pengendapan baik secara lateral maupun vertikal yang disebabkan oleh perbedaan posisi dan kemiringan lereng pada setiap satuan bentuk lahannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Wiradisastra, et al., (2002), bahwa erosi (pengikisan tanah) lebih banyak terdapat pada bagian atas lereng (puncak), transportasi terjadi pada bagian di bawahnya (lereng), dan terjadi deposisi pada bagian lembah/ kaki lereng (cekungan).
Puncak (0-3) %
Lereng (30-60) %
Lembah/kaki lereng (2-5) %
Patahan Lereng (Break of slope) Patahan Lereng (Break of slope)
Gambar 9. Korelasi antara Bentuk Lahan dan Jenis Tanah secara Toposekuen pada Bentang Lahan Volkanik di Daerah Penelitian
38
Pedon : Pedon P1
Posisi : Puncak
Kemiringan Lereng : 0-3%
Kelas Lereng : A Bentuk Wilayah : Datar
Bentuk Lahan : Dataran punggung volkan tengah, datar, tidak
tertoreh (Vat 3.5.0)
Famili Tanah : Melanudand Puncak (0-3) %
Lereng (30-60) %
Lembah/kaki lereng (2-5) % A1 (0-33) cm Bw11 (33-72) cm Bw12 (72-107) cm Bw13 (107-150) cm Bw14(150-180) cm A1 1 (0-30) cm
A1 2 (30-68) cm BW1 1 (68-114) cm BW1 2 (114-155) cm BW1 3 (155-175) cm
A1 (0-25) cm BW1.1 (25-51) cm BW1.2 (51-79) cm BW1.3 (79-120)
: Pedon P2
: Lereng
: 30-60%
: E : Terjal
: Lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, terjal, tertoreh (Vat 3.6.3)
: Hapludand
: Pedon P3
: Kaki Lereng (Lembah) : 2-5 %
: A-B : Landai
: Kaki lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, landai, tertoreh sedang (Vat 3.5.2) : Fulvudand
A1 (0-33) cm Bw11 (33-72) cm Bw12 (72-107) cm Bw13 (107-150) cm Bw14(150-180) cm A1 (0-25) cm
BW1.1 (25-51) cm BW1.2 (51-79) cm BW1.3 (79-120)
37
Tabel 14. Korelasi antara Proses Geomorfik dan Pedogenesis dari Tiga Pedon Pewakil
Bentuk Lahan Pedon
Pewakil Warna Matriks Tanah
Horison Penciri
Penciri Lain
Kelas Tekstur
Tanah
Kelas Struktur Tanah
Jenis Tanah (Great Group) Soil Survey Staff, 2010) Epipedon Horison
Dataran punggung volkan tengah, bahan induk batuan andesitik,
datar, tidak tertoreh (Vat 3.5.0)
P1 (Puncak) (5 YR 4/6)-(5 YR 5/4)-(5 YR 5/8) Merah kekuningan-
Coklat kemerahan- Merah kekuningan
Melanik (0-30) cm
Kambik (30-114)
cm
Sifat andik
Lempung liat berdebu
Gumpal membulat dan gumpal bersudut, ukuran
struktur halus, perkembangan struktur lemah
Melanudand
Lereng volkan tengah berbahan induk batuan
andesitik, terjal (30- 60%), tertoreh (Vat
3.6.3)
P2 (Lereng) (5 YR 4/6)-(5 YR 5/4)-(5 YR 5/8).
Merah kekuningan- Coklat kemerahan- Merah kekuningan
Umbrik (0-25) cm
Kambik (25-79)
cm
Sifat andik
Lempung berdebu
Gumpal membulat, perkembangan struktur lemah, ukuran struktur
halus
Hapludand
Kaki lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, landai (2-5%), tertoreh sedang
(Vat 3.5.2)
P3 (Lembah /kaki lereng)
(5 YR 3/4)-(5 YR 7/8). Coklat gelap kemerahan- Kuning
kemerahan
Melanik (0-33) cm
Kambik (33-150)
cm
Sifat andik
Lempung liat berdebu
Gumpal membulat dengan perkembangan struktur lemah, ukuran struktur
halus
Fulvudand
38
Keterangan : A = Bentang lahan Aluvial P = Paling Dominan V = Bentang lahan Volaknik D = Dominan
a = Batuan andesit F = Cukup
at = Batuan Andesitik M = Sedikit
c = Campuran
No. ol Kemiringan
Lereng (%)
Bentuk Wilayah
Komposisi
Hektar Persen
SPL 1
Ac.2.
1
Jalur aliran sungai dan lembah sempit
(<50 m)
Deposit aluvium campuran
0-3 % Datar
P M D
Aquic Dystrudept Humic Dystrudept
Typic Eutrudept
24.5 1.7
SPL
2 Vat.3 Lungur Volkan Tengah
Abu dan pasir volkan intermedier
(andesitik)
8-16% Bergelombang D M F
Typic Fulvudand Typic Hapludand Typic Melanudand
79.2 5.4
SPL
3 Vat.3 Lungur Volkan Tengah
Abu dan pasir volkan intermedier
(andesitik)
16-30% Berbukit kecil D M F
Typic Fulvudand Typic Hapludand Typic Melanudand
300.8 20.4
SPL
4 Vat.3 Lungur Volkan Tengah
Abu dan Pasir Volkan Intermedier
(andesitik)
>60% Bergunung P
Typic Hapludand 498.9 33.8
SPL
5 Va.4 Lungur Volkan Bawah
Tuf volkan intermedier (andesit)
3-8 % Berombak F
M D
Aquic Dystrudept Humic Dystrudept Typic Eutrudept
216.7 14.7
SPL
6 Va.4 Lungur Volkan Bawah
Tuf volkan intermedier (andesit)
8-16 % Bergelombang
F M D
Aquic Dystrudept Humic Dystrudept Typic Eutrudept
68.2 4.6
SPL
7 Va.4 Lungur Volkan Bawah
Tuf volkan intermedier (andesit)
16-30% Berbukit kecil F D M
Aquic Dystrudept Humic Dystrudept Typic Eutrudept
219.2 14.9 Total Luas 1473.7 100
40