• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UMUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UMUM"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. UMUM

Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan makhluk-makhluk hidup (Internatinal Glossary of Hidrology, 1974) [ErsinSeyhan,1990]. Karena perkembangan yang ada maka ilmu hidrologi telah berkembang menjadi ilmu yang mempelajari sirkulasi air. Jadi dapat dikatakan, hidrologi adalah ilmu untuk mempelajari; presipitasi (precipitation), evaporasi dan transpirasi (evaporation), aliran permukaan (surface stream flow), dan air tanah (groun water).

2.2. SIKLUS HIDROLOGI

Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan “siklus hidrologi”. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut, seperti digambarkan pada Gambar 2.1.

Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut.

(2)
(3)

Salju jadi persoalan yang penting di tempat atau negara yang mempunyai perbedaan temperatur yang besar pada waktu musim panas (summer) temperatur bisa mencapai + 35ºC, namun pada waktu musim dingin (winter) temperatur bisa mencapai - 35º (bahkan lebih).

Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman (vegetasi). Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara. Pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap untuk beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti darah-daerah cekungan, danau tempat-tempat yang rendah dll., maupun retensi buatan seperti tampungan, sumur, embung, waduk dll.

Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang lebih rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Dalam sistem sungai aliran mengalir mulai dari sistem sungai kecil ke sistem sungai yang besar dan akhirnya menuju mulut sungai atau sering disebut estuary yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut.

(4)

yang terakhir disebut air celah (fissure water). Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan kontinyu.

Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrogi.

Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air tanah, misalnya lahan hutan yang beralih fungsi mejadi daerah pemukiman dan curah hujan daerah tersebut. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpangan awal ( initial storage ).

(5)

Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu perioda tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance). (Koyotoka Mori dkk., 2006, Hidrologi Untuk Pengairan)

Bentuk persaman neraca air suatu danau atau reservoir:

Perolehan (inflow) = Kehilangan (outflow) ... (2.1a) Qi + Qg + P - ΔS = Qo + SQ + Eo ... (2.1b) Qin – Qout = ΔS ... (2.1c)

dimana: Qi = masukan air/ direct run-off (inflow) Qg = base flow (inflow)

Qo = outflow P = presipitasi SQ = perembesan

E = evaporasi air permukaan bebas ΔS = perubahan dalam cadangan

t1 = muka air setelah kehilangan t2 = muka air sebelum kehilangan

(6)

Akibat panas matahari air dipermukaan bumi juga akan berubah wujud menjadi gas/ uap dalam proses evaporasi dan bila melalui tanaman disebut transpirasi. Air akan di ambil oleh tanaman melalui akar-akarnya yang dipakai untuk kebutuhan hidup dari tanaman trsebut, lalu air di dalam tanaman juga akan keluar berupa uap akibat energi panas matahari (evaporasi). Proses pengambilan air oleh akar tanaman kemudian terjadinya penguapan dari dalam tanaman disebut transpirasi.

Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, embung, reservoir, waduk maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar. Walaupun laut adalah tempat dengan sumber air terbesar namun tidak bisa langsung di manfaatkan sebagai sumber kehidupan karena mengandung garam atau air asin (salt water).

2.2.1. Siklus Hidrologi Tertutup

Uap dan gas bergerak di atmosfer. Proses selanjutnya sama seperti yang diuraikan di atas dan terus berulang. Kejadian inilah akan membentuk pergerakan suatu siklus hidrologi. Siklus hidrologi juga menunjukkan semua hal yang berhubungan dengan air. Bila dilihat keseimbangan air secara menyeluruh maka air tanah dan aliran permukaan: sungai, danau, penguapan dll. merupakan bagian-bagian dari beberapa aspek yang menjadikan siklus hidrologi menjadi seimbang sehingga disebut dengan siklus hidrologi yang tertutup (closed system diagram of the global hydrologycal cycle). Lebih jelasnya lihat gambar 2.3.

Gambar 2.3 dalam matematis dapat di tulis sebagai berikut:

(7)

Dimana : I = aliram yang masuk (inflow) O = aliran yang keluar (outflow) s = simpanan (storage)

t = waktu (time)

Pada jangka waktu yang lama dan skala ruang global simpanan cenderung mendekati nol, sehingga keseimbangan air hanya dipengaruhi oleh masuk dan keluar ke dalam sub sistem.

(8)

2.2.2. Siklus Hidrologi Terbuka

Aliran air tanah bisa merupakan satu atau lebih dari sub-sistem dan tidak lagi tertutup, karena sistem tertutup itu dipotong pada bagian tertentu dari seluruh sistem aliran. Transportasi aliran di luar bagian aliran air tanah merupakan masukkan dan keluaran dari sub-sistem aliran air tanah tersebut, demikian pula aliran air permukaan. Gambar 2.4 menunjukkan gabungan sub-sistem aliran air tanah, aliran permukaan dan hidrologi yang merupakan sub-sistem terbuka.

(9)

2.3. DAERAH ALIRAN SUNGAI (Catchment Area)

Daerah Aliran Sungai (DAS) / DTA merupakan unit hidrologi dasar. Bila kita memandang suatu system yang mengalir yang dapat diterapkan pada suatu daerah aliran sungai, maka akan nampak struktur sistem dari daerah ini adalah Daerah Aliran Sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh suatu batas air, topografi dan dengan salah satu cara memberikan sumbangan terhadap debit sungai pada suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar pengelolaan untuk sumber daya air. Gabungan beberapa DAS menjadi Satuan Wilayah Sungai (Buku PSDA).

2.3.1. Defenisi Daerah Aliran Sungai

(10)

Ada yang menyebutnya dengan Daerah Pengaliran Sungai (DPS), daerah Tangkapan Ait (DPA). Dalam istilah bahasa Inggris juga ada beberapa macam istilah yaitu Catchment Area, watershed, River Basin, dll. Defenisi dari UU Sumber Daya Air adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, dengan batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Reimold (1998) menyatakan definisi Daerah Aliran Sungai adalah keseluruhan area geografis dimana air permukaan, sedimen, material, di drain kepada outlet utama yaitu sungai, danau, muara, ataupun laut.

Gambar 2.5. Ilustrasi Batas Daerah Aliran Sungai dan Batas Administratif Kabupaten/Kota

(11)

2.3.2. Faktor Pembentuk Sub-Sistem

Faktor-faktor yang membentuk sub-sistem dan bertindak sebagai operator di dalam mengubah komponen-komponen struktur sistem yaitu sistem sungai atau jaringan DAS. Factor-faktor tersebut yaitu [Chay Asdak,2007, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai]

1. Faktor Meteorologi (iklim)

• Intensitas hujan

• Durasi hujan

• Distribusi curah hujan

2. Karakteristik DAS

• Luas dan bentuk DAS

(12)

1. Paralel (melebar): anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai. DAS ini mempunyai dua jalur sub-DAS yang bersatu.

2. Radial (memanjang): sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik. Berkembang pada vulkan atau dome. Anak sungainya memusat di satu titik secara radial sehingga menyerupai bentuk kipas atau lingkaran. DAS atau sub-DAS radial memiliki banjir yang relatif besar tetapi relatif tidak lama. Biasanya dijumpai di daerah lereng gunung api atau daerah dengan topografi berbentuk kubah.

(13)

• Jaringan Sungai

Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang dialirkan oleh anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara kuantitatif dari awal percabangan yaitu perbandingan antara jumlah alur sungai orde tertentu dengan orde sungai satu tingkat di atasnya. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nisbah percabangan berarti sungai tersebut memiliki banyak anak-anak sungai dan fluktuasi debit yang terjadi semakin besar.

Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai pada suatu DAS. Semakin banyak jumlah orde sungai, semakin luas dan panjang alur sungainya. Orde sungai dapat ditetapkan dengan metode Horton, Strahler, Shreve, dan Scheidegger. Namun umumnya metode Strahler lebih mudah untuk diterapkan dibandingkan metode yang lainnya. Berdasarkan metode Strahler, alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde pertama (orde 1), pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde2), demikian seterusnya sampai pada sungai utama ditandai dengan nomor orde yang paling besar (Gambar 2.7).

(14)

• Kondisi DAS; topografi, tanah, geologi, geomorfologi.

Kerapatan aliran sungai menggambarkan kapasitas penyimpanan air permukaan dalam cekungan-cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai yang mengalir di suatu DAS. Kerapatan aliran sungai dapat dihitung dari rasio total panjang jaringan sungai terhadap luas DAS yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat kerapatan aliran sungai, berarti semakin banyak air yang dapat tertampung di badan-badan sungai. Kerapatan aliran sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh dengan persamaan:

... (2.3)

dimana:

Dd = indeks kerapatan aliran sungai (km/km );

L = jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (km); A = luas DAS (km )

Indeks kerapatan aliran sungai diklasifikasikan sebagai berikut: - Dd: < 0.25 km/km : rendah

- Dd: 0.25 - 10 km/km : sedang - Dd: 10 - 25 km/km : tinggi - Dd: > 25 km/km : sangat tinggi

(15)

untuk daerah yang curah hujannya tinggi. Disamping itu, jika nilai kerapatan aliran sungai:

- < 1 mile/mile (0.62 km/km ), maka DAS akan sering mengalami penggenangan.

- > 5 mile/mile (3.10 km/km ), maka DAS akan sering mengalami kekeringan

Gambar 2.8. Pengaruh topografi; kerapatan parit/saluran pada hidrograf aliran permukaan

3. Tata Guna Lahan

• Perubahan tata guna lahan berpengaruh terhadap ketersediaan dan

(16)

• Ketika lahan berubah maka terjadi peningkatan debit aliran permukaan.

Akibatnnya di bagian hilir mendapatkan debit yang berlebih dan dampaknya terjadi banjir. Akibat perubahan tata guna lahan maka kapasitas resapan hilang sehingga bencana kekeringan meningkat di musim kemarau. Debit puncak naik dari 5 sampai dengan 35 kali karena air yang meresap ke dalam tanah sedikit mengakibatkan aliran air di permukaan (run-off) menjadi besar, sehingga berakibat debit menjadi besar dan terjadi erosi yang berakibat sedimentasi

• Ketika debit meningkat, aliran sungai dengan debit yang besar akan

membawa sedimen yang besar pula sehingga di terminal akhir perjalanan air di sungai yaitu muara terjadi pendangkalan. Akibatnya di laut terjadi akresi yang mempengaruhi longshore transport sediment di pantai. Akresi pantai adalah gerusan pantai yang dikenal dengan sebutan abrasi. Lihat gambar 2.9.

(17)

2.4 PRESIPITASI (HUJAN)

Faktor utama penyebab besarnya debit sungai adalah hujan, intensitas hujan, luas daerah hujan dan lama waktu hujan. Intensitas hujan berubah dengan lama waktu hujannya. Semakin lama waktu hujannya, semakin berkurang deras rata-rata hujannya. Hubungan antara deras rata-rata-rata-rata hujan dan lama waktu berlangsungnya hujan untuk berbagai tempat tidak sama dan harus ditentukan sendiri berdasarkan pengamatan dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, data curah hujan dapat digunakan untuk mengetahui nilai debit sungai, disamping menggunakan data pengaliran sungai. Selanjutnya dalam tugas akhir ini, digunakan data curah hujan untuk menentukan besarnya debit di wilayah studi.

Curah hujan dinyatakan dengan tingginya air dalam suatu tabung, biasanya dalam mm. Untuk mengukur curah hujan digunakan alat ukur hujan (rain gauge); yang dikenal antara lain, adalah alat ukur hujan yang dapat mengukur sendiri dan alat ukur hujan biasa. Alat pengukur hujan biasa, digunakan untuk mengukur curah hujan dalam satu hari dan kurang tepat untuk mengetahui intensitasnya dan lamanya hujan itu berlangsung. Alat pengukur hujan yang mencatat sendiri sesuai untuk mengukur intensitas dan lamanya hujan, sangat cocok dan tepat untuk pengukuran hujan dengan jangka waktu yang lama di daerah-daerah pegunungan dimana para pengamat sulit untuk tinggal lama di daerah itu. Dewasa ini jenis tersebut banyak digunakan di waduk-waduk besar di hulu sungai.

2.4.1. Tipe-tipe Presipitasi

(18)

2.4.1.1. Klasifikasi genetik

Klasifikasi ini didasarkan atas timbulnya presipitasi seperti ditunjukkan pada gambar 2.10. Agar terjadi presipitasi, terdapat tiga faktor utama yang penting: suhu udara yang lembab, inti kondensasi (partikel debu, kristal garam, dll.) dan suatu perubahan kelembapani, sehingga kondensasi dapat terjadi. Pengangkatan air ke atas dapat berlangsung dengan cara pendinginan sinklonik, oroganik maupun konvektif.

Pendinginan sinklonik terjadi dalam dua bentuk. Pendinginan sinklonik non-fromtal terjadi bila udara bergerak dari kawasan di sekitarnya k ekawasan yang bertekanan rendah. Dalam proses tersebut udar memindahkan udara bertekanan rendah ke atas, mendingin dan menghasilkan presipitasi berintensitas sedang (5 hingga 15cm dalam 24 sampai 72 jam) dan berlangsung lama.. Pendinginan sinklonik frontal terjadi jika massa udara yang panas naik di atas suatu tepi frontal yang dingin.

Pendinginan orografik terjadi oleh aliran udara samudera yang lewat di atas tanah dan dibelokkan keatas oleh gunung-gunung di pantai. Sebagian besar presipitasi jatuh pada sisi lereng arah datangnya angin. Jumlah presipitasi yang lebih sedikit, disebut bayangan hujan, terjadi pada sisi kemiringan lereng karena hilangnya sebagian besar lengas oleh ginung-gunung yang tinggi.

(19)

Gambar 2.10. Klasifikasi genetis presipitasi

2.4.1.2. Klasifikasi Bentuk

(20)

Presipitasi Vertikal

1. Hujan: Air yang jatuh dalam bentuk tetesan yang dikondensasikan dari uap air di atmosfer.

2. Hujan gerimis: Hujan dengan tetesan yang sangat kecil.

3. Hujan salju: Kristal-kristal kecil air yang membeku secara langsung dibentuk dari uap air di udara bila sushunya pada saat kondensasi kurang dari 0ºC.

4. Hujan batu es: Gumpalan es yang kecil, kebulat-bulatan yang dipresipitasikan saat hujan badai.

5. Sleet: Campuran huja dan salju. Hujan ini disebut juga glaze (salju basah).

Presipitasi Horizontal

1. Es : Salju yang sangat padat.

2. Kabut: Uap air yang dikondensasikan menjadi partikel-partikel air halus di dekat permukaan tanah.

3. Embun beku: Bentuk kabut yang membeku di atas permukaan tanah dan vegetasi.

4. Embun Air: Air yang dikondensasikan sebagai air di atas permukaan tanah dan vegetasi yang dingin terutama pada malam hari. Embun ini menguap pada malam hari.

(21)

2.4.2. Curah Hujan Daerah (Area Rainfall)

Dengan melakukan penakaran atau pencatatan seperti di atas, hanyalah didapat curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Bila dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau alat pencatat curah hujan, maka untuk mendapatkan harga curah hujan daerah (area rainfall) adalah dengan mengambil harga rata-ratanya.

Ada tiga cara dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata di suatu areal tertentu dari angka-angka curah hujan di berbagai titik pos pencatat, yaitu:

a. Cara tinggi rata-rata (arithmatic mean)

Cara mencari tinggi rata-rata curah hujan di dalam suatu daerah aliran dengan cara arithmatic mean adalah salah satu cara yang sederhana sekali. Biasanya cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun curah huajnnya, dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya adalah sama rata (uniform distribution). Cara perhitungannya adalah sebagai berikut: (lihat gambar 2.11)

(22)

Gambar 2.11. DAS dengan perhitungan curah hujan tinggi rata-rata.

b. Cara Thiessen Poligon

Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan sperti yang ditunjukkan gambar 2.12. Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan pada masing-masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos penakar. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

A

d = Tinggi curah hujan rata-rata areal d1, d2, d3,...dn = Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3,...n A1, A2, A3,...An = Luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3,...n

Stasiun penakar hujan

(23)

Gambar 2.12. DAS dengan perhitungan curah hujan polygon Thiessen.

c. Cara Isohyet

Dalam hal ini kita harus menggambarkan dulu kontur dengan tinggi curah hujan yang sama (isohyet), seperti pada gambar 2.13. Kemudian luas bagian diantara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur dan harga rata-ratanya dihitung sebagai harga rata-rata berimbang dari nilai kontur seperti terlihat pada rumus berikut ini:

n

d = Tinggi curah hujan rata-rata areal d0, d1, d2,...dn = Tinggi curah hujan di pos 0, 1, 2,...n

(24)

Gambar 2.13. DAS dengan perhitungan curah hujan Isohyet

2.5 EVAPOTRANSPIRASI

Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah total air yang kembali lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, permukaan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi. Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses evaporasi, intersepsi dan transpirasi.

Evaporasi adalah peristiwa penguapan yaitu berubahnya air menjadi uap, bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara atau semua bentuk permukaan selain vegetasi. Sedang transpirasi adalah perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologi) dari akar tanaman ke permukaan daun dan akhirnya menguap ke atmosfer. Intersepsi adalah penguapan air dari permukaan vegetasi ketika berlangsung hujan. Besarnya laju evaporasi dan tranpirasi kurang lebih sama apabila pori-pori daun terbuka.(Wanielista, 1990)

(25)

terbatas adalah evapotranspirasi aktual dengan mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta curah hujan.

EP lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi, sementara ET lebih dipengaruhi oleh faktor fisiologi tanaman dan unsur tanah. Faktor dominan yang mempengaruhi EP adalah radiasi matahari, suhu, kelembaban atmosfer, kecepatan angin, secara umum besarnya EP akan meningkat ketika suhu, radiasi matahari, kelembaban udara dan kecepatan angin bertambah besar.

Dalam perhitungan dengan metode F.J Mock, Ep dan ET dihitung dengan rumus: Eo = Ep x 0,75 ... (2.7)

ET = EP – E ... (2.8)

EP = ... (2.9)

E = EP*(m/20)*(18-n) ... (2.10)

dimana: ET = evapotranspirasi terbatas/ limmited evapotranspirasi (mm) EP = evapotranspirasi potensial (mm)

Ep = Evaporasi panci (data pengamatan) E = selisih antara Ep dengan ET (mm) m = singkapan lahan (Exposed surface (%)) n = jumlah hari hujan dalam sebulan

e = Evapotranspirasi potensial bulanan (cm/bulan)

I = Jumlah suhu rata-rata bulanan dari 12 bulan dibagi 5 pangkat 1,514

I =

t = suhu rata-rata bulanan (ºC)

(26)

Exposed surface (m%), ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan, atau dengan asumsi:

m = 0 % untuk lahan dengan hutan lebat

m = 0 % pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk lahan sekunder.

m = 10 % - 40 % untuk lahan yang tererosi

m = 20 % - 50 % untuk lahan pertanian yang diolah

2.6 Air Bawah Permukaan

Dalam mekanisme daur hidrologi, yang dimaksud air bawah permukaan adalah semua bentuk aliran air hujan yang mengalir di bawah permukaan tanah sebagai akibat struktur pelapisan geologi, beda potensi kelembaban tanah dan gaya gravitasi bumi. Mengarah pada proses dan mekanisme terjadinya dan keberadaan air di dalam tanah, karakteristik air tanah, gerakan air tanah.

Dalam UU Sumber Daya Air daerah disebut dengan cekungan air tanah (CAT) yang didefenisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

Menurut Danaryanto dkk. (2004) CAT di Indonesia secara umum dibedakan menjadi dua yaitu CAT bebas (unconfined aquifer) dan CAT tertekan (confined quifer). CAT ini tersebar di seluruh Indonesia dengan total besarnya potensi masing-masing CAT adalah:

• CAT Bebas : potensi 1.165.971 juta m³/thn.

(27)

Akuifer adalah suatu lapisan, formasi atau kelompok formasi satuan geologi yang permeable baik yang terkonsolidasi (lempung) maupun yang tidak terkonsolodasi (pasir) dengan kondisi jenuh air mempunyai suatu besaran konduktivitas hidaraulik (K) sehingga dapat membawa air dalam jumlah (kuantitas)yang ekonomis. Akuifer tak tertekan/terbatas (unconfined aquifer) adalah akuifer jenuh (saturated). Lapisan pembatas dibagian bawahnya merupakan aquiclude. Pada bagian atasya ada lapisan pembatas yang mempunyai konduktivitas hidraulik lebih kecil dari pada konduktifitas hidraulik dari akuifer. Akuifer tertekan/terbatas (confined aquifer) adalah akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya merupakan aquiclude dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfer, pada lapisan pembatasnya tidak ada air yang mengalir (no flux). Aquiclude (lapisan kedap air) adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi geologi yang kedap air (impermeable) dengan nilai konduktivitas hidraulik yang kecil namun masih memungkinkan air melewati lapisan ini walupun dengan lambat dapat dikatakan merupakan batas atas dan bawah semi unconfined aquifer.

Menurut Danaryanto (2004) batas cekungan air tanah tersebut dibedakan menjadi empat tipe sebagai berikut:

3.1.2.1. Batas Tanpa Aliran

(28)

1. Batas tanpa aliran eksternal (external zero-flow boundary), yaitu batas yang merupakan kontak/persinggungan antara akuifer dan bukan akuifer pada arah lateral (sumbu x,y).

2. Batas tanpa aliran internal (internal zero-flow boundary), yaitu batas yang merupakan kontak antara akuifer dan bukan akuifer pada arah vertical/tegak (sumbu z).

3. Batas tanpa pemisah air tanah (groundwater divide), yaitu batas pada arah lateral yang memisahkan dua aliran air tanah dengan arah berlawanan.

3.1.2.2. Batas Muka Air Permukaan

Batas muka air permukaan (head cotrolled boundaries) merupakan batas cekungan air tanah, pada batas tersebut diketahui tekanan hidrauliknya. Batas tersebut dapat bersifat tetap berubah terhadap waktu. Batas muka air permukaan dibedakan menjadi dua tipe sebagai berikut:

1. Batas muka air permukaan eksternal (external head controlled boundary), yaitu batas muka air yang bersifat tetap misalnya muka air laut dan muka air danau. Batas tersebut ditetapkan sebagai batas lateral cekungan air tanah jika akuifer utama pada cekungan itu bersifat tak tertekan. Jika akuifer utama berupa akuifer tertekan, batas cekungan iru dapat berada di daerah lepas pantai.

(29)

3.1.2.3. Batas Aliran Tanah

Batas aliran tanah (flow controlled boundaries) atau batas imbuhan air tanah (recharge boundary) merupakan batas cekungan air tanah, pada batas tersebut volume air tanah persatuan waktu yang masuk ke dalam cekungan tersebut berasal dari lapisan batuan yang tidak diketahui tekanan hidrauliknya. Berdasarkan arah alirannya, batas aliran air tanah dibedakan menjadi dua tipe sebagai berikut:

1. Batas aliran air tanah masuk (Inflow boundary), yaitu cekungan air tanah dengan arah aliran menuju ke dalam cekungantersebut.

2. Batas aliran air tanah ke luar (outflow boundary), yaitu batas cekungan air tanah dengan aliran dengan menuju ke luar cekungan tersebut.

Kedua batas aliran air tanah ini ditetapkan sebagai cekungan air tanah pada arah lateral.

3.1.2.4. Batas muka air tanah bebas

Batas muka air tanah bebas (free surface boundary) merupakan batas cekungan air tanah, pada batas tersebut diketahui tekanan hidrauliknya sebesar tekana udara luar. Maka air tanah bebas, atau disebut muka preatik merupakan batas vertikal bagian atas cekungan air tanah.

2.5.1. Kelembaban Tanah

(30)

pada jumlah kejadian hujan yang turun di tempat tersebut. Namun, perlu diketahui bahwa tingkat kelembapan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menimbulkan permasalahan bagi manusia.

Permeabilitas tanah ditentukan oleh tekstur dan struktur butir-butir tanah. Tetapi perbedaan tekstur dan struktur menentukan juga kapasitas menahan kelembaban tanah. Oleh karena itu, dikemukakan hubungan antara kelembaban tanah dan infiltrasi:

1. Kapasitas menahan kelembaban tanah (soil moisture holding capacity)

Air di dalam tanah ditahan oleh gaya absorbsi permukaan butir-butir tanah dan tegangan antara molekul tanah. Di sekeliling butir-butir tanah terdapat membrane (lapisan tipis) higroskopis yang diabsorbsi secara intensif. Makin jauh air dari permukaan butir tanah, gaya absorbsi makin lemah. Pada jarak tertentu air hanya ditahan oleh tegangan antara butir-butir tanah disebut air kapiler. Jika air bertambah, maka air itu akan lebih dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan bergerak dalam rongga-rongga antara butir-butir tanah disebut air gravitasi.

2. Harga kelembaban tanah

Banyaknya air dalam tanah pada keadaan tertentu, umumnya disebut tetapan kelembaban tanah dan digunakan untuk menentukan sifat menahan air dari tanah. Tetapan kelembaban tanah yang menentukan infiltrasi adalah

(31)

Kapasitas menahan air yang minimum adalah banyaknya air tersisa (dinyatakan dalam %) dari drainase alamiah tanah yang jenuh air. Keadaan ini disebut kapasitas lapangan (field capacity), karena keadaan ini adalah sama dengan keadaan menahan air dari tanah yang kering dengan permukaan air tanah yang rendah sesudah mendapat curah hujan yang cukup selama 1 sampai 2 hari. Jika infiltrasi dari curah hujan itu lebih besar dari kapasitas menahan air, maka air itu akan terus ke permukaan air tanah, tetapi jika infiltrasi itu lebih kecil maka air akan tertahan dalam tanah dan akan terjadi alran ke permukaan air tanah.

L= seresah dan H= seresah yang telah tedekomposisi. A, B dan C lapisan atau horizon tanah yang umum dijumpai dalam ilmu tanah.

Gambar 2.14. Klasifikasi tanah menurut ilmu tanah dan ilmu hidrologi (Hewlett, 1982)

(32)

dahulu diulas tenteng klasifikasi lapisan tanah. Lapisan tanah dapat diklasifikasikan menjadi dua zona (daerah) utama, yaitu zona aerasi (ruangan di dalam tanah yang memungkinkan udara bebas bergerak) dan zona jenuh (groundwater area). Garis tinggi permukaan air tanah (groundwater table) memisahkan kedua zona tersebut seperti tampak pada Gambar 2.16. Sistem perakaran kebanyakan tanaman pada umumnya terbatas pada zona aerasi karena adanya gerakan udara (terutama oksigen) di zona tersebut sehingga memungkinkan tanaman dapat tumbuh dengan baik.

Tanah mineral umumnya dibedakan menjadi lima macam menurut ukuran diameter butir-butir tanah seperti tersebut pada Tabel 2.1. Kerikil (gravel) dan pasir (sand) dapat dipisahkan dengan menggunakan alat penyaring dengan diameter berbeda, sedang untuk memisahkan tanah liat (clay) dari butir-butir debu (silt) dapat dilakukan dengan cara pengendapan dalam air. Fraksi debu akan mengendap dalam beberapa menit, sementara fraksi liat memerlukan waktu pengedapan beberapa hari sampai beberapa minggu.

(33)

Tabel 2.1: Klasifikasi tanah menurut sistem perhimpunan tanah internasional

Berat jenis tanah (bulk density) adalah massa tanah kering yang mengisi ruangan di dalam lapisan tanah. Berat jenis tanah (B) dengan demikian massa per satuan tanah kering. Volume tersebut dalam hal ini mewakili ruangan dalam tanah yang terisi oleh butir-butir tanah. B = massa tanah kering (gr)/volume (cm)

Kerapatan partikel tanah (particle density) secara numeric sebanding dengan specific gravity dari partikel tanah. Kerapatan partikel tanah selalu lebih besar daripada berat jenis tanah kecuali ketika porositas tanah adalah 0. Kebanyakan partikel-partikel tanah mempunyai kerapatan kurang-lebih 2,6 gr/cm³.

(34)

Tanah jenuh (soil saturation) terjadi ketika selutuh pori-pori tanah dalam keadaan terisi oleh air. Dalam keadaan nyata di lapangan, akan selalu dijumpai adanya gas atau udara yang teperangkap di dalam pori-pori tanah. Besarnya gas tersebut antara 5 hingga 8% dari total volume tanah. Oleh karenanya, tinggi muka air dapat berfluktuasi karena perubahan tekanan barometer di dalam tanah.

Kelembapan tanah biasanya didasarkan pada jumlah kehilangan air yang ada dalam sampel tanah yang dikeringkan (dalam oven) pada suhu 105ºC selama 24-48 jam.

Tanah jenuh

2.5.2. Infiltrasi

(soil saturation) terjadi jika seluruh pori-pori tanah dalam keadaan terisi oleh air. Dalam keadaan nyata di lapangan, akan selalu dijumpai adanya gas atau udara yang terperangkap di dalam pori-pori tanah. Oleh karenanya, tinggi muka air tanah dapat berfluktuasi karena perubahan tekanan barometer di dalam tanah.

(35)

hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembapan tanah. Sebaliknya, apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu dalam milimeter per jam (mm/jam).

Air hujan yang mengalir masuk ke dalam tanah, dalam batas tertentu, bersifat mengendalikan ketersediaan air untuk berlangsungnya proses evapotranspirasi. Pasokan air hujan ke dalam tanah ini sangat berarti bagi kebanyakan tanaman di tempat berlangsungnya infiltrasi dan sekelilingnya.

Curah hujan yang mencapai permukaan tanah akan bergerak sebagai limpasan pemasukan atau infiltrasi. Hal ini tergantung besar kecilnya intensitas curah hujan terhadap kapasitas infiltrasi. Air yang menginfiltrasi kedalam tanah meningkatkan kelembaban tanah atau, terus ke air. Air infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai di sekitarnya.

Kapasitas yang mengabsorsi air hujan ke permukaan air tanah dan memperlambat aliran adalah peristiwa yang penting bagi pengertian aliran sungai. Peristiwa ini diketemukan mula-mula oleh Dr. R. E Horton yang telah mengusulkan theory infiltrasi. Theori ini sekarang merupakan suatu theori yang penting untuk analisa-analisa hidrologi.

2.5.2.1. Proses terjadinya infiltrasi dan pergerakan air tanah

(36)

mengalirnya air hujan kedalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah.

Tinggi kenaikan air yang disebabkan oleh tegangan kapiler adalah berbanding terbalik terhadap diameter pipa kapiler. Jadi makin banyak tanah itu mengandung butir-butir halus, makin tinggi kenaikan air makin besar butir-butir tanah makin kecil kenaikan airnya. Sebaliknya makin kecil butir-butir tanah, makin kecil kecepatan airnya, makin besar butir-butirnya makin cepat kecepatan airnya. Gambar 2.15 memperlihatkan sebuah sketsa air kapiler.

Laju air yang di pengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Dibawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertikal kedalam tanah melalui profil tanah. Pada sisi yang lain, gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah, dan ke arah horizontal (lateral). Gaya kapiler tanah ini bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relatif kecil. Pada tanah dengan pori-pori besar, gaya ini dapat diabaikan pengaruhnya dan air mengalir ke tanah yang lebih dalam oleh pengaruh gaya gravitasi. Dalam perjalanannya tersebut, air juga mengalami penyebaran ke arah lateral akibat tarikan gaya kapiler tanah, terutama kea rah tanah dengan pori-pori yang lebih sempit dan tanah lebih kering.

(37)

Air adhesif tertahan di sebelah luar air higroskopis dengan tegangan kapilernya sendiri tidak berhubungan dengan air tanah. Pergerakan air adhesif itu terutama hanya terjadi pada permukaan butir-butir tanah untuk mengisi bagian-bagian kosong antara butir-butir (ruang-ruang sudut). Hubungan antara air adhesif dan air higroskopis dapat dilihat pada gambar. 2.16.

Gambar 2.16. Sketsa air adhesif dan higroskopis

Air gravitasi bergerak dalam ruang tanah karena gravitasi. Jika ruang-ruang itu telah jnuh dengan air, maka air akan bergerak menurut hokum Darcy seperti pada air tanah. Jika antara air yang sedang terinfiltrasi dengan air tanah terdapat bagian yang jenuh dengan udara seperti pada gambar 2.15, maka air akan bergerak sesuai dengan besarnya selisih gaya gravitasi dan tegangan kapiler.

Infiltrasi yang terpengaruh oleh tegangan kapiler disebut infiltrasi terbuka dan infiltrasi yang hanya dipengaruhi oleh gravitasi umumnya disebut infiltrasi tertutup. Peresapan air dari persawahan yang air tanahnya terletak jauh dari jauh di bawah termasuk infiltrasi terbuka. Pengaliran air melalui ruang-ruang yang besar seperti retakan-retakan lapisan tanah sampai ke air tanah termasuk infiltrasi tertutup

Mekanisme infiltrasi, dengan demikian , melibatkan tiga proses yang tidak saling mempengaruhi:

(38)

(3) Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bahwa, samping, dan atas). Meskipun tidak saling mempengaruhi secara langsung, ketiga proses tersebut di atas saling terkait.

2.5.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi

Dalam beberapa hal tertentu, infiltrasi itu berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan, umumnya disebut dengan laju infiltrasi. Akan tetapi setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan kecepatan absorbsi maksimum setiap tanah tersebut. Laju infiltrasi maksimum yang terjadi pada suatu kondisi tertentu disebut kapasitas infiltrasi (f). Kapasitas infiltrasi itu berbeda-beda tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan, suhu dan lain-lain. Disamping itu, infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah. Keadaan vegetasi penutup yang rapat dapat mengurangi jumlah air hujan yang sampai ke permukaan tanah, dan dengan demikian, mengurangi besar air infiltrasi. Sementara sistem perakaran vegetasi dan setetes yang dihasilkannya dapat membantu menaikkan permeabilitas tanah, dan dengan demikian dapat meningkatkan laju infiltrasi. Secara teoritis, bila kapasitas infiltrasi tanah diketahui, volume air larian dari suatu curah hujan dapat dihitung dengan cara mengurangi besarnya curah hujan dengan infiltrasi ditambah genangan air oleh cekungan permukaan tanah (surface detention) dan air intersepsi. Laju infiltrasi ditentukan oleh:

(1) Jumlah air yang tersedia di permukaan tanah. (2) Sifat permukaan tanah.

(39)

Dari ketiga unsur tersebut diatas, ketersediaan air (kelembapan tanah) adalah yang terpenting karena akan menentukan besarnya tekanan potensiaal pada permukaan tanah. Berkurangnya laju infiltrasi dapat terjadi karena dua alasan. Pertama, bertambahnya kelambapan tanah menyebabkan butiran tanah berkembang, dan dengan demikian menutup ruangan pori-pori tanah. Kedua, aliran air ke tertahan oleh gaya tarik butir-butir tanah. Gaya tarik ini bertambah besar dengan kedalaman tanah, dan dengan demikian, laju kecepatan air di bagian tanah yang lebih dalam berkurang sehingga menghambat masuknya air berikutnya dari permukaan tanah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi yaitu, sebagai berikut: 1. Karakteristik hujan

Infiltrasi itu berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan 2. Kondisi permukaan tanah/ struktur tanah.

a. Kemiringan tanah secara tidak langsung mempengaruhi laju infiltrasi

b. Pembekuan permukaan tanah mengurangi kapasitas infiltrasi selama tahapan awal hujan berikutnya

c. Kondisi penutup lahan, seperti halnya vegetasi ( karena terhambatnya aliran permukaan dan berkurangnya pemadatan tetesan hujan) mingkatkan infiltrasi. Kerapatan dan jenis vegetasi berpengaruh penting pada infiltasi. 3. Karakteristik air yang terinfiltrasi

a. Suhu air memiliki pengaruh terhadap infiltrasi, tetapi penyebaran dan sifatnya belum pasti.

(40)

4. Pemampatan oleh hujan, manusia dan hewan

Gaya pukulan-pukulan hujan mengurangi kapasitas infiltrasi, karena oleh pukulan-pukulan itu butir-butir halus di permukaan teratas akan terpencar dan masuk ke dalam rongga-rongga tanah, sehingga terjadi efek pemampatan. Permukan tanah yang terdiri dari lapisan bercampur lempung akan menjadi sangat impermeabel. Pada bagian lalu lintas orang atau kendaraan, permeabilitas tanah berkurang karena stuktur butir-butir tanah dan ruang-ruang yang berbentuk pipa yang halus telah rusak.

2.5.2.3. Pengukuran Infiltrasi

Ada tiga cara untuk menentukan besarnya infiltrasi (Knapp 1978), yakni: 1. Menentukan beda volume air hujan buatan dengan volume hujan larian pada

percobaan laboraorium menggunakan simulasi hujan buatan. 2. Menggunakan alat ifniltrometer.

3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan.

Jika terdapat data yang diteliti mengenai variasi intensitas curah hujan dan data yang kontinu dari limpasan yang terjadi, maka kapasitas infiltrasi dapat diperoleh dengan ketelitian cukup tinggi

(41)

Gambar 2.16. Kurva inviltrasi dan curah hujan untuk menghitung air larian

Gambar 2.17. Kurva hubungan air larian dan infiltrasi pada hujan buatan dengan intensitas tetap

(42)

2.5.3. Air Tanah

Air yang berada di wilayah jenuh di bawah permukaan tanah disebut air tanah. Secara global, dari keseluruhan air tawar yang berada di bumi ini lebih dari 97 % terdiri atas air tanah. Tampak bahwa peranan air tanah di bumi adalah penting. Air tanah dapat dijumpai hampir semua tempat di bumi bahkan di gurun pasir yang paling kering sekalipun, demikian juga di bawah tanah yang membeku karena tertutup lapisan salju atau es.

Tabel 2.2 : Kisaran-kisaran porositas tanah yang mewakili untuk bahan-bahan endapan (Todd, 1959)

Bahan Porositas (%)

Liat Debu

Pasir campuran medium hingga kasar Pasir yang seragam

Pasir campuran halus hingga medium Kerikil

(43)

1. Air meteorik : Air ini berasal dari atmosfir dan mencapai mintakat (zona) kejenuhan baik secara langsung maupun tidak langsung.

a. Secara langsung oleh infiltrasi pada permukaan tanah

b. Secara tidak langsung oleh rembesan influen ( di mana kemiringan muka air tanah menyusup di bawah aras air permukaan kebalikan dari efluen) dari danau, sungai, saluran buatan dan lautan.

c. Secara langsung dengan cara kondensasi uap air (dapat diabaikan)

2. Air Juvenil: Air ini merupakan air baru yang ditambahkan pada mintakat kejenuhan dari kerak bumi yang dalam. Selanjutnya air ini dibagi lagi menurut sumber spesifiknya ke dalam:

a. Air magmatic

b. Air gunung api dan air kosmik ( yang dibawa oleh meteor).

3. Air diremajakan (rejuvenatited): air yang untuk sementara waktu telah dikeluarkan dari daur hidrologi oleh pelapukan, maupun oleh sebab-sebab yang lain, kembali lagi ke daur dengan proses-proses metamorphosis, pemadaman tau proses-roses yang serupa (Dam, 1996).

4. Air konat: Air yang terjebak pada beberapa batuan sedimen atau gunung pada asalnya mulanya. Air tersebut biasanya sangat termineralisasi dan mempunyai salinitas yang lebih tinggi dari pada laut

(44)

dengan porositas yang merupakan nisbah dari volume rongga (Vv) dengan volume total bantuan (V),

Gambar

Gambar 2.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi Max Planck Institut for Meteorology
Gambar. 2.2. Parameter Neraca Air pada Sebuah Danau
Gambar 2.3. Siklus Hidrologi Tertutup (Toth, 1990;Chow dkk., 1988)
Gambar 2.4. Aliran Permukaan dan Aliran Air Tanah dalam Sistem Terbuka (Lewin,1985)
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Larnpung Selatan Nomor 03 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan,

Setelah mengamati contoh gambar poster, yang dikirimkan guru melalui WAG siswa mampu membuat poster tentang cara melestarikan tumbuhan dan hewan dengan tepat. KEGIATAN

 Tanya jawab antara mahasiswa dengan dosen dalam pembahasan soal latihan metode-metode penyelesaian masalah MADM (lanjutan). Pertemuan Ke - 13 :  Menyimak

Setelah berhasil, maka pada sistem akan muncul halaman home yang berfungsi untuk melihat absensi dari student labor tersebut.. Lalu, data tersebut dengan otomatis akan tersimpan

18 Dimana dalam penelitian ini, peneliti akan menggambarkan tentang implikasi dan kendala penerapan SISKO-TKLN dalam upaya untuk melindungi tenaga kerja Indonesia ke luar

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik secara dokumentasi dan wawancara (interview yaitu) penulis melakukan Tanya jawab

Hasil pengujian data menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan kewajiban perpajakannya terhadap perubahan

Full costing merupakan metode penetuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya