• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Juridis Terhadap Fungsi Dan Peran Program Jamsostek Dalam Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Juridis Terhadap Fungsi Dan Peran Program Jamsostek Dalam Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Di Kota Medan"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS JURIDIS TERHADAP FUNGSI DAN PERAN

PROGRAM JAMSOSTEK DALAM PERLINDUNGAN

HUKUM TENAGA KERJA DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

SUDIRMAN SIMAMORA

087005059/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS JURIDIS TERHADAP FUNGSI DAN PERAN

PROGRAM JAMSOSTEK DALAM PERLINDUNGAN

HUKUM TENAGA KERJA DI KOTA MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUDIRMAN SIMAMORA

087005059/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : ANALISIS JURIDIS TERHADAP FUNGSI DAN PERAN PROGRAM JAMSOSTEK DALAM PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Sudirman Simamora Nomor Pokok : 087005059

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) K e t u a

(Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) (Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum) A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung, SH,M.Hum) ketua

kkkkkkkkk

Ketua Program Studi, Dekan,

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 22 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

:

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota

:

1. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

2. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja

dan keluarganya. Program JAMSOSTEK berupa produk jasa, dimaksudkan untuk

melindungi resiko sosial tenaga kerja yang dihadapi oleh tenaga kerja. Program

tersebut terdiri dari: Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); Program Jaminan

Hari Tua (JHT); Program Jaminan Kematian (JKM); Program Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan (JPK).

Secara khusus di Kota Medan, pelaksanaan Program JAMSOSTEK belum

menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Kantor Cabang Medan, jumlah Perusahaan yang tidak mengikuti Program

JAMSOSTEK mencapai 1.277 perusahaan. Padahal Undang-Undang No 3 tahun

1992 bersifat wajib bagi seluruh usaha berbadan hukum.

Kurangnya kesadaran pengusaha dalam melaksanakan Program

JAMSOSTEK. Apalagi dibarengi dengan lemahnya pengawasan dan penegakan

hukum bagi perusahaan-perusahaan yang tidak melaksanakan Program JAMSOSTEK.

Disnilah perlu diketahui sejauh mana fungsi dan peran Program

JAMSOSTEK dalam perlindungan hukum tenaga kerja di Kota Medan,

hambatan-hambatan yang dihadapi PT. Jamsostek (Persero) dalam perlindungan tenaga kerja di

Kota Medan, upaya PT. Jamsostek (Persero) dalam memberikan perlindungan hukum

terhadap tenaga kerja di Kota Medan.

Berdasarkan hasil penelitian, langkah yang perlu diambil antara lain

diantaranya, Pemberian Tindakan Tegas Terhadap Pelanggar Program JAMSOSTEK,

Meningkatkan M.o.U dengan Lembaga Lainnya, Peningkatan Sosialisasi Program

JAMSOSTEK, Peningkatan Laju Kepesertaan Program JAMSOSTEK, Penerapan

Komunikasi Pemasaran Terpadu (Integrated Marketing Communication-IMC).

Hasil penelitian dengan judul “Analisis Juridis Terhadap Fungsi dan Peran

(6)

penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan sebagaimana yang telah

diuraikan pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan bahwa, peran dan fungsi

Program JAMSOSTEK terhadap perlindungan tenaga kerja di Medan masih belum

maksimal dilakukan oleh badan penyelenggara yaitu PT. Jamsostek (Persero) karena

sinergi antara pegawai pengawas ketenagakerjaan dan assosiasi pengusaha serta

aparat penegak hukum belum memaknai secara utuh bahwa program JAMSOSTEK

adalah merupakan program negara yang wajib dilaksanakan secara bersama-sama.

Hambatan-hambatan yang dialami dalam pelaksanaan Program JAMSOSTEK

yaitu lemahnya sistem pengawasan, peran pengawas ketenagakerjaan belum optimal,

dukungan pemerintah provinsi sumatera utara dan pemerintah Kabupaten/Kota tidak

masksimal sesuai dengan tugas dan fungsinya, tingkat kesadaran dan kepedulian

pengusaha masih rendah.

Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi hambatan dan

mengoptimalkan fungsi dan peran Program JAMSOSTEK antara lain Pengawas

Ketenagakerjaan dan aparat penegak hukum agar memberikan tindakan tegas

terhadap pelanggaran program JAMSOSTEK, meningkatkan sosialisasi program

JAMSOSTEK, Perlunya penerapan komunikasi pemasaran secara berkesinambungan.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR SINGKATAN... x

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Kerangka Teori dan Konsep... 6

E. Keaslian Penelitian... 9

F. Metode Penelitian ... 10

BAB II : ASPEK YURIDIS BUMN PERSERO DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL ... 14

A. Pengertian dan Elemen Yuridis dari Perseroan Terbatas... 14

B. Klasifikasi Perseroan Terbatas... 23

C. Aspek Yuridis Pembentukan BUMN di Indonesia ... 31

D. Klasifikasi BUMN dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 ... 37

BAB III : KEBERADAAN BUMN PERSERO DALAM UNDANG-UNDANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL ... 39

A. Latar belakang dan Kronologis Pembentukan Undang-undang SJSN di Indonesia ... 39

(8)

C. Mekanisme Penyelenggaraan SJSN... 64

D. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial... 68

E. BUMN Persero sebagai Penyelenggara SJSN ... 72

F. Keselarasan Tujuan Pembentukan BUMN Persero dalam Menjalankan Undang-Undang SJSN ... 75

BAB IV : ALTERNATIF KELEMBAGAAN JAMINAN SOSIAL UNTUK INDONESIA... 78

A. Sistem Pertanggungjawaban BUMN Persero dalam Penyelenggaraan SJSN ... 78

B. Alternatif Kelembagaan Jaminan Sosial ... 81

C. Tiga Pilar Perlindungan Sosial... 84

D. Sejarah Jaminan Sosial... 90

E. Bentuk Badan Hukum Badan Penyelenggara ... 99

F. Jumlah Penyelenggara dan Undang-Undang Jaminan Sosial .... 106

G. Kelebihan dan Kelemahan BPJS Berbentuk BUMN atau Badan Hukum Baru... 115

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 121

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Profil dan Posisi BUMN ... 37

2. Kelebihan dan Kelemahan BPJS Berbentuk BUMN ... 115

3. Kelebihan dan Kelemahan BPJS Berbentuk Badan Hukum Baru ... 117

4. Pembentukan BPJS dengan Pendekatan Program ... 118

(10)

DAFTAR SINGKATAN

ASABRI : Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

ASKES : Asuransi Kesehatan

Bapel : Badan Penyelenggara

BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

DPR : Dewan Perwakilan Rakyat

ILO : Internasional Labour Organization

Jamsostek : Jaminan Sosial Tenaga Kerja

JHT : Jaminan Hari Tua

JK : Jaminan Kesehatan

JKK : Jaminan Kecelakaan Kerja

JKM : Jaminan Kematian

JPKM : Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.

JP : Jaminan Pensiun

MK : Mahkamah Konstitusi

PBB : Perserikatan Bangsa Bangsa

PNS : Pegawai Negeri Sipil

PP : Peraturan Pemerintah

PT : Perseroan Terbatas

RUU : Rancangan Undang-Undang

(11)

ABSTRAK

Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja

dan keluarganya. Program JAMSOSTEK berupa produk jasa, dimaksudkan untuk

melindungi resiko sosial tenaga kerja yang dihadapi oleh tenaga kerja. Program

tersebut terdiri dari: Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); Program Jaminan

Hari Tua (JHT); Program Jaminan Kematian (JKM); Program Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan (JPK).

Secara khusus di Kota Medan, pelaksanaan Program JAMSOSTEK belum

menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Kantor Cabang Medan, jumlah Perusahaan yang tidak mengikuti Program

JAMSOSTEK mencapai 1.277 perusahaan. Padahal Undang-Undang No 3 tahun

1992 bersifat wajib bagi seluruh usaha berbadan hukum.

Kurangnya kesadaran pengusaha dalam melaksanakan Program

JAMSOSTEK. Apalagi dibarengi dengan lemahnya pengawasan dan penegakan

hukum bagi perusahaan-perusahaan yang tidak melaksanakan Program JAMSOSTEK.

Disnilah perlu diketahui sejauh mana fungsi dan peran Program

JAMSOSTEK dalam perlindungan hukum tenaga kerja di Kota Medan,

hambatan-hambatan yang dihadapi PT. Jamsostek (Persero) dalam perlindungan tenaga kerja di

Kota Medan, upaya PT. Jamsostek (Persero) dalam memberikan perlindungan hukum

terhadap tenaga kerja di Kota Medan.

Berdasarkan hasil penelitian, langkah yang perlu diambil antara lain

diantaranya, Pemberian Tindakan Tegas Terhadap Pelanggar Program JAMSOSTEK,

Meningkatkan M.o.U dengan Lembaga Lainnya, Peningkatan Sosialisasi Program

JAMSOSTEK, Peningkatan Laju Kepesertaan Program JAMSOSTEK, Penerapan

Komunikasi Pemasaran Terpadu (Integrated Marketing Communication-IMC).

Hasil penelitian dengan judul “Analisis Juridis Terhadap Fungsi dan Peran

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan

untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, material dan

spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen)

dalam rangka wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.1 Dapat dilihat dengan

adanya pembangunan yang sangat pesat sekali pada akhir-akhir ini, contohnya

dengan adanya pembangunan Jembatan Nasional Suramadu, 2 pembangunan

Pembangkit Listrik Swasta,3 pembangunan Bandara Kuala Namu di Medan, dan

sebagainya.

Seluruh pekerjaan pembangunan tersebut dilakukan oleh begitu banyak tenaga

kerja, apalagi pada pembangunan Jembatan Nasional Suramadu yang menyerap 20%

dari total penduduk Madura untuk bekerja dalam pembangunan jembatan tersebut.4

Tenaga kerja adalah ujung tombak perusahaan, dapat dikatakan sebagai pendukung

dalam menjalankan roda perusahaan. Ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor

1

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dalam bagian Menimbang huruf a.

2

“Pembangunan Jembatan Suramadu”, http://www.suramadu.com/, diakses pada 04 Februari 2010.

3

“PLN Buka Tender Listrik Swasta Maret 2010”, Kamis, 04 Februari 2010, http:// www.kontan.co.id/index.php/nasional/news/29404/PLN-Buka-Tender-Listrik-Swasta-Maret-2010, diakses pada 04 Februari 2010.

4

(13)

yang dapat menunjang keberhasilan pembangunan. Tenaga kerja merupakan salah

satu subjek pembangunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses

produksi barang dan jasa, disamping itu juga merupakan pihak yang ikut menikmati

hasil pembangunan. Dalam hal ini, ada hak dan kewajiban dalam hubungan antara

tenaga kerja dengan perusahaan. Perusahaan membutuhkan tenaga para pekerja,

sedangkan para pekerja membutuhkan penghasilan untuk kebutuhan hidup sesuai

dengan Upah Minimum Regional (UMR).5 Saling ketergantungan inilah yang harus

dibina sebaik-baiknya agar tidak ada terjadi kesenjangan antara pengusaha dengan

para pekerja.6

Pengusaha sebagai pemimpin perusahaan berkepentingan atas kelangsungan

dan keberhasilan perusahaan dengan cara meraih keuntungan setinggi-tingginya

sesuai modal yang telah ditanamkan dan menekan biaya produksi

serendah-rendahnya (termasuk upah pekerja/buruh) agar barang dan/atau jasa yang dihasilkan

dapat bersaing di pasaran. Bagi pekerja/buruh, perusahaan adalah sumber penghasilan

dan sumber penghidupan sehingga akan selalu berusaha agar perusahaan memberikan

kesejahteraan yang lebih baik dari yang telah diperoleh sebelumnya. Kedua

kepentingan yang berbeda ini akan selalu mewarnai hubungan antara pengusaha dan

pekerja/buruh dalam proses produksi barang dan/atau jasa.7

5

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada Pasal 90 ayat (1) menyebutkan bahwa “pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89”.

6

Bandingkan dengan Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal. 114-115.

7

(14)

Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen)

dinyatakan bahwa : ”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Kemudian pada Pasal 28 D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

(Amandemen) dipertegas lagi bahwa : ”Setiap orang berhak untuk bekerja serta

mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.

Hal di atas berarti bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak mendapatkan

pekerjaan dengan tingkat kemampuannya untuk memperoleh imbalan. Kebijaksanaan

upah disamping memperhatikan produktivitas tenaga kerja dan peningkatan daya beli

golongan upah rendah. Perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja

maksudnya adalah bahwa setiap pekerja berhak untuk mendapatkan jaminan sosial

terhadap jiwanya.

Pengertian pekerja atau dapat dikatakan buruh pada saat ini di mata

masyarakat awam sama saja dengan tenaga kerja.8 Padahal dalam konteks sifat dasar

pengertian dan terminologi di atas sangat jauh berbeda. Secara teori, dalam konteks

kepentingan, di dalam suatu perusahaan terdapat 2 (dua) kelompok, yaitu: pemilik

modal (owner) disebut dengan kapitalis; dan kelompok buruh adalah orang-orang

yang diperintah dan dipekerjakan berfungsi sebagai salah satu komponen dalam

proses produksi. Dalam teori Karl Marx tentang nilai lebih, disebutkan bahwa

kelompok yang memiliki dan menikmati nilai lebih disebut sebagai majikan dan

kelompok yang terlibat dalam proses penciptaan nilai lebih itu disebut buruh. Dari

8

(15)

segi kepemilikan kapital dan aset-aset produksi, dapat ditarik benang merah, bahwa

buruh tidak terlibat sedikitpun dalam kepemilikan aset, sedangkan majikan adalah

yang mempunyai kepemilikan aset. Dengan demikian seorang manajer atau direktur

perusahaan sebetulnya adalah buruh walaupun mereka mempunyai gelar

keprofesionalan.9

Perbedaan kepentingan antara pengusaha dan pekerja/buruh harus dicarikan

harmonisasi antara pekerja/buruh maupun pengusaha yang mempunyai tujuan sama

yaitu menghasilkan barang dan/atau jasa sehingga perusahaan dapat terus berjalan.

Apabila karena satu dan lain hal perusahaan terpaksa ditutup maka yang mengalami

kerugian bukan saja pengusaha karena telah kehilangan modal, tetapi juga

pekerja/buruh karena kehilangan pekerjaan sebagai sumber penghidupan.10

Didorong dengan adanya tujuan yang sama ini maka timbul hubungan yang

saling bergantung antara pengusaha dengan pekerja/buruh dalam proses produksi

barang dan/atau jasa yang dikenal dengan istilah hubungan industrial. Dalam

melaksanakan hubungan industrial pengusaha dan organisasi pengusaha mempunyai

fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas tenaga kerja, dan

memberikan kesejahteraan kepada pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan

berkeadilan. Pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi

menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan

produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan dan

keahliannya serta memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan

9

Loc.cit. 10

(16)

anggota beserta keluarganya. Fungsi pemerintah dalam hubungan industrial adalah

menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan dan

melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan

ketenagakerjaan. Peranan pemerintah dalam hal ini penting sekali mengingat

perusahaan bagi pemerintah betapapun kecilnya merupakan bagian dari kekuatan

ekonomi yang menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat dan sebagai salah satu sumber serta sarana dalam menjalankan program

pembagian pendapatan nasional.11

Ada etika bisnis dalam konteks Indonesia yang tidak boleh mengabaikan

masalah-masalah buruh dalam industri yang banyak dirasakan sekarang ini.

Negara-negara barat sudah menjadi welfare state yang hak kaum buruh sudah cukup

terpenuhi dan terjamin kesejahteraannya. Salah satu faktor yang menyebabkan teori

komunisme Karl Marx ditinggalkan adalah karena kesejahteraan kaum buruh pada

konteks ini sudah tertinggal jauh oleh konsep Kapitalis. Berikut analisa Brian Burkitt

tentang pandangan Marx terhadap upah.12

“…Marx stresses the dual character of labor; the worker sells his or her own

labor power, but the capitalist buys the worker’s labor time, which is an undefined, productive potential, determined by the hours worked, the machinery employed and the intensity of the labor process. In Marx’s analysis, the crucial distinction remains that the wage is the price of labor power, exchanged by buyers and sellers in the labor market, but not the price of labor itself…”.

11

Ibid, hal. 45. 12

(17)

Penjelasan seperti itu menjadi penegas bahwasanya dalam ekonomi

kapitalistik terdapat dualisme pandangan terhadap buruh yang saling bertolak

belakang. Pada satu sisi, buruh menjadi komponen penting dalam proses produksi

karena memiliki peran merubah bahan mentah dan alat produksi lainnya agar

memiliki nilai. Walaupun bahan mentah dan alat produksi sudah memiliki nilai

tersendiri namun buruh melengkapi melalui kerja yang dilakukan dalam proses

produksi. Nilai yang diberikan oleh kerja buruh sangat penting sehingga perannya

tidak dapat ditiadakan. Pada sisi lain, ternyata peran buruh dalam proses produksi

tersebut tidak dihargai dengan semestinya. Apa yang dimaksud oleh kerja yang

dilakukan oleh buruh dalam proses produksi dalam sistem ekonomi kapitalistik

bukanlah biaya produksi kerja yang dilakukan buruh dalam satu jam, satu hari,

ataupun satu bulan, namun diterjemahkan sebagai biaya produksi kehidupan buruh.13

Pada sistem pengupahan kapitalistik upah dianggap sebagai imbalan yang

diterima pekerja atas jasa yang diberikan dalam proses memproduksi barang atau jasa

di perusahaan. Upah dalam perspektif ekonomi kapitalistik masih menetapkan standar

kebutuhan dasar buruh, antara lain untuk pangan, sandang, perumahan dan kebutuhan

lainnya. Pada prinsipnya, upah hanya sekedar dijadikan alat untuk mempertahankan

buruh agar dapat bekerja. Agar buruh dapat bekerja, ia harus memenuhi kebutuhan

gizi dan kesehatannya. Pekerja yang kurang protein akan menderita lesu dan tidak

13

(18)

produktif, sehingga kesejahteraan dan kualitas hidup buruh dan keluarganya harus

tetap dipelihara.14

Buruh yang bekerja di perusahaan dalam proses meningkatkan nilai barang

akan menerima upah sesuai dengan biaya produksi seorang buruh agar dapat tetap

bekerja. Artinya, upah yang diterima hanya merupakan bentuk biaya pengganti

pengeluaran hidup buruh secara minimal. Prinsip sistem pengupahan seperti itulah

yang kemudian banyak diterapkan di beberapa dunia ketiga, seperti Indonesia.15

Tidak terbendungnya penyebaran paham ekonomi kapitalistik merupakan

faktor utama pendorong diterapkannya sistem pengupahan seperti yang berlangsung

saat ini di Indonesia. Percepatan pertumbuhan dan pemulihan eknomi seperti yang

saat ini dilakukan pemerintah mensyaratkan sebuah kondisi yang sangat kondusif

sehingga dapat mengacu produksi dan konsumsi masyarakat. Salah satu strategi

menumbuhkan perekonomian adalah dengan meningkatkan jumlah investasi. Konsep

ini merupakan kata kunci dalam proses pertumbuhan ekonomi dikarenakan adanya

keterbatasan modal pemerintah dalam merangsang pemulihan ekonomi negara.16

Bagi Indonesia penting sekali menghindari kesalahan kapitalisme klasik pada

awal industrialisasi yang menghisap tenaga kerja kaum buruh. Karena itu,

masalah-masalah buruh seperti upah yang adil, keselamatan di tempat kerja, kesejahteraan

kesehatan, dan sebagainya masih perlu menjadi tema-tema pokok dalam etika yang

memfokuskan problem-problem yang nyata dalam dunia bisnis dan industri.

14

Payaman J. Simanjuntak, Reformasi Sistem Pengupahan Nasional, (Jakarta : Informasi Hukum, 2004), dikutip Tua Hasiholan Hutabarat, Ibid., hal. 46.

15

Loc.cit., hal. 46. 16

(19)

Berbicara mengenai upah terhadap buruh tidak terlepas dari hubungan industri.

Di Indonesia konsep hubungan industrial yang dianut adalah Hubungan Industrial

Pancasila (selanjutnya disebut HIP) yang lahir dari hasil Lokakarya Nasional yang

diselenggarakan dari tanggal 4 sampai 7 Desember 1974 dan diikuti oleh wakil dari

organisasi buruh/pekerja, organisasi pengusaha, wakil pemerintah, dan unsur

perguruan tinggi. HIP adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi

barang dan jasa (buruh/pekerja, pengusaha dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai

yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila Pancasila dan UUD 1945, dan

tumbuh serta berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional

Indonesia.17 Dengan demikian landasan ideal dari HIP adalah Pancasila, landasan

konstitusionalnya adalah UUD 1945, dan landasan operasionalnya adalah GBHN.

Kebijakan hubungan industrial diarahkan tidak saja untuk dapat menciptakan

hubungan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat yang

memberikan ketenangan bekerja bagi pekerja/buruh, ketentraman berusaha bagi

pengusaha, menjamin kelangsungan usaha, namun juga memperluas dan

mengembangkan usaha serta dapat menarik investasi dari dalam dan luar negeri.18

Bahwa keberhasilan pelaksanaan hubungan industrial terletak pada

berjalannya sistem, berfungsinya kelembagaan dan optimalisasi peran serta

sarana-sarana hubungan industrial serta partisipasi dan tanggung jawab pekerja, pengusaha,

pemerintah dan pihak terkait. Dengan demikian maka hubungan industrial menjadi

17

Jaminuddin Marbun, Op.cit., hal. 62. 18

(20)

kegiatan yang strategis dan signifikan dalam pembangunan nasional yang diharapkan

dapat memperluas kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran.19

Untuk menciptakan iklim hubungan industrial yang harmonis, pemerintah

melakukan berbagai upaya dalam bentuk membuat suatu kebijakan diantaranya

dengan meningkatkan kapasitas atau memberdayakan sarana-sarana hubungan

industrial. Secara tegas dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.20

Hubungan kerja antara majikan dengan pekerja, terjadi setelah adanya

perjanjian kerja. Sebelumnya sebelum keluarnya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan peraturan yang berlaku adalah Pasal 1601 a Bab 7A KUH

Perdata menyebutkan bahwa :

“Persetujuan perburuhan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu buruh (pekerja) mengikatkan diri untuk dibawahi pimpinan pihak lain (majikan), untuk waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.

Jika pekerja tidak memiliki gelar keprofesionalan tersebut, sering sekali di

dalam perusahaan tersisihkan dan tidak terpikirkan oleh majikan. Mengenai jaminan

sosial buruh tidak selalu ada jaminan dari perusahaan. Problem buruh seperti yang

selalu dihadapi oleh pengusaha, antara lain : mengenai upah yang rendah.21

19 Ibid. 20

Ibid., hal. 67. 21

(21)

Mengenai Upah Minimum Regional (selanjutnya disebut UMR)22 di Kota

Medan mengacu pada Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 561/5492/K/2009

tentang Penetapan Upah Minimum Kota Medan Tahun 2010, yang menyebutkan

bahwa UMR Kota Medan pada tahun 2010 sebesar Rp. 1.100.000,- (satu juta seratus

ribu rupiah). UMR tersebut hanya berlaku selama 1 (satu) tahun masa kerja dan

merupakan upah terendah, sedangkan untuk yang bekerja lebih dari 1 (satu) tahun

harus dinegosiasikan secara bipartit antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh

dengan pengusaha di Perusahaan bersangkutan secara musyawarah dan dimuat dalam

materi Kesepakatan Kerja atau yang sering disebut dengan kontrak kerja. Apabila

perusahaan sudah mengeluarkan UMR kepada pekerja/buruh lebih tinggi maka

dilarang untuk mengurangi dan menurunkan gaji pekerja/buruh.23

Kondisi buruh di kota-kota besar di Indonesia hampir sama dengan kondisi

buruh yang ada di Sumatera Utara, khususnya di Kota Medan sama-sama mengalami

tekanan dalam berbagai bentuk, salah satunya tekanan dalam sisi pengupahan. Hal itu

diakibatkan oleh standar umum kebijakan pengupahan dari pemerintah yang tidak

pernah mempertimbangkan kebutuhan dan produktivitas buruh yang sesungguhnya.

Walaupun dalam beberapa tahun terakhir regulasi kebijakan perburuhan telah

memasukkan karakteristik lokal (Kabupaten/Kota) dalam proses perumusan dan

22

Upah Minimum Regional adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum., lihat “Upah Minimum Regional”, http://id.wikipedia.org/wiki/Upah_minimum_regional, diakses pada 19 Mei 2010.

23

(22)

penetapan upah, namun realitas upah yang berjalan sangat jauh dari kelayakan yang

diharapkan oleh buruh.24

Salah satu aspek yang menyebabkan rendahnya upah dan tidak sejahteranya

buruh adalah adanya beberapa kebijakan pengupahan yang sangat tidak adil dan tidak

berpihak terhadap buruh. Sejak proses kebijakan pengupahan dirubah dari yang

ditentukan oleh Presiden berdasarkan masukan dari Kepala Daerah (Gubernur dan

Bupati) menjadi diputuskan oleh pemerintah setingkat kepala daerah kebijakan

pengupahan tetap tidak membawa perbaikan pada kondisi upah buruh.25

Ada banyak reduksi yang berlangsung ketika kebijakan pengupahan

diserahkan pada Gubernur dan Bupati. Walaupun sebenarnya pengalihan wewenang

tersebut adalah bertujuan untuk mengakomodir berbagai karakteristik daerah (yang

merupakan salah satu bentuk dari penerapan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999

tentang Otonomi Daerah), namun pelaksanaannya di lapangan ternyata tetap tidak

membawa perubahan yang cukup berarti bagi buruh. Perubahan kebijakan tersebut

masih sekedar menggeser kewenangan birokrasi dari pemerintah pusat ke daerah

(propinsi dan kabupaten/kota) tanpa merubah substansi dari kebijakan tersebut.

Konsep-konsep inti kebijakan pengupahan yang dirasakan tidak adil ternyata tidak

mengalami perubahan sama sekali, sehingga membuat pergeseran kewenangan

pengupahan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah tersebut sama sekali menjadi

24

Tua Hasiholan Hutabarat, Op.cit. 25

(23)

tidak bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan buruh, malah menciptakan

potensi-potensi penyelewengan dan pembodohan yang lebih besar terhadap buruh.26

Pada banyak sisi, sistem pengupahan yang diberlakukan saat ini belum sesuai

dengan harapan buruh, demikian juga secara institusional, konsep dasar, mekanisme,

maupun pada level aplikasi, sistem pengupahan masih jauh dari dimensi keadilan,

demokrasi, dan nilai-nilai kemanusiaan. Hal itulah yang menjadi salah satu landasan

dari penelitian yang lebih mendalam tentang sistem pengupahan, khususnya bagi

buruh sektor perindustrian di perkotaan.27

Realitas ketidakadilan sistem pengupahan dan tidak berpihaknya kebijakan

perburuhan tersebut dapat dilihat dengan cara mendeskripsikan pengetahuan,

pemahaman, atau persepsi buruh tentang berbagai aspek dalam sistem dan kebijakan

pengupahan, institusi yang memiliki otoritas dalam perumusan dan penetapan upah,

baik itu tentang proses, peran dari institusi atau stakeholder, maupun harapan dan

keinginan buruh terkait dengan proses perumusan dan penetapan upah. Apa yang

ingin diungkapkan nantinya akan menggambarkan bagaimana sebenarnya realitas

(pemahaman, pengetahuan, dan persepsi buruh) tentang kebijakan maupun proses

perumusan dan penetapan upah. Selama ini pemahaman buruh memang kurang

diperhatikan sebagai pertimabngan lembaga pengupahan. Padahal, kebijakan

pengupahan yang menindas ini sudah lama berlangsung, sehingga pastinya akan

membentuk pemahaman dan pengetahuan secara subjektif.28

26

Ibid., hal. 57-58. 27

Ibid., hal. 58. 28

(24)

Selama ini, upaya pengkritisan sistem pengupahan cenderung dilakukan

secara sepihak, antara lain perspektif pemerintah, kalangan elemen masyarakat pro

demokrasi, tanpa melihat penilaian atas persepsi buruh sendiri. Bagaimanapun juga,

sikap buruh terhadap sistem pengupahan terbentuk berdasarkan realitas kehidupan

sehari-hari mereka. Buruh yang mengalami secara langsung minimnya upah,

sehingga pantaslah jika pandangan kritis buruh tersebut yang harus diangkat ke

permukaan jika berkeinginan merubah sistem pengupahan yang berlaku saat ini.29

Dengan upah yang begitu minim sehingga tidak menjamin tenaga kerja untuk

mendapatkan kesejahteraan dan kehidupan yang layak maka disinilah ada peran pihak

ketiga yang menanggung segala biaya yang ditimbulkan jika tenaga kerja mengalami

hal demikian. Pihak ketiga yang dimaksud adalah Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(selanjutnya disebut JAMSOSTEK). JAMSOSTEK mengakomodasi kepentingan

pengusaha dan kebutuhan tenaga kerja.

Pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia secara umum

meliputi penyelengaraan Program-Program JAMSOSTEK, Taspen, Askes, dan

Asabri. Penyelengaraan Program JAMSOSTEK didasarkan pada Undang-Undang No.

3 Tahun 1992, program Taspen didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun

1981, program Askes didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1991,

program Asabri didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1991,

sedangkan program Pensiun didasarkan pada Undang-Undang No. 6 Tahun 1966.

Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia berbasis kepesertaan, yang dapat

29

(25)

dibedakan atas kepesertaan pekerja sektor swasta, pegawai negeri sipil (PNS), dan

anggota TNI/Polri.30

Dalam rangka menciptakan landasan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

perlindungan tenaga kerja, undang-undang mengatur penyelenggaraan JAMSOSTEK

sebagai perwujudan pertanggungan sosial. Hal ini sebagaimana dituangkan dalam

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK. Pada hakikatnya program

jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan kepastian berlangsungnya arus

penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti atau seluruh penghasilan yang

hilang.31

Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja

dan keluarganya. Program JAMSOSTEK berupa produk jasa, dimaksudkan untuk

melindungi resiko sosial tenaga kerja yang dihadapi oleh tenaga kerja. Program

tersebut terdiri dari: Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); Program Jaminan

Hari Tua (JHT); Program Jaminan Kematian (JKM); Program Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan (JPK).32

JAMSOSTEK mempunyai dua aspek, yaitu: (a) memberikan perlindungan

dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta

30

Yohandarwati, et.al., “Desain Sistem Perlindungan Sosial Terpadu”, Direktorat Ke-pendudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan, BAPPENAS, http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/343/, 2003, diakses pada 24 Maret 2010.

31

Sutardji, Analisis Kepuasan Peserta Jamsostek pada Kantor Cabang PT. Jamsostek (Persero) Semarang, (Surakarta : Tesis, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta), hal. 2.

32

(26)

keluarganya; dan (b) merupakan penghargaan tenaga kerja yang telah

menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.33

Program JAMSOSTEK sebagaimana didasarkan pada Undang-Undang No. 3

Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang

mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. JAMSOSTEK dapat dikatakan

suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai

pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau keadaan yang dialami oleh

tenaga kerja sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.34

Cakupan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) meliputi: biaya pengangkutan,

biaya pemeriksaan, pengobatan, perawatan, biaya rehabilitasi, serta santunan uang

bagi pekerja yang tidak mampu bekerja, dan cacat. Apabila pekerja meninggal dunia

bukan akibat kecelakaan kerja, mereka atau keluarganya berhak atas Jaminan

Kematian (JK) berupa biaya pemakaman dan santunan berupa uang. Apabila pekerja

telah mencapai usia 55 tahun atau mengalami cacat total/seumur hidup, mereka

berhak untuk memperolah Jaminan Hari Tua (JHT) yang dibayar sekaligus atau

secara berkala. Sedangkan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja

termasuk keluarganya, meliputi: biaya rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan

kehamilan dan pertolongan persalinan, diagnostik, serta pelayanan gawat darurat.35

Pada dasarnya Program JAMSOSTEK merupakan sistem asuransi sosial,

karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded

33

Sutardji., Loc.cit., hal. 2. 34

Pasal 1 angka (1)., Loc.cit. 35

(27)

system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut

secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial

biasanya didasarkan pada fully funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini

pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem

asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi

badan penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara

Program JAMSOSTEK dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah

akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Persero.36

Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja, dan diatur lagi dalam PP No. 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan

Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang menyatakan bahwa

penyelenggara perlindungan tenaga kerja swasta adalah PT. Jamsostek. Setiap

perusahaan swasta yang memperkerjakan sekurang-kurangnya 10 orang atau dapat

membayarkan upah sekurang-kurangnya Rp. 1 juta rupiah per bulan diwajibkan untuk

mengikuti sistem jaminan sosial tenaga kerja ini.37 Namun demikian, belum semua

perusahaan dan tenaga kerja yang diwajibkan telah menjadi peserta Jamsostek.

PT. Jamsostek (Persero) yang ditunjuk sebagai satu-satunya badan

penyelenggara sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995 tentang

Penetapan Badan Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, bertekad

untuk selalu menjadi badan penyelenggara yang siap, handal, dan terpercaya di

36

Yohandarwati, et.al., Op. cit., hal. 27. 37

(28)

Indonesia. Berkaitan dengan fungsi pemasaran ini, PT. Jamsostek (Persero) Kantor

Wilayah I melakukan strategi pemasaran yang berorientasi pada pelanggan. Hal ini

dilakukan dengan sosialisasi ke berbagai elemen masyarakat. Sasaran ke setiap

elemen masyarakat ini mempunyai dasar pemikiran bahwa membahagiakan atau

memuaskan pelanggan atau peserta sangat menentukan keberhasilan.

Secara khusus di Kota Medan, pelaksanaan Program JAMSOSTEK belum

menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Kantor Cabang Medan dan Kantor Cabang Belawan periode Maret 2010, jumlah

Perusahaan yang tidak mengikuti Program JAMSOSTEK mencapai 1.277

perusahaan.38 Padahal Undang-Undang No 3 tahun 1992 bersifat wajib bagi seluruh

usaha berbadan hukum.

Dari uraian tersebut di atas, dapat terlihat bahwa kurangnya kesadaran

pengusaha dalam melaksanakan Program JAMSOSTEK. Apalagi dibarengi dengan

lemahnya pengawasan dan penegakan hukum bagi perusahaan-perusahaan yang tidak

melaksanakan Program JAMSOSTEK.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana fungsi dan peran Program JAMSOSTEK dalam perlindungan

hukum tenaga kerja di Kota Medan?

38

(29)

2. Bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi PT. Jamsostek (Persero) dalam

perlindungan tenaga kerja di Kota Medan?

3. Bagaimana upaya PT. Jamsostek (Persero) dalam memberikan perlindungan

hukum terhadap tenaga kerja di Kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini, antara lain:

1. Untuk mengetahui fungsi dan peran JAMSOSTEK dalam perlindungan

hukum tenaga kerja di Indonesia.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi JAMSOSTEK dalam

perlindungan tenaga kerja di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui upaya JAMSOSTEK dalam memberikan perlindungan

hukum terhadap tenaga kerja di Kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan

pertimbangan bagi penelitian lanjutan.

b. Memperkaya khasanah perpustakaan.

(30)

a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau instansi terkait dalam

memberikan perlindungan terhadap pekerja yang bekerja di

perusahaan-perusahaan di Kota Medan.

b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat (pelaku usaha) mengenai

perlindungan terhadap pekerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan di

Kota Medan.

E. Kerangka Teori dan Definisi Operasional

Berbicara mengenai JAMSOSTEK tidak terlepas dari perlindungan sosial,

untuk mengkaji jaminan sosial tenaga kerja terlebih dahulu dilihat perlindungan

sosial pada negara welfare state, yaitu : perlindungan sosial diperlukan untuk

kesejahteraan; perlindungan sosial membutuhkan tindakan kolektif; perlindungan

sosial didasarkan pada solidaritas; dan perlindungan sosial harus sekomprehensif

mungkin.39

Dalam hal perlindungan sosial diperlukan untuk kesejahteraan, secara umum

mencakup dua prinsip, yaitu : tindakan kolektif untuk menutup berbagai

kemungkinan yang terjadi pada tenaga kerja; dan penyedia layanan untuk menangani

kebutuhan para pekerja. Keberadaan layanan untuk pekerja tersebut merupakan salah

satu layanan sosial. Perlindungan sosial diperlukan untuk kesejahteraan, baik karena

memenuhi kebutuhan hidup, dan tanpa hal tersebut para pekerja akan menjadi tidak

39

(31)

nyaman apabila terjadi suatu hal yang dapat menyebabkan pekerja tersebut tidak

dapat bekerja.40

Mengenai perlindungan sosial yang membutuhkan tindakan kolektif, hal ini

karena perlindungan sosial memiliki karakteristik solidaritas yaitu pengakuan

tanggung jawab bersama dan mengumpulkan resiko, dimana tanggung jawab atas

resiko seseorang diterima oleh orang lain dalam hal ini pihak ketiga. Bahkan jika,

pada prinsipnya, langkah-langkah untuk perlindungan sosial dapat dilakukan oleh

pekerja sendiri, namun dalam prakteknya sering tidak mungkin bagi pekerja untuk

melakukannya. Hal ini dikarenakan kondisi dimana pekerja membutuhkan

perlindungan termasuk kemiskinan, ketidakmampuan fisik, mental dan penurunan

kemelaratan. Perlindungan sosial yang efektif menuntut kontribusi pihak lain dalam

masyarakat.41

Perlindungan sosial didasarkan pada solidaritas maksudnya adalah kewajiban

kepada orang lain, ketika seorang anggota masyarakat atau pekerja yang mengalami

kesulitan untuk mendukung biaya hidupnya dianggap diperlukan atau bergerak ke

arah ketergantungan seperti kanak-kanak atau usia tua, kewajiban untuk orang itu

akan ada. Pada awal manifestasinya perlindungan sosial dianggap sebagai bentuk

amal. Amal adalah bentuk solidaritas sosial yang khas, salah satu motivasinya adalah

agama sebagai kewajiban utamanya adalah untuk Tuhan. Meskipun motif amal telah

selamat, organisasi perlindungan sosial telah bergeser menuju landasan dalam

prinsip-prinsip saling membantu. Prinsip pokok perlindungan sosial adalah penyatuan

40 Ibid. 41

(32)

resiko. Dalam asuransi saling membantu, orang membayar premi untuk melindungi

diri mereka terhadap keadaan yang kontinjensi. Inilah tempat perlindungan sosial

yang lebih langsung atas dasar kewajiban timbal balik. Bentuk perlindungan sosial

sering dilengkapi dengan pengaturan komersil, yang telah digandakan pola saling

membantu formal.42

Perlindungan sosial harus sekomprehensif mungkin, maksudnya adalah sifat

perlindungan sosial itu dibutuhkan untuk menanggulangi resiko dalam hal

kemungkinan yang menimbulkan kebutuhan. Sangat mungkin untuk pengaturan

formal perlindungan sosial menutupi minoritas istimewa. Menurut Ferrera, ciri sistem

perlindungan sosial di Eropa Selatan sebagai polarisasi dengan pasti dualisme tajam

membedakan orang-orang yang hanya segelintir orang terbaik untuk dilindungi

dibandingkan dengan kebanyakan para buruh yang ada. Ini disebut kurangnya

kesetaraan perlindungan terhadap orang lain.43

Jika perlindungan sosial dipandang dari sisi jasa di banyak negara yang tidak

universal. Sistem Bismarck dengan ketentuan yang berlaku di Jerman didasarkan

pada resiko yang dikumpulkan hanya untuk orang-orang di bawah pendapatan yang

telah ditentukan oleh pemerintah. Pekerja yang berpenghasilan lebih tinggi yang

seharusnya dapat membuat peraturan yang lebih tinggi juga dalam hal tarif untuk

pembayaran iuran. Alasan dasar untuk perlindungan sosial tidak harus semua orang

tercakup dalam satu sistem yang sama, tetapi bahwa setiap orang perlu dilindungi

terhadap eventualitas. Hal ini dapat dicapai dengan berbagai cara, dan ada argumen

42 Ibid. 43

(33)

untuk fleksibilitas. Perlu dicatat bahwa nilai dari sistem perlindungan sosial di Jerman

masih kurang lengkap, tetapi saling melengkapi strategi yang dapat diadopsi oleh

negara lain untuk mengembangkan sistem perlindungan sosial.44

Dalam upaya memberikan perlindungan sosial bagi pekerja beserta

keluarganya, banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, salah satunya

adalah dengan mengeluarkan undang-undang. Seperti ketenagakerjaan diatur dalam

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang bertujuan untuk memberdayakan dan

mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi, mewujudkan

pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan

kebutuhan pembangunan nasional dan daerah, memberikan perlindungan kepada

tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan, dan meningkatkan kesejahteraan

tenaga kerja dan keluarganya.

Dalam hal perlindungan tenaga kerja diatur dalam Undang-Undang No. 3

Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kedua undang-undang tersebut di

atas adalah undang-undang yang melindungi hak-hak tenaga kerja. Namun, tidak bisa

diterapkan dengan baik. Hal ini dikarenakan lemahnya pengawasan dan penegakan

hukum.

Program JAMSOSTEK merupakan kebutuhan masyarakat yang mendasar

karena menyangkut kelangsungan hidup baik bagi pekerja maupun keluarganya.

Namun demikian diakui bahwa JAMSOSTEK, saat ini memerlukan kebutuhan yang

(34)

memperoleh prioritas bagi masyarakat, namun pelaksanaannya masih kurang berjalan

seperti yang diharapkan.45

Pada hakikatnya Program JAMSOSTEK memberikan kepastian

berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian

atau keseluruhan penghasilan yang berkurang, disamping sebagai pelayanan akibat

peristiwa yang dialami oleh pekerja dengan demikian para pekerja akan merasa lebih

tenang dalam bekerja dan menjalankan aktivitasnya sehari-hari.

Dengan ketenangan yang diberikan kepada tenaga kerja, maka pekerjaan yang

dilakukan akan sempurna dan menguntungkan pengusaha. Jika pengusaha

diuntungkan maka dengan demikian negara juga diuntungkan. Hal ini semata adalah

untuk membangun ekonomi melalui penerapan hukum yang baik.

Hukum dengan demikian, memiliki peran yang sangat penting dalam

pembangunan ekonomi, khususnya dunia usaha. Erman Rajagukguk mengatakan:

”faktor utama bagi hukum untuk dapat berperan dalam pembangunan ekonomi adalah apakah hukum itu mampu menciptakan stability,

predictability dan fairness. Dua hal yang pertama adalah prasyarat bagi sistim

ekonomi apa saja untuk berfungsi. Termasuk dalam fungsi stabilitas adalah potensi hukum untuk menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan hukum untuk meramalkan (predictability) akibat dari suatu langkah-langkah yang telah diambil khususnya penting bagi negara yang sebagian rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial yang tradisional. Aspek keadilan (fairness) seperti perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah adalah perlu untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan.46

45

Surya Perdana, Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) pada Perusahaan Swasta di Kota Medan, (Medan : Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 3.

46

(35)

Dunia usaha dengan demikian sangat membutuhkan kepastian hukum.

Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa masyarakat sangat mengharapkan adanya

kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih

tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk

ketertiban masyarakat. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang

diperbuatnya, sehingga akhirnya menimbulkan keresahan. Tetapi jika terlalu menitik

beratkan pada kepastian hukum, dan ketat menaati peraturan hukum yang ada, maka

akibatnya akan kaku serta akan menimbulkan rasa tidak adil.47

Keadilan sangat diperlukan dalam substansi hukum. Khususnya dalam hukum

ekonomi, pranata hukum harus mampu mengakomodasi secara berkeadilan berbagai

kepentingan kelompok masyarakat yang berbeda-beda strata ekonomi dan sosialnya

dalam hal ini adalah tenaga kerja dan pelaku usaha. Hukum di bidang ekonomi

dengan demikian harus berimbang dalam mengatur kepentingan pelaku usaha yang

berbeda-beda skala ekonominya, baik itu Usaha Mikro Kecil Menengah (selanjutnya

disebut UMKM), swasta besar, BUMN maupun swasta asing. Hal ini merupakan

implementasi dari pesan konstitusional yang tidak mengizinkan adanya keberpihakan

negara hanya pada satu pilar ekonomi. Peran negara sangat dibutuhkan untuk

menciptakan keadilan bagi kelompok-kelompok masyarakat yang lemah melalui

hukum yang menata sedemikian rupa ketidakmerataan sosial dan ekonomi agar lebih

menguntungkan kelompok masyarakat yang lemah.

47

(36)

Selanjutnya, untuk menghindari kesalahan dalam memaknai konsep-konsep48

yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan diberikan definisi

operasional dari konsep-konsep yang dipergunakan :

1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja

dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan

penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat

peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan

kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.49

2. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat.50

3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain.51

4. Hubungan Industri adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para

pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur

pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai

48

Bandingkan dengan M. Solly Lubis, mengemukakan bahwa Pandangan Konseptual dalam arti mampu berfikir dan memproduk buah pikiran yang bernilai konsepsual untuk menunjang kegiatan-kegiatan konseptualisasi baik melalui jalur formal maupun non-formal, M. Solly Lubis, Sistem Nasional, (Bandung : Mandar Maju, 2002), hal. V, dikutip Jaminuddin Marbun, Op.cit., hal. 33.

49

Pasal 1 angka (1), Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 14, Tambahan Lembaran Negara No. 3468.

50

Pasal 1 angka (2), Ibid. 51

(37)

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.52

5. Jaminan Kecelakaan Kerja adalah kecelakaan kerja maupun penyakit akibat

kerja merupakan resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan

pekerjaan.53

6. Jaminan Kematian adalah tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat

kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat

berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang

ditinggalkan.54

7. Jaminan Hari Tua adalah hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah

karena tidak lagi mampu bekerja.55

8. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan adalah pemeliharaan kesehatan

dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat

melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan di

bidang penyembuhan (kuratif).56

9. Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang

menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ataupun bukan miliknya baik

52

Pasal 1 angka (16), Ibid. 53

Angka (1) Bagian Umum Penjelasan., Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Op. cit.

54

Angka (2) Bagian Umum Penjelasan., Ibid. 55

Angka (3) Bagian Umum Penjelasan., Ibid. 56

(38)

yang berkedudukan di wilayah Indonesia maupun yang berkedudukan di luar

wilayah Indonesia.57

10.Program JAMSOSTEK adalah Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan

Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan (JPK).

11.Fungsi JAMSOSTEK adalah untuk memberikan perlindungan kepada tenaga

kerja berupa JKK, JK, JHT, dan JPK.

12.Peran JAMSOSTEK adalah sebagai pelindung pekerja dan mitra pengusaha.

13.Perlindungan hukum adalah berupa santunan uang dan pelayanan kesehatan.

14.Hambatan JAMSOSTEK adalah hal-hal yang dapat menurunkan jumlah

kepesertaan JAMSOSTEK terhadap perusahaan maupun tenaga kerja. Hal-hal

tersebut dapat berupa faktor eksternal dan internal dari PT. Jamsostek

(Persero) itu sendiri.

F. Keaslian Penelitian

Penulisan ini didasarkan pada ide, gagasan serta pemikiran penulis secara

pribadi dan keseluruhan dengan melihat dan memahami substansi hukum dalam

tujuan diterapkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial dan

Tenaga Kerja yang didukung juga dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan. Sepanjang penulis ketahui dan konfirmasi, ihwal “Analisis

Juridis terhadap Fungsi dan Peran Program JAMSOSTEK dalam Perlindungan

57

(39)

Hukum Tenaga Kerja di Kota Medan” belum pernah diteliti. Oleh karena itu keaslian

(orisinalitas) dari penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.

Namun, penelitian dengan objek kajian yang sama tetapi berbeda

permasalahan dan pembahasan sudah pernah dilakukan, yaitu : Tesis dengan judul

“Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) pada Perusahaan Swasta

di Kota Medan” oleh Surya Perdana tahun 2001 dan “Analisis Terhadap Tujuan

Pendirian BUMN Persero dalam Undang-Undang BUMN dan Undang-Undang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)” oleh Ahmad Ansyori tahun 2008; Disertasi

dengan judul “Analisis Terhadap Perjanjian Kerja Bersama dalam Hubungan

Industrial di Provinsi Sumatera Utara” oleh Jaminuddin Marbun tahun 2009. Ketiga

penelitian tersebut dilakukan di Medan.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan

pendekatan juridis normatif.58 Dengan demikian objek penelitian adalah norma

hukum yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum dibuat dan ditetapkan oleh

pemerintah dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang

terkait secara langsung dengan jaminan sosial tenaga kerja.

Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normatif ini disebut juga dengan

penelitian doktrinal (Doctrinal Research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis,

58

(40)

baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun sebagai law as it decided

by judge through judicial process.59

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif yang

ditujukan untuk menganalisis kaidah-kaidah hukum dalam peraturan hukum positif

(perundang-undangan) atau disebut dengan pendekatan undang-undang (statute

approach)60 terkait dengan Fungsi dan Peran Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

di Kota Medan.

Sifat penelitian adalah penelitian deskriptif yang ditujukan untuk

menggambarkan secara tepat, akurat, dan sistematis gejala-gejala hukum terkait

dengan peranan hukum dalam pembangunan ekonomi dalam studi terhadap Fungsi

dan Peran Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Kota Medan.

59

Ronald Dworkin, dalam Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum dan Hasil Penulisan pada Majalah Akreditasi, (Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2003), hal. 2.

60

(41)

2. Sumber Bahan Hukum

Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan

dan berdasarkan pada data sekunder, maka sumber bahan hukum yang dapat

digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu:

1. Bahan hukum primer, terdiri sejumlah perangkat dan peringkat peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja,

antara lain : Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen; Undang-Undang No.

3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja; Undang-Undang No. 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; Undang-Undang No. 40 Tahun 2004

tentang Jaminan Sosial Nasional; Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas; Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993

Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja; Peraturan

Pemerintah No. 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggaran

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja; Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun

2002 tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 14 Tahun 1993; Peraturan

Pemerintah No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keempat Atas PP No. 14

Tahun 1993; Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

PER-12/MEN/VI/2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan,

Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial

Tenaga Kerja; dan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.

561/5492/K/2009 tentang Penetapan Upah Minimum Kota Medan Tahun

(42)

2. Bahan hukum sekunder, bahan-bahan kajian dan analisis para ahli hukum

yang bersumber dari berbagai jurnal, buku-buku, hasil-hasil penelitian dan

dokumen-dokumen terkait, yaitu : Disertasi dengan judul ”Analisis Terhadap

Perjanjian Kerja Bersama dalam Hubungan Industrial di Provinsi Sumatera

Utara” oleh Jaminuddin Marbun; Tesis dengan judul ”Analisis Terhadap

Tujuan Pendirian BUMN Persero dalam Undang-Undang BUMN dan

Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)” oleh Ahmad

Ansyori; Tesis dengan judul ”Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(JAMSOSTEK) pada Perusahaan Swasta di Kota Medan” oleh Surya Perdana.

3. Bahan hukum tertier, berupa bahan-bahan yang berfungsi memberikan

kejelasan pemahaman terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus-kamus hukum, ekonomi, ensiklopedia, catatan

maupun bahan perkuliahan di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera

Utara.

3. Teknik Pengumpulan Data

Hampir semua jenis penelitian memerlukan studi pustaka. Walaupun orang

sering membedakan antara riset kepustakaan (library research) dan riset lapangan

(field research), keduanya tetap memerlukan penelusuran pustaka. Perbedaannya

yang utama hanyalah terletak pada tujuan, fungsi dan/atau kedudukan studi

kepustakaan dalam masing-masing penelitian itu. Dalam riset lapangan, penelusuran

(43)

penelitian (research design) dan/atau proposal guna memperoleh informasi penelitian

sejenis, memperdalam kajian teoritis atau mempertajam metodologi. Sedangkan

dalam riset kepustakaan, penelusuran pustaka lebih daripada sekedar melayani

fungsi-fungsi yang disebutkan di atas. Riset pustaka sekaligus memanfaatkan sumber

perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya. Tegasnya riset pustaka

membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa

melakukan riset lapangan. Idealnya, sebuah riset profesional menggunakan kombinasi

riset pustaka dan lapangan atau dengan penekanan pada salah satu diantaranya.61

Tehnik pengumpulan data sekunder pada penelitian ini dilakukan dengan studi

kepustakaan (library research) dengan instrumen pengumpulan data berupa studi

dokumen. Seluruh bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan tehnik studi

kepustakaan dan studi dokumen dari berbagai sumber yang dipandang relevan dengan

peran dan fungsi Program JAMSOSTEK dalam melindungi tenaga kerja di Kota

Medan.

4. Analisis Data

Pengolahan dan analisis data pada dasarnya tergantung pada jenis datanya,

bagi penelitian hukum normatif yang hanya mengenal data sekunder saja, yang terdiri

dari : bahan hukum primer; bahan hukum sekunder; dan bahan hukum tersier, maka

61

(44)

dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri

dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum.62

Penafsiran hukum memiliki karakter hermeunetik. Hermeunetik atau

penafsiran diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan

menjadi mengerti.63

Penerapan hermeneutik (penafsiran) terhadap hukum selalu berhubungan

dengan isinya. Setiap hukum mempunyai dua segi, yaitu yang tersurat dan yang

tersirat, bunyi hukum dengan semangat hukum. Dua hal itu selalu diperdebatkan oleh

para ahli hukum. Dalam hal ini, bahasa menjadi penting. Ketepatan pemahaman

(subtilitas intellegendi) dan ketepatan penjabaran (subtilitas explicandi) adalah sangat

relevan bagi hukum. Penafsiran harus digunakan untuk menerangkan dokumen

hukum.64

Data (bahan hukum) dianalisis dengan menggunakan metode analisis

kualitatif65 – abstraktif – interpretatif.66 Bahan hukum primer yang terinventarisis

terlebih dahulu disistematisasaikan sesuai dengan substansi yang diatur dengan

mempertimbangkan relevansinya terhadap rumusan permasalahan dan tujuan

penelitian. Selanjutnya dilakukan interpretasi terhadap bahan hukum untuk

62

Amiruddin dan Zainal Asikin, Op.cit., hal. 163. 63

E. Sumaryono, Hermeunetik sebuah Metode Filsafat, (Yogjakarta : Kanisius, 1993), hal. 24, dikutip Amiruddin dan Zainal Asikin, Ibid.

64

Loc.cit., hal. 164. 65

Metode analisis kualitatif adalah metode penelitian yang tidak bisa dihitung dengan angka, sebagai contoh : keefektivan KUHP dalam mencegah kejahatan. Hukum adalah norma yang hidup dalam masyarakat yang tidak bisa diukur dengan angka. Muzakkir, ”Catatan Perkuliahan : Metode Penelitian Hukum”, (Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009).

66

(45)

menemukan asas, kaidah, doktrin, ataupun konsep hukum yang terkandung

didalamnya. Kemudian dilakukan pengelompokan konsep hukum yang lebih umum,

misalnya kepastian hukum, prediktabilitas hukum, keadilan hukum, perlindungan

hukum, dan lain-lain.

Analisis dilakukan secara holistik dan integral untuk menemukan hubungan

logis antara berbagai konsep hukum yang sudah ditemukan dengan menggunakan

kerangka teoritis yang relevan dengan peran dan fungsi Program JAMSOSTEK

dalam melindungi tenaga kerja di Kota Medan sehingga pokok permasalahan yang

(46)

BAB II

FUNGSI DAN PERAN PROGRAM JAMSOSTEK DALAM PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DI KOTA MEDAN

A. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Jaminan sosial merupakan konsep universal bagi redistribusi pendapatan

sehingga menjadi program publik yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang.

Demikian pula penunjukan badan penyelenggaraannya harus didasarkan pada

undang-undang karena merupakan badan otonomi yang mandiri, memiliki akses law

enforcement serta berorientasi nirlaba.67

Menyadari pentingnya jaminan sosial dalam redistribusi pendapatan, jaminan

sosial merupakan hak setiap warga negara bahkan termasuk warga negara asing yang

menetap. Pelanggaran terhadap pelaksanaan jaminan sosial berarti pelanggaran

terhadap Hak Azasi Manusia (HAM).68

Eksistensi jaminan sosial bagi redistribusi pendapatan telah diratifikasi dalam

deklarasi PBB sebagai Universal Declaration of Human Rights. Adapun isi dari

deklarasi tersebut terdapat pada Article 22, 1948-1998 mengatakan bahwa :

“Everyone, as a member of society, has the right to social security and is

entitled to realization, through national effort and international co-operation and in accordance with the organization and resources of each State, of the

67

Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 180. 68

(47)

economic, social and cultural rights indispensable for his dignity and the free development of his personality”.69

Deklarasi tersebut telah mendapat dukungan penuh dari para anggota PBB,

termasuk human right society bahwa keabsenan di dalam penyelenggaraan terhadap

HAM. Selain itu, implikasi social security bagi redistribusi pendapatan telah

mendapat rekomendasi dari PBB untuk masuk dalam The Economic Council of The

United Nation. Tujuan akhir dari konsep jaminan sosial adalah untuk

mempertahankan daya beli masyarakat sebagai akibat adanya economic insecurity

(ketidaknyamanan ekonomi).70

Pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia bersumber pada landasan idiil.

Pembukaan UUD 1945 sebagaimana tercantum pada alinea keempat yang

menyebutkan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah memajukan

kesejahteraan umum sehingga dapat tercapai masyarakat yang adil dan makmur.

Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kesejahteraan Sosial, pengertian jaminan sosial adalah seluruh sistem perlindungan

dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga negara yang diselenggarakan oleh

pemerintah dan/atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial.71

Menurut ILO, jaminan sosial adalah jaminan yang diberikan kepada

masyarakat melalui suatu lembaga tertentu yang dapat membantu anggota masyarakat

dalam menghadapi resiko yang mungkin dialaminya, misalnya jaminan pemeliharaan

69

“Universal Declaration of Human Rights 1948-1998”, http://www.wunrn.com/reference/pdf/univ_dec_hum_right.pdf., diakses pada 27 Agustus 2010.

70

Loc.cit. 71

(48)

kesehatan atau bantuan untuk mendapat pekerjaan yang bermanfaat. Di samping itu,

ILO juga menyebutkan ada tiga kriteria yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan

dapat dikatakan program jaminan sosial.72

a. Tujuan berupa perawatan medis yang bersifat penyembuhan atau pencegahan

penyakit, memberikan bantuan pendapatan apabila terjadi kehilangan

sebagian atau seluruh pendapatan, atau menjamin pendapatan tambahan bagi

orang bertanggung jawab terhadap keluarga.

b. Terdapat undang-undang yang mengatur tentang hak dan kewajiban lembaga

yang melaksanakan kegiatan ini.

c. Kegiatan diselenggarakan oleh suatu lembaga tertentu.73

Menurut Redja yang dikutip oleh Purwoko, salah satu tujuan dari

penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk mempertahankan daya beli masyarakat

dalam menghadapi terjadinya ketidakamanan ekonomi.74

Kenyataannya sebelum suatu masyarakat mencapai kondisi ekonomi yang

aman, seringkali diawali dengan kondisi ketidakamanan ekonomi sebagai

konsekuensi yang logis dari masalah kebijakan makro ekonomi. Kebijakan yang luas

tersebut salah satu diantaranya penyebab munculnya perbedaan pendapat antara

golongan masyarakat atas dan masyarakat bawah. Akibatnya terjadi ketidakamanan

72

Ibid., hal. 181. 73

Moh. Syaufi Syamsuddin, “Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja Wanita”, Informasi Hukum, Kamis, 09 November 2006, dikutip Adrian Sutedi, Ibid.

74

(49)

ekonomi, yang apabila terus dibiarkan dapat menimbulkan konflik atau disintegrasi di

dalam masyarakat.75

Asuransi sosial adalah program perlindungan dasar bagi pekerja/buruh beserta

keluarganya terhadap resiko sosial dalam kaitannya dengan hubungan industrial

seperti kecelakaan kerja, kematian, kesehatan, dan hari tua. Program tersebut tidak

sepenuhnya dibiayai oleh pemberi kerja, namun pekerja/buruh juga ikut membayar

iuran. Jenis asuransi komersial yang seutuhnya dibiayai sendiri oleh peserta sesuai

dengan jenis asuransi yang diikutinya.76

Menurut Kertonegoro, asuransi komersial merupakan cara lain untuk

mengurangi resiko sosial dan ekonomi yang dilakukan oleh pihak swasta. Meskipun

bagi yang menjadi peserta asuransi ini terlebih dahulu dilakukan seleksi terutama

menyangkut kesehatan dan usia, namun tetap mengandung semangat gotong-royong

sebagai bentuk distribusi resiko.77

Jaminan sosial dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah ”social security”.

Istilah ini untuk pertama kalinya dipakai secara resmi oleh Amerika Serikat dalam

suatu undang-undang yang bernama ”The Social Security Act of 1935”. Kemudian

dipakai secara resmi oleh New Zealand pada tahun 1938 sebelum secara resmi

dipakai ILO (International Labor Organization). Menurut ILO :

”Social Security pada prinsipnya adalah sistem perlindungan yang diberikan oleh pemerintah untuk para warganya, melalui berbagai usaha dalam

75

Adrian Sutedi, Ibid. 76

Ibid. 77

Gambar

Tabel 2 Jumlah Iuran Pembayaran
Tabel 4 Total Peserta Program JAMSOSTEK

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Adapun hasil penelitian ini penulis simpulkan bahwa kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat gampong Air Berudang sudah dilakukan dengan baik dan masyarakat

Isolasi, Identifikasi Dan Profil KLT Metabolit Jamur Endofit Dari Agave amaniensis..

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul: “Ekranisasi Cerpen ‘Jendela Rara’ ke Film Rumah Tanpa Jendela: Kajian Psikologi Anak” adalah benar-benar hasil

Untuk itu, sistem yang dikembangkan dalam sistem oerasi android diharapkan mampu menjadi media informasi yang dapat menjelaskan dan menginformasikan suatu pekerjaan

“Ya Allah berkahilah kami dalam rizki yang telah Engkau berikan kepada kami, dan periharalah kami dari siksa api

In Figure 18 Diagram Activity for exercise Traditional Clothes on the previous page explain that the activity begins when users are logged into the main menu page, the next

Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang- undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan