• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Bahasa Seksis dalam Novel Resurrection Karya Tucker Malarkey dan Terjemahannya ‘Kebangkitan’ Karya Arif Subiyanto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Bahasa Seksis dalam Novel Resurrection Karya Tucker Malarkey dan Terjemahannya ‘Kebangkitan’ Karya Arif Subiyanto"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

! "#

(2)

%&'()&*

+&,&% & &

&-( .&/&- (*-()

01 /2

&/

&,%3- /

(0&*%2/& 4& &0 /2,/&0 -(4%

%*,(%3-%) 1&4&

)2 &

&35&3&/'&*&

*%6 /3%-&3 (0&- /&

-&/&

! "#

(3)

(4( 3%3 7

&0& & &3%38& 7 %-/& /&-%8%

202/ 2)2) 7 ! "

/2,/&0 -(4% 7 %*,(%3-%)

2*3 *-/&3% 7 &'%&* /' 0& &*

*. -('(%

20%3% 0+%0+%*,

9 /: 238%-& % & & %; %1: ; : (0:< 9 /: ( %=&/ (5 -&/; : :<

-(& *,,2-&

-(& /2,/&0 -(4%; %/ )-(/;

9 /2>: : % 6&*& %*&/; : :; : :< 9 /2>: /: /: : & %0 &-2*4&*,; :<

(4)

& 4%('% 1&4&

&*,,& " (*% $ $

7

-(& 7 /: 238%-& % & & %; %1: ; : (0:

*,,2-& 7 : /: ( %=&/ (5 -&/; : :

$: /: 30.-& (/+&)-%; : %:

(5)

(4( 3%3

/+&*4%*,&* & &3& )3%3 4& &0 26 &/.& (5) / & &/) .

4&* /' 0& &**.& +&*,)%-&* &/.& /%> (+%.&*-2

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil

karya orang lain dalam penulisan Tesis ini telah saya cantumkan sumbernya secara

jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini

bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya

bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan

sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan perundangan yang berlaku.

Medan, Juni 2012

(6)
(7)
(8)

Pratiwi, Citra. 107009003. ? /+&*4%*,&* & &3& )3%3 4& &0 26 &/.& (5) / & &/) . 4&* /' 0& &**.& +&*,)%-&*

&/.& /%> (+%.&*-2) 3%3 Program Studi Magister Linguistik Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2012.

Novel sebagai salah satu bagian dari karya sastra mencerminkan keadaan sosial yang terjadi dalam masyarakat asal pengarang. Sedangkan proses penerjemahan seringkali tidak bisa dilepaskan dari konteks budaya asal penerjemah. Akibatnya gambaran konteks sosial yang muncul dalam novel asli berbeda dengan novel terjemahan. Hal ini pulalah yang terjadi dalam novel ) dan

terjemahannya, Kebangkitan. Terlebih lagi ada perbedaan jender antara pengarang dan penerjemah juga menyebabkan perbedaan diksi yang digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui diksi-diksi yang digunakan antar pelibat dalam kedua novel, (2) mengetahui apakah bahasa dalam novel terjemahan dapat dikategorikan sebagai bahasa seksis, dan (3) untuk mengetahui jenis bahasa seksis yang ditunjukkan oleh pelibat dalam kedua novel. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan berorientasi pada produk terjemahan. Data penelitian merupakan bahasa tulisan baik berbentuk kata, frasa, klausa maupun kalimat. Sumber data primer berupa novel ) dan terjemahannya yang

berjudul Kebangkitan, sedangkan sumber data sekunder berupa sumber-sumber tertulis tentang seksisme dalam bahasa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumenter dan teknik analisis datanya menggunakan hermeneutika Gadamer. Temuan penelitian adalah (1) adanya pembedaan diksi yang digunakan oleh pelibat lelaki dan perempuan dalam kedua novel, (2) terdapat beberapa teks yang menunjukkan bahasa seksis yang berhubungan dengan peran dan kepribadian perempuan, antara lain perempuan dan wanita, perempuan dan lelaki, perempuan dan pengambilan keputusan, perempuan dan fisik, perempuan dan rumah tangga, perempuan dan kesopanan, serta perempuan dan sikap menerima, dan (3) jenis bahasa seksis yang digunakan mayoritas bersifat dialogis.

(9)

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala

rahmat dan karunia-Nya, akhirnya tesis yang berjudul: Perbandingan Bahasa Seksis

dalam Novel ) Karya Tucker Malarkey dan Terjemahannya

‘Kebangkitan’ Karya Arif Subiyanto dapat terselesaikan. Tesis ini ditulis guna

memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Master Humaniora pada

Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa

dukungan dan kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karenanya, saya menyampaikan

rasa terima kasih kepada Dosen Pembimbing I, Dr. Roswita Silalahi, Dip. TESOL,

M.Hum., yang selalu dengan kesungguhan hati membimbing, mendukung dan

mengarahkan saya serta atas segala kesabaran yang telah diberikan selama masa

bimbingan. Ucapan serupa juga saya haturkan kepada Dosen Pembimbing II Dr.

Muhizar Muchtar, M.S. yang banyak membantu dengan memberikan

masukan-masukan yang berharga dalam penulisan tesis. Saya juga menyampaikan rasa terima

kasih kepada para Dosen Penguji, Dr. Asmyta Surbakti, M.Si., dan Dr. Risnawaty,

M.Hum., yang telah memberikan penilaian dan koreksi demi kesempurnaan penulisan

tesis.

Selain itu, ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Rektor USU, Prof

(10)

USU, Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang, MSIE.,beserta segenap jajarannya yang telah

berupaya meningkatkan situasi kondusif pada Program Pascasarjana USU sehingga

memperlancar proses pengurusan administrasi tesis. Ucapan yang sama juga saya

tujukan pada Ketua Program Studi Linguistik, Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.

beserta jajaran Program Studi Linguistik serta kepada seluruh dosen dan staf

adminitrasi SPs USU, termasuk rekan-rekan mahasiswa yang telah menaruh simpati

dan bantuan sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar.

Rasa terima kasih sedalam-dalamnya juga saya sampaikan kepada kedua

orang tua tercinta, Drs. Zulkarnain, MBA., M.T. dan Lia Karlia Rossa, M.Pd. atas

semua cinta kasih yang tak pernah putus dan dukungan baik moril maupun materiil

sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini tepat waktu dan memenuhi mimpi

mereka berdua. Tak lupa ucapan terima kasih saya sampaikan pada kakak tersayang,

Diana Sari Unie Nesia, M.Sc. atas semua penghiburan yang membuat saya tidak

merasakan jenuh selama penulisan tesis.

Ucapan terima kasih khusus juga saya sampaikan pada sahabat-sahabat

tersayang, Yanurisma Sugianto S.S., Fitriyah Ainy, S.S., Retno Maharani, S.S. atas

persahabatan abadi serta semua dukungan dan untaian semangat yang tiada henti,

serta pada Ikmi Nur Oktavianti, M.A. dan Rita Damayanti, M.Pd. yang telah bersedia

meluangkan banyak waktu demi mencarikan berbagai literatur yang menunjang

penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga saya haturkan pada dosen sekaligus

sahabat, Drs. Arif Subiyanto, M.A., yang setia mendukung saya bahkan sejak awal

(11)

karyanya menjadi bahan penelitian saya. Rasa terima kasih juga saya haturkan bagi

staf Balai Bahasa Medan yang telah meminjamkan literatur guna mendukung

penelitian ini.

Akhirnya terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu

persatu namun telah membantu saya baik moril maupun materiil selama saya

mengikuti pendidikan sampai selesai. Pada kesempatan ini saya juga memohon maaf

atas segala kesalahan yang mungkin terjadi selama menjalani pendidikan S2. Semoga

hasil penelitian ini dapat memberikan kebaikan dan manfaat bagi siapapun yang

membutuhkan.

Medan, Juni 2012

(12)

Nama : Citra Pratiwi

Tempat/ Tanggal lahir : Bandung / 6 Januari 1987 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Alue Raya. Gang Melati No 1. Buket Rata- Lhokseumawe

Aceh Utara, Provinsi Aceh

Hp : 081333168987

%8&.&- *4%4%)&*

SD : SDN Bertingkat, Lhokseumawe – Aceh Utara (1994- 1998) SMP : SMPN 2, Lhokseumawe – Aceh Utara (1998-2001)

SMA : SMAN 1, Sidoarjo – Jawa Timur (2003-2004) Universitas

- S1 : Brawijaya, Malang. Jurusan Sastra Inggris (2004-2008)

- S2 : Sumatera Utara, Medan. Jurusan Kajian Terjemahan (2010-2012)

%8&.&- &3%38&

§ Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Departemen Pendidikan Nasional

dalam program Beasiswa Unggulan Aktivis se-Indonesia (2006-2007)

(13)

%8&.&- /'&

§ Pemandu Wisata di Sunrise Tours and Travels, Malang (2007)

§ Music Event Organizer di Kharisma Event Organizer, Malang (2004-2008) § Pengajar Bahasa Inggris di LP3I Langsa (Februari 2009-Juli 2009)

§ Instruktur Bahasa Inggris di D ‘n D Educational Center Langsa (Maret 2009-Juli

2009)

§ Instruktur Bahasa Inggris di ILC (Inixindo Language Center) Langsa (Juni

2009-Juli 2009)

§ Reporter di Waspada Online, Medan (Desember 2009-April 2010) § Staff Program di Radio Delta FM, Medan (Januari 2011-Mei 2011)

§ English Trainer di Primagama English Syailendra, Medan (September 2011-April

2012)

%8&.&- /,&*%3&3%

§ Unit Aktivitas Band Universitas Brawijaya § BEM Bahasa & Sastra Universitas Brawijaya

§ IPPMA (Ikatan Pelajar Pemuda Mahasiswa Aceh) Malang § Sanggar Tari Aceh Cakradonya

(14)
(15)

2.2 Konsep ... 16

3.2.3 Sumber Data Sekunder ... 36

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 36

(16)

4.2.7 Perempuan dan Sikap Menerima ... 144

4.3 Analisis Jenis Bahasa Seksis ... 147

... 149

5.1 Kesimpulan ... 149

5.2 Saran ... 150

... 152

... 158

Lampiran 1 Sinopsis Novel ... 158

(17)

&

Tabel 4.1 : Data Penggunaan Bahasa Sopan ... 53

Tabel 4.2 : Data Penggunaan Bahasa Standar ... 70

Tabel 4.3 : Data Penggunaan Bahasa Halus ... 97

Tabel 4.4 : Data Penggunaan 4 ( 105 Tabel 4.5 : Data Penggunaan Intonasi Tinggi ... 108

Tabel 4.6 : Data Penggunaan Adjektiva Tanpa Makna ... 113

Tabel 4.7 : Data Penggunaan Istilah Warna ... 116

(18)

&

(19)

BSa : Bahasa Sasaran BSu : Bahasa Sumber

GIT : (

LIT : (

(20)
(21)

Pratiwi, Citra. 107009003. ? /+&*4%*,&* & &3& )3%3 4& &0 26 &/.& (5) / & &/) . 4&* /' 0& &**.& +&*,)%-&*

&/.& /%> (+%.&*-2) 3%3 Program Studi Magister Linguistik Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2012.

Novel sebagai salah satu bagian dari karya sastra mencerminkan keadaan sosial yang terjadi dalam masyarakat asal pengarang. Sedangkan proses penerjemahan seringkali tidak bisa dilepaskan dari konteks budaya asal penerjemah. Akibatnya gambaran konteks sosial yang muncul dalam novel asli berbeda dengan novel terjemahan. Hal ini pulalah yang terjadi dalam novel ) dan

terjemahannya, Kebangkitan. Terlebih lagi ada perbedaan jender antara pengarang dan penerjemah juga menyebabkan perbedaan diksi yang digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui diksi-diksi yang digunakan antar pelibat dalam kedua novel, (2) mengetahui apakah bahasa dalam novel terjemahan dapat dikategorikan sebagai bahasa seksis, dan (3) untuk mengetahui jenis bahasa seksis yang ditunjukkan oleh pelibat dalam kedua novel. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan berorientasi pada produk terjemahan. Data penelitian merupakan bahasa tulisan baik berbentuk kata, frasa, klausa maupun kalimat. Sumber data primer berupa novel ) dan terjemahannya yang

berjudul Kebangkitan, sedangkan sumber data sekunder berupa sumber-sumber tertulis tentang seksisme dalam bahasa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumenter dan teknik analisis datanya menggunakan hermeneutika Gadamer. Temuan penelitian adalah (1) adanya pembedaan diksi yang digunakan oleh pelibat lelaki dan perempuan dalam kedua novel, (2) terdapat beberapa teks yang menunjukkan bahasa seksis yang berhubungan dengan peran dan kepribadian perempuan, antara lain perempuan dan wanita, perempuan dan lelaki, perempuan dan pengambilan keputusan, perempuan dan fisik, perempuan dan rumah tangga, perempuan dan kesopanan, serta perempuan dan sikap menerima, dan (3) jenis bahasa seksis yang digunakan mayoritas bersifat dialogis.

(22)

: &-&/ &)&*,

Penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar

belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Menurut Catford (dalam Machali,

2009:25) penerjemahan adalah “ $ '

&! 0 ' ” atau mengganti bahan teks dalam

bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran. Di sisi lain,

Newmark (dalam Machali, 2009: 25) memandang penerjemahan sebagai “

' " ! '

atau menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain yang dimaksudkan

penulis TSu.

Dari dua definisi terjemahan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

penerjemahan adalah upaya mengganti teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan

dalam bahasa sasaran dan yang diterjemahkan adalah makna sebagaimana yang

dimaksudkan penulis TSu. Penerjemahan tentulah tidak bisa dilepaskan begitu saja

dari bahasa yang dengan keanekaragamannya, berfungsi sebagai alat komunikasi

untuk menyatakan perasaan dan emosi dalam kaitannya dengan kontak sosial dan

(23)

Apa yang dikemukakan oleh Aitchison tersebut sesuai dengan problema yang

sering terjadi dalam dunia penerjemahan. Hal ini dikarenakan penerjemahan bukan

hanya berkaitan dengan penggantian bahasa semata, melainkan terjadinya kegiatan

komunikasi baru melalui hasil komunikasi yang sudah ada (yakni dalam bentuk teks),

tetapi dengan memperhatikan aspek-aspek sosial dimana teks baru tersebut akan

dibaca dan dikomunikasikan kembali.

Kegiatan komunikasi dalam penerjemahan yang diibaratkan sebagai jembatan

makna antara produsen bahasa sumber dan produsen bahasa sasaran tak jarang

mengakibatkan distorsi makna yang disebabkan oleh keikutsertaan ideologi

penerjemah. Secara umum, ideologi dapat diartikan sebagai sistem kepercayaan atau

sistem nilai serta representasinya dalam berbagai media dan tindakan sosial

(Hasanuddin, 2006:36). Jika ditilik lebih jauh, penerjemahan akan selalu berujung

pada pengambilan keputusan oleh seorang penerjemah, apakah produk terjemahan

yang dihasilkan lebih condong ke bahasa sumber atau akan mengikuti ideologi

penerjemah sendiri, dalam hal ini condong ke bahasa sasaran.

Ideologi penerjemah, ideologi dalam penerjemahan serta penerjemahan

ideologi merupakan tiga hal yang secara nyata berbeda. Ideologi penerjemah adalah

seperti apa yang telah dipaparkan di paragraf sebelumnya, yakni ideologi yang dianut

oleh penerjemah. Ideologi tersebut dapat dengan sadar ataupun tidak dapat

terefleksikan dalam segala aktivitas sosial yang dilakukan oleh penerjemah, termasuk

(24)

Ideologi penerjemahan menurut Amalia (2007: 20) adalah salah satu

kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang yang menggeluti dunia

penerjemahan, termasuk juga kemampuan lain seperti prosedur, metode, dan teknik

penerjemahan. Sementara menurut Hoed (dalam Silalahi, 2009: 10), ideologi

penerjemahan merupakan gagasan, mitos, dan prinsip yang dipercayai kebenarannya

oleh kelompok masyarakat. Dalam bidang penerjemahan, ideologi diartikan sebagai

prinsip tentang ‘benar’ atau ‘salah’ –nya sebuah penerjemahan. Ideologi

penerjemahan terbagi atas dua kutub polar yaitu foreignisasi dan domestikasi.

Foreignisasi lebih berorientasi pada bahasa sumber sehingga penerjemah berupaya

untuk mempertahankan apa yang asing dan tidak lazim bagi pembaca sasaran, namun

merupakan hal yang lazim, khas, dan unik dalam budaya bahasa sumber

(Mazi-Leskovar, 2003: 5). Sedangkan ideologi domestikasi adalah ideologi penerjemahan

yang berorientasi pada kaidah, norma, dan budaya bahasa sasaran. Di sisi lain,

penerjemahan ideologi adalah sebuah penerjemahan yang ditujukan untuk

menerjemahkan hal-hal yang berkaitan dengan ideologi.

Penelitian ini akan mendekatkan analisis pada ideologi penerjemah yang

memiliki latar belakang bahasa dan budaya yang berbeda dengan penulis TSu.

Perbedaan yang muncul dalam bahasa tulisan akan dikaitkan dengan latar belakang

budaya penerjemah.

Bentuk produk terjemahan dapat sangat bervariasi, namun hampir

keseluruhannya berbentuk teks, baik lisan maupun tulisan. Salah satu bentuk produk

(25)

karya sastra diyakini oleh masyarakat sebagai media untuk menyampaikan informasi,

menyatakan rasa senang, marah, jengkel, dan simpati.

Dalam bahasa Jerman istilah novel dikenal dengan yang secara harfiah

berarti sebuah barang baru yang kecil kemudian diartikan sebagai sebuah cerita

pendek dalam bentuk prosa (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000:9). Sedangkan dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 969) novel adalah karangan prosa yang

panjang serta mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang

sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Beberapa unsur

instrinsik novel adalah tema, alur atau plot, latar atau , sudut pandang dan gaya

bahasa. Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi di

masyarakat dan dituangkan dengan bahasa yang menarik serta dapat mempengaruhi

jiwa para pembaca sehingga dapat menyelami dan seolah-olah hadir dalam cerita

tersebut.

Penelitian dalam tesis memfokuskan analisis pada bahasa novel fiksi yang

berjudul ) dan novel terjemahannya yang berjudul Kebangkitan yang

diterjemahkan oleh Arif Subiyanto.

Berawal dari inti cerita yang mengungkap fakta perjalanan sejarah agama

Kristiani, novel ) menjadi sebagai salah satu novel yang memberikan

5 di beberapa negara seperti Brazil, Prancis, Italia, Polandia,

Spanyol, Belanda, Republik Slovakia, Kroasia, dan Serbia. Novel tersebut juga

pernah menjadi salah satu buku yang direkomendasikan oleh berbagai klub buku

(26)

Novel ) yang merupakan hasil karya seorang novelis perempuan,

Tucker Malarkey, dapat dikatakan sebagai sebuah novel yang cukup feminis. Asumsi

ini bukan hanya melihat dari jender penulisnya sebagai seorang individu, melainkan

melalui penokohan, alur cerita, bahkan pengemasan novel. Tokoh utama dan

beberapa tokoh pendukung dalam novel ini merupakan perempuan dan digambarkan

sebagai sosok dengan karakter yang cukup kuat. Alur cerita mengisahkan tentang

pencarian seorang arkeolog akan situs sosok perempuan yang sengaja dihilangkan

oleh sejarah agama Kristiani akibat ketidaksetaraan jender yang berkembang di

sistem gereja-gereja Inggris saat itu. Selain itu, sampul depan novel ini juga

menunjukkan perubahan yang sangat signifikan. Pada novel aslinya, sampul depan

mengilustrasikan gambar seorang perempuan setengah badan yang menutupi

kepalanya dengan sehelai selendang dan berlatar belakang piramida Mesir.

Sedangkan di sampul depan novel terjemahannya, gambar yang tampak hanyalah

patung $! ' dan piramida di tengah-tengah gurun pasir. Tentu saja, tidak akan ada

pembahasan mengenai sampul novel dalam penelitian ini, hanya saja hal tersebut

akan menjadi penguatan tersendiri mengapa memilih novel tersebut sebagai sumber

data utama.

Setelah melakukan pembacaan terhadap kedua novel, muncul hipotesa bahwa

ada perbedaan makna dari bahasa yang kemungkinan disebabkan oleh perbedaan

ideologi dan jender antara penulis dan penerjemah. Oleh karena itu baik secara

tersurat dan tersirat terdapat suatu fenomena perubahan gambaran perempuan yang

(27)

sistem patrilineal yang dianut oleh sebagian besar penutur asli bahasa Indonesia yang

menempatkan kaum laki-laki dengan kedudukan yang dianggap lebih tinggi daripada

kaum perempuan. Demikian pula halnya dengan fungsi kaum laki-laki dalam

masyarakat yang dianggap lebih dominan dan unggul dibandingkan dengan kaum

perempuan, atau dengan kata lain kaum perempuan ditempatkan pada posisi

subordinat.

Untuk memberikan sedikit gambaran mengenai bentuk bahasa seksis yang

yang dimaksud, berikut adalah contoh bahasa seksis dalam terjemahan yang

mengalami distorsi makna dari segi budaya:

TSu:

Bila seorang gadis berkenan di hati seorang pemuda, maka ia memberi tahu orang tuanya untuk melamar pujaan hatinya itu.

(Ragam Budaya Daerah dalam Machali, 2009: 166)

Dari penggalan TSu di atas, dapat dilihat sikap pria yang lebih ‘aktif’ dan berbanding

terbalik dengan wanita yang seolah-olah hanya bisa ‘menunggu’.

Masih menurut Machali, teks tersebut diberikan kepada beberapa mahasiswa

Australia dalam kelas penerjemahan yang sudah ditatar mengenai adat dan budaya

suku di Indonesia dan secara umum sudah memahami budaya Indonesia dan

aspek-aspek patriarkat dalam budaya tersebut.

TSa:

% ! " !

$ & $ $

(28)

Hasil terjemahan pertama menunjukkan bahwa pihak perempuan dalam TSu yang

terkesan pasif berubah menjadi aktif. Konsep liberalisasi dalam budaya barat

tercermin kuat di sini, dan mengabaikan budaya Indonesia yang sebelumnya muncul

pada TSu.

Selanjutnya adalah contoh yang diambil dari kedua sumber data dalam

penelitian ini:

TSu:

( $ 5 6 !$ " ! " &

”.

(Malarkey, 2006: 71)

Dalam novel aslinya “) ”, pengarang menggunakan kata “ ” untuk

menunjukkan kepemilikan dari “6 !$ " ”.

TSa:

“Nabi orang Islam itu kawin dengan perempuan Mesir anak seorang Koptik, satu-satunya istri yang memberinya keturunan laki-laki”.

(Malarkey, 2007: 91)

Namun yang muncul pada novel terjemahan “Kebangkitan”, penerjemah

memilih menggunakan verba ‘kawin’ yang menggantikan verba . Secara

etimologi, kata kawin berasal dari bahasa Sankskerta 7 yang kemudian diturunkan

menjadi kata 8 " 9 " dalam bahasa Jawa Kuno yang bermakna: dibawa, dipikul,

dipanggil, diemban dan diboyong (www.pondokbahasa.worpress.com). Jelas bahwa

(29)

menyebutkan & , yang berarti terjadi hubungan seksual yang

menyebabkan lahirnya seorang anak.

Berbeda dengan kata kawin, kata nikah yang berasal dari bahasa Arab

memiliki makna:

a. perkumpulan/perhimpunan

b. hubungan seksual/persetubuhan

c. perjanjian antara pria dan wanita untuk hidup sebagai suami istri dalam

perkawinan yang sah menurut agama

Apabila merunut kepada asal muasal kata nikah, maka tersirat makna

mengenai hubungan seksual (www.pondokbahasa.wordpress.com).

Perubahan arti terjadi dalam bahasa Indonesia, kawin memiliki arti:

a. Membentuk keluarga dengan lawan jenis

b. Bersuami atau beristri

c. Melakukan hubungan kelamin (untuk hewan)

d. Bersetubuh

Sedangkan nikah memiliki pengertian ikatan (akad) perkawinan yang

dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama, hidup sebagai suami

istri tanpa melakukan pelanggaran terhadap agama.

Terjadi penyimpangan yang tidak terlacak secara etimologi dan berkembang

di masyarakat. Nikah memiliki konotasi yang positif, berbanding dengan kawin yang

(30)

Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan di atas menyangkut bahasa

penerjemahan secara makro, dirasakan perlu adanya pendekatan terhadap bahasa dan

jender terhadap masalah tersebut. Adapun topik pembahasannya, dipayungi oleh

konsep bahasa seksis dalam karya sastra novel yang dikaji dari perspektif bahasa dan

jender.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini akan mengkombinasikan teori-teori

dari ranah bahasa terjemahan dan juga jender. ( $

menurut pemikiran Eugene Jacques Nida dianggap sesuai untuk

membantu menganalisis perubahan bahasa dari bahasa sumber kepada bahasa

terjemahannya terutama dari segi makna. Untuk teori jender dalam perspektif bahasa,

akan digunakan teori dari Robin Lakoff yang mengklasifikasikan bahasa sesuai

jender. Mengenai penjelasan tentang masing-masing teori akan diuraikan dalam bab

berikutnya.

:$ 0+&-&3&* &3& &

Penelitian ini hanya dibatasi pada pokok permasalahan refleksi seksisme yang

muncul dalam tataran bahasa novel ) dan novel terjemahannya,

Kebangkitan.

:" (0(3&* &3& &

Guna memperoleh hasil penelitian yang terarah, maka diperlukan adanya

perumusan masalah dari berbagai masalah yang telah berhasil diidentifikasi. Adapun

(31)

1. Bagaimanakah diksi yang digunakan oleh pelibat laki-laki dan perempuan

dalam novel ) dan novel terjemahannya?

2. Apakah bahasa dalam novel terjemahan dapat dikategorikan sebagai bahasa

seksis?

3. Bagaimanakah jenis bahasa seksis yang ditunjukkan oleh pelibat dalam novel

) dan novel terjemahannya?

:@ ('(&* * %-%&*

Tujuan penelitan dalam tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui diksi yang digunakan oleh pelibat laki-laki dan perempuan

dalam novel ) dan novel terjemahannya.

2. Untuk mengetahui apakah bahasa dalam novel terjemahan dapat

dikategorikan sebagai bahasa seksis.

3. Untuk mengetahui jenis bahasa seksis yang ditunjukkan oleh pelibat dalam

novel ) dan novel terjemahannya.

:A &*>&&- * %-%&*

:A: &*>&&- 2/%-%3

Manfaat teoretis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberi manfaat sebagai salah satu rujukan untuk merangsang penelitian lain

(32)

2. Salah satu sumbangan pemikiran untuk memperluas cakrawala pengetahuan

tentang perkembangan kajian bidang terjemahan.

:A:$ &*>&&- /&)-%3

:A:$: &*>&&- 0(0

Adapun manfaat umum dari penelitian ini adalah untuk membantu masyarakat

untuk dapat memahami akan kajian terjemahan sebagai bidang ilmu yang memiliki

ruang lingkup yang cukup luas.

:A:$:$ &*>&&- (3(3

Sedangkan manfaat khusus dari penelitian ini adalah dapat memberikan

(33)

;

;

$: &'%&* (3-&)&

Kajian pustaka memuat penelusuran atas penelitian-penelitian sebelumnya

yang dianggap bisa menjadi masukan dalam melakukan analisis penelitian. Secara

garis besar, beberapa penelitian sebelumnya yang dicantumkan dalam bab ini,

memiliki persamaan dari segi objek penelitian yaitu mengenai bahasa dan jender.

Perbedaannya muncul dari sisi teori siapa yang digunakan dalam penelitian dan objek

penelitiannya.

$: : /% &)( )3%3 4& &0 & &3& (02/

I Made Netra dalam # # : 2 ## )

8 * $ (2009) menjelaskan bahwa humor tergolong dalam bahasa

seksis yang berbentuk monologis dan atau dialogis psikoanalitis, sosial, dan persepsi

kognitif. Jika dilihat dari sasarannya, bahasa humor dapat berbentuk humor etnis,

humor seksual dan humor politik. Bentuk dan jenis bahasa humor seperti itu dipakai

untuk tujuan-tujuan atau fungsi untuk mengabaikan, merendahkan perempuan, dan

sejenisnya.

Adapun teori yang digunakan adalah formulasi dari teori humor dan linguistik

(34)

pada Wilson mengartikan bahwa humor adalah bentuk bahasa yang mengandung

kebebasan yang dapat dijelaskan dari sudut dampak emosionalnya; di samping itu

humor juga mengandung konflik, yang dapat diartikan dengan adanya dorongan

untuk saling bertentangan antara dua pelaku, dan ketidakselarasan yang merujuk pada

penjelasan kognitif.

Sedangkan teori bahasa dan jender mengacu pada Wolfram yang beranggapan

bahwa jender digunakan untuk menangkap dan menjelaskan fenomena-fenomena

kompleks sosial, budaya dan psikologi yang melekat pada seks atau jenis kelamin.

Dengan demikian, variasi bahasa yang dibangun tidak berkaitan dengan fonologi, tata

bahasa, dan leksikon, tetapi lebih berkaitan dengan semantik atau makna yang

terkandung pada bahasa yang sudah mengarah pada kepada konvensi penggunaan

variasi bahasa tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh I Made Netra tersebut pada akhirnya

menyimpulkan bahwa berdasarkan jenis komunikasinya, bahasa seksis ditemukan

dan digunakan dalam buku humor adalah komunikasi monologis dan dialogis. Selain

itu, bahasa seksis yang digunakan dalam humor antara jenis kelamin dengan jenis

kelamin tertentu dimaksudkan untuk menjadikan perempuan sebagai objek atau

merendahkan, menyepelekan, dan mengesampingkan perempuan yang dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu secara tidak langsung dengan pengandaian, dan

secara langsung antara jenis kelamin tertentu, seperti antara perempuan dengan

perempuan, antara laki-laki dengan laki-laki adalah dan antara laki-laki dengan

(35)

depan kaumnya sendiri dan terhadap laki-laki sehingga laki-laki tersebut diabaikan,

dilecehkan, dan disepelekannya.

$: :$ & &0 4&* /% &)( )3%3 4& &0 /+& &3&

Nababan (2004) melakukan penelitian mengenai wujud paham seksis dengan

judul # # : & . Aspek yang diteliti dalam

penelitian ini adalah aspek kata generik yang seksis, dan paham atau perilaku seksis

dalam berbahasa. Teori yang diterapkan adalah teori seksisme yang dipelopori oleh

Cameron (1994), Vetterling-Braggin (1982), dan Persing (1978). Untuk menunjang

penelitian ini, data yang diambil adalah data tulis yang diperoleh dari berbagai

sumber, seperti buku pelajaran bahasa Inggris SMP dan SMA, dan bahasa lisan dalam

komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun hasil analisis atau temuannya adalah sebagai berikut: Kata generik

merujuk pada manusia pada umumnya, dan oleh karena itu, kata gantinya

seharusnya atau . Sebaliknya kata dalam “A man was arrested yesterday.

He was accused of stealing money from the bank”, bukan kata generik. Oleh sebab

itu, penggunaan kata ganti yang merujuk pada kata , bukanlah kata seksis.

Demikian pula, “The women were talkative”, bukan kalimat seksis karena "

yang dimaksudkan adalah wanita tertentu. Sebaliknya “women are talkative” adalah

kalimat yang seksis karena kata " dalam kalimat tersebut merujuk pada

(36)

$: :" *,,&0+&/&* / 01(&* 4& &0 /' 0& &*

Bo li dalam penelitiannya yang berjudul ( 5 % (

8 * ; " $ $ 6 ! (" ; !3 ; !

( ; ( : * < " :

, = >? = @- berusaha menggali paradoks kesalahan penerjemahan dan interpretasi

pada terjemahan antarbudaya. Selain itu, penelitian ini juga ditujukan untuk

menuliskan kembali gambaran perempuan dalam cerita detektif Inggris yang

diterjemahkan ke dalam bahasa Cina dan mengetahui alasan sosial yang

melatarbelakanginya.

Surat kabar harian < " : diprakarsai oleh seorang pria bernama

Zheng Guangong di Hong Kong pada tahun 1905 dan mendapatkan perhatian sangat

besar dari para peneliti karena peranannya dalam proses revolusi dinasti Qing. Surat

kabar tersebut terbagi atas dua bagian yaitu, bagian berita dan tulisan-tulisan humor.

Hasil yang ditemukan adalah adanya penganiayaan terhadap gambaran wanita

yang muncul akibat manipulasi sistematis dalam proses penerjemahan yang

dilakukan oleh penerjemah. Li menggambarkan penganiayaan tersebut dalam empat

garis besar yaitu: & , & , & & ! $ , dan

&

$: :@ -(4% *4 / 4& &0 * /' 0& &*

Sastriyani dengan judul penelitian A * #?* #

(37)

dalam komik-komik Prancis yang cenderung menempatkan perempuan rendah serta

mengungkap bias-bias jender dalam komik-komik Prancis terjemahan.

Tokoh laki-laki dan perempuan yang muncul dibedakan dari sifat, aktivitas,

dan perannya. Sifat-sifat yang diberikan kepada laki-laki dalam komik tersebut adalah

cekatan dan kuat, sedangkan perempuan cenderung memiliki sifat bawel, cerewet,

dan genit. Peran publik yang digambarkan dalam komik-komik terjemahan dari

Prancis cenderung stereotip, bahkan bias jender, yang mana laki-laki lebih

mendominasi dibandingkan perempuan.

Pengkajian penelitian tersebut dilakukan dengan metode analisis isi

berdasarkan sepuluh sampel populasi komik Prancis terjemahan. Lebih lanjut, penulis

menggunakan tolak ukur stereotip peran jender dan ketidakadilan jender dalam

komik-komik Prancis.

$:$ 2*3 1

Konsep adalah sendi utama yang mendasari keseluruhan pemikiran dan

merupakan entitas mental yang bersifat universal dan merujuk pada kategori, kejadian

atau hubungan. Pemaparan konsep diperlukan untuk memberikan pemahaman makna

yang sama antara peneliti dan pembaca.

$:$: *4 /

Pembedaan jender dan seks pertama dikemukakan oleh seksiologis, John

Money pada tahun 1965. Menurutnya seks lebih berkaitan dengan aspek biologis,

(38)

pendapat Money tidak begitu dikenal luas, baru sekitar tahun 1968 seorang

psikoanalis sastra, Robert Stoller, merincikan tiga komponen pembentuk identitas

jender:

$

!3 & ' &

$ ! "

$ ”. (www.enotes.com)

Jender dan kaitannya dengan ilmu sosial budaya dikembangkan pertama kali

oleh Ann Oakley pada tahun 1972 yang mengartikan jender sebagai perbedaan yang

bukan bersifat biologis melainkan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan

yang dikonstruksi secara sosial atau diciptakan oleh manusia melalui proses kultural

yang panjang (dalam Fakih, 2004: 72). Sejalan dengan Oakley, Basow juga

mendefinisikan jender sebagai hasil konstruksi sosial.

&! $ $ &! & !

$ &! $ ! $ ”. (1992: 3)

Karena jender merupakan bentukan manusia, maka tidak bersifat kodrati dan

dapat berubah menurut waktu dan budaya tempat jender tersebut tumbuh dan

berkembang. Akan tetapi masih banyak yang memahami jender secara keliru, dan

mengganggapnya sebagai kodrat yang harus dijalani oleh perempuan dan laki-laki.

Misalnya saja dalam masyarakat yang menganut sistem patriarki pekerjaan yang

berkaitan dengan rumah tangga seperti mengasuh dan mendidik anak, memasak serta

membersihkan rumah dianggap menjadi kodrat perempuan, sebaliknya kodrat lelaki

(39)

Pembedaan peran menurut jender tersebut akan berakibat ketidakadilan jender

yang menurut Fakih menyebabkan terjadinya marginalisasi (pemiskinan ekonomi)

terhadap kaum perempuan, subordinasi pada salah satu jenis kelamin yang umumnya

adalah kaum perempuan, pelabelan negatif (stereotip) terhadap jenis kelamin tertentu

yang memicu diskriminasi ketidakadilan lainnya, kekerasan terhadap perempuan, dan

kaum perempuan cenderung mendapat beban kerja domestik yang lebih banyak dan

lebih lama dari lelaki (2004:72-75).

$:$:$ )3%30

Salah satu aspek hubungan sosial yang penting di dalam masyarakat adalah

pembagian peran berdasarkan jenis kelamin. Jika bahasa merupakan seperangkat

konvensi yang mampu merefleksikan hubungan-hubungan sosial, maka diferensiasi

jender tersebut akan tercermin juga di dalamnya. Hal ini dapat terjadi karena bahasa

memuat istilah, konsep, ataupun label yang menandai tingkah laku mana yang pantas

bagi laki-laki dan mana yang pantas bagi perempuan (Budiman dalam Susanto, 1992:

73)

Untuk menunjang pengertian seksisme, berikut dipaparkan beberapa

penjelasannya:

1. Seksisme merupakan suatu paham atau sistem kepercayaan yang mempercayai

adanya fenomena yang masih menganggap jenis kelamin tertentu (laki-laki) lebih

unggul dari jenis kelamin lainnya (perempuan). Hal tersebut terlihat dari bentuk

bahasa yang dipakai oleh laki-laki dalam berkomunikasi atau dari monolog

(40)

yang jelek atau dengan benda-benda yang secara pragmatis dan metaforis

mengandung nilai-nilai negatif tentang perempuan (Cobuild English Dictionary,

1997: 1512).

2. Seksisme tidak hanya terbatas pada paham tetapi juga pada praktek-praktek yang

meneguhkan dominasi dan diskriminasi terhadap jenis kelamin tertentu, yaitu

kaum laki-laki terhadap kaum perempuan atau bisa juga kaum perempuan sendiri

yang melakukannya terhadap kaumnya sendiri atau sesamanya (Cameron dalam

Nababan, 2004:156).

3. Seksisme memandang bahwa ketidaksetaraan kaum laki-laki dan perempuan tidak

saja terjadi dalam berbagai aktivitas kehidupan, namun juga terlihat melalui

bahasa baik secara verbal maupun nonverbal (Persing dalam Nababan, 2004:

156).

Seksisme dalam berbahasa menjadi instrumen yang merekam asumsi-asumsi

yang diyakini oleh masyarakatnya mengenai bagaimana seharusnya seorang laki-laki

(41)

$:$:" /0 * (-%)& &4&0 /

Secara umum, dunia hermeneutika berkaitan dengan penafsiran atau

pemahaman akan sesuatu. Penafsiran tersebut tidak bisa terlepas dari teks. Oleh

karena itu dapat dikatakan bahwa bahasa, teks, dan hermeneutika adalah satu

kesatuan. Bleicher memaparkan bahwa tugas utama hermeneutika adalah memastikan

isi dan makna sebuah kata, kalimat, teks dan sebagainya serta menemukan

instruksi-instruksi yang terdapat di dalam bentuk-bentuk simbolis (2003: 5).

Dalam pandangan klasik, hermeneutika mengingatkan pada apa yang ditulis

Aristoteles dalam 8 atau 5 $ Yaitu bahwa kata-kata

yang diucapkan oleh individu adalah simbol dari pengalaman mentalnya, dan

kata-kata yang ditulis adalah simbol dari kata-kata-kata-kata yang diucapkan itu 1.

Banyak tokoh yang memberikan sumbangan terhadap perkembangan

hermeneutika, salah satunya adalah Hans-Gadamer. Hermeneutika yang

dikembangkan oleh Gadamer yaitu tidak memberikan pemahaman makna yang selalu

seiring sejalan sesuai yang dimaksudkan oleh pengarang. Menurutnya makna suatu

teks akan tetap terbuka dan tidak terbatas. Karenanya, interpretasi atau pemahaman

tidak bersifat reproduktif melainkan produktif.

Jika dikaitkan dengan dunia penerjemahan maka seorang penerjemah tidak

akan bisa melepaskan diri dari situasi historis tempat dia berada. Artinya suatu teks

tidak terbatas pada masa teks tersebut ditulis, tetapi memiliki keterbukaan makna

1

* 8 # .

(42)

untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Oleh sebab itu, pekerjaan

menerjemahkan atau menginterpretasi adalah proses yang tak pernah selesai atau

berkelanjutan. Menurut Hardiman (dalam Hidayat, 2010) makna teks bukanlah

makna bagi pengarangnya, melainkan makna bagi siapapun yang membacanya,

sehingga proses penafsiran adalah proses kreatif.

Dalam pandangan Gadamer proses pemahaman merupakan peristiwa historis,

dialektika dan linguistik (Bleicher, 2003: 157-167). Historis yang dimaksud berkaitan

dengan teks dan memiliki tiga kerangka waktu yang mengitarinya yaitu masa lampau

tempat teks tersebut lahir dan dipublikasikan, masa kini yang meliputi prasangka

penafsir, dan masa depan yang menjadi nuansa baru teks (Hidayat, 2010). Bagi

Gadamer penting untuk memasukkan unsur prasangka dalam memahami atau

menafsirkan teks. Yang perlu digarisbawahi adalah bukan untuk menjadikan proses

pemahaman menjadi subjektif dan tidak kritis. Sehingga perlu adanya pembedaan

antara prasangka yang rasional dan yang tidak, serta antara prasangka yang sah dan

prasangka yang tidak sah. Selain itu, perlu mengakui keterlibatan tradisi yang akan

membantu proses pemahaman.

Sementara itu dialektika mengacu pada tugas utama penafsir adalah

memahami pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam sebuah teks. Dalam

menghadapi pertanyaan yang diajukan teks tersebut, penafsir harus menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari dirinya sendiri sehingga

kemungkinan-kemungkinan makna yang lain akan terbuka (Bleicher, 2003: 167). Dengan kata lain,

(43)

kehidupan penafsir di masa kini. Linguistik menurut Gadamer mengandung

pengertian bahwa elemen bahasa memiliki peranan sangat penting dalam proses

penafsiran karena bahasa merupakan media penghubung antara konteks historis dan

masa kini.

Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti yang memposisikan diri sebagai

penafsir berangkat dari prasangka akan adanya perbedaan visualisasi perempuan

dalam teks. Untuk menemukan jawaban atas prasangka tersebut, maka perlu adanya

pemahaman mengenai konteks historis yang akan didapat dengan mengaitkan produk

terjemahan dengan budaya Jawa yang merupakan budaya asal penerjemah.

$:$:@ / 01(&* 4& &0 (4&.& &8&

Setiap masyarakat menciptakan dan mengembangkan kebudayaan sebagai

tuntunan yang memandu kehidupan, sesuai dengan lingkungan sosial dan fisik di

wilayahnya masing-masing. Budaya sebagai tuntunan kehidupan tersebut

dimanifestasikan pada aspek-aspek kehidupan sebagai perwujudan dari kesamaan

budaya maupun identitas yang dimiliki sebagai bagian dari anggota masyarakat

tersebut.

Sebagai suku bangsa terbesar di Indonesia suku Jawa tersebar di daerah Jawa

Timur dan Jawa Tengah menghasilkan budaya Jawa. Menurut Susanto (1992) budaya

Jawa sangat mengutamakan keseimbangan, keselarasan, keserasian, semua unsur

hidup dan mati harus harmonis, saling berdampingan dan mencari kecocokan oleh

sebab itu keluarga Jawa juga mengutamakan keselarasan yang harmonis tanpa adanya

(44)

Keluarga Jawa mendidik anak perempuan sejak kecil untuk menjadi ibu dan

istri yang berbakti pada suami. Untuk itu anak perempuan banyak dibekali

pengetahuan-pengetahuan praktis untuk mengurus rumah tangga sedangkan anak

laki-laki dipersiapkan untuk bertanggung jawab terhadap isteri dan anak-anaknya.

Secara tradisional, aktivitas di dapur, seperti memasak dan aktivitas lain yang

terkait dengan itu dalam masyarakat Jawa dipandang sebagai pekerjaan perempuan

(Hersri dalam Suyanto, 2010). Oleh karena itu, dalam masyarakat Jawa hidup istilah

" " " # # # # # ‘pekerjaan perempuan adalah

‘berdandan, memasak, beranak’. Istilah lain terkait pekerjaan perempuan adalah

" " " #3 ? & ? & ? ‘pekerjaan

perempuan: mencuci piring, gelas, peralatan dapur lain, mencuci pakaian, terlentang

(melayani seksual laki-laki, suami).

Secara tegas dalam masyarakat Jawa dikatakan bahwa wilayah kerja

perempuan adalah $ # . Dengan demikian pekerjaan terkait wilayah

tersebut adalah memasak, mencuci (piring, gelas, peralatan dapur lain), mencuci

(pakaian), dan merapikan kamar tidur serta melayani seksual laki-laki. Oleh karena

itu, Hersri manganalogikan dengan ungkapan sarkatis bahwa perempuan ibarat "

# # & #‘ siang menjadi sandal (artinya pesuruh dan sejenisnya) dan ketika

malam menjadi alas tidur (pelayan seksual) suami (dalam Suyanto, 2010).

Kultur Jawa juga dikenal dengan kultur yang memiliki sifat momot (memuat).

Sifat ini menjadikan kultur Jawa tak hanya menjadi ideologi bagi masyarakatnya tapi

(45)

hal-hal yang bertentangan maupun hal-hal-hal-hal baru. Berfungsinya kultur jawa sebagai

ideologi akan selalu memunculkan kepentingan untuk mempertahankan sistem kultur

yang sudah ada apabila terjadi penetrasi dari luar (Handayani & Novianto, 2004). Hal

ini menyebabkan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Jawa masih banyak

dipegang dan dijadikan pedoman hidup bagi orang tua pada keluarga Jawa dalam

memandang dan menempatkan perempuan.

Meskipun sampai saat ini budaya Jawa masih cukup kuat bertahan, namun

pernah satu masa mengalami masa kritis. Defeodalisasi yang dilakukan oleh

pemerintah kolonial Belanda menyebabkan banyaknya unsur-unsur peradaban Barat

yang masuk ke wilayah kerajaan di Jawa. Norma-norma dan nilai-nilai tradisional

bergeser dan mengalami erosi. Krisis ini mendorong pujangga-pujangga istana untuk

membantu mengatasi krisis dengan menulis serat-serat (kitab-kitab) yang berisi

pendidikan moral tradisional Jawa, bahkan Sunan Pakubuwono IV dan Pangeran

Mangkunegara IV juga ikut serta dalam penulisan. Serat-serat tersebut diharapkan

dapat menjadi pegangan hidup dengan tujuan melestarikan norma dan nilai

tradisional Jawa dan dapat mengangkat kembali harkat dan martabat kerajaan.

Salah satu pedoman yang digunakan kaum perempuan Jawa dalam kehidupan

adalah Serat Candrarini yang awalnya hanya ditujukan untuk perempuan yang berasal

dari keluarga ningrat. Serat Candrarini terdiri atas dua jenis yang dibedakan dari sisi

penulisnya, yaitu Serat Candarini Mangkunegaran dan Serat Candrarini

Ranggawarsitan. Serat Candrarini yang digunakan dalam penulisan tesis ini ditulis

(46)

Surakarta yang terdiri atas $ , $ , $ 2 , dan

$ * .

Serat tersebut adalah tuntuan perilaku bagi perempuan dalam kehidupan

rumah tangga poligami. Saat itu feodalisme masih berjaya dan praktik poligami

menjadi lumrah. Dari penguasa tertinggi hingga rakyat jelata melakukan poligami.

Namun dalam perkembangannya, serat ini menjadi penuntun perilaku perempuan dari

berbagai kalangan. Serat tersebut menegaskan posisi perempuan yang menjadi

subordinat laki-laki dan melekat pada perempuan secara umum, bahkan hingga kini.

$:$:A

%+&-Makna pelibat dapat dikatakan sangat erat kaitannya dengan konsep linguistik

karena dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pelibat tidak ditemukan. Beberapa

kata yang terikat dengan kata dasar libat adalah berlibat, berlibat-libat, melibat,

melibatkan, terlibat, keterlibatan, dan pelibatan.

Menurut konteks situasi menurut Halliday (dalam Sinar, 2010: 58) adalah

variabel kontekstual yang mengkarakterisasikan fungsi ekstrinsik konteks situasi dan

berhubungan dengan siapa yang berperan, kondisi alami pelibat, status dan peranan

mereka: hubungan peranan apa yang ditemukan, termasuk hubungan permanen atau

sementara antara satu dengan yang lain. Seluruh jenis ucapan yang mereka lakukan

dalam dialog dan ikatan hubungan sosial signifikan yang melibatkan mereka.

Meskipun penggunaan istilah pelibat identik dengan konsep konteks situasi,

namun pelibat yang dimaksudkan dalam penelitian ini sebatas menunjuk pada orang

(47)

mengkaitkan dengan konteks situasi secara penuh seperti yang dipaparkan oleh

Halliday.

$:" &*4&3&* 2/%

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bab ini akan menjelaskan

mengenai teori yang digunakan dalam penelitian. Kolaborasi dari teori dalam bidang

bahasa dan jender yang tentunya masih dalam perspektif bahasa akan digunakan demi

menjadikan penelitian ini benar-benar objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.

$:": 2/%* "

Kajian terjemahan merupakan kajian yang berkaitan dengan banyak disiplin

ilmu, seperti yang dikemukakan oleh Munday:

( " $ !

! $ :!

$ ! $

$ $ ! !$ ”. (2001: 1)

Pendekatan dari bidang linguistik terhadap teori-teori terjemahan yang

berfokus pada makna, kesepadanan dan pergeseran muncul sekitar 50 tahun yang

lalu. Sebelumnya praktek-praktek penerjemahan seperti penerjemahan kitab suci

memang sudah berlangsung lebih dari seribu tahun yang lalu, namun belum

menjadikan praktek tersebut sebagai sebuah kajian ilmu.

Beberapa ahli linguistik yang ikut memberi sumbangsih pada dunia

penerjemahan adalah Roman Jakobson, Newmark, Koller, Jean-Paul Vinay, Jean

(48)

Roman Jakobson yang dikenal sebagai salah satu tokoh formalisme, yaitu

paham yang menganggap seni sebagai sebuah aktivitas manusia yang otonom,

permanen, mandiri dan sinambung yang tidak memerlukan hal-hal lain di luar dirinya

(Hasanudin, 2006: 30), melihat penerjemahan dengan pendekatan sifat makna

linguistik dan padanan kata, serta membagi terjemahan ke dalam tiga kelompok yaitu

intralingual, interlingual, dan intersemiotik. Newmark membagi terjemahan menjadi

terjemahan semantik dan komunikatif. Sedangkan Vinay dan Dalbernet memandang

terjemahan dari pendekatan kontrastif yang menghubungkan faktor sosial budaya dan

pragmatik (Munday, 2001: 9).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan

menurut Nida. Menurutnya (1964:12) penerjemahan merupakan upaya mereproduksi

bahasa sasaran yang sepadan dengan bahasa sumber, yang dilihat dari segi makna dan

(49)

(

( ' (

! )

(

&,&* $: /23 3 * /' 0& &* %4&(1982: 33)

Inti proses pengalihan makna dari BSu ke BSa seperti yang terlihat pada

bagan di atas menurut Nida ada pada makna bukan pada bentuk. Menurutnya,

penerjemahan berdasarkan bentuk akan menghasilkan terjemahan yang mengandung

fitur-fitur bentuk teks sumber. Terjemahan semacam ini menimbulkan distorsi pada

pola gramatikal dan gaya bahasa sasaran sehingga menimbulkan distorsi makna.

Untuk menghindari banyaknya penyimpangan makna maka seorang penerjemah

wajib memahami dan menguasai baik BSu maupun BSa, bukan hanya dari sisi

kebahasaan seperti morfologi, sintaksis, atau semantik tapi juga dari sisi budaya.

Penerjemahan antarbahasa tak jarang memunculkan masalah berkaitan dengan

pencapaian derajat persetaraan ( $ ) dan perpadanan ( 0 ).

Persetaraan dirujukkan kepada aspek bentuk bahasa, sedangkan perpadanan

dirujukkan kepada realisasi makna yang terkandung dalam bentuk bahasa.

Salah satu teknik yang diterapkan Nida untuk mendapatkan kesepadanan

makna antara bahasa sumber dan bahasa sasaran adalah dengan melakukan

(50)

Penambahan yang dimaksud adalah penambahan informasi dalam terjemahan dengan

tujuan-tujuan tertentu, misalnya adanya ketaksaan atau keambiguan dalam bahasa

sasaran yang apabila tidak diberikan penjelasan akan disalahartikan oleh pembaca

(1964: 227). Sebagai contoh, kata dalam kajian Tannen adalah pejuang pria

namun diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai ‘para pria’. Alasannya

adalah bahwa kata tidak merepresentasikan pria secara umum melainkan pria

Amerika tertentu yang menjadi fokus dari kajian Tannen. Sangat dianjurkan bagi

penerjemah untuk menambahkan kata Amerika pada terjemahan Indonesia demi

menghindari kesalahan interpretasi dari pembaca yang berasal dari Indonesia

(Nababan, 2003).

Penambahan informasi juga diperlukan mengingat pergeseran bentuk dan

perubahan kelas kata untuk menghindari misinterpretasi (Nida dalam Nababan: 2).

Sebagai contoh, kata dalam kalimat 5 ! adalah bentuk kalimat aktif.

Namun apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kelas kata harus diubah

menjadi pasif yaitu ‘tersayat’ (" ) dan diberikan penambahan yaitu kata ‘pisau’:

‘jari saya tersayat pisau’, sehingga dapat dipahami bahwa kejadian dalam kalimat di

atas adalah sebuah kecelakaan atau ketidaksengajaan.

Di sisi lain, dalam penerjemahan, pengurangan juga terkadang diperlukan

untuk menghindari pemborosan dan keganjilan (Nida, 1964: 228). Teknik ini sering

digunakan apabila bahasa sumber cenderung berlebihan. Sebagai contoh, konsep

jamak dalam bahasa Inggris terbentuk secara morfologi ( / , / )

(51)

benda jamak didahului oleh penentu yang juga sudah menunjukkan jamak (

& # , $ ). Untuk menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, ekspresi

‘ganda’ semacam ini harus dihilangkan. Lazimnya, konsep jamak dalam bahasa

Indonesia terbentuk secara leksikal yang tersusun dari kata ulang benda bersangkutan

‘buku-buku’ (& #?& #) ata dengan menambahkan kata tunjuk yang mengacu pada

ukuran seperti ’beberapa’ ( ) atau ‘tiga’ ( ) (Nababan, 2003).

Teknik lain yang digagas oleh Nida adalah analisis struktur semantik yang

dimaksudkan sebagai cara untuk mejelaskan ambiguitas, menghindarkan

bagian-bagian yang tak jelas dan mengidentifikasi perbedaan-perbedaan budaya (dalam

Setia, 2007:3).

Berkenaan dengan padanan, Nida memberikan dua orientasi dasar atau tipe

padanan, yaitu (1) padanan formal, dan (2) padanan dinamis (1964: 159). Padanan

formal memfokuskan perhatiannya pada pesan itu sendiri, baik bentuk maupun isi

pesan dalam bahasa penerima harus mencocokkan sedekat mungkin unsur-unsur yang

berbeda dalam bahasa sasaran dan diorientasikan pada struktur TSa, yang

menggunakan pengaruh kuat dalam menentukan akurasi dan kebenaran.

Padanan dinamis berdasarkan pada prinsip pengaruh padanan yang hubungan

antara penerima dan pesan secara substansi sama seperti yang ada antara penerima

aslinya dengan pesan bahasa sumber dan bertujuan mencari padanan alami yang

(52)

$:":$ 2/% & &3& 4&* *4 /

Paradigma dalam perilaku sosial seksis dinamakan jender. Memahami

persoalan jender bukanlah sebuah perkara mudah, karena memerlukan berbagai

kajian yang memberikan pemahaman akan jender secara menyeluruh. Kajian-kajian

ini biasanya berkaitan dengan ilmu-ilmu sosial yang akhirnya mendorong munculnya

berbagai teori sosial yang merupakan awal dari teori-teori jender atau sering juga

disebut dengan teori feminisme.

Sebelum melangkah lebih jauh membahas teori antara bahasa dan jender,

perlu adanya kesepahaman mengenai perbedaan jender dan feminisme. Kedua hal ini

tersebut jelas sangat berbeda namun saling berkaitan.

Nancy F. Catt (dalam Nunuk, 2004.a: xxvii) mengungkapkan bahwa

pengertian feminisme mengandung 3 komponen yaitu:

a) Suatu keyakinan bahwa tidak ada perbedaan yang berdasarkan seks ( ' 0 !),

yakni menentang adanya posisi hierarkis antara jenis kelamin. Persamaan hak

terletak pada kuantitas dan kualitas. Posisi relasi hierarkis menghasilkan $

dan .

b) Suatu pengakuan bahwa dalam masyarakat telah terjadi kontruksi sosial yang

merugikan perempuan.

c) Feminisme menggugat perbedaan yang mencampuradukkan seks dan jender

sehingga perempuan dijadikan sebagai kelompok tersendiri dalam masyarakat.

Feminisme pada dasarnya memiliki relasi erat dengan jender sebagai

(53)

Gerakan feminis secara leksikal, berarti gerakan wanita yang menuntut persamaan

hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria.

Menurut Eckert and McConnel-Ginet (dalam Sinar, 2004: 3), kajian mengenai

bahasa jender secara khusus mengasumsikan dua hal pokok yaitu asumsi tentang

adanya bahasa seksis dan adanya metodologi pengkajian jender. Bahasa perempuan

misalnya lebih mencerminkan konservatisme, prestise, mobilitas, keterkaitan,

sensitivitas, dan solidaritas, sedangkan bahasa laki-laki sebagai bandingannya terikat

pada hal ketangguhan, persaingan, kemampuan hierarki dan sejenisnya.

Untuk mengetahui sejauh mana perbedaan yang muncul antara TSu

() ) yang merupakan hasil tulisan dari novelis perempuan dan TSa

(Kebangkitan) yang merupakan produk terjemahan dari penerjemah pria maka perlu

menggunakan teori bahasa dan jender sebagai parameternya. Teori bahasa dan jender

yang digunakan mengacu pada apa yang dikemukakan oleh Lakoff dalam

% 1 . Teori Lakoff yang mencuat pada tahun 1975 merupakan bagian

dari gelombang I linguistik feminis dan bisa dikatakan sebagai pelopor dari kajian

yang memusatkan pada bahasa dan jender.

Lakoff mengklasifikasikan bahasa-bahasa yang cenderung lebih sering

digunakan oleh jender tertentu (perempuan) dibandingkan jender lainnya (lelaki).

Menurutnya, bahasa yang digunakan oleh jender perempuan adalah sebagai

berikut:

a. Sangat memperhatikan sopan santun dalam berbahasa

(54)

c. Menghindari pemakaian kata-kata yang kasar

d. Banyak menggunakan 0

e. Sering menggunakan intonasi yang meninggi

f. Banyak menggunakan kata sifat yang tanpa makna

g. Senang menggunakan istilah warna

(Lakoff, 2004: 43-75)

Sebaliknya, bahasa yang digunakan kaum pria cenderung tepat pada sasaran

atau tidak bertele-tele, berterus terang, intonasi datar, dan murni kognitif atau tidak

(55)

Seperti yang telah ditekankan dalam pembatasan masalah, data-data yang

akan dipaparkan pada bab ini hanya yang berkaitan dengan bahasa seksis. Selain itu,

data-data akan dikelompokkan menurut bahasa yang cenderung digunakan oleh kaum

perempuan yang dipilih karena adanya tendensi lain berupa perubahan peran atau

rasa. Pengelompokkan tersebut disesuaikan dengan apa yang telah dikemukakan oleh

teori bahasa dan jender Lakoff. Selain itu, penambahan dan pengurangan dalam

terjemahan juga akan dipaparkan sesuai dengan teori terjemahan yang digagas oleh

Nida.

Dari dua sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, berhasil dilakukan

identifikasi awal dengan jumlah temuan data sebanyak 441 teks. Data awal tersebut

kemudian disaring kembali dengan pembacaan berulang serta identifikasi guna

mendapatkan hasil yang tepat sesuai sasaran yang diinginkan. Total data terakhir

adalah 130 teks yang terdiri dari kata, frasa, klausa, maupun kalimat.

Lakoff sebagai salah seorang linguistik feminis membagi beberapa cara

berbahasa yang lazim digunakan oleh perempuan. Oleh karenanya untuk mengetahui

bahasa seksis dalam kedua sumber data, teori Lakoff digunakan sebagai alat bantu.

Sedangkan alat bantu lain yang digunakan untuk menganalisis diksi adalah kamus,

(56)

@: *& %3%3 %)3%

@: : %)3% &*-&/

%+&-Menurut KBBI (2008: 328), diksi berarti pilihan kata yang tepat dan selaras

(dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek

tertentu (seperti yang diharapkan).

Sedangkan menurut Keraf (2002: 24) ada beberapa hal penting yang berkaitan

dengan diksi, yaitu:

· Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang harus dipakai

untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan

kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan, dan gaya mana yang

paling baik digunakan dalam suatu situasi.

· Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat

nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk

menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki

kelompok masyarakat pendengar.

Setiap diksi dalam bahasa yang dipergunakan dalam proses komunikasi, baik

secara formal maupun informal, mempunyai tingkatan rasa dan pemahaman bagi

orang yang mendengarkannya. Kesalahan pemilihan diksi untuk mengungkapkan

sesuatu, dapat berakibat fatal terhadap maksud dan tujuan atau disebut dengan

distorsi makna. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah banyaknya istilah

(57)

digunakan. Hal ini menimbulkan kerancuan tentang diksi mana yang sebaiknya

dipergunakan untuk mengungkapkan sesuatu.

Sedikit banyak terdapat perbedaan diksi yang digunakan dalam novel

) dan Kebangkitan. Untuk memahami perbedaan diksi yang direfleksikan

dalam kedua sumber data, penjelasan mengenainya akan dibagi atas beberapa bagian

yakni diksi antar pelibat perempuan dan lelaki dari masing-masing novel.

9&< %+&- / 01(&* 4& &0

Dalam ) , terdapat tiga pelibat perempuan yaitu Gemma Bastian

sebagai tokoh utama sekaligus narator, Nailah Lazar, serta Angela Dattari. Persona

perempuan lainnya hadir bukan sebagai pelibat melainkan sosok-sosok perempuan

suci yang tertulis dalam teks-teks kuno, seperti Perawan Maria, Dewi Isis, Dewi

Inanna, Yunia, dan Maria Magdalena juga sosok yang hanya muncul dalam ingatan

Gemma yaitu ibunya serta Lucy.

Malarkey membedakan diksi yang digunakan oleh pelibat perempuan dan

laki-laki dalam penulisan novelnya. Sejauh pengamatan yang dilakukan, pelibat

perempuan tidak menggunakan diksi yang kasar, misalnya berupa umpatan.

Seperti teks berikut:

B5 ( # " ! CD $$ & "

Situasi yang melatarbelakangi ekspresi pelibat perempuan (Gemma) adalah

(58)

antik. Gemma yang mencoba mencari tahu apa yang dijual ayahnya kepada Mr. Eid

harus menelan kenyataan pahit dengan tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan.

Bahkan Mr.Eid pergi begitu saja dan mengutus seorang pria berbadan besar, berkulit

legam, dan berwajah penuh luka untuk menakuti Gemma agar segera hengkang dari

tokonya. Kalimat ( # " ! + adalah ungkapan kesal yang teramat sangat yang

dirasakan Gemma kepada Mr. Eid. Hal tersebut juga didukung oleh ekspresi Gemma

saat itu yang ditulis pada teks-teks selanjutnya.

Eufemisme sebagai salah satu ciri khusus bahasa perempuan seolah

benar-benar dijadikan patokan oleh Malarkey dalam mencitrakan pelibat perempuan.

Ekspresi jengkel yang dirasakan oleh Gemma diwakilkan dengan menggunakan

bahasa yang tidak menghilangkan kesan elegan dari pelibat itu sendiri.

Konteks situasi yang tidak menggambarkan kekesalan tetapi lebih mengarah

pada ketidakacuhan juga menghindari pemakaian diksi yang tidak sopan. Seperti

beberapa teks di bawah ini:

51 ,

Teks tersebut diucapkan Gemma dan merupakan bentuk pengabaian terhadap

larangan Anthony untuk menemui Eid. !" ! mengandung pengertian "

! $$ 2 (Oxford,

1995: 45). Sesuai dengan pengertian yang dimiliki !" !, teks yang diucapkan

Gemma merupakan bentuk penguatan atas perkataannya untuk mendatangi Eid guna

(59)

5 ( . 51 5 " # "

Sementara itu, bentuk pengabaian lain yang dilakukan Gemma terlihat dari

percakapannya dengan Michael. Sebelumnya, Gemma menanyakan respon apa yang

harus dia berikan jika David atau Nailah menyoalkan wajahnya yang lebam setelah

pulang berpergian bersama Michael. Akan tetapi pada akhirnya Gemma memutuskan

untuk tidak terlalu memusingkan jawaban apa yang akan digunakan, cukup menjawab

sekenanya saja.

Namun demikian, tidak berarti Malarkey benar-benar sama sekali

menghindari penggunaan makian atau umpatan oleh pelibat perempuan. Terdapat

beberapa diksi yang dirasakan kasar namun jumlahnya terlalu sedikit apabila

dibandingkan dengan keseluruhan bahasa eufemisme yang sifatnya mayoritas.

- C ( 5 C

Umpatan yang diucapkan oleh Gemma berkaitan dengan

kekesalannya terhadap diri sendiri yang tidak mampu membaca tulisan koptik dalam

fragmen papirus yang dimilikinya.

9+< %+&- / 01(&* 4& &0 +&*,)%-&*

Berbanding terbalik dengan apa yang muncul pada novel ) , dalam

terjemahannya Subiyanto tidak memberikan banyak ruang bagi diksi-diksi eufemisme

yang menjadi karakter penulisan Malarkey. Bahkan perubahan terjemahan yang

dilakukan guna menstimulasi naik turunnya emosi pembaca terkesan jauh berbeda

Gambar

Tabel 4.1 : Data Penggunaan Bahasa Sopan ................................................
Gambaran yang sama juga tampak pada teks berikut:
gambaran bagaimana bahasa masih menjadi ruang ekspresi bagi lingkungan sosial

Referensi

Dokumen terkait

PDB dapat digunakan sebagai variabel independent (eksogen) yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan alasan bahwa angka PDB dapat menunjukkan nilai tambah yang dihasilkan

Walau akhirnya saya sampai ke tempat tersebut, saya menyadari penyebab masalah adalah karena tidak membawa peta dan informasi memadai tentang area tersebut, sehingga saya

Masyarakat dan Organisasi Tangguh Bencana Kabupaten Sumbawa SKALA PRIORIT AS RENCANA WAKTU N0 RENCANA AKSI ( TAHUN 2017) sosialisasi Peda Nomor 5 tahun 2016 ke OPD dan

Fungsi keberadaannya di dalam kehidupan manusia juga menjaga manusia dari gangguan jin, maka walaupun jin itu tidak dapat dikeluarkan lagi dari jasad manusia, keberadaan

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Anggara, 2016) yang membandingkan antara pemberian paracetamol pre sirkumsisi dan ibuprofen post

The article is divided into three sections: an overview of why some candidates do not pass the Paper F8 exam, an explanation of how to obtain marks in knowledge and

Hasil pemeriksaan terhadap ketersediaan dokumen angkutan hasil hutan yang sah dalam periode bulan Februari 2017 sampai dengan Januari 2018 Auditee menerima bahan baku

Pertimbangan Majelis Hakim tidak mencerminkan syarat sahnya perjanjian didalam Pasal 1320 KUHPerdata karena tidak dipertimbangkannya ketentuan kepatutan pada Pasal