• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemunduran Mutu Ikan Baronang (Siganus Javus) Pada Penyimpanan Suhu Chilling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemunduran Mutu Ikan Baronang (Siganus Javus) Pada Penyimpanan Suhu Chilling"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

KEMUNDURAN MUTU IKAN BARONANG (

Siganus javus

)

PADA PENYIMPANAN SUHU

CHILLING

AISYAH FATRIANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kemunduran Mutu Ikan Baronang (Siganus javus) pada Penyimpanan Suhu Chilling adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015 Aisyah Fatriani NIM C34110075

(4)
(5)

ABSTRAK

AISYAH FATRIANI. Kemunduran Mutu Ikan Baronang (Siganus javus) pada Penyimpanan Suhu Chilling. Dibimbing oleh MALA NURILMALA dan NURJANAH.

Ikan baronang hidup di perairan mangrove hingga terumbu karang dengan kedalaman mencapai 6 meter. Biasanya ikan baronang dijual dalam kondisi yang segar. Teknik penanganan ikan yang paling umum dilakukan untuk menjaga kesegaran ikan adalah penggunaan suhu rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kemunduran mutu ikan baronang dari Kepulauan Seribu yang disimpan dengan menggunakan es. Perbandingan ikan dan es yang dipergunakan adalah 1:1. Penentuan kesegaran ikan baronang pada penelitian ini dilakukan berdasarkan pengujian pH, TVB, dan TPC. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam sekali selama 3 hari. Nilai pH mengalami penurunan pada penyimpanan hari ke-2 dan hari ke-3. Nilai TVB ikan baronang pada hari pertama yaitu 10,57 mg N/100 g. Nilai tersebut menunjukkan ikan pada awal penyimpanan masih dalam keadaan segar. Jumlah total mikroba setelah penyimpanan 3 hari mengalami peningkatan menjadi 7,48 log CFU/g. Ikan baronang setelah penyimpanan 3 hari masih layak untuk dikonsumsi berdasarkan nilai pH dan TVB.

Kata kunci: Ikan baronang, kesegaran ikan, pH, TVB, TPC

ABSTRACT

AISYAH FATRIANI. Deterioration of rabbitfish (Siganus javus) in the chilling temperature storage. Supervised by MALA NURILMALA and NURJANAH.

Rabbitfish lives in waters of the mangrove to the reef at a depth of 6 meters. Rabbitfish usually is sold in a fresh condition. Generally, fish handling technique to maintain the freshness of the fish is the use of low temperature. This study aimed to determine baronang fish quality deterioration from the Seribu Island using ice. The ratio of ice and fish was 1:1 (w/w). Determination of rabbitfish freshness was conducted by pH, TVB, and TPC measurements. Observation was every 24 hours for 3 days. The pH value decreased at the 2nd day and the 3rd day. TVB value of rabbitfish on the first day was 10.57 mg N/100 g. This value indicated the fish was still fresh. The total number of microbes after 3 days of storage increased to 7.48 log CFU/g. Rabbitfish after 3 days storage was still suitable for consumption based on the pH and TVB values.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

KEMUNDURAN MUTU IKAN BARONANG (

Siganus javus

)

PADA PENYIMPANAN SUHU

CHILLING

AISYAH FATRIANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)
(11)

Judul Skripsi : Kemunduran Mutu Ikan Baronang (Siganus javus) pada Penyimpanan Suhu Chilling

Nama : Aisyah Fatriani NIM : C34110075

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Mala Nurilmala SPi MSi

Pembimbing I Prof Dr Ir Nurjanah MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso MSi Ketua Departemen

(12)
(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Kemunduran Mutu Ikan Baronang (Siganus javus) pada Penyimpanan Suhu Chilling” dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Institusi yang didanai oleh Dikti.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada:

1 Dr Mala Nurilmala SPi MSi dan Prof Dr Ir Nurjanah MS selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis.

2 Dr Ir Ruddy Suwandi MS M-Phil dan Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb Dipl-Biol sebagai dosen penguji dan komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan atas masukan dan nasihat untuk kesempurnaan skripsi ini. 3 Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil

Perairan.

4 Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku Ketua Program Studi Departemen Teknologi Hasil Perairan.

5 Seluruh dosen dan staf akademik Departemen Teknologi Hasil Perairan, terima kasih atas bimbingan, arahan, kerja sama, dan ilmu pengetahuan yang diberikan.

6 Orangtua (Ayah Mattobi’i dan Ibu Martini Yulia) dan keluarga tercinta terutama kedua adik saya (Azi Alfarabi dan Annisa Humairah Rahma) yang tak pernah berhenti memberikan doa serta dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.

7 Tendy Roskananda atas bantuan, semangat dan motivasi yang diberikan selama penelitian.

8 Teman-teman satu perjuangan penelitian (Fitria, Nafisa, Ayu R, Asya, Bram, Gigih, Pipit, Kak Lita, Kak Anjar) atas bantuannya serta dukungannya selama ini.

9 Ayumi Yusida, Aziza Nova, Siti Restiani, Fianita NU, Adilla SB, Aulia Izdihar, Nafisa QA, Gesti Rizka, Annisa Ulfa, Intan Nabila, Bagja Adhitia, M Baiquni B, Eki Fikri atas bantuan dan motivasi yang diberikan selama penelitian.

10 Ibu Emma, Mas Ipul, Mas Paqih dan Mba Dini yang telah banyak membantu penulis.

11 Anita, Yulya, Arum, Carla, Dita, Reni, Tasya dan Keluarga IKAMUSI yang telah memotivasi dan memberi semangat dalam penelitian ini.

12 Keluarga Besar THP 48 yang telah banyak membantu penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini terdapat banyak kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan penelitian ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

Ruang Lingkup Penelitian ... 2

METODE Waktu dan Tempat ... 2

Bahan ... 3

Alat ... 3

Prosedur Penelitian ... 3

Prosedur Analisis ... 4

Analisis derajat keasaman (pH) ... . 4

Analisis total volatile base (TVB) ... 5

Analisis jumlah total mikroba ... 5

Analisis Data ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran dan Rendemen Ikan Baronang ... 6

Derajat Keasaman pH Ikan Baronang ... 8

Total Volatile Base (TVB) Ikan Baronang ... 9

Total Mikroba Ikan Baronang ... 11

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 13

Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

LAMPIRAN ... 19

(16)

DAFTAR TABEL

1 Hasil pengukuran dan bobot ikan baronang ... 6

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian ... 4 2 Ikan Baronang (Siganus javus)... . 7 3 Rendemen ikan baronang (Siganus javus) ... 7 4 Perubahan nilai pH pada ikan baronang (Siganus javus) selama

3 hari penyimpanan ... 8 5 Perubahan nilai TVB pada ikan baronang (Siganus javus) selama

3 hari penyimpanan ... 9 6 Perubahan nilai TPC pada ikan baronang (Siganus javus) selama

3 hari penyimpanan ... 12

DAFTAR LAMPIRAN

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki potensi besar di bidang perikanan, baik perikanan laut maupun darat. Hal tersebut ditunjukkan dengan luasnya lautan yang dimiliki, banyaknya danau serta sungai yang sangat prospektif untuk dieksplorasi. Konsumsi ikan di Indonesia sebesar 35,14 kg/kap/thn pada tahun 2013 dan sebesar 33,89 kg/kap/thn pada tahun 2012 (KKP 2014).

Ikan baronang merupakan salah satu jenis ikan ekonomis jenis omnivora yang cenderung herbivora, pakan utamanya adalah ganggang atau rumput laut (Kune 2007). Ikan baronang hidup di perairan mangrove hingga terumbu karang dengan kedalaman mencapai 6 meter. Biasanya ikan baronang banyak dijual di pasaran dalam kondisi yang masih segar. Ikan segar mudah mengalami kerusakan atau kemunduran mutu (highly perishable food). Proses kemunduran mutu ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Kecepatan proses kemunduran mutu sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan penanganannya. Faktor luar yang paling berpengaruh terhadap kemunduran mutu ikan adalah penggunaan alat tangkap dan penanganan pasca-panen. Alat tangkap yang baik adalah yang dapat menekan tingkat stress pada ikan dan mengurangi gerakan ikan (meronta-ronta) sebelum mati.

Ikan yang baru ditangkap mempunyai karakteristik kesegaran yang umumnya dapat dikenali dari rupa dan baunya. Kualitas produk hasil perikanan identik dengan kesegaran. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat yang sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa maupun teksturnya (Okada 1990). Prinsip C3Q yaitu Cold (penyimpanan suhu rendah), Clean (sanitasi dan higienis), Carefull (penanganan secara hati-hati) dan Quick (penanganan secara cepat) mutlak diterapkan untuk menjaga agar ikan tetap segar (Ilyas 1983). Segera setelah ikan mati mulailah terjadi perubahan-perubahan ke arah penurunan mutu dan karakteristik kesegarannya hilang serta akhirnya menjadi busuk sehingga tidak layak untuk dikonsumsi lagi. Kemunduran mutu ikan segar sebenarnya merupakan faktor alami mengingat pembusukan terjadi akibat pengaruh enzim, reaksi biokimiawi dalam tubuh dan aktivitas bakteri.

Teknik penanganan ikan yang paling umum dilakukan untuk menjaga kesegaran ikan adalah penggunaan suhu rendah. Kondisi suhu yang rendah mengakibatkan pertumbuhan bakteri pembusuk dan proses-proses biokimia yang berlangsung menjadi lebih lambat (Gelman et al. 2001). Penggunaan suhu rendah yang paling sering dan mudah dilakukan adalah pemberian es. Es merupakan media pendingin yang memiliki beberapa keunggulan yaitu mempunyai kapasitas pendingin yang besar, tidak membahayakan konsumen, lebih cepat mendinginkan ikan, harganya relatif murah, dan mudah dalam penggunaannya (Ilyas 1983).

(18)

2

2012), komposisi spesies benih (Nurhakim 1984), pengaruh jenis makanan terhadap pertumbuhan (Setyono dan Susetiono 1990) dan penentuan kemunduran mutu menggunakan panjang gelombang inframerah (Pythaloka 2013). Informasi dan data mengenai perubahan mutu serta penanganan terhadap ikan baronang khususnya Siganus javus belum dilaporkan, sehingga penelitian ini dilakukan untuk menentukan kemunduran mutu ikan baronang pada penyimpanan suhu chilling berdasarkan uji pH, uji TVB dan uji TPC.

Perumusan Masalah

Salah satu masalah yang sering timbul dalam sektor perikanan adalah cara mempertahankan mutu ikan serta penanganannya setelah ditangkap. Sebagai upaya untuk mempertahankan kesegaran ikan baronang (Siganus javus) menggunakan teknik penanganan melalui pendinginan dengan es, maka diperlukan informasi kualitas ikan tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan mutu ikan baronang (Siganus javus) pada suhu chilling yang disimpan selama 3 hari penyimpanan melalui uji pH, uji TVB dan uji TPC. Pengamatan dilakukan setiap hari selama penyimpanan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perubahan mutu yang terjadi pada ikan baronang yang disimpan selama 3 hari penyimpanan melalui uji pH, uji TVB dan uji TPC. Informasi ini juga dapat memudahkan dalam penanganan ikan baronang setelah mati.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengambilan ikan baronang di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu-DKI Jakarta, preparasi ikan baronang, pengujian pH, total volatile base (TVB) dan pengujian jumlah total mikroba atau total plate count (TPC) ikan baronang.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

(19)

3 Baku Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penentuan nilai pH, pengujian total volatile base (TVB) dan pengujian jumlah total mikroba dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah ikan baronang yang diperoleh dari Pulau Panggang, Kepulauan Seribu-DKI Jakarta. Bahan yang digunakan adalah Tricloroacetic Acid (TCA) 7% (Merck), asam borat, K2CO3, HCl 0,0191 N, larutan NaCl 85%, potato count agar (PCA) dan akuades.

Alat

Alat yang digunakan dalam pengambilan ikan baronang yaitu styrofoam, kantong plastik ukuran 1L, dan termometer. Alat yang digunakan untuk preparasi ikan baronang adalah pisau, talenan, baskom, penggaris, alumunium foil dan timbangan. Alat yang digunakan untuk penentuan nilai pH adalah homogenizer (Nissei AM-3, Tokyo, Japan) dan pH meter (Thermo elektron, Germany). Alat yang digunakan untuk pengujian TVB adalah homogenizer (Nissei AM-3, Tokyo, Japan), vortex (Thermo Scientific) cawan Conway, pipet volumetrik, botol kaca, kertas saring, corong dan incubator IS 900 (Yamato, Japan). Alat untuk pengujian jumlah total mikroba yaitu cawan petri, pipet mikro, mortar, tabung reaksi, erlenmeyer dan incubator IS 900 (Yamato, Japan).

Prosedur Penelitian

(20)

4

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian

Prosedur Analisis

Analisis yang digunakan yaitu meliputi penentuan nilai pH, perhitungan TVB dan perhitungan jumlah bakteri dengan metode TPC.

Analisis derajat keasaman (pH) (Apriyantono et al. 1989)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter, yang telah dikalibrasi terlebih dahulu dengan buffer standar pH 4 dan 7. Daging ikan sebanyak 10 gram dihancurkan menggunakan homogenizer dan dihomogenkan dengan akuades sebanyak 90 mL. Daging yang telah homogen kemudian diukur menggunakan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi. Elektroda dicelupkan ke dalam campuran tersebut dan nilai pH dibaca pada display.

Ikan baronang

Perhitungan rendemen

Penambahan es (ikan:es) 1:1 (w/ w)

Penyimpanan suhu chilling

(0-5 ºC) selama 3 hari Pengukuran morfometrik

Analisis kemunduran mutu setiap 24 jam selama 3 hari

pH (Apriyantono et al.

1989)

(21)

5

Analisis total volatile base (TVB) (AOAC 1995)

Pengujian nilai total volatile base (TVB) pada penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawa-senyawa basa volatile yang terbentuk pada tahap kemunduran mutu ikan. Prinsip dari analisis TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (amin, mono-, di-, dan trimetilamin). Senyawa tersebut selanjutnya diikat oleh asam borat dan dititrasi dengan larutan HCl.

Sampel fillet ikan sebanyak 15 g digiling dan ditambah 45 mL larutan TCA 7 % kemudian dihomogenkan selama 1 menit. Hasil yang didapat disaring dengan kertas saring sehingga filtrat yang diperoleh berwarna jernih. Larutan asam borat 1 mL dimasukkan ke dalam inner chamber cawan Conway dan tutup cawan diletakkan dengan posisi hampir menutupi cawan. 1 mL filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber di sebelah kiri dengan menggunakan pipet lain, ditambah 1 mL larutan K2CO3 jenuh ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K2CO3 tidak bercampur. Cawan segera ditutup yang sebelumnya telah diberi vaselin, kemudian digerakkan memutar sehingga kedua cairan di outer chamber tercampur. Pengukuran blanko dilakukan dengan prosedur yang sama tetapi filtrat diganti dengan larutan TCA 7 %, kemudian kedua cawan Conway tersebut disimpan dalam inkubator pada suhu 37 °C selama 2 jam. Larutan asam borat dalam inner chamber cawan conway yang berisi blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,0191 N setelah disimpan selama 2 jam. Larutan tersebut diaduk menggunakan magnetic stirrer sehingga berubah warna menjadi merah muda. Cawan Conway yang berisi sampel dititrasi dengan menggunakan larutan yang sama sehingga berubah menjadi warna merah muda yang sama dengan blanko. Kadar TVB dapat dihitung dengan rumus :

%N (mg N/100g) = (j – i) x N HCl x 100 x fp x 14 mg N/100 g g contoh 1

Keterangan :

j : ml titrasi sampel fp : faktor pengenceran i : ml titrasi blanko N : normalitas HCl

Analisis jumlah total mikroba (Fardiaz 1987)

(22)

6

berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 35 ºC selama 48 jam dengan posisi cawan petri dibalik. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni bakteri yang ada di dalam cawan petri. Jumlah koloni yang dapat dihitung yaitu yang mempunyai jumlah koloni antara 20 sampai 200 koloni.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengujian pH, TVB, dan TPC dianalisis secara deskriptif menggunakan nilai standar deviasi untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan yang dilakukan terhadap sampel ikan baronang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran dan Rendemen Ikan Baronang

Ikan baronang (Siganus javus) merupakan anggota famili Siganidae. Jenis baronang ini mempunyai punggung berwarna perunggu gelap dan agak pucat di bagian perut. Bintik-bintik biru terdapat pada kepala dan sisi tubuh bagian atas. Bentuk badannya oval menyamping dengan lebar badan sekitar 2,0-2,3 kali panjang standar. Ikan baronang ini memiliki 13 jari-jari keras dan 10 jari-jari lunak pada sirip punggung, 7 jari keras, dan 9 jari-jari lunak Duri-duri ikan ini dilengkapi oleh kelenjar racun pada ujung siripnya (Ghufran dan Kordi 2005). Ikan ini bersifat herbivora atau pemakan tumbuh-tumbuhan. Gambar 2 merupakan morfologi dari ikan baronang (Siganus javus).

Morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran atau bagian tubuh ikan misalnya panjang total dan panjang baku. Tiap spesies mempunyai ukuran mutlak yang berbeda-beda. Pengukuran morfometrik dilakukan untuk mengetahui panjang cagak, panjang total, tinggi, dan bobot ikan baronang. Hasil pengukuran dan bobot ikan baronang disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pengukuran dan bobot ikan baronang Siganus javus

Parameter Nilai

Panjang cagak (cm) 25,67±0,76

Panjang total (cm) 26,50±0,87

Lebar (cm) 11,17±0,58

Bobot total (gram) 361,33±22,81

(23)

7 merupakan faktor yang dapat dikontrol, misal makanan (Effendi 1997). Panjang maksimal ikan baronang dapat mencapai 27-36 cm (Ghufran dan Kordi 2005).

Hubungan panjang-berat berbeda antar spesies yang berkaitan dengan bentuk tubuh secara genetis, dan di dalam suatu spesies hubungan panjang-berat dipengaruhi oleh kondisi kebugaran individu (Serajuddin et al. 2013). Faktor kondisi ikan seringkali menunjukkan ketersediaan pakan dan pertumbuhan awal ikan yang bersifat dinamis dan bervariasi. Jenis kelamin dan perkembangan gonad juga memberikan variasi hubungan panjang (Schneider et al. 2000).

Gambar 2 Ikan Baronang (Siganus javus)

Rendemen merupakan persentasi bobot bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan sehingga menghasilkan nilai ekonomi dari suatu bahan baku yang digunakan. Nilai rendemen yang semakin tinggi menunjukkan semakin tinggi pula nilai ekonomisnya. Masing-masing bagian tubuh memiliki proporsi yang berbeda-beda berdasarkan ukuran atau bobot ikan baronang tersebut. Rendemen ikan dipengaruhi oleh pertumbuhan ikan tersebut (Froese 2006). Persentase rendemen masing-masing tubuh ikan baronang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Rendemen ikan baronang Siganus javus

(24)

8

Kepala, tulang, kulit, dan jeroan ikan pada umumnya belum dimanfaatkan secara maksimal dan menjadi limbah padat. Kepala ikan dapat dimanfaatkan sebagai flavor ikan yang gurih sebagai pelengkap makanan. Nurilmala (2006) menyebutkan bahwa tulang ikan merupakan limbah yang belum termanfaatkan dengan baik dan di dalamnya mengandung kolagen sehingga dapat dibuat gelatin. Nurhayati et al. (2014) melaporkan bahwa jeroan ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan hidrolisat protein dan selanjutnya akan diolah untuk pembuatan pepton yang digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme dan dibutuhkan dalam perkembangan bioteknologi. Beberapa pemanfaatan kulit ikan diantaranya sebagai kulit tersamak untuk bahan kerajinan seperti sepatu, sandal, dan dompet (Murniyati et al. 2012), pembuatan gelatin sebagai bahan pangan dan farmasi (Peranginangin 2007) dan dapat diolah menjadi kolagen yang dapat meningkatkan nilai tambah kulit ikan (Nurhayati et al. 2013).

Derajat Keasaman (pH) Ikan Baronang

Nilai pH merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat kesegaran ikan. Nilai derajat keasaman (pH) yang diukur untuk menentukan tingkat kesegaran hasil perikanan secara kimiawi. Nilai pH daging yang masih hidup adalah netral (Eskin 1990). Perubahan nilai pH pada daging berpengaruh pada proses pembusukan. Perubahan pH daging ikan sangat besar peranannya terhadap proses autolisis dan serangan bakteri.

Produksi asam laktat dari hasil proses glikolisis secara anaerob setelah ikan mati akan menentukan perubahan pH pada daging ikan. Perubahan nilai pH pada ikan bergantung pada berbagai faktor antara lain jenis ikan, cara tangkap, pemberian pakan dan kondisi lainnya (Sakaguchi 1990).

Energi pada jaringan otot ikan setelah mati diperoleh secara anaerobik dari pemecahan glikogen menjadi glukosa dan produk-produk turunannya. Penguraian glukosa melalui proses glikolisis akan menghasilkan asam laktat. Akumulasi asam laktat inilah yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan pH daging ikan. Nilai pH ikan baronang yang disimpan pada suhu chilling disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Perubahan nilai pH pada ikan baronang (Siganus javus) selama 3 hari

(25)

9 Gambar 4 menunjukkan bahwa daging ikan baronang mengalami perubahan nilai pH selama penyimpanan. Nilai pH mengalami penurunan pada penyimpanan hari ke-2 dan hari ke-3. Penurunan tersebut disebabkan akumulasi asam laktat yang akan menambah derajat keasaman dalam daging ikan tersebut. Ariyani et al. (2012) menyebutkan bahwa semakin banyak asam laktat yang terdapat dalam tubuh ikan selain menyebabkan pH menurun juga akan memperpendek masa rigor mortis ikan, apabila mutu ikan semakin menurun maka kerja bakteri pembusuk semakin meningkat. Penggunaan suhu rendah mempengaruhi fluktuasi nilai pH pada ikan baronang. Suhu yang terukur pada penelitian ini berkisar 0-5 ºC. Penyimpanan ikan baronang pada suhu rendah menyebabkan aktivitas enzim yang terdapat pada daging menjadi terhambat sehingga kemunduran mutunya berjalan lebih lambat. Semakin rendah suhu yang digunakan maka aktivitas enzim semakin terhambat.

Ilyas (1983) menyebutkan bahwa terjadinya penurunan nilai pH pada ikan disebabkan proses aktivasi enzim katepsin dalam menguraikan protein daging ikan. Proses enzimatis pada protein akan diuraikan menjadi pepton, polipeptida, dan asam-asam amino, selain itu juga aksi enzimatis tersebut akan menyebabkan perubahan-perubahan dalam komponen-komponen flavor, perubahan warna daging (diskolorisasi) dari warna asli menjadi coklat serta timbulnya akumulasi metabolit.

Kecepatan perubahan nilai pH dipengaruhi oleh banyaknya kandungan glikogen dalam daging. Kondisi stres menjelang kematian akan menyebabkan peningkatan aktivitas otot sehingga cadangan glikogen pada daging berkurang (Robb 2002). Pernyataan ini didukung penelitian Marx et al. (1997) yang menyebutkan ikan yang langsung dimatikan akan mengalami perubahan nilai pH yang lebih lambat dibandingkan dengan ikan yang dimatikan menggunakan aliran listrik atau CO2. Ikan yang dimatikan dengan aliran listrik atau CO2 akan menghabiskan lebih banyak energi dibandingkan dengan ikan yang dimatikan secara seketika. Kecepatan penurunan pH juga dipengaruhi suhu yang digunakan untuk penyimpanan. Penurunan pH akan semakin lambat jika suhu yang digunakan rendah (Price dan Schweigert 1987). Eskin (1990) menyatakan pH ikan segar merupakan pH netral (sekitar 6,4). Nilai pH terendah yang dapat dicapai setelah ikan mati hanya 6,2 kecuali untuk ikan flatfish yang dapat mencapai pH 5,5. Nilai-nilai pH tersebut akan meningkat lagi pada fase post rigor dan terus meningkat hingga ikan menjadi busuk.

Ikan pada umumnya yang sudah tidak segar, dagingnya mempunyai pH lebih basa (tinggi) daripada yang masih segar. Hal ini disebabkan oleh timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa, misalnya amoniak, trimethylamine, dan senyawa-senyawa volatil lainnya (Hadiwiyoto 1993). Nilai pH ikan yang memasuki fase post rigor atau busuk akan mendekati netral hingga 7,5-8,0 atau lebih tinggi jika pembusukan telah sangat parah. Tingkat keparahan pembusukan disebabkan oleh kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa (Moeljanto 1992).

Total Volatile Base (TVB) Ikan Baronang

(26)

10

protein, sehingga kadar TVB tersebut dapat dipakai sebagai indikator kerusakan ikan (Riyanto et al. 2006). Berbagai komponen, misalnya basa volatil, terakumulasi pada daging sesaat setelah mati. Akumulasi ini terjadi akibat reaksi biokimia selama post mortem dan aktivitas mikroba pada daging (Taskaya et al. 2003). Nurjanah et al. (2004) menyebutkan bahwa ikan termasuk sangat segar apabila nilai TVB kurang dari 10 mg N/100 g. Ikan dengan nilai TVB antara 10-20 mg N/100 g masuk dalam kriteria segar. Nilai TVB antara 10-20-30 mg N/100 g merupakan batas penerimaan ikan untuk dikonsumsi sedangkan jika nilai TVB lebih dari 30 mg N/100 g termasuk ikan busuk. Hasil pengujian TVB pada daging ikan baronang yang disimpan pada suhu chilling dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Perubahan nilai TVB pada ikan baronang (Siganus javus) selama 3 hari

penyimpanan

Nilai TVB ikan baronang yang ditunjukkan pada Gambar 5 hari pertama yaitu 10,57 mg N/100 g. Nilai tersebut menunjukkan ikan pada awal penyimpanan masih dalam keadaan segar. Nilai TVB ini terus mengalami peningkatan selama waktu penyimpanan. Yunizal dan Wibowo (1998) menyebutkan bahwa hal ini akibat adanya degradasi oleh enzim dalam tubuh ikan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang merupakan komponen-komponen penyusun senyawa-senyawa basa volatil. Nilai TVB ikan baronang semakin meningkat seiring dengan kemunduran mutu. Riyanto et al. (2006) menyebutkan bahwa peningkatan kandungan TVB terjadi karena adanya bakteri yang menguraikan protein menjadi TVB.

Nilai TVB daging ikan baronang tertinggi dicapai pada penyimpanan hari ke-3 yaitu 14,8 mg N/100 g. Nilai tersebut masih dikategorikan dalam ikan segar. Hardianto et al. (2013) menyatakan bahwa TVB merupakan indikator kualitas ikan dengan nilai maksimum 30 mg N/100 g. Berdasarkan batasan nilai TVB, maka ikan baronang tersebut masih segar dan layak untuk konsumsi. Adapun SNI 2354.8:2009 menyebutkan bahwa batas kadar TVB maksimal untuk ikan segar yaitu 20 mg N/100 g.

(27)

11 adalah basa. Nilai TVB dipengaruhi oleh jumlah non-protein nitrogen yang ada pada ikan, yang semuanya tergantung pada tipe makanan, musim penangkapan dan ukuran ikan (Goulas dan Kontominas 2007). Peningkatan kadar TVB selama penyimpanan terjadi akibat adanya perombakan protein atau asam-asam amino sehingga menghasilkan sejumlah basa yang mudah menguap, antara lain amoniak (NH3), dimetilamin (DMA), monometilamin (MMA), hidrogen sulfida (H2S) dan trimetilamin (TMA) karena adanya perombakan trimetilamin oksida (TMAO) (Suwetja dan Ketut 2013). Nukleotida utama yang berperan dalam mentransfer energi yaitu ATP, juga berperan dalam penambahan jumlah amonia pada volatil amin setelah kematian ikan. Nukleotida ATP adalah senyawa utama pembawa energi kimia dalam sel, ketika ikan mati kondisi menjadi anaerob dan ATP akan terurai dengan melepaskan energi (Jiang 2000). Nukleotida ATP cepat berubah menjadi ADP oleh enzim ATPase, kemudian diubah menjadi AMP oleh miokinase, selanjutnya AMP diubah oleh enzim deaminase menjadi IMP dan dari IMP diubah menjadi inosin oleh enzim fosfatase, kemudian inosin dengan cepat berubah menjadi hipoksantin. Deaminasi AMP menjadi IMP telah melepaskan molekul amonia (NH3) dari gugusan basa purin adenin (Eskin 1990). Senyawa yang dihasilkan akibat aktivitas dan dekomposisi bakterial yang digunakan dalam penentuan kriteria kesegaran produk perikanan yaitu indol, hipoksantin, volatile reducing substance (VRS), TVB (Junianto 2003).

Sasi et al. (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa TVB mudah

(28)

12

Gambar 6 Perubahan nilai TPC pada ikan baronang (Siganus javus) selama 3 hari

penyimpanan

Nilai log TPC ikan baronang secara umum meningkat seiring dengan bertambahnya lama penyimpanan. Nilai TPC ikan baronang pada hari ke-1 masih memenuhi standar SNI 01-2729-2006 yaitu 5x105 koloni/gram untuk ikan segar.. Jumlah total mikroba setelah penyimpanan 3 hari mengalami peningkatan menjadi 7,48 log CFU/g. Hal ini menunjukkan bahwa ikan baronang setelah penyimpanan 3 hari sudah tidak layak untuk dikonsumsi karena jumlah mikroba sebesar 7,48 log CFU/g. Hal ini diduga karena ikan baronang terkontaminasi dengan es yang digunakan dan juga mikroba yang berkembang di dalam tubuh ikan. Jeyasekaran et al. (2006) menyebutkan bahwa jumlah mikroba hasil perikanan yang segar berkisar antara 0,3 hingga 7,0 log CFU/g tergantung dari tingkat kontaminasi. Jumlah total mikroba akan meningkat dengan adanya peningkatan suhu dan lama waktu penyimpanan.

Hasil penelitian Dwiari et al. (2008) melaporkan bahwa ikan yang disimpan pada suhu chilling membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai jumlah bakteri yang sama dengan ikan yang disimpan pada suhu ruang pada setiap tahap kemunduran mutu. Kondisi ini menyebabkan suhu berpengaruh sangat besar terhadap jenis dan kecepatan pertumbuhan bakteri pembusuk. Pengaruh suhu pada pertumbuhan bakteri akan tampak jelas pada siklus pertumbuhannya, terutama perpanjangan atau perpendekan masa adaptasi yang tergantung pada tinggi rendahnya suhu. Suhu yang tinggi akan menyebabkan fase adaptasi menjadi lebih panjang. Bagian-bagian tubuh ikan yang sering menjadi target serangan bakteri adalah seluruh permukaan tubuh, isi perut dan insang.

(29)

13 Perubahan dan komposisi mikroorganisme dipengaruhi oleh suhu, jika suhu meningkat, maka kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan mikroorganisme akan cepat, sebaliknya bila suhu mengalami penurunan maka kecepatan metabolisme juga akan menurun dan pertumbuhan mikroorganisme akan lambat. FAO (1995) menyatakan pada penyimpanan suhu 15-30 ºC, bakteri penyebab pembusukan ikan adalah Vibrio, Enterobacteria dan bakteri gram positif. Laju kecepatan pembusukan ikan pada suhu 20-30 ºC mencapai 25 kali lebih cepat sedangkan jenis bakteri ikan pada suhu penyimpanan 0-5 ºC, antara lain Aeromonas, Pseudomonas dan Photobacterium. Gram dan Dalgaard (2002)

menambahkan bahwa jenis bakteri pembusuk yang terdapat pada ikan laut yang

disimpan pada suhu dingin adalah jenis Shewanella putrefaciens, sedangkan

jumlah bakteri yang ada pada ikan yang baru ditangkap tergantung pada jumlah mikroba di air tempat ikan hidup.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perubahan nilai derajat keasaman (pH) pada ikan baronang menunjukkan adanya penurunan pada hari ke-1, ke-2 dan ke-3. Hasil uji total volatile base (TVB) menyatakan bahwa terdapat peningkatan nilai TVB ikan baronang. Jumlah total mikroba ikan baronang yang disimpan selama 3 hari mengalami peningkatan yaitu menjadi 7,48 log CFU/g. Ikan baronang yang disimpan (1:1) dengan es selama 3 hari masih segar berdasarkan nilai pH dan TVB.

Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya yakni perlu dilakukan analisis perubahan komposisi kimia (asam amino, asam lemak, mineral dan lainnya) ikan baronang selama penyimpanan. Waktu penyimpanan untuk mengamati kemunduran mutu ikan diperpanjang lebih dari 3 hari serta digunakan es yang sesuai dengan standar SNI untuk penanganan ikan baronang.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington, Virginia, USA (US): Association of Official Analytical Chemyst, Inc. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati Y, Budianto S. 1989.

(30)

14

Ariyani JT, Murtini N, Indriati, Dwiyitno, Y Yenni. 2012. Penggunaan gliserol untuk menghambat penurunan mutu ikan mas segar. J. Fish Scl IX (1):125-133 ISSN:0853-6384

Bhaskar N, Mahendrakar NS. 2008. Protein hydrolisate from visceral waste protein of catla (Catla catla): optimization of hydrolysis condition for a commercial neutral protease. Journal Bioresource Technology 99:4105-4111. handling, preservation, processing, and quality. Natural Resources Institute.

Dwiari SR, Asadayanti DD, Nurhayati, Sofyaningsih M, Yudhanti SFAR, Yoga IBKW. 2008. Teknologi Pangan. Jakarta (ID): Departemen Pendidikan Nasional.

Effendi I. 1997. Biologi Perikanan. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusatama. Eskin NAM. 1990. Biochemistry of Foods. Second Edition. San Diego (US):

Academic Press.

[FAO]. 1995. Quality on Quality Changes in Fresh Fish, Huss HH (ed.). Rome (IT): FAO Fisheries Technical Paper No. 348.95 pp

Farber L. 1965. Freshness Test. Borgstorm G, editor. Di Dalam: Fish as Food Vol IV. New York (US): Academic Press.

Fardiaz S. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Bogor (ID): LSI Institut Pertanian Bogor.

Froese R. 2006. Cube law, condition factor and weight–length relationships: history, meta-analysis and recommendations. Journal of Applied Ichthyology 22:241–253.

Gelman A, Glatman L, Drabkin V, Harpaz S. 2001. Effect of storage temperature and preservative treatment on shelf life of the pond-raised freshwater fish, silver perch (Bidyanus bidyanus). Journal Food Protection 64:1584-1591.

(31)

15 Ghufran M, Kordi K. 2005. Budi Daya Ikan Beronang. Jakarta (ID): PT Rineka

Cipta

Gram L, Dalgaard P. 2002. Fish spoilage bacteria–problems and solutions. Current Opinion in Biotechnology 13: 262-266.

Gundermann N, Popper DM, Lichatowich T. 1983. Biology and Life Cycle of Siganus vermiculatus (Siganidae, Pisces). Pacific Science 37 (2): 165-180.

Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta (ID): Liberty

Hardianto, Ludi, Yunianta. 2013. Pengaruh asap cair terhadap sifat kimia dan organoleptik ikan tongkol (Euthynnus affinis). Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(4): 1356-13666

Higuera VM, Marquez Rios E, Canizales Davila M, Castillo Yanez FJ, Pacheco Aguilar P, Lugo Sanchez ME, Garcia Orozco KD, Graciano-Verdugo AZ. 2009. Postmortem changes in cazon fish muscle stored on ice. Food Chemistry 116: 933-938.

Husain, Rohani, Natsir. 2012. Asosiasi Ikan Baronang pada Ekosistem Padang Lamun Perairan Teluk Ambon Dalam. Ambon.

Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigrasi Hasil Perikanan Jilid 1. Teknik Pendinginan Ikan. Jakarta (ID): CV. Paripurna.

Jannah M, Ma’ruf WF, Surti T. 2014. Efektivitas lengkuas (Alpinia galangal) sebagai pereduksi kabar formalin pada udang putih (Penaeus merguiensis) selama penyimpanan dingin. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan 1(3): 70-79.

Jeyasekaran G, Ganesan P, Anandaraj R, Shakila RJ, Sukumar D. 2006. Quantitative and qualitative studies on bacteriological quality of Indian white shrimp (Penaeus indicus) storage in dry ice. Journal Food Microbiology 23: 526-533.

Jiang ST. 2000. Enzymes and Their Effects on Seafood Texture. Di dalam: Haard NF dan Simpson BK, editor. Seafood Enzymes Utilization and Influence on Postharvest Seafood Quality. New York (US): Marcel Dekker, Inc. Hlm 411-450.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2014. Statistik Konsumsi Ikan. http://statistik.kkp.go.id/. [diunduh 25 Juli 2015].

Kune S. 2007. Pertumbuhan rumput laut yang dibudidaya bersama ikan baronang. Jurnal Agrisistem 3(1): 34-42.

(32)

16

welfare. Zeitschrift fur Lebensmitttel-Untersuchung Und-Forschung 204A:282-286.

Mayunar. 1992. Beberapa Aspek Biologi Ikan Baronang, Siganus canaliculatus. Oseana 17(4):177-193. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI. Hlm: 35-41.

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Murniyati, Peranginangin, Tazwir R, Hak, Nurhayati T, Dewi FR. 2012. Penelitian pemanfaatan limbah hasil perikanan pada Produk Pangan dan Non Pangan. Laporan Teknis Penelitian pengolahanProduk. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Muthmainnah D. 2013. Hubungan panjang berat dan faktor kondisi ikan gabus (Channa striata Bloch, 1793) yang dibesarkan di Rawa Lebak, Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Depik 2(3):184-190.

Nurhakim S. 1984. Komposisi Spesies Benih Ikan Baronang (Siganus Sp.) Berdasarkan Lingkungan Hidupnya di Perairan Teluk Banten. Laporan Penelitian Perikanan Laut 30: 1-16.

Nurhayati, Tazwir, Murniyati. 2013. Ekstraksi dan karakterisasi kolagen larut asam dari kulit ikan nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Pengembangan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 8(1): 85–92.

Nurhayati T, Salamah E, Cholifah, Nugraha R. 2014. Optimasi proses pembuatan hidrolisat jeroan ikan kakap putih. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 17(1): 42-50.

Nurilmala M, Wahyuni M, Wiratmaja H. 2006. Perbaikan nilai tambah limbah tulang ikan tuna (Thunnus Sp.) menjadi gelatin serta analisis fisika-kimia. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 9(2): 22-31.

Nurjanah, Setyaningsih I, Sukarno, Muldani M. 2004. Kemunduran mutu ikan nila merah (Oreochromis Sp.) selama penyimpanan pada suhu ruang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 7(1): 37-42.

Okada M. 1990. Fish and Raw Material. In science of Processing Marine Food Product. Vol. I. editor. Motohiro T, Kadota H, Hashimoto K, Katayama M, and Tokunaga T. Japan (JP): Japan International Coorporation Agency.

Peranginangin, R. 2007. Teknologi ekstraksi gelatin secara asam dari kulit ikan sebagai bahan pangan dan farmasi. Prosiding Simposium Nasional Hasil Riset Kelautan dan Perikanan. Hlm: 377–392.

(33)

17 Price JF, Schweigert BS. 1987. The Science of Meat and Meat Product. 3rd ed.

Food and Nutrition Press. Westport, CN.

Pythaloka R. 2013. Deteksi dan Estimasi Kemunduran Mutu Ikan Baronang Totol (Siganus guttatus) Menggunakan Panjang Gelombang Inframerah Dekat 525 nm dan 660 nm. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Riyanto R, Kusumarwati A, Dwiyitno. 2006. Pengaruh penyimpanan ikan pada suhu kamar terhadap mutu kimiawi, mikrobiologi, dan organoleptik. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 1(2): 111-116

Robb D. 2002. The Killing of Quality: The Impact of Slaughter Procedures on Fish Fresh. Di dalam: Alasalvar C dan Taylor T, editor: Seafood-Quality, Technology and Nutraceutical Applications. New York (US): Springer, hlm 7-10.

Sakaguchi M. 1990. Sensory and non-sensory methods for measuring freshness of fish and fishery products. Didalam Science of Processing Marine Food Product. Motohiro T, Hashimoto K, Kayama M and Tokunaga T (Editor). Japan (JP): International Agency.

Sasi MG, Jayasekaran SA, Sahmmugam, R Jayashakila. 2000. Chilling fresh fish in dry and wet ice. Journal Asian Fisheries Science 12(2): 61-72.

Schneider JC, Laarman PC, Gowing H. 2000. Length-Weight Relationship, with Periodic Updates. Michigan (US): Michigan Department of Natural Resources, Fisheries Special Report 25. Ann Arbor.

Serajuddin ML, Prasad, Pathak BC. 2013. Comparative study of length-weight relationship of freshwater murrel, Channa punctatus (Bloch 1793) from lotic and lentic environments. World Journal of Fish and Marine Sciences 5(2): 233-238.

Setyono DED, Susetiono. 1990. Pengaruh Jenis Makanan Terhadap Pertumbuhan Anakan Baronang (Siganus canaliculatus) di Perairan Maluku dan sekitarnya. Ambon (ID): Balitbang Sumberdaya Laut Puslitbang Oseanologi LIPI.

Suwetja I, Ketut. 2013. Indeks Mutu Kesegaran Ikan (Berkandungan Hasil-Hasil Penelitian). Malang (ID): Bayumedia Publishing.

Steel RG, JH Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID): PT. Gramedia.

Taskaya L, Cakli S, Celik U. 2003. A study on the quality changes of cultured gilthead seabream (Sparus aurata L, 1758) and Seabbass (Dicentrarchus labrac L, 1758) under the market conditions. Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 20: 313-320.

(34)

18

Yunizal JT, Murtini, N Dolaria, B Purdiwoto, Abdulrokhim, Carkipan. 1998. Prosedur analisa kimiawi ikan dan produk olahan hasil-hasil perikanan. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.

(35)
(36)

Lampiran 1 Data morfometrik ikan baronang

Lampiran 2 Data pH, TVB, TPC ikan baronang

(37)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 08 April 1994. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan ayah bernama Mattobi’i dan ibu bernama Martini Yulia. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SD Negeri 1 Sembawa tahun 1999 hingga 2005. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Musilandas pada tahun 2005 hingga 2008. Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Plus Negeri 17 Palembang dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UTM (Ujian Talenta Mandiri).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, antara lain sebagai bendara dalam Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) IKAMUSI, divisi PSDM Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan (HIMASILKAN) tahun pengurusan 2013-2014 dan beberapa kepanitiaan dalam acara-acara kemahasiswaan. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Penanganan Hasil Perairan pada tahun ajaran 2014/2015. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan (PL) pada bulan Juni-Juli 2014 di CV. Fania Group Yogyakarta dengan judul Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Proses Pembuatan Sosis Ikan di CV. Fania Group Kotagede, Yogyakarta. Penulis juga aktif mengikuti Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) di bidang Gagasan Tertulis (GT) pada tahun 2012/2013 dan penelitian eksakta pada tahun 2014/2015.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
Tabel 1 Hasil pengukuran dan bobot ikan baronang Siganus javus
Gambar 3 Rendemen ikan baronang Siganus javus
Gambar 4 Perubahan nilai pH pada ikan baronang ( Siganus javus) selama 3 hari
+3

Referensi

Dokumen terkait

KEMUNDURAN MUTU IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) SEGAR SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG.. Oleh

Penelitian tentang kemunduran mutu ikan nila merah telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui laju rigor mortis dan daya simpan ikan nila merah ( Oreochromis sp.)

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi kitosan dalam pembuatan edible coating dan lama perendaman terhadap daya hambat kemunduran mutu fillet ikan patin skinless

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola pertumbuhan, tingkat eksploitasi dan pola rekrutmen ikan baronang (Siganus canaliculatus) dari hasil tangkapan nelayan

Hal itu disebabkan pada fase tersebut pH daging ikan paling rendah, yakni sebesar 5,92-5,94 sehingga sangat cocok untuk berlangsungnya aktivitas enzim katepsin yang akan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik morfometrik dan mengetahui ukuran dominan ikan baronang lingkis ( Siganus canaliculatus ) hasil tangkapan nelayan

Penelitian tentang kemunduran mutu ikan nila merah telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui laju rigor mortis dan daya simpan ikan nila merah ( Oreochromis sp.)

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kemunduran mutu fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada penyimpanan suhu chilling dengan perlakuan cara kematian yaitu