HUBUNGAN SISTEM
IJON
DENGAN KARAKTERISTIK
PETANI MANGGIS DESA KARACAK KECAMATAN
LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
MUHAMMAD ROSYAD NURDIN
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Sistem Ijon dengan Karakteristik Petani Manggis Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain Insya Allah telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.
ABSTRAK
MUHAMMAD ROSYAD NURDIN. Hubungan Sistem Ijon dengan Karakteristik Petani Manggis Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh POPONG NURHAYATI.
Sistem ijon adalah budaya masyarakat desa yang sudah mereka lakukan sejak dahulu. Sistem ini terjadi karena desakan kebutuhan petani terhadap uang tunai. Sistem ijon merupakan bentuk pemberian pinjaman dari tengkulak ke petani yang nantinya akan dibayar dengan hasil panen. Salah satu petani yang masih melakukan sistem ijon adalah petani manggis di Desa Karacak. Permasalahan petani manggis Desa Karacak adalah kebutuhan akan uang tunai. Tujuan dari penelitian adalah mengetahui karakteristik petani manggis, mendeskripsikan sistem ijon, dan menganalisis hubungan antara sistem ijon dengan karakteristik petani. Pengambilan data dilakukan pada musim panen 2011/2012 di Desa Karacak. Pengambilan responden sebanyak empat puluh lima orang berdasarkan pertimbangan (purposive sampling). Metode pengolahan data menggunakan analisis tabulasi silang. Hasil penelitian lima karakteristik yaitu umur, pendidikan formal, pengalaman berusahatani, status usahatani dan status kepemilikan lahan tidak mempengaruhi petani dalam memilih sistem ijon dalam memasarkan usahatani manggis. Sedangkan tanggungan keluarga dan jumlah pohon mempengaruhi sikap petani terhadap ijon.
Kata kunci: sistem ijon, karakteristik petani.
ABSTRACT
MUHAMMAD ROSYAD NURDIN. Relationship Future Contract (ijon marketing system) With The Characteristics Of Mangosteen Village Farmers Karacak Leuwiliang District of Bogor Regency Supervised by POPONG NURHAYATI.
Future contract (ijon marketing system) is used when farmers can not fullfil their needs. Usualy future contract (ijon marketing system) is conducted by rural middlemen who will collect the debt as farmer yield. One of the farmers who still do future contract is mangosteen farmers in the village Karacak. Problems mangosteen farmers Karacak Village is need for cash. The purpose of the study was to determine characteristics of mangosteen farmers, describe the future contract, and analyze the relationship among future contract with the characteristics of farmers. Retrieval of data conducted during harvest 2011/2012 in the village of Karacak. The respondents Intake of forty five people purposive sampling. The data processing Methods of using crosstabs analysis. The results of the study five characteristics that is age, formal education, farming experience, the farm state and tenure does not affect farmers in choosing the future contract within the farm market mangosteen. While the family burden and the number of trees affect attitudes of farmers to future contract.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Agribisnis
HUBUNGAN SISTEM
IJON
DENGAN KARAKTERISTIK
PETANI MANGGIS DESA KARACAK KECAMATAN
LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
MUHAMMAD ROSYAD NURDIN
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas kemudahan dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Sistem Ijon dengan Karakteristik Petani Manggis Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor”.
Agribisnis terdiri dari beberapa subsistem yaitu subsistem input, subsistem pertanian primer, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran, dan subsistem pendukung. Salah satu subsistem pendukung adalah pembiayaan. Sistem ijon salah satu jenis pembiayaan non-formal yang masih dilakukan sebagian masyarakat petani. Ijon adalah menjual hasil sebelum waktunya. Penyusunan kajian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan karakteristik petani yaitu umur, pendidikan, pengalaman, tanggungan keluarga, jumlah pohon, status usahatani dan status kepemilikan lahan dengan sistem ijon. Selain itu untuk mengetahui bagaimana sistem ijon yang terjadi di Desa Karacak. Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan informasi perkembangan sistem ijon saat ini dan semoga penelitian ini bermanfaat.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir Popong Nurhayati, MM selaku dosen pembimbing skripsi dan akademik atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis. Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen evaluator pada kolokium atas saran-saran yang diberikan dalam perbaikan skripsi. Tintin Sarianti, SP. MM dan Rahmat Yanuar, SP. MSi sebagai pembimbing sidang pertama. Dr Ir Anna Fariyanti, M.Si dan Dr Ir Netti Tinaprilla, MM sebagai pembimbing sidang kedua atas saran dan motivasinya. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. Bapak ibu penjaga perpustakaan baik perpustakaan Departemen maupun LSI (Layanan Sumberdaya Informasi).
Kepada orang tua dan keluarga tercinta untuk do’a, motivasi dan materi
yang telah diberikan. Petani manggis Desa Karacak atas waktu dan wawancaranya. Teman-teman Ekstensi Agribisnis angkatan VII, kakak kelas dan adik kelas. Saudari Ria Rezki Kencana sebagai pembahas seminar. Teman-teman yang telah hadir dalam kolokium maupun seminar.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup Penelitian 5
TINJAUAN PUSTAKA 5
Karakteristik Petani Buah di Indonesia 5
Pembiayaan Pertanian di Pedesaan 6
KERANGKA PEMIKIRAN 8
Kerangka Pemikiran Teoritis 8
Definisi Sikap dan Karakteristik Petani 8
Lembaga Pembiayaan dan Sistem Ijon 8
Kerangka Pemikiran Operasional 9
METODE PENELITIAN 11
Lokasi dan Waktu Penelitian 11
Jenis dan Sumber Data 11
Metode Pengambilan Sampel 12
Metode Pengolahan Data dan Pengujian Hipotesis 12
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 13
Kondisi Geografis Desa Karacak 13
Sarana dan Prasarana Desa Karacak 14
Profil dan Sumberdaya Alam Kampung Cengal Desa Karacak 17
Budidaya Manggis di Desa Karacak 17
Pembibitan dan Penanaman Bibit 17
Pemeliharaan 18
Panen 19
Pemasaran dan Penentuan Harga 20
HASIL DAN PEMBAHASAN 21
Karakteristik Petani Manggis di Desa Karacak 21
Umur 21
Pengalaman Berusahatani 23
Jumlah Tanggungan Keluarga 23
Jumlah Pohon Manggis yang Diusahakan 24
Status Usahatani 25
Status Kepemilikan Lahan 26
Sistem Ijon di Desa Karacak 26
Proses Ijon di Desa Karacak 26
Penentuan Harga dalam Sistem Ijon 28
Hubungan Sistem Ijon dengan Karakteristik Petani 29
Umur Petani 29
Pendidikan 30
Pengalaman 31
Tanggungan Keluarga 32
Jumlah Pohon 32
Status Usahatani 33
Status Kepemilikan Lahan 34
KESIMPULAN DAN SARAN 35
Kesimpulan 35
Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 38
RIWAYAT HIDUP 47
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Indonesia Tahun
2004-2007 1
2 Produksi Manggis di Beberapa Provinsi Indonesia pada Tahun 2010 2 3 Produksi Buah Manggis di Wilayah Pengembangan Provinsi Jawa
Barat Tahun 2008 – 2009 2
4 Penggunaan Lahan di Desa Karacak Tahun 2007 14
5 Komposisi Penduduk Desa Karacak Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin Tahun 2010 15
6 Komposisi Penduduk Desa Karacak menurut Tingkat Pendidikan
Tahun 2010 16
7 Komposisi Penduduk Desa Karacak Menurut Mata Pencaharian
8 Produksi Komoditas Buah-buahan di Kampung Cengal Desa
Karacak Tahun 2008 17
9 Prakiraan Bulan Panen pada Daerah Sentra di Kabupaten Bogor 19 10 Penggolongan Responden Berdasarkan Kelompok Umur 22 11 Penggolongan Responden Berdasarkan Pendidikan Formal 22 12 Penggolongan Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani
Manggis 23
13 Penggolongan Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan
Keluarga 24
14 Penggolongan Responden Berdasarkan Jumlah Pohon 25 15 Penggolongan Responden Berdasarkan Status Usahatani 25 16 Penggolongan Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Tanah 26 17 Selisih Harga Beli Tengkulak Dilihat dari Status Hubungan Keluarga
pada Tahun 2012 di Desa Karacak 28
18 Jumlah Responden dilihat dari Umur Petani di Tahun 2012 29 19 Jumlah Responden dilihat dari Tingkat Pendidikan di Tahun 2012 30 20 Penerimaan Usahatani Manggis Petani Ijon dan Non-Ijon
Berdasarkan Rata-rata Panen Responden pada Musim Panen
2011/2012 31
21 Jumlah Responden dilihat dari Pengalaman Petani di Tahun 2012 31 22 Jumlah Responden dilihat dari Tanggungan Keluarga di Tahun 2012 32 23 Jumlah Responden dilihat dari Jumlah Pohon di Tahun 2012 33 24 Jumlah Responden dilihat dari Status Usahatani di Tahun 2012 34 25 Jumlah Responden dilihat dari Kepemilikan Lahan di Tahun 2012 34
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran Operasional Hubungan Sistem Ijon dengan Karakteristik Petani Manggis di Desa Karacak Kecamatan
Leuwiliang Kabupaten Bogor 11
2 Cara memanen buah manggis 20
3 Suasana grading disalah satu pedagang pengumpul 21 4 Perkembangan Buah Manggis dari Bunga sampai Buah Tua 27
DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar Responen Berdasarkan Jumlah Pohon Manggis Tahun
2012 39
2 Daftar Petani Responden di Kampung Berdasarkan Usaha Lain
Tahun 2012 40
3 Hasil Analisis Chi-Square Sistem Ijon dengan Karakteristik
Petani (menggunakan software SPSS 11.5) 42
4 Tabel Nilai Kritik Sebaran Chi-Kuadrat 45
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hortikultura merupakan subsektor pertanian yang memiliki peranan bagi pertanian di Indonesia. Subsektor hortikultura terus dikembangkan dalam rangka pembangunan pertanian, subsektor ini mampu meningkatkan penerimaan petani di Indonesia. Dengan wilayah Indonesia yang luas dan variasi agroklimat yang tinggi membuat Indonesia, daerah yang potensial untuk pengembangan hortikultura baik untuk tanaman dataran rendah maupun tanaman dataran tinggi. Salah satu pengembangan subsektor hortikultura adalah melalui pengembangan komoditas buah-buahan tropika.
Manggis salah satu komoditas hortikultura yang telah diekspor ke beberapa negara. Manggis merupakan komoditas buah eksotik yang dijuluki sebagai
“Queen of the Fruit” karena memiliki warna dan rasa yang unik dibandingkan
dengan komoditas buah-buahan lainnya. Manggis masih menjadi andalan ekspor Indonesia, hal ini terbukti ekspor manggis menempati nilai ekspor tertinggi jika dibandingkan dengan buah-buahan tropis lainnya. Berdasarkan data tahun 2004 sampai 2007 manggis memiliki proporsi terbesar terhadap total ekspor buah-buahan dari Indonesia. Perkembangan ekspor buah-buah-buahan tropika selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1 volume ekspor manggis memiliki proporsi terbesar jika dibandingkan dengan komoditas lain yaitu jeruk, mangga, nenas dan pisang. Volume ekspor manggis juga mengalami kenaikan pada tahun 2007 menjadi 9.093 ton dari tahun sebelumnya hanya 5.697 ton dan kenaikan pada tahun 2005 sebesar 8.437 ton yang sebelumnya 3.045 ton di tahun 2004. Volume ekspor manggis bervariasi dalam kurun waktu empat tahun yaitu dari tahun 2004 sampai 2007. Kondisi tersebut dikarenakan terjadinya fluktuasi kualitas dan kuantitas (jumlah) produksi buah manggis yang sangat tergantung pada kondisi alam dan pemeliharaan.
Wilayah budidaya usahatani manggis tersebar dibeberapa propinsi di Indonesia salah satunya berada di Provinsi Jawa Barat. Tabel 2 menunjukkan pada Tabel 1 Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Indonesia Tahun 2004-2007a
2 tahun 2010 Propinsi Jawa Barat telah memberikan 33 persen dari total produksi manggis nasional sebesar 27.983 ton.
Menurut data Ditjen Bina Produksi Hortikultura (2004) terdapat enam wilayah pengembangan manggis di Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor, Ciamis, Cianjur, Purwakarta, Sukabumi dan Tasikmalaya. Produksi manggis pada masing-masing wilayah dapat dilihat pada Tabel 3.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra pengembangan manggis di Provinsi Jawa Barat. Kesesuaian agroklimat dan agroekosistem menjadi faktor pendukung kegiatan usaha budidaya manggis untuk tetap dikembangkan. Kabupaten Bogor sendiri telah terjadi peningkatan yang tadinya pada tahun 2008 menghasilkan 9.767 kuintal meningkat menjadi 26.190 kuintal pada tahun berikutnya. Adanya program dari pihak-pihak terkait (pemerintah dan PKHT IPB). Tabel 3 Produksi Buah Manggis di Wilayah Pengembangan Provinsi Jawa Barat
Tahun 2008 – 2009a
No Wilayah Kabupaten Produksi Buah Manggis (kuintal)
2008 2009
Sumber : Dinas Pertanian 2010 (diolah)
Tabel 2 Produksi Manggis di Beberapa Provinsi Indonesia pada Tahun 2010a
No Provinsi Produksi
3
Kesadaran petani akan usaha budidaya manggis telah meningkatkan jumlah produksi. Kegiatan pemeliharaan yang meliputi penggemburan tanah, pemupukan, pembersihan gulma, pemangkasan serta penyemprotan sedikit demi sedikit telah dilaksanakan oleh petani. Padahal awalnya petani hanya membiarkan tanaman manggis begitu saja. Peningkatan produksi diharapkan mampu meningkatkan penerimaan bagi petani manggis.
Usaha peningkatan produksi manggis tidak terlepas dari kerjasama antara pelaku usaha (petani) dan pihak-pihak terkait (stakeholder) seperti lembaga penelitian, akademis, dan pihak pemerintah. Petani sebagai pelaku usahatani sangat berperan dalam budidaya tanaman manggis. Permasalahan yang kerap dihadapi petani adalah permodalan. Banyak diantara petani akhirnya terpaksa menjual panen dengan sistem ijon
Sistem ijon merupakan bentuk pemberian pinjaman dari tengkulak ke petani yang nantinya akan dibayar dengan hasil panen. Hasil panen dapat menjadi suatu jaminan, namun karena bunga yang diberikan oleh tengkulak ke petani tergolong tinggi lebih dari 20 % jika dibandingkan dengan bunga bank, maka petani kerap dirugikan. Pengijon (tengkulak) yang memberikan pinjaman sering tidak meminta pelunasan pinjaman pokok secara penuh bila saat pelunasan tiba, asal bunganya dibayar penuh dan pinjaman pokok diangsur sebagian. Bahkan ada tengkulak yang lebih menyukai cara pinjaman tersebut karena dianggap lebih menguntungkan. Pengijon akan mempunyai tuntutan atas pendapatan si peminjam (petani yang mengijonkan hasil penen) di masa depan dengan suku bunga yang telah disepakati sebelumnya1.
Sistem ijon merupakan budaya masyarakat desa yang sudah mereka lakukan sejak dahulu. Sistem ini terjadi karena desakan kebutuhan petani terhadap uang tunai. Perbedaan pola pendapatan dan pengeluaran menjadi ciri khas kehidupan petani Indonesia. Pendapatan petani diterima pada musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari. Adanya kebutuhan dalam waktu yang mendesak sebelum saat panen tiba banyak diantara petani yang akhirnya terpaksa menjual hasil pertanian mereka dengan sistem ijon kepada tengkulak2. Petani memerlukan uang tunai untuk berbagai tujuan, antara lain pengeluaran biaya produksi seperti perawatan, pemupukan, penanggulangan hama dan penyakit. Selain untuk biaya produksi uang tunai juga digunakan untuk kebutuhan pangan, biaya sekolah anak, pengeluaran kesehatan, atau mungkin untuk upacara tertentu seperti perkawinan dan penguburan, oleh sebab itu kebanyakan keperluan petani yang besar hanya bisa dipenuhi pada masa panen.
Pemerintah telah menyediakan pinjaman untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan tersebut, tetapi syarat-syarat yang dikemukakan oleh lembaga-lembaga pinjaman (bank) tidak sesuai dengan harapan petani. Menurut Mosher (1978), petani membutuhkan uang yang mudah, cepat, dan tepat tanpa harus banyak persyaratan seperti tanda tangan dan surat-surat keterangan. Jumlah uang yang diinginkan petani harus tersedia pada waktu yang tepat, bukan beberapa hari atau beberapa minggu. Syarat-syarat tersebut tidak dibuat oleh petani tetapi persyaratan-persyaratan inilah yang membedakan antara sistem ijon dengan pinjaman dari pemerintah. Belum lagi waktu pembayaran dapat menimbulkan masalah, tengkulak tidak menuntut pembayaran tepat waktu dan lunas penuh.
1
PSP LP IPB, 1993
2
4 Sebagian petani masih ada yang lebih suka meminjam dari sumber perorangan (tengkulak), walaupun ada lembaga keuangan formal menawarkan pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah.
Berdasarkan masterplan Bappeda (2005), Desa Karacak masuk dalam Kawasan Zona Agropolitan I dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor dan termasuk sentra pengumpul dan produksi tanaman manggis di Kabupaten Bogor. Sejak diterbitkannya SK Mentan no 312/TU.210/A/X/2002 Desa Karacak menjadi sentra manggis. Masih ada petani manggis melakukan penjualan dengan sistem ijon, tak terkecuali petani manggis di Desa Karacak.
Perumusan Masalah
Produksi pertanian sangat bergantung pada alam yang menjadikan adanya musim panen dan musim paceklik. Pada musim panen, hasil produksi akan melimpah di pasaran, sedangkan pada saat musim paceklik produk pertanian kadang tidak ada di pasaran. Harga pada musim panen menjadi rendah karena setiap petani berusaha menjual hasil pertaniannya secepat mungkin. Terdapat kekhawatiran petani pada saat panen, hasilnya tidak akan ada yang membeli, sementara itu untuk mengangkutnya ke kota besar petani tidak cukup memiliki biaya untuk pengangkutan. Kebanyakan petani menjual hasil produksinya kepada para pedagang pengumpul. Walaupun ada sebagian kecil petani yang mampu menjual produknya langsung ke pasar. Tetapi mayoritas dari mereka lebih memilih menjual hasil produksinya ke para pedagang pengumpul. Hal ini dilakukan sebab, mereka sadar akan sifat produk pertanian yang cepat rusak. Sehingga ketika produk tersebut tidak dijual cepat dan kolektif bisa jadi hasil panen mereka hanya akan menumpuk dan membusuk.
Bagi petani di Desa Karacak tidak ada kriteria yang spesifik dalam memilih mitra dalam memasarkan buah manggis. Petani secara umum menginginkan mitra pemasaran baik itu dari koperasi maupun pedagang pengumpul bersedia membeli buah manggis dengan harga yang tinggi. Keputusan petani untuk menjual buah manggis juga dipengaruhi oleh kemampuan mitranya dalam menyediakan dana pembelian (talangan) lebil awal. Oleh sebab itu banyak dari petani manggis di Desa Karacak lebih suka menjual ke pedagang pengumpul.
Permasalahan petani manggis Desa Karacak adalah kebutuhan akan uang tunai. Uang tunai selain digunakan untuk modal digunakan juga dalam kebutuhan-kebutuhan yang mendesak. Misalnya biaya kesehatan bila ada keluarga yang sakit dan biaya sekolah. Adanya keterbukaan informasi harga antara petani dengan tengkulak menjadikan sistem ijon di Desa Karacak masih dilakukan. Selain itu menurut petani yang melakukan ijon adanya jaminan pemasaran menjadi daya tarik tersendiri bagi petani. Menurut petani dengan melakukan ijon akan ada pasar untuk buah manggisnya.
Berdasarkan rumusan masalah maka beberapa permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana karakteristik petani manggis yang terlihat dalam sistem ijon? 2. Bagaimana kegiatan sistem ijon yang terjadi di Desa Karacak?
5
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian jika dilihat dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan adalah :
1. Mengetahui karakteristik petani manggis di Desa Karacak. 2. Mendeskripsikan sistem ijon yang terjadi di Desa Karacak.
3. Menganalisis hubungan antara sistem ijon dengan karakteristik petani.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini semoga bermanfaat bagi pelaku bisnis manggis dan kalangan akademis sebagai literatur maupun referensi, selain itu menyediakan informasi bagi kegiatan penelitian selanjutnya dengan topik yang sama.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor, yang bergerak dalam bidang pertanian buah manggis. Ruang lingkup kajian masalah yang diteliti lebih fokus pada tujuh karakteristik petani meliputi umur, tingkat pendidikan formal, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga, jumlah pohon, status usahatani dan status penguasaan lahan. Informasi yang digunakan adalah informasi dalam kurun waktu tahun 2011. Data yang digunakan adalah data musim panen buah manggis pada Desember 2011 sampai dengan Febuari 2012.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Petani Buah di Indonesia
Pemberdayaan masyarakat terhadap suatu obyek tertentu serta karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui. Karakteristik individu digunakan untuk mengetahui suatu perilaku dalam masyarakat. Karakteristik individu merupakan ciri-ciri atau sifat-sifat individual yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dalam lingkungan seseorang.
6 tahun), sedang (10-14 tahun), dan tinggi (15-19 tahun). Rata-rata pendidikan formal 12 tahun dengan nilai pendidikan terendah 6 tahun dan tertinggi 19 tahun. Untuk pengalaman berusahatani dibedakan menjadi dua katagori yaitu kurang perpengalaman (<11 tahun) dan cukup berpengalaman (>11 tahun). Rata-rata pengalaman petani 10 tahun dengan nilai terkecil yaitu 2 tahun dan nilai tertinggi 25 tahun. Untuk menganalisis data yang terkumpul digunakan uji Konkondasi Kendall W pada taraf kepercayaan 0,05 dan 0,01.
Fitriah (2007) mengidentifikasikan karakteristik petani menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, pengalaman manajemen usahatani, dan motivasi. Faktor eksternal meliputi luas lahan, pemanfaatan media, intensitas hubungan interpersonal, sarana dan prasarana produksi, dan kebijakan pemerintah. Dilihat dari segi umur rata-rata responden berumur 42 tahun dengan kisaran umur 27-56 tahun. Fitriah menggolongkan umur menjadi tiga yaitu muda (< 35 tahun), sedang (35-43 tahun), dan tua (> 43 tahun). Rata-rata pendidikan responden adalah 9 tahun dengan kisaran pendidikan formal 6-12 tahun. Adapun penggolangannya adalah rendah (< 6 tahun), sedang (6-9 tahun) , dan tinggi (> 9 tahun). Rata-rata pengalaman responden dalam berusahatani adalah 13 tahun dengan kisaran 5-20 tahun. Pengalaman perusahatani dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu sedikit (<10,33 tahun), cukup (10,33-15,67 tahun), dan tinggi (> 15,67 tahun). Untuk analisis hubungan, data dianalisis dengan mempergunakan koefisien Rank Spearman pada taraf 0,01 dan 0,05.
Karakteristik petani pada petani nenas menurut Sihombing (2010) meliputi umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, luas lahan dan status kepemilikan lahan. Kisaran umur 20-60 tahun dengan tingkat pendidikan didominasi tamatan Sekolah Dasar (SD). Luas lahan 0,5-2 hektar dengan status lahan bukan milik sendiri dan pengalaman yang didapat petani secara turun-temurun.
Persamaan dari penelitian-penelitian tersebut tentang mendeskripsikan karakteristik petani buah. Penelitian ini mengidentifikasi karakteristik menjadi dua yaitu internal meliputi umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah tanggungan dan eksternal meliputi jumlah tanaman, status usaha dan status kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut didapat dari penelitian terdahulu dan disesuaikan dengan kondisi lapang. Sedangkan perbedaan terletak pada alat analisis yang digunakan, dalam penelitian ini menggunakan analisis tabulasi silang (crosstabs).
Pembiayaan Pertanian di Pedesaan
7
dalam mendapat bunga pinjaman yang lebih tinggi dari pada bunga bank. Selain itu keharusan petani dalam menjual hasil pertaniannya kepada tengkulak yang telah memberi pinjaman meskipun dengan harga jual yang jauh di bawah harga standar di tingkat produsen. Ada sebagian petani berpendapat bahkan tidak jarang hanya karena alasan kebiasaan yang sudah menjadi budaya turun temurun petani tersebut tetap melakukan ijon.
Terdapat dua lembaga keuangan yaitu lembaga informal dan formal. Menurut Team Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor (1978), lembaga informal sumber pinjaman dapat diperoleh dari orang mampu, petani kaya, majikan, tetangga dan saudara.
Ada beberapa cara tanaman diijonkan, tetapi cara-cara tersebut memiliki dasar yang sama, yaitu: pemilik tanaman menerima uang tunai (persekot) dari tengkulak (pedagang pengumpung yang memberikan pinjaman) untuk hasil yang masih akan diserahkan kemudian. Pada waktu persekot diterima tanaman masih muda atau hijau, maka sistem ini dinamakan “mengijonkan tanaman”. Uang persekot tidak perlu dikembalikan sebab uang tersebut merupakan pembayaran pendahuluan (uang panjer). Menurut Tohir (1983), ada beberapa cara mengijonkan tanaman diantaranya :
1. Ngijon
Uang muka diberikan untuk hasil bumi yang akan diserahkan kemudian. Pada waktu panen petani yang telah menerima uang persekot diharuskan menyerahkan sebagian dari hasil pemanenan sebanyak jumlah yang telah ditentukan lebih dahulu (sewaktu uang muka diberikan). Jumlah hasil yang diserahkan itu umumnya memiliki nilai hingga dua sampai tiga kali lipat jumlah uang muka. Apabila hasil yang diserahkan itu didasarkan atas timbangan beratnya, maka uang muka tersebut dinamakan “uang pikulan”.
2. Untung-untungan
Sebelum hasil dipungut sudah ditentukan lebih dahulu harga dari produk yang diijonkan. Karena cara ini banyak mengandung risiko biasanya harga yang ditentukan itu lebih rendah dari harga pasar. Setelah diperoleh kecocokan dalam harga maka uang persekot diberikan. Jumlah uang persekot tergantung dari perjanjian antara kedua pihak. Jumlah uang yang ditentukan dapat meliputi harga dari seluruh pemanenen atau hanya sebagian.
3. Lelangan
Petani menerima uang muka (panjer) terlebih dahulu dengan perjanjian : a. Uang panjer tidak akan dikembalikan, kalau orang yang memberikan uang
panjer itu kelak tidak ikut melakukan pelelangan dari hasil pemanenenan. b. Pemberi panjer dapat perioritas dalam pelelangan, tetapi ini tidak berarti ia
akan memperoleh hasil panen begitu saja. Penawaran tertinggi yang akan memperolehnya, kalau penawaran dari orang lain sama tingginya, maka pemberi uang panjer yang akan dimenangkannya.
8
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Definisi Sikap dan Karakteristik Petani
Ban dan Hawkins (1992) mendefinisikan sikap adalah perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang mengenai dalam aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sedangkan Sarwono (2002) menyatakan sikap adalah suatu reaksi evaluasi yang menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang yang ditujukan dalam kepercayaan, perasaan atau perilaku seseorang. Suparno (2001) sikap didefinisikan sebagai keadaan internal seseorang yang mempengaruhi pilihan-pilihan atas tindakan-tindakan pribadi yang dilakukan. Sedangkan sikap terhadap sistem ijon adalah reaksi yang dilakukan petani dalam hal menolak atau menerima tindakan yang dilakukan seseorang (tengkulak) untuk membantu masalah keuangan petani dengan syarat hasil panen mereka sebagai jaminan.
Menurut Rogers diacu Darmihartini (2005), merinci karakteristik individu sebagai berikut:
a. Status sosial ekonomi, meliputi: umur, pendapatan, tingkat pendidikan, tanggungan keluarga, luas lahan atau jumlah pohon, sikap terhadap kredit. b. Karakteristik pribadi, meliputi: empati, kemampuan abstrak, rasionalitas,
intelegensi, sikap terhadap pendidikan dan pengetahuan, fatalisme, motivasi prestasi dan aspirasi.
c. Perilaku komunikasi, meliputi partisipasi sosial, keterkaitan dengan sistem sosial, kontek dengan agen pembaharuan, keterbukaan terhadap media masa, kegiatan mencari informasi inovasi, pengetahuan tentang inovasi, dan hubungan dengan sistem sosial.
Lembaga Pembiayaan dan Sistem Ijon
Lembaga pembiayaan agribisnis memegang peranan yang penting dalam mengembangkan usaha agribisnis, terutama dalam penyediaan modal kerja. Fenomena yang menjadi penghambat berkembangnya usaha pertanian adalah terbatasnya modal usaha pertanian, sementara skema kredit usaha kecil (KUK) diintroduksi oleh pemerintah ternyata tidak mudah untuk menyentuh para petani.
Sa’id dan Intan (2004) untuk memperoleh pembiayaan pemerintah masih
mensyaratkan agunan sertifikat tanah dan hanya petani yang memilki aset yang mampu memperoleh fasilitas pembiayaan tersebut.
9
pedesaan. Umumnya prosedur dan perjanjian peminjaman cepat, sederhana, dan berdasarkan perjanjian lisan atau tulisan yang sederhana.
Kata ijon berasal dari bahasa jawa yang artinya hijau. Petani menerima uang terlebih dahulu (persekot) dari tengkulak dan akan mengembalikan pinjaman tersebut sesudah panen tiba. Secara umum ijon adalah bentuk pinjaman uang yang dibayar kembali dengan hasil panen. Transaksi ijon tidak seragam dan banyak variasi, tingkat bunga pinjamannya pun jika diperhitungkan pada waktu pengembalian akan sangat tinggi berkisar 10-40 persen dan umumnya pemberi pinjaman merangkap sebagai pedagang pengumpul (PSP-LP-IPB, 1993). Menurut Partadirejda (1973) ada tiga ciri yang menonjol dalam ijon yaitu: pertama, jaminan untuk pinjaman ini hanya berdasar azas kenal-mengenal, asal calon peminjam dikenal baik maka transaksi pinjam meminjam dapat berlangsung. Kedua, pinjaman biasanya dalam bentuk uang tunai, namun pembayaran kembali adalah dalam bentuk barang. Ketiga, ijon tidak mengharuskan semua formalitas. Sedangkan Firdaus dan Wagiono (2009) mengatakan sistem ijon dilakukan petani karena keinginan untuk memperoleh uang secepat mungkin.
Sistem ijon dapat mengurangi penerimaan bagi petani. Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut : TR = Y.Py dimana: TR = total penerimaan
Y = produksi yang diperoleh Py = harga Y
Pinjaman informal memiliki peranan dominan dalam membiayai suatu kegiatan (PSP LP IPB, 1993). Dominasi pinjaman informal ini disebabkan oleh : a. Prosedur untuk memperoleh pinjaman mudah, tidak diperlukan agunan dan
kemampuan baca tulis.
b. Biaya peminjaman relatif murah.
c. Waktu untuk memperoleh dana relatif singkat dan fleksibel. d. Pemberi pinjaman biasanya juga sebagai pembeli produk usaha.
e. Kredit informal dapat diperoleh meskipun ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.
f. Lembaga pinjaman formal tidak berminat pada usaha kecil, karena
(i). Biaya transaksi relatif lebih tinggi dari pada pinjaman untuk perusahaan besar.
(ii). Risiko macet lebih besar.
g. Pengusaha kecil tidak memiliki informasi yang memadai tentang jasa lembaga keuangan formal.
Kerangka Pemikiran Operasional
10 karakteristik petani. Karakteristik diduga akan mempengaruhi apakah petani melakukan ijon atau tidak dan akan perkuat dengann uji Chi-Square.
Alur pemikiran operasional dimulai dari identifikasi karakteristik petani meliputi karakteristik internal dan eksternal. Karakteristik internal diggolongkan menjadi empat yaitu umur petani responden, tingkat pendidikan formal responden, pengalaman berusahatani responden dan jumlah tangggungan keluarga responden, sedangkan karakteristik eksternal digolongkan menjadi tiga yaitu jumlah pohon yang diusahakan oleh responden, status usahatani responden dan status kepemilikan lahan responden. Ketujuh karakteristik tersebut diduga berhubungan atau mempengaruhi pengambilan keputusan sikap petani manggis terhadap sistem ijon. Karakteristik diperoleh dari teorinya Rogers yaitu berdasarkan status sosial ekonomi dan penelitian terdahulu mengenai status usahatani dan status kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut sudah disesuaikan dengan kondisi di lapang.
Berdasarkan Gambar 1 dapat diuraikan bahwa status sosial ekonomi diduga mempengaruhi sistem ijon. Umur berpengaruh pada kondisi fisik, umur yang semakin tua akan mempengaruhi kinerja dalam pemanenan dan penjualan. Petani sebagai kepala keluarga memiliki tanggungjawab bagaimana cara agar keluarganya dapat memenuhi kebutuhan, termasuk kebutuhan yang tak terduga. Pengalaman bertani menjadi salah satu sikap apakah petani tersebut mengijonkan hasil panennya atau tidak. Hal ini berhubungan dengan masa lalu dimana sistem ijon telah menjadi masalah (momok) negatif pertanian Indonesia. Jumlah tanggungan yang banyak mempengaruhi kebutuhan anggota keluarga, baik itu sandang, pangan maupun kebutuhan lain seperti pendidikan dan kesehatan. Hal ini berpengaruh pada tindakan petani terhadap sistem ijon. Sistem ijon yang aturannya sederhana memikat petani walaupun petani mengetahui dengan melakukan ijon penerimaan mereka tidak akan maksimal (berkurang). Dilihat dari jumlah pohon dapat mempengaruhi petani dalam melakukan ijon, sebab petani akan mendapatkan pinjaman yang jauh lebih banyak. Status usahatani mempengaruhi petani dalam menyikapi ijon. Petani yang tidak memiliki usaha lain dan mengharapkan dari usahatani manggis saja petani tersebut diduga akan melakukan ijon disaat petani dalam kesulitan keuangan. Status kepemilikan lahan diduga mempengaruhi petani dalam mengijonkan hasil usahatanianya. Petani responden yang tidak memiliki hak milik tidak akan berani melakukan ijon untuk menjual manggisnya.
Gambaran sistem ijon diintepretasikan menggunakan analisis deskriptif. Data analisis deskriptif diperoleh dari hasil wawancara dari petani responden. Selain itu masing-masing karakteristik responden juga akan dijabarkan menggunakan analisis deskriptif. Karakteristik yang dijabarkan meliputi umur, Informasi diperoleh dari hasil wawancara kepada petani responden.
11
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di Kampung Cengal Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih secara sengaja (purposive). Pemilihan lokasi di Desa Karacak karena di daerah tersebut merupakan sentra produksi dan daerah yang potensial untuk pengembangan usahatani manggis dan Kampung Cengal merupakan kampung dengan luasan terbesar di Desa Karacak. Penelitian dilakukan pada bulan September 2011 sampai Febuari 2012. Pengambilan data pada musim panen 2011/2012. Hasil penelitian hanya dilakukan di Desa Karacak sehingga hasil yang diperoleh mempunyai kecenderungan tidak dapat diterapkan secara luas (generalisasi).
Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil wawancara, pengamatan langsung pada kegiatan pertanian komoditas buah manggis. Mengisi kuesioner yang menyangkut karakteristik petani dengan sistem ijon yang terjadi di tempat penelitian. Kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data mengenai tanggapan petani terhadap sistem ijon yang terjadi di Desa Karacak. Kuesioner tidak diberikan secara langsung kepada petani responden melainkan menggunkan teknik wawancara. Teknik wawancara ini digunakan untuk mendapat informasi yang lebih luas dan tidak dibatasi oleh kuisioner. Data sekunder diperoleh melalui artikel, skripsi, jurnal, majalah, internet, laporan perusahaan, serta data-data instansi terkait yang
Chi-Square Chi-Square
penggolongan Usahatani Manggis di Desa Karacak
4. Jumlah tanggungan Rekomendasi untuk
petani
12 mendukung penelitian seperti Badan Pusat Statsitika, Ditjen Hortikultura, Departemen Pertanian. Data sekunder diperoleh melalui informasi maupun laporan tertulis dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian ini untuk proses lebih lanjut.
Metode Pengambilan Sampel
Menurut Gay dan Diehl diacu Darmihartini (2005) menuliskan untuk penelitian deskriptif, sampel minimal 10 persen dari populasi sedangkan penelitian korelasi paling sedikit 30 elemen populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang mengusahakan manggis di Desa Karacak. Secara pasti tidak diketahui jumlah petani yang mengusahakan tanaman manggis tetapi dari wawancara saat turun lapang diperkirakan 170 petani yang membudidayakan manggis 3. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan (purposive sampling). Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 48 responden petani, akan tetapi yang digunakan hanya 45 responden. Hal ini dikarenakan tiga responden tidak sesuai dengan kriteria sampel. Adapun kriteria sampel sebagai berikut:
a. Pohon manggis yang dimiliki petani sudah berproduksi atau menghasilkan. b. Jumlah pohon yang diusahakan petani antara 20 – 230 pohon.
Metode Pengolahan Data dan Pengujian Hipotesis
Data yang telah didapatkan kemudian diolah dan dianalisis. Menurut Walpole (1992) analisis deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu data sehingga memberikan informasi yang berguna. Analisis deskriptif meliputi upaya penelusuran dan pengungkapan informasi relevan yang terkandung dalam data dan menyajikan dalam bentuk yang lebih ringkas, sederhana, dan lebih informatif. Hasil akhir yang diperoleh mengarah pada penjelasan dan penafsiran.
Analisis diskriptif yang digunakan adalah menggolongkan karakteristik responden dan gambaran umum sistem ijon di Desa Karacak. Analisis deskriptif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik responden. Agar lebih mudah dalam pembacaan data maka dibuatlah tabel-tabel. Bentuk tabel digunakan untuk menjabarkan karakteristik petani meliputi umur, pendidikan formal, pengalaman berusahatani, tanggungan keluarga, jumlah pohon, status usahatani dan status kepemilikan lahan. Bentuk tabel yang digunakan berupa tabel kontingensi. Tabel kontingensi adalah tabel yang menyajikan data atau informasi dalam bentuk baris dan kolom dalam bentuk umm. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif persentase. Deskriptif persentase diolah dengan cara frekuensi dibagi dengan jumlah responden dikali 100 persen, seperti dikemukan oleh Sudjana (2001) adalah sebagi berikut:
3
13 � = �
� × 100% Dimana:
P : Persentase f : Frekuensi
N : Jumlah responden 100% : Bilangan tetap
Selain itu dalam penelitian juga menggunakan analisis tabulasi silang (crosstabs). Analisis tabulasi silang merupakan salah satu analisis korelasional yang digunakan untuk melihat hubungan. Crosstabs digunakan untuk menguji keterkaitan karakteristik petani dengan ijon.
Crosstab terdiri atas satu baris atau lebih dan satu kolom atau lebih. Ciri penggunaan crosstab adalah data input yang berskala nominal atau ordinal. Pada penelitian ini menggunakan tabulasi antara sikap terhadap ijon dengan umur, sikap terhadap ijon dengan pendidikan formal, sikap terhadap ijon dengan pengalaman berusahatani, sikap terhadap ijon dengan, tanggungan keluarga, sikap terhadap ijon dengan jumlah pohon, sikap terhadap ijon dengan status usahatani, sikap terhadap ijon dengan status kepemilikan lahan.
Alat statistik yang sering digunakan untuk mengukur asosiasi pada sebuah crosstab adalah chi-square (Malhotra, 2004). Alat ini pada praktek statistik dapat diterapkan untuk menguji ada atau tidaknya hubungan antara baris dan kolom dari sebuah crosstab. Analisis chi-square pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik petani manggis dengan sistem ijon. Hipotesis pada penelitian ini adalah:
H0 : Tidak ada hubungan antara sistem ijon dengan karakteristik petani. H1 : Ada hubungan antara sistem ijon dengan karakteristik petani.
Dasar pengambilan keputusannya jika dilihat berdasarkan perbandingan antara chi-square hitung dengan chi-square tabel adalah:
Chi-square hitung < chi-square tabel, maka H0 diterima. Chi-square hitung > chi-square tabel, maka H0 ditolak.
Analisis lebih lanjut dapat dilihat dari Chi-Square test. Chi-Square test diolah menggunakan software yang bernama SPSS 11.5 dengan taraf nyata lima persen (α = 0,05)
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis Desa Karacak
14 endapan gunung berapi). Ketersediaan air tanah tersedia sepanjang tahun dengan kedalaman relatif dangkal dengan mata air berasal dari gunung salak dan gunung pangrango.
Kondisi curah hujan dan kelembapan Desa Karacak merujuk pada kondisi agroklimat wilayah Kecamatan Leuwiliang secara umum. Curah hujan rata-rata pertahun antara 3.500-4.900 mm dan suhu rata-rata antara 20-30 0C. Desa karacak pada umumnya beriklim basah atau iklim menurut Schmidt & Ferguson adalah tipe A. Iklim tipe A adalah dimana periode bulan basah relatif lebih panjang sembilan bulan dari pada bulan kering.
Desa Karacak sebagian besar merupakan wilayah dengan topografi berbukit dengan kemiringan lereng antara 15-25 persen seluas 499,88 ha dan sebagian lain merupakan wilayah dengan topografi dataran seluas 210,15 ha. Dilihat letak orbitasi (jarak dari pemerintah pusat desa) letak desa ± 5 km dari ibu kota Kecamatan Leuwiliang dan 42 km dari ibu kota Kabupaten Bogor. Desa Karacak merupakan wilayah yang terdiri dari beberapa kampung yakni Kampung Cengal, Jamlang, Ciputih, dll.
Sebesar 270,02 hektar atau sekitar 38,03 persen dari total luas lahan Desa Karacak digunakan sebagai tanah perkebunan rakyat. Tanah perkebunan rakyat ditanam dengan tanaman manggis, selain manggis perkebunan rakyat di wilayah tersebut banyak dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura lain seperti durian, pisang, duku, belimbing, dan rambutan. Penggunaan lahan lainnya dimanfaatkan untuk sawah pertanian (29,68 persen), ladang dan tegalan (19,65 persen), pemukiman, lapangan, perkantoran dan lain-lain. Selengkapnya informasi penggunaan lahan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang dapat dilihat pada Tabel 4.
Sarana dan Prasarana Desa Karacak
Berdasarkan informasi dari Kecamatan Leuwiliang sarana dan prasarana di Desa Karacak yaitu prasarana berupa jalan darat meliputi jalan kabupaten 6 km Tabel 4 Penggunaan Lahan di Desa Karacak Tahun 2007a
No Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)
15
dan jalan desa 7 km. Sarana berupa kendaraan umum yaitu angkotan kota, angkotan desa, dan ojek. Prasarana pemerintah desa meliputi kantor kepala desa, balai desa, dan kantor RW. Prasarana kesehatan meliputi puskesmas pembantu, poliklinik, tempat praktek dokter umum, dan posyandu. Prasarana pendidikan di Desa Karacak meliputi dua TK (Taman Kanak-kanak), empat PAUD (Pendidik Anak Usia Dini), gedung SD/sederajat 8 unit, gedung SMP/sederajat 3 unit, gedung SMA 1 unit. Prasarana peribadatan terdiri dari masjid dan mushola
Prasarana informasi dan komunikasi penduduk Desa Karacak adalah televisi dan radio. Selain itu ada pula warga yang memanfaatkan telepon rumah dan telepon genggam sebagai alat komunikasi.
Kependudukan
Jumlah secara keseluruhan penduduk Desa Karacak berdasarkan sensus tahun 2010 sekitar 10.862 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki 5.512 (50,75%) jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 5.350 jiwa (49,25%). Dengan jumlah kepala keluarga 2.855 Kepala Keluarga. Jumlah penduduk di Desa Karacak lebih dari setengah masih berusia muda, yaitu 6 – 30 tahun, dengan persentase sebanyak 57,33 persen. Berikut rincian jumlah penduduk Desa Karacak berdasarkan komposisi umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.
Berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar penduduk Desa Karacak tamat SD yaitu 21,83 persen sedangkan tamatan SMP adalah 16,77 persen dari jumlah penduduk keseluruhan. Penduduk yang tamat SMA bekisar 25,01 persen, sedangkan jumlah penduduk yang menyelesaikan tingkat perguruan tinggi hanya 2,09 persen dari keseluruhan jumlah penduduk di Desa Karacak. Penduduk yang tidak pernah bersekolah jumlahnya lebih kecil dibandingkan penduduk yang Tabel 5 Komposisi Penduduk Desa Karacak Berdasarkan Umur dan Jenis
16 bersekolah. Secara umum masyarakat Desa Karacak menunjukkan sebagian besar telah menyadari pentingnya pendidikan dasar. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Dari Tabel 6, dapat diketahui bahwa banyak penduduk yang mengalami putus sekolah baik dari SD ke SMP, maupun dari SMP ke SMA. Penduduk yang putus sekolah lebih banyak didominasi oleh perempuan dibandingkan laki-laki.
Dilihat dari mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Karacak adalah petani baik pertanian palawija, hortikultura, bahkan beberapa tanaman keras seperti kayu-kayuan. Kegiatan pertanian merupakan mata pencaharian yang secara turun-temurun ditekuni oleh masyarakat Desa Karacak. Selain di sektor pertanian, penduduk Desa Karacak juga bekerja pada sektor-sektor lain yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Komposisi Penduduk Desa Karacak Menurut Mata Pencaharian Tahun 2010a
Jenis Pekerjaan Jumlah Penduduk (orang) Total Persentase (%)
Tabel 6 Komposisi Penduduk Desa Karacak menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010a
17
Berdasarkan Tabel 7, mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani yaitu 912 orang atau 52,20 persen dari total penduduk. Selanjutnya, diikuti oleh buruh tani sebanyak 547 orang atau 31,31 persen. Hal ini menunjukkan adanya ketergantungan yang tinggi masyarakat Desa Karacak terhadap pertanian. Jumlah penduduk perempuan yang berpartisipasi dalam dunia kerja lebih sedikit jika dibandingkan dengan penduduk laki-laki.
Profil dan Sumberdaya Alam Kampung Cengal Desa Karacak
Kampung Cengal adalah kampung terbesar di Desa Karacak. Kampung ini terletak di RW 05 menaungi dua buah RT yaitu RT 01 dan RT 02. Mayoritas lahan di Kampung Cengal berbentuk perkebunan dengan manggis adalah komoditas unggulan. Lahan di kampung Cengal dimiliki oleh warga setempat walaupun ada sebagian kecil dimiliki oleh penduduk luar desa yang tinggal di kota. Penduduk luar desa membiarkan lahan perkebunannya diurus oleh warga lokal dengan sistem upah.
Budidaya manggis di Kampung Cengal dilakukan dengan sistem tumpangsari, yaitu menanam berbagai tanaman lain dalam satu kebun. Tanaman tersebut seperti tanaman palawija, sayuran, cengkeh, kelapa atau tanaman buah lain sepert rambutan, belimbing, durian, duku dan pisang, jumlah produksinya dapat dilihat pada Tabel 8.
Budidaya Manggis di Desa Karacak
Pembibitan dan Penanaman Bibit
Tanaman manggis di Desa Karacak didominasi oleh tanaman yang sudah menghasilkan atau produktif yaitu dengan umur lebih dari 25 tahun, tanaman tersebut berasal dari hutan sekunder dan pekarangan warisan leluhur. Jenis Tabel 8 Produksi Komoditas Buah-buahan di Kampung Cengal Desa Karacak
Tahun 2008a
No Jenis Tanam Buah Luas Lahan (ha) Produksi (ton/ha)
1 Rambutan 10 5
2 Manggis 49 120
3 Belimbing 2 215
4 Durian 49 50
5 Duku 1 5
6 Pisang 155 15
a
18 manggis yang ditanam adalah varietas unggul lokal bogor dan sebagian kecil varietas wanayasa.
Manggis yang dibudidayakan diperbanyak secara generatif (biji). Biji yang ditanama berasal dari buah manggis yang tidak laku dijual atau kualitas bekas sortir (BS). Sebelumnya daging buah dihilangkan dengan cara direndam ke dalam air bersih selama satu minggu dengan dua hari sekali air diganti hingga lendir dan jamur terbuang. Daging buah akan mengelupas dengan sendirinya, barulah biji dicuci sampai bersih. Pengeringan biji dilakukan di tempat teduh selama beberapa hari. Petani lebih suka perbanyakan secara generatif sebab perbanyakan secara generatif keunggulan akar lebih kuat dan usia produktif manggis lebih lama. Namun kelemahan manggis baru dapat berbuah setelah berumur 8-15 tahun sedangkan dengan vegetatif manggis dapat berbuah pada umur 3-5 tahun. Perbanyakan vegetatif seperti cangkok, okulasi maupun teknik sambung pucuk, biasanya hanya untuk tanaman pekarangan atau tanaman manggis hias yaitu manggis yang ditanam dalam pot.
Mayoritas petani responden di Desa Karacak membuat bibit sendiri. Ada beberapa petani membeli bibit dari petani lain. Harga bibit dijual sekitar Rp 3.000-5.000/bibit dengan ketinggian 40 cm dan bibit dengan tinggi 50 cm dijual dengan harga Rp 7.000-9.000/bibit. Petani responden yang mengusahakan pembibitan sendiri, biji buah manggis yang telah dikeringkan ditanam dalam polybag berdiameter 30 cm atau lebih. Setelah dua tahun, tanaman dalam polybag dapat dipindah ke tanah yang telah dibuat terasering. Jarak tanam manggis yang sudah ada kurang dari 10 x 10 m karena sebagian besar tanaman produktif saat ini merupakan hasil warisan orang tua tanpa adanya pengaturan jarak tanam yang baik. Namun dalam peremajaan tanaman, petani responden telah mulai sadar untuk menanam dengan jarak tanam manggis 10 x 10 m. Jarak tanam ini (10 x 10 m) sesuai dengan saran dari PKHT IPB.
Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan manggis di lakukan secara semi-intensif. Hal tersebut dapat dilihat dari minimnya frekuensi petani responden dalam hal perawatan tanaman budidaya baik itu dalam hal pemupukan maupun penyiangan. Bahkan ada petani responden hanya mendatangi kebun jika akan memasuki masa panen. Petani menganggap bahwa tanaman manggis merupakan tanaman hutan yang tidak perlu penanganan khusus. Perilaku tersebut telah dilakukan petani Desa Karacak secara turun-temurun. Namun kondisi mulai berbah secara bertahap setelah adanya pembinaan dari berbagai lembaga seperti Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB, Horticultural Partnership Supporting Program (HPSP) maupun bimbingan teknis dari pemerintah. Pembinaan yang dilakukan terhadap para petani manggis dilakukan secara berkesinambungan selama beberapa tahun dan sudah dimulai sejak tahun 2002.
19
Tidak ada kegiatan penyiraman tanaman manggis, petani responden hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber air. Hal ini karena kondisi tanah yang sebagian besar bertopografi miring menyulitkan petani untuk mengaliri lahan secara intensif.
Hama tanaman yang sering muncul adalah ulat bulu yang menyerang daun yang masih muda serta serangga pengisap Helopelthis antonii yang sering menusuk buah yang masih muda. Serangan serangga ini menyebabkkan getah kuning keluar dari kulit dan bagian dalam buah menjadi busuk. Untuk mengatasinya petani mengusahakan secara mandiri dan tidak memakai pestisida. Penanganannya dilakukan secara manual, jika ada ulat bulu yang menyerang petani bisa langsung membunuhnya atau memotong dahan yang banyak ulat bulu tersebut, sedangkan hama serangga penghisap petani hanya pasrah (tidak melakukan apa-apa) dan tidak melakukan perlakuan khusus untuk mengatasi hama tersebut.
Panen
Secara umum periode panen manggis di Indonesia terjadi pada kisaran bulan November hingga bulan Maret tahun berikutnya. Namun, panen buah manggis dimasing-masing daerah sentra (daerah yang menjadi perkembangan budidaya manggis) bervariasi tergantung umur tanaman dan musim. Pada umumnya panen dilakukan satu kali dalam setahun atau dua kali dalam tiga tahun, hal ini disebabkan masa vegetatif tanaman manggis yang lebih lama. Data bulan panen manggis di daerah sentra di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 9.
Periode panen Manggis di Desa Karacak mengacu pada wilayah Kecamatan Leuwiliang seperti yang terlihat pada Tabel 9, panen terjadi antara bulan Desember pada tahun sebelumnya hingga bulan Maret tahun sesudahnya. Namun periode tersebut dapat berubah, petani beranggapan faktor utama yang menyebabkan pergeseran atau perubahan periode panen adalah faktor cuaca. Tanaman manggis membutuhkan proporsi (perbandingan) yang ideal antara musim kemarau dan musim hujan sehingga periode dari munculnya bunga hingga keluarnya buah dapat terjadi dengan baik. Jika terdapat ketidakpastian cuaca, Tabel 9 Prakiraan Bulan Panen pada Daerah Sentra di Kabupaten Bogora
No Kecamatan Bulan Panen Puncak
20 maka pohon yang telah berbunga pun dapat mengalami kegagalan dan buah dihasilkan menjadi lebih sedikit.
Pohon manggis yang sudah panen dapat dipetik dengan selang waktu dua hari sekali. Pemetikan dilakukan dengan cara memanjat pohon dengan bantuan tangga. Cara pengambilan buah dapat dipetik dengan tangan langsung atau dengan bantuan galah jika letak buahnya terlalu jauh. Bentuk galah dimodifikasi oleh petani sendiri agar buah manggis yang didapat tidak rusak. Galah terbuat dari bambu yang ujung diberi kawat yang melingkar dan diberi kain penutup (dapat dilihat pada Lampiran 5). Buah yang sudah dipetik dimasukkan ke dalam karung terigu dan nantinya akan dibawa dengan keranjang bambu untuk diangkut menggunakan pikulan. Hasil panen dikumpulkan di rumah masing-masing petani. Tengkulak atau pedagang pengumpul akan mengambil hasil panen petani yang nantinya akan dijual ke konsumen selanjutnya.
Jumlah panen setiap petani responden berbeda tetapi saat panen raya produksi rata-rata 15 sampai 30 kg/pohon. Di pedagang pengumpul buah manggis disortir berdasarkan kualitasnya. Kendala penyotiran buah adalah kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat memilah buah berdasarkan kualitasnya karena buah yang melimpah saat panen raya dan kurangnya pembinaan petani dalam penyotiran.
Pemasaran dan Penentuan Harga
Pemasaran sangat penting bagi petani untuk menjual hasil panennya. Buah manggis segar hanya bisa bertahan 2-3 minggu dalam suhu kamar. Konsumen berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Segmen pasar buah manggis tergantung dari kualitas yaitu pasar tradisional, supermarket dan ekspor.
Penentuan harga hasil panen buah manggis segar dilakukan dengan tawar menawar. Patokan dasar disesuaikan dengan harga tawar musim panen tahun lalu. Informasi harga terbuka bagi masing-masing petani. Petani responden sudah mengetahui harga dasar (harga ditingkat produsen). Informasi ini diperoleh baik dari sesama petani maupun pedagang pengumpul. Harga pada saat penelitian adalah Rp 2.300 – Rp 2.800 per kg dengan harga rata-rata Rp 2.500/kg, sedangkan harga ditingkat eceran antara Rp. 7.000 – Rp. 12.000 per kg. Fluktuasi harga
21
tersebut dipengaruhi oleh harga dipasar atau harga konsumen. Jika harga dipasar naik, maka harga di tingkat produsen juga ikut naik dan begitu juga sebaliknya.
Mayoritas petani responden tidak melakukan grading, mereka lebih suka menjual langsung apa adanya. Walaupun mereka tahu harga maggis di pasar setelah di grading jauh lebih mahal. Menurut petani dalam hal grading alasan waktu dan ketrampilan menjadi kendala mengapa petani tidak mau melakukan grading. Belum lagi jika petani melakukan grading akan sulit memasarkan hasil panennya karena pedagang pengumpul tidak mau nenerima hasil grading dari petani. Pedagang pengumpul lebih suka membeli dengan kualitas campuran (hasil saat petik).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Petani Manggis di Desa Karacak
Karakteristik petani manggis yang dibahas adalah umur, tingkat pendidikan formal, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tanaman yang diusahakan, status usahatani dan status kepemilikan lahan. Penggolongan responden dibuat dalam bentuk tabel kontingensi. Tabel kontingensi yaitu tabel yang berisi data atau informasi dalam bentuk baris dan kolom yang disajikan secara umum. Kolom tabel berisi penggolongan, kriteria, jumlah dan persentase. Sedangkan kolom berisi penggolongan karateristik yang dikaji.
Umur
Umur responden bervariasi mulai dari 27-82 tahun. Umur digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu muda, sedang dan tua. Umur muda dengan kriteria 27 – 37 tahun, umur sedang dengan kriteria 38 – 64 tahun dan tua dengan kriteria umur petani diatas 65 tahun. Penggolongan petani manggis berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 10.
22
Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa jumlah petani terbanyak terdapat pada golongan umur sedang yaitu 38 – 64 tahun dengan jumlah petani 31 orang atau sebesar 69 persen. Hal ini menunjukkan bahwa petani Desa Karacak berada pada usia produktif. Golongan umur muda lebih sedikit jika dibandingkan dengan golongan umur tua. Padahal umur muda sangat dibutuhkan dalam usaha budidaya tanaman manggis Ketidaktertarikan pemuda pada bidang pertanian khususnya budidaya manggis menyebabkan pelaku usahatani manggis mayoritas adalah petani dengan golongan umur sedang dan golongan umur tua. Golongan umur tua akan memiliki sifat kehati-hatian dan penuh pertimbangan dalam hal membuat suatu keputusan.
Tingkat Pendidikan Formal
Ditinjau dari tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti responden, maka penggolongan berdasarkan tingkat pendidikan petani dapat digolongkan atas tiga kelompok. Tujuh persen dari 45 responden tidak tamat Sekolah Dasar (SD), bahkan terdapat dua responden tidak mengeyam sama sekali pendidikan dasar. Pendidikan formal paling tinggi yang pernah responden alami adalah tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA). Secara keseluruhan petani dengan pendidikan golongan rendah tinggal sedikit yaitu tujuh persen atau tiga orang. Pendidikan petani menggambarkan bahwa masyarakat yang buta huruf (karena tidak mengenyam pendidikan dasar) sudah jarang dan hanya sebagian kecil. Secara terperinci penggolongan responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Penggolongan Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Golongan
Pendidikan Kriteria Jumlah (orang) Persentase (%) a
Tabel 10 Penggolongan Responden Berdasarkan Kelompok Umur
Golongan Umur Kriteria Jumlah (orang) Persentase (%)a
23
Berdasarkan tingkat pendidikan yang diperoleh, sebagian besar responden telah mengenyam pendidikan dasar, hal ini dapat dilihat pada Tabel 11. Lima puluh delapan persen tamat SD dan 36 persen tamat SMP. Pendidikan formal berpengaruh pada kemampuan baca tulis. Di tempat responden golongan pendidikan rendah tidak mampu membaca dan menulis.
Untuk pendidikan non formal, mayoritas petani di Desa Karacak pernah mengikuti pelatihan atau penyuluhan yang diadakan oleh pemerintah yang bekerjasama dengan Universitas maupun pihak swasta.
Pengalaman Berusahatani
Pengalaman berusahatani dihitung dari lamanya responden melakukan kegiatan berusahatani manggis yang di ukur dengan satuan tahun. Rata-rata pengalaman responden di Desa Karacak diperoleh sejak kecil, jadi dalam menghitung pengalaman berusahatani manggis berdasarkan keterangan responden dimana petani mulai berkecimpung dalam usaha budidaya manggis. Walaupun pada saat itu responden hanya membantu sebagai tenaga dalam keluarga. Profil responden penelitian mempunyai pengalaman berusahatani manggis yang beragam dari mulai 10 tahun sampai 59 tahun. Penggolongan petani berdasarkan pengalaman berusahatani dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 menunjukkan manyoritas responden memiliki golongan pengalaman sedang yaitu 20-40 tahun. Pengalaman respoden berpengaruh pada pengelolaan usaha budidaya tanaman manggis. Pengalaman berusahatani memiliki peranan yang penting bagi petani responden dalam mengembangkan usaha budidaya manggisnya. Dari pengalaman juga, petani responden merasakan berbagai dampak dari penerapan sistem ijon dari tahun-ketahun. Hal ini akan mempengaruhi pandangan petani tentang sistem ijon yang terjadi pada saat ini, jika dibandingkan dengan sistem ijon pada tahun-tahun yang lalu.
Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga petani responden yang ditanggung dan dibiayai oleh kepala rumah tangga dalam satu Tabel 12 Penggolongan Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani
Manggis Golongan
Pengalaman Kriteria Jumlah (orang) Persentase (%) a
Rendah Kurang dari 19 tahun 12 27
Sedang 20 – 40 tahun 20 44
Banyak Lebih dari 41 tahun 13 29
Jumlah 45 100
24 keluarga. Penggolongan jumlah tanggungan keluarga dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sedikit, sedang dan banyak. Golongan tanggungan sedikit memiliki kriteria tanggungan kurang sama dengan dua orang. Golongan tanggungan sedang dengan kriteria 3 – 4 orang, sedangkan golongan tanggungan banyak dengan kriteria tanggungan lebih dari 5 orang. Adapun hasil penelitian tentang penggolongan petani berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 menunjukkan dari 45 responden hanya satu responden yang tidak memiliki tanggungan keluarga disebabkan petani tersebut belum berkeluarga. Dilihat dari jumlah tanggungan petani, mayoritas tanggungan keluarga memiliki jumlah tanggungan golongan sedikit yaitu kurang dari dua orang. Dua puluh sembilan persen atau 13 petani memiliki tanggungan keluarga golongan sedang, dan hanya 16 persen atau 7 responden memiliki tanggungan lebih dari 5 orang.
Tanggungan keluarga berdampak pada pemenuhan kebutuhan baik itu kebutuhan sandang, pangan, kesehatan dan pendidikan. Tanggungan yang banyak akan membutuhkan biaya yang jauh lebih banyak dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Biaya kesehatan yang datangnya tiba-tiba mempengaruhi kondisi keuangan keluarga petani. Jika petani responden tidak dapat memenuhi kebutuhan kesehatan tersebut maka mereka mencari pinjaman agar kebutuhan kesehatan dapat terpenuhi. Belum lagi kebutuhan akan pendidikan, biaya pendidikan akan terasa besar pada saat bulan Juni-Juli dimana semester baru dimulai.
Jumlah Pohon Manggis yang Diusahakan
Jumlah pohon manggis yang dimaksud dalam penelitian adalah jumlah pohon maggis yang diusahakan petani responden dan sudah produktif (menghasilkan). Pohon manggis yang sudah produktif dapat diketahui dengan melihat umur pohon yaitu umur pohon diatas 9 tahun. Jumlah pohon produktif dari 45 responden adalah 47 persen, sisanya belum semua pohon yang diusahakan petani menghasilkan. Perbandingan antara jumlah pohon produktif dengan pohon yang belum produktif dapat dilihat pada Lampiran 1.
Hasil dari penelitian, jumlah pohon manggis dibagi dalam tiga golongan yaitu sedikit, sedang dan banyak. Golongan sedikit dengan kriteria jumlah pohon kurang dari 50, golongan sedang dengan kriteria jumlah pohon 51 sampai 100 pohon, dan golongan banyak dengan kriteria jumlah pohon yang dimilki oleh Tabel 13 Penggolongan Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
Golongan
25
petani responden yaitu lebih dari 101 pohon. Adapun penggolongan tersebut dapat dilihat pada Tabel 14.
Berdasarkan penggolongan jumlah pohon pada Tabel 14, mayoritas petani responden di Desa Karacak memiliki jumlah pohon manggis kurang dari 50 pohon. Golongan dengan jumlah pohon sedang sama dengan jumlah golongan banyak yaitu 10 oranga atau 22 pesen. Jumlah pohon berdampak pada jumlah panen buah manggis yang didapatkan. Semakin banyak pohon yang sudah produktif semakin banyak pula buah manggis yang dihasilkan.
Status Usahatani
Petani responden pada umumnya menjadikan usahatani manggis bukan sebagai kegiatan usahatani yang utama. Tanaman manggis memiliki masa panen yang lama (selama satu tahun) menjadikan budidaya manggis bukanlah penerimaan yang utama. Status usahatani sampingan yang dimaksud dalam penelitian adalah petani selain membudidayakan manggis, petani tesebut juga mempunyai usaha atau pekerjaan lain. Seperti disajikan pada Tabel 15, mayoritas petani responden yaitu 78 persen atau 35 petani memiliki usaha lain artinya petani tersebut selain membudidayakan tanaman manggis, ia juga memiliki usaha atau pekerjaan lain seperti berdagang, seorang PNS, karyawan swasta (hal ini dapat dilihat pada Lampiran 4).
Berdasarkan Tabel 15, hasil dari wawancara terhadap responden hanya 10 petani atau 22 persen yang mengganggap budidayakan tanamam manggis merupakan penerimaan yang utama artinya petani tersebut tidak memiliki usaha lain selain berusahatani manggis.
Tabel 15 Penggolongan Responden Berdasarkan Status Usahatani
Status Usahatani Jumlah Persentase (%)a
Sampingan 10 22
Utama 35 78
Jumlah 45 100
aangka di bulatkan
Tabel 14 Penggolongan Responden Berdasarkan Jumlah Pohon Golongan
Jumlah Pohon Kriteria Jumlah (orang) Persentase (%) a
Sedikit Kurang dari 50 pohon 25 56
Sedang 51 – 100 pohon 10 22
Banyak Lebih dari 101 pohon 10 22
Jumlah 45 100
26
Status Kepemilikan Lahan
Status kepemilikan lahan manggis adalah pernyataan hubungan antara tanah usahatani manggis dengan kepemilikan atau pengusahaanya. Adapun status tanah dalam skripsi dibedakan menjadi tiga, yaitu penggarap, penyakap dan hak milik. Penggarap yang dimaksud adalah petani manggis yang mengusahakan lahan milik orang lain hanya sebagai pengelola tanpa adanya bagi hasil. Petani penyakap yang dimaksud adalah petani maggis yang mengusahakan atau mengelola lahan milik orang lain dengan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Hak milik adalah petani manggis yang memiliki lahan pertanian atas namanya sendiri dan petani tersebut juga mengusahakan lahan pertaniannya sendiri.
Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki status tanah adalah hak milik yaitu sebesar 93 persen dengan jumlah 42 petani. Status tanah hak milik sebagian besar diberikan kepada orang tua petani sebagai warisan. Sedangkan petani penggarap sebesar empat persen atau 2 orang dan hanya seorang saja petani sebagai penyakap.
Pembagian kedalam penggolongan pada ketujuh karakteristik tersebut dimasudkan untuk mempermudah intepretasi data yang semula berupa data primer (data mentah) agar lebih mudah dibaca. Penggolongan yang dimaksud disini adalah penamaan untuk membedakan kriteria pada setiap data. Setiap karakteristik memiliki kriteria penggolangan yang berbeda hal ini disesuaikan dengan karakteristik itu sendiri. Penggologan pada umur akan berbeda dengan penggolongan pendidikan, walupun ada karakteristik yang dalam penggolongannya sama yaitu jumlah tanggungan keluarga dan jumlah pohon, namun memiliki kriteria yang berbeda.
Sistem Ijon di Desa Karacak
Proses Ijon di Desa Karacak
Ijon adalah menjual hasil panen manggis sebelum waktunya dimana pemasaran hasil usahatani ditransaksikan beberapa bulan sebelum masa panen ketika buah dalam keadaan “mengkal” (setengah matang) bahkan dalam keadaan berbunga. Dilihat dari Gambar 4 dapat dijelaskan bahwa petani manggis dikatakan Tabel 16 Penggolongan Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Tanah
Status Kepemilikan Lahan Jumlah Persentase (%)a
Penggarap 2 4
Penyakap 1 2
Hak milik 42 93
Jumlah 45 100