• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Manggis Di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Manggis Di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN

PETANI MANGGIS DI DESA KARACAK KECAMATAN

LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR

LIBER H DAMANIK

H34080119

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Manggis Di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Liber H Damanik

(4)

ABSTRAK

LIBER H DAMANIK. Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Manggis Di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh SUHARNO.

Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara yaitu hutan belantara Malaysia dan Indonesia. Buah manggis adalah salah satu komoditi unggulan Indonesia yang memiliki potensi untuk di ekspor ke luar negeri. Namun, keterbatasan petani manggis terhadap informasi harga dan jaminan pasar menjadi kendala paling besar untuk mengembangkan potensi buah manggis. Salah satu upaya untuk mengatasinya, yaitu dengan kemitraan. Petani manggis Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor telah melakukan kemitraan dengan PT.Agung Mustika Selaras. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan mekanisme pelaksanaan kemitraan antara PT. Agung Mustika Selaras dengan petani manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dan menganalisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2012. Responden penelitian ini adalah seluruh petani mitra di Desa Karacak sebanyak 23 orang dan petani non mitra sebanyak 25 orang. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, statistika deskriptif, analisis pendapatan usahatani, dan rasio (R/C).

Kata kunci: manggis, kemitraan, analisis pendapatan petani, rasio(R/C)

ABSTRACT

LIBER H DAMANIK. Ethanolic Extract of Eugenia polyantha Leaves and Its Fraction as -Amylase Inhibitor. Supervised by SUHARNO.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN

PETANI MANGGIS DI DESA KARACAK KECAMATAN

LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR

LIBER H DAMANIK

H34080119

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Manggis Di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

Nama : Liber H Damanik NIM : H34080119

Disetujui oleh

Dr Ir Suharno MA.Dev Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Manggis Di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suharno MA.Dev selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Nanang selaku Ketua Koperasi Bina Usaha Al-Ihsan, serta Bapak Bakri beserta petani manggis di Desa Karacak, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan, doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

Kemitraan 7

Pola Kemitraan 7

Manfaat dan Kendala Dalam Kemitraan 8

Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani 9

KERANGKA PEMIKIRAN 10

Kerangka Pemikiran Teoritis 10

Konsep Kemitraan 10

Pola Kemitraan Agribisnis 10

Pola Kemitraan Inti Plasma 11

Pola Kemitraan Subkontrak 11

Pola Kemitraan Dagang Umum 12

Pola Kemitraan Keagenan 13

Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) 13 Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani 14

Kerangka Pemikiran Operasional 15

METODE PENELITIAN 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Jenis dan Sumber Data 18

Metode Penentuan Sampel 18

(11)

Analisis Pendapatan Usahatani 19 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Rasio R/C) 20

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20

Gambaran Umum Desa Karacak 20

Karakteristik Sosial Ekonomi Petani 21

Usia Petani 22

Pendidikan Petani 22

Pengalaman Petani 23

Luas Lahan dan Status Kepemilikan Petani 24

HASIL DAN PEMBAHASAN 24

Gambaran Kemitraan 24

Motivasi Bermitra 28

Manfaat dan Kendala Dalam Kemitraan 29

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI

MANGGIS 30

Keragaan Kegiatan Tani Buah Manggis 30

Pemeliharan 30

Pemanenan 31

Analisis Pendapatan Usahatani 31

Penerimaan Usahatani 31

Biaya Tunai Produksi 32

Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) 32

Pajak Lahan 33

Biaya Tidak Tunai (yang diperhitungkan) 33

Biaya Penyusutan 34

Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) 34

Bibit 34

Biaya Pengangkutan 35

Analisis Pendapatan Usahatani dan Analisis Imbangan

Penerimaan Terhadap Biaya (R/C Rasio) 35

SIMPULAN DAN SARAN 37

(12)

Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 40

(13)

DAFTAR TABEL

1 Pertumbuhan dan Kontribusi PDB Sektor Pertanian (diluar Perikanan

dan Kehutanan) Tahun 2009-2011 1

2 Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Buah Di Indonesia Tahun

2010 2

3 Produksi Manggis Di Provinsi Jawa Barat (Ton) Tahun 2010 3 4 Luas Lahan Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat (Ha)

Tahun 2010 3

5 Produksi Manggis Di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Tahun

2010 4

6 Analisis Pendapatan Usahatani 19

7 Pemanfaatan Lahan Desa Karacak 21

8 Produktivitas Pohon Manggis Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten

Bogor Tahun 2011 21

9 Sebaran Petani Responden Menurut Usia Pada Usahatani Manggis Di

Desa Karacak Tahun 2012 22

10 Sebaran Petani Responden Menurut Pendidikan Pada Usahatani

Manggis Di Desa Karacak Tahun 2012 23

11 Sebaran Petani Responden Menurut Pengalaman Pada Usahatani

Manggis Di Desa Karacak Tahun 2012 23

12 Sebaran Petani Responden Menurut Luas Lahan Pada Usahatani

Manggis Di Desa Karacak Tahun 2012 24

13 Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Petani Mitra dan non Mitra Per

Tahun Di Desa Karacak 34

14 Struktur Biaya Usahatani Petani Mitra dan Petani non Mitra Di Desa

Karacak, Januari-Maret 2012 35

15 Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Manggis Pada Petani Mitra dan Petani non Mitra Di Desa Karacak Tahun 2012 36

DAFTAR GAMBAR

1 Pola Kemitraan Inti Plasma 11

2 Pola Kemitraan Subkontrak 12

3 Pola Kemitraan Dagang Umum 12

4 Pola Kemitraan Keagenan 13

5 Pola Kemitraan Agribisnis Kerjasama Operasional (KOA) 14

6 Bagan Kerja Penelitian Operasional 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi 40

2 Analisis Pendapatan Usahatani Petani Mitra Manggis Di Desa Karacak

Tahun 2012 41

3 Analisis Pendapatan Usahatani Petani non Mitra Manggis Di Desa

(14)

4 Daftar Responden Petani Mitra Di Desa Karacak Tahun 2012 43 5 Daftar Responden Petani non mitra Di Desa Karacak Tahun 2012 44 6 Jumlah Pohon dan Produktivitas Buah Manggis Petani non Mitra Tahun

2012 45

7 Jumlah Pohon dan Produktivitas Buah Manggis Petani Mitra Tahun

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor Pertanian (selain peternakan, kehutanan, dan perikanan) mempunyai arti yang strategis dalam perekonomian nasional dan perekonomian daerah. Hal ini dapat dilihat dari peranannya dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB). Kontribusi PDB sektor pertanian (di luar perikanan dan kehutanan) terhadap PDB nasional pada tahun 2011 mencapai 11,88 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 yang baru mencapai 11,49 persen dimana pada tahun 2011 (sampai dengan Triwulan III), PDB sektor pertanian (di luar perikanan dan kehutanan) tumbuh sebesar 3.07 persen dimana tingkat pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2010 yang hanya 2,86 persen yang berasal dari sub sektor perkebunan (6,06 persen), disusul dengan sub sektor peternakan (4,23 persen), dan sub sektor tanaman bahan makanan (1,93 persen)1. Tabel 1 Pertumbuhan dan Kontribusi PDB Sektor Pertanian (diluar Perikanan dan

Kehutanan) Tahun 2009-2011

Sektor/Subsektor Tahun

2009(%) 2010(%) 2011(%)

Pertumbuhan PDB 3,98 2,86 3,07

1. Tanaman Bahan Makanan 4,97 1,81 1,93

2. Tanaman Perkebunan 1,84 2,51 6,06

3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 3,45 4,06 4,23 Kontribusi terhadap PDB Nasional 11,34 11,49 11,88 *) sampai Triwulan III 2011, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2010

Pertumbuhan dan Kontribusi PDB sektor pertanian menunjukan bahwa sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Priyohutomo (2010) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia akan dipengaruhi oleh peran sektor pertanian, dimana sektor pertanian merupakan sektor unggulan dalam penyusunan strategi pembangunan nasional.

Mengingat strategisnya pembangunan pertanian, maka pembangunan pertanian tidak hanya pada upaya meningkatkan ketahan pangan, tetapi juga mampu untuk menggerakan perekonomian nasional melalui kontribusi dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industry, pakan, dan bio-energi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa Negara dan sumber pendapatan masyarakat serta berperan dalam pelestarian lingkungan melalui praktik budidaya pertanian yang ramah lingkungan2.

Salah satu komoditas pertanian yang sedang mendapat perhatian khusus adalah komoditas hortikultura. Komoditas hortikultura memiliki daya tarik tersendiri bagi petani dan masyarakat karena nilai jualnya yang tinggi, jenisnya beragam, tersedianya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat (Kementerian Direktorat Jenderal

1

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2011

2

(16)

2

Hortikultura, 2011). Komoditass hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional. Pada tingkat nasional di tahun 2010, komoditas hortikultura menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 16, 67 persen terhadap pertanian dan mengalami kenaikan sebesar 2,47 persen dari tahun sebelumnya (Rangkuman Hasil Rakor Pangan Nasional, 2011).

Ekspor Negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, khususnya komoditas hortikultura, terutama dari sektor buah-buahan unggulan dan merupakan salah satu penghasil devisa Negara karena mampu menembus pasar internasional. Indonesia yang beriklim tropis memiliki keragaman dalam sumber daya tanaman buah-buahan untuk dikembangkan sebagai komoditas komersial. Salah satu komoditi unggulan Indonesia yang memiliki potensi besar untuk di ekspor adalah buah manggis. Buha manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia.

Buah manggis dikatakan salah satu komoditi andalan Indonesia karena memiliki nilai ekspor yang tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lainnya, seperti nenas, mangga, pisang, semangka dan jeruk. Pada tahun 2010, buah manggis memiliki volume ekspor tertinggi dibandingkan buah ekspor lainnya yaitu sebesar 11.387,70 ton dan memiliki nilai ekspor sebesar 8.754.427 US$ (Kementerian Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011). Kondisi tersebut menunjukan buah manggis merupakan salah satu buah komoditi unggulan di bidang hortikultura yang dapat menjadi andalan Indonesiaa dalam meningkatkan devisa Negara. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Buah Di Indonesia Tahun 2010 No Buah Volume Ekspor (Ton) Nilai ekspor (US $)

1 Manggis 11.387,70 8.754.427

Di Indonesia terdapat beberapa daerah sentra produksi manggis, seperti Tapanuli Selatan, Limapuluh Kota, Sawah Lunto, Pasaman, Kampar, Kerinci, Merangin, Sorolangun, Lebong, Tanggamus, Purwakarta, Subang, Bogor, Tasikmalaya, Sukabumi, Porworejo, Trenggalek, Blitar, Banyuwangi, dan Lombok Barat. Musim panen/panen raya manggis di Indonesia berlangsung pada bulan Januari, Februari, Maret.

(17)

3 memberikan kontribusi sebesar 13 persen untuk provinsi Jawa Barat dengan jumlah produksi sebesar 3.766 ton pada tahun 2010. Bogor menempati urutan kedua terbesar dalam memproduksi buah manggis setelah tasikmalaya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Produksi Manggis Di Provinsi Jawab Barat (Ton) Tahun 2010

No Kabupaten Produksi (Ton) Kontribusi (%) di Provinsi Jawa Barat, didukung dengan luas lahan pertanian yang dimiliki oleh bogor. Luas lahan pertanian di bogor menempati urutan kelima terbesar di Provinsi Jawa Barat yaitu dengan luas lahan bukan sawah seluas 124.039 Ha dan luas lahan sawah sebesar 48.484 yang ditunjukan pada tabel 4. Dengan luas lahan yang dimiliki bogor maka hal tersebut semakin mendukung untuk menjadikan bogor menjadi sentra produksi manggis.

Tabel 4 Luas Lahan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat (Ha) Tahun 2010

(18)

4

Tabel 5 Produksi Manggis di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Tahun 2010

Desa karacak yang merupakan desa berkontribusi tertinggi dalam memproduksi buah manggis di kecamatan leuwiliang pada tahun 2010 memiliki banyak petani manggis. Bahkan, setiap rumah tangga di desa karacak memiliki pohon manggis walaupun hanya lima sampai enam pohon saja. Desa karacak sendiri letak geografisnya cukup jauh dari kota dan transportasi umum menuju desa karacak juga terbilang minim. Hal ini mengakibatkan petani manggis yang memiliki luas lahan dan pohon manggis yang cukup banyak menjual buah manggisnya kepada para tengkulak.

Keterbatasan pasar dan informasi harga yang kurang transparan menjadikan petani harus menjual buah manggis kepada para tengkulak. Buah manggis yang dijual kepada tengkulak ada dua cara yang biasa dilakukan di desa ini, yaitu petani menjual setelah panen dimana tengkulak tidak melakukan sortiran sehingga mengakibatkan petani kurang mengetahui bahwa buah manggis yang akan dipasarkan tersebut memiliki grade masing-masing seperti grade super (super I, super II, super III) dan second grade (barang sisa), dan masing-masing grade

memiliki harga yang berbeda. Cara yang kedua, tengkulak melakukan sistem tebas yang artinya, petani menjual buah manggisnya sebelum masa panen tiba. Ketika pohon manggis masih berbunga atau belum berbunga, petani sudah melakukan negoisasi dengan tengkulak dan menaksir berapa harga buah manggis yang akan diproduksi oleh masing-masing pohon. Setelah negosasi menjalin kesepakatan, petani tidak memiliki hak lagi kepada buah yang akan dipanen oleh pohon manggis yang dimiliki oleh petani tersebut.

Berbeda halnya ketika petani menjual langsung buah manggisnya kepada sebuah perusahaan khususnya eksportir karena buah manggis memiliki pasar yang berpotensi lebih besar diluar negeri. Untuk melakukan pemasaran buah manggis sebuah perusahaan, biasanya dilakukan melalui sebuah program kerjasama yang dinamakan kemitraan. Kemitraan merupakan bentuk kerjasaama yang bertujuan untuk memerbikan keuntungan bagi kedua belah pihak yang bermitra. Sebuah perusahaan khususnya eksportir juga melakukan sortasi untuk masing-masing kualitas buah manggis dan transparansi harga lebih terbuka.

(19)

5 menjalin kemitraan dengan sebuah perusahaan eksportir bernama PT. Agung Mustika Selaras.

Kemitraan ini diharapkan dapat mengatasi setiap kendala yang dihadapi oleh petani seperti jaminan pasar dan transparansi harga buah manggis, sehingga kemitraan ini dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yang bermitra. Petani sebagai produsen dapat mengatasi masalah-masalah yang terjadi di lapangan dan perusahaan dapat menampung hasil yang diperoleh petani. Perusahaan sebagai mitra melalui KBU Al-Ihsan mengharapkan petani dapat memenuhi kebutuhan pasokan manggis PT Agung Mustika Selaras.

Kemitraan antara petani dan perusahaan besar seperti Eksportir merupakan salah satu strategi dalam pengembangan kegiatan bisnis. Program kemitraan telah menjadi program dari setiap perusahaan terkhusus perusahaan agribisnis disamping telah menjadi program pokok pemerintah dalam pengembangan agribisnis. Kemitraan seharusnya dapat meningkatkan pendapatan petani dengan setiap potensi dan tantangan dalam menerapkan pola kemitraan sebagai suatu inovasi dalam meningkatkan kesejahteraan petani maka perlu dilakukan analisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani manggis dengan PT. Agung Mustika Selaras di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

Perumusan Masalah

Kemitraan pada komodti manggis semakin banyak yang melakukannya. Hal ini dikarenakan buah manggis merupakan komoditi unggulan nasional dimana kualitas buah manggis Indonesia disukai oleh konsumen luar negeri dan hal ini menjadikan perusahaan semakin banyak melakukan kemitraan dengan gabungan kelomok tani atau koperasi buah manggis yang ada di Indonesia. Salah satu sentra buah manggis berada di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Koperasi Bina Usaha Al-Ihsan berada di Desa Karacak dan merupakan wadah bagi para petani manggis. Koperasi ini berdiri pada tanggal 21 januari 2003, dimana terbentuknya koperasi ini dilatarbelakangi kegiatan produksi manggis yang masih minim sehingga menyebabkan kualitas buah yang dihasilkan beragam. Hal ini terjadi karena petani tidak memiliki pengetahuan yang baik terhadap sasaran dari produk manggis yang mereka hasilkan, selain itu dalam sistem pemasarannya diserahkan kepada para tengkulak yang melakukan sistem tebas, harga jual beli manggis yang kurang terbuka, dan lemahnya posisi tawar petani.

Keberadaan KBU Al-Ihsan memberikan perubahan dalam pemeliharan dan sistem pemasaran buah manggis di Desa Karacak. Keberadaan KBU Al-Ihsan juga pada akhirnya mampu memperpendek jalur rantai pasokan manggis dengan cara menjalin kerjasama langsung dengan pihak eksportir. Sistem yang dilakukan KBU Al-Ihsan sangat transparan dalam penentuan harga buah manggis sehingga tidak terjadi kecurangan dalam penentuan harga buah manggis.

(20)

6

dirumuskan kedalam suatu MOU (Memorandum Of Understanding) antara para pelaku buah manggis dengan PT. Agung Mustika Selaras (AMS) yang diikuti dari 12 provinsi dengan 39 kontributor. Kemitraan ini memberikan jaminan pasar dan harga yang lebih tinggi bagi para petani karena sebelumnya para petani hanya memberikan hasil buah manggis kepada para tengkulak karena letak geografis Desa Karacak yang jauh dari pasar dimana jalan utama penghubung Leuwiliang-Cibungbulang-Dramaga-Kota Bogor, orang harus menempuh 5-7 kilometer jika hendak ke Desa Karacak disamping transportasi umum menuju Desa Karacak juga terbilang minim, sedangkan pihak eksportir mendapatkan kepastian pasokan produk sesuai dengan kualitas yang sebelumnya disepakati.

Petani manggis mitra di Desa Karacak melalui KBU Al-Ihsan dan PT. Agung Mustika Selaras memiliki kekuatan dan kelemahan yang jika digabungkan maka akan saling menguatkan sehingga kesejahteraan petani manggis menjadi lebih baik melalui peningkatan pendapatan petani. PT. Agung Mustika Selaras juga akan mendapatkan pasokan buah manggis sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan.

Dari pemaparan tersebut maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana mekanisme proses kemitraan antara PT. Agung Mustika Selaras dengan petani manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan mekanisme pelaksanaan kemitraan antara PT. Agung Mustika Selaras dengan petani manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat member manfaat berupa : 1. Bagi Petani

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada petani manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor mengenai pengaruh kemitraan yang dilakukan terhadap pendapatan petani agar menjadi bahan pertimbangan keberlanjutan pelaksanaan kemitraan.

2. Bagi perusahaan

Penelitian ini sebagai masukan bagi perusahaan dalam pelaksanaan yang dapat diterapkan dalam menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan petani manggis.

(21)

7 Kegiatan penelitian ini menjadi proses pembelajaran yang baik untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam hal kemitraan yang terjadi dan terjalin antara perusahaan dengan petani.

4. Bagi Masyarakat Umum

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber informasi untuk mengetahui bagaimana kemitraan yang terjalin antara perusahaan dengan petani.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian mencakup tentang analisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani manggis di Desa Karacak, dimana analisis ini dilakukan dengan membandingkan tingkat pendapatan petani yang menjalin kemitraan dan petani yang tidak menjalin kemitraan(menjual kepada tengkulak), sesuai dengan fakta di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA

Kemitraan

Kemitraan merupakan salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di Indonesia. Definisi kemitraan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 yaitu kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Dengan kemitraan diharapkan terjadi transfer informasi, modal, dan sumberdaya lainnya dari pihak satu ke pihak yang lainnya.

Pola Kemitraan

Perusahaan-perusahaan di Indonesia membutuhkan pola dan bentuk kemitraan yang bervariasi yang disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing perusahaan. Pola kemitraan yang terjalin antara petani semangka di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dengan CV Bimandiri adalah jenis kontrak kerja, dimana perusahaan menerapkan harga flat atau harga datar (Damayanti 2009). Kemitraan yang berlangsung antara kedua belah pihak tidak dalam bentuk pemberian modal melainkan hanya pemberian bantuan suplai bibit semangka serta pembinaan petani dalam budidaya, pengendalian hama serta menjamin pasar dari semangka Baby Black yang dihasilkan petani oleh CV Bimandiri. Hak dan kewajiban petani mitra telah dirumuskan dalam memo kesepakatan dimana hak petani mitra adalah mendapatkan harga jual sesuai dengan yang disepakati serta medapatkan bimbingan dan pengarahan dari perusahaan sedangkan kewajiban petani mitra adalah menanam semangka sesuai dengan jumlah dan kriteria yang ditetapkan perusahaan.

(22)

8

dimana petani mitra memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dengan produk yang mempunyai daya kompetetif dan nilai jual tinggi ( Stiandy 2011).

Pola kemitraan lainnya yang terjalin adalah kemitraan antara peternak ayam broiler dengan PT X di Yogyakarta merupakan pola kemitraan inti plasma dimana pihak peternak plasma tidak diperbolehkan menjual hasil panen atau memasok sarana produksi ternak dari pihak selain PT X (Lestari 2009). Kontrak kemitraan PT X dengan peternak plasma ayam broiler terdiri dari kontrak perjanjian kerjasama, kontrak harga sapronak dan kontrak harga panen.

Sedangkan pola kemitraan yang dilakukan antara PT Sierad Produce dengan peternak mitra merupakan pola kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis(KOA) (Deshinta 2006). Kerjasama kemitraan yang dilakukan PT Sierad Produce dengan petani mitra diatur dalam surat kesepakatan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Apabila dalam kesepakatan antar PT Sierad Produce dengan petani mitra terjadi perselisihan maka akan ditempuh dengan jalan musyawarah. Dan apabila peternak menimbulkan kerugian, maka akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan kesepakan

Manfaat dan Kendala Dalam Kemitraan

Di dalam pelaksanaan kemitraan yang terjalin antar kedua belah pihak, kemitraan memberikan manfaat bagi perusahaan mitra maupun petani mitra. Salah satu bentuk kemitraan yang memberikan manfaat adalah kemitraan yang terjalin antara perusahaan CV Bimandiri dengan petani semangka di Kebumen (Damayanti 2009), manfaat yang diperoleh CV Bimandiri adalah ketersediaan produk yang sesuai dengan kriteria yang diterapkan secara kontinue sehingga kebutuhan pasar terpenuhi.

Perusahaan juga dapat menyediakan produk yang berkualitas dan kontinue sehingga perusahaan mendapatkan nilai lebih dari pelanggan yang menjadikan permintaan dari pelanggan terus meningkat. Petani mitra sendiri mendapatkan manfaat seperti adanya jaminan pasar yang pasti, bimbingan teknis oleh tim penyuluh dari CV Bimandiri mengenai cara bercocok tanam semangka yang baik, informasi terkait pertanian sehingga patani memiliki wawasan dan dapat menghasilkan produk yang baik dan berkualitas. Kemitraan yang terjalin ini juga memiliki kendala seperti kegagalan panen akibat kondisi cuaca yang tidak menentu, serta keterbatasan bentuk modal serta munculnya pesaing baru semangka Baby Black.

Manfaat kemitraan juga dirasakan oleh petani kacang tanah di Desa Palarang, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur yang bekerjasama dengan PT. Garudafood, yaitu adanya jaminan pasar, kepastian harga, meningkatkan pendapatan petani, dan menambah pengetahuan mengenai budidaya kacang tanah sedangkan manfaat yang diperoleh perusahaan adalah data memenuhi kebutuhan bahan baku (Aryani 2009). Kendala yang dihadapi dalam pelakasanaan kemitraan diantaranya adalah penggunaan pupuk yang tidak sesuai anjuran, masih adanya petani mitra yang menjual hasil produksinya ke perusahaan lain, serta PT. Garudafood yang juga membeli kacang tanah dari petani non mitra dengan harga yang sama dari petani mitra.

(23)

9 Kebon Agung dengan mendapatkan kredit ketahanan pangan (KKP) dan menerima pupuk bersubsidi. Petani tebu responden yang diteliti oleh Najmidinrohman (2010), memanfaatkan fasilitas kredit sebanyak 81,8 persen, sisanya tidak mengambil kredit karena tidak ingin menanggung hutang. Pengajuan kredit Pabrik Gula berperan sebagai penanggung jawab risiko kegagalan pengembalian kredit. Petani pun mendapatkan kredit akselerasi dari Dinas Perkebunan yang dikhususkan bagi penanaman tebu baru.

Petani kentang di Desa Kertawangi Kecamatan Cisarua dan Cibodas Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat juga merasakan manfaat dari kemitraan yang dijalin dengan Agropurna Mitra Mandiri dengan mengalami peningkatan dan jaminan pasar, penguasaan terhadap kemampuan memanfaatkan kredit, dan tersedianya lapangan kerja (Stiandy, 2011). Pelaksaan kemitraan yang dijalankan Agropurna Mitra Mandiri dan petani mitra mengalami beberapa kendala sehingga menyebabkan kerugian bagi kedua belah pihak seperti kualitas bibit yang rendah diperoleh petani mitra sehingga mengakibatkan produktivitas bibit menurun dan mudah terserang penyakit. Harga jual yang ditawarkan pasar tradisional cukup tinggi sehingga perusahaan sulit untuk menentukan kesepakatan harga dan perbedaan harga kentang dapat member peluang bagi petani mitra untuk menjual kentangnya ke pasar tradisional.

Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani

Penelitian terdahulu mengenai pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani telah beberapa kali dilaksanakan yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari kemitraan itu sendiri terhadap pendapatan petani mitra dengan petani non mitra (mandiri). Penelitian terdahulu mengenai perbandingan tingkat pendapata antara petani mitra dengan petani non mitra telah dilakukan oleh Najmudinrohman (2010), Aryani (2009), Astria (2011), dan Stiandy (2011).

Petani tebu di Kecamatan Trangkil Pati Jawa Tengah yang melakukan kemitraan dengan Pabrik Gula , pendapatan atas biaya tunai dan biaya totalnya lebih besar dibandingkan petani non mitra (Najmudinrohman 2010). Hal ini disebabkan karena produksi tebu petani mitra lebih tinggi. Harga tidak berpengaruh karena harga jual petani mitra dan non mitra tidak dibedakan oleh pabrik gula. R/C atas biaya total petani mitra lebih tinggi disebabkan biaya petani mitra lebih renda, baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan. Hal ini karena pengalokasian input produksi lebih efisien, misalnya petani mitra memliki tenaga kerja tetap, memiliki kemudahan akses terhadap pupuk bersubsidi, sehingga biaya pupuk menjadi efektif karena mampu melakukan pemupukan sesuai rekomendasi dari pabrik gula.

(24)

10

Pada kenyataanya tidak semua petani yang menjalin kemitraan memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan petani non mitra. Petani mitra kentang di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua dan Desa Cibodas Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat memperoleh pendapatan yang lebih kecil dibandingkan petani non mitra dengan besarnya R/C rasio petani mitra atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total adalah 0,51 dan 0,48. Hasil R/C rasio petani non mitra jauh lebih besar dibandingkan petani mitra dengan besarnya R/C rasio petani mitra atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total adalah 1,73 dan 1,5.

Hal ini dapat terjadi karena kendala yang dialami selama menjalin kemitraan mulai dari bibit yang kurang baik, pergantian manejemen yang berbeda dengan sebelumnya, dan jadwal kegiatan usaha tidak tepat waktu yang menyebabkan kerugian petani mitra. Astria (2011) juga melakukan analisis kemitraan antara petani tebu denga pabrik gula Karangsuwung. Usahatani tebu yang dilakukan petani mitra mengalami keuntungan bila dilihat dari hasil analisis R/C rasio atas biaya tunai petani mitra sebesar 1,52. Tetapi berdasarkan hasil analisis R/C atas biaya total dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang diikuti petani mengalami kerugian.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agrbisnis, dan pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani.

Konsep Kemitraan

Konsep formal kemitraan telah tercantum dalam Undang-undang nomor 9 tahun 1995 yang berbunyi, “kerjasama anatar usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan”.

Konsep tersebut diperjelas dengan definisi kemitraan pada Peraturan Pemerintah nomor 44 tahun 1997 yang menerangkan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah yang saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling menghidupi. Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri.

Pola Kemitraan Agribisnis

(25)

11 Pola Kemitraan Inti Plasma

Pola ini merupakan hubungan antar petani, kelompk tani, atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manejemen, menampung dan mengolah serta memasarkan hasil-hasil produksi. Sementara itu, kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Untuk lebih jelas pola kemitraan inti plasma dapat dilihat pada gambar 1.

Keunggulan dari pola kemitraan ini yaitu tercipta saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan, tercipta peningkatan usaha, dan dapat mendorong perkembangan ekonomi. Sedangkan kelemahan dari pola ini yaitu pihak plasma masih kurang memahami hak dan kewajibannya, komitmen perusahaan inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang diharapkan oleh plasma, dan belum ada kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma sehingga terkadang perusahaan inti mempermainkan harga komoditas plasma.

Pola Kemitraan Subkontrak

Pola subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Keunggulan dari pola ini adalah adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang mencangkup volume, harga, mutu, dan waktu. Dalam banyak kasus, pola subkontrak sangat bermanfaat juga kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, dan produktivitas, serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Hubungan kemitraan pola subkontrak tersaji pada Gambar 2.

(26)

12

Sedangkan kelemahan pada pola ini antara lain:

1. Hubungan subkontrak yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan menengah mengarah ke monopoli atau monopsoni, terutama pada penyediaan bahan baku serta dalam hal pemasaran.

2. Berkurangnya nilai-nilai kemitraan antara kedua belah pihak. Perasaan saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling menghidupi berubah menjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi atau pembelian produk dengan harga rendah.

3. Kontrol kualitas produk ketat, tetapi tidak diimbangi dengan sistem pembayaran yang tepat. Dalam kondisi ini, pembayaran produk perusahaan inti sering terlambat bahkan cenderung dilakukan secara konsinyasi.

Pola Kemitraan Dagang Umum

Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Dalam kegiatan agribisnis, khususnya hortikultura, pola ini telah dilakukan. Beberapa petani atau kelompok tani hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha lainnya kemudian bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya. Koperasi tani tersebut bertugas memenuhi kebutuhan toko swalayan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Pola hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Keunggulan dari pola ini yaitu kelompok mitra atau koperasi tani berperan sebagai pemasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra dan perusahaan mitra memasarkan produk kelompok mitra ke konsumen. Kondisi tersebut menguntungkan pihak kelompok mitra karena tidak perlu bersusah payah memasarkan hasil produknya sampai ke tangan konsumen. Keuntungan dalam pola kemitraan ini berasal dari margin harga dan jaminan harga produk yang diperjual-belikan, serta kualitas produk sesuai dengan kesepakatan pihak yang bermitra.

Gambar 2. Pola Kemitraan Subkontrak

(27)

13 Sedangkan kelemahan yang ditemukan dalam implementasi pola kemitraan dagang ini antara lain :

1. Dalam praktiknya, harga dan volume produknya sering ditentukan secara sepihak oleh perusahaan mitra sehingga merugikan pihak kelompok mitra. 2. Sistem perdagangan sering ditemukan berubah menjadi bentuk konsinyasi.

Dalam sistem ini, pembayaran barang-barang pada kelompok mitra tertunda sehingga beban modal pemasaran produk harus ditanggung oleh kelompok mitra. Kondisi seperti ini sangat merugikan perputaran uang pada kelompok mitra yang memiliki keterbatasan modal.

Pola Kemitraan Keagenan

Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau perusahaan kecil mitra. Pihak perusahaan mitra (perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh perusahaan besar mitra. Perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa), sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Diantara pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus dicapai dan besarnya fee

atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk. Untuk lebih memahami pola ini, dapat dilihat pada Gambar 4.

Keunggulan pola ini yaitu memungkinkan dilaksanakan oleh para perusaha kecil yang kurang kuat modalnya karena biasanya menggunakan sistem mirip konsinyasi. Kelemahan pola ini adalah usaha mitra menetapkan harga produk secara sepihak sehingga harganya menjadi tinggi di tingkat konsumen dan sering memasarkan produk dari dari beberapa mitra usaha saja sehingga kurang mampu membaca segmen pasar dan tidak memenuhi target.

Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen, dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Disamping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. KOA telah dilakukan pada usaha perkebunan, seperti perkebunan tebu, tembakau, sayuran, dan usaha

(28)

14

perikanan tambak. Dalam pelaksanaannya, KOA terdapat kesepakatan tentang pembagian hasil dan risiko dalam usaha komoditas pertanian yang dimitrakan. Pola kemitraan ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Keunggulan pola KOA ini sama dengan keunggulan sistem inti plasma. Pola KOA paling banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan, antara usaha kecil di desa dengan usaha rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil. Pola ini memiliki kelemahan pada pelaksanaannya, antara lain :

1. Pengambilan untung oleh perusahaan mitra yang menangani aspek pemasaran dan pengolahan produk terlalu besar sehingga dirasakan kurang adil bagi kelompok usaha kecil mitranya.

2. Perusahaan mitra cenderung monopsoni sehingga memperkecil keuntungan yang diperoleh pengusaha kecil mitranya.

3. Belum ada pihak ketiga yang berperan efektif dalam memecahkan permasalahan diatas.

Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani

Kemitraan merupakan bentuk kerja sama yang saling memperkuat, saling menguntungkan, saling menghidupi, dan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha (Sumardjo et al. 2004). Berkaitan dengan teori ini, kemitraan antara petani manggis di desa karacak dengan PT Agung Mustika Selaras (AMS), seharusnya mempunyai pengaruh yang positif terhadap pendapatan petani manggis. Pengaruh positif atau manfaat kemitraan menurut Hafsah (2000) meliputi empat hal yaitu produktivitas, efisiensi, risiko, serta jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.

1. Produktivitas

Dengan bermitra produktivitas akan meningkat apabila dengan input yang sama dapat diperoleh hasil yang lebih tinggi atau sebaliknya dengan tingkat hasil yang sama hanya membutuhkan input yang lebih rendah.

2. Efisiensi

Penerapan dalam kemitraan, efisiensi terjadi pada input misalnya tenaga kerja artinya,perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang kecil, yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki perusahaan besar.

(29)

15 3. Risiko

Dengan kemitraan diharapkan risiko yang besar dapat ditanggung bersama (risk sharing) dimana tentunya pihak-pihak yang bermitra akan menanggung risiko proposional sesuai dengan besarnya modal dan keuntungan yang akan diperoleh. Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas.

4. Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas

Produk akhir dari suatu kemitraan ditentukan oleh dapat tidaknya diterima di pasar dimana indikator diterimanya suatu produk oleh konsumen adalah adanya kesesuaian mutu yang diinginkan konsumen. Perusahaan besar memerlukan barang atau bahan baku dengan kualitas dan jumlah tertentu secara kontinu dan perusahaan kecil/petani dapat meningkatkan pendapatannya karena adanya jaminan penyerapan hasil produksi oleh pasar sepanjang memenuhi standar mutu yang telah disepakati.

Menurut Hernanto (1996), pendapatan adalah balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolahan. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran (semua biaya). Pendapatan usahatani ini dibedakan menjadi tiga, yaitu total pendapatan usahatani, total pendapatan tunai usahatani, dan pendapatan bersih. Total pendapatan adalah total penerimaan dikurangi total biaya dan total pendapatan tunai adalah penerimaan tunai. Sedangkan pendapatan bersih adalah total pendapatan tunai dikurangi biaya penyusutan peralatan.

Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi yang diterima petani secara langsung dalam bentuk uang tunai. Selain itu, ada juga penerimaan yang diperhitungkan atau penerimaan non tunai yang merupakan hasil produksi yang digunakan untuk dikonsumsi sendiri. Jumlah dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan disebut total penerimaan.

Dengan membandingkan pendapatan petani manggis mitra dan petani non mitra diduga pendapatan petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra karena adanya pengaruh kemitraan untuk meningkatkan pendapatan petani.

Kerangka Penelitian Operasional

Manggis (Garcinia Mangostana L.) merupakan komoditas buah indonesia yang sering mendapatkan julukan sebagai “Queen of The Tropical Fruits”.

Manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara. Di indonesia terdapat beberapa sentra buah manggis dan salah satunya adalah kabupaen Bogor. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi pengembangan komoditas manggis cukup besar, mengingat potensi pertanian Kabupaten Bogor yang cocok budidaya manggis.

(30)

16

kecil akan menjual kepada tengkulak besar dan tengkulak besar menjualnya ke pasar.

Dengan kondisi seperti ini, dimana rantai pemasaran yang terlalu panjang karena petani melakukan usaha secara sendiri-sendiri sehingga harga jual manggis di tingkat petani jauh lebih rendah dibandingkan harga jual manggis di pasar/tingkat konsumen. Akibatnya, pendapatan petani menjadi rendah. Untuk mengatasi hal tersebut dan memperpendek rantai pemasaran, petani manggis yang tergabung didalam Koperasi Bina Usaha (KBU) Al-Ihsan yang berlokasi di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, mulai mengembangkan pengelolaan kebun petani secara usaha bersama, dimana KBU Al-Ihsan yang bertindak sebagai pengumpul besar, bekerjasama dengan PT. Agung Mustika Selaras sebagai eksportir.

Pada awal pembentukan kerjasama di tahun 2007, petani manggis yang tergabung didalam KBU Al-Ihsan sangat antusias untuk menjalin kerjasama dengan PT. Agung Mustika Selaras. Kualitas manggis yang dibutuhkan oleh PT. Agung Mustika Selaras adalah kualitas super sehingga terkadang petani juga merasa dirugikan karena buah manggis dengan second grade tidak ditampung oleh PT. Agung Mustika Selaras dan dipasarkan ke pasar lokal atau diolah menjadi produk olehan manggis. Dengan kondisi seperti ini, PT. Agung Mustika Selaras memberikan pelatihan bagaimana menghasilkan manggis dengan kualitas

super grade dan mengurangi jumlah manggis dengan kualitas second grade. Dengan melakukan kemitraan diharapkan adanya transfer pengetahuan budidaya manggis kepada petani mitra. Petani mitra akan mendapatkan pinjaman dari KBU Al-Ihsan dan mendapatkan pupuk dari PT Agung Mustika Selaras agar buah manggis yang dihasilkan menjadi seragam.

Responden yang digunakan pada penelitian ini dibedakan menjadi petani mitra dan petani non mitra. petani non mitra dijadikan sebagai pembanding petani mitra, untuk melihat apakah ada perbedaan pendapatan petani manggis. Untuk melihat pendapatan petani digunakan analisis pendapatan petani. Analisis pendapatan digunakan untuk menghitung tingkat pendapatan petani yang diterima oleh petani mitra pada saat bekerjasama dengan PT. Agung Mustika Selaras.

(31)

17

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Desa ini sekaligus merupakan satuan wilayah kerja penelitian. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Karacak merupakan penghasil buah manggis terbesar di Kabupaten Bogor. Di Desa Karacak terdapat sebuah Koperasi khusus untuk produksi tanaman hortikultura terkhusus buah manggis yaitu Koperasi Bina Usaha Al Ihsan. Petani manggis di Desa ini telah bekerja sama dalam produksi buah manggis dengan Koperasi Bina Usaha Al Ihsan sejak tahun 2003. Pada tahun 2007 melalui Koperasi Bina Usaha Al Ihsan. Petani manggis Desa Karacak menjalin kemitraan dengan PT. Agung Mustika Selaras. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober – November 2012.

(32)

18

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, baik data yang berdifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung ke lapangan dan melakukan wawancara secara langsung kepada para petani manggis di lokasi penelitian berdasarkan kuisioner yang telah dibuat. Data primer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah penjualan manggis, harga manggis, karakteristik petani manggis seperti umur, pendidikan, pengalaman, luas lahan, dan jumlah pohon, Alat lain yang digunakan untuk memperoleh data sekunder yaitu alat pencatat, kamera, dan perekam elektronik.

Untuk data sekunder akan diperoleh dari literature-literature ilmiah seperti buku dan jurnal serta lembaga atau instansi terkait, yaitu badan pusat statistika (BPS) untuk mengetahui produktivits acuan buah manggis, data dari Koperasi Bina Usaha Al Ihsan, badan penyuluh pertanian, kantor Desa Karacak untuk mengetahui gambaran umum petani dan lingkungan desa, Dinas Pertanian Bogor, dan data-data lainnya dari perpustakaan dan internet untuk memperoleh berbagai teori dan data terkait dengan topik penelitian.

Metode Penentuan Sampel

Responden penelitian ini adalah petani yang memiliki pohon manggis dan melakukan usahatani manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Metode penentuan sampel ini digunakan untuk memperoleh responden. Responden diusahakan dapat mewakili populasi yang ada, karena tidak semua petani manggis dijadikan sumber data primer. Penentuan metode sampel untuk petani mitra menggunakan metode sensus sedangkan untuk petani non mitra menggunakan metode snowball sampling.

Petani mitra yang di Desa karacak berjumlah 50 orang namun hanya ada 23 orang yang aktif sebagai anggota di KBU Al Ihsan sehingga metode sensus digunakan untuk menentukan responden petani mitra. Metode penentuan sampel pada petani manggis non mitra dilakukan dengan snowball sampling. Metode

snowball sampling dilakukan dengan bertanya kepada responden pertama mengenai petani terdekat yang dapat diwawancarai dengan criteria petani tersebut memiliki luas penguasaan lahan manggis. Jumlah petani responden non mitra yang dipilih secara snowball untuk dijadikan sampel sebanyak 25 orang.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

(33)

19 Analisis Pendapatan Usahatani

Untuk melihat pengaruh kemitraan, penelitian ini menggunakan metode perbandingan hasil antara pendapatan petani yang bermitra dan pendapatan petani yang tidak bermitra. Dengan demikian, pekerjaan pertama yang diperlukan adalah menghitung pendapatan kedua kelompok yang akan dianalisis. Berdasarkan data pendapatan petani, akan bisa dianalisis lebih lanjut tingkat kinerja kedua kelompok petani, menggunakan aneka alat analisis yang berbasis data pendapatan. Dalam hal ini penelitian ini menggunakan rasio penerimaan dan biaya (R/C) sebagai alat penting untuk membandingkan kinerja usaha kedua kelompok usaha.

Analisis pendapatan usahatani adalah analisis atas selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani per panen. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pendapatan petani manggis mitra selama melakukan kemitraan dan dibandingkan dengan pendapatan petani non mitra. Bagi seorang petani, analisis pendapatan memberikan gambaran untuk mengukur apakah kegiatan usahataninya saat ini berhasil atau tidak. Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antar nilai pembelian dengan nilai sisa, lalu dibagi dengan lamanya umur ekonomis alat tersebut. Analisis pendapatan ini dibedakan menjadi total pendapatan, total pendapatan tunai serta pendapatan bersih yang didapat setelah dikurangi penyusutan.

Total penerimaan(C) diperoleh dari hasil penjumlahan penerimaan yang diperhitungkan(B) dengan penerimaan tunai(A). Kemudian total pendapatan (G) didapat dari selisih antara total penerimaan dengan total pengeluran (F), dimana total pengeluaran didapat dari hasil penjumlahan antara pengeluaran tunai (D) dengan pengeluaran yang diperhitungkan (E). Untuk menghitung total pendapatan tunai (H), diperoleh dari hasil perselisihan antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Dan pendapatan bersih (J) diperoleh dari hasil perselisihan antara total pendapatan tunai dengan penyusutan alat. Analisis pendapatan ini dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6 Analisis Pendapatan Usahatani

No Uraian Keterangan

1 Penerimaan Tunai A

2 Penerimaan yang diperhitungkan B

3 Total Penerimaan C = A+B

4 Pengeluaran Tunai D

5 Pengeluaran yang Diperhitungkan E

6 Total Pengeluaran F = D+E

7 Total Pendapatan G = C – F

8 Total Pendapatan Tunai H = A – D

9 Penyusutan alat I

(34)

20

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Rasio R/C)

R/C rasio adalah singkatan Return Cost Ratio atau yang lebih dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya.

Dimana : R= Return (Penerimaan) C= Cost (Biaya)

Secara teroritis, bila rasio R/C = 1 artinya tidak untung dan tidak pula rugi. Bila R/C > 1 maka usahatani dapat dikatakan menguntungkan karena penerimaan yang diperoleh lebih besar dari tiap biaya yang telah dikeluarkan sedangkan jika R/C < 1 maka usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan relative kegiatan usahatani manggis.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran Umum Desa Karacak

Desa Karacak merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Jarak dari desa ke kota bogor melalui jalan penghubung Leuwiliang-Cibungbulang-Dramaga-Kota Bogor harus menempuh jarak 5-7 km jika hendak ke desa itu. Sementara dari jalan itu menuju Kota Bogor berjarak 20-25 km dan memerlukan waktu 1-1,5 jam dengan mobil. Desa ini merupakan salah satu desa terluas di antara desa lain yang berada di Kecamatan Leuwiliang yaitu seluas 710.023 Ha. Secara administrative, batas wilayah Desa Karacak adalah :

1. Sebelah Utara : Desa Barengkok 2. Sebelah Selatan : Desa Karyasari

3. Sebelah Barat : Desa Pabangbon dan Cibeber II

4. Sebelah Timur : Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang

Desa karacak terdiri dari 17 kampung dan 5 dusun, diantaranya adalah Babakan, Cengal, Cengalsirna, Ciletuh Ilir, Darmabakti, Hegarmanah, Karyabakti, Lebak, Kaum, Lebak Sirna, Nariti, Pakusarakan, Rawarejo, Sukamaju, Sukasirna, Sumberjara, dan Wanakarya. Desa karacak mempunyai ketinggian dari permukaan laut yaitu 5000 mdl. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 4683 mm. Adapun komoditas utama dari desa ini adalah buah manggis, cempedak, dan melinjo.

(35)

21 Tabel 7 Pemanfaatan Lahan Desa Karacak, 2012

No Fungsi Lahan Luas Lahan (Ha)

Tabel 7 menunjukan bahwa sebanyak 270,510 Ha ( 38, 09 persen) dari luas lahan Desa Karacak merupakan lahan perkebunan. Sehingga perkebunan di Desa Karacak merupakan salah satu potensi untuk dikembangkan, termasuk usahatani manggis selain kehutanan dan pertanian. Usahatani manggis merupakan potensi lokal dari Desa Karacak untuk semakin dikembangkan karena manggis yang dikenal dengan sebutan queen of fruit itu merupakan salah satu buah yang diminati hingga ke luar negeri.

Desa karacak merupakan salah satu penghasil buah manggis terbesar di Kecamatan Leuwiliang. Luas area pohon manggis di Desa Karacak sebesar 70 Ha atau sebesar 35,89 persen dari jumlah total luas pohon manggis di Kecamatan Leuwiliang. Dengan luas lahan yang terbesar di Kecamatan Leuwiliang maka hal tersebut menjadikan Desa Karacak dapat menghasilkan jumlah pohon dan produksi rata-rata buah manggis yang besar bila dibandingkan dengan desa lainnya dalam lingkup Kecamatan Leuwiliang yaitu dengan jumlah pohon sebesar 9.033 atau sebesar 32,96 persen dari jumlah keseluruhan di Kecamatan Leuwiliang. Produksi rata-rata manggis pun demikian sebesar 425 ton atau sebesar 37,54 persen dari jumlah keseluruhan di Kecamatan Leuwiliang. Hal ini dapat didliaht pada tabel 8.

(36)

22

Usia Petani

Petani yang mengusahakan manggis di Desa Karacak berada pada sebaran umur 30-85 tahun pada tahun 2012. Sebagian besar petani responden berada pada kelompok umur 30 tahun sampai dengan 45 tahun adalah sebanyak 16 orang yang terdiri dari 10 petani mitra dan 6 petani non mitra (33,33 persen).

Tabel 9 Sebaran Petani Responden Menurut Umur Pada Usahatani Manggis Di Desa Karacak Tahun 2012 kelompok umur termuda di antara kelompok kelompok umur petani responden lainnya. Bila dihubungkan dengan usia produktif yang merupakan Badan Pusat Statistika (2011) berada pada rentang 15 tahun sampai 64 tahun, maka sebagian besar petani manggis di Desa Karacak termasuk golongan penduduk berusia produktif.

Jumlah petani mitra yang berada pada usia produktif sebanyak 23 orang sedangkan petani non mitra sebanyak 19 orang. Semakin muda seorang petani maka akan semakin produktif karena tenaga yang dihasilkan seorang petani yang lebih muda akan lebih besar daripada tenaga yang dihasilkan oleh seorang petani yang lebih tua. Petani yang lebih tua akan mengalami penurunan kinerja yang merupakan sifat alami tubuh manusia yang akan mengalami penurunan kemampuan sebagai akibat dari faktor usia.

Pendidikan Petani

(37)

23 Tabel 10 Sebaran Petani Responden Menurut Pendidikan Pada Usahatani

Manggis Di Desa Karacak Tahun 2012 Tingkat Pendidikan

Rata-rata pendidikan petani mitra responden berada pada tingkat pendidikan SMP yaitu sebanyak 10 orang (20,83 persen) sedangkan untuk petani non mitra responden sebagian besar berada pada tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 14 orang ( 29,17 persen). Tingkat pendidikan formal yang diikuti petani berhubungan dengan teknik petani dalam menjalankan usahataninya. Selain dari pengalam, budaya, dan beberapa pelatihan dan penyuluhan yang telah diikuti, tingkat pendidikan formal mempengaruhi pola pokir petani sebagai manajer dalam usahataninya untuk merencakan, mengkoordinasikan, dan memutuskan tentang penggunaan input-input produksi, teknik pelaksanaan, mengatasi hama dan penyakit, dan lain-lain.

Pengalaman Bertani

Tingkat pengalaman yang dimiliki petni berhubungan dengan bagiamana petani tersebut belajar mengelolah tanaman manggis. Semakin lama pengalaman seorang petani maka semakin besar juga pengetahuan yang dimiliki petani didalam mengatasi setiap kendala setiap tahunnya didalam pengeololahan tanaman manggis yang dihadapi oleh petani. Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat dilihat sebagian besar petani responden memiliki pengalaman bertani pada sebaran tahun. Sebagian besar petani responden telah melakukan kegiatan bertani manggis selama 11 sampai 20 tahun lamanya yaitu sebanyak 24 petani yang terdiri 16 orang petani mitra dan 8 orang petani non mitra. sebaran pengalaman bertani dapat dilihat pada tabel

Tabel 11 Sebaran Petani Responden Menurut Pengalaman Bertani Manggis di Desa Karacak Tahun 2012

Pengalaman (Tahun) Petani Mitra (Orang) Petani non Mitra (Orang) Jumlah

(38)

24

Luas Lahan dan Status Kepemilikan Petani

Petani responden di Desa Karacak memiliki luas lahan yang ditanami manggis cukup bervariasi. Namun, di dalam satu lahan petani tidak hanya menanam manggis tetapi juga tanaman lainnya seperti durian, mengkudu, dan lain-lain. Petani mitra variasinya antara 0,1-2,835 Ha dengan rata-rata luas lahan 0,702783 Ha. Sedangkan petani non mitra variasi luas lahannya antar 0,1-1 Ha dengan rata-rata luas 0,5136 Ha. Status kepemilikan lahan, baik petani mitra maupun non mitra, keseluruhannya adalah milik sendiri karena lahan milik petani responden merupakan warisan dari orangtua termasuk buah manggis yang ditanam di lahan tersebut.

Tabel 12 Sebaran Petani Responden Menurut Luas Lahan Petani Manggis di Desa Karacak Tahun 2012

Tabel 12 menunjukan bahwa petani mitra sebagian besar, yaitu 56,52 persen memiliki lahan antara 0,1-0,5 Ha. Sedangkan yang lainnya, yaitu sebanyak 34,78 persen memiliki luas lahan antara 0,6-1 Ha, dan sebanyak 8,7 persen untuk luas lahan lebih besar dari 1 Ha.

Tabel 12 juga menunjukan bahwa sama dengan petani mitra, sebagaian besar luas lahan petani non mitra, yaitu sebanyak 64 persen adalah antara 0,1-0,5 Ha. Sedangkan untuk luas lahan 0,6-1 Ha sebanyak 36 persen. Untuk petani non mitra, tidak ada yang luas lahannya diatas 1 Ha. Dari tabel 13 dapat diketahui bahwa petani mitra memiliki luas lahan yang lebih besar dibandingkan petani non mitra.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Kemitraan

(39)

25 Dalam rangka peningkatan ekspor manggis terutama di empat kabupaten kawasan manggis di Provinsi Jawa Barat tersebut dilakukan melalui penguatan kelembagaan untuk meningkatkan kemitraan antara petani, pedagang, dan eksportir agar para pelaku agribisnis manggis yang memiliki tujuan sama dalam meningkatkan mutu manggis. Pada tahun 2008, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian mengadakan pertemuan dengan petani dan pedagang di Tasikmalaya serta mengundang eksportir yaitu, PT Agung Mustika Selaras. Pertemuan ini bertujuan untuk mengindentifikasi berbagai masalah dalam pengembangan manggis dan mendapatkan masukan yang akan digunakan sebagai dasar dalam menentukan pola kemitraan antara petani, pedagang, dan eksportir yang disesuaikan dengan kondisi daerah dan lebih spesifik di masing-masing kabupaten.

Pertemuan di Tasikmalaya kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan di Kabupaten Bogor untuk membahas secara lebih spesifik dengan PT Agung Mustika Selaras di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Desa ini terpilih karena merupakan desa penghasil manggis terbesar di Kabupaten Bogor. Pertemuan di Bogor ini diikuti oleh Koperasi Bina Usaha Al-Ihsan (KBU Al-Ihsan) yang dihadiri oleh 50 orang dari anggota KBU Al-Ihsan, yang juga merupakan petani manggis. Dari hasil pertemuan ini maka dapat disimpulkan beberapa butir kesepakatan yang ditetapkan yaitu sebagai berikut :

1. Kemitraan yang ada pada KBU Al-Ihsan adalah pola kemitraan tahap pemula (sederhana) karena peranan kelompok tani /petani hanya sebatas sebagai tenaga kerja.

2. Menetapkan enam poin kesepakatan yang akan dituangkan dalam pola kemitraan yaitu : melakukan pemeliharan tanaman melalui pemberian pupuk agar buah manggis yang dihasilkan menjadi seragam, melaksanakan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada tanaman manggis upaya untuk pengendalian Organisme Penganggu Tanaman (OPT) seperti (burik buah, cedawan akar, hama babi hutan), mengusulkan pelepasan varietas manggis Desa Karacak sebagai komoditas unggulan nasional, menyediakan sarana produksi berupa pupuk kandang untuk anggota KBU Al-Ihsan, melakukan kerjasama dalam pemasaran manggis dari anggota KBU Al-Ihsan dengan PT Agung Mustika Selaras, dan pembentukan kas KBU Al-Ihsan dari anggota yang diambil dari hasil panen manggis.

Bila dilihat dari lima pola kemitraan agribisnis berdasarkan tulisan Sumardjo et al. (2004), yaitu pola kemitraan inti plasma, pola kemitraan subkontrak, pola kemitraan dagang umum, pola kemitraan keagenan, dan pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis (KOA), kemitraan antara petani manggis di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor dengan PT Agung Mustika Selaras, paling sesuai kedalam pola kemitraan inti plasma dibandingkan dengan keempat pola kemitraan agribisnis lainnya.

(40)

26

Namun, perusahaan mitra tidak menyediakan lahan karena petani sudah memiliki lahan sendiri untuk memproduksi buah manggis.

Petani mitra sebagai plasma sedangkan PT. Agung Mustika Selaras sebagai inti plasma. Menurut Hernanto (1996) mengenai pola inti plasma, perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi, di samping itu perusahaan inti tetap memproduksi kebutuhan perusahaan sedangkan kelompok mitra berusaha memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati sehingga hasil yang diciptakan harus mempunyai daya kompetitif dan nilai jual yang tinggi.

Dengan teori menurut hernanto (1996) tersebut, pola kemitraan yang terjalin antara petani manggis di desa karacak dengan PT. Agung Mustika Selaras memiliki beberapa persamaan pola kemitraan yaitu perusahaan inti memberikan sarana produksi berupa pupuk kandang kepada plasma, memberikan bimbingan teknis dalam pemeliharan pohon manggis dan pencegahan hama tanaman, mengolah dalam arti melakukan sortiran, dan juga memasarkan buah manggis untuk diekspor keluar negeri, serta menjadi buah manggis desa karacak mempunyai daya kompetitif dna nilai jual yang tinggi dan hal ini sesuai dengan kesepakatan yang terjalin yaitu untuk mengusulkan buah manggis desa karacak menjadi komoditi unggulan nasional. Namun dalam hal ini, petani plasma sudah memiliki lahan pertanian sendiri sehingga inti tidak perlu menyediakan lahan lagi.

Dengan melihat poin kesepakatan yang terjalin diantara PT. Agung Mustika Selaras dan petani manggis karacak, mekanisme kemitraan yang terjalin cenderung sesuai dengan pola kemitraan inti plasma dibandingkan pola kemitraan yang lainnya seperti pola kemitraan subkontrak merupakan pola kemitraan dimana mitra usahanya yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya, pola kemitraan dagang umum yang merupakan pola kemitraan yang bertujuan hanya untuk pemasaran tanpa adanya bimbingan teknis dan pemberian sarana produksi, pola kemitraan keagenan yang merupakan pola kemitraan dimana mitra usaha diberi hak khusus untuk memasarkankan barang dan jasa dari perusahaan mitranya dan hal ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan pola kemitraan di desa karacak, dan terakhir pola kemitran kerjasama operasional agribisnis dimana didalam pola kemitraan ini terjadi bagi hasil antara perusahaan mitra dn kelompok mitra dan hal ini tidak terjadi pada pola kemitraan di desa karacak.

Bila dilihat dari kegiatan produksi manggis di Desa karacak, petani manggis jarang menggunakan pupuk kandang bahkan untuk tahun 2012 petani sama sekali tidak menggunakan pupuk kadang untuk memelihara pohon manggis karena pohon manggisnya dibiarkan tumbuh dengan liar. Anggota KBU Al-Ihsan yang merupakan petani mitra hanya bergabung dalam kelompok mitra (KBU Al-Ihsan) untuk mengumpulkan manggis yang sudah dipetik kemudian dikumpulkan di KBU Al-Ihsan dan menjualnya kepada perusahaan mitra (PT Agung Mustika Selaras). Selanjutnya perusahaan mitra menjualnya kepada konsumen.

(41)

27 yang merupakan anggota koperasi untuk tetap mengumpulkan buah manggis kepada KBU Al-Ihsan dan akan dijual kepada PT. Agung Mustika Selaras. Komitmen dan loyalitas didalam menjalin kemitraan sangat berperan penting agar terciptanya suatu jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.

PT. Agung Mustika Selaras tidak menjalin kesepakatan dalam hal

Punishment ketika ada petani mitra yang menjual buah manggis kepada pihak lain karena PT. Agung Mustika Selaras hanya berhubungan dengan KBU Al-Ihsan, dimana PT. Agung Mustika Selaras tidak menentukan banyaknya buah manggis yang harus disediakan KBU Al-Ihsan namun menerima berapa pun jumlah yang disediakan oleh KBU Al-Ihsan. Buah yang akan diterima PT. Agung Mustika Selaras adalah buah manggis yang memenuhi kualifikasi untuk buah ekspor. Kelompok mitra yang diwadahi oleh KBU Al-Ihsan ini harus memiliki tujuan yang sama sesama petani mitra yang merupakan anggota koperasi sehingga dasar untuk menjalankan organisasi akan semakin kuat dan akan mencegah anggota koperasi yang akan menjual buah manggis kepada pihak lain karena sudah menganggap KBU Al-Ihsan suatu rumah yang harus dibangun secara bersama-sama.

Tiap musim panen manggis yaitu pada bulan Januari-Maret, PT Agung Mustika Selaras dan KBU Al-Ihsan tidak menjalin kesepakatan berapa jumlah buah manggis yang harus disediakan oleh petani manggis. KBU Al-Ihsan hanya menampung semua manggis yang telah dikumpulkan oleh masing-masing petani manggis. Petani manggis mengumpulkan ke KBU Al-Ihsan kemudian harga jual yang diterima oleh petani dibedakan berdasarkan tingkatan kualitas buah manggis yaitu kualitas SP-I, kualitas SP-II, kualitas SP-III, dan kualitas Barang Sisa (BS).

Pengelompokan dari tingkatan kualitas tersebut dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk, warna kelopak buah, warna buah, tekstur buah, dan varietasnya. Hal inilah yang akan mempengaruhi harga jual manggis. Pihak eksportir hanya menerima buah manggis dengan kualitas SP-I sampai kualiatas SP-III. Dan dilain sisi, 70 persen buah manggis yang ada di KBU Al-Ihsan merupakan kualitas buruk dan 30 persen di ekspor koperasi yaitu kepada PT Agung Mustika Selaras3. Rasa buah manggis di masing-masing kualitas sebenarnya tidak berbeda jauh, hanya saja faktor luar buah seperti keadaan kulit buah yang buruk membuat pihak eksportir tidak menerima buah dengan kualitas buruk. Buah dengan kualitas buruk akan dijual ke pasar induk oleh KBU Al-Ihsan.

Penentuan harga yang diambil oleh koperasi ditentukan berdasarkan PT Agung Mustika Selaras yang merupakan pasar utama buah manggis untuk diekspor. Koperasi tidak pernah mematok harga buah manggis manggis untuk perusahaan tersebut. Harga yang diberikan perusahaan kepada koperasi pun tidak menentu setiap harinya, kadang perusahaan membeli dengan harga yang tinggi dan kadang juga dengan harga yang rendah. Tahun 2012 harga jual manggis dengan kualitas SP-I perusahaan membeli dengan harga Rp 14.000 per kilogram, kualitas SP-II dengan harga Rp 7000 per kilogram, dan SP-III dengan harga Rp 4000 per kilogram. Namun, berbeda dengan buah manggis kualitas BS, koperasi hanya menjual kepada pasar induk maupun para pedagang dengan harga Rp 2000 per kilogram.

3

Gambar

Gambar 2. Pola Kemitraan Subkontrak
Gambar 6 Bagan Kerja Penelitian Operasional
Tabel 7 menunjukan bahwa sebanyak 270,510 Ha ( 38, 09 persen) dari luas  lahan Desa Karacak merupakan lahan perkebunan
Tabel 14 Struktur Biaya Usahatani Petani Mitra dan Petani non Mitra di Desa  Karacak, Januari - Maret 2012

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) Pola Kemitraan yang diterapkan oleh Satria Agrowisata dengan pegiat luwak adalah pola kemitraan Inti-Plasma; (2) Hak dan kewajiban

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan yang sudah terjalin antara petani semangka di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah dengan CV Bimandiri.Selain mengkaji

Selanjutnya penyerapan tenaga kerja petani pada usahatani kelapa sawit pola kemitraan PT Inti Indosawit Subur di Desa Danau Embat Kecamatan Maro Sebo Ilir Kabupaten Batang

Konsep perencancanaan ini, diwujudkan dengan sistem agroforestri manggis yang dilakukan dengan cara mempertahankan atau meningkatkan hasil total dengan mengkombinasikan tanaman

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola kemitraan yang terjalin antara petani udang vaname dengan PT.Pokphand dan mengetahui tingkat produksi dan pendapatan

Dari hasil analisis pendapatan ini menunjukkan bahwa manfaat kemitraan petani sayuran dengan Gapoktan Rukun Tani lebih kepada perolehan harga atau pemasaran hasil panen yang

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti seberapa besar kontribusi pendapatan usahatani manggis terhadap pendapatan rumah tangga

Tujuan penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi pola kemitraan usahatani ubi kayu antara petani dengan PT Panca Agung Sejati di Desa Gajah Mati Kecamatan Sungai