POLA SUBKONTRAK KOPI LUWAK SATRIA
AGROWISATA DI DESA MANUKYA,
KECAMATAN TAMPAK SIRING,
KABUPATEN GIANYAR
SKRIPSI
Oleh
Made Riski Dwi Saputra
KONSENTRASI PENGEMBANGAN BISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
POLA SUBKONTRAK KOPI LUWAK SATRIA
AGROWISATA DI DESA MANUKAYA,
KECAMATAN TAMPAK SIRING,
KABUPATEN GIANYAR
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana
Oleh
Made Riski Dwi Saputra NIM. 1205315064
KONSENTRASI PENGEMBANGAN BISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau mengandung tindakan plagiarism.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Denpasar, 28 April 2016
Yang menyatakan,
Made Riski Dwi Saputra
ABSTRACT
Made Riski Dwi Saputra. Nim : 1205315064. Subcontracting Pattern Luwak Coffee Satria Agrowisata in Manukaya Village, Tampak Siring District, Gianyar Regency. Advisors : Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP. dan Ni Luh Prima Kemala Dewi, SP, M.Agb.
Gianyar Regency is a tourist area, so a lot of tourists who visit. The number of travelers and tourists who visit both foreign and locally caused the opening of business opportunities that can be cultivated. Agrowisata Luwak coffee is one of the many businesses that are developing in the Manukaya Village, Tampak Siring District, Gianyar Regency . Luwak coffee is the most expensive coffee at the current price, which is why many businesses are choosing to develop this business. The high market demand for coffee, causing a partnership between activists civet with a coffee company to meet the market demand. This study is to determine the following matters.. (1) The partnership pattern that occurs between Satria Agrowisata with activists civet; (2) The rights and obligations Satria Agrowisata with activists civet; (3) The efficiency of the partnership between for either; (4) The obstacles faced by the partnership. The results showed that; (1) The Partnership adopted by Satria Agrowisata with activists civet is a partnership Subcontract; (2) The rights and obligations of both parties must be adhered to in accordance with the agreement that has been agreed; (3) The partnership between Satria Agrowisata with activists civet is already efficient; (4) Constraints faced Satria Agrowisata in this partnership is the quality of the coffee produced by activists civet poorly and fraud by breeders civet, while the constraints faced by activists civet is late payment by Satria Agrowisata and delays in raw material prices.
ABSTRAK
Made Riski Dwi Saputra. Nim : 1205315064. Pola Subkontrak Kopi Luwak Satria Agrowisata di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar. Dibimbing oleh : Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP. dan Ni Luh Prima Kemala Dewi, SP, M.Agb.
Kabupaten Gianyar merupakan daerah pariwisata, sehingga banyak wisatawan yang berkunjung. Banyaknya wisatawan ataupun turis yang berkunjung baik mancanegara maupun lokal menyebakan terbukanya peluang bisnis yang dapat diusahakan. Agrowisata kopi luwak merupakan salah satu dari banyaknya usaha yang sedang berkembang di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar saat ini. Kopi luwak merupakan kopi dengan harga termahal saat ini, itulah mengapa banyak pelaku bisnis yang memilih untuk mengembangkan usaha ini. Tingginya permintaan pasar akan kopi luwak, menyebabkan terjadinya kemitraan yang terjadi antara pegiat luwak dengan perusahaan kopi untuk memenuhi permintaan pasar. Tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut. (1) Pola kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak; (2) Hak dan kewajiban Satria Agrowisata dengan pegiat luwak; (3) Efisiensi kemitraan anatara keduabelah pihak; (4) Kendala-kendala yang dihadapi oleh pihak yang bermitra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) Pola Kemitraan yang diterapkan oleh Satria Agrowisata dengan pegiat luwak adalah pola kemitraan Inti-Plasma; (2) Hak dan kewajiban dari keduabelah pihak harus ditaati sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati; (3) Kemitraan antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak sudah efisien; (4) Kendala yang dihadapi Satria Agrowisata dalam kemitraan ini adalah kualitas kopi yang dihasilkan pegiat luwak kurang baik dan kecurangan yang dilakukan oleh pegiat luwak, sedangkan kendala yang dihadapi oleh pegiat luwak adalah keterlambatan pembayaran oleh Satria Agrowisata dan keterlambatan bahan baku dan harga.
RINGKASAN
Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas dan sebagian besar masyarakatnya bergerak dalam bidang pertanian. Peternakan an sebagai subsektor pertanian mempunyai peranan yang besar dalam menyediakan bahan pangan. Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa negara Indonesia. Produksi kopi di Bali pada tahun 2010 sebesar 14.364 ton, tahun 2011 mengalami penurunan menjadi sebesar 10.379 ton tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi sebesar 18.880 ton dan pada tahun 2013 mengalami penurunan produksi kopi menjadi sebesar 17.317 ton. Pengembangan komoditas kopi memiliki prospek yang cerah, apalagi dengan adanya usaha kopi luwak yang berdampak positif pada perkembangan perkebunan kopi arabika di Gianyar. Tingginya permintaan pasar akan kopi luwak, menyebabkan terjadinya kemitraan antara pegiat luwak dengan perusahaan kopi untuk memenuhi permintaan pasar.
Tujuan penelitian ini yaitu (1) Mengetahui pola kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak; (2) Mengetahui hak dan kewajiban Satria Agrowisata dengan pegiat luwak; (3) Mengetahui efisiensi kemitraan yang terjadi antara keduabelah pihak ; (4) Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Satria Agrowisata dengan pegiat luwak.
dari pihak pegiat luwak sebesar 1,34 dan dari pihak Satria Agrowisata sebesar 1,32 sehingga kedua belah pihak merasa saling diuntungkan; (4) Kendala yang dihadapi Satria Agrowisata dalam kemitraan ini adalah kulitas kopi yang dihasilkan pegiat luwak kurang baik dan kecurangan yang dilakukan oleh pegiat luwak, sedangkan kendala yang dihadapi oleh pegiat luwak adalah keterlambatan pembayaran oleh Satria Agrowisata dan keterlambatan bahan baku.
POLA SUBKONTRAK KOPI LUWAK SATRIA
AGROWISATA DI DESA MANUKAYA,
KECAMATAN TAMPAK SIRING,
KABUPATEN GIANYAR
Dipersiapkan dan diajukan oleh
Made Riski Dwi Saputra
NIM. 1205315064
Telah diuji dan dinilai oleh tim penguji
Pada tanggal : 28 April 2016
Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana No: 75/UN14.1.23/DL/2016
Tanggal: 28 April 2016 Tim penguji skripsi adalah:
Ketua: Dr. Ir I Nyoman Gede Ustriyana, MM. Anggota: 1. Ir. I Dewa Gede Raka Sarjana, MMA.
2. Drs. I Ketut Rantau, M.Si 3. Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP.
RIWAYAT HIDUP
Made Riski Dwi Saputra dilahirkan di Denpasar pada tanggal 5 Desember 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua orang bersaudara yang dilahirkan dari pasangan I Made Dura (Ayah), dan A A A Oka Putrini (Ibu). Pendidikan awal penulis dimulai dari (SDN) 4 Peliatan, Ubud pada tahun 2000 dan tamat 2006. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Ubud pada tahun 2006 dan tamat pada tahun 2009. Pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh di (SMAN) 1 Ubud pada tahun 2009 hingga tamat pada tahun 2012. Penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Udayana Fakultas Pertanian dengan Program Studi Agribisnis melalui jalur Seleksi Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK).
Selama masa kuliah, peneliti pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan di
Fakultas dan Jurusan. Salah satunya yaitu sebagai anggota sie acara dalam Bazzar
Agribisnis pada tahun 2013 dan 2014. Peneliti juga pernah menjadi koordinator
KATA PENGANTAR Om Awignamwastu Namah Sidham
Om Swastyatu
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Shang Hyang Widhi Wasa kerena atas Anugrah-Nya, sehigga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
Selama proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, perhatian dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ida Shang Hyang Widhi Wasa karena atas segala karuniaNya telah memberikan penulis kekuatan, kesehatan, dan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, Ms selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan izin dan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian ini.
3. Dr. Ir. I Dewa Putu Oka Suardi, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana atas segala fasilitas dan kemudahan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya membimbing penulis dan banyak memberikan bantuan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ni Luh Prima Kemala Dewi, SP, M.Agb selaku Pembimbing II yang juga telah meluangkan waktunya membimbing penulis dan banyak memberikan bantuan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Segenap dosen di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana pada umumnya yang telah memberikan perhatian dan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.
8. Segenap staf kantor di Program Studi Agribisnis dan staf kantor di Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan informasi dan kemudahan-kemudahan selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
9. Keluarga penulis terutama Bapak I Made Dura, Ibu A A A Oka Putrini dan Kakak I Gde Ryan Saputra yang telah memberikan doa, motivasi, dan dorongan moral maupun material bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini,
10.Seluruh pegiat luwak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar dan Bapak I Dewa Gede Asmara Guna selaku pemilik Satria Agrowisata yang telah membantu memberikan data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.
11.Rekan-rekan Agribisnis 2012: Angga, Hrayas, Komang, Teguh, Raka, Nova, Heny, Anom, Wulan, Indra, Dewa serta rekan Agribisnis angkatan 2012 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang senantiasa memberikan bantuan dorongan semangat demi kelancaran skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi yang lebih lanjut. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan Negara.
Om Santih, Santih, Santih Om
Denpasar, April 2016
5.1.5 Pengalaman pegiat luwak... 58
5.2 Pola Kemitraan ... 59
5.2.1 Pola dan skema kemitraan... 60
5.2.2 Mekanisme kemitraan ... 62
5.3 Hak dan Kewajiban ... 63
5.3.1 Hak dan kewajiban satria agrowisata ... 64
5.3.2 Hak dan kewajiban pegiat luwak ... 64
5.4 Proses Produksi Kopi Luwak ... 67
5.5 Efisiensi Kemitraan Kemitraan ... 68
5.6 Kendala Kemitraan ... 73
5.6.1 Kendala pegiat luwak ... 73
5.6.2 Kendala satria agrowisata ... 74
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 75
6.1 Kesimpulan ... 75
6.2 Saran .... ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 77
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1.1Jumlah Produksi Kopi di Provinsi Bali dan Kabupaten Gianyar Tahun 2010 s.d 2013 ... 2
1.2 Persentase Penduduk di Kabupaten Gianyar yang Bekerja
Menurut Lapangan Usahanya pada Tahun 2014... 3
1.3 Produksi Kopi Satria Agrowisata Tahun 2011 s.d 2014 ... 5
3.1 Aspek yang diamati , indikator, Variabel, dan Pengukuran
Kemitraan Pegiat Luwak dengan Satria Agrowisata ... 44
4.1Keadaan penduduk di Desa Manukaya menurut Golongan umur Tahun 2012 ... 48
4.2Jumlah Penduduk di Desa Manukaya berdasarkan Tingkat
Perkembangan Pendidikan Tahun 2012 ... 49
4.3Mata Pencaharian Utama Penduduk di Desa Manukaya Tahun 2012 ... 50
5.1 Kelompok Umur Responden di Desa Manukaya, Kecamatan
Tampak Siring, Kabupaten Gianyar Tahun 2014 ... 55
5.2 Tingkat Pendidikan Responden yang melakukan kemitraan di Desa Tahun 2014 ... 56
5.3 Jumlah Kepemilikan Luwak Pegiat Luwak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring Kabupaten Gianyar tahun 2014 ... 57
5.4 Ukuran Kandang Luwak di Desa Manukaya, Kecamatan
Tampak Siring, Kabupaten Gianyar Tahun 2014 ... 58
5.5 Pengalaman Beternak Luwak di Desa Manukaya, Kecamatan
Tampak Siring, Kabupaten Gianyar Tahun 2014 ... 59
5.6 Perkembangan kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata Dan pegiat luwak Tahun 2011 s.d 2014 ... 69
5.8 Nilai Efisiensi Satria Agrowisata di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar periode April s.d Oktober Tahun 2014 ... 71
5.9 Kendala Kemitraan yang Dihadapi Pegiat Luwak di Desa
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
2.1Kerangka Pemikiran Teoritis Pola Kemitraan Satria Agrowisata dengan Pegiat Luwak di Desa Manukaya ... 40
4.1 Struktur Organisasi Satria Agrowisata ... 52
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Peta Desa Manukaya Tahun 2012 ... 79
2. Data Karakteristik Responden Pemilik Satria Agrowisata .... 80
3. Data Karakteristik Pegiat Luwak ... 81
4. Kopi Gelondongan dan Kopi Sisa April s.d Oktober ... 82
5. Biaya Produksi Pegiat Luwak di Desa Manukaya Periode
April s.d. Oktober 2014 ... 83
6. Biaya Penyusutan Kandang Pegiat Luwak di Desa Manukaya Periode April s.d. Oktober 2014 ... 85
7. Biaya Penyusutan Peralatan Pegiat Luwak di Desa Manukaya
Periode April s.d. Oktober 2014 ... 86
8. Total Biaya Pegiat Luwak di Desa Manukaya Periode April
s.d. Oktober 2014 ... 88
9. Produksi dan Penerimaan Pegiat Luwak di Desa Manukaya
Periode April s.d. Oktober 2014 ... 89
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas dan sebagian besar
masyarakatnya bergerak dalam bidang pertanian. Sektor pertanian tidak saja
sebagai penyedia kebutuhan pangan bagi penduduk, tetapi juga sebagai sumber
penghidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Secara umum, pengertian
dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang meliputi pertanian tanaman
pangan, perkebunan, kehutanan, holtikultura, peternakan dan perikanan.
Kopi sebagai salah satu produk pertanian unggulan di Indonesia
merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis
yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting
sebagai sumber devisa Negara Indonesia. Kopi tidak hanya berperan penting
sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak
kurang dari satu setengah juta orang petani kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012).
Data Departemen Perdagangan Republik Indonesia menunjukan perdagangan
kopi dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Selama periode 2008
hingga 2012 tercatatat mengalami peningkatan sebesar 1,95% (Departemen
Perdagangan Republik Indonesia, 2013).
Bali merupakan daerah potensial penghasil kopi, ini dapat dilihat dari
produksi kopi di Bali yang cukup besar dan berfluktuatif Produksi kopi pada
tahun 2010 hingga 2011 mengalami penurunan dikarenakan pada saat itu tanaman
yang baru ditanam belum menghasilkan, sedangkan tanaman yang sudah ada tidak
2
Data mengenai produksi kopi di Provinsi Bali dan Kabupaten Gianyar
pada tahun 2010 s.d 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Produksi Kopi di Provinsi Bali dan di Kabupaten Gianyar Tahun 2010 s.d 2013.
Peningkatan Produksi 15,33 0,83 0,01
Sumber : Badan Pusat Statistik Bali, 2014
Berdasarkan Tabel 1.1, rata- rata persentase peningkatan produksi kopi di
Provinsi Bali adalah sebesar 15,33% ton setiap tahunnya, sedangkan rata-rata
persentase peningkatan produksi kopi di Kabupaten Gianyar hanya sebesar 0,83%
setiap tahunnya.
Perbandingan produksi kopi Provinsi Bali dengan produksi kopi
Kabupaten Gianyar sangat jauh berbeda. Produksi kopi Kabupaten Gianyar
rata-rata hanya menyumbang 0,01 % dari total produksi kopi yang ada di Provinsi
Bali, dan jumlah tersebut sangatlah kecil untuk dapat dijadikan daerah potensial
penghasil kopi.
Persentase penduduk di Kabupaten Gianyar yang bekerja menurut
3
Tabel 1.2
Persentase Penduduk Kabupaten Gianyar yang Bekerja Menurut Lapangan Usahanya Tahun 2014
No Lapangan Usaha (%)
1 Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan 14,33 2 Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air 22,15
3 Konstruksi 7,34
4 Perdagangan Besar dan Eceran, Restoran dan Hotel 28,73 5 Transportasi, pergudangan dan perhubungan 4,42 6 Lembaga keuangan, Perasuransian, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 2,90 7 Jasa masyarakat,Sosial dan perorangan 20,13
Jumlah 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Gianyar, 2015.
Berdasarkan Tabel 1.2 persentase penduduk di Kabupaten Gianyar yang
bekerja menurut lapangan usahanya di dominasi oleh penduduk yang bekerja pada
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, restoran dan hotel dengan
persentase 28,73%,. Persentase terendah, yaitu penduduk yang bekerja pada
lapangan usaha lembaga keuangan, perasuransian, eal estate dan jasa perusahaan
sebesar 2,90%.
Komposisi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha menunjukkan
jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian bukanlah yang tertinggi, namun
karakter Kabupaten Gianyar masih tergolong daerah agraris. Keadaan tersebut
dapat terlihat dari komposisi penduduk yang bekerja di sektor pertanian masih
cukup banyak dan berada di urutan keempat dengan persentase sebesar 14,33%.
Kabupaten Gianyar secara umum memang bukan dikenal sebagai daerah
pertanian melainkan sebagai daerah pariwisata, sehingga banyak wisatawan yang
berkunjung. Banyaknya wisatawan ataupun turis yang berkunjung baik
4
Kabupaten Gianyar memang tidak memiliki potensi di bidang pertanian
khususnya kopi, namun dengan banyaknya wisatawan atau turis yang datang
berkunjung menyebabkan banyaknya pelaku bisnis yang mengembangkan usaha
di bidang pertanian dengan mendatangkan bahan baku dari daerah lain untuk
menunjang produksinya.
Agrowisata kopi luwak merupakan salah satu dari banyaknya usaha yang
sedang berkembang di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten
Gianyar saat ini. Kopi luwak merupakan kopi dengan harga termahal saat ini. Hal
tersebut yang menyebabkan banyak pelaku bisnis yang memilih untuk
mengembangkan usaha ini.
Pengembangan komoditas kopi memiliki prospek yang cerah, apalagi
dengan adanya usaha kopi luwak yang berdampak positif pada perkembangan
perkebunan kopi arabika di Gianyar. Hasil panen kopi arabika selain dipasarkan
ke pengepul karena hasil panen kopi di Gianyar masih dalam skala kecil, juga
dipasarkan kepada pengusaha kopi luwak seperti yang terdapat di Desa Manukaya
Kecamatan Tampaksiring (Anonim, 2013)
Proses terbentuknya serta rasanya yang sangat unik menjadi alasan utama
tingginya harga jual kopi luwak. Kopi ini merupakan kopi jenis arabika, biji kopi
ini dimakan oleh luwak atau sejenis musang. Biji kopi mengalami fermentasi
singkat oleh bakteri alami di dalam perutnya yang memberikan cita rasa tambahan
yang unik. Proses produksi kopi luwak memiliki sedikit perbedaan dengan
pengolahan kopi seperti biasanya, perbedaannya yaitu terdapat tambahan bantuan
dari hewan luwak untuk memilih kopi yang benar-benar berkualitas dan dalam
5
Proses produksi kopi luwak sangat tergantung pada masa panen kopi
arabika, yaitu dimulai dari bulan Mei atau Juni dan berakhir pada bulan Agustus
atau September. Kopi luwak tidak dapat diproduksi di luar bulan tersebut, sebab
di luar bulan tersebut pohon kopi arabika tidak dapat berbuah. Luwak bukanlah
mesin yang dapat dipaksa untuk menghasilkan produk.
Proses produksi kopi luwak terjadi secara alami yang menyebabkan
produk atau kopi yang dihasilkan sangatlah terbatas. Kopi luwak bebas dari
kandungan pestisida berbahaya karena pestisida yang terdapat pada kopi telah
dibersihkan oleh secara alami oleh luwak, sehingga kopi luwak lebih sehat untuk
dikonsumsi dibandingkan kopi yang lainnya (Ririn, 2012).
Data mengenai produksi kopi luwak Satria Agrowisata pada tahun 2011
s.d tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.3
Tabel 1.3
Produksi Kopi Luwak Satria Agrowisata Tahun 2011 s.d 2014
Tahun Produksi (kg)
2011 172,00
2012 216,00
2013 345,00
2014 432,00
Rata-rata Persentase Peningkatan Produksi 36,66 Sumber : Diolah dari data primer, 2015.
Berdasarkan Tabel 1.3, produksi kopi luwak di Satria Agrowisata dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Rata-rata persentase peningkatan produksi kopi luwak di Satria Agrowisata sebesar 36,66%., yang juga berarti permintaan kopi luwak setiap tahunnya semakin bertambah. Permintaan kopi luwak yang tinggi disebabkan oleh cita rasa dan manfaat yang terkandung di dalam kopi luwak tersebut.
6
Kopi luwak memiliki manfaat yang sangat banyak bagi kesehatan,
diantaranya mencegah penyakit syaraf, dapat meningkatkan stamina tubuh dan
bahkan mencegah diabetes, selain itu masih banyak lagi manfaat yang dimiliki
oleh kopi luwak jika dibandingkan kopi yang lainnya. Banyaknya manfaat yang
dimiliki oleh kopi luwak membuat permintaan kopi menjadi meningkat, dan hal
yang harus dilakukan untuk memenuhi permintaan adalah dengan cara
meningkatkan produksi kopi luwak tersebut. Meningkatkan produksi kopi luwak
tersebut tentunya diperlukan kerjasama diantara pegiat luwak dan perusahaan
penyedia kopi yaitu dengan melakukan kemitraan.
Perusahaan penyedia kopi menyediakan biji kopi, dan pegiat luwak
sebagai penghasil biji kopi yang telah difermentasi untuk kemudian menjadi kopi
luwak. Kabupaten Gianyar atau khususnya di Kecamatan Tampak Siring, Desa
Manukaya kini sudah berjamuran agrowisata kopi luwak, diantara banyaknya
agrowisata yang ada, banyak yang sudah melakukan pola kemitraan dengan pegiat
luwak, ini merupakan strategi pembangunan pertanian khususnya agribisnis yang
saling menguntungkan satu sama lain.
Pola kemitraan yang terjadi membuat pegiat luwak memperoleh beberapa
keuntungan, namun pada sisi lain justru merasa tidak memiliki kebebasan.
Perusahaan yang mengadakan kemitraan dengan pegiat luwak sebagai pelaku
agribisnis, bahkan ada yang menerapkan konsep dan pola dengan pemberian
modal usaha kepada pegiat luwak. Pemberian modal ini tentunya memberikan
keuntungan tersendiri, terutama bagi pegiat luwak yang memiliki keterbatasan
7
Kelebihan yang dimiliki pola kemitraan, yaitu perusahaan menawarkan
permodalan kepada pegiat luwak, hal ini tentu sangat menguntungkan bagi pegiat
luwak. Perusahaan ada yang bahkan menawarkan dukungan sarana-sarana
produksi, sehingga pegiat luwak tidak kesulitan dalam menyediakan sarana-sarana
produksi. Sektor pemasaran dengan adanya pola kemitraan lebih terjamin, karena
hasil produksi dibeli atau disalurkan oleh perusahaan mitra pegiat luwak itu
sendiri.
Pendampingan teknis oleh perusahaan yang akan memberikan tambahan
pengalaman kepada pegiat luwak. Kualitas produksi akan lebih terkontrol,
sehingga pegiat luwak akan lebih disiplin selama proses produksi. Penetapan
target produksi, sehingga dapat memacu produktivitas di sektor pertanian.
Berkembangnya sistem kemitraan tentu juga dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat pada suatu daerah.
Pola kemitraan memang memiliki banyak kelebihan, namun disamping
banyaknya kelebihan tersebut terdapat kekurangan yang dimiliki sistem
kemitraan, yaitu adanya keterkaitan dan tanggung jawab banyak orang, sehingga
sistem kemitraan ini memerlukan banyak proses dalam pelaksanaannya.
Aturan yang dibuat biasanya berdasarkan kepentingan perusahaan untuk
memenuhi pangsa pasar yang dikelolanya, sehingga pegiat luwak tidak memiliki
nilai tawar yang kuat dan jika salah satu pihak tidak menepati komitmen yang
telah disepakati, maka dapat menimbulkan suatu perselisihan. Pola kemitraan
yang telah dikembangkan, yaitu pola kemitraan inti plasma, pola kemitraan
subkontrak, pola kemitraan dagang umum, pola kerjasama operasional agribisnis
8
Pola kemitraan yang terjadi pada kenyataannya masih terjadi
ketidakdisiplinan di dalam mentaati peraturan yang telah disepakati bersama, ini
berdampak terhadap keberlangsungan kemitraan yang terjadi. Ketergantungan
pihak mitra (pegiat luwak) terhadap perusahaan mitra (perusahaan besar) juga
menyebabkan timbulnya masalah yang terjadi pada pola kemitraan. Kemitraan
yang menguntungkan salah satu pihak ini tentu menjadi bentuk yang tidak adil,
eksploitatif, dan dalam hal ini pihak yang biasanya diuntungkan adalah
perusahaan besar (Martodireso dan Widada, 2002).
Kemitraan antara pegiat luwak di Desa Manukaya, Kecamatan, Tampak
Siring, Kabupaten Gianyar dengan Satria Agrowisata kopi luwak sudah dijalin
sejak tahun 2011 hingga saat ini. Kemitraan ini bertujuan untuk saling melengkapi
baik dari permodalan bagi pegiat luwak maupun kebutuhan produksi berupa
ketersediaan bahan baku bagi Satria Agrowisata dan kemitraan yang terjalin ini
diharapkan menguntungkan kedua belah pihak. Satria Agrowisata adalah
perusahaan yang bergerak di bidang produksi kopi, baik itu kopi bali, kopi
ginseng, dan kopi luwak. Komitmen antara kedua belah pihak sangat dibutuhkan
untuk menjalankan kemitaan ini. Peraturan seperti hak dan kewajiban antara pihak
yang bermitra harus ditaati sesuai dengan peraturan yang telah disepakati.
Satria Agrowisata dan pegiat luwak diharapkan memperoleh keuntungan
bersama dari kemitraan yang terjalin, tetapi pada pelaksanaanya banyak
kemungkinan yang dapat terjadi seperti pelanggaran perjanjian dan lain-lain yang
dapat menghambat berkembangnya kemitraan tersebut. Penelitian untuk
mengetahui kenyataan yang sebenarnya terjadi dalam kemitraan antara Satria
9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat diangkat beberapa permasalahan untuk diteliti sebagai berikut.
1. Bagaimana pola dan mekanisme kemitraan yang dilakukan oleh Satria
Agrowisata dengan pegiat luwak?
2. Apa saja hak dan kewajiban Satria Agrowisata dan pegiat luwak?
3. Bagaimana efisiensi kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan
pegiat luwak?
4. Apa saja kendala yang dihadapi oleh Satria Agrowisata dan pegiat luwak?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui
1. Pola dan mekanisme kemitraan yang dilakukan oleh Satria Agrowisata dengan
pegiat luwak.
2. Hak dan kewajiban pegiat luwak dan Satria Agrowisata dalam melakukan
kemitraan.
3. Efisiensi kemitraan yang terjadi antara pegiat luwak dengan Satria
Agrowisata.
10
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini berguna bagi
1. Satria Agrowisata maupun pegiat luwak sebagai acuan atau pertimbangan di
dalam menjalankan kemitraan.
2. Pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut serta memberikan
informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam bidang ekonomi
pertanian.
3. pemerintah dalam menentukan arah kebijakan bidang pembangunan khususnya
sektor pertanian.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian yang dilakukan antara Satria Agrowisata dan
pegiat luwak tentang pola kemitraan kopi luwak di Desa Manukaya, Kecamatan
Tampak Siring, Kabupaten Gianyar ini dilakukan pada Periode April s.d Oktober
Tahun 2014. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
analisis deskriptif kualitatif, yaitu untuk mengetahui bagaimana pola kemitraan
dan mekanisme yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak, hak
dan kewajiban Satria Agrowisata dan pegiat luwak dalam melakukan kemitraan,
kendala-kendala yang dihadapi dalam kemitraan tersebut, dan analisis kuantitatif
digunakan untuk menganalisa efisiensi kemitraan usaha kopi luwak yang terjadi
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kemitraan
Sub-bab ini menjelaskan mengenai pengertian kemitraan,tujuan kemitraan,
kelebihan dan kelemahan pola kemitraan, jenis-jenis pola kemitraan dan syarat –
syarat kemitraan.
2.1.1 Pengertian kemitraan
Kemitraan pada esensinya dikenal dengan istilah gotong royong atau
kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut
Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara
individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu
tugas atau tujuan tertentu. Pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes
RI, 2004) meliputi
1. Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal
antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan mitra
atau partner.
2. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan
yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk
mencapai kepentingan bersama.
3. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor,
kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk
bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan,
12
4. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau
organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan
melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa
resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-masing
secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan.
2.1.2 Prinsip kemitraan
Terdapat tiga prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu
kemitraan oleh masing-masing anggota kemitraan yaitu
1. Prinsip kesetaraan (Equity)
Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus
merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai
tujuan yang disepakati.
2. Prinsip keterbukaan
Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota
serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh
anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai
berakhirnya kegiatan, keterbukaan ini menimbulkan rasa saling melengkapi
dan saling membantu diantara golongan (mitra).
3. Prinsip azas manfaat bersama (mutual benefit)
Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh
manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing.
13
2.1.3 Tujuan kemitraan
Maksud dan tujuan kemitraan pada dasarnya yaitu untuk membantu para
pelaku kemitraan dan pihak-pihak tertentu dalam mengadakan kerjasama
kemitraan yang saling menguntungkan (win-win solution) dan bertanggung jawab.
Ciri dari kemitraan usaha terhadap hubungan timbal balik bukan sebagai
buruh-majikan atau atasan-bawahan sebagai adanya pembagian risiko dan keuntungan
yang proporsional, di sinilah kekuatan dan karakter kemitraan usaha.
Menurut Hafsah (1999), tujuan ideal kemitraan yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan kemitraan secara lebih konkret yaitu (1) meningkatkan pendapatan
usaha kecil dan masyarakat, (2) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku
kemitraan, (3) meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan
usaha kecil, (4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan, wilayah dan
nasional, (5) memperluas kesempatan kerja dan (6) meningkatkan ketahanan
ekonomi nasional.
Sasaran kemitraan agribisnis adalah terlaksananya kemitraan usaha dengan
baik dan benar bagi pelaku-pelaku agribisnis terkait di lapangan sesuai dengan
hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Manfaat yang dapat dicapai dari
usaha kemitraan (Hafsah, 1999) antara lain
1. Produktivitas
Bagi perusahaan yang lebih besar, dengan model kemitraan, perusahaan
besar dapat mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity
tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapangan sendiri, karena biaya untuk
keperluan tersebut ditanggung oleh petani. Peningkatan produktivitas bagi
14
input Win-win solution (solusi menang-menang): Proses negosiasi yang
mendorong prospek keuntungan bagi kedua belah pihak, dikenal juga
sebagai proses integratif (Stoner 1995). Baik kualitas maupun kuantitasnya
dalam jumlah tertentu akan diperoleh output dalam jumlah dan kualitas yang
berlipat. Melalui model kemitraan petani dapat memperoleh tambahan input,
kredit dan penyuluhan yang disediakan oleh perusahaan inti.
2. Efisiensi
Erat kaitannya dengan sistem kemitraan, perusahaan dapat mencapai
efisiensi dengan menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan
menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh petani. Sebaliknya bagi petani
yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana
produksi, dengan bermitra dapat menghemat waktu produksi melalui
teknologi dan sarana produksi yang disediakan oleh perusahaan.
3. Jaminan kualitas, kuantitas dan kontinuitas
Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi
dan produktivitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan
pasar dan pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan. Ketiganya juga
merupakan pendorong kemitraan, apabila berhasil dapat melanggengkan
kelangsungan kemitraan ke arah penyempurnaan.
4. Risiko suatu hubungan kemitraan idealnya dilakukan untuk mengurangi
risiko yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Kontrak dapat mengurangi
risiko yang dihadapi oleh pihak perusahaan mitra jika mengandakan
pengadaan bahan baku sepenuhnya dari pasar terbuka. Perusahaan mitra
15
menanamkan investasi atas tanah dan mengelola pertanian yang sangat luas.
Risiko yang dialihkan perusahaan perusahaan inti ke petani adalah (1) risiko
kegagalan produksi, (2) risiko kegagalan memenuhi kapasitas produksi, (3)
risiko investasi atas tanah, (4) risiko akibat pengelolaan lahan usaha luas,
dan (5) risiko konflik perburuhan. Risiko lain yang dialihkan petani ke
perusahaan mitra antara lain: (1) risiko kegagalan pemasaran produk hasil
pertanian, (2) risiko fluktuasi harga produk, dan (3) risiko kesulitan
memperoleh input/sumberdaya produksi yang penting.
5. Sosial Kemitraan dapat memberikan dampak sosial (social benefit) yang
cukup tinggi. Ini berarti negara terhindar dari kecemburuan sosial.
Kemitraan dapat pula menghasilkan persaudaraan antar pelaku ekonomi
yang berbeda status. Ketahanan ekonomi nasional Usaha kemitraan berarti
suatu upaya pemberdayaan yang lemah (petani/usaha kecil). Peningkatan
pendapatan yang diikuti tingkat kesejahteraan dan sekaligus terciptanya
pemerataan yang lebih baik, sehingga dapat mengurangi timbulnya
kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan yang
mampu meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional (Hafsah, 1999).
2.1.4 Kelebihan dan kelemahan kemitraan
Melalui kemitraan akan diperoleh keuntungan diantara kedua belah pihak
pelaku kemitraan. Kelebihan yang dapat dicapai dengan adanya kemitraan antara
lain dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan pangsa pasar,
meningkatkan keuntungan, sama-sama menanggung risiko, menjamin pasokan
16
Oktaviani (2003) menyatakan terdapat beberapa keuntungan yang bisa
diperoleh perusahaan dengan melakukan kemitraan atau kontrak pertanian dengan
petani mitra, yaitu (1) terjaminnya ketersediaan bahan baku, (2) dapat melakukan
pengontrolan terhadap proses produksi dan penanganan pasca panen, (3) dapat
mengontrol kualitas produksi, (4) dapat menjaga kestabilan harga, (4) dapat
memperkenalkan dan mengembangkan suatu jenis/varietas tanaman baru, (5)
memungkinkan dapat diidentifikasi kebutuhan pelanggan yang khusus, (6)
implikasi pengotrolan logistik yang lebih baik, dan (7) hubungan yang baik
dengan konsumen atau pembeli.
Keuntungan yang bisa diperoleh petani atau pembudidaya yakni (1)
dengan adanya kestabilan harga, dapat menjamin penghasilan yang tetap, (2)
menghambat dominasi tengkulak, (3) pengembangan benih baru, (4) penggunaan
teknologi dan keterampilan baru, (5) hubungan didasarkan pada kepercayaan yang
saling menguntungkan, (6) pembayaran hasil terjamin, (7) penyuluhan tentang
teknis disediakan oleh perusahaan mitra, (8) praktek jual beli yang adil, (9) dapat
memperoleh fasilitas kredit, dan (10) skema asuransi alam dapat diterapkan.
Konsep ini juga mempunyai kekurangan-kekurangan, disamping
keuntungan yang diperoleh. Kekurangan-kekurangan yang ada biasanya tidak
terlepas dari permasalahan-permasalahan yang muncul seiring dengan
peningkatan hubungan yang terjalin diantara pelaku-pelaku kemitraan. Beberapa
permasalahan yang timbul antara lain (1) petani tidak memenuhi kualitas produk
yang diinginkan perusahaan; (2) petani dapat terjebak kredit macet; (3) petani
17
perusahaan saingan lain; (4) faktor alam yang dapat mengakibatkan kegagalan
panen, seperti perubahan cuaca dan bencana alam.
Permasalahan dapat juga muncul dari perusahaan mitra, selain
permasalahan yang seringkali muncul dari petani. Penyalahgunaan posisi
seringkali membawa perusahaan menjadi aktor dominan dalam hubungan
kemitraan dan tidak jarang membawa ketergantungan bagi kelompok/usaha mitra
kepada perusahaan besar. Dominasi perusahaan juga dapat mengakibatkan
perusahaan tidak menepati perjanjian yang dibuat bersama.
Permasalahan dapat pula timbul dari ketidakjelasan dan ketidaktegasan
dalam pembuatan perjanjian. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian
yang tidak dijabarkan dengan jelas seringkali menjadi potensi bagi kedua belah
pihak untuk melakukan pelanggaran. Perjanjian yang dibuat jika tidak memiliki
dasar hukum yang jelas, penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat terus
berlarut dan membawa perpecahan kedua pihak.
2.1.5 Kendala-kendala dalam kemitraan
Faktor-faktor yang menjadi kendala pencapaian hubungan kontrak yang
ideal antara perusahaan mitra dan kelompok/usaha mitra dapat dipilah ke dalam
kendala pihak perusahaan mitra dan kendala di pihak kelompok/usaha mitra.
Kendala-kendala yang dihadapi perusahaan maupun kelompok/usaha mitra dalam
menjalankan kemitraan berbeda tergantung dari kasus yang terjadi.
Pelaksanaan kemitraan dihadapkan pada kendala-kendala sebagai berikut.
(1) berdasarkan rasa belas kasihan dan mengandung unsur sloganisme/seremonial,
(2) adanya ”jurang” kemampuan baik dalam penguasaan teknis, konsistensi dalam
18
pihak pengusaha tidak menyadari hakekat kemitraan justru untuk memajukan
usaha sendiri.
Konsep kemitraan, perusahaan mitra memiliki peran dan tanggung jawab
yang strategis, karena menggantikan peranan pertukaran di pasar terbuka.
Kelangsungan hubungan kontrak akan terancam apabila perusahaan mitra tidak
dapat menjamin pemasaran produk kelompok/usaha mitra. Dominasi peranan
perusahaan mitra dalam kemitraan bisa mengarah pada ketergantungan dan
subordinasi. Ketentuan yang tegas dalam hubungan kontrak dan kesadaran yang
tinggi dari perusahaan mitra untuk menepati ketentuan merupakan solusi untuk
permasalahan ini.
Kegagalan implikasi sistem kemitraan dapat terjadi karena
ketidakdisiplinan manajemen perusahaan mitra, termasuk krisis keuangan yang
dihadapi oleh pihak-pihak yang bermitra. Demikian pula apabila terjadi
penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang disepakati dengan kenyataan yang
menyangkut keahlian para petugas lapangan. Padahal dalam kemitraan standar
kualitas yang dituntut berbeda dengan pasar lokal/tradisional, sehingga asistensi
teknis untuk meningkatkan kualitas produk sangat penting.
Perusahaan mitra sebagai investor harus memiliki ketersediaan dana yang
cukup besar untuk bertahan sebelum memperoleh keuntungan. Kalau tidak ada
fleksibilitas dalam ketersediaan dana, maka dapat mengancam keberlangsungan
kegiatan usaha di tengah jalan.
Kendala yang memiliki peluang besar muncul di pihak kelompok/usaha
mitra (petani) meliputi permasalahan yang berkaitan dengan aspek produksi.
19
produksi serta etos kerja kelompok/usaha mitra yang masih tradisional dapat
menjadi kendala yang menentukan keberhasilan hubungan kemitraan. Bagi
usaha/petani kecil, memasuki hubungan kontrak bisa jadi kurang proporsional
seperti yang ditentukan di dalam kontrak bisnis.
Kemampuan negosiasi dibutuhkan untuk menjaga agar hubungan kontrak
bisnis dapat memberikan keuntungan proporsional bagi kelompok/usaha mitra.
Kemampuan negosiasi di pihak kelompok/usaha mitra dapat dilakukan apabila
mereka bersama atau kolektif membentuk suatu kekuatan dalam suatu sarana,
misalnya melalui kelompok tani.
2.1.6 Bentuk-bentuk pola kemitraan
Hubungan yang ingin dicapai dalam pembinaan kemitraan yakni (1)
Saling membutuhkan dalam arti para pengusaha memerlukan pasokan bahan
baku dan petani memerlukan penampungan hasil dan bimbingan, (2) Saling
menguntungkan yaitu baik petani maupun pengusaha memperoleh peningkatan
pendapatan/keuntungan disamping adanya kesinambungan usaha, (3) Saling
memperkuat dalam arti baik petani maupun pengusaha sama-sama melaksanakan
etika bisnis, sama-sama mempunyai persamaan hak dan saling membina, sehingga
memperkuat kesinambungan bermitra.
Bentuk-bentuk pola kemitraan yang banyak dilaksanakan (Departemen
Pertanian, 2002), yakni.
1. Inti-plasma
Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan
mitra, yang di dalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok
20
plasma, (2) mengelola seluruh usaha budidaya sampai dengan panen, (3) menjual
hasil produksi kepada perusahaan mitra, (4) memenuhi kebutuhan perusahan
sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Syarat-syarat perusahaan mitra,
yaitu: (1) berperan sebagai perusahaan inti, (2) menampung hasil produksi, (3)
membeli hasil produksi, (4) memberi bimbingan teknis dan pembinaan
manajemen kepada kelompok mitra, (5) memberi pelayanan kepada kelompok
mitra berupa permodalan/kredit, saprodi, dan teknologi, (6) mempunyai usaha
budidaya pertanian/memproduksi kebutuhan perusahaan, (7) menyediakan lahan.
2. Subkontrak
Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan
mitra, yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang
diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Syarat-syarat
kelompok mitra dintaranya: (1) memproduksi kebutuhan yang diperlukan
perusahaan mitra sebagai bagian dari komponen produksinya, (2) menyediakan
tenaga kerja, (3) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga,
dan waktu. Syarat-syarat perusahaan mitra disisi lain yaitu: (1) menampung dan
membeli komponen produksi perusahaan yang dihasilkan oleh kelompok mitra,
(2) menyediakan bahan baku/modal kerja, (3) melakukan kontrol kualitas
produksi.
3. Dagang umum
Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan
mitra dengan perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau
kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra.
21
mitra. Syarat-syarat perusahaan mitra yakni memasarkan hasil produksi kelompok
mitra.
4. Keagenan
Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan
mitra, yang di dalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan
barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Syarat-syarat kelompok mitra yaitu
mendapatkan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan
mitra, namun perusahaan mitra tidak mempunyai syarat.
5. Kerjasama operasional agribisnis (KOA)
Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan
mitra, yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga.
Perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk
mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Syarat kelompok
mitra pada pola ini yakni menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan
syarat perusahaan mitra yaitu menyediakan biaya, modal, dan teknologi untuk
mengusahakan/membudidayakan pertanian.
2.2 Agrowisata
Menurut Maruti (2009), sebuah agrowisata adalah bisnis berbasis
usahatani yang terbuka untuk umum. Tavare dalam Maruti (2009) mendefinisikan
agrowisata sebagai aktivitas agribisnis dimana petani setempat menawarkan tur
pada usahataninya dan mengijinkan seseorang pengunjung menyaksikan
22
daerah asalnya. Sering petani tersebut menyediakan kesempatan kepada
pengunjung untuk tinggal sementara dirumahnya dalam program pendidikan.
2.2.1 Persyaratan pengembangan pusat agrowisata
Agrowisata dapat dikembangkan oleh individu petani yang memiliki
minimal dua hektar lahan, rumah petani, sumberdaya air dan berminat untuk
menjamu wisatawan (turis). Selain individu petani atau sekelompok petani,
koperasi pertanian, organisasi non-pemerintah (NGO), perguruan tinggi pertanian
dapat mengembangkan pusat agrowisata (Maruti, 2009).
Untuk mengembangkan pusat agrowisata tersebut, infrastruktur dan
fasilitas dasar yang perlu disediakan oleh petani atau kelompok tani pada
usahataninya, seperti rumah petani yang dilengkapi fasilitas akomodasi yang
memenuhi persyaratan minimal hotel, sumberdaya air, green house dan koleksi
tanaman yang diusahakan petani, peralatan memasak untuk memasak makanan
yang diinginkan oleh wisatawan, kotak obat untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan yang bersifat darurat, sumur atau kolam untuk aktivitas memancing
atau berenang, dan fasilitas telepon.
Lokasi adalah faktor terpenting untuk keberhasilan pengembangan pusat
agrowisata. Lokasi tersebut harus secara mudah diakses dan memiliki keunikan
dan latar belakang fanorama yang indah. Lebih baik lagi kalau lokasi agrowisata
itu dekat dengan tempat-tempat bersejarah, dam/danau, atau pun tempat berziarah.
Petani atau kelompok tani seharusnya mendisain pusat agrowisatanya hanya
dalam lingkungan yang alami perdesaan dengan latar belakang panorama alam
yang indah untuk menangkap minat wisatawan perkotaan datang ke agrowisata
23
menikmati panorama alam dan kehidupan perdesaan. Hasil penelitian Carpio
(dalam Budiasa, 2011) tentang permintaan terhadap agrowisata di Amerika
Serikat mengindikasikan adanya korelasi negatif antara biaya perjalanan dan
junlah trip dan terdapat korelasi positif antara pendapatan wisatawan dan jumlah
trip. Biaya perjalanan meningkat 1% mengakibatkan penurunan jumlah trip
(kunjungan usahatani) sebesar 0,13%, sedangkan peningkatan pendapatan
wisatawan sebesar 1% dapat meningkatkan jumlah kunjungan usahatani menjadi
sebesar 0,06%.
Penentuan target pasar sangat penting dalam menentukan keberhasilan
usaha agrowisata, untuk meningkatkan jumlah kunjungan ke obyek agrowisata,
pihak manajer marketing dapat menjalin kerjasama dengan berbagai instansi,
misalnya dengan berbagai pihak travel agent dan yang paling potensial dengan
lembaga pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak (TK) hingga perguruan
tinggi. Promosi dan penyediaan paket produk agroturistik yang menarik diyakini
dapat meningkatkan pendapatan usahatani, dengan demikian pengembangan
agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha
ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar, sehingga dapat menahan
atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat belakangan ini.
Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup
(seperti museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara
keduanya. Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat
pertanian yang khas dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah
penggunaan lahan maupun proses pengolahan hasil pertanian. Agrowisata
24
kapabilitas dan tipologi lahan untuk mendukung suatu sistem usahatani yang
efektif dan berkelanjutan. Komponen utama pengembangan agrowisata ruangan
terbuka dapat berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun liar, teknologi
budi daya dan pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai sejarah,
atraksi budaya pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang
pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangan terbuka
dapat dilakukan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan.
Agrowisata ruangan terbuka dapat dikembangkan dalam dua versi/pola,
yaitu alami dan buatan, yang dapat dirinci sebagai berikut.
1. Agrowisata Ruang Terbuka Alami Objek agrowisata ruangan terbuka alami
ini berada pada areal di mana kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh
masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan keseharian mereka.
Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang biasa mereka
lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan
kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh
masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika
alaminya. Sementara fasilitas pendukung untuk kenyamanan wisatawan tetap
disediakan sejauh tidak bertentangan dengan kultur dan estetika asli yang ada,
seperti sarana transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan dari
binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy
di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Suku Tengger di Jawa Timur,
Bali dengan teknologi subaknya dan Papua dengan berbagai pola atraksi
25
2. Agrowisata Ruang Terbuka Buatan Kawasan agrowisata ruang terbuka
buatan ini dapat didesain pada kawasankawasan yang spesifik, namun belum
dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata ruang peruntukan lahan
diatur sesuai dengan daya dukungnya dan 16 komoditas pertanian yang
dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi
yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu
sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang
menarik. Fasilitas pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tidak mengganggu
keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh
suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi parsialnya tetap dilakukan oleh
petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.
2.3 Usaha Ternak
Sub-bab ini menjelaskan mengenai konsepsi usaha ternak, biaya usaha
ternak, penerimaan dan pendapatan usaha ternak.
2.3.1 Konsepsi usaha ternak
Usaha ternak (livestock) adalah kegiatan ekonomi, karena ilmu ekonomi
berperan dalam membantu mengembangkannya. Ilmu ekonomi ialah ilmu yang
mempelajari alokasi sumber yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan dan
kehenndak manusia yang tidak terbatas, menurut Rivai (1980). Usaha ternak
adalah sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada
26
sengaja di usahakan oleh sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat
genologis, politis maupun tertorial sebagai pengelolaannya.
Usaha Peternakan tertera Pada Undang-Undang Pokok kehewanan,
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Peternakan dan Kesehatan Hewan, pada Bab I Pasal 1, dikemukakan beberapa
Istilah diantaranya
1. Ternak adalah hewan piaraan yang kehidupannya mengenai tempat,
perkembang biakan serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia dan
dipelihara khusus sebagai penghasil bahan-bahan dan jasa-jasa yang berguna
bagi kepentingan hidup manusia.
2. Peternak adalah orang atau badan hukum dan atau buruh peternakan yang mata
pencaharian nya sebagian atau seluruhnya bersumber kepada peternakan.
3. Peternakan atau usaha peternakan adalah pembudidayaan atau pemeliharaan
ternak dengan segala fasilitas penunjang bagi kehidupan ternak.
4. Peternakan murni adalah cara peternakan dimana perkembangbiakan
ternak-ternaknya dilakukan dengan jalan pemacekan antara ternak/hewan yang
termasuk dalam satu rumpun.
5. Perusahaan peternakan adalah usaha peternakan yang dilakukan pada tempat
tertentu serta perkembang biakannya dan manfaatnya diatur dan diawasi oleh
peternak-peternak.
6. Kelas Ternak adalah sekumpulan atau sekelompok bangsa-bangsa ternak
yang dibentuk dan dikembangkan mula-mula disuatu daerah tertentu.
7. Bangsa Ternak (Breed) adalah Suatu kelompok dari ternak yang memiliki
27
anatomis yang karakteristik untuk tiap-tiap bangsa dan sifat-sifat persamaan
ini dapat diturunkan pada generasi selanjutnya.
2.3.2 Biaya usaha ternak
Biaya usaha ternak, biaya (cost) adalah nilai-nilai dari semua korbanan
ekonomis yang tidak dapat dihindari atau diperlukan, yang dapat diperkirakan dan
dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Biaya dikelompokkan menjadi 2
(dua) yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya Tetap (fixed cost) adalah biaya yang besarnya tidak bergantung pada
besarnya produksi. Misalnya, tanah, bangunan, alat produksi tahan lama, tenaga
kerja tetap. Biaya Variabel (variable cost) adalah biaya yang berubah-ubah
besarnya sesuai dengan besarnya produksi. Pupuk, bibit, obat-obatan, makanan,
dan lain-lain misalnya, (Departemen Pertanian, 1999).
Biaya usaha ternak dapat dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau
biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan.
Biaya yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah
tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit,
pupuk, obat-obatan, dan hasil panen. Termasuk biaya untuk iuran pemakaian air
dan irigasi, dan sebagainya. Biaya yang tidak dibayarkan adalah biaya yang tidak
secara langsung dibayarkan tetapi dalam konteksnya biaya itu tetap dibayarkan
salah satu dari biaya itu adalah biaya tenaga kerja keluarga.
Hanafie (2010) dalam analisis ekonomi, biaya diklasifikasikan ke dalam
beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan,
yaitu sebagai berikut. 1) Biaya-biaya yang berupa uang tunai (misalnya, untuk
28
pupuk dan obat-obatan), serta biaya-biaya yang dibayarkan in-natura (misalnya,
biaya-biaya panen, bagi hasil, sumbangan-sumbangan, dan pajak). Biaya produksi
dapat pula dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya
variabel. 2) Biaya tetap adalah semua jenis biaya yang besar-kecilnya tidak
tergantung pada besar-kecilnya produksi, yang termasuk dalam kelompok biaya
tetap, misalnya sewa tanah yang berupa uang atau pajak, yang penentuanya
berdasarkan luas lahan.
Biaya tersebut, hampir semua biaya termasuk dalam kelompok biaya tidak
tetap karena besar-kecilnya berhubungan langsung dengan besar-kecilnya
produksi, yang termasuk dalam kelompok biaya tidak tetap, misalnya biaya-biaya
untuk bibit, persiapan, serta pengolahan lahan, 3) Biaya rata-rata adalah biaya
produksi total dibagi dengan jumlah produksi, biaya total adalah seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi. Biaya total ini pun seringkali
belum memasukkan nilai tenaga kerja keluarga dan biaya lain-lain dari dalam
keluarga sendiri yang juga dimasukkan ke dalam proses produksi, yang sukar
ditaksir nilainya.
Biaya produksi pada usaha ternak dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
TC = TVC + TFC
Keterangan :
TC = Total Biaya
TVC = Total Biaya Variabel
29
2.3.3 Penerimaan dan pendapatan usaha ternak
1. Penerimaan usaha ternak
Menurut Suratiyah (2006) penerimaan (revenue) usaha ternak adalah
seluruh pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak selama satu periode
diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali. Menurut Rahim dan
Hastuti (2007) penerimaan usaha ternak adalah perkalian antara produksi yang
diperoleh dengan harga jual. Soekartawi, (1995) menjelaskan penerimaan usaha
ternak (livestock) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan
produk usaha ternak tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usaha
ternak, dan mencakup yang berbentuk benda. Nilai produk usaha ternak yang
dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usaha ternak. Menurut
Soekartawi (1995), penerimaan usaha ternak merupakan perkalian antara total
produksi dan harga jual produk. Besarnya keuntungan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
TR = Y.Py Keterangan
TR = Total penerimaan
Y = Total Produksi
Py = Harga
2. Pendapatan usaha ternak
Pendapatan usaha ternak adalah selisih antara penerimaan dan semua
biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau
penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor dibagi penerimaan total
adalah nilai produksi peternakan secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya
30
Pendapatan atau keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total
dan biaya-biaya. Penerimaan total merupakan hasil kali produksi total dengan
harganya. Biaya yang di maksud dalam pengertian ini adalah biaya keseluruhan,
baik itu biaya tetap (misalnya, sewa tanah, pembelian alat-alat peternakan, dan
lain-lain) maupun biaya tidak tetap (misalnya, biaya yang diperlukan untuk
membeli bibit, pupuk, obat-obatan, dan lain-lain). Masing-masing input produksi
tersebut dikalikan dengan harganya. pendapatan dalam usaha ternak tidak
selamanya harus dinyatakan dengan rupiah atau dalam bentuk uang, usaha ternak
subsistem lebih mementingkan keuntungan dalam bentuk maksimisasi produk
(Hanafie, 2010).
Menurut Soekartawi (1995) pendapatan usaha ternak adalah selisih antara
penerimaan dan semua biaya.
Rumus dari pendapatan usaha ternak
Pd= TR-TC Keterangan :
Pd : Keuntungan
TR : Total Penerimaan
TC : Total Biaya
2.4 Analisis Usaha Ternak
Menurut Rahim dan Hastuti (2007), analisis R/C (revenue cost ratio)
merupakan perbandingan (ratio/nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya
(cost). Menurut Soekartawi (1995) dalam Abas, (2012), komponen biaya dapat
dianalisis keuntungan usaha ternak dengan menggunakan analisis R/C Ratio. R/C
adalah singkatan dari (revenue/cost ratio) atau dikenal sebagai perbandingan
31
Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah usaha ternak itu
menguntungkan atau tidak dan layak untuk dikembangkan. Jika hasil R/C Ratio
lebih dari satu maka usaha ternak tersebut menguntungkan, sedangkan jika hasil
R/C Ratio sama dengan satu maka usaha ternak tersebut dikatakan impas atau
tidak mengalami untung dan rugi dan apabila hasil R/C Ratio kurang dari satu
maka usaha ternak tersebut mengalami kerugian.
2.5 Kopi
Kopi adalah minuman yang diekstrasi dari penyangraian biji kopi, yang
berasal dari biji pohon kopi. Kopi merupakan salah satu komiditas di dunia yang
dibudidayakan lebih dari 50 negara. Dua varietas pohon kopi yang dikenal secara
umum yaitu Kopi Robusta (coffea canephora) dan Kopi Arabika (coffea arabica).
Pemrosesan kopi sebelum dapat diminum melalui proses panjang yaitu
dari pemanenan biji kopi yang telah matang baik dengan cara mesin maupun
dengan tangan kemudian dilakukan pemrosesan biji kopi dan pengeringan
sebelum menjadi kopi gelondong. Proses selanjutnya yaitu penyangraian dengan
tingkat derajat yang bervariasi. Setelah penyangraian biji kopi digiling atau
dihaluskan menjadi bubuk kopi sebelum kopi dapat diminum.
Sejarah mencatat bahwa penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan
berenergi pertama kali ditemukan oleh Bangsa Ethiopia di benua Afrika sekitar
3000 tahun (1000 SM) yang lalu. Kopi kemudian terus berkembang hingga saat
ini menjadi salah satu minuman paling populer di dunia yang dikonsumsi oleh
berbagai kalangan masyarakat. Indonesia sendiri telah mampu memproduksi lebih
32
kopi juga dapat menurunkan risiko terkena penyakit kanker, diabetes, batu
empedu, dan berbagai penyakit jantung (kardiovaskuler).
2.5.1 Kopi arabika
Kopi Arabika (Coffea arabica) tumbuh di daerah dengan ketinggian
700-1700 mdpl, suhu 16-20 °C, beriklim kering tiga bulan secara berturut-turut. Kopi
arabika peka terhadap penyakit karat daun Hemileia vastatrix (HV), terutama bila
ditanam di daerah dengan elevasi kurang dari 700 mdpl.
Kopi yang berasal dari Brasil dan Etiopia ini menguasai 70% pasar kopi
dunia. Kopi arabika memiliki banyak varietas, tergantung negara, iklim, dan tanah
tempat kopi ditanam, diantaranya kopi toraja, mandailing, kolumbia dan brasilia.
Berikut ciri-ciri pohon kopi arabika
1. Aromanya wangi sedap mirip percampuran bunga dan buah. Hidup di daerah
yang sejuk dan dingin.
2. Memiliki rasa asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis robusta.
3. Memiliki bodi atau rasa kental saat disesap di mulut.
4. Rasa kopi arabika lebih mild atau halus.
5. Kopi arabika juga terkenal pahit.
Ciri-ciri pohon kopi arabika
1. Cenderung tumbuh di daratan tinggi (1000m – 2000m).
2. Jumlah biji kopi yang dihasilkan lebih rendah.
3. Butuh waktu 9 bulan untuk proses bunga menjadi buah.
33
2.5.2 Kopi robusta
Kopi Robusta merupakan keturunan beberapa spesies kopi,
terutama Coffea canephora. Tumbuh baik di ketinggian 400-700 mdpl, temperatur
21-24° C dengan bulan kering 3-4 bulan secara berturut-turut dan 3-4 kali hujan
kiriman. Kualitas buah lebih rendah dari Arabika dan Liberika.
Menguasai 30% pasar dunia. Kopi ini tersebar di luar Kolumbia, seperti di
Indonesia dan Filipina. Kopi robusta sama seperti arabika, kondisi tanah, iklim,
dan proses pengemasan kopi ini berbeda untuk setiap negara dan menghasilkan
rasa yang sedikit banyak juga berbeda. Berikut ciri-ciri kopi robusta.
1. Memiliki rasa yang lebih seperti cokelat.
2. Bau yang dihasilkan khas dan manis.
3. Warnanya bervariasi sesuai dengan cara pengolahan.
4. Memiliki tekstur yang lebih kasar dari arabika.
Ciri – ciri pohon kopi robusta
1. Lebih rentan diserang serangga.
2. Tumbuh di daratan rendah (700 m dpl).
3. Jumlah biji kopi yang dihasilkan lebih tinggi.
4. Butuh waktu 10-11 bulan untuk proses bunga menjadi buah.
5. Berbuah di suhu udara yang lebih hangat
2.5.3 Kopi luwak
Asal mula kopi luwak terkait erat dengan sejarah pembudidayaan tanaman
kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-18, Belanda membuka perkebunan tanaman
komersial di koloninya di Hindia Belanda terutama di pulau Jawa dan Sumatera.