• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Subkontrak Kopi Luwak Satria Agrowisata Di Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Subkontrak Kopi Luwak Satria Agrowisata Di Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

POLA SUBKONTRAK KOPI LUWAK SATRIA

AGROWISATA DI DESA MANUKYA,

KECAMATAN TAMPAK SIRING,

KABUPATEN GIANYAR

SKRIPSI

Oleh

Made Riski Dwi Saputra

KONSENTRASI PENGEMBANGAN BISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

POLA SUBKONTRAK KOPI LUWAK SATRIA

AGROWISATA DI DESA MANUKAYA,

KECAMATAN TAMPAK SIRING,

KABUPATEN GIANYAR

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Oleh

Made Riski Dwi Saputra NIM. 1205315064

KONSENTRASI PENGEMBANGAN BISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau mengandung tindakan plagiarism.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Denpasar, 28 April 2016

Yang menyatakan,

Made Riski Dwi Saputra

(4)

ABSTRACT

Made Riski Dwi Saputra. Nim : 1205315064. Subcontracting Pattern Luwak Coffee Satria Agrowisata in Manukaya Village, Tampak Siring District, Gianyar Regency. Advisors : Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP. dan Ni Luh Prima Kemala Dewi, SP, M.Agb.

Gianyar Regency is a tourist area, so a lot of tourists who visit. The number of travelers and tourists who visit both foreign and locally caused the opening of business opportunities that can be cultivated. Agrowisata Luwak coffee is one of the many businesses that are developing in the Manukaya Village, Tampak Siring District, Gianyar Regency . Luwak coffee is the most expensive coffee at the current price, which is why many businesses are choosing to develop this business. The high market demand for coffee, causing a partnership between activists civet with a coffee company to meet the market demand. This study is to determine the following matters.. (1) The partnership pattern that occurs between Satria Agrowisata with activists civet; (2) The rights and obligations Satria Agrowisata with activists civet; (3) The efficiency of the partnership between for either; (4) The obstacles faced by the partnership. The results showed that; (1) The Partnership adopted by Satria Agrowisata with activists civet is a partnership Subcontract; (2) The rights and obligations of both parties must be adhered to in accordance with the agreement that has been agreed; (3) The partnership between Satria Agrowisata with activists civet is already efficient; (4) Constraints faced Satria Agrowisata in this partnership is the quality of the coffee produced by activists civet poorly and fraud by breeders civet, while the constraints faced by activists civet is late payment by Satria Agrowisata and delays in raw material prices.

(5)

ABSTRAK

Made Riski Dwi Saputra. Nim : 1205315064. Pola Subkontrak Kopi Luwak Satria Agrowisata di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar. Dibimbing oleh : Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP. dan Ni Luh Prima Kemala Dewi, SP, M.Agb.

Kabupaten Gianyar merupakan daerah pariwisata, sehingga banyak wisatawan yang berkunjung. Banyaknya wisatawan ataupun turis yang berkunjung baik mancanegara maupun lokal menyebakan terbukanya peluang bisnis yang dapat diusahakan. Agrowisata kopi luwak merupakan salah satu dari banyaknya usaha yang sedang berkembang di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar saat ini. Kopi luwak merupakan kopi dengan harga termahal saat ini, itulah mengapa banyak pelaku bisnis yang memilih untuk mengembangkan usaha ini. Tingginya permintaan pasar akan kopi luwak, menyebabkan terjadinya kemitraan yang terjadi antara pegiat luwak dengan perusahaan kopi untuk memenuhi permintaan pasar. Tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut. (1) Pola kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak; (2) Hak dan kewajiban Satria Agrowisata dengan pegiat luwak; (3) Efisiensi kemitraan anatara keduabelah pihak; (4) Kendala-kendala yang dihadapi oleh pihak yang bermitra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) Pola Kemitraan yang diterapkan oleh Satria Agrowisata dengan pegiat luwak adalah pola kemitraan Inti-Plasma; (2) Hak dan kewajiban dari keduabelah pihak harus ditaati sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati; (3) Kemitraan antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak sudah efisien; (4) Kendala yang dihadapi Satria Agrowisata dalam kemitraan ini adalah kualitas kopi yang dihasilkan pegiat luwak kurang baik dan kecurangan yang dilakukan oleh pegiat luwak, sedangkan kendala yang dihadapi oleh pegiat luwak adalah keterlambatan pembayaran oleh Satria Agrowisata dan keterlambatan bahan baku dan harga.

(6)

RINGKASAN

Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas dan sebagian besar masyarakatnya bergerak dalam bidang pertanian. Peternakan an sebagai subsektor pertanian mempunyai peranan yang besar dalam menyediakan bahan pangan. Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa negara Indonesia. Produksi kopi di Bali pada tahun 2010 sebesar 14.364 ton, tahun 2011 mengalami penurunan menjadi sebesar 10.379 ton tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi sebesar 18.880 ton dan pada tahun 2013 mengalami penurunan produksi kopi menjadi sebesar 17.317 ton. Pengembangan komoditas kopi memiliki prospek yang cerah, apalagi dengan adanya usaha kopi luwak yang berdampak positif pada perkembangan perkebunan kopi arabika di Gianyar. Tingginya permintaan pasar akan kopi luwak, menyebabkan terjadinya kemitraan antara pegiat luwak dengan perusahaan kopi untuk memenuhi permintaan pasar.

Tujuan penelitian ini yaitu (1) Mengetahui pola kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak; (2) Mengetahui hak dan kewajiban Satria Agrowisata dengan pegiat luwak; (3) Mengetahui efisiensi kemitraan yang terjadi antara keduabelah pihak ; (4) Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Satria Agrowisata dengan pegiat luwak.

(7)

dari pihak pegiat luwak sebesar 1,34 dan dari pihak Satria Agrowisata sebesar 1,32 sehingga kedua belah pihak merasa saling diuntungkan; (4) Kendala yang dihadapi Satria Agrowisata dalam kemitraan ini adalah kulitas kopi yang dihasilkan pegiat luwak kurang baik dan kecurangan yang dilakukan oleh pegiat luwak, sedangkan kendala yang dihadapi oleh pegiat luwak adalah keterlambatan pembayaran oleh Satria Agrowisata dan keterlambatan bahan baku.

(8)
(9)

POLA SUBKONTRAK KOPI LUWAK SATRIA

AGROWISATA DI DESA MANUKAYA,

KECAMATAN TAMPAK SIRING,

KABUPATEN GIANYAR

Dipersiapkan dan diajukan oleh

Made Riski Dwi Saputra

NIM. 1205315064

Telah diuji dan dinilai oleh tim penguji

Pada tanggal : 28 April 2016

Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana No: 75/UN14.1.23/DL/2016

Tanggal: 28 April 2016 Tim penguji skripsi adalah:

Ketua: Dr. Ir I Nyoman Gede Ustriyana, MM. Anggota: 1. Ir. I Dewa Gede Raka Sarjana, MMA.

2. Drs. I Ketut Rantau, M.Si 3. Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Made Riski Dwi Saputra dilahirkan di Denpasar pada tanggal 5 Desember 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua orang bersaudara yang dilahirkan dari pasangan I Made Dura (Ayah), dan A A A Oka Putrini (Ibu). Pendidikan awal penulis dimulai dari (SDN) 4 Peliatan, Ubud pada tahun 2000 dan tamat 2006. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Ubud pada tahun 2006 dan tamat pada tahun 2009. Pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh di (SMAN) 1 Ubud pada tahun 2009 hingga tamat pada tahun 2012. Penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Udayana Fakultas Pertanian dengan Program Studi Agribisnis melalui jalur Seleksi Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK).

Selama masa kuliah, peneliti pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan di

Fakultas dan Jurusan. Salah satunya yaitu sebagai anggota sie acara dalam Bazzar

Agribisnis pada tahun 2013 dan 2014. Peneliti juga pernah menjadi koordinator

(11)

KATA PENGANTAR Om Awignamwastu Namah Sidham

Om Swastyatu

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Shang Hyang Widhi Wasa kerena atas Anugrah-Nya, sehigga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Selama proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, perhatian dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ida Shang Hyang Widhi Wasa karena atas segala karuniaNya telah memberikan penulis kekuatan, kesehatan, dan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, Ms selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan izin dan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian ini.

3. Dr. Ir. I Dewa Putu Oka Suardi, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana atas segala fasilitas dan kemudahan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya membimbing penulis dan banyak memberikan bantuan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ni Luh Prima Kemala Dewi, SP, M.Agb selaku Pembimbing II yang juga telah meluangkan waktunya membimbing penulis dan banyak memberikan bantuan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

(12)

7. Segenap dosen di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana pada umumnya yang telah memberikan perhatian dan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

8. Segenap staf kantor di Program Studi Agribisnis dan staf kantor di Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan informasi dan kemudahan-kemudahan selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

9. Keluarga penulis terutama Bapak I Made Dura, Ibu A A A Oka Putrini dan Kakak I Gde Ryan Saputra yang telah memberikan doa, motivasi, dan dorongan moral maupun material bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini,

10.Seluruh pegiat luwak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar dan Bapak I Dewa Gede Asmara Guna selaku pemilik Satria Agrowisata yang telah membantu memberikan data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.

11.Rekan-rekan Agribisnis 2012: Angga, Hrayas, Komang, Teguh, Raka, Nova, Heny, Anom, Wulan, Indra, Dewa serta rekan Agribisnis angkatan 2012 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang senantiasa memberikan bantuan dorongan semangat demi kelancaran skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi yang lebih lanjut. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan Negara.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, April 2016

(13)
(14)
(15)

5.1.5 Pengalaman pegiat luwak... 58

5.2 Pola Kemitraan ... 59

5.2.1 Pola dan skema kemitraan... 60

5.2.2 Mekanisme kemitraan ... 62

5.3 Hak dan Kewajiban ... 63

5.3.1 Hak dan kewajiban satria agrowisata ... 64

5.3.2 Hak dan kewajiban pegiat luwak ... 64

5.4 Proses Produksi Kopi Luwak ... 67

5.5 Efisiensi Kemitraan Kemitraan ... 68

5.6 Kendala Kemitraan ... 73

5.6.1 Kendala pegiat luwak ... 73

5.6.2 Kendala satria agrowisata ... 74

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

6.1 Kesimpulan ... 75

6.2 Saran .... ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1.1Jumlah Produksi Kopi di Provinsi Bali dan Kabupaten Gianyar Tahun 2010 s.d 2013 ... 2

1.2 Persentase Penduduk di Kabupaten Gianyar yang Bekerja

Menurut Lapangan Usahanya pada Tahun 2014... 3

1.3 Produksi Kopi Satria Agrowisata Tahun 2011 s.d 2014 ... 5

3.1 Aspek yang diamati , indikator, Variabel, dan Pengukuran

Kemitraan Pegiat Luwak dengan Satria Agrowisata ... 44

4.1Keadaan penduduk di Desa Manukaya menurut Golongan umur Tahun 2012 ... 48

4.2Jumlah Penduduk di Desa Manukaya berdasarkan Tingkat

Perkembangan Pendidikan Tahun 2012 ... 49

4.3Mata Pencaharian Utama Penduduk di Desa Manukaya Tahun 2012 ... 50

5.1 Kelompok Umur Responden di Desa Manukaya, Kecamatan

Tampak Siring, Kabupaten Gianyar Tahun 2014 ... 55

5.2 Tingkat Pendidikan Responden yang melakukan kemitraan di Desa Tahun 2014 ... 56

5.3 Jumlah Kepemilikan Luwak Pegiat Luwak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring Kabupaten Gianyar tahun 2014 ... 57

5.4 Ukuran Kandang Luwak di Desa Manukaya, Kecamatan

Tampak Siring, Kabupaten Gianyar Tahun 2014 ... 58

5.5 Pengalaman Beternak Luwak di Desa Manukaya, Kecamatan

Tampak Siring, Kabupaten Gianyar Tahun 2014 ... 59

5.6 Perkembangan kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata Dan pegiat luwak Tahun 2011 s.d 2014 ... 69

(17)

5.8 Nilai Efisiensi Satria Agrowisata di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar periode April s.d Oktober Tahun 2014 ... 71

5.9 Kendala Kemitraan yang Dihadapi Pegiat Luwak di Desa

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

2.1Kerangka Pemikiran Teoritis Pola Kemitraan Satria Agrowisata dengan Pegiat Luwak di Desa Manukaya ... 40

4.1 Struktur Organisasi Satria Agrowisata ... 52

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Peta Desa Manukaya Tahun 2012 ... 79

2. Data Karakteristik Responden Pemilik Satria Agrowisata .... 80

3. Data Karakteristik Pegiat Luwak ... 81

4. Kopi Gelondongan dan Kopi Sisa April s.d Oktober ... 82

5. Biaya Produksi Pegiat Luwak di Desa Manukaya Periode

April s.d. Oktober 2014 ... 83

6. Biaya Penyusutan Kandang Pegiat Luwak di Desa Manukaya Periode April s.d. Oktober 2014 ... 85

7. Biaya Penyusutan Peralatan Pegiat Luwak di Desa Manukaya

Periode April s.d. Oktober 2014 ... 86

8. Total Biaya Pegiat Luwak di Desa Manukaya Periode April

s.d. Oktober 2014 ... 88

9. Produksi dan Penerimaan Pegiat Luwak di Desa Manukaya

Periode April s.d. Oktober 2014 ... 89

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas dan sebagian besar

masyarakatnya bergerak dalam bidang pertanian. Sektor pertanian tidak saja

sebagai penyedia kebutuhan pangan bagi penduduk, tetapi juga sebagai sumber

penghidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Secara umum, pengertian

dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang meliputi pertanian tanaman

pangan, perkebunan, kehutanan, holtikultura, peternakan dan perikanan.

Kopi sebagai salah satu produk pertanian unggulan di Indonesia

merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis

yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting

sebagai sumber devisa Negara Indonesia. Kopi tidak hanya berperan penting

sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak

kurang dari satu setengah juta orang petani kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012).

Data Departemen Perdagangan Republik Indonesia menunjukan perdagangan

kopi dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Selama periode 2008

hingga 2012 tercatatat mengalami peningkatan sebesar 1,95% (Departemen

Perdagangan Republik Indonesia, 2013).

Bali merupakan daerah potensial penghasil kopi, ini dapat dilihat dari

produksi kopi di Bali yang cukup besar dan berfluktuatif Produksi kopi pada

tahun 2010 hingga 2011 mengalami penurunan dikarenakan pada saat itu tanaman

yang baru ditanam belum menghasilkan, sedangkan tanaman yang sudah ada tidak

(21)

2

Data mengenai produksi kopi di Provinsi Bali dan Kabupaten Gianyar

pada tahun 2010 s.d 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1

Produksi Kopi di Provinsi Bali dan di Kabupaten Gianyar Tahun 2010 s.d 2013.

Peningkatan Produksi 15,33 0,83 0,01

Sumber : Badan Pusat Statistik Bali, 2014

Berdasarkan Tabel 1.1, rata- rata persentase peningkatan produksi kopi di

Provinsi Bali adalah sebesar 15,33% ton setiap tahunnya, sedangkan rata-rata

persentase peningkatan produksi kopi di Kabupaten Gianyar hanya sebesar 0,83%

setiap tahunnya.

Perbandingan produksi kopi Provinsi Bali dengan produksi kopi

Kabupaten Gianyar sangat jauh berbeda. Produksi kopi Kabupaten Gianyar

rata-rata hanya menyumbang 0,01 % dari total produksi kopi yang ada di Provinsi

Bali, dan jumlah tersebut sangatlah kecil untuk dapat dijadikan daerah potensial

penghasil kopi.

Persentase penduduk di Kabupaten Gianyar yang bekerja menurut

(22)

3

Tabel 1.2

Persentase Penduduk Kabupaten Gianyar yang Bekerja Menurut Lapangan Usahanya Tahun 2014

No Lapangan Usaha (%)

1 Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan 14,33 2 Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air 22,15

3 Konstruksi 7,34

4 Perdagangan Besar dan Eceran, Restoran dan Hotel 28,73 5 Transportasi, pergudangan dan perhubungan 4,42 6 Lembaga keuangan, Perasuransian, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 2,90 7 Jasa masyarakat,Sosial dan perorangan 20,13

Jumlah 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Gianyar, 2015.

Berdasarkan Tabel 1.2 persentase penduduk di Kabupaten Gianyar yang

bekerja menurut lapangan usahanya di dominasi oleh penduduk yang bekerja pada

lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, restoran dan hotel dengan

persentase 28,73%,. Persentase terendah, yaitu penduduk yang bekerja pada

lapangan usaha lembaga keuangan, perasuransian, eal estate dan jasa perusahaan

sebesar 2,90%.

Komposisi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha menunjukkan

jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian bukanlah yang tertinggi, namun

karakter Kabupaten Gianyar masih tergolong daerah agraris. Keadaan tersebut

dapat terlihat dari komposisi penduduk yang bekerja di sektor pertanian masih

cukup banyak dan berada di urutan keempat dengan persentase sebesar 14,33%.

Kabupaten Gianyar secara umum memang bukan dikenal sebagai daerah

pertanian melainkan sebagai daerah pariwisata, sehingga banyak wisatawan yang

berkunjung. Banyaknya wisatawan ataupun turis yang berkunjung baik

(23)

4

Kabupaten Gianyar memang tidak memiliki potensi di bidang pertanian

khususnya kopi, namun dengan banyaknya wisatawan atau turis yang datang

berkunjung menyebabkan banyaknya pelaku bisnis yang mengembangkan usaha

di bidang pertanian dengan mendatangkan bahan baku dari daerah lain untuk

menunjang produksinya.

Agrowisata kopi luwak merupakan salah satu dari banyaknya usaha yang

sedang berkembang di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten

Gianyar saat ini. Kopi luwak merupakan kopi dengan harga termahal saat ini. Hal

tersebut yang menyebabkan banyak pelaku bisnis yang memilih untuk

mengembangkan usaha ini.

Pengembangan komoditas kopi memiliki prospek yang cerah, apalagi

dengan adanya usaha kopi luwak yang berdampak positif pada perkembangan

perkebunan kopi arabika di Gianyar. Hasil panen kopi arabika selain dipasarkan

ke pengepul karena hasil panen kopi di Gianyar masih dalam skala kecil, juga

dipasarkan kepada pengusaha kopi luwak seperti yang terdapat di Desa Manukaya

Kecamatan Tampaksiring (Anonim, 2013)

Proses terbentuknya serta rasanya yang sangat unik menjadi alasan utama

tingginya harga jual kopi luwak. Kopi ini merupakan kopi jenis arabika, biji kopi

ini dimakan oleh luwak atau sejenis musang. Biji kopi mengalami fermentasi

singkat oleh bakteri alami di dalam perutnya yang memberikan cita rasa tambahan

yang unik. Proses produksi kopi luwak memiliki sedikit perbedaan dengan

pengolahan kopi seperti biasanya, perbedaannya yaitu terdapat tambahan bantuan

dari hewan luwak untuk memilih kopi yang benar-benar berkualitas dan dalam

(24)

5

Proses produksi kopi luwak sangat tergantung pada masa panen kopi

arabika, yaitu dimulai dari bulan Mei atau Juni dan berakhir pada bulan Agustus

atau September. Kopi luwak tidak dapat diproduksi di luar bulan tersebut, sebab

di luar bulan tersebut pohon kopi arabika tidak dapat berbuah. Luwak bukanlah

mesin yang dapat dipaksa untuk menghasilkan produk.

Proses produksi kopi luwak terjadi secara alami yang menyebabkan

produk atau kopi yang dihasilkan sangatlah terbatas. Kopi luwak bebas dari

kandungan pestisida berbahaya karena pestisida yang terdapat pada kopi telah

dibersihkan oleh secara alami oleh luwak, sehingga kopi luwak lebih sehat untuk

dikonsumsi dibandingkan kopi yang lainnya (Ririn, 2012).

Data mengenai produksi kopi luwak Satria Agrowisata pada tahun 2011

s.d tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.3

Tabel 1.3

Produksi Kopi Luwak Satria Agrowisata Tahun 2011 s.d 2014

Tahun Produksi (kg)

2011 172,00

2012 216,00

2013 345,00

2014 432,00

Rata-rata Persentase Peningkatan Produksi 36,66 Sumber : Diolah dari data primer, 2015.

Berdasarkan Tabel 1.3, produksi kopi luwak di Satria Agrowisata dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Rata-rata persentase peningkatan produksi kopi luwak di Satria Agrowisata sebesar 36,66%., yang juga berarti permintaan kopi luwak setiap tahunnya semakin bertambah. Permintaan kopi luwak yang tinggi disebabkan oleh cita rasa dan manfaat yang terkandung di dalam kopi luwak tersebut.

(25)

6

Kopi luwak memiliki manfaat yang sangat banyak bagi kesehatan,

diantaranya mencegah penyakit syaraf, dapat meningkatkan stamina tubuh dan

bahkan mencegah diabetes, selain itu masih banyak lagi manfaat yang dimiliki

oleh kopi luwak jika dibandingkan kopi yang lainnya. Banyaknya manfaat yang

dimiliki oleh kopi luwak membuat permintaan kopi menjadi meningkat, dan hal

yang harus dilakukan untuk memenuhi permintaan adalah dengan cara

meningkatkan produksi kopi luwak tersebut. Meningkatkan produksi kopi luwak

tersebut tentunya diperlukan kerjasama diantara pegiat luwak dan perusahaan

penyedia kopi yaitu dengan melakukan kemitraan.

Perusahaan penyedia kopi menyediakan biji kopi, dan pegiat luwak

sebagai penghasil biji kopi yang telah difermentasi untuk kemudian menjadi kopi

luwak. Kabupaten Gianyar atau khususnya di Kecamatan Tampak Siring, Desa

Manukaya kini sudah berjamuran agrowisata kopi luwak, diantara banyaknya

agrowisata yang ada, banyak yang sudah melakukan pola kemitraan dengan pegiat

luwak, ini merupakan strategi pembangunan pertanian khususnya agribisnis yang

saling menguntungkan satu sama lain.

Pola kemitraan yang terjadi membuat pegiat luwak memperoleh beberapa

keuntungan, namun pada sisi lain justru merasa tidak memiliki kebebasan.

Perusahaan yang mengadakan kemitraan dengan pegiat luwak sebagai pelaku

agribisnis, bahkan ada yang menerapkan konsep dan pola dengan pemberian

modal usaha kepada pegiat luwak. Pemberian modal ini tentunya memberikan

keuntungan tersendiri, terutama bagi pegiat luwak yang memiliki keterbatasan

(26)

7

Kelebihan yang dimiliki pola kemitraan, yaitu perusahaan menawarkan

permodalan kepada pegiat luwak, hal ini tentu sangat menguntungkan bagi pegiat

luwak. Perusahaan ada yang bahkan menawarkan dukungan sarana-sarana

produksi, sehingga pegiat luwak tidak kesulitan dalam menyediakan sarana-sarana

produksi. Sektor pemasaran dengan adanya pola kemitraan lebih terjamin, karena

hasil produksi dibeli atau disalurkan oleh perusahaan mitra pegiat luwak itu

sendiri.

Pendampingan teknis oleh perusahaan yang akan memberikan tambahan

pengalaman kepada pegiat luwak. Kualitas produksi akan lebih terkontrol,

sehingga pegiat luwak akan lebih disiplin selama proses produksi. Penetapan

target produksi, sehingga dapat memacu produktivitas di sektor pertanian.

Berkembangnya sistem kemitraan tentu juga dapat meningkatkan perekonomian

masyarakat pada suatu daerah.

Pola kemitraan memang memiliki banyak kelebihan, namun disamping

banyaknya kelebihan tersebut terdapat kekurangan yang dimiliki sistem

kemitraan, yaitu adanya keterkaitan dan tanggung jawab banyak orang, sehingga

sistem kemitraan ini memerlukan banyak proses dalam pelaksanaannya.

Aturan yang dibuat biasanya berdasarkan kepentingan perusahaan untuk

memenuhi pangsa pasar yang dikelolanya, sehingga pegiat luwak tidak memiliki

nilai tawar yang kuat dan jika salah satu pihak tidak menepati komitmen yang

telah disepakati, maka dapat menimbulkan suatu perselisihan. Pola kemitraan

yang telah dikembangkan, yaitu pola kemitraan inti plasma, pola kemitraan

subkontrak, pola kemitraan dagang umum, pola kerjasama operasional agribisnis

(27)

8

Pola kemitraan yang terjadi pada kenyataannya masih terjadi

ketidakdisiplinan di dalam mentaati peraturan yang telah disepakati bersama, ini

berdampak terhadap keberlangsungan kemitraan yang terjadi. Ketergantungan

pihak mitra (pegiat luwak) terhadap perusahaan mitra (perusahaan besar) juga

menyebabkan timbulnya masalah yang terjadi pada pola kemitraan. Kemitraan

yang menguntungkan salah satu pihak ini tentu menjadi bentuk yang tidak adil,

eksploitatif, dan dalam hal ini pihak yang biasanya diuntungkan adalah

perusahaan besar (Martodireso dan Widada, 2002).

Kemitraan antara pegiat luwak di Desa Manukaya, Kecamatan, Tampak

Siring, Kabupaten Gianyar dengan Satria Agrowisata kopi luwak sudah dijalin

sejak tahun 2011 hingga saat ini. Kemitraan ini bertujuan untuk saling melengkapi

baik dari permodalan bagi pegiat luwak maupun kebutuhan produksi berupa

ketersediaan bahan baku bagi Satria Agrowisata dan kemitraan yang terjalin ini

diharapkan menguntungkan kedua belah pihak. Satria Agrowisata adalah

perusahaan yang bergerak di bidang produksi kopi, baik itu kopi bali, kopi

ginseng, dan kopi luwak. Komitmen antara kedua belah pihak sangat dibutuhkan

untuk menjalankan kemitaan ini. Peraturan seperti hak dan kewajiban antara pihak

yang bermitra harus ditaati sesuai dengan peraturan yang telah disepakati.

Satria Agrowisata dan pegiat luwak diharapkan memperoleh keuntungan

bersama dari kemitraan yang terjalin, tetapi pada pelaksanaanya banyak

kemungkinan yang dapat terjadi seperti pelanggaran perjanjian dan lain-lain yang

dapat menghambat berkembangnya kemitraan tersebut. Penelitian untuk

mengetahui kenyataan yang sebenarnya terjadi dalam kemitraan antara Satria

(28)

9

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

dapat diangkat beberapa permasalahan untuk diteliti sebagai berikut.

1. Bagaimana pola dan mekanisme kemitraan yang dilakukan oleh Satria

Agrowisata dengan pegiat luwak?

2. Apa saja hak dan kewajiban Satria Agrowisata dan pegiat luwak?

3. Bagaimana efisiensi kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan

pegiat luwak?

4. Apa saja kendala yang dihadapi oleh Satria Agrowisata dan pegiat luwak?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui

1. Pola dan mekanisme kemitraan yang dilakukan oleh Satria Agrowisata dengan

pegiat luwak.

2. Hak dan kewajiban pegiat luwak dan Satria Agrowisata dalam melakukan

kemitraan.

3. Efisiensi kemitraan yang terjadi antara pegiat luwak dengan Satria

Agrowisata.

(29)

10

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini berguna bagi

1. Satria Agrowisata maupun pegiat luwak sebagai acuan atau pertimbangan di

dalam menjalankan kemitraan.

2. Pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut serta memberikan

informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam bidang ekonomi

pertanian.

3. pemerintah dalam menentukan arah kebijakan bidang pembangunan khususnya

sektor pertanian.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian yang dilakukan antara Satria Agrowisata dan

pegiat luwak tentang pola kemitraan kopi luwak di Desa Manukaya, Kecamatan

Tampak Siring, Kabupaten Gianyar ini dilakukan pada Periode April s.d Oktober

Tahun 2014. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

analisis deskriptif kualitatif, yaitu untuk mengetahui bagaimana pola kemitraan

dan mekanisme yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak, hak

dan kewajiban Satria Agrowisata dan pegiat luwak dalam melakukan kemitraan,

kendala-kendala yang dihadapi dalam kemitraan tersebut, dan analisis kuantitatif

digunakan untuk menganalisa efisiensi kemitraan usaha kopi luwak yang terjadi

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kemitraan

Sub-bab ini menjelaskan mengenai pengertian kemitraan,tujuan kemitraan,

kelebihan dan kelemahan pola kemitraan, jenis-jenis pola kemitraan dan syarat –

syarat kemitraan.

2.1.1 Pengertian kemitraan

Kemitraan pada esensinya dikenal dengan istilah gotong royong atau

kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut

Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara

individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu

tugas atau tujuan tertentu. Pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes

RI, 2004) meliputi

1. Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal

antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan mitra

atau partner.

2. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan

yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk

mencapai kepentingan bersama.

3. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor,

kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk

bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan,

(31)

12

4. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau

organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan

melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa

resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-masing

secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan.

2.1.2 Prinsip kemitraan

Terdapat tiga prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu

kemitraan oleh masing-masing anggota kemitraan yaitu

1. Prinsip kesetaraan (Equity)

Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus

merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai

tujuan yang disepakati.

2. Prinsip keterbukaan

Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota

serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh

anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai

berakhirnya kegiatan, keterbukaan ini menimbulkan rasa saling melengkapi

dan saling membantu diantara golongan (mitra).

3. Prinsip azas manfaat bersama (mutual benefit)

Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh

manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing.

(32)

13

2.1.3 Tujuan kemitraan

Maksud dan tujuan kemitraan pada dasarnya yaitu untuk membantu para

pelaku kemitraan dan pihak-pihak tertentu dalam mengadakan kerjasama

kemitraan yang saling menguntungkan (win-win solution) dan bertanggung jawab.

Ciri dari kemitraan usaha terhadap hubungan timbal balik bukan sebagai

buruh-majikan atau atasan-bawahan sebagai adanya pembagian risiko dan keuntungan

yang proporsional, di sinilah kekuatan dan karakter kemitraan usaha.

Menurut Hafsah (1999), tujuan ideal kemitraan yang ingin dicapai dalam

pelaksanaan kemitraan secara lebih konkret yaitu (1) meningkatkan pendapatan

usaha kecil dan masyarakat, (2) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku

kemitraan, (3) meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan

usaha kecil, (4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan, wilayah dan

nasional, (5) memperluas kesempatan kerja dan (6) meningkatkan ketahanan

ekonomi nasional.

Sasaran kemitraan agribisnis adalah terlaksananya kemitraan usaha dengan

baik dan benar bagi pelaku-pelaku agribisnis terkait di lapangan sesuai dengan

hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Manfaat yang dapat dicapai dari

usaha kemitraan (Hafsah, 1999) antara lain

1. Produktivitas

Bagi perusahaan yang lebih besar, dengan model kemitraan, perusahaan

besar dapat mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity

tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapangan sendiri, karena biaya untuk

keperluan tersebut ditanggung oleh petani. Peningkatan produktivitas bagi

(33)

14

input Win-win solution (solusi menang-menang): Proses negosiasi yang

mendorong prospek keuntungan bagi kedua belah pihak, dikenal juga

sebagai proses integratif (Stoner 1995). Baik kualitas maupun kuantitasnya

dalam jumlah tertentu akan diperoleh output dalam jumlah dan kualitas yang

berlipat. Melalui model kemitraan petani dapat memperoleh tambahan input,

kredit dan penyuluhan yang disediakan oleh perusahaan inti.

2. Efisiensi

Erat kaitannya dengan sistem kemitraan, perusahaan dapat mencapai

efisiensi dengan menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan

menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh petani. Sebaliknya bagi petani

yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana

produksi, dengan bermitra dapat menghemat waktu produksi melalui

teknologi dan sarana produksi yang disediakan oleh perusahaan.

3. Jaminan kualitas, kuantitas dan kontinuitas

Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi

dan produktivitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan

pasar dan pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan. Ketiganya juga

merupakan pendorong kemitraan, apabila berhasil dapat melanggengkan

kelangsungan kemitraan ke arah penyempurnaan.

4. Risiko suatu hubungan kemitraan idealnya dilakukan untuk mengurangi

risiko yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Kontrak dapat mengurangi

risiko yang dihadapi oleh pihak perusahaan mitra jika mengandakan

pengadaan bahan baku sepenuhnya dari pasar terbuka. Perusahaan mitra

(34)

15

menanamkan investasi atas tanah dan mengelola pertanian yang sangat luas.

Risiko yang dialihkan perusahaan perusahaan inti ke petani adalah (1) risiko

kegagalan produksi, (2) risiko kegagalan memenuhi kapasitas produksi, (3)

risiko investasi atas tanah, (4) risiko akibat pengelolaan lahan usaha luas,

dan (5) risiko konflik perburuhan. Risiko lain yang dialihkan petani ke

perusahaan mitra antara lain: (1) risiko kegagalan pemasaran produk hasil

pertanian, (2) risiko fluktuasi harga produk, dan (3) risiko kesulitan

memperoleh input/sumberdaya produksi yang penting.

5. Sosial Kemitraan dapat memberikan dampak sosial (social benefit) yang

cukup tinggi. Ini berarti negara terhindar dari kecemburuan sosial.

Kemitraan dapat pula menghasilkan persaudaraan antar pelaku ekonomi

yang berbeda status. Ketahanan ekonomi nasional Usaha kemitraan berarti

suatu upaya pemberdayaan yang lemah (petani/usaha kecil). Peningkatan

pendapatan yang diikuti tingkat kesejahteraan dan sekaligus terciptanya

pemerataan yang lebih baik, sehingga dapat mengurangi timbulnya

kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan yang

mampu meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional (Hafsah, 1999).

2.1.4 Kelebihan dan kelemahan kemitraan

Melalui kemitraan akan diperoleh keuntungan diantara kedua belah pihak

pelaku kemitraan. Kelebihan yang dapat dicapai dengan adanya kemitraan antara

lain dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan pangsa pasar,

meningkatkan keuntungan, sama-sama menanggung risiko, menjamin pasokan

(35)

16

Oktaviani (2003) menyatakan terdapat beberapa keuntungan yang bisa

diperoleh perusahaan dengan melakukan kemitraan atau kontrak pertanian dengan

petani mitra, yaitu (1) terjaminnya ketersediaan bahan baku, (2) dapat melakukan

pengontrolan terhadap proses produksi dan penanganan pasca panen, (3) dapat

mengontrol kualitas produksi, (4) dapat menjaga kestabilan harga, (4) dapat

memperkenalkan dan mengembangkan suatu jenis/varietas tanaman baru, (5)

memungkinkan dapat diidentifikasi kebutuhan pelanggan yang khusus, (6)

implikasi pengotrolan logistik yang lebih baik, dan (7) hubungan yang baik

dengan konsumen atau pembeli.

Keuntungan yang bisa diperoleh petani atau pembudidaya yakni (1)

dengan adanya kestabilan harga, dapat menjamin penghasilan yang tetap, (2)

menghambat dominasi tengkulak, (3) pengembangan benih baru, (4) penggunaan

teknologi dan keterampilan baru, (5) hubungan didasarkan pada kepercayaan yang

saling menguntungkan, (6) pembayaran hasil terjamin, (7) penyuluhan tentang

teknis disediakan oleh perusahaan mitra, (8) praktek jual beli yang adil, (9) dapat

memperoleh fasilitas kredit, dan (10) skema asuransi alam dapat diterapkan.

Konsep ini juga mempunyai kekurangan-kekurangan, disamping

keuntungan yang diperoleh. Kekurangan-kekurangan yang ada biasanya tidak

terlepas dari permasalahan-permasalahan yang muncul seiring dengan

peningkatan hubungan yang terjalin diantara pelaku-pelaku kemitraan. Beberapa

permasalahan yang timbul antara lain (1) petani tidak memenuhi kualitas produk

yang diinginkan perusahaan; (2) petani dapat terjebak kredit macet; (3) petani

(36)

17

perusahaan saingan lain; (4) faktor alam yang dapat mengakibatkan kegagalan

panen, seperti perubahan cuaca dan bencana alam.

Permasalahan dapat juga muncul dari perusahaan mitra, selain

permasalahan yang seringkali muncul dari petani. Penyalahgunaan posisi

seringkali membawa perusahaan menjadi aktor dominan dalam hubungan

kemitraan dan tidak jarang membawa ketergantungan bagi kelompok/usaha mitra

kepada perusahaan besar. Dominasi perusahaan juga dapat mengakibatkan

perusahaan tidak menepati perjanjian yang dibuat bersama.

Permasalahan dapat pula timbul dari ketidakjelasan dan ketidaktegasan

dalam pembuatan perjanjian. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian

yang tidak dijabarkan dengan jelas seringkali menjadi potensi bagi kedua belah

pihak untuk melakukan pelanggaran. Perjanjian yang dibuat jika tidak memiliki

dasar hukum yang jelas, penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat terus

berlarut dan membawa perpecahan kedua pihak.

2.1.5 Kendala-kendala dalam kemitraan

Faktor-faktor yang menjadi kendala pencapaian hubungan kontrak yang

ideal antara perusahaan mitra dan kelompok/usaha mitra dapat dipilah ke dalam

kendala pihak perusahaan mitra dan kendala di pihak kelompok/usaha mitra.

Kendala-kendala yang dihadapi perusahaan maupun kelompok/usaha mitra dalam

menjalankan kemitraan berbeda tergantung dari kasus yang terjadi.

Pelaksanaan kemitraan dihadapkan pada kendala-kendala sebagai berikut.

(1) berdasarkan rasa belas kasihan dan mengandung unsur sloganisme/seremonial,

(2) adanya ”jurang” kemampuan baik dalam penguasaan teknis, konsistensi dalam

(37)

18

pihak pengusaha tidak menyadari hakekat kemitraan justru untuk memajukan

usaha sendiri.

Konsep kemitraan, perusahaan mitra memiliki peran dan tanggung jawab

yang strategis, karena menggantikan peranan pertukaran di pasar terbuka.

Kelangsungan hubungan kontrak akan terancam apabila perusahaan mitra tidak

dapat menjamin pemasaran produk kelompok/usaha mitra. Dominasi peranan

perusahaan mitra dalam kemitraan bisa mengarah pada ketergantungan dan

subordinasi. Ketentuan yang tegas dalam hubungan kontrak dan kesadaran yang

tinggi dari perusahaan mitra untuk menepati ketentuan merupakan solusi untuk

permasalahan ini.

Kegagalan implikasi sistem kemitraan dapat terjadi karena

ketidakdisiplinan manajemen perusahaan mitra, termasuk krisis keuangan yang

dihadapi oleh pihak-pihak yang bermitra. Demikian pula apabila terjadi

penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang disepakati dengan kenyataan yang

menyangkut keahlian para petugas lapangan. Padahal dalam kemitraan standar

kualitas yang dituntut berbeda dengan pasar lokal/tradisional, sehingga asistensi

teknis untuk meningkatkan kualitas produk sangat penting.

Perusahaan mitra sebagai investor harus memiliki ketersediaan dana yang

cukup besar untuk bertahan sebelum memperoleh keuntungan. Kalau tidak ada

fleksibilitas dalam ketersediaan dana, maka dapat mengancam keberlangsungan

kegiatan usaha di tengah jalan.

Kendala yang memiliki peluang besar muncul di pihak kelompok/usaha

mitra (petani) meliputi permasalahan yang berkaitan dengan aspek produksi.

(38)

19

produksi serta etos kerja kelompok/usaha mitra yang masih tradisional dapat

menjadi kendala yang menentukan keberhasilan hubungan kemitraan. Bagi

usaha/petani kecil, memasuki hubungan kontrak bisa jadi kurang proporsional

seperti yang ditentukan di dalam kontrak bisnis.

Kemampuan negosiasi dibutuhkan untuk menjaga agar hubungan kontrak

bisnis dapat memberikan keuntungan proporsional bagi kelompok/usaha mitra.

Kemampuan negosiasi di pihak kelompok/usaha mitra dapat dilakukan apabila

mereka bersama atau kolektif membentuk suatu kekuatan dalam suatu sarana,

misalnya melalui kelompok tani.

2.1.6 Bentuk-bentuk pola kemitraan

Hubungan yang ingin dicapai dalam pembinaan kemitraan yakni (1)

Saling membutuhkan dalam arti para pengusaha memerlukan pasokan bahan

baku dan petani memerlukan penampungan hasil dan bimbingan, (2) Saling

menguntungkan yaitu baik petani maupun pengusaha memperoleh peningkatan

pendapatan/keuntungan disamping adanya kesinambungan usaha, (3) Saling

memperkuat dalam arti baik petani maupun pengusaha sama-sama melaksanakan

etika bisnis, sama-sama mempunyai persamaan hak dan saling membina, sehingga

memperkuat kesinambungan bermitra.

Bentuk-bentuk pola kemitraan yang banyak dilaksanakan (Departemen

Pertanian, 2002), yakni.

1. Inti-plasma

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan

mitra, yang di dalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok

(39)

20

plasma, (2) mengelola seluruh usaha budidaya sampai dengan panen, (3) menjual

hasil produksi kepada perusahaan mitra, (4) memenuhi kebutuhan perusahan

sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Syarat-syarat perusahaan mitra,

yaitu: (1) berperan sebagai perusahaan inti, (2) menampung hasil produksi, (3)

membeli hasil produksi, (4) memberi bimbingan teknis dan pembinaan

manajemen kepada kelompok mitra, (5) memberi pelayanan kepada kelompok

mitra berupa permodalan/kredit, saprodi, dan teknologi, (6) mempunyai usaha

budidaya pertanian/memproduksi kebutuhan perusahaan, (7) menyediakan lahan.

2. Subkontrak

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan

mitra, yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang

diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Syarat-syarat

kelompok mitra dintaranya: (1) memproduksi kebutuhan yang diperlukan

perusahaan mitra sebagai bagian dari komponen produksinya, (2) menyediakan

tenaga kerja, (3) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga,

dan waktu. Syarat-syarat perusahaan mitra disisi lain yaitu: (1) menampung dan

membeli komponen produksi perusahaan yang dihasilkan oleh kelompok mitra,

(2) menyediakan bahan baku/modal kerja, (3) melakukan kontrol kualitas

produksi.

3. Dagang umum

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan

mitra dengan perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau

kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra.

(40)

21

mitra. Syarat-syarat perusahaan mitra yakni memasarkan hasil produksi kelompok

mitra.

4. Keagenan

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan

mitra, yang di dalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan

barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Syarat-syarat kelompok mitra yaitu

mendapatkan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan

mitra, namun perusahaan mitra tidak mempunyai syarat.

5. Kerjasama operasional agribisnis (KOA)

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan

mitra, yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga.

Perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk

mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Syarat kelompok

mitra pada pola ini yakni menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan

syarat perusahaan mitra yaitu menyediakan biaya, modal, dan teknologi untuk

mengusahakan/membudidayakan pertanian.

2.2 Agrowisata

Menurut Maruti (2009), sebuah agrowisata adalah bisnis berbasis

usahatani yang terbuka untuk umum. Tavare dalam Maruti (2009) mendefinisikan

agrowisata sebagai aktivitas agribisnis dimana petani setempat menawarkan tur

pada usahataninya dan mengijinkan seseorang pengunjung menyaksikan

(41)

22

daerah asalnya. Sering petani tersebut menyediakan kesempatan kepada

pengunjung untuk tinggal sementara dirumahnya dalam program pendidikan.

2.2.1 Persyaratan pengembangan pusat agrowisata

Agrowisata dapat dikembangkan oleh individu petani yang memiliki

minimal dua hektar lahan, rumah petani, sumberdaya air dan berminat untuk

menjamu wisatawan (turis). Selain individu petani atau sekelompok petani,

koperasi pertanian, organisasi non-pemerintah (NGO), perguruan tinggi pertanian

dapat mengembangkan pusat agrowisata (Maruti, 2009).

Untuk mengembangkan pusat agrowisata tersebut, infrastruktur dan

fasilitas dasar yang perlu disediakan oleh petani atau kelompok tani pada

usahataninya, seperti rumah petani yang dilengkapi fasilitas akomodasi yang

memenuhi persyaratan minimal hotel, sumberdaya air, green house dan koleksi

tanaman yang diusahakan petani, peralatan memasak untuk memasak makanan

yang diinginkan oleh wisatawan, kotak obat untuk memenuhi kebutuhan

kesehatan yang bersifat darurat, sumur atau kolam untuk aktivitas memancing

atau berenang, dan fasilitas telepon.

Lokasi adalah faktor terpenting untuk keberhasilan pengembangan pusat

agrowisata. Lokasi tersebut harus secara mudah diakses dan memiliki keunikan

dan latar belakang fanorama yang indah. Lebih baik lagi kalau lokasi agrowisata

itu dekat dengan tempat-tempat bersejarah, dam/danau, atau pun tempat berziarah.

Petani atau kelompok tani seharusnya mendisain pusat agrowisatanya hanya

dalam lingkungan yang alami perdesaan dengan latar belakang panorama alam

yang indah untuk menangkap minat wisatawan perkotaan datang ke agrowisata

(42)

23

menikmati panorama alam dan kehidupan perdesaan. Hasil penelitian Carpio

(dalam Budiasa, 2011) tentang permintaan terhadap agrowisata di Amerika

Serikat mengindikasikan adanya korelasi negatif antara biaya perjalanan dan

junlah trip dan terdapat korelasi positif antara pendapatan wisatawan dan jumlah

trip. Biaya perjalanan meningkat 1% mengakibatkan penurunan jumlah trip

(kunjungan usahatani) sebesar 0,13%, sedangkan peningkatan pendapatan

wisatawan sebesar 1% dapat meningkatkan jumlah kunjungan usahatani menjadi

sebesar 0,06%.

Penentuan target pasar sangat penting dalam menentukan keberhasilan

usaha agrowisata, untuk meningkatkan jumlah kunjungan ke obyek agrowisata,

pihak manajer marketing dapat menjalin kerjasama dengan berbagai instansi,

misalnya dengan berbagai pihak travel agent dan yang paling potensial dengan

lembaga pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak (TK) hingga perguruan

tinggi. Promosi dan penyediaan paket produk agroturistik yang menarik diyakini

dapat meningkatkan pendapatan usahatani, dengan demikian pengembangan

agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha

ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar, sehingga dapat menahan

atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat belakangan ini.

Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup

(seperti museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara

keduanya. Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat

pertanian yang khas dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah

penggunaan lahan maupun proses pengolahan hasil pertanian. Agrowisata

(43)

24

kapabilitas dan tipologi lahan untuk mendukung suatu sistem usahatani yang

efektif dan berkelanjutan. Komponen utama pengembangan agrowisata ruangan

terbuka dapat berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun liar, teknologi

budi daya dan pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai sejarah,

atraksi budaya pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang

pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangan terbuka

dapat dilakukan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan.

Agrowisata ruangan terbuka dapat dikembangkan dalam dua versi/pola,

yaitu alami dan buatan, yang dapat dirinci sebagai berikut.

1. Agrowisata Ruang Terbuka Alami Objek agrowisata ruangan terbuka alami

ini berada pada areal di mana kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh

masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan keseharian mereka.

Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang biasa mereka

lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan

kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh

masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika

alaminya. Sementara fasilitas pendukung untuk kenyamanan wisatawan tetap

disediakan sejauh tidak bertentangan dengan kultur dan estetika asli yang ada,

seperti sarana transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan dari

binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy

di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Suku Tengger di Jawa Timur,

Bali dengan teknologi subaknya dan Papua dengan berbagai pola atraksi

(44)

25

2. Agrowisata Ruang Terbuka Buatan Kawasan agrowisata ruang terbuka

buatan ini dapat didesain pada kawasankawasan yang spesifik, namun belum

dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata ruang peruntukan lahan

diatur sesuai dengan daya dukungnya dan 16 komoditas pertanian yang

dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi

yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu

sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang

menarik. Fasilitas pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan

sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tidak mengganggu

keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh

suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi parsialnya tetap dilakukan oleh

petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.

2.3 Usaha Ternak

Sub-bab ini menjelaskan mengenai konsepsi usaha ternak, biaya usaha

ternak, penerimaan dan pendapatan usaha ternak.

2.3.1 Konsepsi usaha ternak

Usaha ternak (livestock) adalah kegiatan ekonomi, karena ilmu ekonomi

berperan dalam membantu mengembangkannya. Ilmu ekonomi ialah ilmu yang

mempelajari alokasi sumber yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan dan

kehenndak manusia yang tidak terbatas, menurut Rivai (1980). Usaha ternak

adalah sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada

(45)

26

sengaja di usahakan oleh sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat

genologis, politis maupun tertorial sebagai pengelolaannya.

Usaha Peternakan tertera Pada Undang-Undang Pokok kehewanan,

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Peternakan dan Kesehatan Hewan, pada Bab I Pasal 1, dikemukakan beberapa

Istilah diantaranya

1. Ternak adalah hewan piaraan yang kehidupannya mengenai tempat,

perkembang biakan serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia dan

dipelihara khusus sebagai penghasil bahan-bahan dan jasa-jasa yang berguna

bagi kepentingan hidup manusia.

2. Peternak adalah orang atau badan hukum dan atau buruh peternakan yang mata

pencaharian nya sebagian atau seluruhnya bersumber kepada peternakan.

3. Peternakan atau usaha peternakan adalah pembudidayaan atau pemeliharaan

ternak dengan segala fasilitas penunjang bagi kehidupan ternak.

4. Peternakan murni adalah cara peternakan dimana perkembangbiakan

ternak-ternaknya dilakukan dengan jalan pemacekan antara ternak/hewan yang

termasuk dalam satu rumpun.

5. Perusahaan peternakan adalah usaha peternakan yang dilakukan pada tempat

tertentu serta perkembang biakannya dan manfaatnya diatur dan diawasi oleh

peternak-peternak.

6. Kelas Ternak adalah sekumpulan atau sekelompok bangsa-bangsa ternak

yang dibentuk dan dikembangkan mula-mula disuatu daerah tertentu.

7. Bangsa Ternak (Breed) adalah Suatu kelompok dari ternak yang memiliki

(46)

27

anatomis yang karakteristik untuk tiap-tiap bangsa dan sifat-sifat persamaan

ini dapat diturunkan pada generasi selanjutnya.

2.3.2 Biaya usaha ternak

Biaya usaha ternak, biaya (cost) adalah nilai-nilai dari semua korbanan

ekonomis yang tidak dapat dihindari atau diperlukan, yang dapat diperkirakan dan

dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Biaya dikelompokkan menjadi 2

(dua) yaitu biaya tetap dan biaya variabel.

Biaya Tetap (fixed cost) adalah biaya yang besarnya tidak bergantung pada

besarnya produksi. Misalnya, tanah, bangunan, alat produksi tahan lama, tenaga

kerja tetap. Biaya Variabel (variable cost) adalah biaya yang berubah-ubah

besarnya sesuai dengan besarnya produksi. Pupuk, bibit, obat-obatan, makanan,

dan lain-lain misalnya, (Departemen Pertanian, 1999).

Biaya usaha ternak dapat dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau

biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan.

Biaya yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah

tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit,

pupuk, obat-obatan, dan hasil panen. Termasuk biaya untuk iuran pemakaian air

dan irigasi, dan sebagainya. Biaya yang tidak dibayarkan adalah biaya yang tidak

secara langsung dibayarkan tetapi dalam konteksnya biaya itu tetap dibayarkan

salah satu dari biaya itu adalah biaya tenaga kerja keluarga.

Hanafie (2010) dalam analisis ekonomi, biaya diklasifikasikan ke dalam

beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan,

yaitu sebagai berikut. 1) Biaya-biaya yang berupa uang tunai (misalnya, untuk

(47)

28

pupuk dan obat-obatan), serta biaya-biaya yang dibayarkan in-natura (misalnya,

biaya-biaya panen, bagi hasil, sumbangan-sumbangan, dan pajak). Biaya produksi

dapat pula dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya

variabel. 2) Biaya tetap adalah semua jenis biaya yang besar-kecilnya tidak

tergantung pada besar-kecilnya produksi, yang termasuk dalam kelompok biaya

tetap, misalnya sewa tanah yang berupa uang atau pajak, yang penentuanya

berdasarkan luas lahan.

Biaya tersebut, hampir semua biaya termasuk dalam kelompok biaya tidak

tetap karena besar-kecilnya berhubungan langsung dengan besar-kecilnya

produksi, yang termasuk dalam kelompok biaya tidak tetap, misalnya biaya-biaya

untuk bibit, persiapan, serta pengolahan lahan, 3) Biaya rata-rata adalah biaya

produksi total dibagi dengan jumlah produksi, biaya total adalah seluruh biaya

yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi. Biaya total ini pun seringkali

belum memasukkan nilai tenaga kerja keluarga dan biaya lain-lain dari dalam

keluarga sendiri yang juga dimasukkan ke dalam proses produksi, yang sukar

ditaksir nilainya.

Biaya produksi pada usaha ternak dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut.

TC = TVC + TFC

Keterangan :

TC = Total Biaya

TVC = Total Biaya Variabel

(48)

29

2.3.3 Penerimaan dan pendapatan usaha ternak

1. Penerimaan usaha ternak

Menurut Suratiyah (2006) penerimaan (revenue) usaha ternak adalah

seluruh pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak selama satu periode

diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali. Menurut Rahim dan

Hastuti (2007) penerimaan usaha ternak adalah perkalian antara produksi yang

diperoleh dengan harga jual. Soekartawi, (1995) menjelaskan penerimaan usaha

ternak (livestock) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan

produk usaha ternak tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usaha

ternak, dan mencakup yang berbentuk benda. Nilai produk usaha ternak yang

dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usaha ternak. Menurut

Soekartawi (1995), penerimaan usaha ternak merupakan perkalian antara total

produksi dan harga jual produk. Besarnya keuntungan dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut.

TR = Y.Py Keterangan

TR = Total penerimaan

Y = Total Produksi

Py = Harga

2. Pendapatan usaha ternak

Pendapatan usaha ternak adalah selisih antara penerimaan dan semua

biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau

penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor dibagi penerimaan total

adalah nilai produksi peternakan secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya

(49)

30

Pendapatan atau keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total

dan biaya-biaya. Penerimaan total merupakan hasil kali produksi total dengan

harganya. Biaya yang di maksud dalam pengertian ini adalah biaya keseluruhan,

baik itu biaya tetap (misalnya, sewa tanah, pembelian alat-alat peternakan, dan

lain-lain) maupun biaya tidak tetap (misalnya, biaya yang diperlukan untuk

membeli bibit, pupuk, obat-obatan, dan lain-lain). Masing-masing input produksi

tersebut dikalikan dengan harganya. pendapatan dalam usaha ternak tidak

selamanya harus dinyatakan dengan rupiah atau dalam bentuk uang, usaha ternak

subsistem lebih mementingkan keuntungan dalam bentuk maksimisasi produk

(Hanafie, 2010).

Menurut Soekartawi (1995) pendapatan usaha ternak adalah selisih antara

penerimaan dan semua biaya.

Rumus dari pendapatan usaha ternak

Pd= TR-TC Keterangan :

Pd : Keuntungan

TR : Total Penerimaan

TC : Total Biaya

2.4 Analisis Usaha Ternak

Menurut Rahim dan Hastuti (2007), analisis R/C (revenue cost ratio)

merupakan perbandingan (ratio/nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya

(cost). Menurut Soekartawi (1995) dalam Abas, (2012), komponen biaya dapat

dianalisis keuntungan usaha ternak dengan menggunakan analisis R/C Ratio. R/C

adalah singkatan dari (revenue/cost ratio) atau dikenal sebagai perbandingan

(50)

31

Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah usaha ternak itu

menguntungkan atau tidak dan layak untuk dikembangkan. Jika hasil R/C Ratio

lebih dari satu maka usaha ternak tersebut menguntungkan, sedangkan jika hasil

R/C Ratio sama dengan satu maka usaha ternak tersebut dikatakan impas atau

tidak mengalami untung dan rugi dan apabila hasil R/C Ratio kurang dari satu

maka usaha ternak tersebut mengalami kerugian.

2.5 Kopi

Kopi adalah minuman yang diekstrasi dari penyangraian biji kopi, yang

berasal dari biji pohon kopi. Kopi merupakan salah satu komiditas di dunia yang

dibudidayakan lebih dari 50 negara. Dua varietas pohon kopi yang dikenal secara

umum yaitu Kopi Robusta (coffea canephora) dan Kopi Arabika (coffea arabica).

Pemrosesan kopi sebelum dapat diminum melalui proses panjang yaitu

dari pemanenan biji kopi yang telah matang baik dengan cara mesin maupun

dengan tangan kemudian dilakukan pemrosesan biji kopi dan pengeringan

sebelum menjadi kopi gelondong. Proses selanjutnya yaitu penyangraian dengan

tingkat derajat yang bervariasi. Setelah penyangraian biji kopi digiling atau

dihaluskan menjadi bubuk kopi sebelum kopi dapat diminum.

Sejarah mencatat bahwa penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan

berenergi pertama kali ditemukan oleh Bangsa Ethiopia di benua Afrika sekitar

3000 tahun (1000 SM) yang lalu. Kopi kemudian terus berkembang hingga saat

ini menjadi salah satu minuman paling populer di dunia yang dikonsumsi oleh

berbagai kalangan masyarakat. Indonesia sendiri telah mampu memproduksi lebih

(51)

32

kopi juga dapat menurunkan risiko terkena penyakit kanker, diabetes, batu

empedu, dan berbagai penyakit jantung (kardiovaskuler).

2.5.1 Kopi arabika

Kopi Arabika (Coffea arabica) tumbuh di daerah dengan ketinggian

700-1700 mdpl, suhu 16-20 °C, beriklim kering tiga bulan secara berturut-turut. Kopi

arabika peka terhadap penyakit karat daun Hemileia vastatrix (HV), terutama bila

ditanam di daerah dengan elevasi kurang dari 700 mdpl.

Kopi yang berasal dari Brasil dan Etiopia ini menguasai 70% pasar kopi

dunia. Kopi arabika memiliki banyak varietas, tergantung negara, iklim, dan tanah

tempat kopi ditanam, diantaranya kopi toraja, mandailing, kolumbia dan brasilia.

Berikut ciri-ciri pohon kopi arabika

1. Aromanya wangi sedap mirip percampuran bunga dan buah. Hidup di daerah

yang sejuk dan dingin.

2. Memiliki rasa asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis robusta.

3. Memiliki bodi atau rasa kental saat disesap di mulut.

4. Rasa kopi arabika lebih mild atau halus.

5. Kopi arabika juga terkenal pahit.

Ciri-ciri pohon kopi arabika

1. Cenderung tumbuh di daratan tinggi (1000m – 2000m).

2. Jumlah biji kopi yang dihasilkan lebih rendah.

3. Butuh waktu 9 bulan untuk proses bunga menjadi buah.

(52)

33

2.5.2 Kopi robusta

Kopi Robusta merupakan keturunan beberapa spesies kopi,

terutama Coffea canephora. Tumbuh baik di ketinggian 400-700 mdpl, temperatur

21-24° C dengan bulan kering 3-4 bulan secara berturut-turut dan 3-4 kali hujan

kiriman. Kualitas buah lebih rendah dari Arabika dan Liberika.

Menguasai 30% pasar dunia. Kopi ini tersebar di luar Kolumbia, seperti di

Indonesia dan Filipina. Kopi robusta sama seperti arabika, kondisi tanah, iklim,

dan proses pengemasan kopi ini berbeda untuk setiap negara dan menghasilkan

rasa yang sedikit banyak juga berbeda. Berikut ciri-ciri kopi robusta.

1. Memiliki rasa yang lebih seperti cokelat.

2. Bau yang dihasilkan khas dan manis.

3. Warnanya bervariasi sesuai dengan cara pengolahan.

4. Memiliki tekstur yang lebih kasar dari arabika.

Ciri – ciri pohon kopi robusta

1. Lebih rentan diserang serangga.

2. Tumbuh di daratan rendah (700 m dpl).

3. Jumlah biji kopi yang dihasilkan lebih tinggi.

4. Butuh waktu 10-11 bulan untuk proses bunga menjadi buah.

5. Berbuah di suhu udara yang lebih hangat

2.5.3 Kopi luwak

Asal mula kopi luwak terkait erat dengan sejarah pembudidayaan tanaman

kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-18, Belanda membuka perkebunan tanaman

komersial di koloninya di Hindia Belanda terutama di pulau Jawa dan Sumatera.

Gambar

Tabel 1.1 Produksi Kopi di Provinsi Bali dan di Kabupaten Gianyar
Tabel 1.2
Tabel 1.3
Kerangka Pemikiran.Gambar 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Usaha kemitraan selalu melibatkan pihak inti dan plasma. Usaha kemitraan yang baik adalah pihak inti dan plasma menjalin hubungan saling percaya, memiliki posisi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses keputusan yang dilakukan konsumen dalam pembelian kopi luwak merek Duta Luwak Brother’s Link dalam pengenalan kebutuhan

Adapun program yang dapat diterapkan untuk menciptakan produk wisata minat khusus yang berkualitas adalah : Penyuluhan yang berkelanjutan terhadap masyarakat tentang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis mekanisme kemitraan yang dilakukan pada pola kemitraan inti-plasma, mengetahui manajemen pemeliharaan (budidaya) ternak

1) Analisis kelayakan non finansial usaha peternakan ayam broiler peternakan Agus Suhendar dengan sistem kemitraan pola inti plasma bersama CV. Tunas Mekar Farm

Dalam merancang sebuah agrowisata dan perkemahan alam merupakan inti dari keberlangsungan sebuah agrowisata dan perkemahan. Dan juga ada beberapa faktor yang mendasari sebuah

Net B/C yang diperoleh dari hasil analisis finansial agroindustri kopi luwak berskala kecil sebesar 5,8l, sedangkan untuk agroindustri kopi luwak berskala mikro

Efektifitas pola kemitraan inti-plasma adalah menggambarkan kondisi hubungan antara peternak plasma dengan inti, diukur dengan : (a) jumlah produksi yang dijual ke