• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Wisata Alam Curug Cigamea di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Wisata Alam Curug Cigamea di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM

CURUG CIGAMEA DI KAWASAN TAMAN NASIONAL

GUNUNG HALIMUN SALAK

FERNANDO SINAGA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

ESTIMASI NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM

CURUG CIGAMEA DI KAWASAN TAMAN NASIONAL

(2)
(3)

SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Wisata Alam Curug Cigamea di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan merupakan bagian dari penelitian yang berada di bawah penelitian BOPTN dengan judul “Pembayaran Jasa Lingkungan Wisata Alam sebagai Alternatif Solusi Trade Off Kepentingan Ekologi dan Ekonomi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak” dengan sumber dana dari BOPTN-DIKTI 2013. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Fernando Sinaga

(4)

ABSTRAK

FERNANDO SINAGA. Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Wisata Alam Curug Cigamea di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan NUVA.

Kawasan wisata Curug Cigamea yang masuk ke dalam perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu objek wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan. Keberadaan wisata Curug Cigamea di TNGHS dapat memberi dampak positif berupa lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat lokal. Dampak positif dapat terus dirasakan oleh masyarakat lokal jika kelestarian sumber daya alam di TNGHS tetap terjaga. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan mau turut menjaga kelestarian sumber daya alam sebagai penunjang keberadaan wisata Curug Cigamea. Estimasi mengenai nilai dan dampak ekonomi wisata Curug Cigamea diperlukan untuk mengetahui seberapa besar dampak keberadaan wisata terhadap perekonomian masyarakat lokal. Berdasarkan hasil estimasi dengan metode Individual Travel Cost Method,

diperoleh nilai ekonomi Curug Cigamea sebesar Rp 3 886 099 200. Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan wisata diukur dengan nilai efek pengganda (multiplier effect) dan diperoleh nilai keynesian income multiplier

sebesar 2.9, ratio Income multiplier tipe 1 sebesar 1.5, dan ratio income multiplier

tipe 2 sebesar 1.7. Hasil tersebut menunjukan bahwa wisata Curug Cigamea memiliki arti penting bagi perekonomian masyarakat lokal. Selain dapat memberi dampak positif, keberadaan wisata Curug Cigamea juga dapat memberi dampak negatif, seperti adanya ancaman kerusakan sumber daya alam dan lingkungan akibat besarnya jumlah pengunjung. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengontrol jumlah kunjungan tersebut adalah penerapan tarif masuk optimum. Tarif masuk optimum Curug Cigamea diestimasi dari Willingnes to Pay

responden pengunjung jika pengelola meningkatkan tarif masuk di objek wisata Curug Cigamea untuk biaya pelestarian sumber daya alam dan pengembangan objek wisata. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai rataan WTP pengunjung terhadap tarif masuk Curug Cigamea adalah sebesar Rp 10 122. Penerapan tarif masuk sesuai WTP pengunjung tersebut dapat mengurangi jumlah kunjungan, namun disisi lain dapat meningkatkan penerimaan pengelola yang dapat dialokasikan sebagai dana konservasi.

(5)

ABSTRACT

FERNANDO SINAGA. Estimating Value and Economic Impact of Cigamea Waterfall Natural Tourism at Halimun Salak National Park. Supervised by METI EKAYANI and NUVA

Cigamea waterfall tourism area is currently included to the expansions of Gunung Halimun Salak National Park (TNGHS) is famous among who come to TNGHS. Cigamea Waterfall at TNGHS can give a positive impact such as opportunity job and income for the local society. The local society can get positive impact if the preservation of natural resources in TNGHS can be maintained due to the important of natural resources to support natural tourism activities. Therefore the local society expected to support the natural resources sustainability for the existence of Cigamea Waterfall. The value and economic impact of Cigamea Waterfall need to be estimated to know how much the economic impact to the local society. Based on the estimation using individual travel cost method showed that the economic value of Cigamea Waterfall was Rp 3 886 099 200. The Economic impact generated from tourism activities measured by multiplier effect and the value of multiplier effect was 2.9 for the keynesian income multiplier, 1.5 for ratio income multiplier type 1, and 1.7 for ratio income multiplier type 2. The result showed that Cigamea Waterfall has an important part to the economic impact of local society. On the other hand, the existence of Cigamea waterfall not only can give positive impact but also can give negative impact such as threaten damage to natural resources and the environment from the large number of visitors. One of the tools that can be used to control the number of visitors is the application of the optimum entrance fee. The optimum entrance fee in Cigamea Waterfall estimated by using willingnes to pay of visitors. If the managers increasing the entrance fee in Cigamea Waterfall for the conservation fund of natural resource and developing tourism area. Based on the calculation, the average values of visitor’s WTP for the entrance fee in Cigamea Waterfall was Rp 10 122. The entrace tariff that adapted from visitor’s WTP can decrease visitor’s number, but in another part can increase Manager’s income which can be allocated for conservation cost.

(6)
(7)

FERNANDO SINAGA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(8)
(9)

Curug Cigamea di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Nama : Fernando Sinaga NIM : H44090060

Disetujui oleh

Dr. Meti Ekayani, S. Hut, M.Sc Pembimbing I

Nuva, S.P, M.Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen

(10)
(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah ekonomi wisata, dengan judul Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Wisata Alam Curug Cigamea di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1 Kedua orang tua tercinta yaitu Ayah Elyas Sinaga dan Ibu Maria Turnip, serta saudara-saudara saya tersayang Yohanes, Jonser, Merika, Ferdinan, dan Mawar, yang selalu memberikan motivasi. 2 Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Ibu Nuva, S.P, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah mendidik dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

3 Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr sebagai dosen penguji utama, yang telah memberikan masukan dan arahan pada ujian sidang skripsi.

4 Ibu Asti Isiqomah, SP, Msi sebagai dosen penguji wakil departemen, yang telah memberikan masukan dan arahan pada ujian sidang skripsi.

5 Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaadmaja sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah memberi arahan dan masukan selama penulis menjalani kuliah.

6 Kantor Disbudpar Kabupaten Bogor, Balai TNGHS, Kepala RT/RW, dan masyarakat Gunung Sari yang telah banyak memberikan saran dan informasi selama pengumpulan data. 7 Keluarga besar Departemen ESL FEM IPB, para dosen beserta

staf atas semua dukungan dan bantuan.

(12)

9 Rekan-rekan sebimbingan skripsi; Rifki, Iin, Rere, Pipit dan Isti yang telah bekerjasama selama masa bimbingan skripsi.

10 Sahabat terbaik; Angga, Febri, Yasmin, Nita, Abe, Dear, Gugat, Romil, Charra, Adinna, Reyna dan seluruh keluarga ESL 46. Semoga skripsi ini bermanfaat sebagai panduan penelitian dan berbagai pihak dalam mengembangkan suatu kawasan wisata.

Bogor, Februari 2014

(13)

DAFTAR ISI

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Pariwisata ... 6

2.2 Nilai Ekonomi Wisata Alam ... 7

2.3 Dampak Ekonomi Wisata ... 8

2.4 Willingness to Pay (WTP) ... 9

2.5 Penelitian Terdahulu ... 10

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

IV METODE PENELITIAN... 15

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 15

4.3 Metode Pengambilan Contoh ... 15

4.4 Metode Analisis Data ... 16

4.4.1 Analisis Persepsi Pengunjung Terhadap Curug Cigamea ... 17

4.4.2 Valuasi Ekonomi Wisata... 17

4.4.3 Analisis Dampak Ekonomi Kawasan Wisata Curug Cigamea... 23

4.4.4 Estimasi Tarif Optimum Masuk Objek Wisata Curug Cigamea... 24

V GAMBARAN UMUM ... 26

5.1 Karakteristik Objek Wisata Curug Cigamea ... 26

5.2 Karaktersitik Responden Pengunjung Curug Cigamea ... 27

5.2.1 Faktor Sosial Ekonomi (Demografi) Responden Pengunjung ... 27

5.2.2 Karakteristik Faktor Responden Pengunjung dalam Berwisata ... 28

5.3 Karakteristik Unit Usaha di Objek Wisata Curug Cigamea ... 29

5.4 Karakteristik Tenaga Kerja Lokal di Objek Wisata Curug Cigamea ... 30

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

(14)

6.1.1 Persepsi Pengunjung terhadap Kondisi Alam di Objek

Wisata Curug Cigamea ... 32

6.1.2 Persepsi Pengunjung terhadap Fasilitas di Objek Wisata Curug Cigamea ... 33

6.1.3 Harapan Responden Pengunjung terhadap Pengembangan Wisata Curug Cigamea ... 34

6.2 Nilai Ekonomi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Wisata Curug Cigamea ... 35

6.2.1 Fungsi Permintaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Wisata ... 35

6.2.2 Nilai Ekonomi Objek Wisata Curug Cigamea ... 38

6.3 Dampak Ekonomi di Objek Wisata Curug Cigamea ... 39

6.3.1 Dampak Ekonomi Langsung ... 40

6.3.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung ... 42

6.3.3 Dampak Ekonomi Lanjutan ... 44

6.3.4 Nilai Efek Pengganda ... 45

6.4 Estimasi Tarif Masuk Optimum Curug Cigamea ... 46

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 49

7.1 Simpulan ... 49

7.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Jumlah pengunjung objek wisata di GSE tahun 2011-2012 ... 2 2 Jumlah pengunjung per lokasi objek wisata di GSE tahun

2011-2012 ... 2 3 Penelitian mengenai nilai dan dampak ekonomi suatu kawasan

wisata ... 11 4 Matriks metode analisis data ... 17 5 Kategori dan indikator persepsi pengunjung terhadap kondisi

alam dan kebersihan di wisata Curug Cigamea ... 17 6 Kategori dan indikator persepsi pengunjung terhadap fasilitas

dan aksesbilitas di wisata Curug Cigamea ... 18 7 Estimasi penerimaan pengelola dari harga tiket ... 25 8 Karakteristik responden pengunjung Curug Cigamea

berdasarkan faktor sosial ekonomi (demografi) tahun 2013... 28 9 Karakteristik responden pengunjung dalam berwisata di objek

wisata Curug Cigamea ... 29 10 Karakteristik unit usaha di objek wisata Curug Cigamea tahun

2013... 30 11 Karakteristik tenaga kerja lokal di objek wisata Curug Cigamea

tahun 2013 ... 31 12 Persepsi pengunjung terhadap kondisi alam dan kebersihan di

objek wisata Curug Cigamea ... 32 13 Persepsi pengunjung terhadap fasilitas dan aksesbilitas di objek

wisata Curug Cigamea ... 33 14 Harapan responden pengunjung terhadap objek wisata Curug

Cigamea ... 34 15 Hasil regresi fungsi permintaan wisata Curug Cigamea ... 35 16 Perhitungan nilai ekonomi Curug Cigamea ... 38 17 Proporsi pengeluaran pengunjung dan kebocoran yang terjadi di

(16)

18 Proporsi rata-rata pendapatan pemilik usaha per bulan di objek wisata Curug Cigamea tahun 2013 ... 41 19 Dampak ekonomi langsung di objek wisata Curug Cigamea

pada tahun 2013 ... 41 20 Pengeluaran unit usaha di dalam kawasan wisata Curug

Cigamea tahun 2013 ... 42 21 Pengeluaran unit usaha di luar kawasan wisata Curug Cigamea

tahun 2013 ... 43 22 Dampak ekonomi tidak langsung di wisata Curug Cigamea

tahun 2013 ... 43 23 Proporsi rata-rata pengeluaran responden tenaga kerja lokal per

bulan di objek wisata Curug Cigamea tahun 2013 ... 44 24 Dampak ekonomi lanjutan di objek wisata Curug Cigamea tahun

2013 ... 45 25 Nilai efek pengganda dari pengeluaran pengunjung di objek

wisata Curug Cigamea tahun 2013 ... ...45 26 Keinginan pengunjung meningkatkan tarif masuk di objek

wisata Curug Cigamea tahun 2013 ... 47 27 Distribusi besaran WTP pengunjung terhadap tarif optimum

masuk di objek wisata Curug Cigamea ... 47 28 Penerimaan pengelola dengan tarif optimum masuk di objek

wisata Curug Cigamea tahun 2013 ... 48

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Hasil model regresi frekuensi kunjungan dengan biaya perjalanan, pendapatan total, lama pendidikan, umur, lama

mengetahui objek wisata, waktu yang dihabiskan di lokasi ... 54

2 Uji normalitas... 54

3 Uji F ... 55

4 Uji multikolinearitas ... 55

5 Uji autokorelasi ... 56

6 Uji heteroskedastisitas... 56

7 Hasil regresi frekuensi ke TNGHS dengan biaya perjalanan ... 56

8 Jumlah kunjungan responden pengunjung satu tahu terakhir ... 57

9 Rata-rata pengeluaran pengunjung per individu ... 58

10 Rata-rata pengeluaran unit usaha ... 62

11 Rata-rata pendapatan tenaga kerja lokal per bulan ... 64

12 Pengeluaran tenaga kerja lokal ... 64

13 Perhitungan efek pengganda ... 65

(18)
(19)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, baik keragaman satwa maupun tumbuhan. Kekayaan sumber daya alam tersebut perlu dijaga dan dilestarikan, dimana salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menetapkan kawasan konservasi sebagai taman nasional. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan taman nasional dikelola berdasarkan sistem zonasi, yang terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan intensif, dan zona lainnya menurut keperluan. Zona pemanfaatan merupakan zona di taman nasional yang dapat difungsikan sebagai kawasan wisata, seperti yang terdapat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

Keindahan panorama alam serta kekayaan flora dan fauna di TNGHS merupakan modal penting dalam pengembangan wisata alam. Keberadaan wisata alam di TNGHS dapat memberi dampak positif bagi masyarakat lokal, seperti adanya lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan. Dampak positif tersebut diharapkan dapat membuat masyarakat turut serta menjaga kelestarian alam sebagai penunjang keberadaan wisata alam. Hal ini dikarenakan, dampak positif tersebut akan terus dapat dirasakan masyarakat apabila wisata alam di TNGHS berjalan secara berkelanjutan dengan menjaga kelestarian sumber daya alam. Pengembangan wisata alam didukung dalam “Rencana Pengelolaan TNGHS tahun 2008 sampai dengan 2026” yang mengarahkan salah satu sasaran dan keluaran yang harus didorong adalah berkembangnya wisata alam yang memberi manfaat bagi konservasi alam dan masyarakat lokal (Suparmo et al 2008).

(20)

masuk melalui gerbang utama GSE. Besarnya jumlah kunjungan tersebut, dikhawatirkan dapat menjadi ancaman kerusakan bagi sumber daya alam dan lingkungan, sehingga perlu adanya dan pengelolaan yang tepat pada wisata alam di GSE agar sumber daya alam di TNGHS tetap terjaga.

Tabel 1 Jumlah pengunjung objek wisata di GSE tahun 2011-2012

No Bulan Jumlah Pengunjung (orang/tahun)

2011 2012

Sumber : Resort Gunung Salak II 2013

Gunung Salak Endah (GSE) memiliki beberapa jenis wisata yaitu camping ground, kawah, curug (air terjun), dan pemandian air panas. Objek-objek wisata tersebut dikelola oleh dua pihak yaitu pengelola GSE dan Disbudpar Kabupaten Bogor. Beberapa objek wisata yang dikelola oleh Disbudpar Kabupaten Bogor sampai tahun 2012 adalah Curug Ngumpet, Curug Cigamea, Curug Seribu, dan Pemandian Air Panas. Berdasarkan data Disbudpar Kabupaten Bogor (2013), objek wisata yang paling banyak dikunjungi per tahun dari tahun 2009 sampai dengan 2012 di GSE adalah Curug Cigamea. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan rata-rata jumlah pengunjung di Curug Cigamea dari tahun 2009 sampai dengan 2012 sebanyak 19 375 pengunjung per tahun.

Tabel 2 Jumlah pengunjung per lokasi objek wisata di GSE tahun 2009-2012

Tahun

Jumlah pengunjung (orang)

Curug Ngumpet Curug Cigamea Curug Seribu Pemandian Air

Panas

(21)

Jumlah kunjungan di objek wisata Curug Cigamea yang besar secara tidak langsung memberikan dampak positif maupun negatif. Dampak positif yang paling dirasakan adalah adanya peningkatan pendapatan bagi masyarakat yang membuka unit usaha di sekitar lokasi, sedangkan dampak negatif yang muncul adalah ancaman kerusakan sumber daya alam di TNGHS. Menurut Liu dalam Pitana dan Diarta (2009), carrying capacity pada pengembangan kawasan wisata merupakan kemampuan suatu kawasan wisata untuk menampung pengunjung dan kegiatan wisata. Pemanfaatan kawasan yang melebihi daya dukung fisiknya dapat menyebabkan degradasi sumber daya alam. Penelitian tentang nilai, dampak ekonomi, serta tarif masuk optimum lokasi wisata Curug Cigamea penting dilakukan untuk memberi pertimbangan bagi stakeholder dalam mengambil kebijakan pengelolaan wisata yang tetap menjaga kelestarian sumber daya alam di TNGHS.

1.2 Perumusan Masalah

Curug Cigamea merupakan salah satu objek wisata di GSE yang memiliki beragam daya tarik yang ditawarkan bagi pengunjung. Keindahan air terjun, vegetasi alam, dan udara yang masih sejuk merupakan daya tarik utama yang terdapat di lokasi wisata. Objek wisata ini merupakan salah satu alternatif wisata alam di Bogor bagi pengunjung yang senang menikmati pemandangan alam, selain kawasan puncak.

Objek wisata Curug Cigamea merupakan objek wisata yang memiliki rata-rata kunjungan terbesar di GSE (Tabel 2). Jumlah kunjungan tersebut mengalami

fluktuasi dalam empat tahun terakhir (2009-2012). Pada tahun 2011, jumlah pengunjung meningkat dalam jumlah yang besar dibanding tahun sebelumnya. Hal ini salah satunya dikarenakan terdapat program visit to Bogor pada tahun 2011, sehingga banyak pengunjung yang datang ke objek-objek wisata di Bogor termasuk ke Curug Cigamea (Disbudpar Kabupaten Bogor 2013).

(22)

lingkungan Curug Cigamea yang berfungsi sebagai wisata alam. Selain itu, jumlah pengunjung yang cukup besar juga secara tidak langsung dapat memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat lokal. Jumlah pengunjung yang besar dapat membuka peluang bagi masyarakat lokal untuk membuka unit usaha di lokasi wisata. Masyarakat lokal di sekitar lokasi wisata akan terus mendapatkan pendapatan dari unit usahanya apabila wisata alam di TNGHS dapat berkelanjutan. Keberlanjutan wisata alam tergantung kelestarian sumber daya alam. Oleh karena itu, sangat penting bagi pengelola dan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan wisata Curug Cigamea untuk menjaga kelestarian sumber daya alam di TNGHS. Perhitungan dampak ekonomi objek wisata Curug Cigamea perlu dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh pengeluaran pengunjung selama berwisata terhadap perekonomian lokal.

Jumlah pengunjung yang cukup besar di objek wisata Curug Cigamea dikhawatirkan berpotensi menimbulkan over carrying capacity dalam jangka waktu panjang. Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu kelestarian sumber daya alam yang terdapat di TNGHS. Oleh karena itu, tarif masuk optimum perlu diestimasi sebagai upaya untuk mengontrol jumlah kunjungan dan dapat berkontribusi untuk dana konservasi (Vanhove 2005). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai dan dampak ekonomi dari wisata Curug Cigamea, dimana hasilnya dapat membantu para stakeholder untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan dan pengembangan wisata alam di TNGHS. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1 Bagaimana persepsi pengunjung terhadap kawasan wisata Curug Cigamea?

2 Berapa estimasi nilai dan dampak ekonomi pengembangan kawasan wisata Curug Cigamea?

3 Berapa tarif masuk optimum kawasan wisata Curug Cigamea?

1.3 Tujuan Penelitian

(23)

1 Mengidentifikasi persepsi pengunjung terhadap kawasan wisata Curug Cigamea.

2 Mengestimasi besarnya nilai dan dampak ekonomi kawasan wisata Curug Cigamea.

3 Mengestimasi besarnya tarif masuk optimum kawasan wisata Curug Cigamea.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

(24)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pariwisata

Menurut Suwantoro (2004) pada hakikatnya berpariwisata merupakan suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Pariwisata juga merupakan salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup, serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya (Wahab 1992).

Menurut Fandeli (2000), konsep wisata berdasarkan pemanfaatannya dapat dikelompokan menjadi tiga bagian, antara lain:

1 Wisata alam (natural tourism) merupakan aktifitas wisata yang ditunjukkan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya. Kriteria suatu wilayah dalam penunjukan dan penetapan sebagai kawasan wisata alam, yaitu:

a Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam.

b Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi, potensi, dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. c Kondisi lingkungan disekitarnya mendukung upaya pengembangan

pariwisata alam.

2 Wisata budaya (cultural tourism) merupakan wisata dengan kekayaan budaya sebagai objek wisata dengan pendekatan aspek pendidikan.

3 Ekowisata (ecotourism, green tourism, atau alternative tourism) merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumber daya alam atau lingkungan dan industri kepariwisataan.

(25)

budaya, dan wisata alam. Pengelolaan dan pengembangan wisata alam di TNGHS diharapkan mampu mewujudkan kegiatan wisata alam yang dapat mempertahankan kelestarian ekosistem hutan TNGHS dan memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat. Hal ini juga perlu dilakukan melihat fungsi TNGHS sebagai salah satu kawasan konservasi in situ, artinya daerah konservasi jenis flora dan fauna yang dilakukan di habitat alaminya (Widada et al 2003).

2.2 Nilai Ekonomi Wisata Alam

Nilai ekonomi didefenisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa yang diinginkan. Hal ini sulit jika diterapkan pada barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam dan lingkungan yang tidak memiliki harga pasar seperti wisata alam. Salah satu cara yang relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi bersama berbagai disiplin ilmu adalah pemberian harga pada barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam dan lingkungan (Fauzi 2010).

Valuasi nilai ekonomi wisata alam perlu dilakukan untuk melihat nilai dari keberadaan sebuah wisata alam yang terkadang dinilai under value. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai ekonomi suatu kawasan wisata adalah Travel Cost Method (TCM). Menurut Fauzi (2010) TCM merupakan metode yang digunakan untuk mengukur nilai ekonomi sumber daya alam secara tidak langsung. Metode ini pada umumnya digunakan untuk menganalisis atau mengkaji biaya yang digunakan oleh setiap inidvidu pada saat melakukan kegiatan rekreasi di suatu daerah wisata dan mengkaji nilai yang diberikan konsumen kepada sumber daya alam dan lingkungan. Metode ini digunakan untuk menghitung seberapa besar nilai ekonomi dari wisata Curug Cigamea yang berada di kawasan TNGHS.

(26)

Menurut Turner et al. (1994), metode biaya perjalanan memiliki dua teknik pendekatan, yaitu:

1 Metode biaya perjalanan zonal, yaitu dengan membagi lokasi asal pengunjung untuk melihat jumlah populasi per zona, yang digunakan untuk mengestimasi tingkat kunjungan per seribu orang.

2 Metode biaya perjalanan individu, yaitu dengan mengukur tingkat kunjungan individu ke tempat rekreasi dan biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu tersebut. Tujuannya adalah untuk mengukur frekuensi kunjungan individu ke tempat rekreasi tersebut.

Pada prinsipnya pendekatan individual sama dengan pendekatan zonal, namun pada pendekatan ini analisis lebih didasarkan pada data primer yang diperoleh melalui survey. Oleh karena itu, metode biaya perjalanan untuk menghitung nilai tempat rekreasi menggunakan pendekatan individual lebih sering digunakan.

2.3 Dampak Ekonomi Wisata

Pariwisata merupakan kegiatan wisatawan yang secara langsung melibatkan masyarakat sehingga memberi dampak bagi masyarakat setempat (Ismayanti 2010). Salah satu dampak yang yang dihasilkan dari adanya kegiatan wisata adalah dampak ekonomi. Belanja pengunjung di daerah wisata akan meningkatkan pendapatan pada masyarakat setempat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui dampak berganda (multiflier effect) (Suwantoro 2004). Manfaat ini juga dirasakan oleh masyarakat sekitar Curug Cigamea dari keberadaan objek wisata tersebut.

(27)

jumlah pengeluaran unit usaha dan upah tenaga kerja di sekitar lokasi wisata. Dampak lanjutan adalah sejumlah pengeluaran dari beberapa tenaga kerja yang terlibat kegiatan wisata.

Pengeluaran wisatawan dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian lokal, namun terdapat sebagian pengeluaran wisatawan yang tidak berdampak pada perekonomian lokal, hal ini dinamakan kebocoran. Pada dasarnya, kebocoran terjadi karena uang tersebut dibelanjakan di luar kegiatan perekonomian daerah tujuan wisata sehingga uang tersebut tidak memberi pengaruh terhadap perekonomian daerah wisata yang dikunjungi wisatawan (Yoeti 2008).

2.4 Tarif Masuk Optimum

Tarif masuk kawasan wisata alam merupakan penerimaan yang diterima pengelola dari adanya kegiatan wisata. Peneriman tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki/mengembangkan fasilitas wisata dan menjaga kelestarian sumber daya alam yang terdapat pada wisata alam. Besarnya penerimaan dari tarif masuk tersebut dapat dioptimalkan dengan penerapan tarif masuk optimum. Tarif masuk optimum dalam penelitan ini, merupakan tarif masuk sesuai rataan kemauan pengunjung untuk meningkatkan harga tarif masuk guna membantu dana pelestarian sumber daya alam dan pengembangan fasilitas wisata. Selain itu, tarif masuk optimum juga dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mengontrol besarnya jumlah kunjungan di objek wisata. Tarif masuk optimum dapat diestimasi dengan pendekatan Willingness to Pay (WTP) pengunjung terhadap tarif masuk kawasan wisata.

(28)

Metode WTP biasanya dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada responden tentang kesediaan seseorang untuk membayar pihak lain sebagai kompensasi untuk tetap memelihara sumber daya alam tersebut (Yakin 1997). Metode WTP digunakan sebagai dasar dalam penetapan tarif masuk optimum wisata karena besarnya tarif masuk yang sebenarnya bersedia dibayarkan oleh pengunjung tidak selalu sama dengan harga tiket saat ini.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai nilai dan dampak ekonomi serta estimasi tarif masuk optimum suatu kawasan wisata telah banyak dilakukan di berbagai tempat dan waktu yang berbeda. Beberapa hasil dari penelitian tersebut dijadikan referensi pada penelitian ini. Penelitian mengenai nilai dan dampak ekonomi suatu kawasan wisata telah dilakukan oleh Wijayanti et al. (2008), Milasari (2010), dan Hakim et al. (2011), sedangkan penelitian mengenai estimasi tarif masuk optimum kawasan wisata telah dilakukan oleh Prayoga (2013).

(29)

Tabel 3 Penelitian mengenai nilai dan dampak ekonomi suatu kawasan wisata

Nilai surplus ekonomi yang diterima pengunjung di Cigamea sebesar Rp 970 206 per individu per kunjungan dan nilai ekonomi Curug Cigamea

adalah Rp 21 480 366 692. Nilai Keynesian

Dampak ekonomi langsung berupa pendapatan pemilik unit usaha sebesar 54%. Dampak tidak langsung berupa pendapatan tenaga sebesar 2%. Dampak lanjutan berupa pengeluaran tenaga kerja

sebesar 59%. Nilai Keynesian Income Multiplier

adalah 1.07, Ratio Income Multiplier Tipe 1 peluang bagi pengelola untuk menetapkan tiket optimum yang saat ini masih dianggap terlalu murah oleh pengunjung yaitu sebesar Rp 2 500.

4 Hakim et

(30)

III KERANGKA PEMIKIRAN

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi ekonomis. Gunung Salak Endah (GSE) merupakan salah satu bagian dari kawasan konservasi TNGHS yang memiliki beberapa atraksi wisata alam yang merupakan salah satu dari fungsi ekonomis yang dilakukan TNGHS. Curug Cigamea merupakan salah satu objek wisata di GSE. Kelestarian sumber daya alam di sekitar kawasan objek wisata menghasilkan udara yang sejuk dan panorama alam yang indah. Besarnya jumlah kunjungan di objek wisata Curug Cigamea berpotensi menjadi ancaman bagi kelestarian sumber daya alam dan lingkungan di TNGHS. Ancaman kelestarian sumber daya alam tersebut dapat mengurangi fungsi ekologis dari TNGHS. Oleh karena itu, sangat penting bagi pengelola dan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan wisata Curug Cigamea untuk menjaga kelestarian sumber daya alam di TNGHS.

Setiap lokasi wisata berhubungan erat dengan pengunjung tidak terkecuali Curug Cigamea, sehingga penting untuk mengetahui bagaimana persepsi pengunjung terhadap kondisi alam dan fasilitas wisata di Curug Cigamea. Persepsi pengunjung mengenai kondisi alam digunakan untuk mengetahui dampak keberadaan wisata terhadap kondisi sumber daya alam di TNGHS saat ini sudah mengalami kerusakan atau belum. Persepsi pengunjung mengenai fasilitas wisata juga perlu diketahui agar pengelola dapat meningkatkan pelayanan terhadap pengunjung tanpa merusak kelestarian sumber daya alam di TNGHS.

Setiap lokasi wisata memiliki potensi nilai ekonomi, tidak terkecuali objek wisata Curug Cigamea. Nilai ekonomi tersebut diestimasi berdasarkan pendekatan besarnya biaya perjalanan yang dikeluarkan pengunjung dalam berwisata. Biaya perjalanan yang dikeluarkan tersebut merupakan besarnya nilai yang diberikan pengunjung kepada sumber daya alam dan lingkungan di lokasi wisata (Fauzi 2010). Oleh karena itu, nilai ekonomi perlu diketahui untuk melihat seberapa besar manfaat keberadaan objek wisata Curug Cigamea di TNGHS.

(31)

peningkatan pendapatan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya pengeluaran para pengunjung selama berwisata. Adanya transaksi tersebut menimbulkan dampak pengganda bagi sektor ekonomi yang lainnya. Estimasi dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan wisata tersebut merupakan indikator penting mengenai seberapa besar wisata Curug Cigamea berdampak ekonomi bagi masyarakat lokal. Besarnya jumlah pengunjung di objek wisata Curug Cigamea dikhawatirkan akan menimbulkan over carrying capacity dalam jangka waktu panjang. Oleh karena itu, perlu diestimasi tarif masuk optimum yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengontrol jumlah pengunjung. Tarif masuk optimum diestimasi melalui pendekatan Willingness to Pay (WTP) pengunjung terhadap harga tiket masuk karena tarif masuk lokasi wisata tidak selalu sama dengan harga sebenarnya yang bersedia dibayarkan. Penerapan tarif masuk optimum tersebut juga dapat mengestimasi besarnya jumlah pengunjung dan penerimaan pengelola dengan harga tiket optimum.

(32)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Keterangan: batasan penelitian

Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Fungsi Ekologis Fungsi Ekonomi

Persepsi

Pengembangan Wisata Alam yang dapat Menjaga Kelestarian SDAL dan Memberi Dampak Ekonomi bagi Masyarakat Lokal

(33)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Curug Cigamea yang terletak di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Curug Cigamea merupakan salah satu objek wisata alam di TNGHS dengan jumlah kunjungan yang tinggi. Keberadaan objek wisata Curug Cigamea dapat mendorong masyarakat yang mendapatkan keuntungan dari wisata tersebut untuk tetap menjaga kelestarian sumber daya alam di TNGHS. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Data primer merupakan data cross section yang diperoleh dari wawancara terstruktur menggunakan kuesioner secara langsung kepada responden. Responden merupakan pengunjung, unit usaha, serta tenaga kerja lokal objek wisata Curug Cigamea. Data primer yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah persepsi responden terhadap objek wisata Curug Cigamea, pengeluaran pengunjung, pengeluaran dan pendapatan unit usaha, pengeluaran dan pendapatan tenaga kerja lokal, serta kesediaan pengunjung membayar tarif masuk optimum. Data sekunder mengenai TNGHS diperoleh dari pihak Balai TNGHS, sedangkan data sekunder mengenai objek wisata Curug Cigamea diperoleh dari Disbudpar Kabupaten Bogor. Selain itu, berbagai data pendukung diperoleh melalui skripsi terdahulu yang relevan, buku, jaringan internet, dan jurnal terkait.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

(34)

responden (Juanda 2007). Responden pengunjung dipilih dengan teknik purposive sampling, dimana pengunjung dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu keterwakilan dari aspek demografi, cara kedatangan, dan tujuan wisata. Responden pengunjung adalah responden dengan usia minimal 17 tahun agar dapat memahami pertanyaan pada kuesioner. Jumlah responden yang digunakan untuk penelitian ini ditentukan dengan rumus Slovin (Prasetyo dan Lina 2007) yaitu :

n= N/ (1+Ne²)... (1) Keterangan :

n = Jumlah responden N = Ukuran populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan contoh yang masih bisa ditolerir.

Jumlah pengunjung tahun 2012 sebesar 17 200 digunakan sebagai ukuran populasi dengan galat sebesar 10%, maka diperoleh jumlah responden pengunjung yang diambil sebanyak seratus responden.

n = N/ (1+Ne²)

= 17 200/(1+17 200 (0.1)²) = 100 responden.

Pengambilan contoh dari responden unit usaha dan tenaga kerja juga dilakukan dengan teknik purposive sampling, dimana unit usaha yang dipilih dapat mewakili setiap tipe dan karakteristik unit usaha. Responden untuk unit usaha dan tenaga kerja dipilih sebanyak 35 unit usaha dan 12 tenaga kerja di objek wisata Curug Cigamea.

4.4 Metode Analisis Data

(35)

Tabel 4 Matriks metode analisis data

No Tujuan penelitian Sumber dan data yang dibutuhkan Metode

analisis data

1 Mengetahui persepsi wisatawan

terhadap kawasan wisata Curug Cigamea

Wawancara dengan pengunjung mengenai persepsi pengunjung terhadap kawasan wisata Curug Cigamea

Analisis deskriptif

2 Mengestimasi besarnya nilai dan

dampak ekonomi kawasan wisata Curug Cigamea

Wawancara dengan pengunjung mengenai biaya perjalanan yang dikeluarkan pengunjung

Wawancara dengan unit usaha

mengenai pendapatan dan

pengeluaran unit usaha

Wawancara dengan tenaga kerja

mengenai pendapatan dan

pengeluaran tenaga kerja

Travel Cost Method

Keynesian

Multiplier

3 Mengestimasi besarnya tarif masuk

optimum kawasan wisata Curug Cigamea

Wawancara dengan pengunjung

mengenai besarnya WTP

pengunjung terhadap tarif masuk optimum

Willingness to Pay

4.4.1 Analisis Persepsi Pengunjung Terhadap Curug Cigamea

Persepsi pengunjung merupakan hal yang penting diketahui untuk lebih mengembangkan pengelolaan objek wisata. Persepsi dari pengunjung dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif. Beberapa kategori dan indikator dalam menganalisis persepsi pengunjung terhadap kondisi alam dan kebersihan di wisata Curug Cigamea dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Kategori dan indikator persepsi pengunjung terhadap kondisi alam dan kebersihan di wisata Curug Cigamea

No Kategori Indikator Keterangan

1 Keindahan Alam Baik Sedang

Pemandangan alam yang ada indah, dan menarik minat pengunjung untuk datang kembali.

Pemandangan alam yang ada biasa saja, tetapi menarik minat pengunjung untuk datang kembali.

Buruk Pemandangan alam yang tersedia biasa saja, dan

pengunjung kurang tertarik untuk kembali.

2 Kualitas udara Baik Terasa sangat segar, sangat sejuk, dan tidak berbau. Sedang

Buruk

Terasa segar, sejuk, dan tidak berbau. Kotor dan berpolusi.

3 Kualitas Air Baik Sedang Buruk

Sangat jernih, bersih, dan tidak berbau. Jernih, bersih, dan tidak berbau. Kotor, berwarna, dan berbau.

4 Kebersihan Baik Tidak terdapat sampah yang beserakan, dan semua fasilitas serta kios makanan tertata rapi.

Sedang Masih terdapat sampah yang berserakan namun

jumlahnya sedikit, dan fasilitas serta kios makanan kurang tertata rapi.

Buruk Banyak sampah yang berserakan, dan fasilitas serta

(36)

Selain persepsi pengunjung terhadap kondisi alam, persepsi pengunjung terhadap fasilitas dan aksesibilitas juga dilakukan dalam penelitian ini. Beberapa kategori dan indikator dalam menganalisis persepsi pengunjung terhadap fasilitas dan aksesibilitas di wisata Curug Cigamea dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kategori dan indikator persepsi pengunjung terhadap fasilitas dan aksebilitas di wisata Curug Cigamea

No Kategori Indikator Keterangan

1 Kondisi

fasilitas wisata

Baik Fasilitas wisata tersebut ada, jumlahnya memenuhi

kebutuhan pengunjung, dan kondisinya sangat terawat.

Sedang Fasilitas wisata tersebut ada, jumlahnya dapat memenuhi

kebutuhan pengunjung, dan kondisinya tidak terawat.

Buruk Fasilitas wisata tersebut ada, jumlahnya tidak memenuhi

kebutuhan pengunjung, dan kondisinya tidak terawat. Tidak

tersedia

Fasilitas wisata tersebut tidak ada, sehingga kebetuhan pengunjung tidak terpenuhi.

2 Aksesibilitas Baik Informasi mengenai lokasi wisata mudah diperoleh dan

kondisi jalan baik.

Sedang Informasi mengenai lokasi kawasan tersedia dan kondisi

jalan kurang baik.

Buruk Informasi mengenai lokasi kawasan tersedia dan kondisi

jalan sangat buruk.

Selain persepsi pengunjung, pengembangan objek wisata perlu memberikan perhatian khusus terhadap harapan pengunjung pada pengembangan lokasi obyek wisata. Harapan pengunjung tersebut dijadikan sebagai dasar bagi pengelola untuk meningkatkan kualitas fasilitas wisata. Identifikasi harapan pengunjung diperoleh dengan wawancara langsung pada responden pengunjung melalui kuesioner. 4.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Wisata dan Valuasi Ekonomi

Wisata

Nilai ekonomi wisata Curug Cigamea diestimasi menggunakan metode

Travel Cost Method (TCM). Menurut Fauzi (2010), nilai ekonomi kawasan wisata dapat diperoleh dengan membentuk fungsi permintaan terlebih dahulu. Fungsi permintaan diestimasi dengan pendekatan Individual Travel Cost Method (ITCM). Metode yang digunakan dalam pengelolaan data adalah metode regresi linier berganda. Adapun fungsi permintaan wisata tiap individu per tahun kunjungan adalah sebagai berikut:

(37)

Keterangan :

Y = Jumlah kali kunjungan ke Curug Cigamea (kali) X1 = Biaya perjalanan individu ke Curug Cigamea (Rp) X2 = Pendapatan total (Rp)

X3 = Lama pendidikan (tahun) X4 = Usia (tahun)

X5 = Lama mengetahui objek wisata (tahun)

X6 = Waktu yang dihabiskan di kawasan wisata (jam) e = error term

Hasil regresi tersebut dapat digunakan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh positif maupun negatif terhadap jumlah kali kunjungan ke Curug Cigamea. Hipotesis yang digunakan adalah X1 (biaya perjalanan) dan X4 (usia) berpengaruh negatif terhadap jumlah kunjungan pengunjung, sedangkan X2 (pendapatan total), X3 (lama pendidikan), X5 (lama mengetahui objek wisata), dan X6 (waktu yang dihabiskan di kawasan wisata) berpengaruh positif terhadap jumlah kunjungan pengunjung. Tanda positif dari suatu variabel menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai dari variabel tersebut akan meningkatkan jumlah kunjungan. Sebaliknya tanda negatif menunjukkan bahwa semakin meningkatnya nilai dari suatu variabel akan menurunkan jumlah kunjungan pengunjung.

Dalam regresi linier berganda perlu dilakukan uji parameter untuk mengetahui apakah fungsi permintaan tersebut layak atau tidak. Uji parameter tersebut antara lain adalah:

1 Uji R2

(38)

2 Uji Statistik F

Menurut Juanda (2009), uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan dalam model secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Uji F dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Fhitung = Keterangan:

n = Jumlah pengamatan k = Jumlah variabel bebas Hipotesis yang digunakan, yaitu: H0 : data dari sampel yang sama H1 : data dari sampel yang berbeda

dengan menggunakan kriteria keputusan sebagai berikut: Fhitung > Ftabel (k-1; n-k) maka tolak H0

Fhitung < Ftabel (k-1; n-k) maka terima H0

Jika tolak H0 maka model tersebut memiliki variabel-variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

3 Uji t

Menurut Juanda (2009), uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan satu per satu berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya variabel dependen. Uji t dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

thitung = Keterangan:

bi = nilai koefisien regresi dugaan

Sbi = simpangan baku koefisien dugaan

d = batasan yang diharapkan Hipotesis yang digunakan, yaitu:

(39)

Jika tolak H0 maka variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, sedangkan jika terima H0 maka variabel independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

4 Uji Normalitas

Menurut Gujarati (2007), uji normalitas digunakan untuk mengetahui data menyebar normal secara statistik. Model regresi linear pada uji normalitas ini harus memenuhi asumsi bahwa faktor kesalahan mempunyai nilai rata-rata sebesar nol dan dinotasikan dengan ei~ N(0, σ2).

5 Uji Multikolinearitas

Menurut Gujarati (2007), multikolinearitas merupakan hubungan linear yang sempurna diantara variabel-variabel independen. Kolinearitas seringkali terjadi pada model yang memiliki R2 yang tinggi tetapi sedikit rasio t yang signifikan. Pendeteksian multikolinearitas pada suatu model dapat diketahui dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel independen. Model memiliki masalah multikolinearitas jika nilai VIF lebih besar dari 10.

6 Uji Heterokedastisitas

Heterokedastisitas berarti varians variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Model persamaan yang diperoleh dari suatu penelitian terkadang mengalami masalah heteroskedastisitas. Konsekuensi dari heteroskedastisitas salah satunya yaitu penduga OLS tidak lagi efisien (Gujarati 2007). Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat pola titik-titik pada grafik regresi, apabila sebaran titik-titik tidak mengumpul pada satu titik maka dapat dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas.

7 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi merupakan pengujian terhadap model regresi linear untuk mendeteksi ada atau tidaknya korelasi antar nilai sisaan (error). Cara mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model dapat dilakukan uji Durbin Watson (DW) (Gujarati 2007).

(40)

rekreasi, biaya transportasi, dan biaya dokumentasi. Biaya perjalanan dapat dirumuskan sebagai berikut:

BP = TR + DC + KR + LL... (3) Keterangan :

BP = Biaya perjalanan rata-rata (Rp per orang per hari) TR = Biaya transportasi (Rp per orang per hari)

DC = Biaya dokumentasi (Rp)

KR = Biaya konsumsi selama rekreasi (Rp per orang per hari) LL = Biaya lain-lain (Rp)

Koefisien variabel biaya perjalanan diperoleh dari hasil regresi antara variabel jumlah kali kunjungan ke Curug Cigamea dengan variabel biaya perjalanan. Analisis regresi diformulasikan sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1... (4) Keterangan:

Y = Jumlah kali kunjungan ke Curug Cigamea satu tahun terakhir (kali) X1 = Biaya perjalanan individu (Rp)

Nilai surplus konsumen digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi dari wisata Curug Cigamea. Surplus konsumen diukur melalui formula sebagai berikut (Fauzi 2010):

SK =

... (5) Keterangan:

SK = Surplus konsumen (Rp per orang)

N = Jumlah kali kunjungan yang dilakukan oleh individu i (kali) b1 = Koefisien dari variabel biaya perjalanan

Nilai ekonomi wisata dari kawasan wisata Curug Cigamea merupakan total surplus konsumen pengunjung dalam suatu periode waktu. Nilai ekonomi wisata Curug Cigamea diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut:

NE = SK x TP... (6) Keterangan:

NE = Nilai ekonomi kawasan wisata dalam satu tahun (Rp)

(41)

TP = Total jumlah pengunjung dalam satu tahun (orang)

4.4.3 Analisis Dampak Ekonomi Kawasan Wisata Curug Cigamea

Pengeluaran pengunjung di lokasi wisata mengakibatkan timbulnya

multiplier effect pada perekonomian daerah tujuan wisata. Pengeluaran pengunjung tersebut akan menjadi penerimaan bagi unit usaha lokal, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Informasi yang didapat dari unit usaha, pengelola, dan pengunjung digunakan untuk memperoleh dampak langsung (direct effect), dampak tidak langsung (indirect effect), dan dampak lanjutan (induced effect).

Menurut Marine Ecoutourism for Atlantic Area (META 2001), mengukur dampak ekonomi pariwisata terhadap perekonomian masyarakat lokal terdapat dua tipe pengganda, yaitu:

1 Keynesian Local Income Multiplier merupakan nilai yang menunjukkan berapa besar pengaruh dari pengeluaran pengunjung terhadap peningkatan pendapatan masyarakat lokal.

2 Ratio Income Multiplier merupakan nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran pengunjung berdampak terhadap perekonomian lokal. Metode ini mengukur dampak tidak langsung dan dampak lanjutan (induced impact). Secara matematis dapat dirumuskan:

Keynesian Income Multiplier = ... (7)

Ratio Income Multiplier, Tipe I = ... (8)

Ratio Income Multiplier, Tipe II = ... (9) Keterangan:

E = Tambahan pengeluaran pengunjung (Rp)

(42)

4.4.4 Estimasi Tarif Optimum Masuk Objek Wisata Curug Cigamea

Tarif masuk lokasi wisata tidak selalu sama dengan harga yang sebenarnya mampu dibayarkan oleh para pengunjung untuk memperoleh kepuasan dari wisata tersebut. Tarif masuk sesuai keinginan pengunjung dapat diestimasi melalui pendekatan WTP pengunjung terhadap besar tarif masuk lokasi wisata. Langkah pertama yang dilakukan untuk memperoleh nilai WTP adalah membuat pasar hipotetik berdasar skenario sebagai berikut:

“Curug Cigamea merupakan salah satu wisata alam yang terdapat di TNGHS yang ramai dikunjungi oleh pengunjung. Keindahan air terjun dan

udara yang masih sejuk merupakan daya tarik utama yang ditawarkan bagi

para wisatawan. Oleh karena itu, pelestarian sumber daya alam dan

lingkungan (SDAL) di lokasi wisata tersebut perlu dilakukan agar

keindahan alam di Curug Cigamea tetap terjaga. Upaya pelestarian SDAL

dan pengembangan fasilitas di lokasi wisata Curug Cigamea membutuhkan

dana yang cukup besar. Peningkatan tarif masuk lokasi wisata dapat

membantu pendanaan pengembangan dan pelestarian ekosistem di objek

wisata Curug Cigamea. Dana tersebut dapat digunakan pengelola untuk

melakukan kegiatan pelestarian alam seperti penanaman pohon dan juga

dapat digunakan untuk perbaikan fasilitas wisata yang sudah rusak.”

Langkah selanjutnya adalah memperkirakan nilai dari penawaran. Nilai penawaran tersebut diperoleh dengan melakukan wawancara yang bertujuan untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP) dari pengunjung menggunakan teknik open ended question. Langkah terakhir adalah memperkirakan nilai rataan WTP menggunakan nilai rata-rata dari penjumlahan total nilai WTP dibagi dengan jumlah responden. Nilai rataan WTP diestimasi menggunakan rumus (Hanley dan Spash 1993):

EWTP =

∑ ... (10)

Keterangan:

(43)

n = Jumlah responden (orang)

i = Responden ke-i yang bersedia membayar tarif masuk lokasi wisata (i= 1,2,…,n)

Hasil estimasi rataan WTP tersebut digunakan untuk mengestimasi besarnya tarif masuk optimum. Tarif masuk optimum tersebut digunakan untuk mengestimasi jumlah kunjungan dan penerimaan pengelola saat menggunakan tarif masuk optimum. Estimasi jumlah pengunjug diperoleh dari presentase jumlah pengunjung yang bersedia membayar harga lebih dari tiket awal dikalikan dengan populasi kunjungan wisata tersebut. Estimasi penerimaan pengelola diestimasi dengan mengalikan jumlah kunjungan saat tarif optimum dikalikan dengan besarnya tiket masuk optimum. Estimasi jumlah kunjungan dan penerimaan pengelola saat tarif masuk optimum dapat dihitung sesuai Tabel 7. Tabel 7 Estimasi jumlah kunjungan dan penerimaan pengelola dari harga tiket

Harga tiket

(Rp) (a)

Jumlah kunjungan per tahun (orang)

(b)

Estimasi penerimaan pengelola Rp)

(c= a x b)

T0 JK0 P0

T1 JK1 P1

Keterangan:

T0 = Tarif awal T1 = Tarif optimum

JK0 = Jumlah kunjungan saat tarif awal JK1 = Jumlah kunjungan saat tarif optimum P0 = Penerimaan saat tarif awal

(44)

V GAMBARAN UMUM

5.1 Karakteristik Objek Wisata Curug Cigamea

Curug Cigamea terletak di kawasan Gunung Salak Endah (GSE) di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan. Pada awalnya, pengelolaan kawasan wisata Curug Cigamea dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor. Sejak tahun 2003, kawasan GSE menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) melalui SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003. Berdasarkan hasil tersebut maka semua pengelolaan wisata di kawasan GSE dikelola oleh pihak taman nasional, namun untuk sementara wisata Curug Cigamea masih dikelola oleh masyarakat sekitar.

Curug Cigamea berasal dari mata air Gunung Salak dan mengalir ke Sungai Cigamea. Kondisi air pada Curug Cigamea tergantung pada intensitas air dari hulu Sungai Cigamea. Curug Cigamea terdiri dari dua air terjun utama. Air terjun pertama yang dijumpai dari pintu masuk memiliki tebing curam menyerupai dinding dan didominasi bebatuan hitam. Kolam limpahan air yang berada dibawahnya tidak terlalu dalam dan luas sehingga tidak dapat digunakan untuk berenang. Air terjun kedua memiliki ketinggian sekitar 50 meter dengan tumpahan air yang cukup deras dibandingkan air terjun yang pertama. Kolam limpahan air yang ada di bawah air terjun kedua ini cukup luas dan dalam sehingga dapat digunakan untuk berenang (Lampiran 14).

(45)

5.2 Karaktersitik Responden Pengunjung Curug Cigamea

Karakteristik responden pengunjung dibedakan berdasarkan faktor sosial ekonomi dan faktor berwisata. Faktor sosial ekonomi (demografi) terdiri dari jenis kelamin, umur, asal daerah, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Karateristik responden pegunjung berdasarkan faktor berwisata terdiri dari frekuensi kunjungan, motivasi kunjungan, cara kedatangan, dan jenis kendaraan.

5.2.1 Faktor Sosial Ekonomi (Demografi) Responden Pengunjung

Pengunjung yang datang ke objek wisata Curug Cigamea berasal dari berbagai kota yaitu Depok, Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Sebagian besar responden pengunjung (67.0%) berasal dari luar Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa Curug Cigamea memiliki daya tarik tersendiri sehingga banyak responden pengunjung yang berasal dari luar Bogor. Apabila dilihat secara spesifikasi asal kotanya, Bogor merupakan daerah asal responden pengunjung terbesar dengan proporsi sebesar 33.0%. Rata-rata umur responden pengunjung berkisar 21 sampai dengan 30 tahun dengan proporsi sebesar 55.0% dan umur dibawah 20 tahun dengan proporsi sebesar 21.0%. Hal ini dipengaruhi kondisi lokasi wisata yang harus ditempuh dengan berjalan kaki beberapa ratus meter, sehingga diperlukan kondisi fisik prima yang umumnya dimiliki oleh pengunjung yang usianya masih muda.

(46)

Tabel 8 Karakteristik responden pengunjung Curug Cigamea berdasarkan faktor sosial ekonomi (demografi) tahun 2013

Karakteristik Jumlah (orang) Proporsi (%)

1 Jenis kelamin

Perguruan tinggi 18.0 18.0

Jumlah 100.0 100.0

5 Pekerjaan pokok

PNS 1.0 1.0

Karyawan swasta 41.0 41.0

Pelajar/mahasiswa 16.0 16.0

Wiraswasta 13.0 13.0

Buruh 1.0 1.0

Guru 7.0 7.0

Lainnya 21.0 21.0

Jumlah 100.0 100.0

6 Tingkat pendapatan (Rupiah per bulan)

< 500 000 8 8

Sumber: Hasil olahan data primer 2013

5.2.2 Karakteristik Faktor Responden Pengunjung dalam Berwisata

(47)

Tabel 9 Karakteristik responden pengunjung dalam berwisata di objek wisata Curug Cigamea tahun 2013

Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Frekuensi kunjungan (kali/tahun)

1 – 2 77.0 77.0

Sumber: Hasil olahan data primer 2013

Tabel 9 memperlihatkan sebagian besar pengunjung melakukan kunjungan sebanyak satu sampai dengan dua kali per tahun dengan proporsi sebesar 77.0%. Semua responden pengunjung mengatakan tujuan mereka datang ke objek wisata Curug Cigamea adalah rekreasi. Hal ini menunjukkan, bahwa Curug Cigamea merupakan wisata alam yang menarik bagi para pengunjung yang memiliki tujuan utama untuk melakukan rekreasi. Menurut jenis kendaraan yang digunakan, sebagian besar responden menggunakan kendaraan pribadi berupa motor atau mobil karena jarang ditemukan angkutan umum yang langsung sampai ke lokasi.

5.3 Karakteristik Unit Usaha di Objek Wisata Curug Cigamea

(48)

Proporsi terbesar lama mendirikan unit usaha adalah 4 sampai 6 tahun. Hal ini menunjukkan banyak unit usaha yang sudah lama mendirikan usahanya di sekitar lokasi wisata. Rata-rata lama membuka unit usaha setiap minggunya adalah tujuh hari. Hal ini disebabkan jumlah pengunjung yang tetap ada meskipun hari kerja. Unit usaha paling ramai dikunjungi oleh pengunjung saat libur lebaran dan tahun baru karena jumlah pengunjung yang datang ke Curug Cigamea lebih banyak. Karakteristik unit usaha dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Karakteristik unit usaha di objek wisata Curug Cigamea tahun 2013

Karakteristik Jumlah (unit) Proporsi (%)

1 Pendiri unit usaha

Masyarakat asli 21.0 60.0

Bukan masyarakat asli (pendatang) 14.0 40.0

Jumlah 35.0 100.0

2 Lama mendirikan unit usaha

1-3 tahun 10.0 28.6

4 Waktu Membuka Unit Usaha (per minggu)

2 hari 13.0 37.1

7 hari 22.0 62.9

Jumlah 35.0 100.0

Sumber: Hasil olahan data primer 2013

5.4 Karakteristik Tenaga Kerja Lokal di Objek Wisata Curug Cigamea

(49)

Tabel 11 Karakteristik tenaga kerja lokal di objek wisata Curug Cigamea tahun 2013

Karakteristik Jumlah (orang) Proporsi (%)

1 Status kependudukan

Masyarakat asli 10.0 83.3

Bukan masyarakat asli 2.0 16.7

Jumlah 12.0 100.0

2 Status pekerjaan di bidang pariwisata

Pekerjaan utama 12.0 100.0

Sumber: Hasil olahan data primer 2013

Tabel 11 memperlihatkan, semua responden menyatakan bahwa pekerjaan di objek wisata Curug Cigamea merupakan pekerjaan utama. Hal tersebut menunjukkan bahwa, keberadaan Curug Cigamea memberikan dampak positif yaitu berupa penyerapan tenaga kerja lokal untuk bekerja di objek wisata tersebut. Tingkat pendapatan setiap tenaga kerja lokal berbeda-beda sesuai dengan jenis

pekerjaan masing-masing tenaga kerja. Tingkat pendapatan kurang dari Rp 1 000 000 memiliki proporsi nilai lebih tinggi dibandingkan tingkat

(50)

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Persepsi Responden Pengunjung terhadap Objek Wisata Curug Cigamea

Persepsi pengunjung terhadap objek wisata Curug Cigamea perlu diketahui guna pengembangan kawasan wisata tersebut. Persepsi pengunjung dapat dijadikan sebagai informasi dan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam melakukan pengelolaan wisata yang diinginkan oleh pengunjung, tanpa merusak sumber daya alam di TNGHS. Persepsi pengunjung terhadap objek wisata Curug Cigamea dibedakan menjadi persepsi terhadap kondisi alam, fasilitas wisata, dan harapan pengunjung terhadap pengembangan objek wisata.

6.1.1 Persepsi Pengunjung terhadap Kondisi Alam di Objek Wisata Curug Cigamea

Persepsi responden pengunjung terhadap kondisi alam di objek wisata Curug Cigamea perlu diketahui untuk melihat dampak keberadaan wisata terhadap kondisi alam di TNGHS sampai saat ini. Tabel 12 menyajikan persepsi responden pengunjung terhadap kondisi alam di objek wisata Curug Cigamea. Tabel 12 Persepsi responden pengunjung terhadap kondisi alam di objek wisata

Curug Cigamea tahun 2013

Keterangan Proporsi (%)

Baik Sedang Buruk Total

Panorama alam 92.0 8.0 0.0 100.0

Kualitas udara 95.0 4.0 1.0 100.0

Kualitas air 95.0 3.0 2.0 100.0

Kebersihan 30.0 40.0 30.0 100.0

Sumber: Hasil olahan data primer 2013

(51)

wisata untuk tetap menjaga kebersihan sebagai penunjang dari keberlanjutan wisata Curug Cigamea.

6.1.2 Persepsi Pengunjung terhadap Fasilitas di Objek Wisata Curug Cigamea

Persepsi responden pengunjung terhadap kondisi fasilitas di objek wisata Curug Cigamea perlu diketahui agar dalam pengembangan wisata Curug Cigamea ketersediaan fasilitas dapat sesuai dengan kebutuhan pengunjung. Pembangunan fasilitas wisata tersebut tetap harus memperhatikan kelestarian sumber daya alam di TNGHS. Tabel 13 menyajikan persepsi responden pengunjung terhadap kondisi fasilitas dan aksesbilitas di objek wisata Curug Cigamea.

Tabel 13 Persepsi responden pengunjung terhadap kondisi fasilitas dan aksebilitas di objek wisata Curug Cigamea tahun 2013

Kategori

Proporsi (%)

Baik Sedang Buruk Tidak Tersedia/

Tidak Tahu

Sumber: Hasil olahan data primer 2013

(52)

penginapan di Curug Cigamea karena responden pengunjung tersebut tidak pernah menginap di Curug Cigamea. Penyewaan peralatan/jasa dinilai tidak tersedia oleh 60% responden pengunjung karena ada responden pengunjung yang tidak tahu ada penyewaan jasa berupa jasa pemotretran. Sebanyak 4% responden pengunjung menilai papan informasi tidak tersedia karena tidak melihat papan informasi yang tersedia dan sebanyak 48% menilai papan informasi yang tersedia masih buruk karena jumlahnya sedikit dan kurang terawat.

6.1.3 Harapan Responden Pengunjung terhadap Pengembangan Wisata Curug Cigamea

Harapan pengunjung Curug Cigamea perlu diperhatikan oleh pengelola sebagai salah satu informasi untuk mengambil keputusan dalam melakukan pengembangan wisata, sehingga pengelola dapat meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pengunjung. Identifikasi harapan pengunjung diperoleh dengan wawancara langsung pada responden pengunjung melalui kuesioner. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh dua harapan yang paling banyak disampaikan oleh responden pengunjung adalah peningkatan fasilitas dan kebersihan. Peningkatan fasilitas yang dimaksud adalah peningkatan jumlah toilet, tempat duduk, dan papan informasi. Responden pengunjung menilai toilet dan tempat duduk yang tersedia di Curug Cigamea masih kurang jumlahnya, sedangkan papan informasi mengenai arah menuju lokasi wisata yang tersedia jumlahnya sedikit. Responden pengunjung berharap harus adanya peningkatan kebersihan di lokasi, karena masih ada sampah yang berserakan dan jumlah tempat sampah yang tersedia masih sedikit. Data mengenai harapan responden pengunjung terhadap objek wisata Curug Cigamea dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Harapan responden pengunjung terhadap objek wisata Curug Cigamea tahun 2013

Harapan Proporsi (%)

Peningkatan fasilitas 52.5

Peningkatan kebersihan 21.3

Keamanan dari monyet 6.6

Dijaga keindahan alamnya 8.2

Perbaikan jalan 9.8

Promosi wisata 1.6

Total 100.0

(53)

Harapan lainnya dari responden yaitu perbaikan jalan, menjaga keindahan alam, promosi tempat wisata, dan peningkatan keamanan. Keamanan yang dimaksud responden dalam hal ini adalah keamanan responden dari gangguan monyet yang terkadang mengambil makanan yang dibawa oleh para pengunjung. Hal ini terjadi karena lokasi wisata Curug Cigamea memang merupakan habitat dari monyet tersebut. Responden pengunjung berharap pengelola meminimalisir gangguan yang ditimbulkan dari monyet terhadap pengunjung.

6.2 Nilai Ekonomi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Wisata Curug Cigamea

Nilai ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi minat wisata merupakan salah satu hal yang penting diketahui dari suatu kawasan wisata. Nilai ekonomi menunjukan besarnya manfaat keberadaan wisata Curug Cigamea di TNGHS, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi minat wisata digunakan untuk melihat faktor apa saja yang mempengaruhi kegiatan berwisata dari pengunjung.

6.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Wisata di Curug Cigamea

Fungsi permintaan wisata di Curug Cigamea dibentuk dengan memasukkan enam variabel bebas diduga mempengaruhi variabel terikat yaitu jumlah kali kunjungan dalam satu tahun terakhir. Variabel bebas tersebut antara lain biaya perjalanan, pendapatan total, lama pendidikan, usia, lama mengetahui lokasi wisata, dan waktu yang dihabiskan di lokasi wisata. Hasil output analisis regresi dapat dilihat pada Tabel 15 dan lebih jelas disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 15 Hasil regresi fungsi permintaan wisata Curug Cigamea

Variabel Koefisien P value VIF

Sumber: Olahan Hasil Data Primer 2013

Keterangan: Tanda a dan b menunjukkan taraf nyata koefisien regresi masing-masing variabel

(54)

Model fungsi permintaan wisata Curug Cigamea dan faktor-faktor yang mempengaruhinya diestimasi dengan menggunakan analisis regresi berganda. Fungsi permintaan wisata ke Curug Cigamea yang diperoleh dari hasil analisis regresi berganda adalah sebagai berikut:

Ln Y = - 0.759 + 0.322 lnX1– 0.066 lnX2– 0.497 lnX3– 0.232 lnX4 + 0.305 lnX5 + 0.288 lnX6

Keterangan:

Y = Jumlah kali kunjungan ke Curug Cigamea (kali) X1 = Biaya perjalanan individu ke Curug Cigamea (Rp) X2 = Pendapatan total (Rp)

X3 = Lama pendidikan (tahun) X4 = Usia (tahun)

X5 = Lama mengetahui objek wisata (tahun) X6 = Waktu yang dihabiskan di lokasi wisata (jam)

Nilai R-adj dari hasil analisis regresi berganda diperoleh sebesar 21.6%. Nilai tersebut menunjukkan sebesar 21.6% keragaman permintaan wisata dijelaskan oleh variabel bebas yang terdapat di dalam model, dan sisanya 78.4% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

Berdasarkan hasil regresi liner berganda, uji normalitas terpenuhi karena nilai Asymp.Sig (2-tailed) lebih besar dari 0.05 (taraf nyata) yaitu sebesar 0.093 (Lampiran 2). Nilai P value (0.000) lebih kecil dari α (5%), artinya semua variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel Y (Lampiran 3). Uji multikolinearitas diketahui dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Berdasarkan pengelolaan data, diperoleh nilai VIF masing-masing peubah bebas antara 1.095 sampai 1.916 (Lampiran 4) sehingga tidak terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas (Lampiran 6), diperoleh sebaran titik-titik tidak mengumpul pada satu titik maka dapat dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas. Nilai Durbin Watson yang diperoleh adalah 2.01 (Lampiran 5), dimana nilai ini berada pada selang 1.55 sampai 2.46 sehingga tidak terjadi autokorelasi.

(55)

terhadap kunjungan wisatawan yaitu biaya total, lama mengetahui lokasi wisata, dan waktu yang dihabiskan di lokasi. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi minat wisata pengunjung secara signifikan:

a Biaya perjalanan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji t, variabel biaya perjalanan berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dan memiliki pengaruh positif terhadap jumlah kunjungan individu ke Curug Cigamea dengan nilai elastisitas 0.322. Hal ini berarti apabila peningkatan biaya perjalanan sebesar 1%, maka rata-rata frekuensi kunjungan ke Curug Cigamea akan mengalami peningkatan juga sebesar 0.322% dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal karena berdasarkan data demografi sebagian besar responden pengunjung berasal dari luar Bogor (Tabel 6), sehingga responden cenderung mengeluarkan banyak biaya perjalanan. Besarnya jumlah pengunjung dari luar bogor diduga karena mereka membutuhkan wisata alam yang tidak ditemukan di daerah asal masing-masing responden pengunjung. b Lama mengetahui lokasi wisata

Variabel lama mengetahui keberadaan lokasi wisata berpengaruh signifikan terhadap jumlah kunjungan wisata ke Curug Cigamea pada taraf nyata 1% diperoleh berdasarkan uji t dan memiliki nilai elastisitas 0.305. Hal ini sesuai hipotesis awal dan memiliki arti apabila terjadi peningkatan lama mengetahui lokasi wisata sebesar 1%, maka rata-rata frekuensi kunjungan ke Curug Cigamea akan mengalami peningkatan sebesar 0.305% dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus). Hal ini menunjukkan semakin lama pengunjung mengetahui lokasi wisata semakin sering mereka mengunjungi lokasi wisata Curug Cigamea.

c Waktu yang dihabiskan di lokasi

Gambar

Tabel 1 Jumlah pengunjung objek wisata di GSE tahun 2011-2012
Tabel 3 Penelitian mengenai nilai dan dampak ekonomi suatu kawasan wisata
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 4 Matriks metode analisis data
+7

Referensi

Dokumen terkait

The presented data consisted Pre Test (Students Pre Test Score, Frequency Distribution, Mean, Median, Modus, Standard Deviation, Standard Error of Pre Test),Post Test

[r]

Gold nanoparticles can not inhibit the activity of a test bacterium Staphylococcus aureus, Escherichia coli , and Bacillus subtilis so that differences in the concentration

dapat mengajukan sanggahan secara tertulis kepada Panitia Pengadaan BaranglJasa Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Wonosobo pada jam kerja. Batas waktu sanggahan selama

berfungsi mendetektsi jika ada sampah yang masuk dan mengukur ketinggian sampah, rangkaian speker akan mengeluarkan suara ucapan terima kasih jika sensor

3. Peneliti memberikan tes karakteristik kemampuan berpikir lntuitif kepada siswa gaya tipe juding. Peneliti memberi kesempatan kepada subjek untuk menyelesaikan lembar