• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANFAAT EKONOMI SERTA POTENSI BAHAYA DAN RISIKO KEGIATAN WISATA ALAM DI CURUG CIGAMEA, TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK, KABUPATEN BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANFAAT EKONOMI SERTA POTENSI BAHAYA DAN RISIKO KEGIATAN WISATA ALAM DI CURUG CIGAMEA, TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK, KABUPATEN BOGOR"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

MANFAAT EKONOMI SERTA POTENSI BAHAYA DAN RISIKO

KEGIATAN WISATA ALAM DI CURUG CIGAMEA,

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK,

KABUPATEN BOGOR

DWI AJENG NIRMALA URISS

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manfaat Ekonomi serta Potensi Bahaya dan Risiko Kegiatan Wisata Alam di Curug Cigamea, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Dwi Ajeng Nirmala Uriss

(4)
(5)

ABSTRAK

DWI AJENG NIRMALA URISS. Manfaat Ekonomi serta Potensi Bahaya dan Risiko Kegiatan Wisata Alam di Curug Cigamea, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan NUVA. Curug Cigamea merupakan salah satu objek wisata yang berada di kawasan Gunung Salak Endah (GSE), Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Kegiatan wisata alam di Curug Cigamea tersebut dapat menimbulkan dampak positif dan negatif, yaitu terdapatnya potensi manfaat ekonomi dan juga beragam potensi bahaya dan risiko pada kegiatan wisata alam. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: (1) Mengestimasi nilai manfaat ekonomi dari kegiatan wisata alam di Curug Cigamea; (2) Mengidentifikasi potensi bahaya dan resiko (tourism hazards) dari kegiatan wisata alam di Curug Cigamea; (3) Mengidentifikasi stakeholder dan menganalisis tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam pengelolaan kegiatan wisata alam di Curug Cigamea yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan mengurangi potensi bahaya dan risiko (tourism hazards). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan, analisis deskriptif kuantitatif, dan analisis stakeholder. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Manfaat ekonomi dari kegiatan wisata alam Curug Cigamea lebih besar dirasakan oleh pelaku usaha dan tenaga kerja regular dari pada occasional dilihat dari nilai share pendapatan wisata dan nilai covering terhadap pengeluaran rumah tangga; (2) Potensi bahaya dan risiko tertinggi pada kegiatan wisata alam di Curug Cigamea terjadi pada musim hujan, di mana pada saat itu juga sedang terjadi peak season; (3) Stakeholder yang berperan sebagai subjek (kuadran I) adalah rescue dan pelaku usaha; sebagai pemain (kuadran II) adalah Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS), Resort II Gunung Salak Endah, Koperasi, Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI); sebagai penonton (kuadran III) adalah Desa Gunung Sari; sedangkan sebagai aktor (kuadran IV) tidak ada. Berdasarkan kondisi tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder yang ada saat ini, pengelolaan di Curug Cigamea masih dapat dikatakan belum efektif, karena walaupun manfaat ekonomi dari kegiatan wisata sudah dapat dirasakan oleh beberapa stakeholder, namun potensi bahaya dan resiko (tourism hazards) masih belum dapat diminimalisir. Kata kunci: Aktor grid, analisis stakeholder, bahaya dan risiko, curug cigamea,

(6)

ABSTRACT

DWI AJENG NIRMALA URISS. Economic Benefits and Tourism Hazards Analysis of Natural Tourism in Cigamea Waterfall, Mount Halimun Salak National Park, Bogor District. Supervised by METI EKAYANI dan NUVA.

Cigamea Waterfall is one of tourism attractions at Mount Halimun Salak National Park (TNGHS). Tourism activities in Cigamea Waterfall cause positive and negative impacts. The positive impacts are job opportunities and income generating for the local society. On the other side, the negative impacts can be seen from potential hazards and risks (tourism hazards). Therefore, the objectives of study are: (1) To estimate economic benefits of natural tourism activities in Cigamea Waterfall; (2) To identify potential hazards and risks (tourism hazards) of natural tourism activities in Cigamea Waterfall; and (3) To identify stakeholders and the degree of their interest and influence for natural tourism management in Cigamea Waterfall. The methods used in this study are income analysis, descriptive quantitative analysis, and stakeholder analysis. The results of this study show that: (1) The economic benefits of natural tourism activities in Cigamea Waterfall are higher for regular entrepreneur and local workers than for occasional one. It is showed by the value of tourism income share and the covering of household expenses; (2) The highest natural tourism activities hazards and risks in Cigamea Waterfall occur during the rainy season where it is also a peak season time; and (3) Stakeholders who have a role as a subject (quadrant I) is the rescue and entrepreneur; as a player (quadrant II) is Mount Halimun Salak National Park (BTNGHS), Resort II Mount Salak Endah, Cooperative, Legion Veterans of the Republic of Indonesia (LVRI); as a crowd (quadrant III) is the Village of Gunung Sari; and as an actor (quadrant IV) does not exist. Tourism management in Cigamea Waterfall is still not effective which can be seen from the condition of the degree of interest and influence stakeholders. It is because the economic benefits of tourism that have been achieved by most of stakeholders are not followed by reducing of potential hazards and risks (tourism hazards).

Keywords: Actor grid, cigamea waterfall, economic benefits, stakeholder analysis, TNGHS, tourism hazards

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

MANFAAT EKONOMI SERTA POTENSI BAHAYA DAN RISIKO

KEGIATAN WISATA ALAM DI CURUG CIGAMEA,

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK,

KABUPATEN BOGOR

DWI AJENG NIRMALA URISS

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 sampai Agustus 2015 ini ialah manfaat ekonomi, dengan judul Manfaat Ekonomi serta Potensi Bahaya dan Risiko Kegiatan Wisata Alam di Curug Cigamea, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Bogor.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak Ismunandar dan Ibu Urip Rahmani, serta saudara kandung kakak Maulana Abdullah Mustiko Uriss, SE dan adik Nurul Annisa Puspita Uriss, Kemal Maulana Ibrahim Uriss, dan Alya Indriyani Kurnia Uriss yang selalu memberikan doa dan motivasi.

2. Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Ibu Nuva, S.P, M.Sc selaku dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II, yang telah mendidik dan mengarahkan penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

3. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr dan Ibu Dina Lianita S, S.Si, M.Si selaku selaku dosen penguji utama dan perwakilan departemen.

4. Keluarga besar Departemen ESL FEM IPB, para dosen beserta staf atas semua bantuan dan dukungannya.

5. Pegawai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Resort II Gunung Salak, dan Desa Gunung Sari yang telah memberikan informasi selama pengumpulan data.

6. Masyarakat Desa Gunung Sari, pemilik unit usaha, serta tenaga kerja lokal di Curug Cigamea yang telah memberikan bantuan, saran, dan informasi selama pengumpulan data.

7. Teman-teman tersayang yaitu Intan, Uly, Liska, Caca, Ade, Nita, Susilo, Lutfhi, Aji, Azwar, dan Ikhsan yang telah membantu dan memberikan dukungan.

8. Teman-teman satu bimbingan yaitu Annisa, Dimas, Ayu, Wildan,Widy, Sefi, Didah, dan Adit atas segala bantuan dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi berbagai pihak sebagai panduan penelitian dan berbagai pihak dalam mengembangkan suatu kawasan wisata.

Bogor, Agustus 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

1. PENDAHULUAN ... 1 1.1.Latar Belakang ... 1 1.2.Perumusan Masalah... 3 1.3.Tujuan Penelitian... 5 1.4.Ruang Lingkup ... 5 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7 2.1. Taman Nasional... 7 2.2. Wisata Alam ... 8

2.3. Manfaat Ekonomi Wisata ... 9

2.4 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga ... 10

2.5. Potensi Bahaya dan Risiko (Tourism Hazards) ... 11

2.6. Analisis Stakeholder ... 12

2.7. Penelitian Terdahulu ... 12

3. KERANGKA PEMIKIRAN ... 15

4. METODOLOGI PENELITIAN ... 17

4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian... 17

4.2.Jenis dan Sumber Data ... 17

4.3.Metode Penentuan Responden dan Pengumpulan Data ... 17

4.4.Metode Pengolahan dan Analisis Data... 18

4.4.1. Analisis Pendapatan ... 19

4.4.2. Analisis Deskriptif Kuantitatif ... 20

4.4.3. Analisis Stakeholder ... 21

5. GAMBARAN UMUM ... 25

5.1. Karakteristik Objek Wisata Curug Cigamea ... 25

5.2. Karakteristik Responden Pengunjung di Curug Cigamea ... 26

5.2.1. Faktor Demografi Responden Pengunjung ... 26

5.2.2. Karakteristik Pengunjung dalam Berwisata ... 27

5.3. Karakteristik Responden Pelaku Usaha di Curug Cigamea ... 28

5.3.1. Faktor Demografi Responden Pelaku Usaha di Curug Cigamea ... 29

5.3.2. Karakteristik Unit Usaha di Curug Cigamea ... 30

5.4. Karakteristik Responden Tenaga Kerja di Curug Cigamea ... 31

5.4.1. Faktor Demografi Responden Tenaga Kerja di Curug Cigamea ... 32

5.4.2. Karakteristik Tenaga Kerja di Sektor Wisata ... 33

5.5. Karakteristik Responden Stakeholder ... 34

6. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

6.1. Manfaat Ekonomi Curug Cigamea ... 35

6.1.1. Share Pendapatan Wisata terhadap Total Pendapatan ... 37 6.1.2. Covering Pengapatan Wisata terhadap Pengeluaran Rumah Tangga 39

(14)

6.2. Potensi Bahaya dan Risiko Kegiatan Wisata Curug Cigamea ... 41

6.2.1. Identifikasi Potensi Bahaya dan Risiko pada Kegiatan Wisata Curug Cigamea ... 42

6.2.2. Identifikasi Pola Kejadian Bahaya dan Risiko pada Kegiatan Wisata Curug Cigamea ... 45

6.2.2. Identifikasi Penyebab, Dampak, dan Solusi Potensi Bahaya dan Risiko pada Kegiatan Wisata Curug Cigamea ... 46

6.3. Analisis Stakeholder pada Kegiatan Wisata Curug Cigamea ... 49

6.3.1. Identifikasi Stakeholder pada Kegiatan Wisata Curug Cigamea ... 49

6.3.2. Klasifikasi ... 50

6.3.2.1. Subjek ... 53

6.3.2.2. Pemain ... 53

6.3.2.3. Penonton ... 55

6.3.2.4. Aktor ... 55

6.3.3. Kondisi Pemetaan Stakeholder Terkait Manfaat Ekonomi serta Potensi Bahaya dan Resiko Kegiatan Wisata Curug Cigamea ... 56

7. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

7.1. Kesimpulan ... 59

7.2. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 63

(15)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1.1. Ranking devisa di Indonesia tahun 2010-2014 (juta US$) ... 1

2.1. Matriks penelitian terdahulu ... 13

4.1. Matriks metode analisis data ... 18

4.2. Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan stakeholder ... 21

5.1. Karakteristik responden pengunjung di Curug Cigamea berdasarkan faktor demografi pada Tahun 2015 ... 27

5.2. Karakteristik responden pengunjung dalam berwisata di Curug Cigamea berdasarkan faktor demografi pada Tahun 2015 ... 28

5.3. Karakteristik responden pelaku usaha di Curug Cigamea berdasarkan faktor demografi pada Tahun 2015 ... 29

5.4. Karakteristik pelaku usaha di Curug Cigamea Tahun 2015 ... 30

5.5. Karakteristik responden tenaga kerja di Curug Cigamea berdasarkan faktor demografi pada Tahun 2015 ... 32

5.6. Karakteristik tenaga kerja di Curug Cigamea Tahun 2015 ... 33

5.7. Responden stakeholder di Curug Cigamea Tahun 2015 ... 34

6.1. Dampak kegiatan wisata di Curug Cigamea bagi masyarakat sekitar Tahun 2015 ... 35

6.2. Jumlah pelaku usaha dan tenaga kerja regular dan occasional di Curug Cigamea Tahun 2015 ... 36

6.3. Tabel share pendapatan wisata di Curug Cigamea Tahun 2015 ... 37

6.4. Tabel covering pendapatan wisata di Curug Cigamea Tahun 2015 ... 40

6.5. Potensi bahaya dan risiko di Curug Cigamea berdasarkan pendapat responden Tahun 2015... 42

6.6. Pola terjadinya potensi bahaya dan risiko pada kegiatan wisata di Curug Cigamea ... 45

6.7. Identifikasi penyebab, dampak, dan solusi potensi bahaya dan risiko pada kegiatan wisata di Curug Cigamea ... 46

6.8. Responden stakeholder pada kegiatan wisata di Curug Cigamea Tahun 2015 ... 49

6.9. Hasil perhitungan nilai tingkat kepentingan stakeholder di Curug Cigamea Tahun 2015 ... 51

6.10. Hasil perhitungan nilai tingkat pengaruh stakeholder di Curug Cigamea Tahun 2015 ... 51

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1.1. Rata-rata kunjungan per lokasi objek wisata di kawasan GSE tahun

2010-2016 ... 3

3.1. Kerangka pemikiran penelitian ... 16

4.1. Matriks actor grid ... 22

5.1. Air terjun di Curug Cigamea ... 25

6.1. Identifikasi penyebab, dampak, dan solusi potensi bahaya dan risiko pada kegiatan wisata di Curug Cigamea ... 48

6.2. Pemetaan stakeholder dalam pengelolaan kegiatan wisata di Curug Cigamea... 52

DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Kuesioner manfaat ekonomi untuk pelaku usaha dan tenaga kerja ... 65

2. Kuesioner potensi bahaya dan resiko (tourism hazards) untuk pelaku usaha dan tenaga kerja ... 70

3. Kuesioner potensi bahaya dan resiko (tourism hazards) untuk pengunjung ... 73

4. Kuesioner Analisis Stakeholder ... 76

5. Penerimaan Pelaku Usaha di Curug Cigamea ... 84

6. Penerimaan Tenaga Kerja di Curug Cigamea ... 86

7. Pengeluaran Usaha di Curug Cigamea ... 87

8. Pengeluaran Rumah Tangga Pelaku Usaha di Curug Cigamea ... 90

9. Pengeluaran Rumah Tangga Tenaga Kerja di Curug Cigamea ... 93

10. Pendapatan Pelaku Usaha di Curug Cigamea ... 95

11. Pendapatan Tenaga Kerja di Curug Cigamea ... 98

(17)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Adanya kegiatan pariwisata di Indonesia dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja, mendorong pembangunan daerah, dan memberikan kontribusi dalam penerimaan devisa negara. Berdasarkan data Kementerian Pariwisata (2016), sektor pariwisata masuk ke dalam lima besar ranking devisa negara pada tahun 2010-2014.

Tabel 1.1 Ranking devisa di Indonesia tahun 2010-2014 (juta US$)

No. Jenis Komoditas Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 1. Minyak dan gas

bumi 28.039,60 41.477,10 36.977,00 32.633,20 30.318,80 2. Batu bara 18.499,30 27.221,80 26.166,30 24.501,40 20.819,30 3. Minyak kelapa sawit 13.468,97 17.261,30 18.845,00 15.839,10 17.464,90 4. Pariwisata 7.603,45 8.554,39 9.120,85 10.054,15 11.166,13 5. Pakaian jadi 6.598,11 7.801,50 7.304,70 7.501,00 7.450,90 6. Karet olahan 9.314,97 14.258,20 10.394,50 9.316,60 7.021,70 7. Alat listrik 6.337,50 7.364,30 6.481,90 6.418,60 6.259,10 8. Tekstil 4.721,77 5.563,30 5.278,10 5.293,60 5.379,70 9. Kertas dan barang

dari kertas 4.241,79 4.214,40 3.972,00 3.802,20 3.780,00 10. Makanan olahan 3.620,86 4.802,10 5.135,60 5.434,80 6.486,80 11. Kayu Olahan

2.870,49 3.288,90 3.337,70 3.514,50 3.914,10 13. Bahan Kimia 3.381,85 4.630,00 3.636,30 3.501,60 3.853,70

Sumber : Kementerian Pariwisata (2016)

Pada Tabel 1.1 di atas, dapat dilihat bahwa sektor pariwisata selalu berada dalam peringkat lima besar ranking devisa selama periode 2010 hingga 2014. Berbeda dengan sektor-sektor lainnya, nilai devisa sektor pariwisata selalu mengalami peningkatan dari tahun 2010 hingga tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian negara Indonesia.

Sektor pariwisata yang ada di Indonesia terdiri dari beragam jenis wisata, salah satunya adalah wisata alam. Pada saat ini, wisata alam di Indonesia sedang banyak diminati oleh wisatawan (Purnamasari et al, 2005). Selain karena minat terhadap wisata alam yang tinggi, wisata alam di Indonesia juga diminati karena Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Salah satu kekayaan alam

(18)

yang dimiliki Indonesia adalah hutan. Pada sumber daya hutan terdapat beragam flora, fauna, serta keindahan alam yang dapat dimanfaatkan, salah satunya untuk kegiatan wisata.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan hutan dijelaskan bahwa kawasan hutan memiliki fungsi pokok sebagai hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Kawasan hutan konservasi meliputi kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan taman buru. Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa, sedangkan kawasan pelestarian alam terdiri dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Selain dimanfaatkan untuk kawasan konservasi, kawasan pelestarian alam dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata, yaitu yang berada pada zona pemanfaatan.

Pengertian taman nasional berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Salah satu taman nasional yang berada di Pulau Jawa adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terletak di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Lebak. Pada tahun 2003, kawasan TNGHS ini mengalami perluasan wilayah berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003. Kawasan Gunung Salak Endah (GSE) yang berada di wilayah Kabupaten Bogor, termasuk ke dalam perluasan areal kawasan TNGHS berdasarkan surat keputusan tersebut.

Pembagian zonasi taman nasional yang ada di kawasan GSE salah satunya adalah zona pemanfaatan yang dapat digunakan untuk pariwisata alam. Di dalam kawasan GSE terdapat banyak objek wisata alam, antara lain Camping Ground

Gunung Bunder, Curug Cihurang, Pendakian Kawah Ratu, Curug Ngumpet, Curug Seribu, Curug Cigamea, dan Pemandian Air Panas. Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor dalam Sinaga (2014), jumlah kunjungan di Curug Cigamea merupakan yang tertinggi jika dibandingan objek wisata lain di kawasan GSE, yaitu sebanyak 19.375 pengunjung per tahun.

(19)

Sumber : Disbudpar Kabupaten Bogor (2013) dalam Sinaga (2014)

Gambar 1.1 Rata-rata kunjungan per lokasi objek wisata di kawasan GSE tahun 2009-2012

Jumlah kunjungan di Curug Cigamea yang besar ini diperkirakan dapat memberikan dampak yang positif dan juga dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan wisata di Curug Cigamea di antaranya adalah adanya potensi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar, berupa peningkatan pendapatan dengan tersedianya lapangan pekerjaan. Dampak negatif dari kegiatan wisata di Curug Cigamea salah satunya adalah terdapatnya potensi bahaya dan risiko (tourism hazards) yang terjadi. Menurut AICST (2006), potensi bahaya di kawasan wisata dapat berupa gempa bumi, erupsi gunung berapi, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi risiko pada kegiatan wisata dapat berupa kerusakan bangunan dan kematian. Penelitian mengenai manfaat ekonomi dan identifikasi potensi bahaya di Curug Cigamea penting dilakukan sebagai pertimbangan bagi stakeholder

terkait dalam mengelola kegiatan wisata di Curug Cigamea agar lebih baik lagi. 1.2 Perumusan Masalah

Curug Cigamea merupakan salah satu objek wisata alam yang berada di dalam kawasan Gunung Salak Endah (GSE), Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Objek wisata Curug Cigamea merupakan objek yang paling ramai dikunjungi oleh wisatawan, terutama pada hari-hari libur jika dibandingkan dengan objek-objek wisata lain di kawasan GSE. Ramainya wisatawan di objek wisata Curug Cigamea menjadi daya tarik bagi masyarakat lokal maupun pendatang untuk mendirikan unit usaha dan bekerja di objek wisata Curug Cigamea. Hal ini membuat keberadaan objek wisata Curug Cigamea diperkirakan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian masyarakat di sekitarnya. 8,206 19,375 7,297 17,329 0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000

Curug Ngumpet Curug Cigamea Curug Seribu Pemandian Air Panas

(20)

Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa terdapat manfaat ekonomi berupa manfaat langsung, tidak langsung, dan lanjutan, serta multiplier effect dari kegiatan wisata bagi masyarakat sekitar Curug Cigamea (Sinaga, 2014; Ekayani et al, 2014). Manfaat ekonomi ini perlu dikaji lebih lanjut apakah memberikan kontribusi bagi pendapatan rumah tangga masyarakat serta dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Kegiatan wisata di Curug Cigamea yang terbukti memberikan manfaat ekonomi ini perlu dikelola secara tepat, mengingat Curug Cigamea berada di dalam kawasan TNGHS. Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, pemerintah yang dalam hal ini adalah Balai TNGHS, dapat mengikutsertakan dan memberikan hak pengusahaan kegiatan wisata di zona pemanfaatan taman nasional kepada masyarakat. Pernyataan dalam undang-undang ini menunjukkan bahwa kegiatan wisata di Curug Cigamea dapat dikelola oleh masyarakat sekitar, namun tetap dalam aturan yang diberikan oleh pihak Balai TNGHS. Jika Curug Cigamea yang berada di dalam kawasan TNGHS hanya dikelola oleh masyarakat tanpa ada keterlibatan Balai TNGHS, maka dikhawatirkan akan terjadi kesalahan pengelolaan yang berakibat pada kerusakan sumber daya alam karena umumnya masyarakat hanya mengedepankan manfaat ekonomi dari pada manfaat ekologi.

Kegiatan wisata alam di Curug Cigamea memiliki ketergantungan yang tinggi pada kelestarian sumber daya alam, khususnya pada kelestarian hutan dan air. Kelestarian hutan dan air terjun merupakan daya tarik yang ditawarkan dari kegiatan wisata alam di Curug Cigamea, namun di sisi lain daya tarik tersebut juga memiliki potensi bahaya dan risiko (tourism hazards). Pengelolaan Curug Cigamea yang kurang tepat dapat memperbesar adanya potensi bahaya dan risiko yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keberlanjutan kegiatan wisata dan berimplikasi pada manfaat ekonomi bagi masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi potensi bahaya dan risiko serta identifikasi stakeholder

terkait pengelolaan wisata alam Curug Cigamea.

Berdasarkan pemaparan di atas, pertanyaan penelitian yang akan dikaji sebagai berikut :

1. Berapa besar nilai manfaat ekonomi dari kegiatan wisata di Curug Cigamea bagi masyarakat?

(21)

2. Apa saja bentuk potensi bahaya dan risiko (tourism hazards) dari kegiatan wisata alam di Curug Cigamea?

3. Siapa saja stakeholder yang terkait dan bagaimana tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam pengelolaan wisata alam di Curug Cigamea yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan mengurangi potensi bahaya dan risiko (tourism hazards)?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengkaji pengelolaan wisata alam yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan mengurangi potensi bahaya dan risiko pada kegiatan wisata alam di Curug Cigamea. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengestimasi nilai manfaat ekonomi dari kegiatan wisata di Curug Cigamea bagi masyarakat.

2. Mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko (tourism hazards) dari kegiatan wisata alam di Curug Cigamea.

3. Mengidentifikasi stakeholder dan menganalisis tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam pengelolaan kegiatan wisata di Curug Cigamea yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan mengurangi potensi bahaya dan risiko (tourism hazards).

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di Curug Cigamea yang berada di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Manfaat ekonomi yang dibahas adalah manfaat ekonomi langsung dari adanya kegiatan wisata alam di Curug Cigamea, yaitu fokus pada kontribusi pendapatan wisata para pelaku usaha dan tenaga kerja di Curug Cigamea. Potensi bahaya dan risiko (tourism hazards) yang dibahas dalam penelitian hanya melihat bentuk bahaya dan resiko yang sudah dan mungkin akan terjadi di objek wisata Curug Cigamea. Analisis

stakeholder yang dilakukan pada penelitian ini hanya melihat tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder dalam pengelolaan objek wisata Curug Cigamea.

(22)
(23)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taman Nasional

Pengertian taman nasional menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Kawasan taman nasional yang dikelola berdasarkan sistem zonasi ini terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona lainnya sesuai dengan keperluan yang ada. Kegiatan wisata merupakan salah satu kegiatan yang diperbolehkan di dalam zona pemanfaatan taman nasional. Di dalam zona pemanfaatan taman nasional tersebut juga diperbolehkan adanya pembangunan sarana prasarana yang menunjang kegiatan wisata, serta diperbolehkan adanya keikutsertaan masyarakat sekitar dalam kegiatan wisata.

Pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 56 Tahun 2006 tentang pedoman zonasi taman nasional, disebutkan bahwa pembagian zona di dalam kawasan taman nasional dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Adapun zona-zona yang terdapat di dalam kawasan taman nasional adalah sebagai berikut:

1. Zona inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota ataupun fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas;

2. Zona rimba adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan;

3. Zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi, dan potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi atau jasa lingkungan lainnya;

4. Zona khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana

(24)

penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi, dan listrik; dan

5. Zona-zona lainnya yaitu lain zona tradisional, zona rehabilitasi, serta zona religi, budaya, dan sejarah.

2.2 Wisata Alam

Definisi pariwisata berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisatan adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Adapun pengertian wisata adalah suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangan waktu sementara.

Menurut Yoeti (2010), daya tarik wisata dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu:

1. Natural Attractions. Daya tarik wisata ini bersifat alamiah dan dapat dinikmati secara bebas, contohnya adalah pantai, laut, pegunungan, kebun raya, taman nasional, dan air terjun;

2. Build Attractions. Daya tarik wisata ini berupa bangunan arsitektur yang umumnya menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan, seperti bangunan-bangunan dengan arsitektur kuno, jembatan, rumah-rumah ibadah (gereja, masjid, wihara, kuil, dan pura), dan lain-lain;

3. Cultural Attractions. Daya tarik wisata ini berupa peninggalan-peninggalan lama yang bersifat sejarah, seperti candi, museum, dan bangunan bekas kerajaan; dan

4. Traditional Attractions. Daya tarik wisata ini merupakan ciri khas suatu wilayah, contohnya adalah festival kesenian, adat istiadat, dan tata cara hidup suatu etnis.

Pengertian pariwisata menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan

(25)

dengan wisata alam, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Adapun pengertian wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam, di taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Pada kegiatan wisata alam ada bentuk interaksi yang dilakukan oleh pengunjung terhadap objek wisata, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk interaksi secara langsung ini antara lain seperti arum jeram, panjat tebing, berenang, dan selancar. Sedangkan bentuk interaksi secara tidak langsung antara lain bird watching dan melihat pemandangan alam.

Berdasarkan pemaparan di atas, Curug Cigamea yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu objek wisata dengan daya tarik natural attractions. Adapun bentuk interaksi dalam kegiatan wisata alam di Curug Cigamea ini adalah bentuk interaksi secara langsung dan tidak langsung. Hal ini dikarenakan wisatawan di objek wisata Curug Cigamea dapat melakukan kegiatan wisata berupa berenang di kolam air terjun dan dapat melihat pemandangan alam yang ada di Curug Cigamea.

2.3 Manfaat Ekonomi Wisata

Suatu kawasan wisata dapat memberikan manfaat bagi lingkungan di sekitarnya, terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan wisata. Manfaat merupakan tambahan bagian yang dirasakan oleh seseorang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung (direct benefit) adalah manfaat yang dirasakan secara nyata dan langsung dari kegiatan wisata, seperti tersedianya lapangan pekerjaan, baik sebagai pelaku usaha maupun tenaga kerja di lokasi wisata. Manfaat tidak langsung (indirect benefit) adalah manfaat yang tidak dirasakan secara langsung, dan dilihat dari sektor yang mendukung berjalannya kegiatan wisata, antara lain sektor penyediaan bahan bakubagi para pelaku usaha dan sektor transportasi.

Pariwisata dapat memberikan dampak positif salah satunya berupa manfaat ekonomi baik secara mikro maupun makro. Menurut Yoeti (2008), manfaat ekonomi yang merupakan dampak positif dari adanya kegiatan pariwisata adalah menciptakan kesempatan berusaha dan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat

(26)

meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah, serta meningkatkan pendapatan nasional. Selain itu, sektor pariwisata juga dapat mendorong adanya peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainya, serta dapat memperkuat neraca pembayaran.

Dalam mengkaji manfaat ekonomi wisata bagi rumah tangga, perlu dilihat besarnya kontribusi pendapatan dari sektor wisata terhadap total pendapatan rumah tangga. Pendapatan tersebut dapat dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui berapa besar proporsi pendapatan suatu usaha tertentu terhadap pendapatan total rumah tangga, serta untuk mengetahui apakah pendapatan dari sektor wisata tersebut dapat memberikan sumbangan bagi kehidupan rumah tangga yang layak (Hidayat, 2001).

2.4 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

Rumah tangga merupakan komunitas terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama serta mengurus kebutuhan sehari-hari secara bersamaan. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari rumah tangga, maka seluruh anggota rumah tangga akan bekerja agar memiliki pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat diketahui dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan yang dihasilkan oleh anggota keluarga yang berasal dari berbagai sumber pendapatan.

Berdasarkan jenisnya, sumber pendapatan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pendapatan utama dan pendapatan sampingan. Pendapatan utama merupakan sumber penghasilan terbesar di dalam rumah tangga yang dapat menunjang kebutuhan hidup rumah tangga tersebut. Menurut Soehadji (1995) dalam Soetanto (2002), suatu pendapatan dari kegiatan usaha dapat dikatakan sebagai usaha pokok jika kegiatan usaha mendatangkan proporsi pendapatan antara 70,00%-100,00%, cabang usaha jika usaha mendatangkan proporsi pendapatan antara 30,00%-70,00%, dan dikatakan sebagai usaha sambilan jika kegiatan usaha tersebut mendatangkan proporsi pendapatan di bawah 30,00%. Menurut Sundari et al (2012), pendapatan usaha dapat dikategorikan sebagai berikut:

(27)

1. Jika kontribusi pendapatan usaha <25,00% pendapatan rumah pelaku wisata, maka dikategorikan sangat rendah;

2. Jika kontribusi pendapatan usaha 25,00%-49,00% pendapatan rumah tangga pelaku wisata, maka dikategorikan rendah;

3. Jika kontribusi pendapatan usaha 50,00%-75,00% pendapatan rumah tangga pelaku wisata, maka dikategorikan tinggi; dan

4. Jika kontribusi pendapatan usaha >75,00% pendapatan rumah tangga pelaku wisata, maka dikategorikan sangat tinggi.

Pengeluaran rumah tangga adalah berbagai pengeluaran akhir rumah tangga atas barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan individu ataupun kelompok secara langsung. Konsumsi makanan merupakan faktor terpenting dalam pengeluaran rumah tangga karena makanan merupakan jenis barang utama untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Namun, selain untuk konsumsi makanan, juga terdapat berbagai kebutuhan lain yang menyangkut kebutuhan sandang, pendidikan, transportasi, dan lain sebagainya. Keanekaragaman pengeluaran rumah tangga tergantung pada tingkat pendapatan rumah tangga. Tingkat pendapatan yang berbeda-beda mengakibatkan perbedaan taraf konsumsi pengeluaran rumah tangga.

2.6 Potensi Bahaya dan Risiko (Tourism Hazards)

Menurut Pierkarz et al (2015), bahaya dan resiko merupakan dua hal yang berbeda. Adapun definisi bahaya adalah suatu kondisi yang dapat memberikan kerugian atau dapat disebut juga sebagai sumber risiko (Pritchard 2000; AICST 2006), sedangkan risiko adalah akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi dari kondisi yang membahayakan. Menurut Ricci (2006), peluang dari terjadinya sesuatu yang memberikan efek negatif dinamakan sebagai risiko.

Bahaya tidak selamanya menyebabkan bencana. Bahaya dapat menyebabkan kerugian kepada manusia dan juga lingkungan. Menurut AICST (2006), pada kegiatan wisata terdapat bahaya yang disebabkan oleh faktor alam seperti banjir, tsunami, gempa bumi, dan longsor, serta faktor manusia seperti terorisme dan kerusuhan. Bahaya-bahaya pada kegiatan wisata dapat menimbulkan terjadinya risiko yang memiliki dampak terhadap pengunjung dan juga pihak yang memiliki keterlibatan dalam kegiatan wisata. Adapun risiko yang

(28)

dapat terjadi pada kegiatan wisata antara lain kematian dan kerusakan infrastruktur. Dampak dari potensi bahaya dan risiko pada kegiatan wisata dapat berdampak terhadap perekonomian, khususnya perekonomian rumah tangga bagi pelaku usaha dan tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan wisata.

2.6 Analisis Stakeholder

Menurut Groenendijk (2003) stakeholder merupakan seseorang atau kelompok yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu kebijakan, keputusan dan kegiatan. Stakeholder adalah setiap individu, kelompok, atau lembaga yang memiliki kepentingan dan pengaruh. Analisis stakeholder

dilakukan untuk mengidentifikasi stakeholder dan mengetahui kepentingan serta pengaruh stakeholder yang terkait dengan pengelolaan objek wisata. Setiap

stakeholder memiliki peran d alam merumuskan suatu kebijakan, namun tingkat kepentingan dan pengaruh dari setiap stakeholder tersebut berbeda-beda. Kepentingan merujuk pada peran seorang stakeholder dalam pencapaian hasil dan tujuan, sedangkan pengaruh merujuk pada kekuatan yang dimiliki seorang aktor untuk mengontrol proses dan hasil dari suatu kebijakan (Rahmani, 2012). Dalam melakukan analisis stakeholder, terdapat analisis actor grid yang digunakan untuk melihat besarnya tingkat pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholder

dalam kegiatan wisata.

2.7 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai manfaat ekonomi, identifikasi potensi bahaya dan resiko, serta analisis stakeholder dari keberadaan kawasan wisata alam sudah dilakukan di beberapa tempat dan pada waktu yang berbeda. Penelitian mengenai manfaat ekonomi telah dilakukan oleh Rifki (2013), penelitian mengenai

stakeholder telah dilakukan oleh Vidya (2014), dan penelitian mengenai identifikasi potensi bahaya dan risiko telah dilakukan oleh Darmamurni (2012) dan Howes dan Minopoulos (2004). Beberapa hasil penelitian tersebut dijadikan referensi pada penelitian ini. Penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

(29)

Tabel 2.1 Matriks penelitian terdahulu

No. Nama Judul Hasil Penelitian 1. Rifki (2013) Nilai Dan Manfaat

Ekonomi

Pengembangan Taman Wisata Alam

Bagi Konservasi Dan Masyarakat Sekitar (Studi Kasus Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat)

Penelitian ini menyatakan bahwa manfaat ekonomi di Taman Wisata Alam Rimbo Panti bagi masyarakat berupa penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan terbesar dialami oleh pemilik penginapan, yaitu dari Rp 4.500.000 menjadi Rp 8.000.000. Bagi penjaga kolam pemandian, pendapatan wisata merupakan pendapatan utama mereka.

3. Vidya (2014) Dampak Ekonomi dan Analisis Stakeholder

Wisata Pantai Gondoriah Sumatera Barat

Penelitian ini menyatakan bahwa

stakeholder yang memiliki tingkat pengaruh dan kepentingan paling tinggi dalam pengelolaan wisata pantai Gondoriah adalah Dinas Budaya dan Pariwisata, LPM, Dinas PU, Dinas Perikanan dan Kelautan, Badan Lingkungan Hidup, dan Masyarakat Lokal.

3. Darmamurni (2012)

Pengelolaan Bahaya dan Risiko pada Kegiatan Wisata Selancar di Krui Lampung Barat

Penelitian ini menyatakan bahwa sumber bahaya bagi peselancar adalah arus, ombak dan materi pembentuk pantai, panas dan sinar matahari, serta fauna laut. Adapun risiko yang ada pada kegiatan selancar berupa memar, luka gores, kulit terbakar, kram otot, dehidrasi, luka tertusuk, kulit sobek, hipertemia, terkilir atau dislokasi pergelangan, kanker kulit, dan kematian. Rekomendasi pengelolaan untuk mengurangi tingkat risiko dan bahaya terdiri dari beberapa tindakan yaitu menghindari risiko untuk bahaya arus balik, mereduksi risiko untuk bahaya matahari, serta menerima risiko untuk ombak dan materi pembentuk pantai dan bulu babi.

4. Howes dan Minopoulos (2004)

Perceptions of hazard and risk on Santorini

Penelitian ini menyatakan bahwa gunung berapi Santorini, Yunani memiliki potensi bahaya dan risiko, dengan potensi bahaya utama berupa erupsi volkanik. Sebanyak 44% masyarakat khawatir akan bahaya berupa gas beracun, 21% gempa bumi, 12% ledakan volkanik, dan 9% tsunami. Berdasarkan bahaya-bahaya tersebut, sebanyak 40% masyarakat menyatakan bahwa risiko kematian dapat terjadi, 69% kerusakan

(30)

Tabel 2.1 Matriks penelitian terdahulu (Lanjutan)

No. Nama Judul Hasil Penelitian infrastruktur dapat terjadi, 44%

kerusakan lahan dapat terjadi, dan 67% kerugian terhadap kegiatan wisata dapat terjadi.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu penelitian ini selain melihat manfaat ekonomi pada kegiatan wisata, juga melihat adanya potensi bahaya dan risiko, serta melihat tingkat kepentingan dan pengaruh dari

(31)

3. KERANGKA PEMIKIRAN

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu kawasan konservasi yang memiliki zona pemanfaatan yang dapat digunakan untuk kegiatan wisata alam. Di dalam kawasan TNGHS, terdapat banyak objek wisata yang dapat digunakan untuk kegiatan wisata alam tersebut. Salah satu objek wisata di TNGHS adalah Curug Cigamea, yang menawarkan panorama alam yang indah berupa hutan dan air terjun, serta udara yang sejuk. Hal ini menjadi daya tarik bagi pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata alam di Curug Cigamea.

Adanya suatu kegiatan wisata alam, termasuk di Curug Cigamea diduga dapat memberikan dampak, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif yang dirasakan dari adanya kegiatan wisata alam di Curug Cigamea berupa adanya potensi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar, baik itu bagi masyarakat sebagai pelaku usaha maupun sebagai tenaga kerja. Analisis pendapatan memberikan gambaran mengenai besarnya pendapatan yang diperoleh pelaku usaha dan tenaga kerja dari adanya kegiatan wisata di Curug Cigamea. Analisis pendapatan ini dilihat dari besarnya share pendapatan wisata dan besarnya pendapatan wisata tersebut dapat menutupi pengeluaran rumah tangga.

Dampak negatif dari adanya kegiatan wisata di Curug Cigamea adalah terdapatnya potensi tourism hazards. Potensi tourism hazards ini berupa bahaya dan risiko yang dapat terjadi di objek wisata alam Curug Cigamea. Gambaran mengenai bahaya dan risiko di Curug Cigamea ini dilihat dari analisis deskriptif kuantitatif. Oleh karena itu, identifikasi mengenai bahaya dan risiko dari kegiatan wisata di Curug Cigamea perlu dilakukan.

Berdasarkan pemikiran mengenai adanya dampak positif dan negatif dari kegiatan wisata alam di Curug Cigamea, maka perlu diketahui stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan di Curug Cigamea. Hal ini dianalisis dengan analisis

stakeholder, yaitu actor grid untuk memberikan gambaran mengenai tingkat pengaruh dan kepentingan dari masing-masing stakeholder. Setelah diketahui

stakeholder-stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan di Curug Cigamea, maka luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat terciptanya pengelolaan

(32)

wisata alam di Curug Cigamea yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan meminimalisir potensi bahaya dan risiko. Berdasarkan pemaparan tersebut, alur berpikir penelitian dituangkan dalam Gambar 3.1 berikut ini.

Gambar 3.1 Kerangka pemikiran penelitian

Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Kegiatan Wisata Alam

Wisata Alam di Curug Cigamea

Dampak Negatif

Bahaya Risiko

Analisis Deskriptif Kuantitatif

Identifikasi Potensi Bahaya dan Risiko

Tourism Hazards

Dampak Positif

Pelaku Usaha Tenaga Kerja

Analisis Pendapatan

Share Pendapatan Wisata dan

Covering Pengeluaran Rumah Tangga

Manfaat Ekonomi

Pengelolaan di Curug Cigamea

Analisis Stakeholder (Actor Grid)

Pengelolaan Wisata Alam di Curug Cigamea yang Dapat Memberikan Manfaat Ekonomi dan Meminimalisir Potensi Bahaya

dan Resiko

(33)

4. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan wisata Curug Cigamea yang terletak di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Curug Cigamea merupakan salah satu objek wisata alam di TNGHS yang memiliki jumlah kunjungan paling tinggi di antara objek wisata lain di kawasan Gunung Salak Endah (GSE), serta memiliki potensi bahaya dan resiko pada kegiatan wisata alam Curug Cigamea. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2015.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dengan wawancara terhadap pengunjung, serta masyarakat yang bekerja sebagai pelaku usaha dan tenaga kerja di lokasi wisata Curug Cigamea. Data primer juga didapatkan dengan wawancara terhadap

stakeholder yang terkait dengan pengelolaan kegiatan wisata di Curug Cigamea. Wawancara terhadap pelaku usaha dan tenaga kerja dilakukan untuk mengetahui manfaat ekonomi yang didapatkan dari adanya kegiatan wisata di Curug Cigamea, serta mengetahui potensi bahaya dan risiko (tourism hazards) pada kegiatan wisata di Curug Cigamea. Wawancara terhadap pengunjung untuk mengetahui potensi bahaya dan risiko (tourism hazards) pada kegiatan wisata Curug Cigamea. Wawancara terhadap stakeholder dilakukan untuk mengetahui tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder terkait dengan pengelolaan kegiatan wisata di Curug Cigamea. Data sekunder yang dipakai dalam penelitian merupakan data dari buku, skripsi, tesis, jurnal, dan literatur lain yang sesuai dengan penelitian.

4.3 Metode Penentuan Responden dan Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk pengambilan contoh dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu penentuan responden yang dilakukan dengan sengaja berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Responden yang diambil pada penelitian ini didasarkan oleh keterwakilan jenis unit usaha dan jenis pekerjaan yang ada, dengan jumlah masing-masing adalah 32 pelaku usaha, 12 tenaga kerja,

(34)

dan 6 pengunjung. Pelaku usaha yang menjadi responden adalah pelaku usaha kios makanan, cenderamata, kios makanan dan toilet, fish spa dan kios makanan, foto keliling, dan toilet. Tenaga kerja yang menjadi responden adalah penjaga gerbang, rescue, penjaga warung, juru parkir, dan penjaga toilet. Selain kepada pelaku usaha, tenaga kerja dan pengunjung, juga dilakukan sampling kepada key person di objek wisata Curug Cigamea. Terdapat lima (5) key person yang dianggap memiliki informasi penting terkait pengelolaan di objek wisata Curug Cigamea, yaitu Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS), Resort

II Gunung Salak Endah, Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), Desa Gunung Sari, dan koperasi.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data yang dikumpulkan oleh peneliti ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk diinterpretasikan. Metode analisis data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk matriks pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Matriks metode analisis data

No. Tujuan penelitian Data yang dibutuhkan

Metode analisis data

Sumber Data 1. Mengestimasi nilai manfaat

ekonomi dari kegiatan wisata di Curug Cigamea bagi masyarakat - Pendapatan dari kegiatan wisata - Pendapatan dari luar kegiatan wisata - Pengeluaran usaha - Pengeluaran rumah tangga - Analisis pendapatan - Pelaku usaha - Tenaga kerja 2. Mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko dari kegiatan wisata alam di Curug Cigamea - Jenis potensi bahaya dan risiko - Pola kejadian bahaya dan risiko - Analisis deskriptif kuantitatif - Pelaku usaha - Tenaga kerja - Pengunjung - Key person -3. Mengidentifikasi stakeholder dan menganalisis tingkat kepentingan dan pengaruh

stakeholder dalam

pengelolaan kegiatan wisata di Curug Cigamea yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan mengurangi potensi bahaya dan risiko (tourism hazards) - Peran masing-masing stakeholder - Tingkat pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholder - Analisis stakeholder - Pelaku usaha - Tenaga kerja (rescue) - Key person

(35)

4.4.1 Analisis Pendapatan

Adanya kegiatan wisata di Curug Cigamea dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. Manfaat ekonomi yang dirasakan dari adanya objek wisata Curug Cigamea antara lain adalah masyarakat dapat membuka usaha di sekitar objek wisata dan juga dapat bekerja di sektor wisata. Hal ini dilihat dari pendapatan wisata yang diperoleh masyarakat dari adanya kegiatan wisata di Curug Cigamea.

Analisis pendapatan digunakan untuk melihat besarnya manfaat ekonomi yang didapatkan oleh masyarakat sekitar Curug Cigamea yang juga terlibat dalam kegiatan wisata. Pendapatan usaha adalah selisih antara penerimaan (TR) dan semua biaya (TC) (Soekartawi, 2002), sehingga diperoleh rumus sebagai berikut. π = TR – TC ... (1) Keterangan:

π = Pendapatan (Rp)

TR = Total Revenue atau total penerimaan (Rp) TC = Total Cost atau total biaya (Rp)

Analisis pendapatan dilihat dari besarnya share pendapatan wisata dalam rumah tangga. Share pendapatan diperoleh dari besarnya pendapatan wisata per bulan dibagi dengan total pendapatan rumah tangga per bulan. Rumus share

pendapatan sebagai berikut:

....(2)

di mana :

= pendapatan dari wisata (Rp/bulan) = pendapatan total (Rp/bulan)

Analisis pendapatan dilanjutkan dengan menghitung covering pengeluaran rumah tangga dari pendapatan wisata. Covering pengeluaran rumah tangga dari pendapatan wisata dihitung untuk mengetahui seberapa besar penerimaan kegiatan wisata dapat berkontribusi tehadap pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Rumus covering pengeluaran rumah tangga dari wisata adalah sebagai berikut:

(36)

....(3) di mana:

= Pendapatan wisata (Rp/bulan)

B = Pengeluaran rumah tangga (Rp/bulan) 4.4.2 Analisis Deskriptif Kuantitatif

Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko dari kegiatan wisata alam di Curug Cigamea. Analisis deskriptif dilakukan untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, serta faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan hubungan antar fenomena yang diteliti (Nurfiana, 2013). Data mengenai potensi bahaya dan risiko dilakukan dengan cara wawancara kepada responden dan juga pengamatan langsung terhadap kondisi alam di Curug Cigamea. Jawaban-jawaban responden yang didapatkan kemudian ditabulasi dalam bentuk persentase. Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan analisis deskriptif mengenai potensi bahaya dan risiko adalah:

1. Identifikasi potensi bahaya dan risiko kegiatan wisata

Hal pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko pada kegiatan wisata Curug Cigamea. Pada awalnya identifikasi dilakukan berdasarkan cerita-cerita dari beberapa responden yang kemudian diklarifikasikan kembali kepada responden-responden lain melalui wawancara dengan kuesioner;

2. Identifikasi pola kejadian potensi bahaya dan risiko kegiatan wisata

Hal kedua yang dilakukan adalah identifikasi pola terjadinya potensi bahaya dan risiko. Pola terjadinya risiko juga didapatkan berdasarkan hasil wawancara yang kemudian dikaitkan dengan waktu musim hujan atau kemarau, dan juga dengan waktu liburan; dan

3. Identifikasi penyebab, dampak, dan solusi pengelolaan potensi bahaya dan risiko kegiatan wisata

Hal terakhir yang dilihat adalah penyebab, dampak, dan solusi dari potensi bahaya dan risiko kegiatan wisata yang diklasifikasikan berdasarkan faktor alam dan manusia. Pengklasifikasian ini dilakukan berdasarkan hasil data wawancara dan pengamatan di lapang.

(37)

4.4.3 Analisis Stakeholder

Analisis stakeholder dilakukan untuk mengidentifikasi stakeholder dan mengetahui kepentingan serta pengaruh stakeholder yang terkait dengan pengelolaan objek wisata Curug Cigamea. Setiap stakeholder yang ada memiliki peran penting dalam merumuskan suatu kebijakan, namun tingkat kepentingan dan pengaruh dari setiap stakeholder tersebut berbeda-beda. Kepentingan merujuk pada peran seorang stakeholder dalam pencapaian hasil dan tujuan, sedangkan pengaruh merujuk pada kekuatan yang dimiliki seorang aktor untuk mengontrol proses dan hasil dari suatu kebijakan (Rahmani, 2012). Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis stakeholder adalah:

1. Identifikasi stakeholder;

2. Membuat tabel stakeholder; dan 3. Membuat actor grid.

Identifikasi aktor dilakukan dengan teknik snowball sampling yang berawal dari info Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) tentang stakeholder tertentu. Kemudian informasi mengenai stakeholder

berikutnya yang terkait didapatkan dari stakeholder sebelumnya, dan seterusnya.

Stakeholder yang sudah diidentifikasi kemudian dimasukkan ke dalam tabel

stakeholder.

Di dalam tabel stakeholder, terdapat informasi mengenai daftar

stakeholder, tingkat pengaruh stakeholder, dan tingkat kepentingan stakeholder. Kemudian, tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan stakeholder tersebut dinilai dengan menggunakan skala likert, yaitu antara 1 sampai 5, di mana 5 = sangat tinggi; 4 = tinggi; 3 = cukup tinggi; 2 = kurang tinggi; 1 = rendah. Penilaian tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder ini mengacu pada pengukuran data berjenjang lima (Abbas, 2005), seperti pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan stakeholder

Skor Nilai Kriteria

Kepentingan Stakeholder 5 21-25 Sangat tinggi 4 16-20 Tinggi 3 11-15 Cukup 2 6-10 Rendah 1 1-5 Sangat Rendah

(38)

Tabel 4.2 Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan stakeholder

(Lanjutan)

Skor Nilai Kriteria

Pengaruh Stakeholder 5 21-25 Sangat tinggi 4 16-20 Tinggi 3 11-15 Cukup 2 6-10 Rendah 1 1-5 Sangat Rendah

Setelah dilakukan penilaian pada tingkat pengaruh dan kepentingan dari masing-masing stakeholder, kemudian dilakukan analisis actor grid di mana nilai-nilai dari tingkat pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholder dipetakan ke dalam suatu matriks. Actor grid ini dilakukan untuk melihat besarnya tingkat pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholder pada objek wisata Curug Cigamea. Sebaran posisi stakeholder menurut pengaruh dan kepentingan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Subjek (Kuadran I) Pemain (Kuadran II) Penonton (Kuadran III) Aktor (Kuadran IV)

Gambar 4.1 Matriks actor grid

Kuadran I (subjek) menunjukkan kelompok stakeholder yang memiliki kepentingan tinggi dan pengaruh rendah. Kuadran II (pemain) merupakan kelompok yang memiliki kepentingan tinggi dan pengaruh tinggi. Kuadran III (penonton) merupakan kelompok yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah. Kuadran IV (aktor) merupakan stakeholder yang memiliki kepentingan rendah, namun pengaruh tinggi.

4.5 Batasan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan ini mempunyai batasan-batasan penelitian sebagai berikut:

Pengaruh

Tinggi

Rendah Tinggi

(39)

1. Penelitian dilakukan di objek wisata Curug Cigamea, Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor;

2. Pelaku usaha dan tenaga kerja lokal merupakan masyarakat yang bermukim di dalam wilayah Desa Gunung Sari, yang terdiri dari penduduk asli yang sudah lama bermukim di Desa Gunung Sari, serta penduduk yang pindah dan sudah menjadi warga di Desa Gunung Sari;

3. Pelaku usaha dan tenaga kerja pendatang merupakan masyarakat yang bermukim di luar wilayah Desa Gunung Sari, dan hanya datang ke objek wisata untuk bekerja;

4. Pelaku usaha dan tenaga kerja regular adalah pelaku usaha dan tenaga kerja yang bekerja pada setiap harinya; dan

5. Pelaku usaha dan tenaga kerja occasional adalah pelaku usaha dan tenaga kerja yang bekerja hanya pada akhir pekan atau hari-hari libur nasional. 6. Pengeluaran rumah tangga responden mencakup listrik, gas, air, pangan,

transportasi, dan pendidikan anak pada setiap bulan.

7. Pengeluaran usaha pada kegiatan wisata hanya mencakup biaya operasional pada setiap bulan.

(40)
(41)

5. GAMBARAN UMUM

5.1 Karakteristik Objek Wisata Curug Cigamea

Curug Cigamea berasal dari mata air Gunung Salak dan mengalir ke Sungai Cigamea. Kondisi intensitas air di Curug Cigamea tergantung pada intensitas air dari hulu Sungai Cigamea dan juga faktor cuaca, seperti hujan. Jika intensitas air dari hulu sedang tinggi dan juga sedang terjadi hujan, maka intensitas air di Curug Cigamea akan tinggi juga.

Objek wisata Curug Cigamea memiliki dua air terjun utama. Air terjun pertama yang dijumpai dari pintu masuk dinamakan Curug Cimudal. Curug Cimudal memiliki tebing curam yang didominasi oleh bebatuan hitam. Kolam limpahan air yang berada di bawahnya tidak dapat digunakan untuk berenang. Air terjun kedua yang dinamakan Curug Cigamea memiliki kolam limpahan air yang dapat digunakan untuk berenang (Gambar 5.1).

(a) Curug Cimudal (b) Curug Cigamea

Gambar 5.1 Air terjun di Curug Cigamea

Objek wisata Curug Cigamea adalah objek wisata yang paling ramai dikunjungi oleh wisatawan bila dibandingkan dengan objek wisata lain yang berada di kawasan Gunung Salak Endah (GSE). Hal ini dikarenakan objek wisata Curug Cigamea memiliki pemandangan alam yang indah dan akses menuju lokasi yang mudah. Untuk mencapai lokasi Curug Cigamea, pengunjung menelusuri

(42)

jalan setapak yang sudah tertata rapi dengan jarak sekitar 300 meter dari gerbang masuk. Harga tiket masuk Curug Cigamea adalah Rp 10.000 per orang termasuk asuransi sebesar Rp 1.000 per tiket masuk. Curug Cigamea menyediakan lahan parkir yang luas dengan harga tiket parkir Rp 5.000 per motor dan Rp 10.000 per mobil. Pada umumnya, pengunjung yang datang ke Curug Cigamea menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil atau motor karena tidak terdapat kendaraan umum menuju lokasi. Pada hari-hari biasa, terdapat banyak wisatawan yang berkunjung ke Curug Cigamea. Pada akhir pekan atau hari-hari libur nasional, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Curug Cigamea lebih banyak lagi dibandingkan pada hari biasa.

5.2 Karaktersitik Responden Pengunjung di Curug Cigamea

Karakteristik responden pengunjung dibedakan berdasarkan faktor demografi dan faktor berwisata. Faktor demografi terdiri dari jenis kelamin, umur, asal daerah, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Karateristik responden pegunjung berdasarkan faktor berwisata terdiri dari frekuensi kunjungan, motivasi kunjungan, cara kedatangan, dan jenis kendaraan.

5.2.1 Faktor Demografi Responden Pengunjung

Pengunjung yang berwisata ke Curug Cigamea berasal dari berbagai kota yaitu Jakarta, Bogor, Depok, dan Bandung. Banyaknya pengunjung yang berasal dari Bogor adalah 33,33%, sedangkan sisanya dari luar Bogor, yaitu Jakarta 33,33%, Depok 16,67%, dan Bandung 16,67%. Hal ini memperlihatkan bahwa Curug Cigamea memiliki daya tarik tersendiri sehingga banyak pengunjung yang berasal dari luar Bogor. Pengunjung di Curug Cigamea banyak ditemukan pada rentang umur 21-30 tahun dan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebagian besar responden pengunjung di Curug Cigamea sudah menikah. Pekerjaan yang dimiliki responden pengunjung antara lain Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta, wiraswasta, pelajar/mahasiswa, dan lainnya. Data mengenai karakteristik responden pengunjung Curug Cigamea berdasarkan faktor demografi dapat dilihat pada Tabel 5.1.

(43)

Tabel 5.1 Karakteristik responden pengunjung di Curug Cigamea berdasarkan faktor demografi pada Tahun 2015

No. Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Jenis Kelamin Laki-laki 3 50,00 Perempuan 3 50,00 Jumlah 6 100,00 2. Umur 21-30 3 50,00 31-40 2 33,33 41-50 1 16,67 >50 0 0,00 Jumlah 6 100,00 3. Asal Daerah Bogor 2 33,33 Jakarta 3 33,33 Depok 1 16,67 Bandung 1 16,67 Jumlah 6 100,00 4. Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah 0 0,00 SD 0 0,00 SMP 1 16,67 SMA 3 50,00 PT 2 33,33 Jumlah 6 100,00 5. Status Pernikahan Menikah 4 66,67 Belum Menikah 2 33,33 Jumlah 6 100,00 6. Pekerjaan PNS 1 16,67 Pegawai Swasta 2 33,33 Wiraswasta 1 16,67 Pelajar/Mahasiswa 1 16,67 Lainnya 1 16,67 Jumlah 6 100,00

Sumber : Hasil Olah Data (2015)

5.2.2 Karakteristik Pengunjung dalam Berwisata

Karakteristik berwisata responden pengunjung di Curug Cigamea dapat diidentifikasi berdasarkan frekuensi kunjungan selama satu tahun terakhir, motivasi kunjungan, dan kedatangan responden pengunjung. Karakteristik

(44)

responden pengunjung dalam berwisata ke Curug Cigamea dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Karakteristik responden pengunjung dalam berwisata di Curug Cigamea Tahun 2015

No. Karakteristik Jumlah (unit) Persentase (%) 1. Frekuensi kunjungan 1-2 kali 3 50,00 3-4 kali 2 33,33 >4 kali 1 16,67 Jumlah 6 100,00 2. Motivasi kunjungan Rekreasi 6 100,00 Penelitian 0 0,00 Bekerja 0 0,00 Jumlah 6 100,00 3. Kedatangan kunjungan Sendiri 1 16,67 Kelompok 2 33,33 Keluarga 3 50,00 Jumlah 6 100,00

Sumber : Hasil Olah Data 2015

Tabel 5.2 memperlihatkan bahwa sebagian besar pengunjung melakukan kunjungan sebanyak satu sampai dengan dua kali per tahun dengan proporsi sebesar 50,00%. Semua responden pengunjung mengatakan tujuan mereka datang ke objek wisata Curug Cigamea adalah untuk rekreasi. Kedatangan kunjungan responden pengunjung terdiri dari bersama keluarga (50,00%), kelompok (33,33%), dan sendiri (16,67%).

5.3 Karakteristik Responden Pelaku Usaha di Curug Cigamea

Karakteristik responden pelaku usaha di Curug Cigamea dibedakan berdasarkan faktor demografi pelaku usaha yang terdiri dari jenis kelamin, umur, status kependudukan, tingkat pendidikan, status pernikahan, dan jumlah tanggungan. Selain itu, karakteristik responden pelaku usaha juga dibedakan berdasarkan karakteristik unit usaha yang terdiri dari lama mendirikan usaha, jenis usaha, dan waktu membuka usaha.

5.3.1 Faktor Demografi Responden Pelaku Usaha di Curug Cigamea

Faktor demografi merupakan salah satu faktor yang perlu dilihat dalam karakteristik responden di Curug Cigamea. Karakteristik responden pelaku usaha

(45)

berdasarkan faktor demografi perlu diyang ada di Curug Cigamea dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Karakteristik responden pelaku usaha di Curug Cigamea berdasarkan faktor demografi pada Tahun 2015

No. Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Jenis Kelamin Laki-laki 12 37,50 Perempuan 20 62,50 Jumlah 32 100,00 2. Umur 21-30 10 31,25 31-40 13 40,63 41-50 7 21,88 >50 2 6,25 Jumlah 32 100,00 3. Status Kependudukan Lokal 28 87,50 Pendatang 4 12,50 Jumlah 32 100,00 4. Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah 0 0,00 SD 17 53,13 SMP 8 25,00 SMA 6 18,75 PT 1 3,13 Jumlah 32 100,00 5. Status Pernikahan Menikah 32 100,00 Tidak Menikah 0 0,00 Jumlah 100,00 6. Jumlah Tanggungan Tidak ada 2 6,25 1-3 orang 20 62,50 4-6 orang 9 28,13 > 6 orang 1 3,13 Jumlah 32 100,00

Sumber : Hasil Olah Data (2015)

Sebagian besar pelaku usaha yang ada di Curug Cigamea merupakan masyarakat lokal yang bermukim di dekat Curug Cigamea, yaitu di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Sebagian kecil lainnya merupakan masyarakat pendatang yang berasal dari luar Desa Gunung Sari. Pelaku usaha di Curug Cigamea banyak ditemukan pada rentang umur 31-40 tahun dan tingkat

(46)

pendidikan Sekolah Dasar (SD). Seluruh responden pelaku usaha di Curug Cigamea sudah menikah, dengan jumlah tanggunan paling banyak adalah sebanyak 1-3 orang.

5.3.2 Karakteristik Unit Usaha di Curug Cigamea

Objek wisata Curug Cigamea memberikan peluang yang besar bagi masyarakat sekitar untuk memanfaatkan adanya kegiatan wisata. Hal ini dilihat dari banyaknya unit usaha di kawasan objek wisata Curug Cigamea. Karakteristik unit usaha dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Karakteristik pelaku usaha di Curug Cigamea Tahun 2015

No. Karakteristik Jumlah (unit) Persentase (%) 1. Lama Mendirikan Unit Usaha

< 1 tahun 2 6,25 1-5 tahun 9 28,13 6-10 tahun 11 34,38 11-15 tahun 6 18,75 > 15 tahun 4 12,50 Jumlah 32 100,00 2. Jenis Usaha Cenderamata 1 3,13

Fish Spa dan Kios Makanan 2 6,25

Foto Keliling 3 9,38

Kios Makanan 24 75,00

Kios Makanan dan Toilet 1 3,13

Toilet 1 3,13

Jumlah 32 100,00

3. Waktu Membuka Usaha

Regular 25 78,13

Occasional 7 21,88

Jumlah 32 100,00

Sumber : Hasil Olah Data 2015

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebanyak 34,38% responden pelaku usaha mulai mendirikan unit usaha selama 6-10 tahun. Bahkan, juga terdapat responden yang mendirikan unit usaha di Curug Cigamea lebih dari 10 tahun. Sebagian besar unit usaha yang dibuka di Curug Cigamea adalah kios makanan dan sisanya adalah cenderamata, fish spa dan kios makanan, foto keliling, kios makanan dan toilet, serta toilet saja. Rata-rata unit usaha di Curug Cigamea dibuka secara

(47)

beberapa unit usaha yang dibukanya secara occasional, yang artinya unit usaha tersebut hanya dibuka pada saat akhir pekan atau hari-hari libur nasional.

Unit usaha ini tersebar di beberapa bagian Curug Cigamea, yaitu berada di luar dan di dalam gerbang masuk objek wisata Curug Cigamea. Unit usaha yang berada di luar gerbang masuk Curug Cigamea adalah unit usaha kios makanan yang juga merupakan tempat tinggal bagi para pelaku usaha. Unit usaha yang berada di dalam gerbang masuk Curug Cigamea tersebar di sepanjang jalan menuju area air terjun, terdiri dari unit usaha kios makanan, cenderamata, serta

fish spa dan kios makanan. Unit usaha yang berada di dekat area air terjun terdiri dari unit usaha kios makanan, foto keliling, kios makanan dan toilet, serta toilet.

Unit usaha kios makanan terdiri dari kios bakso, kios yang menjual berbagai menu makanan, dan kios yang menjual berbagai macam makanan ringan. Unit usaha fish spa dan kios makanan adalah unit usaha yang utamanya adalah sebagai penyedia tempat untuk fish spa, namun juga terdapat kios makanan di dalamnya. Berbeda dengan kios makanan dan toilet, unit usaha ini utamanya adalah sebagai pelaku usaha kios makanan, sedangkan toilet hanya sebagai penambah pendapatan bagi pelaku usaha ini.

5.4 Karakteristik Responden Tenaga Kerja di Curug Cigamea

Karakteristik responden tenaga kerja di Curug Cigamea dibedakan berdasarkan faktor demografi pelaku usaha yang terdiri dari jenis kelamin, umur, status kependudukan, tingkat pendidikan, status pernikahan, dan jumlah tanggungan. Selain itu, karakteristik responden tenaga kerja juga dibedakan berdasarkan karakteristik tenaga kerja di sektor wisata yang terdiri dari jenis pekerjaan dan waktu bekerja.

Jenis pelaku usaha reguler merupakan pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan wisata dalam waktu lebih dari tiga hari per minggu. Sedangkan jenis pelaku usaha occasional merupakan pelaku usaha yang terlibat hanya pada waktu

weekend saja atau pada waktu hari-hari libur. Pelaku usaha yang merupakan jenis usaha occasional dikarenakan mereka memiliki pekerjaan lain pada hari-hari biasa, sehingga menjadikan kegiatan wisata di Curug Cigamea hanya sebagai pekerjaan sampingan.

Gambar

Tabel 1.1  Ranking devisa di Indonesia tahun 2010-2014 (juta US$)
Gambar 1.1   Rata-rata kunjungan per lokasi objek wisata di kawasan GSE tahun  2009-2012
Tabel 2.1  Matriks penelitian terdahulu
Gambar 3.1 Kerangka pemikiran penelitian Taman Nasional Gunung Halimun Salak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Potensi wisata alam pada jalur baru yang ditemukan di kawasan tangkahan yaitu berupa potensi flora, fauna dan alam yang berupa air terjun, taman rafflesia, aliran sungai yang

3. Kondisi sarana dan prarar;ma ekonomi, kesehataq kornmksi, trmspo~@&amp; 8. Pendapat mmgeaai dampak negative adanya objek wisata Curug C i 11.. Pagelolaan objek nisata

Adapun besarnya dampak ekonomi tidak langsung yang dapat dirasakan dari keberadaan Taman Wisata Alam Grojogan Sewu dapat dilihat dari jumlah total keseluruhan

Penilaian manfaat ekonomi intangible sumber daya alam dan lingkungan TWPAP Guci sebagai tempat wisata dengan pemandangan alam ayang indan dan udara yang sejuk, uji

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) sebagai salah satu kawasan hutan alam yang masih utuh memiliki potensi yang sangat besar sebagai penyerap karbon dan telah dibuktikan

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa proporsi pendapatan rata-rata masyarakat dengan adanya kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar paling besar dirasakan oleh kelompok pekerjaan

Wisata Alam Lejja memiliki potensi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pelaku usaha kecil menengah, seperti warung makan, penjual makanan ringan dan pemilik villa dan wisma..

Dalam konteks Leang Londrong, hal ini dapat diinterpretasikan bahwa aktivitas wisata alam memberikan kontribusi ekonomi yang penting, di mana usaha wisata memberikan manfaat ekonomi