• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Susu Dan Kadar Kolesterol Darah Kambing Sapera Yang Disuplementasi Senyawa Fenol Dari Kulit Bawang Putih (Allium Sativum).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Susu Dan Kadar Kolesterol Darah Kambing Sapera Yang Disuplementasi Senyawa Fenol Dari Kulit Bawang Putih (Allium Sativum)."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

KUALITAS SUSU DAN KADAR KOLESTEROL DARAH KAMBING

SAPERA YANG DISUPLEMENTASI SENYAWA FENOL DARI

KULIT BAWANG PUTIH

(Allium sativum)

FAWWA RAHLY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kualitas Susu dan Kadar Kolesterol Darah Kambing Sapera yang Disuplementasi Senyawa Fenol dari Kulit Bawang Putih (Allium sativum) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Fawwa Rahly

(4)

iv

RINGKASAN

FAWWA RAHLY. Kualitas Susu dan Kadar Kolesterol Darah Kambing Sapera yang Disuplementasi Senyawa Fenol dari Kulit Bawang Putih (Allium sativum).

Dibimbing oleh MULADNO, AFTON ATABANY dan DEWI APRI ASTUTI.

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi komposisi nutrien susu kambing adalah pakan. Pemberian pakan dengan suplementasi antioksidan dapat meningkatkan produkstivitas ternak. Sumber antioksidan alami banyak ditemui dalam berbagai jenis tanaman, seperti kulit bawang putih (Allium sativum) yang mengandung fenol sebagai senyawa antioksidan sebesar 5%. Penambahan kulit bawang putih dalam pakan kambing Sapera merupakan suatu upaya pemanfaatan limbah pertanian yang berpotensi sebagai sumber antioksidan alami. Pemberian kulit bawang putih dalam pakan diharapkan dapat meningkatkan kualitas susu dan menurunkan kolesterol darah kambing Sapera. Rancangan yang digunakan yaitu Uji-t Uji-tidak berpasangan dengan dua perlakuan, P0 (sebagai konUji-trol) dan P1 (4.8% kuliUji-t bawang). Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan ANOVA pada kedua perlakuan. Peubah yang diamati yaitu konsumsi pakan, kadar kolesterol, trigliserida darah dan asam lemak susu, produksi susu dan kualitas susu kambing Sapera.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kulit bawang putih 4.8% tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap konsumsi pakan dan nutrien, produksi susu serta kualitas susu kambing Sapera, berbeda nyata (P>0.05) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah serta kadar asam lemak susu kambing Sapera. Rata-rata konsumsi bahan kering pada P0 yaitu 4.6% sedangkan pada P1 sebesar 3.76% dari bobot badan. Produksi susu pada P0 dan P1 yaitu 707.67 ml ekor-1h-1 dan 709.33 ml ekor-1h-1. Kadar kolesterol, trigliserida darah, dan asam lemak susu kambing pada P1 lebih tinggi daripada P0. Kadar kolesterol, trigliserida darah dan asam lemak susu pada P1 sebesar 90.27 ml dl-1, 36.80 ml dl-1, dan 74.02% sedangkan pada P0 sebesar 66.51 ml dl-1, 26.01 ml dl-1, dan 65.42%. Meningkatnya asam lemak pada P1 menyebabkan peningkatan kadar asam lemak jenuh susu yaitu 48.61%, sedangkan asam lemak susu P0 hanya 42.89%. Suplementasi kulit bawang putih yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan kadar kolesterol, trigliserida darah dan asam lemak jenuh susu kambing Sapera.

(5)

SUMMARY

FAWWA RAHLY. Quality Milk and Serum Cholesterol Goat Sapera (Saneen Etawah grade) given Supplementation Fenol From Garlic Skin (Allium sativum).

Supervised by MULADNO, AFTON ATABANY dan DEWI APRI ASTUTI.

One of important factor that affects the nutrient composition of goat milk is feed. Feeding with antioxidant supplementation can increase the productivity of livestock. Source of natural antioxidant commonly found in many types of plants, such as garlic skins (Allium sativum) containing phenol as an antioxidant compound

at 5%. The addition of garlic skins in Sapera’sgoat feed was an effort to use

agricultural waste as a potential source of natural antioxidants. Provision of garlic skin in the feed was expected to improve the quality of milk and blood cholesterol of Sapera. The design for this research was T test not paired with two treatments, P0 (as a control) and P1 (4.8% of onion skin). Data were analyzed statistically by ANOVA on both treatments. Feed consumption, cholesterol, blood triglycerides and fatty acids content of milk, milk production and milk quality of Sapera were observed as variables.

The results showed that supplementation of garlic skins 4.8% was not significantly different (P>0.05) on feed intake and nutrients, milk production and milk quality of Sapera. However, significantly different (P>0.05) on cholesterol,

blood triglycerides, and fatty acid content of Sapera’s goat milk. The average dry

matter intake at P0 was 4.6% while in P1 was 3.76% of their body weight. Milk production in P0 and P1 is 707.67 ml of tail-1h-1 and 709.33 ml of tail-1h-1. Cholesterol content, blood triglycerides and fatty acids of P1 in goat milk were higher than P0. Cholesterol, blood triglycerides and fatty acids content in goat milk of P1 were 90.27 ml dl-1, 36.80 ml dl-1, and 74.02%, while at P0 about 66.51 ml dl-1, 26.01 ml dl-1, and 65.42%. Increasing fatty acid in P1 lead to increase about 48.61% of saturated fatty acids levels of goat milk while milk fatty acids in P0 only 42.89%. Feed supplementation containing antioxidants can improve cholesterol levels, blood

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

pernyat

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

FAWWA RAHLY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

KUALITAS SUSU DAN KADAR KOLESTEROL DARAH KAMBING

SAPERA YANG DISUPLEMENTASI SENYAWA FENOL DARI

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kualitas susu dan kadar kolesterol darah kambing sapera yang disuplementasi senyawa fenol dari kulit bawang putih

(Allium sativum). Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Produksi dan Tekhnologi Peternakan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini, antara lain kepada:

1. Prof Dr Ir Muladno, MSA selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi dan Ibu Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku komisi pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, arahan dan bimbingannya yang sangat bermanfaat selama masa penulisan thesis. 2. Dr Ir Salundik, MSi dan Dr Ir Niken Ulupi, MS selaku ketua dan

sekretaris Program Studi.

3. Bapak Bangun selaku pemilik peternakan Bangun Karso Farm yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian ini.

4. Tonni dan Ronni yang telah membantu kebutuhan penelitian selama di kandang peneliharaan.

5. Rekan-rekan Pascasarjana ITP 2012-2013 atas persahabatan, masukan, dan motivasi semangatnya.

6. Teman-teman kos Wisma Balio Atas, Ida, Dewi, Mute, Novi, Dian dan kak Wastu atas persaudaraan dan persahabatan, dukungan dan semangat. 7. Sahabat Zikri Maulina, Romi Seroja, Martina, Cut Mutia, dr. Rizka,

Meutia dan Dwi Karsono atas motivasi serta perhatian yang diberikan. Terkhusus penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta, Ayahanda Lahmuddin Yurdani, Ibunda Yusmiati Isa, Kakak Nurul Fahadisa Ly, Bang Agung, Adik-adik tersayang Ichsan Ly, Atha Ly, Paman Zainal, Umi Rosita, atas do’a restu dan kasih sayang yang tak hentinya tercurahkan untuk penulis. Kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan sepenuhnya penulis ucapkan terima kasih. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, April 2016 Penyusun

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 3

2 METODE 3

TempatdanWaktu Penelitian 3

Bahan 3

Alat 3

Prosedur 4

Peubah 5

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kualitas Kulit Bawang Putih 7

Konsumsi Pakan dan Nutrien 8

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kolesterol dan Trigleserida 10

Produksi susu 12

Kualitas Susu 14

Asam Lemak Susu 16

4 KESIMPULAN DAN SARAN 21

Kesimpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

DAFTAR TABEL

1. Komposisi pakan dalam bahan segar 3

2. Susunan ransum penelitian (%BK) 4

3. Perhitungan komposisi nutrien ransum perlakuan 4 4. Asam lemak kulit bawang putih (Allium sativum) 7 5. Rata-rata konsumsi pakan kambing Sapera (g ekor-1 h-1) 8 6. Rata-rata kadar kolesterol dan trigleserida dalam darah ml/dl 11 7. Produksi susu kambing Sapera (ml ekor-1 h-1) 13

8. Rata-rata kualitas susu kambing Sapera (%) 14

(14)

DAFTAR GAMBAR

1. Profil asam lemak susu kambing Sapera PUFA= LCFA= long chain fatty acid, SCFA= short chain fatty acid, MCFA= medium chain fatty acid 17

(15)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan salah satu produk hasil ternak bernutrisi tinggi yang banyak dikonsumsi masyarakat. Budiana dan Susanto (2005) mengatakan susu kambing banyak diminati masyarakat karena diyakini mampu berperan sebagai obat. Susu kambing mengandung nutrisi lebih baik dari susu sapi. Perbedaan antara susu kambing dan susu sapi antara lain adalah kandungan butiran lemak (fat globule) susu kambing yang lebih kecil dibandingkan dengan susu sapi (Ensminger 2002). Spreer (1998) menyebutkan bahwa komponen kimia alami susu kambing terdiri atas: air, lemak, protein, laktosa dan komponen lain seperti garam, asamsitrat, enzim, vitamin dan fosfolipid.

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi komposisi nutrisi susu kambing adalah pakan. Pemberian pakan dengan suplementasi antioksidan eksogen mampu meningkatkan produkstifitas kambing (Mardalena 2011). Menurut Mardalena (2011) pemberian suplementasi pada kambing perah mempengaruhi produksi ternak karena terjadinya penurunan kolesterol darah dan meningkatnya pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, protein, laktosa dan antioksidan susu kambing.

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas yang dapat menganggu metabolisme tubuh (Winarsari 2007). Terdapat tiga macam antioksidan yaitu 1) Antioksidan yang terbentuk dari dalam tubuh (antioksidan endogen) yang berupa enzim, 2) Antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman seperti flavonoid dan senyawa fenolik 3) Antioksidan sintetik yang dibuat dari bahan kimia seperti

butylated hydroxyanisole yang ditambahkan dalam makanan (Kumalaningsih 2006). Antioksidan sintetik telah dilarang penggunaanya dalam pakan ternak karena bersifat karsinogenik (Takashi dan Takayumi 1997). Keterbatasan penggunaan antioksidan buatan dalam pakan membuat para peneliti beralih mengembangkan antioksidan alami dari tanaman. Antioksidan alami banyak ditemui dalam berbagai jenis tanaman seperti kulit nanas, tanaman katuk, lempuyang, temu giring, temu kunci dan kulit bawang putih (Taringan et al.

2008). Berbagai pemanfaatan antioksidan sebagai suplemen pakan ternak terus berkembang. Salah satunya dengan memanfaatkan limbah pasar seperti kulit bawang putih (Allium sativum) yang kaya akan kandungan antioksidan.

(16)

2

mengandung antioksidan berupa senyawa fenol golongan asam sinamat seperti asam ferulat, asam galat dan asam kafeat. Senyawa turunan asam sinamat merupakan antioksidan alami yang dapat bereaksi sebagai pereduksi.

Ekstrak kulit bawang putih terdapat senyawa aktif phenol yaitu 25.00 Gae g-1 yang bersifat sebagai antioksidan (Kallel et al. 2014). Menurut Santoso (2005) senyawa antioksidan alami dalam tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik dan polifenolik, seperti golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki fungsi sebagai antioksidan meliputi flavon, flavanol, isoflavon, katekin dan kalkon, sedangkan turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat dan lain-lain (Shahwar et al. 2010). Senyawa fenol pada kulit bawang putih adalah polifenol yang berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat yaitu: asam kafeat, p-kumarat dan asam ferulat. Fenol mempunyai kardioprotektif, yaitu antioksidan yang sangat kuat. Senyawa antioksidan alami fenol dapat bereaksi sebagai penangkap radikal bebas, penghambat terbentuknya singlet oksigen dan mampu mencegah oksidasi LDL 20 kali lebih kuat dibandingkan dengan vitamin E (Winarsi 2007). Peng dan Kuo (2003) mengatakan dari hasil skrining fitokimia, didapatkan hasil bahwa ekstrak kulit bawang putih mengandung senyawa flavonoid selain senyawa alkaloid, fenol, seskuiterpenoid, monoterpenoid, steroid dan triterpenoid serta kuinon (Subagyo et al. 2007). Kulit bawang putih terkandung senyawa yang dapat digunakan sebagai bahan antimikroba alami, karena dapat menghambat bakteri patogen gram positif (Kallel 2014).

Penambahan kulit bawang putih dalam pakan kambing perah merupakan suatu upaya dalam memanfaatkan limbah pertanian yang berpotensi sebagai sumber antioksidan alami yang diberikan dalam pakan ternak. Penelitian ini dilakukan dengan penambahan kulit bawang segar dalam pakan kambing Saanen Peranakan Etawah (Sapera) diharapkan dapat meningkatkan respon ternak seperti konsumsi pakan, kolesterol dan trigleserida darah, produksi susu dan kualitas susu. Kulit bawang putih mengandung senyawa fenol diharapkan mampu menghambat saat terjadinya modifikasi oksidasi LDL yang dapat menyebabkan aterosklerosis. Saat HDL dioksidasi, HDL akan kehilangan asam-asam lemak tak jenuh sehingga kapasitas untuk menghilangkan kolesterol bebas dari sel menurun Hal

ini berhubungan dengan penurunan laju aliran HDL (Shahwar et al. 2010).

Mardalena (2011) mengatakan bahwa penambahan pakan dengan berbasis antioksidan dapat meningkatkan sekresi air susu domba dan jumlah sel penghasil laktoferin. Pemberian kulit bawang putih yang mengandung fenol dalam pakan belum pernah dilakukan pada kambing Sapera.

Tujuan Penelitian

(17)

3

Hipotesis

Pemberian jumlah kulit bawang putih diduga dapat meningkatkan konsumsi pakan kambing Sapera, menurunkan kadar kolesterol darah kambing Sapera meningkatkan produksi dan kualitas susu.

2

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanan di peternakan kambing perah Bangun Karso Farm berlokasi di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama sembilan minggu, pada bulan November 2014-Januari 2015. Penelitian terbagi dalam dua tahap yaitu tahap adaptasi pakan selama dua minggu dan tahap pengamatan selama tujuh minggu.

Bahan

Ternak dan Pakan Ternak

Penelitian ini menggunakan enam ekor kambing Sapera laktasi. Rata-rata bobot ternak sebesar 44.73 ± 1.43 kg dengan masa laktasi bulan ke dua-ketiga. Pakan yang diberikan yaitu rumput odot (Pannisetum purpreum cv. Matt), indogofera dan konsentrat. Kandungan gizi pakan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi nutrien bahan pakan dalam bahan segar Jenis pakan Analisis proksimat Labolatorium PAU IP *Taringan 2011 **Kallel 2013

Alat

Peralatan yang digunakan selama penelitian yaitu timbangan rumput Casio dan konsentrat kapasitas 100 kilogram, gelas ukur untuk mengukur produksi susu per hari. Spuit 10 ml Syringe untuk pengambilan darah kambing. Cooler box

(18)

4

Prosedur

Persiapan

Sebelum ternak dipindahkan ke dalam kandang individu, dilakukan persiapan kandang dan persiapan peralatan. Selama dua minggu ternak adaptasi dengan pakan. agar pengukuran peubah yang dilakukan tidak dipengaruhi oleh pemberian pakan sebelumnya. Pakan perlakuan akan dianalisa sebelum penelitian ini dimulai.

Pemeliharaan

Kambing Sapera dipelihara selama sembilan minggu di kandang individu. Selama masa pemeliharaan ternak dibedakan dengan dua perlakuan pakan yaitu, P0 (tanpa penambahan kulit bawang putih) dan P1 (dengan penambahan kulit bawang putih). Konsumsi bahan kering kambing Sapera dihitung dari 4% bobot badan (Esminger 2002). Selama pemeliharaan pakan yang diberikan terdiri dari hijauan yaitu rumput odot dan indigofera serta konsentrat dan kulit bawang putih. Perbandingan pemberian pakan disajikan dalam Tabel 2. Pakan pada kedua perlakuan sebelum masa perlakuan dimulai telah dihitung komposisi ransum sehingga ransum pada kedua perlakuan memenuhi kebutuhan hidup pokok dan masa laktasi yang sesuai dengan NRC (2006) konsumsi bahan kering kambing perah adalah 3.5%-5.0% dari berat hidup dan kebutuhan protein kasar 12%-17%. Jumlah nutrisi kedua perlakuan disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 2 Susunan ransum penelitian (%BK)

Jenis pakan P0 (%) P1 (%)

Penelitian ini menggunakan dua perlakuan yaitu P0 sebagai kontrol (38% rumput odot Pannisetum purpreum cv. Matt) + 38% indigofera + 24% konsentrat). Perlakuan P1 dengan penambahan 4.8% kulit bawang putih (33.2% rumput odot (Pannisetum purpreum cv. Matt) + 38% indigofera + 24% konsentrat + 4.8% kulit bawang).

Tabel 3 Perhitungan komposisi nutrien ransum perlakuan

(19)

5

Pengambilan Darah

Darah diambil dengan menggunakan spuit ukuran 5 ml melalui vena vugularis sebanyak 3 ml. Darah dari masing-masing kambing sesuai dengan kelompok perlakuan diambil pada hari ke-30. Darah diambil menggunakan spuit ukuran 5 ml melalui vena vugularis, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi diletakkan dalam keadaan miring selama 4-5 jam sampai terbebas serum. Serum dimasukkan kedalam mikrotub dan disimpan dalam lemari pendingin sebelum dianalisis (Suprayogi 2000).

Peubah

Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi (voluntary feed intake) adalah jumlah pakan yang terkonsumsi oleh hewan. Konsumsi pakan dihitung selama penelitian. Pakan ditimbang sebelum diberikan pada ternak dan sisa pakan akan ditimbang untuk mengetahui konsumsi pakan setiap harinya.

Analisis Kolesterol dan Trigliserida Darah (Fatma 2014)

Pengukuran kadar kolesterol menggunakan serum metoda yang digunakan dalam percobaan adalah CHOD-PAP, yaitu salah satu cara pemeriksaan kadar kolesterol berdasarkan reaksi enzimatik. Persiapan yang perlu dilakukan yaitu tabung blanko diisi 10 l aquades dan 1.000 l reagen kit, tabung standar diisi 10

l larutan standar kolesterol dan 1.000 l reagen kit, tabung sampel diisi 10 l serum darah dan 1.000 l reagen kit. Campuran kemudian dihomogenkan dengan vortex kemudian diinkubasi pada suhu 20oC- 25oC selama 10 menit. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang ( ) 500 nm dalam waktu 1 jam setelah pencampuran dengan alat spektrofotometer. Nilai kolesterol total dapat dihitung dengan rumus

C (mg 100ml) absorband sampel absorband standar × 200 mg/dl

Total trigleserida di ukur dengan metode tes kolorimetri enzimatik. tabung blanko diisi 10 l aquades dan 1.000 l reagen kit, tabung standar diisi 10

l larutan standar trigleserida dan 1.000 l reagen kit, tabung sampel diisi 10 l

serum darah dan 1.000 l reagen kit. Campuran kemudian dihomogenkan dengan

vortex kemudian diinkubasi pada suhu 20o- 25oC selama 10 menit dan diukur serapan pada panjang gelombang 500 nm terhadap blanko. Pengukuran serapan standar dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran serapan sampel (Dachriyanus et al. 2007). Nilai kadar trigleserida dapat dihitung dengan rumus:

C (mg 100ml) absorband sampel absorband standar × 200 mg/dl

Produksi Susu

(20)

6

Kualitas Susu

Pengumpulan sampel susu dilakukan selama satu minggu diakhir penelitian. Sampel susu sebanyak 50 ml diambil setiap pemerahan selama satu minggu. Pencampuran sampel susu dilakukan selama satu minggu. Jumlah sampel susu yang diperoleh sebanyak 6 sampel. Pengujian komposisi nutrisi susu dilakukan di Labolatorium PPSHB IPB. Komposisi nutrisi susu antara lain yaitu protein, lemak, air dan beberapa mineral makro (Ca dan P). Pengujian protein susu yaitu sampel susu ditimbang sebanyak 0.3 gram lalu dimasukkan ke dalam labu destruksi kemudian ditambahkan 0.2 gram katalis campuran dan 5 ml pekat. Campuran tersebut dipanaskan dalam lemari asam, hingga larutan berubah warna hijau terang atau warna jernih maka destruksi dihentikan, lalu didinginkan dalam lemari asam. Larutan dimasukkan kedalam labu destilasi dan diencerkan dengan 60 ml aquades. Satu buah batu didih dimasukkan ke dalam labu destilasi, dimana fungsi dari batu didih sebagai percepatan panas. Sebanyak 20 ml NaOH 40% dimasukkan sedikit demi sedikit melalui dinding labu dan dihubungkan dengan destilator. Sulingan (dan air) ditangkap oleh labu Erlemeyer yang berisi 25 ml 0.3 N, 2 tetes indikator campuran yaitu Methyl red 0.1% dan Bromcresol green 0.2% dalam alkohol. Penyulingan dilakukan hingga nitrogen dari cairan tersebut tertangkap oleh yang ada dalam erlenmeyer 2/3 dari cairan yang ada pada labu destilasi menguap atau terjadi letupan–letupan kecil atau erlenmeyer mencapai volume 100 ml. Selanjutnya labu erlenmeyer yang berisi sulingan dititrasi kembali dengan NaOH 0.3N. Diamati perubahan warna yang terjadi pada saat dititrasi, warna berubah menjadi warna hijau maka titrasi dihentikan karena sudah menandakan titik akhir titrasi susu, lalu bandingkan dengan titer blanko.

Uji lemak kasar yaitu sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram dan dibungkus menggunakan kertas saring yang bebas lemak. Lalu dikeringkan dalam oven selama 5 jam setelah itu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (M). Sampel dimasukkan kedalam tabung ekstraksi soxhlet. Soxhlet diisi dengan pelarut melalui kondensor dengan corong. Ekstraksi berlangsung selama 16 jam sampai pelarut pada alat soxhlet terlihat jernih. Sampel dikeluarkan dari alat

soxhlet dan dikeringkan dalam oven selama 5 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (N).

Asam Lemak Susu (AOAC 2005)

Asam lemak dianalisis menggunakan kromatografi gas. Sebelum dilakukan proses hidolisisdan esterifikasi, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi lemak sampelsusu dengan menggunakan metode soxhlet. Setelah diesterifikasi menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME), selanjutnya dianalisa menggunakan kromatografi gas.

Rancangan

(21)

7

Model liner Uji-t tidak berpasangan (Steel dan Torrie 1993) adalah

t xa xb

Pengujian nutrien kulit bawang putih menunjukkan bahwa kulit bawang putih mengandung asam lemak rantai pendek, rantai sedang dan rantai panjang, serta asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Kandungan asam lemak kulit bawang putih disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Asam lemak kulit bawang putih (Allium sativum)* Kulit bawang putih Konsentrasi (%) Kelompok Asam lemak jenuh

Undecanoic acid C11:0 0.05 MCFA

Lauric acid C12:0 0.11 MCFA

Tridecanoic acid C13:0 0.07 MCFA

Myristic acid C14:0 0.08 MCFA

Arachidic acid C20:0 0.87 LCFA

Heneicosanoic acid C21:0 0.06 LCFA

Behenic acid C22:0 1.08 LCFA

Linoleic acid C18:2n6c 0.18 PUFA

Cis-11-Eicosenoic acid, C20:1

0.06 PUFA

Total asam lemak tak jenuh 0.84

(22)

8

Asam lemak merupakan pembentuk lemak dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom C (karbon), ada atau tidaknya ikatan rangkap, jumlah ikatan rangkap serta letak ikatan rangkap. Berdasarkan struktur kimia asam lemak dibedakan menjadi dua yaitu: asam lemak jenuh (saturated fatty acid) dan asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid). Asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap, sedangkan asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap yang dibedakan menjadi MUFA (mono unsaturated fatty acid) yang memiliki satu ikatan rangkap dan PUFA (poly unsaturated fatty acid) memiliki ikatan rangkap lebih dari satu (Sartika 2008). Hasil analisis asam lemak kulit bawang putih menunjukan bahwa asam lemak kulit bawang putih didominasi oleh asam lemak jenuh dan didominasi oleh asam lemak rantai panjang yaitu 3.42%, sedangkan asam lemak tak jenuh hanya 0.84%. Berbeda dengan asam lemak pada umbi bawang putih yaitu 80.4% asam lemak tak jenuh dan asam lemak jenuh hanya 15.3%. Asam lemak MUFA terdeteksi sangat rendah dalam kulit bawang putih yaitu 0.60% dan tidak terdeksi dalam umbi bawang putih.

Konsumsi Pakan dan Nutrien

Konsumsi pakan berperan penting terhadap produksi susu. Jumlah konsumsi pakan kambing sapera selama penelitian disajikan pada Tabel 5. Perlakuan P1 dengan penambahan 4.8% kulit bawang tidak terjadi peningkatkan konsumsi pakan bentuk bahan segar atau bahan kering.

Tabel 5 Rata-rata konsumsi pakan kambing Sapera (g ekor-1 h-1)

Huruf yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (p<0,05); P0=pakan kontrol tanpa kulit bawang; P1=pakan+ kulit bawang

Pemberian kulit bawang putih terhadap konsumsi pakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada kedua perlakuan. Rata-rata konsumsi bahan kering per hari perlakuan P0 yaitu 4.06% dari bobot badan. Pada perlakuan P1 dengan penambahan kulit bawang dalam pakan konsumsi bahan kering sebesar 3.76% dari bobot badan. Pakan yang diberikan pada kambing harus dapat memenuhi kebutuhan untuk hidup pokok dan produksi. Menurut Rashid (2008) kebutuhan nutrien kambing perah harus dipenuhi sesuai kebutuhan hidup pokok kambing. Jumlah pakan diberikan tergantung kondisi fisiologis (pertumbuhan, bunting dan laktasi), bangsa dan kapasitas produksi (Gall 1981). Penelitian ini mengacu pada standar ketercukupan nutrisi kambing laktasi berdasarkan NRC (2006) yaitu kebutuhan bahan kering sebesar 2.8-4.6% berat badan.

Konsumsi pakan P0 P1

Bahan segar 3208 ± 126.67 3107 ± 156.78

Bahan kering 1787 ± 139.23 1678 ± 141.96

Lemak kasar 87.70 ± 6.25 81.57 ± 5.03

Karbohidrat 453.74 ± 4.27 445.33 ± 5.16

Protein kasar 308.6 ± 5.87 289.70 ± 6.48

Serat kasar 205.1 ± 6.08 198.74 ± 7.28

BETN 343.12 ± 4.12 314.09 ± 5.01

(23)

9

Penelitian menggunakan pakan rumput odot (Pannisetum purpreum cv. Matt), indigofera dan konsentrat. Pakan basal dalam penelitian ini telah disusun sesuai dengan kebutuhan ternak kambing laktasi berdasarkan pada rekomendasi NRC (2006) yaitu 12%-17% protein kasar, 0.20% kalsium dan 0.14% fosfor. Ransum kedua perlakuan memiliki kandungan nutrisi yang hampir sama (Tabel 3), dengan demikian diasumsikan memiliki palatabilitas yang hampir sama terhadap pakan, sehingga penambahan 4.8% kulit bawang tidak mempengaruhi konsumsi pakan kedua perlakuan. Konsumsi pakan kambing berhubungan erat dengan palatabiltas terhadap pakan, sifat fisik dan bahan kimia pakan (Mc Donald

et al. 2002).

Tingkat konsumsi bahan kering dalam penelitian ini lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Ramadhan (2013) yaitu 1.482 g ekor-1h-1 pada kambing PE dan lebih rendah dari yang dilaporkan Serment et al. (2011) yaitu konsumsi bahan kering kambing Sanen 2681 g ekor-1h-1. Konsumsi bahan kering ternak dapat dipengaruhi oleh bobot badan ternak (Ensminger et al. 2002), jenis pakan dan lingkungan kandang (Toharmat 2007). Konsumsi pakan merupakan faktor yang berperan penting dalam keberlangsungan hidup ternak untuk memenuhi produksi baik daging, susu dan tenaga. Jumlah konsumsi ternak dipengaruhi beberapa hal yaitu palatabilitas, konsumsi nutrisi dan bentuk pakan. Tingkat konsumsi ternak sesuai dengan kebutuhan energi ternak. Haryanto (2012) mengatakan bahwa ternak akan berhenti makan apabila energi telah terpenuhi serta kapasitas retikulo-rumen untuk menampung massa digesta sudah mencapai batas maksimal.

Kulit bawang putih mengandung asam lemak jenuh palmitat (C:16) sebesar 1.06%. Oksidasi dari asam lemak palmitat dapat menghasilkan FADH2 dan NADH yang setara dengan 129 ATP (Haryanto 2012), oleh karena itu dengan penambahan kulit bawang putih maka kebutuhan energi ternak akan cepat terpenuhi sehingga ternak akan berhenti mengkonsumsi pakan. Hal ini sejalan dengan hasil konsumsi pakan P1 lebih rendah dibandingkan konsumsi P0. Kulit bawang putih yang telah dipisahkan dari umbinya berbentuk kering dan tipis dan dicampur dengan konsentrat. Pemberian 24% konsentrat dengan penambahan 4.8% kulit bawang putih dalam pakan dapat dihabiskan oleh ternak. Hal ini membuktikan bahwa kulit bawang putih tidak mempengaruhi palatabilitas pakan. Konsumsi nutrien kedua perlakuan belum menunjukkan perbedaan yang nyata. Konsumsi nutrien ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, umur, bobot badan, jenis kelamin dan tingkat produksi (Haryanto 2003).

(24)

10

akan mempengaruhi besarnya nutrien lain yang dikonsumsi, sehingga semakin banyak pakan yang dikonsumsi akan meningkatkan konsumsi nutrien lain yang ada dalam pakan (Sutardi 1981; Kamal 1997). Konsumsi protein ternak akan dirombak menjadi asam amino yang akan digunakan sebagai prekursor dalam sintesis protein susu, disamping itu protein juga berfungsi untuk pertumbuhan.

Konsumsi lemak kasar kedua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap penambahan kulit bawang putih. Konsumsi lemak pada perlakuan P0 yaitu 4.9% dari bahan kering dan P1 4.8% dari bahan kering. Parakkasi (1999) menyarankan kandungan lemak dalam pakan tidak melebihi 5% karena kandungan lemak yang tinggi akan mempengaruhi aktivitas mikroba rumen yaitu menurunkan populasi mikroba pencerna serat. Kandungan lemak dalam pakan kedua perlakuan rata-rata 4.97%, hal ini menunjukkan penambahan kulit bawang putih dalam pakan tidak menganggu kecukupan lemak kasar dalam pakan. Konsumsi lemak kasar perlakuan P0 yaitu 87.70 g ekor-1 h-1 dan perlakuan P1 81.57 g ekor-1 h-1, jumlah ini lebih tinggi dari tingkat konsumsi lemak kasar yang dilaporkan oleh Suparjo et al. (2011) yaitu sebesar 47 g ekor-1 h-1pada kambing PE laktasi. Lemak merupakan sumber energi 2.25 kali lebih tinggi dibandingkan karbohidrat.

Serat kasar merupakan salah satu sumber karbohidrat ternak ruminansia selain dari gula sederhana dan pati. Ternak ruminansia dewasa mampu mencerna serat disebabkan mikroba rumen dapat memecahnya menjadi molekul karbohidrat sederhana dan VFA (volatil fatid acid) (Tyler dan Ensminger 2006). Penambahan kulit bawang putih 4.8% dalam pakan tidak mempengaruhi konsumsi serat kasar. Nilai konsumsi serat kasar P0 yaitu 11.47% dari bahan kering dan P1 sebesar 11.96% dari bahan kering. Konsumsi serat kasar ransum mempengaruhi tingkat konsumsi bahan kering. Menurut NRC (2006) kebutuhan serat kasar pada kambing perah sekurang kurangnya 12% dari bahan kering. Berdasarkan NRC (2006) konsumsi serat kasar kedua perlakuan tidak memenuhi jumlah yang disarankan.

Pengaruh Perlakuan terhadap Kolesterol dan Trigleserida

Hasil pengujian kadar kolesterol darah dan trigleserida darah kambing Sapera yang disuplementasi senyawa fenol dari kulit bawang putih disajikan dalam Tabel 6. Penambahan kulit bawang putih dalam pakan menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kadar kolesterol darah kambing Sapera. Kadar kolesterol darah kambing Sapera perlakuan P1 lebih tinggi dari P0. Kadar kolesterol darah P1 lebih tinggi 26.32% dibanding kolesterol darah P0. Kadar kolesterol P1 dan P0 masih dalam batas normal kadar kolesterol kambing. Menurut Mayer dan Hervey (2004) rata-rata kolosterol normal pada ternak kambing

yaitu 50-140 mg dl-1. Kolesterol terdapat dalam darah bersama trigliserida,

(25)

11

Tabel 6 Rata-rata kadar kolesterol dan trigleserida dalam darah mg dl-1

Kelompok Perlakuan akan menyebabkan peningkatan kadar kolesterol darah (Arisman 2004). Menurut Yusuf et al. (2013), konsumsi lemak terutama asam lemak jenuh akan berpengaruh terhadap kadar low density lipoprotein (LDL) yang menyebabkan darah mudah menggumpal. Hardiansyah (2011), membuktikan bahwa terdapat hubungan positif yang bermakna antara konsumsi lemak, asam lemak jenuh sehingga menyebabkan hiperkolesterol. Perlakuan P1 dengan penambahan kulit bawang putih mendapatkan tambahan asupan asam lemak dari kulit bawang putih yang didominasi oleh asam lemak kelompok SFA rantai panjang (Tabel 6). Konsumsi asam lemak jenuh akan meningkatkan total kolesterol dalam darah (Decker 1996; Grundy 1999; Uauy 2009; White 2009). Kolesterol dalam darah 5% berasal dari pakan dan 80% disintesis oleh hati (Piliang dan Djojosoebagio 1990). Kolesterol darah berfungsi sebagai prekursor untuk biosintesis hormon steroid dan asam empedu (Wirahadikusumah 1985). Selain itu, kolesterol dalam darah merupakan respon yang berhubungan dengan perubahan derajat asam lemak bebas pada pakan, karena asam lemak bebas akan diubah menjadi asil ko-A yang akan berubah menjadi asetil ko-A yang merupakan prekursor utama pembentukan kolesterol (Murray et al. 2003).

Kandungan kolesterol dipengaruhi banyak faktor seperti pakan, lingkungan dan stress ternak. Hasil penelitian dengan pemberian 4.8% kulit bawang putih yang mengandung 5% fenol belum mempengaruhi kadar kolesterol darah, meskipun kadar kolesterol dalam penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar kolesterol darah kambing PE yang dilaporkan oleh Yupardhi (2013) yaitu 121.100 mg dl-1 dengan penambahan minyak ikan lemuru pada pakan. Pemberian kulit bawang putih menghasilkan kadar kolesterol darah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pemberian minyak ikan lemuru.

Lemak yang terdapat dalam pakan akan diuraikan menjadi kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak bebas pada saat dicerna dalam usus. Keempat unsur lemak ini akan diserap dari usus dan masuk ke dalam darah. Kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak bebas tidak larut dalam darah. Agar dapat diangkut dalam aliran darah, kolesterol bersama dengan lemak-lemak lain (trigliserida dan fosfolipid) harus berikatan dengan protein untuk membentuk senyawa yang larut dan disebut dengan lipoprotein.

(26)

12

kandungan kadar trigleserida di dalam darah dipengaruhi oleh lemak di dalam jaringan yang berasal dari sintesa lemak di hati (Syamsuhadi 1997). Tingginya asam lemak susu pada perlakuan P1 (Tabel 7) sejalan dengan meningkatnya kadar trigliserida darah pada P1 dengan penambahan kulit bawang putih.

Bahan utama pembentuk asam lemak susu yang diserap oleh kelenjar susu dalam jumlah yang cukup banyak untuk sintesa lemak susu yaitu: glukosa, asetat, beta-hidroksibutirat dan trigliserida. Asam lemak susu hampir seluruhnya berasal dari trigliserida darah dan LDL darah. Sebuah penelitian dengan menggunakan bahan radio aktif, mengatakan bahwa 25% asam lemak susu kambing berasal dari lemak makanan dan 50% dari lipida plasma serta 40%-60% komponen susu berasal dari serum darah (Serment et al. 2011). Menurut Lehninger (1997) trigliserida adalah komponen utama dari lemak penyimpanan atau depot lemak pada tumbuhan dan hewan, tapi umumnya tidak dijumpai pada membran. Fungsi trigliserida yang utama adalah sebagai cadangan energi karena trigliserida merupakan bentuk lemak yang efisien untuk dipakai sebagai cadangan energi dan tidak banyak membutuhkan tempat. Menurut Muchtadi et al. (1993), organ yang paling banyak melakukan pembentukan trigliserida adalah hati dan jaringan adiposa. Jaringan adiposa adalah jaringan khusus sintesis, penyimpan dan hidrolisis trigliserida. Trigliserida disimpan sebagai droplet cair di dalam sitoplasma, tetapi bukan sebagai simpanan yang mati karena waktu paruhnya beberapa hari. Sintesis dan penguraian trigliserida akan terjadi terus menerus di dalam jaringan adiposa yaitu dalam kondisi homeostatis. Sintesis trigliserida di dalam hati terutama digunakan untuk memproduksi lipoprotein darah pemenuhan kebutuhan asam lemak dapat berasal dari makanan, dari jaringan adiposa melalui darah atau dari biosintesis hati. Sintesis trigliserida dapat juga terjadi melalui fosforilasi fragmen yang mengandung tiga atom karbon.

Peningkatan kadar trigliserida darah kambing Sapera disebabkan asam lemak jenuh yang terkandung dalam kulit bawang lebih tinggi dibandingkan asam lemak tidak jenuh. Kadar kolesterol dan trigliserida darah akan digunakan untuk kebutuhan metabolisme ternak, setelah kebutuhan metabolisme ternak tercukupi maka kolesterol dan trigliserida dalam darah akan disintesis ke dalam susu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syam dan Tasse (2012) bahwa nutrien dalam pakan terlebih dahulu digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup pokok, apabila kebutuhan hidup pokok terpenuhi, selanjutnya nutrien akan digunakan untuk pertumbuhan dan produksi. Fitosterol merupakan komponen fitokimia yang mempunyai fungsi berlawanan dengan kolesterol. Senyawa fenol pada kulit bawang putih diasumsikan belum mampu berperan positif dalam menurunkan kadar trigleserida darah kambing Sapera.

Produksi susu

(27)

13

perlakuan yaitu 626.20 ml ekor-1 h-1 lebih rendah bila dibandingkan dengan P0 yaitu 649.33 ml ekor-1 h-1. Namun setelah diberi perlakuan kulit bawang putih terjadi peningkatan produksi susu yaitu sebesar 13% ekor-1 h-1.

Tabel 7 Produksi susu kambing Sapera (ml ekor-1 h-1)

P0=pakan kontrol tanpa kulit bawang; P1=pakan+ kulit bawang

Kenaikan produksi susu sebelum dan sesudah perlakuan pada P1 lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan P0, yaitu sebesar 83.13 ml ekor-1h-1 dan P0 sebesar 58.34 ml ekor-1h-1. Kenaikan produksi kedua perlakuan dipengaruhi oleh masa laktasi pertama bulan ke 2-3. Hal ini sesuai dengan pendapat Macciota et al. (2008) bahwa puncak produksi susu terjadi antara bulan ke-2 sampai bulan ke-4 periode laktasi. Budiarsana (2001) mengatakan kambing Sapera mampu memproduksi susu sebesar 650 sampai 900 ml ekor-1h-1. Produksi susu dengan penambahan kulit bawang putih belum mampu melewati batas standar produksi susu kambing Sapera menurut hasil yang diperoleh Budiarsana (2009) yaitu 709.33 ml ekor-1h-1. Pemberian 4.8% kulit bawang putih dalam pakan belum menunjukkan hasil yang positif terhadap produksi susu kambing Sapera.

Produksi susu dipengaruhi oleh bulan laktasi dan kondisi lainnya seperti bobot badan induk, umur induk, ukuran ambing, jumlah anak, nutrisi pakan dan suhu lingkungan (Ensminger 2002). Nutrisi yang terkandung dalam pakan seperti protein, lemak dan serat kasar diserap kedalam darah sehingga mencapai organ ambing untuk sintesa susu (McDonald et al. 2002). Susu disintesis oleh induk laktasi dengan interval waktu pemerahan. Susu disintesis di dalam sel epetelium alveolus ambing dan selanjutnya disekresikan ke dalam lumen alveolus, dari

lumen alveolus susu selanjutnya dibawa ke saluran-saluran besar (ductus primer) dan sisterna kelenjar (Muktar 2006). Komponen pembentukan susu diangkut ke dalam alveolus melalui aliran darah oleh kapiler-kapiler yang membawa darah ke basis sel epitelium. Sebagian komponen pembentuk susu langsung diambil dari komponen yang terdapat dalam darah dan sebagiannya melalui sintesis dengan menggunakan bahan-bahan yang terdapat dalam darah, sedangkan bahan sisa metabolisme yang tidak digunakan akan dikembalikan ke dalam darah.

Pakan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi produksi susu (Suranindyah 1996). Ternak yang sedang laktasi terutama pada 8 minggu pertama masa laktasi, aktivitas metabolisme kelenjar ambingnya meningkat, maka diperlukan pasokan nutrien yang cukup tinggi dalam upaya memenuhi kebutuhan ternak untuk sintesis air susu (Collier 1985). Sejalan dengan pendapat (Syam dan Tasse 2012) bahwa jumlah dan kualitas nutrisi pakan mempengaruhi produksi susu. Selain itu sel sekretori dalam jaringan ambing juga dapat mempengaruhi produksi susu.

(28)

14

susu. Dengan meningkatnya laktosa susu, maka produksi susu juga meningkat karena laktosa berperan sebagai osmoregulator pada kelenjar ambing (Blaxter 1969; Orskov dan Ryle 1990).

Kualitas Susu

Kualitas susu kambing Sapera dalam penelitian ini secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata P>0.05 diantara perlakuan P0 dan P1. Kulit bawang putih tidak memberikan pengaruh pada kualitas susu kambing Sapera. Kualitas susu kambing Sapera pada kedua perlakuan disajikan dalam Tabel 8. Kualitas susu kambing bervariasi dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya individu ternak, bangsa, kesehatan, status nutrisi, masa laktasi, umur, interval pemerahan, pakan dan faktor lingkungan peternakan (Sodiq dan Abidin 2002).

Spreer (1998) menyebutkan bahwa komponen kimia alami susu kambing terdiri atas: air, lemak, protein, BKTL dan komponen lain seperti garam, asam sitrat, enzim, vitamin, gas dan fosfolipid.

Tabel 8 Rata-rata kualitas susu kambing Sapera (%)

P0=pakan kontrol tanpa kulit bawang; P1=pakan+ kulit bawang

Kadar bahan kering susu kambing Sapera tidak menunjukkan perbedaan yang nyata P>0.05. Bahan kering susu perlakuan P0 yaitu 16.25%, lebih tinggi dibandingkan P1 yaitu 16.08%. Bahan kering susu kambing Sapera dengan penambahan kulit bawang putih tidak berbeda jauh dari yang dilaporkan Atabany (2001) yaitu 16.38%. Bahan kering susu penelitian ini lebih tinggi dari yang

dilaporkan Senjaya (2012) yaitu 14.36%–14.84% pada kambing PE. Kualitas susu

yang tercantum dalam peraturan pemerintah (milk codex) yaitu minimal bahan kering susu 12.10%. Bahan kering susu perlakuan P1 (16.08%) dengan penambahan kulit bawang putih lebih tinggi dari batas minimal Milk codex yang telah ditetapkan.

Kadar lemak susu kambing bervariasi dari 3.40-7.76% (James 1980). Perlakuan P0 tanpa pemberian kulit bawang putih memperoleh kadar lemak sebesar 8.23% sedangkan P1 dengan penambahan kulit bawang putih yaitu 7.96%. Lemak susu terdapat dalam bentuk trigliserida sebesar 97-98% dan sebagian lainnya dalam bentuk fosfolipid (Larson 1981). Kadar lemak susu berfluktuasi dan banyak dipengaruhi oleh jenis pakan, bangsa, produksi susu, tingkat laktasi, kualitas dan kuantitas pakan (Wikantadi 1977). Sebagian lemak susu disintesis di dalam kelenjar ambing yaitu sekitar 50% berasal dari asam lemak rantai pendek berupa asetat, betahidrosi butirat yang dihasilkan oleh fermentasi selulosa di rumen, sebagian lagi berasal dari asam lemak rantai panjang dari makanan dan cadangan lemak tubuh (Holmes dan Witson 1984). Kadar lemak dalam penelitian ini lebih tinggi dari yang dilaporkan Senjaya (2012)

(29)

15

yaitu 5.93%-6.17%, yang artinya pemberian kulit bawang putih dalam pakan tidak memberikan dampak yang tinggi terhadap kualitas lemak susu kambing Sapera.

Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan pengaruh lemak terhadap komposisi bahan kering susu (Akers 2002). Thai Agricultural Standard (2008) telah menetapkan kadar BKTL yang harus dimiliki susu segar yaitu minimal sebesar 8.25%. Kadar BKTL susu dengan penambahan kulit bawang putih sebesar 8.12%, nilai ini lebih rendah dari yang dilaporkan Pinem (2007) yaitu sebesar 9.32%. Namun kadar BKTL perlakuan kulit bawang putih lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar BKTL

kambing PESA yang dilaporkan oleh Ruhimat (2003) yaitu sebesar 6.99 %. Kadar

BKTL susu kambing Sapera pada penelitian ini belum memenuhi standar Thai Agricultural Standard (2008).

Kadar protein susu kambing Sapera dengan penambahan kulit bawang putih tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Kandungan protein susu bervariasi tergantung dari bangsa, produksi susu, tingkat laktasi, kualitas dan kuantitas pakan

(Tahormat 2002). Protein disintesis dari asam amino yang berada dalam darah

sebagai hasil penyerapan pencernaan nutrisi atau dari hasil perombakan metabolisme tubuh (Akers 2002). Penelitian tentang kadar protein dalam susu kambing telah banyak dilakukan, sehingga berbagai hasil penelitian menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu berkisaran 2.64%-5.06 % (Jemes 1980). Kadar protein perlakuan P1 yaitu 5.90%, sedangkan perlakuan P0 6.00%. Hasil kadar protein penelitian ini lebih rendah dengan kadar protein yang dilaporkan oleh Ruhimat (2003) yaitu sebesar 6.99% dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan

(Sofriyani 2012) yaitu berkisar 3.21%-4.05%, pada kambing PE dengan

penggunaan pakan silase daun singkong. Berdasarkan Thai Agricultural Standard

(2008) susu kambing segar harus memiliki 3.1%-3.4.% kadar protein susu. Susu kambing Sapera dengan penambahan 4.8% kulit bawang putih telah memenuhi standar susu segar menurut Thai Agricultural Standard (2008).

(30)

16

Asam Lemak Susu

Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus yang terdiri dari jumlah atom karbon genap (4, 6, 8 dan seterusnya) diperoleh dari hasil hidrolisis lemak. Asam lemak digolongkan menjadi tiga yaitu berdasarkan panjang rantai asam lemak, tingkat kejenuhan dan bentuk isomer geometrisnya (Silalahi dan Tampubolon 2002). Secara statistik asam lemak susu perlakuan P0 berbeda nyata P<0.05 dengan perlakuan P1. Asam lemak susu perlakuan P1 sebesar 74.02% dan asam lemak susu P0 hanya 65.42%. Profil asam lemak susu kambing Sapera disajikan pada Tabel 9 serta asam lemak yang dibedakan berdasarkan panjang rantainya. Susu kambing memiliki bau khas yang berbeda dengan susu sapi, yaitu bau prengus yang disebabkan oleh asam lemak rantai pendek seperti C6:0, C8:0 dan C10:0. Ketiga asam lemak tersebut adalah hasil metabolisme asam lemak mudah menguap (Syam dan Tasse 2012).

Hasil asam lemak C6:0 pada perlakuan P1 secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan perlakuan P0. Perlakuan P1 memperoleh kandungan asam lemak C6:0 lebih rendah dibandingkan perlakuan P0. Asam lemak C8:0 dan C10:0 menunjukkan nilai yang tinggi pada perlakuan P1 dari pada perlakuan P0. Jumlah ketiga asam lemak pada perlakuan P0 yaitu 7.93% sedangkan pada perlakuan P1 ketiga asam lemak ini diperoleh sebesar 8.86%, sehingga susu perlakuan P1 lebih bau prengus dibanding susu perlakuan P0. Sumarmono (2015) telah melakukan penelitian tentang asam lemak susu kambing PE yang merupakan induk dari kambing Sapera yang disilangkan dengan pejantan Saneen. Hasil ketiga asam lemak pada susu PE yaitu 8.76% (Sumarmono et al.

2015), dimana jumlah ini tidak berbeda jauh dengan jumlah ketiga asam lemak perlakuan P1. Penelitian ini menunjukan hasil ketiga asam lemak P1 lebih tinggi dari hasil asam lemak yang ditemukan Sumarmono et al. (2015) pada penelitian sebelumnya.

Asam lemak C6:0, C8:0 dan C10:0 merupakan asam lemak yang banyak terkandung dalam susu kambing susu kambing pada P1 lebih berbau prengus karena jumlah asam lemak C6:0, C8:0 dan C10:0 lebih tinggi pada P1. Pembentukan ketiga asam lemak tersebut merupakan hasil sintesis di dalam kelenjar ambing menggunakan asam asetat, beta hidroksi butirat yang dihasilkan oleh fermentasi selulosa di rumen (Holmes dan Wilson 1984). Perbedaan nilai ketiga asam lemak rantai pendek tersebut dikarenakan kandungan pakan yang berbeda menunjukkan respon yang berbeda pada asam lemak susu kambing Sapera.

Asam lemak dapat dibagi berdasarkan tingkat kejenuhannya yaitu; (1) asam lemak jenuh (SFA) karena tidak mempunyai ikatan rangkap, (2) asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) hanya memiliki satu ikatan rangkap dan (3) asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) memiliki lebih dari satu ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya (Silalahi 2000; Silalahi dan Tampubolon 2002). Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sumarmono (2015) tentang profil asam lemak susu kambing peranakan Etawah, maka hasil analisis asam lemak kambing Sapera akan dibandingkan dengan asam lemak susu kambing peranakan Etawah yang merupakan induk dari kambing Sapera.

Hasil penelitian asam lemak berdasarkan ikatan rantainya disajikan pada

(31)

17

perbedaan yang nyata, rata-rata SCFA hampir sama besarnya pada kedua perlakuan, namun nilai asam lemak rantai pendek perlakuan P1 lebih tinggi yaitu 25.20% sedangkan perlakuan P0 hanya 24.40%. Pakan hijauan tidak mempengaruhi asam lemak rantai pendek (White 2009). Sintesis asam lemak rantai pendek dipengaruhi oleh asam asetat yang merupakan hasil fermentasi karbohidrat oleh mikroba dalam rumen. Melalui dinding rumen asam asetat dalam darah yang telah diabsorbsi akan dibawa ke hati untuk disintesa menjadi lemak susu (White 2009). Asam lemak rantai pendek merupakan asam lemak yang mendominasi dalam susu kambing. Hampir 80% dari total asam lemak diperoleh dari asam lemak rantai pendek. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Sumarmono (2015) yang mengatakan bahwa asam lemak rantai pendek seperti C6:0, C8:0 dan C10:0 merupakan asam lemak terbanyak dalam susu kambing.

Gambar 1 Asam lemak susu berdasarkan rantai pada kedua perlakuan

Asam lemak ikatan rantai sedang MCFA memiliki konsentrasi yang tinggi pada perlakuan P1 yaitu 31.55% dari pada perlakuan P0 26.26%. Pakan dengan tambahan kulit bawang putih memiliki serat kasar dan asam lemak jenuh yang lebih tinggi, di dalam rumen serat kasar berperan penting dalam pencernaan karbohidrat. Asam lemak rantai sedang diperoleh dari eksegenous dan endegenous yang merupakan hasil elongasi asam lemak rantai pendek di dalam hati (Kennelly 1996). Kandungan asam lemak rantai sedang secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata pada kedua perlakuan. Hal ini berkaitan dengan hasil elongasi asam lemak rantai pendek yang merupakan awal pembentukan asam lemak rantai sedang, pada Gambar 1 ditunjukkan asam lemak rantai pendek perlakuan P1 lebih tinggi dibanding perlakuan P0. Hal ini beriringan dengan meningkatnya asam lemak rantai sedang pada perlakuan P1. Hasil penelitian ini

(32)

18

tidak berbeda jauh dengan laporan Sumarmono (2015) yang mendapatkan asam lemak rantai sedang susu kambing sebesar 27.43% dengan perlakuan pakan hijau yang berbeda. Penambahan kulit bawang dalam penelitian ini mampu meningkatkan asam lemak rantai sedang.

Asam lemak rantai panjang LCFA tidak dapat diproduksi oleh ternak itu sendiri. LCFA memiliki jumlah karbon lebih dari dua belas. Asam lemak rantai panjang dapat diperoleh dari pakan dan mikroba di rumen (Kalscheur 1997). Jenis mikroba memiliki peran besar dalam menentukan jumlah asam lemak rantai panjang. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai LCFA pada perlakuan P1 lebih tinggi dari P0 yaitu 15.73%. P0 memperoleh LCFA sebesar 14.02%. Asam lemak rantai panjang tidak dapat disintesa dalam jaringan dan tubuh ternak. Asam lemak rantai panjang dapat disintesa oleh mikroba dalam rumen (Tasse 2012). Kemampuan mikroba dalam rumen sangat mempengaruhi sintesis asam lemak rantai panjang. Menurut Wina et al. (2006) sintesa mikroba rumen tidak dipengaruhi oleh pakan namun enzim dan jenis mikroba yang merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya asam lemak rantai panjang pada susu kambing.

(33)

17

19

Tabel 9 Profil asam lemak susu kambing Sapera diberi perlakuan kulit bawang n=3

Asam lemak Kelompok

Perlakuan (n=3)* Asam lemak PE**

P0 %w/w

P1 %w/w

Caproic acid C6:0 SCFA 2.4400± 0.65 a 1.5133± 0.26b 1.93

Caprilic acid C8:0 SCFA 1.4133± 0.14a 1.7633± 0.15b 1.76

Capric acid C10:0 SCFA 4.0767± 0.25a 5.5867± 0.65b 5.07

Undecanoic acid C11:0 MCFA 0.0400± 0.01 0.0633± 0.02 0.05

Lauric acid C12:0 MCFA 1.3467± 0.01a 1.8500± 0.02b 1.89

Tridecanoic acid C13:0 MCFA 0.0433± 0.02a 0.0600± 0.01b 0.05

Myristic acid C14:0 MCFA 3.9067± 0.01a 4.4600± 0.02b 4.64

Myristoleic acid C14:1 MCFA 0.0533± 0.01a 0.0733± 0.04b 0.07

Pentadecanoic acid C15:0 MCFA 0.6600± 0.22 0.6900± 0.04 0.76

Palmitic acid C16:0 LCFA 15.561± 1.12a 18.163± 1.91b 15.71

Palmitoleic acid C16:0 MUFA 0.7433± 0.08a 0.9100± 0.17b 0.69

Heptadecanoic acid C17:1 LCFA 0.4600± 0.04a 0.5133± 0.06b 0.59

Stearic acid C18:0 LCFA 12.487± 0.84a 13.310± 1.20b 12.14

Oleic acid C18:1n9c MUFA 18,317± 1.53a 21.220± 1.09b 19.46

Linoleic acid C18:2n6c PUFA 3.0600± 0.31a 2.7967± 0.16b 3.81

Aarachidic acid C20:0 LCFA 0.2067± 0.02a 0.2167± 0.01b 0.19

ᵞ-Linolenic acid C18:3n6 PUFA 0.0200± 0.01 0.0300± 0.02 0.62

Linolenic acid C18:3n3 PUFA 0.4200± 0.05a 0.3700± 0.02b -

Cis-11,14-Eicosedienoic acid C20:2 PUFA 0.0633± 0.02a 0.0500± 0.01b 0.06

Bahenic acid C22:0 LCFA 0.1000± 0.02 0.0900± 0.01 0.08

Arachidonoic acid C20:2 PUFA 0.1500± 0.02a 0.1700± 0.01b 0.16

Tricosanoic acid C23:0 LCFA 0.0500± 0.01 0.0300± 0.03 0.03

Cis-5,8,11,14,17-Eicosapentaenoic acid C20:5n3

PUFA 0 0.0367 0.01

Asam lemak total 65.42667± 0.09a 74.02333± 0.05b 70.00 Ket : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan t berbeda nyata (p<0,05); P0= Kontrol; P1= penambahan kulit bawang.

*= jumlah ulangan

(34)

20

Gambar 2 Grafik asam lemak jenuh dan tidak jenuh pada kedua perlakuan Berdasarkan tingkat kejenuhan, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Berikut Gambar 2 rata-rata asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh pada kedua perlakuan. Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mendominasi dalam susu kambing (White 2009). Seiring dengan pendapat Alonso (1999) menyatakan asam lemak jenuh lebih banyak dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh susu kambing pada penelitian ini lebih banyak dibanding asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh perlakuan P0 yaitu 42.89% sedangkan asam lemak tak jenuh sebesar 23.72%. Perlakuan P1 asam lemak jenuh juga mendominasi dari pada asam lemak tak jenuh yaitu 48.61%. Asam lemak tak jenuh perlakuan P1 lebih tinggi dari P0 yaitu sebesar 25.22%. Perlakuan P0 menunjukkan kandungan asam lemak tak jenuh yang lebih rendah dari perlakuan P1 yaitu 23.72%. Asam lemak jenuh P1 lebih tinggi dibandingkan Sumarmono (2015) yaitu 21.2%. Asam asetat dan lemak darah merupakan prekursor untuk sintesis asam lemak susu (Collier 1985). Asam lemak jenuh ditemukan dalam susu kambing berupa kaproat, miristrat, palmitat dan oleat. Konsentrasi setiap jenis asam lemak dalam susu berbeda-beda. Perbedaan konsentrasi asam lemak pada susu besar kaitannya dengan sumber pakan mikroba rumen (Collier 1985). Terjadinya peningkatan asam lemak jenuh susu kambing Sapera pada perlakuan P1 disebabkan kulit bawang putih yang diberikan mengandung asam lemak jenuh 9.24%, lebih tinggi dibandingkan asam lemak tak jenuh. Tingginya konsumsi asam lemak jenuh pada P1 menyebabkan kandungan plasma kolesterol darah lebih tinggi dan berdampak pada meningkatnya asam lemak susu kambing Sapera perlakuan P1.

Lemak terdiri dari ester asam lemak dan gliserol (Poedjiadi 2006). Asam lemak merupakan salah satu molekul sederhana yang membentuk lemak. Asam lemak susu salah satu nilai nutrisi yang sangat berharga secara komersial, karena rasa dan bau pada susu diperoleh dari kandungan lemak pada susu. Berbeda dengan asam lemak tidak jenuh yang memiliki ikatan rangkap pada rantai karbonnya sehingga peka terhadap oksidasi dan dapat menurunkan pembentukan radikal bebas, serta dapat menurunkan kolesterol. Penggunaan kulit bawang putih dalam penelitian dapat meningkatkan kualitas susu dengan meningkatnya asam

(35)

21

lemak jenuh dalam susu yang memiliki pengaruh negatif terhadap kesehatan. Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap pada atom karbon, sehingga asam lemak jenuh tidak peka terhadap oksidasi dan pembentukan radikal bebas dan memungkinkan terjadinya peningkatan kadar kolesterol total dan LDL (low density lipoprotein) (Sartika 2008).

4

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan kulit bawang putih dalam pakan tidak berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi pakan, produksi susu, namun mempengaruhi profil asam lemak susu. Senyawa fenol dalam kulit bawang putih belum mampu dalam menurunkan kadar kolesterol dan trigiserida darah kambing Sapera. Penambahan kulit bawang putih yang mengandung asam lemak jenuh tinggi, meningkatkan plasma kolesterol dan trigliserida darah dan meningkatkan asam lemak jenuh susu kambing Sapera.

Saran

Pemberian kulit bawang putih dalam pakan meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida darah dan meningkatkan asam lemak jenuh susu kambing Sapera, sehingga penambahan kulit bawang putih dalam pakan kambing Sapera tidak direkomendasikan untuk diberikan pada ternak.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul R, Sugeng R. 2005. Daya antioksidan ekstrak etanol daun kemuning secara in vitro. Majalah Farmasi Indonesia 16(3):136-140.

Anggorodi R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta (ID): Gramedia.

Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC.

Atabany A. 2001. Studi Kasus produktivitas kambing Peranakan Etawah dan kambing Saanen pada peternakan kambing perah Barokah dan PT Taurus Dairy Farm [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana IPB.

Atabany A. 2002. Strategi pemberian pakan induk kambing perah sedang laktasi dari sudut neraca energi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor Indonesia (ID) http/www.tumoutou.net.html. [14 Juli 2010].

Atabany A Ruhimat A. 2004. Penampilan produksi kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawah (PE) dengan kambing Saanen. J Pengembangan Peternakan Tropis. Edisi Khusus. Oktober 2004. Seminar Nasional Ruminansia. Buku 2 : 58–63.

Akers R M. 2002. Lactation and The mamary Gland. Iowa (US): Iowa State Press.

Alonso IJ, Fontacha I, Lozada MJ, Frage and Juarez M. 1999. Fatty acid composition of caprine milk : major branched chain, and trans fatty acids.

(36)

22

AOACS, Official Methods and Recommended Practices of the Americal Oil Chemical Society. 2005. New York (US): AOCS Press, Champaign IL. Badan Standardisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2782-

1998/rev 1992, Tentang Metode Pengujian Susu Segar. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Hortikultura, 2015. Produktivitas Bawang Putih Menurut Provinsi, Jakarta

Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-3141-1998: Susu Segar. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 2008. (BSN) nomor 01-3141-1998. 1998. Standar Susu Segar. http://www.disnak.jabarprov.go.id/data/arsip/ Standar% 20Susu% 20Segar.pdf. [11 Juni 2010].

Blakely J, Bade DH. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Blaxter KL. 1969. The Energy Metabolism of Ruminants. London (UK): Hutchinson Scientific and Technical.

Budiana NS, Susanto D. 2005. Susu Kambing. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Budiarsana IGM, Ketut SI. 2014. Karakteristik Produktivitas Kambing Peranakan

Etawah. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak.

Budiarsana IGM, Sutama IK, Dharsana R, Adiati U, Harsono, Hidayat MS, Muliawan, Bachtiar, Sukma R. 2001. Siklus birahi dan fertilitas kambing

Peranakan Etawah pada perkawinan alami dan inseminasi buatan. Kumpulan

Hasil-Hasil Penelitian Peternakan. Bogor: Balitnak. Departemen Pertanian. Hlm 98-109.

Chilliard YA, Ferlay RM, Mansbridge, Doreau M. 2000. Ruminant milk fatplasticity: nutritional control of saturated, polyunsaturated, trans and conjugated fatty acids. Annales dezootechnie 49:161-192.

Chilliard Y, Ferlay A. 2007. Dietary lipids and forages interaction on cow and goatmilk fatty acid composition and sensory properties. Reprod Nutr Dev

46:467-492.

Collier RJ. 1985. Nutritional Control of Milk Synthesis. Ames: Lowa State University Press.

Ensminger M E. 2002. Sheep and Goat (Animal Agriculture Series) 6th Ed.

Interstate Publisher, Inc., Danvile.

Gall C. 1981. Goat Production. London (UK): Academic Press Inc. Ltd.

Clark S. 2001. Comparing milk human, cow, goat and commercial infarm formula. http/www.milkcompare.htm. [22 Juli 2010].

Dachriyunus DO, Kartini R, Oktariana O, Ernas, Suharti dan Mukhtar MH. 2007. Uji efek A-mangostin terhadap kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL dan kolesterol LDL darah mencit putih jantan serta penentuan lethal dosis 50 (Ld50). J Sains Tek Far 12(2):64-72.

Decker EA. (1996). The role of stereospesific saturated fatty acid positions on lipid nutrition. Nutrition Reviews 54(4):108-110.

Devendra C, Burns M. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan: IDK. H. Putra. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

Ensminger ME, Oldfield JE, Heinemann WW. 1990. Feeds and Nutrition2nd ed. California (US): The Ensminger Publishing Company.

(37)

23

Frandson RD. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Ganong WF. 1983. Fisiologi Kedokteran. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Guyton AC. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Grundy SM. (1999). Nutrition and Diet in The Management of Hyperlipidemia and Atherosclerosis. Dalam: Modern Nutrition in Health and Disease. Edisi IX. Diedit oleh: Maurice Shils. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins 746-757.

Haryanto B. 2003. Jerami padi fermentasi sebagai ransum dasar ruminansia.

Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 25(3):1–2.

Haryanto B. 2012. Perkembangan Penelitian Nutrisi Ruminansia. Bogor (ID): Balai penelitian Ternak.

Hardiana R, Rudiansyah, Zahora AT. 2012. Aktivitas antioksidan senyawa fenol dan beberapa jenis tumbuhan famili malvaceace. JKK 1(1):8-13.

Hastono. 2003. Kinerja produksi kambing perah Peranakan Etawah. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, 91-94.

Jamess R. 1980. Composition and characteristics of goat milk: review. J Dairy Sci 63:1605–1630.

Jayanegara A, Leiber F, Kreuzer M, 2012. Meta-analysis on the relationship between dietary tannin level and methane formation in ruminants from in vivo and in vitro experiments. J Anim Nutr 96:365–375.

Jayanegara A, Wina E, Soliva CR, Marquardt S, Kreuzer M, Leiber F. 2011. Dependence of forage quality and methanogenic potential of tropical plants on their phenolic fractions as determined by principal component analysis. Anim Feed Sci Technol 163: 231–243.

Kamal M. 1997. Kontrol Kualitas Pakan. Fakultas Peternakan. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Kallel, F, Driss D, chaari F, Belghith L, Bouaziz F, Ghorbel R, Chaabouni ES. 2014. Garlic (Allium sativum L.) husk waste as a potential source of phenolic compounds: influence of extracting solvents on its antimicrobial and antioxidant properties Fatma. Industrial Crops and Products 62:34-31. Kennelly JJ. 1996. The fatty acids composition of milk fat as influenced by

feeding oilseeds. Anim Feed SciTechnol 60:137-152.

Kikuzaki H, Nakatami N.1993. Antioxidant effects of some ginger constituents. J Food Science 58(6):1407-1410.

Kiessoun K, Souza A, Meda NTR, Coulibaly AY, Kiendrebeogo M, Lamien-Meda A, Lamidi M, Millogo-Rasolodimby J, Nacoulma OG. 2010, Polyphenol contents, antioxidant and anti-inflammatory activitiesof six Malvaceae species traditionally usedto treat hepatitis B in Burkina Faso,

European J of Sci Research 44(4):570-580.

Klohs WD, Fry DW, Kraker AJ. 1997. Inhibitors of tyrosine kinase. Curr Opin Oncol 9:562-568.

Kumalaningsih S. 2006. Antioksidan Alami. Surabaya (ID): Trubus Agisarana. Larson BL. 1981. Biosynthesis and Cellular Secretion of Milk. Ames (US): Iowa

(38)

24

Lawrence TLJ. 1990. Influence of palatability on diet assimilation in non ruminants. Di dalam: J Wiseman and D.J.A. Feedstuff Evaluation. Cole Ed. London (GB) Butterworths.

Lawrence M, Naiyana, Damanik MRM. 2005. Modified Nutraceutical Composition.

Freehills patent and Trademark Attorneys Melbourne, Australia.

Lehninger AL. 1997. Dasar-dasar Biokimia. Jilid I. Jakarta (ID): Erlangga. Lovita. 2010. Fisiologi Ternak. Bandung (ID): Widya Padjajaran

Macciota NPP, Dimauro C, Steri R, Cappio-Borlino A. 2008. Mathemical modeling of goat lacatation curve. In: Pulina G, Cannas A (Eds). Dairy Goats Feeding and Nurition. Cab International. Wallingford. Mangan JL. 1988. Nutritional Effect Of Tanin in Animal Feeds. Nat Res Rev 1:209-231.

Mardalena, Warly L, Nurdin E, Rusmana W S N, Farizal. 2011. Milk quality of dairy goat by giving feed supplement as antioxidant source. J Indonesian Trop Agric 36(3):205-212.

Marlina ET, Harlia E, dan Astuti Y. 2004. Deteksi jumlah dan grup koliform pada susu sapi perah peternak anggota KUD Tanjungsari di TPS Cimanggung. J Pustaka Universitas Padjajaran.

Mayer D J, dan Harvey J W. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation &

Diagnosis 3th.Saundres, USA.

McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. London (UK): Pretice all.

Meyer B, Ferrigni N, Nichols NR, Jacobsen L B Mclaughlin J L. 1982. Brineshrimp: A convenient general bioassay far active plant constituents,

Plant Medica J 45: 31-35.

Murray R K, Daryl K G, Peter A M, Victor W R. 2003. Biokimia Harper. Jakarta (ID): EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Muchtadi D. 1993. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi IPB.

Mukhtar A. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. Surakarta (ID): LPP UNS Press. Novita CI, Sudono, Sutama, IK, Tohamat T. 2006. Produksi kambing Peranakan

Etawah yang diberi ransum berbasis jerami padi fermentasi. Media Peternakan 29(2): 96-106.

[NRC] National Research Council. 2006. Nutrient Requirement of Small Ruminants. The National Academy press, Washington, D.C.

[NRC] National Research Council. 1981. Nutrient Requirement of Goat. Washington DC (US): National Academy Press.

Orskov ER and RyleM. 1990. Energy Nutrition in Ruminants. London (UK): Elsevier Applied Science.

Gambar

Tabel 3  Perhitungan komposisi nutrien ransum perlakuan
Tabel 4  Asam lemak kulit bawang putih (Allium sativum)*
Tabel 6  Rata-rata kadar kolesterol dan trigleserida dalam darah mg dl-1
Gambar  1  Asam lemak susu berdasarkan rantai pada kedua perlakuan
+2

Referensi

Dokumen terkait

dari siswa siswi tersebut akan dikembalikan apabila yang mengambil atau menjemputnya adalah orang tua para murid. Hal ini dikarenakan untuk memberi efek jera kepada

Perda-Perda berbasis syariah jika dihubungkan dengan negara dan agama dalam persfektif Pancasila dapat dilihat dari kembalinya bangsa Indonesia ke UUD 1945

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) peran post test terhadap motivasi belajar sosiologi siswa di SMA Negeri 11 Makassar terbagi atas dua yaitu post-test sebagai

1) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya, siswa lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui (1) interaksi sosial dalam pembelajaran matematika yang terjadi di kelas VIII SMP N 2 Ponjong, (2) sikap siswa terhadap interaksi

Adapun tujuan perusahaan sebagaimana dinyatakan dalam anggaran dasar PT.Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pekanbaru adalah ”untuk melaksanakan dan menunjang

Puji syukur penulis panjatkan atas asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat Rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “EKSISTENSI LEMBAGA