• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori - ISRALINIA VERCIDYAR RIZKA BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori - ISRALINIA VERCIDYAR RIZKA BAB II"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Tanggung Jawab

a. Pengertian Tanggung Jawab

Kamus Bahasa Indonesia (dalam Wijaya, 2014: 89)

“tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala

sesuatu (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan,

diperkarakan, dsb)”. Orang yang bertanggung jawab adalah orang

yang mampu memenuhi hak dan kewajibannya. Sikap tanggung

jawab akan tercermin dalam pengorbanan dan kesetiaan seseorang

mengerjakan atau melaksanakan tugas-tugas yang dipilihnya atau

dipercayakan kepadanya. Tanggung jawab harus ditumbuhkan

sejak kecil di dalam keluarga, diasah serta dikembangkan pada saat

menginjak usia remaja, baik di dalam keluarga maupun di sekolah.

Terkait dengan pengertian tanggung jawab, Fitri (2012:

112) menyatakan “tanggung jawab merupakan nilai moral penting

dalam kehidupan masyarakat”. Tanggung jawab adalah

pertanggungan perbuatan sendiri. Seorang siswa harus bertanggung

jawab kepada guru, orang tua dan diri sendiri. Sikap tanggung

jawab merupakan pelajaran yang tidak hanya perlu diperkenalkan

dan diajarkan, namun juga perlu ditanamkan kepada peserta didik,

baik pada masa pra sekolah maupun sekolah. Peserta didik yang

(2)

kelak siswa akan tumbuh menjadi pribadi yang

bersungguh-sungguh dalam menjalankan berbagai aktivitas.

Arvan (Asmani, 2011: 91) juga berpendapat tentang

pengertian tanggung jawab, “tanggung jawab merupakan kata

kunci dalam meraih kesuksesan, dimana seseorang yang

mempunyai tanggung jawab akan mengeluarkan segala

kemampuan terbaiknya untuk memenuhi tanggung jawab

tersebut”. Tanggung jawab merupakan bagian dari pendidikan nilai

dan karakter yang harus dikembangkan dalam proses

pembelajaran. Tanggung jawab bukan merupakan sikap bawaan

dari lahir yang sudah ada pada setiap individu, tetapi tanggung

jawab merupakan sikap yang butuh pembiasaan dan pengajaran,

sehingga diperlukan peran orang lain untuk membiasakannya.

Sikap tanggung jawab menurut Fitri (2012: 109) memiliki

indikator yang dibelajarkan yaitu:

1) Dapat dipercaya dan dapat diandalkan atas sesuatu perbuatan atau tindakan

2) Dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatan dan tindakan yang dilakukan.

Dari pengertian yang dikemukakan oleh para pakar dapat

disimpulkan tanggung jawab merupakan salah satu karakter yang

harus dimiliki oleh setiap individu karena akan berhubungan nilai

moral setiap individu dengan kehidupan di masyarakat. Seorang

siswa memiki tanggung jawab terhadap orang tua, teman, guru dan

(3)

b. Indikator Tanggung Jawab

Indikator keberhasilan pendidikan karakter yang

dibelajarkan tersebut jika telah dilaksanakan maka diharapkan

mencapai suatu keberhasilan yang tercakup dalam indikator

keberhasilan berikut ini:

Tabel 2.1 Indikator Keberhasilan Tanggung Jawab

No. Nilai Indikator Keberhasilan

18 Tanggung Jawab

Mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah

dengan baik

Bertanggung jawab terhadap setiap

perbuatan

Melakukan piket sesuai dengan jadwal

yang telah di tetapkan

Mengerjakan tugas kelompok secara

bersama-sama

(Fitri, 2012: 43)

2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Belajar

Pengertian belajar dikemukakan oleh Gagne (Susanto,

2015: 1) dapat didefinisikan sebagai “suatu proses di mana suatu

organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.

Adapun pendapat Hamalik (Susanto, 2015: 3) menjelaskan bahwa

“belajar adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui

pengalaman (learning is defined as the modificator or

(4)

pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan

bukan merupakan suatu hasil atau tujuan.

Pengertian belajar juga dikemukakan oleh Abdillah (dalam

Aunurrahman, 2010: 35) bahwa “Belajar adalah usaha sadar yang

dilakukan seseorang dalam perubahan tingkah laku melalui latihan

dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif

dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu”. Susanto

(2015: 4) mengungkapkan bahwa:

belajar adalah aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak

Dari beberapa pengertian belajar dari para ahli diatas dapat

disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan

yang dilakukan seseorang. Perubahan yang dilakukan melalui

pengalaman yang dilakukan oleh siswa baik menyangkut aspek

kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.

b. Pengertian Prestasi Belajar

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 895) mendefinisikan

bahwa “prestasi belajar merupakan penguasaan pengetahuan atau

keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran,

lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang

diberikan guru”. Arifin (2014: 12) “prestasi belajar berarti hasil

(5)

Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek

pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan

watak peserta didik. Prestasi belajar menurut Arifin (2014: 12)

mempunyai beberapa fungsi utama antara lain :

1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat rasa ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai “tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum manusia”.

3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan.

4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan anak. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik dimasyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan masyarakat. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap

(kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didiklah yang diharapakan dapat menyerap seluruh materi pelajaran.

Arifin (2014: 13) juga mengemukakan “Prestasi belajar

juga bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan

apakah perlu melakukan diagnosis, penempatan, atau bimbingan

(6)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

prestasi belajar merupakan hasil dari aspek pengetahuan yang

diperoleh dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam bentuk

pemberian tugas dan materi dalam jangka waktu tertentu yang

hasilnya biasanya berupa angka atau huruf. Prestasi belajar berbeda

dengan hasil belajar karena prestasi belajar lebih menekankan

kepada aspek pengetahuan sedangkan hasil belajar lebih

menekankan kepada pembentukan watak.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil

interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari dalam diri

maupun dari luar diri individu. Menurut Hamalik (2008: 32-33)

faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah :

1) Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan. 2) Belajar memerlukan latihan.

3) Belajar siswa lebih berhasil.

4) Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah berhasil atau gagal dalam belajarnya.

5) Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar.

6) Pengalaman masa lampau dan pengertian-pengertian yang telah dimiliki oleh siswa.

7) Faktor kesiapan belajar. 8) Faktor minat dan usaha. 9) Faktor-faktor fisologi. 10) Faktor intelegensi.

Faktor-faktor dalam belajar dapat dilihat dari beberapa segi

baik dari segi kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru

yang disusun sedemikan rupa sehingga kegiatan pembelajaran akan

(7)

pembelajaran tidak hanya di lakukan oleh guru tetapi harus

memberikan latihan kepada siswa, karena siswa memerlukan

latihan-latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang agar

menumbuhhkan minat dan usaha serta kesiapan siswa dalam proses

belajar. Namun kegiatan ini tidak akan lepas dari kondisi siswa

baik kesiapan fisik maupun intelegensi yang dimiliki oleh siswa.

Kondisi ini yang akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran

yang dilakukan oleh seorang guru sehingga siswa akan lebih

berhasil dalam kegiatan belajar.

3. Matematika Sekolah Dasar

a. Pengertian Matematika

Susanto (2015: 185) menyebutkan bahwa “matematika

merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir dan beragumentasi memberikan konstribusi

dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja,

serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi”. Kebutuhan akan aplikasi matematika

saat ini dan masa depan tidak hanya untuk keperluan sehari-hari,

tetapi terutama dalam dunia kerja, dan untuk mendukung

perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, matematika

sebagai ilmu dasar perlu dikuasai dengan baik oleh siswa terutama

(8)

Adapun Suwangsih dan Tiurlina (2006: 3) menyebutkan

bahwa “matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam

dunianya, kemudian pengalaman diproses di dalam dunia rasio,

diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif

sehingga terbentuk konsep-konsep matematika”. Konsep-konsep

matematika agar mudah untuk dipahami orang lain maka

dimanipulasi menggunakan bahasa atau notasi matematika secara

universal. Konsep matematika didapat karena proses berpikir,

karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tentang

pengertian matematika dapat disimpulkan bahwa matematika

merupakan disiplin ilmu yang dapat meningkatkan proses berpikir

yang diperoleh dari sebuah pengalaman yang menekankan dalam

dunia rasio sehingga terbentuklah konsep matematika. Matematika

juga memiliki peranan penting dalam memberikan dorongan dalam

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Usia siswa sekolah dasar 7-8 tahun hingga 12-13 tahun,

menurut teori kognitif Piaget (Susanto, 2015: 183) termasuk pada

“tahap operasional konkrit”. Berdasarkan perkembangan kognitif

ini, anak usia sekolah dasar pada umumnya mengalami kesulitan

dalam memahami matematika yang bersifat abstrak. Karena

(9)

oleh siswa sekolah dasar pada umumnya. Pendapat lain mengenai

matematika, dikemukan oleh Suwangsih dan Tiurlina (2006: 16)

bahwa “Matematika yang dipelajari oleh siswa SD dapat

digunakan oleh siswa SD untuk kepentingan hidupnya sehari-hari

dalam kepentingan lingkungannya, untuk membentuk pola pikir

yang logis, sistematis, kritis dan cermat dan akhirnya dapat

digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain”. Susanto

(2015: 186) mengemukakan:

pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.

Berdasarkan pengertian para ahli maka dapat diambil

kesimpulan, pembelajaran matematika di sekolah dasar

dilaksanakan pada usia 7-8 tahun hingga 12-13 tahun.

Pembelajaran matematika dibangun untuk membentuk pola pikir

yang logis, sistematis, kritis dan cermat dan meningkatkan

kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru pada siswa.

c. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Menurut Depdiknas (Susanto, 2015: 189) secara khusus

tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagai berikut:

(10)

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dan generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain menjelaskan keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

d. Langkah Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Depdiknas (2009: 1) secara umum terdapat empat tahapan

aktivitas dalam rangka penguasaan materi pelajaran matematika di

dalam pembelajaran, yaitu:

1) Penanaman Konsep

Tahap penanaman konsep merupakan tahap pengenalan awal tentang konsep yang akan dipelajari siswa. Pada tahap ini pengajaran memerlukan penggunaan benda konkrit sebagai alat peraga.

2) Tahap Pemahaman Konsep

Tahap pemahaman konsep merupakan tahap lanjutan setelah konsep ditanamkan. Pada tahap ini penggunaan alat peraga mulai dikurangi dan bentuknya semi konkrit sampai pada akhirnya tidak diperlukan lagi.

3) Tahap Pembinaan Keterampilan

Tahap pembinaan keterampilan merupakan tahap yang tidak boleh dilupakan dalam rangka membina pengetahuan siap bagi siswa. Tahap ini diwarnai dengan latihan-latihan seperti mencongak dan berlomba. Pada tahap pengajaran ini alat peraga sudah tidak boleh digunakan lagi.

4) Tahap Penerapan Konsep

(11)

Berdasarkan uraian diatas tujuan dari pembelajaran

matematika di Sekolah Dasar adalah tidak hanya pada tahap

penanaman konsep saja melainkan terdapat beberapa tahapan yang

seharusnya dilalui oleh siswa yaitu tahap penanaman konsep, tahap

pemahaman konsep, tahap pembinaan keterampilan dan tahap

penerapan konsep. Empat tahapan ini jika dilakukan dengan baik

dan berurutan dalam proses pembelajaran siswa dapat menguasai

materi secara maksimal baik dari penanaman konsep hingga

penerapan konsep.

4. Bangun Ruang

a. Pengertian Bangun Ruang

Suharjana (2008: 5) “bangun ruang adalah bagian ruang

yang dibatasi oleh himpunan titik-titik terdapat pada seluruh

permukaan bangun tersebut”. Permukaan bangun itu di sebut sisi.

Bangun-bangun ruang yang terbentuk oleh perpotongan ruas

garis-ruas garis mempunyai bagian-bagian: rusuk, titik sudut, dan sisi.

b. Macam-Macam Bangun Ruang dan Jaring-Jaring

(12)

Sifat-sifat bangun kubus sebagai berikut:

a) Sisinya = 6 buah, yaitu: ABCD, AEHD, DHGC, CGFB.

BFEA, EFGH.

b) Rusuknya = 12 buah, yaitu: AB, BC, CD, DA, AE, BF, CG,

DH, EF, FG, GH, HE.

c) Titik sudutnya = 8 buah, yaitu: A, B, C, D, E, F, G, H.

Jaring-Jaring Kubus

(13)

Jaring-Jaring Balok

Gambar 2.2 Balok dan jaring-jaring balok 3) Prisma Segitiga

Sifat-sifat prisma tegak segitiga:

a) Memiliki 2 sisi berbentuk segitiga dan 3 sisi berbentuk

persegi panjang

b) Memiliki 9 rusuk

c) Memiliki 6 titik sudut

Jaring-Jaring Prisma Segitiga

(14)

4) Limas Segiempat dan Segitiga

1) Limas Segiempat

Sisi = 5 buah Rusuk = 8 buah Titik sudut = 5 buah 2) Limas Segitiga

Sisi = 4 buah Rusuk = 6 buah Titik sudut = 4 buah Jaring-Jaring Limas Segiempat

Jaring-Jaring Limas Segitiga

(15)

5) Tabung

Sifat-sifat tabung sebagai berikut;

1) Tabung mempunyai sisi sebanyak 3 buah yaitu sisi atas, sisi

alas, dan selimut tabung.

2) Tidak mempunyai titik sudut.

3) Bidang atas dan bidang alas berbentuk lingkaran dengan

ukuran sama.

4) Memiliki sisi lengkung yang disebut selimut tabung.

5) Jarak bidang atas dan bidang alas disebut tinggi tabung.

Jaring-Jaring Tabung

(16)

Sifat-sifat kerucut sebagai berikut.

1) Alasnya berbentuk lingkaran.

2) Memiliki 1 rusuk lengkung

3) Memiliki sisi lengkung yang disebut selimut kerucut.

4) Memiliki sebuah titik puncak.

5) Tidak memiliki titik sudut

6) Jarak titik puncak ke alas disebut tinggi kerucut.

Jaring-Jaring Kerucut

Gambar 2.6 Kerucut dan jaring-jaring kerucut c. Sifat-Sifat Bangun Ruang

Adapun ringkasan materi sifat-sifat bangun ruang dapat

diperoleh sebagai berikut:

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Bangun Ruang

(17)

5. Metode Penemuan Terbimbing

a. Teori Belajar Kontruktivisme

Teori kontrukrivisme menyatakan bahwa siswa harus

menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,

mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan

merevisinya apabila aturan-aturan tidak lagi sesuai. Slavin

(Hamzah, 2008: 16) mengemukakan:

bagi siswa agar benar-benar dan dapat memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu dengan dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Wheatley (Hamzah, 2008: 18) mengajukan dua prinsip

utama dalam pembelajaran dengan teori kontruktivisme. Pertama,

pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara

ktifoleh struktural kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat

adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman

nyatayang dimiliki anak.

Teori belajar kontruktivisme memiliki kaitan dengan

metode penemuan terbimbing. Teori kontrukrivisme pengetahuan

tidak dapat dipindahkan dengan begitu saja dari pikiran guru ke

pikiran siswa. Artinya, siswa harus aktif secara mental untuk

membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan

kognitif yang dimiliki. Begitu pula dengan metode penemuan

terbimbing, metode penemuan terbimbing dalam kegiatan

(18)

langsung, yang dalam kegiatannya siswa diberikan sebuah masalah

untuk dipecahkan sehingga siswa menemukan sendiri

informasi-informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang

ditemukan. Metode penemuan terbimbing juga memberi peluang

kepada siswa untuk membina pengetahuan baru melalui

penglihatannya yang sama halnya dengan teori belajar

kontruktivisme.

b. Pengertian Metode Penemuan Terbimbing

Mulyasa (2011: 110) mengungkapkan “penemuan

(discovery) merupakan metode yang lebih menekankan pada

pengalaman langsung”. Pembelajaran dengan metode penemuan

lebih mengutamakan proses daripada hasil belajar. Sedangkan

Suryosubroto (2009: 178) mengemukakan “metode penemuan

merupakan komponen dari praktikan pendidikan yang meliputi

metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi

pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif”.

Metode penemuan terbimbing merupakan salah satu

metode yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Sound

dalam Roestiyah (2008: 200) “penemuan terbimbing adalah proses

mental dimana siswa mampu mengimplementasikan suatu konsep

atau prinsip”. Metode penemuan terbimbing adalah suatu prosedur

mengajar yang menitikberatkan pada individual, manipulasi

(19)

generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Metode

penemuan terbimbing adalah suatu komponen dari praktek

pendidikan yang sering disebut sebagai heuristic teaching, yakni

suatu tipe pengajaran yang meliputi metode-metode yang didesain

untuk memajukan rentang yang luas dari belajar aktif, berorientasi

pada proses, membimbing diri sendiri (self-directed), inkuiri dan

model belajar reflektif.

Dari pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa metode

penemuan terbimbing merupakan metode pembelajaran yang

bertujuan untuk menemukan suatu konsep dan menemukan

jawabannya sendiri serta guru membimbing siswa apabila ada

siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar dengan

menggunakan metode terbimbing. Metode penemuan terbimbing

lebih berpusat kepada siswa, sehingga siswa akan lebih berperan

aktif dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas.

c. Langkah-Langkah Metode Penemuan Terbimbing

Mulyasa (2011: 110) cara mengajar dengan metode

penemuan menempuh langkah-langkah:

1) Adanya masalah yang akan dipecahkan.

2) Sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik.

3) Konsep atau prinsip yang harus ditemukan oleh peserta didik.

4) Melalui kegiatan tersebut perlu dikemukakan dan ditulis secara jelas.

(20)

6) Susunan kelas diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.

7) Guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan data.

8) Guru harus memberikan jawaban dengan tepat dan tepat dengan data dan informasi yang diperlukan peserta didik.

d. Keunggulan dan Kelemahan Penemuan Terbimbing

Roestiyah (2012: 20) penggunaan metode penemuan

memiliki keunggulan sebagai berikut:

1) Penemuan mampu membantu siswa untuk mengembangkan; memperbanyak kesiapan; serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/ pengenalan siswa.

2) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat pribadi/ individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.

3) Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa. 4) Mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

5) Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat. 6) Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah

kepercayaan diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

7) Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja; membantu bila diperlukan.

Suryosubroto (2009: 186) mengemukakan kelemahan

metode penemuan sebagai berikut:

(21)

Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain.

2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seseorang siswa menemukan teori-teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu.

3) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional. 4) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang

sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan. sedangkan sikap dan keterampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional secara keseluruhan.

5) Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada. 6) Strategi ini mungkin tidak memberikan kesempatan

untuk berpikir kreatif, kalau berpikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian proses-proses dibawah pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti. Pemecahan masalah dapat bersifat membosankan mekanisasi, formalitas, dan pasif seperti bentuk terburuk dari metode ekspositories verbal.

Solusi yang digunakan untuk mengatasi permasalahan dari

kelemahan penemuan terbimbing, peneliti dan guru membagi siswa

menjadi beberapa kelompok belajar karena siswa berjumlah 37

siswa dan termasuk kelas besar. Jumlah 37 siswa dibuat menjadi

beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari siswa yang pandai

dikelompokkan dengan siswa yang lamban. Hal ini dilakukan agar

siswa yang lamban dapat dibantu oleh siswa yang pandai dalam

kegiatan penemuannya. Selain penggunaan metode penemuan

(22)

alat peraga dalam kegiatan pembelajarannya. Penggunaan alat

peraga diharapkan tidak menghilangkan keterampilan yang harus

dimiliki siswa sehingga siswa dapat belajar sambil melakukan

(learning by doing).

6. Alat Peraga Bangun Ruang dan Jaring-Jaring

a. Pengertian Alat Peraga

Anitah (2009: 4) “Istilah alat peraga ini demikian melekat

pada banyak pendidik sampai kurun waktu yang cukup lama”.

Bahkan sampai saat ini masih banyak orang menggunakan istilah

alat peraga secara silih berganti dengan istilah lain seperti; alat

bantu, media, alat pelajaran, dan lain-lain. Dengan alat peraga

dimaksudkan untuk memperjelas pelajaran yang disajikan. Istilah

ini dikemukakan bukan berarti penggunaan “alat peraga” itu

dianggap salah atau konvensional. Alat peraga dalam pembelajaran

pada hakekatnya merupakan suatu alat yang digunakan untuk

menunjukan sesuatu yang riil sehingga memperjelas pengertian

pembelajaran.

b. Alat Peraga Bangun Ruang Masif

1) Alat Peraga Bangun Ruang Masif

(23)

a) Kegunaan alat peraga bangun ruang rangka untuk

memahami bentuk-bentuk bangun ruang dan sifat-sifatnya.

b) Petunjuk penggunaan sebagai beriku:

- Alat peraga ini cocok untuk digunakan dalam

menjelaskan mengenai bentuk-bentuk bangun ruang

geometris sederhana. Mengenal sifat-sifat yang

berhubungan dengan rusuk, titik sudut, sisi dan

lain-lain.

- Bangun ruang masif dapat dikelompokkan ke dalam

dua jenis: prisma dan limas. Bangun-bangun prisma

adalah balok, kubus, dan tabung, sedangkan

bangun-bangun limas adalah kerucut dan limas.

c. Alat Peraga Jaring-Jaring Bangun Ruang

Alat peraga merupakan alat yang digunakan untuk

membantu dalam proses pembelajaran. Penelitian ini menggunakan

alat peraga bangun ruang sederhana yang dapat pula digunakan

untuk menentukan jaring-jaring bangun ruang sederhana.

Suharjana (2008: 16) mengemukakan “beberapa cara menentukan

jaring-jaring bangun ruang seperti kubus dan balok” yang dapat

(24)

a) Kubus

Gambar 2.8 Kubus

Suharjana (2008: 16) ada beberapa langkah dalam

menentukan jaring-jaring kubus, antara lain:

- Mintalah siswa untuk membelah kubus-kubus dengan

menggunakan cutter atau gunting menurut beberapa

rusuk tertentu dan menyisakan satu rusuk yang

merangkai antara dua persegi atau dengan melepaskan

perekat pada bangun ruang.

- Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada kubus

akan membentuk salah satu jaring-jaring berikut:

Gambar 2.9 Beberapa contoh jaring-jaring kubus - Jaring-jaring tersebut apabila dirangkaikan kembali

maka tidak ada satu pun hasil guntingan yang berupa

daerah persegi tersebut yang menutupi persegi yang lain

dan hasil guntingan tidak boleh terlepas yang satu

(25)

b) Balok

Gambar 2.10 Balok

Cara menemukan rangkaian yang merupakan jaring-jaring

sebuah balok dengan cara memotong pada rusuk-rusuknya

langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

- Dengan cara memotong model balok pada rusuk-rusuk

tertentu maka akan dihasilkan sebuah jaring-jaring

balok. Cara pemotongan yang sama apabila dimulai dari

sisi yang berbeda akan menghasilkan bentuk

jaring-jaring yang berbeda pula. Dalam membuat jaring-jaring-jaring-jaring

balok maka yang lebih mudah jika berpangkal pada

jaring-jaring kubus. Sebuah bentuk jaring-jaring kubus

dapat menjadi model bagi enam buah jaring-jaring

balok, disebabkan oleh sisi-sisi dari balok yang tidak

sama. Dengan demikian karena jumlah jaring-jaring

kubus ada 11 (sebelas) macam, maka dari 11 model

jaring-jaring kubus tersebut dapat menghasilkan 11 x 6

= 66 jaring-jaring balok.

- Contoh jaring-jaring balok ABCD.EFGH, potonglah

pada rusuk-rusuk EF, EA, FB, FG, GC, EH, dan HD

(26)

Gambar 2.11 Contoh Jaring-Jaring Balok c) Prisma Tegak Segitiga

Gambar 2. 12 Prisma Tegak Segitiga

- Mintalah siswa untuk membelah prisma tegak segitiga

dengan menggunakan cutter atau gunting menurut

beberapa rusuk tertentu dan menyisakan satu rusuk yang

merangkai atau dengan melepaskan perekat pada

bangun ruang.

- Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada prisma

akan membentuk salah satu jaring-jaring berikut:

(27)

d) Limas

Gambar 2.14 Limas Segiempat

- Mintalah siswa untuk membelah limas segiempat atau

limas segitiga dengan menggunakan cutter atau gunting

menurut beberapa rusuk tertentu dan menyisakan satu

rusuk yang merangkai atau dengan melepaskan perekat

pada bangun ruang.

- Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada limas

segiempat atau limas segitiga membentuk salah satu

jaring-jaring berikut:

Gambar 2.15 Jaring-Jaring Limas Segiempat e) Tabung

(28)

- Mintalah siswa untuk membelah tabung dengan

menggunakan cutter atau gunting menurut beberapa

rusuk tertentu dan menyisakan kerangka yang

merangkai atau dengan melepaskan perekat pada

bangun ruang.

- Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada tabung

membentuk salah satu jaring-jaring berikut:

Gambar 2. 17 Jaring-Jaring Tabung f) Kerucut

Gambar 2.18 Kerucut

- Mintalah siswa untuk membelah kerucut dengan

menggunakan cutter atau gunting menurut beberapa

bentuk bangun tertentu dan menyisakan kerangka yang

merangkai atau dengan melepaskan perekat pada

bangun ruang.

- Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada kerucut

(29)

Gambar 2.19 Jaring-Jaring Kerucut

Penggunaan alat peraga bangun ruang sederhana

diharapkan dapat meningkatkan sikap tanggung jawab dan

prestasi belajar pada siswa. Penggunaan alat peraga siswa

dituntut untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran yang

dilakukan di dalam kelas.

B. Penelitian Relevan

Menurut penelitian yang dilakukan Purwatiningsih tahun 2013

halaman 53 dalam Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako,

Volume 01 Nomor 01 September 2013 dengan penelitian yang berjudul

“Penerapan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa pada Materi Luas Permukaan dan Volume Balok”

menyatakan bahwa:

Based on the research results, the learning applied guided discovery learning method can increase students’ learning outcome on the material of surface area and volume of cube namely: (1) orienting the students on the problem, (2) organizing the students in learning, (3) guiding individual and group insvestigation, (3) presenting activity result and (5) evaluating students’ learning achievenment.

Disimpulkan bahwa hasil dari penelitian tersebut mengindikasikan

(30)

materi luas permukaan dan volume balok. Hasil dari penelitian ini juga

dapat secara langsung mengorientasikan siswa pada masalah,

mengorganisasikan siswa dalam belajar, membimbing penyelidikan

individual maupun kelompok, mempresentasikan hasil kegiatan dan

mengevaluasi kebutuhan belajar siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Akanmu, M. Alex and

Fajemidagba, M. Olubusuyi tahun 2013 halaman 82 dalam Journal of

Education and Practice, Vol. 4, No. 12 dengan penelitian yang berjudul

Guided-discovery Learning Strategy and Senior School Students

Performance in Mathematics in Ejigbo, Nigeria” menyatakan bahwa:

Results revealed a significant difference in favour of those exposed to guided-discovery learning strategy compared to those not taught using guided-discovery learning strategy. Though both male and female students performed equally well when taught using guided discovery strategy, the study showed that high scoring students benefited most while the performance of low scoring students was also enhanced.

Kesimpulannya adalah penggunaan penemuan terbimbing dengan

yang tidak menggunakan penemuan terbimbing dalam pembelajarannya

akan adanya sebuah perbedaan. Penggunaan metode penemuan terbimbing

dapat meningkatkan nilai dan memberikan manfaat bagi yang memiliki

nilai rendah menjadi meningkat.

Penelitian yang akan dilakukan di kelas V SD Negeri 2

Karanggude juga merujuk penggunaan penemuan terbimbing yang

diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, namun dalam

(31)

terbimbing saja melainkan ada penggunaan alat peraga berupa alat peraga

bangun ruang dan jaring-jaring. Fokus penelitian ini juga tidak hanya pada

meningkatkan prestasi belajar siswa saja namun tanggung jawab siswa

yang merupakan salah satu karakter yang harus dimiliki siswa juga

diharapkan dapat meningkat.

C. Kerangka Berpikir

Faktor terpenting meningkatkan sikap tanggung jawab dan prestasi

belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penggunaan strategi,

metode dan model pembelajaran. Banyak strategi pembelajaran yang dapat

diterapkan guru dalam pembelajaran namun masih ditemukan beberapa

guru yang masih bingung dalam menerapkan strategi pembelajaran yang

sesuai dengan karakteristik siswa SD, khususnya siswa kelas V di SD

Negeri 2 Karanggude.

Meningkatkan tanggung jawab dan prestasi siswa terhadap mata

pelajaran matematika, guru harus menciptakan pembelajaran yang

menyenangkan namun tujuan dari pembelajaran tetap tercapai. Guru dalam

proses pembelajaran dapat menggunakan strategi pembelajaran maupun

alat peraga pembelajaran. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam

meningkatkan tanggung jawab dan prestasi belajar pada siswa pada mata

pelajaran matematika salah satunya dengan metode penemuan terbimbing

dengan penggunaan alat peraga bangun ruang dan jaring-jaring yang

diharapkan tanggung jawab dan prestasi belajar siswa dapat terus

(32)

Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.20 Kerangka Berpikir

KONDISI AWAL Tanggung jawab dan

(33)

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir penelitian di atas,

maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan penelitian sebagai berikut:

1. Melalui penerapan metode penemuan terbimbing dengan alat peraga

bangun ruang dan jaring-jaring dapat meningkatkan tanggung jawab

siswa kelas V SD Negeri 2 Karanggude.

2. Melalui metode penemuan terbimbing dengan alat peraga bangun ruang

dan jaring-jaring dapat meningkatkan prestasi belajar matematika

Gambar

Tabel 2.1 Indikator Keberhasilan Tanggung Jawab
Gambar 2.1 Kubus dan jaring-jaring kubus
Gambar 2.2 Balok dan jaring-jaring balok
Gambar 2.4 Limas dan jaring-jaring limas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang dalam pengumpulan data penelitian hingga penafsirannya banyak menggunakan angka, Pengumpulan data dalam

rahmat karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “ PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG PISANG ( Musa paradiciaca )

Pendeteksi docking station menggunakan rotation invariant local binary pattern (RLBP) adalah sebuah sistem dalam visual based service robot yang berfungsi untuk

Untuk meminimalisir nilai osilasi dilakukan dengan metode Moving average sub-metode Weighted Moving Average (WMA) dan hasil pengolahan isyarat sensor Load cell cukup baik

Stabilisasi elektrostatik tolak menolak dapat dihasilkan karena protein mengandung asam amino dengan rantai samping yang memiliki muatan negatif (-COO - ) atau positif (-NH3 +

c. Sistem Konstruksi yang memadai. Perlunya sistem konstruksi penahan beban yang memadai Supaya suatu bangunan dapat menahan gempa, gaya inersia gempa harus dapat disalurkan dari

Regulasi • Belum adanya national policy yang terintegrasi di sektor logistik, regulasi dan kebijakan masih bersifat parsial dan sektoral dan law enforcement lemah.. Kelembagaan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekuatan geser pelekatan resin komposit packable dengan intermediate layer resin komposit flowable menggunakan