BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori
1. Tanggung Jawab
a. Pengertian Tanggung Jawab
Kamus Bahasa Indonesia (dalam Wijaya, 2014: 89)
“tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala
sesuatu (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan, dsb)”. Orang yang bertanggung jawab adalah orang
yang mampu memenuhi hak dan kewajibannya. Sikap tanggung
jawab akan tercermin dalam pengorbanan dan kesetiaan seseorang
mengerjakan atau melaksanakan tugas-tugas yang dipilihnya atau
dipercayakan kepadanya. Tanggung jawab harus ditumbuhkan
sejak kecil di dalam keluarga, diasah serta dikembangkan pada saat
menginjak usia remaja, baik di dalam keluarga maupun di sekolah.
Terkait dengan pengertian tanggung jawab, Fitri (2012:
112) menyatakan “tanggung jawab merupakan nilai moral penting
dalam kehidupan masyarakat”. Tanggung jawab adalah
pertanggungan perbuatan sendiri. Seorang siswa harus bertanggung
jawab kepada guru, orang tua dan diri sendiri. Sikap tanggung
jawab merupakan pelajaran yang tidak hanya perlu diperkenalkan
dan diajarkan, namun juga perlu ditanamkan kepada peserta didik,
baik pada masa pra sekolah maupun sekolah. Peserta didik yang
kelak siswa akan tumbuh menjadi pribadi yang
bersungguh-sungguh dalam menjalankan berbagai aktivitas.
Arvan (Asmani, 2011: 91) juga berpendapat tentang
pengertian tanggung jawab, “tanggung jawab merupakan kata
kunci dalam meraih kesuksesan, dimana seseorang yang
mempunyai tanggung jawab akan mengeluarkan segala
kemampuan terbaiknya untuk memenuhi tanggung jawab
tersebut”. Tanggung jawab merupakan bagian dari pendidikan nilai
dan karakter yang harus dikembangkan dalam proses
pembelajaran. Tanggung jawab bukan merupakan sikap bawaan
dari lahir yang sudah ada pada setiap individu, tetapi tanggung
jawab merupakan sikap yang butuh pembiasaan dan pengajaran,
sehingga diperlukan peran orang lain untuk membiasakannya.
Sikap tanggung jawab menurut Fitri (2012: 109) memiliki
indikator yang dibelajarkan yaitu:
1) Dapat dipercaya dan dapat diandalkan atas sesuatu perbuatan atau tindakan
2) Dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatan dan tindakan yang dilakukan.
Dari pengertian yang dikemukakan oleh para pakar dapat
disimpulkan tanggung jawab merupakan salah satu karakter yang
harus dimiliki oleh setiap individu karena akan berhubungan nilai
moral setiap individu dengan kehidupan di masyarakat. Seorang
siswa memiki tanggung jawab terhadap orang tua, teman, guru dan
b. Indikator Tanggung Jawab
Indikator keberhasilan pendidikan karakter yang
dibelajarkan tersebut jika telah dilaksanakan maka diharapkan
mencapai suatu keberhasilan yang tercakup dalam indikator
keberhasilan berikut ini:
Tabel 2.1 Indikator Keberhasilan Tanggung Jawab
No. Nilai Indikator Keberhasilan
18 Tanggung Jawab
Mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah
dengan baik
Bertanggung jawab terhadap setiap
perbuatan
Melakukan piket sesuai dengan jadwal
yang telah di tetapkan
Mengerjakan tugas kelompok secara
bersama-sama
(Fitri, 2012: 43)
2. Prestasi Belajar
a. Pengertian Belajar
Pengertian belajar dikemukakan oleh Gagne (Susanto,
2015: 1) dapat didefinisikan sebagai “suatu proses di mana suatu
organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.
Adapun pendapat Hamalik (Susanto, 2015: 3) menjelaskan bahwa
“belajar adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui
pengalaman (learning is defined as the modificator or
pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan
bukan merupakan suatu hasil atau tujuan.
Pengertian belajar juga dikemukakan oleh Abdillah (dalam
Aunurrahman, 2010: 35) bahwa “Belajar adalah usaha sadar yang
dilakukan seseorang dalam perubahan tingkah laku melalui latihan
dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu”. Susanto
(2015: 4) mengungkapkan bahwa:
belajar adalah aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak
Dari beberapa pengertian belajar dari para ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan
yang dilakukan seseorang. Perubahan yang dilakukan melalui
pengalaman yang dilakukan oleh siswa baik menyangkut aspek
kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.
b. Pengertian Prestasi Belajar
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 895) mendefinisikan
bahwa “prestasi belajar merupakan penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang
diberikan guru”. Arifin (2014: 12) “prestasi belajar berarti hasil
Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek
pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan
watak peserta didik. Prestasi belajar menurut Arifin (2014: 12)
mempunyai beberapa fungsi utama antara lain :
1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.
2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat rasa ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai “tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum manusia”.
3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan.
4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan anak. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik dimasyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan masyarakat. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap
(kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didiklah yang diharapakan dapat menyerap seluruh materi pelajaran.
Arifin (2014: 13) juga mengemukakan “Prestasi belajar
juga bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan
apakah perlu melakukan diagnosis, penempatan, atau bimbingan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar merupakan hasil dari aspek pengetahuan yang
diperoleh dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam bentuk
pemberian tugas dan materi dalam jangka waktu tertentu yang
hasilnya biasanya berupa angka atau huruf. Prestasi belajar berbeda
dengan hasil belajar karena prestasi belajar lebih menekankan
kepada aspek pengetahuan sedangkan hasil belajar lebih
menekankan kepada pembentukan watak.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil
interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari dalam diri
maupun dari luar diri individu. Menurut Hamalik (2008: 32-33)
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah :
1) Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan. 2) Belajar memerlukan latihan.
3) Belajar siswa lebih berhasil.
4) Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah berhasil atau gagal dalam belajarnya.
5) Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar.
6) Pengalaman masa lampau dan pengertian-pengertian yang telah dimiliki oleh siswa.
7) Faktor kesiapan belajar. 8) Faktor minat dan usaha. 9) Faktor-faktor fisologi. 10) Faktor intelegensi.
Faktor-faktor dalam belajar dapat dilihat dari beberapa segi
baik dari segi kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru
yang disusun sedemikan rupa sehingga kegiatan pembelajaran akan
pembelajaran tidak hanya di lakukan oleh guru tetapi harus
memberikan latihan kepada siswa, karena siswa memerlukan
latihan-latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang agar
menumbuhhkan minat dan usaha serta kesiapan siswa dalam proses
belajar. Namun kegiatan ini tidak akan lepas dari kondisi siswa
baik kesiapan fisik maupun intelegensi yang dimiliki oleh siswa.
Kondisi ini yang akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran
yang dilakukan oleh seorang guru sehingga siswa akan lebih
berhasil dalam kegiatan belajar.
3. Matematika Sekolah Dasar
a. Pengertian Matematika
Susanto (2015: 185) menyebutkan bahwa “matematika
merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir dan beragumentasi memberikan konstribusi
dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja,
serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi”. Kebutuhan akan aplikasi matematika
saat ini dan masa depan tidak hanya untuk keperluan sehari-hari,
tetapi terutama dalam dunia kerja, dan untuk mendukung
perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, matematika
sebagai ilmu dasar perlu dikuasai dengan baik oleh siswa terutama
Adapun Suwangsih dan Tiurlina (2006: 3) menyebutkan
bahwa “matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam
dunianya, kemudian pengalaman diproses di dalam dunia rasio,
diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif
sehingga terbentuk konsep-konsep matematika”. Konsep-konsep
matematika agar mudah untuk dipahami orang lain maka
dimanipulasi menggunakan bahasa atau notasi matematika secara
universal. Konsep matematika didapat karena proses berpikir,
karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.
Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tentang
pengertian matematika dapat disimpulkan bahwa matematika
merupakan disiplin ilmu yang dapat meningkatkan proses berpikir
yang diperoleh dari sebuah pengalaman yang menekankan dalam
dunia rasio sehingga terbentuklah konsep matematika. Matematika
juga memiliki peranan penting dalam memberikan dorongan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Usia siswa sekolah dasar 7-8 tahun hingga 12-13 tahun,
menurut teori kognitif Piaget (Susanto, 2015: 183) termasuk pada
“tahap operasional konkrit”. Berdasarkan perkembangan kognitif
ini, anak usia sekolah dasar pada umumnya mengalami kesulitan
dalam memahami matematika yang bersifat abstrak. Karena
oleh siswa sekolah dasar pada umumnya. Pendapat lain mengenai
matematika, dikemukan oleh Suwangsih dan Tiurlina (2006: 16)
bahwa “Matematika yang dipelajari oleh siswa SD dapat
digunakan oleh siswa SD untuk kepentingan hidupnya sehari-hari
dalam kepentingan lingkungannya, untuk membentuk pola pikir
yang logis, sistematis, kritis dan cermat dan akhirnya dapat
digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain”. Susanto
(2015: 186) mengemukakan:
pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.
Berdasarkan pengertian para ahli maka dapat diambil
kesimpulan, pembelajaran matematika di sekolah dasar
dilaksanakan pada usia 7-8 tahun hingga 12-13 tahun.
Pembelajaran matematika dibangun untuk membentuk pola pikir
yang logis, sistematis, kritis dan cermat dan meningkatkan
kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru pada siswa.
c. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Depdiknas (Susanto, 2015: 189) secara khusus
tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagai berikut:
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dan generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain menjelaskan keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
d. Langkah Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Depdiknas (2009: 1) secara umum terdapat empat tahapan
aktivitas dalam rangka penguasaan materi pelajaran matematika di
dalam pembelajaran, yaitu:
1) Penanaman Konsep
Tahap penanaman konsep merupakan tahap pengenalan awal tentang konsep yang akan dipelajari siswa. Pada tahap ini pengajaran memerlukan penggunaan benda konkrit sebagai alat peraga.
2) Tahap Pemahaman Konsep
Tahap pemahaman konsep merupakan tahap lanjutan setelah konsep ditanamkan. Pada tahap ini penggunaan alat peraga mulai dikurangi dan bentuknya semi konkrit sampai pada akhirnya tidak diperlukan lagi.
3) Tahap Pembinaan Keterampilan
Tahap pembinaan keterampilan merupakan tahap yang tidak boleh dilupakan dalam rangka membina pengetahuan siap bagi siswa. Tahap ini diwarnai dengan latihan-latihan seperti mencongak dan berlomba. Pada tahap pengajaran ini alat peraga sudah tidak boleh digunakan lagi.
4) Tahap Penerapan Konsep
Berdasarkan uraian diatas tujuan dari pembelajaran
matematika di Sekolah Dasar adalah tidak hanya pada tahap
penanaman konsep saja melainkan terdapat beberapa tahapan yang
seharusnya dilalui oleh siswa yaitu tahap penanaman konsep, tahap
pemahaman konsep, tahap pembinaan keterampilan dan tahap
penerapan konsep. Empat tahapan ini jika dilakukan dengan baik
dan berurutan dalam proses pembelajaran siswa dapat menguasai
materi secara maksimal baik dari penanaman konsep hingga
penerapan konsep.
4. Bangun Ruang
a. Pengertian Bangun Ruang
Suharjana (2008: 5) “bangun ruang adalah bagian ruang
yang dibatasi oleh himpunan titik-titik terdapat pada seluruh
permukaan bangun tersebut”. Permukaan bangun itu di sebut sisi.
Bangun-bangun ruang yang terbentuk oleh perpotongan ruas
garis-ruas garis mempunyai bagian-bagian: rusuk, titik sudut, dan sisi.
b. Macam-Macam Bangun Ruang dan Jaring-Jaring
Sifat-sifat bangun kubus sebagai berikut:
a) Sisinya = 6 buah, yaitu: ABCD, AEHD, DHGC, CGFB.
BFEA, EFGH.
b) Rusuknya = 12 buah, yaitu: AB, BC, CD, DA, AE, BF, CG,
DH, EF, FG, GH, HE.
c) Titik sudutnya = 8 buah, yaitu: A, B, C, D, E, F, G, H.
Jaring-Jaring Kubus
Jaring-Jaring Balok
Gambar 2.2 Balok dan jaring-jaring balok 3) Prisma Segitiga
Sifat-sifat prisma tegak segitiga:
a) Memiliki 2 sisi berbentuk segitiga dan 3 sisi berbentuk
persegi panjang
b) Memiliki 9 rusuk
c) Memiliki 6 titik sudut
Jaring-Jaring Prisma Segitiga
4) Limas Segiempat dan Segitiga
1) Limas Segiempat
Sisi = 5 buah Rusuk = 8 buah Titik sudut = 5 buah 2) Limas Segitiga
Sisi = 4 buah Rusuk = 6 buah Titik sudut = 4 buah Jaring-Jaring Limas Segiempat
Jaring-Jaring Limas Segitiga
5) Tabung
Sifat-sifat tabung sebagai berikut;
1) Tabung mempunyai sisi sebanyak 3 buah yaitu sisi atas, sisi
alas, dan selimut tabung.
2) Tidak mempunyai titik sudut.
3) Bidang atas dan bidang alas berbentuk lingkaran dengan
ukuran sama.
4) Memiliki sisi lengkung yang disebut selimut tabung.
5) Jarak bidang atas dan bidang alas disebut tinggi tabung.
Jaring-Jaring Tabung
Sifat-sifat kerucut sebagai berikut.
1) Alasnya berbentuk lingkaran.
2) Memiliki 1 rusuk lengkung
3) Memiliki sisi lengkung yang disebut selimut kerucut.
4) Memiliki sebuah titik puncak.
5) Tidak memiliki titik sudut
6) Jarak titik puncak ke alas disebut tinggi kerucut.
Jaring-Jaring Kerucut
Gambar 2.6 Kerucut dan jaring-jaring kerucut c. Sifat-Sifat Bangun Ruang
Adapun ringkasan materi sifat-sifat bangun ruang dapat
diperoleh sebagai berikut:
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Bangun Ruang
5. Metode Penemuan Terbimbing
a. Teori Belajar Kontruktivisme
Teori kontrukrivisme menyatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,
mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan tidak lagi sesuai. Slavin
(Hamzah, 2008: 16) mengemukakan:
bagi siswa agar benar-benar dan dapat memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu dengan dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Wheatley (Hamzah, 2008: 18) mengajukan dua prinsip
utama dalam pembelajaran dengan teori kontruktivisme. Pertama,
pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara
ktifoleh struktural kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat
adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman
nyatayang dimiliki anak.
Teori belajar kontruktivisme memiliki kaitan dengan
metode penemuan terbimbing. Teori kontrukrivisme pengetahuan
tidak dapat dipindahkan dengan begitu saja dari pikiran guru ke
pikiran siswa. Artinya, siswa harus aktif secara mental untuk
membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan
kognitif yang dimiliki. Begitu pula dengan metode penemuan
terbimbing, metode penemuan terbimbing dalam kegiatan
langsung, yang dalam kegiatannya siswa diberikan sebuah masalah
untuk dipecahkan sehingga siswa menemukan sendiri
informasi-informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang
ditemukan. Metode penemuan terbimbing juga memberi peluang
kepada siswa untuk membina pengetahuan baru melalui
penglihatannya yang sama halnya dengan teori belajar
kontruktivisme.
b. Pengertian Metode Penemuan Terbimbing
Mulyasa (2011: 110) mengungkapkan “penemuan
(discovery) merupakan metode yang lebih menekankan pada
pengalaman langsung”. Pembelajaran dengan metode penemuan
lebih mengutamakan proses daripada hasil belajar. Sedangkan
Suryosubroto (2009: 178) mengemukakan “metode penemuan
merupakan komponen dari praktikan pendidikan yang meliputi
metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi
pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif”.
Metode penemuan terbimbing merupakan salah satu
metode yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Sound
dalam Roestiyah (2008: 200) “penemuan terbimbing adalah proses
mental dimana siswa mampu mengimplementasikan suatu konsep
atau prinsip”. Metode penemuan terbimbing adalah suatu prosedur
mengajar yang menitikberatkan pada individual, manipulasi
generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Metode
penemuan terbimbing adalah suatu komponen dari praktek
pendidikan yang sering disebut sebagai heuristic teaching, yakni
suatu tipe pengajaran yang meliputi metode-metode yang didesain
untuk memajukan rentang yang luas dari belajar aktif, berorientasi
pada proses, membimbing diri sendiri (self-directed), inkuiri dan
model belajar reflektif.
Dari pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa metode
penemuan terbimbing merupakan metode pembelajaran yang
bertujuan untuk menemukan suatu konsep dan menemukan
jawabannya sendiri serta guru membimbing siswa apabila ada
siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar dengan
menggunakan metode terbimbing. Metode penemuan terbimbing
lebih berpusat kepada siswa, sehingga siswa akan lebih berperan
aktif dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas.
c. Langkah-Langkah Metode Penemuan Terbimbing
Mulyasa (2011: 110) cara mengajar dengan metode
penemuan menempuh langkah-langkah:
1) Adanya masalah yang akan dipecahkan.
2) Sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik.
3) Konsep atau prinsip yang harus ditemukan oleh peserta didik.
4) Melalui kegiatan tersebut perlu dikemukakan dan ditulis secara jelas.
6) Susunan kelas diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.
7) Guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan data.
8) Guru harus memberikan jawaban dengan tepat dan tepat dengan data dan informasi yang diperlukan peserta didik.
d. Keunggulan dan Kelemahan Penemuan Terbimbing
Roestiyah (2012: 20) penggunaan metode penemuan
memiliki keunggulan sebagai berikut:
1) Penemuan mampu membantu siswa untuk mengembangkan; memperbanyak kesiapan; serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/ pengenalan siswa.
2) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat pribadi/ individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
3) Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa. 4) Mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
5) Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat. 6) Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah
kepercayaan diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.
7) Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja; membantu bila diperlukan.
Suryosubroto (2009: 186) mengemukakan kelemahan
metode penemuan sebagai berikut:
Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain.
2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seseorang siswa menemukan teori-teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu.
3) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional. 4) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang
sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan. sedangkan sikap dan keterampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional secara keseluruhan.
5) Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada. 6) Strategi ini mungkin tidak memberikan kesempatan
untuk berpikir kreatif, kalau berpikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian proses-proses dibawah pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti. Pemecahan masalah dapat bersifat membosankan mekanisasi, formalitas, dan pasif seperti bentuk terburuk dari metode ekspositories verbal.
Solusi yang digunakan untuk mengatasi permasalahan dari
kelemahan penemuan terbimbing, peneliti dan guru membagi siswa
menjadi beberapa kelompok belajar karena siswa berjumlah 37
siswa dan termasuk kelas besar. Jumlah 37 siswa dibuat menjadi
beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari siswa yang pandai
dikelompokkan dengan siswa yang lamban. Hal ini dilakukan agar
siswa yang lamban dapat dibantu oleh siswa yang pandai dalam
kegiatan penemuannya. Selain penggunaan metode penemuan
alat peraga dalam kegiatan pembelajarannya. Penggunaan alat
peraga diharapkan tidak menghilangkan keterampilan yang harus
dimiliki siswa sehingga siswa dapat belajar sambil melakukan
(learning by doing).
6. Alat Peraga Bangun Ruang dan Jaring-Jaring
a. Pengertian Alat Peraga
Anitah (2009: 4) “Istilah alat peraga ini demikian melekat
pada banyak pendidik sampai kurun waktu yang cukup lama”.
Bahkan sampai saat ini masih banyak orang menggunakan istilah
alat peraga secara silih berganti dengan istilah lain seperti; alat
bantu, media, alat pelajaran, dan lain-lain. Dengan alat peraga
dimaksudkan untuk memperjelas pelajaran yang disajikan. Istilah
ini dikemukakan bukan berarti penggunaan “alat peraga” itu
dianggap salah atau konvensional. Alat peraga dalam pembelajaran
pada hakekatnya merupakan suatu alat yang digunakan untuk
menunjukan sesuatu yang riil sehingga memperjelas pengertian
pembelajaran.
b. Alat Peraga Bangun Ruang Masif
1) Alat Peraga Bangun Ruang Masif
a) Kegunaan alat peraga bangun ruang rangka untuk
memahami bentuk-bentuk bangun ruang dan sifat-sifatnya.
b) Petunjuk penggunaan sebagai beriku:
- Alat peraga ini cocok untuk digunakan dalam
menjelaskan mengenai bentuk-bentuk bangun ruang
geometris sederhana. Mengenal sifat-sifat yang
berhubungan dengan rusuk, titik sudut, sisi dan
lain-lain.
- Bangun ruang masif dapat dikelompokkan ke dalam
dua jenis: prisma dan limas. Bangun-bangun prisma
adalah balok, kubus, dan tabung, sedangkan
bangun-bangun limas adalah kerucut dan limas.
c. Alat Peraga Jaring-Jaring Bangun Ruang
Alat peraga merupakan alat yang digunakan untuk
membantu dalam proses pembelajaran. Penelitian ini menggunakan
alat peraga bangun ruang sederhana yang dapat pula digunakan
untuk menentukan jaring-jaring bangun ruang sederhana.
Suharjana (2008: 16) mengemukakan “beberapa cara menentukan
jaring-jaring bangun ruang seperti kubus dan balok” yang dapat
a) Kubus
Gambar 2.8 Kubus
Suharjana (2008: 16) ada beberapa langkah dalam
menentukan jaring-jaring kubus, antara lain:
- Mintalah siswa untuk membelah kubus-kubus dengan
menggunakan cutter atau gunting menurut beberapa
rusuk tertentu dan menyisakan satu rusuk yang
merangkai antara dua persegi atau dengan melepaskan
perekat pada bangun ruang.
- Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada kubus
akan membentuk salah satu jaring-jaring berikut:
Gambar 2.9 Beberapa contoh jaring-jaring kubus - Jaring-jaring tersebut apabila dirangkaikan kembali
maka tidak ada satu pun hasil guntingan yang berupa
daerah persegi tersebut yang menutupi persegi yang lain
dan hasil guntingan tidak boleh terlepas yang satu
b) Balok
Gambar 2.10 Balok
Cara menemukan rangkaian yang merupakan jaring-jaring
sebuah balok dengan cara memotong pada rusuk-rusuknya
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
- Dengan cara memotong model balok pada rusuk-rusuk
tertentu maka akan dihasilkan sebuah jaring-jaring
balok. Cara pemotongan yang sama apabila dimulai dari
sisi yang berbeda akan menghasilkan bentuk
jaring-jaring yang berbeda pula. Dalam membuat jaring-jaring-jaring-jaring
balok maka yang lebih mudah jika berpangkal pada
jaring-jaring kubus. Sebuah bentuk jaring-jaring kubus
dapat menjadi model bagi enam buah jaring-jaring
balok, disebabkan oleh sisi-sisi dari balok yang tidak
sama. Dengan demikian karena jumlah jaring-jaring
kubus ada 11 (sebelas) macam, maka dari 11 model
jaring-jaring kubus tersebut dapat menghasilkan 11 x 6
= 66 jaring-jaring balok.
- Contoh jaring-jaring balok ABCD.EFGH, potonglah
pada rusuk-rusuk EF, EA, FB, FG, GC, EH, dan HD
Gambar 2.11 Contoh Jaring-Jaring Balok c) Prisma Tegak Segitiga
Gambar 2. 12 Prisma Tegak Segitiga
- Mintalah siswa untuk membelah prisma tegak segitiga
dengan menggunakan cutter atau gunting menurut
beberapa rusuk tertentu dan menyisakan satu rusuk yang
merangkai atau dengan melepaskan perekat pada
bangun ruang.
- Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada prisma
akan membentuk salah satu jaring-jaring berikut:
d) Limas
Gambar 2.14 Limas Segiempat
- Mintalah siswa untuk membelah limas segiempat atau
limas segitiga dengan menggunakan cutter atau gunting
menurut beberapa rusuk tertentu dan menyisakan satu
rusuk yang merangkai atau dengan melepaskan perekat
pada bangun ruang.
- Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada limas
segiempat atau limas segitiga membentuk salah satu
jaring-jaring berikut:
Gambar 2.15 Jaring-Jaring Limas Segiempat e) Tabung
- Mintalah siswa untuk membelah tabung dengan
menggunakan cutter atau gunting menurut beberapa
rusuk tertentu dan menyisakan kerangka yang
merangkai atau dengan melepaskan perekat pada
bangun ruang.
- Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada tabung
membentuk salah satu jaring-jaring berikut:
Gambar 2. 17 Jaring-Jaring Tabung f) Kerucut
Gambar 2.18 Kerucut
- Mintalah siswa untuk membelah kerucut dengan
menggunakan cutter atau gunting menurut beberapa
bentuk bangun tertentu dan menyisakan kerangka yang
merangkai atau dengan melepaskan perekat pada
bangun ruang.
- Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada kerucut
Gambar 2.19 Jaring-Jaring Kerucut
Penggunaan alat peraga bangun ruang sederhana
diharapkan dapat meningkatkan sikap tanggung jawab dan
prestasi belajar pada siswa. Penggunaan alat peraga siswa
dituntut untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran yang
dilakukan di dalam kelas.
B. Penelitian Relevan
Menurut penelitian yang dilakukan Purwatiningsih tahun 2013
halaman 53 dalam Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako,
Volume 01 Nomor 01 September 2013 dengan penelitian yang berjudul
“Penerapan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa pada Materi Luas Permukaan dan Volume Balok”
menyatakan bahwa:
Based on the research results, the learning applied guided discovery learning method can increase students’ learning outcome on the material of surface area and volume of cube namely: (1) orienting the students on the problem, (2) organizing the students in learning, (3) guiding individual and group insvestigation, (3) presenting activity result and (5) evaluating students’ learning achievenment.
Disimpulkan bahwa hasil dari penelitian tersebut mengindikasikan
materi luas permukaan dan volume balok. Hasil dari penelitian ini juga
dapat secara langsung mengorientasikan siswa pada masalah,
mengorganisasikan siswa dalam belajar, membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok, mempresentasikan hasil kegiatan dan
mengevaluasi kebutuhan belajar siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Akanmu, M. Alex and
Fajemidagba, M. Olubusuyi tahun 2013 halaman 82 dalam Journal of
Education and Practice, Vol. 4, No. 12 dengan penelitian yang berjudul
“Guided-discovery Learning Strategy and Senior School Students
Performance in Mathematics in Ejigbo, Nigeria” menyatakan bahwa:
Results revealed a significant difference in favour of those exposed to guided-discovery learning strategy compared to those not taught using guided-discovery learning strategy. Though both male and female students performed equally well when taught using guided discovery strategy, the study showed that high scoring students benefited most while the performance of low scoring students was also enhanced.
Kesimpulannya adalah penggunaan penemuan terbimbing dengan
yang tidak menggunakan penemuan terbimbing dalam pembelajarannya
akan adanya sebuah perbedaan. Penggunaan metode penemuan terbimbing
dapat meningkatkan nilai dan memberikan manfaat bagi yang memiliki
nilai rendah menjadi meningkat.
Penelitian yang akan dilakukan di kelas V SD Negeri 2
Karanggude juga merujuk penggunaan penemuan terbimbing yang
diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, namun dalam
terbimbing saja melainkan ada penggunaan alat peraga berupa alat peraga
bangun ruang dan jaring-jaring. Fokus penelitian ini juga tidak hanya pada
meningkatkan prestasi belajar siswa saja namun tanggung jawab siswa
yang merupakan salah satu karakter yang harus dimiliki siswa juga
diharapkan dapat meningkat.
C. Kerangka Berpikir
Faktor terpenting meningkatkan sikap tanggung jawab dan prestasi
belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penggunaan strategi,
metode dan model pembelajaran. Banyak strategi pembelajaran yang dapat
diterapkan guru dalam pembelajaran namun masih ditemukan beberapa
guru yang masih bingung dalam menerapkan strategi pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik siswa SD, khususnya siswa kelas V di SD
Negeri 2 Karanggude.
Meningkatkan tanggung jawab dan prestasi siswa terhadap mata
pelajaran matematika, guru harus menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan namun tujuan dari pembelajaran tetap tercapai. Guru dalam
proses pembelajaran dapat menggunakan strategi pembelajaran maupun
alat peraga pembelajaran. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam
meningkatkan tanggung jawab dan prestasi belajar pada siswa pada mata
pelajaran matematika salah satunya dengan metode penemuan terbimbing
dengan penggunaan alat peraga bangun ruang dan jaring-jaring yang
diharapkan tanggung jawab dan prestasi belajar siswa dapat terus
Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.20 Kerangka Berpikir
KONDISI AWAL Tanggung jawab dan
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir penelitian di atas,
maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan penelitian sebagai berikut:
1. Melalui penerapan metode penemuan terbimbing dengan alat peraga
bangun ruang dan jaring-jaring dapat meningkatkan tanggung jawab
siswa kelas V SD Negeri 2 Karanggude.
2. Melalui metode penemuan terbimbing dengan alat peraga bangun ruang
dan jaring-jaring dapat meningkatkan prestasi belajar matematika