BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pendidikan Karakter
a. Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter (character) secara etimologi mempunyai arti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlaq. Dalam bahasa arab, karakter juga diartikan ‘khuluq, sajiyyah, thab’u’ (budi pekerti, tabiat atau watak). Ada juga yang mengartikan syakhsiyyah yang artinya lebih dekat dengan personality (kepribadian). Secara terminologi (istilah), karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri (Fitri, 2012: 20). Adapun pengertian karakter menurut Lickona (Wibowo, 2012: 32) yaitu suatu sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral. Pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sebuah nilai atau sifat kejiwaan, akhlaq atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan.
Manusia pada dasarnya memiliki dua potensi, yakni baik dan buruk. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Asy Syam ayat 8:
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Ayat di atas menunjukkan bahwa manusia memiliki dua kemungkinan jalan hidup, yaitu kefasikan atau kejelekan dan kebaikan atau ketakwaan. Kemuliaan seseorang akan didapat dari kebaikan, sedangkan kerugian akan didapat seseorang yang memilih jalan kejelekan.
Kedua kemungkinan di atas menunjukkan betapa penting diselenggarakannya pendidikan karakter untuk membentuk kepribadian siswa. Sesuai ungkapan Al Ghazali (Fitri, 2012: 21) pendidikan karakter itu adalah upaya atau usaha aktif untuk membentuk kebiasaan, sehingga sifat anak akan terukir sejak dini, agar nantinya dapat mengambil keputusan dengan baik dan bijak serta mempraktikkanya dalam kehidupan sehari-hari. b. Pengertian Sikap Kerja Keras
Sikap Kerja keras merupakan suatu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya (Kemendiknas, 2010: 27). Penjelasan tersebut juga sama dengan penjelasan dari Mustari (2011: 51). Diperkuat lagi pengertian dalam modul (Supinah & Ismu, 2011: 23) yang menjelaskan bahwa kerja keras adalah upaya sungguh-sungguh dalam menghadapi dan mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas atau yang lainnya dengan sungguh-sungguh dan pantang menyerah.
pekerjaan yang didasari dengan kesungguhan dan pantang menyerah. Harapan rasa kesungguhan dan pantang menyerah yang dimaksud sebenarnya bukan hanya dalam lingkungan sekolah saja melainkan dalam lingkungan lainnya.
c. Cara Menanamkan Kerja Keras
Kerja keras ditunjukkan oleh seseorang dalam usaha menyelesaikan pekerjaannya, oleh karena itu kerja keras dapat dilihat dari proses ketika usaha itu berlangsung. Kerja keras dapat ditanamkan melalui keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Uraian paragraf di atas menjelaskan pentingnya sebuah kerja keras, oleh karena itu kerja keras sangat perlu diajarkan kepada siswa sebagai bekal mereka dalam menghadapi kehidupannya. Kerja keras yang diterapkan kepada siswa dapat mendorong siswa untuk selalu berusaha secara maksimal sehingga menghindarkan siswa dari rasa kemalasan.
d. Indikator Kerja Keras
Indikator kerja keras dalam penelitian ini mengacu pada indikator kerja keras dalam 18 pendidikan karakter bangsa yang meliputi:
1) Mengerjakaan tugas dengan teliti dan rapi.
2) Mencari informasi dari sumber-sumber di luar sekolah. 3) Mengerjakan tugas-tugas dari guru pada waktunya. 4) Fokus pada tugas-tugas yang diberikan guru di kelas.
5) Mencatat dengan sungguh-sungguh sesuatu yang dibaca, diamati dan di dengar untuk kegiatan kelas.
(Kemendiknas, 2010: 34-35) 2. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Uraian pengertian prestasi menurut para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi atau berprestasi adalah suatu puncak hasil pencapaian yang diperoleh siswa melalui usaha dari pengalaman sehari-hari, baik di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya.
Belajar menurut Sagala (2010: 13) belajar merupakan komponen kegiatan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Menurut Hamalik (2011: 27) belajar adalah memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dari uraian pengertian belajar beberapa ahli yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dapat merubah perilaku seseorang dan dapat terjadi karena adanya pengalaman maupun interaksi seseorang dengan lingkungannya.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar sangat erat kaitannya dengan proses pembelajaran yang dilakukan siswa. Yusuf, dkk. (2003: 8) menyebutkan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa diantaranya yaitu: (a) faktor intelektual, (b) faktor kondisi fisik dan kesehatan, termasuk kondisi kelainan, dan (c) faktor sosial.
Gejala yang tampak dari anak-anak yang mempunyai masalah dalam belajar diantaranya:
1) Tidak dapat mengikuti pelajaran seprti yang lain, 2) Sering terlambat atau tidak mau menyelesaikan tugas, 3) Menghindari tugas-tugas yang agak berat,
4) Ceroboh atau kurang teliti dalam banyak hal, 5) Acuh atak acuh atau masa bodoh,
6) Menampakkan semangat belajar yang rendah, 7) Tidak mampu berkonsentrasi, berubah-ubah, 8) Perhatian terhadap suatu objek singkat, 9) Suka menyendiri, sulit menyesuaikan diri, 10) Murung,
11) Suka memberontak, agresif, dan meledek-ledek dalam merespon ketidakcocokan, dan
12) Hasil belajarnya rendah.
3. Matematika
a. Pengertian Matematika
Hakikat matematika menurut Soedjadi (Heruman, 2007: 1), yaitu ilmu yang memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Menurut Kerami (2002: 158)
Matematika adalah pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep yang berkaitan; matematika seringkali dikelompokkan kedalam tiga bidang: aljabar, analisis, dan geometri, walaupun demikian tidak dapat dibuat pembagian yang jelas karena cabang-cabang ini telah bercampur baur; pada dasarnya aljabar melibatkan bilangan dan pengabstrakannya, analisis melibatkan kekontinuan dan limit, sedangkan geometri membahas bentuk dan konsep-konsep yang berkaitan; sains didasarkan atas postulat yang dapat menurunkan kesimpulan yang diperlukan dari asumsi tertentu. Matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2012: 1)
Matematika adalah bahasa simbol; ilmu dedukatif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma, atau postulat, dan akhirnya ke dalil.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, matematika adalah ilmu yang berkenaan dengan ide-ide atau konsep yang tersusun secara hirarkis dan penalaran deduktif yang tujuannnya untuk melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan aktivitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, dan mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi.
b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.
Usia perkembangan kognitif siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang disampaikan oleh guru sehingga siswa lebih mudah untuk memahami terutama pada tahap penanaman konsep materi. Proses pembelajaran pada fase konkret itu sendiri melalui tiga tahap yaitu: tahap konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak.
Ada beberapa konsep pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika menurut Heruman (2007: 3):
1) Pemahaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep)
Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa.
2) Pemahaman konsep
3) Pembinaan keterampilan
Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.
c. Fungsi dan Tujuan Matematika
Matematika berfungsi mengembangkan dan menggunakan rumus matematika yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran geometri, aljabar dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika, diagram, grafik atau tabel.
Menurut Heruman (2007: 2), tujuan akhir pembelajaran matematika pada sekolah dasar yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Cara untuk menuju tahap ketrampilan tersebut harus melalui langkah-langkah yang benar yang sesuai dengan kemampuan dan lingkungan siswa.
Uraian di atas menghasilkan sebuah kesimpulan, yaitu fungsi dan tujuan matematika adalah memberikan suatu bekal keterampilan kepada siswa berupa konsep matematika yang dapat digunakan sebagai bekal untuk menjalani kehidupan. Siswa diharapkan mampu menggunakan bekal pengetahuan dan keterampilan tersebut sebagai pedoman menjalani kehidupan di masa depan.
4. Konsep Bangun Datar
dasar sering ditemui guru memberikan pengertian-pengertian yang rumit, hal inilah yang membuat siswa merasa kebingungan. Dari masalah tersebut kemudian Heruman (2007: 87) menjelaskan batasan-batasan pengenalan bangun datar di SD, yaitu “... pengenalan bangun datar bagi siswa Sekolah Dasar hanya ditekankan pada pengenalan bentuk bangun, serta analisis ciri bangun tersebut melalui pengamatan".
Materi bangun datar yang dipelajari di kelas V SD dalam Sugiono dan Dedi (2008: 151-155) adalah sebagai berikut:
A. Mengidentifikasi Sifat-sifat Bangun Datar. 1) Segitiga
Segitiga adalah bangun yang memiliki tiga titik sudut dan tiga sisi.
2) Persegi
Persegi adalah segi empat yang memiliki empat sisi sama panjang, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, empat sudut sama besar, mempunyai empat titik sudut dan semua sudutnya sama besar dan merupakan siku-siku yaitu membentuk sudut ()
90o.
C
A B
- Mempunyai tiga sudut yaitu ABC, BCA, CAB - Mempunyai tiga titik sudut
yaitu A, B, C
3) Persegi Panjang
Persegi panjang adalah segi empat yang memiliki dua pasang sisi sama panjang dan empat buah sudut sama besar.
4) Jajar Genjang
Jajar genjang adalah segi empat yang memiliki dua pasang sisi yang saling berhadapan sejajar dan sama panjang.
C
- Mempunyai empat sisi yaitu
sisi AB, BC, CD, DA dan sisi-sisi yang berhadapan sejajar
- Mempunyai empat titik sudut
A, B, C, D dan semua titik sudut tersebut membentuk siku-siku yaitu 90o
- Garis AB sejajar dengan DC, dan AD dengan BC - Keempat sudutnya sama
panjang membentuk siku-siku seperti persegi - Garis AC dan BD
disebut diagonal persegi panjang dan keduanya sama panjang serta berpotongan di titik O
- Garis PQ sejajar dengan
garis SR dan garis PS sejajar dengan garis QR
- SPQ = SRQ dan
PQR=PSR
- Kedua diagonalnya
berpotongan dititik O dan saling membagi dua sama panjang. PO=RO dan SO=QO
P
S R
5) Belah Ketupat
Belah ketupat adalah segi empat yang memiliki sisi sama panjang dan sudut yang berhadapan sama besar.
Adapun sifat-sifat bangu belah ketupat sebagai berikut:
6) Layang-layang
Layang-layang adalah segi empat yang memiliki dua pasang sisi berdekatan yang sama panjang.
7) Trapesium
Trapesium adalah segi empat yang paling sedikit memiliki
V T
U
W
O
- Belah ketupat memiliki empat sisi yang sama panjang TU=UV dan VW=TW
- Sudut yang berhadapan sama besar yaitu TUV dengan
TWV kemudian UVW
denganUVW
- Kedua diagonalnya berpotongan tegak lurus di titik O dan saling membagi dua sama panjang - Garis TO=VO dan garis
UO=WO
- Garis WU tegak lurus dengan TV
- Kedua sisi yang berdekatan sama panjang. Sisi PQ=QR dan sisi PS=RS
- Memiliki sudut yang sama besar yakni SPQ dan SRQ
Trapesium dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: a) Trapesium siku-siku
b) Trapesium sama kaki c) Trapesium sembarang 8) Lingkaran
Lingkarang adalah sebuah bangun datar yang hanya memiliki sebuah sisi lengkung dan tidak memiliki titik sudut.
B. Kesebangunan Bangun Datar
Dua bangun datar dapat dikatakan sebangun jika: 1) Bentuk kedua bangun sejenis,
2) Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar, 3) Perbandingan sisi-sisi yang bersesuaian sama
A D
B C
- Memiliki empat titik sudut A,B,C,D
- Memiliki empat sisi yaitu, AB, BC, CD, DA
- Memiliki sepasang sisi sejajar yaitu AB dan DC - Jumlah sisi yang
berdekatan diantara sisi sejajar adalah 180o
A B
O
- Titik O merupakan pusat lingkaran
- OA = OB, merukan jari-jari lingkaran
- AB merupakan diameter lingkaran
Penjelasan di atas dapat dicontohkan sebagai berikut:
a) Contoh kedua bangun di atas adalah sama-sama segitiga b) Perbandingan sisi yang bersesuaian yaitu:
PQ : CB = 4 : 12 = 1 : 3 QR : BA = 3 : 9 = 1 : 3 PR : CA = 5 : 15 = 1 : 3 c) Sudut-sudut yang seletak
PQR =CBA
PRQ =CAB
RPQ =ACB
Kedua segitiga di atas memiliki perbandingan sisi-sisi yang bersesuaian dan besar sudut yang bersesuaian sama besar, maka kedua segitiga di atas dikatakan sebangun.
C. Menentukan Simetri Lipat dan Simetri Putar 1) Simetri Lipat
Suatu bangun dikatakan memiliki simetri lipat jika bangun tersebut memiliki sumbu simetri yang membagi bangun
A
C
12
B
9
15
Q P
R
4
sebangun). Dua bangun dikatakan kongruen apabila meiliki kesamaan bentuk dan ukuran. Bila dilipat pada sumbu simetrinya, bangun tersebut tepat berhimpit.
2) Simetri Putar
Suatu bangun datar dikatakan mempunyai simetri putar bila bangun tersebut dapat menempati bingkainya tersebut dengan tepat saat diputar pada titik pusatnya.
5. Metode Penemuan Terbimbing
a. Pengertian Metode Penemuan Terbimbing
Metode penemuan merupakan suatu komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, dan reflektif (Suryosubroto, 2009: 178). Sund dalam (Roestiyah, 2008: 20) mengemukakan bahwa penemuan adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip.
Berdasarkan teori tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa metode penemuan terbimbing itu adalah suatu metode dalam proses belajar mengajar dimana guru memberikan kesempatan kepada siswanya untuk menemukan informasi dari sebuah pembelajaran melalui bimbingan dari gurunya.
b. Langkah-langkah Metode Penemuan Terbimbing
Langkah-langkah metode penemuan terbimbing menurut Richard Scuhman adalah:
2) Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep dan generalisasi yang akan dipelajari.
3) Seleksi bahan dan problema atau tugas-tugas.
4) Membantu memperjelas problema yang akan dipelajari dan peran masing-masing siswa.
5) Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang akan dipergunakan.
6) Mencetak pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa
7) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan 8) Membantu siswa dengan informasi atau data, jika diperlukan
siswa
9) Memimpin analisis sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses
10) Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa 11) Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam poses
penemuan
12) Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.
c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Penemuan 1. Kelebihan dari metode penemuan terbimbing
a) Membentu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa, andai kata siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan terbimbing
b) Pengetahuan yang diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh
c) Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan d) Metode ini memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak
maju sesuai dengan kemampuannya sendiri
e) Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan akan termotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus
g) Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide. Guru menjadi teman belajar, terutama dalam situasi penemuan yang jawabannya belum diketahui sebelumnya
h) Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme (keragu-raguan) yang sehat untuk menentukan kebenaran akhir dan mutlak.
(Suryosubroto, 2009: 185-186) 2. Kekurangan metode penemuan terbimbing
a) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya, siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subjek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain.
c) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.
d) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan. Sedangkan sikap dan keterampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial keseluruhan.
e) Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada.
f) Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berfikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinannya. Tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti. Pemecahan masalah dapat bersifat membosankan mekanisasi, formalitas, dan pasif seperti bentuk terburuk dari metode ekspositories verbal.
B. Hasil yang Relevan
Dalam jurnal penelitian yang telah dilakukan oleh Asrul Karim tahun 2011 yang berjudul Penerapan Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar, menghasilkan data sebagai berikut:
1) Penggunaan pembelajaran penemuan terbimbing pada data pemahaman konsep hasilnya lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yaitu 0,40521 > 0,27608 berdasarkan data uji-T.
2) Penggunaan pembelajaran penemuan terbimbing pada data kemampuan berpikir kritis hasilnya lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yaitu 0,32610 > 0,22090 berdasarkan data uji-T.
3) Pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing lebih baik dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar dibandingkan metode konvensional ditinjau berdasarkan level sekolah, sebagian besar siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing.
C. Kerangka Berpikir
diupayakan meningkatkan kerja keras siswa dalam mempelajari bangun datar. Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
D. Hipotesis Tindakan