• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekam Jejak Polutan pada Kerangka Kapur Karang Porites lutea di Pulau Tunda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rekam Jejak Polutan pada Kerangka Kapur Karang Porites lutea di Pulau Tunda"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

REKAM JEJAK POLUTAN PADA KERANGKA KAPUR

KARANG

Porites lutea

DI PULAU TUNDA

RISKA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rekam Jejak Polutan pada Kerangka Kapur Karang Porites lutea di Pulau Tunda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

RISKA. Rekam Jejak Polutan pada Kerangka Kapur Karang Porites lutea di Pulau Tunda. Dibimbing oleh NEVIATI P ZAMANI, TRI PRARTONO dan ALI ARMAN.

Porites lutea merupakan salah satu spesies karang keras yang peka terhadap perubahan fisik dan kimia lingkungan laut. Garis pertumbuhan kerangka karang Scleractinia mampu mendeteksi perubahan lingkungan. Karang P. lutea memiliki kemampuan untuk mengakumulasi logam terus-menerus dalam kerangka mereka selama pertumbuhan sehingga diusulkan menjadi indikator terjadinya perubahan lingkungan baik peristiwa pencemaran jangka panjang maupun dalam waktu relatif singkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji rekam jejak polutan (Pb, Sr, Cr, Fe, Zn) yang terakumulasi pada kerangka kapur karang P. lutea baik pada daerah windward maupun leeward Pulau Tunda. Pengambilan sampel dilakukan dengan core karang kemudian dianalisis lingkar tahun untuk menentukan umur karang, setelah itu dianalisis polutannya pada setiap umur karang tersebut menggunakan metode Neutron Activation Analysis (NAA) untuk jenis logam Cr, Sr, Fe, dan Zn, sedangkan untuk jenis logam Pb menggunakan metode Atomic Absorption Spectrometer (AAS).

Hasil penelitian menunjukkan hasil perekaman konsentrasi logam pada kerangka kapur P. lutea di daerah windward dimulai tahun 1940 hingga 2014, sedangkan pada daerah leeward dimulai pada tahun 1969 hingga 2014, dan selama periode penelitian terjadi perubahan peningkatan konsentrasi logam. Konsentrasi logam Cr mengalami peningkatan dari 4.36 mgkg-1 menjadi 11.77 mgkg-1, konsentrasi Fe meningkat dari 4.88 mgkg-1 menjadi 47.70 mgkg-1, konsentrasi Zn meningkat dari 3.28 mgkg-1 menjadi 15.59 mgkg-1, konsentrasi Pb meningkat dari 5.17 mgkg-1 menjadi 17.66 mgkg-1. Empat jenis logam tersebut menunjukkan peningkatan konsentrasi yang signifikan, kecuali logam Sr tidak menunjukkan perubahan konsentrasi yang signifikan, dengan konsentrasi yang berkisar antara 70.12-103.5 mgkg-1.

Karang P. lutea digunakan untuk melihat record pencemaran di Pulau Tunda dari masa lampau hingga saat ini. Perubahan lingkungan tersebut dapat dilihat dengan menentukan konsentrasi polutan yang terekam pada kerangka karang tersebut, dimana konsentrasi polutan yang diperoleh mengalami peningkatan yang bervariasi. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah tersebut telah mengalami kontaminan yang kemungkinan disebabkan karena aktivitas antropogenik di daratan.

(5)

SUMMARY

RISKA. Pollutant Trace Record in Corals Skeleton of Porites lutea in Tunda Island. Supervised by NEVIATI P. ZAMANI, TRI PRARTONO and ALI ARMAN.

Porites lutea is one of hard coral species which has sensitive respond to physical and chemical change of sea water. The line growth of Scleractinia’s skeleton has an ability to accumulate heavy metals continously as long as their life period. Therefore, it could be use as an enviromental changes indicator on long or short term period. This study aims is to assess trace pollutant record such as Pb, Sr, Cr and Zn which is accumulated in P. Lutea at windward and leeward Tunda Island. The sampling collection was conducted in coral core and analyzed by the outer circle of coral to determine the ages. Neutron Activation Analysis (NAA) was used to analyzes the heavy metals (Cr, Sr, Fe and Zn), while Atomic Absorption Spectrometer (AAS) was used analyze Pb.

This research revealed metal concentration recorded in coral P. lutea skeleton in the windward location was started from 1940 to 2014 and in the leeward location started from 1969 to 2014, at which the metal concentrations increased. Cr concentration increased from 4.36 mgkg-1 to 11.77 mgkg-1, Fe concentration increased from 4.88 mgkg-1 to 47.70 mgkg-1, Zn concentration increased from 3.28 mgkg-1 to 15.59 mgkg-1, Pb concentration increased from 5.17 mgkg-1 to 17.66 mgkg-1. However, no increased of Sr concentration was observed, and it varied between 70.1-103.5 mgkg-1.

It suggested that corals P. lutea can be used to evaluated changes at the environmental change from the past to the present at Tunda Island, to determining the concentration of pollutants recorded in the coral skeleton. The heavy metals concentration was increasing variation from year to years. The heavy metals concentration trend to increase towards percent years. This indicates that the region has contaminated due to possible anthropogenic activities from land.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Kelautan

REKAM JEJAK POLUTAN PADA KERANGKA KAPUR

KARANG

Porites lutea

DI PULAU TUNDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Rekam Jejak Polutan pada Kerangka Kapur Karang Porites lutea di Pulau Tunda

Nama : Riska

NIM : C551130171

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Neviati P Zamani, MSc Ketua

Dr Ir Tri Prartono, MSc Anggota

Dr Ali Arman, MT Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Dr Ir Neviati P Zamani, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis mengenai Rekam Jejak Polutan pada Kerangka Kapur Karang Porites lutea di Pulau Tunda berhasil diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Penulis sangat menyadari karya ini dapat dirampungkan berkat dukungan dan arahan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bantuan sejak proses masa perkuliahan hingga tahap akhir penulisan tesis ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis menghaturkan terima kasih dan rasa hormat sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr Ir Neviati P Zamani, MSc, Bapak Dr Ir Tri Prartono, MSc dan Bapak Dr Ali Arman, MT selaku pembimbing yang penuh kesabaran meluangkan waktu untuk senantiasa memberikan motivasi, bimbingan, arahan dan masukan dalam penyusunan tesis ini, baik dari segi substansi maupun penulisan.

2. Bapak Prof Dr Ir Dedi Soedharma, DEA, yang telah bersedia menjadi penguji luar pada ujian tesis.

3. Seluruh dosen pengajar atas tambahan ilmu dan motivasi, serta staf Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Kelautan.

4. BPPDN DIKTI atas bantuan beasiswa selama masa perkuliahan.

5. Hibah Pasca 2014, sesuai MAK : 2013.109.524111 dan Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Teknologi Nuklir Nasional (BATAN), Jakarta yang telah memberikan bimbingan dan bantuan berupa penggunaan laboratorium dan alat-alatnya dalam rangka penyelesaian penelitian ini.

6. Keluarga tercinta (Ayahanda Ahmad Asril Ndae, Ibunda Wa Ido, serta saudara Juniati S.Pd, Rahmatia S.KM, Idul Adha Zul Hijja Ahmad, Wa Zul, Jihan, Winda) yang telah memberikan doa dan dukungan selama perkuliahan.

7. Staf laboratorium BATAN Aditya Dwi Permana Putra, S.Si dan Untung Sugiharto, A.Md yang telah memberikan bantuan selama analisis laboratorium 8. Rekan-rekan kuliah seangkatan IKL 2013 atas keakraban dan persaudaraannya

selama menempuh penelitian.

9. Seluruh keluarga besar Wacana Sultra serta rekan-rekan seperjuangan dalam menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor (Lalang, Nur Iksan, Tarlan Subarno, Khairunnisa, Albida, Chandrika, Dandy, Syahrial, serta yang lainnya).

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih belum terlepas dari kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Kerangka Pemikiran 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

2 METODE PENELITIAN 5

Lokasi dan Waktu Penelitian 5

Bahan dan Alat 5

Sumber Data 6

Prosedur Penelitian 6

Analisis Sampel 7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 10

Perekaman Logam 12

Porites lutea sebagai Rekam Jejak Polutan 19

5 SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 27

(12)

DAFTAR TABEL

1 Sumber data yang digunakan dalam penelitian 6

2 Jenis industri yang berkembang di daerah Banten dan kemungkinan

bahan pencemar yang dihasilkan 10

3 Data sampel terumbu karang dari lokasi penelitian Pulau Tunda 11

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 4

2 Peta lokasi pengambilan sampel di perairan Pulau Tunda Propinsi

Banten 5

3 Pengambilan sampel karang 6

4 Sampel karang yang pada daerah windward (a) dan leeward (b) 7

5 Proses analisis sampel 8

6 Foto X-ray sampel terumbu karang 11

7 Perbandingan konsentrasi logam Cr (a), Sr (b), Fe (c), Zn (d), dan Pb (e) pada core karang Porites lutea daerah windward dan leeward 13 8 Perbandingan rasio konsentrasi logam Cr (a), Fe (b), Zc (c), dan Pb (d)

terhadap Sr pada core karang P.lutea di windward dan leeward 17

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Terumbu karang memiliki produktivitas yang tinggi (10.000 gC/m2/tahun) jika dibandingkan dengan lamun (500-1000 gC/m2/tahun) dan mangrove (400-500 gC/m2/tahun) (Harborne et al. 2006). Tingginya produktivitas mengakibatkan tingginya keragaman biota ekosistem terumbu karang. Terumbu karang terbentuk dari endapan kalsium karbonat (CaCO3) yang ukurannya terus tumbuh setiap tahun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya lingkaran tahunan (annual band) kerangka (skeleton) terumbu karang selama proses pertumbuhan (Esselemont et al. 2000; Ramos et al. 2004). Selama proses pembentukan kerangka, terjadi pula inkorporasi isotop dari unsur-unsur kimiawi yang bervariasi sesuai dengan kondisi lingkungan air laut (Bastidas dan Garcia 1999; David 2003; Arman et al. 2013).

Aktivitas antropogenik seperti kegiatan perindustrian di wilayah Teluk Banten, berkembangnya isu-isu degradasi lingkungan di sekitar kawasan industri, potensi pencemaran lingkungan baik dari limbah cair, gas/udara, dan padatan, diduga telah mengubah kualitas perairan setiap tahun, seperti yang terjadi di perairan Pulau Tunda, di sebelah utara Teluk Banten. Salah satu polutan yang berbahaya bagi perairan adalah logam berat, yang berdampak serius bagi lingkungan laut (Guzman dan Jimenez 1992; Anu et al. 2007; Berry et al. 2013).

Karang digunakan sebagai salah satu indikator perubahan lingkungan karena kepekaannya terhadap perubahan fisik dan kimia perairan (Guzman dan Jimenez 1992; Al-Rousan et al. 2007; Jayaraju et al. 2009; Chen et al. 2010). Perubahan ini dapat ditunjukkan melalui kesehatan dan fisiologi polip karang (Esselemont 1999; Chan et al. 2014) dan karakteristik fisik-kimia skeletonnya (Fisk dan Harriot 1989; Abelson et al. 2005). Selama ini garis pertumbuhan kerangka karang Scleractinia telah dimanfaatkan untuk melihat variasi nutrient dalam air laut (Huang et al. 2003; Edinger et al. 2008). Rasio Sr/Ca, Mg/Ca, U/Ca, B/Ca dan isotop ∂18O di kerangka karang telah digunakan untuk merekonstruksi permukaan laut suhu (Gagan et al. 2000; Suzuki et al. 2001; Fallon et al. 2002; Tanaka et al. 2013), sedangkan Cd/Ca, Mn/Ca dan Ba/Ca digunakan dalam merekonstruksi curah hujan, dan upwelling (Lea et al. 1989; Erftemeijer et al. 2012). Keberadaan logam berat dalam kerangka karang mencerminkan adanya pengaruh antropogenik (Fallon et al. 2002; David 2003; Edinger et al. 2008) dan masukan dari darat (run off) seperti polusi industri dan limbah yang mungkin diangkut dan didistribusikan oleh arus (Shen dan Boyle 1988; Guzman dan Jimenez 1992; Ramos et al. 2004; Al-Ouran 2005; Chan et al. 2014). Logam akan terdeposit dalam kerangka karang akibat penggabungan struktural aragonit, inklusi bahan partikulat dalam kerangka, dan adsorpsi pada permukaan kerangka (David 2003; Al-Rousan et al. 2007). Logam akan tetap terdeposit selamanya dalam kerangka karang karena pertumbuhan baru akan menutupi kerangka yang lama (Pastorokand dan Bilyard 1985; Negri dan Heyward 2001; Ali et al. 2010).

(14)

2

2003; Inoue et al. 2004; Al-Ouran 2005; Inoue dan Tanimizu 2008; Kelly et al. 2009). Lingkaran tahun karang Porites lebih jelas dibandingkan yang terdapat pada jenis karang lainnya, sehingga memudahkan saat proses analisis lingkaran tahunnya (Chen et al. 2010; Mokhtar et al. 2012).

Respon utama terumbu karang saat terjadi peningkatan kadar logam berat yaitu: stres fisiologis (Howard dan Brown 1984; Harldan dan Brown 1989); penghambatan fertilisasi karang dan mengurangi keberhasilan reproduksi (Heyward 1988; El-Moselhy et al. 2014); menurunnya kelangsungan hidup larva karang (Goh 1991; Wang et al. 2011); perubahan populasi dan pertumbuhan zooxanthellae (Sabdono 2009); perubahan laju fotosintesis mengakibatkan penurunan kalsium karbonat karang (Harldan dan Brown 1989; Ferrier-Pages et al. 2001); peningkatan pemutihan karang (Sabdono 2009); meningkatnya kematian karang dan menurunkan karang hidup (Ramos et al. 2004; Mitchelmore et al. 2007; Sabdono 2009). Meskipun logam berat menimbulkan berbagai efek terhadap perubahan lingkungan perairan, penelitian mengenai polutan pada kerangka kapur juga masih sangat minim, khususnya di kawasan perairan Indonesia. Penelitian yang banyak dilakukan umumnya mengenai pencemaran logam berat yang ada pada sedimen dan air laut. Penelitian yang dilakukan oleh Bahtiar (2008) pada kerangka kapur karang hanya menganalisis dinamika fruktuasi kandungan logam dalam perekaman skeleton karang masif selama 10 tahun terakhir.

Penelitian ini menyajikan record pencemaran logam berat pada karang P. lutea setiap tahunnya berdasarkan lingkaran tahunannya, sehingga kita bisa melihat kondisi perairan Pulau Tunda dari masa lampau hingga saat ini. Karang Porites umumnya digunakan dalam penelitian, dimana jenis ini banyak ditemukan di wilayah tropis Asia-Pasifik dengan pola pertumbuhan yang relatif lambat, sehingga dapat digunakan dalam perekaman kondisi lingkungan yang ada disekitarnya (Chen et al. 2010; El-Moselhy et al. 2014). Kerangka kapur karang merupakan semacam arsip rekaman kondisi lingkungan perairan, karena mampu mendeposit polutan sehingga merupakan perekam polutan pada daerah sekitarnya. Olehnya itu perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis polutan yang terdeposit pada kerangka kapur P. lutea di Pulau Tunda.

Perumusan Masalah

(15)

3 kemungkinan dampak dari aktivitas di daerah tersebut akan mempengaruhi kondisi lingkungan perairan sekitarnya. Kegiatan perindustrian, perikanan, pelabuhan, pariwisata, dan perkapalan merupakan sektor yang paling berkembang di kawasan Teluk Banten yang memberi kontribusi meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi penduduk di kawasan tersebut. Namun disisi lain banyaknya aktivitas tersebut memberi dampak negatif terhadap lingkungan disekitarnya. Masalah yang kemungkinan timbul dari adanya berbagai hal tersebut adalah adanya buangan limbah dari aktivitas antropogenik didaratan, yang berpotensi sebagai bahan pencemar.

Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melihat ada tidaknya pencemaran di perairan yaitu dengan coring pada karang. Teknik coring mendorong pemanfaatan kerangka kapur karang dalam perekaman kondisi lingkungan untuk mengetahui perubahan kondisi lingkungan perairan dari masa lampau hingga saat ini, dan mengetahui kapan terjadinya pencemaran di perairan. Kemampuan menyerap karang Porites lutea biasanya sesuai dengan kondisi lingkungannya, sehingga dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi perairan di sekitarnya. Olehnya itu, penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mengkaji rekam jejak polutan pada kerangka kapur karang P. lutea di Pulau Tunda.

Kerangka Pemikiran

Pulau Tunda merupakan wilayah pulau kecil, letaknya berdekatan dengan daratan utama Teluk Banten yang memberikan tekanan lingkungan yang cukup besar. Banyaknya tekanan antropogenik seperti peningkatan kegiatan industrialisasi maupun tekanan alami perairan juga memberikan dampak negatif pada lingkungan perairan. Perubahan kualitas lingkungan perairan biasanya diindikasikan dengan polutan logam berat yang masuk pada lingkungan laut.

Karang P. lutea memiliki kecenderungan tinggi dalam mengakumulasi logam. Semakin banyak polutan yang masuk ke perairan maka daya adsorpsi karang semakin tinggi. Selama pertumbuhan terumbu karang membentuk lapisan kerangka pada terumbunya sehingga dapat dilihat laju pertumbuhan tahunan, dan umur kerangka tersebut. Banyak polutan yang terserap di kerangka karang, tetapi penelitian polutan saat ini lebih banyak dilakukan pada air dan sedimen. Karang dapat dikaji untuk mempelajari historikal pencemaran. Salah satu teknik yang digunakan pada karang yaitu dengan teknik coring. Hal ini mendorong pemanfaatan kerangka kapur karang dalam perekaman kondisi lingkungan. Data yang terekam pada kerangka karang Porites lutea diharapkan dapat memberikan informasi kondisi Perairan Pulau Tunda kaitannya dengan logam berat di perairan masa lampau hingga saat ini (Gambar 1).

Tujuan Penelitian

(16)

4

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

1. Memberikan informasi mengenai kondisi perairan Pulau Tunda dari masa lampau hingga saat ini.

2. Memberikan informasi seberapa jauh perubahan lingkungan yang terjadi akibat pencemaran tersebut, sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan dan mitigasi untuk perubahan-perubahan lingkungan.

Penelitian yang dilakukan Alur penelitian

Gambar 1 Kerangka pemikiran Lingkar Pertumbuhan Karang Porites lutea

Record pencemaran di Pulau Tunda

Bahan acuan dalam pengelolaan lingkungan perairan Tekanan

antropogenik

Tekanan alami

Perubahan lingkungan perairan

Polutan di perairan

Jenis polutan yang terdeposit

Konsentrasi polutan

Rekam jejak

(17)

5

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan bulan Agustus 2014 sampai Februari 2015. Waktu dan lokasi pengambilan sampel pada bulan Agustus dilakukan pada tanggal 30 Agustus - 4 September 2014 di Perairan Pulau Tunda Kabupaten Serang Propinsi Banten (Gambar 2). Analisis polutan berdasarkan lingkar tahun pada kerangka kapur karang dilakukan pada tanggal 8 September 2014 - 2 Januari 2015 di Laboratorium Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jakarta dan pada tanggal 5 Januari - 25 Februari 2015 Laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen MSP-IPB.

Gambar 2 Peta lokasi pengambilan sampel di perairan Pulau Tunda Propinsi Banten

Bahan dan Alat

Sampel yang digunakan untuk analisa lingkar tahun dan polutan adalah sampel core karang masif, dan bahan kimia untuk perlakuan di laboratorium seperti H3PO4, HNO3, HCl, H2O2, nitrogen cair, alkohol dan aseton.

(18)

6

dilengkapi Multi Channel Analyzer (MCA). Pendeteksian konsentrasi logam Pb dilakukan dengan Atomic Absorption Spectrometer (AAS) (APHA 2012).

Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Sumber data yang digunakan dalam penelitian

Jenis Data Sifat Data Sumber Data Satuan

Primer Sekunder

Pertumbuhan karang √ Lalang 2014 cm/tahun

Umur karang √ Lalang 2014 tahun

Logam berat √ Survei lapang 2014 mgkg-1

Prosedur Penelitian

Penentuan Stasiun

Lokasi penelitian yang dijadikan titik sampling ditentukan berdasarkan kondisi geografis pulau. Titik sampling dilakukan pada bagian windward (utara) pulau yang lebih terekspos oleh ombak dan terlindung dari dari daratan utama (Banten), dan bagian leeward (selatan) pulau yang terlindung oleh angin dan ombak sehingga perairannya relatif lebih tenang dan menghadap daratan utama.

(19)

7

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada kedalaman perairan 3-5 m dengan mengggunakan alat bor tangan pneumatic yang dihubungkan ke tabung udara selam untuk menggerakkan pipa stainless steel yang diujungnya terpasang mata bor (Gambar 3). Diameter dari bor adalah 5 cm dan panjang 50 cm. Terumbu karang dibor pada bagian tengahnya secara vertikal untuk mendapatkan arah dan laju pertumbuhan yang kontinyu (Arman et al. 2013). Pada saat alat bor digunakan, air dialirkan menggunakan pompa yang dilewatkan melalui bagian dalam pipa stainless steel yang berfungsi untuk mengeluarkan butir-butir halus dari karang yang tergerus oleh mata bor. Hal ini untuk menghindari terjadinya pemblokiran pada perputaran mata bor. Setelah selesai pengambilan sampel, bekas lubang bor ditutup dengan semen agar terumbu karang bisa hidup kembali dan juga untuk menghindari hewan atau organisme masuk ke dalam karang yang dapat merusak karang tersebut.

Gambar 4 Sampel karang yang diperoleh pada daerah windward (a) dan leeward (b)

Preparasi Sampel

Sampel coring yang diperoleh (Gambar 4) dicuci dengan air tawar kurang lebih 1 jam, dikeringkan dan dibawa ke Laboratorium Kelautan, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi BATAN untuk dianalisis. Sampel kemudian dipotong menjadi bentuk lempengan, memanjang dari atas kebawah dengan ketebalan 5 mm menggunakan alat potong listrik, selanjutnya sampel dianalisis dengan radiografi sinar-X (Susetyo 1984; Arman et al. 2013), untuk mengetahui umur, dan laju pertumbuhan linier karang.

Analisis Sampel

Analisis Pertumbuhan Karang

Penentuan umur karang pada potongan sampel karang (5 mm) dilakukan oleh Lalang (2014), melalui proses foto dengan alat Radiografi Sinar-X Rigaku Radioflex RF-300EGM2130 KeV selama 1 detik pada jarak 1 meter. Hasil dari proses ini adalah film X-ray hitam-putih, yang kemudian diubah menjadi format digital menggunakan scanner film positif EPSON V600 (Arman et al. 2013). Hasil scanner dianalisis dengan software Coral XDS untuk menentukan lapisan tahunan (annual band) umur karang, arah serta laju perumbuhan (Helmle et al. 2002).

a)

(20)

8

Gambar 5 Proses analisis sampel

Analisis Polutan

Setelah analisis pertumbuhan linier, dilakukan analisis polutan dengan metode Neutron Activation Analysis (NAA), dengan terlebih dahulu mengubah elemen stabil menjadi radioaktif. Untuk menghasilkan elemen radioaktif sampel disinari dengan sinar neutron (Malayney 2011). NAA dilakukan dengan prosedur kerja sebagai berikut (IAEA 1980) : sampel yang telah digerus dihomogenkan dan diambil sub-sampel 0.2 gr kapur dari setiap lingkar tahun pertumbuhan,kemudian dimasukkan ke dalam kontainer poli-etilen. Bahan referensi untuk setiap bahan polutan dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC selama 24 jam. Sampel terumbu dan bahan referensi ditutup dalam kontainernya. Kedua sampel tersebut diradiasi dalam reaktor G.A. Siwabessy BATAN Serpong dengan daya 50 kW dengan Thermal Neutron Flux sebesar 1013netron/cm2/detik selama 30 menit. Setelah iradiasi, sampel dibiarkan

Kesimpulan Polutan yang Terdeposit

Alat Bor Pneumatic Pengambilan Sampel Karang

Windward dan Leeward

NAA AAS

Penentuan Stasiun Pengamatan

Preparasi Sampel

Analisis Laboratorium

Radiografi Sinar-X Lingkar Pertumbuhan Karang

(21)

9 selama 3 minggu untuk menurunkan paparan radiasi sampel yang telah bersifat radioaktif.

Spektrometer Gamma dengan resolusi tinggi digunakan untuk mengukur aktivitas radiasi sampel. Pencacahan dilakukan selama 1 jam baik sampel maupun bahan referensi (standar), untuk penentuan konsentrasi logam berat (polutan) Karakteristik energi gamma yang digunakan adalah sebagai berikut: 320 keV 51Cr; 514 keV 85Sr; 1115 keV 65Zn; dan 1099 keV 59Fe (IAEA 1992).

Konsentrasi Pb dianalisis menggunakan metode Atomic Absorption Spectrometer (AAS). Sampel karang yang telah digerus sebanyak 5 gr di larutkan dengan menggunakan 5 ml HNO3, kemudian diaduk. Sampel yang telah diaduk dimasukkan pada gelas ukur 100 ml kemudian ditambahkan 5 ml HCl dan dipanaskan pada steam bath selama 15 menit. Kemudian sampel disaring menggunakan kertas saring dengan ukuran 0.40-0.45 μm dan ditambahkan 100 ml aquadest, kemudian diaduk kembali dan dianalisis dengan AAS Pin Aacle 900 H dengan deteksi limit 0,001 mgkg-1 (APHA 2012).

Penentuan Konsentrasi Polutan

Konsentrasi setiap unsur-unsur yang dihasilkan dari analisis dengan NAA dan AAS akan ditentukan menggunakan persamaan (1).

dengan : Cx = Konsentrasi logam dalam sampel (mgkg-1),

Ax = Aktivitas radionuklida logam dalam sampel (Cps), As = Konsentrasi logam dalam standar (Cps),

(22)

10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Pulau Tunda, salah satu wilayah perairan Teluk Banten, merupakan salah satu kawasan industri dan pariwisata. Kegiatan perindustrian di daerah ini mulai berkembang sejak tahun 1966, yang terdiri dari berbagai kegiatan antara lain Pelabuhan Merak, Pelabuhan Cigading, Habeam Centre, Kawasan Industri Krakatau Steel, PLTU Suralaya, PLTU Krakatau Daya Listrik, Krakatau Tirta Industri Water Treatment Plant. Wilayah Serang Timur yang merupakan bagian dari provinsi Banten memiliki bermacam jenis industri, mulai dari industri ringan sampai industri berat, industri padat karya, beberapa industri kimia, bahan alam, dan pengolahan plastik yang berpotensi menghasilkan efek samping, misalnya polutan yang berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan, seperti yang terlihat pada Tabel 2 (BPS Kabupaten Serang 2013).

Tabel 2 Jenis industri yang berkembang di daerah Banten dan kemungkinan bahan pencemar yang dihasilkan

No Jenis Industri Bahan Pencemar

1 Makanan, minuman dan rokok Polutan anorganik, karsinogen kimia

2 Tekstil, pakaian jadi dan kulit Polutan anorganik, seperti Cr 3 Kayu dan barang dari kayu, termasuk

6 Penambangan pasir Logam berat, utamanya Fe

7 Barang dari logam, mesin dan peralatan Logam berat

8 Pelabuhan Minyak

(23)

11

5 cm Lingkar tahun

Tabel 3 Data sampel terumbu karang dari lokasi penelitian Pulau Tunda

No Lokasi Koordinat Panjang

Sampel (cm)

Kedalaman Permukaan Karang (m) 1

2

Windward (utara) Leeward (selatan)

05048’27.5”LS; 106017’02.8” BT 05049’00.9” LS; 106016’47.3” BT

108 56

± 1.5 ± 1

Hasil penelitian Lalang (2014) dengan menggunakan foto X-Ray dan Coral XDS (Gambar 6) menunjukkan bahwa sampel terumbu karang pada daerah windward memiliki 75 lingkar tahun, sehingga dari sampel ini dapat ditarik kronologis lingkungan dari tahun 2014 hingga tahun 1940. Ukuran koloni dari sampel terumbu karang ini lebih besar dari pada sampel yang diambil dari daerah leeward, dengan jumlah lingkar tahun yang lebih sedikit. Sampel terumbu karang pada daerah leeward memiliki 46 lingkar tahun, sehingga dapat memberikan kronologis polutannya dari tahun 1969. Perbedaan jumlah lingkar tahun tersebut karena panjang sampel yang didapatkan berbeda. Lebar lingkar tahun core karang juga berbeda, diduga mengindikasikan kondisi pertumbuhan yang berbeda dan umumnya berkaitan dengan kondisi perairan pada masa tersebut, dimana kondisi perairan akan berpengaruh pada proses metabolisme sehingga pertumbuhan dari waktu kewaktu juga berbeda.

(24)

12

Perekaman Logam

Setiap lingkar tahun pada core karang daerah windward dan leeward, dianalisis kandungan polutannya. Hasil deteksi dengan Neutron Activation Analysis (NAA) menunjukkan adanya logam Cr, Sr, Fe, dan Zn. Logam Pb tidak terdeteksi karena waktu paruh dari logam Pb sangat pendek sehingga kandungan radiasi dari logam tersebut sudah habis pada saat proses pendinginan di reaktor riset. Logam Pb dianalisis dengan metode Atomic Absorption Spectrometer (AAS).

Perbedaan Konsentrasi Logam pada Terumbu Daerah Windward dan Leeward Sampel terumbu dari daerah windward memiliki 75 lingkar tahun. Rekonstruksi kondisi perairan masa lalu dapat dilakukan dari tahun 1940. Pada sampel terumbu dari daerah leeward memiliki 46 lingkar tahun. Rekonstruksi kondisi perairan masa lalu dapat dilakukan dari tahun 1969. Grafik fluktuasi kandungan logam pada terumbu daerah windward dan leeward dapat dilihat pada Gambar 7.

0

1940 1945 1950 1955 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015

Ko

1940 1945 1950 1955 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015

(25)

13

Gambar 7 Perbandingan konsentrasi logam Cr (a), Sr (b), Fe (c), Zn (d), dan Pb (e) pada core karang Porites lutea daerah windward dan leeward

1940 1945 1950 1955 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015

Ko

1940 1945 1950 1955 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015

Ko

1940 1945 1950 1955 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015

(26)

14

Gambar 7 menunjukkan perbedaan konsentrasi logam pada daerah windward dan leeward Pulau Tunda. Konsentrasi logam yang terekam pada kerangka kapur P. lutea di daerah windward (Cr, Sr, Fe, Zn, Pb) tahun 1940 hingga 2014 (Lampiran 1). Konsentrasi Cr, Fe, Zn, dan Pb menunjukkan peningkatan signifikan selama 75 tahun, konsentrasi strontium relatif sama. Hasil pengukuran konsentrasi logam yang dihasilkan dari analisa NAA dan AAS menggunakan metode penentuan secara nisbi menghasilkan nilai logam kromium yang berkisar antara 4.36-10.33 mgkg-1/tahun, dengan konsentrasi rata-rata 6.67 mgkg-1/tahun. Konsentrasi logam strontium berkisar antara 70.42-83.59 mgkg-1/tahun, dengan konsentrasi rata-rata 77.24 mgkg -1

/tahun. Konsentrasi logam besi yang diperoleh berkisar antara 4.88-47.70 mgkg -1

/tahun, dengan konsentrasi rata-rata 26.49. Konsentrasi seng berkisar 3.28-12.70 mgkg-1/tahun, dengan konsentrasi rata-rata sebesar 7.16 mgkg-1/tahun, sedangkan konsentrasi logam timbal dalam kurun waktu 75 tahun berkisar antara 6.17-14.76 mgkg-1/tahun, dengan konsentrasi rata-rata 9.69 mgkg-1/tahun.

Konsentrasi logam yang terekam pada daerah leeward dimulai pada tahun 1969 hingga 2014. Konsentrasi setiap logam menunjukkan kecenderungan peningkatan setiap tahun. Hasil pengukuran konsentrasi kromium berkisar antara 5.11-11.77 mgkg-1/tahun, dengan konsentrasi rata-rata 8.54 mgkg-1/tahun. Konsentrasi strontium berkisar antara 70.12-103.5 mgkg-1/tahun, dengan konsentrasi rata-rata 83.77 mgkg-1/tahun. Konsentrasi logam besi berkisar antara 25.25-43.75 mgkg-1/tahun, dengan konsentrasi rata-rata 38.95 mgkg-1/tahun. Konsentrasi seng berkisar 6.47-15.59 mgkg-1/tahun, dengan konsentrasi rata-rata sebesar 11.70 mgkg -1

/tahun, sedangkan konsentrasi logam timbal dalam kurun waktu 75 tahun berkisar antara 8.37-17.66 mgkg-1/tahun, dengan konsentrasi rata-rata 13.33 mgkg-1/tahun. Gambar 6 menunjukkan dari semua logam kecuali strontium, memiliki pola konsentrasi yang sama yaitu menunjukkan peningkatan signifikan.

Konsentrasi Cr sangat beracun dan berasal dari kegiatan antropogenik. Huang et al. (2003) menemukan bahwa lebih dari 90% dari Cr di lingkungan laut berasal dari limbah antropogenik. Gambar 7a menunjukkan trend konsentrasi Cr yang hampir sama tahun 1940 hingga 1960an, dimana pada tahun tersebut tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Konsentrasi Cr mulai menunjukkan trend peningkatan sejak tahun 1960an hingga saat ini. Hal ini diduga karena konsentrasi Cr yang masuk ke perairan sejak tahun 1960 tersebut terus mengalami peningkatan akibat adanya aktivitas tertentu yang dilakukan di daratan, sehingga daya adsorpsi karang terhadap logam juga meningkat, sehingga pada setiap lapisan pertumbuhan karang tiap tahunnya ditemukan konsentrasi Cr yang terus mengalami peningkatan baik pada daerah windward dan leeward.

Konsentrasi Sr pada daerah windward dan leeward tidak menunjukkan pola variasi konsentrasi yang signifikan (Gambar 7b) karena tidak dipengaruhi oleh adanya adanya tekanan antropogenik maupun kegiatan lainnya yang ada di daratan. Konsentrasi Sr erat kaitannya dengan suhu permukaan laut dan konsentrasi kalsium pada terumbu karang, sehingga tidak adanya perubahan dramatis dari distribusi normal Sr. Sr terkandung dalam kerangka karang akibat penggabungan struktur aragonite. Sr dapat digunakan untuk melihat anomali iklim antar tahunan yang dihubungkan dengan fenomena ENSO.

(27)

15 konsentrasi Fe daerah windward mengalami peningkatan yang hampir sama dengan daerah leeward, hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya kegiatan penambangan pasir yang dilakukan di daerah tersebut, sehingga mengakibatkan konsentrasi Fe terus meningkat. Fe juga dianggap sebagai penanda input bahan terestrial (Ramos et al. 2009) dari daratan seperti masukan sebagai hasil dari kegiatan pertambangan lokal.

Pola konsentrasi Zn hampir sama sejak tahun 1940 hingga 1960an (Gambar 7d). Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut sumber logam Zn di perairan sedikit sehingga tidak mengalami yang peningkatan signifikan. Di Pulau Tunda, konsentrasi Zn pada karang memperlihatkan trend peningkatan sejak tahun 1960, sesuai dengan awal dimulainya kegiatan perindustrian di wilayah Banten. Menurut Chen (2010) peningkatan kadar Zn dalam kerangka karang scleractinian umumnya berasal dari sumber antropogenik yang kuat (Ramos et al. 2004; Al-Rousan et al. 2007). Sumber-sumber lain dari Zn pada terumbu karang dari wilayah P. Tunda itu sendiri berasal dari debit limbah domestik dan industri, serta masukan dari kegiatan yang lain seperti tumpahan minyak dan aktivitas pelabuhan di daerah Banten. Meningkatnya perkembangan industri yang telah terjadi di Banten selama lebih dari 50 tahun terakhir juga merupakan salah satu penyebab terjadinya pencemaran. Limbah yang mengandung kontaminasi logam berat, terutama berasal dari kawasan industri kemungkinan besar didistribusikan oleh sepanjang pesisir Banten. Pola Zn di karang juga mengungkapkan kandungan Zn dalam air laut yang telah meningkat seiring pesatnya pertumbuhan penduduk dan industri. Lingkungan Perairan Pulau Tunda semakin dipengaruhi oleh kontaminasi Zn sejak saat itu. Secara bertahap peningkatkan kadar Zn dalam karang menunjukkan tingkat kronis polusi air laut di Pulau Tunda. Meskipun Zn adalah logam penting pada konsentrasi rekam jejak pencemaran logam, jenis logam ini juga sangat beracun jika berlebihan, seperti yang ditunjukkan dalam rekam jejak toksikologi studi tentang zooxanthellae karang (Heyward 1988). Potensi efek berbahaya dari polusi Zn pada karang dan fauna lainnya dalam perairan membutuhkan pemantauan yang signifikan (Goh dan Chou 1997). Fe dan Zn menunjukkan kesamaan yang tinggi karena sumber pencemaran utama kedua logam di daerah penelitian adalah antifouling dan cat anti korosi pelabuhan dan limbah (Esslemont 2000; Leon dan Warnken 2008).

Polutan yang sering ditemukan di lingkungan laut adalah Pb. Limbah Pb dari berasal pembuangan limbah, air limbah dan pipa kota (Jayaraju et al. 2009). Di daerah pesisir lokal, pencemaran timbal dapat hadir dalam limbah domestik dan limbah yang terkontaminasi dengan industri limbah (Patterson et al. 1976). Gambar 6d menunjukkan konsentrasi Pb pada tahun 1940 hingga 1960 hampir sama dengan pola konsentrasi logam Cr dan Zn, dimana tidak ada peningkatan yang signifikan. Peningkatan konsentrasi logam Pb terus mengalami peningkatan sejak tahun 1960 hingga saat ini, cenderung mempengaruhi proses kalsifikasi karang. Setiap jenis terumbu memiliki laju kalsifikasi tertentu setiap tahunnya, sehingga fluktuasi konsentrasi logam yang dianalisis juga bervariasi (Riska et al. 2015)

(28)

16

sehingga fluktuasi konsentrasi logam dianalisis juga bervariasi (Felis dan Patzold 2004). Peningkatan konsentrasi logam tersebut tidak berdampak langsung pada karang P. lutea karena jenis karang ini dikenal sebagai karang yang mampu bertahan pada kondisi yang ekstrim, sehingga baik untuk digunakan sebagai indikator perekam kondisi lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fallon et al. (2002) bahwa karang porites lebih tahan terhadap perubahan lingkungan, dimana perubahan lingkungan yang ekstrim tidak cukup untuk mematikan karang, melainkan menghambat pertumbuhan karang.

Berdasarkan hasil penelitian terlihat jelas bahwa konsentrasi logam yang berada di daerah leeward lebih tinggi dibanding daerah windward, hal ini diduga karena posisi daerah leeward berhadapan langsung dengan daratan teluk Banten sehingga pengaruh antropogenik yang masuk ke perairan akan lebih banyak terserap di daerah tersebut dibanding daerah windward yang lebih terekspos oleh ombak dengan tipe pertumbuhan karang fringing reef yang tersebar di sepanjang tepi pulau, sehingga memungkinkan untuk logam berat tersebar di setiap jenis karang. Berdasarkan penelitian Muktarinan et al (2013) gelombang yang ada di pantai bagian utara (windward) Pulau Tunda bukan tipe gelombang yang dapat menghasilkan arus menyusur pantai yang bergerak secara kontinyu serta tidak dapat menggerakan sedimen secara terus menerus di sepanjang garis pantai, sehingga kecil kemungkinan akan terjadi penumpukan material sedimen dan bahan-bahan pencemar pada bagian utara Pulau Tunda.

Konsentrasi logam di perairan yang terus mengalami peningkatan mengindikasikan adanya peningkatan sumber logam baik dari laut itu sendiri maupun dari daratan. Proses pengendapan logam pada kerangka karang juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di wilayah tersebut, dimana kondisi lingkungan tersebut tentunya berubah mengikuti musim, sehingga konsentrasi logam yang terserap juga berubah. Logam tersebut kemungkinan terbawa oleh arus. Untuk mengidentifikasi bahwa telah terjadi peningkatan logam dari daratan maka konsentrasi logam yang diperoleh dirasiokan dengan nilai strontium untuk melihat seberapa besar konsentrasi logam yang terakumulasi pada karang setiap tahun akibat penambahan senyawa dari aktivitas antropogenik di daratan tersebut.

1940 1945 1950 1955 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015

(29)

17

b)

c)

d)

Gambar 8 Perbandingan rasio konsentrasi logam Cr (a), Fe (b), Zn (c), dan Pb (d) terhadap Sr, pada core karang Porites lutea daerah windward dan leeward

1940 1945 1950 1955 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015

R

1940 1945 1950 1955 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015

R

1940 1945 1950 1955 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015

(30)

18

Konsentrasi semua logam berat pada core karang daerah leeward (Gambar 8) menunjukkan rasio yang lebih besar dibandingkan dengan rasio logam berat pada core karang windward. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pola sedimentasi dan faktor fisik perairan di perairan Pulau Tunda. Seperti halnya hasil analisis logam berat yang dilakukan, bahwa kandungan logam berat lebih tinggi di sebelah leeward dibandingkan dengan sebelah windward.

Logam Cr, Fe, Zn, dan Pb juga terdapat secara alami pada komposisi air laut. Logam-logam tersebut digunakan oleh hewan karang untuk proses metabolismenya, lalu ada yang didepositkan pada terumbu yang dibentuknya. Logam yang didepositkan tersebut telah mengalami biokonsentrasi oleh hewan karang. Konsentrasi logam-logam (polutan) yang teridentifikasi tersebut dibandingkan dengan kandungan Sr. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi antropogenik dari logam-logam yang terakumulasi dalam core karang (David 2003). Profil dari logam-logam dengan rasio terhadap Sr dapat dilihat pada Gambar 8. Pada core karang, kandungan logam Fe meningkat dari tahun terendah hingga tahun saat ini. Hal yang sama juga didapatkan pada unsur Pb, akan tetapi kenaikannya tidak sebesar pada logam Fe. Sementara untuk logam Cr dan Zn menunjukkan pola peningkatan dengan fruktuasi yang hampir sama.

Berdasarkan nilai rasio kandungan logam (Cr, Zn, Fe, Pb) dengan srontium maka diperoleh peningkatan akumulasi kandungan logam-logam tersebut terjadi setelah tahun 1960an, sedangkan pada tahun sebelumnya menunjukkan pola yang konstan. Dengan kondisi tersebut dapat diasumsikan bahwa konsentrasi alami dari masing-masing logam yang terdapat pada karang adalah nilai yang ditunjukkan oleh masing-masing logam berat sebelum tahun 1960an.

Input antropogenik, bahan-bahan kimia pencemar logam berat ke lingkungan laut semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir ini. Bahan-bahan pencemar tersebut memiliki kecenderungan untuk teradsorpsi dalam kerangka karang. Pola arus mempengaruhi sebaran konsentrasi polutan tersebut, saat logam berat bergerak dari sumbernya, logam tersebut akan menyebar dan terbawa menjauhi sumber akibat pergerakan arus, namun karena sumber dari logam berat di perairan sebagian besar berasal dari aktivitas di daratan seperti berkembangnya industri di Banten tahun 1960an serta perkembangan aktifitas manusia seperti pengerukan kawasan pelabuhan (dredging), pariwisata, pengecetan kapal, pembuangan air ballast, docking kapal dan pengisian bahan bakar mampu memberi kontribusi logam berat ke perairan. Selain itu, adanya berbagai industri di kawasan pesisir seperti pabrik kimia, cat, tekstil dan batu baterai diduga membuang limbah melalui sungai atau drainase melewati muara menuju Teluk Banten sehingga sumber logam berat diduga kuat berasal dari aktivitas antropogenik tersebut di daratan pesisir Banten seperti kromium (Cr), besi (Fe), seng (Zn) dan timbal (Pb), apalagi melihat jumlah polutan tersebut semakin meningkat seiring dengan semakin berkembangnya kegiatan perindustrian di daerah tersebut.

(31)

19 berbahaya di daerah Banten seperti meledaknya tangki sodium hipochloride pada tahun 2001, kebakaran tangki ethylene pada tahun 2002, tumpahan bahan kimia NaOH pada tahun 2003 dan terbaliknya mobil angkutan paracylin pada tahun 2002 juga berpotensi dalam menyebabkan meningkatnya jumlah polutan yang masuk ke perairan Pulau Tunda (BPBD 2014).

Porites lutea sebagai Rekam Jejak Polutan

Pertumbuhan terumbu karang adalah bertambahnya lapisan kapur pembentuk terumbu, menutupi lapisan sebelumnya yang merupakan hasil sekresi metabolism hewan karang (Druffel 1997). Hewan karang mensekresikan kalsium karbonat, komponen utama kerangka terumbu karang, sebagai mineral aragonite. Pembentukan lapisan kapur dikenal juga sebagai proses kalsifikasi yang memerangkap mineral-mineral yang berada di perairan tempat hidup terumbu karang tersebut (St. John 1974). Proses kalsifikasi ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya, seperti suhu, salinitas, dan intensitas sinar matahari (Barnes 1980; Berwick 1983). Faktor-faktor ini tentunya berubah musim, dimana kerangka terumbu ini membentuk semacam lingkar tahun (Goreau et al. 1979). Lingkar tahun ini dapat diidentifikasi oleh terbentuknya lapisan dengan kepadatan tinggi dan rendah. Al-Ouran (2005) menyatakan bahwa lingkar tahun karang masif dapat merekonstruksi kronologi yang akurat.

Tanda-tanda keberadaan logam berat pada karang P. lutea dapat bervariasi tergantung dari kondisi lingkungan. Hal ini membuat kerangka karang P. lutea dapat digunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi paleoklimat daerah tropis (Grottoli 2001). Druffel (1997) juga menyatakan bahwa kerangka karang P. lutea menyediakan perekaman kondisi fisik dan kimia perairan sekitarnya ketika pengakresian kalsium karbonat kerangkanya.

Penggunaan karang P. lutea sebagai indikator lingkungan adalah karang ini mengakumulasi polutan dalam tingkatan relatif tinggi yang terjadi dilaut, hewan yang menetap sehingga mewakili area tempat tinggalnya, kelompok pembentuk karbonat yang jamak dan tersebar luas, sehingga memberikan kontribusi penting bagi kajian palaeoenvironmetal, hewan yang berumur panjang, dalam ukuran tertentu memberikan jaringan dan skeleton yang cukup jelas untuk analisis, dan memiliki lapisan-lapisan kronologis yang menyimpan rekaman sejarah lingkungannya (Hanna dan Muir 1990; Allison 1996; Lough dan Barnes 1997). Karakter karang P. lutea sesuai sebagai rekam jejak karena tahan terhadap gelombang sehingga dapat hidup ratusan tahun dan hidup dilapisan permukaan laut, sehingga laju akresi kalsium karbonat jauh lebih cepat dari pada karang laut dalam (Al-Ouran 2005; Grottoli 2001; Druffel 1997).

(32)

20

detoksifikasi oleh hewan karang (Bastidas dan Garcia 2004). Hewan karang akan mengeluarkan logam berat di dalam sel tubuhnya ke zooxanthelae dan skeleton. Bastidas dan Garcia (2004) mengemukakan lebih lanjut bahwa hampir 90% logam berat disalurkan oleh hewan karang ke zoozanthelae.

Jumlah polutan yang masuk ke perairan, kadar dan jenisnya tergantung pada jumlah dan aktivitas industri. Secara alamiah polutan seperti unsur logam berat memang terdapat dalam air laut, namun dalam jumlah yang rendah berkisar antara 10 -5

-10-2 ppm (Richmond 1993). Kadar ini dapat meningkat bila limbah yang banyak mengandung unsur logam berat masuk kedalam lingkungan laut. Unsur-unsur logam berat ini umumnya dibutuhkan organisme perairan untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, tetapi akan bersifat racun bila berlebihan (Song et al. 2014).

(33)

21

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian mengenai rekam jejak polutan yang dilakukan di perairan Pulau Tunda menunjukkan bahwa karang Porites lutea bisa digunakan untuk melihat perubahan lingkungan dari masa lampau hingga saat ini. Perubahan lingkungan tersebut dapat dilihat dengan menentukan konsentrasi polutan yang terekam pada kerangka karang tersebut, dimana konsentrasi polutan yang diperoleh mengalami peningkatan yang bervariasi. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah tersebut telah mengalami kontaminasi yang kemungkinan disebabkan karena aktivitas antropogenik di daratan. Berdasarkan hasil penelitian konsentrasi polutan daerah yang menghadap angin (windward) lebih rendah dari pada yang tertutup oleh angin (leeward), dan pengaruh aktivitas di daratan seperti kegiatan industri dampaknya sudah mulai terlihat di Perairan.

Saran

(34)

22

DAFTAR PUSTAKA

Abelson A, Olinky R, Gaines S. 2005. Coral recruitment to the reefs of Eilat, Red Sea: temporal dan spatial variation, dan possible effects of anthropogenic disturbances. Mar Pollut Bull. 50(5): 576-582.

Al-Rousan SA, Al-Shloul RN, Al-Horani FA, Abu-Hilal AH. 2007. Heavy metal contents in growth bands of Porites corals: record of anthropogenic dan human developments from the Jordanian Gulf of Aqaba. Mar Pollut Bull. 54(12): 1912-1922.

Ali A-hAM, Hamed MA, Abd El-Azim H. 2010. Heavy metals distribution in the coral reef ecosystems of the Northern Red Sea. Helg Mar Res. 65(1): 67-80. Al-Ouran N. 2005. Environmental assessment, documentation and spatial modeling

of heavy metal pollution along the Jordan Gulf of Aqaba using coral reefs as environmental indicator. PhD Thesis, University Wurzburg, Germany. pp. 152. Anu G, Kumar NC, Jayalakshmi KV, Nair SM. 2007. Monitoring of heavy metal partitioning in reef corals of Lakshadweep Archipelago, Indian Ocean. Environ Monit Assess. 128:195–208.

Arman A, Zamani NP, Watanabe T. 2013. Studi penentuan umur dan laju pertumbuhan terumbu karang terkait dengan perubahan iklim ekstrim menggunakan sinar-X. A Sci J Appl Isotopes dan Radiat. 9: 1-10.

Arman A, Sugiharto U, Praktino B. 2013. Geokronologi polutan logam berat dengan teknik nuklir terhadap sedimen di daerah Pesisir Suralaya, Provinsi Banten. Jurnal Segara. 9(2):85-165).

APHA, American Public Health Association. 2012. Standard methods for the examination of waters and wastewaters, 22nd edn. Part 3000 APHA, Washington. pp 3-7.

Bachtiar R. 2008. Perekaman suhu permukaan laut dan kandungan logam dengan teknik Sclerochronology terumbu karang [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang. 2013. Kecamatan Tirtayasa dalam angka 2013. Serang Banten.

Barnes DR. 1980. Invertebrate zoology (4th ed.). Tokyo: Holt-Saunders International Edition. 1089p.

Bastidas C, Gracia E. 1999. Metal content on the reef coral Porites astreoides: an evaluation of river influence dan 35 years of chronology. Mar Pollut Bull. 38: 899–907.

Beck JW, Edwards RL, Ito E, Taylor FW, Recy J, Rougerie F, Joannot P, Henin C. 1992. Sea-surface temperature from coral skeletal strontium/calcium ratios. Science. 257:644–647.

Berry KL, Seemann J, Dellwig O, Struck U, Wild C, Leinfelder RR. 2013. Sources dan spatial distribution of heavy metals in scleractinian coral tissues dan sediments from the Bocas del Toro Archipelago, Panama. Environ Monit Assess. 185(11): 9089-9099.

Berwick NL. 1983. Guidelines for the analysis of biophysical impact to tropical coastal marine resources. Bombay: The bombay natural history sociaety seminar. Concervation in developing countries-problem and prospects.122p. BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah). 2014. Antisipasi bencana akibat

(35)

23 penanggulangan bencana kegagalan teknologi pada industri di Provinsi Banten. 3 November 2014

Chan I, Hung JJ, Peng SH, Tseng LC, Ho TY, Hwang JS. 2014. Comparison of metal accumulation in the azooxanthellate scleractinian coral (Tubastraea coccinea) from different polluted environments. Mar Pollut Bull. 85(2): 648-658.

Chen TR, Yu KF, Li S, Price GJ, Shi Q, Wei GJ. 2010. Heavy metal pollution recorded in Porites corals from Daya Bay, northern South China Sea. Mar Environ Res. 70(3-4): 318-326.

Darmono. 1995. Logam Dalam Biologi Mahluk Hidup. UI-Pres. Jakarta

David CP. 2003. Heavy metal concentrations in growth bands of corals: a record of mine tailings input through time (Marinduque Isldan, Philippines). Pergaman. Mar Pollut Bull. 46:187–196.

Druffel ER. 1997. Geochemistry of Coral: Proxies of past ocean chemistry, ocean circulation, and climate. National Academy of Sciences. California.

Edinger EN, Azmy K, Diegor W, Siregar PR. 2008. Heavy metal contamination from gold mining recorded in Porites lobata skeletons, Buyat-Ratototok district, North Sulawesi, Indonesia. Mar Pollut Bull. 56(9): 1553-1569.

El-Moselhy KM, Othman AI, Abd El-Azem H, El-Metwally MEA. 2014. Bioaccumulation of heavy metals in some tissues of fish in the Red Sea, Egypt. Egyp Basic Appl Sci. 1(2): 97-105.

Erftemeijer PL, Riegl B, Hoeksema BW, Todd PA. 2012. Environmental impacts of dredging dan other sediment disturbances on corals: a review. Mar Pollut Bull. 64(9): 1737-1765.

Esselemont G, Harriott VJ, McConchie DM. 2000. Variability of trace-metal concentrations within dan between colonies of Pocillopora damicornis. Mar Pollut Bull. 40: 637–642.

Esslemont G. 2000. Heavy metals in seawater, marine sediments dan corals from the Townsville section, Great Barrier Reef Marine Park, Queensldan. Mar Chem 71(3–4): 215–231.

Eryati R. 2008. Akumulasi Logam Berat dan Perngaruhnya Terhadap Morfologi Jaringan Lunak Karang di Perairan Tanjung Jumlai, Kalimantan Timur [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Fallon SJ, White JC, MacCulloch MT. 2002. Porites corals as recorder of mining dan environmental impacts: Misima Isldan, Papua New Guinea. Geochim Cosmochim Acta. 66: 45–62.

Felis T, Patzol J. 2004. Climate Reconstruction from Banded Coral. Global Environ Chang Ocean Land. pp.205–277.

Ferrier-Pages C, Boisson F, Allemand D, Tambutte E. 2002. Kinetics of strontium uptake in the scleractinian coral Styophorapistillata. Mar Ecol Prog Ser. 245: 93–100.

Fisk DA, Harriott, VJ. 1989. The effects of increased sedimentation on the recruitment and population dynamics of juvenile corals at Cape Tribulation, North Queensland. In: Great Barrier Reef Marine Park Authority Technical Memorandum GBRMPA-TM-20. 31pp.

(36)

24

Goh BL. 1991. Mortality and settlement success of Pocillopora damicornis planula larvae during recovery from low levels of nickel. Pac Sci. 45: 276–286.

Goh BPL, Chou LM. 1997. Effects of the heavy metals copper and zinc on zooxanthellae cells in culture. Environ Monit Asses. 44:11-19.

Goreau TF, Goreau NI, Goreau TJ. 1979. Corals and corals reefs. Scientific American.

Guzman HM, Jimenez CE. 1992. Contamination of coral reefs by heavy metals along the Caribbean coast of Central America (Costa Rica and Panama). Mar Pollut Bull. 24(11): 554–561.

Hanna RJ, Muir G. 1990. Red sea as biomonitor of trace metal pollution. Environ Monit Asses. 14:211-222.

Harborne AR, Mumby PJ, Micheli F, Perry CT, Dahlgren CP, Holmes KE, Brumbaugh DR. 2006. The Functional Value of Caribbean Coral Reef, Seagrass dan Mangrove Habitats to Ecosystem Processes. Mar Pollut Bull. 50: 57-189.

Harland AD, Brown BE. 1989. Metal tolerance in the scleractinian coral Porites lutea. Mar Pollut Bull. 20: 353–357.

Helmle KP, Kohler KE, Dodge RE. 2012. Relative Optical Densitometry and The Coral X-Radiograph Densitometry System: Coral XDS. Presented Poster (Omitted from Abstract Book, but Included in Program), Int. Soc. Reef Studies European Meeting. Cambridge, England. Sept. 4-7.

Heyward AJ. 1988. Inhibitory evects of copper and zinc sulphates on fertilization in corals. Proc 6th Int Coral Reef Symp Aust. 2: 299–303.

Howard LS, Brown BE. 1984. Heavy metals dan reef corals. Oceanogr Mar Biol Ann Rev. 22: 195–210

Huang D, Shi Q, Zhang Y. 2003. Contents of heavy metals in coral Porites in Sanya Bay and their environmental significance. Mar Environ Sci. 22:35-38.

IAEA. 1980. Elemental Analysis of Biological Material : Current Problems dan Techniques with Special Reference to Trace Elements. International Atomic Energy Agency. Vienna.

IAEA. 1992. Sampling dan Analytical Methodologies for Instrumental Neutron Activation Analysis of Aiborne Particulate Matter. International Atomic Energy Agency. Vienna.

Inoue M, Suzuki A, Nohara M, Kan H, Edward A, Kawahata H. 2004. Coral skeletal tin and copper concentrations at Pohnpei, Micronesia: possible index for marine pollution by toxic anti-biofouling paints. Environ Pollut. 129:399–407. Inoue M, Tanimizu M. 2008. Anthropogenic lead inputs to the western Pacific during

the 20th century. Sci Total Environ. 406:123-130.

Jayaraju N, Sundara Raja Reddy BC, Reddy KR. 2009. Heavy metal pollution in reef corals of Tuticorin Coast, Southeast Coast of India. Soil Sediment Contam 18(4):445–454.

Kelly AE, Reuer MK, Goodkin NF, Boyle EA. 2009. Lead concentrations and isotopes in corals and water near Bermuda, 1780-2000. Earth Planet Sci Lett. 283:93-100.

(37)

25 Lalang. 2014. Laju pertumbuhan linier karang Porites lutea menggunakan sinar-X di Pulau Tunda Kabupaten Serang Propinsi Banten [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Lea DW, Shen GT, Boyle EA. 1989. Caroline barium records temporal variability in equatorial Pacific upwelling. Nature. 340:373–376.

Leon LM, Warnken J. 2008. Copper and sewage inputs from recreational vessels at popular anchor sites in a semi-enclosed Bay (Qld, Australia): estimates of potential annual loads. Mar Pollut Bull. 57(6–12):838–845.

Lough JM, Barnes DJ. 1997. Several centuries of variation in skeletal extensiaon, density and calcification in massive porites colonies from the Great Barrier Reef: a proxy for seawater temperature and a background of variability against which to identify unnatural changes. Exp Mar Biol Ecol. 211:29-67.

Malainey EM. 2011. A consumer’s guide to archaeological science: analytical techniques. Springer. Department of Anthropology Bardanon University Manitoba, Canada.

Mansour AM, Nawar AH, Madkour HA. 2005. Metals concentrations of recent invertebrates along the Red Sea coast of Egypt: a tool for monitoring environmental hazards. Sediment Egypt 13:171–185

Medina-Elizalde M, Gold-Bouchot G, Ceja-Moreno V. 2002. Lead contamination in the Mexican Caribbean recorded by the coral Montastraea annularis (Ellis and Solander). Mar Pollut Bull. 44:421-431.

Mitchelmore CL, Verde EA, Weis VM. 2007. Uptake and partitioning of copper and cadmium in the coral Pocillopora damicornis. Aquat Toxicol. 85:48–56.

Mokhtar MB, Praveena SM, Aris AZ, Yong OC, Lim AP. 2012. Trace metal (Cd, Cu, Fe, Mn, Ni dan Zn) accumulation in Scleractinian corals: a record for Sabah, Borneo. Mar Pollut Bull. 64(11): 2556-2563.

Muktarinan, Ridwan DP, Gian RN, Agustinus BTP, Issan SI, Neti M, Sanni TU. 2013. Profil gelombang di utara Pulau Tunda Provinsi Banten. Laporan Praktikum Lapangan Oseanografi Fisika. Universitas Padjajaran. FPIK IKL Jatinangor.

Negri AP, Heyward AJ. 2001. Inhibition of coral fertilisation and larval metamorphosis by tributyltin and copper. Mar Environ Res. 51:17–27.

Pastorok RA, Bilyard GR. 1985. Effects of sewage pollution on coral-reef communities. Mar Ecol Prog Ser. 21:175–189.

Patterson CC, Settle D, Glover B (1976) Analysis of lead in polluted coastal seawater. Mar Chem 4:305–319.

Peng Z, Liu J, Zhou C, Nie B, Chen T. 2006. Temporal variations of heavy metals in coral Porites lutea from Guangdong Province, China: influences from industrial pollution, climate and economic factors. Geochem J. 25:132-138. Ramos AA, Inoue Y, Ohde S. 2004. Metal contents in Porites corals: Anthropogenic

input of river run-off into a coral reef from an urbanized area, Okinawa. Mar Pollut Bull. 48(3-4): 281-294.

Richmond RH. 1993. Coral reefs: present problems dan future concerns resulting from anthropogenic disturbance. American Zool. 33(6): 524-536.

(38)

26

Runnalls LA, Coleman ML. 2003. Record of natural and anthropogenic changes in reef environments (Barbados West Indies) using laser ablation ICP-MS and sclerochronology on coral cores. Coral Reefs. 22:416-426.

Schneider, R.C., Smith, S.V., 1982. Skeletal Sr content and density in Porites spp. in relation to environmental factors. Mar Biol. 66:121–131.

Sabdono A. 2009. Heavy metal levels and their potential toxic evect on coral Galaxea fascicularis from Java Sea, Indonesia. Res J Environ Sci. 3(1):96–102.

Shen GT, Boyle EA.1988. Determination of lead, cadmium, and other trace metals in annually-banded corals. Chem Geol. 67:47–62.

St. John BE. 1974. Heavy metals in the skeletal carbonates of scleractian corals. Proc. of the 2nd Int. Coral Reefs Symp.

Suzuki A, Gagan MK, Deckker PD, Omura A, Yukino I, Kawahata, H. 2001. Last interglacial coral record of inhansed insolation seaonality and seawater 18O enrichment in the Ryukyu Islands, northwest Pacific. Geophys Res Lett. 28: 3685– 3688.

Susetyo W. 1984. Instrumentasi Kimia II Spektrometri Gamma. Pusat Pendidikan dan Latihan Badan Tenaga Atom Nasional. Jakarta.

Song Y, Yu K, Zhao J, Feng Y, Shi Q, Zhang H, Ayoko GA, Frost RL. 2014. Past 140-year environmental record in the northern South China Sea: evidence from coral skeletal trace metal variations. Environ Pollut. 185(97-106.

Tanaka K, Ohde S, Cohen MD, Snidvongs A, Ganmanee M, McLeod CW. 2013. Metal contents of Porites corals from Khang Khao Isldan, Gulf of Thaildan: Anthropogenic input of river runoff into a coral reef from urbanized areas, Bangkok. Appl Geochem. 37:79-86.

Wang B, Goodkin NF, Angeline N, Switzer AD, You C, Hughen K. 2011. Temporal distributions of anthropogenic Al, Zn and Pb in Hong Kong Porites coral during the last two centuries. Mar Pollut Bull. 63:508-515.

(39)

27 Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian

Pengambilan sampel Hasil core karang

Pemotongan sampel Pencucian sampel (Ultrasonic Bath)

(40)

28

Penggerusan sampel Penimbangan

Ruang Spektro Gamma Pencacahan Sampel

(41)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Raha, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara pada tanggal 5 Juli 1991, anak pertama dari empat bersaudara dari ayah Ahmad Asril Ndae dan ibu Wa Ido.

(42)
(43)

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Gambar 2 Peta lokasi pengambilan sampel di perairan Pulau Tunda
Gambar 3 Pengambilan sampel karang
Gambar 4 Sampel karang yang diperoleh pada daerah windward (a) dan leeward (b)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan hipotesis pertama hasilnya bahwa hubungan antara ekspektasi (harapan) mahasiswa dan persepsi (kenyataan) yang diterima mahasiswa

Sebagian besar pengemudi bahan kimia berbahaya menyatakan tidak adanya dukungan dari pimpinan dan pengawas, yaitu sebanyak 10 orang (58,8%) ,sedangkan sebanyak 7 orang

Kandungan proksimat (kadar minyak atsiri dan miristisin) pohon induk pala Sukabumi cukup tinggi terutama pada buah yang berumur muda (3- 6 bulan). Lokasi pohon induk tanaman pala

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh multi-streaming dan congestion window pada SCTP terhadap kinerja jaringan Mobile ad hoc network (MANET) serta

Data primer yang meliputi karakteristik keluarga (kesejahteraan keluarga, tipe keluarga, suku keluarga, pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, umur orang tua,

Melihat kenyataan yang ada penulis berpendapat bahwa untuk mencapai keseimbangan tubuh yang lebih baik pada lansia agar tidak jatuh, tidak cukup hanya dengan

- Para Kaur Pembangunan Gampong Dalam Kota Banda Aceh.. Kegiatan pelatihan tersebut direncanakan akan dilaksanakan 1 (satu) Angkatan selama 2 hari, pelaksanaannya pada

Aplikasi metoda ini dalam penentuan Fe(II) dan Fe(III) dilakukan pada 3 buah sampel yakninya Air Kran Laboratorium Kimia Pengukuran, Air Sungai Batu Busuk, dan Air