• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Potensi Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Gis Di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Potensi Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Gis Di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2014"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN POTENSI HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN

TEKNIK GIS DI KECAMATAN SAMBIREJO

KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2014

ABDUL AZIZ MUZAKKI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemetaan Potensi Hutan Rakyat Menggunakan Teknik GIS di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2014” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ABDUL AZIZ MUZAKKI. Pemetaan Potensi Hutan Rakyat Menggunakan Teknik GIS di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2014. Dibimbing oleh SRI RAHAJU.

Peningkatan permintaan kayu menjadi peluang tumbuhnya potensi hutan rakyat. Guna mendukung pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan diperlukan ketersediaan data aktual. Penelitian ini mengidentifikasi potensi aktual hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen melalui teknik inventarisasi berbasis sistem infomasi geografis (GIS). Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menghitung, memetakan, dan menganalisis sebaran potensi hutan rakyat menggunakan citra Landsat 8 (OLI). Metode pengambilan data potensi tegakan dilakukan secara purpossive sampling, sedangkan klasifikasi tutupan lahan dan analisis sebaran luas hutan rakyat dilakukan melalui interpretasi visual. Hasil interpretasi visual citra Landsat 8 (OLI) menghasilkan 7 kelas tutupan lahan meliputi badan air, hutan negara, hutan rakyat, lahan terbangun, rumput, sawah, dan tambang. Hutan rakyat memiliki luas lahan sebesar 1307.08 ha dengan nilai potensi per hektar sebesar 58.34 m3/ha dan potensi total sebesar 76 249.67 m3. Kata kunci: hutan rakyat, interpretasi visual, pemetaan, potensi tegakan, sistem

informasi geografis

ABSTRACT

ABDUL AZIZ MUZAKKI. Potential Mapping of Community Forests Using GIS Techniques in District Sambirejo Sragen 2014. Supervised by SRI RAHAJU.

Increasing demand for timber into the potential growth opportunities of community forests. In order to support sustainable community forest management needed availability of actual data. This study identifies the actual potential of community forest in district Sambirejo, Sragen through inventory techniques based on geographic information system (GIS). The main purpose of this research is to calculate, mapping, and analyzing distribution of community forests potency using Landsat 8 (OLI). Methods of data collection of standing stock done by purpossive sampling, while the land cover classification and analysis of the distribution of forest area is done through visual interpretation. The result of the visual interpretation of Landsat 8 (OLI) produces 7 land cover classes include water bodies, state’s forest, community forests, urban land, grass, fields, and mines. The community forest has a land area of 1307.08 ha with standing stock per hectare of 58.34 m3/ha and standing stock total of 76 249.67 m3.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

PEMETAAN POTENSI HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN

TEKNIK GIS DI KECAMATAN SAMBIREJO

KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2014

ABDUL AZIZ MUZAKKI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah pemetaan, dengan judul Pemetaan Potensi Hutan Rakyat Menggunakan Teknik GIS di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen Tahun 2014.

Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Ayah (Zaenal Arifin, S Pd I), Ibu (Siti Zumrotus Solichah), Adik-adik (M. Rofiqul Muhtar Fuaddzi dan Rizqi Maulana Syukri) serta seluruh keluarga atas segala doa, semangat, dukungan, dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra Sri Rahaju, M Si selaku pembimbing atas segala bimbingan, arahan, nasehat, dan motivasi dalam proses penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ujang Suwarna, S Hut, M ScF atas bimbingan dan saran dalam penulisan karya ilmiah ini, Bapak Dr Ir Yulius Hero, M Sc selaku ketua sidang dan Bapak Dr Ir Iwan Hilwan, M S selaku dosen penguji dalam sidang komprehensif atas kritik, saran, nasehat, dan motivasi yang diberikan kepada penulis dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Edy Suhartono sekeluarga, Bapak Hardo, Bapak Hasan, dan Dinas Kehutanan Kabupaten Sragen atas segala dukungan dan arahan saat melakukan penelitian.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Indri Setyawanti, S Hut; Dian Iswahyudi, S Hut; rekan satu bimbingan skripsi (Resi Roisah H, S Hut dan Riyma Maysa, S Hut), Cahya Faisal Reza, S Hut, keluarga Manajemen Hutan 47, dan para member of Hikari serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian hingga penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Keadaan Umum Lokasi 7

Klasifikasi Tutupan Lahan di Kecamatan Sambirejo 10

Potensi Hutan Rakyat di Kecamatan Sambirejo 11

Perbandingan Potensi Hutan Rakyat Swadaya dan Subsidi 15

Peta Sebaran Potensi Hutan Rakyat 18

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 21

(10)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik band Citra Landsat 8 3

2 Distribusi plot contoh pada masing-masing areal 6 3 Penggunaan lahan di Kecamatan Sambirejo tahun 2007 9

4 Tutupan lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014 11

5 Rata-rata potensi tegakan jati berdasarkan kelas umur dan kelas

diameter di Kecamatan Sambirejo 13

6 Potensi hutan rakyat pada tiap desa 19

DAFTAR GAMBAR

1 Peta sebaran plot contoh dan tampilan visual Citra Landsat 8 komposit

pada lokasi penelitian 5

2 Lokasi penelitian 8

3 Peta tutupan lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014 10 4 Kurva struktur tegakan jati di Kecamatan Sambirejo 14 5 Perbandingan potensi hutan rakyat swadaya dan subsidi 16 6 Peta sebaran hutan rakyat Kecamatan Sambirejo 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Potensi tegakan jati berdasarkan kelas umur pada setiap desa di

Kecamatan Sambirejo 21

2 Rekapitulasi luas kelas tutupan hutan dan lahan tiap desa di Kecamatan

Sambirejo 22

3 Klasifikasi tutupan hutan dan lahan di Kecamatan Sambirejo tahun

2014 23

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dinamika pengelolaan hutan di Indonesia terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Sebelum Indonesia merdeka pengelolaan hutan cenderung menjadi monopoli para penguasa kolonial, setelah sekian tahun Indonesia merdeka pengelolaan hutan bukan lagi menjadi hak mutlak penguasa. Hal ini ditandai dengan munculnya peraturan tentang otonomi daerah yang mempertegas kewenangan daerah (kabupaten/kota) untuk mengelola hutannya sendiri. Sejalan dengan otonomi daerah maka diciptakan program pengelolaan hutan bersama masyarakat yang memiliki tujuan utama meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pendayagunaan hasil hutan. Munculnya pengelolaan hutan berbasis masyarakat mendorong berkembangnya hutan rakyat khususnya di Pulau Jawa.

Hutan rakyat mulai dikenal secara luas khususnya di Pulau Jawa, setelah dilaksanakan proyek penghijauan yang bersumber dari dana APBN dan Inpres pada tahun 1975/1976 (Zain 1998). Awal pembangunan hutan rakyat lebih diarahkan untuk memperbaiki lahan kritis, konservasi lahan, perlindungan hutan dan pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat. Seiring perkembangannya, dinamika hutan rakyat menunjukkan progress yang positif. Permintaan kayu yang cenderung meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan beban yang harus ditanggung hutan alam dan hutan tanaman industri juga bertambah. Namun tidak demikian bagi hutan rakyat, hal tersebut justru menjadi peluang untuk tumbuh kembangnya pengusahaan hutan rakyat.

Data statistik kehutanan tahun 2011 menyatakan luas realisasi rehabilitasi lahan pada hutan rakyat terus mengalami peningkatan dari semula 127 532 ha pada tahun 2007 menjadi sebesar 403 741 ha pada tahun 2011. Kontribusi hutan rakyat dalam produksi kayu bulat nasional mencapai 2 828 037 m3 atau sekitar 5.96% dari total produksi nasional pada tahun 2011. Jumlah tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan pasokan kayu dari hutan alam yang hanya mencapai 10.72%, padahal luas hutan alam sangat besar. Potensi hutan rakyat sebagai salah satu pemasok kebutuhan kayu nasional tentu akan mengurangi beban hutan alam dan secara tidak langsung turut menjaga kelestarian hutan alam.

Kecamatan Sambirejo merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Wilayah tersebut merupakan bagian dari wilayah kelola hutan rakyat oleh Kelompok Tani Wana Rejo Asri. Kelompok Tani Wana Rejo Asri merupakan salah satu unit manajemen hutan rakyat yang telah tersertifikasi Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) sejak tahun 2009. Pengelolaan hutan yang berkelanjutan akan menentukan keberhasilan upaya peningkatan potensi hasil hutan pada hutan rakyat. Untuk mewujudkan pengelolaan yang berkelanjutan diperlukan rencana strategi pengelolaan yang didukung dengan ketersediaan data potensi aktual mengenai kondisi hutan rakyat tersebut.

(12)

2

informasi geografis agar dapat mengidentifikasi kondisi fisik hutan rakyat secara cepat, akurat, efisien, dan meliputi cakupan yang luas serta dengan biaya yang relatif murah. Guna menunjang pengelolaan hutan rakyat yang berkelanjutan perlu dilakukan penelitian terkait pemetaan potensi hutan rakyat berbasis sistem informasi geografis di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan dan memperoleh informasi aktual terkait potensi dan sebaran luas lahan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen menggunakan teknik GIS, kemudian menghitung dan menganalisis data potensi yang terdapat pada hutan rakyat tersebut.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sebaran potensi hutan rakyat tersertifikasi swadaya dan hutan rakyat tersertifikasi subsidi kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Sragen dan Kelompok Tani Wana Rejo Asri agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana pengelolaan potensi hutan rakyat maupun dalam hal penggunaan lahan, di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan melalui tiga tahapan. Tahap pertama adalah pra-pengolahan citra yang dilaksanakan di laboratorium remote sensing dan GIS, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli 2014. Tahap kedua yaitu pengambilan data lapangan yang dilaksanakan di hutan rakyat Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2014. Tahap ketiga adalah pengolahan data yang dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada bulan September sampai dengan November 2014.

Bahan

(13)

3 keadaan umum lokasi penelitian, data rekapitulasi hasil inventarisasi hutan rakyat tahun 2009, dan data vektor digital berupa peta batas administrasi Kabupaten Sragen (batas desa dan kecamatan), peta jaringan jalan dan peta jaringan sungai Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Global Positioning System (GPS), Suunto klinometer, kalkulator, pita ukur, kamera digital, alat tulis, tally sheet, dan seperangkat laptop yang dilengkapi dengan software ERDAS Imagine 9.1, ArcGis 9.3, Microsoft Excel 2010, dan Microsoft Word 2010.

Prosedur Analisis Data

Pengumpulan Data

Pengumpulan data meliputi pengumpulan literatur yang berkaitan dengan topik penelitian dan data sekunder seperti data Citra Landsat 8 (OLI), peta batas administrasi dan peta jaringan jalan serta jaringan sungai Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah.

Pra-Pengolahan Citra

Pra-pengolahan citra merupakan langkah awal sebelum dilakukan pengolahan citra lebih lanjut. Pada tahapan ini terdiri proses Layer Stack, Rektifikasi, Pansharpening, dan Subset Image.

1. Layer Stack

Proses layer stack merupakan proses penggabungan beberapa band pada citra sehingga terbentuk band citra komposit. Tabel 1 menyajikan karakteristik setiap band pada landsat 8.

(14)

4

Citra landsat 8 (OLI) memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal terse ut kanal an 9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS itra komposit merupakan ga ungan ari

an 7 dan band 9. Citra komposit yang telah terbentuk merupakan citra yang telah dikonversi format datanya dari format TIFF menjadi img.

2. Rektifikasi

Rektifikasi atau koreksi geometris diperlukan untuk membetulkan kesalahan pada citra yang terjadi pada saat perekaman. Purwadhi (2001) menyatakan tujuan koreksi geometris adalah melakukan rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografis.

Rektifikasi adalah suatu proses melakukan transformasi data dari satu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Oleh karena posisi piksel pada citra output tidak sama dengan posisi piksel input (aslinya) maka piksel-piksel yang digunakan untuk mengisi citra yang baru harus di-resampling kembali. Resampling adalah suatu proses melakukan ekstrapolasi nilai data untuk piksel-piksel pada sistem grid yang baru dari nilai piksel-piksel citra aslinya (Jaya 2010).

Citra Landsat 8 telah mengalami orthorektifikasi Level 1T-precision atau sudah direktifikasi dengan data Digital Elevation Model (DEM) dari Global Land Surveys 2000 sehingga dalam pada tahapan ini hanya dilakukan reproject citra untuk mendefinisikan sistem proyeksi citra menjadi Universal Transverse Mercator (UTM) zona 49S dengan menggunakan datum World Geographic System 84 (WGS 84).

3. Pansharpening

Pansharpening merupakan bagian dari penajaman spasial citra (spasial enhancement). Penelitian ini menggunakan metode analisis visual citra (digitasi on screen). Pada proses pansharpening dilakukan penggabungan resolusi (resolution merge) spasial band-band (band 7, dan 9) pada citra komposit (30mx30m) dengan resolusi spasial pada band 8 (15mx15m). Hal ini bertujuan untuk memperjelas perbedaaan yang ditunjukkan oleh elemen penafsiran citra. 4. Subset Image

Subset image merupakan proses pemotongan citra sesuai dengan batas administrasi lokasi penelitian. Pada penelitian ini pemotongan citra dilakukan dengan menggunakan peta batas administrasi Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.

Penafsiran Visual Citra

(15)

5

Peletakan Plot Contoh dan Pengambilan Data Lapangan

Plot contoh diletakkan pada dua areal yaitu areal hutan dan areal non hutan yang menyebar di setiap desa di Kecamatan Sambirejo. Penentuan sebaran plot contoh areal hutan memperhatikan luas hutan yang ada di setiap desa. Penentuan jumlah plot contoh dilakukan secara purpossive sampling dengan mempertimbangkan aksesibilitas (keterjangkauan areal) dan keterwakilan areal. Sebaran plot contoh dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta sebaran plot contoh dan tampilan visual Citra Landsat 8 komposit pada lokasi penelitian

(16)

6

Tabel 2 Distribusi plot contoh pada masing-masing desa

Nama desa Sumber pendanaan hutan Jumlah plot contoh

Sambirejo Subsidi GERHAN 9

Sambi Subsidi GERHAN 7

Jambeyan Subsidi GERHAN 8

Kadipiro Subsidi GERHAN 7

Sukorejo Subsidi GERHAN 3

Jetis Swadaya 4

Musuk Swadaya 7

Dawung Swadaya 6

Blimbing - 2

Jumlah - 53

Pendugaan Potensi Tegakan Hutan Rakyat

Pendugaan potensi hutan rakyat dihitung berdasarkan data primer hasil pengukuran dimensi pohon di lapangan. Data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung parameter-parameter tegakan untuk memperoleh volume pohon. Persamaan yang digunakan untuk menduga potensi tegakan adalah sebagai berikut. 1. Volume tegakan per hektar

i h t f

tegakan plot ∑ i n

i

tegakan ha tegakan plotl

Keterangan: Vi = Volume pohon ke-i (m³) = Konstanta (3,14)

dbh = Diameter pohon setinggi dada (m) tbc = Tinggi bebas cabang pohon (m) f = Faktor angka bentuk (0,759)

l = Luas plot contoh (0,1 ha)

tegakan plot = Volume tegakan per plot (m3/plot) 2. Rata-rata potensi tegakan (populasi)

Rata-rata (mean) potensi tegakan ӯ) iperoleh engan ara membagi jumlah seluruh potensi tegakan per plot ∑ni i) dengan jumlah seluruh plot ukur (n). Dalam hal ini rata-rata populasi diduga dari rata-rata contoh.

(17)

7 3. Ragam populasi

Ragam populasi (σ2) diduga dari ragam contoh ( ). Adapun rumus ragam contoh sebagai berikut.

= ∑ (∑ )

Ragam rata-rata contoh ( ):

ӯ n ( n) ӯ n n

adalah factor koreksi populasi (N) terbatas (fpc : finite population corrector) yang umumnya diabaikan apabila .

4. Simpangan baku rata-rata contoh

Simpangan baku rata-rata contoh ( ) merupakan akar kuadrat dari ragam rata-rata contoh ( ).

ӯ √ ӯ ӯ

√n√

n

5. Selang kepercayaan (1-α)100% bagi nilai tengah atau rata-rata populasi Selang kepercayaan bagi rata-rata populasi ( ) dihitung menggunakan nilai t-student untuk tingkat kepercayaan 95% (t = 1.96).

ӯ tα n ӯ

6. Penduga total populasi (Ŷ)

Ŷ ӯ

7. Kesalahan sampling (sampling error, SE)

tα⁄ n ӯ ӯ

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi

Letak Geografis

(18)

8

era a pa a titik koor inat 7º 7’ ” 7º ’ ” L an º4’ ” º ’ ” BT Secara administratif, Kecamatan Sambirejo memiliki 9 desa yang terdiri atas 157 dukuh. Bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Gondang dan bagian barat berbatasan dengan Kecamatan Kedawung, sedangkan bagian selatan dan timur secara beturut-turut berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar dan Provinsi Jawa Timur (BPS Kabupaten Sragen 2014). Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Lokasi penelitian

Iklim dan Topografi

Keadaantopografi Kecamatan Sambirejo memiliki ketinggian tempat 109 191 mdpl. Kondisi topografi tersebut menyebabkan kecamatan Sambirejo memiliki temperatur sedang engan suhu rata-rata se esar º 7º dan curah hujan rata-rata sebesar 2521 mm per tahun serta jumlah hari hujan sebesar 94 hari per tahun (BPS Kabupaten Sragen 2014).

Penggunaan Lahan

(19)

9 Tabel 3 Penggunaan lahan di Kecamatan Sambirejo tahun 2013

Jenis penggunaan lahan Luas (ha)

Sawah irigasi teknis 598.75

Sawah irigasi setengah teknis 501.53

Sawah irigasi sederhana 349.59

Masyarakat di Kecamatan Sambirejo sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani. Kegiatan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat terdiri dari dua jenis yaitu pertanian sawah atau tanaman semusim dan pertanian kayu atau hutan rakyat. Tanaman yang dibudidayakan oleh petani sawah merupakan tanaman semusim seperti palawija dan padi. Petani hutan membudidayakan jenis tanaman jati (Tectona grandis), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia mahagoni), akasia (Acacia mangium), gmelina (Gmelina arborea) dan beberapa jenis tanaman buah. Tanaman jati merupakan jenis paling dominan dengan persentase rata-rata sebesar 87.16% dari total tanaman per hektar. Selain jenis jati, persentase rata-rata tanaman yang tumbuh kurang dari 10% per hektar. Tanaman seperti sengon, mahoni, akasia, dan gmelina secara berturut-turut memiliki persentase tumbuh per hektar sebesar 6.42%, 5.25%, 0.7%, dan 0.47%.

Hasil dari pertanian sawah digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan hasil dari pertanian kayu cenderung digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat eventual seperti membuat rumah baru, menyelenggarakan hajatan, menyekolahkan anak, dan sebagainya. Selain bertani, masyarakat juga beternak ayam, kambing, atau sapi. Hasil peternakan tersebut juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

(20)

10

Klasifikasi Tutupan Lahan di Kecamatan Sambirejo

Data penutupan lahan merupakan bagian dari sistem informasi kehutanan, data tersebut merupakan bahan pendukung dalam penyusunan informasi kehutanan. Data kondisi penutupan lahan harus selalu diperbaharui secara periodik untuk memantau perubahan penutupan lahan secara kontinyu, agar dapat memberikan masukan yang tepat dalam pengelolaan hutan Indonesia (BAPLAN 2008). Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini sekaligus mencoba memberikan informasi penutupan lahan di Kecamatan Sambirejo. Klasifikasi penutupan lahan dilakukan berdasarkan data Citra Landsat 8 dan interpretasi citra dilakukan secara visual (digitizing on screen).

Klasifikasi tutupan lahan umumnya merujuk pada kriteria tutupan hutan dan lahan yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Klasifikasi tersebut terdiri dari 23 kelas penutupan hutan dan lahan. Hasil klasifikasi tutupan hutan dan lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014 merupakan hasil modifikasi yang merujuk pada peta tutupan lahan BAPLAN tahun 2011. Berdasarkan klasifikasi tutupan lahan BAPLAN tahun 2011, Kecamatan Sambirejo memiliki lima kelas tutupan lahan meliputi hutan tanaman, perkebunan, pemukiman, sawah, dan pertanian lahan kering. Kelas tutupan hutan dan lahan tersebut didominasi oleh tutupan lahan pertanian lahan kering. Gambar 3 merupakan peta kelas tutupan lahan berdasarkan Citra Landsat 8 (OLI) yang memiliki 7 kelas tutupan lahan.

(21)

11 Klasifikasi tutupan lahan hasil interpretasi Citra Landsat 8 (OLI) tahun 2014 berbeda dengan klasifikasi tutupan lahan oleh BAPLAN tahun 2011. Hal ini disebabkan pada penelitian ini klasifikasi tutupan lahan dititikberatkan pada hutan rakyat yang ada di areal penelitian. Hasil overlay Citra Landsat 8 (OLI) dengan peta tutupan lahan BAPLAN tahun 2011 menunjukkan bahwa hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo (peta tutupan lahan tahun 2014) mayoritas berada pada kelas pertanian lahan kering (peta tutupan lahan BAPLAN tahun 2011).

Gambar 3 menyatakan sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Sambirejo pada tahun 2014. Kelas tutupan lahan tahun 2014 meliputi badan air, hutan negara, hutan rakyat, lahan terbangun, rumput, sawah, dan tambang. Data luasan tiap kelas tutupan lahan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Tutupan lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014

Tutupan lahan Luas (ha) Presentase (%)

Badan air 45.96 0.95

Hutan negara 312.27 6.45

Hutan rakyat 1307.08 26.99

Lahan terbangun 1440.23 29.74

Rumput 4.89 0.10 mencapai 1721.99 ha atau 35.56% dari luas total lahan di Kecamatan Sambirejo. Sementara luas hutan rakyat (hutan rakyat tegalan dan pekarangan) adalah sebesar 1307.08 ha atau sebesar 26.99% dari luas total lahan yang ada di Kecamatan Sambirejo. Kondisi tutupan lahan tersebut menunjukkan bahwa hutan rakyat belum menjadi pencaharian utama bagi mayoritas masyarakat Kecamatan Sambirejo.

Potensi Hutan Rakyat di Kecamatan Sambirejo

(22)

12

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.03/Menhut-V/2004 telah mengatur ketentuan luasan dan presentase tutupan tajuk pada hutan rakyat. Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya di luar kawasan hutan negara dengan ketentuan luas minimum sekitar 0.25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50%. Tujuan dibangun hutan rakyat adalah sebagai upaya rehabilitasi lahan dan meningkatkan produktivitas lahan melalui hasil hutan kayu maupun hasil hutan bukan kayu, serta memberikan kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan kualitas lingkungan.

Potensi hutan rakyat yang terdapat di Kecamatan Sambirejo tersebar hampir di setiap desa. Desa Blimbing merupakan satu-satunya desa yang tidak memiliki lahan hutan rakyat karena fokus pada sektor pertanian. Hutan rakyat yang tersebar di delapan desa lainnya merupakan lahan milik yang didalamnya ditanami berbagai tanaman pertanian dan kehutanan secara tumpangsari. Berdasarkan tempat tumbuhnya, hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo terdiri atas dua tipe hutan rakyat yaitu hutan rakyat pekarangan dan hutan rakyat tegalan.

Potensi Tegakan Jati

Tegakan jati di Kecamatan Sambirejo mayoritas merupakan hasil dari program pemerintah Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). GERHAN merupakan upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang bertujuan untuk mewujudkan perbaikan lingkungan dalam upaya penanggulangan bencana alam banjir, tanah longsor dan kekeringan secara terpadu, transparan dan partisipatif, sehingga sumberdaya hutan dan lahan berfungsi optimal untuk menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS, serta memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat 2003 dalam Aryadi 2012 ). Program GERHAN yang ada di Kecamatan Sambirejo dilaksanakan pada tahun 2003 dan 2004. Hutan rakyat yang tersebar di delapan desa dibangun dari subsidi GERHAN, kecuali Desa Jetis, Musuk, dan Dawung yang hutan rakyatnya dibangun secara kombinasi swadaya dan subsidi. Kelima desa lainnya yaitu Sambirejo, Sambi, Jambeyan, Kadipiro, dan Sukorejo memiliki hutan rakyat hasil program GERHAN.

(23)

13 dijangkau sehingga dilakukan penggantian titik pengamatan pada lokasi lain yang lebih mudah dijangkau.

Potensi Tegakan Jati berdasarkan Kelas Umur dan Kelas Diameter

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan mayoritas tegakan jati di Kecamatan Sambirejo berada pada kelas umur I dan kelas umur II. Pengolahan data primer juga menunjukkan hal yang sama yaitu jumlah pohon per hektar paling banyak ditunjukkan pada kelas umur I dan kelas umur II. Tabel 5 menyajikan nilai rata-rata potensi tegakan pada setiap kelas umur dan kelas diameter secara lengkap.

Tabel 5 Rata-rata potensi tegakan jati berdasarkan kelas umur dan kelas diameter di Kecamatan Sambirejo Mengingat program Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan (GERHAN) dilaksanakan pada tahun 2003 dan 2004 maka dapat dikatakan tegakan pada kelas umur I merupakan hasil program GERHAN maupun penanaman pasca GERHAN dengan potensi sebesar 21.54 m3/ha.

elas umur juga ter iri ari ua kelas iameter aitu kelas iameter

2 m an kelas iameter m elas iameter m ang juga terdapat pada kelas umur I, memiliki potensi rata-rata per pohon sebesar 0.11 m3/pohon dan potensi per hektar sebesar 19.68 m3/ha. Potensi tegakan pada kelas diameter

(24)

14

Potensi pada kelas umur III, IV, dan V yang notabene tegakan sebelum GERHAN, memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan nilai potensi pada kelas umur I dan II. Penurunan drastis terjadi mulai dari kelas umur III yang hanya memiliki potensi total sebesar 0.59 m3/ha. Peningkatan sempat terjadi pada kelas umur IV dengan nilai potensi total sebesar 1.79 m3/ha, namun kembali menurun pada kelas umur V dengan nilai potensi total sebesar 0.61 m3/ha.

Dominasi yang ditunjukkan kelas umur I dan II tidak lepas dari keberadaan program GERHAN. Adanya program tersebut telah membuat masyarakat melakukan penanaman dalam jumlah cukup besar secara serentak. Sebagai contoh, untuk Desa Sukorejo saja memperoleh bantuan bibit dan paket penanaman serta pemeliharaan untuk lahan 50 ha dengan bantuan bibit sebanyak 12 000 tanaman (PERSEPSI 2009). Hal tersebut berimplikasi pada besarnya standing stock yang ada pada saat ini, terlebih lagi kegiatan penebangan juga belum dilakukan. Penurunan standingstock pada kelas umur III dan V, serta peningkatan standing stock pada kelas umur IV dipengaruhi oleh kegiatan penebangan dan penjarangan yang dilakukan oleh petani secara fluktuatif. Data sekunder menunjukkan dalam rentang tahun 2004 2008 telah dilakukan penebangan terhadap 12 969 pohon atau 2439.91 m3 pa a pohon erumur tahun (PERSEPSI 2009).

Sejalan dengan kondisi potensi volume tegakan per hektar, kondisi rata-rata jumlah pohon per hektar juga menggambarkan hal yang serupa. Rata-rata jumlah pohon per hektar dapat menggambarkan kondisi kerapatan tegakan yang ada pada satu hektar lahan. Kerapatan tegakan akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan tegakan, baik pertumbuhan tinggi maupun diameter. Rata-rata jumlah pohon per hektar pada setiap kelas diameter tersaji dalam Gambar 4.

(25)

15 Gambar 4 merepresentasikan struktur tegakan jati yang ada di Kecamatan Sambirejo. Berdasarkan kurva struktur tegakan tersebut potensi terbesar terdapat pada kelas diameter 11 20 cm dengan rata-rata jumlah pohon per hektar adalah 402.67 pohon/ha. Potensi terkecil terdapat pada kelas diameter >50 cm dengan rata-rata jumlah pohon per hektar sebesar 0.33 pohon/ha. Nilai potensi rata-rata jumlah pohon per hektar pada kelas diameter >50 cm dapat kurang dari satu karena ketersebarannya tidak merata pada setiap plot pengamatan, atau dengan kata lain hanya dijumpai pada beberapa plot tertentu saja.

Hubungan antara jumlah pohon per hektar dengan kelas diameter yang ditunjukkan kurva struktur tegakan tersebut secara keseluruhan adalah berbanding terbalik. Semakin bertambah kelas diameter maka semakin berkurang jumlah pohon per hektar. Peningkatan jumlah pohon per hektar hanya terjadi dari kelas

pan ang ≤ m) ke kelas diameter 11 20 cm. Peningkatan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang berimplikasi pada presentase hidup

tegakan pa a kelas iameter ≤ m Menurut Indriyanto (2008), faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman mencakup faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik dapat berupa organisme hidup seperti organisme mikro patogen, organisme parasit, serangga dan binatang besar lainnya bahkan tumbuhan liar seperti gulma. Hal tersebut sesuai dengan kondisi di lapangan yang banyak ditemui hama ulat maupun jamur pada tegakan muda, sedangkan terkait gulma, banyak petani yang tidak melakukan penyiangan tanaman sehingga menghambat pertumbuhan tanaman. Faktor abiotik meliputi semua komponen lingkungan seperti kondisi iklim dan kesuburan tanah.

Penurunan drastis jumlah tegakan per hektar terjadi antara kelas diameter 11 20 cm dan 21 30 cm. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4 dimana penurunan jumlah pohon per hektar terjadi dari 402.67 pohon/ha pa a kelas iameter

m menja i 4 pohon ha pa a kelas iameter m. Hasil tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh Hartono (2014) yaitu rata-rata tanaman yang ditebang adalah tanaman yang memiliki diameter 21 30 cm. Jadi penurunan tersebut dipengaruhi oleh sistem tebang butuh yang dilakukan petani atau pemilik lahan. Desakan ekonomi ditambah nilai jual kayu jati yang cukup tinggi membuat petani mengambil keputusan untuk menebang. Menurut Fakultas Kehutanan (2000), desakan ekonomi tersebut diantaranya kebutuhan biaya sekolah, perbaikan rumah, biaya tanam, biaya untuk hari raya, dan konsumsi.

Sistem tebang butuh bukan satu-satunya penyebab penurunan jumlah pohon per hektar. Kegiatan penjarangan yang dilakukan oleh petani juga turut mempengaruhi penurunan tersebut. Menurut Sumarna 2011, penjarangan dilakukan pada pohon-pohon yang kurang baik pertumbuhannya. Pohon tersebut jika dibiarkan tetap tumbuh tidak akan memenuhi kriteria menguntungkan terhadap produksi dan kualitas kayu, sehingga kemudian ditandai dan ditetapkan untuk ditebang.

Perbandingan Potensi Hutan Rakyat Swadaya dan Subsidi

(26)

16

hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri. Pola subsidi yaitu hutan rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan sebagian atau keseluruhan biaya pembangunannya.

Hutan rakyat subsidi yang ada di Kecamatan Sambirejo merupakan hasil bantuan program GERHAN yang dilaksanakan pada tahun 2003 dan 2004. Sasaran program GERHAN di Kecamatan Sambirejo meliputi Desa Sambirejo, Sambi, Kadipiro, Jambeyan, dan Sukorejo. Desa Jetis, Musuk, dan Dawung dapat dikategorikan sebagai desa swadaya. Ketiga desa swadaya ini sebenarnya juga turut menjadi sasaran program GERHAN, akan tetapi jumlah petani yang mengikuti program GERHAN dari ketiga desa tersebut sangatlah minim. Hasil wawancara yang dilakukan oleh Hartono (2014) menunjukkan bahwa dari 15 responden yang menyebar pada ketiga desa tersebut, semuanya mengaku tidak mengikuti program GERHAN. Para responden beralasan sudah pernah menanam jenis yang sama dengan bibit bantuan GERHAN yaitu jati.

Gambar 5 Perbandingan potensi hutan rakyat swadaya dan subsidi

(27)

17 KU I berisi tegakan hasil program GERHAN penanaman tahun 2004 dan tegakan pasca GERHAN yang ditanam setelah tahun 2004. Hasil penanaman pasca GERHAN menggambarkan bagaimana kesadaran masyarakat untuk membangun hutan setelah adanya program GERHAN. Hasil perhitungan menunjukkan kesadaran masyarakat pada hutan rakyat subsidi lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pada hutan rakyat swadaya. Kondisi ini dapat dimaklumi mengingat kesadaran masyarakat pada hutan rakyat swadaya memang sudah terlatih sebelum adanya program GERHAN. Awang (2003) dalam Aryadi (2012) mengatakan bahwa ada banyak bukti hutan rakyat terbentuk tanpa program pemerintah, namun juga tidak dipungkiri adanya program penghijauan semakin memacu munculnya hutan rakyat di desa-desa.

Potensi tegakan jati KU II pada hutan rakyat subsidi sebesar 28.49 m3/ha. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan potensi tegakan jati pada hutan rakyat swadaya yang hanya sebesar 27.11 m3/ha. Seperti halnya pada KU I, ketersediaan dan kualitas bibit berpengaruh terhadap besarnya potensi tegakan. Selain itu juga dipengaruhi kegiatan pemupukan dan penjarangan yang dilakukan oleh petani hutan rakyat. Hasil wawancara yang dilakukan oleh Hartono (2014) menyebutkan bahwa pada awal pembangunan hutan rakyat subsidi, para petani memperoleh bantuan pupuk dan pestisida yang digunakan untuk pemeliharaan. Selain itu pola tanam agroforestri yang digunakan membuat petani secara periodik melakukan pemupukan terhadap tanaman agroforestri sehingga perlakuan pemeliharaan jati telah dilakukan secara tidak langsung. Pada hutan rakyat swadaya khususnya dengan pola tanam monokultur, kegiatan pemeliharaan hanya dilakukan oleh beberapa petani saja dan waktu pelaksanaan hanya pada tahun pertama hingga tahun ketiga setelah penanaman. Kegiatan pemeliharaan yang jarang dilakukan menyebabkan tegakan jati kurang tumbuh optimal sehingga potensinya juga rendah.

Tegakan jati pada KU III, IV, dan V merupakan hasil penanaman sebelum adanya program GERHAN. Hasil pengolahan data yang ditunjukkan pada Gambar 5 menyatakan bahwa pada plot yang diamati tidak ditemukan tegakan jati KU III pada hutan rakyat swadaya. Hal ini sangat dimungkinkan disebabkan oleh kegiatan penebangan yang dilakukan petani atau pemilik lahan. Penelitian Hartono (2014) menunjukkan bahwa petani hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo cenderung menebang pada umur 10 tahun dan 20 tahun (KU I dan KU II). Implikasi dari penebangan tersebut adalah pengurangan standing stock secara drastis pada kelas umur selanjutnya.

(28)

18

Indriyanto (2008) menyatakan bahwa keberhasilan pemudaan hutan secara alamiah dipengaruhi oleh persediaan benih, kualitas benih dan kondisi lingkungan tempat tumbuh. Kualitas tempat tumbuh merupakan gabungan dari banyak faktor lingkungan, misalnya jenis tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah, karakteristik profil tanah, komposisi mineral, kecuraman lereng, arah lereng, dan iklim mikro.

Peta Sebaran Potensi Hutan Rakyat

Potensi hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo menyebar hampir di seluruh desa. Dari sembilan desa yang ada, Desa Blimbing merupakan satu-satunya desa yang tidak tergabung dalam kelompok tani hutan rakyat Wana Rejo Asri. Desa Blimbing menjadi satu-satunya desa yang fokus mengembangkan sektor pertanian. Sementara delapan desa lainnya telah tergabung dalam kelompok tani hutan rakyat Wana Rejo Asri sejak tahun 2001. Sebaran hutan rakyat pada setiap desa dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Peta sebaran hutan rakyat Kecamatan Sambirejo

(29)

19 Tabel 6 Potensi hutan rakyat pada tiap desa

Desa Luas hutan rakyat (ha) Volume (m3/ha) Volume total (m3)

Tabel 6 menunjukkan nilai potensi tegakan jati setiap desa yang tergabung dalam kelompok tani. Potensi tertinggi berada di Desa Jambeyan dengan nilai volume total sebesar 27 243.70 m3. Hal ini disebabkan luas hutan rakyat yang ada di Desa Jambeyan juga merupakan yang tertinggi dengan luas 343.48 ha. Meskipun memiliki luas paling besar, potensi per hektar hutan rakyat Desa Jambeyan bukanlah yang tertinggi. Potensi per hektar menunjukkan tingkat produktivitas lahan dalam menghasilkan nilai guna. Produktivitas lahan tertinggi berada di Desa Dawung dengan potensi tegakan jati per hektar sebesar 80.15 m3/ha.

Potensi hutan rakyat paling rendah berada di Desa Jetis dengan potensi per hektar sebesar 23.52 m3/ha dan potensi total sebesar 2754.67 m3 serta luas hutan rakyat sebesar 117.12 ha. Luas hutan rakyat Desa Jetis bukanlah yang terendah melainkan hutan rakyat Desa Kadipiro yang hanya seluas 65.33 ha. Produktivitas lahan Desa Jetis paling rendah dibandingkan tujuh desa lainnya karena topografi Desa Jetis yang cukup variatif dan dapat dikatakan cukup berlereng. Menurut Sumarna (2011), tanaman jati idealnya ditanam di areal hutan dataran rendah yang umumnya memiliki kondisi topografi relatif datar. Kondisi tempat tumbuh yang ideal akan berpengaruh pada pertumbuhan optimal tanaman jati.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penafsiran visual Citra Landsat 8 (OLI) menghasilkan tujuh kelas tutupan lahan, meliputi badan air, hutan negara, hutan rakyat, lahan terbangun, rumput, sawah, dan tambang. Kecamatan Sambirejo memiliki hutan rakyat seluas 1307.08 ha dengan nilai potensi sebesar 58.34 m3/ha dan potensi total sebesar 76 249.67 m3.

(30)

20

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian tentang pendugaan potensi hutan rakyat di lokasi yang sama dengan menggunakan pemodelan spasial yang bersifat kontinyu dan citra beresolusi tinggi.

2. Perlu adanya penelitian lanjutan berbasis sistem informasi geografis di lokasi yang sama untuk menduga potensi karbon hutan rakyat dan laju deforestasi serta degradasi lahan.

DAFTAR PUSTAKA

Aryadi M. 2012. Hutan Rakyat: Fenomenologi Adaptasi Budaya Masyarakat. Malang (ID): UMM Press

[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Badan Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. 2008. Pemantauan Sumber Daya Hutan. Jakarta (ID): PIPH BAPLAN DEPHUT.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen. 2014. Kecamatan Sambirejo Dalam Angka 2013. Sragen (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen. Fakultas Kehutanan IPB. 2000. Hutan Rakyat di Jawa : Peranya Dalam

Perekonomian Desa. Didik Suharjito, Editor. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor.

Hartono DIT. 2014. Analisis Finansial Pengelolaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara

Jaya INS. 2010. Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Teori dan Praktik Menggunakan Erdas Imagine. Bogor (ID): Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

[PERSEPSI] Perhimpunan untuk Studi dan Pengembangan Ekonomi Sosial. 2009. Dokumen Pengajuan Sertifikasi Hutan Rakyat di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Sragen (ID): Kabupaten Sragen.

Purwadhi F. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta (ID): Gramedia Widiasarana. Simon H. 2000. Manual Inventore Hutan. Agus S, penerjemah. Jakarta (ID):

UI-Press. Terjemahan dari: Manual of Forest Inventory.

Sumarna Y. 2011. Kayu Jati: Panduan Budi Daya & Prospek Bisnis. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Sutarahardja S. 1999. Metoda Sampling dalam Inventarisasi Hutan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[USGS] United States Geological Survey. 2013. Frequently Asked Questions about the Landsat Missions [Internet]. [diacu 2014 Oktober 11]. Tersedia dari: http://landsat.usgs.gov/band_designations_landsat_satellites.php.

(31)

21 Lampiran 1 Potensi tegakan jati berdasarkan kelas umur pada setiap desa di Kecamatan Sambirejo

Desa Sumber pendanaan Luas hutan rakyat (ha)

Potensi per kelas umur (m3/ha) Volume per hektar (m3/ha)

Volume total (m3)

I II III IV V

Sambirejo Subsidi GERHAN 191.31 14.34 58.46 1.28 0.98 1.61 76.66 14665.52

Sambi Subsidi GERHAN 134.87 12.70 23.13 0.00 0.00 0.00 35.83 4832.52

Jambeyan Subsidi GERHAN 343.48 31.16 39.67 1.11 7.37 0.00 79.32 27243.70

Kadipiro Subsidi GERHAN 65.33 46.35 6.52 2.31 0.00 0.00 55.18 3604.74

Sukorejo Subsidi GERHAN 165.52 14.03 13.46 0.00 0.00 0.00 27.49 4549.72

Jetis Swadaya 117.12 13.75 9.77 0.00 0.00 0.00 23.52 2754.67

Musuk Swadaya 143.98 16.65 24.95 0.00 4.02 2.58 48.20 6939.55

Dawung Swadaya 145.46 32.41 46.62 0.00 1.12 0.00 80.15 11659.24

(32)

22 Lampiran 2 Rekapitulasi luas kelas tutupan hutan dan lahan tiap desa di Kecamatan Sambirejo

Desa Luas kelas tutupan lahan (ha) Jumlah

(ha) Badan air Hutan negara Hutan rakyat Lahan terbangun Rumput Sawah Tambang

Blimbing 7.73 - - 173.72 1.23 300.72 - 483.41

Dawung 2.23 32.72 145.46 229.89 0.78 258.94 - 670.03

Jambeyan 9.95 34.67 343.48 99.06 0.86 221.85 10.03 719.91

Jetis - 196.20 117.12 72.03 0.50 109.77 - 495.62

Kadipiro 10.00 - 65.33 140.04 0.68 106.96 - 323.01

Musuk 6.89 - 143.98 183.71 - 78.53 - 413.12

Sambi - 42.26 134.87 246.80 - 293.53 - 717.46

Sambirejo 4.36 - 191.31 192.32 0.84 168.99 - 557.81

Sukorejo 4.78 6.40 165.52 102.65 - 182.70 0.57 462.64

(33)

23 Lampiran 3 Klasifikasi tutupan hutan dan lahan di Kecamatan Sambirejo tahun 2014

Kelas Deskripsi Tutupan lahan

Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala 1:10 000)

kombinasi band 7-5-4 (RGB)

Foto lapang

Badan air Seluruh kenampakan

perairan termasuk laut, sungai, waduk, terumbu karang, dan padang lamun (lumpur pantai).*)

Sungai, waduk, dan embung

Hutan Negara Berupa kenampakan hutan perbukitan dan pegunungan yang belum terlihat adanya bekas penebangan atau pembudidayaan hutan.

Vegetasi berkayu, liana, dan tumbuhan bawah

Hutan rakyat Kelas penutupan lahan yang merupakan hasil budidaya manusia pada areal pertanian lahan kering berupa tegalan milik pribadi

(34)

24 Lampiran 3 (Lanjutan)

Kelas Deskripsi Tutupan lahan

Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala 1:10 000) kombinasi band

7-5-4 (RGB)

Foto lapang Lahan terbangun Kenampakan kawasan

pemukiman, baik

perkotaan atau pedesaan yang masih mungkin untuk dipisahkan*)

Perumahan penduduk, jalan desa, jalan kota, dan komplek pertokoan

Rumput Kenampakan non-hutan

alami berupa padang rumput kadang dengan sedikit semak atau pohon*)

Tumbuhan bawah, padang rumput dan ilalang

Sawah Semua aktivitas pertanian

lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang*)

(35)

25 Lampiran 3 (Lanjutan)

Kelas Deskripsi Tutupan lahan

Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala 1:10 000) kombinasi band

7-5-4 (RGB)

Foto lapang

Tambang Lahan terbuka yang

digunakan untuk kegiatan pertambangan batubara, timah, tembaga, dan lain-lain*)

Tanah terbuka akibat penambangan batu

(36)

26

Lampiran 4 Dokumentasi kegiatan penelitian

a. Wawancara dengan petani b. Pengukuran diameter pohon

c. Pengukuran tinggi pohon d. Marking koordinat plot contoh pada areal hutan rakyat

(37)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 8 September 1992 dari ayah Zaenal Arifin dan ibu Siti Zumrotus Solichah. Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tayu dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2012/2013 dan asisten praktikum Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah pada tahun ajaran 2013/2014 dan 2014/2015. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Departemen Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa BEM Fakultas Kehutanan IPB tahun 2011 staf

epartemen ajian an trategi B akultas ehutanan B tahun

staf Divisi Informasi dan Komunikasi dan anggota Kelompok Studi Hidrologi himpunan profesi Forest Management Student Club ) tahun

an akil ketua katan eluarga ahasis a ati ) tahun

Penulis telah melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam-Taman Wisata Alam Kamojang dan Cagar Alam Leuweung Sancang, Jawa Barat tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi dan Perhutani KPH Cianjur, Jawa Barat tahun 2013, dan Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Indexim Utama, Kalimantan Tengah tahun 2014.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, penulis melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “ emetaan otensi Hutan Rak at Menggunakan Teknik GIS di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun

Gambar

Tabel 1  Karakteristik band Citra Landsat 8
Gambar 1  Peta sebaran plot contoh dan tampilan visual Citra Landsat 8
Tabel 2  Distribusi plot contoh pada masing-masing desa
Gambar 2  Lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Memetakan sebaran HHNK kelompok palmae dan bambu beserta potensi tegakannya dalam pemanfaatan HHNK oleh masyarakat yang terdapat di kawasan hutan Kecamatan Lumban Julu yang

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan potensi lahan di Kabupaten Magelang dengan mengaplikasikan Sistem Informasi Geografi dengan menggunakan metode Indeks

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan potensi lahan di Kabupaten Magelang dengan mengaplikasikan Sistem Informasi Geografi dengan menggunakan metode Indeks

Dalam penelitian ini yang menjadi aktor utamanya adalah petani hutan rakyat karena merekalah yang. memiliki lahan hutan rakyat secara

Tahapan penelitian Pendugaan Potensi Hutan Rakyat menggunakan Citra Landsat 7 ETM+ di Kabupaten Ciamis bagian Utara ini terdiri dari: 1) persiapan, 2) pengolahan citra,

Hasil yang didapat yaitu petani hutan rakyat dalam pengelolaan hutan terdapat beberapa kegiatan seperti teknik silvikulltur, persiapan lahan, pengaturan jarak tanam

Petani dengan luas lahan hutan rakyat yang besar juga memiliki lahan pertanian yang ditanami dengan tanaman pangan sehingga mereka tidak lagi akan mengkonversi hutan

Rumusan masalah dari potensi (dalam hal ini volume) dan prospek pengembangan hutan rakyat tanaman kayu nyatoh dan kayu palapi adalah: Seberapa besar potensi