PENYEBARAN POTENSI HUTAN RAKYAT
DI DESA CIKALONG, KECAMATAN CIKALONG,
KABUPATEN TASIKMALAYA, JAWA BARAT
PUTRI NIDYANINGSIH
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
Putri Nidyaningsih. E14061788. Penyebaran Potensi Hutan Rakyat di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat di bawah bimbingan Ir. Emi Karminarsih, MSi dan Dra. Sri Rahaju, MSi.
Permasalahan kehutanan yang terjadi belakangan ini telah mengkhawatirkan dan memberikan pengaruh terhadap pasokan kayu dari hutan negara. Pasokan kayu dari hutan negara mengalami penurunan, sedangkan kebutuhan akan kayu mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan kayu saat ini mendorong berbagai pihak untuk mencari alternatif lain guna mencukupi kebutuhan kayu saat ini, salah satunya adalah dengan pengembangan dan pengelolaan hutan rakyat yang lestari. Data dan informasi mengenai potensi dan karakteristik sistem pengelolaan diperlukan dalam pengembangan dan pengelolaan hutan rakyat. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat peta sebaran potensi dan mempelajari sistem pengelolaan hutan rakyat.
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2010 – Januari 2011, berlokasi di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Objek yang diteliti adalah hutan rakyat. Alat yang digunakan meliputi alat pengukur dimensi tegakan (meteran dan haga hypsometer), alat penentu posisi koordinat (GPS Garmin 60 CSx), alat pencatat (alat tulis dan tally sheet), laptop, serta software Microsoft Office 2007, ArcGIS 9.3, MapSources, dan DNR Garmin yang digunakan dalam pengolahan data. Penelitian menggunakan metode purposive sampling dan analisis deskriptif.
Berdasarkan peta penggunaan lahan dan data primer yang telah diolah diketahui bahwa luas lahan hutan rakyat Desa Cikalong diperkirakan sebesar 528,96 ha dengan potensi tegakan diduga sebesar 22,83 m3/ha dan jumlah pohon per hektar sebesar 100 pohon/ha. Sistem pengelolaan hutan rakyat Desa Cikalong masih sederhana, bersifat swadaya atau perseorangan yang dikelola dengan dengan sistem pengelolaan tradisional.
Oleh karena itu, diharapkan pemerintah daerah dapat memfasilitasi kegiatan pengelolaan hutan dalam berbagai aspek perencanaan, tata kelola, kelembagaan, penyuluhan, penelitian dan pengembangan, serta menciptakan suatu perangkat kebijakan yang menunjang usaha peningkatan pengembangan hutan rakyat di Desa Cikalong agar lebih kondusif.
SUMMARY
Putri Nidyaningsih. E14061788. The potential spread of the community forest in Cikalong Village, Cikalong Subdistrict, Tasikmalaya District, West Java, under supervision Ir. Emi Karminarsih, MSi dan Dra. Sri Rahaju, MSi.
Forestry issues that happened recently are worrying and give influence towards timber supply from state forest. The timber supply from state forest is decreasing, while timber needs is increasing by increasing population. Imbalance between supply and needs of timber recently has pushing stakeholder to searching other alternative for sufficient of timber, one of them is the development and management of sustainable community forest. Data and information concerning potential and characteristics of management system is needed in development and management system of community forest. The aims of this research are to get potential spread map and analyse management system of community forest.
This research has been conducted on November 2010 until January 2011, located in Cikalong Village, Cikalong Subdistrict, Tasikmalaya District, West Java Province. The object of this research is community forest. The instruments include are dimensional gauge stand (meter indicator and haga hypsometer), tool positioning coordinates (GPS Garmin 60 CSx), recording tools (stationery and tally sheet), laptop, and Microsoft Office 2007 software, ArcGIS 9.3, Garmin MapSources, and DNR Garmin which are used in data processing. The method of this research is using purposive sampling and descriptive analysis.
Based on land use map and primary data which were processed, knowing that community forest land area Cikalong Village is estimated at 528,96 ha with a potential stand 22,83 m3/ha and the amount of trees per hectare 100 m3/ha. The management system of community forest Cikalong Village is using traditional management system by self supporting or individual managed.
Therefore, local governments are expected to facilitate forest management activities in many aspects of planning, governance, institutional, education, research, and development, and create a set of policies that support efforts to increase the development of community forest in Cikalong Village to be more conducive.
PENYEBARAN POTENSI HUTAN RAKYAT
DI DESA CIKALONG, KECAMATAN CIKALONG,
KABUPATEN TASIKMALAYA, JAWA BARAT
PUTRI NIDYANINGSIH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penyebaran Potensi Hutan Rakyat di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan Ir. Emi Karminarsih, MSi dan Dra. Sri Rahaju, MSi belum pernah
digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Judul Skripsi : Penyebaran Potensi Hutan Rakyat di Desa Cikalong,
Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Nama : Putri Nidyaningsih
NIM : E14061788
Menyetujui
Dosen Pembimbing I
Tanggal Lulus:
Dosen Pembimbing II
Dra. Sri Rahaju, MSi
NIP. 19611217 199003 2 003 Dosen Pembimbing I
Ir. Emi Karminarsih, MSi
NIP. 19470926 198003 2 002
Mengetahui
Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul Penyebaran Potensi Hutan Rakyat di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat dibawah bimbingan Ir. Emi Karminarsih, MSi dan Dra. Sri Rahaju, MSi. Skripsi ini
disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Emi Karminarsih, MSi
dan Ibu Dra. Sri Rahaju, MSi selaku dosen pembimbing. Selain itu, ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, dan kakak tercinta, serta Teguh
Pradityo selaku sahabat atas segala dukungan dan donya.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu saran dan kritik sangat diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan
karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juni 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, pasangan
Muhammad Sukardi dan Marchamah yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23
Mei 1988. Penulis memiliki tiga orang kakak, yaitu Adi Supriyadi, Gito
Apriyanto, SPd dan Yuanita Sari, SKomp.
Penulis mengawali pendidikan formal pertamanya di TK Mutiara Ibu pada
tahun 1993 – 1994. Pendidikan dasar ditempuh penulis di SDN 03 Pagi Menteng
Dalam, Jakarta pada Tahun 1994 – 2000. Penulis menempuh pendidikan tingkat
menengah pertama di SLTPN 115 Jakarta pada tahun 2000 – 2003 dan pendidikan
tingkat menengah atas ditempuh di SMUN 26 Jakarta pada tahun 2003 – 2006.
Selanjutnya pada tahun 2006 penulis menempuh pendidikan tinggi di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan
diterima sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan
IPB pada tahun 2007.
Selama menjadi mahasiwa IPB, penulis telah mengikuti berbagai praktek
lapang, diantaranya Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Sancang-Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Sukabumi - KPH Tanggeung Perhutani dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT.
Balikpapan Forest Industries (BFI) Kalimantan Timur.
Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) sebagai Staf Divisi Informasi Komunikasi pada kepengurusan tahun 2007
– 2008 dan Himpunan profesi Forest Management Student Club (FMSC) sebagai
Sekretaris Umum pada kepengurusan 2008 – 2009, serta pernah menjadi asisten
praktikum mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan. Penulis juga aktif di
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat-Nya sehingga skripsi
ini dapat selesai dengan baik, selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak, diantaranya sebagai berikut:
1. Ibu Ir. Emi Karminarsih, MSi dan Ibu Dra. Sri Rahaju, MSi selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu, saran, kritik,
motivasi, dan nasehat kepada penulis dengan sabar sehingga skripsi ini dapat
selesai dengan baik.
2. Kedua orang tua dan ketiga kakakku yang senantiasa mencurahkan segala
dukungan, semangat, doa, dan kasih sayangnya secara moral maupun material.
3. Teguh Pradityo yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi,
saran, kritik, dan nasehat selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini
sehingga dapat selesai dengan baik.
4. Bapak Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku moderator yang telah bersedia membantu
mengarahkan dan memberi masukan pada seminar hasil penelitian tanggal 23
Mei 2011 dan ujian komprehensif saya pada tanggal 24 Juni 2011 sehingga
dapat berjalan dengan baik.
5. Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku dosen penguji.
6. Bapak Ir. Yulius Hero, MSc selaku komisi pendidikan yang telah memeriksa
dan memberikan masukan penulisan draft skripsi ini.
7. Bapak Sodiq dan keluarga di Tasikmalaya yang telah menyediakan tempat
tinggal dan memberikan nasehat selama penelitian.
8. Aparat Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, petani pemilik lahan hutan
rakyat, serta warga Desa Cikalong yang telah mendukung dan membantu
sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik.
9. Pak Saepul, Pak Uus, A Ewing, dan Ka Poce yang telah memberikan masukan
dalam penyelesaian peta untuk skripsi ini.
10.Ratna Idolasari, Arum Anggita, Dian Octavianingsih, Yolanda Marthahari,
Zullafifah, Ahsana Riska, Riska Wulandari, Novriadi Zulfida, Harry A, Sifa
Swedianto, Sukesti Budiarti, Anita Sopiana, Sentot Purwanto, Andi Rustandi,
Noviandre Asmar, Yayat Syarif, Hania Purwitasari, Suci Dian F, Andina Ayu
M, Elisda Damayanti, Miranti Dewi, dan Nesya Anekda Meya selaku sahabat
yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian
skripsi ini.
11.Om Agus Wibowo, Om Yusup Napiri, Mba Aswita, Ka Ubaidillah, M Fajrin,
dan kawan-kawan Forci yang telah memberikan semangat dan nasehat.
12.Seluruh kawan-kawan Manajemen Hutan 43 dan Fahutan 43 yang telah
memberikan semangat dan membuat kenangan indah selama masa
perkuliahan.
13.Seluruh Staf Departemen Manajemen Hutan dan Fakultas Kehutanan IPB,
serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-satu yang telah membantu
penulis.
Bogor, Juni 2011
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Hutan Rakyat ... 3
2.1.1 Pengertian ... 3
2.1.2 Tujuan dan Manfaat ... 3
2.1.3 Karakteristik ... 4
2.1.4 Bentuk atau Pola ... 4
2.2 Potensi Hutan Rakyat ... 6
2.3 Pemetaan dan Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 6
2.3.1 Pemetaan ... 6
2.3.2 Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 7
BAB III METODE PENELITIAN ... 11
3.1 Waktu dan Lokasi ... 11
3.2 Objek dan Alat ... 11
3.3 Jenis Data ... 11
3.4 Metode Penelitian... 12
3.4.1 Metode Pengambilan Contoh ... 12
3.4.2 Metode Pengumpulan Data ... 13
3.5 Metode Analisis Data ... 14
3.5.1 Analisis Deskriptif Kualitatif ... 14
3.5.2 Analisis Deskriptif Kuantitatif ... 15
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 18
4.2 Kondisi Fisik ... 20
4.2.1 Topografi ... 20
4.2.2 Tanah ... 20
4.2.3 Iklim... 20
4.3 Kondisi Sosial Ekonomi ... 20
4.3.1 Kependudukan ... 20
4.3.2 Mata Pencaharian ... 21
4.3.3 Pendidikan ... 22
4.3.4 Agama dan Budaya ... 22
4.3.5 Organisasi dan Kelembagaan ... 22
4.3.6 Sarana dan Prasarana ... 23
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
5.1 Potensi Hutan Rakyat ... 24
5.1.1 Potensi Lahan Pengembangan Hutan Rakyat ... 24
5.1.2 Potensi Tegakan Sengon ... 28
5.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Sengon ... 33
5.2.1 Sejarah ... 33
5.2.2 Karakteristik Petani ... 33
5.2.3 Karakteristik Lahan ... 35
5.2.4 Pola Pengelolaan... 40
5.2.5 Kelembagaan ... 40
5.2.6 Kegiatan Pengelolaan ... 40
5.3 Permasalahan Hutan Rakyat ... 46
5.3.1 Modal ... 46
5.3.2 Sumberdaya Manusia ... 46
5.3.3 Kelembagaan ... 46
5.3.4 Pengetahuan ... 47
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
6.1 Kesimpulan ... 48
6.2 Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
iii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1 Jenis data yang dikumpulkan ... 12
2 Luas wilayah dusun di Desa Cikalong ... 19
3 Jumlah kepala keluarga di Desa Cikalong ... 21
4 Jumlah penduduk Desa Cikalong berdasarkan kelompok umur ... 21
5 Luas laham hutan rakyat setiap dusun di Desa Cikalong ... 24
6 Luas penggunaan lahan berdasarkan Gambar 4 ... 26
7 Rata-rata Dbh, Tbc, dan V/pohon sengon di Desa Cikalong ... 28
8 Potensi tegakan sengon (m3/ha) berdasarkan kelas diameter (cm) ... 29
9 Potensi tegakan sengon (pohon/ha) berdasarkan kelas diameter (cm)... 31
10 Petani hutan rakyat Desa Cikalong berdasarkan umur ... 34
11 Petani hutan rakyat Desa Cikalong berdasarkan pendidikan ... 34
12 Petani hutan rakyat Desa Cikalong berdasarkan mata pencaharian ... 35
13 Rata-rata luas lahan kepemilikan hutan rakyat di Desa Cikalong... 36
14 Luas lahan hutan rakyat yang telah diinventarisasi... 36
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1 Diagram alur penelitian ... 14
2 Peta batas Desa Cikalong ... 18
3 Peta Desa Cikalong ... 19
4 Peta sebaran hutan rakyat Desa Cikalong ... 25
5 Peta kemungkinan pengembangan hutan rakyat responden Desa Cikalong... 27
6 Kurva potensi tegakan sengon per hektar berdasarkan kelas diameter di Desa Cikalong ... 30
7 Kurva potensi tegakan sengon (pohon/ha) berdasarkan kelas diameter. ... 31
8 Jumlah rata-rata batang per hektar... 32
9 Bentuk batas kepemilikan lahan hutan rakyat ... 37
10 Persentase petani hutan rakyat Desa Cikalong berdasarkan pola tanam ... 39
11 Gambaran pola tanam di Desa Cikalong ... 40
12 Kegiatan persiapan lahan ... 41
13 Batang pohon sengon yang terkena penyakit karat puru ... 42
14 Kegiatan penebangan pada lahan pola tanam agroforestri (campuran) ... 43
15 Lokasi pengumpulan kayu rakyat ... 43
16 Kegiatan pengangkutan kayu rakyat ... 44
17 Alur kegiatan pemasaran kayu rakyat ... 45
18 Penggunaan kayu untuk membangun rumah ... 45
v
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1 Pendugaan potensi tegakan sengon di Desa Cikalong ... 51
2 Jenis tanaman di Desa Cikalong ... 52
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan kehutanan yang terjadi pada hutan negara belakangan ini
telah mengkhawatirkan dan memberikan pengaruh terhadap kondisi pasokan kayu
saat ini. Pasokan kayu dari hutan negara mengalami penurunan rata-rata setiap
tahunnya sebesar 444.199 m3 (Badan Pusat Statistik 2008). Di sisi lain, jumlah penduduk semakin bertambah yang mengakibatkan kebutuhan akan kayu menjadi
semakin meningkat. Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan kayu
mendorong berbagai pihak untuk mencari berbagai alternatif guna mencukupi
kebutuhan kayu.
Hutan Tanaman Industri (HTI) yang diharapkan dapat membantu memenuhi
kebutuhan kayu saat ini belum dapat diandalkan dikarenakan pasokan kayu dari
HTI belum dapat mencukupi kebutuhan kayu. Pasokan kayu yang berasal dari
hutan negara mengalami penurunan, sementara pasokan kayu dari HTI belum
dapat diandalkan, maka diperlukan alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan
kayu. Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan kayu, yaitu melalui
pengembangan dan pengelolaan hutan rakyat yang lestari.
Data dan informasi mengenai potensi dan karakteristik sistem pengelolaan
diperlukan dalam pengembangan hutan rakyat lebih lanjut. Data potensi hutan
rakyat dapat diperoleh melalui kegiatan inventarisasi, pengamatan dan wawancara
pada lokasi pengembangan hutan rakyat yang selanjutnya dapat disajikan dalam
bentuk peta.
Hutan rakyat di Pulau Jawa pada umumnya sudah ada sejak lama akan tetapi
belum dikelola dengan baik. Salah satu hutan rakyat yang belum dikelola dengan
baik dan perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak adalah hutan rakyat di
Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa
Barat. Desa Cikalong merupakan salah satu desa di Kecamatan Cikalong yang
memiliki luas wilayah paling besar yang berpotensi menghasilkan dan memasok
2
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Membuat peta sebaran potensi hutan rakyat di Desa Cikalong dengan teknik
Sistem Informasi Geografis (SIG).
2. Mempelajari karakteristik sistem pengelolaan hutan rakyat di Desa Cikalong.
1.3 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Rakyat 2.1.1 Pengertian
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak
milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha, penutupan
tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50% (Kemenhut
369/Kpts-V/2003 dalam Winarto 2006). Dalam Undang-Undang No 41 Tahun
1999 dijelaskan mengenai hutan rakyat yang didekati dengan pengertian hutan
hak yaitu hutan yang dibebani hak atas tanah. Istilah hutan rakyat oleh berbagai
pihak diungkapkan dengan istilah hutan kemasyarakatan atau kebun rakyat atau
hutan milik (Hardjanto 2003).
Hardjanto (2000) menjelaskan mengenai hutan rakyat adalah hutan yang
dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya
hutan rakyat juga disebut hutan milik. Simon (1995) dalam Awang (2001)
membatasi hutan rakyat sebagai hutan yang dibangun secara swadaya oleh
masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas ikutannya yang
secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat.
2.1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan utama usaha hutan rakyat yakni meningkatkan kesejahteraan para
petani, disamping manfaat lain seperti kayu dan hasil hutan lainnya; pengawetan
tanah dan air; perlindungan tanaman-tanaman pertanian; dan perlindungan satwa
liar (Bashar 1964 dalam Hardjanto 2003). Menurut Jaffar (1993) dalam Awang
(2001), tujuan pembangunan hutan rakyat diantaranya meningkatkan
produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara optimal dan
lestari; membantu meningkatkan keanekaragaman hasil pertanian yang
dibutuhkan masyarakat; membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan,
bahan baku industri dan kayu bakar; meningkatkan pendapatan masyarakat tani di
4
lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan
perlindungan daerah hulu DAS.
Hutan rakyat mempunyai manfaat positif baik secara ekonomi maupun
ekologi. Hutan rakyat secara ekonomi dapat meningkatkan pendapatan pemilik
hutan rakyat, penyediaan lapangan kerja, dan memacu pembangunan ekonomi
daerah, sedangkan secara ekologi hutan rakyat mampu berperan positif dalam
mengendalikan erosi dan limpasan permukaan, memperbaiki kesuburan tanah, dan
menjaga keseimbangan tata air (Mustari 2000).
2.1.3 Karakteristik
Hardjanto (2000) mengemukakan beberapa ciri atau karakteristik
pengusahaan hutan rakyat, sebagai berikut:
1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak, dan industri dimana
petani masih memiliki posisi tawar yang lebih rendah.
2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan
prinsip kelestarian yang baik.
3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran, yang
diusahakan dengan cara-cara sederhana.
4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai
pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari
10% dari pendapatan total.
2.1.4 Bentuk atau Pola
Rahmawaty (2004) menjelaskan bahwa dalam rangka pengembangan hutan
rakyat dikenal tiga pola hutan rakyat, sebagai berikut:
1. Pola Swadaya
Hutan rakyat dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan kemampuan
modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri, melalui pola ini
masyarakat didorong agar mau dan mampu untuk melaksanakan pembuatan
2. Pola subsidi
Hutan rakyat dibangun melalui subsidi atau bantuan biaya pembangunannya.
Subsidi atau bantuan diberikan oleh pemerintah melalui Inpres Penghijauan,
Padat Karya dan dana bantuan lainnya atau dari pihak lain yang peduli
terhadap pembangunan hutan rakyat.
3. Pola kemitraan (Kredit Usaha Hutan Rakyat)
Hutan rakyat dibangun atas kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta
dengan insentif permodalan berupa kredit kepada rakyat dengan bunga
ringan. Dasar pertimbangan kerjasama adalah pihak perusahaan memerlukan
bahan baku dan masyarakat membutuhkan bantuan modal kerja. Pola
kemitraan ini dilakukan dengan memberikan bantuan secara penuh melalui
perencanaan sampai dengan membagi hasil usaha secara bijaksana sesuai
kesepakatan antara perusahaan dan masyarakat.
Menurut LP IPB (1983) dalam Hardjanto (2003), pola pengembangan hutan
rakyat terdiri dari dua, sebagai berikut:
1. Hutan rakyat tradisional, yaitu hutan rakyat dengan penanaman tanaman
kehutanan di lahan kering pada status lahan milik yang diusahakan oleh
masyarakat tanpa campur tangan pemerintah. Pola tanamnya yaitu campuran
antara buah-buahan, misalnya durian (Durio zibethinus), melinjo (Gnetum
gnemon) dengan tanaman lainnya. Bentuk tersebut lebih dikenal dengan pola
usaha tani lahan kering.
2. Hutan rakyat inpres, yaitu hutan rakyat yang penanamannya dilakukan di
tanah terlantar yang diprakarsai oleh proyek bantuan penghijauan.
Michon (1983) dalam Hardjanto (2003) menjelaskan mengenai hutan rakyat
yang dibedakan menjadi tiga tipe atau bentuk hutan rakyat yaitu pekarangan,
talun, dan kebun campuran. Perbedaan diantara ketiganya dijelaskan sebagai
berikut:
1. Pekarangan mempunyai sistem pengaturan tanaman yang jelas dan baik serta
biasanya berada di sekitar rumah. Luas minimum sekitar 0,1 ha dipagari
mulai dari jenis sayur-sayuran hingga pohon yang berukuran sedang dengan
6
2. Talun mempunyai ukuran yang lebih luas, penanaman pohon sedikit rapat,
tinggi pohon-pohonnya mencapai 35 meter dan terdapat beberapa pohon yang
tumbuh secara liar dari jenis herba dan liana.
3. Kebun campuran mempunyai jenis tumbuhan cenderung lebih homogen
dengan satu jenis tanaman pokok seperti cengkeh atau papaya dengan
berbagai macam jenis tanaman herba.
2.2 Potensi Hutan Rakyat
Potensi hutan adalah jumlah pohon jenis niagawi tiap hektar menurut kelas
diameter pada suatu lokasi hutan tertentu yang dihitung berdasarkan rata-rata
jumlah pohon pada suatu tegakan hutan (Kemenhut 88/Kpts-II/2003 dalam
Winarto 2006).
Pertimbangan-pertimbangan yang dapat digunakan untuk mengetahui
potensi hutan/kayu rakyat (Lembaga Penelitian IPB 1990) adalah sebagai berikut:
1. Jenis-jenis kayu yang dianalisis adalah jenis kayu pokok pada setiap desa
(pensuplai).
2. Potensi dihitung pada umur daur, diperoleh dari tabel volume lokal yang
dibuat di lapangan.
3. Daur ditentukan berdasarkan daur nyata di lapangan.
4. Apabila umur tanaman tidak diketahui, maka daur diganti dengan diameter
pohon pada saat ditebang.
2.3 Pemetaan dan Sistem Informasi Geografis (SIG) 2.3.1 Pemetaan
Departemen Kehutanan (1999) menjelaskan mengenai peta dan pemetaan,
peta adalah gambaran dari permukaan bumi pada suatu bidang datar yang dibuat
secara kartografis menurut proyeksi dan skala tertentu dengan menyajikan
unsur-unsur alam dan buatan serta informasi lain yang diinginkan. Pemetaan adalah
proses penggambaran informasi yang ada di permukaan bumi mulai dari
pengambilan data secara terestris maupun penginderaan jauh, pengolahan data
dengan metode dan acuan tertentu serta penyajian data berupa peta secara manual
dasar maupun peta tematik sebagai salah satu dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian kegiatan khususnya di bidang kehutanan.
Peta dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Peta dasar adalah peta yang menyajikan data dan informasi keruangan
berbagai unsur rupa bumi terdiri atas unsur alam dan unsur buatan yang dibuat
secara sistematis dan berkesinambungan berdasarkan pada datum dan sistem
proyeksi tertentu.
2. Peta tematik adalah peta yang menyajikan data dan informasi tema tertentu
yang kerangka petanya menggunakan suatu peta dasar.
3. Peta kehutanan adalah peta yang bertemakan mengenai hutan dan kehutanan.
Dalam membuat dan merancang isi peta tematik harus memperhatikan:
1. Peta dasar yang digunakan adalah peta dasar yang telah ditetapkan dan jelas
sumbernya.
2. Isi peta harus relevan agar informasi sesuai dengan tema peta yang akan
dibuat.
3. Unsur pada peta dasar tidak perlu disalin atau digambar seluruhnya.
4. Pemancangan dan penentuan koordinat suatu titik kontrol di permukaan bumi
dapat dilakukan dengan Global Positioning System (GPS).
2.3.2 Sistem Informasi Geografis (SIG)
Aronoff (1989) yang diacu dalam Prahasta (2002) mendefinisikan Sistem
Indormasi Geografis (SIG) sebagai sistem yang berbasiskan komputer yang
digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis.
SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek
dan fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting
untuk dianalisis.
SIG dipergunakan untuk membentuk basis data kehutanan yang mantap
sebagai bahan pengambilan keputusan kebijaksanaan yang berkaitan dengan areal
atau kawasan hutan. Cara kerja SIG kurang lebih sama dengan cara kerja
penimpalan (overlaying) berbagai jenis peta tematik untuk mengetahui informasi
suatu wilayah. Dalam sistem ini tiap jenis atau tema data akan disimpan dalam
8
pengelolaan hutan akan terdapat berbagai layer yang masing-masing memberikan
informasi (Departemen Kehutanan 1999).
Data pada SIG dapat berupa data spasial dan data non spasial. Data yang
dikelola yang berkaitan dengan ruang atau posisi geografis disebut data spasial.
Data spasial berupa titik, garis, maupun luasan yang dalam penyimpanannya pada
SIG berbasis raster dan/atau vektor. Data raster menyimpan data spasial dengan
sistem grid (baris dan kolom) tersusun dalam sel-sel berbentuk bujur sangkar
dengan ukuran tertentu sesuai kebutuhan. Sedangkan data vektor menyimpan data
data spasial setepat mungkin dalam posisi, bentuk, ukuran, dan kontinuitasnya
(Departemen Kehutanan 1999).
Menurut Jaya (2002), data spasial (peta) yang umum digunakan dibidang
kehutanan antara lain, peta rencana tata ruang, peta tata guna hutan, peta rupa
bumi (kontur), peta jaringan jalan, peta jaringan sungai, peta tata batas, peta batas
unit pengelolaan hutan, peta batas administrasi kehutanan, peta tanah, peta iklim,
peta geologi, peta vegetasi, dan peta potensi sumberdaya hutan.
Data non spasial dapat disimpan secara terpisah, apalagi jika data non
spasial tersebut cukup kompleks dan memang sebaiknya dilakukan terpisah, bila
diperlukan dapat digabungkan dengan fasilitas pengolahan database yang ada
(Departemen Kehutanan 1999).
Puntodewo dkk (2003) menjelaskan beberapa sumber data yang dibutuhkan
dalam SIG adalah sebagai berikut:
1. Peta Analog
Peta analog adalah peta dalam bentuk cetakan, pada umumnya peta analog
dibuat dengan teknik kartografi sehingga sudah mempunyai referensi spasial
seperti koordinat, skala, arah mata angin, dan sebagainya. Referensi spasial
dari peta analog memberikan koordinat sebenarnya di permukaan bumi pada
peta digital yang dihasilkan. Beberapa contoh peta analog antara lain peta
topografi dan peta tanah.
2. Data dari sistem penginderaan jauh
Data penginderaan jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting
bagi SIG karena ketersediaannya secara berkala. Dengan adanya
bisa menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian.
Contoh data dari sistem penginderaan jauh yaitu citra satelit dan foto udara.
3. Data hasil pengukuran lapangan
Contoh data hasil pengukuran lapangan adalah data batas administrasi, batas
kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan, dan sebagainya
yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri.
4. Data GPS
Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi
SIG. keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya
teknologi.
Barus dan Wiradisastra (2000) menjelaskan empat komponen utama SIG
dalam menjalankan prosesnya, yaitu sebagai berikut:
1. Data input. Komponen ini bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data
spasial dan atribut dari berbagai sumber serta bertanggung jawab
mengkonversi atau mentransformasikan data ke dalam format yang diminta
perangkat lunak, baik dari data analog maupun data digital.
2. Data manajemen. Komponen ini mengorganisasikan baik data spasial maupun
non spasial (atribut) ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga
mudah untuk dilakukan pemanggilan, updating, dan editing.
3. Data manipulasi dan analisis. Komponen ini melakukan manipulasi dan
pemodelan data untuk menghasilkan informasi sesuai dengan tujuan.
4. Data output. Komponen ini berfungsi menghasilkan keluaran seluruh atau
sebagian basis data dalam bentuk (a) cetak lunak (softcopy), (b) cetak keras
(hardcopy) yang bersifat permanen dan dicetak pada kertas atau bahan-bahan
sejenis seperti peta, tabel dan grafik, (c) elektronik berbentuk berkas (file)
yang dapat dibaca oleh computer.
Menurut Aronoff (1993) dalam Dirgantara (2008), fungsi analisis SIG dapat
dikelompokkan ke dalam empat kategori, sebagai berikut:
1. Fungsi pemanggilan, klasifikasi, dan pengukuran data
Dalam fungsi pemanggilan, operasi yang dapat dilakukan yaitu memilih,
mencari, dan memanipulasi data tanpa mengubah identitas spasial obyek atau
10
menghasilkan pengelompokkan beberapa obyek menjadi kelas baru
berdasarkan kriteria tertentu. Fungsi pengukuran berkaitan dengan
perhitungan titik, jarak antar obyek, panjang garis, penentuan keliling dan luas
polygon, volume suatu ruang dan ukuran serta pola kelompok yang
mempunyai identitas yang sama.
2. Fungsi tumpang tindih (overlay)
Operasi tumpang tindih akan menghasilkan unit baru yang berbeda dengan
awalnya. Pada fungsi tumpang tindih dapat digunakan lima cara yaitu: (a)
pemanfaatan fungsi logika seperti penggabungan (union), irisan (intersection),
perbedaan (difference), pilihan (and dan or), dan pernyataan bersyarat (if,
then, else); (b) pemanfaatn fungsi relasional seperti ukuran >, <, = dan
kombinasinya; (c) pemanfaatan fungsi aritmetika seperti penambahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian; (d) pemanfaatan data atribut atau
tabel dua atau tiga dimensi; dan (e) menyilangkan dua peta langsung (Barus
dan Wiradisastra 2000).
3. Fungsi tetangga
Operasi tetangga mengevaluasi ciri-ciri lingkungan tetangga yang
mengelilingi suatu lokasi spesifik. Fungsi-fungsi yang terdapat pada fungsi
tetangga adalah (a) fungsi penelusuran (search), fungsi topografi (kontur,
aspek/arah, dan lereng) dan polygon thiesen (Barus dan Wiradisastra 2000)
dan (e) fungsi interpolasi.
4. Fungsi jaringan/keterkaitan
Operasi keterkaitan merupakan penggunaan fungsi yang mengakumulasikan
nilai-nilai di daerah yang sedang dijelajahi. Fungsi-fungsi yang terdapat pada
fungsi jaringan/keterkaitan adalah (a) fungsi kesinambungan (contiguity), (b)
fungsi perkiraan (proximity), (c) fungsi jaringan kerja (network), (d) fungsi
penyebaran (spread), (e) fungsi aliran (stream), dan (f) fungsi keterlibatan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2010 – Januari 2011,
berlokasi di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya,
Propinsi Jawa Barat.
3.2 Objek dan Alat
Objek yang diteliti adalah hutan rakyat sengon Desa Cikalong yang dimiliki
oleh petani responden. Alat yang digunakan pada penelitian ini, sebagai berikut:
1. Alat yang digunakan saat pengambilan data:
a. Alat pengukur jarak (meteran)
b. Alat pengukur keliling batang pohon (meteran)
c. Alat pengukur tinggi pohon (haga hypsometer)
d. Alat pengukur posisi koordinat GPS (Global Positioning System)
Garmin 60 CSx
e. Alat pencatat data yaitu tally sheet dan peralatan tulis
2. Alat yang digunakan dalam pengolahan data:
a. Perangkat keras (hardware) berupa laptop
b. Perangkat lunak (software) dalam mengolah data meliputi Microsoft Office
2007, ArcGIS 9.3, Garmin MapSources, dan D N R Garmin.
3.3 Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh atau dikumpulkan dari
sumber-sumber yang sudah ada (Hasan MI 2002). Data primer yang diambil yaitu
data potensi dan sistem pengelolaan hutan rakyat Desa Cikalong (Tabel 1). Data
sekunder yang diambil yaitu data kondisi umum lokasi penelitian meliputi letak,
12
Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan
Jenis data Data yang dikumpulkan Metode
Data primer Potensi hutan rakyat
1. Potensi lahan (luas dan penggunaan lahan berdasarkan peta Rupa Bumi Indonesia Kecamatan Cikalong skala 1:25.000)
Analisis spasial
2. Potensi tegakan (jenis tanaman, diameter setinggi dada (Dbh), tinggi bebas cabang (Tbc), jumlah)
Inventarisasi
Sebaran hutan rakyat
Titik koordinat pada plot ukur hutan rakyat Inventarisasi
Karakteristik petani 1. Umur Wawancara
2. Pendidikan
3. Pekerjaan (utama dan sampingan)
Sistem pengelolaan 1. Sejarah Wawancara
2. Karakteristik pelaku
3. Karakteristik lahan kepemilikan (luas lahan dan status kepemilikan)
4. Jenis tanaman Inventarisasi
5. Pola tanam Inventarisasi
6. Pola pengelolaan Wawancara
7. Kegiatan pengelolaan Pengamatan
dan wawancara
8. Permasalahan Wawancara
Data sekunder
Kondisi umum lokasi penelitian
Letak, luas, kondisi fisik (topografi, tanah, iklim), dan kondisi sosial ekonomi (umur, mata pencaharian, pendidikan, agama, dan budaya).
Studi pustaka
3.4 Metode Penelitian
3.4.1 Metode Pengambilan Contoh
Penentuan lokasi dan pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan
metode sampel terpilih (purpossive sampling) berdasarkan kepemilikan lahan
hutan rakyat Desa Cikalong, dengan mempertimbangkan aspek waktu dan biaya.
Dalam menentukan nilai minimal sampel responden yang dibutuhkan jika ukuran
populasi diketahui, digunakan rumus Slovin (Sevill 1994 dalam Hasan MI 2002),
sebagai berikut :
n = (1 + N e )N
Keterangan:
n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi
Jumlah seluruh petani di Desa Cikalong yang mempunyai lahan hutan
rakyat sebanyak 1392 petani (Monografi Desa Cikalong 2008). Berdasarkan hasil
perhitungan dengan Rumus Slovin didapatkan ukuran sampel responden sebesar
93 petani. Dengan tetap memperhatikan nilai kelonggaran ketelitian 10% dan
mempertimbangkan pemerataan jumlah responden di setiap dusun, maka peneliti
mengambil jumlah responden sebanyak 90 petani dalam satu desa (10 petani
setiap dusun).
3.4.2 Metode Pengumpulan Data
3.4.2.1 Metode Pengumpulan Data Primer
Data primer dikumpulkan melalui kegiatan inventarisasi, pengamatan, dan
wawancara. Pengukuran potensi hutan rakyat dilakukan melalui kegiatan
inventarisasi. Inventarisasi hutan merupakan suatu tindakan untuk mengumpulkan
informasi tentang potensi kayu dari suatu areal hutan (Departemen Kehutanan
1992). Plot ukur yang digunakan yaitu circular plot atau plot lingkaran dengan
jari-jari 17,89 m (luas plot ukur 0,1 ha). Pengukuran dan pencatatan meliputi
diameter setinggi dada (Dbh), tinggi bebas cabang (Tbc), jenis tanaman, dan luas
lahan. Data karakteristik sistem pengelolaan hutan rakyat dikumpulkan melalui
kegiatan pengamatan dan wawancara dengan petani pemilik lahan serta
pihak-pihak terkait seperti aparat desa, aparat kecamatan, dan industri penggergajian.
3.4.2.2 Metode Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder dilakukan melalui studi pustaka, yang selanjutnya data
tersebut digunakan sebagai data penunjang. Studi pustaka dilakukan di
Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Kementrian Kehutanan Manggala
Wanabakti, Perpustakaan Litbang Kehutanan, Perpustakaan Badan Pusat Statistik
Jakarta, Perpustakaan LSI IPB, Perpustakaan Fakultas Kehutanan IPB,
Perpustakaan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, dan Balai
14
3.5 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis
deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
3.5.1 Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan sebaran
potensi dan sistem pengelolaan hutan rakyat di Desa Cikalong. Gambaran sebaran
hutan rakyat diolah menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan dasar
Peta RBI Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya skala 1:25.000 tahun
2009. Berikut pada Gambar 1 disajikan diagram alur penelitian.
Gambar 1 Diagram alur penelitian.
Peta RBI Data Dimensi
Tegakan Sengon
Deliniasi Desa Cikalong
Potensi Tegakan Sengon
Overlay
(tumpang tindih)
Peta Sebaran Potensi Hutan Rakyat Sengon
Desa Cikalong Peta sebaran
hutan rakyat
Data
Data Spasial Data Atribut
Langkah-langkah dalam pengolahan data spasial adalah sebagai berikut:
1. Deliniasi wilayah Desa Cikalong
2. Overlay (tumpang tindih)
3. Input data koordinat hutan rakyat
Data koordinat hutan rakyat di Desa Cikalong yang berasal dari titik GPS
yang diambil di lapangan selanjutnya diproses dengan menggunakan software
Garmin Mapsources dan DNR Garmin agar dapat terlihat di dalam peta Desa
Cikalong yang selanjutnya dapat menunjukkan sebaran hutan rakyat di Desa
Cikalong.
4. Input data atribut
Data atribut yang dimasukkan di dalam peta meliputi data koordinat sebaran
hutan rakyat, luas tiap dusun, luas tiap tipe penggunaan lahan, dan jenis
tanaman.
3.5.2 Analisis Deskriptif Kuantitatif
Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mendapatkan informasi
mengenai jenis tanaman yang paling dominan dan menduga potensi tegakan
sengon di Desa Cikalong. Potensi tegakan dinyatakan dalam jumlah batang dan
volume kayu tiap hektar dan secara total (Departemen Kehutanan 1999).
3.5.2.1 Pendugaan Potensi Tegakan
Pendugaan potensi tegakan hutan rakyat meliputi:
1. Volume tegakan per hektar (m3/ha)
Dbh = Kbhπ
V = 0,25 x π x Dbh x Tbc
Vtegakan/plot = V!
"
!#$
Vtegakan/ha =Vtegakan/plotL
Keterangan:
V = Volume pohon (m³)
π = Konstanta (3,14)
16
Tbc = Tinggi bebas cabang (m) Kbh = Keliling setinggi dada (m)
Vtegakan/plot = Volume tegakan dalam suatu plot ukur (m3/plot) Vi = Volume pohon ke-i (m3)
n = Banyaknya pohon
Vtegakan/ha = Volume tegakan dalam 1 ha (m³/ha) L = Luas plot ukur (0.1 ha)
2. Rata-rata volume tegakan per hektar
a) masing-masing dusun :V ha
&
' = ∑-,./)/*+,
0
b) keseluruhan (desa) : V' =ha ∑1,./)/*+,
&
Keterangan:
V/hal = Volume per hektar dusun ke-l
V/hak = Volume per hektar petani ke-k
k = Jumlah dusun
3. Jumlah tegakan per hektar (N/ha)
Jumlah pohon/plot = Ni
"
!#$
Jumlah pohon/ha =jumlah pohon/plotL
Keterangan:
Jumlah pohon/plot = Jumlah tegakan dalam suatu plot ukur (m3/plot) Ni = Pohon ke-i
n = Banyaknya pohon
Jumlah pohon/ha = Jumlah pohon dalam 1 ha (m³/ha) L = Luas plot ukur (0.1 ha)
4. Rata-rata jumlah pohon per hektar
a) masing-masing dusun : N ha
&
' = ∑-,./7/*+,
0
b) keseluruhan (desa) : N' =ha ∑1,./7/*+,
&
Keterangan:
V/hal = Volume per hektar dusun ke-l
V/hak = Volume per hektar petani ke-k
5. Rata-rata potensi tegakan (y) :
Rata-rata potensi tegakan diperoleh dengan cara membagi jumlah keseluruhan
potensi tegakan dengan jumlah keseluruhan plot ukur.
8 = ∑ 8:9#$ 9';
Keterangan: y = Potensi tegakan ke-i
n = Jumlah plot ukur
6. Dugaan rata-rata jumlah batang atau volume pohon per hektar dengan rumus:
Y = Y ± (t>/ ("?$). AS y )
Dimana t adalah nilai student-t untuk tingkat kepercayaan 95% (t = 1,96)
DEF# GHE I ($ ? IJ)
DHE# ∑I,./H,E –IL/(∑I,./ )H,E/I
7. Dugaan jumlah batang atau volume pohon areal yang diinventarisasi:
Y = L (Y ± (t>/ ("?$). AS y ))
Dimana L adalah luas hutan rakyat Desa Cikalong.
8. Samping Error (Kesalahan dalam pengambilan contoh)
SE = OP/E(IL/).QGEHF
Dimana :
S y = Ragam peubah (y) yang diukur (misal : volume tegakan)
t> ("?$)⁄ = Nilai tabel t-student, dimana untuk kepraktisan biasanya digunakan nilai ST (:?$)⁄ = 2
9. Pengelompokkan berdasarkan kelas diameter pohon
Dalam penelitian ini, data dikelompokkan menjadi lima kelas diameter.
Selang kelas diameter diperoleh dengan cara sebagai berikut mencari selisih batas
atas dan batas bawah data dibagi dengan jumlah kelas yang ingin dibuat.
Selang kelas =UV?UU
:
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas
Desa Cikalong merupakan salah satu dari 13 desa di dalam wilayah
Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat yang terletak
di bagian selatan Kabupaten Tasikmalaya. Secara geografis, Desa Cikalong
terletak diantara 108o 9’ 30” BT – 108o 12’ 0” BT dan 7o 44’ 0” LS - 7o 47’ 0” LS. Secara administrasi, Desa Cikalong berbatasan langsung dengan:
Sebelah Utara : Desa Tonjongsari
Sebelah Timur : Desa Cikancra dan Desa Kubangsari
Sebelah Selatan : Desa Mandalajaya
[image:33.595.87.511.278.675.2]Sebelah Barat : Desa Cidadab dan Sungai Ciwulan
Gambar 2 Peta batas Desa Cikalong.
Desa Cikalong memiliki luas wilayah sebesar 1.110,24 Ha yang dibagi ke
dalam sembilan dusun diantaranya Dusun Cidosong, Pangapekan, Cikaret,
lebih jelas, gambaran dan rincian luas wilayah dusun di Desa Cikalong dapat
dilihat pada Gambar 3 dan Tabel 2.
[image:34.595.102.509.128.421.2]Gambar 3 Peta Desa Cikalong.
Tabel 2 Luas wilayah dusun di Desa Cikalong
No Nama Dusun Luas (ha) Persentase (%)
1 Cisodong 231,80 20,88
2 Pangapekan 78,06 7,03
3 Cikaret 224,09 20,18
4 Cipondoh 82,16 7,40
5 Cikalong 86,33 7,78
6 Cilutung 44,05 3,97
7 Borosole 155,40 14,00
8 Sindanghurip 98,06 8,83
9 Desakolot 110,29 9,93
Jumlah (Luas Desa Cikalong) 1.110,24 100,00
Sumber: Hasil pengolahan peta RBI Kecamatan Cikalong skala 1:25.000
Berdasarkan data hasil pengolahan data spasial (Tabel 2) diketahui bahwa
Dusun Cisodong memiliki luas wilayah yang paling luas (231,80 ha atau 20,88%)
diantara dusun lainnya di Desa Cikalong, sedangkan dusun yang memiliki luas
20
4.2 Kondisi Fisik 4.2.1 Topografi
Keadaan topografi Desa Cikalong pada umumnya berupa dataran rendah
dan perbukitan. Desa Cikalong berada pada ketinggian 15 meter diatas permukaan
laut. Desa Cikalong didominasi oleh daerah-daerah yang agak curam (kelerengan
15 – 25 %) dan curam (kelerengan 25 – 45 %) sehingga mudah terjadi pergeseran
tanah dan longsor (BPS Tasikmalaya 2009).
4.2.2 Tanah
Secara umum jenis tanah yang terdapat di Desa Cikalong yaitu podsolik,
litosol, dan regosol. Jenis tanah yang paling mendominasi yaitu jenis tanah litosol
(BPS Tasikmalaya 2010). Hal ini juga didukung oleh peta jenis tanah Kabupaten
Tasikmalaya yang bersumber dari Balai Penelitian Tanah Bogor tahun 1996.
Tanah litosol merupakan tanah dangkal di atas batuan keras. Tanah ini tergolong
muda dengan bahan induk dangkal kurang dari 40 cm dan bersifat agak peka
terhadap erosi, sedangkan jenis tanah regosol bentuknya seperti tanah pasir dan
sangat peka terhadap erosi.
4.2.3 Iklim
Desa Cikalong jika ditinjau berdasarkan tipe iklim Oldemann, termasuk ke
dalam tipe iklim C2 yaitu terdapat 6 bulan basah berturut-turut dan 3 bulan kering
berturut-turut, dengan curah hujan rata-rata tahunan 2.194 mm. Curah hujan
tahunan maksimum yang terjadi sebesar 4.631 mm dan curah hujan minimumnya
sebesar 804 mm (BPS Tasikmalaya 2009).
4.3 Kondisi Sosial Ekonomi 4.3.1 Kependudukan
Jumlah penduduk Desa Cikalong berdasarkan Monografi Desa Cikalong
tahun 2008 adalah 6.573 jiwa yang terdiri dari 3.241 laki-laki (49%) dan 3.332
perempuan (51%). Jika dilihat dari jumlah kepala keluarganya, Desa Cikalong
terdiri dari 2.089 KK yang terbagi dalam 9 dusun. Dusun yang memiliki jumlah
yang memiliki jumlah kepala keluarga paling sedikit adalah Dusun Cikalong
(7,18%), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah kepala keluarga di Desa Cikalong
No. Dusun Jumlah KK Presentase (%)
1 Cilutung 350 16,75
2 Desa Kolot 215 10,29
3 Borosole 265 12,69
4 Cikalong 150 7,18
5 Pangapekan 220 10,53
6 Sindanghurip 235 11,25
7 Cisodong 180 8,62
8 Cikaret 304 14,55
9 Cipondoh 170 8,14
Jumlah 2.089 100,00
Sumber: Monografi Desa Cikalong Tahun 2008
Jumlah penduduk Desa Cikalong berdasarkan umur (Tabel 4)
dikelompokkan dalam 6 kelompok yaitu kelompok umur 0 – 3 tahun berjumlah
1068 jiwa (16,25%), kelompok umur 4 –6 tahun berjumlah 330 jiwa (5,02%),
kelompok umur 7 – 12 tahun berjumlah 713 jiwa (10,85%), kelompok umur 13 –
15 tahun berjumlah 482 jiwa (7,33%), kelompok umur 16 – 18 tahun berjumlah
555 jiwa (8,44%), dan kelompok umur 19 tahun ke atas berjumlah 3425 jiwa
(52,11%).
Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Cikalong berdasarkan kelompok umur
No Umur (tahun) Jumlah penduduk (jiwa) Persentase (%)
1 0-3 1.068 16,25
2 4-6 330 5,02
3 7-12 713 10,85
4 13-15 482 7,33
5 16-18 555 8,44
6 >19 3.425 52,11
Jumlah 6.573 100,00
Sumber: Monografi Desa Cikalong Tahun 2008
4.3.2 Mata Pencaharian
Mayoritas penduduk Desa Cikalong bermata pencaharian sebagai petani
(47,09%), sedangkan sisanya bermata pencaharian sebagai buruh tani (26,32%),
pertukangan atau buruh (9,12%), pedagang (8,27%), PNS (pegawai negeri sipil)
(6,48%), pegawai swasta (1,69%), ABRI (0,38%), dan pensiunan (0,66%)
22
4.3.3 Pendidikan
Tingkat pendidikan di Desa Cikalong dapat dilihat dari jumlah lulusan
pendidikan. Berdasarkan data monografi Desa Cikalong tahun 2008 diketahui
lulusan pendidikan umum diantaranya TK berjumlah 17 jiwa (0,26%), SD
berjumlah 210 jiwa (3,19%), SMP berjumlah 135 jiwa (2,05%), SMA berjumlah
72 jiwa (1,10%), akademi (D1-D3) berjumlah 4 jiwa (0,06%), dan sarjana (S1-S3)
berjumlah 3 jiwa (0,05%). Lulusan pendidikan khusus pondok pesantren
berjumlah 35 jiwa (0,53%) dan lulusan madrasah berjumlah 140 jiwa (2,13%).
Penduduk sisanya berjumlah 5.957 jiwa tidak bersekolah (92,76%).
4.3.4 Agama dan Budaya
Penduduk Desa Cikalong 100% memeluk Agama Islam dan
berkewarganegaraan Indonesia. Kegiatan keagamaan sering dilaksanakan di Desa
Cikalong diantaranya pengajian rutin, acara syukuran, Maulid Nabi Muhammad
SAW, Isra’ Mi’raj, dan Lomba MTQ.
Suku Sunda merupakan suku asli Desa Cikalong dan mayoritas yang
terdapat di Desa Cikalong. Suku lain yang terdapat di Desa Cikalong yaitu
diantaranya suku Jawa dan suku Betawi. Berbagai macam kegiatan kebudayaan
yang sering dilaksanakan diantaranya upacara adat perkawinan, kematian, dan
kelahiran.
Budaya gotong royong masih sangat melekat di Desa Cikalong tercermin
dari kegiatan sosial yang sering dilaksanakan diantaranya pembangunan rumah
atau masjid, perbaikan jalan, pelaksanaan acara syukuran, dan pindah rumah yang
dilakukan oleh tetangga dan sanak saudara terdekat.
4.3.5 Organisasi dan Kelembagaan
Desa Cikalong dipimpin oleh seorang kepala desa dan dibantu oleh
beberapa aparat desa yaitu sekretaris desa, kepala urusan pemerintahan, kepala
urusan kesejahteraan, kepala urusan ekonomi pembangunan, kepala urusan umum,
polisi desa, pamong tani desa, dan 9 kepunduhan (kepala dusun) yang mengepalai
Dusun atau kependuhan yang terdapat di Desa Cikalong yaitu Dusun
Cilutung, Dusun Desakolot, Dusun Sindanghurip, Dusun Borosole, Dusun
Cikalong, Dusun Pangapekan, Dusun Cikaret, Dusun Cisodong, dan Dusun
Cipondoh. Desa Cikalong terdiri dari 32 RT dengan jumlah seluruh pengurus RT
dan RW yaitu 39 orang.
Kelembagaan yang terdapat di Desa Cikalong berjumlah lima lembaga.
Lembaga Musyawarah Desa (LMD) merupakan lembaga yang berfungsi sebagai
mitra kerja pemerintah desa dengan jumlah pengurus sebanyak 17 orang.
Pelayanan masyarakat terdiri atas pelayanan umum, pelayanan kependudukan,
dan pelayanan legalisasi yang masing-masing diurus oleh seorang pengurus.
PKK/Posyandu berfungsi sebagai sarana kesehatan masyarakat yang kegiatannya
yaitu penyuluhan kesehatan ibu dan anak serta pemberian imunisasi secara
berkala. Kelompok tani sawah sebanyak 9 kelompok berdasarkan dusun yang
terdapat di Desa Cikalong.
4.3.6 Sarana dan Prasarana
Berdasarkan data monografi Desa Cikalong tahun 2008 diketahui bahwa
sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Cikalong diantaranya sarana
pendidikan, sarana transportasi. Sarana pendidikan yang terdapat di Desa
Cikalong yaitu berupa satu gedung sekolah TK, 77 gedung SDN, 18 madrasah,
tiga pondok pesantren, dan masing-masing satu gedung SMTP, SMTA, dan SD
swasta. Sarana transportasi berupa jalan dusun sepanjang 1 km, jalan desa
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Potensi Hutan Rakyat
5.1.1 Penyebaran Hutan Rakyat
Desa Cikalong memiliki potensi hutan rakyat yang cukup besar dan tersebar
di setiap dusun. Hutan rakyat merupakan lahan milik yang didalamnya ditanami
berbagai tanaman pertanian dan kehutanan, yang didominasi oleh jenis sengon
(Paraserienthes falcataria). Berdasarkan pengolahan data spasial diketahui luasan
total hutan rakyat Desa Cikalong sebesar 816,55 ha (72,42%), apabila dirinci
setiap dusun maka dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Luas hutan rakyat di setiap dusun di Desa Cikalong
No Dusun Luas hutan rakyat (ha) Persentase (%)
1 Cikaret 156,75 19,20
2 Cipondoh 59,77 7,32
3 Cikalong 69,99 8,57
4 Pangapekan 27,05 3,31
5 Cisodong 192,42 23,56
6 Desakolot 65,80 8,06
7 Borosole 132,88 16,27
8 Sindanghurip 79,23 9,70
9 Cilutung 32,66 4,00
Jumlah 816,55 100,00
Sumber: Hasil pengolahan data spasial
Berdasarkan hasil pengolahan data spasial diketahui bahwa hutan rakyat
yang paling luas berada pada Dusun Cisodong yaitu 192,42 ha (23,56%),
sedangkan hutan rakyat yang paling sempit berada pada Dusun Pangapekan, yaitu
27,05 ha (3,31%).
Gambaran penyebaran hutan rakyat Desa Cikalong dapat dilihat pada
Gambar 4. Hutan rakyat atau biasa dikenal oleh warga Desa Cikalong dengan
sebutan kebun rakyat ditandai dengan warna hijau, sedangkan warna oranye
adalah pemukiman, hitam adalah rawa, merah muda adalah semak, biru
bergaris-garis adalah sawah, dan coklat adalah tegalan. Bulatan berwarna kuning adalah
Gambar 4 Peta sebaran hutan rakyat Desa Cikalong.
26
Menurut Badan Pusat Statistik (2008), pengertian atau definisi dari kelas
penggunaan lahan adalah sebagai berikut, pemukiman merupakan lahan yang
digunakan untuk keperluan bangunan tempat tinggal. Rawa merupakan lahan
yang tergenang air secara alami. Semak merupakan lahan bukan sawah (lahan
kering) yang ditumbuhi oleh semak belukar dan belum dimanfaatkan. Sawah
merupakan lahan tergenang air yang dimanfaatkan untuk tanaman pertanian padi.
Tegalan merupakan lahan bukan sawah (lahan kering) yang biasanya ditanami
tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dengan halaman sekitar rumah serta
penggunaannya tidak berpindah-pindah. Total luasan masing-masing penggunaan
lahan pada Gambar 4 disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas penggunaan lahan berdasarkan Gambar 4.
No Penggunaan lahan Luas (ha) Persentase (%)
1 Hutan rakyat 816,55 72,42
2 Pemukiman 86,53 7,68
3 Sawah 60,51 5,37
4 Semak 157,61 13,98
5 Rawa 1,90 0,17
6 Tegalan 4,37 0,39
Jumlah 1127,48 100,00
Sumber: Hasil pengolahan data spasial
Peta sebaran hutan rakyat responden pada Gambar 4 kedepannya dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan hutan rakyat.
Lahan-lahan yang belum dimanfaatkan secara maksimal diharapkan dapat dijadikan
lahan pengembangan hutan rakyat, diantaranya semak seluas 157,61 ha dan
tegalan seluas 4,37 ha. Luas total lahan yang diharapkan dapat dikembangkan
menjadi hutan rakyat yaitu sebesar 161,98 ha. Peta kemungkinan pengembangan
Gambar 5 Peta kemungkinan pengembangan hutan rakyat responden Desa Cikalong.
28
5.1.2 Potensi Tegakan Sengon
Potensi tegakan sengon Desa Cikalong diduga rata-rata per hektar sebesar
22,81 m3/ha dengan total dugaan sebesar 18.641,84 m3, dengan nilai SE (sampling error) 3,54%. Rata-rata potensi tegakan sengon berada diantara selang 22,02
m3/ha dan 23,64 m3/ha yang mengandung arti pengambilan unit contoh benar atau mewakili tegakan. Potensi tegakan sengon di Desa Cikalong masih dibawah dari
rata-rata potensi berdasarkan penelitian BPKH XI-MFP (2009). Potensi sengon
hasil penelitian BPKH XI-MFP (2009) berkisar 26,06 – 45,75 m3/ha yang banyak ditemui pada hampir semua provinsi.
5.1.2.1 Potensi Tegakan Sengon berdasarkan Umur dan Diameter
Jika dilihat dari umurnya, lahan hutan rakyat Desa Cikalong didominasi
oleh tegakan sengon berumur 3 tahun (88 pohon/ha). Rata-rata tegakan sengon
umur 3 tahun memiliki diameter sebesar 13,35 (0.13 m3/pohon); umur 4 tahun memiliki rata-rata diameter 22,54 cm (0,42 m3/pohon); umur 5 tahun rata-rata diameter 31,61 cm (0,89 m3/pohon); umur 6 tahun rata-rata diameter 44,22 cm (2,19 m3/pohon); dan umur 7 tahun rata-rata diameternya 54,56 cm (2,33 m3/pohon) (Tabel 7).
Tabel 7 Rata-rata Dbh, Tbc dan V/pohon sengon di Desa Cikalong Umur (tahun) Dbh (cm) Tbc (m) V/pohon (m3/pohon)
V/ha (m3/ha)
N/ha (pohon/ha)
3 13.35 8.79 0.13 11.09 88
4 22.54 10.35 0.42 11.82 25
5 31.61 10.97 0.89 11.91 17
6 44.22 14.37 2.19 43.45 21
7 54.46 10.00 2.33 23.28 10
Sumber: Hasil pengolahan data primer tahun 2010
Fauziyah dan Diniyati (2004) menyatakan bahwa potensi tegakan kayu yang
dihasilkan pada setiap pola pengembangan sangat dipengaruhi oleh jumlah pohon
per satuan luas, diameter, dan tinggi tanaman. Diameter dan tinggi tanaman
dipengaruhi oleh faktor eksternal dari petani seperti kesuburan tanah dan iklim
sedangkan pola pengembangannya sangat dipengaruhi oleh faktor internal seperti
5.1.2.2 Potensi Sengon (m3/ha) berdasarkan Pola Sebaran Diameter
Potensi tegakan sengon jika ditinjau dari kelas diameternya (Tabel 8)
diketahui bahwa rata untuk kelas diameter 10 – 19 cm volume tegakan
rata-rata tertinggi terdapat di Dusun Sindanghurip (22,34 m3/ha) dan rata-rata volume per hektar terendah pada Dusun Pangapekan.
Tabel 8 Potensi tegakan sengon (m3/ha) berdasarkan kelas diameter (cm) Dusun Potensi (m3/ha) berdasarkan kelas diameter (cm)
10-19 20-29 30-39 40-49 ≥ 50
Cilutung 7.56 12.20 11.44 * *
Desakolot 16.42 17.14 17.54 75.63 *
Borosole 17.68 6.70 15.98 * *
Cikalong 9.85 15.46 28.55 29.72 *
Pangapekan 5.85 12.81 3.99 48.45 23.28
Sindanghurip 22.34 24.38 18.14 * *
Cisodong 13.84 23.66 4.97 * *
Cikaret 14.12 11.95 10.58 14.98 *
Cipondoh 8.48 2.20 * * *
Desa Cikalong 12.91 14.06 13.90 42.20 23.28
Sumber: Hasil pengolahan data primer tahun 2010 Ket: *) tidak ada pohon
Untuk kelas diameter 20 – 29 cm volume tegakan rata-rata tertinggi per
hektarnya terdapat di Dusun Sindanghurip (24,38 m3/ha). Untuk kelas diameter 30 – 39 cm potensi tertinggi ada di Dusun Cikalong (28,55 m3/ha), kelas diameter 40 – 49 cm potensi tertinggi ada di Dusun Desakolot (75,63 m3/ha), kelas diameter ≥ 50 cm memiliki volume rata-rata terbesar di Dusun Pangapekan (23,28 m3/ha).
Hasil perhitungan Tabel 7 menunjukkan Dusun Sindanghurip tercatat
sebagai dusun yang memiliki volume tegakan rata-rata tertinggi per hektar pada
dua kelas diameter, yakni kelas diameter 10 – 19 cm dan kelas diameter 20 -29
cm. Hal ini menunjukkan bahwa pada Dusun Sindanghurip, tegakan sengon
paling banyak berada pada diameter kecil dan sedang. Didukung dengan hasil
wawancara, diketahui bahwa pada Dusun Sindanghurip kebanyakan lahan
ditanami pada tahun 2007 dan 2006 yang dapat diduga rata-rata tegakan
30
Gambar 6 Kurva potensi tegakan sengon per hektar berdasarkan kelas diameter di Desa Cikalong.
Kurva potensi tegakan (Gambar 6) menerangkan bahwa potensi tegakan
sengon (volume rata-rata per hektar) relatif sama yang ditunjukkan dengan kurva
mendatar mulai pada kelas diameter (10-19) cm sampai dengan (30-39) cm,
kemudian mengalami peningkatan sampai kelas diameter (40-49) cm selanjutnya
menurun sampai dengan (50-59) cm.
Peningkatan volume pada kelas diameter (30 – 39) cm ke (40 – 49) cm
menunjukkan bahwa tegakan sengon mengalami pertambahan volume sejalan
dengan pertambahan diameter, sedangkan setelah itu mengalami penurunan yang
disebabkan oleh petani banyak melakukan penebangan pada kelas diameter (40 –
49) cm. Berdasarkan hasil wawancara petani, diperkirakan diameter (40 – 49) cm
memiliki umur 6 – 7 tahun yang merupakan umur standar penebangan. Akan
tetapi ditemukan satu pohon sengon pada lahan seorang petani yang berdiameter
77,10 cm yang diduga berumur 9 – 10 tahun. Dari penuturan petani pemilik lahan
tersebut, pemilik lahan belum membutuhkan uang sehingga pohon sengon
dibiarkan tumbuh sampai umur tersebut.
5.1.2.3 Potensi Sengon (pohon/ha) berdasarkan Pola Sebaran Diameter Jika dilihat dari jumlah pohon per hektar, secara umum Desa Cikalong
memiliki jumlah rata-rata pohon sengon per hektar sebesar 100 pohon/ha.
Suharjito (2000) mengemukakan bahwa berdasarkan hasil penelitian di
Banjarnegara hanya sekitar 20 sampai 80 pohon sengon per hektar. Beberapa
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00
10-19 20-29 30-39 40-49 ≥ 50
V o lu m e r a ta -r a ta p e r h e k ta r (m 3 /h a )
faktor telah mendorong budidaya hutan rakyat di Jawa diantaranya faktor
ekologis, ekonomis, dan budaya. Hutan rakyat di Jawa umumnya dibudidayakan
bukan menjadi pilihan utama bagi masyarakat, pilihan utama adalah tanaman yang
cepat menghasilkan.
Tabel 9 Potensi tegakan sengon (pohon/ha) berdasarkan kelas diameter (cm)
Dusun Jumlah pohon per hektar berdasarkan kelas diameter (cm)
10-19 20-29 30-39 40-49 ≥ 50
Cilutung 46 36 10 * *
Desakolot 131 38 13 30 *
Borosole 149 17 10 * *
Cikalong 79 34 25 15 *
Pangapekan 46 20 10 30 10
Sindanghurip 107 38 10 * *
Cisodong 111 43 10 * *
Cikaret 97 33 10 10 *
Cipondoh 81 10 * * *
Desa Cikalong 94 30 12 21 10
Sumber: Hasil pengolahan data primer tahun 2010 Ket: *) tidak ada pohon
Jumlah rata-rata pohon sengon per hektar dilihat berdasarkan kelas diameter
diketahui bahwa paling banyak berada pada Dusun Borosole (149 pohon/ha) yang
didominasi oleh pohon kecil yang berdiameter 10 – 19 cm. Dusun yang memiliki
ketersebaran pohon merata pada hampir di setiap kelas diameter adalah Dusun
Pangapekan. Sedangkan pada Dusun Cipondoh ketersebaran diameter paling
sedikit, kebanyakan pohon berada hanya pada kelas diameter 10 – 19 cm dan 20 –
29 cm. Hal ini dikarenakan oleh pada Dusun Cipondoh, pohon-pohon berdiameter
≥ 30 cm sudah ditebang oleh pemilik lahan.
Gambar 7 Kurva potensi tegakan sengon (pohon/ha) berdasarkan kelas diameter.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
10-19 20-29 30-39 40-49 ≥ 50
R a ta -r a ta j u m la h p o h o n p e r h e k ta r ( p o h o n /h a )
32
Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa struktur tegakan di hutan rakyat Desa
Cikalong termasuk kedalam tegakan hutan tidak seumur, berbentuk kurva J
terbalik yang menunjukkan sebaran normal dari tegakan hutan tidak seumur.
Indriyanto (2008) mengklasifikasikan tegakan hutan berdasarkan komposisi kelas
umur menjadi dua bagian yaitu tegakan hutan seumur dan tegakan hutan tidak
seumur. Tegakan seumur merupakan tegakan yang berisi pepohonan yang
berumur lebih kurang sama. Akan tetapi, mungkin komponen tegakan secara
keseluruhan berbeda umur atau dapat juga diartikan bahwa tegakan seumur
merupakan tegakan yang semua pohonnya ditanam pada tahun yang sama atau
ditanam pada waktu bersamaan. Tegakan hutan tidak seumur merupakan tegakan
yang berisi pepohonan dengan umur berbeda.
Kondisi tegakan pada saat ini seperti yang terlihat pada Gambar 7, masih
didominasi oleh pohon berdiameter kecil atau bahkan masih dalam bentuk tiang.
Perbandingan antara jumlah rata-rata batang pohon dan tiang per hektar disajikan
[image:47.595.119.500.404.612.2]pada Gambar 8.
Gambar 8 Jumlah rata-rata batang per hektar.
Berdasarkan Gambar 8, diketahui bahwa jumlah batang tiang lebih banyak
dibandingkan dengan pohon. Hal ini mengandung arti bahwa sengon di Desa
Cikalong mayoritas belum layak tebang. Banyaknya jumlah tiang dibandingkan
dengan pohon diharapkan dapat menjamin kelangsungan hutan rakyat apabila
pohon ditebang.
62
156 161
126
60
5.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat 5.2.1 Sejarah
Hutan rakyat di Desa Cikalong atau yang lebih dikenal dengan sebutan
kebun rakyat sudah sejak lama ada dan ditanami berb