• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan dan Sistem Informasi Geografis (SIG) .1 Pemetaan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Pemetaan dan Sistem Informasi Geografis (SIG) .1 Pemetaan

Departemen Kehutanan (1999) menjelaskan mengenai peta dan pemetaan, peta adalah gambaran dari permukaan bumi pada suatu bidang datar yang dibuat secara kartografis menurut proyeksi dan skala tertentu dengan menyajikan unsur-unsur alam dan buatan serta informasi lain yang diinginkan. Pemetaan adalah proses penggambaran informasi yang ada di permukaan bumi mulai dari pengambilan data secara terestris maupun penginderaan jauh, pengolahan data dengan metode dan acuan tertentu serta penyajian data berupa peta secara manual ataupun secara digital. Pemetaan bertujuan untuk membuat atau mengadakan peta

7

dasar maupun peta tematik sebagai salah satu dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian kegiatan khususnya di bidang kehutanan.

Peta dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Peta dasar adalah peta yang menyajikan data dan informasi keruangan berbagai unsur rupa bumi terdiri atas unsur alam dan unsur buatan yang dibuat secara sistematis dan berkesinambungan berdasarkan pada datum dan sistem proyeksi tertentu.

2. Peta tematik adalah peta yang menyajikan data dan informasi tema tertentu yang kerangka petanya menggunakan suatu peta dasar.

3. Peta kehutanan adalah peta yang bertemakan mengenai hutan dan kehutanan. Dalam membuat dan merancang isi peta tematik harus memperhatikan: 1. Peta dasar yang digunakan adalah peta dasar yang telah ditetapkan dan jelas

sumbernya.

2. Isi peta harus relevan agar informasi sesuai dengan tema peta yang akan dibuat.

3. Unsur pada peta dasar tidak perlu disalin atau digambar seluruhnya.

4. Pemancangan dan penentuan koordinat suatu titik kontrol di permukaan bumi dapat dilakukan dengan Global Positioning System (GPS).

2.3.2 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Aronoff (1989) yang diacu dalam Prahasta (2002) mendefinisikan Sistem Indormasi Geografis (SIG) sebagai sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting untuk dianalisis.

SIG dipergunakan untuk membentuk basis data kehutanan yang mantap sebagai bahan pengambilan keputusan kebijaksanaan yang berkaitan dengan areal atau kawasan hutan. Cara kerja SIG kurang lebih sama dengan cara kerja penimpalan (overlaying) berbagai jenis peta tematik untuk mengetahui informasi suatu wilayah. Dalam sistem ini tiap jenis atau tema data akan disimpan dalam bentuk layer atau lapisan peta secara digital sehingga untuk keperluan

pengelolaan hutan akan terdapat berbagai layer yang masing-masing memberikan informasi (Departemen Kehutanan 1999).

Data pada SIG dapat berupa data spasial dan data non spasial. Data yang dikelola yang berkaitan dengan ruang atau posisi geografis disebut data spasial. Data spasial berupa titik, garis, maupun luasan yang dalam penyimpanannya pada SIG berbasis raster dan/atau vektor. Data raster menyimpan data spasial dengan sistem grid (baris dan kolom) tersusun dalam sel-sel berbentuk bujur sangkar dengan ukuran tertentu sesuai kebutuhan. Sedangkan data vektor menyimpan data data spasial setepat mungkin dalam posisi, bentuk, ukuran, dan kontinuitasnya (Departemen Kehutanan 1999).

Menurut Jaya (2002), data spasial (peta) yang umum digunakan dibidang kehutanan antara lain, peta rencana tata ruang, peta tata guna hutan, peta rupa bumi (kontur), peta jaringan jalan, peta jaringan sungai, peta tata batas, peta batas unit pengelolaan hutan, peta batas administrasi kehutanan, peta tanah, peta iklim, peta geologi, peta vegetasi, dan peta potensi sumberdaya hutan.

Data non spasial dapat disimpan secara terpisah, apalagi jika data non spasial tersebut cukup kompleks dan memang sebaiknya dilakukan terpisah, bila diperlukan dapat digabungkan dengan fasilitas pengolahan database yang ada (Departemen Kehutanan 1999).

Puntodewo dkk (2003) menjelaskan beberapa sumber data yang dibutuhkan dalam SIG adalah sebagai berikut:

1. Peta Analog

Peta analog adalah peta dalam bentuk cetakan, pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik kartografi sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata angin, dan sebagainya. Referensi spasial dari peta analog memberikan koordinat sebenarnya di permukaan bumi pada peta digital yang dihasilkan. Beberapa contoh peta analog antara lain peta topografi dan peta tanah.

2. Data dari sistem penginderaan jauh

Data penginderaan jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting bagi SIG karena ketersediaannya secara berkala. Dengan adanya bermacam-macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing, kita

9

bisa menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Contoh data dari sistem penginderaan jauh yaitu citra satelit dan foto udara. 3. Data hasil pengukuran lapangan

Contoh data hasil pengukuran lapangan adalah data batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan, dan sebagainya yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri.

4. Data GPS

Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi.

Barus dan Wiradisastra (2000) menjelaskan empat komponen utama SIG dalam menjalankan prosesnya, yaitu sebagai berikut:

1. Data input. Komponen ini bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber serta bertanggung jawab mengkonversi atau mentransformasikan data ke dalam format yang diminta perangkat lunak, baik dari data analog maupun data digital.

2. Data manajemen. Komponen ini mengorganisasikan baik data spasial maupun non spasial (atribut) ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah untuk dilakukan pemanggilan, updating, dan editing.

3. Data manipulasi dan analisis. Komponen ini melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi sesuai dengan tujuan.

4. Data output. Komponen ini berfungsi menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data dalam bentuk (a) cetak lunak (softcopy), (b) cetak keras (hardcopy) yang bersifat permanen dan dicetak pada kertas atau bahan-bahan sejenis seperti peta, tabel dan grafik, (c) elektronik berbentuk berkas (file) yang dapat dibaca oleh computer.

Menurut Aronoff (1993) dalam Dirgantara (2008), fungsi analisis SIG dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori, sebagai berikut:

1. Fungsi pemanggilan, klasifikasi, dan pengukuran data

Dalam fungsi pemanggilan, operasi yang dapat dilakukan yaitu memilih, mencari, dan memanipulasi data tanpa mengubah identitas spasial obyek atau membuat identitas spasial baru. Sedangkan klasifikasi data dilakukan untuk

menghasilkan pengelompokkan beberapa obyek menjadi kelas baru berdasarkan kriteria tertentu. Fungsi pengukuran berkaitan dengan perhitungan titik, jarak antar obyek, panjang garis, penentuan keliling dan luas polygon, volume suatu ruang dan ukuran serta pola kelompok yang mempunyai identitas yang sama.

2. Fungsi tumpang tindih (overlay)

Operasi tumpang tindih akan menghasilkan unit baru yang berbeda dengan awalnya. Pada fungsi tumpang tindih dapat digunakan lima cara yaitu: (a) pemanfaatan fungsi logika seperti penggabungan (union), irisan (intersection), perbedaan (difference), pilihan (and dan or), dan pernyataan bersyarat (if, then, else); (b) pemanfaatn fungsi relasional seperti ukuran >, <, = dan kombinasinya; (c) pemanfaatan fungsi aritmetika seperti penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian; (d) pemanfaatan data atribut atau tabel dua atau tiga dimensi; dan (e) menyilangkan dua peta langsung (Barus dan Wiradisastra 2000).

3. Fungsi tetangga

Operasi tetangga mengevaluasi ciri-ciri lingkungan tetangga yang mengelilingi suatu lokasi spesifik. Fungsi-fungsi yang terdapat pada fungsi tetangga adalah (a) fungsi penelusuran (search), fungsi topografi (kontur, aspek/arah, dan lereng) dan polygon thiesen (Barus dan Wiradisastra 2000) dan (e) fungsi interpolasi.

4. Fungsi jaringan/keterkaitan

Operasi keterkaitan merupakan penggunaan fungsi yang mengakumulasikan nilai-nilai di daerah yang sedang dijelajahi. Fungsi-fungsi yang terdapat pada fungsi jaringan/keterkaitan adalah (a) fungsi kesinambungan (contiguity), (b) fungsi perkiraan (proximity), (c) fungsi jaringan kerja (network), (d) fungsi penyebaran (spread), (e) fungsi aliran (stream), dan (f) fungsi keterlibatan (intervisibility).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2010 – Januari 2011, berlokasi di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat.

3.2 Objek dan Alat

Objek yang diteliti adalah hutan rakyat sengon Desa Cikalong yang dimiliki oleh petani responden. Alat yang digunakan pada penelitian ini, sebagai berikut: 1. Alat yang digunakan saat pengambilan data:

a. Alat pengukur jarak (meteran)

b. Alat pengukur keliling batang pohon (meteran) c. Alat pengukur tinggi pohon (haga hypsometer)

d. Alat pengukur posisi koordinat GPS (Global Positioning System) Garmin 60 CSx

e. Alat pencatat data yaitu tally sheet dan peralatan tulis 2. Alat yang digunakan dalam pengolahan data:

a. Perangkat keras (hardware) berupa laptop

b. Perangkat lunak (software) dalam mengolah data meliputi Microsoft Office 2007, ArcGIS 9.3, Garmin MapSources, dan D N R Garmin.

3.3 Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber yang sudah ada (Hasan MI 2002). Data primer yang diambil yaitu data potensi dan sistem pengelolaan hutan rakyat Desa Cikalong (Tabel 1). Data sekunder yang diambil yaitu data kondisi umum lokasi penelitian meliputi letak, luas, kondisi fisik, dan kondisi sosial ekonomi.

Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan

Jenis data Data yang dikumpulkan Metode

Data primer Potensi hutan rakyat

1. Potensi lahan (luas dan penggunaan lahan berdasarkan peta Rupa Bumi Indonesia Kecamatan Cikalong skala 1:25.000)

Analisis spasial

2. Potensi tegakan (jenis tanaman, diameter setinggi dada (Dbh), tinggi bebas cabang (Tbc), jumlah)

Inventarisasi

Sebaran hutan rakyat

Titik koordinat pada plot ukur hutan rakyat Inventarisasi

Karakteristik petani 1. Umur Wawancara

2. Pendidikan

3. Pekerjaan (utama dan sampingan)

Sistem pengelolaan 1. Sejarah Wawancara

2. Karakteristik pelaku

3. Karakteristik lahan kepemilikan (luas lahan dan status kepemilikan)

4. Jenis tanaman Inventarisasi

5. Pola tanam Inventarisasi

6. Pola pengelolaan Wawancara

7. Kegiatan pengelolaan Pengamatan

dan wawancara 8. Permasalahan Wawancara Data sekunder Kondisi umum lokasi penelitian

Letak, luas, kondisi fisik (topografi, tanah, iklim), dan kondisi sosial ekonomi (umur, mata pencaharian, pendidikan, agama, dan budaya).

Studi pustaka

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Metode Pengambilan Contoh

Penentuan lokasi dan pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode sampel terpilih (purpossive sampling) berdasarkan kepemilikan lahan hutan rakyat Desa Cikalong, dengan mempertimbangkan aspek waktu dan biaya. Dalam menentukan nilai minimal sampel responden yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui, digunakan rumus Slovin (Sevill 1994 dalam Hasan MI 2002), sebagai berikut :

n = (1 + N e )N

Keterangan:

n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi

e = Persen kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir, dalam penelitian ini 10 %.

13

Jumlah seluruh petani di Desa Cikalong yang mempunyai lahan hutan rakyat sebanyak 1392 petani (Monografi Desa Cikalong 2008). Berdasarkan hasil perhitungan dengan Rumus Slovin didapatkan ukuran sampel responden sebesar 93 petani. Dengan tetap memperhatikan nilai kelonggaran ketelitian 10% dan mempertimbangkan pemerataan jumlah responden di setiap dusun, maka peneliti mengambil jumlah responden sebanyak 90 petani dalam satu desa (10 petani setiap dusun).

3.4.2 Metode Pengumpulan Data

3.4.2.1 Metode Pengumpulan Data Primer

Data primer dikumpulkan melalui kegiatan inventarisasi, pengamatan, dan wawancara. Pengukuran potensi hutan rakyat dilakukan melalui kegiatan inventarisasi. Inventarisasi hutan merupakan suatu tindakan untuk mengumpulkan informasi tentang potensi kayu dari suatu areal hutan (Departemen Kehutanan 1992). Plot ukur yang digunakan yaitu circular plot atau plot lingkaran dengan jari-jari 17,89 m (luas plot ukur 0,1 ha). Pengukuran dan pencatatan meliputi diameter setinggi dada (Dbh), tinggi bebas cabang (Tbc), jenis tanaman, dan luas lahan. Data karakteristik sistem pengelolaan hutan rakyat dikumpulkan melalui kegiatan pengamatan dan wawancara dengan petani pemilik lahan serta pihak-pihak terkait seperti aparat desa, aparat kecamatan, dan industri penggergajian.

3.4.2.2 Metode Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder dilakukan melalui studi pustaka, yang selanjutnya data tersebut digunakan sebagai data penunjang. Studi pustaka dilakukan di Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Kementrian Kehutanan Manggala Wanabakti, Perpustakaan Litbang Kehutanan, Perpustakaan Badan Pusat Statistik Jakarta, Perpustakaan LSI IPB, Perpustakaan Fakultas Kehutanan IPB, Perpustakaan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, dan Balai Penelitian Tanah.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

3.5.1 Analisis Deskriptif Kualitatif

Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan sebaran potensi dan sistem pengelolaan hutan rakyat di Desa Cikalong. Gambaran sebaran hutan rakyat diolah menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan dasar Peta RBI Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya skala 1:25.000 tahun 2009. Berikut pada Gambar 1 disajikan diagram alur penelitian.

Gambar 1 Diagram alur penelitian.

Peta RBI Data Dimensi

Tegakan Sengon

Deliniasi Desa Cikalong

Potensi Tegakan Sengon

Overlay

(tumpang tindih)

Peta Sebaran Potensi Hutan Rakyat Sengon

Desa Cikalong Peta sebaran

hutan rakyat

Data

Data Spasial Data Atribut

15

Langkah-langkah dalam pengolahan data spasial adalah sebagai berikut: 1. Deliniasi wilayah Desa Cikalong

2. Overlay (tumpang tindih)

3. Input data koordinat hutan rakyat

Data koordinat hutan rakyat di Desa Cikalong yang berasal dari titik GPS yang diambil di lapangan selanjutnya diproses dengan menggunakan software Garmin Mapsources dan DNR Garmin agar dapat terlihat di dalam peta Desa Cikalong yang selanjutnya dapat menunjukkan sebaran hutan rakyat di Desa Cikalong.

4. Input data atribut

Data atribut yang dimasukkan di dalam peta meliputi data koordinat sebaran hutan rakyat, luas tiap dusun, luas tiap tipe penggunaan lahan, dan jenis tanaman.

3.5.2 Analisis Deskriptif Kuantitatif

Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai jenis tanaman yang paling dominan dan menduga potensi tegakan sengon di Desa Cikalong. Potensi tegakan dinyatakan dalam jumlah batang dan volume kayu tiap hektar dan secara total (Departemen Kehutanan 1999).

3.5.2.1 Pendugaan Potensi Tegakan

Pendugaan potensi tegakan hutan rakyat meliputi: 1. Volume tegakan per hektar (m3/ha)

Dbh = Kbhπ V = 0,25 x π x Dbh x Tbc Vtegakan/plot = V! " !#$ Vtegakan/ha =Vtegakan/plotL Keterangan: V = Volume pohon (m³) π = Konstanta (3,14)

Tbc = Tinggi bebas cabang (m) Kbh = Keliling setinggi dada (m)

Vtegakan/plot = Volume tegakan dalam suatu plot ukur (m3/plot) Vi = Volume pohon ke-i (m3)

n = Banyaknya pohon

Vtegakan/ha = Volume tegakan dalam 1 ha (m³/ha) L = Luas plot ukur (0.1 ha)

2. Rata-rata volume tegakan per hektar a) masing-masing dusun :V ha& ' = -,./)/*+, 0 b) keseluruhan (desa) : V ha ' =1,./)/*+, & Keterangan:

V/hal = Volume per hektar dusun ke-l V/hak = Volume per hektar petani ke-k k = Jumlah dusun

3. Jumlah tegakan per hektar (N/ha)

Jumlah pohon/plot = Ni

" !#$

Jumlah pohon/ha =jumlah pohon/plotL

Keterangan:

Jumlah pohon/plot = Jumlah tegakan dalam suatu plot ukur (m3/plot) Ni = Pohon ke-i

n = Banyaknya pohon

Jumlah pohon/ha = Jumlah pohon dalam 1 ha (m³/ha) L = Luas plot ukur (0.1 ha)

4. Rata-rata jumlah pohon per hektar a) masing-masing dusun : N ha & ' = -,./7/*+, 0 b) keseluruhan (desa) : N ha ' =1,./7/*+, & Keterangan:

V/hal = Volume per hektar dusun ke-l V/hak = Volume per hektar petani ke-k k = Jumlah dusun

17

5. Rata-rata potensi tegakan (y) :

Rata-rata potensi tegakan diperoleh dengan cara membagi jumlah keseluruhan potensi tegakan dengan jumlah keseluruhan plot ukur.

8 = ∑ 8:9#$ 9';

Keterangan: y = Potensi tegakan ke-i n = Jumlah plot ukur

6. Dugaan rata-rata jumlah batang atau volume pohon per hektar dengan rumus:

Y = Y ± (t>/ ("?$). AS y )

Dimana t adalah nilai student-t untuk tingkat kepercayaan 95% (t = 1,96)

DEF# GHE I ($ ? IJ)

DHE# I,./H,E –(∑I,./ )H,E/I IL/

7. Dugaan jumlah batang atau volume pohon areal yang diinventarisasi:

Y = L (Y ± (t>/ ("?$). AS y ))

Dimana L adalah luas hutan rakyat Desa Cikalong.

8. Samping Error (Kesalahan dalam pengambilan contoh)

SE = OP/E(IL/).QGEHF

Dimana :

S y = Ragam peubah (y) yang diukur (misal : volume tegakan)

t> ("?$) = Nilai tabel t-student, dimana untuk kepraktisan biasanya digunakan nilai ST (:?$) = 2

9. Pengelompokkan berdasarkan kelas diameter pohon

Dalam penelitian ini, data dikelompokkan menjadi lima kelas diameter. Selang kelas diameter diperoleh dengan cara sebagai berikut mencari selisih batas atas dan batas bawah data dibagi dengan jumlah kelas yang ingin dibuat.

Selang kelas =UV?UU :

Keterangan: BA = Batas Atas n = Jumlah kelas yang ingin dibuat BB = Batas Bawah

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas

Desa Cikalong merupakan salah satu dari 13 desa di dalam wilayah Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian selatan Kabupaten Tasikmalaya. Secara geografis, Desa Cikalong terletak diantara 108o 9’ 30” BT – 108o 12’ 0” BT dan 7o 44’ 0” LS - 7o 47’ 0” LS.

Secara administrasi, Desa Cikalong berbatasan langsung dengan: Sebelah Utara : Desa Tonjongsari

Sebelah Timur : Desa Cikancra dan Desa Kubangsari Sebelah Selatan : Desa Mandalajaya

Sebelah Barat : Desa Cidadab dan Sungai Ciwulan

Gambar 2 Peta batas Desa Cikalong.

Desa Cikalong memiliki luas wilayah sebesar 1.110,24 Ha yang dibagi ke dalam sembilan dusun diantaranya Dusun Cidosong, Pangapekan, Cikaret, Cipondoh, Cikalong, Cilutung, Borosole, Sindanghurip, dan Desakolot. Untuk

19

lebih jelas, gambaran dan rincian luas wilayah dusun di Desa Cikalong dapat dilihat pada Gambar 3 dan Tabel 2.

Gambar 3 Peta Desa Cikalong. Tabel 2 Luas wilayah dusun di Desa Cikalong

No Nama Dusun Luas (ha) Persentase (%)

1 Cisodong 231,80 20,88 2 Pangapekan 78,06 7,03 3 Cikaret 224,09 20,18 4 Cipondoh 82,16 7,40 5 Cikalong 86,33 7,78 6 Cilutung 44,05 3,97 7 Borosole 155,40 14,00 8 Sindanghurip 98,06 8,83 9 Desakolot 110,29 9,93

Jumlah (Luas Desa Cikalong) 1.110,24 100,00

Sumber: Hasil pengolahan peta RBI Kecamatan Cikalong skala 1:25.000

Berdasarkan data hasil pengolahan data spasial (Tabel 2) diketahui bahwa Dusun Cisodong memiliki luas wilayah yang paling luas (231,80 ha atau 20,88%) diantara dusun lainnya di Desa Cikalong, sedangkan dusun yang memiliki luas wilayah yang paling sempit yaitu Dusun Cilutung (44,05 ha atau 3,97%).

4.2 Kondisi Fisik

Dokumen terkait