• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2.3 Karakteristik Lahan

5.2.3.1 Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan hutan rakyat di Desa Cikalong 100% berada dalam status hak milik pribadi yang didapat secara turun menurun. Kepemilikan lahan pada umumnya menentukan status sosial ekonomi pemilik lahan di masyarakat. Semakin luas lahan maka akan semakin tinggi statusnya di masyarakat.

36

5.2.3.2 Luas Lahan

Luas lahan kepemilikan hutan rakyat di Desa Cikalong rata-rata 0,38 ha dengan rata-rata luas lahan kepemilikan paling tinggi berada di Dusun Sindanghurip yaitu 0,71 ha sedangkan rata-rata luas lahan kepemilikan paling rendah berada di Dusun Cipondoh. Secara lebih rinci luas rata-rata kepemilikan lahan pada setiap dusun dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Rata-rata luas lahan kepemilikan hutan rakyat di Desa Cikalong

No Dusun Rata-rata kepemilikan lahan tiap petani (ha)

1 Cilutung 0.42 2 Desakolot 0.44 3 Borosole 0.35 4 Cikalong 0.32 5 Pangapekan 0.24 6 Sindanghurip 0.71 7 Cisodong 0.28 8 Cikaret 0.33 9 Cipondoh 0.29 Jumlah 0.38

Sumber: Hasil pengolahan data primer (2010)

Adapun total luas lahan hutan rakyat sengon yang berhasil diinventarisasi pada penelitian ini adalah seluas 33,75 ha dari luas hutan rakyat 542,5 ha. Berikut pada Tabel 14 dirinci luas lahan yang telah diinventarisasi pada setiap dusun. Tabel 14 Luas lahan hutan rakyat sengon yang telah diinventarisasi

No Dusun Jumlah (ha)

1 Cilutung 4.24 2 Desakolot 4.35 3 Borosole 3.46 4 Cikalong 3.15 5 Pangapekan 2.44 6 Sindanghurip 7.07 7 Cisodong 2.82 8 Cikaret 3.34 9 Cipondoh 2.88 Jumlah 33.75

Sumber: Hasil pengolahan data primer (2010)

Berdasarkan hasil inventarisasi, luas lahan hutan rakyat Desa Cikalong yang didalamnya terdapat sengon seluas 33,75 ha dari luas kebun 542,5 ha, dengan IS (Intensitas Sampling ) 6%.

5.2.3.3 Batas Kepemilikan Lahan

Batas kepemilikan dapat diketahui di lapangan, yaitu dengan melihat batas yang telah ada di lapangan berupa pagar. Berdasarkan bahan yang digunakan sebagai pembatas, batas kepemilikan di Desa Cikalong dibedakan menjadi empat jenis pagar yaitu pagar bambu, pagar kawat, pagar beton, dan pagar tanaman.

Gambar 9 Bentuk batas kepemilikan lahan hutan rakyat. Ket: (A) Pagar bambu; (B) Pagar kawat; (C) Pagar beton; (D) Pagar tanaman.

Pagar tanaman paling sering dijumpai pada keseluruhan daerah penelitian dikarenakan ongkosnya yang murah. Tanaman yang sering dijadikan sebagai pagar pembatas antara kebun pemilik satu dengan kebun pemilik lainnya adalah kaliandra (Caliandra callothyrsus). Pagar bambu dan pagar kawat sering ditemukan pada kebun yang berdekatan dengan sawah. Hal ini diyakini bertujuan untuk menjaga tanaman yang ada di dalam kebun dari hewan pemamah biak seperti kerbau dan kambing. Sedangkan pagar beton ditemukan pada kebun yang berada di daerah pemukiman. Hal ini juga berkaitan dengan status sosial pemilik kebun itu sendiri. Pagar dari beton ini ditemukan pada kebun dengan pemilik yang berpenghasilan menengah ke atas.

A B

38

5.2.3.4 Jenis Tanaman

Jenis tanaman yang terdapat di hutan rakyat beranekaragam terdiri dari jenis tanaman kehutanan, tanaman pertanian, dan tanaman perkebunan. Jenis tanaman kehutanan yang banyak dikembangkan di Desa Cikalong yaitu jenis kayu-kayuan dan pohon-pohon MPTs (multiple purpose tree species). Pohon-pohon MPTs atau pohon serbaguna adalah jenis pohon yang memiliki beragam kegunaan selain dapat dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan, kayu bakar, dan lain-lainnya, pohon ini memiliki manfaat lain sebagai makanan (buah, biji, daun, atau kulitnya), pakan ternak bahkan dapat dijadikan obat-obatan.

Penanaman campuran antara tanaman tanaman kehutanan dengan tanaman jenis lainnya yang berumur pendek dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup petani sambil menunggu dan memelihara tanaman berkayu yang umumnya dipanen setelah 5-6 tahun. Jenis tanaman pertanian yang berada pada hutan rakyat Desa Cikalong dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Jenis tanaman pertanian penyusun hutan rakyat Desa Cikalong

No Nama Jenis Nama ilmiah

1 Kelapa Cocos nucifera

2 Pisang Musa paradisica

3 Pepaya Carica papaya

4 Salak Salacca zalacca

5 Jambu Eugenia aquea

6 Sawo Zapota sp

7 Mangga Mangifera indica

8 Cengkeh Syzygium aromaticum

Sumber: Data primer (2010)

5.2.3.5 Pola Tanam

Hutan rakyat Desa Cikalong termasuk ke dalam tegakan hutan buatan atau tanaman. Hutan buatan atau hutan tanaman pada umumnya merupakan tegakan murni, monokultur serta terdiri atas satu jenis pohon utama dan berumur sama karena ditanam pada waktu yang bersamaan (Kadri dkk 1992 dalam Indriyanto 2008). Akan tetapi, hutan tanaman dapat juga dibangun dalam bentuk hutan campuran, mengingat berbagai pertimbangan bahwa jika suatu areal hutan ditinjau dari berbagai segi baik segi ekologi maupun segi ekonomi tidak menguntungkan untuk dibangun hutan murni, maka hutan campuran menjadi alternatif pilihannya (Indriyanto 2008).

Pola tanam hutan rakyat yang terdapat di Desa Cikalong dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu monokultur dan agroforestri. Pola monokultur hanya menanam satu jenis pohon dalam suatu hamparan lahan sedangkan pola agroforestry (campuran) dilakukan dengan mengkombinasikan antara tanaman kehutanan (jangka panjang) dengan tanaman pertanian (jangka pendek) dalam suatu hamparan lahan.

Petani hutan rakyat sebagian besar menerapkan pola tanam agroforestry, sisanya menerapkan pola tanam monokultur jenis sengon. Pola tanam agroforestry yang terdapat di Desa Cikalong mengkombinasikan tanaman kehutanan jenis sengon dengan tanaman pertanian seperti jenis singkong, pisang, pepaya, nanas, dan kelapa.

Gambar 10 Presentase petani hutan rakyat Desa Cikalong berdasarkan pola tanam.

Jenis tanaman sengon dipilih karena jenis ini mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, mudah dalam pemasaran, dan cepat tumbuh sehingga waktu penebangan tidak terlalu lama, sedangkan tanaman pertanian yang paling banyak dipilih antara lain singkong, pisang, dan kelapa karena jenis tersebut mudah tumbuh pada kondisi tanah yang kering, tidak terlalu banyak menuntut perawatan, dan mudah dalam pemasarannya.

Menurut Awang (2001), pola monokultur memiliki beberapa kekurangan, yaitu diantaranya tegakan rentan terhadap gangguan hama dan penyakit, fungsi perlindungan terhadap lingkungan berkurang, dan tidak dapat memaksimumkan produktivitas kawasan hutan karena sistem pengelolaan seragam.

Bila dibandingkan antara pola monokultur dan pola agroforestri, jelas bahwa pola agroforestri memiliki keuntungan lebih dibanding dengan pola

monokultur 8,99%

agroforestri 91,11%

40

monokultur. Beberapa keuntungannya yaitu tegakan lebih tahan terhadap gangguan hama dan penyakit, dapat menikmati hasil lahan dalam waktu dekat yang diperoleh dengan memanen jenis tanaman pertanian atau perkebunan dimana buahnya dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga tidak perlu hanya menunggu kayu siap panen.

Gambar 11 Gambaran Pola tanam di Desa Cikalong. Ket: (A) Pola monokultur; (B) Pola agroforestri.

Dokumen terkait