• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Penyembuhan Luka dari Ekstrak Etanol Daun Tekelan (Chromolaena odorata (L.) R.M.King.) yang Diformulasi dalam Sediaan Gel pada Mencit Diabetes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aktivitas Penyembuhan Luka dari Ekstrak Etanol Daun Tekelan (Chromolaena odorata (L.) R.M.King.) yang Diformulasi dalam Sediaan Gel pada Mencit Diabetes"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA DARI EKSTRAK

ETANOL DAUN TEKELAN (

Chromolaena odorata

(L.)

R.M.King.) YANG DIFORMULASI DALAM SEDIAAN GEL

PADA MENCIT DIABETES

SKRIPSI

OLEH: Nurhalimah NIM 091501035

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA DARI EKSTRAK

ETANOL DAUN TEKELAN (

Chromolaena odorata

(L.)

R.M.King.) YANG DIFORMULASI DALAM SEDIAAN GEL

PADA MENCIT DIABETES

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh: NURHALIMAH

NIM 091501035

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA DARI EKSTRAK

ETANOL DAUN TEKELAN (

Chromolaena odorata

(L.)

R.M.King.) YANG DIFORMULASI DALAM SEDIAAN GEL

PADA MENCIT DIABETES

OLEH: NURHALIMAH

NIM 091501035

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 7 Februari 2014

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Marianne, S.Si., M.Si., Apt. Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. NIP 198005202005012006 NIP 130953857

Pembimbing II, Marianne, S.Si., M.Si., Apt. NIP 198005202005012006

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt. NIP 195306251986012001 NIP 194909101980031002

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. NIP 197802152008122001

Medan, Mei 2014 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Aktivitas Penyembuhan Luka dari Ekstrak Etanol Daun Tekelan

(Chromolaena odorata (L.) R.M.King.) yang Diformulasi dalam Sediaan Gel pada Mencit Diabetes. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., dan Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., selaku ketua penguji juga kepada Bapak Drs. Rsmadin Mukhtar, M.S., Apt., dan Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan I banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

(5)

semangat dan dukungan yang tak ternilai. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat dan teman-teman mahasiswa/i Farmasi yang selalu mendoakan dan memberi semangat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Allah membalas segala budi baik dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Mei 2014 Penulis,

(6)

Aktivitas Penyembuhan Luka dari Ekstrak Etanol Daun Tekelan (Chromolaena odorata (L.) R.M.King.) yang Diformulasi Dalam Sediaan Gel

Pada Mencit Diabetes Abstrak

Luka merupakan suatu gangguan normal lepasnya integritas epitel kulit diikuti oleh gangguan struktur dari anatomi dan fungsinya. Pada penderita diabetes proses penyembuhan luka terjadi sangat lambat sehingga dibutuhkan obat yang mempercepat penyembuhan luka. Tekelan (Chromolaena odorata (L.) R.M.King.) merupakan salah satu tumbuhan yang termasuk famili Asteraceae yang mana ekstrak daun tekelan telah diteliti dapat menyembuhkan luka. Kandungan kimia dari ekstrak daun tekelan seperti tanin, fenol, flavonoid, saponin dan steroid diduga membantu mempercepat penyembuhan luka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sediaan gel dari ekstrak etanol daun tekelan (EEDT) dan untuk menguji aktivitas penyembuhan luka pada mencit yang diinduksi diabetes.

EEDT dibuat dengan metode maserasi. EEDT diformulasi menjadi gel dengan berbagai konsentrasi, menggunakan Na-alginat, gliserin, metil paraben, propil paraben dan akuades. Selanjutnya sediaan gel yang dibuat diuji meliputi, pemeriksaan organoleptis (warna, bau dan konsistensi), homogenitas dan pH, dalam penyimpanan selama 90 hari. Uji aktivitas penyembuhan luka sediaan gel EEDT terhadap luka dilakukan terhadap mencit jantan, yang sebelumnya telah diinduksi diabetes dengan menyuntikkan aloksan secara intravena dan mencit yang diabetes dilukai bagian punggungnya berbentuk lingkaran dengan diameter ± 1 cm. Hewan uji yang digunakan 21 ekor dan dibagi menjadi 7 kelompok, yaitu kelompok hewan uji kontrol (basis gel), pemberian sediaan gel dengan EEDT dengan konsentrasi 2,5, 5, 10, 15, 20%, dan Bioplacenton® (Pembanding). Pengamatan dilakukan setiap hari secara visual dengan mengukur diameter luka, hari kesembuhan, dan menghitung persentase pengurangan diameter luka. Kemudian dilakukan analisis statistik dengan uji ANOVA menggunakan

Statistical Program Service Solution (SPSS).

Hasil evaluasi sediaan gel menunjukkan bahwa sediaan gel dari EEDT tetap stabil selama 90 hari penyimpanan, baik terhadap pemeriksaan organoleptis maupun homogenitas dengan nilai pH 6,0 - 6,4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sediaan gel EEDT mempunyai efek penyembuhan luka pada mencit diabetes. Hasil statistik menunjukkan kelompok hewan uji dengan pemberian sediaan gel EEDT pada konsentrasi 2,5, 5, 10, 15, dan 20% berturut-turut sembuh (diameter sama dengan 0) setelah pemberiaan gel selama 16 hari, 15 hari, 14 hari, 18 hari, dan 17 hari, dan berbeda signifikan terhadap kelompok hewan uji dengan pemberian sediaan gel tanpa EEDT yaitu 21 hari (p < 0,05). Penyembuhan tercepat terjadi pada kelompok hewan uji dengan pemberian gel EEDT konsentrasi 10%, tetapi masih lebih lama dibandingkan dengan Bioplacenton®. Dapat disimpulkan bahwa, gel EEDT konsentrasi 2,5, 5, 10, 15, dan 20% mempunyai aktivitas penyembuhan luka pada mencit yang diabetes dan penyembuhan tercepat terjadi pada kelompok hewan uji dengan pemberian gel EEDT konsentrasi 10%.

(7)

Wound Healing Activity of Ethanol Extract of Tekelan (Chromolaena odorata (L.) R.M.King.) Leaves Formulated in Gel on Diabetic Mice

Abstract

Wound is a normal irritation of which dismisses the epithelial disorders of skin followed by structural irritation from the anatomy and its functions. The process of wound healing accours slowly on diabetes patients so that it needs accelerating the wound healing. Tekelan (Chromolaena odorata (L.) R.M.King.) is one kind of plants which is cathagorize from family Asteraceae therefore it has been research can heal the wound. The chemical contents in which is in the extract of daun tekelan such as tannins, phenols, flavonoids, saponins and steroids predicted to accelerating the wound healing. The opurpose of the research is to produce gel preparation of ethanol extract of tekelan leaves (EEDT) and to examine the activity of wound healing on mice inducted by diabetes.

EEDT is prepared by maceration method. It is formulated to be gel with various concentrations using Na-alginate, glyceryin, methyl paraben, propyl paraben, and aquades. Then, the evaluated gel involves checking the organoleptic (colour, smell adnd consistence), homogenity, and pH keeping during 90 days. Verifying the activity of wound healing by using the EEDT will be applied to male mice, that will have been inducted diabetes by injecting aloksan intravenously and also diabetic mice will have been wounded on its like square with ±1 cm diameter. The examined animal use to the research is about 21 and devided into 7 groups. They are control (base gel), EEDT gel with concentration 2.5, 5, 10, 15, 20%, and Bioplacenton® (comparitor). Observations were conductedby measuring the wound diameter, healing day, and counting diameter percentage. Then, it will be analysed the statistic into ANOVA using Statistical Program Service Solution (SPSS).

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 6

2.1.2 Nama Daerah ... 6

2.1.3 Nama Lain ... 6

2.1.4 Morfologi Tumbuhan ... 7

(9)

2.2 Ekstraksi ... 8

2.3 Diabetes Melitus ... 10

2.4 Gel ... 11

2.5 Natrium Alginat ... 12

2.6 Kulit ... 12

2.6.1 Epidermis ... 12

2.6.2 Dermis ... 13

2.6.3 Subkutis ... 14

2.5.4 Vaskularisasi Kulit ... 14

2.6.5 Fisiologi Kulit ... 15

2.7 Luka ... 15

2.8 Pengaruh Senyawa Kimia Tumbuhan Terhadap Penyembuhan Luka ... 17

2.8.1 Alkaloid ... 17

2.8.2 Flavonoid ... 17

2.8.3 Tanin ... 18

2.8.4 Saponin ... 18

2.8.5 Terpenoid ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Alat dan Bahan ... 19

3.1.1 Alat-alat ... 19

3.1.2 Bahan-bahan ... 19

3.2 Hewan Percobaan ... 20

(10)

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ... 20

3.3.3 Pembuatan Simplisia ... 20

3.4 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 21

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 21

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 21

3.4.3 Penentuan Kadar Air ... 21

3.4.4 Penentuan Kadar Sari Larut dalam Air ... 22

3.4.5 Penentuan Kadar Sari Larut dalam Etanol ... 22

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 23

3.4.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam ... 23

3.5 Skrining Fitokimia ... 23

3.5.1 Pemeriksaan Alkaloid ... 23

3.5.2 Pemeriksaan Flavonoid ... 24

3.5.3 Pemeriksaan Tanin ... 25

3.5.4 Pemeriksaan Glikosida ... 25

3.5.5 Pemeriksaan Saponin ... 25

3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ... 25

3.6 Pembuatan Ekstrak ... 26

3.7 Pembuatan Sediaan Gel ... 26

3.8 Evaluasi Sediaan ... 27

3.8.1 Pemeriksaan Organoleptis ... 27

3.8.2 Uji Homogenitas ... 28

2.8.3 Pemeriksaan pH ... 28

(11)

3.10 Analisis Statistik ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 31

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 31

4.2.1 Hasil Makroskopik simplisia Daun Tekelan ... 31

4.2.2 Hasil Mikroskopik Simplisia Daun Tekelan ... 31

4.2.3 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Daun Tekelan .... 31

4.3 Hasil Skrining Fitokimia ... 32

4.4 Hasil Ekstraksi Serbuk Daun Tekelan ... 33

4.5 Hasil Evaluasi Sediaan ... 33

4.5.1 Hasil Pemeriksaan Organoleptis ... 33

4.5.2 Hasil Pengamatan Homogenitas Sediaan ... 34

4.5.3 Hasil Penentuan pH Sediaan ... 34

4.6 Pengujian Sediaan Gel Terhadap Penyembuhan Luka ... 35

4.6.1 Diameter Luka ... 37

4.6.2 Persentase Pengurangan Diameter Luka ... 38

4.6.3 Hari Kesembuhan ... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dan esktrak daun tekelan ... 32 Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia serbuk simplisia dan

ekstrak etanol daun tekelan ... 32 Tabel 4.3 Data pemeriksaan organoleptis sediaan gel ekstrak etanol

daun tekelan ... 33 Tabel 4.4 Data pengamatan homogenitas sediaan ... 34 Tabel 4.5 Data pengukuran pH ... 35 Tabel 4.6 Data kadar glukosa darah rata-rata sebelum dan sesudah

diinduksi aloksan ... 36 Tabel 4.7 Data hasil perubahan diameter luka pada masing-masing

kelompok ... 38 Tabel 4.8 Data hasil persentase pengurangan diameter luka pada

masing-masing kelompok ... 41 Tabel 4.9 Data hasil hari kesembuhan dari masing-masing mencit dari

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian ... 5 Gambar 4.1 Grafik rata-rata persentase pengurangan diameter luka

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 50

Lampiran 2 Gambar Tumbuhan Tekelan ... 52

Lampiran 3 Gambar Simplisia Daun Tekelan ... 53

Lampiran 4 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Daun Tekelan ... 54

Lampiran 5 Perhitungan Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia .. 55

Lampiran 6 Perhitungan Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Ekstrak .. ... 60

Lampiran 7 Bagan Pembuatan Ekstrak ... 65

Lampiran 8 Bagan Alur Penelitian ... 66

Lampiran 9 Gambar Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Tekelan (Chromolaena odorata) ... 67

Lampiran 10 Gambar Homogenitas Sediaan ... 68

Lampiran 11 Data Pengukuran pH ... 69

Lampiran 12 Gambar perubahan diameter luka pada hari ke-0 ... 70

Lampiran 13 Gambar perubahan diameter luka pada hari ke-3 ... 71

Lampiran 14 Gambar perubahan diameter luka pada hari ke-6 ... 72

Lampiran 15 Gambar perubahan diameter luka pada hari ke-9 ... 73

Lampiran 16 Gambar perubahan diameter luka pada hari ke-12 ... 74

Lampiran 17 Gambar perubahan diameter luka pada hari ke-15 ... 75

Lampiran 18 Hasil Statistik Persentase Pengurangan Diameter Luka ... 76

(15)

Aktivitas Penyembuhan Luka dari Ekstrak Etanol Daun Tekelan (Chromolaena odorata (L.) R.M.King.) yang Diformulasi Dalam Sediaan Gel

Pada Mencit Diabetes Abstrak

Luka merupakan suatu gangguan normal lepasnya integritas epitel kulit diikuti oleh gangguan struktur dari anatomi dan fungsinya. Pada penderita diabetes proses penyembuhan luka terjadi sangat lambat sehingga dibutuhkan obat yang mempercepat penyembuhan luka. Tekelan (Chromolaena odorata (L.) R.M.King.) merupakan salah satu tumbuhan yang termasuk famili Asteraceae yang mana ekstrak daun tekelan telah diteliti dapat menyembuhkan luka. Kandungan kimia dari ekstrak daun tekelan seperti tanin, fenol, flavonoid, saponin dan steroid diduga membantu mempercepat penyembuhan luka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sediaan gel dari ekstrak etanol daun tekelan (EEDT) dan untuk menguji aktivitas penyembuhan luka pada mencit yang diinduksi diabetes.

EEDT dibuat dengan metode maserasi. EEDT diformulasi menjadi gel dengan berbagai konsentrasi, menggunakan Na-alginat, gliserin, metil paraben, propil paraben dan akuades. Selanjutnya sediaan gel yang dibuat diuji meliputi, pemeriksaan organoleptis (warna, bau dan konsistensi), homogenitas dan pH, dalam penyimpanan selama 90 hari. Uji aktivitas penyembuhan luka sediaan gel EEDT terhadap luka dilakukan terhadap mencit jantan, yang sebelumnya telah diinduksi diabetes dengan menyuntikkan aloksan secara intravena dan mencit yang diabetes dilukai bagian punggungnya berbentuk lingkaran dengan diameter ± 1 cm. Hewan uji yang digunakan 21 ekor dan dibagi menjadi 7 kelompok, yaitu kelompok hewan uji kontrol (basis gel), pemberian sediaan gel dengan EEDT dengan konsentrasi 2,5, 5, 10, 15, 20%, dan Bioplacenton® (Pembanding). Pengamatan dilakukan setiap hari secara visual dengan mengukur diameter luka, hari kesembuhan, dan menghitung persentase pengurangan diameter luka. Kemudian dilakukan analisis statistik dengan uji ANOVA menggunakan

Statistical Program Service Solution (SPSS).

Hasil evaluasi sediaan gel menunjukkan bahwa sediaan gel dari EEDT tetap stabil selama 90 hari penyimpanan, baik terhadap pemeriksaan organoleptis maupun homogenitas dengan nilai pH 6,0 - 6,4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sediaan gel EEDT mempunyai efek penyembuhan luka pada mencit diabetes. Hasil statistik menunjukkan kelompok hewan uji dengan pemberian sediaan gel EEDT pada konsentrasi 2,5, 5, 10, 15, dan 20% berturut-turut sembuh (diameter sama dengan 0) setelah pemberiaan gel selama 16 hari, 15 hari, 14 hari, 18 hari, dan 17 hari, dan berbeda signifikan terhadap kelompok hewan uji dengan pemberian sediaan gel tanpa EEDT yaitu 21 hari (p < 0,05). Penyembuhan tercepat terjadi pada kelompok hewan uji dengan pemberian gel EEDT konsentrasi 10%, tetapi masih lebih lama dibandingkan dengan Bioplacenton®. Dapat disimpulkan bahwa, gel EEDT konsentrasi 2,5, 5, 10, 15, dan 20% mempunyai aktivitas penyembuhan luka pada mencit yang diabetes dan penyembuhan tercepat terjadi pada kelompok hewan uji dengan pemberian gel EEDT konsentrasi 10%.

(16)

Wound Healing Activity of Ethanol Extract of Tekelan (Chromolaena odorata (L.) R.M.King.) Leaves Formulated in Gel on Diabetic Mice

Abstract

Wound is a normal irritation of which dismisses the epithelial disorders of skin followed by structural irritation from the anatomy and its functions. The process of wound healing accours slowly on diabetes patients so that it needs accelerating the wound healing. Tekelan (Chromolaena odorata (L.) R.M.King.) is one kind of plants which is cathagorize from family Asteraceae therefore it has been research can heal the wound. The chemical contents in which is in the extract of daun tekelan such as tannins, phenols, flavonoids, saponins and steroids predicted to accelerating the wound healing. The opurpose of the research is to produce gel preparation of ethanol extract of tekelan leaves (EEDT) and to examine the activity of wound healing on mice inducted by diabetes.

EEDT is prepared by maceration method. It is formulated to be gel with various concentrations using Na-alginate, glyceryin, methyl paraben, propyl paraben, and aquades. Then, the evaluated gel involves checking the organoleptic (colour, smell adnd consistence), homogenity, and pH keeping during 90 days. Verifying the activity of wound healing by using the EEDT will be applied to male mice, that will have been inducted diabetes by injecting aloksan intravenously and also diabetic mice will have been wounded on its like square with ±1 cm diameter. The examined animal use to the research is about 21 and devided into 7 groups. They are control (base gel), EEDT gel with concentration 2.5, 5, 10, 15, 20%, and Bioplacenton® (comparitor). Observations were conductedby measuring the wound diameter, healing day, and counting diameter percentage. Then, it will be analysed the statistic into ANOVA using Statistical Program Service Solution (SPSS).

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Luka merupakan suatu gangguan normal lepasnya integritas epitel kulit diikuti oleh gangguan struktur dari anatomi dan fungsinya. Proses perbaikan jaringan dapat diurutkan ke dalam tiga fase yakni hemostasis/inflamasi, proliferasi dan remodeling. Tujuan dari kesembuhan luka adalah penutupan luka dengan cepat dan secara estetik tidak meningggalkan bekas luka (Yuliani, 2012).

Pada penderita diabetes proses penyembuhan luka terjadi sangat lambat. Luka sedikit saja harus mendapat perhatian besar. Penyembuhan luka yang terhambat akan terbentuk luka ulkus terutama pada bagian ekstemitas atau disebut gangren (Winarsih, dkk., 2009). Gangren merupakan suatu bentuk dari kematian jaringan pada penderita diabetes melitus oleh karena berkurangnya atau terhentinya aliran darah ke jaringan tersebut. Sehingga kejadian amputasi dan angka kematian pada gangren sangat tinggi (Aulia, 2008).

(18)

Di Vietnam, perasan daun segar atau air rebusan digunakan untuk pengobatan gigitan lintah, kesembuhan jaringan luka, luka bakar, infeksi kulit, dento-alveolitis. Efek lainnya dari ekstrak dari daun tekelan dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Neisseria gonorrhoea). Eupolin ointment (topical agent) dari ektrak daun tekelan dapat menstimulasi pembentukan jaringan granulasi dan reepithelialisasi luka yang telah diamati secara klinik dan histologis. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat di Pulau Timor, perasan daun tekelan dapat digunakan untuk obat luka baru (Yuliani, 2012).

Di daerah Aceh penduduk menggunakan daun tekelan sebagai obat pada luka gangren. Penduduk setempat berpendapat daun tekelan dapat menyembuhkan luka gangren. Karena daun tekelan memiliki efek antioksidan, dapat menghentikan pendarahan dan mengurangi peradangan, menghambat pertumbuhan bakteri, menstimulasi pembentukan jaringan dan reepithelialisasi luka sehingga cocok untuk penyembuhan luka gangren (Mun’im, dkk., 2010; Barku, dkk., 2013).

(19)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. apakah ekstrak etanol daun tekelan (Chromolaena odorata (L.) R.M.King.) dapat diformulasi dalam bentuk sediaan gel?

b. apakah sediaan gel ekstrak etanol daun tekelan mempunyai efek penyembuhan luka pada mencit yang diinduksi diabetes?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. ekstrak etanol daun tekelan dapat diformulasi dalam bentuk sediaan gel. b. sediaan gel ekstrak etanol daun tekelan mempunyai efek penyembuhan luka

pada mencit yang diinduksi diabetes.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. untuk membuat sediaan gel dari ekstrak etanol daun tekelan.

b. untuk menguji aktivitas penyembuhan luka pada mencit yang diinduksi diabetes dari sediaan gel ekstrak etanol daun tekelan.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

(20)

b. dapat dikembangkan menjadi fitofarmaka sehingga penderita diabetes dapat menggunakan sediaan gel ekstrak etanol daun tekelan untuk penyembuhan luka.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

(21)

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Simplisia daun 4. Kadar sari larut

dalam air 5. Kadar sari larut

dalam etanol 6. Kadar abu total 7. Kadar abu tidak

larut asam

Sediaan gel tanpa ekstrak etanol daun tekelan etanol daun tekelan

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan tekelan adalah sebagai berikut (Anonim1, 2012): Kingdom : Plantae

Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Ordo : Asterales

Famili :

Genus :

Spesies : Chromolaena odorata (L.) King & H. E. Robins. 2.1.2 Nama Daerah

Di Indonesia Chromolaena odorata (L.) R.M.King. lebih dikenal dengan nama tekelan atau kirinyuh. Belum banyak diketahui nama daerah dari

Chromolaena odorata (L.) R.M.King. 2.1.3 Nama Lain

(23)

2.1.4 Morfologi Tumbuhan

Tekelan merupakan tumbuhan obat yang daunnya mempunyai khasiat sebagai peluruh air seni. Tumbuhan tersebut merupakan jenis eksotik yang berasal dari Meksiko. Jenis ini merupakan semak dengan warna batang ungu dan beruas-ruas, tinggi dapat mencapai tiga meter, daun tunggal berhadapan, berbentuk lanset dengan tepi daun bergerigi, warna daun hijau keunguan bunga berwarna putih berbentuk tandan, bijinya berwarna hitam dan sangat ringan. Jenis ini mempunyai kemampuan beradaptasi yang baik terhadap kondisi lingkungannya karena tidak memerlukan syarat kesuburan tanah yang tinggi. Penyebarannya dengan bantuan angin karena bijinya ringan dan banyak. Jenis ini sering mendesak tumbuhan lainnya karena pertumbuhannya sangat cepat (Abdiyani, 2008).

2.1.5 Khasiat Tumbuhan

Tekelan merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili Asteraceae. Daunnya mengandung beberapa senyawa utama seperti tanin, fenol, flavonoid,

saponin dan steroid. Minyak essensial dari daun tekelan memiliki kandungan α

-pinen, cadinen, kampora, limonen, β-karyopilen dan candinol isomer (Yenti, dkk.,

2011).

(24)

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1984).

Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).

Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan antara lain yaitu:

a. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi

(25)

pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh perkolat.

b. Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperature titik didihnya dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.

4. Infudasi

Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.

5. Dekoktasi

(26)

2.3 Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah suatu sindroma kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat ketidakcukupan sekresi insulin atau retensi insulin pada jaringan yang dituju (ISFI, 2008).

Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke sel-sel otot, jaringan adiposa atau hepar dan metabolismenya juga tergangggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes melitus semua proses terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke sel hingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak (Suherman, 2007).

(27)

senyawa diabetogenik lainnya secara luas telah digunakan untuk membuat model hewan diabetes, karena kemampuan senyawa aloksan secara spesifik membuat kerusakan pada sel beta pankreas yang menyebabkan produksi insulin berkurang sehingga menimbulkan diabetes tipe 1 (Suarsana, dkk., 2010).

Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural adalah derivat pirimidin sederhana. Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang percobaan. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang percobaan. Tikus hiperglikemik dapat dihasilkan dengan menginjeksikan 120-150 mg/kgBB. Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal, atau subkutan pada binatang percobaan (Anindhita, 2009).

2.4 Gel

Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan seacara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Depkes RI, 1995).

Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik daripada krim. Gel juga baik dipakai pada lesi di kulit yang berambut. Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan gel memilliki keistimewaan (Yanhendri, 2012):

(28)

2.5 Natrium Alginat

Alginat merupakan kandungan utama dari dinding sel alginofit dan terdiri

atas asam guluronat dan manuronat, dengan ikatan 1,4-β-D-asam manuronat dan

α-L-guluronat. Alginat digunakan untuk menstabilkan campuran, dispersi dan

emulsi, yang berkaitan dengan sifatnya sebagai pembentuk gel dalam meningkatkan viskositas (Mushollaeni, 2011).

2.6 Kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 - 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 - 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ektoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat (Perdanakusuma, 2007).

2.6.1 Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan tidak terdapat pembuluh darah. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4 - 6 minggu.

(29)

melanosit. Fungsi Epidermis: Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).

Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam):

a. Stratum Korneum: terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.

b. Stratum Lusidum: biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

c. Stratum Granulosum: ditandai oleh 3 - 5 lapis sel poligonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.

d. Stratum Spinosum: terdapat berkas-berkas filamen yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. e. Stratum Basale (Stratum Germinativum): terdapat aktifitas mitosis yang

hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.

2.6.2 Dermis

(30)

Dermis terdiri dari dua lapisan:

a. Lapisan papiler: tipis mengandung jaringan ikat jarang. b. Lapisan retikuler: tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia. Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi dermis adalah sebagai struktur penunjang,

mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.

2.6.3 Subkutis

Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi subkutis/hipodermis adalah sebagai pelekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

2.6.4 Vaskularisasi Kulit

(31)

2.6.5 Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insensible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.

2.7Luka

Luka merupakan suatu gangguan normal lepasnya integritas epitel kulit diikuti oleh gangguan struktur dari anatomi dan fungsinya (Yuliani, 2012).

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka dapat dibagi menjadi 4 jenis: a. Stadium I, luka superfisial (Non-Blanching Erithema): yaitu luka yang

(32)

b. Stadium II, luka partial thickness: yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. c. Stadium III, luka full thickness: yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi

kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV, luka full thickness: yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas (Baroroh, 2011). Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak (Boyle, 2009). Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase penyembuhan luka, yaitu fase inflamasi, fase proliferasidan fase remodeling

(Arisanty, 2013).

Pada fase inflamatori atau fase satu, fase ini ditandai dengan adanya eritrema, hangat pada kulit, udema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4 setelah terjadinya luka. terjadi peningkatan aliran darah ke daerah luka. Bersamaan dengan aliran darah, terjadi juga aliran fibrin untuk menutup pembuluh darah yang luka dan melindungi adanya infeksi bakteri. Pada fase ini, juga terjadi pengerahan sel darah putih, monosit, dan makrofag yang berfungsi untuk memakan mikroorganisme dan sisa sel-sel yang mati (Dewi, dkk., 2013).

(33)

kolagen dan jaringan ikat. Di sini juga terjadi pembentukan kapiler baru yang dimulai saat terjadi peradangan (Dewi, dkk., 2013). Proses ini sangat penting, karena tidak ada jaringan baru yang dapat dibentuk tanpa suplai oksigen dan nutrient yang dibawa oleh pembuluh darah yang baru (Boyle, 2009). Proses ini menandakan terjadinya kesembuhan yang dimulai dari adanya pertumbuhan kapiler dan pertumbuhan jaringan granula yang dimulai dari dasar luka. Proses granulasi berjalan seiring dengan proses reepitelisasi. Sampai pada tahap akhir proses ini akan terjadi proses epitelisasi pada permukaan luka. Luka akan berkembang menjadi keropeng yang terdiri dari plasma yang bercampur dengan sel-sel mati (Dewi, dkk., 2013).

Fase selanjutnya adalah fase pematangan atau fase diferensiasi atau fase

remodeling yang dapat berlangsung di atas 21 hari sampai lebih dari 2 bulan bahkan beberapa tahun setelah luka. Pada fase ini terjadi ikatan kolagen yang mengawetkan jaringan bekas luka dan proses epitelisasi yang melapisi kulit (Dewi, dkk., 2013).

2.8Pengaruh Senyawa Kimia Tumbuhan Terhadap Penyembuhan Luka 2.8.1Alkaloid

Alkaloid diduga memiliki kemampuan sebagai antibakteri dengan mekanisme mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Paju, 2013).

2.8.2Flavonoid

(34)

meningkatkan vaskularisasi dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak. Jika dipakai di kulit, flavonoid juga dapat menghambat pendarahan (Robinson, 1995; Barku, 2013). Flavonoid juga dikenal untuk mempercepat proses penyembuhan luka terutama karena memiliki aktivitas antimikroba dan astringen, yang memiliki peran dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi (Barku, 2013).

2.8.3Tanin

Tanin merupakan komponen yang banyak terdapat dalam ekstrak tanaman, bersifat antioksidan. Antioksidan berperan dalam perbaikan jaringan karena secara signifikan mencegah kerusakan jaringan yang merangsang proses penyembuhan luka (Barku, 2013). Tanin juga berkhasiat sebagai astringen yang mampu menciutkan luka, menghentikan pendarahan dan mengurangi peradangan (Mun’im, dkk., 2010).

2.8.4Saponin

Saponin yang terdapat dalam tumbuhan dapat memacu pembentukan kolagen yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Mappa, dkk., 2013). Sedangkan menurut Yenti, dkk., (2011), saponin juga memiliki kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik yang berfungsi membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami infeksi yang berat.

2.8.5Terpenoid

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu pengumpulan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia, skrining fitokimia dan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, skrining fitokimia dan karakterisasi ekstrak, pembuatan sediaan gel, evaluasi sediaan gel, pengujiaan sediaan gel terhadap penyembuhan luka dan analisis statistik.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, alat pengukur glukosa darah (Nesco®), aluminium foil, blender (Cosmos®), cawan porselen berdasar rata, gunting, hotplate, kaca objek, kaca penutup, krus porselen bertutup, mortir dan stamfer, neraca analitis (Boeco®), oven listrik, penangas air, pH meter (HANNA instrument), pinset, pisau cukur, pot plastik, rotary evaporator, seperangkat alat destilasi dan penetapan kadar air, spatula, spuit, stopwatch, sudip, tanur, termometer, timbangan.

3.1.2 Bahan-bahan

(36)

merkuri (II) klorida, metanol (teknis), natrium alginat, natrium hidroksida, serbuk magnesium, serbuk seng, timbal (II) asetat, toluena (p.a).

3.2 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit jantan 25 - 35 g dengan usia sekitar 2 - 3 bulan. Mencit ini sebelumnya telah diaklimasi selama seminggu. Mencit dipelihara dalam kandang diberi sekam dan diatur pencahayaan 12 jam terang dan 12 jam gelap. Mencit diberi makan dan minum standar.

3.3 Pengambilan dan Pengolahan Tumbuhan 3.3.1 Pengumpulan Tumbuhan

Pengumpulan tumbuhan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tekelan yang diambil dari daerah Beureuneuen, Aceh Pidie, Aceh. Daun yang diambil sebagai sampel adalah keseluruhan dari daun tumbuhan yang masih dalam keadaan baik.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan di Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor dan Institut Teknologi Bandung (ITB), Indonesia.

3.3.2 Pembuatan Simplisia

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun tekelan yang masih segar. Daun dipisahkan dari pengotor lain lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang. Berat sampel yang digunakan adalah 2 kg. Selanjutnya daun tersebut dikeringkan selama 5 hari dalam oven dengan

(37)

yang telah kering diblender menjadi serbuk lalu dimasukkan ke dalam wadah plastik bertutup dan di simpan pada suhu kamar. Kemudian serbuk ditimbang. Diperoleh berat kering sebesar 706,6 g.

3.4 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak

Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air dengan metode azeotropi, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam asam.

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dari daun tekelan segar dan serbuk simplisia daun tekelan.

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun tekelan. Serbuk simplisia daun tekelan diletakkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloral hidrat dan ditutup dengan kaca penutup, selanjutnya diamati di bawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi toluena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik. Cara kerja :

(38)

Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995). 3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).

3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

(39)

pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).

3.4.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).

3.5 Skrining Fitokimia 3.5.1 Pemeriksaan Alkaloida

(40)

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereksi Mayer akan terbentuk endapan berwarna putih atau kuning

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereksi Bouchardat akan terbentuk endapan berwarna coklat-hitam

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereksi Dragendorff akan terbentuk endapan berwarna merah atau jingga

Alkaloida dinyatakan positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau tiga dari percobaan di atas (Ditjen POM, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan Flavonoida Larutan Percobaan:

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml metanol lalu direfluks selama 10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring berlipat, filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml eter minyak tanah, dikocok hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40oC. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring.

Cara Percobaan:

a. Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1-2 ml etanol 96%, ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan selama satu menit. Ditambahkan 10 ml asama klorida pekat, jika dalam waktu 2 - 5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan adanya flavonoida (glikosida-3-flavonol)

(41)

3.5.3 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966). 3.5.4 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling, selanjutnya ditambahkan 10 ml HCl 2 N, direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada 30 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform dan 2 bagian volume isopropanol. Diambil lapisan air kemudian ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula (Ditjen POM, 1995).

3.5.5 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM, 1995).

3.5.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida

(42)

ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya steroida triterpenoida (Harborne, 1987).

3.6 Pembuatan Ekstrak

Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, (1979) caranya adalah sebagai berikut:

Sebanyak 600 g (10 bagian) serbuk simplisia dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dituangi dengan 4,5 l (75 bagian) etanol, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai, diperas. Ampas diremaserasi dengan etanol secukupnya hingga diperoleh 6 l (100 bagian). Pindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan alat rotary evaporator pada suhu 40°C, selanjutnya diuapkan di waterbath

pada suhu 40°C sampai diperoleh ekstrak kental.

3.7 Pembuatan Sediaan Gel

(43)

Sediaan gel dibuat dalam 25 g dan dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

R/ Ekstrak daun tekelan X %

Natrium alginat 3%

Gliserin 10%

Metil paraben 0,18%

Propil paraben 0,02%

Akuades ad 100

Cara pembuatan:

Pertama-tama dilakukan pengembangan natrium alginat dengan cara memanaskan akuades sebanyak 20 bagian dari natrium alginat. Kemudian akuades tersebut dipindahkan ke dalam lumpang dan ditaburi natrium alginat, lalu didiamkan 15 menit, selanjutnya digerus (massa I). Metil paraben dan propil paraben dilarutkan dalam gliserin (massa II). Di dalam lumpang digerus ekstrak etanol daun tekelan, ditambahkan massa I dan massa II, dicukupkan dengan sisa akuades dan di aduk hingga homogen.

3.8 Evaluasi Sediaan Gel

Evaluasi sediaan gel mencakup pemeriksaan organoleptis, homogenitas, dan pemeriksaan pH selama 90 hari, yaitu pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14, 21, 28 dan 90 hari.

3.8.1 Pemeriksaan Organoleptis

(44)

3.8.2 Uji Homogenitas

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan sejumlah sediaan diletakkan pada sekeping kaca yang transparan, harus menunjukan susunan yang homogen dan tidak boleh terlihat adanya bintik-bintik partikel (Carter, 1975).

3.8.3 Pemeriksaan pH

Pemeriksaan pH dilakukan dengan alat pH meter. Alat dikalibrasi dengan larutan dapar standar pH 4 dan pH 7. Kemudian pH meter dicuci dengan air suling dan dikeringkan dengan kertas tisu. Pengukuran pH sediaan dengan mencelupkan pH meter ke dalam larutan sediaan. Dicatat nilai pH yang ditunjukkan pada pH meter (Carter, 1975).

3.9 Pengujian Sediaan Gel Terhadap Penyembuhan Luka pada Mencit yang Diinduksi Diabetes

Dalam penelitian ini digunakan 56 ekor mencit. Kemudian semua mencit diinduksi diabetes dengan menggunakan aloksan secara intravena dosis 55 mg/kgBB. Setelah 7 hari dipilih mencit yang diabetes ditandai dengan kadar glukosa darah (KGD) ≥ 200 mg/dl. Kemudian dibagi ke dalam 7 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor.

Kelompok 1 : mencit yang akan diberi formula gel tanpa ekstrak etanol daun tekelan (F1)

Kelompok 2 : mencit yang akan diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 2,5% (F2)

Kelompok 3 : mencit yang akan diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 5% (F3)

Kelompok 4 : mencit yang akan diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 10% (F4)

Kelompok 5 : mencit yang akan diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 15% (F5)

Kelompok 6 : mencit yang akan diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 20% (F6)

(45)

Semua mencit dicukur bagian punggungnya dan dianastesi dengan menggunakan kloroform. Kemudian dibuat luka berbentuk lingkaran diameter ± 1 cm sesuai dengan ukuran tanda yang telah dibuat bentuk lingkaran dengan cara mengangkat kulit hewan uji dengan pinset dan digunting dengan gunting bedah, dihitung diameter awal. Setelah 24 jam, pada kulit yang telah disayat dioleskan ± 0,5 g gel yang telah disediakan sesuai dengan kelompok masing-masing. Pengamatan luka dilakukan setiap hari secara visual dengan mengukur diameter luka, menghitung persentase pengurangan diameter luka dan hari kesembuhan. Luka dianggap sembuh jika diameter luka sama dengan nol.

Diameter luka dihitung dengan rumus:

d = �1+�2+�3+�4 4

Keterangan: d : diameter rata-rata d1: diameter pertama d2 : diameter kedua d3 : diameter ketiga d4 : diameter keempat

Dilakukan juga perhitungan persentase pengurangan diameter luka dengan rumus:

Persentase pengurangan diameter luka (%) = �0−��

�0 × 100%

Keterangan: d0 : diameter pada hari 0

dx : diameter pada hari pengamatan

3.10 Analisis Statistik

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17. Pertama data dianalisis menggunakan metode Kolmogorov Smirnov untuk menentukan homogenitas dan normalitasnya. Kemudian dilanjutkan dianalisis menggunakan

(46)
(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor dan Sekolah Ilmu Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB), identitas sampel tumbuhan adalah Chromolaena odorata (L.) R.M.King. L., famili Asteraceae yang sering dikenal masyarakat dengan nama tekelan (Lampiran 1).

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak 4.2.1 Hasil Makroskopik Simplisia Daun Tekelan

Berdasarkan hasil pemeriksaan makroskopik terhadap simplisia daun tekelan menunjukkan bahwa daun tekelan berwarna hijau, berbentuk segitiga dan bergerigi dilengkapi dengan bulu-bulu halus.

4.2.2 Hasil Mikroskopik Simplisia Daun Tekelan

Berdasarkan Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia daun tekelan menunjukkan bahwa serbuk simplisia mempunyai fragmen pengenal seperti trikoma bentuk glandular dan stomata bentuk anisositik.

4.2.3 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Daun Tekelan

(48)

kadar air 7,96%, kadar sari larut air 14,70%, kadar sari larut etanol 11,77%, kadar abu total 7,30%, dan kadar abu tidaka larut asam 2,44%. Monografi dari simplisia tekelan tidak ditemukan di buku Materia Medika Indonesia (MMI), sehingga tidak ada

acuan untuk menentukan parameter simplisia tersebut.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol daun tekelan

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Penelitian Vaisakh, dkk., (2012), menunjukkan hasil bahwa daun tekelan mengandung senyawa kimia alkaloid, flavonoid, tannin, steroid, triterpenoid, dan saponin. Menurut Ngozi, dkk., (2009), daun tekelan mengandung alkaloid, flavonoid, tannin, saponin dan glikosida sinogenik. Namun, dalam penelitian ini, hasil skrining fitokimia menujukkan bahwa baik simplisia maupun ekstrak etanol daun tekelan mengandung senyawa kimia alkaloid, flavonoid, tannin, steroid/triterpenoid, dan saponin. Hasil skrining dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun tekelan

Kadar sari larut dalam air Kadar sari larut dalam etanol Kadar abu total

Kadar abu tidak larut dalam asam

6,62

No. Golongan Senyawa Hasil

(49)

4.4 Hasil Ekstraksi Serbuk Daun Tekelan

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol. Hasil maserasi 600 gram serbuk simplisia diperoleh ekstrak kental 116,3 gram (randemen 17,89%). Maserasi merupakan proses penyarian senyawa kimia secara sederhana dengan cara merendam simplisia atau tumbuhan pada suhu kamar dengan menggunakan pelarut yang sesuai sehingga bahan menjadi lunak dan larut. Kelebihan cara maserasi adalah alat dan cara yang digunakan sederhana serta dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemanasan (Anonim2, 2012).

4.5 Hasil Evaluasi Sediaan

4.5.1 Hasil Pemeriksaan Organoleptis

Sediaan gel tekelan yang diformulasikan dengan berbagai konsentrasi tekelan menghasilkan karakteristik seperti yang tertera pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data pemeriksaan organoleptis sediaan gel ekstrak etanol daun tekelan

Formula Penampilan

Warna Bau Konsistensi

F1 Putih Tidak spesifik Semi padat

F2 Hijau kecoklatan Spesifik daun tekelan Semi padat F3 Hijau kecoklatan Spesifik daun tekelan Semi padat F4 Hijau kecoklatan Spesifik daun tekelan Semi padat F5 Hijau kecoklatan Spesifik daun tekelan Semi padat F6 Hijau kecoklatan Spesifik daun tekelan Semi padat Keterangan: F1 = Formula gel tanpa ekstrak etanol daun tekelan

F2 = Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 2,5% F3 = Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 5% F4 = Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 10% F5 = Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 15% F6 = Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 20%

(50)

dibandingkan formula 4, 5, dan 6 yang memiliki warna lebih tua dengan konsistensi yang lebih padat (Tabel 4.3).

Hasil pemeriksaan organoleptis sediaan gel menunjukkan bahwa semua sediaan gel tidak mengalami perubahan yang berarti dari segi penampilan sediaan gel tekelan baik warna, bau maupun konsistensinya setelah penyimpanan selama 90 hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi penampilan, sediaan gel tekelan stabil dalam penyimpanan.

4.5.2 Hasil Pengamatan Homogenitas Sediaan

Pemeriksaan homogenitas menunjukan hasil bahwa semua sediaan homogen. Hasil homogenitas sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.4. Foto hasil pemeriksaan homogenitas dapat dilihat pada Lampiran 10.

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui bahan-bahan sediaan gel terdistribusi secara merata.

Tabel 4.4 Data pengamatan homogenitas sediaan

Keterangan: ( ) = tidak homogen (−) = homogen 4.5.3 Hasil Penentuan pH Sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter (HANNA instrument) dan dilakukan dengan tiga kali pengulangan pada seluruh sediaan. Hasil penentuan pH sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Sediaan Lama Pengamatan (Hari)

0 7 14 21 28 90

F1 - - - - - -

F2 - - - - - -

F3 - - - - - -

F4 - - - - - -

F5 - - - - - -

(51)

Dari hasil penelitian, nilai pH yang diperoleh berkisar antara 6,0 - 6,4. Nilai pH dari sediaan ini cenderung stabil. Penurunan nilai pH pada suatu sediaan bisa dipengaruhi lingkungan seperti gas-gas di udara yang bersifat asam yang masuk dalam sediaan gel (Ida, dkk., 2012). Kenaikan nilai pH dipengaruhi oleh adanya mikroba di dalam sediaan.

Tabel 4.5 Data pengukuran pH

Sediaan Nilai pH Rata-rata Pada Hari Ke-

0 7 14 21 28 90

F1 6,2 6,2 6,2 6,2 6,2 6,3

F2 6,3 6,3 6,2 6,2 6,2 6,3

F3 6,3 6,3 6,2 6,3 6,3 6,2

F4 6,3 6,4 6,4 6,3 6,3 6,3

F5 6,2 6,2 6,2 6,2 6,2 6,1

F6 6,0 6,1 6,1 6,2 6,1 6,1

Keterangan: F1 = Formula gel tanpa ekstrak etanol daun tekelan

F2 = Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 2,5% F3 = Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 5% F4 = Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 10% F5 = Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 15% F6 = Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 20%

4.6 Pengujian Sediaan Gel Terhadap Penyembuhan Luka

Hasil pengukuran kadar glukosa darah H0 (sebelum diinduksi aloksan) menunjukkan bahwa semua hewan uji pada tiap kelompok menunjukkan angka normal, yaitu antara 102,3 sampai 115,3 mg/dl. Setelah 7 hari diinduksi aloksan secara intravena menujukkan adanya peningkatan kadar glukosa darah melebihi 450 mg/dl (Tabel 4.6). Hal ini disebabkan karena aloksan merupakan senyawa

(52)

mengakibatkan terjadinya hiperglikemi. Aloksan juga dapat membangkitkan

reactive oxygen species (ROS) yang membentuk radikal hidroksil. Radikal hidroksil inilah yang menyebabkan kerusakan pada sel β-pankreas sehingga terjadilah insulin dependent diabetes mellitus pada hewan percobaan (Zada, 2009). Kriteria diagnosis diabetes mellitus adalah kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl atau pada 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dl (ISFI, 2008).

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada hewan percobaan. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang percobaan. Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal, atau subkutan pada binatang percobaan (Anindhita, 2009).

Tabel 4.6 Data kadar glukosa darah rata-rata hewan uji sebelum dan setelah diinduksi aloksan

Kelompok (n = 7)

Kadar Glukosa Darah (mg/dl)

Sebelum diinduksi aloksan Setelah diinduksi aloksan

1 106,0 507,00

Kelompok 1 : mencit yang akan diberi formula gel tanpa ekstrak etanol daun tekelan (F1)

Kelompok 2 : mencit yang akan diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 2,5% (F2)

Kelompok 3 : mencit yang akan diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 5% (F3)

Kelompok 4 : mencit yang akan diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 10% (F4)

Kelompok 5 : mencit yang akan diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 15% (F5)

Kelompok 6 : mencit yang akan diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 20% (F6)

(53)

Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan setiap minggu setelah pembuatan luka hingga hewan uji tersebut sembuh. Dari hasil analisis statistik diperoleh data bahwa tidak ada perbedaan signifikan kadar gula darah dari tiap kelompok, di mana rata-rata kadar glukosa darah dari tiap kelompok berkisar antara 491,00 mg/dl sampai dengan 538,67 mg/dl. Data kadar glukosa darah sebelum dan sesudah diinduksi aloksan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

4.6.1 Diameter Luka

Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu: stadium I (luka superficial), stadium II (partial thickness), stadium III: luka

full thickness, stadium IV (full thickness) (Baroroh, 2011).

Dalam penelitian ini jenis luka yang digunakan adalah luka eksisi stadium III atau full thickness, yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya (Baroroh, 2011).

(54)

Tabel 4.7 Data hasil perubahan diameter luka pada masing-masing kelompok yang diamati pada hari pengamatan

Hari

Kelompok 1 : mencit yang diberi formula gel tanpa ekstrak etanol daun tekelan (F1)

Kelompok 2 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 2,5% (F2)

Kelompok 3 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 5% (F3)

Kelompok 4 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 10% (F4)

Kelompok 5 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 15% (F5)

Kelompok 6 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 20% (F6)

Kelompok 7 : mencit yang diberi Bioplacenton®

4.6.2 Persentase Pengurangan Diameter Luka

(55)

ANOVA lalu dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan dari tiap kelompok. Data hasil persentase pengurangan diameter luka dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan Grafik 4.1.

Data persentase pengurangan diameter luka pada masing-masing hewan uji pada tiap kelompok perlakuan dianalisis secara statistik dengan metode ANOVA lalu dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan dari tiap kelompok.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan ekstrak etanol daun tekelan ke dalam sediaan gel memberikan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan gel tanpa ekstrak etanol daun tekelan (kontrol) yang mulai terlihat pada hari ke-12 (p < 0,05).

Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara kelompok Bioplacenton® dengan kelompok kontrol dan juga kelompok gel ekstrak etanol daun tekelan. Perbedaan signifikan mulai terlihat pada hari 5 (p < 0,05).

(56)

proses pembersihan sisa sediaan yang terbentuk sehingga luka kembali menjadi trauma dan efek penyembuhan menjadi semakin lama dibandingkan sediaan gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 10%.

Dari hasil Tukey HSD menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok 2, 3, 4, 5, dan 6. Berarti seluruh sediaan yang mengandung ekstrak etanol daun tekelan menunjukkan aktivitas penyembuhan yang sama.

Pemberian sediaan gel ekstrak etanol daun tekelan dapat membantu proses penyembuhan luka yaitu dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Aktivitas penyembuhan luka dari tekelan diduga berasal dari kandungan senyawa kimia yang ada di dalamnya seperti alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, terpenoid, fenolik, karbohidrat dan protein. Tekelan sering digunakan secara tradisional untuk beberapa pengobatan, terutama untuk bagian luar tubuh seperti luka, infeksi kulit, radang dan lain sebagainya (Vaisakh, dkk., 2012).

Alkaloid diduga memiliki kemampuan sebagai antibakteri dengan mekanisme mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Paju, 2013).

(57)

Tabel 4.8 Data hasil persentase pengurangan diameter luka pada masing-masing kelompok yang diamati pada hari pengamatan

Hari Ke

Persentase Pengurangan Diameter Luka (%) ± SD

(58)

Hari Ke

Persentase Pengurangan Diameter Luka (%) ± SD

Kelompok 1 p Kelompok 2 p Kelompok 3 p Kelompok 4 p Kelompok 5 p Kelompok 6 p Kelompok 7 p

Baris pertama, nilai p terhadap F1

Baris kedua, nilai p terhadap Bioplecenton®

* terdapat perbedaan signifikan dengan p<0,05

Kelompok 1 : mencit yang diberi formula gel tanpa ekstrak etanol daun tekelan (F1)

Kelompok 2 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 2,5% (F2)

Kelompok 3 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 5% (F3) Kelompok 4 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 10% (F4) Kelompok 5 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 15% (F5) Kelompok 6 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 20% (F6)

(59)

Flavonoid dan terpenoid juga dikenal untuk mempercepat proses penyembuhan luka terutama karena memiliki aktivitas antimikroba dan astringen, yang memiliki peran dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi (Barku, dkk., 2013).

4.6.3 Hari kesembuhan

Perbedaan hari kesembuhan dari masing-masing mencit dari tiap kelompok dapat dilihat dari Tabel 4.9.

Pada penelitian ini fase inflamasi, proliferasi, dan difensiasi tercepat terjadi pada kelompok 7. Fase inflamasi dan diferensiasi paling lama terjadi pada kelompok 1. Kelompok 4 mengalami diferensiasi lebih cepat dari kelompok 1, 2,

0

Formula gel tanpa ekstrak etanol daun tekelan

Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 2,5% Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 5% Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 10% Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 15% Formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 20% Bioplacenton®

Keterangan:

(60)

3, 5 dan 6, luka lebih cepat kering dan proses penyembuhan lebih cepat. Berdasarkan hasil statistik terhadap hari kesembuhan terdapat perbedaan signifikan antara kelompok 1 dengan kelompok 2, 3, 4, 5, dan 6. Perbedaan signifikan juga terlihat antara kelompok 4 dengan kelompok 5 dengan nilai signifikansi p < 0,05.

Tabel 4.9 Data hasil hari kesembuhan pada masing-masing kelompok yang diamati pada hari pengamatan

Kelompok

Kelompok 1 : mencit yang diberi formula gel tanpa ekstrak etanol daun tekelan (F1)

Kelompok 2 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 2,5% (F2)

Kelompok 3 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 5% (F3)

Kelompok 4 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 10% (F4)

Kelompok 5 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 15% (F5)

Kelompok 6 : mencit yang diberi formula gel ekstrak etanol daun tekelan konsentrasi 20% (F6)

Kelompok 7 : mencit yang diberi Bioplacenton®

Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak (Boyle, 2009). Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase penyembuhan luka, yaitu fase inflamasi, fase proliferasidan fase remodeling

(61)

Gambar

Tabel 4.1  Hasil karakterisasi simplisia dan esktrak daun tekelan  ............
Gambar Tumbuhan Tekelan ..............................................
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol daun tekelan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perubahan konsentrasi ekstrak etanol daun kirinyuh terhadap sifat fisik gel, dan mengetahui efek penyembuhan

ABSTRAK : Telah dilakukan studi awal formulasi dari ekstrak etanol kayu angin ( Usnea sp ) dalam bentuk sediaan gel dan uji efektivitas sediaan gel terhadap

terhadap ekstrak etanol daun sambung rambat yang diformulasi dalam sediaan gel. menggunakan HPMC sebagai basis gel karena HPMC dapat menghasilkan

penelitian tentang formulasi sediaan gel ekstrak etanol daun teh hijau ( Camellia Sinensis (L.) Kuntze) dan uji efektivitas penyembuhan luka sayat pada tikus putih,

Kesimpulan yang didapat adalah sediaan salep yang mengandung ekstrak etanol daun sirih (Piper betle Linn.) dapat mempercepat penyembuhan luka pada mencit betina.. Kata

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sediaan serum kombinasi minyak atsiri daun kirinyuh dengan curcumin terhadap penyembuhan luka diabetes pada tikus galur

"EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK DAUN BINAHONG TERHADAP JUMLAH MAKROFAG PADA PENYEMBUHAN LUKA INSISI MENCIT YANG DIINDUKSI ALOKSAN", B-Dent: Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah,

Pengujian aktivitas ekstrak etanol daun kersen terhadap penyembuhan luka bakar pada kulit punggung mencit putih jantan dilakukan dengan cara mencampurkan ekstrak etanol daun kersen