EFEK EKSTRAK DAUN
YACON
(
SMALLANTHUS
SONCHIFOLIUS
) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH,
BERAT BADAN, DAN KOLESTEROL TIKUS YANG
DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Myra Patricia
NIM : 1112103000062
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
SONCHIFOLIUS
) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH,
BERAT BADAN, DAN KOLESTEROL TIKUS YANG
DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Myra Patricia
NIM : 1112103000062
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 14 Mei 2015
Myra Patricia
v
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan penelitian dengan judul “Efek ekstrak daun yacon (Smallanthus sonchifolius)
terhadap kadar glukosa darah, berat badan, dan kolesterol tikus yang diinduksi oleh
streptozotocin” ini dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa saya curahkan kepada Rasulullah, Nabi Muhammad SAW.
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, dalam pelaksanaan penelitian ini, saya memperoleh banyak bantuan baik berupa dukungan maupun masukan, sehingga penelitian ini mampu
diselesaikan dengan baik. Maka dari itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak tersebut, diantaranya :
1. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan dan
Kedokteran UIN,
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter,
3. dr. Nouval Shahab, SpU, PhD, FICS, FACS selaku Penanggung Jawab Modul Riset
Program Studi Pendidikan Dokter 2012,
4. dr. Flori Ratna Sari, PhD selaku pembimbing saya yang selalu membimbing,
memberikan banyak saran, serta selalu mendukung, memfasilitasi, dan menyemangati
saya disepanjang penelitian ini berjalan.
5. dr. Hari Hendarto, SpPD, PhD, FINASIM selaku pembimbing kedua saya yang telah
membimbing, memberi saran, mengkoreksi, dan menilai mulai dari pembuatan
proposal hingga hasil laporan penelitian saya agar hasilnya menjadi lebih baik.
6. Kedua orang tua saya yang tercinta, Uum Umamih dan Welly Irianto Tjandra dan
seluruh keluarga besar saya yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat,
sehingga memotivasi saya selama penelitian ini dilakukan.
7. Ibu Nurlaely Mida R, S.Si, M.Biomed, DMS, Ph. D selaku PJ Animal house, Ibu
vi
Annisa Hendarmin, Ph.D selaku PJ laboratorium Riset, dr. Nurul Hiedayati, Ph.D
selaku PJ laboratorium Farmakologi, dan Ibu Zeti Haryati, M.Biomed selaku PJ
laboratorium Biologi yang telah memberikan izin atas penggunaan laboratorium pada
penelitian ini.
8. Teman sekelompok dan seperjuangan penelitian, Miftahul Jannah Salwah Umah,
Hapsari Abdining Ilahi, Rachmah Ubat Harahap, dan Azmi Agnia atas segala
dukungan dan perjuangan bersama dari awal hingga penelitian berakhir.
9. Ka Ika dan ka Bayu selaku senior saya dari Program Studi Kesehatan Masyarakat
angkatan 2010 yang telah membantu saya dalam pengolahan data penelitian.
10.Pihak-pihak kampus seperti Mba Ai, Mas Rahmadi, Mba Sur, dan pihak-pihak lain di
kampus yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang sangat membantu
kelangsungan penelitian ini.
11.Pihak luar seperti penjual tikus Sparague dawley dari ITB, pemilik toko sekam serta
toko pakan tikus.
12.Seluruh mahasiswa PSPD 2012 dan seluruh teman, sahabat, serta pihak lain yang
tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Saya menyadari dalam penyusunan laporan penelitian ini mungkin masih banyak kekurangan.
Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak akan saya terima dengan baik demi
menyempurnakan laporan ini agar menjadi lebih baik lagi. Demikian laporan penelitian ini
saya tulis, semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi
para pembaca yang lain.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 14 Mei 2015
vii
ABSTRACT
Myra Patricia. Program Studi Pendidikan Dokter. Efek Ekstrak Daun Yacon
(Smallanthus sonchifolius) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan
Kolesterol Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015.
Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik dengan Indonesia menduduki urutan ke-7 di dunia sebagai negara penderita diabetes melitus sebanyak 27-79 orang per 1000 penduduk. Hampir setengah dari penderita diabetes melitus mengalami komplikasi. Pengobatan yang tersedia merupakan obat pengontrol kadar glukosa darah yang jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama akan menimbulkan banyak efek samping. Oleh karena itu, banyak pemikiran
untuk menggunakan obat tradisional sebagai terapinya. Yacon (Smallanthus sonchifolius)
merupakan salah satu tanaman pilihan untuk menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak yacon 300 mg/kgBB selama 14 hari
secara signifikan (p<0.05) dapat menurunkan kadar glukosa darah.Pada penelitian ini, tikus
Sprague dawley diinduksi streptozotosin, diterapi, dan diamati glukosa darah, berat badan,
serta kadar kolesterolnya. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik (p<0.05) pada glukosa darah dan berat badan kelompok terapi dengan kelompok kontrol,
sedangkan perbedaan tidak signifikan secara statistik (p≥0.05) didapatkan pada data
kolesterolnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Smallanthus sonchifolius dengan dosis 100
mg/kgBB dan 300 mg/kgBB selama 28 hari berperandalammencegahpeningkatan kadar glukosa darah dan dalammelindungikehilangan berat badan tikus yang diinduksi streptozotosin.
Kata kunci : daun yacon, Smallanthus sonchifolius, glukosa darah, berat badan, kolesterol,
diabetes, streptozotosin.
Myra Patricia. Medical Education Study Program. Effect of Yacon (Smallanthus
sonchifolius) leaf extract on Blood Glucose, Weight , and Cholesterol in Rats induced by
Streptozotosin. 2015.
Diabetes Melitus is metabolic disease which Indonesia ranks seventh in the world as a country with diabetes melitus as many as 27 people per 1000 population. Almost half of patient with diabetes melitus have complications. Available treatment is drugs that controls blood glucose levels and when it consumed in the long term, it will cause a lot of side effects.
Because of that, many thought for using traditional medicine as its therapy.Yacon
(Smallanthus sonchifolius) is a plant option for lowering blood glucose levels. Previous
studies have shown that administration of yacon extract 300 mg/bodyweight for 14 days
significantly (p<0.05) lowered blood glucose levels. In this study, streptozotosin-induced rats
Sprague Dawley, treated, and observed blood glucose, weight, and its cholesterol levels. The
results are statistically significant differences (p<0.05) on blood glucose and body weight in treatment groups with control group, while the difference was not statistically significant
(p≥0.05) was found in the cholesterol data. So the conclusion is administration of
Smallanthus sonchifolius with a dose of 100 mg/bodyweight and 300 mg/bodyweight for 28
days have a role in preventing in blood glucose increased and weight loss instreptozotosin-induced rats.
Keywords : yacon leaf, Smallanthus sonchifolius, blood glucose, weight, cholesterol, diabetes
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
1.5.1 Bagi Peneliti ... 5
1.5.2 Bagi Institusi Akademis ... 5
1.5.3 Bagi Masyarakat ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6
2.1 Landasan Teori ... 6
2.1.1 Fisiologi Pankreas ... 6
2.1.2 Fisiologi Insulin ... 7
2.1.3 Definisi Diabetes ... 9
2.1.4 Patofisiologi Diabetes ... 9
2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes ... 11
2.1.6 Yacon (Smallanthus sonchifolius) ... 11
2.1.7 Streptozotocin ... 14
2.2 Kerangka Konsep ... 17
2.3 Definisi Operasional ... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19
3.1 Desain Penelitian ... 19
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19
3.3 Populasi dan Sampel ... 19
3.3.1 Kriteria Inklusi ... 20
3.3.2 Kriteria Eksklusi ... 20
3.4 Cara Kerja Penelitian ... 21
3.4.1 Persiapan Kandang ... 21
3.4.2 Adaptasi Tikus ... 21
3.4.3 Penyuntikkan Streptozotocin (STZ) ... 21
3.4.4 Proses Ekstraksi Daun Yacon ... 22
3.4.6 Pemberian Ekstrak ... 24
3.4.7 Pengukuran Berat Badan ... 24
3.4.8 Pengukuran Glukosa Darah ... 25
3.4.9 Pengambilan Sampel Plasma ... 25
3.4.10 Pengukuran Kolesterol ... 26
3.5 Alur Penelitian ... 27
3.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1 Glukosa Darah ... 29
4.2 Berat Badan ... 32
4.3 Kadar Kolesterol ... 35
4.4 Keterbatasan Penelitian ... 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39
BAB VI KERJASAMA PENELITIAN ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tipe Sel pada pankreas beserta produk sekresinya ... 7
Tabel 2.2 Kandungan nutrisi yacon ... 12
Tabel 4.1 Rata-rata Glukosa Darah Pada Seluruh Sampel ... 29
Tabel 4.2 Hasil Analisa Data Rata-rata Glukosa Darah Pada Seluruh Sampel ... 31
Tabel 4.3 Rata-rata Berat Badan Pada Seluruh Sampel ... 32
Tabel 4.4 Hasil Analisa Data Rata-rata Berat Badan Pada Seluruh Sampel ... 33
Tabel 4.5 Rata-rata Kadar Kolesterol Pada Seluruh Sampel ... 35
Tabel 4.6 Hasil Analisa Data Rata-rata Kadar Kolesterol Pada Seluruh Sampel ... 36
DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Rata-Rata Glukosa Darah Hari 28 Pada Seluruh Sampel ... 30
Grafik 4.2 Rata-Rata Persentase Berat Badan Hari 28 Pada Seluruh Sampel ... 32
Grafik 4.3 Rata-Rata Kadar Kolesterol Pada Seluruh Sampel ... 35
Grafik 7.1 Rata-Rata Glukosa DarahPada Seluruh Sampel ... 60
Grafik 7.2 Rata-Rata Persentase Berat Badan PadaSeluruh Sampel ... 61
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Anatomi Pankreas ... 6
Gambar 2.2 Mekanisme sekresi insulin di dalam sel beta ... 8
Gambar 2.3 Tanaman yacon ... 11
Gambar 2.4 Mekanisme Streptozotocin ... 15
Gambar 7.1 Kondisi Animal House ... 44
Gambar 7.2 Kondisi kandang tikus ... 44
Gambar 7.3 Proses membersihkan kandang tikus ... 44
Gambar 7.4 Pengambilan darah untuk tes GDS ... 44
Gambar 7.5 Tes GDS ... 44
Gambar 7.6 Proses pembakaran ekor tikus ... 44
Gambar 7.7 Anestesi tikus menggunakan eter ... 45
Gambar 7.8 Pengukuran BB menggunakan timbangan digital ... 45
Gambar 7.9 Pengukuran pH buffer sitrat ... 45
Gambar 7.10 Na Sitrat yang akan dijadikan buffer sitrat ... 45
Gambar 7.11 Spektrofotometer ... 45
Gambar 7.12 Reagen Kolesterol ... 45
Gambar 7.13 Oven ... 46
Gambar 7.14 Autoklaf ... 46
Gambar 7.15 Uji lipid plasma ... 46
Gambar 7.16 Sacrifice ... 46
Gambar 7.17 Pengambilan darah dari vena cava ... 46
Gambar 7.18 Larutan Sukrosa ... 46
Gambar 7.19 Streptozotocin ... 47
Gambar 7.20 Neraca analitik ... 47
Gambar 7.21 Vortex ... 47
Gambar 7.22 Penghancuran daun insulin menggunakan blender ... 47
Gambar 7.23 Serbuk hasil blender ... 47
Gambar 7.25 Surat keterangan sehat hewan ... 49
Gambar 7.26 Surat identifikasi bahan uji ... 50
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Gambar Proses Penelitian ... 44
Lampiran 2 Surat Keterangan Sehat Hewan ... 49
Lampiran 3 Hasil Determinasi / Identifikasi Bahan Uji ... 50
Lampiran 4 Perhitungan Dosis ... 51
Lampiran 5 Data Awal Semua Kelompok Penelitian ... 53
Lampiran 6 Hasil Data Uji Statistik ... 57
Lampiran 7 Grafik Trend ... 60
xii
DAFTAR SINGKATAN
ACTH : Adreno Corticotropic Hormone
ADP : Adenosine Diphosphate
ATP : Adenosine Triphosphate
BB : Berat Badan
cAMP : cyclic Adenosine Mono Phosphate
D : Diabetes
DM : Diabetes Melitus
DNA : Deoxyribo Nucleic Acid
EDTA : Ethylene Diamine Tetraacetic Acid
FOS : Fructo Oligo Saccharide
GABA : Gamma Amino Butyric Acid
GDS : Gula Darah Sewaktu
GLP : Glucagon Like Peptide
GLUT : Glucose Transporter
IAA : Insulin Auto Antibodies
IAPP : Islet Amyloid Poly Peptide
ICA : Islet Cell Antibodies
IDDM : Insulin Dependent Diabetes Melitus
IDF : International Diabetes Federation
IPB : Institut Pertanian Bogor
IRS : Insulin Receptor Substrate
kgBB : kilogram Berat Badan
mg : mili gram
MIT : Mitochondria
mL : mili Liter
N : Normal
NAD : Nikotinamida Adenina Dinukleotida
NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
NIH : National Institutes of Health
NO : Nitrit Oxide
PAU : Pusat Antar Universitas
PKB : Protein Kinase B
PP : Pancreatic Polypeptide
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
SD : Standar Deviasi
Ss : Smallanthus sonchifolius
STZ : Streptozotocin
TG : Trigliserida
TRB3 : Tribble 3
VLDL : Very Low Density Lipid
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik endokrin yang ditandai dengan
adanya hiperglikemia kronik, disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,
protein, lemak akibat terganggunya insulin, baik kerjanya, sekresinya, atau keduanya.1
Pada tahun 2013, sekitar 382 juta orang di dunia yang menderita diabetes dan
diperkirakan akan terus meningkat hingga 592 juta orang pada tahun 2035.2 Menurut
data yang terdapat di International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2013,
Indonesia menduduki urutan ke-7 di dunia sebagai negara dengan penderita diabetes
melitus, baik itu diabetes tipe 1 maupun tipe 2, sebanyak 8,554 % atau 27-79
penderita per 1000 penduduk.2 Berdasarakan data dari Riskesdas tahun 2013, provinsi
di Indonesia yang memiliki angka prevalensi tertinggi penderita diabetes melitus
adalah provinsi Sulawesi Tengah (3,7 %).19
Faktor resiko dari diabetes melitus terbagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang dapat
diubah dan yang tidak dapat diubah.19 Contoh dari faktor risiko yang bisa diubah
adalah perilaku hidup yang kurang sehat, diet yang tidak seimbang, obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, dan merokok.19 Sedangkan contoh
dari faktor risiko yang bisa diubah adalah ras, etnik, usia, jenis kelamin, dan riwayat
penyakit keluarga diabetes melitus.19
Angka kematian yang disebabkan karena diabetes melitus di Indonesia sudah
mencapai 172.601 jiwa, sehingga Indonesia mendapatkan gelar sebagai negara dengan
angka kematian tertinggi ke-5 akibat diabetes melitus.2 Ciri khas penderita diabetes
melitus adalah terdapatnya polifagi, polidipsi, dan poliuri yang diiringi dengan
penurunan berat badan. Dan berdasarkan penelitian Todd di tahun 2008, sepertiga
hingga setengah dari total penderita diabetes melitus mengalami komplikasi.
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi komplikasi mikrovaskular (retinopati,
nefropati, neuropati) hingga komplikasi makrovaskular (penyakit jantung iskemik,
2
Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan diatas, dapat dilihat bahwa diabetes
melitus merupakan suatu penyakit yang harus di waspadai karena tingginya angka
kejadian, kemungkinan kearah terjadinya komplikasi, serta angka kematiannya.
Pengobatan secara medika mentosa yang tersedia untuk diabetes melitus seperti
insulin dan obat anti diabetik oral merupakan terapi pengontrol kadar glukosa yang
tinggi di darah. Perihal bahwa diabetes melitus tidak dapat di obati namun hanya bisa
dikontrol perlu diketahui pasien.4 Namun obat-obatan tersebut memiliki banyak efek
samping, seperti hipoglikemik, nyeri perut, mual, muntah, diare, peningkatan berat
badan, reaksi alergi, dan resistensi.5 Oleh karena alasan itu, banyak pemikiran untuk
menggunakan obat tradisional sebagai terapi DM, baik itu hanya adjuvan bahkan
hingga terapi utama.3
Obat tradisional telah digunakan bertahun-tahun, terutama sejak tahun 1990, baik di
negara maju maupun di negara berkembang, sebagai perawatan, pencegahan, maupun
pengobatan berbagai penyakit fisik maupun mental.1 Obat tradisional yang berasal
dari tanaman digunakan oleh 60 % penduduk dunia sebagai terapi diabetes melitus
dikarenakan harganya yang lebih murah dan efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan obat diabetik.6 Sedangkan di negara berkembang, sebagian besar
penduduknya menggunakan obat tradisional untuk pengobatan primer.6 Indonesia,
yang merupakan salah satu dari negara berkembang, penggunaan obat tradisional
merupakan hal yang sangat lumrah dan salah satunya adalah untuk terapi diabetes
melitus.
Pada penelitian ini akan dibahas mengenai efek dari obat tradisional yang berasal dari
tanaman Smallanthus sonchifolius, atau yang lebih dikenal sebagai tanaman yacon
atau daun insulin. Dosis yang akan diujikan adalah dosis 100 mg/kgBB dan 300
mg/kgBB dikarenakan pada studi yang telah dilakukan sebelumnya, pemberian yacon
dosis 400 mg/kgBB dapat menurunkan glukosa darah yang bermakna.14 Pada
penelitian ini diharapkan agar dapat diketahui nya dosis terapeutik yang lebih efektif
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran kadar
glukosa darah kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol?
2. Apakah terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran berat badan
kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika dibandingkan
dengan kelompok kontrol?
3. Apakah terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran kadar
kolesterol kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol?
1.3 Hipotesis
1. H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran kadar
glukosa darah pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon
jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.
H1 : Terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran kadar glukosa
darah pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
2. H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran berat
badan pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon dosis
jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.
H1 : Terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran berat badan
pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
3. H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran kadar
kolesterol pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika
4
H1 : Terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran kadar
kolesterol pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari ekstrak yacon terhadap
kadar gula darah, berat badan, dan kadar kolesterol tikus diabetes.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui perbedaan kadar glukosa darah antara tikus diabetes yang
diberikan ekstrak yacon dosis 100 mg/kgBB selama 28 hari, tikus diabetes
yang diberikan ekstrak yacon dosis 300 mg/kgBB selama 28 hari, tikus
diabetes yang tidak dilakukan pemberian ekstrak selama 28 hari, dan tikus
yang tidak diabetes selama 28 hari.
2. Mengetahui perbedaan berat badan antara tikus diabetes yang diberikan
ekstrak yacon dosis 100 mg/kgBB selama 28 hari, tikus diabetes yang
diberikan ekstrak yacon dosis 300 mg/kgBB selama 28 hari, tikus diabetes
yang tidak dilakukan pemberian ekstrak selama 28 hari, dan tikus yang
tidak diabetes selama 28 hari.
3. Mengetahui perbedaan kadar kolesterol antara tikus diabetes yang
diberikan ekstrak yacon dosis 100 mg/kgBB selama 28 hari, tikus diabetes
yang diberikan ekstrak yacon dosis 300 mg/kgBB selama 28 hari, tikus
diabetes yang tidak dilakukan pemberian ekstrak selama 28 hari, dan tikus
yang tidak diabetes selama 28 hari.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti
a. Dapat menambahkan pengalaman melakukan suatu penelitian agar
dapat melakukan penelitian yang lebih baik lagi kedepannya.
b. Mendapat pengetahuan tentang terapi tradisional dengan
penggunaan ekstrak yacon untuk penurunan kadar gula darah dan
c. Dapat memenuhi syarat untuk memperoleh gelar S1 kedokteran
dengan menyelesaikan penelitian ini.
1.5.2 Bagi Institusi Akademis
Dapat memberikan kontribusi untuk penambahan kepustakaan serta
referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5.3 Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi tentang obat tradisional ekstrak yacon
yang dapat menurunkan kadar gula darah & kolesterol, serta dapat
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Fisiologi Pankreas
Pankreas berasal dari kata pan (semua) dan creas (daging), terletak
retroperitoneal di bagian posterior dari curvature mayor gaster. Pankreas
memiliki cauda, corpus, dan caput yang menyambung dengan duodenum
dengan panjangnya 12-15 cm. Beratnya 1-2 gram pada manusia dewasa.8
Gambar 2.1 Anatomi Pankreas
(Tortora, 2009)
Pankreas merupakan kelenjar yang tergolong eksokrin maupun endokrin.
Fungsinya sebagai kelenjar eksokrin adalah mengekskresikan enzim-enzim
pencernaan yaitu amylase, trypsin, chymotrypsin, carboxypeptidase, elastase,
lipase, ribonuclease, dan deoxyribonuclease. Enzim pencernaan disekresikan
melalui duktus pancreaticus mayor (duktus Wirsungi) dan duktus aksesorius
ke duodenum. Sedangkan fungsinya sebagai kelenjar endokrin adalah
mengekskresikan insulin, glukagon, somatostatin, dan polipeptida. Gangguan
pada kelenjar pankreas dapat menyebabkan gangguan pada homeostasis nutrisi,
termasuk sekelompok gejala klinis yang disebut diabetes melitus.9
Pada kelenjar pankreas, secara histologis, 99% merupakan sel acini yang
mensekresikan enzim-enzim pencernaan (fungsi eksokrin) dan sisa 1%
endokrin). Meski begitu terdapat sekitar 1 juta kelenjar endokrin—Islet of
Langerhans—yang tersebar. Ada 4 tipe sel di pankreas, sel α, sel β, sel δ (D),
dan sel PP.9 Berikut tabel penjelasannya :
Tabel 2.1 Tipe Sel pada pankreas beserta produk sekresinya
Tipe Sel (di dorsal) Jumlah (di ventral) Jumlah Produk Sekresi
Sel α 10% < 0.5% Glukagon, Proglukagon, GLP-1,
2.1.2 Fisiologi Insulin
Insulin disekresikan sekitar 30 unit per harinya pada orang dewasa normal.
Konsentrasi insulin basal pada darah manusia adalah 10 μ unit/mL (90-120 menit setelah makan). Sedangkan konsentrasi insulin pada kontrol normal
adalah 100 μ unit/mL (puncaknya yaitu setelah 30-45 menit setelah makan).9
Keberadaan glukosa dalam darah akan memicu disekresikannya insulin,
meskipun begitu, kadar glukosa darah basal manusia (di bawah 100 mg/dL)
tidak cukup untuk menstimulasi pelepasan insulin. Adanya stimulasi eksogen
(glukosa dari makanan) akan meningkatkan kadar glukosa darah yang
kemudian akan direspon oleh sel beta pankreas.9
Glukosa masuk ke sel beta pankreas dengan cara difusi pasif, difasilitasi oleh
protein membran spesifik Glucose Transporter (GLUT). Di dalam sel beta
pankreas, glukosa akan difosforilasi menggunakan enzim glukokinase. Hasil
dari katabolisme glukosa ini adalah Adenosine Triphosphate (ATP) intrasel.
8
pankreas, sehingga terjadilah depolarisasi sel. Keadaan depolarisasi ini akan
mengaktivasi kanal kalsium, dan kalsium akan didapatkan. Kalsium adalah
modulator penting dalam sekresi insulin. Maka dengan meningkatnya kalsium
uptake, meningkat pula sekresi insulin. Selain kalsium, modulator lain yang
berperan penting dalam sekresi insulin adalah Cyclic Adenosine
Monophosphate (cAMP), Leucine, Stimulasi Vagal, dan Sulfonylurea.9
Gambar 2.2 Mekanisme sekresi insulin di dalam sel beta
(Harrison, 2012)
Insulin bekerja pada reseptornya di permukaan membran sel target. Hampir
semua sel tubuh mempunyai reseptor spesifik insulin dan protein untuk
memfosforilasi nya, Insulin Reseptor Substrate (IRS). Substrat yang
teraktivasi tersebut akan merekrut kinase, fosfatase, dan molekul signaling
yang akan melewati metabolic pathway yang akan meregulasi metabolisme
nutrisi.9
Down regulation, adalah keadaan abnormalitas dari reseptor insulin, dimana
jumlah reseptornya berkurang akibat peningkatan kronik kadar insulin di
sebaliknya, saat kadar insulin darah rendah, jumlah reseptor akan ditingkatkan.
Kondisi yang berhubungan dengan meningkatnya kadar insulin darah adalah
obesitas, asupan karbohidrat berlebih, dan asupan insulin eksogen berlebih.
Sedangkan kondisi yang berhubungan dengan menurunnya kadar insulin darah
adalah olahraga, puasa, dan peningkatan kortisol.9
Pada kondisi resistensi insulin, diduga kesalahan utama bukanlah terdapat
pada reseptor insulinnya, namun karena adanya defek dari postreceptor
intraselular signaling pathways.9
Fungsi utama insulin adalah untuk mengolah agar nutrisi yang masuk kedalam
tubuh tersimpan, dan kerjanya hampir di semua jaringan tubuh. Efek insulin
pada hati adalah menghambat katabolisme dan bekerja secara anabolik
(glikogenesis), serta meningkatkan sintesis trigliserida dan very low density
lipid (vldl). Efek insulin pada otot adalah peningkatan sintesis protein dan
glikogen. Sedangkan efek pada jaringan adiposa adalah peningkatan
lipogenesis dan menginhibisi lipolisis.9
2.1.3 Definisi Diabetes
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik dengan gejala hiperglikemia
akibat gangguan pada insulin, baik itu pada produksi (kerusakan pankreas),
kerja insulin, maupun keduanya.11
2.1.4 Patofisiologi Diabetes
Diabetes melitus disebabkan karena kekurangan kadar insulin, baik itu absolut
maupun relatif, yang kemudian menyebabkan terjadinya peningkatan
konsentrasi glukosa darah.12 Diabetes melitus memiliki klasifikasi :
DM Tipe 1
DM tipe 1 merupakan interaksi dari faktor genetik, faktor lingkungan, dan
faktor imunologik.8 Pada DM tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus
(IDDM), terjadi kekurangan kadar insulin yang absolut (pasien sudah pasti
10
menyebabkan timbulnya lesi pada sel beta pankreas. Proses autoimun itu
sendiri dapat teraktivasi akibat pengaruh lingkungan, misalnya infeksi virus.12
Pulau-pulau pankreas akan diinfiltrasi oleh limfosit T dan terdeteksi juga
autoantibodi pulau pankreas, Islet Cell Antibodies (ICA) dan Insulin Auto
Antibodies (IAA).12 Gejala diabetes baru akan terlihat apabila mayoritas sel
beta pankreas telah rusak (70 – 80 %). DM Tipe 1 bersifat herediter, terjadi
lebih sering pada pasien yang membawa antigen HLA-DR3 dan HLA-DR4.12
DM Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) adalah DM yang paling sering terjadi di masyarakat. Pada pasien
DM Tipe 2, terdapat kekurangan insulin relatif (yang tidak terlalu memerlukan
insulin eksogen), dikarenakan sekresi insulin oleh beta pankreas mungkin
normal, meski lebih sering terdapat keabnormalitasan sekresi insulin, namun
organ target insulinlah yang menurun sensitivitasnya terhadap insulin
(resistensi insulin).12
Terdapat peran herediter pada DM Tipe 2. Kebanyakan pasien DM tipe 2
adalah overweight – obesitas, yang disebabkan karena herediter, intake
makanan berlebih, dan aktivitas yang sedikit, sehingga ketidakseimbangan
antara asupan dengan penggunaan menyebabkan peningkatan glukosa darah.
Keadaan ini memaksa sel beta pankreas untuk mensekresi lebih banyak insulin,
yang justru lambat laun menjadi down regulation pada reseptor insulin di
jaringan hingga akhirnya menjadi resisten.12
Obesitas memang faktor pemicu DM tipe 2. Namun selain itu, DM tipe 2 juga
terjadi akibat adanya disposisi genetik. Beberapa gen yang berperan adalah
gen pemicu obesitas dan gen pembuat jaringan tubuh memiliki kecenderungan
dalam penurunan sensitivitas insulin.12
Diabetes dapat terjadi tanpa adanya faktor genetik, namun terdapat faktor
lingkungan. Contohnya seperti pankreatitis, peningkatan sekresi hormon
(stress), progesteron, choriomammotropin (kehamilan), ACTH, hormon
thyroid, glukagon, dan somatostatin.12
2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes
Pada keadaan defisiensi insulin akut, tidak adanya insulin yang berperan dalam
metabolisme glukosa menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Akumulasi
glukosa darah membuat keadaan menjadi hiperosmolaritas. Karena glukosa
sudah tidak tertampung lagi, maka glukosa akan diekskresikan oleh ginjal ke
urin. Karena keadaan intravaskular sedang hiperosmolaritas, maka terjadilah
yang disebut dengan diuresis osmotik (usaha tubuh untuk menurunkan
hiperosmolaritasnya adalah dengan cara mengekskresikan banyak cairan
plasma hiperglikemia ke urin, poliuria). Karena banyaknya cairan yang
dikeluarkan via urin, maka dehidrasi tidak terhindarkan dan akan muncul rasa
haus pada pasien DM, maka pasien DM akan lebih sering minum (polidipsi).12
Di dalam urin yang diekskresikan, tentunya ada juga elektrolit yang terbuang
seperti natrium (Na+), kalium (K+), fosfat (Pi), dan magnesium. Defisiensi
insulin juga akan menyebabkan peningkatan degradasi protein pada otot dan
jaringan lain menjadi asam amino. Peningkatan degradasi otot bersama dengan
penurunan kadar elektrolit akan menyebabkan kelemahan otot. Degradasi
protein dan lemak, serta poliuria inilah yang akan menyebabkan penurunan
berat badan.12
2.1.6 Yacon (Smallanthus sonchifolius)
Gambar 2.3 Tanaman yacon (kiri : bunga yacon, kanan : akar yacon)
12
Smallanthus sonchifolius atau yacon termasuk dalam keluarga bunga matahari.
Tanamannya dapat tumbuh setinggi 1,5 – 2,5 m. Akar dari tanaman yacon
digunakan sebagai tempat penyimpanan nutrisinya yang rasanya manis dan
dapat dikonsumsi mentah. Bagian akar tanaman yacon inilah yang secara
tradisional sering digunakan dalam pengobatan.13 Berikut kandungan dari
yacon :
Tabel 2.2 Kandungan nutrisi yacon
(Sumber : Yacon fact sheet http://www.cipotato.org)
Yacon berasal dari dataran tinggi Andean di Argentina Utara. Namun
sekarang telah dikembangkan di negara-negara lain seperti Brazil, Korea,
Czech, Rusia, Taiwan, US, dan Jepang. Yacon dipanen pada awal musim hujan
(bulan September dan November di Argentina).13
Oligofruktosa pada yacon mengandung hanya 1,5 kcal/g sehingga tidak akan
meningkatkan kadar gula darah dan baik untuk dikonsumsi oleh pasien
diabetes dan obesitas. Selain itu oligofruktosa ini juga merupakan prebiotik
dan serat sehingga dapat mencegah konstipasi. Studi pada hewan
menunjukkan bahwa oligofruktosa yacon meningkatkan absorbsi kalsium,
mengurangi kadar kolesterol, dan meningkatkan sistem imun.13
Yacon juga menunjukkan perbaikan resistensi insulin pada penderita diabetes
mellitus tipe 2.20 Kerja yacon diamati lebih baik pada perbaikan resistensi
insulin hepatic, namun tidak ada efek pada resistensi insulin otot skeletal.20
penurunan phosphoenolpyruvate carboxykinase1 sebanyak 49% dan
glucose-6-phosphatase sebanyak 64% yang diambil dari jaringan hepar, dimana
keduanya merupakan enzim penting dalam jalur glukoneogenesis.20 Selain itu
juga diamati dari hasil penelitian pada tikus yang diberi yacon, bahwa terjadi
penurunan TRB3 hepar sebanyak 43 %.20 TRB3 adalah protein yang
meningkat pada keadaan resistensi insulin dan berkontribusi pada resistensi
insulin dengan cara menginhibisi aktivasi protein kinase B (PKB). 20 PKB
bekerja dalam metabolisme glukosa.
Pada akar dan daun tanaman yacon, terkandung polifenol yang bersifat sebagai
antioksidan. Ekstrak daun yacon telah menunjukkan hasil pada penurunan
kadar glukosa darah tikus diabetes dan non-diabetes.13
Pada penelitian yang dilakukan Silmara, dkk (2008), pemberian ekstrak yacon
400 mg selama 14 hari terbukti efektif menunjukkan hasil peningkatan berat
badan pada hewan diabetes serta menurunkan glukosa darah pada hewan
diabetes (59%).14
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun tanaman yacon memiliki efek
imunomodulasi, antioksidan, dan sitoprotektor. Selain itu daun tanaman yacon
juga menurunkan GDS dengan cara meningkatkan konsentrasi insulin plasma
tikus diabetik. Penjelasan lain tentang penurunan kadar glukosa plasma, yaitu
ditemukannya interferensi pada absorbsi karbohidrat di usus.14
Toksisitas akut dari pemberian yacon yang diadministrasikan secara oral
sangat rendah kejadiannya. Tidak ada kematian maupun efek samping lain
yang diamati hingga dosis 5000 mg/kgBB.14 Perlu diperhatikan bahwa efek
dari pemberian ekstrak pada glukosa darah tikus diobservasi dalam jangka
waktu tertentu, yang menyatakan bahwa substansi aktif yacon membutuhkan
jangka waktu periode tertentu untuk mencapai konsentrasi aktif pada
organisme.14
Berikut beberapa kemungkinan mekanisme yang menyebabkan penurunan
konsentrasi GDS14:
14
Penurunan hormon yang meningkatkan pelepasan glukosa
Peningkatan jumlah dan sensitivitas reseptor insulin
Penurunan dari pelepasan degradasi glikogen
Peningkatan penggunaan glukosa oleh jaringan dan organ
Reduksi absorbsi glukosa di intestinal
2.1.7 Streptozotosin
Streptozotosin (STZ) adalah glucosamine nitrosourea yang secara spesifik
menargetkan sel beta pankreas, masuk via Glucose Transporter 2 (GLUT 2)
dan mengalkilasi DNA. DNA yang terserang menginduksi aktivasi
poly-ADP-ribosylation (deplesi dari NAD+ dan ATP selular) dan membentuk
formasi radikal superoksida yang kemudian merusak sel beta.15
Efektivitas STZ bergantung pada kadar ekspresi GLUT 2 yang dipengaruhi
oleh usia jenis kelamin, ras, atau spesies. Produk ini tidak boleh digunakan
pada manusia.15
STZ digunakan secara umum untuk menginduksi diabetes pada hewan
eksperimen. Mekanisme dari STZ sebagai sitotoksik glukosa analog pada sel β
pankreas telah dipelajari dan telah dipahami dengan baik.16
Aksi sitotoksik pada keadaan diabetes adalah akibat Reactive Oxygen Species
(ROS). Namun, pada STZ terdapat peran dari siklus redox dengan formasi
radikal superoksida. Radikal tersebut akan mengalami dismutasi oleh hidrogen
peroksida. Kemudian akan terjadi reaksi fenton yang mengakibatkan
pembentukan High Reactive Hydroxyl Radical.16
STZ masuk ke sel β via GLUT2 dan menyebabkan alkilasi DNA. Kerusakan DNA menginduksi aktivasi poly-ADP-ribosylation, yang akan menyebabkan
deplesi NAD+ selular dan ATP. Peningkatan defosforilasi ATP akibat
pemberian STZ menyebabkan terjadinya pembentukan substrat Xanthine
Oxidase yang kemudian menjadi radikal superoksida. Secara bersamaan juga
terjadi pembentukan hidrogen peroksida dan radikal hidroksil. Lalu, STZ akan
membebaskan toksik dari nitrit oksida yang akan menginhibisi aktivitas
Gambar 2.4 Mekanisme streptozotosin menginduksi keadaan toksik pada sel β pankreas. MIT – mitochondria; XOD – xanthine oxidase
(Sumber : Szkudelski, 2001)
STZ digunakan untuk menginduksi baik itu Insulin Dependent Diabetes
Melitus (IDDM) maupun Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM).
Dosis yang sering digunakan pada tikus dewasa untuk menginduksi DM yaitu
antara 40-60 mg/kgBB intraperitoneal, meski dosis lebih dari itu masih dapat
digunakan. Sedangkan dosis dibawah 40 mg/kgBB kemungkinan tidak
efektif.16
Kerja STZ di sel β adalah mempengaruhi kadar insulin dan glukosa darah. Dua
jam setelah penyuntikkan STZ, diamati bahwa terjadi penurunan dari kadar
insulin darah dan terjadinya hiperglikemia. Sekitar enam jam kemudian,
16
terjadilah hiperglikemia dan penurunan kadar insulin darah. Perubahan dari
kadar glukosa darah tersebut menunjukkan adanya abnormalitas pada sel β.16
STZ mengganggu proses oksidasi glukosa dan menurunkan sintesis dan
sekresi insulin. Diamati juga bahwa STZ awalnya membuat sel β tidak respon
terhadap glukosa, dengan cara STZ masuk ke dalam sel β via GLUT 2 dan
membuat kerusakan pada selnya, seperti yang dijelaskan pada gambar 2.4.16
Kembalinya respon sel β terhadap glukosa secara sementara memang terjadi
namun setelah itu diikuti dengan kerusakan sel secara permanen.16
Penelitian terbaru menyebutkan bahwa cara utama STZ menyebabkan
kematian sel β adalah akibat alkilasi DNA. Aktivitas alkilasi oleh STZ berhubungan dengan nitrosourea (NO). STZ adalah sama dengan mendonor
NO secara tidak langsung (NO merupakan molekul yang dibebaskan saat STZ
dimetabolisme di dalam sel β), dan NO telah terbukti menjadi perusak sel islet
pankreas, sifat sitotoksik, pada beberapa eksperimen. Meski pada
penelitian-penelitian lain pun menunjukkan bahwa zat yang bersifat sitotoksik tidak
hanya molekul NO ini saja.16
STZ dibuktikan juga menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang juga
berkontribusi dalam fragmentasi DNA dan menyebabkan perubahan berupa
beberapa delesi pada sel. Formasi superoksida di mitokondria akan
menginhibisi siklus Krebs yang kemudian mengurangi kadar oksigen di sel
dan akhirnya sangat membatasi pembentukan ATP yang menyebabkan deplesi
nukleotida di sel β. Restriksi ATP mitokondria parsialnya juga merupakan
aktivitas NO via inhibisi enzim aconitase.16
Defosforilasi ATP meningkatkan suplai dari Xanthine Oxidase yang
menyebabkan peningkatan produksi asam urat, produk akhir dari degradasi
ATP. Xanthine Oxidase tersebut bekerja sebagai pengkatalase reaksi dari
superoxide, yang kemudian menghasilkan hidrogen peroksida dan hidroksil
radikal. STZ juga menginduksi kerusakan DNA dengan mengaktivasi
ADP-ribosylation, yang kemudian menyebabkan deplesi dari NAD intraselular dan
2.2 Kerangka Konsep
Siklus Krebs Kadar O2⇓
18
2.3 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara
Pengukuran sampel yang dicek tiap
minggu dalam 28 hari
Strip dan Gluko meter
Dari darah
ekor tikus Numerik
2. Berat
Badan
Berat badan sampel yang dicek setiap hari selama 28
hari setelah 28 hari pemberian
19
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah desain
eksperimental.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi di Animal House, Laboratorium Biologi, Laboratorium Biokimia,
Laboratorium Farmakologi, dan Laboratorium Riset di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Kertamukti No.05,
Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan.
Waktu penelitian mulai dari Agustus 2014 hingga Februari 2015.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah menggunakan hewan tikus jantan usia 16 minggu
dari strain Sprague dawley sejumlah 80 ekor. Berat sampel bervariasi dalam rentang
192 – 337 gram. Sampel diperoleh dari IPB. Sampel yang digunakan sebanyak 80
ekor karena dalam kelompok riset kami akan diujikan juga pengaruh ekstrak kayu
manis (oleh anggota riset lain selain saya), sehingga jika yang dihitung hanya untuk
eksperimen uji ekstrak yacon saja, jumlah tikus yang digunakan sebagai sampel
adalah 57 ekor tikus (penjelasan lebih lanjut ada di lampiran).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi empat kelompok sampel
yaitu :
(1) Tikus normal = N
(2) Tikus DM = D
(3) Tikus DM + Ekstrak yacon 100 mg/kgBB = D+Ss100
(4) Tikus DM + Ekstrak yacon 300 mg/kgBB = D+Ss300
Pada penelitian menggunakan sampel hewan laboratorium, umumnya untuk
20
menggunakan Mead’s Equation. Mead’s Equation dapat memberi perkiraan jumlah
sampel yang sesuai meski standar deviasi antar sampel mungkin sulit untuk
diperkirakan.21
Mead’s Equation Formula adalah sebagai berikut :
E = N – B – T
Jumlah sampel antara 14 – 24 ekor tikus. Karena jumlah kelompok nya ada 4 maka
sampel yang digunakan per kelompoknya adalah 4 – 6 ekor.
3.3.1 Kriteria inklusi
Kelompok normal : tikus jantan Sprague dawley dengan GDS < 250 mg/dl
Kelompok diabetes : tikus jantan Sprague dawley dengan GDS > 250 mg/dl
3.3.2 Kriteria eksklusi
Kelompok normal dan DM : mati
Kelompok diabetes : tikus yang gagal dalam induksi streptozotosin setelah 3
kali pengukuran RUMUS MEAD
E = N – B – T
E : Error Component (10—20)
N : jumlah sampel (dikurangi 1)
B : Blocking Component (dikurangi 1)
3.4 CARA KERJA PENELITIAN 3.4.1 Persiapan Kandang
Alat dan bahan yang digunakan untuk persiapan kandang adalah sarung tangan,
masker, jas lab, kandang plastik 26 buah, sekam secukupnya, kotak makan 26
buah, pakan secukupnya, penutup kandang (kawat), batu pengganjal, botol
minum 52 buah, air keran secukupnya, dan label 26 buah.
Pertama kandang plastik dipersiapkan, kemudian kandang diisi dengan sekam
sebagai alasnya. Di dalam kandang harus disediakan kotak makan yang sudah
diisi pakan untuk makanan tikus. Tiap kandang harus ditutup dengan penutup
kandang yang terbuat dari kawat, lalu ditindih lagi dengan batu agar penutup
kandang tidak mudah terbuka. Botol minum yang sudah diisi penuh dengan air
keran juga diletakkan di atas kandang untuk minuman tikus. Dan terakhir,
diberikan label di bagian luar kandang mulai dari 1 – 26 untuk mempermudah
penelitian.
3.4.2 Adaptasi Tikus
Tiap kandangnya dapat diisi 3 – 4 tikus. Adaptasi dilakukan di animal house
selama 2 minggu. Selama di periode adaptasi ini, tikus harus dicek makanan
dan minumannya. Satu wadah makanan berisi pakan yang dapat mencukupi
kebutuhan 3 ekor tikus dalam 1 hari. Untuk minumannya, disediakan 2 botol
penuh yang harus diisi untuk mencukupi kebutuhannya. Sekam diganti 2 – 3
hari sekali agar kotoran maupun urin tikusnya tidak terlalu menumpuk.
Lingkungan kandang harus bebas dari polusi baik itu polusi udara maupun
polusi suara. Suara yang terlalu bising dapat membuat tikus stres yang
nantinya dapat sangat mempengaruhi hasil dari penelitian.
3.4.3 Penyuntikan Streptozotosin (STZ)
Alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan penyuntikkan streptozotosin
adalah STZ dosis 55 mg/kgBB, buffer citrate pH 4.5, spuit 1 cc, toples, kapas,
22
tikus yang akan dibuat diabetes dicek glukosa darah nya dengan glukometer
dan dipuasakan selama kurang lebih 4 jam.
Pertama adalah dibuatnya toples bius. Kapas secukupnya dimasukkan kedalam
toples. Lalu kapas dibasahi dengan eter secukupnya. Jangan biarkan kapas
alkohol terlalu lama terbuka dan terpapar udara, segera tutup toples, karena
alkohol mudah menguap.
Kemudian tikus dibius dengan memasukkannya ke dalam toples bius. Biarkan
tikus beberapa saat di dalam toples. Jika tikus sudah terlihat lemas, segera
keluarkan tikus agar tikus tidak mati. Lalu STZ disuntikkan secara
intraperitoneal dengan dosis 55 mg/kgBB. Sukrosa 10% diberikan secara
sonde setelah penyuntikkan STZ untuk menghindari hipoglikemia berlebihan.
3.4.4 Proses Ekstraksi Daun Yacon
Alat dan bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi daun yacon adalah
daun yacon, blender, alat pengayak, ethanol 70%, hot plate stirer, dan
saringan mikro.
Pertama, daun yacon disiapkan secukupnya. Kemudian daun yacon tersebut
dihaluskan dengan menggunakan blender, dan agar lebih halus lagi dilanjutkan
dengan pengayakan, hingga didapatkan serbuk yacon. Serbuk yacon ini
kemudian di larutkan dalam ethanol 70% dengan perbandingan 10 mg serbuk
yacon dalam 100 ml ethanol 70%. Larutan yacon-ethanol diaduk menggunakan
hot plate stirer selama 5 jam. Setelah itu larutan disaring menggunakan saringan
mikro. Kini bentuk dari daun yacon telah berubah menjadi ekstrak yacon cair.
Ekstrak yacon cair ini perlu di evaporasi agar didapatkan ekstrak yacon kering dalam
bentuk serbuk. Proses evaporasi dilakukan di PAU Institut Pertanian Bogor (IPB).
3.4.5 Pembuatan Ekstrak
Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan ekstrak adalah yacon
(sediaan serbuk), neraca analitik, kertas perkamen, sendok pengaduk, tabung
valcon 2 buah, akuades 300 cc untuk tiap tabungnya, dan vortex.
Kertas perkamen ditaruh di atas timbangan (neraca analitik) terlebih dahulu.
serbuk diambil dengan menggunakan sendok dan ditaruh diatas kertas
perkamen, sampai angka di neraca menunjukkan angka yang dibutuhkan.
Serbuk yacon yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam tabung valcon yang
telah berisi akuades steril sesuai dengan perhitungan. Lalu isi tabung valcon
tersebut diaduk sampai rata menggunakan vortex.
Perhitungan pembuatan ekstrak yacon dosis 100 mg :
� � � = � / ��� = ��� � = � � = � �
Jadi untuk membuat ekstrak yacon 100 mg/0,1ml/kgBB untuk 20 tikus dengan
rata-rata BB 300 mg, dibutuhkan 600 mg yang dilarutkan dalam 6 ml akuades
steril.
Perhitungan pembuatan ekstrak yacon dosis 300 mg :
23
Jadi untuk membuat ekstrak yacon 300 mg/0,1ml/kgBB untuk 20 tikus dengan
rata-rata BB 300mg, dibutuhkan 1800 mg yang dilarutkan dalam 6 ml akuades
steril.
3.4.6 Pemberian Ekstrak
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemberian ekstrak adalah ekstrak yacon
100 mg, ekstrak yacon 300 mg, sarung tangan, sarung tangan tebal, spuit 1 cc
dua buah, dan sonde bengkok.
Ekstrak yacon diberikan satu kali setiap harinya selama 28 hari. Setiap akan
dilakukan pemberian ekstrak, sarung tangan dan sarung tangan tebal harus
digunakan kedua-duanya untuk mencegah tercakarnya tangan peneliti akibat
tikus yang memberontak. Dengan menggunakan spuit 1 cc dan sonde
bengkok, ekstrak yacon diambil dari tabung valcon. Ekstrak yang diambil
harus disesuaikan dengan berat tikus. Berikut perhitungannya :
Yacoon 100 = 100 mg/kgBB = 100 mg/1000 gramBB = 10 mg/100 gramBB
Jadi untuk tikus dengan berat 100 gram dibutuhkan 10 mg yacoon. Karena 100
mg yacon sebanding dengan 0,1 ml, maka untuk tikus dengan BB 100 gram
dibutuhkan 0,01 cc ekstrak yacon.
Contoh : berat tikus 300 gram ekstrak yang diberikan 0,03 cc
Ekstrak di sonde melalui mulut tikus secara perlahan namun tanpa melukai
tikus dan tidak mencekik tikus.
3.4.7 Pengukuran Berat Badan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran berat badan adalah neraca
digital, gelas plastik besar, sarung tangan, sarung tangan tebal, kertas koran,
dan alat tulis.
Setiap hari hingga hari 28, BB tikus ditimbang dengan menggunakan
timbangan (neraca digital) dan bantuan gelas plastik besar (tikus dimasukkan
ke dalam gelas plastik agar lebih mudah dilakukan pengukuran). Selama
melakukan pengukuran, sarung tangan dan sarung tangan tebal harus
digunakan untuk menghindari luka akibat cakaran tikus. Timbangan dialasi
dengan kertas koran untuk menjaga kebersihan. Angka yang ditunjukkan di
neraca merupakan hasil pengukuran beratnya.
3.4.8 Pengukuran Glukosa Darah
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran glukosa darah adalah
sarung tangan, sarung tangan tebal, silet, swab alkohol, korek api, glukometer
merk easy touch, glukostrip, toples bius eter, kertas koran (alas), dan alat tulis.
Pengukuran GDS dilakukan satu kali tiap minggunya selama 28 hari. Selain
memakai sarung tangan, sarung tangan tebal juga harus dipakai. Pertama tikus
dimasukkan ke dalam toples eter untuk dibius, tunggu beberapa saat sampai
tikus terlihat lemas. Kemudian tikus dikeluarkan dan diletakkan di atas alas
koran. Karena yang akan digunakan untuk dicek GDSnya adalah darah ekor,
maka daerah ekor dibersihkan dengan menggunakan swab alkohol. Lalu ekor
tikus digores sedikit darah keluar. Tetesan darah ditempelkan pada glukostrip
dan hasil GDSnya dicek dengan glukometer. Bekas goresan dibersihkan
dengan swab alkohol lalu ekor sedikit dibakar menggunakan korek api untuk
menghentikan perdarahannya.
3.4.9 Pengambilan Sampel Plasma
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan sampel plasma adalah
spuit 3 cc, tabung EDTA, sentrifuge makro, mikropipet 100, tip biru, tube
eppendorf, dan kulkas -80°C.
Sejumlah darah tikus diambil dari vena cava inferior menggunakan spuit 3 cc.
Kemudian darahnya dimasukkan ke tabung EDTA. Tabung EDTA selanjutnya
dimasukkan ke dalam sentrifuge dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit.
Setelah itu, supernatannya diambil dengan menggunakan mikropipet dan
dipindahkan ke tube eppendorf. Plasma dapat disimpan didalam kulkas dengan
25
3.4.10 Pengukuran Kolesterol
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran kolesterol adalah plasma
10 μL dari tiap sampel, kit kolesterol Sclavo, autoklaf, tabung reaksi 25 buah,
akuades 10 μL, mikropipet 100 dan 10, tip kuning 1 box, tip biru 1 box, kuvet
2 buah, beker glass 1 buah, alat spektrofotometer, dan label.
Pertama plasma 10 μL disiapkan di tube eppendorf dan pastikan alat-alat yang
akan digunakan sudah di autoklaf sebelumnya. Tabung reaksi sebanyak 25
buah disusun berderet dan sudah diberi label (nama sampel) agar tidak tertukar
dan memudahkan peneliti. Kolesterol reagent (ada dari kit kolesterol)
dimasukkan ke semua tabung reaksi sebanyak 1000 μL. Kemudian sampel
(plasma) 10 μL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, begitu juga dengan kontrol positif (ada dari kit kolesterol) dan blanko (akuades) dengan jumlah
sama, 10 μL. Kemudian tabung reaksi diinkubasi dalam suhu ruangan (37°C)
selama 10 menit.
Setelah inkubasi selesai, campuran sampel + reagent di dalam tabung reaksi
dimasukkan ke dalam kuvet menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke
spektrofotometer. Hal ini juga dilakukan pada campuran kontrol+reagent dan
blanko + reagent. Hasil absorbansinya akan terlihat pada spektrofotometer.
3.5 Alur Penelitian
Sacrifice Pengambilan sampel
plasma
Pengukuran Kolesterol Menunggu STZ bereaksi
Cek GDS, pastikan GDS > 250 mg/dL
Di Analisa Statistik Pembagian kelompok tikus
26
3.6 Pengolahan dan Analisis Data
Pengambilan data untuk penelitian pada tikus jantan strain Sprague dawley ini
dilakukan dengan menginduksi kelompok tikus D menggunakan STZ yang kemudian
diberi ekstrak yacon dosis 100 mg dan 300 mg. Penelitian ini memiliki dasar dari
penelitian-penelitian sebelumnya yaitu berupa panduan dosis ekstrak yacon yang
efektif, yang tidak efektif, maupun dosis yang belum diujikan.
Data yang diamati adalah berupa BB, GDS, dan kadar kolesterol (dibandingkan juga
dengan kontrol negatifnya). Kemudian, pengolahan data dilakukan secara
komputerisasi dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 16.0.
Uji yang digunakan adalah One Way Anova, sebab penelitian ini merupakan
penelitian analitik kategorik numerik yang membandingkan antar variabel dengan
skala pengukuran numerik pada lebih dari dua kelompok yang tidak berpasangan.
Sebelum dilakukannya uji One Way Anova, perlu dilakukan uji normalitas data dan uji
homogenitas data. Jika salah satu dari kedua uji tersebut tidak terpenuhi, maka tidak
bisa dilakukan uji One Way Anova dan dialihkan menjadi uji non-parametric
Kruskal-Wallis.
29
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Glukosa Darah Sewaktu
Data glukosa darah berikut merupakan hasil dari rata-rata glukosa darah tikus dalam
satu kelompok. Dalam satu kelompok terdapat empat ekor tikus, sehingga data yang
dilampirkan dibawah ini merupakan hasil dari rata-rata glukosa darah empat ekor tikus.
Tabel berikut mencantumkan data rata-rata gula darah seluruh sampel setiap
minggunya hingga hari 28.
Tabel 4.1 Rata-Rata Glukosa Darah Pada Seluruh Sampel
GDS Mean±SD (mg/dL)
Sampel Hari 1 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 N 83.3±10.5 116.8±12 94.3±17.3 117.5±12.6 103.3±7.5 D 481.3±98.2 532.8±91.2 521±102.4 531.5±26.3 600±0 D+Ss100 539.3±36.8 541.5±58.9 416±223.9 490.3±91.4 494.5±71.5 D+Ss300 519±51 556.5±48.7 586.5±15.6 565±30.1 517.5±81
Keterangan : GDS, Gula Darah Sewaktu; SD, Standar Deviasi, N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus
sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus
sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pemberian streptozotosin efektif dalam
meningkatkan glukosa darah pada tikus kelompok diabetes sehingga didapatkan
rata-rata gula darah tikus kelompok diabetes >250 mg/dL (sebagai syarat penegakan
diagnosis diabetes pada tikus) pada hari 1. Data tersebut merupakan data rata-rata gula
darah dari total empat data (empat tikus) yang dijumlahkan dan kemudian di
rata-ratakan. Data didapatkan dari hasil pengukuran glukosa darah pada hari 1, hari 7, hari
14, hari 21, dan hari 28. Angka pada standar deviasi merupakan selisih dari rata-rata
dengan varians data, yang mengandung arti bahwa semakin besar angka standar deviasi
maka data yang dimiliki semakin besar pula variasi datanya.
Perbedaan bermakna rata-rata gula darah kelompok tikus diabetes antara kelompok
tikus diabetes non-terapi Smallanthus sonchifolius dan kelompok tikus diabetes dengan
terapi Smallanthus sonchifolius terlihat pada hari 7, hari 14, hari 21, dan hari 28 untuk
30
tikus diabetes dengan pemberian Smallanthus sonchifolius dosis 300 mg/kgBB,
didapatkan perbedaan rata-rata gula darah bermakna dengan tikus diabetes non-terapi
hanya pada hari 28.
Keterangan : N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).
Grafik 4.1 Rata-Rata Glukosa Darah Hari 28 Pada Seluruh Sampel
Untuk melihat rata-rata perbedaan sampel pada dua kelompok penelitian, dilakukan uji
lain yaitu uji T. Namun karena hasil dari uji distribusi data glukosa darah tidak normal
maka digunakan uji statistik nonparametrik yaitu uji Mann Whitney. Hasilnya
menunjukan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kadar glukosa darah hari ke 28 yang
signifikan pada kelompok sampel N dan D (p value = 0,014), kelompok sampel N dan
Selanjutnya dilakukan perhitungan statistik menggunakan uji One Way Anova untuk mengetahui signifikasi perbedaan antar kelompok dalam pengujian kadar gula darah ini.
Uji distribusi data dan uji homogenitas yang memenuhi merupakan syarat
diperbolehkannya dilakukan uji One Way Anova. Namun karena hasil dari uji distribusi
data normal namun varians tidak homogen, maka perhitungan statistik tidak bisa
menggunakan uji One Way Anova dan dilanjutkan menggunakan uji non-parametric
yaitu uji Kruskal-Wallis.
Berikut uji statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis:
Tabel 4.2 Hasil Analisa Data Rata-Rata Glukosa Darah Pada Seluruh Sampel
Kategori Kelompok Mean±SD (mg/dl) p-value
Glukosa darah N 103.04±14.46
D 533.3±52 0.015 D+Ss100
D+Ss300
496.3±45.2 548.9±31.4
Keterangan : Mean Rank, rata-rata; N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).
Dari tabel hasil analisa data statistik menggunakan uji Kruskal Wallis pada rata-rata
kadar gula darah sewaktu setiap kelompok penelitian selama 28 hari didapatkan hasil
seperti pada tabel 4.2. Nilai p-value 0.015 (p<0.05) menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan bermakna pada rata-rata kadar gula darah antar kelompoknya. Hal ini terjadi
mungkin akibat dari efek pemberian ekstrak daun yacon yang bersifat anti-diabetik,
penurun glukosa darah.
Pada studi sebelumnya yang dilakukan oleh Candra,dkk (2013), pemberian ekstrak
daun yacon dengan dosis 300 mg/kgBB/hari selama 14 hari memiliki perbedaan
32
Data berat badan yang digunakan adalah rata-rata dari berat badan suatu kelompok uji
(n=4). Untuk satu kelompok terdapat 28 data dikarenakan data berat badan diambil tiap
harinya dalam periode 28 hari.
Tabel berikut mencantumkan data rata-rata dan selisih persentase berat badan seluruh
sampel hari 1 dengan rata-rata selama 28 hari :
Tabel 4.3 Rata-rata Berat Badan Pada Seluruh Sampel
Kelompok BB Hari 1±SD
(gram)
Rata-rata 28 Hari ±SD Persentase Rata-rata 28 Hari
(gram) dibandingkan Hari 1 (%)
N 267±40 289.8±37.2 108.5 (naik)
D 223.75±14.25 204.1±24.8 91.2 (turun)
D+Ss100 228.5±15.5 216.7±11.3 94.8 (turun)
D+Ss300 231.3±37.25 205.1±28.9 88.6 (turun)
Keterangan : N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).
Keterangan : N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).
Grafik 4.2 Rata-rata Persentase Berat Badan Hari 28 Pada Seluruh Sampel
Untuk melihat rata-rata perbedaan sampel pada dua kelompok penelitian, dilakukan uji
lain yaitu uji T. Karena hasil dari uji distribusi data berat badan normal maka digunakan
uji statistik parametric T-Independent. Hasilnya menunjukan bahwa terdapat perbedaan
rata-rata persentase berat badan hari ke 28 yang signifikan pada kelompok sampel N
dan D (p value = 0,001), kelompok sampel N dan D+Ss100 (p value = 0,002),
kelompok sampel N dan D+Ss300 (p value = 0,005). Sementara itu tidak terdapat
perbedaan rata-rata persentase berat badan yang signifikan pada kelompok sampel D
dan D+Ss100 (p value = 0,211), kelompok sampel D dan D+Ss300 (p value = 0,939),
dan kelompok sampel D+Ss100 dan D+Ss300 (p value = 0,405).
Selanjutnya dilakukan perhitungan statistik menggunakan uji One Way Anova untuk
mengetahui signifikasi perbedaan antar kelompok dalam pengujian kadar gula darah
ini. Uji distribusi data dan uji homogenitas yang memenuhi merupakan syarat
diperbolehkannya dilakukan uji One Way Anova.
Dari hasil uji distribusi dan uji normalitas, didapatkan data normal. Dari hasil uji
homogenitas, didapatkan varians homogen (p>0.05), maka perhitungan statistik adalah
menggunakan uji One Way Anova.
Berikut uji statistik menggunakan uji One Way Anova :
Tabel 4.4 Hasil Analisa Data Rata-Rata Berat Badan Pada Seluruh Sampel
Kelompok Mean±SD(%g) Homogenitas Anova p-value
N 108.5±4.8
Keterangan : BB, Berat Badan; Mean, Rata-rata; SD, Standar Deviasi; N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak
Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak
Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).
Dari hasil analisa data berat badan setiap kelompok penelitian menggunakan uji One
Way Anova, didapatkan bahwa p-value nya 0.000 (p<0.05) yang menunjukkan bahwa
34
kelompok nya. Untuk mengetahui kelompok mana saja yang memiliki perbedaan
bermakna maka analisa dilanjutkan dengan menggunakan uji post-hoc.
Hasil dari uji post-hoc menunjukkan bahwa kelompok yang memiliki perbedaan
bermakna pada data rata-rata persentase berat badannya adalah kelompok N dengan
kelompok D, lalu kelompok N dengan kelompok D+Ss100, dan kelompok N dengan
kelompok D+Ss300.
Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Candra, dkk (2013) didapatkan hasil
bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna (p≥0.05) pada berat badan tiap kelompoknya,
baik itu kelompok normal, kelompok diabetes, dan kelompok diabetes dengan terapi
yacon dengan dosis 300 mg/kgBB selama 14 hari.18 Hal ini dapat terjadi mungkin
4.3 Kadar Kolesterol
Data kadar kolesterol diambil setelah hari 28 perlakuan pada setiap kelompok sampel.
Data yang dicantumkan di tabel berikut merupakan data rata-rata kadar kolesterol tikus
dalam tiap kelompoknya (n=4):
Tabel 4.5 Rata-Rata Kadar Kolesterol pada Seluruh Sampel
Sampel Mean±SD (mg/dl) tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius
100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius
300 mg/kgBB (n=4).
Keterangan : N, Kelompok tikus normal (n=3); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).
Grafik 4.3 Rata-Rata Kadar Kolesterol pada Seluruh Sampel