ANALISIS PENGARUH NON PERFORMING FINANCING (NPF), BIAYA OPERASIONAL TERHADAPA PENDAPATAN OPERASIONAL (BOPO),
CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR) DAN SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS) TERHADAP LABA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE SEPTEMBER 2009 – DESEMBER
2013
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh : RENDY KAMAL
109084000004
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Rendy Kamal
Tempat Tanggal Lahir : Pandeglang, 20 Oktober 1991
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kp. Ciekek Masjid 1 RT/RW 02/01 No. 1
Kecamatan Majasari, Pandeglang - Banten
Telepon/Handphone : 0856-9565-5933
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Email : imelrendy@gmail.com
om_kemel@rocketmail.co.id
Facebook : Kemel Renz
Twitter : @keemmeell
PENDIDIKAN
1. 1997 – 2003 : SD Negeri 4 Pandeglang
2. 2003 – 2009 : MTS Darul Arqam Muhammadiyah Garut
3. 2006 – 2009 : MA Darul Arqam Muhammadiyah Garut
Abstract
This study aimed to analyze the influence of non-performing financing (NPF), operating expenses to operating income (BOPO), capital adequacy ratio (CAR) and the Indonesian sharia bank certificates (SBIS) against income of Islamic Banking in Indonesia. The data used in this study are monthly time series data from the period 2009 to 2013 published by Bank Indonesia from Indonesian Financial Statistics Report. The method of analysis used in this study is Ordinary Least Square (OLS).
These results indicate that the variable non-performing financing (0.0187) and operating expenses to operating income (0.0313)had a significant effect on the profit Islamic banking in Indonesia. While the variable capital adequacy ratio (0.1902) and the Indonesian sharia bank certificates (0.8955) had no significant effect on the profit of Islamic banking in Indonesia.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh non performing financing (NPF), biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), capital adequacy ratio (CAR) dan sertifikat bank indonesia syariah (SBIS) terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu bulanan dari periode tahun 2009 sampai tahun 2013 yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dari Laporan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel non performing financing (0.0187) dan biaya operasional terhadap pendapatan operasional (0.0313) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laba perbankan syariah di Indonesia. Sedangkan variabel capital adequacy ratio (0.1902) dan sertifikat bank indonesia syariah (0.8955) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laba perbankan syariah di Indonesia.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Alhamdulillah Hirabbil Alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga masih dapat merasakan nikmat Iman, nikmat Islam, nikmat panjang umur dan nikmat sehat
wal’afiat serta telah menurunkan Islam sebagai tuntunan kehidupan yang
membawa kepada kesejahteraan, keadilan, keberkahan dan kesempurnaan. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW sebagai pembawa risalah, panglima besar islam, penyampai amanah dan pemberi nasihat kepada umat manusia serta para sahabat, keluarga dan orang-orang sholeh maupun sholehah yang diridhoi Allah SWT.
Hanya karena rahmat, karunia dan keridhaan-Nya penulis memiliki kekuatan, kemauan, kesabaran, kesempatan dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Non Performing Financing (NPF), Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia Periode September 2009 – Desember 2013”, dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini :
1. Spesial untuk kedua orang tua saya tercinta yaitu Papah dan Mamah yang tidak pernah lelah memberikan kasih sayang, cinta, doa, nasihat dan motivasi untuk putramu selama ini. Tetesan keringat, air mata dan helaan nafas kalian merupakan dukungan terbesar untuk memberikan yang terbaik kepada Papah
dan Mamah. Mudah-mudahan atas izin Allah SWT Rendi selalu dapat menjadi anak kebanggaan Papah dan Mamah, dapat selalu mengukir senyum Papah dan Mamah. Doa Papah dan Mamah lah yang selama ini mengiringi langkah rendi mengarungi kehidupan. Terima kasih pah, mah, rendi sayang papah mamah dan ingin membuat bahagia papah mamah dengan cara rendi sendiri. Semoga lindungan kasih semesta bersama papah mamah dan juga selalu mendapat kesehatan dan keberkahan dari Allah SWT. Amin
2. Terima kasih kepada orang tua “kedua” saya, Abdullah Rofiq di Garut. Terima kasih telah mengurus Rendi selama 6 tahun di Garut. Walaupun hampir setiap hari mendengar kenakalan dari rendi tapi mamang tidak pernah sekalipun marah dan hanya memberi nasehat agar tidak mengulangi lagi. Mamang suka kasih pesan kalau bandel berkelas itu bandel yang tidak narsistik. Berani bertanggung jawab dan tidak merugikan yang lemah. Terima kasih mang opiq, semoga selalu mendapat kesehatan dan keberkahan dari Allah SWT. Amin
3. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat serta sekaligus sebagai dosen metodologi penelitian yang sangat bermanfaat dalam penulisan skripsi ini. 4. Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Bapak Zuhairan Y.
Yunan, SE, M.Sc. Semoga bapak bisa membawa IESP menjadi lebih baik lagi dari segala sisi ke depannya. Amin
kalau selama ini saya selalu buat ibu jengkel maupun kesel bahkan setiap bimbingan akademik selalu telat. Semoga bu fitri selalu mendapat kesehatan dan keberkahan dari Allah SWT. Amin
6. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar dan mau meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi arahan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi serta sebagai penggagas @Sinlammim dan @tujuhqur’an. Terima kasih banyak Pak Roy, Semoga Allah SWT selalu melimpahkan nikmat iman, nikmat
Islam, nikmat sehat wal’afiat dan nikmat panjang umur serta kebahagiaan di
dunia dan akhirat kelak. Amin Ya Allah
7. Bapak Ali Rama, M.Ec selaku Dosen Pembimbing II yang sudah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak Pak Ali semoga Allah
SWT selalu melimpahkan nikmat iman, nikmat Islam, nikmat sehat wal’afiat
serta nikmat panjang umur dan selalu mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak. Amin Ya Allah
8. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang saya tidak dapat sebut satu persatu namanya. Namun tidak mengurangi rasa hormat saya, yang selama ini telah sabar dan banyak membantu perjalanan akademis selama di UIN, mudah-mudahan segala kebaikan Bapak Ibu dibalas oleh Allah SWT.
9. Kepada kakak-kakak dan adikku yang selalu membuat ramai suasana rumah. Kepada a Toni yang selalu melindungi saya dari marahnya papah, cepet nikah biar ada yang ngurus, buat teh Pipi dan keluarga kecilnya, dede AL dan a Alfan, buat Dea moga lulus kedokteran tahun ini buat bangga mamah papah. 10. Kepada keluarga besar beasmartfriend 1426 Darul Arqam Garut. Hatur nuhun
11. Kepada barudak IKADAM Jabodetabek. Terima kasih telah banyak memberi masukan dan informasi untuk bisa hidup di Jakarta selama ini. Semoga makin sering lagi maen futsal dan diskusi bareng lagi kaya dulu.
12. Kepada para berandalan tak tau diri yang selalu menggangu waktu santai dikosan : Mawan abul (bos kepala suku), Candra (ladang pembantaian PES dikosan), Sarul Pras (insiden CNI bergoyang ga akan terlupakan), Alvin sang penghujat kepalsuan, Kokoh panda, Wildan (penemu tas warung), Rifqi GEDE, Andre kibo, Armen hercules, Sandy somay, Udin beksi, Jeki animal,
Ajis, Nanda awak (si pemburu predator), Diki jhon (buronan dosen), Alfi galers, Nyamer, Tora, Fikri Boxir dan sang veteran Hafa. Percuma ganteng atau cantik kalo belum berkawan dengan komplotan rampok yang penuh kasih sayang ini.
13. Kepada para Celup Girl’s : Nisa, Dila, Iyta, Yanne, Dita, Wida. Semoga paras tak bertopeng dan hati secantik bidadari memenuhi senja abadi kalian
14. Kepada seluruh teman-teman IESP 2009 yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, namun tidak mengurangi rasa hormat saya kepada teman-teman. Kita dulu punya slogan “We Will Always Together”.
Saya berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Kritik dan saran dari para pembaca untuk skripsi ini sangatlah diharapkan. Kurang lebihnya mohon maaf, terima kasih.
Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 8 Juni 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 16
C. Tujuan Penelitian ... 17
D. Manfaat Penelitian ... 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 19
A. Konsep Dasar Ekonomi Islam ... 19
B. Perbankan Syariah ... 22
1. Definisi Bank Syariah ... 22
2. Tujuan Bank Syariah ... 23
3. Prinsip Bank Syariah ... 25
4. Fungsi dan Peranan Bank Syariah ... 25
5. Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional ... 26
6. Akad – Akad Dalam Perbankan Syariah ... 28
7. Produk dan Jasa Dalam Perbankan Syariah ... 30
C. Laba ... 39
D. Non Performing Financing (NPF) ... 45
G. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ... 50
H. Keterkaitan Antar Variabel ... 55
1. Keterkaitan Antara Non Performing Financing (NPF) Dengan Laba .. 55
2. Keterkaitan Antara Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) Dengan Laba ... 57
3. Keterkaitan Antara Capital Adequacy Ratio (CAR) Dengan Laba .... 58
4. Keterkaitan Antara Sertifikat Bank Indonesia Bank Syariah (SBIS) Dengan Laba ... 60
I. Penelitian Terdahulu ... 61
J. Kerangka Berpikir ... 69
K. Hipotesis ... 72
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 73
A. Ruang Lingkup Penelitian... 73
2. Pengujian Hipotesis Statistik ... 83
3. Visi dan Misi Perbankan syariah ... 92
4. Perkembangan Laba ... 93
5. Perkembangan Non Performing Financing (NPF) ... 96
6. Perkembangan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) ... 98
7. Perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR) ... 100
8. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)... 102
B. Hasil Analisis dan Pembahasan ... 104
2. Pengaruh Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) Terhadap Laba ... 119
3. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Laba ... 121
4. Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Terhadap Laba .. 122
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 124
A. Kesimpulan ... 124
B. Implikasi ... 125
DAFTAR TABEL
No Keterangan Hal
1.1 Komposisi Laba, NPF, BOPO, CAR & SBIS Periode 2009 – 2013 di Indonesia ..... 7
2.1 Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional......... 26
2.2 Perhitungan NPF Berdasarkan Kemampuan Bayar Nasabah (Debitur) di Bank Syariah....... 46
2.3 Penelitian Terdahulu...... 65
4.1 Uji Normalitas Jarque-Bera ...... 106
4.2 Hasil Uji Correlaion matrix ...... 107
4.3 Hasil Uji White Heterokedasticity ...109
4.4 Hasil Uji Langrange Multiple Test (LM-Test) ...110
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Hal
1.1 Perkembangan Aset Periode Oktober 2008 – Maret 2009 ... 4
1.2 Perkembangan Laba Periode 2009 – 2013 ... ... 9
1.3 Perkembangan NPF Periode 2009 – 2013 ... ... 11
1.4 Perkembangan BOPO Periode 2009 – 2013 ... ... 12
1.5 Perkembangan CAR Periode 2009 – 2013 ... ... 13
1.6 Perkembangan SBIS Periode 2009 – 2013 ... ... 15
2.1 Kerangka Berpikir ... 69
4.1 Perkembangan Laba Periode 2009 – 2013 ... 94
4.2 Perkembangan Non Performing Financing (NPF) Periode 2009 – 2013. ... 96
4.3 Perkembangan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) Periode 2009 – 2013 ..... 99
4.4 Perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR) Periode 2009 – 2013 ..... 101
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Hal
1 Data Penelitian September 2009 – Desember 2013 ... xvi
2 Uji Normalitas ... xix
3 Uji Multikolinearitas ... xix
4 Uji Heterokedastisitas ... xx
5 Uji Autokorelasi ... xx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem ekonomi syariah atau biasa disebut Ekonomi Islam, semakin
populer bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negara-negara
barat. Banyak kalangan melihat, islam dengan sistem nilai dan tatanan
normatifnya sebagai faktor hambatan dalam pembangunan. Penganut paham
liberalisme menilai bahwa kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin
meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan
rambu-rambu ilahi (Antonio, 2001; 5).
Menurut Mochamad (2010 ; 8) kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam
merupakan kebutuhan dan tuntutan kehidupan disamping itu juga terdapat
dimensi ibadah. Kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan hidup individu secara cukup dan sederhana
2. Memenuhi kebutuhan keluarga
3. Memenuhi kebutuhan jangkan panjang
4. Memberikan sumbangan dan bantuan sosial menurut jalan Allah
SWT
Keberadaan perbankan syariah sebagai bagian dari sistem perbankan
nasional dapat diharapkan mendorong perkembangan perekonomian suatu negara.
Tujuan dan fungsi perbankan syariah dalam perekonomian adalah kesejahteraan
ekonomi yang meluas, tingkat kerja penuh dan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang merata, stabilitas nilai uang, mobilisasi dan investasi tabungan yang
menjamin adanya pengembalian yang adil dan pelayanan yang efektif (Setiawan,
2006; 16).
Bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan
mengembangkan prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya ke dalam transaksi
keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait.
Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan,
perbankan nasional Indonesia menganut dual banking system yaitu, sistem
perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Sitem perbankan
konvensional seperti yang kita ketahui menggunakan bunga (interest) sebagai
landasan operasionalnya. Berbeda halnya dengan perbankan konvensional yang
menggunakan bunga sebagai landasan operasionalnya, sistem perbankan syariah
menggunakan prinsip bagi hasil sebagai landasan dasar bagi operasionalnya
secara keseluruhan. Secara syariah, prinsipnya berdasarkan kaidah mudhrabah.
Berdasarkan prinsip ini, bank syariah akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan
penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Antara keduanya
diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan
masing-masing pihak. Sedangkan, pengertian mudharabah pada pasal 1 butir 5 PBI
tersebut adalah “perjanjian antara penanaman dana dan pengelola dana untuk
melakukan kegiatan usaha guna memperoleh keuntungan, dan keuntungan
tersebut akan dibagikan kepada kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah
Melihat perkembangan perbankan syariah di Indonesia maka perlu
dibentuk sebuah regulasi baru untuk mengaturnya. Pemerintah Indonesia telah
menetapkan UU no.21 tahun 2008 yang mengatur tentang perbankan syariah.
Sedangkan untuk menilai kesehatan bank syariah, bank indonesia menetapkan
regulasi yang mengatur bagaimana cara menilai kesehatan sebuah bank syariah.
Bank indonesia telah menetapkan peraturan bank indonesia no. 9/1PBI/2007
tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank syariah. Faktor-faktor yang di
nilai antara lain : permodalan (capital), kualitas aset (assetquality), manajemen
(management), rentabilitas (earning) likuIditas (liquidity) sensitivitas terhadap
resiko pasar ( sensitivity to market risk). (Edhi Satriyo Wibowo, 2012:3).
Krisis global dunia yang terjadi pada tahun 2008 pun memberi dampak
pada dunia perbankan Indonesia, dikarenakan eksposure pembiayaan perbankan
yang masih lebih diarahkan kepada aktivitas perekonomian domestik. Akan tetapi
perbankan syariah tidak terlalu terkena dampak dari krisis global 2008. Ada dua
faktor yang dinilai telah „menyelamatkan’ bank syariah dari dampak langsung
guncangan sistem keuangan global yaitu belum memiliki tingkat integritas yang
tinggi dengan sistem keuangan global dan belum memiliki tingkat sofistikasi
transaksi yang tinggi. Terbukti selama 2 bulan pertama di tahun 2009 jaringan
pelayanan bank syariah mengalami penambahan sebanyak 45 jaringan kantor.
Hingga saat ini sudah ada 1492 kantor cabang bank konvensional yang memiliki
layanan syariah (Bank indonesia, 2009). Ini bisa dilihat dari pertumbuhan aset
Grafik 1.1
Perkembangan Aset Perbankan Syariah (Milyar Rp) Periode Oktober 2008 – Maret 2009
Sumber : Data Bank Indonesia yang sudah diolah
Dijelaskan pada grafik di periode oktober 2008 sampai februari 2009 aset
perbankan syariah terus mengalami peningkatan walaupun sedikit menurun pada
bulan maret. Hal ini membuktikan bahwa krisis global pada 2008 tidak terlalu
mempengaruhi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia.
Kinerja pertumbuhan pembiayaan bank syariah tetap tinggi sampai dengan
februari 2009 dengan kinerja pembiayaan yang baik (NPF, Non Performing
Financing di bawah 5%). Penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah per
februari 2009 secara konsisten terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan
33,3% pada februari 2008 menjadi 47,3% pada februari 2009. Sementara itu, nilai
NPF adalah tingkat pengembalian pembiayaan yang diberikan deposan
kepada bank, dengan kata lain NPF merupakan tingkat pembiayaan macet pada
bank tersebut. NPF diketahui dengan cara menghitung pembiayaan non lancar
terhadap total pembiayaan. Apabila semakin rendah NPL maka bank tersebut akan
semakin mengalami keuntungan, sebaliknya bila tingkat NPL tinggi bank tersebut
akan mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet.
Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kurang lancar,
diragukan dan macet. (Purwanto, 2011:32)
Menurut Dendawijaya (2000:23) Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional adalah rasio perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan
operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi
dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasional. Semakin rendah
BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya
operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh
bank akan semakin besar. Besar kecilnya bagi hasil yang diperoleh pada kontrak
mudharabah salah satunya bergantung pada pendapatan bank.
Bank diharuskan untuk efisien dalam biaya operasional agar tingkat
pendapatan laba semakin tinggi. Selain itu juga bank harus efisien agar bunga
kredit ke nasabah rendah. Otomatis jika bank efisien bunga yang dibebankan akan
semakin rendah, artinya semakin banyak kredit yang disalurkan kepada pelaku
dunia usaha untuk melakukan ekspansi usahanya.
Faktor internal yaitu variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) dapat
semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap
aktiva yang beresiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu
membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar
bagi profitabilitas. Tingginya rasio modal dapat melindungi depposan dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank, dan pada akhirnya dapat
meningkatkan pendapatan suatu bank.
Sedangkan kebijakan moneter dalam perekonomian modern merupakan
variabel ekonomi yang signifikan dalam menciptakan kestabilan ekonomi suatu
negara. jika dihubungkan dengan instrumen perbankan, dimana fungsi Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) sebagai instrumen pengendali moneter melalui pengawasan
terhadap kinerja bank umum. Hanya saja dikarenakan bahwa perbankan syariah
umumnya berusaha untuk menghindari semaksimal mungkin berbagai unsur
magrib (Maysir, Gharar, Ribawi) dimana SBI yang menggunakan sistem bunga
yang berdasarkan atas diskonto, maka muncullah yang dianamakan dengan
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
berfungsi untuk menyerap kelebihan likuiditas (memenuhi kewajiban jangka
pendek) didalam perbankan, tetapi pada tanggal 31 maret 2008 diganti dengan
Sertifikat Bank Syariah Indonesia (SBIS) yang menggunakan akad juallah
(Statistik Perbankan Syariah).
Disamping SBIS bank syarih juga memberikan kepada masyarakat luas
untuk menyimpan dana dan memperoleh pembiayaan serta perbankan lainnya
Jika diamati, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia memang cukup
mengesankan dibandingkan sejak awal berdirinya bank syariah pertama di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu Laba, NPF, BOPO,
CAR dan SBIS berdasarkan data Bank Indonesia pada periode September 2009
sampai dengan Desember 2013 perkembangan instrument laba perbankan syariah
mengalami peningkatan setiap tahunnya dan dapat dilihat pada tabel 1.1
Tabel 1.1
Perkembangan Laba, Non Performing Financing (NPF), Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR)
dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) periode September 2009 – Desember 2013
Dapat dilihat dari Tabel 1.1 diatas perkembangan laba bank syariah
di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya walaupun
masih. Hal ini menunjukkan indikasi positif yang ditinjau dari kemajuan
pencapaian visi pengembangan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Sehingga percepatan peningkatan laba bank syariah akan lebih mudah
untuk tercapai. Kemudian perkembangan laba yang cukup stabil dengan
pola kenaikan yang konsisten menunjukkan perkembangan laba bank
syariah merupakan keunggulan bagi performa bank syariah di Indonesia.
Jika dilihat, pada tahun 2009 merupakan tahun yang penuh
tantangan bagi perbankan syariah akibat dampak dari kenaikan harga
minyak dunia serta krisis keuangan yang bermula dari permasalahan
subrime mortgage telah mengganggu stabilitas keuangan, baik di
negara-negara maju maupun negara-negara berkembang yang terjadi di tahun 2008.
Walaupun telah memberikan imbas terhadap ketahanan sistem keuangan
dan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mempengaruhi industri
perkembangan syariah. Disamping itu, industri perkembangan syariah
dapat mengahadapi tekanan yang cukup berarti dengan daya tahan sangat
baik hingga dapat menigkatkan fungsi intermediasi perbankan syariah
yang terus berjalan efektif. Terbukti dari kenaikan laba perbankan
syariah yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari akhir tahun 2009
dimana laba perbankan syariah dari 791 milyar rupiah hingga mencapai
Pada tahun 2013, laba perbankan syariah meningkat menjadi 3.230 milyar
rupiah. Hal ini disebabkan oleh kinerja sektor riil yang membaik dan aktivitas
industri perbankan syariah yang semakin meningkat. Selain itu dengan mulai
ekspansinya bank umum syariah baru yang berdiri ditahun sebelumnya..
Grafik 1.2
Perkembangan Laba Perbankan Syariah Tahun 2009 – 2013
Sumber : Data Bank Indonesia yang sudah diolah
Pergerakan laba perbankan syariah ini tidak lepas dari beberapa indikator
yang mempengaruhinya yaitu Non Performing Financing (NPF), Biaya
Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio
(CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Perkembangan laba
perbankan syariah tidak lepas dari variabel NPF untuk melihat bagaimana kinerja
kesehatan kredit macet perbankan syariah, maka dapat digunakan indikator NPF
syariah. Semakin rendah nilai NPF maka kinerja perbankan syariah semakin baik.
Sebaliknya, jika nilai NPF semakin tinggi maka kinerja perbankan syariah
semakin buruk. Rata-rata NPF pada perbankan syariah mencapai 3-4% (BI,
Desember 2011:36). Ini menunjukkan bahwa NPF menurun maka akan
meningkatkan laba perbankan syariah yang sangat menggembirakan dalam
menjalankan kegiatan perbankan syariah.
Pada kolom Non Performing Financing (NPF) terlihat bahwa nilai NPF
semakin mengecil setiap tahunnya. Besar kecilnya NPF dapat mempengaruhi
kinerja perbankan. Rata-rata NPF pada perbankan syariah di Indonesia mencapai
3-4% (BI, Januari 2013:38). Dengan nilai NPF yang rendah membuat kinerja
perbankan syariah meningkat karena pembiayaan bermasalah yang terjadi pada
bank syariah hanya sedikit sehingga dengan meningkatnya kinerja perbankan
tersebut akan membuat laba yang dihasilkan menjadi ikut meningkat. Nilai
pembiayaan non lancar yang paling besar terjadi pada akhir tahun 2009 yang
mencapai 4,01% dan terendah pada 2012 mencapai angka 2,22%. Berdasarkan
nilai tersebut, dapat dijelaskan bahwa NPF sangat mungkin untuk mengalami
peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah pembiayaan yang disalurkan. Hal
ini menunjukkan bahwa setiap risiko pembiayaan menemukan pembiayaan non
lancar, jika ingin meningkatkan pembiayaan kepada masyarakat, pembiayaan
yang tergolong non lancer pun sangat mungkin untuk ikut meningkat. Oleh karena
itu, Bank Indonesia menetapkan standar berupa perbandingan persentase kategori
meningkatkan layanan jasa pembiayaan kepada masyarakat, karena yang
diperhatikan adalah bukan nominal melainkan perbandingannya yang kecil
Grafik 1.3
Perkembangan NPF Perbankan Syariah Tahun 2009 – 2013
Sumber : Data Bank Indonesia yang sudah diolah
Dalam kolom Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional dapat
dilihat masih adanya fluktuasi. Perkembangan BOPO terus menurun namun
cenderung stabil dengan kisaran persentase sekitas 85% hinggan 74%. Rasio
BOPO sempat meningkat hingga 84,39% pada bulan akhir 2009 . Hal ini
dikarenakan tingkat efisiensi pada biaya operasional bank yang kurang efisien
yang kemudian akan berdampak pada laba perbankan. BOPO dalam Perbankan
syariah terus mengalami penurun setiap tahunnya dikarenakan perbankan syariah
mulai menerapkan efisiensi yang efektif pada pengeluaran operasional sehingga
meningkatkan pula laba perbankan syariah. BOPO sempat mencapai angka
operasional perbankan syariah dalam periode laporan menunjukkan peningkatan
yang cukup signifikan, namun sempat mengalami kenaikan hingga sebesar
78,21% dikarenakan bank syariah banyak melakukan pembiayaan untuk
meningkatkan laba perbankan syariah, seperti biaya anggaran promosi dan
penambahan jumlah unit bank syariah.
Grafik 1.4
Perkembangan BOPO Perbankan Syariah Tahun 2009 – 2013
Sumber : Data Bank Indonesia yang sudah diolah
Dalam kolom CAR terlihat permodalan yang dikelola oleh perbankan
cenderung stabil, bahkan sempat mencapai 16,63% pada 2011. Seperti diketahui
peraturan Bank Indonesia yang mensyaratkan CAR minimal 8% hal ini yang
mengakibatkan bank-bank selalu menjaga agar CAR yang dimiliki sesuai
ketentuan. Saat CAR mencapai diatas 20% pada bulan Maret 2011 hal ini
perkembangan skala usaha yang berupa ekspansi kredit (pembiayaan).
(www.indonesiafinancetoday.com)
Jika dilihat CAR terendah mencapai 10,77% dan terus mengalami
kenaikan setiap tahunnya hingga mencapai 16,63%. Hal ini disebabkan tingkat
pembiayaan pada periode tersebut ditingkatkan sehingga bank pun harus memiliki
tingkat kecukupan modal yang semakin tinggi pula. Pada periode 2012 sampai
2013 CAR mengalami penurunan yang stabil hingga mencapai 14,20%. Hal ini
memperlihatkan perbankan berusaha menjaga ketersediaan modalnya dengan
cukup baik dan mulai sedikit mengurangi pembiayaan yang disalurkan oleh bank
syariah.
Grafik 1.5
Perkembangan CAR Perbankan Syariah Tahun 2009 – 2013
Variabel selanjutnya yang akan mempengaruhi laba perbankan syariah
yaitu SBIS. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) pada periode
2009 sampai dengan Akhir 2013 dapat diketahui bahwa perkembangan SBIS
setiap tahunnya sangat berfluktuatif sekali. Perkembangan SBIS yang berfluktatif
ini disebabkan antara lain karena Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah
juga berfluktuatif, sehingga penyerapan dana DPK yang ditempatkan pada SBIS
juga mengalami penurunan. Pada periode ini tercatat bahwa SBIS terendah
tercatat pada 2009 yaitu sebesar 3.076 milyar. Penurunan jumlah SBIS ini
disebabkan karena menurunnya Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah
yang ditempatkan pada SBIS, pada periode ini DPK perbankan syariah cenderung
digunakan untuk pembiayaan atau ditempatkan pada sektor rill.
Periode selanjutnya SBIS selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya
hingga mencapai 9.244 milyar. Setahun kemudian tepatnya yaitu pada 2012 SBIS
kembali mengalami penurunan, namun penurunan ini tidak lebih rendah
dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada 2009 yaitu sebesar 4.933
milyar. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2012 dikarenakan suku bunga yang
menjadi acuan fee untuk SBIS menurun, penurunan suku bunga ini dilakukan
Bank Indonesia untuk menumbuh kembangkan sektor riil dan peningkatan
Grafik 1.6
Perkembangan SBIS Tahun 2009 – 2013
Sumber : Data Bank Indonesia yang sudah diolah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas bahwa NPF, BOPO, CAR
dan SBIS mempunyai dampak atau pengaruh terhadap Laba Perbankan Syariah di
Indonesia. Oleh karena itu penulis memilih judul “ANALISIS PENGARUH NON PERFORMING FINANCING (NPF), BIAYA OPERASIONAL
TERHADAP PENDAPATAN OPERASIONAL (BOPO), CAPITAL
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting karena
langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan
masalah pada dasarnya adalah merumuskan pertanyaan yang jawabannya akan
dicari melalui penelitian berdasarkan seputar keadaan Jumlah Non Performing
Financing (NPF), Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO),
Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia periode September 2009 –
Desember 2013.
Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, pembahasan yang akan
dilakukan dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap laba
perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember 2013
secara parsial ?
2. Bagaimana pengaruh Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) terhadap laba perbankan syariah di Indonesia periode September
2009 – Desember 2013 secara parsial ?
3. Bagaimana pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap laba
perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember 2013
4. Bagaimana pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap
laba perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember
2013 secara parsial ?
5. Bagaimana pengaruh Non Performing Financing (NPF), Biaya
Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy
Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap laba
perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember 2013
secara simultan ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian dapat menggambarkan arah dari penulisan
serta konsisten dalam masalah, jadi merupakan solusi dari permasalahan yang
ada.
Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, maka tujuan dilaksanakan
penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap
laba perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember
2013.
2. Untuk menganalisis pengaruh Operasional Terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO) terhadap laba perbankan syariah di Indonesia periode
3. Untuk menganalisis pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR)) terhadap
laba perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember
2013.
4. Untuk menganalisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
terhadap laba perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 –
Desember 2013.
5. Untuk menganalisis pengaruh Non Performing Financing (NPF), Biaya
Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy
Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap laba
perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember 2013
secara simultan
D. Manfaat Penelitian
Solusi yang terpilih diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu penulis, lembaga, maupun masyarakat luas.
Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, maka tujuan dilaksanakan
penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis
Untuk mengimplementasikan ilmu yang penulis peroleh selama kuliah
pada program S1 Prodi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi Ekonomi Islam.
Penulis ingin memberikan sumbangan pikiran dari hasil penelitian ini dan
semoga dapat dijadikan gambaran serta menambah wawasan dalam bidang
Laba Perbankan Syariah.
3. Bagi Perguruan Tinggi
Penelitian ini akan menambahkan ke perpustakaan dibidang ilmu ekonomi
dan studi pembangunan konsentrasi Ekonomi Islam dan dapat dijadikan
sebagai bahan bacaan yang berisikan suatu studi perbandingan yang
bersifat karya ilmiah untuk menambah wawasan dan pengetahuan,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Ekonomi Islam
Kata “ekonomi” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 2 kata
yaitu “oikos” yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan “nomos” yang
berarti “peraturan, hukum” kemudian bila digabung bermakna “aturan
rumah tangga”. Sedangkan kata “Islam” berasal dari bahasa Arab yang
terdiri dari 3 akar kata yaitu “sin” yang berarti “alam”, “lam” yang
berarti Allah, dan “mim” yang berarti ibadah, kemudian bila digabung
menjadi “sinlammim” bermakna “alam dicipta Allah untuk
ibadah” (Mochamad Aziz, 2010;5).
Artinya: Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Ku. (QS Adz-Dzariat [51]: 56)
Kata “islam” terdapat dalam 4 ayat dalam 3 surat yang berbeda.
Kata Islam dapat ditemukan dalam beberapa surat di al-Quran.
1.
Artinya : ”Sesungguhnya Din di sisi Allah adalah Islam” (QS. Ali
2. QS. Ali Imran [3]: 85.
3. QS. Al-Shaf [61]: 7.
4. QS. Al-Maidah [5]: 3.
Sedangkan berdasarkan kata jadian “salama” bermakna
“keselamatan, kedamaian”. Sehingga jika digabungkan maka kata
“Ekonomi Islam” secara harfiah berarti “aturan rumah tangga untuk
keselamatan”. Di dalam filosofinya Ekonomi Islam terkandung tiga hal
yaitu Ontologi Ekonomi Islam, Epistemologi Ekonomi Islam, dan
Aksologi Ekonomi Islam (Mochamad Aziz, 2009).
Latar belakang keilmuan Ekonomi Islam disebut sebagai Ontologi
Ekonomi Islam yaitu berupa alasan mendasar adanya Ekonomi Islam.
Sesuai dengan sistem kehidupan yang ada pada diri manusia, keluarga,
lingkungan, dan alam semesta maka elemen dasar penciptaan terdiri dari 3
unsur yaitu manusia, Allah, dan ibadah. Kemudian perpaduan 3 hal ini
membentuk alasan besar penciptaan yaitu Islam, sehingga ontology dari
Ekonomi Islam adalah Islam.
Artinya: Sesungguhnya Din (sistem) di sisi Allah adalah Islam. (QS.
Sesuai dengan firman Allah tersebut bahwa sistem atau Din yang
diciptakan Allah itu hanya Islam. Sehingga sistem ekonomi yang ada
seharusnya juga mengikuti aturan dalam sistem Islam. (Mochamad Aziz,
2009;8).
Islam dalam Ekonomi Islam merupakan konsep besar sebagai suatu
sistem yang menyeluruh. Kemudian Islam yang menyeluruh inilah yang
menjadi epistemology dari keilmuan Ekonomi Islam yang sedang
berkembang yaitu kafah. Ekonomi Islam yang kafah muncul sebagai
konsep dasar ekonomi dengan batasan Islam sebagai suatu sistem.
Artinya: Wahai orang-orang beriman masuklah kalian ke dalam Islam
secara kafah. (QS. Al-Baqarah [2]: 208).
Konsep Ekonomi Islam yang kafah didukung oleh Quran Surat
Al-Baqarah [2] ayat 208 bahwa tujuan dari Ekonomi Islam dapat dijalankan
oleh orang-orang yang beriman dan dilakukan secara sistematis dan
menyeluruh atau kaffah yang berarti dimulai dari Islam sebagai kerangka
dasar kehidupan yang di dalamnya mengandung makna bahwa manusia
diciptakan Allah untuk ibadah. Kemudian dikembangkan ke berbagai
aspek termasuk ekonomi (Mochamad Aziz, 2010;11).
Kerangka dasar Islam dari konsep yang menyeluruh berupa kafah
ini perlu diterjemahkan ke dalam penerapan berekonomi secara makro dan
mikro ekonomi. Implementasi dari kedua hal tersebut dijabarkan dalam
hal misalnya antara penawaran dan permintaan. Secara analogis, gambaran
tentang keseimbangan antara 2 hal dalam Al-Quran disebutkan sebagai
hubungan antara hal yang baik dan hal yang buruk (Mochamada Aziz,
2010;14).
Artinya: dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan (QS. Saba [34]: 28).
B. Perbankan Syariah 1. Definisi Bank Syariah
Definisi bank menurut Rodoni (2006:21) adalah suatu badan usaha
yang tugas utamanya sebagai perantara (financial intermediary) untuk
menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang
ditentukan.
Definisi bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik
dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya
memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. (Rodoni
dan Hamid, 2008:14)
Bank Islam atau bank syariah menurut M. Syafi’i Antonio
(2002:13) adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan bunga.
keuangan atau perbankan uang operasional dan produknya dikembangkan
berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW.
Menurut Rivai dan Veithzal (2008;21), Islamic Banking adalah
bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam ajaran
islam,berfungsi sebagai badan usaha yang menyalurkan dana dari dan
kepada masyarakat atau sebagai perantara keuangan. Prinsip islam yang
dimaksud adalah perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank, pihak
lain untuk penyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha.
Perkembangan bank syariah di beberapa Negara memberikan
pengaruh positif terhadap perbankan syariah di Indonesia karena
mengingat Indonesia merupakan dengan penduduk muslim terbesar di
dunia. Upaya intensif pendirian bank syariah di Indonesia dapat
ditelusuri jejaknya sejak tahun 1988, para ulama waktu itu telah berusaha
untuk mendirikan bank bebas bunga dan akhirnya dengan
undang-undang no.7 tahun 1992 tentang perbankan, dimana perbankan bagi hasil
di akomodasikan, maka Bank Mualamat Indonesia merupakan bank
umum syariah pertama yang beroperasi di Indonesia. (Zainul Arifin,
2008:26).
2. Tujuan Bank Syariah
Menurut Zainul Arifin (2008;15) Di dalam pembentukannya bank
a. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara
islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan,
agar terhindar dari praktik riba atau jenis-jenis usaha atau
perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana
jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam islam, juga telah
menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi umat.
b. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi, dengan jalan
meratakan pendapatan melalui investasi, agar tidak terjadi
kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal (orang kaya)
dengan pihak yang membutuhkan dana (orang miskin).
c. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat, dengan jalan membuka
peluang berusaha yang lebih besar terutama kepada kelompok
miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif,
menuju terciptanya kemandirian berusaha (berwirausaha).
d. Untuk membantu menanggulangi (mengentaskan) masalah
kemiskinan, yang pada umunya merupakan program utama
negara-negara sedang berkembang.
e. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter pemerintah. Dengan
aktivitas-aktivitas bank islam yang diharapkan mampu menghindari
inflasi akibat penerapan sistem bunga, menghindari persaingan yang
tidak sehat antara lembaga keuangan.
Untuk menyelamatkan ketergantungan umat islam terhadap bank
kekuasaan bank, sehingga umat islam tidak bisa melaksanakan ajaran
agama secara penuh, terutama di bidang kegiatan bisnis dan
perekonomiannya (Warkum Sumitro, 2000 ; 18).
3. Prinsip Bank Syariah
Menurut Rodoni (2009:123) prinsip syariah adalah aturan atau
perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk
menyimpan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang sesuai dengan syariah. Bank syariah didirikan dengan
tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan
prinsip-prinsip Islam ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis
lain yang terkait. Prinsip utama yang diikuti oleh bank Islam itu adalah :
a. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi.
b. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan
keuntungan yang sah.
c. Memberikan zakat.
Jadi bisa dikatakan bahwa prinsip syariah adalah aturan atau
perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk
menyimpan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang sesuai dengan syariah.
4. Fungsi dan Peranan Bank Syariah
Menurut Sudarsono (2008:43) fungsi dan peranan bank syariah
oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organizing for Islamic Financial
Institution), yaitu sebagai berikut :
a) Manajer Investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana
nasabah.
b) Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya
maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
c) Penyedia jasa keuangan dan lalu-lintas pembayaran, bank syariah dapat
melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana
mestinya.
d) Pelaksaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas
keuangan syariah, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk
mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan,
mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.
5. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Berikut ini beberapa perbedaan antara bank syariah dengan bank
konvensional seperti ditunjukkan pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
No. Perbedaan Bank Syariah Bank Konvensional
1. Bunga Berbasis revenue/profit
loss sharing (bagi hasil)
Berbasis Bunga
3. Operasional Beroperasi dengan
5. Pendapatan Pendapatan yang diterima
deposan terkait langsung
6. Tidak mengenal negative
spread
8. Falsafah Tidak berdasarkan bunga
(riba), spekulasi (maisir)
dan ketidak jelasan
(gharar)
Berdasarkan atas bunga
(riba)
9. Operasional Dana masyarakat (Dana
Pihak Ketiga/DPK)
berupa titipan
Dana Masyarakat (Dana
Pihak Ketiga/DPK)
(wa’diah) dan investasi
(financing) pada usaha
yang halal dan
11. Organisasi Memiliki Dewan
Pengawas Syariah (DPS)
Sumber : (Rodoni dan Hamid, 2008:15)
6. Akad – Akad Dalam Bank Syariah
Fiqh muamalat Islam membedakan antara wa’ad dengan akad.
Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya,
mengikat satu pihak, yakni pihak yang memberi janji berkewajiban untuk
melaksanakan kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberi janji tidak
memikul kewajiban apa-apa.
Di lain pihak, akad mengikat kedua belah pihak yang saling
bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan
kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu.
Dalam akad, terms and condition-nya sudah ditetapkan secara rinci dan
spesifik (sudah well-defined). Bila salah satu atau kedua belah pihak yang
terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia
atau mereka menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.
a. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah segala macam perjanjian yang
menyangkut not-for profit transaction (transaksi nirbala). Transaksi
ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari
keuntungan komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong
menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru’,
pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan
imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’
adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian
pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada
counter-part-nya untuk sekedar menutupi biaya (cover the cost)
b. Akad Tijarah
Seperti yang telah kita singgung di atas, berbeda dengan akad
tabarru’, maka akad tijarah/mu’awadah (compensational contract)
adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit
transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari
keuntungan, karena itu bersifat komersial. Contoh akad tijarah
adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa menyewa, dan lain-lain.
7. Produk Dan Jasa Dalam Perbankan Syariah
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar
produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang
dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu :
a. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
b. Pembiayaan dengan prinsip sewa
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
d. Pembiayaan dengan akad pelengkap
Pembiayaan dengan prinsip jual-beli ditunjukkan untuk memiliki
barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk
mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama yang
ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan
di depan dan menjadi bagian harta atas barang atau jasa yang dijual. Produk
jual-beli seperti Mudharabah, Salam, dan Istisnha serta produk ysng
menggunakan prinsip sewa, yaitu Ijarah dan IMBT.
Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan
dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi-hasil. Pada
produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang
disepakati di muka. Produk perbankan yang termasuk dalam kelompok ini
adalah Musyarakah dan mudharabah. Sedangkan pembiayaan dengan akad
pelengkap ditunjukkan untuk memperlancar pembiayaan dengan
menggunakan tiga prinsip di atas. Kita akan membahas masing-masing
produk ini dengan lebih rinci pada uraian berikut.
a. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya
perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer or property).
Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian
harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai
berikut :
1) Pembiayaan Murabahah
Murabahah lebih dikenal sebagai murabahah saja.
Murabahah,yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah
transaksi jual-beli dimana bank menyebut jumlah
nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank
pemasok ditambah keuntungan (margin).
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan
jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad
jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama
berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah selalu dilakukan
dengan cara pembayaran cicilan ( bi tsaman ajil, atau muajjal).
Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad,
sementara pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan.
2) Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jusl beli dimana barang yang
diperjual belikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan
secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank
bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual.
Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi
ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang harus
ditentukan secara pasti.
Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan
kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan
nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tubai atau secara
cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh bank adalah harga beli
bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank
(bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya
secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan
jangka waktu pembayaran.
3) Pembiayaan Istishna’
Produk istishna menyerupai produk salam, tapi dalam
istishna pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa
kali (termin) pembayaran. Skim Istishna dalam bank syariah
umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan
konstruksi.
Ketentuan umum pembiayaan Istishna adalah
spesifikasi barang pesenan harus jelas seperti jenis, macam
ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah disepakati
dicantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah
selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan harga setelah
akad ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung
nasabah.
b. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi
pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi
perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli
objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksinya
Pada masa akhir sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah
dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan
berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati
pada awal perjanjian.Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal
perjanjian.
c. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk Pembiayaaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil
adalah sebagai berikut.
1) Pembiayaan Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah
(syirkah atau syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya
keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan
nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua
bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana
mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk
sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja
sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset),
kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill),
kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible
(credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai
dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari
bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa
batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.
2) Pembiayaan Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang
popular dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah.
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih
pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja
sama dalam paduan kontribusi 100% modal kas dari shahib
al-maal dan keahlian dari mudharib.
Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil
shahib al-maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang
kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan
bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat
kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahib al-maal dia
diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk
menciptakan laba yang optimal.
Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan
mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen
modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam
musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih.
Musyarakah dan mudharabah dalam literature fiqih
berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al-amanah) yang
menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung
keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga
kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha-usaha
dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan
ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan merusak
ajaran islam.
d. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya
diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak
ditunjukkan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk
mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan
untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan
untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
melakasanakan akad ini. Besarnya biaya pengganti ini sekadar untuk
menutupi biaya yang benar-benar timbul. Akad pelengkap ini adalah
1) Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu
supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
produksinya. Bank mendapat ganti-biaya atas jasa pemindahan
piutang. Untuk mengantisipasi risiko kerugian yang akan timbul,
bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang
berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan
piutang dengan yang berutang.
2) Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan
pembiayaan.
Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria :
Milik nasabah sendiri
Jelas ukuran, sifat, dan niali ditentukan berdasarkan nilai riil
pasar.
Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang
tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan
merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang
digadaikan rusak atau cacat, nasabah harus bertanggung jawab.
Apabila nasabah wanpretasi, bank dapat melakukan
Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut
dengan seizing bank. Apabila hasil penjualan melebihi
kewajibannya, kelebihan tersebut menjadi milik nasabah.
Dalam hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya,
maka nasabah harus menutupi kekurangannya.
3) Qarh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam
perbankan biasanya dalam empat hal:
Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji
diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat
penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan
melunasinya sebelum keberangkatan ke haji.
Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) di produk kartu
kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk
menarik uang tunai milik bank malalui ATM. Nasabah akan
mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut
perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila
diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau
bagi hasil.
Sebagai pinjaman kepada pengurus bank dimana bank
menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya
mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan melalui
potongan gajinya.
4) Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila
nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu seperti pembukuan L/C,
inkaso dan transfer uang.
Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad
pemberian kuas harus cakap hukum. Khusus untuk pembukaan
L/C, apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka
penyelesaian L/C dapat dilakukan dengan pembiayaan
murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah.
5) Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk
menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank
dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana
untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana
tersebut dengan prinsip wadiah. Untuk jasa-jasa ini, bank
mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
C. Laba
1. Definisi Laba
Laba atau keuntungan dapat didefinisikan dengan dua cara. Yang
peningkatan kekayaan seorang investor sebagai hasil penanam modalnya,
setelah dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penanaman
modal tersebut (termasuk didalamnya biaya kesempatan). Sementara itu
laba dalam akutansi didefinisikan sebagai selisih antara harga penjualan
dengan biaya produksi. Perbedaan di antara keduanya dalam segi
pendefinisian. (www.wikipedia.org)
Menurut Baridwan (1992:55) laba adalah kenaikan modal (aktiva
bersih) yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang
terjadi dari suatu badan usaha dan dari semua transaksi atau kejadian lain
yang mempunyai badan usaha selama satu periode, kecuali yang timbul
dari pendapatan (revenue) atau investasi pemilik. Dan pengertian laba
secara umum adalah selisih dari pendapatan di atas biaya-biayanya dalam
jangka waktu (periode) tertentu. Laba sering digunakan sebagai suatu
dasar untuk pengenaan pajak. Kebijakan deviden, pedoman investasi serta
pengambilan keputusan dan unsur prediksi (Harnanto, 2003 : 444).
Dalam teori ekonomi juga dikenal adanya istilah laba, akan tetapi
pengertian laba di dalam teori ekonomi berbeda dengan pengertian laba
menurut akutansi. Dalam teori ekonomi, para ekonom mengartikan laba
sebagai suatu kenaikan dalam kekayaan perusahaan, sedangkan dalam
akutansi, laba adalah perbedaan pendapatan yang direalisasi dari transaksi
yang terjadi pada waktu dibandingkan dengan biaya-biaya yang
Setiap pendirian suatu organisasi atau badan usaha memiliki tujuan.
Tujuan dari didirikannya sebuah perusahaan oleh pemilik perusahaan
adalah untuk menciptakan laba. Termasuk di dalamnya adalah pendirian
sebuah bank, baik itu bank konvensional maupun bank syariah. Laba juga
dapat diartikan sebagai opportunity cost bagi seseorang yang
menginvestasikan dana yang dimiliki.
Menurut Sastradipoera dalam Gumayantika (2008:82) laba adalah
jumlah yang tersisa setelah biaya tetap dan biaya variabel dikurangkan dari
penerimaan bank, kelebihan pendapatan (income) di atas pengeluaran
(expenditure) bank. Laba yang diperoleh suatu perusahaan menunjukan
sejauh mana manajemen perusahaan berhasil mengorganisasi bisnis atau
sebaliknya. Laba dapat dilihat dari neraca bank, yaitu daftar yang memuat
mengenai keuntungan (laba), total pendapatan dan total pengeluaran
(expenditure) bank. Dengan rumus total aset adalah sebagai berikut :
2. Komponen – Komponen Yang Menetukan Besarnya Laba
Komponen – komponen yang menetukan besarnya laba, sebagai berikut :
(www.wikipedia.org)
a) Penyimpangan laba kotor
Penyimpangan antar realisasi penghasilan dan biaya diluar usaha
dibandingkan dengan anggaran penghasilan dan biaya diluar usaha
b) Biaya pemasaran
Biaya pemasaran meliputi semua biaya dalam rangka
menyelenggarakan kegiatan pemasaran, yaitu :
Biaya untuk memperoleh atau menimbulkan pesanan
Biaya untuk memenuhi atau melayani pesanan
c) Biaya administrasi
Biaya administrasi dan umum adalah semua biaya yang terjadi dan
berhubungan dengan fungsi adminitrasi dan umum, meliputi biaya
dalam rangka penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pengarahan, dan
pengawasan terhadap kegiatan perusahaan secara keseluruhan.
3. Laba pada Perbankan Syariah
Laba dalam akutansi secara operasional didefinisikan sebagai
perbedaan antara pendapatan yang direalisasi dari transaksi yang terjadi
selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan
tersebut. (www.wikipedia.org)
Laba merupakan ringkasan hasil aktivitas kegiatan operasi suatu
bank. Untuk menghitung seberapa besar laba yang diperoleh dalam
suatu periode tertentu, bank pada umumnya membuat suatu laporan