PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SDN 3 TALANG TELUK BETUNG SELATAN
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh ERNA OKTAVIA
1013069030
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi PGSD Strata 1 Dalam Jabatan Jurussan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SDN 3 TALANG TELUK BETUNG SELATAN
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh : ERNA OKTAVIA
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran Matematika, (2) meningkatkan hasil belajar Matematika peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran Matematika. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan di SD Negeri 3 Talang Teluk Betung Selatan dengan subyek penelitian adalah peserta didik kelas IV. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dalam 4 langkah kegiatan, meliputi kegiatan perencanaan, melakukan tindakan, observasi, dan refleksi. Selanjutnya pada siklus kedua jenis kegiatan yang dilaksanakan bersama guru mitra adalah memperbaiki rencana, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrument yang digunakan adalah perangkat tes, lembar observasi, catatan lapangan dan kamera yang digunakan untuk mengamati aktivitas peserta didik dan kinerja guru.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran make a match membuat peserta didik lebih aktif dan bersemangat dalam mengikuti pelajaran, Dengan demikian model pembelajaran make a match dapat dijadikan salah satu alternative dalam pembelajaran Matematika untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 5
1.3Rumusan Masalah dan Permasalahan ... 6
1.4Tujuan Penelitian ... 7
1.5Manfaat Penelitian ... 7
1.5.1 Manfaat Teoritis ... 7
1.5.2 Manfaat Praktis ... 7
II. KAJIAN PUSTAKA 2.1Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match ... 9
2.1.1 Teori Vygotski ... 9
2.2 Hasil Belajar ... 13
2.3 Pengertian Model Pembelajaran Make A Match ... 14
2.3.1 Kelebihan Model Pembelajaran Make A Match ... 16
2.3.2 Kekurangan Model Pembelajaran Make A Match ... 16
2.4 Aktivitas Belajar ... 17
2.5 Hakekat Matematika ... 17
2.6 Penelitian Yang Relevan ... 20
2.7 Kerangka Berpikir ... 21
2.8 Hipotesis ... 23
III. METODE PENELITIAN 3.1Setting Penelitian ... 24
3.1.1 Tempat Penelitian ... 24
3.1.2 Waktu Penelitian ... 24
3.2Subyek Penelitian ... 24
3.3Instrumen Pengumpulan Data ... 25
3.4Prosedur Penelitian... 25
3.5Tekik dan Alat Pengumpulan Data ... 30
3.6Analisis Data ... 31
3.6.1 Analisis Data Non Tes ... 31
4.1Hasil Penelitian ... 35
4.2Pembahasan Penelitian ... 48
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 51
5.2Saran ... 51
5.2.1 Untuk Siswa ... 51
5.2.2 Untuk Guru ... 52
5.2.3 Untuk Sekolah ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1.Nilai Prestasi Belajar Ulangan Harian Matematika Kelas IV ... 3
4.1. Observasi Peningkatan Aktivitas Siswa Kelas IV (Pra Penelitian) ... 35
4.2. Hasil Belajar Pra Penelitian Siswa Kelaas IV ... 36
4.3. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas IV Siklus 1 ... 39
4.4. Perbandingan Hasil Pengamatan Siklus 1 ... 40
4.5. Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Kelas IV Siklus 1 ... 41
4.6. Perbandingan Hasil Pengamatan Pra dan Siklus 1 ... 42
4.7. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas IV Siklus 2 ... 45
4.8. Perbandingan Hasil Pengamatan Siklus 1 dan Siklus 2 ... 45
4.9. Rekapitulasi Perolehan Nilai Hasil Belajar Siklus 2 ... 47
i DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan selalu berkenaan dengan pembinaan manusia, karena keberhasilan
pendidikan sangat tergantung pada unsur manusia. Guru merupakan ujung tombak
pendidikan, berhasil atau tidaknya proses pendidikan di sekolah. Sebagai guru
secara langsung berupaya mempengaruhi, membina, dan mengembangkan
kemampuan siswa yang meliputi aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif),
dan keterampilan (psikomotor) agar menjadi manusia yang cerdas, terampil,
bermoral tinggi dan mandiri.
Untuk mengarahkan siswa mencapai tujuan tersebut, segogyanya guru harus
mampu merencanakan, menyusun dan melaksanakan proses belajar yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan serta tingkat perkembangan
siswa. Perencanaan pembelajaran yang matang memungkinkan tercapainya hasil
belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Berkaitan dengan masalah pembelajaran mata pelajaran matematika, siswa kelas
IV SD Negeri 3 Talang Kecamatan Teluk Betung Selatan Bandar Lampung pada
umumnya kurang memiliki motivasi dalam mengikuti pembelajaran, daya serap
ditentukan sekolah yakni sebesar 60, namun pada kenyataannya baru mencapai
rata-rata di bawah nilai yang telah ditentukan. Hal ini diketahui dari hasil belajar
siswa sehingga pengulangan terhadap materi ini sering dilakukan.
Proses pendidikan semula di pandang sebagai proses belajar mengajar yang
menyiapkan peserta didik hidup di masyarakat, kini telah berubah menjadi proses
pembelajaran, belajar berpusat pada guru yang mana guru bertugas menstransfer
ilmunya kepada murid sudah tidak sesuai lagi, belajar harus berpusat pada siswa
dan guru bukan satu – satunya sumber belajar. Hal ini adalah salah satu upaya
memperbaiki mutu pendidikan, guru berperan mengatur, mengelola, memfasilitasi
dan membantu siswa sehingga tercipta kondisi belajar yang kondusif, dalam
rangka membangun manusia seutuhnya.
Pembelajaran Matematika tidak lagi mengutamakan pada penyerapan melalui
pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada pengembangan
kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu aktivitas peserta didik perlu
ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas Matematika dengan bekerja
kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain.
Pembelajaran pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara
guru dan peserta didik dalam situasi pendidikan. Oleh karena itu, dalam
pembelajaran guru dituntut ulet dan bersikap terbuka, di samping kemampuan
menciptakan situasi belajar yang aktif. Demikian pula dari peserta didik dituntut
adanya semangat dan dorongan untuk belajar. Dalam proses pembelajaran pasti
3
dari hasil observasi dapat diketahui bahwa proses pembelajaran Matematika kelas
IV SD Negeri 3 Talang Tahun Pelajaran 2013/2014 ditemukan
kelemahan-kelemahan, yaitu : 1) peserta didik kurang mempunyai motivasi dalam mengikuti
pembelajaran Matematika, 2) konsentrasi peserta didik kurang terfokus pada
pembelajaran Matematika, 3) peserta didik kurang aktif dalam mengikuti
pembelajaran Matematika, sehingga hal tersebut berdampak pada rendahnya hasil
belajar peserta didik dilihat dari masih banyaknya peserta didik yang memperoleh
nilai di bawah KKM yaitu 60.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan yang dilakukan peneliti, pada nilai
prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 3 Talang Kecamatan Teluk
Betung Selatan Bandar Lampung pada nilai ulangan harian semester 1 tahun
[image:13.595.117.511.487.705.2]pelajaran 2013/2014 sebagaimana tabel 1.1 berikut ini :
Tabel 1.1 Nilai Prestasi Belajar Ulangan Harian Matematika Siswa Kelas IV SDN 3 Talang
NO. Nama Siswa L/P Nilai Keterangan
1 M. Indra Lesmono L 55,40
2 M. Soni Setiawan L 40,40
3 Rizki Romadhon L 70,60
4 Sekar Anissa P 67,50
5 Adinda Putri Yunika P 40,00
6 Adjeng Shelomitha Salwa Jesika P 45,50
8 Aggun Bela Laras P 48,50
9 Aprian L 39,00
10 Arif Framuja L 40,50
11 Dimas Rahmanda L 55,80
12 Dwi Siti Aisah P 68,50
13 Fahrul afandi L 75,00
14 Gilang Prasetyo L 45,00
15 Gita Melisa P 40,50
16 Irvan Syah L 30,00
17 Linda Septiani P 35,50
18 M. Iqbal L 80,00
19 M. Reval Artha L 85,50
20 M. Riski Oktavian Rambe L 50,00
21 Mutiara Audi Putri Malicca P 80,00
22 Raden Bayu Akbar L 45,00
23 Renita Sri Suci P 50,00
24 Siti Ulfa P 65,00
Nilai Rata- rata 50,40
Berdasarkan tabel 1.1 di atas bahwa nilai rata-rata prestasi belajar Matematika
siswa kelas IV SD 3 Talang pada nilai ulangan harian semester 1 (ganjil) tahun
pelajaran 2013/2014 belum mencapai ketuntasan secara klasikal karena dari 24
5
oleh 60% dari jumlah siswa. Kondisi di atas menunjukkan bahwa, prestasi belajar
Matematika siswa kelas IV rendah.
Untuk memperbaiki hal tersebut perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang
lebih meningkatkan interaksi antar siswa. Atas dasar itulah peneliti mencoba
mengembangkan model kooperatif dalam pembelajaran dengan tipe make a
match. Model make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu
alternatif yang dapat diterapkan kepada peserta didik. Penerapan model ini
dimulai dari teknik yaitu peserta didik disuruh mencari pasangan kartu yang
merupakan jawaban/ soal sebelum batas waktunya, peserta didik yang dapat
mencocokkan kartunya diberi poin. Teknik pembelajaran make a match atau
mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu
keunggulan teknik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
Berdasarkan uraian dan permasalahan di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar Matematika melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada siswa kelas IV SD Negeri
3 Talang Teluk Betung Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dapat diidentifikasikan
1. Rendahnya aktivitas belajar peserta didik dalam mengikuti pembelajaran
Matematika di kelas IV SD Negeri 3 Talang Teluk Betung Selatan.
2. Rendahnya hasil belajar Matematika peserta didik.
3. Proses pembelajaran di kelas IV SD Negeri 3 Talang Teluk Betung Selatan
masih belum dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Matematika
peserta didik.
1.3 Rumusan Masalah dan Permasalahan
Atas dasar latar belakang dan identifikasi masalah, maka masalah penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut : rendahnya aktivitas dan hasil belajar matematika
peserta didik di kelas IV SD Negeri 3 Talang. Dengan demikian permasalahan
yang diajukan adalah :
1. Apakah penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan
aktivitas belajar peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran
Matematika ?
2. Apakah penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan
hasil belajar Matematika peserta didik ?
Berdasarkan rumusan masalah dan permasalahan tersebut, maka judul dalam penelitian ini adalah “ Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika
Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match pada
siswa kelas IV SD Negeri 3 Talang Teluk Betung Selatan Tahun Pelajaran
7
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dalam mengikuti proses
pembelajaran Matematika melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a
Match .
2. Meningkatkan hasil belajar Matematika peserta didik pada pembelajaran
Matematika di kelas IV melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Memperluas pengetahuan tentang model pembelajaran make a
match untuk menambah pengetahuan tentang model pembelajaran
yang sudah ada.
2. Dapat dijadikan contoh strategi pembelajaran di lingkungan SD
Negeri 3 Talang Teluk Betung Selatan.
1.5.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Peserta Didik
- Dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada mata
2. Bagi Guru
1) Memberikan masukan kepada guru, tentang penerapan model
pembelajaran make a match terhadap peningkatan aktivitas dan
hasil belajar peserta didik.
2) Sebagai acuan guru dalam usaha meningkatkan mutu
pendidikan dan pembelajaran.
3. Bagi Sekolah
Memberikan masukan yang baik untuk mengadakan
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match 2.1.1 Teori Vygotski
Karya Vygotski didasarkan pada tiga ide utama : (1) bahwa intelektual
berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide-
ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui; (2) bahwa interaksi dengan
orang lain memperkaya perkembangan intelektual; (3) peran utama guru adalah
bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran peserta didik
(Nur, 2000 : 10).
Hal terpenting dari teorinya adalah pentingnya interaksi antara aspek internal dan
eksternal pembelajaran dengan menekankan aspek lingkungan sosial
pembelajaran. Vygotski yakin bahwa pembelajaran terjadi ketika peserta didik
bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas itu
masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam
zona perkembangan proksimal (zone of proximal development).
Secara terperinci, dikemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan “zona per
-kembangan proksima” adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya
dengan tingkat perkembangan potesial. Tingkat perkembangan sesungguhnya
perkembangan potensial adalah kemampuan pemecahan masalah di bawah
bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan rekan sebaya yang lebih
mampu. Dengan demikian, maka tingkat perkembangan potensial dapat
disalurkan melalui model pembelajaran kooperatif.
Ide penting lain dari Vygotski adalah scaffolding. Scaffolding adalah pemberian
sejumlah kemampuan oleh guru kepada anak pada tahap-tahap awal
pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada anak
untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu (Slavin, 2000 : 94).
Kemampuan yang diberikan dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan,
menguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan, memberi contoh,
ataupun hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik tumbuh sendiri
(Slavin, 2000 : 95). Jelas bahwa scaffolding merupakan bagian dari kegiatan
pembelajaran kooperatif.
Jadi kesimpulannya dalam teori Vygotski menurut peneliti bahwa ada hubungan
secara langsung antara domain kognitif dengan sosio budaya. Kualitas berfikir
peserta didik dibina dan aktivitas sosial peserta didik dikembangkan dalam bentuk
kerjasama antara peserta didik dengan peserta didik lainnya yang lebih mampu di
bawah bimbingan orang dewasa dan guru.
2.1.2 Teori Behaviorisme
Menurut teori ini belajar adalah perubahan tingkah laku, seseorang dianggap
belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang
11
mungkin mengajar atau bahkan sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala,
namun bila peserta didik itu gagal mendemonstrasikan kemampuannya dalam
membaca, maka peserta didik itu belum bisa dikatakan belajar. Ia dikatakan telah
belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku ( dari tidak
bisa menjadi bisa membaca ). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000 : 143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja
yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang
diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behaviorisme adalah faktor
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi / dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia pendidikan ialah
(Harley & Davies, 1978 dalam Toeti, 1997) :
Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila si pelajar ikut berpartisipasi secara aktif di dalamnya
Materi pelajaran dibentuk dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga si pelajar mudah mempelajarinya Tiap-tiap respon perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si pelajar dapat mengetahui apakah respon yang diberikan telah benar atau belum
Setiap kali si pelajar memberikan respon yang benar maka ia perlu diberikan penguatan. Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan negatif.
(dikutip dari http://dian75.wordpress.com)
Dapat peneliti simpulkan bahwa menurut teori ini yang terpenting adalah masukan
atau input yaitu berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons.
Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu dianggap tidak
penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati adalah stimulus
dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
peserta didik tersebut dalam rangka membantu peserta didik untuk belajar.
Dengan demikian peneliti ini mengacu pada teori belajar Vygotski dan
Behaviorisme yang menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah
laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah
laku. Hal ini dapat dikembangkan dalam bentuk kerjasama antara peserta didik
13
dewasa dan guru. Sehingga kualitas berfikir dan aktivitas peserta didik dapat lebih
dibina.
2.2 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut
Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar
mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan,
(3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh kemampuan peserta didik dan kualitas
pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah professional yang
dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik dibidang kognitif
(intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).
Kemampuan peserta didik dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang
telah diajarkan dapat diketahui berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh guru.
Salah satu upaya mengukur hasil belajar peserta didik dilihat dari hasil belajar
peserta didik itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam proses belajar
adalah hasil belajar yang diukur melalui tes. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ahmadi (1984) dalam http://id.shvoong.com bahwa “Hasil
belajar adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini usaha belajar
Dari beberapa pendapat di atas, maka kesimpulannya menurut peneliti adalah
hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam
individu peserta didik berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar
diri peserta didik yakni lingkungan termasuk guru di dalamnya. Dengan
demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh peserta didik
berkat adanya usaha atau fikiran dimana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk
penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai
aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu penggunaan penilaian
terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai
aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku
secara kuantitatif.
2.3 Pengertian Model Pembelajaran Make A Match
Model pembelajaran make a match artinya model pembelajaran mencari
pasangan. Setiap peserta didik mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban),
lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang.
Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran make a match akan riuh, tetapi
sangat asik dan menyenangkan.
Salah satu keunggulan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan model make a
match atau mencari pasangan yang dikembangkan oleh Lorna Curran (1994)
adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau
topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan model
15
1. Guru mengelompokkan peserta didik menjadi beberapa kelompok yang
heterogen (beragam). Tiap kelompok terdiri atas 4-6 siswa.
2. Guru membagikan bahan ajar untuk didiskusikan oleh kelompok.
3. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya
adalah kartu jawaban.
4. Pecahkan siswa menjadi dua kelompok, misalnya menjadi kelompok A
dan kelompok B.
5. Bagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada
kelompok B.
6. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal dan
jawaban.
7. Tiap siswa yang mendapatkan kartu soal memikirkan jawaban dari kartu
yang dipegangnya.
8. Siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartu yang dimilikinya.
9. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan
diberi poin.
10.Setelah satu babak, kartu dikocok kembali dan setiap siswa bergantian
peran. Siswa yang semula berperan sebagai pembawa kartu soal menjadi
pembawa kartu jawaban di babak berikutnya.
11.Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang
12.Guru bersama dengan siswa kemudian membuat kesimpulan terhadap
materi pelajaran yang berhasil didapatkannya.
2.3.1 Kelebihan Model Pembelajaran"MAKE A MATCH"
Ini adalah beberapa kelebihan yang dimiliki jika guru/pengajar melakukan metode
pembelajaran dengan cara "Make a Match" diantaranya :
1. Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan
kepadanya melalui kartu.
2. Meningkatkan kreatifitas belajar para siswa.
3. Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dan
mengajar.
4. Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran
yang dibuat oleh guru.
2.3.2 Kekurangan Model Pembelajaran "MAKE A MATCH"
Selain kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran semacam ini, ada juga
kekurangan yang dirasakan saat melakukan prosesnya, diantaranya :
1. Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai
dengan materi pelajaran.
2. Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran.
3. Sulit membuat siswa berkonsentrasi karena lebih mengutamakan aktifitas
17
2.4 Aktivitas Belajar
Keberhasilan peserta didik dalam belajar tergantung pada aktivitas yang
dilakukannya selama proses pembelajaran. Aktivitas belajar adalah segenap
rangkaian atau kegiatan secara sadar yang dilakukan seseorang yang
mengakibatkan perubahan dalam dirinya, baik berupa perubahan atau kemahiran
yang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perbahan. (Gie, 1985 : 6)
“Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas.
Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar”(Sardiman, 2001:93). Banyak macam-macam kegiatan (aktivitas
belajar) yang dapat dilakukan anak-anak di kelas, tidak hanya mendengarkan atau
mencatat.
Keaktifan peserta didik selama proses belajar mengajar merupakan salah satu
indikator adanya keinginan atau motivasi peserta didik untuk belajar. Peserta didik
dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan cirri-ciri perilaku seperti : sering
bertanya kepada guru atau peserta didik lain, mau mengerjakan tugas yang
diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan
lain sebagainya.
2.5 Hakekat Matematika
Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak
permasalahan dan kegiatan dalam hidup kita yang harus diselesaikan dengan
Matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern, mamajukan daya pikir serta analisa manusia.
Peran Matematika dewasa ini semakin penting, karena banyaknya informasi yang
disampaikan orang dalam bahasa Matematika seperti, tabel, grafik, diagram,
persamaan dan lain-lain. Untuk memahami dan menguasai informasi dan
teknologi yang berkembang pesat, maka diperlukan penguasaan Matematika yang
kuat sejak dini.
Ebbutt dan Straker dalam Depdiknas (2006) mengemukakan hakekat dan karakteristik Matematika sekolah yang selanjutnya disebut sebagai Matematika, sebagai berikut .
1) Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan.
Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran Matematika adalah guru perlu :
a. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melakuakan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan, b. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan
percobaan dengan berbagai cara,
c. Mendorong peserta didik untuk menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokkan, dsb,
d. Mendorong peserta didik menarik kesimpulan umum,
e. Membantu peserta didik memahami dan menemukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya
2) Matematika sebagai kreatifitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan.
Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran Matematika adalah guru perlu :
a. Mendorong inisiatif peserta didik dan memberikan kesempatan berpikir berbeda,
b. Mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan,
c. Menghargai penemuan yang di luar perkiraan sebagai hal bermanfaat daripada menganggapnya sebagai kesalahan,
d. Mendorong peserta didik menemukan struktur dan desain Matematika, e. Mendorong peserta didik menghargai penemuan peserta didik yang
19
f. Mendorong peserta didik berfikir refleksif, dan
g. Tidak menyarankan hanya menggunakan satu metode saja.
3) Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving) Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran Matematika adalah guru perlu :
a. Menyediakan lingkungan belajar Matematika yang merangsang timbulnya persoalan Matematika,
b. Membantu peserta didik memecahkan persoalan Matematika Menggunakan caranya sendiri,
c. Membantu peserta didik mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan Matematika,
d. Mendorong peserta didik untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan mengembangkan system dokumentasi/ catatan,
e. Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk memecahkan persoalan,
f. Membantu peserta didik mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan berbagai alat peraga/ media pendidikan Matematika seperti : jangka, penggaris, kalkulator, dsb.
4) Matematika sebagai alat berkomunikasi. Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran Matematika adalah guru perlu :
a. Mendorong peserta didik mengenal sifat-sifat Matematika, b. Mendorong peserta didik membuat contoh sifat Matematika, c. Mendorong peserta didik menjelaskan sifat Matematika,
d. Mendorong peserta didik memberikan alasan perlunya kegiatan Matematika,
e. Mendorong peserta didik membicarakan persoalan Matematika, f. Mendorong peserta didik membaca dan menulis Matematika,
g. Menghargai bahasa ibu peserta didik dalam membicarakan Matematika.
(dikutip dari Matematika.htmlsusi9una.blogspot.com/2009/12/hakekat- Matematika.html)
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat dikatakan hakekat Matematika
merupakan kumpulan ide-ide bersifat abstrak, struktur-struktur dan hubungannya
diatur menurut aturan logis. Hakekat dan karakteristik Matematika sekolah yang
selanjutnya disebut sebagai Matematika, dapat disimpulkan oleh peneliti sebagai
a. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan.
b. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan
penemuan.
c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving)
d. Matematika sebagai alat berkomunikasi.
2.6 Penelitian Yang Relevan
Riska Arianti (2010) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Dengan Metode Make A Match Pada Mata Pelajaran Matematika Peserta Didik Kelas VII SMPN 1 Porong” dari hasil penelitiannya terdapat peningkatan aktivitas
belajar peserta didik dan sangat menyukai pembelajaran dengan model ini.
Retno Saraswati (2010) dalam judul “ Efektivitas Model Pembelajaran Make A
Match Terhadap Prestasi Belajar Matematika pada Materi Pokok Statistika (Suatu
Penelitian pada Peserta didk kelas IX Semester Gasal SMP Negeri 1 Larangan Brebes Tahun Pelajaran 2009/ 2010)” dari hasil penelitian dapat disimpulkan
model pembelajaran make a match lebih efektif dibandingkan dengan model
pembelajaran konvensional sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar
Matematika peserta didik.
Sriyati (2011) dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika
Peserta Didik Melalui Penerapan Model Pembelajaran Make A Match di Kelas IV
21
pembelajaran make a match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
Matematika peserta didik.
2.7 Kerangka Berpikir
Penggunaan model pembelajaran yang tidak bervariatif dalam pembelajaran
matematika membuat siswa merasa bosan dan enggan dalam belajar matematika
sehingga hasil belajar matematika cenderung rendah. Melalui model pembelajaran
make a match (mencari pasangan) dapat menjadi alternatif dalam meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar matematika kelas IV, karena melalui penerapan model
pembelajaran make a match membuat peserta didik lebih aktif, kreatif, lebih
tertarik, berani dan bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Tahap
perkembangan anak usia SD yang masih dalam tahap operasional konkret,
menuntut guru untuk aktif dalam mengombinasikan media pembelajaran sehingga
siswa menjadi lebih tertantang dan dapat terlibat aktif dalam pembelajaran.
Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran yang diharapkan, usaha yang dapat
dilakukan oleh guru adalah dengan memperhatikan peserta didik, menguasai
materi pelajaran dan memilih model pembelajaran yang tepat. Salah satu model
cooperative learning adalah make a match (mencari pasangan), dimana model
pembelajaran ini melibatkan aktivitas seluruh peserta didik tanpa harus ada
perbedaan status. Make a match (mencari pasangan) sebagai model pembelajaran
Dengan demikian kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai
[image:32.595.118.512.184.579.2]berikut:
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Kondisi
Awal
Tindakan Di kelas
Guru/ Peneliti : Belum meman- faatkan model pembelajaran Memanfaatkan Model Pembelajaran Make A Match
Kondisi Akhir Melalui Pemanfaatan model pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar anak
Siswa/ yang diteliti Aktifitas dan hasil
belajar rendah
Siklus I
Memanfaatkan model pembelajaran yang didemonstrasikan oleh
guru. (siswa melihat)
Siklus II Memanfaatkan model
pembelajaran yang didemonstrasikan oleh guru. (siswa mengikuti
23
2.8 Hipotesis
Untuk memperbaiki proses pembelajaran matematika pada siswa kelas IV yang
kurang menyenangkan, maka diterapkan suatu model pembelajaran yang lebih
meningkatkan interaksi antar siswa, yaitu dengan mengembangkan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match. Melalui model pembelajaran
kooperatif tipe make a match membuat siswa menjadi aktif, kreatif, lebih tertarik
dan berani dalam proses pembelajaran serta dapat meningkatkan aktivitas dan
III. METODE PENELITIAN
3.1 Setting Penelitian
Penelitian ini merupakan PTK yang dilaksanakan dalam dua siklus, siklus 1 pada
tanggal 20 Agustus 2013 dan siklus 2 pada tanggal 19 September 2013
3.1.1 Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di SD Negeri 3 Talang Teluk Betung Selatan
Bandar Lampung.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2013 / 2014,
selama dua bulan.
3.2 Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah peserta didik SD Negeri 3 Talang Kelas IV yang
berjumlah 24 orang, yaitu 10 orang perempuan dan 14 orang laki – laki dengan
tingkat kemampuan belajar Matematika yang heterogen. Obyek penelitiannya
25
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam
mengumpulkan informasi dibantu guru yang mengajar di kelas lain yang
bertindak sebagai kolaborator dalam mengamati kinerja guru. Sedangkan
instrumen penunjang yang digunakan antara lain perangkat tes, lembar observasi,
catatan lapangan dan kamera yang digunakan untuk mengamati aktivitas peserta
didik dan kinerja guru.
3.4 Prosedur Penelitian
Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini, meliputi :
1. Tahap Pra Penelitian
a. Memberikan tes awal atau pendahuluan yang skor ini nantinya digunakan
sebagai skor dasar (skor awal) yang digunakan untuk menentukan poin
peningkatan individu.
b. Menjelaskan kepada peserta didik maksud serta langkah-langkah
pembelajaran.
Langkah-langkah yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok kompetensi yang disampaikan, sebaliknya satu bagian kartu soal
dan bagian lainnya kartu jawaban.
2) Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu.
4) Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (soal/jawaban).
5) Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu
diberi poin.
6) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar setiap peserta didik mendapat
kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7) Demikian seterusnya
8) Kesimpulan/penutup
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
1) Siklus 1
a. Perencanaan
Kegiatan dalam proses perencanaan meliputi :
1) Menganalisa silabus, menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP).
2) Menyusun lembar kegiatan yang diberikan kepada peserta didik pada
saat pembelajaran.
3) Mempersiapkan lembar observasi aktivitas peserta didik, kinerja
guru, dan catatan lapangan.
27
b. Pelaksanaan
Kegiatan ini merupakan penerapan dari kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran make a match. Adapun urutan
kegiatan secara garis besar adalah sebagai berikut :
1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match
Setelah pokok bahasan disampaikan, peserta didik dibagikan kartu
yang telah disediakan dan peserta didik diberi waktu 5 menit untuk
menyelesaikan soal/jawaban kartu yang dipegang. Kemudian peserta
didik mencari pasangan dari kartu soal/jawaban tersebut.
2) Tes individual
Setelah peserta didik melakukan pembelajaran selanjutnya peserta
didik diberikan tes secara individu. Hasil tes akan diberi skor
peningkatan individu.
c. Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan selama proses
pembelajaran berlangsung yaitu observasi aktivitas belajar siswa yang
didasarkan pada penilaian lembar observasi aktivitas yang telah
dilakukan oleh guru mitra. Peranan guru mitra dalam pelaksanaan
tindakan yaitu mencatat kegiatan guru pada saat proses pembelajaran dan
d. Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan menganalisi, memahami, dan membuat
kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan. Refleksi dilakukan dengan
menganalisis hasil tes dan observasi serta menentukan perkembangan
kemajuan dan kelemahan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran
sebagai dasar perbaikan pada siklus berikutnya.
2) Siklus 2
a. Perencanaan
Berdasarkan refleksi pada siklus 1, peneliti menyusun rencana tindakan
siklus 2 dalam rangka memperbaiki pelaksanaan tindakan siklus 1.
Kegiatan dalam proses perencanaan meliputi :
1) Membuat dan mendiskusikan rancangan pembelajaran yang akan
diterapkan pada siklus 2.
2) Menyusun skenario pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran diskusi kelompok dan make a match.
3) Menyusun lembar kegiatan yang diberikan kepada peserta didik pada
saat pembelajaran.
4) Mempersiapkan lembar observasi aktivitas peserta didik, kinerja guru
dan catatan lapangan.
5) Mempersiapkan perangkat tes hasil tindakan.
29
b. Pelaksanaan
Kegiatan ini merupakan penerapan dari kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran make – a match. Adapun urutan
kegiatan secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match
Setelah pokok bahasan disampaikan, peserta didik diminta untuk
membuat soal beserta jawabannya pada kertas karton yang telah
disediakan oleh guru, kemudian kartu soal/jawaban tersebut
dikumpulkan kepada guru. Guru lalu membagikan kartu yang telah
disediakan yang terdiri dari kartu soal dan kartu jawaban secara acak
dan peserta didik diberi waktu 5 menit untuk mencari soal atau
menyelesaikan jawaban dari kartu yang dipegang. Kemudian peserta
didik mencari pasangan dari kartu soal/jawaban tersebut.
2. Tes individual
Setelah peserta didik melakukan pembelajaran selanjutnya peserta
didik diberikan tes secara individu. Hasil tes akan diberi skor
peningkatan individu.
c. Pengamatan
Pengamatan aktivitas siswa dilakukan oleh guru pada saat pelaksanaan
tindakan selama proses pembelajaran berlangsung yaitu guru mengamati
aktivitas belajar siswa, sedangkan guru mitra mengamati aktivitas guru
d. Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan menganalisis, memahami dan membuat
kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan. Refleksi dilakukan dengan
menganalisis hasil tes dan observasi serta menentukan perkembangan
kemajuan dan kelemahan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran
sebagai dasar perbaikan pada siklus berikutnya.
3.5 Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Dalam mempermudah pengumpulan data, alat bantu yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Observasi, dilakukan untuk mengamati kegiatan pembelajaran yaitu
aktivitas peserta didik dan kinerja guru selama penelitian sebagai upaya
mengetahui kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan. Data aktivitas
peserta didik diperoleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas
peserta didik dan kinerja guru.
2. Catatan Lapangan
Catatan lapangan dimaksudkan untuk memperoleh data secara objektif
yang tidak terekam dalam lembar observasi, mengenai hal-hal yang terjadi
selama pemberian tindakan. Catatan lapangan ini dapat berupa catatan
perilaku peserta didik, maupun permasalahan yang dapat dijadikan
pertimbangan bagi pelaksanaan langkah berikutnya ataupun masukan
31
3. Lembar Tes, diberikan pada setiap akhir siklus untuk mengetahui hasil
belajar peserta didik setelah diterapkannya model pembelajaran make a
match.
4. Kamera, digunakan untuk meliput aktivitas peserta didik selama kegiatan
pembelajaran berlangsung.
3.6 Analisis Data
3.6.1 Analisis Data Non Tes
Data kualitatif diperoleh dari data aktivitas peserta didik dan kinerja guru. Setiap
peserta didik diamati aktivitasnya secara klasikal dalam setiap pertemuan dengan
member tanda ( ) pada lembar observasi yang telah disediakan sesuai dengan
indakator yang telah ditentukan. Indikator peserta didik dikatakan aktif jika lebih
atau sama dengan 60% frekuensi yang ditetapkan per indikator. Setelah selesai di
observasi maka jumlah aktivitas yang dilakukan peserta didik dihitung, lalu
dipresentasekan.
Menentukan presentase aktivitas yang dilakukan dengan menggunakan rumus :
%A = x 100% N
Keterangan :
%A : Persentase aktivitas peserta didik
: Jumlah indikator aktivitas terkategori aktif yang dilakukan peserta
didik
Data pada siklus 1 dan 2 diolah menjadi persentase aktivitas peserta didik.
Seorang peserta didik dikategorikan aktif apabila minimal memperoleh 61% dari
7 (tujuh) indikator aktivitas yang ada. Pemilihan persentase keaktifan peserta
didik didukung oleh Arikunto (1990 : 17), yaitu :
81% - 100% sangat baik
61% - 80% baik
41% - 60% cukup
21% - 40% kurang
0% - 20% kurang sekali
Menentukan persentase peserta didik aktif dengan menggunakan rumus :
%As = As x 100% N
Keterangan :
%As : Persentase peserta didik yang aktif
As : Jumlah peserta didik yang aktif
N : Jumlah peserta didik
Untuk mengetahui peningkatan kinerja guru, dengan kategori kurang, cukup, baik,
dan sangat baik, kinerja guru dapat dilihat berdasarkan rentang nilai sebagai
berikut : 0 – 14 (kurang), 15 – 28 (cukup), 29 – 42 (baik) dan 43 – 56 (sangat
baik) dengan kategori : kurang (apabila indikator yang mempengaruhi kinerja
33
kinerja guru sudah dilaksanakan), baik (apabila indikator yang mempengaruhi
kinerja guru sudah dilaksanakan namun masih kurang baik), dan sangat baik
(apabila indikator yang mempengaruhi kinerja guru sudah dapat dilaksanakan
dengan baik). Untuk menilai kinerja guru, peneliti dibantu oleh seorang guru mitra
yaitu guru di sekolah tersebut yang mengajar di kelas lain.
3.6.2 Analisis Data Tes
Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik setelah diterapkan model
pembelajaran make - a match diambil dari persentase ketuntasan belajar peserta
didik setelah diadakan tes pada setiap akhir siklus. Peserta didik dikatakan tuntas
jika mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 60. Untuk menentukan
persentase peserta didik tuntas setiap siklusnya dengan menggunakan rumus :
%At = At R
Keterangan :
%At : Persentase peserta didik tuntas belajar
At : Banyaknya peserta didik yang tuntas
3.7 Indikator Keberhasilan
Berdasarkan hasil peneliti, indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah :
1. Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
make a match dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam
pembelajaran Matematika.
2. Peserta didik menjadi lebih aktif dan bersemangat dalam mengikuti proses
pembelajaran, karena dengan belajar dengan situasi yang menyenangkan akan
membuat peserta didik lebih mudah dalam mempelajari meteri yang diberikan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah peneliti lakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dilibatkan
langsung dalam penemuan konsep pembelajaran, dan dapat
membangkitkan minat belajar siswa.
2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam
pembelajaran matematika siswa menjadi aktif, kreatif, lebih tertarik dan
berani dalam proses pembelajaran.
3. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalan pembelajaran
matematika.
5.2Saran
5.2.1 Untuk siswa :
- Siswa sebaiknya intropeksi diri dan lebih banyak melakukan pelatihan
- Siswa sebaiknya termotivasi dalam menerima pelajaran sehingga
mengurangi kebosanan dan kesulitan-kesulitan dalam pembelajaran.
- Siswa sebaiknya lebih tertantang aktif dalam pembelajaran matematika
melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match.
5.2.2 Untuk Guru :
- Model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat dijadikan
alternatif oleh guru untuk memotivasi siswa berlatih untuk
meningkatkan kerja sama sehingga aktivitas dan hasil belajar
matematika meningkat.
- Guru harus cepat tanggap terhadap kesulitan-kesulitan belajar siswa
yang dihadapi dalam menerima materi pembelajaran yang
menyebabkan kemampuan belajar siswa menurun. Untuk mengatasi
hal tersebut guru dalam menyampaikan materi pembelajaran, di
anjurkan menggunakan model-model atau teknik pembelajaran yang
bervariasi.
5.2.3 Untuk Sekolah
- Sekolah sebaiknya memperbanyak Workshop atau Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (MGMP) untuk menunjang proses pembelajaran
umumnya, dan pembelajaran matematika pada khususnya.
- Sekolah sebaiknya membantu guru dalam pengadaan media
53
DAFTAR PUSTAKA
Armaini,R., Prayana,I., Irianto,B,. 2004. “Matematika 4 Untuk Sekolah Dasar Kelas 4”. Bandung : Acarya Media Utama
Arifin,S., Wulandari., Artato, W. 2008. “KEJAR: penunjang program kegiatan belajar matematika untuk SD / MI 4”. BSE: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Dimyati, dan Mudjiono. 2006. “Belajar dan Pembelajaran”. Jakarta : Rineka Cipta
Heruman, S.Pd. 2008. “Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar”. Bandung : Remaja Rosdakarya
Lie, Anita. 2010. “Cooperatif Learning: mempraktikkan Cooperatif learning di ruang-ruang kelas”. Jakarta : Grasindo
Mulyasa, H.E. 2010. “Praktik Penelitian Tindakan Kelas”. Bandung : Rosdakarya Offset
Sanjaya, W. 2009. “Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum KTSP”. Bandung: Kencana Media Prenada group
Sugiyono, 2008. “Metode Penelitian Pendidikan” : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D”. Bandung : Alfabeta