• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SDN 3 TALANG TELUK BETUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SDN 3 TALANG TELUK BETUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SDN 3 TALANG TELUK BETUNG SELATAN

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh ERNA OKTAVIA

1013069030

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi PGSD Strata 1 Dalam Jabatan Jurussan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SDN 3 TALANG TELUK BETUNG SELATAN

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh : ERNA OKTAVIA

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran Matematika, (2) meningkatkan hasil belajar Matematika peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran Matematika. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan di SD Negeri 3 Talang Teluk Betung Selatan dengan subyek penelitian adalah peserta didik kelas IV. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dalam 4 langkah kegiatan, meliputi kegiatan perencanaan, melakukan tindakan, observasi, dan refleksi. Selanjutnya pada siklus kedua jenis kegiatan yang dilaksanakan bersama guru mitra adalah memperbaiki rencana, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrument yang digunakan adalah perangkat tes, lembar observasi, catatan lapangan dan kamera yang digunakan untuk mengamati aktivitas peserta didik dan kinerja guru.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran make a match membuat peserta didik lebih aktif dan bersemangat dalam mengikuti pelajaran, Dengan demikian model pembelajaran make a match dapat dijadikan salah satu alternative dalam pembelajaran Matematika untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 5

1.3Rumusan Masalah dan Permasalahan ... 6

1.4Tujuan Penelitian ... 7

1.5Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 7

1.5.2 Manfaat Praktis ... 7

II. KAJIAN PUSTAKA 2.1Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match ... 9

2.1.1 Teori Vygotski ... 9

(7)

2.2 Hasil Belajar ... 13

2.3 Pengertian Model Pembelajaran Make A Match ... 14

2.3.1 Kelebihan Model Pembelajaran Make A Match ... 16

2.3.2 Kekurangan Model Pembelajaran Make A Match ... 16

2.4 Aktivitas Belajar ... 17

2.5 Hakekat Matematika ... 17

2.6 Penelitian Yang Relevan ... 20

2.7 Kerangka Berpikir ... 21

2.8 Hipotesis ... 23

III. METODE PENELITIAN 3.1Setting Penelitian ... 24

3.1.1 Tempat Penelitian ... 24

3.1.2 Waktu Penelitian ... 24

3.2Subyek Penelitian ... 24

3.3Instrumen Pengumpulan Data ... 25

3.4Prosedur Penelitian... 25

3.5Tekik dan Alat Pengumpulan Data ... 30

3.6Analisis Data ... 31

3.6.1 Analisis Data Non Tes ... 31

(8)

4.1Hasil Penelitian ... 35

4.2Pembahasan Penelitian ... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 51

5.2Saran ... 51

5.2.1 Untuk Siswa ... 51

5.2.2 Untuk Guru ... 52

5.2.3 Untuk Sekolah ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1.Nilai Prestasi Belajar Ulangan Harian Matematika Kelas IV ... 3

4.1. Observasi Peningkatan Aktivitas Siswa Kelas IV (Pra Penelitian) ... 35

4.2. Hasil Belajar Pra Penelitian Siswa Kelaas IV ... 36

4.3. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas IV Siklus 1 ... 39

4.4. Perbandingan Hasil Pengamatan Siklus 1 ... 40

4.5. Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Kelas IV Siklus 1 ... 41

4.6. Perbandingan Hasil Pengamatan Pra dan Siklus 1 ... 42

4.7. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas IV Siklus 2 ... 45

4.8. Perbandingan Hasil Pengamatan Siklus 1 dan Siklus 2 ... 45

4.9. Rekapitulasi Perolehan Nilai Hasil Belajar Siklus 2 ... 47

(10)

i DAFTAR GAMBAR

(11)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan selalu berkenaan dengan pembinaan manusia, karena keberhasilan

pendidikan sangat tergantung pada unsur manusia. Guru merupakan ujung tombak

pendidikan, berhasil atau tidaknya proses pendidikan di sekolah. Sebagai guru

secara langsung berupaya mempengaruhi, membina, dan mengembangkan

kemampuan siswa yang meliputi aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif),

dan keterampilan (psikomotor) agar menjadi manusia yang cerdas, terampil,

bermoral tinggi dan mandiri.

Untuk mengarahkan siswa mencapai tujuan tersebut, segogyanya guru harus

mampu merencanakan, menyusun dan melaksanakan proses belajar yang

disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan serta tingkat perkembangan

siswa. Perencanaan pembelajaran yang matang memungkinkan tercapainya hasil

belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Berkaitan dengan masalah pembelajaran mata pelajaran matematika, siswa kelas

IV SD Negeri 3 Talang Kecamatan Teluk Betung Selatan Bandar Lampung pada

umumnya kurang memiliki motivasi dalam mengikuti pembelajaran, daya serap

(12)

ditentukan sekolah yakni sebesar 60, namun pada kenyataannya baru mencapai

rata-rata di bawah nilai yang telah ditentukan. Hal ini diketahui dari hasil belajar

siswa sehingga pengulangan terhadap materi ini sering dilakukan.

Proses pendidikan semula di pandang sebagai proses belajar mengajar yang

menyiapkan peserta didik hidup di masyarakat, kini telah berubah menjadi proses

pembelajaran, belajar berpusat pada guru yang mana guru bertugas menstransfer

ilmunya kepada murid sudah tidak sesuai lagi, belajar harus berpusat pada siswa

dan guru bukan satu – satunya sumber belajar. Hal ini adalah salah satu upaya

memperbaiki mutu pendidikan, guru berperan mengatur, mengelola, memfasilitasi

dan membantu siswa sehingga tercipta kondisi belajar yang kondusif, dalam

rangka membangun manusia seutuhnya.

Pembelajaran Matematika tidak lagi mengutamakan pada penyerapan melalui

pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada pengembangan

kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu aktivitas peserta didik perlu

ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas Matematika dengan bekerja

kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain.

Pembelajaran pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara

guru dan peserta didik dalam situasi pendidikan. Oleh karena itu, dalam

pembelajaran guru dituntut ulet dan bersikap terbuka, di samping kemampuan

menciptakan situasi belajar yang aktif. Demikian pula dari peserta didik dituntut

adanya semangat dan dorongan untuk belajar. Dalam proses pembelajaran pasti

(13)

3

dari hasil observasi dapat diketahui bahwa proses pembelajaran Matematika kelas

IV SD Negeri 3 Talang Tahun Pelajaran 2013/2014 ditemukan

kelemahan-kelemahan, yaitu : 1) peserta didik kurang mempunyai motivasi dalam mengikuti

pembelajaran Matematika, 2) konsentrasi peserta didik kurang terfokus pada

pembelajaran Matematika, 3) peserta didik kurang aktif dalam mengikuti

pembelajaran Matematika, sehingga hal tersebut berdampak pada rendahnya hasil

belajar peserta didik dilihat dari masih banyaknya peserta didik yang memperoleh

nilai di bawah KKM yaitu 60.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan yang dilakukan peneliti, pada nilai

prestasi belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 3 Talang Kecamatan Teluk

Betung Selatan Bandar Lampung pada nilai ulangan harian semester 1 tahun

[image:13.595.117.511.487.705.2]

pelajaran 2013/2014 sebagaimana tabel 1.1 berikut ini :

Tabel 1.1 Nilai Prestasi Belajar Ulangan Harian Matematika Siswa Kelas IV SDN 3 Talang

NO. Nama Siswa L/P Nilai Keterangan

1 M. Indra Lesmono L 55,40

2 M. Soni Setiawan L 40,40

3 Rizki Romadhon L 70,60

4 Sekar Anissa P 67,50

5 Adinda Putri Yunika P 40,00

6 Adjeng Shelomitha Salwa Jesika P 45,50

(14)

8 Aggun Bela Laras P 48,50

9 Aprian L 39,00

10 Arif Framuja L 40,50

11 Dimas Rahmanda L 55,80

12 Dwi Siti Aisah P 68,50

13 Fahrul afandi L 75,00

14 Gilang Prasetyo L 45,00

15 Gita Melisa P 40,50

16 Irvan Syah L 30,00

17 Linda Septiani P 35,50

18 M. Iqbal L 80,00

19 M. Reval Artha L 85,50

20 M. Riski Oktavian Rambe L 50,00

21 Mutiara Audi Putri Malicca P 80,00

22 Raden Bayu Akbar L 45,00

23 Renita Sri Suci P 50,00

24 Siti Ulfa P 65,00

Nilai Rata- rata 50,40

Berdasarkan tabel 1.1 di atas bahwa nilai rata-rata prestasi belajar Matematika

siswa kelas IV SD 3 Talang pada nilai ulangan harian semester 1 (ganjil) tahun

pelajaran 2013/2014 belum mencapai ketuntasan secara klasikal karena dari 24

(15)

5

oleh 60% dari jumlah siswa. Kondisi di atas menunjukkan bahwa, prestasi belajar

Matematika siswa kelas IV rendah.

Untuk memperbaiki hal tersebut perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang

lebih meningkatkan interaksi antar siswa. Atas dasar itulah peneliti mencoba

mengembangkan model kooperatif dalam pembelajaran dengan tipe make a

match. Model make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu

alternatif yang dapat diterapkan kepada peserta didik. Penerapan model ini

dimulai dari teknik yaitu peserta didik disuruh mencari pasangan kartu yang

merupakan jawaban/ soal sebelum batas waktunya, peserta didik yang dapat

mencocokkan kartunya diberi poin. Teknik pembelajaran make a match atau

mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu

keunggulan teknik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar

mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

Berdasarkan uraian dan permasalahan di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar Matematika melalui penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada siswa kelas IV SD Negeri

3 Talang Teluk Betung Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dapat diidentifikasikan

(16)

1. Rendahnya aktivitas belajar peserta didik dalam mengikuti pembelajaran

Matematika di kelas IV SD Negeri 3 Talang Teluk Betung Selatan.

2. Rendahnya hasil belajar Matematika peserta didik.

3. Proses pembelajaran di kelas IV SD Negeri 3 Talang Teluk Betung Selatan

masih belum dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Matematika

peserta didik.

1.3 Rumusan Masalah dan Permasalahan

Atas dasar latar belakang dan identifikasi masalah, maka masalah penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut : rendahnya aktivitas dan hasil belajar matematika

peserta didik di kelas IV SD Negeri 3 Talang. Dengan demikian permasalahan

yang diajukan adalah :

1. Apakah penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan

aktivitas belajar peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran

Matematika ?

2. Apakah penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan

hasil belajar Matematika peserta didik ?

Berdasarkan rumusan masalah dan permasalahan tersebut, maka judul dalam penelitian ini adalah “ Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika

Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match pada

siswa kelas IV SD Negeri 3 Talang Teluk Betung Selatan Tahun Pelajaran

(17)

7

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dalam mengikuti proses

pembelajaran Matematika melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a

Match .

2. Meningkatkan hasil belajar Matematika peserta didik pada pembelajaran

Matematika di kelas IV melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Memperluas pengetahuan tentang model pembelajaran make a

match untuk menambah pengetahuan tentang model pembelajaran

yang sudah ada.

2. Dapat dijadikan contoh strategi pembelajaran di lingkungan SD

Negeri 3 Talang Teluk Betung Selatan.

1.5.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Peserta Didik

- Dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada mata

(18)

2. Bagi Guru

1) Memberikan masukan kepada guru, tentang penerapan model

pembelajaran make a match terhadap peningkatan aktivitas dan

hasil belajar peserta didik.

2) Sebagai acuan guru dalam usaha meningkatkan mutu

pendidikan dan pembelajaran.

3. Bagi Sekolah

Memberikan masukan yang baik untuk mengadakan

(19)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match 2.1.1 Teori Vygotski

Karya Vygotski didasarkan pada tiga ide utama : (1) bahwa intelektual

berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide-

ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui; (2) bahwa interaksi dengan

orang lain memperkaya perkembangan intelektual; (3) peran utama guru adalah

bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran peserta didik

(Nur, 2000 : 10).

Hal terpenting dari teorinya adalah pentingnya interaksi antara aspek internal dan

eksternal pembelajaran dengan menekankan aspek lingkungan sosial

pembelajaran. Vygotski yakin bahwa pembelajaran terjadi ketika peserta didik

bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas itu

masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam

zona perkembangan proksimal (zone of proximal development).

Secara terperinci, dikemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan “zona per

-kembangan proksima” adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya

dengan tingkat perkembangan potesial. Tingkat perkembangan sesungguhnya

(20)

perkembangan potensial adalah kemampuan pemecahan masalah di bawah

bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan rekan sebaya yang lebih

mampu. Dengan demikian, maka tingkat perkembangan potensial dapat

disalurkan melalui model pembelajaran kooperatif.

Ide penting lain dari Vygotski adalah scaffolding. Scaffolding adalah pemberian

sejumlah kemampuan oleh guru kepada anak pada tahap-tahap awal

pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada anak

untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu (Slavin, 2000 : 94).

Kemampuan yang diberikan dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan,

menguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan, memberi contoh,

ataupun hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik tumbuh sendiri

(Slavin, 2000 : 95). Jelas bahwa scaffolding merupakan bagian dari kegiatan

pembelajaran kooperatif.

Jadi kesimpulannya dalam teori Vygotski menurut peneliti bahwa ada hubungan

secara langsung antara domain kognitif dengan sosio budaya. Kualitas berfikir

peserta didik dibina dan aktivitas sosial peserta didik dikembangkan dalam bentuk

kerjasama antara peserta didik dengan peserta didik lainnya yang lebih mampu di

bawah bimbingan orang dewasa dan guru.

2.1.2 Teori Behaviorisme

Menurut teori ini belajar adalah perubahan tingkah laku, seseorang dianggap

belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang

(21)

11

mungkin mengajar atau bahkan sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala,

namun bila peserta didik itu gagal mendemonstrasikan kemampuannya dalam

membaca, maka peserta didik itu belum bisa dikatakan belajar. Ia dikatakan telah

belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku ( dari tidak

bisa menjadi bisa membaca ). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk

perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah

laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,

2000 : 143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan

perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input

yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja

yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau

tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses

yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena

tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus

dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang

diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini

mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting

untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behaviorisme adalah faktor

(22)

maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi / dihilangkan

(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia pendidikan ialah

(Harley & Davies, 1978 dalam Toeti, 1997) :

Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila si pelajar ikut berpartisipasi secara aktif di dalamnya

Materi pelajaran dibentuk dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga si pelajar mudah mempelajarinya Tiap-tiap respon perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si pelajar dapat mengetahui apakah respon yang diberikan telah benar atau belum

Setiap kali si pelajar memberikan respon yang benar maka ia perlu diberikan penguatan. Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan negatif.

(dikutip dari http://dian75.wordpress.com)

Dapat peneliti simpulkan bahwa menurut teori ini yang terpenting adalah masukan

atau input yaitu berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons.

Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu dianggap tidak

penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati adalah stimulus

dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada

peserta didik tersebut dalam rangka membantu peserta didik untuk belajar.

Dengan demikian peneliti ini mengacu pada teori belajar Vygotski dan

Behaviorisme yang menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah

laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah

laku. Hal ini dapat dikembangkan dalam bentuk kerjasama antara peserta didik

(23)

13

dewasa dan guru. Sehingga kualitas berfikir dan aktivitas peserta didik dapat lebih

dibina.

2.2 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah

menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut

Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar

mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan,

(3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).

Hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh kemampuan peserta didik dan kualitas

pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah professional yang

dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik dibidang kognitif

(intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).

Kemampuan peserta didik dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang

telah diajarkan dapat diketahui berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh guru.

Salah satu upaya mengukur hasil belajar peserta didik dilihat dari hasil belajar

peserta didik itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam proses belajar

adalah hasil belajar yang diukur melalui tes. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ahmadi (1984) dalam http://id.shvoong.com bahwa “Hasil

belajar adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini usaha belajar

(24)

Dari beberapa pendapat di atas, maka kesimpulannya menurut peneliti adalah

hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam

individu peserta didik berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar

diri peserta didik yakni lingkungan termasuk guru di dalamnya. Dengan

demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh peserta didik

berkat adanya usaha atau fikiran dimana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk

penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai

aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu penggunaan penilaian

terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai

aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku

secara kuantitatif.

2.3 Pengertian Model Pembelajaran Make A Match

Model pembelajaran make a match artinya model pembelajaran mencari

pasangan. Setiap peserta didik mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban),

lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang.

Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran make a match akan riuh, tetapi

sangat asik dan menyenangkan.

Salah satu keunggulan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan model make a

match atau mencari pasangan yang dikembangkan oleh Lorna Curran (1994)

adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau

topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan model

(25)

15

1. Guru mengelompokkan peserta didik menjadi beberapa kelompok yang

heterogen (beragam). Tiap kelompok terdiri atas 4-6 siswa.

2. Guru membagikan bahan ajar untuk didiskusikan oleh kelompok.

3. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik

yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya

adalah kartu jawaban.

4. Pecahkan siswa menjadi dua kelompok, misalnya menjadi kelompok A

dan kelompok B.

5. Bagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada

kelompok B.

6. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal dan

jawaban.

7. Tiap siswa yang mendapatkan kartu soal memikirkan jawaban dari kartu

yang dipegangnya.

8. Siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartu yang dimilikinya.

9. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan

diberi poin.

10.Setelah satu babak, kartu dikocok kembali dan setiap siswa bergantian

peran. Siswa yang semula berperan sebagai pembawa kartu soal menjadi

pembawa kartu jawaban di babak berikutnya.

11.Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang

(26)

12.Guru bersama dengan siswa kemudian membuat kesimpulan terhadap

materi pelajaran yang berhasil didapatkannya.

2.3.1 Kelebihan Model Pembelajaran"MAKE A MATCH"

Ini adalah beberapa kelebihan yang dimiliki jika guru/pengajar melakukan metode

pembelajaran dengan cara "Make a Match" diantaranya :

1. Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan

kepadanya melalui kartu.

2. Meningkatkan kreatifitas belajar para siswa.

3. Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dan

mengajar.

4. Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran

yang dibuat oleh guru.

2.3.2 Kekurangan Model Pembelajaran "MAKE A MATCH"

Selain kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran semacam ini, ada juga

kekurangan yang dirasakan saat melakukan prosesnya, diantaranya :

1. Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai

dengan materi pelajaran.

2. Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran.

3. Sulit membuat siswa berkonsentrasi karena lebih mengutamakan aktifitas

(27)

17

2.4 Aktivitas Belajar

Keberhasilan peserta didik dalam belajar tergantung pada aktivitas yang

dilakukannya selama proses pembelajaran. Aktivitas belajar adalah segenap

rangkaian atau kegiatan secara sadar yang dilakukan seseorang yang

mengakibatkan perubahan dalam dirinya, baik berupa perubahan atau kemahiran

yang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perbahan. (Gie, 1985 : 6)

“Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas.

Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar”(Sardiman, 2001:93). Banyak macam-macam kegiatan (aktivitas

belajar) yang dapat dilakukan anak-anak di kelas, tidak hanya mendengarkan atau

mencatat.

Keaktifan peserta didik selama proses belajar mengajar merupakan salah satu

indikator adanya keinginan atau motivasi peserta didik untuk belajar. Peserta didik

dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan cirri-ciri perilaku seperti : sering

bertanya kepada guru atau peserta didik lain, mau mengerjakan tugas yang

diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan

lain sebagainya.

2.5 Hakekat Matematika

Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak

permasalahan dan kegiatan dalam hidup kita yang harus diselesaikan dengan

(28)

Matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi modern, mamajukan daya pikir serta analisa manusia.

Peran Matematika dewasa ini semakin penting, karena banyaknya informasi yang

disampaikan orang dalam bahasa Matematika seperti, tabel, grafik, diagram,

persamaan dan lain-lain. Untuk memahami dan menguasai informasi dan

teknologi yang berkembang pesat, maka diperlukan penguasaan Matematika yang

kuat sejak dini.

Ebbutt dan Straker dalam Depdiknas (2006) mengemukakan hakekat dan karakteristik Matematika sekolah yang selanjutnya disebut sebagai Matematika, sebagai berikut .

1) Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan.

Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran Matematika adalah guru perlu :

a. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melakuakan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan, b. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan

percobaan dengan berbagai cara,

c. Mendorong peserta didik untuk menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokkan, dsb,

d. Mendorong peserta didik menarik kesimpulan umum,

e. Membantu peserta didik memahami dan menemukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya

2) Matematika sebagai kreatifitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan.

Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran Matematika adalah guru perlu :

a. Mendorong inisiatif peserta didik dan memberikan kesempatan berpikir berbeda,

b. Mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan,

c. Menghargai penemuan yang di luar perkiraan sebagai hal bermanfaat daripada menganggapnya sebagai kesalahan,

d. Mendorong peserta didik menemukan struktur dan desain Matematika, e. Mendorong peserta didik menghargai penemuan peserta didik yang

(29)

19

f. Mendorong peserta didik berfikir refleksif, dan

g. Tidak menyarankan hanya menggunakan satu metode saja.

3) Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving) Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran Matematika adalah guru perlu :

a. Menyediakan lingkungan belajar Matematika yang merangsang timbulnya persoalan Matematika,

b. Membantu peserta didik memecahkan persoalan Matematika Menggunakan caranya sendiri,

c. Membantu peserta didik mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan Matematika,

d. Mendorong peserta didik untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan mengembangkan system dokumentasi/ catatan,

e. Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk memecahkan persoalan,

f. Membantu peserta didik mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan berbagai alat peraga/ media pendidikan Matematika seperti : jangka, penggaris, kalkulator, dsb.

4) Matematika sebagai alat berkomunikasi. Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran Matematika adalah guru perlu :

a. Mendorong peserta didik mengenal sifat-sifat Matematika, b. Mendorong peserta didik membuat contoh sifat Matematika, c. Mendorong peserta didik menjelaskan sifat Matematika,

d. Mendorong peserta didik memberikan alasan perlunya kegiatan Matematika,

e. Mendorong peserta didik membicarakan persoalan Matematika, f. Mendorong peserta didik membaca dan menulis Matematika,

g. Menghargai bahasa ibu peserta didik dalam membicarakan Matematika.

(dikutip dari Matematika.htmlsusi9una.blogspot.com/2009/12/hakekat- Matematika.html)

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat dikatakan hakekat Matematika

merupakan kumpulan ide-ide bersifat abstrak, struktur-struktur dan hubungannya

diatur menurut aturan logis. Hakekat dan karakteristik Matematika sekolah yang

selanjutnya disebut sebagai Matematika, dapat disimpulkan oleh peneliti sebagai

(30)

a. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan.

b. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan

penemuan.

c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving)

d. Matematika sebagai alat berkomunikasi.

2.6 Penelitian Yang Relevan

Riska Arianti (2010) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Dengan Metode Make A Match Pada Mata Pelajaran Matematika Peserta Didik Kelas VII SMPN 1 Porong” dari hasil penelitiannya terdapat peningkatan aktivitas

belajar peserta didik dan sangat menyukai pembelajaran dengan model ini.

Retno Saraswati (2010) dalam judul “ Efektivitas Model Pembelajaran Make A

Match Terhadap Prestasi Belajar Matematika pada Materi Pokok Statistika (Suatu

Penelitian pada Peserta didk kelas IX Semester Gasal SMP Negeri 1 Larangan Brebes Tahun Pelajaran 2009/ 2010)” dari hasil penelitian dapat disimpulkan

model pembelajaran make a match lebih efektif dibandingkan dengan model

pembelajaran konvensional sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar

Matematika peserta didik.

Sriyati (2011) dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika

Peserta Didik Melalui Penerapan Model Pembelajaran Make A Match di Kelas IV

(31)

21

pembelajaran make a match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar

Matematika peserta didik.

2.7 Kerangka Berpikir

Penggunaan model pembelajaran yang tidak bervariatif dalam pembelajaran

matematika membuat siswa merasa bosan dan enggan dalam belajar matematika

sehingga hasil belajar matematika cenderung rendah. Melalui model pembelajaran

make a match (mencari pasangan) dapat menjadi alternatif dalam meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar matematika kelas IV, karena melalui penerapan model

pembelajaran make a match membuat peserta didik lebih aktif, kreatif, lebih

tertarik, berani dan bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Tahap

perkembangan anak usia SD yang masih dalam tahap operasional konkret,

menuntut guru untuk aktif dalam mengombinasikan media pembelajaran sehingga

siswa menjadi lebih tertantang dan dapat terlibat aktif dalam pembelajaran.

Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran yang diharapkan, usaha yang dapat

dilakukan oleh guru adalah dengan memperhatikan peserta didik, menguasai

materi pelajaran dan memilih model pembelajaran yang tepat. Salah satu model

cooperative learning adalah make a match (mencari pasangan), dimana model

pembelajaran ini melibatkan aktivitas seluruh peserta didik tanpa harus ada

perbedaan status. Make a match (mencari pasangan) sebagai model pembelajaran

(32)

Dengan demikian kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai

[image:32.595.118.512.184.579.2]

berikut:

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Kondisi

Awal

Tindakan Di kelas

Guru/ Peneliti : Belum meman- faatkan model pembelajaran Memanfaatkan Model Pembelajaran Make A Match

Kondisi Akhir Melalui Pemanfaatan model pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar anak

Siswa/ yang diteliti Aktifitas dan hasil

belajar rendah

Siklus I

Memanfaatkan model pembelajaran yang didemonstrasikan oleh

guru. (siswa melihat)

Siklus II Memanfaatkan model

pembelajaran yang didemonstrasikan oleh guru. (siswa mengikuti

(33)

23

2.8 Hipotesis

Untuk memperbaiki proses pembelajaran matematika pada siswa kelas IV yang

kurang menyenangkan, maka diterapkan suatu model pembelajaran yang lebih

meningkatkan interaksi antar siswa, yaitu dengan mengembangkan model

pembelajaran kooperatif tipe make a match. Melalui model pembelajaran

kooperatif tipe make a match membuat siswa menjadi aktif, kreatif, lebih tertarik

dan berani dalam proses pembelajaran serta dapat meningkatkan aktivitas dan

(34)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Setting Penelitian

Penelitian ini merupakan PTK yang dilaksanakan dalam dua siklus, siklus 1 pada

tanggal 20 Agustus 2013 dan siklus 2 pada tanggal 19 September 2013

3.1.1 Tempat Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di SD Negeri 3 Talang Teluk Betung Selatan

Bandar Lampung.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2013 / 2014,

selama dua bulan.

3.2 Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah peserta didik SD Negeri 3 Talang Kelas IV yang

berjumlah 24 orang, yaitu 10 orang perempuan dan 14 orang laki – laki dengan

tingkat kemampuan belajar Matematika yang heterogen. Obyek penelitiannya

(35)

25

3.3 Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam

mengumpulkan informasi dibantu guru yang mengajar di kelas lain yang

bertindak sebagai kolaborator dalam mengamati kinerja guru. Sedangkan

instrumen penunjang yang digunakan antara lain perangkat tes, lembar observasi,

catatan lapangan dan kamera yang digunakan untuk mengamati aktivitas peserta

didik dan kinerja guru.

3.4 Prosedur Penelitian

Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini, meliputi :

1. Tahap Pra Penelitian

a. Memberikan tes awal atau pendahuluan yang skor ini nantinya digunakan

sebagai skor dasar (skor awal) yang digunakan untuk menentukan poin

peningkatan individu.

b. Menjelaskan kepada peserta didik maksud serta langkah-langkah

pembelajaran.

Langkah-langkah yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik

yang cocok kompetensi yang disampaikan, sebaliknya satu bagian kartu soal

dan bagian lainnya kartu jawaban.

2) Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu.

(36)

4) Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok

dengan kartunya (soal/jawaban).

5) Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu

diberi poin.

6) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar setiap peserta didik mendapat

kartu yang berbeda dari sebelumnya.

7) Demikian seterusnya

8) Kesimpulan/penutup

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

1) Siklus 1

a. Perencanaan

Kegiatan dalam proses perencanaan meliputi :

1) Menganalisa silabus, menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP).

2) Menyusun lembar kegiatan yang diberikan kepada peserta didik pada

saat pembelajaran.

3) Mempersiapkan lembar observasi aktivitas peserta didik, kinerja

guru, dan catatan lapangan.

(37)

27

b. Pelaksanaan

Kegiatan ini merupakan penerapan dari kegiatan pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran make a match. Adapun urutan

kegiatan secara garis besar adalah sebagai berikut :

1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match

Setelah pokok bahasan disampaikan, peserta didik dibagikan kartu

yang telah disediakan dan peserta didik diberi waktu 5 menit untuk

menyelesaikan soal/jawaban kartu yang dipegang. Kemudian peserta

didik mencari pasangan dari kartu soal/jawaban tersebut.

2) Tes individual

Setelah peserta didik melakukan pembelajaran selanjutnya peserta

didik diberikan tes secara individu. Hasil tes akan diberi skor

peningkatan individu.

c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan selama proses

pembelajaran berlangsung yaitu observasi aktivitas belajar siswa yang

didasarkan pada penilaian lembar observasi aktivitas yang telah

dilakukan oleh guru mitra. Peranan guru mitra dalam pelaksanaan

tindakan yaitu mencatat kegiatan guru pada saat proses pembelajaran dan

(38)

d. Refleksi

Refleksi merupakan kegiatan menganalisi, memahami, dan membuat

kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan. Refleksi dilakukan dengan

menganalisis hasil tes dan observasi serta menentukan perkembangan

kemajuan dan kelemahan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran

sebagai dasar perbaikan pada siklus berikutnya.

2) Siklus 2

a. Perencanaan

Berdasarkan refleksi pada siklus 1, peneliti menyusun rencana tindakan

siklus 2 dalam rangka memperbaiki pelaksanaan tindakan siklus 1.

Kegiatan dalam proses perencanaan meliputi :

1) Membuat dan mendiskusikan rancangan pembelajaran yang akan

diterapkan pada siklus 2.

2) Menyusun skenario pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran diskusi kelompok dan make a match.

3) Menyusun lembar kegiatan yang diberikan kepada peserta didik pada

saat pembelajaran.

4) Mempersiapkan lembar observasi aktivitas peserta didik, kinerja guru

dan catatan lapangan.

5) Mempersiapkan perangkat tes hasil tindakan.

(39)

29

b. Pelaksanaan

Kegiatan ini merupakan penerapan dari kegiatan pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran make – a match. Adapun urutan

kegiatan secara garis besar adalah sebagai berikut :

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match

Setelah pokok bahasan disampaikan, peserta didik diminta untuk

membuat soal beserta jawabannya pada kertas karton yang telah

disediakan oleh guru, kemudian kartu soal/jawaban tersebut

dikumpulkan kepada guru. Guru lalu membagikan kartu yang telah

disediakan yang terdiri dari kartu soal dan kartu jawaban secara acak

dan peserta didik diberi waktu 5 menit untuk mencari soal atau

menyelesaikan jawaban dari kartu yang dipegang. Kemudian peserta

didik mencari pasangan dari kartu soal/jawaban tersebut.

2. Tes individual

Setelah peserta didik melakukan pembelajaran selanjutnya peserta

didik diberikan tes secara individu. Hasil tes akan diberi skor

peningkatan individu.

c. Pengamatan

Pengamatan aktivitas siswa dilakukan oleh guru pada saat pelaksanaan

tindakan selama proses pembelajaran berlangsung yaitu guru mengamati

aktivitas belajar siswa, sedangkan guru mitra mengamati aktivitas guru

(40)

d. Refleksi

Refleksi merupakan kegiatan menganalisis, memahami dan membuat

kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan. Refleksi dilakukan dengan

menganalisis hasil tes dan observasi serta menentukan perkembangan

kemajuan dan kelemahan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran

sebagai dasar perbaikan pada siklus berikutnya.

3.5 Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Dalam mempermudah pengumpulan data, alat bantu yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. Observasi, dilakukan untuk mengamati kegiatan pembelajaran yaitu

aktivitas peserta didik dan kinerja guru selama penelitian sebagai upaya

mengetahui kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan. Data aktivitas

peserta didik diperoleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas

peserta didik dan kinerja guru.

2. Catatan Lapangan

Catatan lapangan dimaksudkan untuk memperoleh data secara objektif

yang tidak terekam dalam lembar observasi, mengenai hal-hal yang terjadi

selama pemberian tindakan. Catatan lapangan ini dapat berupa catatan

perilaku peserta didik, maupun permasalahan yang dapat dijadikan

pertimbangan bagi pelaksanaan langkah berikutnya ataupun masukan

(41)

31

3. Lembar Tes, diberikan pada setiap akhir siklus untuk mengetahui hasil

belajar peserta didik setelah diterapkannya model pembelajaran make a

match.

4. Kamera, digunakan untuk meliput aktivitas peserta didik selama kegiatan

pembelajaran berlangsung.

3.6 Analisis Data

3.6.1 Analisis Data Non Tes

Data kualitatif diperoleh dari data aktivitas peserta didik dan kinerja guru. Setiap

peserta didik diamati aktivitasnya secara klasikal dalam setiap pertemuan dengan

member tanda ( ) pada lembar observasi yang telah disediakan sesuai dengan

indakator yang telah ditentukan. Indikator peserta didik dikatakan aktif jika lebih

atau sama dengan 60% frekuensi yang ditetapkan per indikator. Setelah selesai di

observasi maka jumlah aktivitas yang dilakukan peserta didik dihitung, lalu

dipresentasekan.

Menentukan presentase aktivitas yang dilakukan dengan menggunakan rumus :

%A = x 100% N

Keterangan :

%A : Persentase aktivitas peserta didik

: Jumlah indikator aktivitas terkategori aktif yang dilakukan peserta

didik

(42)

Data pada siklus 1 dan 2 diolah menjadi persentase aktivitas peserta didik.

Seorang peserta didik dikategorikan aktif apabila minimal memperoleh 61% dari

7 (tujuh) indikator aktivitas yang ada. Pemilihan persentase keaktifan peserta

didik didukung oleh Arikunto (1990 : 17), yaitu :

81% - 100% sangat baik

61% - 80% baik

41% - 60% cukup

21% - 40% kurang

0% - 20% kurang sekali

Menentukan persentase peserta didik aktif dengan menggunakan rumus :

%As = As x 100% N

Keterangan :

%As : Persentase peserta didik yang aktif

As : Jumlah peserta didik yang aktif

N : Jumlah peserta didik

Untuk mengetahui peningkatan kinerja guru, dengan kategori kurang, cukup, baik,

dan sangat baik, kinerja guru dapat dilihat berdasarkan rentang nilai sebagai

berikut : 0 – 14 (kurang), 15 – 28 (cukup), 29 – 42 (baik) dan 43 – 56 (sangat

baik) dengan kategori : kurang (apabila indikator yang mempengaruhi kinerja

(43)

33

kinerja guru sudah dilaksanakan), baik (apabila indikator yang mempengaruhi

kinerja guru sudah dilaksanakan namun masih kurang baik), dan sangat baik

(apabila indikator yang mempengaruhi kinerja guru sudah dapat dilaksanakan

dengan baik). Untuk menilai kinerja guru, peneliti dibantu oleh seorang guru mitra

yaitu guru di sekolah tersebut yang mengajar di kelas lain.

3.6.2 Analisis Data Tes

Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik setelah diterapkan model

pembelajaran make - a match diambil dari persentase ketuntasan belajar peserta

didik setelah diadakan tes pada setiap akhir siklus. Peserta didik dikatakan tuntas

jika mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 60. Untuk menentukan

persentase peserta didik tuntas setiap siklusnya dengan menggunakan rumus :

%At = At R

Keterangan :

%At : Persentase peserta didik tuntas belajar

At : Banyaknya peserta didik yang tuntas

(44)

3.7 Indikator Keberhasilan

Berdasarkan hasil peneliti, indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah :

1. Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

make a match dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam

pembelajaran Matematika.

2. Peserta didik menjadi lebih aktif dan bersemangat dalam mengikuti proses

pembelajaran, karena dengan belajar dengan situasi yang menyenangkan akan

membuat peserta didik lebih mudah dalam mempelajari meteri yang diberikan

(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah peneliti lakukan dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dilibatkan

langsung dalam penemuan konsep pembelajaran, dan dapat

membangkitkan minat belajar siswa.

2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam

pembelajaran matematika siswa menjadi aktif, kreatif, lebih tertarik dan

berani dalam proses pembelajaran.

3. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalan pembelajaran

matematika.

5.2Saran

5.2.1 Untuk siswa :

- Siswa sebaiknya intropeksi diri dan lebih banyak melakukan pelatihan

(46)

- Siswa sebaiknya termotivasi dalam menerima pelajaran sehingga

mengurangi kebosanan dan kesulitan-kesulitan dalam pembelajaran.

- Siswa sebaiknya lebih tertantang aktif dalam pembelajaran matematika

melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match.

5.2.2 Untuk Guru :

- Model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat dijadikan

alternatif oleh guru untuk memotivasi siswa berlatih untuk

meningkatkan kerja sama sehingga aktivitas dan hasil belajar

matematika meningkat.

- Guru harus cepat tanggap terhadap kesulitan-kesulitan belajar siswa

yang dihadapi dalam menerima materi pembelajaran yang

menyebabkan kemampuan belajar siswa menurun. Untuk mengatasi

hal tersebut guru dalam menyampaikan materi pembelajaran, di

anjurkan menggunakan model-model atau teknik pembelajaran yang

bervariasi.

5.2.3 Untuk Sekolah

- Sekolah sebaiknya memperbanyak Workshop atau Musyawarah Guru

Mata Pelajaran (MGMP) untuk menunjang proses pembelajaran

umumnya, dan pembelajaran matematika pada khususnya.

- Sekolah sebaiknya membantu guru dalam pengadaan media

(47)

53

DAFTAR PUSTAKA

Armaini,R., Prayana,I., Irianto,B,. 2004. “Matematika 4 Untuk Sekolah Dasar Kelas 4”. Bandung : Acarya Media Utama

Arifin,S., Wulandari., Artato, W. 2008. “KEJAR: penunjang program kegiatan belajar matematika untuk SD / MI 4”. BSE: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Dimyati, dan Mudjiono. 2006. “Belajar dan Pembelajaran”. Jakarta : Rineka Cipta

Heruman, S.Pd. 2008. “Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar”. Bandung : Remaja Rosdakarya

Lie, Anita. 2010. “Cooperatif Learning: mempraktikkan Cooperatif learning di ruang-ruang kelas”. Jakarta : Grasindo

Mulyasa, H.E. 2010. “Praktik Penelitian Tindakan Kelas”. Bandung : Rosdakarya Offset

Sanjaya, W. 2009. “Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum KTSP”. Bandung: Kencana Media Prenada group

Sugiyono, 2008. “Metode Penelitian Pendidikan” : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D”. Bandung : Alfabeta

Gambar

Tabel 1.1 Nilai Prestasi Belajar Ulangan Harian Matematika Siswa Kelas IV
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

PENERAPAN METODE KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUAT PERTANYAAN DALAM.. PEMBELAJARAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PESERTA DIDIK.. KELAS III SD ISLAM SUNAN GIRI WONOREJO

Judul skripsi : Peningkatan Pemahaman Konsep Struktur Bumi melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Penelitian Tindakan Kelas pada

Aqidah Akhlak materi Asmaul Husna melalui penerapan model.. pembelajaran kooperatif tipe Make a Match peserta didik kelas I MI. Nurul Huda Dawuhan Trenggalek

juga mengalami peningkatan.. Peningkatan keaktifan peserta didik melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada mata pelajaran Al-Quran Hadits

Tujuan dari pembelajaran kooperatif dengan tipe Make A Match adalah untuk membantu Siswa dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan saling

Dari permasalahan tersebut, peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match (Mencari Pasangan), sehingga dengan metode ini siswa dapat lebih

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dalam Meningkatkan Hasil Belajar Peserta didik Pada Mata Pelajaran PAI Melalui Metode Make a Match di SDN Mangunjaya, dapat