• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketepatan terjemahan kitab Al-Hikam (Analisis makna kontekstual)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ketepatan terjemahan kitab Al-Hikam (Analisis makna kontekstual)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

KETEPATAN TERJEMAHAN KITAB AL-HIKAM

(Analisis Makna Kontekstual)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)

Oleh

Humairoh

NIM : 1110024000002

PROGRAM STUDI TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudain hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berupa

pencabutan gelar.

Jakarta, 12 Juli 2015

Humairoh

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

HUMAIROH

1110024000002

Ketepatan Terjemahan dalam Kitab Al-Hikam Analisis Makna Kontekstual. Di bawah bimbingan Drs. Ikhwan Azizi, MA dan Abdul Wadud K Anwar, Lc, MA.

Peneliti melakukan analisis tentang ketepatan terjemahan terhadap makna kontestual pada buku terjemahan al-Hikam dari halaman 1-12, agar bisa mengetahui bagaimana cara menerjemahkan tanpa mengurangi amanat dari penulis. Jadi bahasa sumber harus bisa tersampaikan ke dalam bahasa sasarantanpa mengurangi pesan. Banyak aspek dari teks di luar pesan yang dapat ditransfer dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, penerjemah harus tetap semaksimal mungkin berusaha mencari padanannya. Dalam bahasa sasaran, baik dari aspek pesan, emosi penulis, bentuk-bentuk linguistik, suasan teks maupun yang lain.

Padanan kontekstual pada teks sumber ke dalam teks sasaran semaksimal mungkin inilah yang menjadi inti dari penuangan pesan. Karena makna kontekstual sangatlah kompleks, yang mengharuskan penerjemahn mengetahui situasi, keadaan, ruang dan waktu teks sumber. Penuangan tidak melulu menuangkan ide, pikiran atau gagasan teks sumber. Bila dimungkinkan, penuangan harus pula menyangkut aspek-aspek lainnya. Oleh karena itu, penerjemah harus benar-benar pandai atau terampil dalam memilih padanan di dalam bahasa sasaran. Hal ini bisa direngkuh dengan membolak-balik susunan kata dalam kalimat bahasa sasaran, memberikan tekanan, mengurangi tekanan, mengurangi keluasan makna atau meluaskannya, serta mengupayakan penyesuaian lainnya. Maka dalam menerjemahkan kata ke dalam analisis kontekstual harus dengan teliti memilih makna yang terkandung pada bahasa sumber, dalam buku terjemahan al-Hikam yang peneliti teliti dari halaman 1-12 masih masih ada saja teks terjemahan yang tidak sesuai dengan bahasa sumbernya.

(6)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke dalam huruf latin. Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin dalam

Buku ―Pedoman Penulisan Karya Ilmiah‖ CeQDA UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan Padanannya dalam aksara Latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا

tidak dilambangkan

ب

B

be

ت

T

te

ث

Ts

te dengan es

ج

J

je

ح

h

ha dengan garis bawah

خ

Kh

ka dengan ha

د

D

de

ذ

Dz

de dengan zet

ر

R

er

ز

Z

zet

س

S

es

ش

Sy

es dengan ye

ص

s

es dengan garis bawah

ض

d

de dengan garis bawah

ط

te dengan garis bawah

ظ

zet dengan garis bawah
(7)

غ

Gh

ge dengan ha

ؼ

F

ef

ؽ

Q

ki

ؾ

K

ka

ل

L

el

ـ

M

em

ف

N

en

و

W

we

ػه

H

ha

ء

apostrof

ي

Y

ye

2. Vocal

Vocal dalam bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri dari vocal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong.

Untuk vocal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

—฀— a

‾‾฀‾‾ i Kasrah

—฀— u ammah

Adapun untuk vocal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

ي—฀— ai a dan i

(8)

3. Vocal Panjang

Ketentuan alih aksara vocal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

اــ a dengan topi di atas

ْ يــ i dengan topi di atas

ْ وــ u dengan topi di atas

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu

لا

, dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: - bukan - - bukan -

4.1.

Syaddah atau y yang dalam sistem tulisan Arab

dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamasiyyah. Misalnya, kata ةر ورَضلا tidak ditulis - melainkan - demikian seterusnya.

4.2.

Berkaitan dengan alih aksara ini jika huruf ta terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika tersebut diikuti oleh kata sifat () (lihat contoh 2). Namun, jika huruf tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

Contoh:

No Kata Arab Kata Aksara

1

ةقيرط

ar qah

2

ةّيمَسإا ةعما ا

al-j mi‘ah al-isl miyyah
(9)

5. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), bahasa Indonesia, antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Ab H mid al-Gha l

bukan Ab H mid Al-Gha l , al-Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,

tidak ‗Abd al-S amad al-Palimb n ; Nuruddin al-Raniri, tidak N r al-D n al-R n r .

6. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan diatas:

Kata Arab Alih Aksara

ُلاَتْسُأا َبَهَل

d ahaba al-ust d u

ُرْجَأا َتَبَ ث

tsabata al-ajru

ةَيِرْصَعْلَا ةَكَرَْا

al- arakah al-‗as riyyah

َِ ْنَأ ُدَهْشَأ

ِإ َل

ها َِِإ َه

asyhadu an l il ha ill All h

َصلا كِلَم اَنَِْوَم

ا

حِل

Maul n Malik al-S li

ها ُمُكُرِ ثَؤُ ي

yu‘atstsirukum All h

َا ْل

َم

ةَيِلْقَعْلا رِهاَظ

al-ma hir al-‗aqliyyah

ةَيِنْوَكْلا تاَيآا

al- y t al-kauniyyah
(10)

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji senantiasa

selalu terpanjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam. Dia-lah yang

terus ada di setiap langkah kepenulisan skripsi ini, begitu banyak sekali

nikmat yang tercurahkan untuk Peneliti. Shalawat serta salam senantiasa

terhatur kepada teladan alam semesta, yaitu Baginda Nabi Besar

Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat. Semoga kita

mendapatkan curahan kebaikan sampai akhir nanti.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk para

civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama kepada Prof.

Dr. Dede Rosyada, MA,. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr.

Sukron Kamil, MA., Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Dr. Moch.

Syarif Hidayatullah, M.Hum., Ketua Jurusan Tarjamah; Rizqi Handayani,

MA,. Sekretaris Jurusan Tarjamah.

Terima kasih sedalam-dalamnya kepada pembimbing skripsi Drs.

Ikhwan Azizi, MA dan Abdul Wadud K Anwar, Lc, MA yang telah

meluangkan waktu untuk membaca, mengoreksi, memberi referensi,

memotivasi, dan menyemangati Peneliti dalam proses penulisan skripsi.

Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan Bapak.

Tak lupa Peneliti ucapkan sebanyak-banyaknya terima kasih kepada

jajaran dosen yang telah menginspirasi Peneliti Dr. Akhmad Saehuddin,

M.Ag., Drs. Ahmad Syatibi, M.Ag., Dr. Tb. Ade Asnawi, MA., Abdul

Rasyid, MA., semoga ilmu yang Peneliti dapatkan bermanfaat. Dan beribu

terima kasih kepada seluruh staff dan karyawan Perpustakaan Utama UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Adab dan

Humaniora yang telah banyak membantu untuk mengaskses secara mudah

dalam menemukan referensi dan pengetahuan lewat buku-buku yang

(11)

Terima kasih terhatur untuk penguji sidang munaqosyah Prof. Dr.

Achmad Satori Ismail, MA dan Karlina Helmanita, M.Ag yang telah

menguji hasil skripsi Peneliti.

Salam cinta dan hormat Peneliti haturkan kepada Kedua Orang Tua,

Ayah tersayang Jasman Muryanto dan Ibu tercinta Sabariah Nasution. Terima kasih atas kasih sayang, cinta, doa, motivasi, nasehat, bimbingan

dan semangat yang telah “ y k” berikan selama ini, hingga

dapat menyelesaikan dalam penyusunan skripsi. Tak lupa teruntuk adik

tersayang Ulfa yang selalu beri semangat positif, canda tawa dan pencerahan kepada Peneliti, hingga muncul ide-ide dalam menyusun skripsi.

Dan kepada keluarga di Medan; Uwak Jedah, Kak Puspa, Kak Mustika, Kak

Iyus, Kak Muning yang telah banyak mendukung dengan baik hingga

Peneliti semangat dalam menulis skripsi.

Peluk erat untuk sahabat-sahabat seperjuangan di Tarjamah angkatan

2010; Eva, Makhfiyyah, Halimah, Novi, Nur Asiah, Nia , Lili, Hanifah, Sri

Mustika, Ayu, Rifyal, Farhan, Kholis, Rasyid, Ahmad Syafaat, Syafaat

Maulana, Arif, Agus, Dzulfikar, Uwes, Lukman, Fahmi, Imam yang telah

memberi banyak cerita indah serta menciptakan canda tawa selama 4 tahun

lebih, mengingatkan kekurangan dan kekhilafan serta mendukung

sepenuhnya dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa pula para kakak dan

adik kelas serta kawan-kawan Kuliah Kerja Nyata yang memberi dukungan.

Kemudian pada teman-teman tercinta Umay, Iqoh dan Saza yang selalu

cerewet memberi semangat, terima kasih yang terdalam. Tak henti ucapan

terima kasih terlimpahkan kepada semua yang pernah andil untuk memberi

motivasi berharga, meminjamkan buku-buku referensi, menularkan

pencerahan baru yang membuat Peneliti mempunyai paradigma luas dan

pengalaman. Semoga kita semua dalam lingkaran kesederhanaan dan selalu

bersyukur.

Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, semoga bisa bermanfaat

(12)

Penerjemahan. Saran dan kritik konstruktif sangat Peneliti butuhkan untuk

interpretasi yang lebih baik lagi.

Jakarta, 16 Februari 2015

Peneliti

(13)

DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iv

ABSTRAK ... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vi

PRAKATA ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 8

D.Tinjauan Pustaka ... 8

E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian ... 9

2. Sumber Data ... 9

3. Teknik Pengumpulan Data ... 10

4. Teknik Analisis Data ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II. KERANGKA TEORI A.Gambaran Umum Tentang Penerjemahan 1. Penerjemahan ... 13

2. Peranan Makna dalam Penerjemahan ... 15

3. Masalah Padanan ... 17

(14)

B. Representasi Makna Kata ... 22

C.Wawasan Makna 1. Makna ... 25

2. Relasi Makna ... 30

3. Makna Kontekstual ... 38

BAB III. SEKILAS TENTANG PENULIS DAN PENERJEMAH KITAB AL-HIKAM A.Biografi Syeikh Ibn Atha‘illah al-Iskandari ... 40

B. Biografi Penerjemah ... 44

BAB IV. ANALISIS KETEPATAN MAKNA KONTEKSTUAL TERHADAP TERJEMAHAN KITAB AL-HIKAM Analisis Ketepatan Terjemahan terhadap Kitab Al-Hikam Dilihat Dari Pemadanan Makna Berkonteks ... 46

1. Teks 1 ... 46

2. Teks 2 ... 48

3. Teks 3 ... 49

4. Teks 4 ... 50

5. Teks 5 ... 51

6. Teks 6 ... 52

7. Teks 7 ... 53

8. Teks 8 ... 53

9. Teks 9 ... 55

10.Teks 10 ... 56

BAB V. PENUTUP A.Kesimpulan ... 59

B. Rekomendasi ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Di Indonesia, ada dua istilah yang lazim digunakan dalam silabus

perguruan tinggi Islam, seperti IAIN dan khususnya Fakultas Adab dan

Humaniora Jurusan Tarjamah, yakni istilah Nadzariyah al-Tarjamah (NT) dan

Tatbiq al-Tarjamah (TT). Kedua istilah tersebut masing-masing secara kasar

dimaksudkan sebagai pengandaian dari ―Teori Terjemah‖ dan ―Praktek

Menerjemah‖. Meski pemakaian suatu istilah bukanlah segala-galanya mengingat

kekuatan suatu istilah sebenarnya terletak pada penjelasannya, namun tidak salah

pula kita memberikan perhatian secukupnya perihal peristilahan tersebut. Ini

khususnya pada istilah berbahasa Arab yang terjemahannya masih sering ―kurang

tepat‖, untuk tidak dikatakan sebagai kesalahan — sementara pemakaiannya

seperti sudah mentradisi, bahkan seolah-olah sudah menjadi semacam maxim atau

―kebenaran yang tak terbantahkan‖.1

Menerjemahkan (disiplin?) itu bukan ilmu murni dan bukan pula seni

sejati. Terjemah adalah seni praktis. Dengan kata lain, terjemah adalah

keterampilan berkesenian dengan bantuan ilmu-ilmu teoritis. Karena itu, kita

sering kesulitan menyatakan hasil terjemahan ini bagus, yang itu sedang dan yang

satu lagi buruk. Jadi menerjemahkan adalah menyalin ―kalam‖ (pesan yang

terkandung dalam teks) dan atau menjelaskannya dari bahasa tertentu ke dalam

bahasa lain. Kalam di sini berarti ide, pesan atau informasi. Jadi, yang disalin itu

1

Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab

(16)

bukan huruf-huruf atau kata-kata yang terpotong dari konteksnya atau

lingkungannya — siyaqnya. Ini semua mesti dilaksanakan dengan mencari

padanan praktis yang terpelihara terus-menerus sesuai dengan lingkungan

penerjemah. Dalam batasan seperti ini penerjemah tidak harus bahkan tidak boleh,

linear, glosing, setia atau harfiyah.2

Sebelum menyampaikan pesan, penerjemah terlebih dahulu harus

mengkaji leksikon, gramatika dan konteks budaya teks sumber. Pesan ini

kemudian direkonstruksi ke dalam bahasa target dengan memakai leksikon dan

gramatika yang sesuai dengan konteks budaya bahasa target. Proses ini, menurut

Nida (1975) menapaki tiga fase (1) telaah materi teks sumber melalui kajian

linguistik, (2) pengalihan isi yang terkandung dalam teks sumber dan (3)

rekonstruksi kalimat-kalimat terjemahan sampai diperoleh hasil yang sepadan

dalam bahasa target.3

Upaya menghadirkan kesepadanan sesungguhnya merupakan inti sari

dalam kegiatan penerjemahan. Kesepadanan ini idealnya mencerminkan tiga sisi

kualitas terjemahan: keakuratan, kejelasan dan kewajaran. Akurat berarti

terjemahan harus mengungkap amanat teks sumber secara utuh; jelas berarti

mudah dipahami pembaca teks terjemahan; wajar berarti alamiah, sehingga

sebuah terjemahan tak terasa sebagai terjemahan.4

2

Nur Mufid dan Kaserun AS. Rahman, Buku Pintar Menerjemahkan Arab-Indonesia:

Cara Paling Tepat, Mudah dan Kreatif (Surabaya: Pustaka Progessif, 2007), h. 7.

3

M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 4.

4

(17)

Penerjemah harus menghadirkan terjemahan sebagai suatu bacaan yang

enak dibaca dan gampang dipahami. Penerjemah harus bisa menangkap pemikiran

penulis teks sumber seraya mengalihkannya ke dalam bahasa target dengan

tingkat kesepadanan teks yang paling mendekati. Kesepadanan teks hadir

manakala sebuah terjemahan dipandang sepadan dengan teks sumber.5

Terjemah pada dasarnya adalah pengalihan satuan semantik teks sumber

yang dibangun oleh kosa kata-kosa kata. Jadi, kosa kata

(

تادرفم

) merupakan hal

yang penting dalam penerjemahan, bahkan teramat penting. Ia menjadi bahan

dasar untuk membangun sebuah teks yang akan diterjemah dan teks hasil terjemah.

Pada bagian ini, problem kosa kata yang dibahas hanya mencakup kosa kata teks

sumber atau teks yang akan diterjemah. Seperti telah dikemukakan dibidang

terdahulu, penerjemah harus mengalihkan pesan atau amanat, bukan

mengalihbahasakan kata per kata.

Namun, pada praktiknya dalam pengalihan pesan itu, sering terjemahan

suatu kata atau istilah menjadi kendala yang agak sulit diatasi, demikian pula

ungkapan. Terkadang kedua bahasa sedemikian berbeda sehingga penerjemah

dihadapkan pada ketidakmungkinan menerjemahkan suatu makna kata. Di sini

diperlukan kebijakkan, kemampuan berbahasa Indonesia dan kemampuan bahasa

target, keterampilan menemukan makna kata yang tepat serta kreativitas seorang

penerjemah agar teks terjemahannya dapat diterima.

5

Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab

(18)

Penerjemahan itu terikat dengan makna. Makna di sini adalah unsur dari

sebuah kata atau lebih tepatnya sebagai gejala-dalam-ujaran

(Utterance-Internal-Phenomenon). Maka dari itu, ada prinsip umum dalam semantik yang menyatakan

bahwa kalau bentuk berbeda maka makna pun berbeda, meskipun barangkali

perbedaannya hanya sedikit.

Bila kita menemukan terjemahan yang menggunakan suatu bahasa yang

makna katanya tidak kita pahami sama sekali, maka kita mendapat bahwa apa

yang merangsang alat komunikasi kita itu merupakan arus pemahaman yang

diselingi perhentian pemikiran untuk memahaminya.6

Dalam penelitian makna kata kita harus membedakan bermacam-macam

segi arti. Untuk sampai kepada pembedaan itu, kita harus bertolak dari peletakan

dasar-dasar pengertian tentang makna atau arti. Dalam hidup kita melihat berbagai

macam kejadian yang berada di luar diri kita. Di antara bermacam-macam

kejadian itu adalah memberi suatu lambang berupa bunyi ujaran terhadap

lingkungan hidup ini, agar dapat dibawa dalam komunikasi.7

Makna kosakata yang dikuasai seseorang merupakan bagian utama

memori semantis yang tersimpan dalam otak kita, yaitu relasi kata dengan konsep

benda atau peristiwa yang dilambangkan dengan kata tersebut.8

Hubungan terjemahan bagi semantik dalam makna kata sangatlah erat dan

penting sekali. Penerjemah perlu sadar pula akan sistem perlambangan dalam

berkomunikasi di dunia ini. Suatu kata melambangkan gagasan dalam benak

6

Gorys Keraf, Tatabahasa Indonesia (Flores: Nusa Indah, 1984), h. 15.

7

Gorys Keraf, Tatabahasa Indonesia (Flores: Nusa Indah, 1984), h. 130.

8

(19)

orang apa yang digayuti oleh lambang maupun gagasan atau ide itu sendiri.

Menghadapi kenyataan penerjemahan itu adalah model transformasional. Kalimat

yang rumit dalam bahasa sumber dipecah-pecah menjadi kernel sentences dan

menjadi kalimat-kalimat tunggal yang pendek.9

Makna sebuah kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi

karena berbagai faktor dalam kehidupan, dapat menjadi bersifat umum. Makna

kata baru itu menjadi jelas kalau sudah digunakan di dalam suatu kalimat. Kalau

lepas dari konteks kalimat, makna kata itu menjadi umum dan kabur. Misalnya

kata tahanan. Apa makna kata tahanan? Mungkin saja yang dimaksud dengan

kata tahanan itu adalah ‗orang yang ditahan‘, tetapi bisa juga ‗hasil perbuatan

menahan‘, atau mungkin makna yang lain lagi. Kemungkinan-kemungkinan itu

bisa saja terjadi karena kata itu lepas dari konteks kalimatnya.10

Makna kata sebagai istilah memang dibuat setepat mungkin untuk

menghindari kesalahpahaman dalam bidang atau kegiatan tertentu. Pembedaan

adanya makna kata dan makna istilah berdasarkan ketepatan makna kata itu dalam

penggunaannya secara umum dan secara khusus. Dalam penggunaan bahasa

secara umum acapkali kata-kata itu digunakan tidak cermat sehingga maknanya

bersifat umum. Tetapi dalam penggunaan secara khusus, dalam bidang kegiatan

tertentu, kata-kata itu digunakan secara cermat sehingga maknanya pun menjadi

tepat.

Makna kontekstual adalah makna yang sesuai konteksnya, makna yang

sesuai dengan referennya dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa

9

A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 28-27.

10

(20)

pun. Jadi, sebenarnya makna kontekstual ini sama dengan makna referensial,

makna leksikal dan makna denotatif.

Hubungan kontekstual adalah hubungan unit gramatikal dan leksikal

dengan elemen-elemen yang berhubungan secara linguistik dalam situasi-situasi

yang mana unit-unit tersebut dioperasikan dalam teks. Elemen-elemen situasional

ini berhubungan secara kontekstual dengan unit gramatikal dan leksikal dalam

kesepadanan. Perubahan elemen situasi dan unit-unit dalam teks akan

mengakibatkan perubahan makna.11

Adapun menurut kontekstualisme psikologis, konteks-konteks tertentu

melahirkan keterkaitan antara fitur-fitur dari suatu konsep dan konsep-konsep lain

dalam suatu kategori. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa untuk

memahami struktur konseptual diperlukan pemahaman lebih dari sekedar konsep

semata. Diperlukan pengetahuan lain untuk memahami relasi antarkonsep dan

bagaimana konsep-konsep tersebut tertata sedemikian rupa. Dalam hal ini, sebagai

fitur tidak cukup merepresentasikan suatu konsep secara utuh. Fitur hanya

digunakan sebagai titik tolak untuk memahami suatu konsep dengan pengetahuan

kita secara lebih mendalam.

Jadi, ketika kita mulai menikmati sebuah terjemahan yang ―gurih‖ untuk

dibaca, tanpa kita sadari, kita sudah terbawa oleh terjemahan sebagai bacaan yang

baik. Mengapa bisa? Kita adalah pembaca, apabila selama kita membaca

terjemahan, kita tidak mampu menciptakan rasa dan gairah yang ada dalam

terjemahan itu, mungkin kita bisa dikategorikan pembaca yang ―aneh‖.

11

(21)

Terjemahan tidak sekedar isi, bukan pula rangkaian kata biasa yang bisa

membuat kita terbawa oleh terjemahan tersebut. Akan tetapi, begitulah sebuah

terjemahan yang hadir dihadapan kita bisa membagi kesan hingga ke dasar hati

yang paling dalam. Sebagai pembaca, mungkin pula emoh mengkritisi bagian

terjemahan yang mengganggu, tetapi ketika kita merasakan ada yang ―nggak

nyambung‖ dari awal hingga akhir atau ditengah-tengah ada yang membuat dahi

kita berkerut-kerut. Jika hal itu terjadi, sudah saatnya kita berinisiatif membuat

terjemahan itu menjadi nikmat dan memikat.

Mengacu pada penjelasan di atas, bahwa kitab al-Hikam yang kaya dengan

pemahaman tasawuf dalam kehidupan dan penulis ingin sedikit mengupas

terjemahan terutama terhadap penelitian ilmu makna mengacu pada teori

kontekstual, maka penulis tergerak hatinya untuk menganalisa buku terjemahan

al-Hikam karya Syeikh Ibn Atha‘illah al-Iskandari dengan memberikan judul

yang sesuai dengan hati penulis yaitu “KETEPATAN TERJEMAHAN KITAB

AL-HIKAM”(Analisis Makna Kontekstual)

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah

Setelah memaparkan latar belakang masalah, maka peneliti merasa perlu

untuk memberikan pembatasan dan perumusan masalah agar skripsi ini tidak

terlampau jauh dari pembahasan, yaitu pemahaman dalam ketepatan terjemahan

kitab al-Hikam penerbit Turos Pustaka analisis makna kontekstual karya Ibn

Atha‘illah al-Iskandari. Hal ini juga disesuaikan dengan keterbatasan dan

(22)

Sedangkan perumusannya dinyatakan dalam bentuk pernyataan sebagai

berikut:

1. Apakah terjemahan makna kata dalam kitab al-Hikam dari halaman 1-12 sesuai

dengan konteks?

2. Bagaimana cara memilih makna kata yang tepat dalam menerjemahkan kitab

al-Hikam dari halaman 1-12?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui terjemahan makna kata dalam kitab al-Hikam dari halaman

1-12 yang sesuai dengan konteks.

2. Untuk mengetahui cara memilih makna kata yang tepat dalam menerjemahkan

buku terjemahan al-Hikam dari halaman 1-12.

D.Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian yang mengambil studi kasus pemilihan makna kata yang

tepat dalam estetika menerjemahkan, analisis makna kontekstual sudah ada yang

membahas yaitu skripsi Sa‘adah dengan judul Analisis Semantik Kontekstual

atas Penerjemahan Kata Arab Serapan (Studi Kasus Kata Fitnah, Hikmah dan

Amanah) Dalam “al-Qur‟an dan Maknanya” Karya M. Quraish Shihab. Jadi

peneliti terinspirasi ingin mencoba meneliti pemahaman dalam ketepatan

terjemahan analisis makna kontekstual, tetapi konsepnya yang sedikit berbeda.

Yang bertujuan untuk mengembangkan lagi pemahaman peneliti dan pembaca

(23)

Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan teori-teori, sumber-sumber

dan lembaran-lembaran yang tersedia di perpustakaan adab, perpustakaan utama

dan perpustakaan pribadi dari berbagai buku tentang linguistik, bahasa Indonesia,

bahasa Arab, semantik, prinsip-prinsip terjemahan, ilmu Tasawuf dan buku-buku

yang berhubungan dengan pemahaman ilmu makna kontekstual.

E.Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian ini, menggunakan penelitian kualitatif deskriptif.

Penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang diamatiyang tidak menggunakan angka.12 Penelitian deskriptif yaitu

penelitian yang mengungkapkan masalah dengan cara dan keadaan yang

sebagaimana adanya. Deskriptif adalah sifat data penelitian kualitatif. Wujud

datanya berupa deskripsi objek penelitian.13 Data yang dihasilkan dari buku

terjemahan kitab al-Hikam.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah kitab syirah al-hikam karya Ibnu

Atha‘illah al-Iskandari dan buku terjemahan The Book of Wisdom al-Hikam

karya Ibn Atha‘illah al-Iskandari dari penerbit Turos Pustaka tahun terbit 2013

yang peneliti ambil sampelnya dari halaman 1 hingga 12. Buku terjemahan

al-Hikam memang sudah banyak beredar dan sangat banyak minat pembacanya,

peneliti tertarik untuk membahas penelitian dengan kitab ini karena peneliti

ingin mengetahui bagaimana cara penerjemahnya dalam menerjemahkan buku

12

Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 30.

13

(24)

ini sebab menerjemahkan bukan hanya memindahkan kata tapi juga harus bisa

mempertahankan apa maksud dari bahasa sumber hingga sampailah maknanya

ke dalam bahasa sasaran tanpa mengurangi amanat dari sang penulisnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data, merupakan cara-cara teknis yang dilakukan

oleh peneliti dalam mengumpulkan data-data penelitiannya. Beberapa

tahapan yang harus ditempuh peneliti adalah:

a. Menghimpun buku-buku terjemahan hingga akhirnya peneliti menemukan buku terjemahan al-Hikam.

b. Membaca buku terjemahan al-Hikam untuk mengetahui terjemahan apa saja yang akan peneliti analisis sesuai dengan makna kontekstual.

c. Mengelompokkan teks terjemahan berdasarkan sistematika penelitian yang berhubungan dengan ketepatan terjemahan dari segi makna kontekstual

terhadap kitab al-Hikam.

d. Menganalisis teks terjemahan al-Hikam sesuai dengan ketepatan makna kontekstual.

Penulisan skripsi ini, peneliti melakukan kajian pustaka guna

melengkapi data-data yang berhubungan dengan kepenulisan berdasarkan buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang

diterbitkan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN

(25)

4. Teknik Analisis Data

Teknis analisis data merupakan cara-cara teknis yang dilakukan oleh

peneliti, untuk menganalisis dan mengembangkan data-data yang telah

terkumpul, seperti beberapa tahapan yang telah peneliti lakukan, yaitu:

a. Peneliti mulai membuka kamus untuk membandingkan hasil terjemahan

penerjemah buku al-Hikam agar dapat mengembangkan analisa yang

peneliti lakukan.

b. Mengemukakan kata-kata yang peneliti pilih untuk dianalisa dengan apa

adanya, sesuai dengan sumber yang peneliti peroleh.

c. Peneliti menjelaskan secara terperinci dengan mengeksplorasi ketepatan

memilih makna kontekstual.

d. Peneliti menggunakan konsep teori dari Rochaya Machali padanan makna

berkonteks yaitu penempatan suatu informasi dalam konteks agar maknanya

jelas bagi penerima informasi..

e. Menguraikan penjelasan seadanya sesuai dengan memilih ketepatan

terjemahan dari buku al-Hikam.

F. Sistematika Penulisan

Bab I adalah pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka,

metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II berisikan gambaran umum kerangka teori yang terdiri dari sub-bag,

yaitu pengertian dari penerjemahan dalam ilmu bahasa, pemikiran tentang

(26)

penghayatan, ketepatan dan penggunaan rasa pesona pemilihan makna kata sesuai

konteks. Tingkatan estetika menerjemahkan yang mencakup pengertian seni

terjemahan, unsur-unsur semantik yang menjelaskan pemilihan makna kata yang

tepat sesuai konteks. Pengertian ilmu makna dan fungsi-fungsi terhadap karya

terjemahan untuk pemahaman pembaca dalam menerjemahkan suatu karya.

Bab III adalah tentang Biografi, karya, sejarah penulis Kitab al-Hikam

yaitu Syeikh Ibn Athaꞌillah al-Iskandari dan penerjemah.

Bab IV terdiri dari Analisis Ketepatan Terjemahan Kitab al-Hikam Makna

Kontekstual karya Syeikh Ibn Athaꞌillah al-Iskandari.

(27)

BAB II

KERANGKA TEORI

A.Gambaran Tentang Penerjemahan 1. Penerjemahan

Banyak sekali definisi tentang terjemah yang dikemukakan oleh para

ahli. Apapun definisi yang digunakan, sebaiknya dipertimbangkan prinsip

akomodatif-operasional. Akomodatif dalam arti, mempertimbangkan

definisi-definisi tentang terjemah yang pernah dikemukakan oleh para pengkaji

pendahulu. Ini dimaksudkan sebagai sikap apresiatif (ta‘zim, menghargai)

terhadap hal-hal yang dihasilkan oleh pengkaji-pengkaji sebelumnya.

Sedangkan prinsip operasional memiliki maksud, bahwa definisi yang

digunakan sekalipun akomodatif terhadap hasil-hasil sebelumnya harus tetap

berpijak pada pertimbangan: apakah definisi tersebut dapat dioperasionalkan

pada tahap yang lebih praktis atau tidak.14

Jadi terjemah adalah usaha memindahkan pesan dari teks bahasa

sumber (teks sumber) dengan padanan ke dalam bahasa lain (bahasa sasaran).

Definisi sederhana tersebut memuat unsur-unsur utama dalam penerjemahan

yaitu:15

a.

Bahasa Sumber

(

اهنع ةمجرتملا ةغللا

)

atau

(

لصأا ةغل

)

Dalam konteks pembicaraan ini, bahasa sumber menunjuk kepada bahasa

Arab yang memiliki ragam fusha, bukan ragam dialek tertentu (lahjah).

14

Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab

(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), h. 9.

15

Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab

(28)

b.

Bahasa Sasaran

(

اهيلا ةمجرتملا ةغللا

)

atau

(

لقنلا ةغل

)

Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan bahasa sasaran atau teks sasaran

adalah bahasa Indonesia. Ada aspek yang menarik dari bahasa Indonesia

sebagai bahasa sasaran penerjemahan teks Arab. Bahasa Indonesia adalah

salah satu tabi‘ yang menyerap banyak sekali kosa kata dan peristilahan

bahasa Arab.

c. Pesan

(

ةركف

)

Terjemah diartikan sebagai ‗pengalihan teks sumber ke dalam teks sasaran

secara bebas‘. Kata ‗bebas‘ dalam pengertian tersebut menyiratkan bahwa

yang ditransfer adalah pesannya saja. Penerjemah, bisa membuat ‗semena

-mena‘, dengan mengabaikan aspek-aspek lain di luar pesan, seperti aspek

padanan morfologis, sintaksis ataupun yang lain. Kebebasan yang

diandaikan dari definisi terjemah tersebut adalah, bahwa penerjemah

memiliki keleluasaan yang sangat besar dalam mengekspresikan ‗pesan teks‘

tanpa menghiraukan padanan-padanan linguistik, struktur, pengungkapan

secara denotatif-konotatif atau hal-hal lain di luar teks.

Meskipun menerjemahkan adalah pekerjaan yang melibatkan

sekumpulan teori atau ilmu, tetapi kemampuan menerjemahkan dengan baik

adalah seni. Menerjemahkan, dengan demikian adalah keterampilan yang

melibatkan lebih banyak seni (bakat) daripada upaya dan teori.

Namun, kita tidak dibenarkan menafikan upaya, latihan dan teori-teori

(29)

bahasa seseorang, jika tidak dibarengi dengan latihan, praktik yang terus

menerus berkelanjutan dan teori, maka sulit kita bayangkan dia akan menjadi

penerjemah yang baik.

2. Peranan Makna Dalam Penerjemahan

Apabila kita membicarakan konsep dasar mengenai bahasa yang akan

dikaitkan dengan penerjemahan, tidak boleh tidak kita harus membicarakan

tentang makna. Hal ini penting karena pendekatan yang kita gunakan adalah

bahwa setiap teks merupakan tindak komunikasi, bukan teks yang lahir dalam

ruang kosong (tanpa tujuan dan maksud apa pun). Sebagai tindak komunikasi,

produsen teks (lisan maupun tertulis) tentunya ingin agar maksudnya dipahami

oleh pembaca. Maksud tersebut dikemas dalam makna, sedangkan bentuknya

dapat berubah-ubah bergantung kepada tujuan (untuk apa—misalnya untuk

memaparkan, menceritakan dan mengimbau), pembaca (misal usianya,

kelompok ilmuan dan kalangan umum).16 Oleh karena itu, banyak sekali para

ahli yang sudah membicarakan makna secara panjang lebar.

Beberapa teori yang disodorkan pakar linguistik berkaitan dengan

penanganan masalah makna kata, seperti:17

a. Teori Referen, yang diusung oleh Russell. Teori ini menyebutkan bahwa

sebuah kata memiliki makna lantaran rujukan pada objek atau keadaan yang

digambarkan oleh kata tersebut.

16

Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Bandung: Penerbit Kaifa, 2009), h. 46.

17

(30)

b. Teori Ideasional, yang dikemukakan oleh John Locke. Teori ini menjelaskan

bahwa sebuah kata sesungguhnya tidak merefer pada objek tertentu, tetapi

pada ide atau konsep tentang objek tersebut.

c. Teori Fitur, yang menyatakan bahwa konsep terwujud dari sejumlah unit

yang kecil. Unit-unit yang kecil kemudian dinamakan fitur (ciri).

d. Teori berdasarkan pengetahuan, yang diusung Reeves ini mendasari

gagasannya pada esensialisme psikologis dan kontekstualisme psikologis.

Menurut esensialisme psikologis, pada umumnya manusia memiliki

pengetahuan ihwal adanya esensi dari suatu objek. Adapun kontekstualisme

psikologis, konteks-konteks tertentu melahirkan keterkaitan anatar fitur-fitur

dari suatu konsep dan konsep-konsep lain dalam suatu kategori.

Hasan menegaskan bahwa tujuan pembaca ialah memahami makna.

Ujaran atau tulisan merupakan sarana untuk meraih tujuan itu. Untuk

menjawab kesulitan yang muncul tentang makna, perlu melakukan analisis

struktur, analisis leksikal dan analisis kontekstual.18

Analisis struktur berkaitan dengan penelaahan dua hal pokok: analisis

morfologis dan analisis sintaksis. Selanjutnya analisis leksikal yang memiliki

banyak kemungkinan, tetapi makna yang dikehendaki oleh konteks kalimat

hanya satu. Untuk memperoleh makna yang dikehendaki, pembaca perlu

menelaah isyarat-isyarat linguistik. Di samping itu, perlu menelaah isyarat

kontekstual.

18

(31)

Pembaca atau penyimak perlu memperhatikan status individu dalam

masyarakat, peran individu dalam melakukan tindak tutur dan tujuan dari

tindakannya itu.

3. Masalah Padanan

Masalah padanan merupakan bagian inti dari teori penerjemahan

menurut Barnstone. Sedangkan praktek menerjemahkan sebagai realisasi dari

proses penerjemahan yang selalu melibatkan pencarian padanan. Pencarian

padanan itu sendiri akan menggiring penerjemah ke konsep keterjemahan dan

ketakterjemahan 19 Konsep keterjemahan pada umumnya tidak begitu

menimbulkan permasalah bagi penerjemah asalkan dia mempunyai

pengetahuan yang baik tentang unsur-unsur yang membentuk teks bahasa

sumber dan bahasa sasaran yang ada kaitannya dengan sosio-budaya kedua

bahasa itu.

Sebaliknya, konsep ketakterjemahan secara otomatis akan

menimbulkan keadaan yang dilematis bagi penerjemah. Mereka dituntut

mencari padanan yang tidak mungkin dia temukan dalam bahasa sasara.

Dalam tulisannya, Keenan mengajukan sebuah hipotesa terjemahan

tepat. Hipotesa tersebut berbunyi: sesuatu yang dapat diungkapkan dalam

suatu bahasa dapat diterjemahkan secara tepat ke dalam bahasa lain.20

Kebenaran hipotesa ini sulit untuk dibuktikan. Baik ditinjau dari segi bentuk,

makna maupun fungsinya. Padanan yang sempurna itu tidak ada sebagai akibat

19

Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2003), h. 93.

20

Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

(32)

dari berbedanya struktur nahasa sumber dan bahasa sasaran dan demikian pula

dengan sosio-budaya yang melatarbelakangi kedua bahasa itu.

Popovic membedakan empat tipe padanan, yaitu padanan linguistik,

padanan paradigmatik, padanan stilistik dan padanan tekstual (sintagmatik).

Sedangkan Eugene Nida membedakan dua tipe padanan yaitu padanan formal

dan padanan dinamik. Padanan formal mengacu pada teks bahasa sumber baik

dalam bentuk dan isi. Bentuk mengacu pada aspek linguistik teks dan isi

mengacu pada makna, sedangkan padanan dinamis bertujuan untuk

memperoleh tingkat kewajaran dalam pengungkapan pesan dan mencoba

memperhatikan perilaku dan budaya pembaca teks sasaran agar mereka dapat

memahami teks yang diterjemahkan.21 Lain lagi dengan Baker, membedakana

lima tipe padanan, seperti:22

a. Padanan Pada Tataran Kata

Pertama-tama kita akan tertuju pada kata. Karena kata adalah sebagai unit

terkecil bahasa yang mempunyai makna, yang menjadi titik awal kajian

dalam rangka memahami keseluruhan makna suatu teks bahasa sumber.

Kedua kita melihat unsur-unsur makna dalam kata dan untuk mengkajinya

secara lebih efektif pada linguis menyodorkan istilah morfem. Morfem

hanya mempunyai satu unsur makna sedangkan kata bisa mempunyai lebih

dari satu unsur makna. Dalam konteks penerjemahan, analisis terhadap kata

baik pada struktur permukaan dengan menerapkan analisis struktural atau

analisis morfemis maupun pada struktur batin dengan menerapkan analisis

21

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 87.

22

(33)

komponen makna akan menuntun penerjemah dalam menentukan padanan

yang paling sesuai dari beberapa alternatif yang tersedia. Analisis ini juga

akan mengukuhkan keberadaan konsep pergeseran tataran dimana, misalnya,

suatu konsep yang diungkapkan dengan satu kata dalam bahasa sumber

diungkapkan dengan beberapa kata dalam bahasa sasaran dan demikian pula

sebaliknya.

Meskipun konsep-konsep keterjemahan, penambahan dan penghilang

informasi dan pergeseran tataran menjadi sangat penting dalam

memecahkan berbagai kesulitan dalam proses pencarian padanan dalam

kasus tertentu ketiga konsep itu tidak bisa diterapkan. Dengan kata lain,

dalam melakukan tugasnya penerjemah kadang kala dihadapkan pada

masalah ketaksepadanan. Baker membagi ketaksepadanan pada tataran kata

menjadi 10 jenis, yaitu:

1. Konsep khusus budaya

2. Konsep bahasa sumber tidak tersedia dalam bahasa sasaran

3. Konsep bahasa sumber secara semantik sangat kompleks

4. Perbedaan persepsi terhadap suatu konsep

5. Bahasa sasaran tidak mempunyai unsur atasan (superordinat)

6. Bahasa sasaran tidak mempunyai unsur bawahan atau kata khusus

(hiponim)

7. Perbedaan dalam perspektif interpersonal dan fisik

8. Perbedaan dalam hal makna ekspresif

9. Perbedaan bentuk kata

(34)

b. Padanan Di Atas Tataran Kata

Dalam setiap bahasa, ada kecenderungan bagi suatu kata untuk bersanding

atau berkolokasi dengan kata lain dan gabungan kata itu selanjutnya

menghasilkan suatu frasa. Proses kolokasi memungkinkan kita untuk

membentuk dua macam frasa, yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentris.

Frasa endosentris adalah frasa yang mempunyai unsur inti dan unsur

penjelas, sedangkan frasa eksosentris menunjuk pada frasa yang tidak

mempunyai unsur inti dan unsur penjelas.

c. Padanan Gramatikal

Padanan gramatikal mirip dengan padanan linguistik (sintagmatik) karena

kedua jenis padanan ini memusatkan perhatiannya pada kesamaan konsep

antara bahasa sumber dan bahasa sasaran dalam hal jumlah, gender, pesona,

kala dan aspek. Pembahasan tentang padanan gramatikal selalu dikaitkan

dengan tatabahasa yang dibagi ke dalam dua dimensi utama, yaitu morfologi

dan sintaksis.

d. Padanan Tekstual

e. Padanan Pragmatik

Maka mencari padanan yang paling tepat dalam terjemahan wajib

mengetahui kata, frasa dan kalimat yang semuanya harus berbentuk,

mempunyai potensi untuk mengandung beberapa makna, tergantung

(35)

mengungkapkan kembali seluruh makna yang terdapat dalam teks sumber di

dalam teks sasaran.23

4. Problematika Makna Dalam Penerjemahan

Masalah makna merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bidang

penerjemahan. Jika kita berbicara tentang penerjemahan, kita juga harus

berbicara tentang makna. Alasannya adalah karena tujuan penerjemahan erat

kaitannya dengan masalah pengalihan makna yang terkandung dalam bahasa

ke dalam bahasa yang lain. Makna suatu kata tidak hanya dipengaruhi oleh

posisinya dalam kalimat tetapi juga oleh bidang ilmu yang menggunakan kata

itu. Tidak jarang pula makna suatu kata sangat ditentukan oleh situasi

pemakaiannya dan budaya penutur suatu bahasa.

Dalam praktek menerjemahkan yang sesungguhnya, perhatian seorang

penerjemah terfokus tidak hanya pada pengalihan makna suatu kata.

Perhatiannya meluas ke masalah pengalihan pesan atau amanat. Seperti uraian

berikut:24

a. Makna Leksikal

Makna leksikal ini dapat disebut makna yang terdapat dalam kamus

mengingat yang ada dalam kamus yang lepas dari penggunaannya atau

konteksnya.

23

Maurits D.S Simatupang, Pengantar Teori Terjemahan (Jakarta: Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2000), h. 44.

24

Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

(36)

b. Makna Gramatikal

Makna gramatikal ialah hubungan anatara unsur-unsur bahasa dalam satuan

yang lebih besar, misalnya hubungan suatu kata dengan kata yang lain

dalam frasa atau klausa.

c. Makna Kontekstual atau Situasional

Makna kontekstual atau situsional adalah hubungan antara ujaran dan situasi

dimana ujaran itu dipakai. Dengan kata lain makna yang dikaitkan dengan

situasi penggunaan bahasa.

d. Makna Tekstual

Makna tekstual berkaitan dengan isi suatu teks atau wacana. Perbedaan jenis

teks dapat pula menimbulkan makna suatu kata menjadi berbeda.

e. Makna Sosio-Kultural

Makna suatu kata yang erat kaitannya dengan sosio-budaya pemakai bahasa

disebut makna sosio-kultural.

B.Representasi Makna Kata

Kata sebagai satuan dari perbendaharaan kata sebuah bahasa yang

mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi makna.

Bentuk atau ekspresi adalah segi yang dapat diserap dengan pancaindera,

yaitu dengan mendengar atau dengan melihat. Sebaliknya segi isi atau makna

adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca

karena rangsangan aspek bentuk tadi.25

25

(37)

Kembali kepada unit yang paling kecil dalam bahasa yang mengandung

konsep atau gagasan tertentu (yaitu kata), maka makna kata dapat dibatasi sebagai

hubungan antara bentuk dengan hal atau barang bawah ini:

Referensi

Rumah---Gambaran

(sebagai simbol) (referen; pengalaman non-linguistik)

Bahwa makna adalah pertalian antara bentuk dan referen.26 Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang yang mengetahui sebuah referen

(barangnya) tetapi tidak tahu bagaimana mengacunya, ia tidak tahu katanya.

Tetapi kebalikannya juga benar, kalau ia mengetahui maknanya juga, yaitu tidak

mengetahui hubungan antara bentuk dan referennya. Mengetahui sebuah kata

haruslah mengetahui kedua aspeknya: bentuk (kata) dan referennya.

Selama ini perhatian utama dalam pembicaraan tentang makna diletakkan

pada kata sebagai satuan linguistik yang bermakna. Akan tetapi, kita pun tahu

makna kata itu baru tampil dalam kalimat sesuai dengan konteks pemakaiannya.

Jika dalam analisis komponen fonem kita dapat mencirikan unsur

pemproduksiannya, maka dalam analisis komponen makna kata kita pun ingin

26

Menurut Odgen dan Ricard dalam the meaning of meaning, simbol adalah unsur linguistik (kata atau kalimat), referen adalah objek (dalam dunia pengalaman), sedangkan referensi

(38)

menemukan kandungan makna kata atau kompisisi makna kata. Prosedur

menemukan komposisi makna kata disebut pula dekomposisi kata. Untuk

menemukan komposisi unsur-unsur kandungan makna kata, kita perlu mengikuti

prosedur sebagai berikut:27

1. Pilihlah seperangkat kata secara intuitif kita perkirakan berhubungan.

2. Temukanlah analogi-analogi di antara kata-kata yang seperangkat itu.

3. Cirikanlah komponen semantik atau komposisi semantik atas dasar

analogi-analogi tadi.

Sebagai contoh biasanya dipilih perangkat kata yang menunjukkan atau

berhubungan dengan nasabah dan keluarga. Misalnya:

Pria Wanita Putra Putri

+Jantan +Jantan +Jantan -Jantan

+Dewasa +Dewasa -Dewasa -Dewasa

Dekomposisi semantik kata itu dapat dilanjutkan sampai dengan

penemuan komponen makna yang terkecil yang membedakan dua kata atau lebih.

Analisis komponen makna kata dapat membawa beberapa manfaat untuk analisis

semantik, baik semantik kalimat maupun semantik ujaran. Seperti uraian manfaat

berikut:28

1. Analisis komponen semanti makna kata dapat memberi jawab mengapa

beberapa kalimat benar, mengapa kalimat lain tidak benar dan mengapa

beberapa kalimat anomali. Karena komponen-komponen makna kata dalam

kalimat itu bercocokan, bertentangan dan tidak berhubungan.

27

(39)

2. Dengan analisis komponen atau komposisi makna kata, kita meramal hubungan

antara makna. Hubungan antara makna dibedakan secara umum atas lima tipe,

yakni kesinoniman, keantoniman (kontradiktoris dan kontrer), keterbalikan dan

kehiponiman. Kita katakan dua kata mempunyai kesinoniman jika dua kata itu

memiliki komponen atau komposisi senatik yang identik. Kita katakan dua kata

berantonim jika dua kata memiliki satu pertentangan dalam komposisi

komponen semantiknya yang bersifat mutlak. Keantoniman dibagi menjadi dua

tipe, yakni kontrdiksi dan kontrer. Kita katakan dua kata berantonim

keterbalikan jika perbedaan antara dua kata itu hanya terdapat pada satu

komposisi dan komposisi itu hanya merupakan alih dalam argumen. Kita

katakan dua kata berhubungan secara hiponimis jika dua kata mempunyai

semua komposisi semantik yang sama dan kata yang kedua memiliki satu

komponen ekstra atau tambahan.

3. Pakar semantik telah mendesaign satu sistem logika yang memungkinkan

komponen semantik dipakai sebagai alat uji bahwa kalimat-kalimat bersifat

analitik, bersifat kontradiksi in terminis dan bersifat anomali.

C.Wawasan Makna 1. Makna (ma‟na)

Kita katakan bahwa semantik adalah ilmu tentang makna. Akan tetapi

kita belum memberikan arti makna dan belum menyepakati ―apa itu makna

dalam teori semantik. Inilah ciri khas bahasa yang dapat berbicara tentang dan

digunakan untuk dirinya sendiri. Jadi, bahasa dapat dipakai untuk berbicara

(40)

Dalam bahasa Indonesia kita mengenal pula kata arti dan erti di

samping kata makna. Dalam studi semantik dan linguistik Indonesia pilihan

istilah jatuh pada kata makna dan bukan pada kata arti dan erti.29

Secara umum pemakai bahasa Indonesia lebih sering menggunakan

kata arti dari pada kata erti dan makna. Misalnya, penutur bahasa Indonesia

berkalimat:

a. Apa artikata ―canggih‖?

b. Saya belum menangkap arti kedipan mata ibu tadi.

c. Itu berarti Anda harus datang pada hari pernikahannya.

d. Usahanya belum berarti apa-apa di masa sekarang ini.

Kata erti hanya diderivasikan dalam bentuk ―mengerti‖ dan

―pengertian‖. Kata arti dalam kalimat (a), (b) dan (c) masih dapat distribusi

dengan kata makna. Sedangkan bentuk ―berarti‖ dalam kalimat (d) tidak dapat

digantikan oleh bentuk ―bermakna‖.

Pada penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia pun lebih memilih

kata makna daripada kata arti. Perhatikan uraian tentang makna dua kata

tersebut dalam KBBI. Penulis petik pula dua entri tersebut beserta maknanya

dari KBBI edisi keempat halaman 87 untuk entri arti dan halaman 864 untuk entri makna.

ar.ti n 1 maksud yg terkandung (dl perkataan, kalimat); makna: apa – isyarat itu?; 2 guna ; faedah: apa—nya bagi kamu menyakiti binatang itu;

meng.ar.ti.kan v 1 memberi arti; menafsirkan: mereka ~ isyarat itu sbg tanda menyerah; 2 menerangkan maksud sesuatu: ia~ ―reformasi‖ sbg

perubahan radikal;

peng.ar.ti.an n proses, cara, perbuatan memberi arti; ar.ti.ann arti; tafsiran; pengertian;

(41)

tak ~ bagi penderitaanmu yg begitu besar; 3 sama artinya dgn; sama halnya dgn: mengambil milik orang tanpa permisi ~ pencuri;

ke.ber.ar.ti.ann perihal mempunyai arti: tujuan hidupnya sbg seniman bukanlah harta, melainkan untuk meningkatkan ~ bagi dirinya dan bagi masyarakat;

se.ar.tin sama artinya: carilah kata-kata yg ~

mak.na n arti: ia memperhatikan – setiap kata yg terdapat dl tulisan kuno itu; 2 maksud pembicara atau penulis; pengertian yg diberikan kpd suatu bentuk kebahasaan; -- afektif Ling makna emotif; -- denotasi Ling

makna kata atau kelompok kata yg didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa, spt orang, benda, tempat, sifat, proses, kegiatan; -- denotatif Ling makna yg bersifat denotasi; -- ekstensiLing makna yg mencakupi semua objek yg dapat dirujuk dgn kata itu; -- emotifLing makna kata atau frasa yg ditautkan dgn perasaan (ditentukan oleh perasaan); -- gramatikal Ling makna yg didasarkan atas hubungan antara unsur-unsur bahasa dl satuan yg lebih besar, msl hubungan antara kata dan kata lain dl frasa atau klausa; -- intensiLing

makna yg mencakupi semua ciri yg diperlukan untuk keterterapan suatu kata (istilah); -- khususLing makna kata atau istilah yg pemakaiannya terbatas pd bidang tertentu; -- kiasan Ling makna kata atau kelompok kata yg bukan mengacu ke makna yg sebenarnya, melainkan mengiaskan sesuatu, msl mahkota wanita berarti ‗rambut wanita‘; --kognitif Ling aspek-aspek makna satuan bahasa yg berhubungan dgn ciri-ciri dl alam luar bahasa atau penalaran; -- konotasi Ling makna (nilai rasa) yg tibul krn adanya tautan pikiran antara denotasi dan pengalaman pribadi; -- konotatif Ling makna yg bersifat konotasi; -- kontekstualLing makna yg didasarkan atas hubungan antara ujaran dan situasi pemakaian ujaran itu; -- leksikalLing makna unsur bahasa sbg lambang benda, peristiwa, dsb; -- lokusi Ling makna yg dimaksudkan penutur dl perbuatan berbahasa; -- luasLing makna ujaran yg lebih luas daripada pusatnya, msl sekolah dl kalimat ia bersekolah lagi di Seskoal (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut) yg lebih luas daripada

makna ‗gedung tempat belajar‘; -- pusatLing makna kata yg umumnya

dapat dimengerti walaupun kata itu diberikan tanpa konteks; --

referensialLing makna unsur bahasa yg sangat dekat hubungannya dgn dunia di luar bahasa (objek atau gagasan), dan dapat dijelaskan oleh analisis komponen; makna denotasi; -- sempit Ling makna ujaran yg lebih sempit daripada makna pusatnya; -- suratanLing makna denotasi; -- takberciriLing makna pusat; -- tautanLing konotasi; -- umumLing

kata atau istilah yg pemakaiannya menjadi unsur bahasa umum;

me.mak.na.i v memberi makna: mereka gagal ~ rumusan sosial di wilayah itu;

me.mak.na.kan vmenerangkan arti (maksud) suatu kata dsb;

ber.mak.na v berarti; mempunyai (mengandung) arti penting (dalam):

kalimat itu ~ rangkap;

~ berbilang mempunyai (mengandung) beberapa arti;

mem.ber.mak.na.kan v menjadi bermakna: terampilnya siswa berbahasa Indonesia berarti keberhasilan dl ~ pengajaran bahasa Indonesia

(42)

The ideational theory af meaning disebutkan teori terdahulu ihwal

makna semula dikembangkan oleh John Locke. Berikut adalah beberapa

konsep dasar dari teori ini:30

a. Makna itu ditempelkan saja kepada kata (terpisah dari kata). Makna datang

dari tempat lain yaitu dari minda (mind) dalam bentuk ide atau gagasan.

b. Yang mendasari teori the ideational of meaning adalah asumsi bahwa

bahasa adalah instrumen untuk melaporkan pikiran yang terdiri atas antrian

gagasan yang disadari. Gagasan ini bersifat personal, maka diperlukan

sistem bunyi yang membangun pemahaman intersubjektivitas.

c. Bahasa yang bersifat personal itu memiliki makna setelah dihubungkan

dengan sensasi personal, maka dari itu disebut private language. Jadi,

makna bahasa menjadi sangat pribadi sehingga tidak dapat diajarkan pada

orang lain.

Sampai akhir abad 19 teori yang berkembang adalah teori yang

disebut primitive reference, mengikuti pemikiran Russell bahwa kata bermakna

karena rujukannya kepada objek atau keadaan yang digambarkan oleh kata itu.

Berikut adalah perbincangan teori itu:31

a. Kata-kata memiliki makna karena mereka sebagai simbol bagi sesuatu di

luar dirinya. Makna adalah objek dari simbolisasi itu, kata-kata adalah

sebuah label yang dihinggapi sesuatu dan sesuatu adalah makna dari kata itu.

30

A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2008), h. 60-61.

31

(43)

b. Nama-nama dan deskripsinya akan berwujud objek, sementara itu verba,

adjektiva, adverbia dan preposisi menunjukkan sifat-sifat (properties) dari

dan hubungan-hubungan antara objek itu.

c. Sebuah nama (kata, tanda, kombinasi tanda dan ekspresi) menyatakan sense

tersendiri dan merujuk pada rujukannya (referent). Sense atau makna sebuah

kalimat adalah pikiran yang diungkapkan kalimat. Reference dari sebuah

kalimat adalah nilai kebenaran dari kalimat dan tergantung pada reference

dari bagian-bagian kalimat.

Makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan

kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling mengerti. Makna

mempunyai tiga tingkat keberadaannya, yakni: 32

a. Makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan.

b. Makna menjadi isi dari suatu kebahasaan.

c. Makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi

tertentu.

Pada tingkat pertama dan kedua dilihat dari segi hubungannya dengan

penutur, sedangkan pada tingkat ketiga makna lebih ditekankan pada makna

dalam komunikasi. Memperlajari makna pada hakikatnya mempelajari

bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa saling

mengerti. Untuk menyusun kalimat yang dapat dimengerti, pemakai bahasa

dituntut untuk menaati kaidah gramatikal atau tunduk kepada kaidah pilihan

kata menurut sistem leksikal yang berlaku di dalam sautu bahasa.

32

T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1: Makna Leksikal dan Gramatikal (Bandung: PT

(44)

Makna sebuah kalimat sering tidak bergantung pada sistem gramatikal

dan leksikal saja, tetapi berjantung kepada kaidah wacana. Makna sebuah

kalimat yang baik pilihan kata (diksi) dan susunan gramatikalnya, sering tidak

dapat dipahami tanpa memperhatikan hubungannya dengan kalimat lain dalam

sebuah wacana.

Filosofi dan linguis mencoba menjelaskan tiga hal yang berhubungan

dengan makna, seperti:33

a. Makna kata secara alamiah (inheren < inherent – bahasa inggris).

b. Mendeskripsikan makna kalimat secara alamiah (termasuk makna

kategorial).

c. Menjelaskan proses komunikasi.

Sesungguhnya persoalan makna memang sangat sulit dan ruwet

karena, walaupun makna ini adalah persoalan bahasa, tetapi keterkaitan dan

keterikatannya dengan segala segi kehidupan manusia sangat erat.34

2. Relasi Makna (al-„al t al-dil liyyah)

Hubungan atau relasi makna (Cruse) adalah hubungan yang tidak

kontroversi atau tidak berlawanan, tetapi mengacu pada hubungan apa yang

akan terjadi antara unit-unit mereka. 35 Dengan kata lain relasi makna

merupakan satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain. Satuan

bahasa di sini dapat berupa kata, frase maupun kalimat; dan relasi semantik itu

33

T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1: Makna Leksikal dan Gramatikal (Bandung: PT

Refika Aditama, 2009), h. 9.

34

Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia: Edisi Revisi (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2009), h. 27.

35

(45)

Paradigma-Sintagmatig-dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, ketercakupan makna,

kegandaan makna atau juga kelebihan makna.36 Relasi ini merupakan akibat

dari kandungan komponen makna yang kompleks dalam berbagai bentuk.37

Berikut ini akan dibicarakan masalah relasi makna satu per satu, yakni:

a. Sinonim (al-tar duf)

Secara semantik Verhaar mendefinisikan sinonim sebagai ungkapan (bisa

berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan

makna ungkapan lain.38 Umpamanya kata pandai dan cerdas adalah dua

kata yang bersinonim. Hubungan makna antara dua kata yang bersinonim

bersifat dua arah. Cruse membagi sinonim atas tiga perangkat: absolut,

proposisional dan near-sinonim. Sinonim terjadi bila kata dalam konteks

dapat disubtitusikan dengan kata kain dan makna konteks tidak berubah

(Ullmann, Lyons, Palmer).39 Selanjutnya Lyons mengemukakan bahwa

sinonim dapat ditentukan dengan cara:

1. Subtitusi (penyulihan)

2. Pertentangan

3. Penentuan konotasi

36

Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 297.

37

Syarif Hidayatullah dan Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab: Klasik Modern

(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 122.

38

Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia: Edisi Revisi (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 83.

39

T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 2: Relasi Makna

(46)

Cruse membagi sinonim menjadi:40

1. Sinonim Absolut (mutlak), yang mengacu pada identitas makna

merupakan spesifikasi makna. Pendekatan kontekstual digunakan dalam

berdasarkan makna adalah sesuatu yang mempengaruhi teks normal dari

unsur leksikal di dalam konteks kalimat apik.

2. Sinonim Proposisional, terjadi bila dua unsur leksikal di dalam suatu

ekspresi dapat disulih dengan unsur benar secara kondisional tanpa ada

dampak terhadap wujud secara keseluruhan.

3. Sinonim Berdekatan, batas antara sinonim proposisional dengan sinonim

berdekatan dapat dijelaskan secara prinsip. Dalam hal ini pengguna

bahasa benar-benar memiliki intuisi untuk perangkat pasangan kata yang

bersinonim atau yang tidak, secara sederhana ada skala jarak semantis

dan kata-kata yang bersinonim adalah kata-kata yang maknanya relatif

dekat (memiliki batas lebih rendah dari sinonim dekat).

b. Antonimi (al-adhdha:d)

Antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang

maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan atau kontras antara satu

dengan yang lain.41 Misalnya kata guru berantonim dengan kata murid.

Antonimi dapat berupa:42

40

T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 2: Relasi Makna

Paradigma-Sintagmatig-Derivasional (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), h. 126.

41

Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 299.

42

(47)

Paradigma-Sintagmatig-1. Antonimi Berlawanan (Polar Antonyms)

Ciri-cirinya sebagai berikut:

(i) Kedua unsur sepenuhnya dapat diukur.

(ii) Terjadi secara normal dalam komparatif dan superlatif.

(iii)Antonimi berlawanan menunjukkan derajat dari beberapa

unidimensional objektif dalam wujud fisik, secara prototipikal

salah satunya yang dapat diukur dalam unit konvensional.

(iv) Antonimi berlawanan merupakan ketidaksesuaian tetapi bukan

kejangkapan.

(v) Bentuk komparatif bertahan dalam hubungan kebalikan.

(vi) Pertanyaan yang menunjukkan relevansi unsur-unsur yang

mengacu pada pertanyaan keseimbangan.

2. Antonimi Keselarasan (Equivollent Antonyms)

Antonim keselarasan atau keseimbangan dapat ditentukan dengan

keseimbangan atau keterlibatan komparatif.

3. Overlapping Antonyms (Antonim Tumpang Tindih)

Antonim tumpang tindih menghasilkan keseimbangan komparatif.

c. Oposisi

Oposisi merupakan relasi yang terjadi sehari-hari dalam pengenalan leksikal.

Oposisi kemungkinan satu-satunya relasi untuk memperoleh pengenalan

leksikal secara langsung, cara inilah yang dahulu digunakan secara kognitif.

(48)

inheren dan unsur paten.43 Lebih jauh, berdasarkan sifatnya oposisi dapat

dibedakan menjadi:44

1. Oposisi mutlak, jadi ada pertentangan mutlak.

2. Oposisi kutub, bersifat gradasi.

3. Oposisi hubungan, bersifat melengkapi.

4. Oposisi hierarkial, menyatakan suatu deret jenjang atau tingkatan.

5. Oposisi majemuk, yang beroposisi lebih dari sebuah kata.

d. Hiponimi

Hiponimi adalah semacam relasi antarkata yang berwujud atas bawah, atau

dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain. Karena ada

kelas kata atas yang mencakup sejumlah komponen yang lebih kecil dan ada

sejumlah kelas kata bawah yang merupakan komponen-komponen yang

tercakup dalam kelas atas, maka kata yang berkedudukan sebagai kelas kata

disebut superordinat

Referensi

Dokumen terkait

(1) memaparkan makna imperatif dalam kalimat deklaratif pada terjemahan Al-Quran surat An- Nisa‟, (2) m emaparkankan makna imperatif dalam kalimat introgatif pada

majemuk pada terjemahan Alquran surah Al Hajj. Memaparkan makna yang terkandung dalam surah Al Hajj. Manfaat Penelitian. Dari tujuan penelitian di atas, diharapkan diperoleh

Dalam menerjemahkan suatu teks Arab para penerjemahn pemula harus menguasai Bahasa Sumber ( Bsu) dan Bahasa Sasaran (Bsa) agar pesan pada terjemahan

Mengetahui lambang kias dan variasi makna gaya bahasa metafora yang terkandung dalam terjemahan Q..

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui model terjemahan yang digunakan penerjemah kitab Fath al-Qarib , dan (2) mengetahui ketepatan penerjemah memilih diksi

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pendidikan karakter yang dipaparkan dalam kitab Al-Hikam Al- Atha’iyyah adalah proses penanaman nilai agama dalam upaya menjadi

Pada bagian ini akan dibahas makna kontekstual yang terkandung dalam slogan teks iklan rokok yang dianggap unik, karena tidak adanya keterkaitan tujuan iklan yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjemahan ini menggunakan metode kontekstual dengan beberapa improvisasi guna menjelaskan makna, penggunaan bahasa serapan, baik