• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Prospektif Dampak Intervensi sosialilasi terhadap Kejadian Nyaris Cedera Pelayanan Kefarmasia di apotek Rawat Jalan Rumkital Dr. Mintohardjo periode April - Mei 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Prospektif Dampak Intervensi sosialilasi terhadap Kejadian Nyaris Cedera Pelayanan Kefarmasia di apotek Rawat Jalan Rumkital Dr. Mintohardjo periode April - Mei 2016"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

STUDI PROSPEKTIF DAMPAK INTERVENSI

SOSIALISASI TERHADAP KEJADIAN NYARIS CEDERA

PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK RAWAT

JALAN DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PERIODE

APRIL - MEI 2016

SKRIPSI

APRILIANA NUR

1112102000016

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

JAKARTA

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

STUDI PROSPEKTIF DAMPAK INTERVENSI

SOSIALISASI TERHADAP KEJADIAN NYARIS

CEDERA PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

RAWAT JALAN DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO

PERIODE APRIL - MEI 2016

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

APRILIANA NUR

1112102000016

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

JAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nama : Apriliana Nur Program Studi : Strata-1 Farmasi

Judul : Studi Prospektif Dampak Intervensi sosialilasi terhadap Kejadian Nyaris Cedera Pelayanan Kefarmasia di apotek Rawat Jalan Rumkital Dr. Mintohardjo periode April - Mei 2016

Analisa KNC merupakan aspek yang sangat penting dalam keselamatan pasien dan pelayanan kefarmasian karena dapat membantu mengurangi terjadinya medication error. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat KNC pelayanan kefarmasian peresepan, penyiapan,dan pemberian obat, pada resep rawat jalan di Instalasi Apotek Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan April – Mei 2016 dan melihat dampak hasil intervensi yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dan pengambilan data dilakukan secara prospektif. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode total sampling, didapatkan sebanyak 7627 resep yang di amati, dimana terdapat 2540 resep yang mengalami KNC. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa KNC pada tahap peresepan obat pada bulan April 15,97% dan pada bulan Mei 15,24% , KNC pada tahap penyiapan obat pada bulan April 33,34% dan pada bulan Mei 20,23% , KNC pada tahap pemberian obat dibulan April dan Mei tidak terjadi KNC dengan hasil persentase yang di dapat 0,00%. Adanya hubungan bermakna antara kedua sampel berpasangan yang digunakan, dengan nilai kolerasi 0,984 dengan singnifikansi <0,05 yaitu 0,016. Hasil pengamatan mengenai analisa Paired T-test menunjukkan nilai t tabel 1,372 berdasarkan nilai t maka dapat disimpulkan ada perbedaan pada taraf signifikan sebesar 95%. Simpulan sig.(2-tailed) yaitu 0,264 (sigvalue >0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi perubahan yang sagnifikan pada sosialisai KNC Pelayanan Kefarmasian. Tidak ada pengaruh yang bermakna antara sesudah dan sebelum dilakukan sosialisasi secara statistik, namun secara substansi kemungkinan ada hubungan.

(7)

Name : Apriliana Nur Program Study : Strata-1 Pharmacy

Title : Prospective Studies the Impact of Intervention socialiszation on Near miss Pharmaceutical of Drugs in Pharmacy installation Naval Hospital Dr. Mintohardjo period April - Mey 2016

The analysis of near miss is a very important aspect in thepatient safety pharmaceutical carebecause it can help to reduce the occurrence of medication errors. This study aimed to determine the level near miss prescribing, dispensing and administration of drugs outpatient in pharmacy installation Naval Hospital Dr. Mintohardjo in April – Mey 2016 and see the impact of intervention results conducted by researchers. This is a descriptive research where the data has been retrieved prospectively. The sampling method that has been used in this research was the total sampling method, with a total of 7627 prescription studiesit was found in 2540 as a prescriptions near miss. The research is descriptive and data collection was done prospectively. The results showed that the near miss at the stage of the prescraibing in April 15,97% and 15,24% in May, near miss at the stage of dispensing of drugs in April 33,34% and 20.23% in May, near miss at the stage administrationin month April and may are not going near miss with the percentage that can be 0,00%. The existence of a significant relationship between the two paired samples were used, with a value of 0.984 correlates with singnifikansi<0.05 is 0.160. Observations on Paired T-test analysis shows the value of t table 1,372 based on the value of t can be concluded there is a difference at significant level of 95%. Conclusion sig. (2-tailed) is 0.260 (sigvalue> 0.05) so that it can be concluded that there was no change in the socialization near miss sagnifikan Pharmaceutical Services. There is no significant effect between after and before any socialization statistically, but in substance there may be a relationship.

(8)

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih dan

Maha penyayang, yang telah memberi kekuatan kepada penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan

kepada Baginda Rasul, Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan

bagiumatnya.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam

melaksanakan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penyusunan ini

tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan

terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt sebagai Pembimbing I dan Ibu Siti Fauziyah

S.Si.,M.Far.,Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu,

nasehat, waktu, tenaga dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dr.Nurmeilis, M.Si., Apt., selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku pembimbing akademik yang

telah memberikan arahan selama masa perkuliahan.

4. Bapak penguji Yardi Ph.D., Apt sebagai penguji I dan bapak Karyadi M.kep.,

Ph.D sebagai penguji ke II yang telah memberikan ilmu dan pikiran selama

penulisan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan

bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orang tua tercinta, Ayah Drs. Panangian Ritonga (alm) dan Mama Hj.

Eliana Sormin yang selalu ikhlas tanpa pamrih memberikan kasih sayang,

(9)

SH, Ahmad Pael Hidayat Ritonga S.Pd, Senny Pelantika Ritonga yang sudah

memberikan semangat dan do’a.

8. Ibu dan Bapak Apoteker di Rumkital Dr. Mintohardjo yang telah memberikan

bantuan selama penulis melakukan penelitian.

9. Teman-teman seperjuangan selama penelitian di Rumkital Dr. Mintohardjo

Khaerunnissa Apriani,terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.

10.Sahabat – sahabat terkasih Dwi Putri Rahmawati, Ayu Nopita, Chalila deli

Gayo, Vesty Anis Triana, Shafizah Ummu Harisah, Ratnika Sari, Tharlis

Diansyah Lubis serta teman-teman Farmasi 2012 atas semangat dan

kebersamaan kita selama perkuliahan berlangsung. Semoga ukhuwah yang

telah terjalin tidak pernah putus dan akan terus berlanjut.

11.Teman-teman Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Lembaga Kesehatan

Mahasiswa Islam (LKMI) atas semangat dan kebersamaan kita selama

berperoses diorganisasi berlangsung. Semoga ukhuwah yang telah terjalin

tidak pernah putus dan akan terus berlanjut.

12.Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan

penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari

Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini.

Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat, Agustus 2016

(10)
(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….…….. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS……….….... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... iv

HALAMAN PENGESAHAN……….… v

ABSTRAK………....… vi

ABSTRACT……….….... vii

KATA PENGANTAR………. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………... x

DAFTAR ISI………..……….… xi

2.3.1 Defenisi Kesalahan Pengobatan... 10

(12)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL....….…. 24

3.1 Kerangka Konsep...…... 24

3.2 Definisi Operasional...…... 25

BAB 4 METODEPENELITIAN……….… 30

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian……… 30

4.7 Teknik Pengolahan Data……….……… 33

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Kategorisasi KNC 26 Tabel 4.1 Rincian variable penelitian 32 Tabel 5.1 Data KNC pelayanan kefarmasian April – Mei 2016 37 Tabel 5.2 Data Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian bulan April

dan Mei 2016

38

Tabel 5.3 Statistik sampel paired T-test 39 Tabel 5.4 Korelasi sampel paired T-test 40 Tabel 5.5 Nilai hasil sampel paired T-test 40

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Diagram kesalahan pengobatan menurut Medication Practices 2002

13

Gambar 2.2 Model diagram fishbone 22 Gambar 5.1 Grafik persentase insiden KNC pelayanan kefarmasian

pada bulan April dan Mei 2016

42

(15)

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian 64 Lampiran 2. Lembar rekapitulasi data KNC 65 Lampiran 3. Denah dan Alur Perjalanan Resep di Apotek

Rawat Jalan Rumkital Dr. Mintohardjo

66

Lampiran 4. Penjabaran Ketidaktepatan Nama, Dosis, Aturan Pakai dan Bentuk Sediaan Obat

67

Lampiran 5. Penjabaran Ketidaklengkapan Obat Secara Klinis 70 Lampiran 6. Penjabaran Kesalahan dalam Mengambil dan

Meracik Obat

71

Lampiran 7. Contoh Resep 72 Lampiran 8. Tempat Penyimpanan Obat tablet, cream dan

syrup

73

Lampiran 9. Tempat Penyimpanan Obat High Alert 74 Lampiran 10. Tempat Entry Resep 75 Lampiran 11. Contoh Etiket Obat 75 Lampiran 12. Dokumentasi sosialisasi hasil penelitian KNC

bulan April 2016

76

(16)

1.1 LATAR BELAKANG

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Berdasarkan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 menjelaskan

Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur serta pengendalian mutu pelayanan

kefarmasian yang dipergunakan sebagai pedoman kegiatan yang sedang berjalan

maupun yang sudah berlalu dan dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi

dengan tujuan untuk menjamin pelayanan kefarmasian yang sudah dilaksanakan

sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

menjelaskan bahwa rumah sakit wajib melaksanakan standar keselamatan pasien.

Definisi tentang keselamatan pasien diungkapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/PER/VII/2011 yang menyatakan bahwa

keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat

asuhan pasien lebih aman yang meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan

hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,

kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk

meminimalkan timbulnya risiko dan mencegahterjadinya cedera yang disebabkan oleh

kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil.

Medication Error merupakan salah satu penyebab cedera pasien yang dapat

dicegah. Medication Error (ME), didefinisikan sebagai kesalahan dalam peresepan,

penyiapan dan pemberian obat, apakah ada konsekuensi yang merugikan atau tidak.

Kesalahan ini dapat terjadi pada setiap tahap dalam proses penggunaan obat dari

peresepan sampai pemberian kepada pasien (NMIC Bulletins, 2001). Studi yang

dilakukan di 36 rumah sakit menemukan bahwa pada setiap kemungkinan terjadi dua

ME setiap harinya. ME dapat terjadi dalam menentukan obat dan regimen dosis antara

(17)

dosis, keliru kemasan. (4) kesalahan memformulasi: salah obat, formulasi yang salah,

label yang salah. (5) pemberian atau pengambilan obat: salah dosis, salah rute,

frekuensi yang salah, dan durasi yang salah. (J.K. ARONSON, 2009).

Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Kongres

PERSI September 2006), dari 10 besar insiden yang dilaporkan, kesalahan dalam

pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%). ME adalah jenis error yang

paling umum terjadi di berbagai rumah sakit.

Ada beberapa istilah untuk menjelaskan tindakan yang bertujuan untuk

mengurangi risiko pada pasien. Dari beberapa istilah tersebut adalah Kejadian Tidak

Diharapkan/KTD (adverse event) dan Kejadian Nyaris Cedera/KNC (near miss).

KTD dapat dikatagorikan menjadi KTD yang dapat dicegah atau tidak dapat dicegah.

KTD yang dapat dicegah disebut KNC. (Depkes, 2008).

KNC adalah sebuah peristiwa yang tidak direncanakan, yang tidak mengakibatkan cedera, sakit, atau kejadian yang merugikan, tetapi memiliki potensi untuk terjadi. Pencegahan KNC ini sangat menguntungkan karena dapat mencegah kerugian atau kematian. Sebuah proses atau sistem manajemen yang selalu salah

adalah akar penyebab peningkatan risiko yang mengarah ke KNC dan harus menjadi

fokus perbaikan (National Safety Council Alliance,2013).

Menurut Anderson (2010), pelaporan tentang KNC dapat digunakan untuk

mengurangi terjadinya kesalahan pengobatan. Hal itu disebabkan karena data KNC

dapat direview dan dianalisis untuk mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan

masalah dan strategi pengurangan kesalahan yang tepat agar dapat

diimplementasikan. Selain itu, adanya pengurangan angka KNC akan berdampak pula

pada penurunan angka KTD sehingga terjadinya kesalahan pengobatan pun dapat

diminimalkan.

Di Indonesia, data tentang KTD dan KNC dikategorikan masih sedikit untuk

ditemukan karena standar pelayanan kesehatan di Indonesia masih kurang optimal

(Depkes RI, 2006). Angka KTD dan KNC masih belum terdokumentasi dengan baik,

sehingga diperlukan penerapan program keselamatan pasien agar terhindar dari

(18)

Berdasarkan hasil penelitian di Rumah sakit Pondok Indah (RSIP) KNC lebih

sering terjadi sebesar 73,7% dibandingkan KTD 26,3 %. Bentuk KNC dan KTD yang

didapat dari laporan adalah lebih besar terjadi pada proses penyiapan obat

(Hestikawati, 2011). Penelitian KNC di Rumah Sakit Umum Surya Husada mendapati

bahwa tenaga medis yang tidak melaksanakan pemberian tepat dosis sebanyak 8,8%,

ketidaktepatan waktu sebanyak 8,1%, dan tidak dilakukannya pendokumentasian yang

benar sebanyak 17,6% (Virawan, 2012). Laporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)

oleh KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien-Rumah Sakit) di Indonesia pada bulan

Januari-April 2011, menemukan bahwa kasus KTD (14,41%) dan KNC (18,53%)

yang terjadi, disebabkan karena proses atau prosedur klinik dan terapi sebanyak

9,26%, serta pasien jatuh sebanyak 5,15%. Pada tahun 2003-2004, kurang lebih

885.832 KTD dan KNC terjadi di 256 kejadian akut pada National Health Service

(NHS) dan pada tahun 2004-2005, ada 974.000 KTD dan KNC. Berdasarkan hasil

pelaporan diatas dapat terlihat bahwa KNC dan KTD semakin meningkat disetiap

tahunnya.

Berdasarkan berbagai temuan dari data laporan ME dan KNC diatas, maka

perlu dilakukan intervensi sosialisasi mengenai KNC untuk menurunkan tingkat KNC

serta mengetahui tingkat KNC yang terjadi pada pasien rawat jalan di Rumkital Dr.

Mintohardjo yang belum pernah diteliti sebelumnya.

Rumkital Dr. Mintohardjo memiliki jumlah peresepan yang banyak dan

jumlah peresepan tiap harinya mencapai kira-kira 200-300 resep. Banyaknya resep

yang masuk ke Apotek Rumkital Dr. Mintohardjo ini memerlukan waktu proses

pengolahan resep yang cepat dan tepat sehingga berpotensi menyebabkan KNC.

Mekanisme KNC di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo mengacu kepada

Buku Saku tentang Tanggung Jawab Apoteker terhadap Keselamatan Pasien yang

diterbitkan oleh Depkes RI pada tahun 2008. Mekanisme KNC dapat terjadi pada

tahap peresepan, penyiapan dan pemberian obat. Apoteker yang menemukan atau

terlibat dalam terjadinya KNC pada ketiga tahap tersebut, maka harus

menindaklanjutinya. Setelah ditindaklanjuti, apoteker segera melaporkan insiden

(19)

Pada tanggal 1 April telah dilakukan penelitian mengenai KNC pelayanan

kefarmasian di apotek Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo, pada tanggal 5 Mei

telah dilakukan intervensi sosialisasi hasil penelitian selama bulan April dan bahaya

KNC pelayanan kefarmasian, yang bertujuan untuk meminimalisir KNC pelayanan

kefarmasian. Sosialisasi dilakukan kepada seluruh staff apotek dan staff Depertemen

Farmasi di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo, yang nantinya akan dilakukan

penelitian kembali dibulan Mei untuk melihat perbandingan KNC setelah dilakukan

sosialisasi.

Dari uraian di atas dapat di usulkan penelitian yang berjudul, STUDI

PROSPEKTIF DAMPAK INTERPENSI SOSIALISASI TERHADAP KEJADIAN

NYARIS CEDERA PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK PASIEN

RAWAT JALAN RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PERIODE APRIL - MEI

2016. Adapun metode yang dilakukan dalam penelitian ini berupa studi observasional

yang bersifat kualitatif dan dilakukan secara prospektif. Variabel-variabel yang

diamati dalam studi prospektif ini yaitu tahap peresepan, penyiapan dan pemberian

obat untuk pasien rawat jalan.

Laporan data prospektif KNC didapatkan dari diobservasi langsung oleh

peneliti, yakni pada bulan April sampai Mei 2016 dan dilakukan pada hari kerja dari

pukul 10.00 hingga pukul 14.00 karena pada jangka waktu tersebut merupakan

puncak dari banyaknya resep yang masuk, sehingga kemungkinan terjadinya KNC

pun besar. Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan memaparkan fenomena yang

terjadi dengan bantuan tabel atau gambar menggunakan diagram fishbone (tulang

ikan) kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan analisis statistis

parametik dengan menggunakan metode Paired T-test.

Data kualitatif KNC yang telah diolah tersebut, kemudian dievaluasi

faktor-faktor yang paling berkontribusi menyebabkan terjadinya KNC, melihat perubahan

tingkat KNC setelah dilakukannya sosialisasi, serta penelusuran upaya-upaya yang

sebaiknya dilakukan agar meminimalkan terjadinya KNC berdasarkan jurnal-jurnal

terkait, sehingga penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas

pelayanan kefarmasian kepada pasien untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal

(20)

Nyaris Cedera di berbagai Rumah Sakit di Indonesia, maka dapat dirumuskan

beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah faktor yang mendominasi penyabab terjadinya KNC pelayanan

kefarmasian ?

2. Apakah terdapat perubahan tingkat KNC yang singnifikan setelah

dilakukan sosialisasi ?

3. Apa saja upaya-upaya yang sebaiknya dilakukan untuk mencegah atau

meminimalkan terjadinya KNC ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pola

KNC pelayanan kefarmasian pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit TNI AL

Dr. Mintohardjo.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

a. Untuk melihat angka KNC pelayanan kefarmasian melalui

beberapa aspek pada masing-masing peresepan, penyiapan dan

pemberian obat.

b. Untuk melihat perubahan tingkat KNC setelah dilakukan

sosialisasi untuk penurunan KNC pelayanan kefarmasian di RS

TNI AL Mintoharjo.

c. Untuk menentukan upaya-upaya yang harus dilakukan agar

(21)

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambagi lmu

pengetahuan dalam bidang peningkatan pelayanan kefarmasian dan keselamatan

pasien khususnya KNC yaitu peresepan, penyiapan dan pemberian obat.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan dalam menurunkan KNC

pelayanan kefarmasian di RS. TNI AL Dr. Mintohardjo sehingga dapat

mendukung upaya pelaksanaan keselamatan pasien dan pelayanan kefarmasian di

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Permenkes RI No. 58). Pelayanan kefarmasian

adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam

pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun

2014 Pasal 1 ayat 2 menjelaskan Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur

yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan

pelayanan kefarmasian. Pasal 1 ayat 3 menjelaskan Pelayanan Kefarmasian adalah suatu

pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan

sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58

pasal 2 menjelaskan Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit

bertujuan untuk:

a. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian

b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian

c. dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional

dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

2.2 Keselamatan Pasien (patient safety)

Perawatan kesehatan merupakan industri beresiko tinggi yang telah ada sejak

satu dekade atau lebih dalam perhatiannya untuk memastikan keselamatan dasar.

Keselamatan merupakan langkah awal yang penting dalam meningkatkan kualitas

kepedulian. Penelitian Praktik Kedokteran Harvard, studi penelitian pada fokus ini,

(23)

fokus ini dan hingga kini, beberapa tindakan nyata untuk meningkatkan pasien

keselamatan dapat ditemukan (Institute Of Medicine, 2000).

Keselamatan pasien dikembangkan sejalan dengan pemikiran Internasional,

yang dinyatakan secara pasti dalam penelitian Amerika : To Err is Human: Building a

Safer Health System (2000), bahwa sebuah kejadian yang berakibat atau berisiko

membahayakan pasien jauh lebih mungkin dihasilkan dari kegagalam sistemik daripada

aksi individual tenaga kesehatan. Upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien tidak

seharusnya fokus pada hukuman secara individual terhadap kesalahannya, melainkan

pada penghilangan aspek “penyebab error” pada proses pelayanan kesehatan. Hal ini

memerlukan penggeseran dari “budaya saling menyalahkan” dalam insiden yang

sekiranya memicu sifat saling menyalahkan pada tiap individu tenaga kesehatan (House

of Commons Health Committee : Patient Safety, 2009).

2.2.1 Defenisi Keselamatan Pasien

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal

43 ayat 1 menjelaskan bahwa rumah sakit wajib melaksanakan standar keselamatan

pasien. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,

menganalisa dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka

kejadian tidak diharapkan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1691/Menkes/PER/VII/2011 yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient

safety) adalah suatu sistem dimana Rumah Sakit membuat asuhan pasien lebih aman

yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden

dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan

suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Menurut Sir Liam Donaldson (Ketua WHO world Alliance For Patient Safety

pada tahun 2006-2007) mengungkapkan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien

bukan sebuah pilihan akan tetapi merupakan hak pasien untuk percaya pada pelayanan

yang diberikan oleh suatu sistem pelayanan (dikutip, DedeSM 2013). Menurut IOM,

(24)

kecelakaan. Cedera akibat kecelakaan disebabkan karena kesalahan yang meliputi

kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan.

Cedera akibat dari melaksanakan tindakan yang salah (commission) atau tidak

mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).

Menurut Binfar Depkes RI (Tentang Keselamatan Pasien, 2008) ada beberapa

istilah dalam yang digunakan dalam kesalamatan pasien, diantaranya:

a. Kesalahan Medis (medication error) Medication error adalah suatu kesalahan

dalam proses pengobatan yang masih dalam pengawasan dan tanggung jawab

profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen,

1991).

b. KTD adalah kejadian yang mengakibatkan cedera pasien akibat pelaksanaan

suatu tindakan atau akibat tidak melaksanakan tindakan yang perlu

dilakukan,dan bukan karena penyakit dasar atau kondisi pasien (Kohn, 2000).

c. KNC adalah keadaan yang tidak menimbulkan KTD, namun memiliki

kesempatan besar untuk terjadinya KTD (Joint Commission Assosiation of

Health Organization, 2005).

d. Kejadian Sentinel (KS) adalah kejadian tidak terduga yang mengakibatkan

kematian, cedera berat pada fisik atau psikologi atau resiko yang mengarah ke

kematian atau cedera berat. Istilah ini dipakai untuk kejadian yang sangat tidak

diharapkan atau tidak dapat diterima. (Joint Commission Assosiation of Health

Organization, 2005).

2.2.2 Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Standar keselematan pasien rumah sakit merupakan acuan bagi rumah sakit di

indonesia. standar keselematan pasien rumah sakit disusun oleh Depertemen Kesehatan

(Depkes RI) tahun 2006. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar

yaitu:

1) Hak pasien

2) Mendidik pasien dan keluarga

(25)

4) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi

dan program peningkatan keselamatan pasien

5) Peran pemimpin dalam meningkatkan keselamatan pasien

6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien

7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

2.3 Kesalahan Pengobatan (Medication Error)

Pengobatan merupakan sebuah proses antara pasien dengan petugas

kesehatan yang saling berinteraksi mencapai tujuan yaitu kesembuhan dan

derajat kesehatan pasien yang lebih baik. Selama proses pemberian medikasi

berlangsung, terdapat kesalahan yang mungkin terjadi baik disebabkan oleh

tenaga kesehatan maupun oleh pasien itu sendiri yang lebih dikenal dengan

istilah medication error.

Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara

manfaat dan risiko. Tujuan pengkajian farmakoterapi adalah mendapatkan luaran

klinik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien dengan risiko minimal. Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden

Keselamatan Pasien (Kongres PERSI September 2006), kesalahan dalam

pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar insiden

yang dilaporkan. Jika disimak lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang

meliputi prescribing, transcribing, dispensing, dan administering, dispensing

menduduki peringkat pertama. Dengan demikian, keselamatan pasien

merupakan bagian penting dalam risiko pelayanan rumah sakit selain risiko

keuangan, risiko properti, risiko tenaga profesi, maupun risiko lingkungan dan

pelayanan dalam risiko manajemen (Depkes, 2008).

Sejak tahun 1992, the Food and Drug Administration telah menerima

20.000 laporan tentang kesalahan pengobatan.kesalahan pengobatan

Diperkirakan 7000 orang meninggal pertahun (The Business Case for

Medication Safety, February 2003). A Havard Practise Study menemukan

(26)

tidak diinginkan dari obat dimana 25-50% yang sebenarnya dapat dicegah.

kesalahan pengobatan yang di temukan oleh Ann Lykkegaard Soerensen (team)

di Aalborg University Hospital, Denmark,dari 1.082 sampel ditemukan 189 error

yang terjadi, dimana peluang terjadinya kesalahan(17%) dari data yang

berpotensi membahayakan (8%). Frekuensi kesalahan terjadi pada resep (5%),

penyiapan (10%), administrasi(75%). Kesalahan yang paling umum adalah

kelalaian dari melakukan input dosis rezim dikomputerisasi oleh dokter.

2.3.1 Defenisi Medication Error

Menurut Kementrian Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004,

kesalahan pengobatan adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian

obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat

dicegah. Kerugian yang dialami pasien bisa bermacam-macam mulai dari

kerugian dalam hal biaya bahkan sampai meninggal.

Kesalahan pengobatan didefinisikan sebagai kesalahan dalam peresepan ,

penyiapan dan pemberian obat,apakah ada konsekuensi yang merugikan atau

tidak. medication error merupakan salah satu penyebab cedera pasien yang dapat

dicegah . Kesalahan ini dapat terjadi pada setiap tahap dalam proses penggunaan

obat dari peresepan sampai pemberian kepada pasien (NMIC Bulletins, 2001).

kesalahan pengobatan atau kesalahan pelayanan obat menurut NCC

MERP yaitu setiap kejadian yang dapat dihindari yang menyebabkan atau

berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien

sementara obat berada dalam pengawasan tenaga kesehatan atau pasien.

2.3.2 Tahapan Kejadiaan kesalahan pengobatan

Menurut NCC MERP, 2012, kejadian kesalahan pengobatan dapat dibagi

menjadi 3 yaitu kesalahan peresepan obat, kesalahan penyiapan obat dan

kesealahan pemberian obat.

1. Kesalahan peresepan adalah kesalahan yang dapat timbul karena pemilihan

obat yang salah untuk pasien. Kesalahan meliputi dosis, jumlah obat,

(27)

Kekurangan pengetahuan tentang obat yang diresepkan, dosis yang

direkomendasikan dan kondisi pasien berkontribusi dalam prescribing

errors. Faktor lain yang berkontribusi meliputi penulisan resep yang sulit

dibaca, sejarah pengobatan pasien yang tidak akurat, keraguan nama obat,

penulisan angka desimal pada obat, penggunaan singkatan, serta permintaan

secara lisan.

2. Kesalaahan penyiapan terjadi pada saat pelayanan resep atau peracikan,

yaitu saat resep diserahkan ke apotek sampai penyerahan obat kepada pasien.

Kesalaahan penyiapan terjadi sekitar 1-24% meliputi kesalahan dalam

pemilihan kekuatan atau pemilihan obat. Kesalaahan penyiapan juga dapat

terjadi pada setiap tahap selama proses penyiapan obat dari penerimaan resep

di apotek melalui pasokan dari produk sampai dibagikan kepada pasien.

Studi di Amerika Serikat telah memperkirakan bahwa kesalahan penyiapan

terjadi dengan tingkat 1-24%. kesalahan Pemberian Obat dapat merusak

kepercayaan pasien di apoteker dan meningkatkan kemungkinan kesalahan

prosedur. Kesalahan ini meliputi pemilihan produk obat. Hal ini terjadi

karena dua atau lebih obat memiliki penampilan yang sama atau nama yang

sama (LASA). Penggunaan komputerisasi pelabelan telah menyebabkan

munculnya kesalahan transkripsi dan pengetikan, dimana keduanya

merupakan penyebab paling umum dari kesalahan penyiapan. kesalahan

penyiapan yang berpotensial lainnya termasuk dosis yang salah, obat yang

salah, pasien yang salah.

3. Kesalahan dalam pemberian obat didefinisikan sebagai perbedaan antara

obat Terapi yang diterima oleh pasien dan obat terapi yang dimaksudkan

oleh penulisan resep (dokter). Kesalahan pemberian obat sebagian besar

melibatkan kelalaian dimana proses pemberian obat dihilangkan karena

berbagai faktor misalnya salah pasien, kurangnya stok. Jenis lain dari

kesalahan pemberian obat termasuk salah teknik pemberiani, pemberian obat

kadaluarsa dan pereparasi obat yang salah diberikan, Bisa juga karena salah

(28)

memberi penjelasan secara lisan kepada pasien sehingga pasien pun akhirnya

salah dalam menggunakan obat tersebut.

Medication error dapat terjadi pada setiap fase dalam menejemen logistik

farmasi seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1: Diagram proses kesalahan pengobatan menurut Medication Practices

2002

Kejadian kesalahan pengobatan dalam rantai proses pengobatan, kesalahan

pengobatan dapat terjadi sejak resep dituliskan hingga pasien menggunakan obat

yang telah diresepkan. dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004, kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu

(1) fase peresepan obat, (2) fase pembacaan resep, (3) fase penyiapan obat dan (4)

fase pemberian obat oleh pasien. Kesalahan dalam pengobatan pada fase peresepan

obat adalah kesalahan yang terjadi pada fase penulisan resep. Fase ini meliputi :

obat yang diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien atau kontraindikasi,

tidak tepat obat atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan

aturan pakai. Pada fase pembacaan resep, kesalahan terjadi pada saat pembacaan

(29)

penyiapan hinga penyerahan resep oleh petugas apotek. Sedangkan kesalahan pada

fase pemberian adalah kesalahan yang terjadi pada saat penggunaan obat. Fase ini

dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya.

2.3.3 Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kesalahan Pengobatan

Kesalahan dapat terjadi pada beberapa langkah, dimulai dari pemberian

resep sampai penyediaan akhir obat ke pasien. Penyebab umum kesalahan medikasi

meliputi diagnosis yang tidak tepat, kesalahan pemberian resep, kekeliruan dalam

penghitungan dosis, praktek distribusi obat yang buruk, masalah terkait obat dan

perangkatnya, pemberian obat yang tidak tepat, adanya kegagalan komunikasi antar

tenaga kesehatan dan kurangnya edukasi pasien (AMCP, 2010).

Menurut American Society of Health-System Pharmacists (ASHP) dalam

Guideline on Preventing Medication Errors in Hospitals, penyebab-penyebab

umum yang memicu terjadinya medication error, yaitu diantaranya :

1. Adanya ambigu pada penunjukkan di label atau di dalam pengemasan.

2. Nomenklatur produk obat [Look-Alike-Sound-Alike (LASA) , penggunaan

huruf atau nomor prefiks dan sufiks dalam nama obat]

3. Adanya kegagalan atau kerusakan pada alat kesehatan

4. Resep yang tak terbaca

5. Transkripsi yang tidak tepat

6. Perhitungan dosis yang tak tepat

7. Personil yang tidak cukup terlatih

8. Menggunakan singkatan yang tidak dimengerti dalam resep

9. Kesalahan dalam pelabelan

10.Beban kerja yang berlebihan

11.Penyimpangan dalam kerja individu

(30)

2.3.4 Upaya – Upaya Pencegahan Kesalahan Pengobatan

Upaya intervensi untuk meminimalkan insiden belum sempurna tanpa

disertai upaya pencegahan. Upaya pencegahan akan lebih efektif jika dilakukan

bersama dengan tenaga kesehatan lain (multidisiplin) terkait penggunaan obat,

terutama dokter dan perawat. (Depkes, 2008).

Menurut The Academy of Managed Care Pharmacy (AMCP), terdapat

kunci- kunci untuk mencegah medication error, yang diantaranya :

1. Edukasi kepada pasien

Tenaga kesehatan professional harus menyediakan pendidikan pasien yang

adekuat tentang tata cara penggunaan obat yang tepat sebagai bagian dari program

pencegahan medication error. Beberapa contoh instruksi kepada pasien yang dapat

membantu mencegah medication error, antara lain :

a. Mengetahui nama dan indikasi pengobatan yang sedang dijalani

b. Membaca informasi obat di lembaran yang disediakan oleh Apoteker

c. Tidak berbagi obat

d. Selalu mengecek tanggal kadaluwarsa obat

e. Pelajari tentang penyimpanan obat yang benar

f. Jauhkan obat-obatan dari jangkauan anak-anak

g. Pelajari tentang peringatan dan interaksi obat

2. Prior Authorization

Program prior authorization digunakan oleh sistem perawatan kesehatan

sebagai alat untuk membantu dalam menyediakan kualitas, keuntungan

peresepean obat yang ekonomis dan efektif. Meningkatkan keselamatan pasien

dengan cara mempromosikan penggunaan obat yang tepat merupakan fungsi

integral dari program prior authorization ini. Medication error dapat dikurangi

oleh sistem prior authorization dengan berbagai cara.

3. Teknologi elektronik

a. Bar coding

Salah satu cara di mana teknologi elektronik dapat meningkatkan

keselamatan pasien dan mengurangi kesalahan pengobatan adalah melalui

(31)

coding adalah alat yang dapat membantu memastikan bahwa obat yang tepat dan

dosis yang tepat diberikan kepada pasien yang tepat. NCCMERP

merekomendasikan US Food and Drug Administration (FDA), the United States

Pharmacopeia (USP), and pharmaceutical manufacturers untuk berkolaborasi

dalam menciptakan teknologi bar coding dengan cara menanamkan informasi

berikut ke dalam bar kode obat :

 Kode Obat Nasional (NDC) : nomor yang mengidentifikasikan obat,

bentuk sediaan dan kekuatan obat.

 Lot/Kontrol/Nomor Batch : untuk membantu jika ada kasus

penarikan obat.

 Tanggal kadaluwarsa : untuk membantu memastikan bahwa pasien

tidak menerima obat yang kadaluwarsa.

b. Electronic Prescription Record (EPR)

Sebuah rekam resep elektronik (EPR) mengandung semua data legal

yang diperlukan untuk diisi, diberi label, disiapkan dan/atau untuk memasukkan

permintaan pembayaran untuk peresepan. Apoteker menggunakan EPR sebagai

alat untuk mengurangi medication errors dengan cara memperhatikan interaksi

obat, duplikasi obat dan kontraindikasi. EPR ini juga dapat membantu

mengurangi medication errors dengan cara membantu Apoteker dalam

memonitor dan mengaudit penggunaan obat dan dengan cara memfasilitasi

komunikasi diantara tenaga kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kepada

pasien.

c. E-prescribing

Penggunaan peresepan elektronik dengan cara memasukkan perintah

resep pada komputer, yang dikenal sebagai Computerized Physician Order

Entry (CPOE). CPOE adalah teknologi yang dapat membantuk mencegah

beberapa kesalahan medik. Sistem CPOE memperkenankan dokter untuk

memasukkan perintah resep ke dalam komputer atau alat lain secara langsung,

dengan demikian dapat menghilangkan atau mengurangi kebutuhan resep tulisan

tangan secara signifikan. E-prescribing dan CPOE dapat mengurangi kesalahan

(32)

memastikan terminologi dan singkatan-singkatan yang tepat, dan mencegah

adanya resep yang ambigu dan informasi yang hilang pada resep.

1. Electronic Drug Utilization Review (DUR)

Proses DUR online memungkinkan Apoteker untuk mengatur

sebuah review dari urutan resep pada saat diperlukan dalam kegiatan

penyiapan obat dan secara pro aktif dalam mengatasi masalah obat, seperti

interaksi obat-obat, penggunaan obat yang berlebihan, penggunaan obat

yang kurang dan masalah alergi. Teknologi ini juga memungkinkan

Apoteker untuk menilai urutan resep pada saat meracik dan menggunakan

informasi dari rekam medik dan/atau apotek, dan untuk menentukan

kesesuaian terapi obat yang diresepkan.

2. Automated Medication Dispensing

Sistem dispensing otomatis saat ini digunakan secara luas sebagai

metode penyiapan obat yang intensif dan sedikit menggunakan tenaga

kerja. Sistem dispensing otomatis lebih efisien dalam melakukan

tugas-tugas Apoteker yang membosankan, gerakan yang berulang, yang

membutuhkan konsentrasi tinggi dan tugas pencatatan, dimana hal-hal

tersebut dapat menyebabkan dispensing errors.

3. Prosedur Kontrol Kualitas Internal

Kebanyakan pengaturan dispensing obat telah mengembangkan

prosedur evaluasi kualitas. Praktik-praktik ini memberikan evaluasi alur

kerja dan analisis pelaporan kesalahan, yang nantinya akan menghasilkan

perlindungan yang sangat baik dari medication error.

2.4 Near Miss (Kejadian Nyaris Cedera)

2.4.1 Defenisi Kejadian Nyaris Cedera

Kejadian Nyaris Cedara (KNC) adalah sebuah peristiwa yang tidak

direncanakan, yang tidak mengakibatkan cedera, sakit, atau kejadian yang

merugikan, tetapi memiliki potensi untuk terjadi. KNC ini sangat

menguntungkan karena dapat mencegah kerugian atau kematian, dan

(33)

selalu salah adalah akar penyebab peningkatan risiko yang mengarah KNC dan

harus menjadi focus perbaikan (National Safety Council Alliance,2013). Di

Indonesia data tentang Kejadian Tidak Dinginkan (KTD) apalagi KTD masih

langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang

belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan

keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh

Indonesia telah mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan Pasien

Rumah Sakit (KKP-RS). KNC merupakan suatu kesalahan akibat melaksanakan

suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya diambil yang

dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, yang disebabkan

karena keberuntungan, pencegahan atau peringatan (KPP-RS, 2008).

KNC lebih sering terjadi dibandingkan dengan KTD, Data KNC harus

dianalisa agar pencegahan dan pembentukan sistem dapat dibuat sehingga

cedera tidak terjadi. Pada sebahagian besar kasus KNC memberi dampak pada

pembuatan model penyebab insiden (incident causation model) atau proses

hingga KNC. Model peyebab terjadinya insiden, KNC berperan sebagai pelapor

awal sebelum terjadinya KTD. KNC meyediakan 2 tipe informasi terkait dengan

keamanan pasien: (Robert, 2002 dalam Aspen 2004).

1. Kelemahan dari sistem pelayanan kesehatan (kesalahan dan kegagalan

termasuk tidak kuatnya sistem pertahanan)

2. Kekuatan dari sistem pelayanan kesehatan ( tidak ada perancanaan,

tindakan pemulihan secara informal.

Tujuan sistem pelaporan KNC (Kaplan,2002 dalam Yully.H.M,2013):

- Pemodelan: Bertujuan melihat lebih mendalam bagaimana kegagalan atau

kesalahan berkembang menjadi KNC. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi terjadinya kejadian diawal, bagaimana meningkatkan

keamanan pasien, bagaimana mencegah hal ini tidak terjadi, memberi penguatan

pada model pemecahan masalah yang diambil pada kasus sebelumnya.

- Arah atau kecenderungan yang bertujuan melihat kecenderungan terjadinya

(34)

terhadap terjadinya masalah, menyediakan cara pemecahan masalah yang paling

efektif dan prioritas untuk dijalankan,

- Meningkatkan kesadaran dan kehati-hatian

2.4.2 Prevalensi Kejadian Nyaris Cedera

Hasil penelitian di Rumah sakit Pondok Indah (RSIP) KNC lebih sering

terjadi Sebesar 73,7% dibandingkan dengan KTD 26,3 %. Bentuk KNC dan

KTD yang didapat dari laporan kejadian yaitu: ketidak sesuaian identifikasi

pasien seperti penulisan nomor medical record, nama pasien salah, penempelan

stiker, nama pasien tidak sama dengan penulisan manual, kesalahan penulisan

kamar pasien, kesalahan dalam pemberian obat (salah pasien, dosis, jenis obat),

sampel darah pasien tertukar, dan pasien jatuh (Yully,2011).

Hasil penelitian KNC di Rumah Sakit Umum Surya Husada, tenaga

Medis yang tidak melaksanakan pemberian tepat dosis 8,8%, ketidak tepatan

waktu 8,1%, Pendokumentasian yang benar 17,6% (Koen,2012). Laporan

Insiden Keselamatan Pasien (IKP) oleh KKP-RS (Komite Keselamatan

Pasien-Rumah Sakit) di Indonesia pada bulan Januari-April 2011, menemukan bahwa

adanya pelaporan kasus KTD (14,41%) dan KNC (18,53%) yang disebabkan

karena proses atau prosedur klinik (9,26%), medikasi (9,26%), dan pasien jatuh

(5,15%). Sebuah penelitian di Utah dan Colorado (USA) melaporkan KNC

sebanyak 2,9% dimana 6,6%-nya meninggal dunia. Sebanyak 44.000 warga

Amerika meninggal setiap tahunnya akibat kesalahan medis (medical error)

(IOM, 2000). Sebuah sumber ketiga dan yang terbaru dari data prevalensi

berasal dari kantor Inggris Audit Nasional. Pada tahun 2003-2004, kurang lebih

885.832 KTD dan KNC terjadi di 256 kejadian akut pada National Health

Service (NHS), ambulans, dan Perserikatan Kesehatan Mental (96% di NHS);

(35)

2.5 Sosialisasi

Menurut Vembriarto ( dalam Khairudin 2008,: 63), menyebutkan Sosialisasi

adalah sebuah proses belajar yaitu proses akomodasi dengan mana individu menahan,

mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil cara hidup atau kebudayaan

masyarakatnya. Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap

ide-ide, pola-pola, nilai dan tingkah laku, dan standard tingkah laku dalam masyarakat di

mana ia hidup. Semua sifat kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu

disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan system dalam diri pribadinya.

Menurut Jaeger ( dalam Sunarti Kamanto 2000,: 33), Membagi dua pola sosialisasi

antara lain; Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan

hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada

penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Dalam pola sosialisasi represif, juga

menekanan pada kepatuhan karyawan dalam melakukan pekerjaan. Penekanan pada

komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah; penekanan titik berat

sosialisasi terletak pada pimpinan dan keinginan karyawan untuk berubah, dan peran

seluruh karyawan sebagai significant other. Sedangkan dalam Pola Sosialisasi yang

partisipatoris (participatory socialization), merupakan pola di mana karyawan diberi

imbalan ketika berperilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik.

Menurut tahapannya sosialisasi oleh dibedakan Berger dan Luckman (Soe’oed

dalam ihromi, 1999: 32), menjadi dua tahap yakni:

1. Sosialisasi primer, sebagai sosialisasi yang pertama dijalani individu semasa kecil,

melalui mana ia menjadi anggota masyarakat; dalam tahap ini proses sosialisasi

primer membentuk kepribadian anak kedalam dunia umum, dan keluargalah

yang berperan sebagai agen sosialisasi.

2. Sosialisasi sekunder, didefinisikan sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan

individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia objektif

masyarakatnya; dalam tahap ini proses sosialisasi mengarah pada terwujudnya

sikap profesionalisme (dunia yang lebih khusus); dan dalam hal ini yang

(36)

2.6 Root Cause Analysis (RCA)

2.6.1 Definisi RCA

Root Cause Analysis adalah proses terstruktur yang membantu dalam

mengidentifikasi faktor-faktor yang mendasari atau penyebab dari suatu

peristiwa yang merugikan atau nyaris cedera. Memahami faktor atau penyebab

dari kegagalan system dapat membantu mengembangkan tindakan yang dapat

mencegah terjadinya kesalahan. RCA merupakan suatu analisis sistematis dari

semua faktor yang mempengaruhi atau memiliki potensi untuk mencegah suatu

kesalahan. Metode ini dapat diaplikasikan untuk insiden berbahaya kepada

pasien yang sifatnya dapat dihindari, atau dalam KNC, dimana merupakan suatu

kejadian yang menempatkan pasien pada risiko berbahaya (WHO, 2008). RCA

adalah suatu metode yang digunakan untuk menunjukkan sebuah masalah atau

ketidaksesuaian, agar mendapatkan akar penyebab dari suatu masalah. RCA ini

digunakan sehingga dapat mengoreksi atau mengeliminasi penyebab suatu

masalah, dan mencegahnya agar tidak terulang kembali (Quality Management

and Training, 2008).

2.6.2. Alat dan Teknik RCA

Teknik RCA Menurut Quality Management and Training, terdapat

beberapa

alat dan teknik yang digunakan untuk melakukan RCA, yang diantaranya :

a. 5-Mengapa (Gemba Gembutsu)

5-Mengapa kadang-kadang disebut sebagai Gemba

Gembutsu, dimana artinya adalah tempat dan informasi dalam

bahasa Jepang. 5-Mengapa biasanya mengacu pada praktik

bertanya sebanyak 5 kali, mengapa kegagalan telah terjadi, agar

mendapatkan akar penyebab dari suatu masalah. 5-Mengapa

(37)

b. Analisis Pareto

Analisis Pareto merupakan teknik mudah yang digunakan

untuk membantu memilih perubahan yang paling efektif. Analisis

pareto merupakan teknik formal untuk menemukan perubahan

yang akan menghasilkan keuntungan yang besar. Sebagai contoh,

suatu produsen mungkin ingin menyusun mengapa konsumen

tidak lagi memilihnya sebagai supplier.

c. Diagram Tulang Ikan (Fishbone)

Diagram fishbone merupakan teknik yang sangat berguna

untuk RCA yang lebih kompleks. Tipe diagram ini

mengidentifikasikan semua proses dan faktor potensial yang

berkontribusi pada suatu masalah.

Gambar 2.2: Model Diagram Fisbone

d. Brainstorming atau Wawancara

Kebanyakan orang familiar dengan teknik brainstorming

atau wawancara. Kumpulkan semua ide sebanyak mungkin dari

semua partisipan tanpa adanya kritik atau penghakiman ketika

partisipan menyampaikan idenya.

e. Analisis Proses, Pemetaan dan Flow Chart

Flowchart mengatur informasi tentang sebuah proses secara

grafis sehingga terlihat jelas dampak yang akan muncul dalam

suatu proses.

(38)

f. Pohon Kesalahan (Fault Tree)

Metode ini merupakan teknik grafis yang menyediakan

deskripsi sistemik pada kombinasi kejadian yang mungkin dalam

suatu sistem, yang dapat mengakibatkan hasil yang tak

diinginkan. Metode ini dapat mengombinasikan kegagalan sistem

dan manusia.

g. Lembar Pengecekan (Check Sheets)

Teknik ini sederhananya digunakan untuk mengumpulkan dan

merekam data.Data yang dihasilkan biasanya numerik, tetapi bisa

juga digunakan untuk tujuan lain, seperti membuat daftar

(39)

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN KATEGORISASI KNC

3.1 Kerangka Konsep

Menurut Wehrli, G., Nyquist, J.G. (2003) banyak setrategi tehnik yang digunakan untuk menyampaikan sosialisasi dengan berbagai macam tehnik. Proses sosialisai dengan menggunakan berbagai media, baik berupa media komunikasi seperti brosur, poster, leaflet, spanduk, dan baliho, maupun melalui media elektronik, seperti internet,cakram optik (compact disk atau DVD), radio dan televisi. Berikut tehnik dan media yang digunakan untuk menyampaikan sosialisasi.

Intervensi sosialisasi

Brain storming

Diskusi terarah

Belajar mandiri

persentase

Kesadaran diri

Tehnik yang digunakan

Media yang digunakan

lefleat

sepanduk

billboard

Media elektronik

Media cetak

(40)

3.2 Definisi Operasional dan Kategorisasi KNC

Definisi operasional mendefinisikan variable secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (Alimul Hidayat, 2007). Kategorisasi KNC dapat ditentukan bila telah

terjadi insiden KNC lebih dari 0%, dengan kata lain bila hasil persentase suatu

variabel adalah 0%, maka tidak termasuk KNC, dan melihat apakah terjadi

penurunan KNC setelah dilakukan intervensi sosialisasi, bila hasil KNC menurun

maka intervensi sosialisasi dapat mempengaruhi penurunan KNC. Definisi

(41)
(42)

c. Perintah

pengobatan yang tidak terbaca

Segala sesuatu yang diperintahkan di resep, seperti nama, dosis, rute pemberian, dan aturan pakai tidak tertulis jelas

atau menggunakan

singkatan yang tidak

lazim sehingga dalam proses mengambil dan meracik obat, seperti

melakukan teknik

(43)

dan menyimpan obat

Tidak terisi lengkapnya komponen etiket dan tidak sesuai dengan perintah atau aturan pakai yang memadai. formularium rumah sakit atau kosongnya stok obat tindakan edukasi atau

(44)

pasien pada saat

penyerahan obat.

Informasi obat kepada

pasien,

sekurang-kurangnya meliputi nama, indikasi, dosis, frekuensi pemberian, cara pemakaian obat, dan instruksi tertentu (misal,

(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit TNI AL Dr.

Mintohardjo yang beralamat di Jl. Bendungan Hilir No 17 Jakarta Pusat 10210 dan

waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan April sampai Mei 2016, pada pukul

10.00 – 14.00 WIB.

4.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian Quasi Eskperimen pre dan post

sosialisasi yang dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan analisis

statistik parametik dengan menggunakan metode Paired T-test. Penelitian ini

bersifat prospektif dengan melakukan evaluasi terhadap KNC di apotek rawat

jalan pada April – Mei 2016.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi yang digunakan sebagai objek penelitian adalah seluruh resep

yang masuk pada pasien rawat jalan yang masuk ke Apotek rawat jalan Rumah

Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo.

4.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan semua resep

rawat jalan yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian yang terdapat di

Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo pada April – Mei

(46)

4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

4.4.1 Kriteria inklusi

Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh resep

yang masuk ke apotek dan yang mengalami KNC di apotek rawat jalan Rumah

Sakit TNI AL Dr.Mintohardjo pada jam 10.00 – 14.00 pada bulan April-Mei

2016.

4.4.2 Kriteria ekslusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah resep-resep yang tidak

mengalami KNC dan resep obat yang masuk diluar jam 10.00-14.00.

4.5 Prosedur Penelitian

Terdapat tiga tahapan penelitian yang dilakukan, yaitu tahap

perencanaan, pengumpulan data, dan pengolahan data.

4.5.1. Tahap perencanaan dan persiapan

Tahap perencanaan dimulai dengan penentuan masalah yang akan

diteliti. Di dalam penentuan masalah ditetapkan masalah yang akan

diteliti, dalam hal ini tingkat pencegahan KNC pada peresepan,

penyiapan dan pemberian obat. Tahap persiapan dimulai dengan

membuat dan menyerahkan surat permohonan izin pelaksanaan

penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta kepada Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo.

4.5.2 Tahap pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi langsung

seluruh resep yang masuk di Apotek rawat jalan dan melakukan

intervensi sosialisasi KNC di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo

pada bulan April – Mei 2016. Adapun rincian dari variabel-variabel

(47)

Tabel 4.1 : Rincian variabel penelitian

Variabel Aspek-aspek yang diamati

Peresepan Obat 1. Kelengkapan resep

 Lengkap secara administrasi (data pasien, paraf dokter, legalitas narkotik dan kesesuaian dengan formularium)

 Lengkap secara farmasetik (bentuk sediaan dan

ketercampuran obat).

 Lengkap secara klinis (nama obat, dosis, signa, rute pemberian, frekuensi pemberian dan interaksi obat).

2. Dosis dan jumlah tidak tepat

3. Resep atau perintah pengobatan yang tidak terbaca

Penyiapan Obat 1. Salah mengambil obat dan meracik obat

 Mengambil obat dalam banyak wadah sekaligus

 Melakukan aturan peracikan yang tidak benar

 Menyiapkan dan meracik obat di tempat yang banyak gangguan (cahaya kurang, bising, ruang peracikan yang terlalu sempit).

2. Salah dalam penyimpanan obat

 Penyimpanan obat tanpa identitas yang jelas

 Susunan obat yang membingungkan

 Penyimpanan obat LASA yang berdekatan

 Menyimpan obat kadaluwarsa.

3. Salah dalam pemberian label atau etiket

 Memberi etiket yang tidak sesuai dengan perintah atau

aturan pakai yang memadai

Pemberian Obat 1. Pemberian informasi terkait obat yang tidak benar,

tidak jelas, dan ada informasi yang tertinggal. Informasi obat kepada pasien, sekurang-kurangnya meliputi aturan pakai obat, interaksi obat, baik itu interaksi obat-obat maupun interaksi obat-makanan, penyimpanan obat, efek samping obat, dan jangka waktu pengobatan

2. Pemberian obat tidak lengkap , dimana pasien tidak menerima obat sesuai permintaan dokter. Sehingga pasien tidak meminum obat.

Proses pengambilan data dilakukan dengan mengamati alur

penyiapan, melakukan pengecekan obat sebelum diberikan kepada pasien

dan melakukan pemberian obat kepada pasien serta mencatat semua tipe

(48)

4.5.3 Tahap melakukan intervensi sosialisasi

Intervensi sosialisasi dilakukan dengan melakukan penyuluhan hasil

sosialisasi KNC yang sudah dilakukan pengamatan selama bulan April,

sosialisasi dilakukan pada tanggal 4 Mei 2016, intervensi hanya

dilakukan pada tahap penyiapan dan pemberian obat. Yang nantinya

akan dilakukan penelitian kembali dibulan Mei sebagai pembanding

untuk melihat dampak hasil intervensi sosialisasi.

4.5.4 Tahap manajemen data

Manajemen data dilakukan dengan cara mentranskrip data yang telah

didapat menjadi data rekapitulasi KNC yang dikumpulkan ke dalam

komputer.

4.6. Alat Pengumpulan Data

Alat yang dipakai dalam pengumpulan data ini adalah lembar kerja

insiden KNC yang dipakai untuk memperoleh data seluruh variabel penelitian

dan seluruh resep yang masuk ke apotek rawat jalan di Rumah Sakit TNI AL Dr.

Mintohardjo yang dibantu dengan alat tulis dan alat-alat yang digunakan untuk

mendokumentasikan penelitian, seperti foto dan lain-lain. Data yang

dikumpulkan merupakan data sekunder yang diperoleh dari seluruh resep rawat

jalan yang masuk di apotek rawat jalan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo

pada bulan April-Mei 2016.

4.7. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Editing data

Editing data merupakan kegiatan pengecekan laporan KNC

apakah data yang didapat sudah lengkap dan jelas. Apabila data yang

didapat masih memiliki kekurangan, maka dapat segera dilengkapi.

b. Coding data

Coding data merupakan kegiatan merekapitulasi data KNC yang

(49)

bilangan agar lebih mudah diinterprestasikan. Data KNC yang telah

berbentuk angka atau bilangan tersebut selanjutnya dikelompokkan ke

masing-masing tahap peresepan, penyiapan dan pemberian obat.

c. Entry data

Entry data merupakan kegiatan memproses data yang telah

dikelompokkan sebelumnya. Rekapitulasi data KNC tersebut selanjutnya

diinput ke dalam komputer untuk melihat persentase KNC pada proses

peresepan, penyiapan dan pemberian obat yang telah diamati.

d. Tabulasi

Peroses penempatan data kedalam bentuk tabel yang telah doberi

kode sesuai dengan kebutuhan analisa. Penelitian memasukkan data yang

telah dilakukan proses coding kedalam Microsoft Excel dalam bentuk

tabel.

e. Cleaning data

Data yang telah diinput ke dalam komputer selanjutnya diperiksa

kembali untuk memastikan bahwa data sudah bersih dari kesalahan dan

siap untuk dianalisis.

f. Analisis Data

Analisis data kualitatif menggunakan Microsoft Excel untuk

mendeskripsikan secara objektif dan memaparkan fenomena yang terjadi

dengan bantuan table atau gambar. Kemudian dilanjutkan dengan

pengolahan data penyiapan dan pemberian obat (data yang mengalami

intervensi) menggunakanan analisa statistik parametik SPSS dengan

menggunakan metode Paired T-test.

Fishbone diagram merupakan alat visual untuk mengidentifikasi,

mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua

penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Konsep dasar

dari fishbone diagram adalah permasalahan mendasar diletakkan pada

bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari kerangka tulang

(50)

4.8. Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan

program Statistical Package for the Social Science (SPSS) 16.0. Confidance Interval

(CI) yang digunakan sebesar 95% dengan nila α = 0,05. Pengolahan data yang

dilakukan meliputi:

4.7.1 Analisa Univariat

Analisis univariat adalah analisa yang digunakan untuk

menganalisis setiap variabel yang ada secara deskriptif (Notoatmojo,

2003). Adapun penerapan analisa univariat pada penelitian ini adalah

analisa KNC pelayanan kefarmasian pada tahap peresepan, penyiapan,

dan pemberian obat yang didapat dari hasil observasi KNC yang masuk

pada bulan April – Mei 2016 di Rumkital Dr. Mintohardjo. Analisa yang

dilakukan didasarkan dari pengamatan satu persatu dan pencatatan semua

tipe KNC di formulir yang telah dibuat.

4.7.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga berhubungan/berkolerasi. Analisa data sampel

menggunakan analisis statistik parametik dengan menggunakan metode

Paired T-test. Sampel yang diuji adalah sampel sebelum dan sesudah

dilakukan intervensi sosialisasi yaitu pada tahap penyiapan dan

pemberian obat. Paired T-test adalah uji yang digunakan untuk

menentukan apakah ada perbedaan rata – rata dua sampel yang

berpasangan, sampel berpasangan merupakan sampel dengan subjek

yang sama, tetapi mendapat dua perlakuan atau pengukuran yang

berbeda. Cara mengambil keputusannya adalah melihat nilai korelasi (r)

pada kolom Paired Sampels Correlations dan nilai Sig.(2-tailed) dan

nilai uji t pada kolom Paired Sampels Test dari hasil SPSS Statistic 16.0.

Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

H0 : tidak ada perbedaan nilai sesudah dan sebelum dilakukan

sosialisasi

(51)

Nilai Sig (2-tailed) adalah kesimpulan taraf signifikan, nilai

signinifikansi kepercayaan 95% sebagai berikut:

a. singnifikansi: P < 0,05 ada perbedaan, berarti H0 ditotak

b.singnifikansi: P > 0,05 tidak ada perbedaan, berarti H0 diterima

Uji Paired T-test digunakan untuk menganalisa univariat untuk

mengetahui hubungan kolerasi dan kekuatan sampel berpasangan dan

melihat apakah ada perbedaan sesusah dan sebelum dilakuakn interpensi

(52)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL PENELITIAN

Penelitian tentang KNC pelayana kefarmasian ini dilakukan

terhadap total sampel resep rawat jalan di Rumah Sakit TNI AL Dr.

Mintohardjo pada bulan April dan Mei dengan mengamati semua KNC

pelayanan kefarmasian peresepan, penyiapan dan pemberian obat. Dalam

pengkajian KNC Pelayanan Kefarmasian ini mengacu kepada Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1691/Menkes/PER/VII/2011 tentang Keselamatan Pasien dan Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan keputusan Mentri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004.

Melalui hasil pengamatan resep rawat jalan pada bulan April – Mei 2016

masih banyak yang mengalami KNC pelayanan kefarmasian setiap

harinya, dapat dilihat ditabel 2 .

Tabel 5.1 Data KNC pelayanan kefarmasian April – Mei 2016

Jumlah Bulan April Bulan Mei

Resep 3512 resep 4112 resep

KNC 1359 resep 1182 resep

5.1.1 Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian pada bulan April

Berdasarkan hasil pengamatan pada tahap peresepan obat

meliputi data pasien, bentuk sediaan,nama, signa,rute pemberian, dosis

dan jumlah obat, perintah pengobatan yang tidak terbaca. Penyiapan obat

meliputi salah mengambil dan menyiapkan obat, ketidaklengkapan

pemberian etiket, obat tidak tersedia di apotek dan tahap terakhir

pemberian obat meliputi pemberian informasi tidak tepat. Data KNC

Gambar

Gambar 2.1: Diagram proses kesalahan pengobatan menurut Medication Practices
Gambar  3.1 : kerangka konsep intervensi sosialisasi
Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Kategorisasi KNC
Tabel 5.1 Data KNC pelayanan kefarmasian April – Mei 2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

“Sumber Sejarah Lisan Dalam Penulisan Sejarah Kontemporer Indonesia”, Lembaran Berita Sejarah Lisan nomor 8 bulan Maret 1982.  Morrison,

Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang tak terhingga kepada penulis sehingga atas ijin- Nya pula

Penyembahan kepada Sakramen Mahakudus sangat berkaitan erat dengan spiritualitas kongregasi yang juga merupakan Sabda Tuhan yang sangat dicintai oleh ibu pendiri (Ibu Clara Fey)

1) Apabila bentuk dasarnya berupa nomina, prefiks {N-} menyatakan berbagai makna membuat atau menghasilkan apa yang tersebut pada bentuk dasar, berlaku atau menjadi seperti

 Melalui tanya jawab siswa bersama-sama dengan guru merumuskan permasalahan tentang Toleransi yang dibahas dalam surat Al-kafirun dan Al-bayyinah.  Siswa bersama-sama guru

Hasil dari analisis klimatologi matahari dan angin adalah sebagai berikut: 1) Sinar matahari pagi dapat dimanfaatkan sebagai pencahayaan alami dengan memperbanyak bidang

Arms and legs trussed like captured animals, Ian, Barbara, the Doctor and Susan lay in a smaller cave, just behind the main one.. After binding their arms and legs, their captors