UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
STUDI PROSPEKTIF DAMPAK INTERVENSI
SOSIALISASI TERHADAP KEJADIAN NYARIS CEDERA
PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK RAWAT
JALAN DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PERIODE
APRIL - MEI 2016
SKRIPSI
APRILIANA NUR
1112102000016
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JAKARTA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
STUDI PROSPEKTIF DAMPAK INTERVENSI
SOSIALISASI TERHADAP KEJADIAN NYARIS
CEDERA PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
RAWAT JALAN DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO
PERIODE APRIL - MEI 2016
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
APRILIANA NUR
1112102000016
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JAKARTA
ABSTRAK
Nama : Apriliana Nur Program Studi : Strata-1 Farmasi
Judul : Studi Prospektif Dampak Intervensi sosialilasi terhadap Kejadian Nyaris Cedera Pelayanan Kefarmasia di apotek Rawat Jalan Rumkital Dr. Mintohardjo periode April - Mei 2016
Analisa KNC merupakan aspek yang sangat penting dalam keselamatan pasien dan pelayanan kefarmasian karena dapat membantu mengurangi terjadinya medication error. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat KNC pelayanan kefarmasian peresepan, penyiapan,dan pemberian obat, pada resep rawat jalan di Instalasi Apotek Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan April – Mei 2016 dan melihat dampak hasil intervensi yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dan pengambilan data dilakukan secara prospektif. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode total sampling, didapatkan sebanyak 7627 resep yang di amati, dimana terdapat 2540 resep yang mengalami KNC. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa KNC pada tahap peresepan obat pada bulan April 15,97% dan pada bulan Mei 15,24% , KNC pada tahap penyiapan obat pada bulan April 33,34% dan pada bulan Mei 20,23% , KNC pada tahap pemberian obat dibulan April dan Mei tidak terjadi KNC dengan hasil persentase yang di dapat 0,00%. Adanya hubungan bermakna antara kedua sampel berpasangan yang digunakan, dengan nilai kolerasi 0,984 dengan singnifikansi <0,05 yaitu 0,016. Hasil pengamatan mengenai analisa Paired T-test menunjukkan nilai t tabel 1,372 berdasarkan nilai t maka dapat disimpulkan ada perbedaan pada taraf signifikan sebesar 95%. Simpulan sig.(2-tailed) yaitu 0,264 (sigvalue >0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi perubahan yang sagnifikan pada sosialisai KNC Pelayanan Kefarmasian. Tidak ada pengaruh yang bermakna antara sesudah dan sebelum dilakukan sosialisasi secara statistik, namun secara substansi kemungkinan ada hubungan.
Name : Apriliana Nur Program Study : Strata-1 Pharmacy
Title : Prospective Studies the Impact of Intervention socialiszation on Near miss Pharmaceutical of Drugs in Pharmacy installation Naval Hospital Dr. Mintohardjo period April - Mey 2016
The analysis of near miss is a very important aspect in thepatient safety pharmaceutical carebecause it can help to reduce the occurrence of medication errors. This study aimed to determine the level near miss prescribing, dispensing and administration of drugs outpatient in pharmacy installation Naval Hospital Dr. Mintohardjo in April – Mey 2016 and see the impact of intervention results conducted by researchers. This is a descriptive research where the data has been retrieved prospectively. The sampling method that has been used in this research was the total sampling method, with a total of 7627 prescription studiesit was found in 2540 as a prescriptions near miss. The research is descriptive and data collection was done prospectively. The results showed that the near miss at the stage of the prescraibing in April 15,97% and 15,24% in May, near miss at the stage of dispensing of drugs in April 33,34% and 20.23% in May, near miss at the stage administrationin month April and may are not going near miss with the percentage that can be 0,00%. The existence of a significant relationship between the two paired samples were used, with a value of 0.984 correlates with singnifikansi<0.05 is 0.160. Observations on Paired T-test analysis shows the value of t table 1,372 based on the value of t can be concluded there is a difference at significant level of 95%. Conclusion sig. (2-tailed) is 0.260 (sigvalue> 0.05) so that it can be concluded that there was no change in the socialization near miss sagnifikan Pharmaceutical Services. There is no significant effect between after and before any socialization statistically, but in substance there may be a relationship.
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih dan
Maha penyayang, yang telah memberi kekuatan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan
kepada Baginda Rasul, Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan
bagiumatnya.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
melaksanakan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penyusunan ini
tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terimakasih kepada :
1. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt sebagai Pembimbing I dan Ibu Siti Fauziyah
S.Si.,M.Far.,Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu,
nasehat, waktu, tenaga dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Ibu Dr.Nurmeilis, M.Si., Apt., selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan arahan selama masa perkuliahan.
4. Bapak penguji Yardi Ph.D., Apt sebagai penguji I dan bapak Karyadi M.kep.,
Ph.D sebagai penguji ke II yang telah memberikan ilmu dan pikiran selama
penulisan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua tercinta, Ayah Drs. Panangian Ritonga (alm) dan Mama Hj.
Eliana Sormin yang selalu ikhlas tanpa pamrih memberikan kasih sayang,
SH, Ahmad Pael Hidayat Ritonga S.Pd, Senny Pelantika Ritonga yang sudah
memberikan semangat dan do’a.
8. Ibu dan Bapak Apoteker di Rumkital Dr. Mintohardjo yang telah memberikan
bantuan selama penulis melakukan penelitian.
9. Teman-teman seperjuangan selama penelitian di Rumkital Dr. Mintohardjo
Khaerunnissa Apriani,terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.
10.Sahabat – sahabat terkasih Dwi Putri Rahmawati, Ayu Nopita, Chalila deli
Gayo, Vesty Anis Triana, Shafizah Ummu Harisah, Ratnika Sari, Tharlis
Diansyah Lubis serta teman-teman Farmasi 2012 atas semangat dan
kebersamaan kita selama perkuliahan berlangsung. Semoga ukhuwah yang
telah terjalin tidak pernah putus dan akan terus berlanjut.
11.Teman-teman Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Lembaga Kesehatan
Mahasiswa Islam (LKMI) atas semangat dan kebersamaan kita selama
berperoses diorganisasi berlangsung. Semoga ukhuwah yang telah terjalin
tidak pernah putus dan akan terus berlanjut.
12.Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan
penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari
Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini.
Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Ciputat, Agustus 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……….…….. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS……….….... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... iv
HALAMAN PENGESAHAN……….… v
ABSTRAK………....… vi
ABSTRACT……….….... vii
KATA PENGANTAR………. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………... x
DAFTAR ISI………..……….… xi
2.3.1 Defenisi Kesalahan Pengobatan... 10
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL....….…. 24
3.1 Kerangka Konsep...…... 24
3.2 Definisi Operasional...…... 25
BAB 4 METODEPENELITIAN……….… 30
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian……… 30
4.7 Teknik Pengolahan Data……….……… 33
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Kategorisasi KNC 26 Tabel 4.1 Rincian variable penelitian 32 Tabel 5.1 Data KNC pelayanan kefarmasian April – Mei 2016 37 Tabel 5.2 Data Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian bulan April
dan Mei 2016
38
Tabel 5.3 Statistik sampel paired T-test 39 Tabel 5.4 Korelasi sampel paired T-test 40 Tabel 5.5 Nilai hasil sampel paired T-test 40
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Diagram kesalahan pengobatan menurut Medication Practices 2002
13
Gambar 2.2 Model diagram fishbone 22 Gambar 5.1 Grafik persentase insiden KNC pelayanan kefarmasian
pada bulan April dan Mei 2016
42
Lampiran Halaman
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian 64 Lampiran 2. Lembar rekapitulasi data KNC 65 Lampiran 3. Denah dan Alur Perjalanan Resep di Apotek
Rawat Jalan Rumkital Dr. Mintohardjo
66
Lampiran 4. Penjabaran Ketidaktepatan Nama, Dosis, Aturan Pakai dan Bentuk Sediaan Obat
67
Lampiran 5. Penjabaran Ketidaklengkapan Obat Secara Klinis 70 Lampiran 6. Penjabaran Kesalahan dalam Mengambil dan
Meracik Obat
71
Lampiran 7. Contoh Resep 72 Lampiran 8. Tempat Penyimpanan Obat tablet, cream dan
syrup
73
Lampiran 9. Tempat Penyimpanan Obat High Alert 74 Lampiran 10. Tempat Entry Resep 75 Lampiran 11. Contoh Etiket Obat 75 Lampiran 12. Dokumentasi sosialisasi hasil penelitian KNC
bulan April 2016
76
1.1 LATAR BELAKANG
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 menjelaskan
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur serta pengendalian mutu pelayanan
kefarmasian yang dipergunakan sebagai pedoman kegiatan yang sedang berjalan
maupun yang sudah berlalu dan dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi
dengan tujuan untuk menjamin pelayanan kefarmasian yang sudah dilaksanakan
sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
menjelaskan bahwa rumah sakit wajib melaksanakan standar keselamatan pasien.
Definisi tentang keselamatan pasien diungkapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/PER/VII/2011 yang menyatakan bahwa
keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegahterjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
Medication Error merupakan salah satu penyebab cedera pasien yang dapat
dicegah. Medication Error (ME), didefinisikan sebagai kesalahan dalam peresepan,
penyiapan dan pemberian obat, apakah ada konsekuensi yang merugikan atau tidak.
Kesalahan ini dapat terjadi pada setiap tahap dalam proses penggunaan obat dari
peresepan sampai pemberian kepada pasien (NMIC Bulletins, 2001). Studi yang
dilakukan di 36 rumah sakit menemukan bahwa pada setiap kemungkinan terjadi dua
ME setiap harinya. ME dapat terjadi dalam menentukan obat dan regimen dosis antara
dosis, keliru kemasan. (4) kesalahan memformulasi: salah obat, formulasi yang salah,
label yang salah. (5) pemberian atau pengambilan obat: salah dosis, salah rute,
frekuensi yang salah, dan durasi yang salah. (J.K. ARONSON, 2009).
Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Kongres
PERSI September 2006), dari 10 besar insiden yang dilaporkan, kesalahan dalam
pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%). ME adalah jenis error yang
paling umum terjadi di berbagai rumah sakit.
Ada beberapa istilah untuk menjelaskan tindakan yang bertujuan untuk
mengurangi risiko pada pasien. Dari beberapa istilah tersebut adalah Kejadian Tidak
Diharapkan/KTD (adverse event) dan Kejadian Nyaris Cedera/KNC (near miss).
KTD dapat dikatagorikan menjadi KTD yang dapat dicegah atau tidak dapat dicegah.
KTD yang dapat dicegah disebut KNC. (Depkes, 2008).
KNC adalah sebuah peristiwa yang tidak direncanakan, yang tidak mengakibatkan cedera, sakit, atau kejadian yang merugikan, tetapi memiliki potensi untuk terjadi. Pencegahan KNC ini sangat menguntungkan karena dapat mencegah kerugian atau kematian. Sebuah proses atau sistem manajemen yang selalu salah
adalah akar penyebab peningkatan risiko yang mengarah ke KNC dan harus menjadi
fokus perbaikan (National Safety Council Alliance,2013).
Menurut Anderson (2010), pelaporan tentang KNC dapat digunakan untuk
mengurangi terjadinya kesalahan pengobatan. Hal itu disebabkan karena data KNC
dapat direview dan dianalisis untuk mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan
masalah dan strategi pengurangan kesalahan yang tepat agar dapat
diimplementasikan. Selain itu, adanya pengurangan angka KNC akan berdampak pula
pada penurunan angka KTD sehingga terjadinya kesalahan pengobatan pun dapat
diminimalkan.
Di Indonesia, data tentang KTD dan KNC dikategorikan masih sedikit untuk
ditemukan karena standar pelayanan kesehatan di Indonesia masih kurang optimal
(Depkes RI, 2006). Angka KTD dan KNC masih belum terdokumentasi dengan baik,
sehingga diperlukan penerapan program keselamatan pasien agar terhindar dari
Berdasarkan hasil penelitian di Rumah sakit Pondok Indah (RSIP) KNC lebih
sering terjadi sebesar 73,7% dibandingkan KTD 26,3 %. Bentuk KNC dan KTD yang
didapat dari laporan adalah lebih besar terjadi pada proses penyiapan obat
(Hestikawati, 2011). Penelitian KNC di Rumah Sakit Umum Surya Husada mendapati
bahwa tenaga medis yang tidak melaksanakan pemberian tepat dosis sebanyak 8,8%,
ketidaktepatan waktu sebanyak 8,1%, dan tidak dilakukannya pendokumentasian yang
benar sebanyak 17,6% (Virawan, 2012). Laporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
oleh KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien-Rumah Sakit) di Indonesia pada bulan
Januari-April 2011, menemukan bahwa kasus KTD (14,41%) dan KNC (18,53%)
yang terjadi, disebabkan karena proses atau prosedur klinik dan terapi sebanyak
9,26%, serta pasien jatuh sebanyak 5,15%. Pada tahun 2003-2004, kurang lebih
885.832 KTD dan KNC terjadi di 256 kejadian akut pada National Health Service
(NHS) dan pada tahun 2004-2005, ada 974.000 KTD dan KNC. Berdasarkan hasil
pelaporan diatas dapat terlihat bahwa KNC dan KTD semakin meningkat disetiap
tahunnya.
Berdasarkan berbagai temuan dari data laporan ME dan KNC diatas, maka
perlu dilakukan intervensi sosialisasi mengenai KNC untuk menurunkan tingkat KNC
serta mengetahui tingkat KNC yang terjadi pada pasien rawat jalan di Rumkital Dr.
Mintohardjo yang belum pernah diteliti sebelumnya.
Rumkital Dr. Mintohardjo memiliki jumlah peresepan yang banyak dan
jumlah peresepan tiap harinya mencapai kira-kira 200-300 resep. Banyaknya resep
yang masuk ke Apotek Rumkital Dr. Mintohardjo ini memerlukan waktu proses
pengolahan resep yang cepat dan tepat sehingga berpotensi menyebabkan KNC.
Mekanisme KNC di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo mengacu kepada
Buku Saku tentang Tanggung Jawab Apoteker terhadap Keselamatan Pasien yang
diterbitkan oleh Depkes RI pada tahun 2008. Mekanisme KNC dapat terjadi pada
tahap peresepan, penyiapan dan pemberian obat. Apoteker yang menemukan atau
terlibat dalam terjadinya KNC pada ketiga tahap tersebut, maka harus
menindaklanjutinya. Setelah ditindaklanjuti, apoteker segera melaporkan insiden
Pada tanggal 1 April telah dilakukan penelitian mengenai KNC pelayanan
kefarmasian di apotek Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo, pada tanggal 5 Mei
telah dilakukan intervensi sosialisasi hasil penelitian selama bulan April dan bahaya
KNC pelayanan kefarmasian, yang bertujuan untuk meminimalisir KNC pelayanan
kefarmasian. Sosialisasi dilakukan kepada seluruh staff apotek dan staff Depertemen
Farmasi di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo, yang nantinya akan dilakukan
penelitian kembali dibulan Mei untuk melihat perbandingan KNC setelah dilakukan
sosialisasi.
Dari uraian di atas dapat di usulkan penelitian yang berjudul, STUDI
PROSPEKTIF DAMPAK INTERPENSI SOSIALISASI TERHADAP KEJADIAN
NYARIS CEDERA PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK PASIEN
RAWAT JALAN RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PERIODE APRIL - MEI
2016. Adapun metode yang dilakukan dalam penelitian ini berupa studi observasional
yang bersifat kualitatif dan dilakukan secara prospektif. Variabel-variabel yang
diamati dalam studi prospektif ini yaitu tahap peresepan, penyiapan dan pemberian
obat untuk pasien rawat jalan.
Laporan data prospektif KNC didapatkan dari diobservasi langsung oleh
peneliti, yakni pada bulan April sampai Mei 2016 dan dilakukan pada hari kerja dari
pukul 10.00 hingga pukul 14.00 karena pada jangka waktu tersebut merupakan
puncak dari banyaknya resep yang masuk, sehingga kemungkinan terjadinya KNC
pun besar. Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan memaparkan fenomena yang
terjadi dengan bantuan tabel atau gambar menggunakan diagram fishbone (tulang
ikan) kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan analisis statistis
parametik dengan menggunakan metode Paired T-test.
Data kualitatif KNC yang telah diolah tersebut, kemudian dievaluasi
faktor-faktor yang paling berkontribusi menyebabkan terjadinya KNC, melihat perubahan
tingkat KNC setelah dilakukannya sosialisasi, serta penelusuran upaya-upaya yang
sebaiknya dilakukan agar meminimalkan terjadinya KNC berdasarkan jurnal-jurnal
terkait, sehingga penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas
pelayanan kefarmasian kepada pasien untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal
Nyaris Cedera di berbagai Rumah Sakit di Indonesia, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah faktor yang mendominasi penyabab terjadinya KNC pelayanan
kefarmasian ?
2. Apakah terdapat perubahan tingkat KNC yang singnifikan setelah
dilakukan sosialisasi ?
3. Apa saja upaya-upaya yang sebaiknya dilakukan untuk mencegah atau
meminimalkan terjadinya KNC ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pola
KNC pelayanan kefarmasian pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit TNI AL
Dr. Mintohardjo.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :
a. Untuk melihat angka KNC pelayanan kefarmasian melalui
beberapa aspek pada masing-masing peresepan, penyiapan dan
pemberian obat.
b. Untuk melihat perubahan tingkat KNC setelah dilakukan
sosialisasi untuk penurunan KNC pelayanan kefarmasian di RS
TNI AL Mintoharjo.
c. Untuk menentukan upaya-upaya yang harus dilakukan agar
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambagi lmu
pengetahuan dalam bidang peningkatan pelayanan kefarmasian dan keselamatan
pasien khususnya KNC yaitu peresepan, penyiapan dan pemberian obat.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan dalam menurunkan KNC
pelayanan kefarmasian di RS. TNI AL Dr. Mintohardjo sehingga dapat
mendukung upaya pelaksanaan keselamatan pasien dan pelayanan kefarmasian di
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Permenkes RI No. 58). Pelayanan kefarmasian
adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam
pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
2014 Pasal 1 ayat 2 menjelaskan Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian. Pasal 1 ayat 3 menjelaskan Pelayanan Kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58
pasal 2 menjelaskan Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit
bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
2.2 Keselamatan Pasien (patient safety)
Perawatan kesehatan merupakan industri beresiko tinggi yang telah ada sejak
satu dekade atau lebih dalam perhatiannya untuk memastikan keselamatan dasar.
Keselamatan merupakan langkah awal yang penting dalam meningkatkan kualitas
kepedulian. Penelitian Praktik Kedokteran Harvard, studi penelitian pada fokus ini,
fokus ini dan hingga kini, beberapa tindakan nyata untuk meningkatkan pasien
keselamatan dapat ditemukan (Institute Of Medicine, 2000).
Keselamatan pasien dikembangkan sejalan dengan pemikiran Internasional,
yang dinyatakan secara pasti dalam penelitian Amerika : To Err is Human: Building a
Safer Health System (2000), bahwa sebuah kejadian yang berakibat atau berisiko
membahayakan pasien jauh lebih mungkin dihasilkan dari kegagalam sistemik daripada
aksi individual tenaga kesehatan. Upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien tidak
seharusnya fokus pada hukuman secara individual terhadap kesalahannya, melainkan
pada penghilangan aspek “penyebab error” pada proses pelayanan kesehatan. Hal ini
memerlukan penggeseran dari “budaya saling menyalahkan” dalam insiden yang
sekiranya memicu sifat saling menyalahkan pada tiap individu tenaga kesehatan (House
of Commons Health Committee : Patient Safety, 2009).
2.2.1 Defenisi Keselamatan Pasien
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal
43 ayat 1 menjelaskan bahwa rumah sakit wajib melaksanakan standar keselamatan
pasien. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka
kejadian tidak diharapkan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1691/Menkes/PER/VII/2011 yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient
safety) adalah suatu sistem dimana Rumah Sakit membuat asuhan pasien lebih aman
yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Menurut Sir Liam Donaldson (Ketua WHO world Alliance For Patient Safety
pada tahun 2006-2007) mengungkapkan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien
bukan sebuah pilihan akan tetapi merupakan hak pasien untuk percaya pada pelayanan
yang diberikan oleh suatu sistem pelayanan (dikutip, DedeSM 2013). Menurut IOM,
kecelakaan. Cedera akibat kecelakaan disebabkan karena kesalahan yang meliputi
kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan.
Cedera akibat dari melaksanakan tindakan yang salah (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Menurut Binfar Depkes RI (Tentang Keselamatan Pasien, 2008) ada beberapa
istilah dalam yang digunakan dalam kesalamatan pasien, diantaranya:
a. Kesalahan Medis (medication error) Medication error adalah suatu kesalahan
dalam proses pengobatan yang masih dalam pengawasan dan tanggung jawab
profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen,
1991).
b. KTD adalah kejadian yang mengakibatkan cedera pasien akibat pelaksanaan
suatu tindakan atau akibat tidak melaksanakan tindakan yang perlu
dilakukan,dan bukan karena penyakit dasar atau kondisi pasien (Kohn, 2000).
c. KNC adalah keadaan yang tidak menimbulkan KTD, namun memiliki
kesempatan besar untuk terjadinya KTD (Joint Commission Assosiation of
Health Organization, 2005).
d. Kejadian Sentinel (KS) adalah kejadian tidak terduga yang mengakibatkan
kematian, cedera berat pada fisik atau psikologi atau resiko yang mengarah ke
kematian atau cedera berat. Istilah ini dipakai untuk kejadian yang sangat tidak
diharapkan atau tidak dapat diterima. (Joint Commission Assosiation of Health
Organization, 2005).
2.2.2 Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Standar keselematan pasien rumah sakit merupakan acuan bagi rumah sakit di
indonesia. standar keselematan pasien rumah sakit disusun oleh Depertemen Kesehatan
(Depkes RI) tahun 2006. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar
yaitu:
1) Hak pasien
2) Mendidik pasien dan keluarga
4) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
5) Peran pemimpin dalam meningkatkan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
2.3 Kesalahan Pengobatan (Medication Error)
Pengobatan merupakan sebuah proses antara pasien dengan petugas
kesehatan yang saling berinteraksi mencapai tujuan yaitu kesembuhan dan
derajat kesehatan pasien yang lebih baik. Selama proses pemberian medikasi
berlangsung, terdapat kesalahan yang mungkin terjadi baik disebabkan oleh
tenaga kesehatan maupun oleh pasien itu sendiri yang lebih dikenal dengan
istilah medication error.
Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara
manfaat dan risiko. Tujuan pengkajian farmakoterapi adalah mendapatkan luaran
klinik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dengan risiko minimal. Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden
Keselamatan Pasien (Kongres PERSI September 2006), kesalahan dalam
pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar insiden
yang dilaporkan. Jika disimak lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang
meliputi prescribing, transcribing, dispensing, dan administering, dispensing
menduduki peringkat pertama. Dengan demikian, keselamatan pasien
merupakan bagian penting dalam risiko pelayanan rumah sakit selain risiko
keuangan, risiko properti, risiko tenaga profesi, maupun risiko lingkungan dan
pelayanan dalam risiko manajemen (Depkes, 2008).
Sejak tahun 1992, the Food and Drug Administration telah menerima
20.000 laporan tentang kesalahan pengobatan.kesalahan pengobatan
Diperkirakan 7000 orang meninggal pertahun (The Business Case for
Medication Safety, February 2003). A Havard Practise Study menemukan
tidak diinginkan dari obat dimana 25-50% yang sebenarnya dapat dicegah.
kesalahan pengobatan yang di temukan oleh Ann Lykkegaard Soerensen (team)
di Aalborg University Hospital, Denmark,dari 1.082 sampel ditemukan 189 error
yang terjadi, dimana peluang terjadinya kesalahan(17%) dari data yang
berpotensi membahayakan (8%). Frekuensi kesalahan terjadi pada resep (5%),
penyiapan (10%), administrasi(75%). Kesalahan yang paling umum adalah
kelalaian dari melakukan input dosis rezim dikomputerisasi oleh dokter.
2.3.1 Defenisi Medication Error
Menurut Kementrian Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004,
kesalahan pengobatan adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian
obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat
dicegah. Kerugian yang dialami pasien bisa bermacam-macam mulai dari
kerugian dalam hal biaya bahkan sampai meninggal.
Kesalahan pengobatan didefinisikan sebagai kesalahan dalam peresepan ,
penyiapan dan pemberian obat,apakah ada konsekuensi yang merugikan atau
tidak. medication error merupakan salah satu penyebab cedera pasien yang dapat
dicegah . Kesalahan ini dapat terjadi pada setiap tahap dalam proses penggunaan
obat dari peresepan sampai pemberian kepada pasien (NMIC Bulletins, 2001).
kesalahan pengobatan atau kesalahan pelayanan obat menurut NCC
MERP yaitu setiap kejadian yang dapat dihindari yang menyebabkan atau
berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien
sementara obat berada dalam pengawasan tenaga kesehatan atau pasien.
2.3.2 Tahapan Kejadiaan kesalahan pengobatan
Menurut NCC MERP, 2012, kejadian kesalahan pengobatan dapat dibagi
menjadi 3 yaitu kesalahan peresepan obat, kesalahan penyiapan obat dan
kesealahan pemberian obat.
1. Kesalahan peresepan adalah kesalahan yang dapat timbul karena pemilihan
obat yang salah untuk pasien. Kesalahan meliputi dosis, jumlah obat,
Kekurangan pengetahuan tentang obat yang diresepkan, dosis yang
direkomendasikan dan kondisi pasien berkontribusi dalam prescribing
errors. Faktor lain yang berkontribusi meliputi penulisan resep yang sulit
dibaca, sejarah pengobatan pasien yang tidak akurat, keraguan nama obat,
penulisan angka desimal pada obat, penggunaan singkatan, serta permintaan
secara lisan.
2. Kesalaahan penyiapan terjadi pada saat pelayanan resep atau peracikan,
yaitu saat resep diserahkan ke apotek sampai penyerahan obat kepada pasien.
Kesalaahan penyiapan terjadi sekitar 1-24% meliputi kesalahan dalam
pemilihan kekuatan atau pemilihan obat. Kesalaahan penyiapan juga dapat
terjadi pada setiap tahap selama proses penyiapan obat dari penerimaan resep
di apotek melalui pasokan dari produk sampai dibagikan kepada pasien.
Studi di Amerika Serikat telah memperkirakan bahwa kesalahan penyiapan
terjadi dengan tingkat 1-24%. kesalahan Pemberian Obat dapat merusak
kepercayaan pasien di apoteker dan meningkatkan kemungkinan kesalahan
prosedur. Kesalahan ini meliputi pemilihan produk obat. Hal ini terjadi
karena dua atau lebih obat memiliki penampilan yang sama atau nama yang
sama (LASA). Penggunaan komputerisasi pelabelan telah menyebabkan
munculnya kesalahan transkripsi dan pengetikan, dimana keduanya
merupakan penyebab paling umum dari kesalahan penyiapan. kesalahan
penyiapan yang berpotensial lainnya termasuk dosis yang salah, obat yang
salah, pasien yang salah.
3. Kesalahan dalam pemberian obat didefinisikan sebagai perbedaan antara
obat Terapi yang diterima oleh pasien dan obat terapi yang dimaksudkan
oleh penulisan resep (dokter). Kesalahan pemberian obat sebagian besar
melibatkan kelalaian dimana proses pemberian obat dihilangkan karena
berbagai faktor misalnya salah pasien, kurangnya stok. Jenis lain dari
kesalahan pemberian obat termasuk salah teknik pemberiani, pemberian obat
kadaluarsa dan pereparasi obat yang salah diberikan, Bisa juga karena salah
memberi penjelasan secara lisan kepada pasien sehingga pasien pun akhirnya
salah dalam menggunakan obat tersebut.
Medication error dapat terjadi pada setiap fase dalam menejemen logistik
farmasi seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.1: Diagram proses kesalahan pengobatan menurut Medication Practices
2002
Kejadian kesalahan pengobatan dalam rantai proses pengobatan, kesalahan
pengobatan dapat terjadi sejak resep dituliskan hingga pasien menggunakan obat
yang telah diresepkan. dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu
(1) fase peresepan obat, (2) fase pembacaan resep, (3) fase penyiapan obat dan (4)
fase pemberian obat oleh pasien. Kesalahan dalam pengobatan pada fase peresepan
obat adalah kesalahan yang terjadi pada fase penulisan resep. Fase ini meliputi :
obat yang diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien atau kontraindikasi,
tidak tepat obat atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan
aturan pakai. Pada fase pembacaan resep, kesalahan terjadi pada saat pembacaan
penyiapan hinga penyerahan resep oleh petugas apotek. Sedangkan kesalahan pada
fase pemberian adalah kesalahan yang terjadi pada saat penggunaan obat. Fase ini
dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya.
2.3.3 Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kesalahan Pengobatan
Kesalahan dapat terjadi pada beberapa langkah, dimulai dari pemberian
resep sampai penyediaan akhir obat ke pasien. Penyebab umum kesalahan medikasi
meliputi diagnosis yang tidak tepat, kesalahan pemberian resep, kekeliruan dalam
penghitungan dosis, praktek distribusi obat yang buruk, masalah terkait obat dan
perangkatnya, pemberian obat yang tidak tepat, adanya kegagalan komunikasi antar
tenaga kesehatan dan kurangnya edukasi pasien (AMCP, 2010).
Menurut American Society of Health-System Pharmacists (ASHP) dalam
Guideline on Preventing Medication Errors in Hospitals, penyebab-penyebab
umum yang memicu terjadinya medication error, yaitu diantaranya :
1. Adanya ambigu pada penunjukkan di label atau di dalam pengemasan.
2. Nomenklatur produk obat [Look-Alike-Sound-Alike (LASA) , penggunaan
huruf atau nomor prefiks dan sufiks dalam nama obat]
3. Adanya kegagalan atau kerusakan pada alat kesehatan
4. Resep yang tak terbaca
5. Transkripsi yang tidak tepat
6. Perhitungan dosis yang tak tepat
7. Personil yang tidak cukup terlatih
8. Menggunakan singkatan yang tidak dimengerti dalam resep
9. Kesalahan dalam pelabelan
10.Beban kerja yang berlebihan
11.Penyimpangan dalam kerja individu
2.3.4 Upaya – Upaya Pencegahan Kesalahan Pengobatan
Upaya intervensi untuk meminimalkan insiden belum sempurna tanpa
disertai upaya pencegahan. Upaya pencegahan akan lebih efektif jika dilakukan
bersama dengan tenaga kesehatan lain (multidisiplin) terkait penggunaan obat,
terutama dokter dan perawat. (Depkes, 2008).
Menurut The Academy of Managed Care Pharmacy (AMCP), terdapat
kunci- kunci untuk mencegah medication error, yang diantaranya :
1. Edukasi kepada pasien
Tenaga kesehatan professional harus menyediakan pendidikan pasien yang
adekuat tentang tata cara penggunaan obat yang tepat sebagai bagian dari program
pencegahan medication error. Beberapa contoh instruksi kepada pasien yang dapat
membantu mencegah medication error, antara lain :
a. Mengetahui nama dan indikasi pengobatan yang sedang dijalani
b. Membaca informasi obat di lembaran yang disediakan oleh Apoteker
c. Tidak berbagi obat
d. Selalu mengecek tanggal kadaluwarsa obat
e. Pelajari tentang penyimpanan obat yang benar
f. Jauhkan obat-obatan dari jangkauan anak-anak
g. Pelajari tentang peringatan dan interaksi obat
2. Prior Authorization
Program prior authorization digunakan oleh sistem perawatan kesehatan
sebagai alat untuk membantu dalam menyediakan kualitas, keuntungan
peresepean obat yang ekonomis dan efektif. Meningkatkan keselamatan pasien
dengan cara mempromosikan penggunaan obat yang tepat merupakan fungsi
integral dari program prior authorization ini. Medication error dapat dikurangi
oleh sistem prior authorization dengan berbagai cara.
3. Teknologi elektronik
a. Bar coding
Salah satu cara di mana teknologi elektronik dapat meningkatkan
keselamatan pasien dan mengurangi kesalahan pengobatan adalah melalui
coding adalah alat yang dapat membantu memastikan bahwa obat yang tepat dan
dosis yang tepat diberikan kepada pasien yang tepat. NCCMERP
merekomendasikan US Food and Drug Administration (FDA), the United States
Pharmacopeia (USP), and pharmaceutical manufacturers untuk berkolaborasi
dalam menciptakan teknologi bar coding dengan cara menanamkan informasi
berikut ke dalam bar kode obat :
Kode Obat Nasional (NDC) : nomor yang mengidentifikasikan obat,
bentuk sediaan dan kekuatan obat.
Lot/Kontrol/Nomor Batch : untuk membantu jika ada kasus
penarikan obat.
Tanggal kadaluwarsa : untuk membantu memastikan bahwa pasien
tidak menerima obat yang kadaluwarsa.
b. Electronic Prescription Record (EPR)
Sebuah rekam resep elektronik (EPR) mengandung semua data legal
yang diperlukan untuk diisi, diberi label, disiapkan dan/atau untuk memasukkan
permintaan pembayaran untuk peresepan. Apoteker menggunakan EPR sebagai
alat untuk mengurangi medication errors dengan cara memperhatikan interaksi
obat, duplikasi obat dan kontraindikasi. EPR ini juga dapat membantu
mengurangi medication errors dengan cara membantu Apoteker dalam
memonitor dan mengaudit penggunaan obat dan dengan cara memfasilitasi
komunikasi diantara tenaga kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kepada
pasien.
c. E-prescribing
Penggunaan peresepan elektronik dengan cara memasukkan perintah
resep pada komputer, yang dikenal sebagai Computerized Physician Order
Entry (CPOE). CPOE adalah teknologi yang dapat membantuk mencegah
beberapa kesalahan medik. Sistem CPOE memperkenankan dokter untuk
memasukkan perintah resep ke dalam komputer atau alat lain secara langsung,
dengan demikian dapat menghilangkan atau mengurangi kebutuhan resep tulisan
tangan secara signifikan. E-prescribing dan CPOE dapat mengurangi kesalahan
memastikan terminologi dan singkatan-singkatan yang tepat, dan mencegah
adanya resep yang ambigu dan informasi yang hilang pada resep.
1. Electronic Drug Utilization Review (DUR)
Proses DUR online memungkinkan Apoteker untuk mengatur
sebuah review dari urutan resep pada saat diperlukan dalam kegiatan
penyiapan obat dan secara pro aktif dalam mengatasi masalah obat, seperti
interaksi obat-obat, penggunaan obat yang berlebihan, penggunaan obat
yang kurang dan masalah alergi. Teknologi ini juga memungkinkan
Apoteker untuk menilai urutan resep pada saat meracik dan menggunakan
informasi dari rekam medik dan/atau apotek, dan untuk menentukan
kesesuaian terapi obat yang diresepkan.
2. Automated Medication Dispensing
Sistem dispensing otomatis saat ini digunakan secara luas sebagai
metode penyiapan obat yang intensif dan sedikit menggunakan tenaga
kerja. Sistem dispensing otomatis lebih efisien dalam melakukan
tugas-tugas Apoteker yang membosankan, gerakan yang berulang, yang
membutuhkan konsentrasi tinggi dan tugas pencatatan, dimana hal-hal
tersebut dapat menyebabkan dispensing errors.
3. Prosedur Kontrol Kualitas Internal
Kebanyakan pengaturan dispensing obat telah mengembangkan
prosedur evaluasi kualitas. Praktik-praktik ini memberikan evaluasi alur
kerja dan analisis pelaporan kesalahan, yang nantinya akan menghasilkan
perlindungan yang sangat baik dari medication error.
2.4 Near Miss (Kejadian Nyaris Cedera)
2.4.1 Defenisi Kejadian Nyaris Cedera
Kejadian Nyaris Cedara (KNC) adalah sebuah peristiwa yang tidak
direncanakan, yang tidak mengakibatkan cedera, sakit, atau kejadian yang
merugikan, tetapi memiliki potensi untuk terjadi. KNC ini sangat
menguntungkan karena dapat mencegah kerugian atau kematian, dan
selalu salah adalah akar penyebab peningkatan risiko yang mengarah KNC dan
harus menjadi focus perbaikan (National Safety Council Alliance,2013). Di
Indonesia data tentang Kejadian Tidak Dinginkan (KTD) apalagi KTD masih
langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang
belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia telah mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKP-RS). KNC merupakan suatu kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya diambil yang
dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, yang disebabkan
karena keberuntungan, pencegahan atau peringatan (KPP-RS, 2008).
KNC lebih sering terjadi dibandingkan dengan KTD, Data KNC harus
dianalisa agar pencegahan dan pembentukan sistem dapat dibuat sehingga
cedera tidak terjadi. Pada sebahagian besar kasus KNC memberi dampak pada
pembuatan model penyebab insiden (incident causation model) atau proses
hingga KNC. Model peyebab terjadinya insiden, KNC berperan sebagai pelapor
awal sebelum terjadinya KTD. KNC meyediakan 2 tipe informasi terkait dengan
keamanan pasien: (Robert, 2002 dalam Aspen 2004).
1. Kelemahan dari sistem pelayanan kesehatan (kesalahan dan kegagalan
termasuk tidak kuatnya sistem pertahanan)
2. Kekuatan dari sistem pelayanan kesehatan ( tidak ada perancanaan,
tindakan pemulihan secara informal.
Tujuan sistem pelaporan KNC (Kaplan,2002 dalam Yully.H.M,2013):
- Pemodelan: Bertujuan melihat lebih mendalam bagaimana kegagalan atau
kesalahan berkembang menjadi KNC. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi terjadinya kejadian diawal, bagaimana meningkatkan
keamanan pasien, bagaimana mencegah hal ini tidak terjadi, memberi penguatan
pada model pemecahan masalah yang diambil pada kasus sebelumnya.
- Arah atau kecenderungan yang bertujuan melihat kecenderungan terjadinya
terhadap terjadinya masalah, menyediakan cara pemecahan masalah yang paling
efektif dan prioritas untuk dijalankan,
- Meningkatkan kesadaran dan kehati-hatian
2.4.2 Prevalensi Kejadian Nyaris Cedera
Hasil penelitian di Rumah sakit Pondok Indah (RSIP) KNC lebih sering
terjadi Sebesar 73,7% dibandingkan dengan KTD 26,3 %. Bentuk KNC dan
KTD yang didapat dari laporan kejadian yaitu: ketidak sesuaian identifikasi
pasien seperti penulisan nomor medical record, nama pasien salah, penempelan
stiker, nama pasien tidak sama dengan penulisan manual, kesalahan penulisan
kamar pasien, kesalahan dalam pemberian obat (salah pasien, dosis, jenis obat),
sampel darah pasien tertukar, dan pasien jatuh (Yully,2011).
Hasil penelitian KNC di Rumah Sakit Umum Surya Husada, tenaga
Medis yang tidak melaksanakan pemberian tepat dosis 8,8%, ketidak tepatan
waktu 8,1%, Pendokumentasian yang benar 17,6% (Koen,2012). Laporan
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) oleh KKP-RS (Komite Keselamatan
Pasien-Rumah Sakit) di Indonesia pada bulan Januari-April 2011, menemukan bahwa
adanya pelaporan kasus KTD (14,41%) dan KNC (18,53%) yang disebabkan
karena proses atau prosedur klinik (9,26%), medikasi (9,26%), dan pasien jatuh
(5,15%). Sebuah penelitian di Utah dan Colorado (USA) melaporkan KNC
sebanyak 2,9% dimana 6,6%-nya meninggal dunia. Sebanyak 44.000 warga
Amerika meninggal setiap tahunnya akibat kesalahan medis (medical error)
(IOM, 2000). Sebuah sumber ketiga dan yang terbaru dari data prevalensi
berasal dari kantor Inggris Audit Nasional. Pada tahun 2003-2004, kurang lebih
885.832 KTD dan KNC terjadi di 256 kejadian akut pada National Health
Service (NHS), ambulans, dan Perserikatan Kesehatan Mental (96% di NHS);
2.5 Sosialisasi
Menurut Vembriarto ( dalam Khairudin 2008,: 63), menyebutkan Sosialisasi
adalah sebuah proses belajar yaitu proses akomodasi dengan mana individu menahan,
mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil cara hidup atau kebudayaan
masyarakatnya. Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap
ide-ide, pola-pola, nilai dan tingkah laku, dan standard tingkah laku dalam masyarakat di
mana ia hidup. Semua sifat kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu
disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan system dalam diri pribadinya.
Menurut Jaeger ( dalam Sunarti Kamanto 2000,: 33), Membagi dua pola sosialisasi
antara lain; Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan
hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada
penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Dalam pola sosialisasi represif, juga
menekanan pada kepatuhan karyawan dalam melakukan pekerjaan. Penekanan pada
komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah; penekanan titik berat
sosialisasi terletak pada pimpinan dan keinginan karyawan untuk berubah, dan peran
seluruh karyawan sebagai significant other. Sedangkan dalam Pola Sosialisasi yang
partisipatoris (participatory socialization), merupakan pola di mana karyawan diberi
imbalan ketika berperilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik.
Menurut tahapannya sosialisasi oleh dibedakan Berger dan Luckman (Soe’oed
dalam ihromi, 1999: 32), menjadi dua tahap yakni:
1. Sosialisasi primer, sebagai sosialisasi yang pertama dijalani individu semasa kecil,
melalui mana ia menjadi anggota masyarakat; dalam tahap ini proses sosialisasi
primer membentuk kepribadian anak kedalam dunia umum, dan keluargalah
yang berperan sebagai agen sosialisasi.
2. Sosialisasi sekunder, didefinisikan sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan
individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia objektif
masyarakatnya; dalam tahap ini proses sosialisasi mengarah pada terwujudnya
sikap profesionalisme (dunia yang lebih khusus); dan dalam hal ini yang
2.6 Root Cause Analysis (RCA)
2.6.1 Definisi RCA
Root Cause Analysis adalah proses terstruktur yang membantu dalam
mengidentifikasi faktor-faktor yang mendasari atau penyebab dari suatu
peristiwa yang merugikan atau nyaris cedera. Memahami faktor atau penyebab
dari kegagalan system dapat membantu mengembangkan tindakan yang dapat
mencegah terjadinya kesalahan. RCA merupakan suatu analisis sistematis dari
semua faktor yang mempengaruhi atau memiliki potensi untuk mencegah suatu
kesalahan. Metode ini dapat diaplikasikan untuk insiden berbahaya kepada
pasien yang sifatnya dapat dihindari, atau dalam KNC, dimana merupakan suatu
kejadian yang menempatkan pasien pada risiko berbahaya (WHO, 2008). RCA
adalah suatu metode yang digunakan untuk menunjukkan sebuah masalah atau
ketidaksesuaian, agar mendapatkan akar penyebab dari suatu masalah. RCA ini
digunakan sehingga dapat mengoreksi atau mengeliminasi penyebab suatu
masalah, dan mencegahnya agar tidak terulang kembali (Quality Management
and Training, 2008).
2.6.2. Alat dan Teknik RCA
Teknik RCA Menurut Quality Management and Training, terdapat
beberapa
alat dan teknik yang digunakan untuk melakukan RCA, yang diantaranya :
a. 5-Mengapa (Gemba Gembutsu)
5-Mengapa kadang-kadang disebut sebagai Gemba
Gembutsu, dimana artinya adalah tempat dan informasi dalam
bahasa Jepang. 5-Mengapa biasanya mengacu pada praktik
bertanya sebanyak 5 kali, mengapa kegagalan telah terjadi, agar
mendapatkan akar penyebab dari suatu masalah. 5-Mengapa
b. Analisis Pareto
Analisis Pareto merupakan teknik mudah yang digunakan
untuk membantu memilih perubahan yang paling efektif. Analisis
pareto merupakan teknik formal untuk menemukan perubahan
yang akan menghasilkan keuntungan yang besar. Sebagai contoh,
suatu produsen mungkin ingin menyusun mengapa konsumen
tidak lagi memilihnya sebagai supplier.
c. Diagram Tulang Ikan (Fishbone)
Diagram fishbone merupakan teknik yang sangat berguna
untuk RCA yang lebih kompleks. Tipe diagram ini
mengidentifikasikan semua proses dan faktor potensial yang
berkontribusi pada suatu masalah.
Gambar 2.2: Model Diagram Fisbone
d. Brainstorming atau Wawancara
Kebanyakan orang familiar dengan teknik brainstorming
atau wawancara. Kumpulkan semua ide sebanyak mungkin dari
semua partisipan tanpa adanya kritik atau penghakiman ketika
partisipan menyampaikan idenya.
e. Analisis Proses, Pemetaan dan Flow Chart
Flowchart mengatur informasi tentang sebuah proses secara
grafis sehingga terlihat jelas dampak yang akan muncul dalam
suatu proses.
f. Pohon Kesalahan (Fault Tree)
Metode ini merupakan teknik grafis yang menyediakan
deskripsi sistemik pada kombinasi kejadian yang mungkin dalam
suatu sistem, yang dapat mengakibatkan hasil yang tak
diinginkan. Metode ini dapat mengombinasikan kegagalan sistem
dan manusia.
g. Lembar Pengecekan (Check Sheets)
Teknik ini sederhananya digunakan untuk mengumpulkan dan
merekam data.Data yang dihasilkan biasanya numerik, tetapi bisa
juga digunakan untuk tujuan lain, seperti membuat daftar
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN KATEGORISASI KNC
3.1 Kerangka Konsep
Menurut Wehrli, G., Nyquist, J.G. (2003) banyak setrategi tehnik yang digunakan untuk menyampaikan sosialisasi dengan berbagai macam tehnik. Proses sosialisai dengan menggunakan berbagai media, baik berupa media komunikasi seperti brosur, poster, leaflet, spanduk, dan baliho, maupun melalui media elektronik, seperti internet,cakram optik (compact disk atau DVD), radio dan televisi. Berikut tehnik dan media yang digunakan untuk menyampaikan sosialisasi.
Intervensi sosialisasi
Brain storming
Diskusi terarah
Belajar mandiri
persentase
Kesadaran diri
Tehnik yang digunakan
Media yang digunakan
lefleat
sepanduk
billboard
Media elektronik
Media cetak
3.2 Definisi Operasional dan Kategorisasi KNC
Definisi operasional mendefinisikan variable secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena (Alimul Hidayat, 2007). Kategorisasi KNC dapat ditentukan bila telah
terjadi insiden KNC lebih dari 0%, dengan kata lain bila hasil persentase suatu
variabel adalah 0%, maka tidak termasuk KNC, dan melihat apakah terjadi
penurunan KNC setelah dilakukan intervensi sosialisasi, bila hasil KNC menurun
maka intervensi sosialisasi dapat mempengaruhi penurunan KNC. Definisi
c. Perintah
pengobatan yang tidak terbaca
Segala sesuatu yang diperintahkan di resep, seperti nama, dosis, rute pemberian, dan aturan pakai tidak tertulis jelas
atau menggunakan
singkatan yang tidak
lazim sehingga dalam proses mengambil dan meracik obat, seperti
melakukan teknik
dan menyimpan obat
Tidak terisi lengkapnya komponen etiket dan tidak sesuai dengan perintah atau aturan pakai yang memadai. formularium rumah sakit atau kosongnya stok obat tindakan edukasi atau
pasien pada saat
penyerahan obat.
Informasi obat kepada
pasien,
sekurang-kurangnya meliputi nama, indikasi, dosis, frekuensi pemberian, cara pemakaian obat, dan instruksi tertentu (misal,
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit TNI AL Dr.
Mintohardjo yang beralamat di Jl. Bendungan Hilir No 17 Jakarta Pusat 10210 dan
waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan April sampai Mei 2016, pada pukul
10.00 – 14.00 WIB.
4.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian Quasi Eskperimen pre dan post
sosialisasi yang dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan analisis
statistik parametik dengan menggunakan metode Paired T-test. Penelitian ini
bersifat prospektif dengan melakukan evaluasi terhadap KNC di apotek rawat
jalan pada April – Mei 2016.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi yang digunakan sebagai objek penelitian adalah seluruh resep
yang masuk pada pasien rawat jalan yang masuk ke Apotek rawat jalan Rumah
Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo.
4.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan semua resep
rawat jalan yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian yang terdapat di
Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo pada April – Mei
4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi
4.4.1 Kriteria inklusi
Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh resep
yang masuk ke apotek dan yang mengalami KNC di apotek rawat jalan Rumah
Sakit TNI AL Dr.Mintohardjo pada jam 10.00 – 14.00 pada bulan April-Mei
2016.
4.4.2 Kriteria ekslusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah resep-resep yang tidak
mengalami KNC dan resep obat yang masuk diluar jam 10.00-14.00.
4.5 Prosedur Penelitian
Terdapat tiga tahapan penelitian yang dilakukan, yaitu tahap
perencanaan, pengumpulan data, dan pengolahan data.
4.5.1. Tahap perencanaan dan persiapan
Tahap perencanaan dimulai dengan penentuan masalah yang akan
diteliti. Di dalam penentuan masalah ditetapkan masalah yang akan
diteliti, dalam hal ini tingkat pencegahan KNC pada peresepan,
penyiapan dan pemberian obat. Tahap persiapan dimulai dengan
membuat dan menyerahkan surat permohonan izin pelaksanaan
penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta kepada Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo.
4.5.2 Tahap pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi langsung
seluruh resep yang masuk di Apotek rawat jalan dan melakukan
intervensi sosialisasi KNC di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo
pada bulan April – Mei 2016. Adapun rincian dari variabel-variabel
Tabel 4.1 : Rincian variabel penelitian
Variabel Aspek-aspek yang diamati
Peresepan Obat 1. Kelengkapan resep
Lengkap secara administrasi (data pasien, paraf dokter, legalitas narkotik dan kesesuaian dengan formularium)
Lengkap secara farmasetik (bentuk sediaan dan
ketercampuran obat).
Lengkap secara klinis (nama obat, dosis, signa, rute pemberian, frekuensi pemberian dan interaksi obat).
2. Dosis dan jumlah tidak tepat
3. Resep atau perintah pengobatan yang tidak terbaca
Penyiapan Obat 1. Salah mengambil obat dan meracik obat
Mengambil obat dalam banyak wadah sekaligus
Melakukan aturan peracikan yang tidak benar
Menyiapkan dan meracik obat di tempat yang banyak gangguan (cahaya kurang, bising, ruang peracikan yang terlalu sempit).
2. Salah dalam penyimpanan obat
Penyimpanan obat tanpa identitas yang jelas
Susunan obat yang membingungkan
Penyimpanan obat LASA yang berdekatan
Menyimpan obat kadaluwarsa.
3. Salah dalam pemberian label atau etiket
Memberi etiket yang tidak sesuai dengan perintah atau
aturan pakai yang memadai
Pemberian Obat 1. Pemberian informasi terkait obat yang tidak benar,
tidak jelas, dan ada informasi yang tertinggal. Informasi obat kepada pasien, sekurang-kurangnya meliputi aturan pakai obat, interaksi obat, baik itu interaksi obat-obat maupun interaksi obat-makanan, penyimpanan obat, efek samping obat, dan jangka waktu pengobatan
2. Pemberian obat tidak lengkap , dimana pasien tidak menerima obat sesuai permintaan dokter. Sehingga pasien tidak meminum obat.
Proses pengambilan data dilakukan dengan mengamati alur
penyiapan, melakukan pengecekan obat sebelum diberikan kepada pasien
dan melakukan pemberian obat kepada pasien serta mencatat semua tipe
4.5.3 Tahap melakukan intervensi sosialisasi
Intervensi sosialisasi dilakukan dengan melakukan penyuluhan hasil
sosialisasi KNC yang sudah dilakukan pengamatan selama bulan April,
sosialisasi dilakukan pada tanggal 4 Mei 2016, intervensi hanya
dilakukan pada tahap penyiapan dan pemberian obat. Yang nantinya
akan dilakukan penelitian kembali dibulan Mei sebagai pembanding
untuk melihat dampak hasil intervensi sosialisasi.
4.5.4 Tahap manajemen data
Manajemen data dilakukan dengan cara mentranskrip data yang telah
didapat menjadi data rekapitulasi KNC yang dikumpulkan ke dalam
komputer.
4.6. Alat Pengumpulan Data
Alat yang dipakai dalam pengumpulan data ini adalah lembar kerja
insiden KNC yang dipakai untuk memperoleh data seluruh variabel penelitian
dan seluruh resep yang masuk ke apotek rawat jalan di Rumah Sakit TNI AL Dr.
Mintohardjo yang dibantu dengan alat tulis dan alat-alat yang digunakan untuk
mendokumentasikan penelitian, seperti foto dan lain-lain. Data yang
dikumpulkan merupakan data sekunder yang diperoleh dari seluruh resep rawat
jalan yang masuk di apotek rawat jalan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo
pada bulan April-Mei 2016.
4.7. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Editing data
Editing data merupakan kegiatan pengecekan laporan KNC
apakah data yang didapat sudah lengkap dan jelas. Apabila data yang
didapat masih memiliki kekurangan, maka dapat segera dilengkapi.
b. Coding data
Coding data merupakan kegiatan merekapitulasi data KNC yang
bilangan agar lebih mudah diinterprestasikan. Data KNC yang telah
berbentuk angka atau bilangan tersebut selanjutnya dikelompokkan ke
masing-masing tahap peresepan, penyiapan dan pemberian obat.
c. Entry data
Entry data merupakan kegiatan memproses data yang telah
dikelompokkan sebelumnya. Rekapitulasi data KNC tersebut selanjutnya
diinput ke dalam komputer untuk melihat persentase KNC pada proses
peresepan, penyiapan dan pemberian obat yang telah diamati.
d. Tabulasi
Peroses penempatan data kedalam bentuk tabel yang telah doberi
kode sesuai dengan kebutuhan analisa. Penelitian memasukkan data yang
telah dilakukan proses coding kedalam Microsoft Excel dalam bentuk
tabel.
e. Cleaning data
Data yang telah diinput ke dalam komputer selanjutnya diperiksa
kembali untuk memastikan bahwa data sudah bersih dari kesalahan dan
siap untuk dianalisis.
f. Analisis Data
Analisis data kualitatif menggunakan Microsoft Excel untuk
mendeskripsikan secara objektif dan memaparkan fenomena yang terjadi
dengan bantuan table atau gambar. Kemudian dilanjutkan dengan
pengolahan data penyiapan dan pemberian obat (data yang mengalami
intervensi) menggunakanan analisa statistik parametik SPSS dengan
menggunakan metode Paired T-test.
Fishbone diagram merupakan alat visual untuk mengidentifikasi,
mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua
penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Konsep dasar
dari fishbone diagram adalah permasalahan mendasar diletakkan pada
bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari kerangka tulang
4.8. Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan
program Statistical Package for the Social Science (SPSS) 16.0. Confidance Interval
(CI) yang digunakan sebesar 95% dengan nila α = 0,05. Pengolahan data yang
dilakukan meliputi:
4.7.1 Analisa Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang digunakan untuk
menganalisis setiap variabel yang ada secara deskriptif (Notoatmojo,
2003). Adapun penerapan analisa univariat pada penelitian ini adalah
analisa KNC pelayanan kefarmasian pada tahap peresepan, penyiapan,
dan pemberian obat yang didapat dari hasil observasi KNC yang masuk
pada bulan April – Mei 2016 di Rumkital Dr. Mintohardjo. Analisa yang
dilakukan didasarkan dari pengamatan satu persatu dan pencatatan semua
tipe KNC di formulir yang telah dibuat.
4.7.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan/berkolerasi. Analisa data sampel
menggunakan analisis statistik parametik dengan menggunakan metode
Paired T-test. Sampel yang diuji adalah sampel sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi sosialisasi yaitu pada tahap penyiapan dan
pemberian obat. Paired T-test adalah uji yang digunakan untuk
menentukan apakah ada perbedaan rata – rata dua sampel yang
berpasangan, sampel berpasangan merupakan sampel dengan subjek
yang sama, tetapi mendapat dua perlakuan atau pengukuran yang
berbeda. Cara mengambil keputusannya adalah melihat nilai korelasi (r)
pada kolom Paired Sampels Correlations dan nilai Sig.(2-tailed) dan
nilai uji t pada kolom Paired Sampels Test dari hasil SPSS Statistic 16.0.
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
H0 : tidak ada perbedaan nilai sesudah dan sebelum dilakukan
sosialisasi
Nilai Sig (2-tailed) adalah kesimpulan taraf signifikan, nilai
signinifikansi kepercayaan 95% sebagai berikut:
a. singnifikansi: P < 0,05 ada perbedaan, berarti H0 ditotak
b.singnifikansi: P > 0,05 tidak ada perbedaan, berarti H0 diterima
Uji Paired T-test digunakan untuk menganalisa univariat untuk
mengetahui hubungan kolerasi dan kekuatan sampel berpasangan dan
melihat apakah ada perbedaan sesusah dan sebelum dilakuakn interpensi
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 HASIL PENELITIAN
Penelitian tentang KNC pelayana kefarmasian ini dilakukan
terhadap total sampel resep rawat jalan di Rumah Sakit TNI AL Dr.
Mintohardjo pada bulan April dan Mei dengan mengamati semua KNC
pelayanan kefarmasian peresepan, penyiapan dan pemberian obat. Dalam
pengkajian KNC Pelayanan Kefarmasian ini mengacu kepada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/PER/VII/2011 tentang Keselamatan Pasien dan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan keputusan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004.
Melalui hasil pengamatan resep rawat jalan pada bulan April – Mei 2016
masih banyak yang mengalami KNC pelayanan kefarmasian setiap
harinya, dapat dilihat ditabel 2 .
Tabel 5.1 Data KNC pelayanan kefarmasian April – Mei 2016
Jumlah Bulan April Bulan Mei
Resep 3512 resep 4112 resep
KNC 1359 resep 1182 resep
5.1.1 Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian pada bulan April
Berdasarkan hasil pengamatan pada tahap peresepan obat
meliputi data pasien, bentuk sediaan,nama, signa,rute pemberian, dosis
dan jumlah obat, perintah pengobatan yang tidak terbaca. Penyiapan obat
meliputi salah mengambil dan menyiapkan obat, ketidaklengkapan
pemberian etiket, obat tidak tersedia di apotek dan tahap terakhir
pemberian obat meliputi pemberian informasi tidak tepat. Data KNC