LAPORAN TUGAS AKHIR TENTANG
PELAKSANAAN PENAGIHAN UTANG WAJIB PAJAK MELALUI SURAT PAKSA DAN SURAT PERINTAH MELAKSANAKAN PENYITAAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA
LUBUK PAKAM
OLEH :
NAMA : JULIUS CAESAR HATORUSAN NIM : 122600014
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan YME atas rahmat dapn
karunia-Nya dapat menyelesaikan Proposal Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang berjudul “ Pelaksaan Prosedur Penyitaan Barang Wajib Pajak Akibat Utang
Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Pakam” dalam waktu yang telah
ditentukan.
Dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini banyak bantuan yang diterima
baik berupa moral maupun material serta bimbingan yang banyak membantu penulis
dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin M.Si, selaku Dekan Fisip USU
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Ketua Program Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.
3. Ibu Arlina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Diploma III
Administrasi Perpajakan FISIP USU.
4. Seluruh Bapak/Ibu Staf Pegawai Diploma III Administrasi Perpajakan
Fisip USU yang telah banyak membantu dan memberikan masukan
selama masa perkuliahan sampai dengan selesainya Laporan Tugas Akhir
5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP
USU yang telah memberikan ilmunya selama penulis menjalani
perkuliahan.
6. Drs. Edward, MSP, Selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian Laporan Tugas
Akhir ini.
7. Bapak Marihot P Siahaan selaku supervisor lapangan yang telah
meluangkan waktunya dan membantu saya mendapatkan data yang
diperlukan dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.
8. Kedua Orang Tua saya tercinta, Jaksan Gultom dan Ibu saya Marion
Nainggolan, yang telah memberikan semangat, doa dan dukungan berupa
moral dan material kepada penulis selama menimba ilmu di Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, saya menyadari adanya
kelemahan dan kekurangan dari segi isi, bahasa, maupun penyajiannya. Akan
tetapi, penulis telah berusaha secara maksimal dalam penyusunan Laporan Tugas
Akhir ini. Penulis juga memohon maaf apabila terjadi kesalahan kata - kata dalam
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga Laporan Tugas Akhir ini
dapat bermanfaat bagi pembaca nantinya.
Medan, 7Juli 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL DAN BAGAN ... viii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1
B. Tujuan Dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 7
C. Uraian Teoritis ... 10
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 13
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 14
F. Tekhnik Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 16
G. Sistematika Penulisan Laporan ... 17
BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM ... 20
A. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 20
B. Letak Geografis Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 24
C. Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 24
D. Struktur Organisasi kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam... 26
E. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 28
F. Gambaran Pegawai kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ... 35
BAB III : GAMBARAN DATA DAN TEORI PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENYITAAN ... 40
A. Pengertian Tentang Pajak ... 40
1. Pengertian Penagihan Pajak ... 42
2. Penagihan Utang Pajak ... 43
3. Surat Tagihan Pajak ... 43
4. Surat Ketetapan Pajak ... 44
5. Surat Teguran ... 46
C. Penagihan Pajak dengan Surat Pajak (PPSP) ... 48
1. Dasar Hukum ... 48
2. Pengertian Surat Paksa ... 47
3. Isi dan Karakteristik Surat Paksa ... 46
4. Penerbitan Surat Paksa ... 46
5. Fungsi Surat Paksa ... 47
6. Mekanisme Penagihan Pajak ... 47
D. Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa... 53
E. Tata Cara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ... 48
F. Penagihan Seketika Sekaligus ... 51
G. Pelaksanaan Penyitaan Menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Dengan Surat Paksa ... 52
1. Barang Penanggung Pajak Yang Dapat Disita ... 53
2. Barang Bergerak Yang Dapat Disita ... 54
3. Barang Tidak Bergerak Yang Dapat Disita ... 55
4. Barang Yang Dikecualikan Dari Penyitaan ... 55
5. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan ... 56
6. Tahap-tahap Pelaksanaan Penyitaan ... 57
BAB IV ANALISI DAN EVALUASI ... 61
B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak Dengan Surat
Paksa ... 65
C. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 69
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
Halaman Tabel 2.1 Jumlah Pegawai Berdasarkan Unit/Seksi KPP Lubuk Pakam ... 35 Tabel 2.5 Sebaran Jumlah Pegawai KPP Pratama LubukPakam ... 37 Tabel 4.2 Gambaran Data Surat Teguran dan Surat Paksa Untuk Wajib Pajak KPP Pratama Lubuk Pakam ... 67
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktek Kerja Latar Lapangan Mandiri
Keberhasilan pembangunan yang dilakukan oleh segenap bangsa tidak lepas dari
partisipasi semua pihak. Pelaksanaan pembangunan sebagai proyek besar tentu
memerlukan bukan saja partisipasi aktif seluruh bangsa, tetapi juga pembiayaan yang
tidak kecil. Beban biaya yang ditimbulkan untuk menjaga kelangsungan
pembangunan tidak hanya dibebankan kepada negara. Dalam hal ini peran negara
dalam mengalokasikan sumber-sumber pendapatan, seperti dari pengelolan minyak
bumi, hasil tambang, dan ekspor barang non migas yang kesemuanya dapat cepat
habis, sementara selama ini negara sangat mengandalkan bantuan atau hibah dari luar
negeri, seperti dari IMF, World Bank, CGI, dan lain sebagainya demi kelanacaran
pembangunan nasional. Dengan mengandalkan bantuan atau hibah tersebut akan
menyebabkan beban ketergantungan perekonomian yang berdampak negara luar
dengan kekuatan ekonominya yang kuat akan mendikte kehidupan kenegaraan, baik
dalam dalam strata vertikal maupun horizontal. Menyadari hal yang demikian salah
satu sektor yang dominan sebagai sumber pendapatan negara adalah sektor pajak
bahkan dalam APBN peran pajaklah yang menjadi dominan, dalam tahun 2015 ini
pemerintah menargetkan 70 % (1.224,7 triliun) terhadap total peneriman negara.
selama 5 tahun terakhir yang berkisar 55%-60% terhadap total penerimaan negara.
Sektor pajak yang bersumber dari rakyat sangat strategis baik untuk sumber
pengumpulan dan juga untuk mengatur irama kegiatan perekonomian nasional.
Undang-undang 1945 pasal 23 ayat (2) menegaskan bahwa segala pajak untuk
keperluan negara berdasarkan Undang-Undang. Dalam penjelasan pasal 23 ayat (2)
disebutkan;
Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup, harus ditetapkan
oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan dewan perwakilan rakyat. Rakyat
menentukan nasibnya sendiri. Karena bersumber dari rakyat sangat
dibutuhkan kesadaran dan kedewasaan dalam membayar pajak. Disamping
menyadari akan haknya untuk menikmati hasil-hasil pembangunan tidak kalah
penting juga adalah untuk memenuhi kewajibannya sebagai warga negara
yang baik yaitu membayar pajak, dan ini merupakan salah satu bentuk
kewajiban kenegaraan.
Indonesia telah 3 (tiga) kali melakukan reformasi perpajakan yaitu
pertama tahun 1983 di keluarkannya Undang-Undang No 6 Th 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. kedua tahun 1994 dilakukan
perubahan dan penyempurnaan sesuai dengan tuntutan perubahan sistem
perekonomian.Undang-Undang No 9 Th 1994 tentang UU No 6 Th 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan yang ketiga pada
kembali mengeluarkan serangkaian Undang-Undang untuk mengubah
Undang-Undang yang telah ada Undang-Undang No 16 Th 2000 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang No 6 Th 1983 tentang Ketentuan
Umum & Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang No 19 Tahun 2000
tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Pada hakekatnya tujuan
diadakan reformasi adalah untuk menjalankan fungsi budgeter dan regulasi.
Keberhasilan kebijakan fiskal yang diambil pemerintah tidak hanya dilihat
dari perangkat perundang-undangnya tetapi harus diimbangi dengan
pelayanan umum yang baik sebagai bentuk pengembalian pajak yang telah
dibayarkan oleh masyarakat dengan didukung kesadaran dan kemampuan dari
masyarakat dalam membayar pajak. Kedua hal inilah yang sangat
berpengaruh dalam berhasil tidaknya sektor perpajakan. Demikian pula
kebijakan yang diambil pemerintah Undang-Undang No.16 Tahun 2000 yang
mengenai tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan terlihat adanya
upaya paksa dari pemerintah(negara) untuk memperoleh pajak dari rakyat.
Salah satu cara upaya paksa dari negara yaitu dengan memberikan sanksi
bagi wajib pajak yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Perlunya
ditetapkan ketentuan tentang sanksi ini disebabkan karena tidak dapat
diharapkan dari wajib pajak pun yang akan melaksanakan kewajiban
perpajakan secara sukarela. Hal ini disebabkan karena membayar pajak tidak
seperti membeli barang , uang dibayar barang diterima, tetapi membayar
yang beranggapan membayar pajak dianggap mengurangi kekayaan.
Ketentuan memberi sanksi merupakan alat yang utama untuk memaksa
seseorang mematuhi ketentuan undang-undang yang ada dan fungsi sanksi
dalam hukum berguna untuk memberikan kewibawaan terhadap
undang-undang tersebut.
Dalam melaksanakan pemugutan pajak, negara indonesia menganut
self assessment system. Dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang,
sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat
dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk
dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak
Ditengah gencarnya pemerintah melalui Direktorat Jendral Pajak
untuk meningkatkan penerimaan pajak, yang dalam prakteknya sering kali
dijumpai adanya pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk
membayar pajaknya, sehingga untuk melakukan penagihan pajak ini ditempuh
dengan upaya hukum yang bersifat mengikat dan memaksa yaitu dengan
melakukan tindakan Penagihan Aktif berupa Penyampaina Surat Teguran,
Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP), pengumuman
lelang dan dilaksanakan menurut ketentuan peraturan perundang undangan
yang berlaku. Dengan adanya Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, Wajib
kewajibannya. Jika setelah dilakukan penagihan mengunakan surat paksa,
wajib pajak tersebut masih tetap tidak mau membayar pajaknya, maka
kepadanya dapat dikenakan penyitaan atas hartanya. Penyitaan merupakan
upaya terakhir yang dapat dilakukan dalam rangka menagih pajak, adanya
penyitaan barang milik wajib pajak ini mengakibatkan harta orang tersebut
tidak dapat dipergunakan lagi seperti semula sebab hak kepemilikannya sudah
diambil alih oleh negara sebagai barang sitaan atas utang pajak yang elum
dilunasi
Dilihat dari akibat-akibat Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan
dengan proses penyitaan yang sangat tidak menyenangkan itu, maka
penagihan pajak dengan penyitaan tidak dapat dilakukan dengan sewenang
wenang. Dibutuhkan landasan yuridis khusus yang menjadi landasan hukum
bagi penagihan pajak dengan surat paksa dan penyitaan. Adapun landasan
yuridis penagihan pajak dengan surat paksa dan penyitaan adalah pasal 23a
amandemen keempat udang-undang 1945, undang-udang nomor 16 tahun
2009 perubahan atas undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan, undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang
penagihan pajak dengan surat paksa, walaupun sudah ada landasan
yuridisinya, masih banyak wajib pajak yang tidak membayar pajak tepat pada
(jurusita pajak) untuk melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa dan
penyitaan.
Oleh sebab itu untuk menunjang sepenuhnya pelaksanaan penagihan
pajak serta mengingat perlu adanya peraturan perundangan yang dapat
mengatasi permasalahan mengenai tunggakan pajak, maka ditetapkan
undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa.
Masih sering dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak
dilunasinya utang pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang
mempunyai kekuatan hukum yang memaksa, merupakan pertimbangan
khusus tentang keluarnya undang-undang nomor 19 tahun 2000 tentang
pengihan pajak dengan surat paksa dengan harapan agar dapat mengatasi
semua permasalahan yang ada dalam hal penagihan pajak, khususnya masalah
penunggakan utang pajak oleh wajib pajak .
Penagihaan pajak dengan penyitaan yang dilakukan oleh Juru Sita
pajak dengan mengunakan surat perintah melaksanakan penyitaan (SPMP)
dilaksanakan apabila wajib pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan
kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam
pemberitahuan sebelumnya (surat paksa), jadi pelaksanaan dalam proses
penagihan tunggakan atas utang pajak mempunyai perananan yang sangat
penting yang bisa menentukan berhasil atau tidaknya proses penagihan
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan
praktik kerja lapangan mandiri (PKLM) dengan judul “Pelaksanaan Penagihan Utang Wajib Pajak Melalui Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam”
B. Tujuan Dan Mamfaat Praktek Kerja Lapangan Mandiri
1. Tujuan Penelitian Praktek Kerja Lapangan Mandiri
Setiap kegiatan yang dilakukan tentunya memiliki tujuan. adapun tujuan
yang ingin dicapai dalam melaksanakan praktek kerja lapangan madiri
(PKLM) ini adalah :
1.1Mengetahui kriteria persyaratan wajib pajak patuh.
1.3Mengetahui mekanisme dan prosedur pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan.
1.4Mengetahui bagaimana prosedur penerbitan dan pelaksanaan surat perintah melaksanakan penyitaan (SPMP) di Kantor Pelayanan Pratama Lubuk
Pakam.
1.5Mengetahui bagaimana cara penyelesaian masalah dalam pelaksanaan penagihan dengan penyitaan.
2. Mamfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Praktek kerja lapangan mandiri ini tetntunya diharapkan dapat
memberikan mamfaat bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya,
diantaranya adalah ;
2.1Bagi Mahasiswa
a. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang perpajakan khususnya
pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan.
b. Mengaplikasikan teori dan disiplin ilmu yan telah dipelajar khususnya
tentang penagihan pajak terhadap masalah-masalah yang nyata dalam
kehidupan dunia kerja dalam upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak
c. Mendapatkan pengalaman nyata dilapangan sehingga dapat menambah
wawasan serta meningkatkan prestasi dan keahlian kerja.
d. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan mendapatkan pengalaman
dalam penagihan pajak dengan penyitaan.
2.2Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
a. Memberikan uji nyata atas disiplin ilmu yang telah disampaikan semasa
perkuliahan.
b. Mempererat hubungan dan membina kerja sama baik antara Universitas
Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi
Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik dengan Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.
c. Mengusahakan umpan balik untuk evaluasi dan penyempurnaan
kurikulum sehingga mampu mencapai standar mutu pendidikan.
d. Membuka interaksi antar Program studi Diploma III Administrasi
Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik dengan instansi
pemerintahan.
a. Memberikan masukan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk
Pakam atas pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan dalam
meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
b. Promosi hubungan baik dan peningkatan kerja sama yang lebih baik
dengan Universitas Sumatera Utara khususnya Program studi Diploma III
Administransi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politk.
c. Membantu pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dalam
penyuluhan dan sosialisasi perpajakan kepada masyarakat sebagai wajib
pajak melalui mahasiswa peserta Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang
nantinya diaharapkan akan mengabdikan ilmu perpajakan yang
dimilikinya kepada masyarakat.
C. Uraian Teoritis Praktek Kerja Lapangan Mandiri 1. Definisi Pajak
1.1.Berdasarkan undang-undang no.28 tahun 2007 tentang ketentuan umum
dan tata cara perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yan
tertuang oleh orang pribadi dan badan yang bersifat memaksa berdasarkan
udang -undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat.
2.1.Menurut Erly Suandi, (2011:165)
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan
surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyendaraan, menjual barang-barang yang telah disita.maka sebagian dasar dari
penagihan pajak dilakukan adaah diakibatkan karena adanya utang pajak dari wajib
pajak.
Menurut Erly Suandi, (2011:169) utang pajak adalah pajak yang masih harus
dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang
tercantum di dalam surat ketetapan pajak, atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tenang Penagihan Pajak
Penagihan pajak dengan surat paksa, utang pajak adalah pajak yang masih
harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang
tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasrkan ketentuan
peraturan perundang-udangan perpajakan.
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka
pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut;
3.1.Adil
Sesuai dengan tujuan hukum yakni mencapai keadilan undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan pajak
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata serta disesuaikan
dengan kemampuan wajib pajak.
3.2.Yuridis
Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23A, hal ini memberikan jaminan hukum
yang menyatakan keadilan baik bagi negara dan warganya.
3.3.Ekonomis
Pemungutan pajak tidak boleh menggangu kelancaran kegiatan produksi
perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat.
3.4.Finansial
Biaya pemungutan pajak harus ditekan sehingga lebih rendah dari hasil
pemungutan.
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
4. Dasar Hukum Penagihan Pajak
4.1. Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 18 Tentang Surat Tagihan Pajak
Menyatakan bahwa Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, Dan Surat Ketetapan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Serta Putusan Peninjauan Kembali,
yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan
dasar penagihan pajak.
4.2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak
Penagihan pajak dengan surat paksa : penyitaan merpakan tindakan penagihan
lebih lanjut setelah surat paksa yang hanya dapat dilakukan setelah lewat batas waktu
2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan, yang artinya bahwa penyitaan ini dapat
dilakukan apabila surat paksa telah diterbitkan atau dengan kata lain bahwa penyitaan
ini merupakan kelanjutan dari penerbitan surat paksa dalam proses penagihan pajak
aktif.
Penyitaan dilaksanakan oleh Juru Sita pajak dengan disaksikan sekurang –
kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Juru
Sita pajak, dan dapat dipercaya. Setiap penyitaan Juru Sita membuat berita acara
D. Ruang Lingkup Praktek Kerja Lapangan Mandiri
Dalam laporan Praktek Kerja Lapangan Mandiri ini, yang menjadi ruang lingkup
penulisan adalah :
1. Teknik prosedur kerja kegiatan penagihan pajak yang dilaksanakan
seksi penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
2. Mekanisme dan prosedur pelaksanaan penagihan pajak dengan
penyitaan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Lubuk Pakam terhadap wajib pajak yang kurang patuh dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya.
3. Kendala – kendala apa saja yang dihadapi dalam proses penagihan
pajak dan upaya- upaya yang di tempuh dalam mengatasinya
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Adapun metode dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri sebagai
berikut :
1. Tahap Persiapan
2. Studi Pustaka
Penulisan melakukan studi literature ke berbagai sumber bacaan yang
berkaitan dengan judul dan proposal tersebut yang merupakan dasar teori yang
mendukung pembuatan laporan seperti buku-buku, majalah, Koran,
undang-undang maupun literature yang berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakukan
oleh penulis dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
3. Observasi Lapangan
Melakukan pengamatan secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Lubuk Pakam untuk mengatahui keadaan kinerja pada kantor tersebut dan untuk
mendapatkan gambaran mengenai masalah yang diteliti.
4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data juga penulis lakukan demi menunjang keberhasilan dari topik
yang dibahas, dalam hal ini data-data bersumber dari Kantor Pelayanan Lubuk
Pakam, dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri ada dua macam yang digunakan :
4.1.Data sekunder yaitu data yang bersumber dari buku-buku perpajakan, diktat
perpajakan, modul ketentuan umum dan tata cara perpajakan
4.2.Data priemer yaitu data yang bersumber dari orang yang berkompeten dan
menguasai sebagai pengambil kebijakan pada Kantor Pelayanan Pajak
5. Analisis Data Dan Evaluasis
Disini penulis akan menganalisa data dan mengevaluasi kembali secara
deskriptif kwalitatif, sehingga memberikan gambaran secara umum maupun khusus
dari obyek Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
F. Tekhnik Pengumpulan Data PKLM
Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan
dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Penulis menggunakan beberapa
metode yaitu
1. Wawancara (interview)
Dengan cara melakukan komunikasi dan Tanya jawab secara langsung dengan
pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam mengenai hal-hal yang menjadi
objek pembahasan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
2. Pengamatan (Observation Guide)
Dengan melakukan pengamatan langsung dan melakukan pencatatan data
yang diperlukan untuk pembahasa masalah.
3. Daftar Dokumentasi
Yaitu data atau informasi yang diperoleh melalui studi literature seperti:
sumber-sumber pustaka, undang-undang perpajakan, dokumentasi maupun literature lain
G. Sitematika Penulisan PKLM
dalam pelaporan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini penulis
menguraikan penulisan tersusun secara sistematika. Adapun sistematika penulisan
yang akan dilakukan dalam penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini
adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, tujuan dan mamfaat
praktik kerja lapangan mandiri, uraian teoritis, ruang lingkup, metode PKLM, metode
pengumpulan data dan sistematika penulisan.
BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang gambaran umum obyek pajak
praktik kerja lapangan mandiri, sejarah singkat, visi dan misi, struktur organisasi serta
uraian tugas pokok dan fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.
BAB III : GAMBARAN DATA DAN TEORI PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENYITAAN
Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai gambaran pajak secara umum
beserta fungsi, jenis, subyek dan obyek pajak, serta membahas mengenai gambaran
umum penagihan pajak, serta dasar hukum penagihan pajak, tujuan umum penagihan
pajak, tata cara pelaksanaan penagihan dan penyitaan barang wajib pajak oleh Kantor
BAB I V : ANALISA DAN EVALUASI
Pada bab ini berisi analisa penulis dan pembahasan-pembahasan mengenai
pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan dalam meningkatkan kepatuhan wajib
pajak.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini terdiri dari dua hal yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan
merupakan intisari yang mencakup seluruh obyek pembahasan yang dibahas dalam
praktik kerja lapangan mandiri. Sedangkan saran merupakan hal-hal, ide-ide, atau
gagasan yang harus dilakukan dalam melaksanakan solusi atas masalah yang di bahas
dari obyek pembahasan yang terdapat dalam laporan pelaksanaan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
27 BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM
A. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Pada tahun 1987 Kantor Pelayanan Pajak masih disebut kantor inpeksi pajak.
Pada saat itu ada 2 (dua) kantor inpeksi pajak yaitu kantor inpeksi pajak medan
selatan dan kantor inpeksi pajak kisaran. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi
penduduk yang semakin cepat, maka pemerintah perlu adanya tambahan Kantor
Inpeksi Pajak yang gunanya untuk menambah penerimaan negara dari sektor pajak.
Dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat didalam pelayanan pembayaran
pajak, maka berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor
267/KMK.01/1989 diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktoriat
Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi kantor inpeksi pajak yang diganti nama
menjadi kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan kemudian pada tanggal 3 agustus
1993 dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia NO.785
/KMK.01/1993 kantor pelayanan pajak berubah menjadi 4(empat) wilayah kerja
yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan
2. Kantor Pelayana Pajak Medan Barat
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
28
Untuk mengimplikasikan konsep administrasi modern yang berorientasi pada
pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi Direktoriat Jendral Pajak perlu
diubah, baik di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakn maupun level kantor
operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Sebagai langkah pertama,
untuk memudahkan wajib pajak, ketiga jenis kantor pajak yang ada yaitu, Kantor
Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi Dan Bangunan (KPPBB),
Kantor Pemeriksaan Dan Penyidikan Pajak (Karipka) dilebur menjadi kantor
pelayanan pajak pratama (KPP pratama)
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan NO.785/KMK.01/1993 kantor
wilayah Direktoriat Jendral Pajak Sumatera Utara I (kanwil sumut I) akan
mengoperasikan delapan unit kantor pelayanan modern yang dijuluki kantor
pelayanan pajak pratama. Kedelapan KPP pratama dimaksud yakni enam unit KPP
konvensional yang ada saat ini dimodernisasi dan ditambah dua KPP baru keenam
KPP konvensional yang dijadikan KPP Pratama yakni :
1. KPP Pratama Medan Belawan
2. KPP Pratama Medan Barat
3. KPP Pratama Medan Polonia
4. KPP Pratama Medan Kota
5. KPP Pratama Medan Timur
6. KPP Pratama Binjai
29
1. KPP Pratama Medan Petisah
2. KPP Pratama Lubuk Pakam
KPP Pratama Lubuk Pakam sebelumnya adalah Kantor Pelayanan Pajak Bumi
Dan Bangunan Lubuk Pakam yang berada di bawah organisasi kanwil sumut II.
Sejak dileburnya ketiga jenis kantor pelayanan pajak menjadi satu. Maka kantor
pelayanan pajak bumi dan bangunan Lubuk Pakam berubah menjadi Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dan berada dibawah organisasi kanwil
sumut I. Tugas DJP sekarang adalah melaksanakan eksekusinya dengan penuh
komitmen, kesungguhan, dan tanggung jawab. Semoga transformasi visi ini akan
menjadi resolusi awal tahun 2013 yang mampu membakar semangat kita selaku
punggawa negeri untuk mewujudkan agar Direktorat Jenderal Pajak mampu
menjadi instansi yang terbaik di kancah internasional, khususnya di kawasan
Asia Tenggara.
Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak – Departemen Keuangan
melakukan modernisasi perpajakan sebagai bagian dari reformasi perpajakan
(tax-reform) dan reformasi birokrasi. Dilakukan perubahan paradigma
perpajakan dengan mengedepankan aspek pelayanan kepada Wajib Pajak , yang
diimbau dengan pengawasan dan konsultasi. Untuk implementasinya dibentuk
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) modern dengan tiga model, yakni KPP Wajib
Pajak Besar, KPP Madya, dan KPP Pratma. Salah satunya adalah Kantor
30
42-44 Lubuk Pakam sebelum akhirnya pindah ke Jalan P. Diponegoro No. 30 A
Medan. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-95/PJ/2008 tanggal 27 Mei 2008 tentang Saat Mulai Operasi (SMO) KPP
Pratama di lingkungan Kanwil DJP Sumatera Utara I, KPP Pratama Lubuk
Pakam ditetapkan mulai beroperasi tanggal 27 Mei 2008. KPP Pratama Lubuk
Pakam berada di bawah lingkungan Kanwil DJP Sumatera Utara I yang
membawahi seluruh wilayah Kabupaten Deli Serdang.
Visi Dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
VISI : Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi
perpajakan yang modern yang efektif, efisien dan dipercaya masyarakat
dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.
1. Misi Fiskal, yaitu menghimpun penerimaan dalam Negeri dai sektor pajak yang
mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan
Undang-Undang Perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi.
2. Misi Ekonomi, yaitu mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi
permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan yang meminimalkan
disitorsi.
31
4. Misi Kelembagaan , yaitu senantiasa memperbaruhi diri, selaras dengan aspirasi
masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan yang
mutakhir.
Misi tersebut sebagai salah satu pernyataan tujuan keberadaan
(eksistensi). Tugas, fungsi, peranan, dan tanggung jawab Direktorat Jendral
Pajak maupun Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang dan Peraturan serta Kebijakan
Pemerintah dengan dijiwai prinsip dan nilai-nilai strategis organisasi di
berbagai bidang
B. Letak Geografis Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Penentuan lokasi kantor pelayanan pajak pratama (KPP pratam) mwerupakan
salah satu faktor terpenting dalam memberikan kemudahan pelayanan kepada Wajib
Pajak. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam terletak di jalan Diponegoro
Nomor 17 A Medan. Kantor pemerintahaan ini disesuaikan dengan rencana tata ruang
wilayah, kedekatan dengan kantor pemerintah lainnya, seperti kantor polisi deli
serdang dan kantor bank, ini juga memudahkan pengawasan dan memberikan
pelayanan terhadap wajib pajak dalam membayar pajak.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dipimpin oleh seorang Kepala
Kantor yang terdiri atas sub bagian umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh
masing-masing seorang kepala seksi. Agar dapat lebih jelas dan transparan tentang
32
menggambarkan kedudukan, tugas, fungsi, dan struktur organisasi KPP Pratama
Lubuk Pakam.
C. Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Wilayah kerja kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam adalah
wilayah kabupaten Deli Serdang yang memiliki kecamatan, adapun sektor
dominan per kecamatan adalah Real Estat/Perumahan, Industri Pengolahan,
Orang Pribadi dan Perdagangan, Jasa Kebandarudaraan, dan Perkebunan.
Adapun wilayah kerja sebagai berikut, kecamatan:
1. Sunggal
2. Kutalimbaru
3. Labuhan Deli
4. Pancur Batu
5. Batang Kuis
6. Deli tua
7. Tanjung Morawa
8. Beringin
9. Pagar Merbau
10.Lubuk Pakam
11.Hamparan Perak
12.Gunung Meriah
13.Patumbak
14.Percut Sei Tuan
15. Sibolangit
16.STM Hulu
17.Biru-Biru
18.Galang
19.Pantai Labu
20.Bangun Purba
21.STM Hilir
24
Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam berdasarkan pembagian Waskon
WASKON KECAMATAN
Waskon I
Melayani Permohonan Perpajakan
dan Konsultasi untuk seluruh
Kecamatan
Waskon II
Batang Kuis
Percut Sei Tuan
Deli Tua
Pantai Labu
Pagar Merbau
Beringin
Pancur Batu
Sibolangit
Waskon III
Sunggal
S.Tanjungmuda Hulu
Tanjung Morawa
Biru-Biru
Labuhan Deli
S.Tanjungmuda Hilir
Gunung Meriah
Waskon IV
Hamparan Perak
Lubuk Pakam
25
Galang
Bangun Purba
Kotalimbaru
Petumbak
Sumber : Data dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
D. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian
yang bekerja sama dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Struktur organisasi menyediakan pengadaan
personil yang memegang jabatan tertentu dimana masing – masing diberi
tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai jabatannya. Hubungan kerja
dalam organisasi dituangkan dalam struktur organisasi dimana merupakan
gambaran sistematis tentang hubungan kerja dari orang – orang yang
menggerakan organisasi dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Struktur organisasi diharapkan akan dapat memberikan gambaran tentang
pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab serta hubungan antar bagian
berdasarkan susunan tingkat hirarki. Struktur organisasi juga diharapkan akan
dapat menetapkan sistem hubungan dalam organisasi yang menghasilkan
tercapainya komunikasi, koordinasi, dan integrasi secara efisien dan efektif
26
Setiap instansi atau perusahaan menggunakan struktur organisasi dalam
fungsi dan tugas masing – masing. Sedangkan definisi struktur organisasi itu
sendiri adalah kerangka yang menyeluruh menghubungkan suatu organisasi
dan menerapkan hubungan yang ditetapkan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Lubuk Pakam sendiri menerapkan Struktur Organisasi Lini dan Staf.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dipimpin oleh seseorang
Kepala Kantor yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala
Kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. Adapun
organisasi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, antara
lain :
1. Kepala Kantor
2. Sub. Bagian Umum
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
4. Seksi Pelayanan
5. Seksi Penagihan
6. Seksi Pemeriksaan
7. Seksi Ekstensifikasi
8. Seksi Pengawasan dan konsultasi I
9. Seksi Pengawasan dan konsultasi II
27
11.Seksi Pengawasan dan konsultasi IV
12.Kelompok jabatan fungsional
E. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Uraian tugas dan fungsi KPP pratama diatur didalam peraturan menteri
keuangan republik indonesia nomor 62/PMK.01/2009 tentang organisasi dan
tata kerja instansi vertikal direktorat jenderal pajak pada paragraf 2 (dua) pasal
58 sampai dengan 61. Dalam melaksanakan tugasnya kantor pelayanan pajak
pratama lubuk pakam menyelenggarakan fungsi :
1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, penetapan dan penerbitan produk
hukum perpajakan.
2. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan/pengolahan Surat Pemberitahuan, dan penerimaan surat lainnya.
3. Penyuluhan perpajakan.
4. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. 5. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.
6. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. 7. Pelaksanaan konsultasi perpajakan.
28
Dalam melaksanakan fungsinya kantor pelayanan pajak pratama lubuk
pakam menyelenggarakan tugas-tugas pokok sebagai berikut :
1. Kepala KPP (Kepala Kantor)
Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :
a. Mengkoordinasi penyusunan rencana kerja kantor sebagai bahan
penyusunan rencana strategi kantor wilayah.
b. Mengkoordinasi penyusunan rencana pengamanan penerimaan pajak
berdasarkan potensi pajak,perkembangan kegiatan ekonomi keuangan
dan realisasi penerimaan tahun lalu.
c. Mengkoordinasi pelaksanaan tindak lanjut nota kesepahaman (MOU)
sesuai arahan kepala kantor wilayah.
d. Mengkoordinasi rencana pencarian data strategis dan potensial dalam
rangka intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan.
e. Mengkoordinasi pelaksanaan rencana pencarian data strategis dan
potensial dalam rangka intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan.
f. Mengkoordinasi pengolahan data yang sumber datanya strategis dan
potensial dalam rangka intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan.
g. Mengkoordinasi pembuatan risalah perincian dasar pengenaan
pemotongan atau pemungutan pajak atas permintaan wajib pajak
29
h. Mengkoordinasi pengolahan data guna menyajikan informasi
perpajakan.
i. Mengkoordinasi penyusunan monografi perpajakan.
j. Mengkoordinasi pemantauan pelaporan dan pembayaran masa dan
tahunan PPh dan pembayaran masa PPN/PPnBM untuk mengetahui
tingkat kepatuhan wajib pajak serta mengendalikan pelaksanaan
pemeriksaan pajak.
2. Sub Bagian Umum
Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :
a. Pelaksanaan Tata Usaha dan Kepegawaian Tugasnya adalah
menyelenggarakan tugas pelayanan di bidang tata usaha dan
kepegawaian dengan cara melakukan pengurusan surat-surat,
pengetikan dan pengadaan, penataan berkas, penyusunan arsip, tata
usaha kepegawaian dan pengiriman laporan agar dapat menunjang
kelancaran tugas kantor itu sendiri.
b. Pelaksanaan Keuangan Tugasnya adalah menyusun anggaran dan
administrasi keuangan untuk pembiayaan administrasi kantor dan
penggajian para pegawai KPP Pratama Lubuk Pakam.
c. Pelaksanaan Bagian Rumah Tangga Tugasnya adalah mengurusi
30
Pratama Lubuk Pakam agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor
Pelayanan Pajak.
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :
a. Mengakoordinir urusan pengolahan data dan penyajian informasi.
b. Pembuatan monografi pajak dan penggalian potensi perpajakan.
c. Melakukan pengumpulan, pencarian, pengolahan data, penyajian
informasi perpajakan.
d. Perekaman dokumen perpajakan.
e. Urusan tata usaha penerimaan pajak.
f. Pelayanan dukungan teknis computer.
g. Pemantauan penggunaan aplikasi elektronik.
h. Penyajian laporan kinerja.
4. Seksi Pelayanan
Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :
a. Melakukan penetapan dan penertiban produk hukum perpajakan.
b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan.
c. Penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT).
d. Penerimaan surat lainnya.
31
f. Pelaksanaan registrasi WP.
g. Melakukan kerjasama perpajakan.
5. Seksi Penagihan
Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :
a. Pelaksanaan pemrosesan dan penatausahaan piutang pajak.
b. Pelaksanaan penagihan aktif, yang bertugas membantu penyiapan
surat tagihan, surat paksa, surat perintah, melaksanakan penyitaan,
usulan lelang, dan penagihan lainnya.
c. Pelaksanaan penatausahaan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan
Pajak beserta bukti pembayarannya.
d. Pelaksanaan penatausahaan Surat Keputusan Pembetulan/ Keberatan/
Putusan Banding/ Pengurangan atau Pembatalan ketetapan Pajak dan
surat keputusan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi
pada seksi penagihan.
e. Usulan penghapusan piutang pajak.
f. Penundaan dan angsuran tunggakan pajak
g. Penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
6. Seksi Pemeriksaan
Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :
32
b. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan
c. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta
administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
7. Seksi Ekstensifikasi
Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :
a. Pelaksanaan pemrosesan dan penatausahaan dokumen masuk di Seksi
Ekstensifiikasi Perpajakan.
b. Melakukan pengamatan potensi perpajakan.
c. Pendataan objek dan subjek pajak.
d. Penilaian objek-objek pajak dalam rangka ekstensifikasi.
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :
a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.
b. Melakukan bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi
teknis perpajakan.
c. Melakukan penyusunan profil Wajib Pajak.
d. Menganalisa kinerja wajib pajak.
e. Memberikan konsultasi kepada wajib pajak tentang ketentuan
33
f. Pelaksanaan penyelesaian permohonan keberatan, pembetulan,
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di
KPP.
g. Melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan
intesifikasi.
h. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya.
i. Penyuluhan perpajakan.
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan pemeriksaan
kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan ataupun diusulkan untuk dilakukan
pemeriksaan. Pemeriksaan bertujuan untuk menguji kepatuhan pelaksanaan
kewajiban pajak dari Wajib Pajak untuk selanjutnya diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak (SKP).
F. Gambaran Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ini dikepalai oleh seorang Kepala
Kantor yang membawahi 8 seksi dan 1 kelompok jabatan fungsional. Berdasarkan
data pada tahun 2015, jumlah pegawai KPP Lubuk Pakam adalah sebanyak 96 orang,
34
Tabel 2.1 Jumlah Pegawai Berdasarkan Unit/Seksi KPP Lubuk Pakam
Nama Unit /Seksi
Jumlah Pegawai
Kepala KPP Pratama 1
Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan 5
Seksi Pelayanan 19
Seksi Pemeriksaan 3
Seksi Penagihan 4
Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 7
Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 12
Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 10
Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 6
Seksi Pengolahan Data dan Informasi 11
Subbagian Umum dan Kepatuhan
Internal 9
Fungsional Pemeriksa 9
Jumlah 96
35 BAB III
GAMBARAN DATA DAN TEORI PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENYITAAN
A. PENGERTIAN PAJAK
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang “pajak” yang
dikemukakan oleh para ahli di bidang keuangan negara, ekonomi, maupun hukum
mancannegara diantaranya adalah :
Menurut prof. Dr. P. J. A. Andriani merumuskan (Devano,2006:22), pajak adalah
iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang tertuang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali,
yang langsung dapat ditunjuk, dan yang digunakan adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H (Devano,2006:22), pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor
pemerintahan) berdasarkan undangan-undangan (dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa imbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan
untuk membiayai pengeluaran umum. Definisi ini kemudian dikoreksi yang berbunyi
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiyai pengeluaran rutin dan “surplus-nya” digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai “public investment,”
Sedangkan menurut Ray M. Sommerfeld, Hershel M. Anderson, dan Horace R.
Brock (Devano,2006;22), pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke
sektor pemrintahan, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan `ketentuan yang telah ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan
yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya
untuk menjalankan pemerintahan.
Sementara menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja (Suandy,2008:9) “pajak
adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa
norma-norma hukum, guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif
dalam mencapai kesejahteraan umum”. Dengan mencantumkan iuran wajib pajak, ia
mengharapakan terpenuhinya ciri, bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan
kerja sama dengan wajib pajak, sehingga perlu pula dihindari penggunaan istilah “paksaan”. Selanjutnya (menurut pendapatnya) sangat berlebihan jika, khusus
mengenai pajak, sekali lagi ditekankan pentingnya paksaan itu, seakan-akan tidak ada
kesadaran masyarakat untuk melakukan kewajibannya.
Menurut undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang tentang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian pengertian pajak sekarang tidak lagi menggunakan istilah “iuran pajak” namun sudah beralih dengan
menggunakan istilah “kontribusi wajib” yang lebih menekankan pada unsur
partisipasi aktif dan kesadaran masyarakat untuk memberikan sumbagan wajib
kepada negara.
B. Penagihan Pajak
1. Pengertian Penagihan Pajak
Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan salah satu
kunci keberhasilan penerimaan pajak. Hanya saja, ketika wajib pajak tidak
membayar ataupun belum melunasi pajaknya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, akan diberikan tindakan tegas kepadanya yang diwujudkan dalam
bentuk penagihan pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang penagihan pajak
dengan surat paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Penagihan pajak adalah merupakan
serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan Surat paksa, mengusulkan
mejual barang yang telah disita. Tujuan pelaksanaan Penagihan Pajak adalah
Untuk melunasi Utang pajak oleh Wajib Pajak.
2. Penagihan Utang Pajak
Tindakan Penagihan Utang Pajak secara teoritis dapat dilakukan dengan 2
langkah yaitu ;
a. Penagihan Pasif
Penagihan Pajak Pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak
(STP), Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), Surat Pembetulan yang menyebabkan
Pajak terutang manjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang
Menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding
yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari belum dilunasi, maka 7 (tujuh) setelah jatuh tempo
akan diikuti dengan penagihan penagihan pajak secara aktif yang dimulai
dengan menerbitkan surat teguran.
b. Penagihan Aktif
Penagihan Pajak Aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana
dalam upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya
mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan
3. Surat Tagihan Pajak
Yang dimaksud dengan surat Tagihan Pajak menurut ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 20 adalah surat untuk melakukan tagihan
pajak dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak melalui pemeriksaan ataupun penelitian
Surat Tagihan Pajak diterbitkan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak Masa Pajak
yang bersangkutan Surat Tagihan Pajak mempunyai Kekuatan hukum yang sama
dengan Surat Ketetapan Pajak.
Surat Tagihan Pajak dikeluarkan apabila antara lain :
a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
b. Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat.
c. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau/ bunga.
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak
membayar faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat
waktu.
4. Surat Ketetapan Pajak
Yang dimaksud dengan surat Ketetapan Pajak menurut Ketentuan Umum dan
Ketetapan pajak Kurang Bayar, Surat kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan
Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak lebih Bayar.
Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan karena berdasarkan pemeriksaan atau
penelitian atas data Wajib Pajak, bahwa pajak yang dihitung atau dilaporkan
dalam SPT tidak benar, sehingga masih terdapat pajak yang tidak atau kurang
dibayar dan pajak yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut.
Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara perapajakan pasal 1 angka 15, Surat
ketetapan Pajak terbagi atas ;
a. Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar (SKPKB)
Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah Ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit, jumlah kekurangan pebayaran
pokok pajak, besarya sanksi adminstrasi, dan jumlah pajak yang masih harus
dibayar.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPBT)
Surat ketetapan Pajak Kurang bayar Tambahan adalah surat Ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
terutang dan tidak ada kredir pajak.
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar dari pada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
Surat Keputusan Pajak dapat Diterbitkan oleh Dirjen Pajak sampai dengan
jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Massa Pajak
Bagian Tahun Pajak atau Tahunan Pajak, yang disebabkan oleh :
a. Pemeriksaan atau Keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang
bayar.
b. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya.
c. Kewajiban pembukuan dan meminjam buku pada saat diperiksa tudak
dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
Tindakan awal dari penagihan pajak yaitu dengan penerbitan surat
teguran. Kemudian akan diterbitakan surat peringatan atau surat lain yang
sejenis apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan
tanggal jatuh tempo. Penerbitan Surat Teguran dilakukan sebagai berikut :
a. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan
Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKBT),
kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak
saat jatuh tempo pengajuan keberatan
b. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan
Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan
sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak
disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pengajuan banding.
c. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan
Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak
disampaikan Surat Teguran,setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan putusan banding.
d. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada Wajib Pajak disampaikan
Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan.
e. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT) setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum
tanggal diterima Surat Pemberitahuan untuk hadir oleh Wajib Pajak, kepada
Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7(tujuh) hari sejak tanggal
pencabutan pengajuan keberatan tersebut.
f. Surat Teguran dalam rangka Penagihan Pajak atas Utang Pajak Bumi dan
Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan
(STPPBB), SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah, disampaikan kepada Wajib Pajak,
setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pelunasan.
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997 Surat
Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak.
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 Tahun 2000
tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 136 Tahun 2000
tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari
Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa.
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2000
tentang Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung
Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2011
Tentang Tata Cara Hak dan Pemenuhan kewajiban Perpajakan.
f. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
563/KMK.04/2000 tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta
Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam
g. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
562/KMK.04/2000 tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan
Dan Pemberhentian Juru Sita Pajak.
2. Pengertian Surat Paksa
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Surat Paksa adalah surat perintah membayar
utang pajak dan biaya penagihan pajak.
3. Isi Dan karakteristik Surat Paksa
Surat Paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi
karakteristiknya.
a. Dari Segi Isinya
1) Berkepala kata-kata “ Atas Nama Keadilan ” yang dengan Undang
Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa”.
2). Nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak, keterangan yang cukup beralasan
yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar.
3). Dikeluarkan / ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk oleh
b. Dari Segi Karakteristik
1) Mempumyai kekuatan hukum yang sama dengan groose dari putusan Hakim
dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim
atasan.
2) Mempunyai kekuatan hukum yang pasti
3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak
(biaya-biaya penagihan).
4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan penyenderaan /
pencegahan.
Surat Paksa dalam bahasa hukum disebut sebagai parate Eksekusi
(eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat
dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti
karena surat paksa itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus
dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi ”.
3. Penerbitan Surat Paksa
Pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan
a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan
Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis.
b. Terhadap Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran
pajak.
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Surat
Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :
1. Nama Wajib Pajak, atau Nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak.
2. Dasar Penagihan.
3. Besarnya utang pajak
4. Perintah untuk membayar
4. Fungsi Surat Paksa
Adapun fungsi surat paksa adalah sebagai sarana atau alat pembayaran
kepada penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu
2 x 24jam. Sebagai tindak lanjut untuk mencarikan tunggakan pajak atas tidak
dihiraukan penerbitan Surat Paksa maka aparatur pajak akan melaksanakan
penyitaan.
5. Mekanisme Penagihan Pajak
7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo, bila utang pajaknya tidak dilunasi, maka
kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Teguran.
a. 21 (dua puluh satu) hari setelah diterbitkan surat teguran ternyata masih belum
lunas, Kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat paksa.
b. Kewajiban pajak sebagaimana terutang dalam Surat paksa adalah 2 x 24jam.
c. Dalam hal masih belum terlunasi utang pajaknya, dapat diterbitkan Surat
Perintah untuk mengumumkan tentang pelelangan surat umum.
d. 14 (empat belas) hari setelah dilakukan tagihan dengan surat paksa, bila masih
belum melunasinya diterbitkan Surat Perintah untuk mengumumkan tentang
pelelangan surat umum.
e. 14 (empat belas) hari setelah pengumumannya ternyata masih belum melunasi
utang pajaknya, dikenakan sanksi berupa tindakan pelelangan di muka umum.
D. Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Adapun yang menjadi dasar hukum dalam penagihan Pajak dengan Surat Paksa
(PPSP), yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2010
tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan pajak dengan Surat Paksa dan
Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.
3. Surat Edaran Direktur jendral Pajak Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2002 tentang
pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak.
4. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-50/PJ/2010 Tentang
Kebijakan Penagihan Pajak.
E. Tata Cara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 tentang
Tata cara pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan
Seketika dan Sekaligus.
1. Surat Paksa diberithukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan
penyerahan salinan Surat paksa kepada penangung pajak.
2. Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Penanggung Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan membacakan isi Surat Paksa
oleh Jurusita Pajak dan dituangkan dalam Berita Acara sebagai pernyataan
bahwa Surat Paksa telah diberitahukan.
3. Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya berisi
hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang
Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitaan Surat Paksa
serta ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan Penanggung Pajak.
Surat Paksa terhadap Orang Pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
1. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau ditempat lain
yang memungkinkan.
2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja
ditempat usaha Penaggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang
bersangkutan tidak dapat dijumpai.
3. Salah seorang ahli atau pelaksanaan wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan belum dibagi, atau
4. Ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi.
Surat paksa terhadap Badan diberitahukan oleh Jurusita pajak :
1. Pengurus meliputi Direksi, Komisaris, pemegang saham pengendali atau
mayoritas untuk perseroan terbuka, pemegang saham untuk perseroan
tertutup, dan orang yang nyata-nyata mempunyai keputusan dalam
menjalankan perseroan, untuk perseroan terbatas.
2. Kepala perwakilan, kepala cabang, atau penanggung jawab, untuk bentuk
Usaha Tetap.
3. Direktur, pemilik modal, atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan
usaha lainnya seperti kontrak investasi kolektif, persekutuan, firma, dan
perseroan komanditer.
4. Ketua atau yang melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung
jawab atas yayasan, untuk yayasan;
5. Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang
sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan
kepada kurator, Hakim Pengawasan, atau Balai Harta Peninggalan.
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat
paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan
pemberesan likuidator.
Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa
khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, surat paksa dapat
diberitahukan kepada penerima kuasa.
F. Penagihan Seketika Sekaligus
Yang dimaksud dengan Penagihan Seketika dan sekaligus berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK/.03/2008
tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan
Pelaksanaan Seketika dan sekaligus yaitu tindakan Penagihan Pajak yang
tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari
semua jenis pajak, dan Tahun pajak.
Jurusita pajak melaksanakan Penagihan Seketika