PENENTUAN KADAR NH
3(AMONIAK) DARI LIMBAH CAIR
PENGOLAHAN KARET PT. BANDAR SUMATERA
INDONESIA
TUGAS AKHIR
JULIANTI TARIHORAN
102401045
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENENTUAN KADAR NH
3(AMONIAK) DARI LIMBAH CAIR
PENGOLAHAN KARET PT. BANDAR SUMATERA
INDONESIA
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya
JULIANTI TARIHORAN
102401045
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Penentuan Kadar NH3 (Amoniak) dari
Limbah Cair Pengolahan Karet PT. Bandar Sumatera Indonesia
Kategori : Tugas Akhir
Nama : Julianti Tarihoran
Nomor Induk Mahasiswa : 102401045
Program Studi : D-3 Kimia Analis
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Juni 2013
Program Studi D3 Kimia Analis Pembimbing,
FMIPA USU
Ketua,
Dra.Emma Zaidar Nst,M.S Prof.Dr.Basuki Wirjosentono,MS
NIP.195512181987012001 NIP. 195204181980021001
Disetujui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PENENTUAN KADAR NH3 (AMONIAK) DARI LIMBAH CAIR
PENGOLAHAN KARET PT. BANDAR SUMATERA INDONESIA
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2013
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha
Penyayang, dengan limpah karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
tugas akhir ini dengan judul Penentuan Kadar NH3 (Amoniak) dari Limbah Cair
Pengolahan Karet PT. Bandar Sumatera Indonesia.
Dalam penulisan tugas akhir ini penulis ingin mengucapkan rasa hormat
dan terimakasih yang takterhingga kepada orang tua tercinta yaitu Ayahanda Ali
Akbar Tarihoran dan Ibunda Derhani Siregar yang telah mendidik penulis dan
memberikan dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini. Selain itu penulis juga ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.Dr.Basuki Wirjosentono, MS
selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah begitu sabar dan banyak
meluangkan waktu, tenaga, pemikiran serta masukan kepada penulis sehingga
telah dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih kepada Ibu Dr.
Rumondang Bulan, MS selaku ketua departemen kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Ibu Cut Fatimah
Zuhra,M.Sc selaku dosen penasihat akademik yang telah memberikan bimbingan
dan arahan dalam kelancaran kegiatan akademik. Ibu Dra.Emma Zaidar Nst,M.Si
selaku ketua program studi D3 Kimia Analis dan Seluruh staf pengajar dan
karyawan di FMIPA USU yang telah memberikan ilmu dan bantuannya kepada
penulis. Akhirnya yang tidak terlupakan kepada sahabat-sahabat penulis Hanifah,
Rafika, Dian dan yona serta Rekan – rekan Mahasiswa/i D3 Kimia Analis
stambuk 2010 Fak. MIPA Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
PENENTUAN KADAR COD ( CHEMICAL OXYGEN DEMAND ) PADA LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT SULTAN SULAIMAN DENGAN
MENGGUNAKAN SPECTROQUANT NOVA 60
ABSTRAK
Telah dilakukan penentuan kadar COD (Chemical Oxygen Demand ) pada limbah cair Rumah Sakit Sultan Sulaiman dengan menggunakan Spectrofoquant Nova 60.
Dengan adanya pemanasan selama 2 jam pada suhu 148oC yang dilakukan di
DETERMIINING COD CONTENT ( CHEMICAL OXYGEN DEMAND ) FROM LIQUID WASTE IN SULTAN SULAIMAN’S HOSPITAL
BY SPECTROQUANT NOVA 60
ABSTRACT
The determination of COD level ( chemical oxygen demand ) waste water from Sultan Sulaiman’s hospital with Spectroquant Nova 60. Has been made carried
out by heating for two hour at 148oC do into reactor’s COD result that COD
DAFTAR ISI
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Daftar Lampiran x
Bab 1. Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 2
1.3. Tujuan Penelitian 3
1.4. Manfaat Penelitian 3
Bab 2. Tinjauan Pustaka 4
2.1. Latek/Karet 4
2.1.1. Sejarah Karet 6
2.1.2. Jenis-Jenis Karet 7
2.2. Pengolahan Latek 9
2.2.1. Cara Memperlakukan Lateks 9
2.2.2. Pengolahan sit 15
2.3. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Karet 23
2.3.1. Pengolahan Air Limbah Karet 24
2.3.2. Pemanfaatan Limbah Karet 26
2.4. Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Lingkungan 27
2.4.1. Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel 27
Air Limbah
2.5. Amoniak 28
2.5.1. Amoniak Bebas 31
2.5.2. Amoniak Albuminoida 31
2.8. Spektrofotometri Untuk Penentuan NH3 32
Bab 3. Metode Penelitian 34
3.1. Alat 34
3.2. Bahan 35
3.3. Prosedur Penelitian 35
Bab 4. Hasil dan Pembahasan 36
4.2. Pembahasan 36
Bab 5. Kesimpulan dan Saran 38
5.1. Kesimpulan 38
5.2. Saran 39
Dafar Pustaka 40
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
2.1. Kandungan Bahan-bahan dalam Lateks Segar 4
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
2.1. Rumus Molekul Lateks Poli Isoprene 4
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
Halaman Lampiran
1. Baku Mutu Limbah Cair Industri Karet 41
PENENTUAN KADAR COD ( CHEMICAL OXYGEN DEMAND ) PADA LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT SULTAN SULAIMAN DENGAN
MENGGUNAKAN SPECTROQUANT NOVA 60
ABSTRAK
Telah dilakukan penentuan kadar COD (Chemical Oxygen Demand ) pada limbah cair Rumah Sakit Sultan Sulaiman dengan menggunakan Spectrofoquant Nova 60.
Dengan adanya pemanasan selama 2 jam pada suhu 148oC yang dilakukan di
DETERMIINING COD CONTENT ( CHEMICAL OXYGEN DEMAND ) FROM LIQUID WASTE IN SULTAN SULAIMAN’S HOSPITAL
BY SPECTROQUANT NOVA 60
ABSTRACT
The determination of COD level ( chemical oxygen demand ) waste water from Sultan Sulaiman’s hospital with Spectroquant Nova 60. Has been made carried
out by heating for two hour at 148oC do into reactor’s COD result that COD
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah
tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran
yang melampaui daya dukungnya. Pencemaran yang mengakibatkan penurunan
kualitas air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources) seperti: limbah
industri, limbah usaha peternakan, perhotelan, rumah sakit dan limbah tersebar
(non point sources) seperti: limbah pertanian, perkebunan dan domestik.
Masalah pencemaran lingkungan khususnya masalah pencemaran air di
kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius, penyebab
dari pencemaran tadi tidak hanya berasal dari buang industri pabrik-pabrik yang
membuang begitu saja air limbahnya tanpa pengolahan terlebih dahulu ke sungai
atau ke laut, tetapi juga yang tidak kalah memegang andil baik secara sengaja atau
tidak adalah masyarakat itu sendiri, yakni akibat air buangan rumah tangga yang
jumlahnya makin hari makin besar sesuai dengan perkembangan penduduk
maupun perkebangan suatu kota. (Suharno.2012)
Dalam operasi pemprosesan karet, digunakan banyak air untuk pencucian,
pembersihan dan pengenceran. Buangan dari pabrik karet umumnya terdiri dari air
sisa pemprosesan, sedikit lateks yang tidak menggumpal dan serum yang
tergantung pada jenis proses yang digunakan dalam pabrik. Pada umumnya
limbah ini bersifat asam dengan pH antara 4,2 dan 6,3. Hal ini disebabkan oleh
penggunaan asam formiat atau sulfat, masing-masing untuk penggumpalan lateks
kebun dan lateks skim. Kadar padatan, terutama padatan terlarut dalam air limbah
ini tinggi. BOD yang juga tinggi menunjukkan bahwa padatan terlarut terutama
terdiri dari zat organik yang dapat diuraikan secara biologis. Kadar nitrogen
amonia dalam limbah karet biasanya tinggi karena amonia digunakan untuk
pengawetan lateks. Selain itu, buangan cair ini juga mengandung banyak bakteri
indikatif seperti bakteri E.Coli dan streptococus. (Potter.1994)
Salah satu parameter yang digunakan di industri karet yaitu kadar NH3
dari limbah cair industri. Kadar NH3 ini penting dianalisa karena kadar NH3 yang
tinggi dapat merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan mahluk hidup di
dalamnya.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menentukan kadar NH3
pada limbah cair industri karet yang terdapat pada kolam out let, serta untuk
mengetahui apakah limbah cair tersebut telah memenuhi standar baku mutu yang
telah ditetapkan oleh industri karet tersebut.
1.2. Permasalah
Dengan adanya kegiatan industri yang menghasilkan limbah cair, berapa besar
kadar NH3 (amoniak) pada limbah cair industri karet, apakah masih memenuhi
standar baku mutu pengolahan air limbah industri karet menurut
1.3. Tujuan
a. Untuk menentukan kadar NH3 (Amoniak) yang terdapat pada kolam out
let limbah cair industri pengolahan karet.
b. Untuk mengetahui sumber NH3 (Amoniak) yang terdapat dalam limbah
cair industri pengolahan karet.
1.4. Manfaat
Analisa ini dapat memberikan pengetahuan bahwa limbah cair industri karet telah
layak dibuang ke badan air tanpa melakukan pencemaran perairan di sekitar
lingkungan, setelah dilakukan beberapa analisa dan proses pengendalian air
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Latek/Karet
Latek merupakan suatu cairan berwarna putih sampai kekuning-kuningan yang
diperoleh dengan cara penyadapan (membuka pembuluh latek) pada kulit tanaman
karet (Havea brasiliensis L). Partikel karet murni (isoprene) tersuspensi dalam
serum lateks dan bergabung membentuk rantai panjang yang disebut poliisoprene
(C5H8) seperti gembar 2.1.
H3C H H3C H
C = C C = C
--- CH2 H2C --- CH2 H2C ---
Gambar 2.1 : Rumus Molekul Lateks Poli Isoprene
Untuk mengetahui susunan bahan-bahan yang terkandung dalam lateks dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
No Bahan Lateks segar
Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama untuk
mendapatkan hasil bokar yang baik. Untuk dapat mencapai hasil karet yang
bermutu tinggi, maka kebersihan dalam bekerja merupakan syarat paling utama
yang harus diperhatikan seperti kebersihan peralatan yang digunakan dan
kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran.
Penurunan mutu biasanya terjadi disebabkan oleh proses prekoagulasi.
Prakoagulasi akan menjadi masalah dalam proses pengolahan sit asap atau sit
angin dank rep, sedangkan dalam pengolahan karet remah tidak menjadi
masaalah. Prakoagulasi pada lateks dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya
adalah aktivitas mikroorganisme, aktivitas enzim, iklim, budidaya tanaman dan
jenis klon, pengangkutan, serta adanya kontaminasi kotoran dari luar. Untuk
mencegah terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Alat-alat penyadapan dan pengangkutan harus senantiasa bersih dan tahan
karat
b. Lateks harus segera diangkut ketempat pengolahan tanpa banyak goncangan
c. Lateks tidak boleh terkena sinar matahari langsung
d. Dapat menggunakan anti koagulan seperti amonia (NH3) atau natrium sulfit
(Na2SO3). (Budiman.2012)
Bahan-bahan selain karet yang terdapat di dalam lateks, seperti lipid dapat
berperan sebagai antioksidan. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai
penstabil sistem koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang mempercepat
proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Protein dan lipid yang ada
di dalam lateks dapat membentuk senyawa fosfolipoprotein, berupa membran
menyebabkan partikel-partikel karet terdispersi secara stabil di dalam serum
lateks.
Untuk memperoleh karet, partikel-partikel karet yang terdapat di dalam
lateks dipisahkan dari cairannya dengan cara penggumpalan baik secara sengaja
maupun alami. Pada prinsipnya, penggumpalan terjadi akibat terganggunya
faktor penunjang kestabilan sistem koloid lateks, misalnya penurunan pH. Di
dalam proses penggumpalan lateks, terjadi perubahan sol ke gel dengan
pertolongan zat penggumpal. Pada sol karet terdispersi di dalam serum, tetapi
pada gel karet di dalam lateks. Penggumpalan dapat terjadi dengan penambahan
asam (menurunkan pH), sehingga koloid karet mencapai titik isoelektrik dan
terjadilah penggumpalan. Peranan pH sangat menentukan mutu karet.
Penggumpalan pada pH yang sangat rendah mengakibatkan warna karet semakin
gelap dan nilai modulus karet semakin rendah.
Penggumpalan sengaja yang lazim dilakukan saat ini adalah dengan
penambahan asam, seperti asam format dan asetat untuk menurunkan pH lateks.
Sedangkan lateks dapat menggumpal secara alami akibat terbentuknya
senyawa-senyawa asam hasil perombakan karbohidrat dan lipid yang terdapat di dalam
lateks oleh mikroorganisme. (Nazaruddin.1998)
2.1.1. Sejarah Karet
Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk
indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia, karet merupakan salah satu
menguasai produksi karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain
dan negara asal tanaman karet sendiri yaitu di daratan Amerika Serikat.
Posisi Indonesia sebagai produsen karet nomor satu di dunia akhirnya
terdesak oleh dua negara tetangga, Malaysia dan Thailand. Mula-mula Malaysia
menggeser posisi Indonesia ke nomor dua. Tetapi secara tak terduga Thailand
menyodok Malaysia dan kini menjadi produsen karet terbesar di dunia.
Sedangkan Indonesia hingga saat ini tetap bertahan pada posisi kedua. Posisi
ketiga diduduki Malaysia yang terlempar dari posisi nomor satu dan dua.
2.1.2. Jenis-jenis Karet
Saat ini karet yang digunakan di industri terdiri karet alam dan karet sintesis.
Penggunaan karet sintesis jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan karet
alam. Karet sintesis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia
dan harganya cendrung tetap stabil. Dalam hal pengadaan, karet sintesis jarang
mengalami kesulitan untuk pengiriman atau suplai barang. Walaupun karet alam
sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintesis atau
karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh
karet sintesis. Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan
keret sintesis adalah
a. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna
b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
c. Mempunyai daya aus yang tinggi
d. Tidak mudah panas
Walaupun demikian, karet sintesis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap
berbagai zat kimia dan harganya yang cendrung bisa dipertahankan supaya tetap
stabil. (Tim Penulis PS.2013)
Secara umum karet sintesis dibedakan menjadi dua, yaitu karet sintesis
untuk kegunaan umum dan kegunaan khusus.
a. karet sintesis untuk kegunaan umum
dinamakan untuk kegunaan umum karena karet sintesis ini dapat
digunakan untuk bermacam-macam kebutuhan. Ada beberapa jenis karet sintesis
yang bahkan dapat menggantikan fungsi karet alam. Beberapa jenis karet sintesis
untuk kegunaan umum sebagai berikut:
1. SBR atau Styrena Butadiene Rubber
SBR merupakan jenis karet sintesis yang paling banyak diproduksi dan
digunakan. SBR memiliki ketahanan kikis yang baik dengan kalor dan panas yang
ditimbulkannya rendah.
2. BR (Butadiene Rubber)
BR memiliki daya lekat lebih rendah dibandingkan dengan BSR, sehingga
dalam penggunaannya BR biasa harus dicampur dengan karet alam.
3. IR (Isoprene Rubber)
Karet jenis sintesis ini memiliki banyak kemiripan dengan karet alam
karena sama-sama merupakan pilimer isoprene. IR bahkan memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan karet alam, yaitu bahannya lebih murni dan
viskositasnya lebih bagus.
Karet sintesis untuk kegunaan khusus ini memiliki sifat khusus yang tidak
dimiliki oleh karet sintesi untuk kegunaan umum, yakni than terhadap minyak,
oksidasi, panas atau suhu tinggi, dan kedap terhadap gas. Beberapa jenis karet
untuk kegunaan khusus ini diantaranya IIR (Isobutene Isoprene Rubber), NBR
(Nytril Butadine Rubber), CR (Chloroprene Rubber) dan EPR (Ethylene
Propylene Rubber). (Setiawan.2005)
2.2. Pengolahan Latek
Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih berupa
cairan, tetapi setelah kira-kira 8 jam lateks mulai mengental dan selanjutnya
membentuk gumpalan karet. Penggumpalan dapat dibagi dua yaitu:
a. Penggumpalan spontan
b. Penggumpalan buatan (Budiman.2012)
2.2.1. cara memperlakukan lateks
a. pengumpulan lateks dikebun
untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, pengumpulan lateks
hasil penyadapan dikebun dan kebersihan harus diperhatikan. Pengumpulan lateks
dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Tetapi pada pohon-pohon
yang aliran lateksnya lambat berhenti dapat dilakukan pengumpulan kedua.
Lateks dari mangkok dituangkan kedalam ember pemupul. Untuk
membersihkan lateks dalam mangkok harus menggunakan spatel, jangan
sekali-kali menggunakan kain, rumput-rumputan atau daun-daun kering. Bila lateks
ember pengumpul yang ukurannya lebih besar. Waktu menuangkan lateks dari
ember pemupul ke dalam ember pengumpul harus ditumpahkan secara
perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya prakoagulasi.
Setelah selesai pengumpulan lateks, ember-ember pengumpul janganlah
ditaruh ditempat yang panas atau kena sinar matahari langsung, karena kenaikan
suhu didalam cairan lateks dapat mengakibatkan pemuaian butir-butir karet
sehingga akan terjadi prakoagulasi. Dalam keadaan tertentu, pada saat
pengumpulan lateks biasa juga menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan)
untuk mencegah terjadinya prakoagulasi. Akan tetapi pemakaian anti koagulan ini
harus dibatasi sampai batas yang sekecil-kecilnya, karena biayanya cukup besar
dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi antikoagulan memerlukan larutan obat
koagulan (misalnya asaam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan.
Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat
menghambat proses pengeringan.
Bahan kimia yang digunakan sebagai antikoagulan adalah larutan soda
(Na2CO3), amoniak (NH3) dan natrium sulfit (Na2SO3). Kebtuhan antikoagulan
untuk tiap liter lateks kebun adalah sebanyak 5-10cc larutan soda 10% atau 5-10cc
larutan amoniak 2-2,5% atau 5-10cc larutan natrium sulfit 10%.
b. penerimaan lateks
pengawasan untuk setiap penyadap perlu dilakukan, baik pemeriksaan atas
produksi maupun kadar karet dari lateks hasil sadapannya. Untuk maksud
yang diterima oleh mandor yang bersangkutan. Dari lateks hasil penyadapan dapat
ditentukan:
1. Bobot atau isi lateks
Caranya adalah sebagai berikut: penyadap menuangkan lateks dari
ember-ember pengumpul kedalam ember-ember-ember-ember takaran melalui sebuah saringan kasar
dengan ukuran lubang 2 mm, maksudnya untuk menahan lump yang terjadi
karena prakoagulasi. Dengan demikian hasil penyadapan seorang penyadap dapat
diketahui.
2. Kadar Karet Kering (KKK)
Dari lateks hasil penyadapan seorang penyadap diambil contoh lateks
sebanyak 50 cc dengan takaran yang diketahui volumenya. Lateks tersebut
kemudian dimasukkan dalam mangkok yang bernomor sesuai dengan nomor
penyadap. Kemudian dibubuhi 10 cc asam cuka 2% atau asam semut 1%.
Koagulasi berlangsung dengan cepat. Koagulum diambil, diremas-remas dan
kemudian digiling dalam kilang tangan saampai terbentuk lembaran yang tipis.
Lembaran dikeringkan dengan menggunakan sehelai kain. Setelah ditimbang akan
diketahui berat basahnya. Dengan menggunakan angka factor pengeringan yang
berlaku diperkebunan yang bersangkutan, maka kadar karet kering dari lateks
akan segera diketahui.
c. Pengangkutan lateks
setelah lateks hasil sadapan terkumpul seluruhnya, lateks dari tangki
penerimaan/pengumpulan yang berada dilokasi tempat pengumpulan hasil
pengangkutan lateks kepabrik harus dijaga agar lateks tidak terlalu tergoncang dan
terlalu kepanasan karena dapat berakibat terjadinya prakoagulasi didalam tangki.
Dalam keadaan tertentu, lateks dalam tangki tersebut perlu diberi obat
antikoagulan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi dalam tangki.
d. pengumpulan gumpalan karet mutu rendah
selain hasil yang berupa lateks, dari kebun produksi diperoleh pula
beberapa bahan bekuan yang dapat dikumpulkan untuk diolah lebih lanjut. Bahan
bekuan tersebut dapat berupa:
1. Skrep (scrap)
Skrep adalah bahan bekuan lateks pada irisan/alur sadapan. Skep
berbentuk pita panjang yang dapat diambil dari alur sadap saat sebelum
penyadapan dilakukan.
2. Lump Tanah
Lump tanah atau karet tanah adalah lateks yang membeku pada tanah
disekitar pangkal batang dibawah irisan sadapan.
3. Lump Mangkok
Lump mangkok adalah lateks yang membeku pada mangkok. Lump
mangkok diperoleh pada penyadapan yang yang mangkoknya dibiarkan tetap
berada pada pohon (tidak diangkat).
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lateks
lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas
yang baik. Ada beberapa factor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya
1. Factor dikebun (Janis klon, system penyadap, kebersihan pohon)
2. Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim
kemarau keadaan lateks tidak stbil).
3. Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan
(yang terbuat dari aluminium dan baja tahan karat).
4. Pengangkutan
5. Kualitas air dalam pengolahan
6. Bahan-bahan kimia yang digunakan
7. Komposisi lateks.
Kandungan karet kering untuk sheet dank rep adalah ± 93%, sedangkan
kandungan air antara 0,3-0,9%. Bila kadar air lebih tinggi yang disebabkan oleh
pengeringan yang kurang sempurna atau penyimpanannya dalam ruangan yang
lembab, maka pertumbuhan bakteri dan jamur akan terjadi dan lazimnya disertai
dengan timbulnya bintik-bintik warna dipermukaan lembaran. Bintik-bintik ini
merusak kualitas dan menyebabkan produk tersebut tidak disukai dalam
perdangangan.
f. Bahan-bahan kimia dan air sebagai bahan olahan
1. senyawa kimia sebagai bahan antikoagulan
Pemekaian bahan antikoagulan harus dibatasi, karena pemakaiannya
berarti memakan biaya, perlu penambahan dosis asam dalam proses koagulasi,
dan mempengaruhi proses pengeringan. Pemberian antikoagulam kedalam lateks
pengangkutan lateks dalam jarak yang jauh, dan hasil penyadapan kebun-kebun
muda.
Bahan yang digunakan sebagai antikoagulan adalah:
a. Soda (Natrium Karbonat, Na2CO3)
Anti koagulan ini tidak mempengaruhi waktu pengeringan dan kualitas
produk yang dihasilkan, hanya mudah membentuk gas asam arang (CO2) dalam
lateks, sehingga mempermudah pembentukan gelembung gas dalam bekuan
(koagulum).
b. Amoniak (NH4OH)
Bersifat senyawa antikoagulan dan juga sebagai desinfektan. 0,7% NH3
biasa digunakan untuk pengawetan lateks pusingan. Tiap liter lateks
membutuhkan 5 - 10 cc larutan amoniak 2 - 2,5%.
c. Natrium Sulfit (Na2SO3)
Bersifat senyawa antikoagulan dan desinfektan. Untuk pemakaian segera
dibuat larutan 10% dan untuk tiap liter lateks diperlukan 5 – 10 cc Natrium Sulfit
10%.
2. Bahan senyawa penggumpal (koagulan)
a. Asam Semut (disebut juga asam formiat, CHOOH)
berupa cairan yang jernih dan tidak berwarna, mudah larut dalam air,
berbau merangsang, dan masih bereaksi asam pada pengenceran.
b. Asam cuka (disebut juga asam asetat, CH3COOH)
Berupa cairan yang jernih dan tidak berwarna, berbau merangsang, dan
mudah diencerkan dalam air.
Dalam pengolahan karet, air berperan sangat penting dibutuhkan dalam
jumlah yang sangat besar.
Syarat – syarat air untuk pengolahan adalah:
a. Sebagai bahan pengencer lateks, pelarut dan pengencer bahan-bahan
kimia, air harus jernih dan tidak berwarna, tidak boleh mengandung
garam-garam terutama garam kapur, karena akan sangat mempermudah
terjadinya prakoagulasi dan menimbulkan bintik-bintik oksidasi.
b. Air untuk pengolahan di pabrik persyaratannya tidak terlalu ketat, akan
tetapi tidak boleh mengandung kotoran. Air yang bersih dapat diperoleh
dari sumbernya atau dari sungai dengan cara disaring dan diendapkan
dalam bak-bak, atau dengan penambahan tawas.
2.2.2. Pengolahan Sit
Sit (sheet) adalah salah satu produk karet alam yang telah lama dikenal dipasar.
pengolahan sit oleh perkebunan besar dilaksanakan dipabrik pengolahan dengan
menggunakan peralatan yang lebih baik dan dengan kapasitas yang lebih besar.
Oleh karena itu, sit yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik dan kapasitas
produksinya pun tinggi. Cara pengolahan sit oleh perkebunan besar pada garis
besarnya meliputi urutan pekerjaan: penerimaan lateks, pengenceran, pembekuan,
penggiingan, pengasapan dan pengeringan, sortasi, dan pengepakan. Penjelasan
masing-masing tingkat pengolahan akan diuraikan satu per satu dibawah ini.
1. Penerimaan lateks
Lateks hasil penyadaapan yang berasal dari berbagai bagian kebun
penerimaan harus melalui saringan untuk mencegah aliran lateks yang terlalu
deras dan terbawanya lump atau kotoran lain kedalam bak penerimaan. Dari lateks
yang telah terkumpul dalam bak penerimaan diambil contoh untuk mengetahui
kadar karet kering. Hal ini penting untuk memperhitungkan kebutuhan air dalam
proses pengenceran lateks.
2. Pengenceran lateks
Pengenceran lateks atau memperlemah kadar karet adalah menurunkan
kadar karet yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet baku
(Kadar Karet Standart) sesuai dengan yang diperlukan dalam pembuatan sit, yaitu
sebesar 13%, 15%, 16% atau 20% sesuai dengan kondisi dan peralatan setempat.
Adapun maksud dari pengenceran lateks adalah:
a. Untuk melunakkan bekuan, sehingga tenaga gilingan tidak terlalu berat.
b. Memudahkan penghilangan gelembung udara atau gas yang terdapat
didalam lateks.
c. Memudahkan meratanya koagulan (asam pembeku) yang dibubuhkan
untuk proses koagulasi.
Pengenceran lateks yang dilaksanakan dalam bak-bak perlemahan, yang
sekali gus juga dapat dijadikan bak pembekuan.
Cara pengenceran yang umum dilaksanakan dipabrik adalah sebagai berikut:
a. Bak pembekuan di isi dengan air bersih yang banyaknya sesuai dengan
keperluan, sehingga tercapai kadar karet baku yang telah ditentukan.
b. Lateks dialirkan dari bak pencampur ke dalam bak pengencer melalui
talang. Sebelum masuk kedalam bak, lateks harus melaui saringan untuk
pembekuan. Saringan harus selalu bersih agar lateks selalu mengalir
dengan lancer.
c. Setelah lateks masuk ke dalam bak pengencer/pembekuan yang telah terisi
air tersebut, kemudian diaduk perlahan-lahan dengan alat pengaduk.
Buih-buih yang terjadi diambil dan ditempatkan dalam wadah yang tersedia
untuk diolah lebih lanjut.
Dalam pengenceran lateks, jumlah air yang diperlukan harus sesuai
dengan keperluan sehingga diperoleh kadar karet baku untuk pembuatan sit.
Pengenceran yang terlalu encer akan mengakibatkan bekuan yang terlalu lunak
dan dalam penggilingan mudah robek. Akan tetapi bila bekuan terlalu keras, akan
mengakibatkan pemakaian tenaga gilingan yang lebih besar dan print atau batikan
yaitu terjadinya kembang pada permukaan lembaran sit kurang dalam, dan
akibatnya waktu untuk pengeringan lebih lama.
Banyaknya air yang diperlukan untuk pengenceran lateks diperhitungkan
menurut rumus:
L = volume lateks yang diencerkan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah kerja dalam
proses pengenceran adalah sebagai berikut:
b. Isi bak dengan air bersih sebanyak yang diperlukan
c. Masukkan lateks kedalam bak melalui saringan
d. Aduklah dengan pengaduk yang telah disediakan
e. Buanglah busa yang timbul di permukaan bak dengan alat pembuang busa.
3. Pembekuan lateks
Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan butir-butir
karet yang terdapat dalam cairan lateks supaya menjadi satu gumpalan atau
koagulum. Untuk membuat koagulum ini, lateks perlu dibubuhi obat pembeku
seperti asam semut atau asam cuka. Menurut penelitian, terjadinya proses
koagulasi adalah karena terjadinya penurunan pH. Lateks segar yang diperoleh
dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5. Supaya dapat terjadi penggumpalan atau
koagulasi, pH yang mendekati netral tersebut harus diturunkan sampai 4,7. Pada
kemasaman ini tercapai titik isoelektris atau keseimbangan muatan listrik pada
permukaan partikel-partikel karet, sehingga partikel-partikel atau butir-butir karet
tersebut dapat menggumpal menjadi satu. Penurunan pH ini terjadi dengan
membubuhkan asam semut 1% atau asam cuka 2% kedalam lateks yang akan
diencerkan.
Cara pembekuan pada tangki pembekuan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tangki yang telah diisi lateks yang telah diencerkan di aduk beberapa kali.
Buanglah usa-busa yang timbul dengan alat pembuang busa. Pengadukan
pertama cukup 4 kali bolak balik.
b. Bubuhkan kedalam lateks yang telah diencerkan tersebut asam semut atau
asam cuka sesuai dengan yang diperlukan. Tiap liter lateks kadar karet
Aduklah agar asam tersebut merata di dalam larutan lateks. Pengadukan
dilakukan 6-10 kali bolak balik.
c. Buanglah busa yang timbul dengan segera
d. Pasanglah sekat-sekat dengan cepat tapi teratur mulai dibagian tengah
menuju pinggir sedemikian rupa, sehingga tiap ruang diantara sekat terisi
lateks yang tinggi permukaannya sama. Dengan demikian,
lembaran-lembaran koagulum yang dihasilkan ukurannya cukup seragam
e. Biarkan lateks membeku selama 2-3 jam. Bila telah membeku, tambahkan
air bersih kedalam tangki sampai permukaan bekuan sedikit terendam
f. Setelah sekat-sekat diangkat akan diperoleh lembaran-lembaran koagulum
yang siap untuk digiling
4. Penggilingan
Koagulum diangkat dari tangki/bak pembekuan dan melalui talang-talang
yang sengaja dipasang didorongkan mendekati mesin giling. Mesin giling sit
terdiri dari satu unit yang dipasang secara berurutan.
Guna dari gilingan atau kilang ini adalah:
a. Untuk menggiling lembaran koagulum menjadi
lembaran-lembaran sit yang mempunyai ukuran panjang, lebar dan tebalnya tebalnya
tertentu
b. Untuk mengeluarkan serum yang terdapat dalam koagulum
c. Untuk membuang busa yang tertinggal
d. Untuk memberikan gambaran (print, batikan, kembang) pada permukaan
lembaran sit
Lembaran sit yang keluar dari mesin giling mengandung ± 30% air, yaitu
air yang melekat pada permukaan lembaran dan air yang terdapat diantara
butir-butir karet di dalam lembaran. Untuk mendapatkan lembaran yang
sungguh-sungguh kering, air yang terdapat pada lembaran harus dikeluarkan. Disamping
itu, lembaran perlu pula diawetkan agar tahan terhadap kerusakan karena
gangguan cendawan yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas. Oleh karena
itu dalam pembuatan sit diperlukan adanya proses pengasapan dan pengeringan.
Proses pengasapan dimaksudkan juga untuk memberikan warna coklat
terang yang diinginkan. Dengan pengasapan, lembaran-lembaran terdesinfeksi
karena didalam asap terkandung komponen formaldehid, phenol, zat warna, dan
zat asam organic. Untuk mendapatkan desinfeksi yang kuat, pada tingkat
pengasapan suhu tidak boleh kurang dari 40oC.
Partikel-partikel asap merupakan partikel padat terdisfersi didalam
campuran gas yang berasal dari pembakaran kayu bakar. Partikel-partikel asap ini
mempunyai kutub polar, sehingga dengan lembaran-lembaran sit yang masih
basah akan terjadi koagulasi asap yang menyebabkan warna coklat pada
permukaan lembaran. Teknik pengasapan dan pengeringan harus disesuaikan
dengan dengan sifat sifat tersebut, agar diperoleh sit kering yang warnanya baik.
Selama proses pengasapan dan pengeringan suhu dan pertukaran udara
diatur sebagai berikut:
a. Hari pertama
Suhu dalam ruangan tempat pengasapan dipertahankan pada suhu
40-45oC. pada tingkat ini air yang terdapat pada permukaan lembaran sit dapat
sedikit terbuka. Pada fase ini harus diusahakan agar oven sebanyak mungkin
mengeluarkan asap dan suhu cukup panas, sehingga asap dapat naik keruangan
penggantungan sit. Pada tingkat pengasapan pertama ini, difusi air dari dalam
lembaran tidak merupakan factor pembatas, sehingga bagian asap dengan mudah
dapat diserap oleh permukaan lembaran-lembaran sit, dan lembaran-lembaran sit
ini kemudian berubah warna menjadi coklat.
b. Hari kedua
Selama 24 jam yang kedua, suhu didalam pengasapan diantara gantungan
lembaran-lembaran sit dinaikkan sampai 50-55oC. air yang melekat pada
permukaan mulai menguap. Proses penguapan bertambah sempurna bila uap
mudah dikeluarkan dari ruangan. Keadaan demikian dapat dicapai dengan
membuka ventilasi, sehingga uap air dari runangan mudah keluar.
c. Hari ketiga dan seterusnya
Selama masa ini suhu di dalam kamar dinaikkan sampai 55-60oC, tanpa
memasukkan pengasapan kedalamnya. Tujuan untuk mengeluarkan air yang
terdapat diantara butiran-butiran karet di dalam lembaran. Karena proses
pengeluarannya hanya mungkin dengan jalan difusi, maka proses pengeringannya
berlangsung perlahan-lahan, dengan suhu dipertahankan sekitar 60oC. ventilasi
diatur sedikit terbuka untuk memungkinkan udara beredar.
Setelah lembaran sit mencapai kekeringan sesuai dengan ditentukan, dapur
dimatikan dan kamar dibiarkan menjadi dingin. Lembaran-lembaran sit yang telah
kering dan berwarna coklat, yang disebut Ribbed Smoked Sheet dikeluarkan dan
diangkut keruangan sortasi.
Lamanya pengeringan di dalam kamar asap/pengeringan dipengaruhi oleh:
a. Tebal tipisnya lembaran sit
b. Bentuk pola atau print dari lembaran sit
c. Keras lunaknya lembaran sit
d. Cara dan rapatnya penggantungan
e. Pengaturan ventilasi/aliran udara
f. Pengaturan derajat panas/dapur api
g. Dinding isolasi panas ruangan pengeringan
h. Bahan bakar yang digunakan
i. Keadaan cuaca
6. Sortasi
Lembaran-lembaran sit yang telah selesai diasap, sesampainya diruang
sortasi ditimbang untuk mengetahui berat hasil akhir pengolahannya. Setelah
penimbangan selesai, lembaran-lembaran sit dibawa keruang sortasi. Pelaksanaan
sortai ini dimaksudkan untuk memisahkan lembaran-lembaran sit berdasarkan
tingkat kualitasnya.
Didalam ruangan sortasi terdapat meja sortasi, yang dilengkapi dengan
kaca baur yang dipasang miring 45oC dengan garis vertical. Dari bawah meja
dimasukkan sinar tembus yang berasal dari sinar matahari (pada siang hari) atau
dari lampu neon 10 Watt. Bila digunakan lampu neon, sinar lampu harus
dibiaskan lebih dahulu, tidak boleh langsung. Dengan demikian, sinar yang
menembus permukaan meja sortasi adalah sinar diffuse yang kemudian
menembus lembaran-lembaran sit yang diperiksa.
Setelah lembaran sit disortasi dikamar sortasi, tahap selanjutnya adalah
pengepakan atau pembungkusan. Sebelum dibungkus lembaran-lembaran sit
dilipat untuk memudahkan mengaturnya dalam peti waktu pengepakan. Sebelum
pengepresan, sejumlah sit untuk tiap-tiap bendela ditimbang sesuai dengan berat
yang dikehendaki. (setyamidjaja.1993)
2.3. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Karet
Dalam pengolahan karet selain dihasilkan produk-produk yang diinginkan juga
dihasilkan limbah. Limbah yang menjadi masalah dipabrik-pabrik biasanya
berupa cairan. Cairan ini dikenal dengan nama air limbah karet yang sebagian
besar komponennya terdiri dari air dan zat-zat sisa pengolahan karet.
Prosespembuatan karet membutuhkan air yang tidak sedikit. Pabrik pengolahan
skala kecil dengan kapasitas produksi yang sedikit saja membutuhkan air dalam
jumlah yang besar.
Dalam industri pengolahan karet, air digunakan sebagai bahan pengencer
lateks, pembuatan larutan-larutan kimia, pencuci hasil pembekuan dan alat-alat
yang digunakan, serta mendinginkan mesin-mesin. Sisa air yang digunakan akan
dikeluarkan dalam bentuk limbah. Dalam jangka waktu yang lama limbah akan
menumpuk dan menimbulkan masalah baru yang harus mendapat perhatian
khusus.
Air limbah yang dibuang langsung ke suatu tempat akan menyebabkan
polusi di lingkungan sekitarnya. Berbagai macam kotoran dan zat kimia yang
berbahaya juga bisa menimbulkan masalah kesehatan bagi mahluk hidup
2.3.1. Pengolahan Air Limbah Karet
Agar air limbah pengolahan karet bisa dibuang ke saluran-saluran air umum tanpa
membahayakan lingkungan, maka air limbah tersebut harus diolah terlebih
dahulu. Prinsip pengolahan air limbah adalah memisahkan partikel-partikel yang
berbahaya atau tidak diinginkan dari air atau mengubahnya menjadi zat-zat yang
dapat dimanfaatkan. Nilai BOD dan pH limbah dibuat menjadi nilai normal yang
tidak membahayakan. Pencemaran lingkungan yang bisa timbul sedapat mungkin
dicegah.
Dibanding dengan jenis karet yang lain, sisa proses pembuatan lateks
pekat merupakan limbah yang paling berbahaya bagi lingkungan. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) serta
pH air lateks pekat yang dibuat secara pusingan lebih besar dari pada limbah
pengolahan karet kering. Ini dapat dimengerti karena proses pembuatan lateks
kering tidak terlalu membaurkan air yang dipakai dalam pengolahan karet kering.
Ini dapat dimengerti karena proses pembuatan lateks kering tidak terlalu
membaurkan air yang dipakai dalam pengolahan seperti halnya pembuatan lateks
pekat. Pengolahan air limbah lateks pusingan antara lain dilakukan dengan sistem
kolam anaerob/aerob, oxidation ditch, anaerobic filter dan rotating biodisc.
Untuk mengolah air limbah diperlukan tempat untuk menampungnya.
Tempat penampungan bisa menggunakan kolam, bak atau tangki. Sarana
pengolahan air limbah yang memadai seharusnya memiliki kolam pengolahan
limbah tersendiri. Dalam sistem pengolahan ini dibuat dua kolam penampungan
yang terpisah. Kolam pertama untuk proses anaerob dan kolam kedua untuk
air limbah selama 18-20 hari. Sedangkan kapasitas kolam aerob diharapkan dapat
menampung produksi air limbah selama 8-10 hari. Kolam anaerob dibuat dibuat
lebih besar dari pada kolam aerob karena pada kolam anaerob pengurangan nilai
BOD setelah hari ketiga semakin besar. Sedangkan pada kolam aerob
pengurangan nilai BOD setelat hari keempat justru semakin kecil. Setelah kadar
BOD dan parameter lainnya seperti pH, amoniak menurun sampai angka yang
diperkenankan sebagai limbah yang dapat dibuang maka pengolahan dapat
dilanjutkan dengan limbah produksi periode berikutnya.
Pabrik yang mengolah karet sheet dan karet spesifikasi teknis tidak terlalu
mengalami kesulitan dalam masalah limbah. Air limbah pengolahan karet sheet
dan spesifikasi dapat dibuang kesaluran pembuangan air umum hanya dengan
pengolahan yang sederhana. Ada dua macam limbah yang dihasilkan pada
pembuatan karet sheet. Pertama berupa serum dari hasil penggumpalan lateks
yang relatif bebas dari butir-butir karet. Limbah ini biasanya dibuang. Kedua,
berupa lateks yang sangat encer dan biasanya merupakan hasil pencucian tangki
pengangkut dan penampung lateks serta sarana yang dipakai untuk pengolahan
karet di tempat pengolahan. Lateks encer memiliki kadar karet kering yang masih
lumayan, sekitar 0,5-2%. Jenis limbah yang kedua ini sebenarnya bisa
dimanfaatkan.
Pemanfaatan lateks yang sangat encer sisa pengolahan sheet dilakukan
dengan cara penggumpalan. Prinsip pengolahan adalah adalah penampungan
limbah dan penggumpalan lateks sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan olah
karet. Karena air limbah mengandung lateks yang sangat encer, maka
untuk menggumpal sempurna akan lama. Selain itu, asam yang dibutuhkan
persatuan berat karet juga cukup banyak. Adapun bahan penggumpal yang baik
untuk penggumpalan limbah adalah Buckom LAWT-60 yang dikenal dengan
merek dagang Busan.
Buckom LAWT-60 digunakan untuk menetralkan muatan pada permukaan
butir-butir karet yang terkandung didalam limbah. Besarnya jumlah muatan
berbanding langsung dengan berat kering limbah lateks. Dalam tempo yang relatif
singkat, kurang dari setengah jam, akan diperoleh gumpalan lateks yang
sempurna. Bila menggunakan asam format membutuhkan waktu 3-4 jam.
Selain hasil karet yang didapat, masih ada sisa limbah lagi dari perlakuan
ini. Namun, limbah sisa pengolahan lanjut ini memiliki nilai BOD, COD, NH3
yang lebih rendah, pHnya juga hampir mencapai netral.
2.3.2. Pemanfaatan Limbah Karet
Air limbah karet lateks pusingan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman
setelah diolah. Berdasarkan penelitian, unsur N, P, K, dan Mg ternyata terdapat
didalam limbah. Walaupun masih dalam taraf uji coba, beberapa tempat yang
telah melakukan pengolahan limbah memberikan sisa air limbah ini kepada
tanaman karet sebagai pupuk.
Pemberian air limbah olahan sebagai pupuk dapat diberikan pada tanaman
karet dipembibitan, tanaman yang belum menghasilkan (TBM), dan tanaman yang
sudah menghasilkan lateks. Pemanfaatan limbah karet sisa pengolahan sheet
berupa gumpalan lateks merupakan tambahan bahan olahan. Bila tidak diolah,
bagian ini akan terbuang percuma dan tidak memberikan nilai tambah sama
BOD, COD, NH3 yang lebih rendah serta pH yang mendekati normal.
(Tim Penulis PS.2013)
2.4. Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Lingkungan
Pada umumnya, perdebatan mengenai suatu data hasil pengujian difokuskan pada
pengambilan sampel yang telah dilakukan. Sehubungan dengan itu, apabila lokasi
dan titik pengambilan sampel dinyatakan tidak representatif, data hasil
pengujiaanya pun tidak dapat menggambarkan kualitas lingkungan sesungguhnya.
Karena itu, penentuan lokasi dan titik pengambilan memiliki arti penting.
2.4.1. Penentuan lokasi dan titik pengambilan sampel air limbah
Air limbah atau limbah cair industri adalah limbah yang dihasilkan pada setiap
tahap produksi yang berupa air sisa, air bekas proses produksi, atau air bekas
pencucian peralatan industri. Sesuai dengan undang-undang lingkungan hidup, air
limbah industri harus dipantau pada waktu tertentu. Data yang diperoleh dari
lokasi pemantauan dan titik pengambilan harus dapat menggambarkan kualitas air
limbah yang akan disalurkan ke perairan penerima.
Pemilihan lokasi dan titik pengambilan sampel air limbah bertujuan:
a. Mengetahui efisiensi proses produksi. Caranya, sampel diambil dari bak
kontrol air limbah sebelum masuk ke pipa atau saluran gabungan yang
menuju ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Pengambilan sampel di
lokasi itu dilakukan apabila suatu industri menghasilkan berbagai jenis
Semakin kecil konsentrasi air limbah dan beban pencemaran, efisiensi
produksi semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya.
b. Mengevaluasi efisiensi IPAL. Dalam hal ini sampel diambil pada titik
masuk (inlet) dan keluar (outlet) IPAL dengan memperhatikan waktu
retensi. Sampel harus diambil pada waktu proses industri berjalan normal.
c. Mengendalikan pencemaran air. Untuk itu sampel diambil pada:
1. Titik perairan penerima sebelum air limbah masuk ke badan air.
Pengambilan itu untuk mengetahui kualitas perairan sebelum
dipengaruhi oleh air limbah.
2. Titik akhir saluran pembuangan limbah (outlet) sebelum air limbah
disalurkan ke perairan penerima. Sampel diambil di situ untuk
mengetahui kualitas effluent. Apabila dari hasil pengujiannya melebihi
nilai baku mutu lingkungan dapat disimpulkan bahwa industri terkait
melanggar hukum.
3. Titik perairan penerima setelah air limbah masuk ke badan air, namun
sebelum menerima air limbah lainnya. Pengambilan tersebut untuk
mengetahui kontribusi air limbah terhadap kualitas perairan penerima.
(Hadi.2007)
2.5. Amoniak
Zat anti koagulan yang satu ini termasuk banyak digunakan. Apabila segala sesuatunya
dilakukan dengan benar dan cermat maka hasil yang didapat dengan menggunakan
amoniak akan memuaskan. Lateks yang akan diolah menjadi crepe hendaknya tidak
diberi amoniak secara berlebihan karena berpengaruh terhadap warna crepe yang jadi
nantinya. Dosis omoniak yang dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagulasi adalah
berkadar 20% maka jumlah amoniak yang dibutuhkan adalah 0,6-1,2 mL. Bila dengan
dosis seperti ini prakoagulasi belum bisa dicegah, dosisnya dapat dinaikkan 2 kali lipat
atau menggunakan larutan amoniak yang berkadar 5%. (Tim penulis PS.2013)
Amoniak NH3, merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4+ pada pH
rendah dan disebut amonium; amoniak sendiri berada dalam keadaan tereduksi
(-3) Amoniak dalam air permukaan berasal dari air seni dan tinja, juga dari oksidasi
zat organis ( HaObCcNd ) secara mikrobiologis, yang berasal dari air alam atau air
buangan industri dan penduduk, sesuai reaksi sebagai berikut:
HaObCcNd + ( c + �4 - �2 - 34 d ) O2 c CO2 + ( �2 - 32 d ) H2O + d NH3
Zat organis bakteri
Dapat dikatakan bahwa amoniak berada di mana-mana, dari kadar beberapa air
buangan. Air tanah hanya mengandung sedikit NH3, karena NH3 dapat menempel
pada butir-butir tanah liat selama infiltrasi air kedalam tanah dan sulit terlepas dari
butir-butir tanah liat tersebut. Kadar amoniak yang tinggi pada amoniak yang
tinggi pada air sungai selalu menunjukkan adanya pencemaran. Rasa NH3 kurang
enak, sehingga kadar NH3 harus rendah, pada air minum kadarnya hars nol dan
pada air sungai harus dibawah 0,5 mg/l. (Alaert.1986)
Amoniak (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion
amonium adalah bertuk transisi dari amonia. Amoniak banyak digunakan dalam
proses produksi urea, industri bahan kimia (asam nitrat, amonium fosfat,
amonium nitrat, dan amonium sulfat), serta industri bubur kertas dan kertas (pulp
dan paper). Sumber amonia diperairan adalah pemecahan nitrogen organik
yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang
telah mati) oleh mikroba dan jamur. Proses ini dikenal dengan istilah amonifikasi,
ditunjukkan dalam persamaan reaksi:
N organik + O2 NH3-N + O2 NO2-N + O2 NO3-N
Amonifikasi nitrifikasi
Reduksi nitrat (denitrifikasi) oleh aktifitas mikroba pada kondisi anaerob,
yang merupakan proses yang biasa terjadi pada pengolahan limbah, juga
menghasilkan gas amoniak dan gas-gas lain, misalnya N2O, NO2, NO, dan N2.
Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme juga
banyak mengeluarkan amoniak. Sumber amoniak yang lain adalah reduksi gas
nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri, dan
domestik. Amoniak yang terdapat dalam mineral masuk kebadan air melalui erosi
tanah. Diperairan alami, pada suhu dan tekanan normal amoniak berada dalam
bentuk gas dan membentuk kesetimbangan dengan gas amonium. Kesetimbangan
antara gas amonia dan gas amonium ditunjukkan dalam persamaan reaksi
NH3 + H2O NH4+ + OH
-Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia membentuk kompleks dengan beberapa
ion logam. Amoniak juga dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspensi dan
koloid sehingga mengendap didasar perairan. Amoniak diperairan dapat
menghilang melalui proses volatilisasi karena tekanan parsial amoniak dalam
larutan meningkat dengan semakin meningkatnya pH. Hilangnya amoniak
keatmosfer juga dapat meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin dan
Aminiak bebas tidak dapat terionisasi, sedangkan amonium (NH4+) dapat
terionisasi. (Efendi.2003)
Analisa air limbah berurusan dengan lima kelompok nitrogen yang
berbeda-beda yaitu amoniak bebas, amoniak albuminoida, nitrogen organik, nitrat
dan nitrit. Hubungan-hubungan yang timbul diantara berbagai bentuk campuran
nitrogen dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam alam pada umumnya
digambarkan dengan diagram siklus nitrogen yang terkenal. Di dalam air limbah
kebanyakan dari nitrogen itu pada dasarnya terdapat dalam bentuk organik atau
nitrogen protein dan amoniak. Setingkat demi setingkat nitrogen organik itu
dirubah menjadi nitrogen amoniak, dan dalam kondisi-kondisi aerobik, oksidasi
dari amoniak menjadi nitrit dan nitrat terjadi sesuai waktunya.
Penentuan-penentuan dari pada nitrogen dibuat untuk mengendalikan tingkat pemurnian yang
tercapai dalam proses-proses pembenahan biologis, nitrifikasi yang menunjukkan
tingkat keseimbangan selokan yang tinggi.
2.5.1. Amoniak Bebas
Amoniak ini disebut juga nitrogen amoniak, dihasilkan dari pembusukan secara
bakterial zat-zat organik. Air limbah yang masih baru (segar) secara relatif
berkadar amoniak bebas rendah dan berkadar nitrogen organik tinggi. Nitrogen
amoniak berkurang kadarnya ketika air limbah dibenahi sedangkan
keseimbangannya tercapai.
2.5.2. Amoniak Albuminoida
Amoniak albuminoida dianggap sebagai suatu ukuran bagi nitrogen organik yang
pada seluruh nitrogen organik pada zat mana amoniak albuminoida itu
mempunyai hubungan-hubungan yang dapat berlain-lainan. Dalam air limbah
yang kasar, nitrogen albuminoida itu pada umumnya berjumlah kira-kira setengah
dari pada seluruh jumlah nitrogen organik. (Mahida.1981)
2.6. Spektrofotometri Untuk Penentuan NH3
Dalam analisis spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasi yang menjorok
ke dalam daerah ultraviolet spektrum itu. Dari spektum ini, dipilih
panjang-panjang gelombang tertentu dengan lebar pita kurang dari 1 nm. Proses ini
memerlukan penggunaan instrumen yang lebih rumit dan karenanya lebih mahal.
Instrumen yang digunakan untuk maksud ini adalah spektrofotometer, dan seperti
tersirat dalam nama ini, instrument ini sebenarnya terdiri dari dua instrument
dalam satu kotak sebuah spektrometer dan sebuah fotometer.
Sebuah spektrometer optis adalah sebuah instrument yang mempunyai
sistem optis yang dapat menghasilkan sebaran (dispersi) radiasi elektromagnet
yang masuk, dan dengan mana dapat dilakukan pengukuran kuantitas radiasi yang
diteruskan pada panjang gelombang terpikih dari jangka spektral itu. Sebuah
fotometer adalah peranti untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan atau
suatu fungsi intensitas ini. Bila digabung dalam spektrofotometer, spektrometer
dan fotometer itu digunakan secara gabungan untuk menghasilkan suatu isyarat
yang berpadanan dengan selisih antara radiasi yang diteruskan oleh bahan
pembanding dan radiasi yang diteruskan oleh contoh pada panjang-panjang
Bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium
homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian diserap dalam
medium itu, dan sisanya diteruskan. Kedua hukum yang terpisah yang mengatur
absorpsi itu biasanya dikenal sebagai hukum Lambert dan Hukum Beer. Hukum
Lambert menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium tembus
cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan berbanding
lurus dengan intensitas cahaya. Hukum Beer mengkaji efek konsentrasi penyusun
yang berwarna dalam larutan, terhadap tranmisi maupun absorpsi cahaya.
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada analisis yang saya lakukan terhadap penentuan kadar NH3 (amoniak) yang
terdapat dalam limbah cair pengolahan karet PT. Bandar Sumatera Indonesia
menggunakan spektrofotometri visibel nova 60 di Kantor Lingkungan Hidup
Serdang Badagai, digunakan beberapa alat dan bahan sebagai berikut.
3.1. Alat-Alat
a. Tabung test Pyrex
b. Pipet volume 5 mL Pyrex
c. Sendok Mikrospon Merck
d. Cell Merck
e. Spektrofotometri visibel Nova 60
f. Tisue
g. Bola Karet
h. Arloji
i. Pipet Tetes
3.2. Bahan
a. Sampel air limbah PT. Bandar Sumatera Indonesia
b. Reagent Test Kit
Pereaksi NH4-1
Pereakssi NH4-2
Pereaksi NH4-3
c. Aquadest
3.3. Prosedur Penelitian
a. dipipet 5 ml sampel kedalam tabung test
b. ditambahkan 0,5 ml NH4-1 dengan pipet
c. dicampur
d. ditambahkan 1 mL NH2-2 dengan pipet
e. dihomogenkan
f. didiamkan selama 5 menit
g. dipindahkan larutan kedalam cell yang sesuai
h. dipilih metode dengan auto selector
i. ditempatkan cell kedalam ruang cell
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Percobaan
Pada analisa yang saya lakukan terhadap penentuan kadar NH3 (amoniak) yang
terdapat pada limbah cair pengolahan karet menggunakan Spektrofotometri
visibel Nova 60 di Laboratorium Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Serdang
Bedagai, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel Analisa kadar Amoniak (NH3)
No Sampel Konsentrasi 1
Dalam rangka memenuhi ketentuan-ketentuan pokok pengolahan Lingkungan
Hidup pada undang-undang No. 4 tahun 1982. PP/20/1990 tentang pengendalian
pencemaran air dan keputusan MENLH No. Kep. 51/MENLH/10/1991 tentang
penetapan baku mutu limbah cair kegiatan industri dan pelaksanaan pembangunan
berwawasan lingkungan yang akhirnya menuju pencapaian sertifikat ISO 14000,
perlu ditetapkan pedoman limbah pabrik dan lingkungan. Pengelolaan limbah
pengolahan dan sanitasi pabrik (in-plant control dan house keeping) serta sistem
pengendalian limbah termasuk pengoperasian, pemeliharaan dan pemantauan
IPAL dan lingkungan serta pemanfaatan air limbah. (Potter.1994)
Dari penelitian diperoleh hasil kadar amonia pada sampel outlet kolam
IPAL pada minggu-1 adalah sebesar 0,978 mg/L, minggu-2 adalah sebesar 0,763
mg/L dan pada minggu-3 adalah sebesar 1,247 mg/L. Dari hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa kandungan amonia pada limbah cair
pengolahan karet telah memenuhi baku mutu pengolahan air limbah industri karet
menurut Kep-51/MENLH/10/1995 dimana kadar amonia maksimum pada air
limbah industri karet adalah sebesar 10 mg/L.
Semakin tinggi kandungan amonia dalam air limbah, ini akan
menyebabkan keracunan pada mahluk hidup terutama pada mahluk hidup yang
diperairan. Oleh sebab itu parameter ini tercantum pada spesifikasi mutu limbah
yang sesuai dengan baku mutu pengolahan air limbah industri karet menurut
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
a. Dari analisis yang dilakukan menggunakan alat Spektrofotometri visibel
Nova 60, diperoleh kadar amonia dari outlet minggu-1 adalah sebesar
0,978 mg/L, minggu-2 adalah sebesar 0,763 mg/L dan pada minggu-3
adalah sebesar 1,247 mg/L. Hal ini membuktikan bahwa kandungan
amonia pada limbah cair pengolahan karet telah memenuhi baku mutu
pengolahan air limbah industri karet menurut Kep-51/MENLH/10/199
dimana kadar amonia maksimum pada air limbah industri karet adalah
sebesar 10 mg/L.
b. Sumber amoniak pada limbah cair berasal dari penambahan amoniak
untuk mencegah terjadinya prakoagulasi. Dalam pengolahan karet selain
dihasilkan produk-produk yang diinginkan juga dihasilkan limbah. Limbah
yang menjadi masalah dipabrik-pabrik biasanya berupa cairan. Cairan ini
dikenal dengan nama air limbah karet yang sebagian besar komponennya
terdiri dari air dan zat-zat sisa pengolahan karet. Proses pembuatan karet
membutuhkan air yang tidak sedikit. Dalam industri pengolahan karet, air
digunakan sebagai bahan pengencer lateks, pembuatan larutan-larutan
kimia, pencuci hasil pembekuan dan alat-alat yang digunakan. Sisa air
5.2. Saran
Dalam penentuan kadar amoniak dalam sampel limbah cair industri sebaiknya di
analisis segera atau pun dapat dilakukan pengawetan sampel dengan
menggunakan H2SO4(P) dalam waktu maksimal 28 hari dan didinginkan pada suhu
DAFTAR PUSTAKA
Alearts, G. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya. Usaha-Nasional. 184-189. Budiman, H.S.P. 2012. Budidaya Karet Unggul. Yogyakarta. Pustaka Baru Press.
185-191.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta. Kanisus. 148-152.
Hadi , A. 2007. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. Jakarta. PT.Gramedia Pustaka Utama. 81-83.
Mahida, U.N. 1993. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Ed ke1. Cetakan 4. Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada. 20-21.
Potter, C. 1994. Sumber, Pengendalian dan Baku Mutu Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia. Canada. Dalhousie University. 13-17.
Nazaruddin. 1998. Karet. Jakarta. Swadaya. 148-149.
Setiawan, D.H. dan Agus. A. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta. Agromedia. 33-42.
Setyamidjaja, D. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta. Kanisius. 151-179.
Spillane, J.J. 1998. Komoditi Karet. Yogyakarta. Kanisius. 76.
Tim Penulis PS. 2013. Panduan Lengkap Karet. Jakarta. Penebar Swadaya. 7-17. Vogel.1994.Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Ed ke4. Buku Kedokteran
Lampiran 1
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor: Kep-51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair
Industri Karet
BAKU MUTU LIMBAH CAIR
Prameter Kadar Maksimum
(mg/L)
Amonia Total (sebagai N)
150
Lampiran 2
Bagan Pengolahan Karet Sheet
Dari kebun scraps Lateks