• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD) PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD) PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE EFFECTS OF FOLIC ACID GIVEN DURING PREGNANCY DUE TO THE INCIDENCES OF NEURAL TUBE DEFECTS (NTD) ON FETAL

RATS (Rattus norvegicus) STRAINSSPRAGUE DAWLEY

By

ANALIA

Background: Neural Tube Defects (NTD) are malformations of the central nervous

system which are caused by failure of neural tube closure during embryogenesis. Folic acid supplementation is needed to prevent babies born with neural tube defects. This study aims to determine the effect of folic acid on the various administration periods against NTD incidence of fetal rats (Rattus norvegicus) strainsSprague dawley.

Methods: This study used 30 white female rats (Rattus norvegicus) strains Sprague

dawley with 200-250 grams body weight which are divided into five groups: negative control (NC) were not given folic acid during pregnancy, positive control (PC) were given folic acid during pregnancy, treatment group 1 (P1) were given folic acid in first trimester, treatment group 2 (P2) were given folic acid in second trimester, and treatment group 3 (P3) were given folic acid in third trimester.

Results: In NC groups obtained three fetal rats with NTD; all fetal in PC group were normal; all fetal in P1 group were normal; all fetal in P2 groups were normal; all fetal in P3 were normal. Data were analyzed using Kruskal-Wallis non parametric test and obtained significant value of p=0,080.

Conclusion:There are no difference in the effects of folic acid on various administration

(2)

ABSTRAK

PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD)

PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALURSPRAGUE DAWLEY

Oleh

ANALIA

Latar Belakang: Neural Tube Defects (NTD) atau cacat tabung saraf merupakan

malformasi pada sistem saraf pusat yang diakibatkan kegagalan penutupan tabung saraf selama embriogenesis. Suplementasi asam folat diperlukan untuk mencegah bayi lahir dengan NTD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asam folat pada berbagai periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galurSprague dawley.

Metode: Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih betina galur Sprague dawley

dengan berat badan 200-250 gram yang dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu kontrol negatif (KN) yang tidak diberikan asam folat selama kehamilan, kontrol positif (KP) yang diberikan asam folat selama kehamilan, perlakuan 1 (P1) yang diberikan asam folat pada trimester satu, perlakuan 2 (P2) yang diberikan asam folat pada trimester dua, dan perlakuan 3 (P3) yang diberikan asam folat pada trimester tiga.

Hasil Penelitian: Pada kelompok KN didapatkan tiga ekor fetus dengan NTD; pada KP

semua fetus normal; pada P1 semua fetus normal; pada P2 semua fetus normal; pada P3 semua fetus normal. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan didapatkan nilai signifikansi p=0,080.

Kesimpulan:Tidak terdapat perbedaan efek asam folat pada berbagai periode pemberian

(3)

i

PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD)

PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY

(Skripsi)

Oleh ANALIA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

ii

PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD)

PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY

Oleh ANALIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(5)

iii

ABSTRACT

THE EFFECTS OF FOLIC ACID GIVEN DURING PREGNANCY DUE TO THE INCIDENCES OF NEURAL TUBE DEFECTS (NTD) ON FETAL

RATS (Rattus norvegicus) STRAINS SPRAGUE DAWLEY

By

ANALIA

Background: Neural Tube Defects (NTD) are malformations of the central nervous

system which are caused by failure of neural tube closure during embryogenesis. Folic acid supplementation is needed to prevent babies born with neural tube defects. This study aims to determine the effect of folic acid on the various administration periods against NTD incidence of fetal rats (Rattus norvegicus) strains Sprague dawley.

Methods: This study used 30 white female rats (Rattus norvegicus) strains Sprague dawley with 200-250 grams body weight which are divided into five groups: negative control (NC) were not given folic acid during pregnancy, positive control (PC) were given folic acid during pregnancy, treatment group 1 (P1) were given folic acid in first trimester, treatment group 2 (P2) were given folic acid in second trimester, and treatment group 3 (P3) were given folic acid in third trimester.

Results: In NC groups obtained three fetal rats with NTD; all fetal in PC group were normal; all fetal in P1 group were normal; all fetal in P2 groups were normal; all fetal in P3 were normal. Data were analyzed using Kruskal-Wallis non parametric test and obtained significant value of p=0,080.

(6)

iv

ABSTRAK

PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD)

PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY

Oleh

ANALIA

Latar Belakang: Neural Tube Defects (NTD) atau cacat tabung saraf merupakan

malformasi pada sistem saraf pusat yang diakibatkan kegagalan penutupan tabung saraf selama embriogenesis. Suplementasi asam folat diperlukan untuk mencegah bayi lahir dengan NTD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asam folat pada berbagai periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

Metode: Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih betina galur Sprague dawley dengan berat badan 200-250 gram yang dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu kontrol negatif (KN) yang tidak diberikan asam folat selama kehamilan, kontrol positif (KP) yang diberikan asam folat selama kehamilan, perlakuan 1 (P1) yang diberikan asam folat pada trimester satu, perlakuan 2 (P2) yang diberikan asam folat pada trimester dua, dan perlakuan 3 (P3) yang diberikan asam folat pada trimester tiga.

Hasil Penelitian: Pada kelompok KN didapatkan tiga ekor fetus dengan NTD; pada KP

semua fetus normal; pada P1 semua fetus normal; pada P2 semua fetus normal; pada P3 semua fetus normal. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan didapatkan nilai signifikansi p=0,080.

Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan efek asam folat pada berbagai periode pemberian

(7)
(8)
(9)
(10)

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 September 1995, merupakan anak

keempat dari lima bersaudara, dari Ayahanda Zein dan Ibunda Tjandrawati.

Pendidikan Taman Kanak-kanak diselesaikan di TK Muslimat III Rawalumbu

Bekasi Timur pada tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri

Bojong Rawalumbu IX pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP)

diselesaikan di SMP Negeri 16 Bekasi pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah

Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 5 Bekasi pada tahun 2013.

Tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SBMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif pada organisasi PMPATD Pakis

Rescue Team sebagai anggota dan bendahara divisi Pengabdian Masyarakat pada

(11)

ix

Persembahan

Ku persembahkan karya ini untuk

papa, mama, ketiga kakakku dan

adikku tercinta

“Sesungguhnya

bersama

kesulitan ada kemudahan.

Maka apabila engkau telah

selesai

(dari

sesuatu

urusan), tetaplah bekerja

keras (untuk urusan lain),

dan

hanya

kepada

Tuhanmulah

engkau

berharap”

(12)

x

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini berjudul “PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT

SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS

(NTD) PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di

Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas

Lampung;

2. Dr. Dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran

(13)

xi

3. dr. Rodiani, M.Sc, Sp.OG selaku Pembimbing Satu yang telah bersedia

meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran dan nasihat yang

bermanfaat dalam penelitian skripsi ini;

4. dr. Dwi Indria Anggraini, M.Sc, Sp.KK selaku Pembimbing Kedua yang

telah bersedia meluangkan waktu, memberikan masukan, kritik, saran dan

nasihat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Ratna Dewi Puspita Sari, Sp.OG selaku Pembahas skripsi yang

bersedia meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan kritik,

saran dan nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. Dr. Dyah Wulan S. R. W., SKM., M.Kes selaku Pembimbing Akademik

saya atas waktu dan bimbingannya.

7. Ayahanda tercinta, Bapak Zein, terima kasih atas doa, kasih sayang,

nasihat serta bimbingan yang telah diberikan untukku, serta selalu

mengingatkan untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT

selalu melindungi dan menyayangi;

8. Ibunda, Ibu Tjandrawati, terima kasih atas doa, kasih sayang, nasihat dan

bimbingan yang telah diberikan untukku, serta selalu mengingatkan untuk

selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan

menyayangi;

9. Saudara kandung saya, Adni Oktaviana, Anita Wulandari, Indra Surya,

Egha Wahyu Ramdhan, yang selalu memberikan dukungan, semangat dan

(14)

xii

10.Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada

penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai

cita-cita;

11.Seluruh Staf Tata Usaha, Administrasi, Akademik, pegawai dan karyawan

FK Unila;

12.Tim Penelitian saya (Annisa Rusfiana dan Ridho Pambudi) atas

kerjasamanya dalam melakukan penelitian ini;

13.Teman-teman sejawat angkatan 2013 (CERE13ELLUM) yang tidak bisa

disebutkan satu persatu.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna

bagi kita semua. Aamiin

Bandar Lampung, Januari 2017

Penulis

(15)

i

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.4.3 Metabolisme Asam Folat ... 9

2.5. Neural Tube Defects (NTD) ... 10

2.5.1. Definisi Neural Tube Defects (NTD) ... 10

2.5.2. Faktor Resiko Neural Tube Defects (NTD) ... 11

2.5.3. Patogenesis Neural Tube Defects (NTD) ... 11

2.5.4. Klasifikasi dan Manifestasi Neural Tube Defects (NTD) ... 13

2.5.5. Diagnosis Neural Tube Defects (NTD) ... 16

2.5.6. Penatalaksanaan Neural Tube Defects (NTD) ... 18

2.6. Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 18

2.6.1. Taksonomi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 18

2.6.2. Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 18

2.6.3. Kehamilan Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 19

2.6.4. Embriologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 21

2.7. Hubungan Asam Folat dengan NTD ... 23

2.8. Gambaran NTD pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 25

(16)

ii

2.10. Kerangka Konsep ... 28

2.11. Hipotesis ... 28

BAB IIIMETODE PENELITIAN... 29

3.1 Desain Penelitian ... 29

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.3 Populasi dan Sampel ... 30

3.3.1. Populasi Penelitian ... 30

3.3.2. Kriteria Inklusi ... 30

3.3.3. Kriteria Ekslusi ... 30

3.3.4. Kriteria Drop Out ... 30

3.3.5. Besar Sampel Penelitian ... 30

3.3.6. Teknik Sampling ... 32

3.3.7. Kelompok Perlakuan ... 32

3.4 Alat dan Bahan Penelitian ... 32

3.4.1. Alat Penelitian ... 32

3.4.2. Alat untuk Nekropsi ... 33

3.4.3. Bahan Penelitian ... 33

3.5 Prosedur Penelitian ... 34

3.5.1. Ethical Clearance ... 34

3.5.2. Pengadaan Hewan Coba ... 34

3.5.3. Prosedur Aklimatisasi dan Pemeliharaan Tikus ... 34

3.5.4. Prosedur Perkawinan Tikus ... 35

3.5.5. Prosedur Penetapan Dosis Asam Folat pada Hewan Coba ... 35

3.5.6. Prosedur Perlakuan ... 37

3.5.7. Terminasi Kehamilan dengan Nekropsi ... 37

3.5.8. Observasi Kelainan ... 38

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 38

3.6.1. Identifikasi Variabel ... 38

3.6.2. Definisi Operasional Variabel ... 39

3.7 Pengolahan dan Analisis Data... 39

3.7.1. Pengolahan Data ... 39

3.7.2. Analisis Data ... 40

3.8 Diagram Alur Penelitian ... 41

BAB 4HASIL DAN PEMBAHASAN... 42

4.1. Hasil Penelitian ... 42

4.2. Pembahasan... 44

BAB 5SIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1. Simpulan ... 49

(17)

iii

(18)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan Folat pada Beberapa Bahan Makanan………..……...……. 9

2. Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)……...…...……… 19

3. Embriologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)………...………. 21

4. Definisi Operasional Variabel……...………..…………... 39

5. Rerata Jumlah Fetus Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 43

(19)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin….……….………...…… 6

2. Gambaran Mikroskopis Tabung Saraf Embrio... 17

3. Gambaran Mikroskopis Spinal Cord Embrio... 17

4. Apusan Vagina Tikus Setelah Kopulasi... 20

5. Gambaran Anensefalus pada Tikus... 25

6. Gambaran Spina Bifida Tikus ... 25

7. Gambaran Tikus Normal dan Neural Tube Defects pada Tikus... 26

8. Kerangka Teori... 27

9. Kerangka Konsep... 28

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Malformasi kongenital atau yang biasa disebut sebagai cacat lahir atau cacat

bawaan dapat menyebabkan hilangnya seluruh atau sebagian dari struktur

normal tubuh. Umumnya timbul mulai dari minggu ketiga hingga kedelapan

kehamilan. Satu dari 40 atau sekitar 2,5% dari total bayi yang baru lahir

mengalami malformasi. Malformasi kongenital merupakan penyebab utama

kematian bayi yaitu sekitar 21% dari semua kematian bayi (Sadler, 2000).

Penyebab malfomasi pada umumnya bersifat multifaktorial (Imbard et al, 2013; Wang et al, 2013).

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan malformasi yaitu defisiensi asam

folat selama kehamilan. Beberapa malformasi kongenital, seperti NTD, cacat

jantung, langit-langit atau bibir sumbing bahkan Down Syndrome

diperkirakan terkait dengan defisiensi dan gangguan metabolik asam folat.

Neural Tube Defects (NTD) merupakan malformasi yang sering muncul akibat defisiensi folat, dan merupakan malformasi kedua tersering setelah

(21)

2

Secara global, diperkirakan sekitar 300.000 bayi dilahirkan dengan NTD

setiap tahunnya, yang mengakibatkan sekitar 88.000 kematian dan 8,6 juta

disability adjusted live years (DALY). Surveillans jangka panjang di negara-negara yang telah berhasil menerapkan fortifikasi, seperti Amerika Serikat,

Kanada, Kosta Rika, Afrika Selatan, Chili, dan Cina menunjukan bahwa

suplementasi folat dapat mengurangi prevalensi NTD menjadi lima sampai

enam per 10.000 kehamilan (Zaganjor et al, 2016).

Hal tersebut membuat asam folat menjadi mikronutrien yang sangat penting

untuk ibu hamil. Asam folat merupakan nutrisi esensial yang tidak bisa

disintesis oleh tubuh manusia, sehingga membutuhkan asupan dari makanan,

fortifikasi dan suplementasi. Folat banyak terdapat di berbagai sumber

makanan, namun karena bersifat termolabil dan larut air membuatnya mudah

rusak oleh pemanasan. Folat dibutuhkan untuk replikasi DNA dan sebagai

substrat dalam berbagai reaksi enzimatis termasuk sintesis asam amino dan

metabolisme vitamin. Peningkatan kebutuhan asam folat selama kehamilan

dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan fetus (Greenberg et al, 2011; Tangkilisan & Rumbajan, 2002).

Suplementasi umumnya berupa pil besi (200 mg sulfas ferosus dan 0,25 mg asam folat) diperlukan agar tercukupinya kebutuhan asam folat. Persentase

ibu hamil yang minum pil besi di Provinsi Lampung hanya sekitar 79,43%

pada tahun 2007, sebesar 85,61% pada tahun 2008, dan tahun 2009 sebesar

(22)

3

ibu hamil mendapat tablet besi tahun 2014 yaitu 85,1%, angka tersebut belum

mencapai target program tahun 2014 sebesar 95%. Cakupan pemberian 90

tablet besi pada ibu hamil di Provinsi Lampung sebesar 83,5% (Kementerian

Kesehatan RI, 2015).

Pada awal kehamilan, terdapat kesepakatan universal tentang rekomendasi

asam folat. Setelah kehamilan minggu ke-12 tidak ada rekomendasi resmi

untuk suplementasi asam folat. Dengan demikian, rekomendasi ini

difokuskan untuk mencegah NTD pada awal kehamilan, tetapi manfaat

suplementasi pada kehamilan lanjut masih belum diketahui dengan baik. Pada

penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa suplementasi lanjutan setelah

trimester pertama kehamilan dapat mencegah penurunan konsentrasi folat

serum dan peningkatan konsentrasi homosistein plasma, yang telah dikaitkan

dengan peningkatan resiko NTD, yang umumnya terjadi pada tahap akhir

kehamilan (Mcnulty et al,2013). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh asam folat pada berbagai periode pemberian terhadap

kejadian NTD yang akan dilakukan pada hewan percobaan.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian

yang bertujuan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan

apakah terdapat perbedaan efek asam folat pada berbagai periode pemberian

terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur

(23)

4

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui efek asam folat pada berbagai

periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah

pengetahuan dan wawasan tentang peranan asam folat dalam kehamilan,

serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana.

2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan

informasi tentang suplementasi asam folat dapat menurunkan resiko

kejadian NTD serta memberikan pemikiran positif mengenai pentingnya

suplementasi asam folat pada masa kehamilan.

3. Bagi institusi pendidikan, sebagai wujud realisasi Tridarma Perguruan

Tinggi dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga yang

menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian bagi

masyarakat.

4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi untuk penelitian yang

(24)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Kehamilan

Kehamilan merupakan proses gamet jantan dan betina menyatu. Proses ini

terjadi di tuba uterina regio ampula yang merupakan bagian terlebar dari tuba

uterina (Sadler, 2012). Selama kehamilan berlangsung, terjadi berbagai proses

yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor tersebut tidak hanya

dapat membahayakan keselamatan ibu tetapi juga fetus yang dikandungnya,

terutama pada tahap organogenesis karena pada tahap itu sel-sel fetus sedang

aktif berproliferasi (Almahdy & Rosa, 2014).

2.2.Embriologi Manusia

Pertumbuhan dan perkembangan janin terbagi menjadi tiga periode, yaitu

implantasi, periode embrionik dan periode fetal (Gambar 1). Selama dua

minggu pertama pascaovulasi, fase perkembangan meliputi fertilisasi,

pembentukan blastokista dan implantasi blastokista. Segera setelah implantasi

maka vilus korionik dibentuk, yang selanjutnya disebut sebagai embrio.

Periode embrionik atau organogenesis dimulai pada minggu ketiga sampai

(25)

masing-6

masing lapisan germinal, ektoderm, mesoderm dan endoderm untuk menjadi

jaringan dan organ tertentu. Akhir periode embrionik dan permulaan periode

janin dimulai pada minggu kesembilan. Perkembangan selama periode janin

terdiri atas pertumbuhan dan pematangan struktur-struktur yang telah

terbentuk.

(26)

7

2.3.Proses Neurulasi

Neurulasi adalah proses pembentukan tabung saraf yang merupakan

prekursor dari otak dan sumsum tulang belakang selama periode

embriogenesis. Proses ini terjadi melalui dua tahap yang berbeda, yaitu

(Alfarra et al, 2011; Sarici et al, 2013; Wu et al, 2011):

1. Neurulasi primer (minggu ketiga-keempat) yang mengarah pada pembentukan otak dan sebagian besar sumsum tulang belakang sampai

tingkat sakral bagian atas.

2. Neurulasi sekunder (minggu kelima-keenam) yang mengarah pada pembentukan bagian terendah dari sumsum tulang belakang termasuk

sebagian besar sakral dan semua daerah koksigeal.

Pada awal proses neurulasi, sel-sel lempeng saraf di induksi sehingga

lempeng saraf akan memanjang dan berbentuk mirip “sandal” dan berangsur

-angsur meluas menuju ke garis primitif (Padmanabhan, 2006; Sadler, 2012).

Pada akhir minggu ketiga, tepi-tepi lateral lempeng saraf menjadi lebih

terangkat naik membentuk suatu lipatan saraf, sementara pada bagian

tengahnya yang cekung berbentuk alur, disebut alur saraf. Penyatuan lipat

saraf ini dimulai pada daerah bakal leher dan berjalan ke arah kepala dan

kaudal, sehingga terbentuklah tuba neuralis. Sampai penyatuan ini selesai,

ujung kaudal dan kepala tuba neuralis masih berhubungan dengan rongga

amnion melalui neuroporus kranial dan kaudal. Penutupan neuroporus kranial

terjadi kira-kira pada hari ke-25 (somit tingkat 18), sedangkan neuroporus

(27)

8

2.4.Asam Folat 2.4.1 Definisi

Folat adalah vitamin B9 yang bersifat larut air. Tubuh manusia tidak dapat

mensintesis struktur folat. Folat didapatkan secara alami dalam makanan

tertentu sebagai poliglutamat (Tennant, 2014). Asam folat hanya sedikit

yang ditemukan dalam makanan. Asam folat adalah asam monoglutamat,

suatu vitamin yang teroksidasi. Senyawa ini merupakan bentuk yang

paling aktif dari vitamin (Tangkilisan & Rumbajan, 2002). Perbedaan

keduanya menjadi penting karena terdapat perbedaan bioavailabilitas

antara asam folat dan folat. Hanya sekitar setengah dari folat yang

diperoleh dari makanan yang tersedia untuk pembentukan asam folat.

Dalam tubuh manusia, penyerapan asam folat lebih efisien dibandingkan

folat (Pitkin, 2007).

2.4.2 Sumber Folat

Folat terdapat pada berbagai tumbuh-tumbuhan dan hewan, terutama

sebagai poliglutamat dalam bentuk metil atau formil tereduksi. Kandungan

asam folat pada beberapa makanan tertentu dapat dilihat pada Tabel 1.

Sifatnya yang termolabil dan larut dalam air membuat folat mudah rusak

karena proses memasak (Ganesh et al, 2014). Proses memasak dapat merusak 50-90% folat yang terkandung didalamnya. Menurut rekomendasi

AKG 2013, asam folat dibutuhkan sekitar 400 µg untuk wanita tidak

hamil, tambahan 200µg selama kehamilan serta tambahan 100µg untuk

(28)

9

60-100% pada wanita hamil yang mengkonsumsi 0,4-0,8 mg selama

beberapa bulan sebelum konsepsi dan selama kehamilan (Fathonah, 2016).

Tabel 1. Kandungan Folat pada Beberapa Bahan Makanan (Gardiner et al, 2008;

Mahan & Escott-Stump, 2000; Roth, 2011)

Bahan Makanan Kandungan Folat (µg)

Hati dan daging sapi, 3.5 oz 220 Kacang tunggak, 1 cup 210

Yeast, ¼ oz 164

Kacang-kacangan, ½ cup 144

Bayam, ½ cup 131

Telur/kuning telur, 1 telur 25

Pisang, 1 buah 22

Almond, 1 oz 18

Susu, 1 cup 15

Roti gandum, 1 slice 14

2.4.3 Metabolisme Asam Folat

Folat dari makanan dalam bentuk poliglutamat akan diabsoprsi oleh

enterosit di sepanjang usus halus, terutama di duodenum dan jejunum

proksimal, dengan 50-80% nya akan dibawa ke hati dan sumsum tulang.

Pada mukosa usus halus, poliglutamat akan dihidrolisis menjadi

monoglutamat oleh enzim pteroil poliglutamathidrolase (Tangkilisan & Rumbajan, 2002). Kemudian monoglutamat akan mengalami

reduksi/metilasi sempurna menjadi 5 metil tetrahidrofolat (5-metil THF),

yang sebagian besar akan dibawa ke sirkulasi portal. Dalam plasma, 5

metil THF akan terikat dengan albumin, α2 makroglobulin, transferrin dan

(29)

10

Di dalam sel, 5 metil THF berperan sebagai donor metil dan sumber

tertrahidrofolat. Gugus metil ini dibutuhkan untuk konversi homosistein

menjadi metionin (siklus remetilasi homosistein) (Meethal et al, 2013; Nakouzi & Nadeau, 2014; Beaudin & Stover, 2009). 5-metil THF yang

melepaskan gugus metilnya ini akan menjadi tetrahidofolat (THF) dengan

bantuan enzim metil transferase. THF bertindak sebagai akseptor satu unit karbon, memproduksi berbagai folat lainnya yang pada akhirnya akan

berperan sebagai koenzim spesifik dalam reaksi intraseluler (Imbard et al, 2012; Imbard et al, 2013; Kim et al, 2012; Martiniova et al, 2015; Wang

et al, 2015).

2.5.Neural Tube Defects (NTD)

2.5.1. Definisi Neural Tube Defects (NTD)

Neural Tubes Defect (NTD) atau cacat tabung saraf adalah malformasi pada sistem saraf pusat yang diakibatkan kegagalan penutupan tabung

saraf selama embriogenesis. Malformasi ini mempengaruhi 0,5-2 per 1000

kehamilan di seluruh dunia. Tabung saraf yang akan berkembang menjadi

otak dan sumsum tulang belakang jika mengalami kegagalan dalam

penutupan akan menyebabkan neuro degenerasi in utero dan kehilangan fungsi neurologisnya setingkat dari lokasi lesinya. Anak-anak dengan

cacat lahir yang berat berpotensi 15 kali lipat mengalami kematian selama

(30)

11

perinatal, sedangkan spina bifida lebih kompatibel dengan kelangsungan

hidup selama postnatal, tetapi cenderung menyebabkan cacat yang serius.

Kerusakan saraf di bawah lesi menyebabkan kurangnya sensasi,

ketidakmampuan untuk berjalan dan inkontinensia. Kondisi ini juga sering

terkait dengan hidrosefalus, deformitas tulang belakang dan gangguan

pada sistem genitourinaria maupun pencernaan (Au et al, 2010; Copp & Greene, 2014).

2.5.2. Faktor Resiko Neural Tube Defects (NTD)

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya NTD yaitu infeksi

(toksoplasmosis, rickettsia); toksin; multiparitas; usia ibu (Satyanegara,

2010); kelainan metabolik seperti gangguan keseimbangan hormon,

diabetes, defisiensi mineral dan vitamin (terutama folat) (Boyles et al, 2006); obat-obatan (golongan aminopterin, analgesik, klomifen, anti

kejang, sulfonamid, asam valproat) (Meethal et al, 2013); kelainan genetik (Zhang et al, 2013); riwayat kehamilan sebelumnya dengan defek tabung saraf (Arth et al, 2015); status gizi ibu overweight/obes (Leddy et al, 2008; Rasmussen et al, 2008; Stothard et al, 2009); demam tinggi pada awal kehamilan (hipertermia) (Copp & Greene, 2014; Sudiwala et al, 2016)

2.5.3. Patogenesis Neural Tube Defects (NTD)

Terhentinya proses penutupan tabung saraf embrio merupakan salah satu

mekanisme terjadinya NTD maka disebut juga dengan istilah disrafia

(31)

12

disebabkan oleh peningkatan tekanan intraventrikular karena produksi

cairan serebrospinal yang berlebihan yang mungkin menimbulkan celah

atau defek pada tabung saraf (teori hidrodinamik). Sebagian besar NTD

sering dilaporkan akibat dari kegagalan utama dari penutupan tabung saraf

embrio, namun ada beberapa bukti klinis dan eksperimental yang kuat

dalam mendukung kemungkinan tabung saraf yang telah tertutup dapat

membuka kembali (teori neuroskisis). Pada teori herniasi sekunder juga

menjelaskan NTD terbentuk pada stadium perkembangan bayi yang sudah

lanjut (Satyanegara, 2010).

Pada studi eksperimental menjelaskan bahwa cacat pasca penutupan relatif

terjadi dalam onset yang lambat dan mungkin terjadi selama jangka waktu

selama perkembangan. Sebagian besar sumber menggambarkan NTD

sebagai kelainan perkembangan tunggal dan mekanisme patogenetiknya

merupakan akibat langsung dari penutupan kegagalan tabung saraf.

Namun harus diketahui bahwa NTD sebagai bagian dari kesalahan

perkembangan yang mempengaruhi tidak hanya tabung saraf tetapi juga

meninges, struktur kerangka aksial dan beberapa organ non-neural.

Mielomeningokel hampir selalu dikaitkan dengan malformasi Chiari II.

Dalam sebuah studi yang membandingkan frekuensi dan pola NTD

terisolasi dengan yang terkait dengan kelainan lainnya, mencatat bahwa

adanya pengelompokan yang signifikan dari cacat perkembangan yang

(32)

13

dengan sakral spina bifida. Pola definitif ini mungkin menyiratkan adanya

hubungan antara mekanisme NTD dengan anomali perkembangan yang

terkait. Mereka berpostulat bahwa kelainan tambahan timbul sebagai

akibat induksi mekanik oleh gangguan spesifik dari tabung saraf dan

jaringan sekitarnya (Padmanabhan, 2006).

2.5.4. Klasifikasi dan Manifestasi Neural Tube Defects (NTD)

Neural Tube Defects dapat diklasifikasikan menjadi open NTD yang berarti jaringan sarafnya terekspos/tidak tertutup jaringan lain dan closed

NTD yang berarti jaringan saraf tertutup oleh jaringan lain (Imbard et al, 2013). Sumber lain (Nielsen et al, 2006; Sjamsuhidajat & Jong, 2010) menggolongkan NTD menjadi dua golongan yaitu:

1. Disrafia kranial

Disrafia kranial dapat berupa anensefalus yaitu kegagalan penutupan

neuroporus kranial, serta dapat berupa ensefalokel, yaitu defek pada

tulang tengkorak dengan herniasi meninges dan otak. Anensefalus

akan memberikan manifestasi yaitu tidak didapatkan otak dan

kranium. Meningoensefalokel banyak ditemukan di negara Asia

Tenggara, seperti Indonesia. Angka kejadian diperkirakan satu per

5000 kelahiran bayi hidup (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Manifestasi meningoensefalokel memberi gambaran berupa benjolan

yang makin besar sejak lahir dan umumnya berada di garis tengah.

(33)

14

tebal dan tidak rata. Bila isi defek lebih banyak cairan maka akan

teraba padat dan berdungkul. Pada defek yang besar sering terlihat

pulsasi. Benjolan dapat kempis bila ditekan, tetapi bila menangis atau

mengejan, benjolan akan meregang. Benjolan kistik yang berdinding

tipis memberi tanda transluminasi positif. Jarak antar orbita akan

melebar jika meningoensefalokel di daerah naso(fronto)etmoidal,

keadaan ini disebut hipertelorisme. Pada ensefalokel sering

menimbulkan retardasi mental. Kelainan penyerta yang sering timbul

adalah hidrosefalus, sehingga harus selalu dipikirkan karena akan

menentukan terapi dan prognosis (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

2. Disrafia spinal

Disrafia spinal atau yang biasa disebut spina bifida, adalah terbelahnya

arkus vertebra dengan/tanpa keterlibatan jaringan saraf dibawahnya.

Angka kejadian di negara Asia, termasuk Indonesia sekitar 0,1-0,3 per

1000 bayi lahir hidup. Spina bifida dapat diklasifikasikan menjadi lima

yaitu (Ginsberg, 2007; L & K, 2014):

a. Spina bifida okulta

Spina bifida okulta merupakan suatu cacat pada lengkung vertebra

yang dibungkus oleh kulit dan biasanya tidak mengenai jaringan

saraf yang ada di bawahnya. Cacat ini umumnya terjadi di daerah

lumbosakral (L4-S1), dengan ciri khas plak rambut yang menutupi

(34)

15

lengkung-lengkung vertebra (defek terjadi hanya pada kolumna

vertebralis) dan terjadi pada sekitar 10% kelahiran.

b. Spina bifida kistika

Spina bifida kistika adalah suatu defek neural tube berat dengan penonjolan jaringan saraf dan atau meninges melewati sebuah

cacat lengkung vertebra dan kulit sehingga membentuk sebuah

kantong mirip kista. Umumnya terletak di regio lumbosakral.

Kelainan ini dapat mengakibatkan gangguan neurologis, tetapi

biasanya tidak disertai dengan retardasi mental.

c. Spina bifida dengan meningokel

Meningokel merupakan bentuk spina bifida dengan kantong yang

berisi cairan yang terlihat dari luar (daerah belakang), tetapi

kantong tersebut tidak berisi spinal kord atau saraf.

d. Spina bifida dengan meningomielokel

Meningomielokel merupakan bentuk spina bifida yang ditandai

dengan jaringan saraf yang ikut di dalam kantong tersebut dan

dapat disertai defek kulit atau permukaan yang hanya dilapisi

selaput tipis. Kelainan ini sering disertai skoliosis, hidrosefalus dan

mungkin deformitas pelvis atau ekstremitas bawah. Gangguan

neurologis tergantung pada lokasi defek, dapat berupa paraplegia,

(35)

16

serta refleks. Kelainan yang menonjol adalah gangguan pada

sfingter yang dapat dilihat dari mekonium yang keluar

menerus, atau urin yang keluar sedikit-sedikit namun

terus-menerus.

e. Spina bifida dengan mielokisis atau rakiskisis

Merupakan bentuk spina bifida berat yang ditandai dengan

lipatan-lipatan saraf gagal naik di sepanjang daerah torakal bawah dan

lumbosakral dan tetap sebagai masa jaringan saraf yang pipih.

2.5.5. Diagnosis Neural Tube Defects (NTD)

Neural Tube Defects secara klinis tampak sebagai benjolan di daerah kepala ataupun daerah tulang belakang dan telah ada sejak lahir.

Pemeriksaan penunjang alfa feto protein (AFP) pada cairan amnion atau

pada darah ibu dapat dilakukan khususnya pada minggu ke-15 sampai

minggu ke-20. Kadar AFP serum normal pada ibu hamil adalah <500

ng/ml dan mencapai puncaknya pada usia gestasi 12-15 minggu.

Pemeriksaan penunjang sederhana seperti transluminasi dengan

penyorotan lampu pada benjolan maka akan tampak bayang-bayang isi

sefalokel. Pemeriksaan foto polos kepala ditujukan untuk mencari defek

pada tengkorak serta mendeteksi keadaan patologis penyerta. Alternatif

(36)

17

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk mendeteksi NTD

selama kehamilan yaitu biopsi histopatologi. Selama neurulasi normal,

invaginasi lempeng saraf di sepanjang garis tengah untuk membentuk alur

saraf dan lipatan saraf terbentuk pada kedua sisi alur saraf. Sel-sel

neuroepitel mengalami proliferasi cepat dan elevasi, sehingga tepi lateral

lipatan saraf menekuk ke dalam untuk bertemu. Pada embrio dengan open neural tube (eksensefalus), lipatan saraf gagal terangkat, dan sel terus berproliferasi di sepanjang tepi tabung saraf terbuka mengakibatkan eversi

dari lipatan saraf, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Pada embrio

dengan spina bifida yang diamati adalah kegagalan dalam pembentukan

lamina tulang belakang (yang membentuk dinding dorsal tulang belakang)

seperti yang terlihat pada Gambar 3 (Pickett et al, 2008; Waes et al, 2005).

Gambar 2. Gambaran Mikroskopis Tabung Saraf Embrio (Waes et al, 2005)

(2E) Tabung saraf yang menutup sempurna; (2F) tabung saraf yang terbuka

Gambar 3. Gambaran Mikroskopis Spinal Cord Embrio (Pickett et al, 2008)

(37)

18

2.5.6. Penatalaksanaan Neural Tube Defects (NTD)

Tindakan operasi dapat dilakukan sedini mungkin bila penderita layak

menjalaninya. Pada penderita dengan tanda-tanda infeksi (terutama pada

open NTD) maka perlu dilakukan perawatan lokal dan pemberian antibiotik dosis tinggi (Satyanegara, 2010).

2.6.Tikus Putih (Rattus norvegicus)

2.6.1. Taksonomi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Klas : Mammalia

Subklas : Theria

Ordo : Rodentia

Subordo : Myomorpha

Superfamili : Muroidea

Famili : Muridae

Subfamili : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : norvegicus (Baker et al, 2013)

2.6.2. Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Berikut ini merupakan data biologi tikus putih yang dapat dilihat pada

(38)

19

Tabel 2. Biologis tikus putih (Rattus norvegicus) (Sharp & Villano, 2012)

Parameter Nilai Cairan ekstraseluler (ml)* /250 g BB 92,8 Cairan intraseluler (ml)* /250 g BB 74,2 Perkembangan & peristiwa penting

 Turunnya testis 15-50 hari  Pubertas (jantan) 39-47 hari  Pubertas (betina) 34-38 hari  Kedewasaan social 160-180 hari

 Menopause 450-540 hari

Reproduksi

 Siklus estrus 4-6 hari

 Kehamilan 21-22 hari

 Keturunan 6-14 keturunan

Maksimum menghasilkan susu 12-14ari pasca melahirkan

2.6.3. Kehamilan Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Estrus atau birahi adalah suatu periode secara psikologis maupun fisiologis

yang berarti bersedia menerima pejantan untuk kopulasi. Periode atau

masa dari permulaan periode birahi ke periode birahi berikutnya disebut

dengan siklus estrus yang berlangsung selama enam hari. Siklus estrus

dibedakan menjadi lima fase yaitu proestrus, estrus, metestrus I, metestrus

II dan diestrus. Setiap fase ini dapat diketahui dengan pemeriksaan apus

vagina (Akbar, 2010).

Pada fase estrus, kopulasi tikus terjadi umumnya pada malam hari, betina

(39)

20

oles vagina menunjukkan stadium proestrus. Pada tikus terjadinya

kopulasi ditandai dengan adanya sumbat vagina yang merupakan air mani

yang menggumpal (vagina plug) pada liang vagina yang dapat diamati selama 16-48 jam. Ketika terjadi kopulasi maka sperma akan bergerak

menuju ampula dengan lama perjalanan ± 15 menit. Fertilisasi pada tikus

akan terjadi 7-10 jam sesudah kopulasi. Setelah itu embrio akan mencapai

stadium blastula dalam waktu 3-4,5 hari (Akbar, 2010).

Implantasi dimulai dengan menempelnya trofoblas yang menutupi “inner

cell mass” pada dinding uterus. Pada mencit dan tikus implantasi terjadi pada hari kebuntingan keempat sampai keenam. Implantasi pada tikus

termasuk implantasi eksentrik yaitu blastosis bersarang pada kripta atau

lipatan selaput lendir rahim. Pada manusia yang terjadi adalah implantasi

profundal atau insterstisial, yaitu adanya blastosis yang menembus lapisan epitel selaput lendir rahim, sehingga embrio berkembang dalam

endometrium. Lama kebuntingan pada tikus adalah sekitar 21-23 hari

(Akbar, 2010).

(40)

21

2.6.4. Embriologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Proses pertumbuhan dan perkembangan fetus tikus dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Embriologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Witschi & Dittmer, 1962) Standar

0,06 2 sel (dalam saluran telur)

3 3 0,08 x

0,05 4 sel (dalam saluran telur) 4 3,5 8-12 sel (dalam saluran telur)

5 3,25 0,08 x

0,04 Morula (dalam rahim)

6 4 0,08 x

0,03 Blastokista awal (dalam rahim)

7 5 0,12 x

0,05 Blastokista bebas (dalam rahim) Gastrula

8 6 0,28 x

0,07

Implantasi blastokista dengan sel trofoblas dan masa sel dalam, hasil dari endoderm (hipoblas)

9 6,75 Diplotrophoblas, massa sel dalam ditutup dengan endoderm

10 7,25 0,3 x 0,1 Menuju implantasi lengkap, mudigah berdiferensiasi ke dalam dan ke luar embrio

11 7,75 0,5 x 0,1

Implantasi komplit, terbentuk kista amnion primer, terbentuk kerucut ectoplacental Garis Primitif

12 8,5 1,04 x

0,26

Adanya hubungan antara rongga amnion dan ektokorionik, hilangnya lipatan amnion, muncul garis primitive, awal pembentukan 3 lapisan mudigah, lempeng jantung dan pericardium

Neurulasi

13 9 1,0

Presomite neurula, fusi lipatan dan tangkai korio-amnion, terbentuk lempeng saraf dan tunas tangkai allantois,

14 9,5 1,5

Somites 1-4 (oksipital), lapisan mudigah dengan 3 rongga (kista ektokorionik, excocoelom, dan rongga amnion), kista ektokorionik hancur, tangkai allantois menuju ke excocoelom

(41)

22

dengan ektoplasenta dan dengan tangkai allantois, regresi perifer (distal) kuning telur dan diplotrophoblast, muncul

membrane Reichert, gonia dalam endoderm

16 10,5 2,4

Somites 13-20 (upper thoracic), terbentuk lengkungan visceral ke-2, terbentuk cakram dan kantung plasenta kuning, terbentuk lipatan apendikularis

17 11 3,3

Somites 21-25 (lower thoracic), tangkai kuning telur menutup pada tingkat somite 15, gonia utama dalam mesenterium, garis primitive menghilang, kuncup ekor terlihat, kuncup lengan dan kaki tampak

Kuncup Ekor Embrio

18 11,5 3,8

Somites 26-28 (upper lumbar), terbentuk lengkung visceral ke-3, kuncup lengan terlihat

19 11,75 3,2

Somites 29-31 (lower lumbar), muncul lengkung visceral ke-1 sampai ke-4, adanya lipatan servikal, lipatan apendikularis 20 11,875 5 Somites 32-33 (upper sacral)

21 12 5,1 Somites 34-35 (lower sacral), terbentuk sinus servikal dalam

22 12,125 5,2 Somites 36 (1 st

kaudal), terbentuknya lubang hidung

23 12,25 5,6 Somites 37-38 (kaudal), awal herniasi umbilical

24 12,375 6 Somites 39-40 (kaudal) Embrio Lengkap

25 12,5 6,2

Somites 41-42 (kaudal), penyebaran oksipital somites, lengkungan visceral ke-4 jelas, sinus servikal dalam jelas, tunas lengan pada tingkat somite 8-14 sama panjang dengan tunas kaki di tingkat somite 28-31 namun lebih kecil, wajah kiri berada pada kantung kuning sedangkan sisi kanan berbalik kea rah plasenta, ekor dan tangkai allantois terangkat kea rah plasenta

Metamorfosis Embrio

26 12,75 7

Somites 43-45 (kaudal), terbentuk maksila, mandibular dan prosesus frontonasal, sinus servikalis menutup, muncul berkas susu, diferensiasi lempeng tangan, vaskularisasi kuncup lengan, saraf brakialis mulai masuk, awal herniasi umbilical

27 13,13 8

Somites 46-48 (kaudal), proses terbentuk wajah dan cleft lebih jelas, hidung-moncong makin tampak, sinus servikalis menutup, kelenjar susu primordial, lempeng tangan dan kaki membulat, hernia umbilical lebih besar

(42)

23

berubah menjadi saluran telinga eksternal, kondensasi precartilaginous di lempeng tangan

29 14 9,5 Somites 52-55 (kaudal), hillocks aurikularis pada lengkung visceral ke-1 dan ke-2

30 14,5 10,5

Somites 56-60 (kaudal), badan sudah tidak bergulung, prekartilago mandibular terbentuk, saluran telinga eksternal hampir terbuka, kanal pleuroperitoneal menjadi sangat sempit

31 15 12

Somites 61-63 (kaudal), cleft wajah tertutup, kanal pleuroperitoneal tertutup, diafragma lengkap

32 15,5 14,2 Somites 64 (kaudal), pinna berbalik ke depan, ukuran maksimal hernia umbilical

33 16 15,5

Somites 65 (biasanya ini adalah somite kaudal terakhir), moncong turun ke arah dada, tahap akhir metamorphosis Janin

34 17-18 16-20

Tahap janin ke-1, pertumbuhan cepat kelopak mata (mata tertutup sepenuhnya sampai akhir hari ke-18), langit-langit tertutup sempurna, pinna melapisi saluran telinga,

35 antenatal 19-22 20-40

Tahap janin ke-2, kelopak mata tertutup, membrane janin dan plasenta mencapai puncak pertumbuhan , ekor tumbuh hingga 10 mm

35 postnatal 1-16

postpartum 4-10

Kelahiran terjadi (tikus dalam 22 hari), setelah lahir janin bernapas dan menyusui pada ibunya selama 16 hari pertama, kelopak mata tetap tertutup dan saluran telinga eksternal tertutup dengan sekat periderm

36 postnatal

17+

postpartum 100+

Sekat periderm telinga dan kelopak mata lenyap, makan aktif dimulai dalam waktu berikutnya 3 hari dan menyapihnya setelah 1 minggu (total usia penyapihan 45-48 hari untuk tikus dan mencit)

2.7.Hubungan Asam Folat dengan NTD

Asam folat merupakan nutrisi penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

janin selama kehamilan. Folat berfungsi dalam pembelahan sel dan sintesis

asam deoksiribonukleat (DNA) dengan mentransfer format untuk sintesis

(43)

24

homosistein menjadi metionin (Mahan & Escott-Stump, 2000; Martiniova et al, 2015). Penelitian menggunakan tikus mutan (Pax3) yang menunjukan adanya kelainan pada biosintesis de novo purin dan timidilat (dTMP) memperlihatkan bahwa NTD dapat diselamatkan dengan diet asam folat. Hal

ini menunjukan bahwa asam folat dapat mencegah NTD dengan

menyelamatkan biosintesis de novo purin dan timidilat (dTMP) pada tikus mutan tersebut (Martiniova et al, 2015).

Mekanisme perlindungan maupun hubungan antara status folat ibu dengan

kerentanan NTD telah didefinisikan dengan baik. Salah satu kemungkinannya

adalah bahwa asam folat bertindak untuk mengatasi ketidakcukupan status

folat ibu dan defek metabolisme folat yang disebabkan mutasi genetik pada

ibu atau janin (Dunlevy et al, 2007). Pencegahan NTD dengan suplementasi folat sudah dikonfirmasi dengan uji klinis acak pada tahun 1991. Efek dari

fortifikasi asam folat pada tepung roti telah jelas menggambarkan efek

pencegahan ini, serta menunjukan bahwa tidak semua kasus NTD dapat

dicegah dengan folat atau folate-nonpreventable NTD (Eichholzer et al, 2006). Selain itu, Frank menjelaskan bahwa kekurangan asam folat bukanlah

satu faktor utama penyebab NTD, melainkan adanya predisposisi genetik

yang ikut berperan (Burren et al, 2008).

Asam folat eksogen mampu menstimulasi respon seluler, memungkinkan

embrio berkembang untuk mengatasi efek samping dari gangguan genetik

(44)

25

prinsip penting bahwa folat dapat memberikan efek pencegahan pada kondisi

etiologi beragam, seperti kelainan yang disebabkan oleh berbagai anomali

genetik yang terkait dengan proses penutupan neural yang mengakibatkan

NTD (Copp & Greene, 2014).

2.8.Gambaran NTD pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Gambar 5. Gambaran Anensefalus pada Tikus (Copp, 2005)

Gambar 6. (4A) Gambaran tikus normal; (4B) Gambaran spina bifida pada tikus

(45)

26

Gambar 7. Gambaran Tikus Normal dan NTD pada Tikus

(46)

27

- Mengatasi defek metabolisme folat yang disebabkan mutasi genetik pada ibu atau janin

- Penting dalam pembelahan sel dan sintesis asam deoksiribonukleat

Gambar 8. Kerangka Teori

(47)

28

2.10. Kerangka Konsep

Gambar 9. Kerangka Konsep

2.11. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan efek asam folat pada

berbagai periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih

(Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

Pemberian asam folat Kejadian NTD pada fetus tikus putih galur Sprague

dawley

(48)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan pendekatan

post test only control group design. Pengambilan data hanya dilakukan pada akhir penelitian setelah perlakuan. Rancangan penelitian ini memungkinkan

peneliti dapat mengetahui efek perlakuan pada kelompok eksperimen dengan

cara membandingkannya dengan kelompok kontrol. Subjek pada penelitian

ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil galur Sprague dawley

berumur 10-16 minggu yang dipilih secara acak (random) dan kemudian dikelompokkan menjadi lima kelompok.

3.2Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yang terhitung mulai bulan

Agustus-Oktober 2016 dan dilakukan di beberapa tempat, antara lain:

1. Animal House Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk proses pemeliharaan dan perlakuan.

2. Laboratorium Biomolekuler Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

(49)

30

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil galur Sprague dawley berumur 10-16 minggu dengan berat sekitar 200-250 gram yang diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner (BALITVET)

Palembang.

3.3.2. Kriteria Inklusi

1. Sehat (gerak aktif, rambut tidak kusam dan rontok)

2. Jenis kelamin betina

3. Berat badan 200-250 gram

4. Berusia sekitar 10-16 minggu (dewasa siap kawin)

3.3.3. Kriteria Ekslusi

1. Tikus yang sakit atau mati sebelum mendapat perlakuan.

3.3.4. Kriteria Drop Out

1. Sakit (rambut tampak kusam, rontok atau botak, aktivitas kurang atau

tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut ,

anus dan genital) selama masa perlakuan.

2. Mati selama masa perlakuan.

3.3.5. Besar Sampel Penelitian

Sampel penelitian dihitung sesuai dengan rumusan Frederer penentuan

(50)

31

Rumus Frederer (Arkeman, 2006):

(n-1)(t-1) ≥ 15

Keterangan:

t = jumlah kelompok perlakuan

n = jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok

Penelitian ini dibagi menjadi lima kelompok percobaan sehingga

perhitungan sampel menjadi:

(n-1)(t-1) ≥ 15

(n-1)(5-1) ≥ 15

4n-4 ≥ 15

4n ≥ 19

n ≥ 4,75 (dibulatkan menjadi 5)

Jadi, sampel yang digunakan untuk setiap kelompok percobaan sebanyak

lima ekor dan jumlah kelompok yang digunakan adalah lima kelompok

sehingga penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih dari populasi

yang ada. Untuk mengantisipasi adanya drop out maka dilakukan koreksi dengan menambahkan 10% dari jumlah anggota tiap kelompok.

Drop Out = 10% x 5

= 0,5 per kelompok perlakuan

Jadi, sampel yang dibutuhkan untuk drop out sebanyak satu ekor tikus per kelompok perlakuan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan 30 ekor

(51)

32

3.3.6. Teknik Sampling

Pada penelitian ini menggunakan sampel 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil yang dikelompokkan dengan teknik simple random sampling.

3.3.7. Kelompok Perlakuan

Dalam penelitian ini digunakan 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil yang dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:

1. Kelompok kontrol negatif (KN): tikus yang tidak diberikan asam folat

selama kehamilan

2. Kelompok kontrol positif (KP): tikus yang diberikan asam folat

selama kehamilan

3. Kelompok perlakuan satu (P1): tikus yang diberikan asam folat hanya

pada trimester satu

4. Kelompok perlakuan dua (P2): tikus yang diberikan asam folat hanya

pada trimester dua

5. Kelompok perlakuan tiga (P3): tikus yang diberikan asam folat hanya

pada trimester tiga

3.4 Alat dan Bahan Penelitian 3.4.1. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kandang tikus beserta tempat makan dan minum tikus

(52)

33

3. Sonde lambung untuk mencekoki asam folat

4. Handschoen, kapas dan alkohol

3.4.2. Alat untuk Nekropsi 1. Fume hood

Fume hood digunakan untuk melindungi operator dari bahan pengawet atau material yang bisa terisap dari hewan coba (bulu dan

debu).

2. Dissecting board (papan bedah) 3. Bank pins (jarum)

Jarum digunakan untuk membuat posisi hewan coba stabil atau tidak

berpindah posisi sehingga operator menjadi mudah.

4. Forceps dan gunting

Forceps digunakan untuk memegang organ dalam untuk memeriksa dan gunting digunakan untuk membuat insisi atau sayatan pada otot.

5. Baju kerja laboratorium

6. Handscoen

3.4.3. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Asam folat dengan dosis 0,015 mg.

2. Pakan hewan berupa pelet dan minum.

3. Etanol 70% dan aquadest untuk membasahi bulu sebelum

(53)

34

4. Larutan garam NaCl untuk mencuci atau menghilangkan darah dan

debris jaringan.

3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1. Ethical Clearance

Skripsi ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung dengan nomor 128/UN26.8/DL/2017 untuk

melakukan penelitian menggunakan 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil galur Sprague dawley.

3.5.2. Pengadaan Hewan Coba

Pada penelitian ini, hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) betina sebanyak 30 ekor dan jantan sebanyak 10 ekor dengan galur Sprague dawley yang diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner (BALITVET) Palembang.

3.5.3. Prosedur Aklimatisasi dan Pemeliharaan Tikus

Sebelum diberikan perlakuan, hewan coba diaklimatisasi selama 7 hari

untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Tikus dipelihara di

kandang yang tertutup kawat dengan beralaskan sekam. Selama masa

adaptasi, ataupun masa perlakuan, tikus diberi makan pelet dan minuman

air secara ad libitum. Kandang dijaga suhu, kelembaban dan pencahayaannya. Berat badan tikus diukur setiap hari untuk mengetahui

(54)

35

3.5.4. Prosedur Perkawinan Tikus

Tikus betina dikawinkan dengan tikus jantan dengan sistem pasangan

poligami (tiga ekor betina dengan satu ekor jantan). Perkawinan dapat

diketahui dengan adanya sumbat vagina, yang merupakan air mani yang

menggumpal berwarna kekuningan. Adanya sumbat vagina ini ditetapkan

sebagai hari kehamilan nol.

3.5.5. Prosedur Penetapan Dosis Asam Folat pada Hewan Coba

Asam folat yang digunakan pada penelitian ini dalam sediaan tablet. Dosis

yang diberikan pada hewan coba didapatkan dari konversi BSA (Body Surface Area). Dosis asam folat pada wanita hamil (600µg) akan dikonversi menjadi dosis hewan coba dengan perhitungan seperti di bawah

ini:

( )

HED (Human Equivalent Dose) merupakan dosis pada manusia dengan satuan mg/kg. Dosis asam folat dikonversi dalam bentuk mg/kgBB. Berat

badan yang digunakan sebagai pembagi merupakan berat badan rata-rata

manusia yang digunakan dalam konversi HED, yaitu 60 kg. HED

didapatkan dari dosis asam folat dibagi dengan berat badan rata-rata

(55)

36

Km atau faktor konstanta dalam rumus konversi merupakan hasil berat badan (kg) dibagi dengan BSA dalam satuan m2. Setiap makhluk hidup

memiliki faktor konstanta (Km) yang berbeda. Nilai konstanta (Km) manusia dewasa normal sebesar 37 dan hewan coba tikus sebesar 6

(Reagan-Shaw et al, 2008). Dengan perhitungan diatas didapatkan dosis hewan coba tikus sebagai berikut:

( )

Dari perhitungan di atas didapatkan dosis 0,062 mg/kgBB untuk setiap kali

pemberian. Asumsi berat badan tikus rata-rata adalah 250 mg, maka dosis

asam folat untuk setiap kali pemberian menjadi 0,015 mg. Sediaan tablet

asam folat yang ada di pasaran yaitu 0,4 mg; 1 mg; dan 5 mg. Pada

penelitian ini digunakan tablet asam folat sediaan 0,4 mg, serta

pengenceran dengan aquadest sebanyak 25,8 ml yang didapatkan dari

perhitungan sebagai berikut (Melmambessy et al, 2015): C1 x V1 = C2 x V2

0,4mg x 1ml = 0,015 mg x V2

V2 = 25,8 ml

Keterangan:

V1= volume larutan yang diencerkan

V2= volume larutan pengenceran

(56)

37

C2= konsentrasi larutan pengenceran

Dari perhitungan di atas, maka setiap tikus akan diberikan asam folat

sebanyak 1 ml yang mengandung 0,015 mg. Larutan tersebut didapat dari

pengenceran tablet asam folat 0,4 mg dengan 25,8 ml aquadest.

3.5.6. Prosedur Perlakuan

Tikus betina yang telah hamil dikelompokan ke dalam lima kelompok.

Kelompok kontrol negatif (KN) hanya diberi minum dan makan pelet

setiap hari. Kelompok kontrol positif (KP) diberi minum, makan pelet, dan

asam folat setiap hari (trimester 1-3). Kelompok perlakuan satu (P1) diberi

minum dan makan pelet setiap hari serta diberi asam folat hanya pada

trimester satu (hari ke-1 sampai ke-7). Kelompok perlakuan dua (P2)

diberi minum dan makan pelet setiap hari serta diberi asam folat hanya

pada trimester dua (hari ke-8 sampai ke-14). Kelompok perlakuan tiga

(P3) diberi minum dan makan pelet setiap hari serta diberi asam folat

hanya pada trimester tiga (hari ke-15 sampai ke-21).

3.5.7. Terminasi Kehamilan dengan Nekropsi

1. Terminasi dilakukan sebelum tikus melahirkan untuk mencegah

kanibalisme, terlebih dahulu dianestesi kemudian di euthanasia

dengan metode cervical dislocation.

2. Hewan diletakkan pada papan bedah dengan posisi rebah dorsal (perut

(57)

38

3. Permukaan tubuh hewan dibasahi dengan air atau etanol supaya

bulu-bulu hewan tidak rontok dan mengotori organ dan fetus yang akan

diambil.

4. Dengan menggunakan forceps angkat kulit abdomen dan buat irisan sepanjang ventral midline dengan gunting (sampai dagu bawah). Irisan hanya pada daerah subkutan.

5. Setelah terlihat otot di bawah kulit (berupa lapisan tipis otot), dibuat

irisan pada otot abdomen, singkirkan otot ke samping dengan cara

memotong dengan gunting sehingga organ dalam rongga abdomen

dapat diamati.

6. Tentukan letak uterus dengan fetus yang ada di dalamnya, tarik sedikit

kearah luar, kemudian keluarkan fetus dari uterus tikus.

3.5.8. Observasi Kelainan

1. Bersihkan fetus dari lendir-lendir sisa selaput dan darah yang ada

dengan larutan garam NaCl.

2. Amati morfologi tikus, terutama pada bagian otak dan sumsum tulang

belakangnya untuk mengetahui ada tidaknya NTD baik itu spina

bifida, anensefalus ataupun ensefalokel.

3. Hitung kejadian NTD yang ada, dan bandingkan tiap kelompoknya.

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel 3.6.1. Identifikasi Variabel

(58)

39

Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian asam folat.

2. Variabel Terikat

Variable terikat pada penelitian ini adalah kejadian NTD pada fetus

tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

3.6.2. Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak

menjadi terlalu luas maka dibuat definisi operasional pada Tabel 4.

Tabel 4. Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Cara

Ukur diberikan dengan waktu yang berbeda tiap kelompok. Waktu pemberian yang dipakai yaitu:

1. trimester 1(hari ke-1 sampai ke-7) 2. trimester 2 (hari ke-8 sampai ke-14) 3. trimester 3 (hari ke-15 sampai ke-21) 4. trimester 1-3 (hari ke-1 sampai ke-21)

Kategorik malformasi kongenital yang dapat terjadi akibat defisiensi folat selama masa kehamilan. Kejadian NTD dinilai dari ada atau tidaknya spina bifida, anensefalus dan ensefalokel.

Kejadian NTD

Numerik

3.7 Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke dalam

bentuk tabel-tabel, kemudian proses pengolahan data menggunakan

program SPSS yang terdiri dari beberapa langkah:

1. Koding yaitu menerjemahkan data yang dikumpulkan selama

(59)

40

2. Entry data yaitu memasukkan data penelitian ke dalam program komputer.

3. Verifikasi yaitu memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap

data yang telah dimasukkan ke dalam komputer.

4. Output yaitu hasil yang telah dianalisis oleh komputer.

3.7.2. Analisis Data

Analisis statistik pada penelitian ini menggunakan program analisis data

SPSS. Untuk menilai normalitas dan homogenitas data digunakan uji

Shapiro-Wilk karena jumlah sampel <50. Apabila memenuhi syarat, maka analisis data untuk mengetahui perbedaan efek pemberian asam folat akan

menggunakan uji parametrik One Way ANOVA dan dilanjutkan dengan analisis post-hoc Bonferroni untuk menilai kebermaknaan antar kelompok. Bila tidak memenuhi syarat uji parametrik, maka digunakan analisis non

(60)

41

3.8 Diagram Alur Penelitian

Timbang berat badan calon induk

Campurkan tikus jantan dan betina dewasa (4-6 hari)

Tikus betina dewasa hamil

Terminasi pada umur kehamilan 21

Nekropsi

Fetus-fetus dikeluarkan dari uterus dan dibersihkan

Observasi kelainan morfologi (neural tube defects)

Interpretasi hasil 21

hari

(61)

49

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Tidak terdapat perbedaan efek asam folat pada berbagai periode pemberian

terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur

Sprague Dawley

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada objek penelitian dengan kelainan

(62)

50

DAFTAR PUSTAKA

Abeywardana S & Sullivan E A. 2008. Neural tube defects in Australia. An epidemiological report. Cat. No. PER 45. Sydney: AIHW National Perinatal Statistics Unit

Akbar B. 2010. Tumbuhan dengan kandungan senyawa aktif yang berpotensi sebagai bahan antifertilitas.Edisi ke-1. Jakarta: Adabia Press. hlm 10-23.

Alfarra HY, Alfarra SR & Sadiq MF. 2011. Neural tube defects between folate metabolism and genetics. Indian Journal of Human Genetics, 17(3):126–131.

Almahdy A & Rosa M. 2014. Uji efek teratogen anti nyamuk bakar yang mengandung transfluthrin terhadap fetus mencit putih.Scientia. 4(2):46–50.

Anggadiredja K., Sukandar EY & Santosa, S. 2006. Studi efek teratogenik ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia) pada tikus wistar putih.JKM. 5(2): 72– 80.

Arkeman H. 2006. Efek vitamin C dan E terhadap sel goblet saluran nafas pada tikus akibat pajanan asap rokok.Universa Medicina. 25(2):61–66.

Arth A, Tinker S, Moore C, Canfield M., Agopian A& Reefhuis J. 2015. Supplement use and other characteristics among pregnant women with a previous pregnancy affected by neural tube defect-united states1997-2009. Center for Disease Control and Prevention.64(1):6–9.

Au KS, Ashley-Koch A & Northrup H. 2010. Epidemiologic and genetic aspects of spina bifida and other neural tube defects. Dev Disabil Res Rev.16(1):6–5.

Gambar

Gambaran NTD pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) .........................................
Gambar 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin (Paul, 2014)
Tabel 1. Kandungan Folat pada Beberapa Bahan Makanan (Gardiner et al, 2008; Mahan & Escott-Stump, 2000; Roth, 2011)
Gambar 2. Gambaran Mikroskopis Tabung Saraf Embrio (Waes et al, 2005) (2E) Tabung saraf yang menutup sempurna; (2F) tabung saraf yang terbuka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keterangan : * (terdapat perbedaan bermakna dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans); kontrol (-) berupa cakram kosong; pasta gigi A pasta gigi dengan

Skripsi yang berjudul ”Fenomena Sosial Gaya Hidup Lesbian di Kampoeng Popsa Kota Makassar” yang disusun oleh saudari Ahriani, Nim: 30400111004, Mahasiswa prody Sosiologi

Saran atau rekomendasi yang peneliti berikan yaitu sebaiknya agar laporan ini dibuat dan dianalisa secara maksimal oleh manajemen, sebagai alat bantu dalam

[r]

[r]

Posyandu merupakan wahana penyaluran aspirasi masyarakat di bidang kesehatan dan Keluarga Berencana serta bidang pembangunan lainnya untuk mewujudkan suatu tujuan, maka

Penelitian yang dilakukan yaitu berupa survei volume lalu lintas (LHR) untuk melihat tingkat kepadatan kendaraan, kemudian survei kecepatan kendaraan dan survey

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chayati (2011) bahwa variasi pencampuran ubi jalar kuning pada pembuatan roti manis mempengaruhi tingk at kesukaan serta