ABSTRACT
THE EFFECTS OF FOLIC ACID GIVEN DURING PREGNANCY DUE TO THE INCIDENCES OF NEURAL TUBE DEFECTS (NTD) ON FETAL
RATS (Rattus norvegicus) STRAINSSPRAGUE DAWLEY
By
ANALIA
Background: Neural Tube Defects (NTD) are malformations of the central nervous
system which are caused by failure of neural tube closure during embryogenesis. Folic acid supplementation is needed to prevent babies born with neural tube defects. This study aims to determine the effect of folic acid on the various administration periods against NTD incidence of fetal rats (Rattus norvegicus) strainsSprague dawley.
Methods: This study used 30 white female rats (Rattus norvegicus) strains Sprague
dawley with 200-250 grams body weight which are divided into five groups: negative control (NC) were not given folic acid during pregnancy, positive control (PC) were given folic acid during pregnancy, treatment group 1 (P1) were given folic acid in first trimester, treatment group 2 (P2) were given folic acid in second trimester, and treatment group 3 (P3) were given folic acid in third trimester.
Results: In NC groups obtained three fetal rats with NTD; all fetal in PC group were normal; all fetal in P1 group were normal; all fetal in P2 groups were normal; all fetal in P3 were normal. Data were analyzed using Kruskal-Wallis non parametric test and obtained significant value of p=0,080.
Conclusion:There are no difference in the effects of folic acid on various administration
ABSTRAK
PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD)
PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALURSPRAGUE DAWLEY
Oleh
ANALIA
Latar Belakang: Neural Tube Defects (NTD) atau cacat tabung saraf merupakan
malformasi pada sistem saraf pusat yang diakibatkan kegagalan penutupan tabung saraf selama embriogenesis. Suplementasi asam folat diperlukan untuk mencegah bayi lahir dengan NTD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asam folat pada berbagai periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galurSprague dawley.
Metode: Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih betina galur Sprague dawley
dengan berat badan 200-250 gram yang dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu kontrol negatif (KN) yang tidak diberikan asam folat selama kehamilan, kontrol positif (KP) yang diberikan asam folat selama kehamilan, perlakuan 1 (P1) yang diberikan asam folat pada trimester satu, perlakuan 2 (P2) yang diberikan asam folat pada trimester dua, dan perlakuan 3 (P3) yang diberikan asam folat pada trimester tiga.
Hasil Penelitian: Pada kelompok KN didapatkan tiga ekor fetus dengan NTD; pada KP
semua fetus normal; pada P1 semua fetus normal; pada P2 semua fetus normal; pada P3 semua fetus normal. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan didapatkan nilai signifikansi p=0,080.
Kesimpulan:Tidak terdapat perbedaan efek asam folat pada berbagai periode pemberian
i
PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD)
PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY
(Skripsi)
Oleh ANALIA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ii
PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD)
PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY
Oleh ANALIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN
pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
iii
ABSTRACT
THE EFFECTS OF FOLIC ACID GIVEN DURING PREGNANCY DUE TO THE INCIDENCES OF NEURAL TUBE DEFECTS (NTD) ON FETAL
RATS (Rattus norvegicus) STRAINS SPRAGUE DAWLEY
By
ANALIA
Background: Neural Tube Defects (NTD) are malformations of the central nervous
system which are caused by failure of neural tube closure during embryogenesis. Folic acid supplementation is needed to prevent babies born with neural tube defects. This study aims to determine the effect of folic acid on the various administration periods against NTD incidence of fetal rats (Rattus norvegicus) strains Sprague dawley.
Methods: This study used 30 white female rats (Rattus norvegicus) strains Sprague dawley with 200-250 grams body weight which are divided into five groups: negative control (NC) were not given folic acid during pregnancy, positive control (PC) were given folic acid during pregnancy, treatment group 1 (P1) were given folic acid in first trimester, treatment group 2 (P2) were given folic acid in second trimester, and treatment group 3 (P3) were given folic acid in third trimester.
Results: In NC groups obtained three fetal rats with NTD; all fetal in PC group were normal; all fetal in P1 group were normal; all fetal in P2 groups were normal; all fetal in P3 were normal. Data were analyzed using Kruskal-Wallis non parametric test and obtained significant value of p=0,080.
iv
ABSTRAK
PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS (NTD)
PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY
Oleh
ANALIA
Latar Belakang: Neural Tube Defects (NTD) atau cacat tabung saraf merupakan
malformasi pada sistem saraf pusat yang diakibatkan kegagalan penutupan tabung saraf selama embriogenesis. Suplementasi asam folat diperlukan untuk mencegah bayi lahir dengan NTD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asam folat pada berbagai periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.
Metode: Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih betina galur Sprague dawley dengan berat badan 200-250 gram yang dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu kontrol negatif (KN) yang tidak diberikan asam folat selama kehamilan, kontrol positif (KP) yang diberikan asam folat selama kehamilan, perlakuan 1 (P1) yang diberikan asam folat pada trimester satu, perlakuan 2 (P2) yang diberikan asam folat pada trimester dua, dan perlakuan 3 (P3) yang diberikan asam folat pada trimester tiga.
Hasil Penelitian: Pada kelompok KN didapatkan tiga ekor fetus dengan NTD; pada KP
semua fetus normal; pada P1 semua fetus normal; pada P2 semua fetus normal; pada P3 semua fetus normal. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan didapatkan nilai signifikansi p=0,080.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan efek asam folat pada berbagai periode pemberian
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 September 1995, merupakan anak
keempat dari lima bersaudara, dari Ayahanda Zein dan Ibunda Tjandrawati.
Pendidikan Taman Kanak-kanak diselesaikan di TK Muslimat III Rawalumbu
Bekasi Timur pada tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri
Bojong Rawalumbu IX pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
diselesaikan di SMP Negeri 16 Bekasi pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah
Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 5 Bekasi pada tahun 2013.
Tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN).
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif pada organisasi PMPATD Pakis
Rescue Team sebagai anggota dan bendahara divisi Pengabdian Masyarakat pada
ix
Persembahan
Ku persembahkan karya ini untuk
papa, mama, ketiga kakakku dan
adikku tercinta
“Sesungguhnya
bersama
kesulitan ada kemudahan.
Maka apabila engkau telah
selesai
(dari
sesuatu
urusan), tetaplah bekerja
keras (untuk urusan lain),
dan
hanya
kepada
Tuhanmulah
engkau
berharap”
x
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini berjudul “PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN ASAM FOLAT
SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN NEURAL TUBE DEFECTS
(NTD) PADA FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di
Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas
Lampung;
2. Dr. Dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran
xi
3. dr. Rodiani, M.Sc, Sp.OG selaku Pembimbing Satu yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran dan nasihat yang
bermanfaat dalam penelitian skripsi ini;
4. dr. Dwi Indria Anggraini, M.Sc, Sp.KK selaku Pembimbing Kedua yang
telah bersedia meluangkan waktu, memberikan masukan, kritik, saran dan
nasihat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini;
5. dr. Ratna Dewi Puspita Sari, Sp.OG selaku Pembahas skripsi yang
bersedia meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan kritik,
saran dan nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;
6. Dr. Dyah Wulan S. R. W., SKM., M.Kes selaku Pembimbing Akademik
saya atas waktu dan bimbingannya.
7. Ayahanda tercinta, Bapak Zein, terima kasih atas doa, kasih sayang,
nasihat serta bimbingan yang telah diberikan untukku, serta selalu
mengingatkan untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT
selalu melindungi dan menyayangi;
8. Ibunda, Ibu Tjandrawati, terima kasih atas doa, kasih sayang, nasihat dan
bimbingan yang telah diberikan untukku, serta selalu mengingatkan untuk
selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan
menyayangi;
9. Saudara kandung saya, Adni Oktaviana, Anita Wulandari, Indra Surya,
Egha Wahyu Ramdhan, yang selalu memberikan dukungan, semangat dan
xii
10.Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada
penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai
cita-cita;
11.Seluruh Staf Tata Usaha, Administrasi, Akademik, pegawai dan karyawan
FK Unila;
12.Tim Penelitian saya (Annisa Rusfiana dan Ridho Pambudi) atas
kerjasamanya dalam melakukan penelitian ini;
13.Teman-teman sejawat angkatan 2013 (CERE13ELLUM) yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi kita semua. Aamiin
Bandar Lampung, Januari 2017
Penulis
i
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.4.3 Metabolisme Asam Folat ... 9
2.5. Neural Tube Defects (NTD) ... 10
2.5.1. Definisi Neural Tube Defects (NTD) ... 10
2.5.2. Faktor Resiko Neural Tube Defects (NTD) ... 11
2.5.3. Patogenesis Neural Tube Defects (NTD) ... 11
2.5.4. Klasifikasi dan Manifestasi Neural Tube Defects (NTD) ... 13
2.5.5. Diagnosis Neural Tube Defects (NTD) ... 16
2.5.6. Penatalaksanaan Neural Tube Defects (NTD) ... 18
2.6. Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 18
2.6.1. Taksonomi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 18
2.6.2. Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 18
2.6.3. Kehamilan Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 19
2.6.4. Embriologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 21
2.7. Hubungan Asam Folat dengan NTD ... 23
2.8. Gambaran NTD pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 25
ii
2.10. Kerangka Konsep ... 28
2.11. Hipotesis ... 28
BAB IIIMETODE PENELITIAN... 29
3.1 Desain Penelitian ... 29
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29
3.3 Populasi dan Sampel ... 30
3.3.1. Populasi Penelitian ... 30
3.3.2. Kriteria Inklusi ... 30
3.3.3. Kriteria Ekslusi ... 30
3.3.4. Kriteria Drop Out ... 30
3.3.5. Besar Sampel Penelitian ... 30
3.3.6. Teknik Sampling ... 32
3.3.7. Kelompok Perlakuan ... 32
3.4 Alat dan Bahan Penelitian ... 32
3.4.1. Alat Penelitian ... 32
3.4.2. Alat untuk Nekropsi ... 33
3.4.3. Bahan Penelitian ... 33
3.5 Prosedur Penelitian ... 34
3.5.1. Ethical Clearance ... 34
3.5.2. Pengadaan Hewan Coba ... 34
3.5.3. Prosedur Aklimatisasi dan Pemeliharaan Tikus ... 34
3.5.4. Prosedur Perkawinan Tikus ... 35
3.5.5. Prosedur Penetapan Dosis Asam Folat pada Hewan Coba ... 35
3.5.6. Prosedur Perlakuan ... 37
3.5.7. Terminasi Kehamilan dengan Nekropsi ... 37
3.5.8. Observasi Kelainan ... 38
3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 38
3.6.1. Identifikasi Variabel ... 38
3.6.2. Definisi Operasional Variabel ... 39
3.7 Pengolahan dan Analisis Data... 39
3.7.1. Pengolahan Data ... 39
3.7.2. Analisis Data ... 40
3.8 Diagram Alur Penelitian ... 41
BAB 4HASIL DAN PEMBAHASAN... 42
4.1. Hasil Penelitian ... 42
4.2. Pembahasan... 44
BAB 5SIMPULAN DAN SARAN ... 49
5.1. Simpulan ... 49
iii
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan Folat pada Beberapa Bahan Makanan………..……...……. 9
2. Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)……...…...……… 19
3. Embriologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)………...………. 21
4. Definisi Operasional Variabel……...………..…………... 39
5. Rerata Jumlah Fetus Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 43
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin….……….………...…… 6
2. Gambaran Mikroskopis Tabung Saraf Embrio... 17
3. Gambaran Mikroskopis Spinal Cord Embrio... 17
4. Apusan Vagina Tikus Setelah Kopulasi... 20
5. Gambaran Anensefalus pada Tikus... 25
6. Gambaran Spina Bifida Tikus ... 25
7. Gambaran Tikus Normal dan Neural Tube Defects pada Tikus... 26
8. Kerangka Teori... 27
9. Kerangka Konsep... 28
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Malformasi kongenital atau yang biasa disebut sebagai cacat lahir atau cacat
bawaan dapat menyebabkan hilangnya seluruh atau sebagian dari struktur
normal tubuh. Umumnya timbul mulai dari minggu ketiga hingga kedelapan
kehamilan. Satu dari 40 atau sekitar 2,5% dari total bayi yang baru lahir
mengalami malformasi. Malformasi kongenital merupakan penyebab utama
kematian bayi yaitu sekitar 21% dari semua kematian bayi (Sadler, 2000).
Penyebab malfomasi pada umumnya bersifat multifaktorial (Imbard et al, 2013; Wang et al, 2013).
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan malformasi yaitu defisiensi asam
folat selama kehamilan. Beberapa malformasi kongenital, seperti NTD, cacat
jantung, langit-langit atau bibir sumbing bahkan Down Syndrome
diperkirakan terkait dengan defisiensi dan gangguan metabolik asam folat.
Neural Tube Defects (NTD) merupakan malformasi yang sering muncul akibat defisiensi folat, dan merupakan malformasi kedua tersering setelah
2
Secara global, diperkirakan sekitar 300.000 bayi dilahirkan dengan NTD
setiap tahunnya, yang mengakibatkan sekitar 88.000 kematian dan 8,6 juta
disability adjusted live years (DALY). Surveillans jangka panjang di negara-negara yang telah berhasil menerapkan fortifikasi, seperti Amerika Serikat,
Kanada, Kosta Rika, Afrika Selatan, Chili, dan Cina menunjukan bahwa
suplementasi folat dapat mengurangi prevalensi NTD menjadi lima sampai
enam per 10.000 kehamilan (Zaganjor et al, 2016).
Hal tersebut membuat asam folat menjadi mikronutrien yang sangat penting
untuk ibu hamil. Asam folat merupakan nutrisi esensial yang tidak bisa
disintesis oleh tubuh manusia, sehingga membutuhkan asupan dari makanan,
fortifikasi dan suplementasi. Folat banyak terdapat di berbagai sumber
makanan, namun karena bersifat termolabil dan larut air membuatnya mudah
rusak oleh pemanasan. Folat dibutuhkan untuk replikasi DNA dan sebagai
substrat dalam berbagai reaksi enzimatis termasuk sintesis asam amino dan
metabolisme vitamin. Peningkatan kebutuhan asam folat selama kehamilan
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan fetus (Greenberg et al, 2011; Tangkilisan & Rumbajan, 2002).
Suplementasi umumnya berupa pil besi (200 mg sulfas ferosus dan 0,25 mg asam folat) diperlukan agar tercukupinya kebutuhan asam folat. Persentase
ibu hamil yang minum pil besi di Provinsi Lampung hanya sekitar 79,43%
pada tahun 2007, sebesar 85,61% pada tahun 2008, dan tahun 2009 sebesar
3
ibu hamil mendapat tablet besi tahun 2014 yaitu 85,1%, angka tersebut belum
mencapai target program tahun 2014 sebesar 95%. Cakupan pemberian 90
tablet besi pada ibu hamil di Provinsi Lampung sebesar 83,5% (Kementerian
Kesehatan RI, 2015).
Pada awal kehamilan, terdapat kesepakatan universal tentang rekomendasi
asam folat. Setelah kehamilan minggu ke-12 tidak ada rekomendasi resmi
untuk suplementasi asam folat. Dengan demikian, rekomendasi ini
difokuskan untuk mencegah NTD pada awal kehamilan, tetapi manfaat
suplementasi pada kehamilan lanjut masih belum diketahui dengan baik. Pada
penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa suplementasi lanjutan setelah
trimester pertama kehamilan dapat mencegah penurunan konsentrasi folat
serum dan peningkatan konsentrasi homosistein plasma, yang telah dikaitkan
dengan peningkatan resiko NTD, yang umumnya terjadi pada tahap akhir
kehamilan (Mcnulty et al,2013). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh asam folat pada berbagai periode pemberian terhadap
kejadian NTD yang akan dilakukan pada hewan percobaan.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian
yang bertujuan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan
apakah terdapat perbedaan efek asam folat pada berbagai periode pemberian
terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur
4
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui efek asam folat pada berbagai
periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan dan wawasan tentang peranan asam folat dalam kehamilan,
serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana.
2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan
informasi tentang suplementasi asam folat dapat menurunkan resiko
kejadian NTD serta memberikan pemikiran positif mengenai pentingnya
suplementasi asam folat pada masa kehamilan.
3. Bagi institusi pendidikan, sebagai wujud realisasi Tridarma Perguruan
Tinggi dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian bagi
masyarakat.
4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi untuk penelitian yang
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Kehamilan
Kehamilan merupakan proses gamet jantan dan betina menyatu. Proses ini
terjadi di tuba uterina regio ampula yang merupakan bagian terlebar dari tuba
uterina (Sadler, 2012). Selama kehamilan berlangsung, terjadi berbagai proses
yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor tersebut tidak hanya
dapat membahayakan keselamatan ibu tetapi juga fetus yang dikandungnya,
terutama pada tahap organogenesis karena pada tahap itu sel-sel fetus sedang
aktif berproliferasi (Almahdy & Rosa, 2014).
2.2.Embriologi Manusia
Pertumbuhan dan perkembangan janin terbagi menjadi tiga periode, yaitu
implantasi, periode embrionik dan periode fetal (Gambar 1). Selama dua
minggu pertama pascaovulasi, fase perkembangan meliputi fertilisasi,
pembentukan blastokista dan implantasi blastokista. Segera setelah implantasi
maka vilus korionik dibentuk, yang selanjutnya disebut sebagai embrio.
Periode embrionik atau organogenesis dimulai pada minggu ketiga sampai
masing-6
masing lapisan germinal, ektoderm, mesoderm dan endoderm untuk menjadi
jaringan dan organ tertentu. Akhir periode embrionik dan permulaan periode
janin dimulai pada minggu kesembilan. Perkembangan selama periode janin
terdiri atas pertumbuhan dan pematangan struktur-struktur yang telah
terbentuk.
7
2.3.Proses Neurulasi
Neurulasi adalah proses pembentukan tabung saraf yang merupakan
prekursor dari otak dan sumsum tulang belakang selama periode
embriogenesis. Proses ini terjadi melalui dua tahap yang berbeda, yaitu
(Alfarra et al, 2011; Sarici et al, 2013; Wu et al, 2011):
1. Neurulasi primer (minggu ketiga-keempat) yang mengarah pada pembentukan otak dan sebagian besar sumsum tulang belakang sampai
tingkat sakral bagian atas.
2. Neurulasi sekunder (minggu kelima-keenam) yang mengarah pada pembentukan bagian terendah dari sumsum tulang belakang termasuk
sebagian besar sakral dan semua daerah koksigeal.
Pada awal proses neurulasi, sel-sel lempeng saraf di induksi sehingga
lempeng saraf akan memanjang dan berbentuk mirip “sandal” dan berangsur
-angsur meluas menuju ke garis primitif (Padmanabhan, 2006; Sadler, 2012).
Pada akhir minggu ketiga, tepi-tepi lateral lempeng saraf menjadi lebih
terangkat naik membentuk suatu lipatan saraf, sementara pada bagian
tengahnya yang cekung berbentuk alur, disebut alur saraf. Penyatuan lipat
saraf ini dimulai pada daerah bakal leher dan berjalan ke arah kepala dan
kaudal, sehingga terbentuklah tuba neuralis. Sampai penyatuan ini selesai,
ujung kaudal dan kepala tuba neuralis masih berhubungan dengan rongga
amnion melalui neuroporus kranial dan kaudal. Penutupan neuroporus kranial
terjadi kira-kira pada hari ke-25 (somit tingkat 18), sedangkan neuroporus
8
2.4.Asam Folat 2.4.1 Definisi
Folat adalah vitamin B9 yang bersifat larut air. Tubuh manusia tidak dapat
mensintesis struktur folat. Folat didapatkan secara alami dalam makanan
tertentu sebagai poliglutamat (Tennant, 2014). Asam folat hanya sedikit
yang ditemukan dalam makanan. Asam folat adalah asam monoglutamat,
suatu vitamin yang teroksidasi. Senyawa ini merupakan bentuk yang
paling aktif dari vitamin (Tangkilisan & Rumbajan, 2002). Perbedaan
keduanya menjadi penting karena terdapat perbedaan bioavailabilitas
antara asam folat dan folat. Hanya sekitar setengah dari folat yang
diperoleh dari makanan yang tersedia untuk pembentukan asam folat.
Dalam tubuh manusia, penyerapan asam folat lebih efisien dibandingkan
folat (Pitkin, 2007).
2.4.2 Sumber Folat
Folat terdapat pada berbagai tumbuh-tumbuhan dan hewan, terutama
sebagai poliglutamat dalam bentuk metil atau formil tereduksi. Kandungan
asam folat pada beberapa makanan tertentu dapat dilihat pada Tabel 1.
Sifatnya yang termolabil dan larut dalam air membuat folat mudah rusak
karena proses memasak (Ganesh et al, 2014). Proses memasak dapat merusak 50-90% folat yang terkandung didalamnya. Menurut rekomendasi
AKG 2013, asam folat dibutuhkan sekitar 400 µg untuk wanita tidak
hamil, tambahan 200µg selama kehamilan serta tambahan 100µg untuk
9
60-100% pada wanita hamil yang mengkonsumsi 0,4-0,8 mg selama
beberapa bulan sebelum konsepsi dan selama kehamilan (Fathonah, 2016).
Tabel 1. Kandungan Folat pada Beberapa Bahan Makanan (Gardiner et al, 2008;
Mahan & Escott-Stump, 2000; Roth, 2011)
Bahan Makanan Kandungan Folat (µg)
Hati dan daging sapi, 3.5 oz 220 Kacang tunggak, 1 cup 210
Yeast, ¼ oz 164
Kacang-kacangan, ½ cup 144
Bayam, ½ cup 131
Telur/kuning telur, 1 telur 25
Pisang, 1 buah 22
Almond, 1 oz 18
Susu, 1 cup 15
Roti gandum, 1 slice 14
2.4.3 Metabolisme Asam Folat
Folat dari makanan dalam bentuk poliglutamat akan diabsoprsi oleh
enterosit di sepanjang usus halus, terutama di duodenum dan jejunum
proksimal, dengan 50-80% nya akan dibawa ke hati dan sumsum tulang.
Pada mukosa usus halus, poliglutamat akan dihidrolisis menjadi
monoglutamat oleh enzim pteroil poliglutamathidrolase (Tangkilisan & Rumbajan, 2002). Kemudian monoglutamat akan mengalami
reduksi/metilasi sempurna menjadi 5 metil tetrahidrofolat (5-metil THF),
yang sebagian besar akan dibawa ke sirkulasi portal. Dalam plasma, 5
metil THF akan terikat dengan albumin, α2 makroglobulin, transferrin dan
10
Di dalam sel, 5 metil THF berperan sebagai donor metil dan sumber
tertrahidrofolat. Gugus metil ini dibutuhkan untuk konversi homosistein
menjadi metionin (siklus remetilasi homosistein) (Meethal et al, 2013; Nakouzi & Nadeau, 2014; Beaudin & Stover, 2009). 5-metil THF yang
melepaskan gugus metilnya ini akan menjadi tetrahidofolat (THF) dengan
bantuan enzim metil transferase. THF bertindak sebagai akseptor satu unit karbon, memproduksi berbagai folat lainnya yang pada akhirnya akan
berperan sebagai koenzim spesifik dalam reaksi intraseluler (Imbard et al, 2012; Imbard et al, 2013; Kim et al, 2012; Martiniova et al, 2015; Wang
et al, 2015).
2.5.Neural Tube Defects (NTD)
2.5.1. Definisi Neural Tube Defects (NTD)
Neural Tubes Defect (NTD) atau cacat tabung saraf adalah malformasi pada sistem saraf pusat yang diakibatkan kegagalan penutupan tabung
saraf selama embriogenesis. Malformasi ini mempengaruhi 0,5-2 per 1000
kehamilan di seluruh dunia. Tabung saraf yang akan berkembang menjadi
otak dan sumsum tulang belakang jika mengalami kegagalan dalam
penutupan akan menyebabkan neuro degenerasi in utero dan kehilangan fungsi neurologisnya setingkat dari lokasi lesinya. Anak-anak dengan
cacat lahir yang berat berpotensi 15 kali lipat mengalami kematian selama
11
perinatal, sedangkan spina bifida lebih kompatibel dengan kelangsungan
hidup selama postnatal, tetapi cenderung menyebabkan cacat yang serius.
Kerusakan saraf di bawah lesi menyebabkan kurangnya sensasi,
ketidakmampuan untuk berjalan dan inkontinensia. Kondisi ini juga sering
terkait dengan hidrosefalus, deformitas tulang belakang dan gangguan
pada sistem genitourinaria maupun pencernaan (Au et al, 2010; Copp & Greene, 2014).
2.5.2. Faktor Resiko Neural Tube Defects (NTD)
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya NTD yaitu infeksi
(toksoplasmosis, rickettsia); toksin; multiparitas; usia ibu (Satyanegara,
2010); kelainan metabolik seperti gangguan keseimbangan hormon,
diabetes, defisiensi mineral dan vitamin (terutama folat) (Boyles et al, 2006); obat-obatan (golongan aminopterin, analgesik, klomifen, anti
kejang, sulfonamid, asam valproat) (Meethal et al, 2013); kelainan genetik (Zhang et al, 2013); riwayat kehamilan sebelumnya dengan defek tabung saraf (Arth et al, 2015); status gizi ibu overweight/obes (Leddy et al, 2008; Rasmussen et al, 2008; Stothard et al, 2009); demam tinggi pada awal kehamilan (hipertermia) (Copp & Greene, 2014; Sudiwala et al, 2016)
2.5.3. Patogenesis Neural Tube Defects (NTD)
Terhentinya proses penutupan tabung saraf embrio merupakan salah satu
mekanisme terjadinya NTD maka disebut juga dengan istilah disrafia
12
disebabkan oleh peningkatan tekanan intraventrikular karena produksi
cairan serebrospinal yang berlebihan yang mungkin menimbulkan celah
atau defek pada tabung saraf (teori hidrodinamik). Sebagian besar NTD
sering dilaporkan akibat dari kegagalan utama dari penutupan tabung saraf
embrio, namun ada beberapa bukti klinis dan eksperimental yang kuat
dalam mendukung kemungkinan tabung saraf yang telah tertutup dapat
membuka kembali (teori neuroskisis). Pada teori herniasi sekunder juga
menjelaskan NTD terbentuk pada stadium perkembangan bayi yang sudah
lanjut (Satyanegara, 2010).
Pada studi eksperimental menjelaskan bahwa cacat pasca penutupan relatif
terjadi dalam onset yang lambat dan mungkin terjadi selama jangka waktu
selama perkembangan. Sebagian besar sumber menggambarkan NTD
sebagai kelainan perkembangan tunggal dan mekanisme patogenetiknya
merupakan akibat langsung dari penutupan kegagalan tabung saraf.
Namun harus diketahui bahwa NTD sebagai bagian dari kesalahan
perkembangan yang mempengaruhi tidak hanya tabung saraf tetapi juga
meninges, struktur kerangka aksial dan beberapa organ non-neural.
Mielomeningokel hampir selalu dikaitkan dengan malformasi Chiari II.
Dalam sebuah studi yang membandingkan frekuensi dan pola NTD
terisolasi dengan yang terkait dengan kelainan lainnya, mencatat bahwa
adanya pengelompokan yang signifikan dari cacat perkembangan yang
13
dengan sakral spina bifida. Pola definitif ini mungkin menyiratkan adanya
hubungan antara mekanisme NTD dengan anomali perkembangan yang
terkait. Mereka berpostulat bahwa kelainan tambahan timbul sebagai
akibat induksi mekanik oleh gangguan spesifik dari tabung saraf dan
jaringan sekitarnya (Padmanabhan, 2006).
2.5.4. Klasifikasi dan Manifestasi Neural Tube Defects (NTD)
Neural Tube Defects dapat diklasifikasikan menjadi open NTD yang berarti jaringan sarafnya terekspos/tidak tertutup jaringan lain dan closed
NTD yang berarti jaringan saraf tertutup oleh jaringan lain (Imbard et al, 2013). Sumber lain (Nielsen et al, 2006; Sjamsuhidajat & Jong, 2010) menggolongkan NTD menjadi dua golongan yaitu:
1. Disrafia kranial
Disrafia kranial dapat berupa anensefalus yaitu kegagalan penutupan
neuroporus kranial, serta dapat berupa ensefalokel, yaitu defek pada
tulang tengkorak dengan herniasi meninges dan otak. Anensefalus
akan memberikan manifestasi yaitu tidak didapatkan otak dan
kranium. Meningoensefalokel banyak ditemukan di negara Asia
Tenggara, seperti Indonesia. Angka kejadian diperkirakan satu per
5000 kelahiran bayi hidup (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).
Manifestasi meningoensefalokel memberi gambaran berupa benjolan
yang makin besar sejak lahir dan umumnya berada di garis tengah.
14
tebal dan tidak rata. Bila isi defek lebih banyak cairan maka akan
teraba padat dan berdungkul. Pada defek yang besar sering terlihat
pulsasi. Benjolan dapat kempis bila ditekan, tetapi bila menangis atau
mengejan, benjolan akan meregang. Benjolan kistik yang berdinding
tipis memberi tanda transluminasi positif. Jarak antar orbita akan
melebar jika meningoensefalokel di daerah naso(fronto)etmoidal,
keadaan ini disebut hipertelorisme. Pada ensefalokel sering
menimbulkan retardasi mental. Kelainan penyerta yang sering timbul
adalah hidrosefalus, sehingga harus selalu dipikirkan karena akan
menentukan terapi dan prognosis (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).
2. Disrafia spinal
Disrafia spinal atau yang biasa disebut spina bifida, adalah terbelahnya
arkus vertebra dengan/tanpa keterlibatan jaringan saraf dibawahnya.
Angka kejadian di negara Asia, termasuk Indonesia sekitar 0,1-0,3 per
1000 bayi lahir hidup. Spina bifida dapat diklasifikasikan menjadi lima
yaitu (Ginsberg, 2007; L & K, 2014):
a. Spina bifida okulta
Spina bifida okulta merupakan suatu cacat pada lengkung vertebra
yang dibungkus oleh kulit dan biasanya tidak mengenai jaringan
saraf yang ada di bawahnya. Cacat ini umumnya terjadi di daerah
lumbosakral (L4-S1), dengan ciri khas plak rambut yang menutupi
15
lengkung-lengkung vertebra (defek terjadi hanya pada kolumna
vertebralis) dan terjadi pada sekitar 10% kelahiran.
b. Spina bifida kistika
Spina bifida kistika adalah suatu defek neural tube berat dengan penonjolan jaringan saraf dan atau meninges melewati sebuah
cacat lengkung vertebra dan kulit sehingga membentuk sebuah
kantong mirip kista. Umumnya terletak di regio lumbosakral.
Kelainan ini dapat mengakibatkan gangguan neurologis, tetapi
biasanya tidak disertai dengan retardasi mental.
c. Spina bifida dengan meningokel
Meningokel merupakan bentuk spina bifida dengan kantong yang
berisi cairan yang terlihat dari luar (daerah belakang), tetapi
kantong tersebut tidak berisi spinal kord atau saraf.
d. Spina bifida dengan meningomielokel
Meningomielokel merupakan bentuk spina bifida yang ditandai
dengan jaringan saraf yang ikut di dalam kantong tersebut dan
dapat disertai defek kulit atau permukaan yang hanya dilapisi
selaput tipis. Kelainan ini sering disertai skoliosis, hidrosefalus dan
mungkin deformitas pelvis atau ekstremitas bawah. Gangguan
neurologis tergantung pada lokasi defek, dapat berupa paraplegia,
16
serta refleks. Kelainan yang menonjol adalah gangguan pada
sfingter yang dapat dilihat dari mekonium yang keluar
menerus, atau urin yang keluar sedikit-sedikit namun
terus-menerus.
e. Spina bifida dengan mielokisis atau rakiskisis
Merupakan bentuk spina bifida berat yang ditandai dengan
lipatan-lipatan saraf gagal naik di sepanjang daerah torakal bawah dan
lumbosakral dan tetap sebagai masa jaringan saraf yang pipih.
2.5.5. Diagnosis Neural Tube Defects (NTD)
Neural Tube Defects secara klinis tampak sebagai benjolan di daerah kepala ataupun daerah tulang belakang dan telah ada sejak lahir.
Pemeriksaan penunjang alfa feto protein (AFP) pada cairan amnion atau
pada darah ibu dapat dilakukan khususnya pada minggu ke-15 sampai
minggu ke-20. Kadar AFP serum normal pada ibu hamil adalah <500
ng/ml dan mencapai puncaknya pada usia gestasi 12-15 minggu.
Pemeriksaan penunjang sederhana seperti transluminasi dengan
penyorotan lampu pada benjolan maka akan tampak bayang-bayang isi
sefalokel. Pemeriksaan foto polos kepala ditujukan untuk mencari defek
pada tengkorak serta mendeteksi keadaan patologis penyerta. Alternatif
17
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk mendeteksi NTD
selama kehamilan yaitu biopsi histopatologi. Selama neurulasi normal,
invaginasi lempeng saraf di sepanjang garis tengah untuk membentuk alur
saraf dan lipatan saraf terbentuk pada kedua sisi alur saraf. Sel-sel
neuroepitel mengalami proliferasi cepat dan elevasi, sehingga tepi lateral
lipatan saraf menekuk ke dalam untuk bertemu. Pada embrio dengan open neural tube (eksensefalus), lipatan saraf gagal terangkat, dan sel terus berproliferasi di sepanjang tepi tabung saraf terbuka mengakibatkan eversi
dari lipatan saraf, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Pada embrio
dengan spina bifida yang diamati adalah kegagalan dalam pembentukan
lamina tulang belakang (yang membentuk dinding dorsal tulang belakang)
seperti yang terlihat pada Gambar 3 (Pickett et al, 2008; Waes et al, 2005).
Gambar 2. Gambaran Mikroskopis Tabung Saraf Embrio (Waes et al, 2005)
(2E) Tabung saraf yang menutup sempurna; (2F) tabung saraf yang terbuka
Gambar 3. Gambaran Mikroskopis Spinal Cord Embrio (Pickett et al, 2008)
18
2.5.6. Penatalaksanaan Neural Tube Defects (NTD)
Tindakan operasi dapat dilakukan sedini mungkin bila penderita layak
menjalaninya. Pada penderita dengan tanda-tanda infeksi (terutama pada
open NTD) maka perlu dilakukan perawatan lokal dan pemberian antibiotik dosis tinggi (Satyanegara, 2010).
2.6.Tikus Putih (Rattus norvegicus)
2.6.1. Taksonomi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Klas : Mammalia
Subklas : Theria
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Superfamili : Muroidea
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : norvegicus (Baker et al, 2013)
2.6.2. Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Berikut ini merupakan data biologi tikus putih yang dapat dilihat pada
19
Tabel 2. Biologis tikus putih (Rattus norvegicus) (Sharp & Villano, 2012)
Parameter Nilai Cairan ekstraseluler (ml)* /250 g BB 92,8 Cairan intraseluler (ml)* /250 g BB 74,2 Perkembangan & peristiwa penting
Turunnya testis 15-50 hari Pubertas (jantan) 39-47 hari Pubertas (betina) 34-38 hari Kedewasaan social 160-180 hari
Menopause 450-540 hari
Reproduksi
Siklus estrus 4-6 hari
Kehamilan 21-22 hari
Keturunan 6-14 keturunan
Maksimum menghasilkan susu 12-14ari pasca melahirkan
2.6.3. Kehamilan Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Estrus atau birahi adalah suatu periode secara psikologis maupun fisiologis
yang berarti bersedia menerima pejantan untuk kopulasi. Periode atau
masa dari permulaan periode birahi ke periode birahi berikutnya disebut
dengan siklus estrus yang berlangsung selama enam hari. Siklus estrus
dibedakan menjadi lima fase yaitu proestrus, estrus, metestrus I, metestrus
II dan diestrus. Setiap fase ini dapat diketahui dengan pemeriksaan apus
vagina (Akbar, 2010).
Pada fase estrus, kopulasi tikus terjadi umumnya pada malam hari, betina
20
oles vagina menunjukkan stadium proestrus. Pada tikus terjadinya
kopulasi ditandai dengan adanya sumbat vagina yang merupakan air mani
yang menggumpal (vagina plug) pada liang vagina yang dapat diamati selama 16-48 jam. Ketika terjadi kopulasi maka sperma akan bergerak
menuju ampula dengan lama perjalanan ± 15 menit. Fertilisasi pada tikus
akan terjadi 7-10 jam sesudah kopulasi. Setelah itu embrio akan mencapai
stadium blastula dalam waktu 3-4,5 hari (Akbar, 2010).
Implantasi dimulai dengan menempelnya trofoblas yang menutupi “inner
cell mass” pada dinding uterus. Pada mencit dan tikus implantasi terjadi pada hari kebuntingan keempat sampai keenam. Implantasi pada tikus
termasuk implantasi eksentrik yaitu blastosis bersarang pada kripta atau
lipatan selaput lendir rahim. Pada manusia yang terjadi adalah implantasi
profundal atau insterstisial, yaitu adanya blastosis yang menembus lapisan epitel selaput lendir rahim, sehingga embrio berkembang dalam
endometrium. Lama kebuntingan pada tikus adalah sekitar 21-23 hari
(Akbar, 2010).
21
2.6.4. Embriologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Proses pertumbuhan dan perkembangan fetus tikus dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Embriologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Witschi & Dittmer, 1962) Standar
0,06 2 sel (dalam saluran telur)
3 3 0,08 x
0,05 4 sel (dalam saluran telur) 4 3,5 8-12 sel (dalam saluran telur)
5 3,25 0,08 x
0,04 Morula (dalam rahim)
6 4 0,08 x
0,03 Blastokista awal (dalam rahim)
7 5 0,12 x
0,05 Blastokista bebas (dalam rahim) Gastrula
8 6 0,28 x
0,07
Implantasi blastokista dengan sel trofoblas dan masa sel dalam, hasil dari endoderm (hipoblas)
9 6,75 Diplotrophoblas, massa sel dalam ditutup dengan endoderm
10 7,25 0,3 x 0,1 Menuju implantasi lengkap, mudigah berdiferensiasi ke dalam dan ke luar embrio
11 7,75 0,5 x 0,1
Implantasi komplit, terbentuk kista amnion primer, terbentuk kerucut ectoplacental Garis Primitif
12 8,5 1,04 x
0,26
Adanya hubungan antara rongga amnion dan ektokorionik, hilangnya lipatan amnion, muncul garis primitive, awal pembentukan 3 lapisan mudigah, lempeng jantung dan pericardium
Neurulasi
13 9 1,0
Presomite neurula, fusi lipatan dan tangkai korio-amnion, terbentuk lempeng saraf dan tunas tangkai allantois,
14 9,5 1,5
Somites 1-4 (oksipital), lapisan mudigah dengan 3 rongga (kista ektokorionik, excocoelom, dan rongga amnion), kista ektokorionik hancur, tangkai allantois menuju ke excocoelom
22
dengan ektoplasenta dan dengan tangkai allantois, regresi perifer (distal) kuning telur dan diplotrophoblast, muncul
membrane Reichert, gonia dalam endoderm
16 10,5 2,4
Somites 13-20 (upper thoracic), terbentuk lengkungan visceral ke-2, terbentuk cakram dan kantung plasenta kuning, terbentuk lipatan apendikularis
17 11 3,3
Somites 21-25 (lower thoracic), tangkai kuning telur menutup pada tingkat somite 15, gonia utama dalam mesenterium, garis primitive menghilang, kuncup ekor terlihat, kuncup lengan dan kaki tampak
Kuncup Ekor Embrio
18 11,5 3,8
Somites 26-28 (upper lumbar), terbentuk lengkung visceral ke-3, kuncup lengan terlihat
19 11,75 3,2
Somites 29-31 (lower lumbar), muncul lengkung visceral ke-1 sampai ke-4, adanya lipatan servikal, lipatan apendikularis 20 11,875 5 Somites 32-33 (upper sacral)
21 12 5,1 Somites 34-35 (lower sacral), terbentuk sinus servikal dalam
22 12,125 5,2 Somites 36 (1 st
kaudal), terbentuknya lubang hidung
23 12,25 5,6 Somites 37-38 (kaudal), awal herniasi umbilical
24 12,375 6 Somites 39-40 (kaudal) Embrio Lengkap
25 12,5 6,2
Somites 41-42 (kaudal), penyebaran oksipital somites, lengkungan visceral ke-4 jelas, sinus servikal dalam jelas, tunas lengan pada tingkat somite 8-14 sama panjang dengan tunas kaki di tingkat somite 28-31 namun lebih kecil, wajah kiri berada pada kantung kuning sedangkan sisi kanan berbalik kea rah plasenta, ekor dan tangkai allantois terangkat kea rah plasenta
Metamorfosis Embrio
26 12,75 7
Somites 43-45 (kaudal), terbentuk maksila, mandibular dan prosesus frontonasal, sinus servikalis menutup, muncul berkas susu, diferensiasi lempeng tangan, vaskularisasi kuncup lengan, saraf brakialis mulai masuk, awal herniasi umbilical
27 13,13 8
Somites 46-48 (kaudal), proses terbentuk wajah dan cleft lebih jelas, hidung-moncong makin tampak, sinus servikalis menutup, kelenjar susu primordial, lempeng tangan dan kaki membulat, hernia umbilical lebih besar
23
berubah menjadi saluran telinga eksternal, kondensasi precartilaginous di lempeng tangan
29 14 9,5 Somites 52-55 (kaudal), hillocks aurikularis pada lengkung visceral ke-1 dan ke-2
30 14,5 10,5
Somites 56-60 (kaudal), badan sudah tidak bergulung, prekartilago mandibular terbentuk, saluran telinga eksternal hampir terbuka, kanal pleuroperitoneal menjadi sangat sempit
31 15 12
Somites 61-63 (kaudal), cleft wajah tertutup, kanal pleuroperitoneal tertutup, diafragma lengkap
32 15,5 14,2 Somites 64 (kaudal), pinna berbalik ke depan, ukuran maksimal hernia umbilical
33 16 15,5
Somites 65 (biasanya ini adalah somite kaudal terakhir), moncong turun ke arah dada, tahap akhir metamorphosis Janin
34 17-18 16-20
Tahap janin ke-1, pertumbuhan cepat kelopak mata (mata tertutup sepenuhnya sampai akhir hari ke-18), langit-langit tertutup sempurna, pinna melapisi saluran telinga,
35 antenatal 19-22 20-40
Tahap janin ke-2, kelopak mata tertutup, membrane janin dan plasenta mencapai puncak pertumbuhan , ekor tumbuh hingga 10 mm
35 postnatal 1-16
postpartum 4-10
Kelahiran terjadi (tikus dalam 22 hari), setelah lahir janin bernapas dan menyusui pada ibunya selama 16 hari pertama, kelopak mata tetap tertutup dan saluran telinga eksternal tertutup dengan sekat periderm
36 postnatal
17+
postpartum 100+
Sekat periderm telinga dan kelopak mata lenyap, makan aktif dimulai dalam waktu berikutnya 3 hari dan menyapihnya setelah 1 minggu (total usia penyapihan 45-48 hari untuk tikus dan mencit)
2.7.Hubungan Asam Folat dengan NTD
Asam folat merupakan nutrisi penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
janin selama kehamilan. Folat berfungsi dalam pembelahan sel dan sintesis
asam deoksiribonukleat (DNA) dengan mentransfer format untuk sintesis
24
homosistein menjadi metionin (Mahan & Escott-Stump, 2000; Martiniova et al, 2015). Penelitian menggunakan tikus mutan (Pax3) yang menunjukan adanya kelainan pada biosintesis de novo purin dan timidilat (dTMP) memperlihatkan bahwa NTD dapat diselamatkan dengan diet asam folat. Hal
ini menunjukan bahwa asam folat dapat mencegah NTD dengan
menyelamatkan biosintesis de novo purin dan timidilat (dTMP) pada tikus mutan tersebut (Martiniova et al, 2015).
Mekanisme perlindungan maupun hubungan antara status folat ibu dengan
kerentanan NTD telah didefinisikan dengan baik. Salah satu kemungkinannya
adalah bahwa asam folat bertindak untuk mengatasi ketidakcukupan status
folat ibu dan defek metabolisme folat yang disebabkan mutasi genetik pada
ibu atau janin (Dunlevy et al, 2007). Pencegahan NTD dengan suplementasi folat sudah dikonfirmasi dengan uji klinis acak pada tahun 1991. Efek dari
fortifikasi asam folat pada tepung roti telah jelas menggambarkan efek
pencegahan ini, serta menunjukan bahwa tidak semua kasus NTD dapat
dicegah dengan folat atau folate-nonpreventable NTD (Eichholzer et al, 2006). Selain itu, Frank menjelaskan bahwa kekurangan asam folat bukanlah
satu faktor utama penyebab NTD, melainkan adanya predisposisi genetik
yang ikut berperan (Burren et al, 2008).
Asam folat eksogen mampu menstimulasi respon seluler, memungkinkan
embrio berkembang untuk mengatasi efek samping dari gangguan genetik
25
prinsip penting bahwa folat dapat memberikan efek pencegahan pada kondisi
etiologi beragam, seperti kelainan yang disebabkan oleh berbagai anomali
genetik yang terkait dengan proses penutupan neural yang mengakibatkan
NTD (Copp & Greene, 2014).
2.8.Gambaran NTD pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Gambar 5. Gambaran Anensefalus pada Tikus (Copp, 2005)
Gambar 6. (4A) Gambaran tikus normal; (4B) Gambaran spina bifida pada tikus
26
Gambar 7. Gambaran Tikus Normal dan NTD pada Tikus
27
- Mengatasi defek metabolisme folat yang disebabkan mutasi genetik pada ibu atau janin
- Penting dalam pembelahan sel dan sintesis asam deoksiribonukleat
Gambar 8. Kerangka Teori
28
2.10. Kerangka Konsep
Gambar 9. Kerangka Konsep
2.11. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan efek asam folat pada
berbagai periode pemberian terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih
(Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.
Pemberian asam folat Kejadian NTD pada fetus tikus putih galur Sprague
dawley
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan pendekatan
post test only control group design. Pengambilan data hanya dilakukan pada akhir penelitian setelah perlakuan. Rancangan penelitian ini memungkinkan
peneliti dapat mengetahui efek perlakuan pada kelompok eksperimen dengan
cara membandingkannya dengan kelompok kontrol. Subjek pada penelitian
ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil galur Sprague dawley
berumur 10-16 minggu yang dipilih secara acak (random) dan kemudian dikelompokkan menjadi lima kelompok.
3.2Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yang terhitung mulai bulan
Agustus-Oktober 2016 dan dilakukan di beberapa tempat, antara lain:
1. Animal House Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk proses pemeliharaan dan perlakuan.
2. Laboratorium Biomolekuler Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
30
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil galur Sprague dawley berumur 10-16 minggu dengan berat sekitar 200-250 gram yang diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner (BALITVET)
Palembang.
3.3.2. Kriteria Inklusi
1. Sehat (gerak aktif, rambut tidak kusam dan rontok)
2. Jenis kelamin betina
3. Berat badan 200-250 gram
4. Berusia sekitar 10-16 minggu (dewasa siap kawin)
3.3.3. Kriteria Ekslusi
1. Tikus yang sakit atau mati sebelum mendapat perlakuan.
3.3.4. Kriteria Drop Out
1. Sakit (rambut tampak kusam, rontok atau botak, aktivitas kurang atau
tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut ,
anus dan genital) selama masa perlakuan.
2. Mati selama masa perlakuan.
3.3.5. Besar Sampel Penelitian
Sampel penelitian dihitung sesuai dengan rumusan Frederer penentuan
31
Rumus Frederer (Arkeman, 2006):
(n-1)(t-1) ≥ 15
Keterangan:
t = jumlah kelompok perlakuan
n = jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok
Penelitian ini dibagi menjadi lima kelompok percobaan sehingga
perhitungan sampel menjadi:
(n-1)(t-1) ≥ 15
(n-1)(5-1) ≥ 15
4n-4 ≥ 15
4n ≥ 19
n ≥ 4,75 (dibulatkan menjadi 5)
Jadi, sampel yang digunakan untuk setiap kelompok percobaan sebanyak
lima ekor dan jumlah kelompok yang digunakan adalah lima kelompok
sehingga penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih dari populasi
yang ada. Untuk mengantisipasi adanya drop out maka dilakukan koreksi dengan menambahkan 10% dari jumlah anggota tiap kelompok.
Drop Out = 10% x 5
= 0,5 per kelompok perlakuan
Jadi, sampel yang dibutuhkan untuk drop out sebanyak satu ekor tikus per kelompok perlakuan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan 30 ekor
32
3.3.6. Teknik Sampling
Pada penelitian ini menggunakan sampel 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil yang dikelompokkan dengan teknik simple random sampling.
3.3.7. Kelompok Perlakuan
Dalam penelitian ini digunakan 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil yang dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:
1. Kelompok kontrol negatif (KN): tikus yang tidak diberikan asam folat
selama kehamilan
2. Kelompok kontrol positif (KP): tikus yang diberikan asam folat
selama kehamilan
3. Kelompok perlakuan satu (P1): tikus yang diberikan asam folat hanya
pada trimester satu
4. Kelompok perlakuan dua (P2): tikus yang diberikan asam folat hanya
pada trimester dua
5. Kelompok perlakuan tiga (P3): tikus yang diberikan asam folat hanya
pada trimester tiga
3.4 Alat dan Bahan Penelitian 3.4.1. Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kandang tikus beserta tempat makan dan minum tikus
33
3. Sonde lambung untuk mencekoki asam folat
4. Handschoen, kapas dan alkohol
3.4.2. Alat untuk Nekropsi 1. Fume hood
Fume hood digunakan untuk melindungi operator dari bahan pengawet atau material yang bisa terisap dari hewan coba (bulu dan
debu).
2. Dissecting board (papan bedah) 3. Bank pins (jarum)
Jarum digunakan untuk membuat posisi hewan coba stabil atau tidak
berpindah posisi sehingga operator menjadi mudah.
4. Forceps dan gunting
Forceps digunakan untuk memegang organ dalam untuk memeriksa dan gunting digunakan untuk membuat insisi atau sayatan pada otot.
5. Baju kerja laboratorium
6. Handscoen
3.4.3. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Asam folat dengan dosis 0,015 mg.
2. Pakan hewan berupa pelet dan minum.
3. Etanol 70% dan aquadest untuk membasahi bulu sebelum
34
4. Larutan garam NaCl untuk mencuci atau menghilangkan darah dan
debris jaringan.
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1. Ethical Clearance
Skripsi ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung dengan nomor 128/UN26.8/DL/2017 untuk
melakukan penelitian menggunakan 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina hamil galur Sprague dawley.
3.5.2. Pengadaan Hewan Coba
Pada penelitian ini, hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) betina sebanyak 30 ekor dan jantan sebanyak 10 ekor dengan galur Sprague dawley yang diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner (BALITVET) Palembang.
3.5.3. Prosedur Aklimatisasi dan Pemeliharaan Tikus
Sebelum diberikan perlakuan, hewan coba diaklimatisasi selama 7 hari
untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Tikus dipelihara di
kandang yang tertutup kawat dengan beralaskan sekam. Selama masa
adaptasi, ataupun masa perlakuan, tikus diberi makan pelet dan minuman
air secara ad libitum. Kandang dijaga suhu, kelembaban dan pencahayaannya. Berat badan tikus diukur setiap hari untuk mengetahui
35
3.5.4. Prosedur Perkawinan Tikus
Tikus betina dikawinkan dengan tikus jantan dengan sistem pasangan
poligami (tiga ekor betina dengan satu ekor jantan). Perkawinan dapat
diketahui dengan adanya sumbat vagina, yang merupakan air mani yang
menggumpal berwarna kekuningan. Adanya sumbat vagina ini ditetapkan
sebagai hari kehamilan nol.
3.5.5. Prosedur Penetapan Dosis Asam Folat pada Hewan Coba
Asam folat yang digunakan pada penelitian ini dalam sediaan tablet. Dosis
yang diberikan pada hewan coba didapatkan dari konversi BSA (Body Surface Area). Dosis asam folat pada wanita hamil (600µg) akan dikonversi menjadi dosis hewan coba dengan perhitungan seperti di bawah
ini:
( )
HED (Human Equivalent Dose) merupakan dosis pada manusia dengan satuan mg/kg. Dosis asam folat dikonversi dalam bentuk mg/kgBB. Berat
badan yang digunakan sebagai pembagi merupakan berat badan rata-rata
manusia yang digunakan dalam konversi HED, yaitu 60 kg. HED
didapatkan dari dosis asam folat dibagi dengan berat badan rata-rata
36
Km atau faktor konstanta dalam rumus konversi merupakan hasil berat badan (kg) dibagi dengan BSA dalam satuan m2. Setiap makhluk hidup
memiliki faktor konstanta (Km) yang berbeda. Nilai konstanta (Km) manusia dewasa normal sebesar 37 dan hewan coba tikus sebesar 6
(Reagan-Shaw et al, 2008). Dengan perhitungan diatas didapatkan dosis hewan coba tikus sebagai berikut:
( )
Dari perhitungan di atas didapatkan dosis 0,062 mg/kgBB untuk setiap kali
pemberian. Asumsi berat badan tikus rata-rata adalah 250 mg, maka dosis
asam folat untuk setiap kali pemberian menjadi 0,015 mg. Sediaan tablet
asam folat yang ada di pasaran yaitu 0,4 mg; 1 mg; dan 5 mg. Pada
penelitian ini digunakan tablet asam folat sediaan 0,4 mg, serta
pengenceran dengan aquadest sebanyak 25,8 ml yang didapatkan dari
perhitungan sebagai berikut (Melmambessy et al, 2015): C1 x V1 = C2 x V2
0,4mg x 1ml = 0,015 mg x V2
V2 = 25,8 ml
Keterangan:
V1= volume larutan yang diencerkan
V2= volume larutan pengenceran
37
C2= konsentrasi larutan pengenceran
Dari perhitungan di atas, maka setiap tikus akan diberikan asam folat
sebanyak 1 ml yang mengandung 0,015 mg. Larutan tersebut didapat dari
pengenceran tablet asam folat 0,4 mg dengan 25,8 ml aquadest.
3.5.6. Prosedur Perlakuan
Tikus betina yang telah hamil dikelompokan ke dalam lima kelompok.
Kelompok kontrol negatif (KN) hanya diberi minum dan makan pelet
setiap hari. Kelompok kontrol positif (KP) diberi minum, makan pelet, dan
asam folat setiap hari (trimester 1-3). Kelompok perlakuan satu (P1) diberi
minum dan makan pelet setiap hari serta diberi asam folat hanya pada
trimester satu (hari ke-1 sampai ke-7). Kelompok perlakuan dua (P2)
diberi minum dan makan pelet setiap hari serta diberi asam folat hanya
pada trimester dua (hari ke-8 sampai ke-14). Kelompok perlakuan tiga
(P3) diberi minum dan makan pelet setiap hari serta diberi asam folat
hanya pada trimester tiga (hari ke-15 sampai ke-21).
3.5.7. Terminasi Kehamilan dengan Nekropsi
1. Terminasi dilakukan sebelum tikus melahirkan untuk mencegah
kanibalisme, terlebih dahulu dianestesi kemudian di euthanasia
dengan metode cervical dislocation.
2. Hewan diletakkan pada papan bedah dengan posisi rebah dorsal (perut
38
3. Permukaan tubuh hewan dibasahi dengan air atau etanol supaya
bulu-bulu hewan tidak rontok dan mengotori organ dan fetus yang akan
diambil.
4. Dengan menggunakan forceps angkat kulit abdomen dan buat irisan sepanjang ventral midline dengan gunting (sampai dagu bawah). Irisan hanya pada daerah subkutan.
5. Setelah terlihat otot di bawah kulit (berupa lapisan tipis otot), dibuat
irisan pada otot abdomen, singkirkan otot ke samping dengan cara
memotong dengan gunting sehingga organ dalam rongga abdomen
dapat diamati.
6. Tentukan letak uterus dengan fetus yang ada di dalamnya, tarik sedikit
kearah luar, kemudian keluarkan fetus dari uterus tikus.
3.5.8. Observasi Kelainan
1. Bersihkan fetus dari lendir-lendir sisa selaput dan darah yang ada
dengan larutan garam NaCl.
2. Amati morfologi tikus, terutama pada bagian otak dan sumsum tulang
belakangnya untuk mengetahui ada tidaknya NTD baik itu spina
bifida, anensefalus ataupun ensefalokel.
3. Hitung kejadian NTD yang ada, dan bandingkan tiap kelompoknya.
3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel 3.6.1. Identifikasi Variabel
39
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian asam folat.
2. Variabel Terikat
Variable terikat pada penelitian ini adalah kejadian NTD pada fetus
tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.
3.6.2. Definisi Operasional Variabel
Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak
menjadi terlalu luas maka dibuat definisi operasional pada Tabel 4.
Tabel 4. Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Cara
Ukur diberikan dengan waktu yang berbeda tiap kelompok. Waktu pemberian yang dipakai yaitu:
1. trimester 1(hari ke-1 sampai ke-7) 2. trimester 2 (hari ke-8 sampai ke-14) 3. trimester 3 (hari ke-15 sampai ke-21) 4. trimester 1-3 (hari ke-1 sampai ke-21)
Kategorik malformasi kongenital yang dapat terjadi akibat defisiensi folat selama masa kehamilan. Kejadian NTD dinilai dari ada atau tidaknya spina bifida, anensefalus dan ensefalokel.
Kejadian NTD
Numerik
3.7 Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke dalam
bentuk tabel-tabel, kemudian proses pengolahan data menggunakan
program SPSS yang terdiri dari beberapa langkah:
1. Koding yaitu menerjemahkan data yang dikumpulkan selama
40
2. Entry data yaitu memasukkan data penelitian ke dalam program komputer.
3. Verifikasi yaitu memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap
data yang telah dimasukkan ke dalam komputer.
4. Output yaitu hasil yang telah dianalisis oleh komputer.
3.7.2. Analisis Data
Analisis statistik pada penelitian ini menggunakan program analisis data
SPSS. Untuk menilai normalitas dan homogenitas data digunakan uji
Shapiro-Wilk karena jumlah sampel <50. Apabila memenuhi syarat, maka analisis data untuk mengetahui perbedaan efek pemberian asam folat akan
menggunakan uji parametrik One Way ANOVA dan dilanjutkan dengan analisis post-hoc Bonferroni untuk menilai kebermaknaan antar kelompok. Bila tidak memenuhi syarat uji parametrik, maka digunakan analisis non
41
3.8 Diagram Alur Penelitian
Timbang berat badan calon induk
Campurkan tikus jantan dan betina dewasa (4-6 hari)
Tikus betina dewasa hamil
Terminasi pada umur kehamilan 21
Nekropsi
Fetus-fetus dikeluarkan dari uterus dan dibersihkan
Observasi kelainan morfologi (neural tube defects)
Interpretasi hasil 21
hari
49
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Tidak terdapat perbedaan efek asam folat pada berbagai periode pemberian
terhadap kejadian NTD pada fetus tikus putih (Rattus norvegicus) galur
Sprague Dawley
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada objek penelitian dengan kelainan
50
DAFTAR PUSTAKA
Abeywardana S & Sullivan E A. 2008. Neural tube defects in Australia. An epidemiological report. Cat. No. PER 45. Sydney: AIHW National Perinatal Statistics Unit
Akbar B. 2010. Tumbuhan dengan kandungan senyawa aktif yang berpotensi sebagai bahan antifertilitas.Edisi ke-1. Jakarta: Adabia Press. hlm 10-23.
Alfarra HY, Alfarra SR & Sadiq MF. 2011. Neural tube defects between folate metabolism and genetics. Indian Journal of Human Genetics, 17(3):126–131.
Almahdy A & Rosa M. 2014. Uji efek teratogen anti nyamuk bakar yang mengandung transfluthrin terhadap fetus mencit putih.Scientia. 4(2):46–50.
Anggadiredja K., Sukandar EY & Santosa, S. 2006. Studi efek teratogenik ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia) pada tikus wistar putih.JKM. 5(2): 72– 80.
Arkeman H. 2006. Efek vitamin C dan E terhadap sel goblet saluran nafas pada tikus akibat pajanan asap rokok.Universa Medicina. 25(2):61–66.
Arth A, Tinker S, Moore C, Canfield M., Agopian A& Reefhuis J. 2015. Supplement use and other characteristics among pregnant women with a previous pregnancy affected by neural tube defect-united states1997-2009. Center for Disease Control and Prevention.64(1):6–9.
Au KS, Ashley-Koch A & Northrup H. 2010. Epidemiologic and genetic aspects of spina bifida and other neural tube defects. Dev Disabil Res Rev.16(1):6–5.