• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan tanaman bakau (Rhizophora mucronata) pada lahan restorasi mangrove di hutan lindung Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan tanaman bakau (Rhizophora mucronata) pada lahan restorasi mangrove di hutan lindung Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta"

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN TANAMAN BAKAU (Rhizophora mucronata)

PADA LAHAN RESTORASI MANGROVE

DI HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK PROVINSI DKI

JAKARTA

CANDRA SYAH

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pertumbuhan Tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) Pada Lahan Restorasi Mangrove di Hutan Lindung Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir. Andry Indrawan,MS. dan Ir.Agus Priyono,MS. belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Candra Syah

(3)

ABSTRACT

The topic research the growth of Rhizophora mucronata in land restoration of mangrove in Angke Kapuk Forest, Jakarta Province. Research objectives include: (1) determine the level of plant growth mangrove species (Rhizophora mucronata), (2) knowing the data and information characteristics of the site and its environment. The average plant height 60.388 to 147.496 and the average diameter of 2.435 cm to 6.196 cm. The average height increment of the largest found in the sub-station 1 (2.2307) significantly different from the other seven sub-stations. Average high accretion smallest sub-stations located on seven (0.1853 cm) and sub-station (0.1373cm). The average increment of the largest diameter found in the sub-station 1 (0.0591 cm) and 2 (0.0599) significantly different from the other seven sub-stations. Average height increments are the smallest sub-station at 5 (0334 cm) and sub-stations 7 (0.0334 cm), and sub research 8 (0.0334 cm). Caution exchange capacity (CEC), the highest CEC is in the sub-station 2 (31.55 me/100 g) and lowest in the sub-station CEC 4 (22.94 me/100g). CEC on the sub-station 4 is low because the dry soil conditions and tidal irregular.

(4)

RINGKASAN

Hutan lindung di Angke Kapuk adalah satu kawasan konservasi formal yang dimiliki oleh DKI Jakarta di wilayah. Berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan No. 08/KPPS/VII-4/94 bahwa luas hutan lindung di kawasan Muara Angke adalah 44,76 ha. Kawasan hutan lindung tersebut terbentang mulai dari hutan wisata Kamal sampai dengan batas cagar alam Muara Angke, yang secara geografis terletak antara 6º05’-6º10’ LS dan 106º43’-106º48’ BT.

Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penyambung darat dan laut. Ekosistem mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dan perubahan lingkungan utama, dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota darat. Menipisnya ekosistem mangrove merupakan masalah yang serius. Oleh karena kegiatan restorasi diperlukan untuk memperbaiki ekosistem mangrove di Hutan Lindung Angke Kapuk. Kegiatan restorasi mengrove ini dilakukan sejak tahun 2007 sampai 2009. Namun belum ada kegiatan untuk mengetahui tingkat keberhasilan teknik rehabilitasi pada kawasan restorasi. Dengan dasar tersebut penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui pertumbuhan tanaman jenis bakau (Rhizophora mucronata) yang mampu meningkatkan kualitas lingkungan dan keberhasilan kegiatan penyelamatan hutan mangrove,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan tinggi terbesar terdapat pada sub stasiun 1 (2.2307) berbeda nyata dengan tujuh sub stasiun lainnya. rata-rata pertambahan tinggi terkecil terdapat pada sub stasiun 7 (0.1853 cm) dan sub stasiun 8 (0.1373 cm ). Rata-rata pertambahan diameter terbesar terdapat pada sub stasiun 1 (0.0591 cm) dan 2 (0.0599) berbeda nyata dengan tujuh sub stasiun lainnya. rata-rata pertambahan tinggi terkecil terdapat pada sub stasiun 5 (0334 cm) dan sub stasiun 7 (0.0334 cm), dan sub penelitian 8 (0.0334 cm) .

Hasil pertumbuhan Sub stasiun 1 memiliki nilai berdekatan dengan stasiun 2 hal ini menandakan bahwa sifat fisik dan kimia tanah pada kedua sub stasiun tersebut mempunyai kemiripan dan merupakan di tanam pada tahun yang sama (umur tanaman 16 tahun). Namun pada Sub stasiun 2 dan sub stasiun 3 memiliki perbedaan, sub stasiun 2 lebih dipengaruhi lebih nyata oleh debu dan KTK, sedangkan sub stasiun 3 kondisi tempat tumbuh dipengaruhi lebih nyata oleh pH, K, P dan salinitas.

(5)

© Hak cipta milik Candra Syah, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

(6)

PERTUMBUHAN TANAMAN BAKAU (Rhizophora mucronata)

PADA LAHAN RESTORASI MANGROVE

DI HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK PROVINSI DKI

JAKARTA

CANDRA SYAH

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magistar Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Penelitian : Pertumbuhan Tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) Pada Lahan Restorasi Mangrove di Hutan Lindung Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta.

Nama : Candra Syah

NRP : E051060451

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Andry Indrawan, MS.

Ketua Anggota Ir.Agus Priyono, MS.

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof.Dr.Ir. Fauzi Febrianto,MS. Dr.Ir.Dahrul Syah,M.Sc.Agr.

(9)

PRAKATA

Bismillahrirrahmannirrahim

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas Berkat, Kasih dan Perlindungan-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan Judul : Pertumbuhan Tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) Pada Lahan Restorasi Mangrove di Hutan Lindung Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta. Sesuai harapan penulis sebagai salah satu syarat mencapai gelar Magister Sains di Institut Pertanian Bogor.

Pertama-tama penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1) Bapak Prof. Dr.Ir. Andry Indrawan, MS. selaku pembimbing utama, dan 2) Bapak Ir. Agus Priyono, MS. selaku pembimbing kedua,

yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya disampaikan juga kepada :

1. Bapak Dosen Penguji Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. dan Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat,MS. yang telah bersedia menjadi tim penguji.

2. Orang tua (H. Kasmina dan Hj. Saemi) serta family yang telah turut mendoakan.

3. Keluarga tercinta Aji Prihastuti,S.Pi. (Istri) dan Agha Banin Candra (Putra) untuk doa dan dorongan semangat.

4. Teman-teman yang telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian di lapangan dan diskusi secara aktif dalam menyempurnakan karya ilmiah ini tak lupa juga diucapkan terima kasih.

Atas partisipasi, bantuan dan dukungan dari semua pihak dalam penyelesaian karya ini, tak lupa diucapkan terima kasih.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Candra Syah dilahirkan di Cirebon (Jawa Barat) pada tanggal 17 Januari 1979 sebagai anak keenam dari tujuh bersaudara. Penulis mengawali pendidikan dasar di SD Negeri Setia Bakti (1985-1991). Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Cirebon pada tahun 1991-1994, dan pada tahun 1994-1997 dilanjutkan di SMU Negeri 1 Cirebon. Selanjutnya penulis diterima di Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada tahun 1998, dan lulus pada tahun 2003.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... ii

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Permasalahan ... 2

Kerangka Pemikiran ... 2

Pendekatan Teori ... 2

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Ekosistem Hutan Mangrove ... 7

Karakteristik Ekosistem Hutan Mangrove ... 7

Zonasi Hutan Mangrove ... 7

Habitat ... 8

Klasifikasi Tempat Tumbuh ... 8

Adaptasi Flora Mangrove ... 10

Faktor-faktor Lingkungan Mangrove ... 13

Pertumbuhan Mangrove Jenis Bakau (Rhizophora mucronata) ... 17

Budidaya Tumbuhan Bakau (Rhizophora mucronata) ... 19

(12)

METODOLOGI PENELITIAN ... 27

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

Bahan dan Alat ... 27

Tahapan Penelitian ... 27

Studi Kepustakaan ... 28

Orientasi lapang ... 29

Pembuatan Plot Penelitian ... 29

Pengambilan Data... 29

Pengukuran di Lapangan ... 30

Metode Analisis Data ... 31

Analisis variabel pertumbuhan dan parameter ... 32

Analisis Komponen Utama(PCA) ... 34

KONDISI UMUM LOKASI ... 35

Kondisi Umum Wilayah ... 35

Kondisi Fisik... 35

Tipologi Lahan dan Sifat-sifat Tanah ... 36

Kualitas Air ... 37

Satwa Liar ... 37

Tata Guna Lahan ... 38

Kondisi Ekosistem Mangrove ... 39

Potensi Hutan Lindung Angke kapuk ... 40

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

Pertumbuhan Tanaman Bakau (R. mucronata). ... 50

Rata-rata Tinggi ... 50

(13)

Pertambahan Tinggi dan Diameter Tanaman ... 53

Rata-rata pertambahan tinggi (cm) ... 55

Rata-rata pertambahan diameter ... 56

Identifikasi Kualitas Tempat Tumbuh Mangrove ... 59

Korelasi Antar Variabel Kondisi Tempat Tumbuh ... 62

Hubungan Variabel Kondisi Tempat Tumbuh dan Pertumbuhan ... 64

KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

Kesimpulan ... 67

Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel. 1. Keterkaitan antara faktor-faktor Lingkungan dengan

Penyebaran Beberapa Jenis Pohon Mangrove Secara Alami ... 20

Tabel. 2. Musim Buah Beberapa Jenis Mangrove ... 22

Tabel. 3. Karakteristik Benih Matang ... 22

Tabel. 4. Parameter dan metode analisis laboratorium ... 31

Tabel. 5. Kecepatan arus gelombang air laut ... 42

Tabel. 6. Curah Hujan Bulanan Stasiun Cengkareng ... 45

Tabel. 7. Rata-rata Tinggi Tanaman dan Diameter Tanaman Pada Sub- Stasiun ... 50

Tabel. 8. Hasil Uji Duncan pertambahan tinggi tanaman (Pengukuran 8 minggu) ... 53

Tabel. 9. Hasil Uji Duncan pertambahan diameter tanaman (Pengukuran 8 minggu) ... 54

Tabel.10. Rata-rata pertambahan tinggi dan pertambahan diameter (pengukuran 8 minggu) ... 54

Tabel.11. Riap Tinggi dan diameter tanaman Rhizophora mucronata ... 58

Tabel.12. Kondisi tempat tumbuh R. mucronata ... 59

(16)
(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar. 1. Alur Kerangka Pemikiran Pola dan Teknis Rehabilitasi ... 4

Gambar. 2. Penyebaran mangrove jenis Rhizophora mucronata di dunia ... 19

Gambar. 3. Alasan dilakukannya restorasi ... 25

Gambar. 4. Diagram alur tahapan penelitian ... 28

Gambar. 5. Desain Plot Pengambilan Data Penelitian ... 30

Gambar. 6. Lokasi Kawasan Hutan Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta ... 35

Gambar. 7. Desain Kontruksi Rehabilitasi Mangrove ... 48

Gambar. 8. Desain Ketinggian penanaman relatif mangrove ... 48

Gambar. 9. Rata-rata tinggi tanaman masing-masing sub-stasiun ... 51

Gambar. 10. Rata-rata Diameter Tanaman Masing-masing Sub-Stasiun ... 52

Gambar. 11. Hubungan korelasi diameter dan tinggi ... 53

Gambar. 12. Rata-rata Pertambahan Diameter Tanaman Tiap Sub-Stasiun ... 55

Gambar.13. Hubungan korelasi pertambahan tinggi dan pertambahan diameter ... 57

Gambar. 14. Hubungan pertambahan tinggi dan pertambahan diameter ... 58

(18)
(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Persiapan dan Teknis lahan Restorasi Lampiran 2. Dokumentasi tanaman Stasiun 1,2,3 dan 4

Lampiran 3. Analisis Regresi Pertambahan Diameter dan Faktor Lingkungan (C, K, KTK,Pasir, Debu, Liat)

Lampiran 4. Analisis Regresi Pertambahan Tinggi dan Faktor Lingkungan (C, K, KTK,Pasir, Debu, Liat)

Lampiran 5. Data Pengamatan Pertumbuhan Rhizophora mucronata Di Kawasan Restorasi mangrove Hutan Lindung Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor 16/UM/6/1977 tanggal 10 Juni 1977, peruntukan kawasan Angke Kapuk ditetapkan sebagai hutan lindung, cagar alam, hutan wisata dan lapangan dengan tujuan istimewa. Pada tahun 1994 berdasarkan hasil tata batas di lapangan dan Berita Acara Tata Batas yang ditandatangani pada Tanggal 25 Juli 1994 yang diangkat dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta diketahui bahwa hutan yang dipertahankan adalah seluas 327,70 ha. Selain di Pantai Utara DKI Jakarta, hutan mangrove juga terdapat di sekitar Kepulauan Seribu.

Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penyambung darat dan laut. Tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya dan nutrisi tumbuhan ditransfer ke arah darat atau ke arah laut melalui mangrove. Ekosistem mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dan perubahan lingkungan utama, dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota darat. Jika mangrove tidak ada, maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata.

Habitat mangrove sendiri memiliki keanekaragaman hayati yang rendah, karena hambatan bio-kimiawi yang ada di wilayah yang sempit diantara darat dan laut. Namun hubungan kedua wilayah tersebut mempunyai arti bahwa keanekaragaman hayati yang ada di sekitar mangrove juga harus dipertimbangkan, sehingga total keanekaragaman hayati ekosistem tersebut menjadi lebih tinggi. Pengelolaan mangrove selalu merupakan bagian dari pengelolaan habitat-habitat di sekitarnya agar mangrove tumbuh.

(21)

primer mangrove berperan mendukung sejumlah kehidupan seperti satwa yang terancam punah, satwa langka, bangsa burung (Avifauna) dan juga perikanan laut dangkal. Dengan demikian, kerusakan dari pengurangan sumberdaya vital tersebut yang terus berlangsung akan mengurangi bukan hanya produksi dari darat dan perairan, serta habitat satwa liar sekaligus mengurangi keanekaragaman hayati, juga merusak stabilitas lingkungan hutan pantai.

Perumusan Permasalahan

Karena tekanan pertambahan penduduk terutama di daerah pantai, konversi lahan menjadi kawasan perumahan, budidaya perairan, infrastruktur pelabuhan, industri, mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan, ekosistem mangrove dengan cepat menjadi semakin menipis dan rusak. Kerusakan ini juga disebabkan oleh abrasi dan gelombang pasang.

Untuk memulihkan kondisi ekosistem mangrove yang telah terdegradasi dilakukan berbagai kegiatan pemulihan ekosistem melalui berbagai kegiatan. Salah satu kegiatan pemulihan tersebut dengan restorasi mangrove yang dilakukan oleh berbagai pihak yang peduli terhadap kelestarian mangrove baik itu pemerintah, perguruan tinggi, swasta, LSM, dan masyarakat sekitar.

(22)

Kerangka Pemikiran

Pendekatan Teori

Mangrove merupakan individu jenis tumbuhan atau komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut, terendam pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut (Kathiresan and Bingham, 2001). Komunitas tumbuhan ini umumnya tumbuh optimal pada tanah lumpur yang bersifat salin dengan tingkat salinitas antara 10 sampai 30 ppt di daerah pantai yang terlindung, laguna, dan muara sungai (Hogarth, 1999).

Secara ekofisiologis, mangrove merupakan jenis tumbuhan pioner yang bersifat salt-tolerant yang terutama tumbuh dan berkembang pada sedimen tanah yang umumnya didominasi partikel liat (Tormlinson, 1996). Setiap jenis mangrove menuntut kondisi habitat tertentu untuk tumbuh secara optimal yang merupakan pengaruh simultan dari faktor-faktor penggenangan pasang surut, tipe tanah, salinitas, dan cahaya matahari (Chapmann, 1975). Sekali anakan mangrove tumbuh pada endapan lumpur, maka anakan tersebut dalam waktu yang segera akan membentuk sistem perakaran yang khas sesuai jenisnya (stilt root pada Rhizophora spp., knee root pada Bruguiera spp., pneumatophore pada Avicennia spp. dan Sonneratia spp., dan plunk root pada Heritiera spp.) yang berperan untuk memperkokoh berdirinya batang, menyerap unsur hara, bernafas (pertukaran gas O2 dan CO2

Jenis Avicennia spp.dan Sonneratia spp. merupakan nursing tree pioneer species bagi perkembangan jenis mangrove lainnya yang tumbuh pada tanah lumpur dengan salinitas yang tinggi (di atas 30 ppt). Pada beberapa lokasi, jenis-jenis mangrove tersebut sering tumbuh bersama dengan Rhizophora mucronata karena tuntutan terhadap kondisi habitat yang relatif sama (Hutchings and Saenger, 1987).

), menyaring garam yang terkandung dalam air, dan menangkap partikel tanah yang tersuspensi dalam air serta meretensi unsur hara dalam sedimen yang terakumulasi (Saenger, 2002).

(23)

sendiri. Faktor-faktor yang mendorong kerusakan hutan mangrove berasal dari aktivitas manusia/pembangunan di darat serta aktivitas manusia di perairan laut (perhubungan, perikanan/nelayan) yang memberikan dampak negatif (pencemaran minyak, abrasi) pantai. Disamping itu juga tekanan yang berasal dari aktivitas manusia pada hutan mangrove itu sendiri, berupa: budidaya tambak dan penebangan kayu bakau. Aktivitas semua pihak pada ketiga tempat tersebut (daratan/hulu, hutan mangrove, perairan laut) telah menimbulkan dampak negatif terhadap keberadaan dan keberlanjutan fungsi hutan mangrove Muara Angke.

Berdasarkan kondisi dan permasalahan serta pengembangan pengelolaan kawasan hutan mangrove Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta, upaya penyelamatan ekosistem hutan mangrove perlu dilakukan dengan menelaah komponen dan prasyarat penyelamatan hutan mangrove yang meliputi: pemilihan jenis tanaman dan teknik rehabilitasi yang akan menjamin sistem pelaksanaan. Kerangaka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Pola dan Teknis Rehabilitasi INTERNAL: KONVERSI LAHAN,

(24)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian meliputi:

1) Mengetahui kualitas lahan restorasi mangrove

2) Mengetahui laju tingkat pertumbuhan tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) pada lahan restorasi mangrove.

3) Mengetahui Hubungan Kualitas habitat restorasi dengan laju pertumbuhan tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) pada lahan restorasi mangrove.

4) Mengetahui faktor tempat tumbuh yang berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian meliputi:

1) Data Kualitas lahan restorasi mangrove sebagai tempat tumbuh tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) akan dapat di adopsi sebagai literatur kegiatan restorasi di Kawasan lain.

2) Dengan di ketahuinya laju tingkat pertumbuhan tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) pada lahan restorasi mangrove dapat di jadikan rujukan tanaman bakau menjadi pilihan tanaman restorasi.

3) Hasil analisis hubungan Kualitas habitat restorasi dengan laju pertumbuhan tanaman Bakau (Rhizophora mucronata) akan dapat dijadikan rujukan kebijakan restorasi pada kawasan lainnya.

(25)
(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen Kehutanan, 1994).

Menurut Nybakken (1982), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove dicirikan oleh: tumbuhan dari 9 genus (Avicennia, Snaeda, Laguncularia, Lumnitzera, Conocarpus, Aegiceras, Aegialitis, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops,

Sonneratia), memiliki akar napas (pneumatofor), adanya zonasi (Avicennia/Sonnetaria, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Nypa), tumbuh pada substrat tanah berlumpur/nerpasir dan variasinya, salinitas bervariasi.

(27)

(kadang-kadang digenangi oleh air pasang tertinggi sampai tempat digenangi air pasang dengan genangan 56-62 kali/bulan).

Karakteristik Ekosistem Hutan Mangrove

Zonasi Hutan Mangrove

Jenis-jenis pohon mangrove cenderung tumbuh dalam zona-zona atau jalur-jalur. Berdasarkan hal tersebut, hutan mangrove dapat dibagi ke dalam beberapa mintakat (zona), yaitu Sonneratia, Avicennia (yang menjorok kelaut), Rhizophora, Bruguiera, Ceriops dan asosiasi Nypa. Pembagian zona tersebut mulai dari bagian yang paling kuat mengalami pengaruh angin dan ombak, yakni zona terdepan yang digenangi air berkadar garam tinggi dan ditumbuhi pohon pioner (misalnya Sonneratia Sp.) dan di tanah lebih padat tumbuh Avicennia sp. Makin dekat ke darat makin tinggi letak tanah dan dengan melalui beberapa zone peralihan akhirnya sampailah pada bentuk klimaks.

Pada endapan lumpur yang kokoh lebih umum terdapat Avicennia marina, sedang pada lumpur yang lebih lunak diduduki Avicennia alba (Van Steenis, 1958). Di belakang zone-zone ini Bruguiera cylindrica tercampur dengan Rhizophora apiculata, R. mucronata, B. parviflora, dan Xylocarpus granatum (yang puncak tajuknya dapat mencapai 35-40 meter).

Habitat

Meskipun habitat hutan mangrove bersifat khusus, setiap jenis biota laut di dalamnya mempunyai kisaran ekologi tersendiri dan masing-masing mempunyai relung khusus (Steenis 1958); Hal ini menyebabkan terbentuknya berbagai macam komunitas dan bahkan zonasi, sehingga komposisi jenis berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Steenis (1958) mengemukakan bahwa faktor utama yang mengakibatkan adanya ''Ecological Preference" berbagai jenis adalah kombinasi faktor-faktor tersebut berikut ini:

(28)

2) Salinitas: variasi harian dan nilai rata-rata pertahun secara kasar sebanding dengan frekuensi, kedalaman dan jangka waktu genangan .

3) Ketahanan jenis terhadap arus dan ombak.

4) Kombinasi perkecambahan dan pertumbuhan semai dalam hubungannya dengan amplitudo ekologi jenis-jenis terhadap tiga faktor di atas.

Klasifikasi Tempat Tumbuh

Pengaruh pasang surut terhadap penyebaran jenis-jenis mangrove Indonesia belum diteliti dengan terperinci. Di Semenanjung Malaya hal ini telah dikerjakan oleh Watson (1928) dalam Steenis (1958) yang menghasilkan suatu klasifikasi genangan air pasang berdasarkan sifat-sifat pasang di suatu tempat. Diperkirakan klasifikasi ini berlaku juga untuk kawasan Indonesia. Watson (1928) mengemukakan adanya korelasi antara jenis-jenis dengan tinggi pasang dan lamanya tempat digenangi air. Dikenal lima kelas genangan, yaitu:

1) Kelas 1: Tempat digenangi oleh air pasang (All high tides), genangan per bulan 56 kali sampai 62 kali. Di tempat seperti ini jarang suatu jenis dapat hidup, kecuali Rhizophora mucronata yang tumbuh di tepi sungai.

2) Kelas 2: Tempat digenangi oleh air pasang agak besar (Medium high tides). Di tempat ini tumbuh jenis-jenis Avicennia dan Sonneratia. Berbatasan dengan sungai R. mucronata merajai.

3) Kelas 3: Tempat digenangi oleh pasang rata-rata (Normal high tides). Tempat ini mencakup sebagian besar hutan mangrove yang ditumbuhi oleh R. mucronata, R. apiculata, Ceriop tagal dan Bruguiera parviflora.

4) Kelas 4: Tempat digenangi oleh pasang perbani (Spring tides). Di sini Rhizophora diganti oleh Bruguiera. Pada lumpur yang keras Bruguiera cylindrica membentuk tegakan murni dan di tempat dengan drainase lebih tumbuh B. parviflora kadang-kadang dengan B. sexangula.

(29)

Klasifikasi tempat tumbuh hutan bakau berdasarkan salinitas dan genangan air pasang surut (Haan, 1935) dalam Steniis (1958):

1) Kelas 1: Salinitas 10-30%, tanah digenangi 1-2 kali sehari atau sekurang-kurangnya 20 hari per bulan, jenis Avicennia atau Sonneratia pada tanah baru yang lunak atau Rhizophora pada tanah yang lebih keras, membentuk zona luar.

2) Kelas 2: Salinitas 10-30%, tanah digenangi 10-19 hari per bulan, Bruguiera gymnorrhiza tumbuh baik dengan tegakan membentuk zona tengah.

3) Kelas 3: Salinitas 10-30 %, tanah digenangi 9 hari atau kurang sebulan, jenis-jenis Xylocarpus dan Heritiera berkembang disini dan membentuk zona ke 3. 4) Kelas 4: Salinitas 10-30%, tanah digenangi hanya beberapa hari saja dalam

setahun, Rhizophora dan Lumnitzera berkembang baik. 5) Kelas 5: Salinitas 0%, tanah sedikit dipengaruhi pasang surut.

6) Kelas 6: Salinitas 0%, tanah dipengaruhi oleh perubahan permukaan air hanya pada musim basah.

Adaptasi Flora Mangrove

a. Adaptasi terhadap konsentrasi garam tinggi

Dalam kaitannya dengan adaptasi terhadap kandungan garam, mangrove dikelompokkan menjadi: (1) salt-excreting mangrove, seperti jenis Avicennia, Aegiceras, dan Aegialitis, dan (2) non-salt excreting mangrove, seperti jenis Rhizophora, Bruguiera, Sonneratia, dan lain-lain. Sehubungan dengan ini Hutching dan Saenger (1987) mengemukakan tiga cara mangrove beradaptasi terhadap garam sebagai berikut:

1) Sekresi garam (salt extrusion/salt secretion)

(30)

2) Mencegah masuknya garam (salt exclusion)

Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam, melalui saringan (ultra filter) yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria,

Aegiceras, Aegalitis, dan Acrostichum.

3) Akumulasi garam (salt accumulation)

Flora mangrove seringkali menyimpan Na dan Cl pada bagian kulit kayu, akar dan daun yang lebih tua. Daun penyimpan garam umumnya sukulen dan pengguguran daun sukulen ini diperkirakan merupakan mekanisme mengeluarkan kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah. Mekanisme adaptasi akumulasi garam ini terdapat pada Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia dan Xylocarpus.

b. Adaptasi terhadap substrat lumpur dan kondisi tergenang

Untuk menghadapi habitatnya berupa substrat lumpur dan selalu tergenang (reaksi anaerob), flora mangrove beradaptasi dengan membentuk akar-akar khusus untuk dapat tumbuh dengan kuat dan membantu mendapatkan oksigen. Bentuk perakaran mangrove tersebut adalah sebagai berikut:

1) Akar pasak (pneumatophore)

Akar pasak berupa akar yang muncul dari sistem akar kabel dan memanjang keluar ke arah udara seperti pasak. Akar pasak ini terdapat pada Avicennia, Xylocarpus dan Sonneratia.

2) Akar lutut (knee root)

(31)

3) Akar tunjang (stilt root)

Akar tunjang merupakan akar (cabang-cabang akar) yang keluar dari batang dan tumbuh ke dalam substrat. Akar ini terdapat pada Rhizophora spp.

4) Akar papan (buttress root)

Akar papan hampir sama dengan akar tunjang tetapi akar ini melebar menjadi bentuk lempeng, mirip struktur silet. Akar ini terdapat pada Heritiera.

5) Akar gantung (aerial root)

Akar gantung adalah akar yang tidak bercabang yang muncul dari batang atau cabang bagian bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat. Akar gantung terdapat pada Rhizophora, Avicennia dan Acanthus.

c. Adaptasi Reproduktif

1) Pembungaan dan polinasi

Kebanyakan spesies mangrove di daerah subtropis, seperti halnya Australia mulai berbunga pada musim semi dan berlanjut pada musim panas (saat kondisi lingkungan menguntungkan). Polen yang berukuran kecil dan tidak bertangkai, memungkinkan polinasi dengan bantuan angin, serangga dan burung.

2) Produksi propagul

Kebanyakan mangrove di daerah subtropis menghasilkan propagul masak pada musim panas, pada daerah tropik mangrove berbunga dan berbuah umumnya pada awal musim kemarau.

3) Vivipari dan Kriptovivipari

(32)

perkecambahan dimana embrio keluar dari pericarp selagi masih menempel pada ranting pohon, kadang-kadang berlangsung lama pada pohon induknya.

4) Penyebaran propagul dan pembentukannya

Biji-biji tumbuhan mangrove yang disebarkan oleh burung misletoe (Dicaeum hirundinacum) mampu mempertahankan viabilitasnya selama berada dalam saluran pencernaan burung. Kebanyakan spesies mangrove bijinya mengapung pada air laut (walaupun tenggelam pada air tawar). Propagul dari pohon-pohon mangrove mempunyai daya apung sehingga dapat beradaptasi terhadap penyebaran oleh air.

Faktor-faktor Lingkungan Mangrove

Struktur, fungsi ekosistem mangrove, komposisi dan distribusi spesies, dan pola pertumbuhan organisme mangrove sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mangrove adalah:

a. Cahaya

Intensitas cahaya, kualitas, dan lama penyinaran merupakan faktor penting bagi tumbuhan. Umumnya tanaman mangrove membutuhkan intensitas cahaya matahari tinggi dan penuh, sehingga zona pantai tropis merupakan habitat ideal bagi mangrove. Kisaran intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan mangrove adalah 3000-3800 kkal/m2

- Intensitas cahaya 50% dapat meningkatkan daya tumbuh bibit Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata.

/hari. Pada saat masih kecil (semai) tanaman mangrove memerlukan naungan. Hasil penelitian Komar et al. (1992) menunjukkan bahwa:

- Intensitas cahaya 75% mempercepat pertumbuhan bibit Bruguiera gymnorrhiza.

(33)

b. Curah hujan

Jumlah, lama, dan distribusi curah hujan merupakan faktor penting yang mengatur perkembangan dan distribusi tumbuhan. Selain itu, curah hujan mempengaruhi faktor lingkungan lain, seperti suhu air dan udara, salinitas air permukaan tanah dan air tanah yang berpengaruh pada daya tahan spesies mangrove. Kartawinata (1977) menyatakan bahwa berdasarkan klasifikasi Iklim Schmidt dan Ferguson-1951, hutan mangrove di Indonesia berkembang pada daerah dengan tipe curah hujan A, B, C, dan D dengan nilai Q yang bervariasi mulai 0 sampai 73,7%. Sementara itu, Aksornkoae (1993) menginformasikan bahwa tumbuhan mangrove umumnya tumbuh baik di daerah dengan curah hujan rata-rata 1500-3000 mm/tahun. Namun juga ditemukan pada daerah yang bercurah hujan tinggi, yaitu 4000 mm/th yang tersebar lebih dari saru periode 8-10 bulan per tahun.

c. Suhu Udara

Suhu penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. Aksornkoae (1993) dalam Kusmana (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu rata-rata minimal lebih besar dari 20oC dan perbedaan suhu musiman tidak melebihi 5oC, kecuali di Afrika Timur dimana perbedaan suhu musiman mencapai 10o

Berdasarkan hasil penelitian Kusmana (1993) diketahui bahwa hutan mangrove yang terdapat di bagian timur pulau Sumatera tumbuh pada suhu rata-rata bulanan dengan kisaran dari 26,3

C.

o

(34)

d. Angin

Angin berpengaruh terhadap ekosistem mangrove melalui aksi gelombang dan arus pantai, yang dapat menyebabkan abrasi dan mengubah struktur mangrove, meningkatkan evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan dan menyebabkan karakteristik fisiologis abnormal, namun demikian diperlukan untuk proses polinasi dan penyebaran benih tanaman.

Pada daerah pantai yang mudah terkena angin badai, tajuk pohon mangrove di sepanjang pantai tersebut biasanya patah dan struktur pepohonan umumnya lebih pendek. Namun demikian, mangrove memainkan peranan penting dalam mengurangi pengaruh badai pantai pada wilayah yang berada di antara daratan dan lautan.

e. Pasang surut

Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove. Dinamika pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan menurun selama pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove, terutama distribusi horisontal. Pada areal yang selalu tergenang hanya R. mucronata yang tumbuh baik, sedang Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. jarang mendominasi daerah yang sering tergenang. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan oleh karenanya mempengaruhi distribusi vertikal organisme mangrove.

(35)

f. Salinitas

Lingkungan asin (bergaram) diperlukan untuk kestabilan ekosistem mangrove, seperti halnya banyak jenis yang kurang bersaing di bawah kondisi air tawar (Lugo 1980). Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan, dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppt. Salinitas yang sangat tinggi (hypersalinity) misalnya ketika salinitas air permukaan melebihi salinitas yang umum di laut (±35 ppt) dapat berpengaruh buruk pada vegetasi mangrove, karena dampak dari tekanan osmotik yang negatif. Akibatnya, tajuk mangrove semakin jauh dari tepian perairan secara umum menjadi kerdil dan berkurang komposisi jenisnya. Meskipun demikian, beberapa spesies dapat tumbuh di daerah dengan salinitas sangat tinggi, seperti yang dilaporkan oleh. Wells (1982) dalam Aksornkoae (1993), bahwa di Australia Avicennia marina dan Excoecaria agallocha dapat tumbuh di daerah dengan salinitas maksimum 63 ppt, Ceriops spp. 72 ppt., Sonneratia spp. 44 ppt., Rhizophora apiculata 65 ppt dan Rhizophora stylosa 74 ppt.

g. Tanah

Mangrove terutama tumbuh pada tanah lumpur, namun berbagai jenis mangrove dapat tumbuh di tanah berpasir, koral, tanah berkerikil bahkan tanah gambut. Lear dan Turner (1977) dalam Soeroyo (1993) menyatakan bahwa tanah di hutan mangrove mempunyai ciri-ciri selalu basah, mengandung garam, oksigen sedikit dan kaya akan bahan organik.

(36)

fruticans). Lebih lanjut pada tanah dengan susunan kation Ca > Mg > Na atau K tegakan dikuasai oleh jenis Melaleuca spp. (Wiroatmodjo 1994). Tanah-tanah mangrove umumnya mengandung zat besi dan bahan-bahan organik yang tinggi, ditambah dengan keberadaan sulfat dari pasang air laut membuat tanah menjadi rentan khsusnya terhadap asam sulfat karena oksidasi, seperti yang sering terjadi pada saat pembuatan tambak. Pada kondisi anaerob yang berlaku secara umum, sulfat dari air laut direduksi menjadi sulfida (FeS) atau pirit (FeS2) oleh

bakteri-bakteri perombak sulfat yang termasuk, paling tidak 2 marga bakteri-bakteri, yaitu Desulfovibrio dan Desulfomaculum. Drainase alami atau buatan dan aerasi sedimen yang mengandung pirit mendorong terjadinya oksidasi dan formasi asam sulfat (H2SO4) yang dilepaskan dalam jumlah besar dalam keadaan tidak ada

kalsium karbonat (CaCO3

2FeS

), melalui reaksi kimia sebagai berikut:

2 + 2H2O + 7O2 2FeSO4 + H2SO4

Ketika reaksi tersebut terjadi-seringkali sebagai akibat dari pembuatan tambak atau dikonversi menjadi lahan pertanian-pH tanah turun menjadi 3 atau kurang. Kondisi ini merupakan masalah yang sangat serius untuk budidaya perairan dan pertanian serta regenerasi hutan mangrove. Ancaman asam sulfat harus dipertimbangkan secara hati-hati dalam konversi mangrove untuk penggunaan lain, begitu juga dengan ancaman kontaminasi asam terhadap lingkungan. Dilaporkan bahwa kematian massal ikan terjadi saat hujan lebat diakibatkan oleh pencucian asam tanah ke sungai (Dunn 1975).

Pertumbuhan Mangrove Jenis Bakau (Rhizophora mucronata)

Pertumbuhan hutan mangrove sangat erat kaitannya dengan pendangkalan pantai dan penyempitan laut. Menurut Hutabarat dan Evans (1985), daerah hutan bakau merupakan suatu tempat yang bergerak, dimana tanah lumpur dan daratan secara terus menerus dibentuk oleh tumbuh-tumbuhan yang kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi daerah semi terrestrial (semi daratan).

(37)

diakui oleh Kartawinata (1978) yang dikutip oleh Anwar et al. (1984), hampir semua jenis yang membentuk hutan mangrove di Indonesia sudah diketahui, misalnya mengenai variasi komposisi jenis, silvikultur hutan, cara pemencaran bibit, pembungaan dan pembuahan, komposisi fauna, perputaran hara, produktivitas dan dinamika ekosistem. Menurut La Rue dan Mosich (1954) dikutip oleh Chapman (1976), jika biji jatuh dari pohon induk saat air surut, hal ini kemungkinan akan menghasilkan semai mangrove, karena ketika biji jatuh langsung ditancapkan ke lumpur, pada saat itu akar yang baru, membentuk hipokotil. Jika biji jatuh pada waktu air pasang, maka biji akan terbawa oleh air dan mengapung tanpa terjadi perkembangan akar, walaupun terjadi, perkembangan akar tersebut akan sangat lambat sekali. Setelah air surut, biji akan terdampar dan saat itu akar akan tumbuh keluar.

a. Taksonomi dan Penyebaran

Sifat umum dari perkembangan biji mangrove secara vivipar, yaitu biji telah berkecambah sewaktu masuk di dalam buah yang masih melekat pada tumbuhan induk. Cara yang khas ini diperlihatkan oleh Rhizophora spp. Lembaga semai dapat menembus buah yang masih bergantungan, yang panjangnya seperti anak panah tetai berat di bagian bawahnya. Kemudian semai jatuh dengan akar ke bawah, sehingga ujung akar itu dapat menancap ke dalam lumpur bila air sedang surut dan membentuk akar-akar cabang dalam waktu beberapa jam saja serta tumbuh di tempat itu. Bila air sedang pasang dan semai akarnya belum kuat melekat di lumpur, maka semai tersebut akan hanyut terbawa air ke tempat lain dan bila air surut akan tumbuh dengan normal kembali bila keadaan menguntungkan (Polunin 1960).

Jenis Rhizophora mucronata bisa mencapai ketinggian 27 m dengan diameter 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah.

Berikut merupakan sistematika tumbuhan bakau (Polunin 1960).: Phyllum : Magnoliophyta

(38)

Ordo : Malpighiales Famili : Rhizophoraceae Genus : Rhizophora

Spesies : Rhizophora mucronata

Nama daerah: Bangka itam, dongoh korap, bakau hitam, bakau korap, bakau merah, jankar, lenggayong,belukap, lolaro.

Penyebaran mangrove jenis Rhizophora mucronata di dunia disajikan pada Gambar 2.

Source : UNEP-WCMC, 2001.

Gambar 2. Penyebaran mangrove jenis Rhizophora mucronata di dunia

b. Pertumbuhan tinggi

Pertumbuhan tinggi tanaman dapat didefinisikan sebagai bertambah besarnya tanaman yang diikuti oleh peningkatan bobot kering. Menurut Baker (1950), yang dimaksud dengan pertumbuhan pada suatu pohon adalah pertambahan tumbuh dalam besar dan pembentukan jaringan baru, pertumbuhan tersebut dapat pula diukur dari berat seluruh tanaman (biomassa). Dijelaskan pula bahwa pertumbuhan suatu pohon meliputi pertumbuhan bagian atas dan bagian bawah. Adapun faktor-faktor yang menentukan kecepatan pertumbuhan tinggi antara lain unsur-unsur hara yang ada dalam tanah, kandungan air dan cahaya.

c. Pertumbuhan Diameter

(39)

Budidaya Tumbuhan Bakau (Rhizophora mucronata)

a. Penyiapan lokasi penanaman

Ada beberapa aspek Karakteristik lahan yang perlu diperhatikan adalah: kondisi tanah, salinitas, frekuensi pasang surut, kedalaman dan lama penggenangan pasang surut yang berkaitan dengan topografi dan ketinggian tempat dari permukaan laut, keterbukaan lahan terhadap angin dan kekuatan arus, keberadaan hama pengganggu dan ketersediaan benih (propagul).

Faktor-faktor lingkungan yang paling berperan dalam pertumbuhan mangrove adalah tipe tanah, salinitas, drainase dan arus yang semuanya diakibatkan oleh kombinasi pengaruh dari fenomena pasang surut dan ketinggian dari rata-rata muka laut. Sebagai contoh, keterkaitan antara faktor lingkungan dengan penyebaran jenis-jenis mangrove dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Keterkaitan antara faktor-faktor Lingkungan dengan Penyebaran

Beberapa Jenis Pohon Mangrove Secara Alami

(40)

Zonasi

(Sumber : Strategi Nasional Mangrove 2004)

(41)

b. Penyiapan Benih

Pada dasarnya tanaman mangrove berbuah hampir sepanjang tahun, namun ada beberapa periode waktu dimana jenis-jenis tertentu berbuah sangat banyak atau dengan kata lain puncak musim berbuah.

Tabel 2. Musim Buah Beberapa Jenis Mangrove

No Spesies Bulan

(Sumber : Strategi Nasional Mangrove,2004)

Buah atau biji yang dipilih adalah benih yang berasal dari buah yang matang, sehat, segar dan bebas dari hama

Tabel 3. Karakteristik Benih Matang

No Spesies Ukuran Warna atau

Warana kotiledon berubah dari dari hijau muda menjadi merah kekuningan

2 R. mucronata Pajang ± 50 cm Warna kotiledon berubah dari hijau muda menjadi kuning

3 Bruguiera gymnorrhiza

Panjang ± 20 cm Warna hipokotil berubah dari hijau menjadi coklat kemerahan atau merah kehijauan

4 Sonneratia alba Diameter buah ± 40 mm

Buah matang terapung di air

5 Avicennia marina Berat ± 1,5 gr Warna kulit berubah dari hijau tampak jelas. Bila buah tenggelam di air berarti belum matang

(42)

c. Pembuatan Tempat Persemaian

Lokasi persemaian sebaiknya di lokasi yang datar dan bersih dari gangguan tanaman pengganggu seperti semak-semak. Apabila lokasi tersebut masih dalam keadaan bersemak, maka sebaiknya dilakukan dahulu pembersihan lahan daerah tersebut. Pada saat pemilihan lokasi persemaian, perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a) Terletak pada zona pasang surut yang tidak terlalu kuat. Tinggi permukaan tanah persemaian ± 60 cm di bawah garis pasang tertinggi saat pasang purnama.

b) Tanah relatif keras

c) Tidak terdapat akumulasi garam, salinitas < 30 o/ d) Tidak terpengaruh oleh ombak atau aliran air sungai

oo

e) Topografi tidak berubah oleh hujan deras

f) Mudah kering dan tidak tergenang secara permanen g) Tersedia tanah untuk media

h) Dekat dengan areal penanaman

i) Untuk persemaian sementara sebaiknya terdapat naungan pohon

Ukuran persemaian sangat bervariasi tergantung pada luasan yang akan kita tanam. Oleh karena itu sebelum membuat perkiraan maka sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu berapa luasan yang akan kita tanam sehingga diketahui jumlah bibit yang akan kita perlukan.

d. Penanaman

(43)

dilakukan dengan polybag tidak perlu dibuka, tetapi pada bagian bawah diberi lubang atau sobekan.

e. Pemeliharaan dan Monitoring

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiangan, penyulaman, penjarangan dan pengontrolan terhadap kondisi tanaman. Pemeliharaan awal paling tidak dilakukan selama 1 tahun, terutama dari gangguan gulma dan serangan hama. Monitoring tanaman perlu dilakukan setiap bulan, agar setiap perkembangan kondisi tanamandiketahui.

Kondisi Lingkungan Mangrove di Hutan Lindung Angke Kapuk

a. Konsep Ekologi Restorasi

Hutan mangrove memiliki beberapa karakteristik tertentu, dimana pada kondisi yang baik karakteristik ini akan tetap terjaga dan akan membuat hutan mangrove dapat tumbuh dan lestari meskipun tanpa bantuan manusia. Namun karakteristik yang terdapat pada hutan mangrove ini juga sangat rentan, yaitu pada saat terjadi gangguan akan menyebabkan kondisi struktur hutan menjadi rusak sehingga hutan tidak dapat menjalankan fungsinya. Dalam hal ini juga terdapat kecenderungan jika terjadi gangguan pada salah satu karakteristik, maka akan terjadi gangguan pula terhadap karakteristik yang lain.

(44)

Gambar 3. Alasan dilakukannya restorasi

Pada dasarnya konsep kegiatan restorasi adalah proses pengembalian atau pemulihan (improving) kondisi hutan yang rusak yang meliputi fungsi, struktur, komposisi dan produktivitasnya dengan tujuan dimana kondisi hutan nantinya menjadi lebih baik dan mendekati aslinya (originality). Oleh karena itu melalui restorasi diharapkan fungsi hutan nantinya dapat kembali seperti semula.

Pulihnya fungsi hutan bila terdapat struktur hutan yang sesuai untuk fungsinya. Sehingga dalam restorasi yang perlu dibangun adalah struktur hutannya yang rusak, meliputi kerapatan tegakan, komposisi jenis, pola distribusinya serta berlangsungnya siklus hara tertutup di dalamnya. Pembangunan kembali struktur hutan tersebut harus mengacu pada proses suksesi dan karakter hutan mangrove.

(45)

Tujuan utama dari kegiatan restorasi adalah mengembalikan kondisi lahan atau hutan yang rusak dengan memperbaiki lahan tersebut agar kembali fungsinya seperti sebelum dirusak. Yang dimaksud fungsi hutan di sini mencakup:

- Fungsi hutan sebagai habitat utama untuk flora dan fauna - Sebagai tempat menyimpan keanekaragaman genetik - Konservasi tanah, air, hara, dan keanekaragaman hayati - Sebagai sumber pembangunan ekonomi

- Memelihara keseimbangan iklim lokal dan kondisi iklim global.

b. Reklamasi

Kegiatan reklamasi pada lokasi ini merupakan proses civil engineering untuk mempersiapkan lahan yang terabrasi yang bertujuan menyiapkan lahan untuk penanaman. Dalam kegiatan ini yang dilakukan adalah pengurukan, pengangkutan, penimbunan pada kedalaman atau tingkat tertentu agar jika mau mengadakan penanaman, kondisi lahan sudah layak untuk ditanami.

(46)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kawasan Hutan Angke Kapuk, wilayah Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni-November tahun 2009.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian ini, meliputi: Tali raffia, Salino meter, Meteran dan Kaliper, Kamera digital/Kamera manual dan film, Alat Tulis, Termometer, Lembaran/ Kertas Identifikasi/Tally sheet., Spektrometer, PH meter/water checker dan Bor Tanah

Tahapan Penelitian

(47)

Gambar 4. Diagram alur tahapan penelitian

Studi Kepustakaan

Data sekunder yang dikumpulkan di sini melalui beberapa sumber data yang dihimpun, yaitu meliputi: Studi-studi yang dilakukan di lokasi Kawasan Hutan Angke Kapuk, Instansi teknis dinas terkait, penelusuran melalui pustaka, serta beberapa sumber informasi acuan dari penelitian ilmiah yang pernah dilakukan sebelumnya di lokasi tersebut.

Penentuan stasiun

(48)

Orientasi lapang

Sebelum penelitian dilaksanakan, maka terlebih dahulu dilakukan orientasi lapangan yang bertujuan untuk menentukan lokasi penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian. Selain itu orientasi lapang dimaksudkan juga untuk mempelajari situasi dan kondisi lapangan secara global.

Desain Plot Penelitian

Stasiun penelitian yang sebanyak 4 stasiun dengan masing-masing sebanyak 2 sub stasiun dengan 3 plot dengan ukuran 10 x 10 meter untuk 10 tanaman setiap plot yang dipilih secara acak. Berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui pertumbuhan tanaman mangrove jenis Rhizophora mucronata maka dibuat berdasarkan tahun dan bulan penanaman dengan selang per 6 bulan perbedaan penanaman sebagai berikut:

1) Stasiun 1, tanaman Desember 2007 terdiri dari Sub stasiun 1: Plot 1,2,3

Sub stasiun 2: Plot 4,5,6

2) Stasiun 2, tanaman Juni 2008 terdiri dari Sub stasiun 3: Plot 7,8,9

Sub stasiun 4: Plot 10,11,12

3) Stasiun 3,tanaman Desember 2008 terdiri dari Sub stasiun 5: Plot 13,14,15

Sub stasiun 6: Plot 16,17,18

4) Stasiun 4, tanaman Maret 2009 terdiri dari Sub stasiun 7: Plot 19,20.21

Sub stasiun 8: Plot 22,23,24

(49)

Pengukuran dan pengamatan yang dilakukan. Plot penelitian yang di buat disajikan Gambar 5

Keterangan: ST = Stasiun

Gambar 5. Desain Plot Stasiun Pengambilan Data Penelitian

Pengukuran di Lapangan

a. Pengukuran tinggi dan diameter

Pengukuran tinggi dan diameter dilakukan setiap minggu selama 2 bulan sehingga waktu yang dibutuhkan adalah 8 kali pengukuran dimulai pada bulan Juli-September 2009. Tinggi tanaman diukur dengan meteran dan diameter di ukur menggunakan kaliper.

b. Pengambilan contoh tanah

(50)

c. Salinitas

Pengukuran terhadap salinitas air laut dilakukan dengan menggunakan alat salinometer yang dilakukan di sekitar sub stasiun lokasi pengamatan dengan metode Purposive sampling dengan menetapkan pengukuran pada setiap plot sebagai acuan untuk pengambilan data salinitas. Sebagai kontrol pengambilan salinitas juga dilakukan di dalam tegakan mangrove di sekitar lokasi penelitian

d. Pengukuran suhu/Temperatur

Temperatur diukur dengan alat termometer yang diukur yaitu temperatur di setiap plot, sebagai kontrol pengukuran dilakukan di dalam tegakan mangrove di sekitar lokasi penelitian. Pengukuran temperatur ini dilakukan dalam waktu yang bersamaan pada semua stasiun penelitian.

e. Pengukuran pH (derajat asam-basa)

Pengukuran pH terhadap suatu wilayah perairan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter dan selanjutnya dibandingkan dengan kertas lakmus indikator asam-basa dan dikontrol dengan hasil laboratorium.

f. Analisis Laboratorium untuk Parameter Lingkungan

Tabel 4. Parameter dan metode analisis laboratorium

Parameter Satuan Metode/Alat Keterangan

Contoh Tanah Bor Tanah

Uji Laboratorium Laboratorium Temperatur ºC Termometer Insitu Salinitas ppt Salinometer Insitu

pH pH meter/lakmus Insitu

Analisis Data

(51)

1998). Proses analisis Statistika deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan pengumpulan data sehingga memberikan informasi yang berguna. Upaya penyajian ini dimaksudkan mengungkapkan informasi penting yang terdapat dalam data ke dalam berbentuk yang lebih ringkas dan sederhana yang pada akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran (Aunuddin 1989).

Statistik deskriptif digunakan untuk analisis bagi variabel-variabel yang dinyatakan dengan sebaran frekuensi, baik secara angka-angka mutlak maupun secara persentasi. Tabel frekuensi yang dibuat berguna untuk mengelompokkan data dalam tabel silang. Tabel silang sebagai metode yang sederhana digunakan untuk menyoroti dan menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih.

Analisis variabel pertumbuhan dan parameter

Analisis ragam (Uji F)

Analisis ragam adalah suatu metode untuk menguraikan keragaman total data kita menjadi komponen-komponen yang mengukur berbagai sumber keragaman (Walpole 1995).

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah

Uji F merupakan pengujian secara bersama-sama pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F-tabel. Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F-tabel, maka variabel bebas secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tidak bebas. Kesimpulan ini dapat juga dilihat dari nilai signifikansi F hitung. Bila nilainya lebih tinggi daripada tingkat keyakinan (α= 0,05) maka seluruh variabel independen tidak punya pengaruh yang signifikan secara bersama-samaterhadap variabel dependennya, begitupun sebaliknya. Bila signifikansinya lebih kecil dari pada tingkat keyakinan (α= 0,05) maka seluruh variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap variabel dependennya.

Ho: µ1= µ2= µ3……. µ8

(Semua rata-rata pertumbuhan tanaman mempunyai nilai yang sama di 8 sub stasiun)

(52)

(Rata-rata pertumbuhan mempunyai nilai yang berbeda diantara 8 sub stasiun)

Kriteria pengujian:

Jika Fhit > Ftabel, maka tolak H Jika F

0

hit ≤ Ftabel, maka terima H

a. Mean (Rata-rata)

0

Rata-rata hitung ini adalah pengukuran nilai sentral yang paling umum digunakan.

Rumus untuk menentukan nilai rata-rata hitung:

Dimana:

n = banyaknya data

b. Variance (Varians)

Varians adalah suatu ukuran penyebaran data, yang diukur dalam pangkat dua dari selisih data terhadap rata-ratanya.

Untuk data populasi perumusan varians adalah:

Sedangkan untuk data sampel adalah:

c. Standard error of Mean

(53)

SE = S/√n

Nilai S di peroleh dari perhitungan S=√S

Analisis Komponen Utama(PCA)

2

Untuk melihat komponen-komponen yang berpengaruh nyata pada kondisi tempat tumbuh dan karakteristik lokasi penelitian dilakukan analisis menggunakan statistik multivariabel PCA (Principal Components Analysis) dengan software Statistica 6.0 (Ludwig and Reynolds 1988). Analisis Komponen Utama (PCA) merupakan metode analisis statistika deskriptif untuk merepresentasikan data dalam bentuk grafik informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data. Matriks data terdiri dari stasiun pengamatan sebagai individu (baris), serta pertumbuhan vegetasi mangrove dan parameter lingkungan sebagai variabel (kolom).

Parameter yang dilibatkan dalam analisis ini adalah pertumbuhan mangrove serta parameter lingkungan di sekitarnya seperti salinitas, temperatur, laju fotosintesis dan contoh tanah. Karena parameter-parameter tersebut tidak memiliki satuan yang sama maka harus dilakukan penormalan data melalui serangkaian proses pemusatan dan pereduksian. Pemusatan dilakukan dengan melihat selisih antara nilai parameter inisial tertentu dengan nilai rata-rata parameter tersebut.

Agar pengelompokan dapat dilakukan, harus diketahui dahulu kedekatan antar komponen, untuk itu digunakan jarak Euclidean yang merupakan jumlah kuadrat perbedaan antara stasiun (baris) terhadap variabel/parameter (kolom) yang berhubungan.

(54)

KONDISI UMUM LOKASI

Kondisi Umum Wilayah

Hutan lindung di Angke Kapuk adalah satu kawasan konservasi formal yang dimiliki oleh DKI Jakarta di wilayah daratan. Berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan No. 08/KPPS/VII-4/94 bahwa luas hutan lindung di kawasan Muara Angke adalah 44,76 ha. Kawasan hutan lindung tersebut terbentang mulai dari hutan wisata Kamal sampai dengan batas cagar alam Muara Angke, yang secara geografis terletak antara 6º05’-6º10’ LS dan 106º43’-106º48’ BT. Peta Lokasi Kawasan Hutan Angke Kapuk Provinsi DKI Jakarta disajikan pada Gambar 6.

(55)

berada di pantai Utara Jawa, di bagian Utara dibatasi oleh laut Jawa, di bagian Selatan dibatasi oleh areal PT. Mandara Permai (Pantai Indah Kapuk) dan di sebelah Timur dibatasi oleh Kali Angke dan perkampungan nelayan Muara Angke.

Kondisi Fisik

Tipologi Lahan dan Sifat-sifat Tanah

Berdasarkan klasifikasi Smith dan Fergusson (1951), daerah ini termasuk ke dalam tipe iklim C dengan rata-rata tertinggi pada bulan Januari dan terendah pada bulan September. Suhu tahunan maksimum adalah 30ºC, minimum 19ºC dan rata-rata adalah 27ºC. Kelembaban maksimum mencapai 89%, kelembaban minimum mencapai 76% dan rata-rata adalah 80%.

Lahan ini memiliki bahan induk endapan baru marine estuarine dengan land system Kajapah (KJP) (series RePPProt, 1989, sheet 1209). Pada umumnya lahan daerah survey tergenang oleh air, oleh karena wilayah Hutan Lindung Kapuk sebagian besar telah dibuat tambak dan parit. Daerah ini memiliki frekuensi pasang surut dalam sehari hanya satu kali yaitu pasang pukul 08.00-14.00 WIB dan surut 08.00-14.00-08.00 WIB. Oleh karena lahan ini pasang surut, maka selalu tertutupi air pada waktu pasang dengan ketinggian air pasang rata-rata 30-50 cm.

(56)

Kualitas Air

Kondisi kualitas air di kawasan hutan lindung ini banyak dipengaruhi oleh sifat perairan (estuaria) yang dinamis sesuai kondisi musim, masukan air sungai dan pasang surut air laut.

a. Kualitas Fisik Air

Besarnya pengaruh air sungai yang membawa beban pencemaran nampak dari nilai kadar padatan terlarut maupun padatan tersuspensi yang cukup tinggi. Perairan dengan kepadatan terlarut 21.800-35.390 mg/l telah melampaui batas kelayakan 5.000 mg/l bagi kehidupan biota perairan. Demikian pula kadar padatan tersuspensinya. Namun demikian nilai kekeruhan airnya masih dapat ditolerir bagi kehidupan biota perairan sekitar 15 NTU.(LPP Mangrove, 2004)

b. Kualitas Kimia Air

Nilai kualitas air berdasarkan data kimiawi secara umum menggambarkan kondisi perairan yang tercemar ringan sampai sedang. Kondisi kualitas air terbaik terdapat di bawah tegakan mangrove pada saat air pasang. Di lokasi ini pH air mendekati netral, serta kadar BOD 0.06 mg/l yang tergolong bak untuk kehidupan biota perairan. Demikian pula rendahnya kadar beracun seperti ammoniak 0,100 mg/l dan nitrit 0,005 mg/l.

Satwa Liar

Keberadaan jenis-jenis satwa liar sangat berkaitan erat dengan tipe vegetasi di kawasan tersebut. Hutan lindung Angke-Kapuk merupakan kawasan pantai dengan tipe vegetasi mangrove dan merupakan tipe habitat khusus, sehingga satwa liar yang ditemukan di hutan lindung tersebut adalah jenis-jenis burung mandar.

(57)

melanogaster), kuntul kecil (Egretta garzetta), ibis rokoroko (Plegadis falcinellus) dan dara laut kumis (Chilidoniashybridus).

Berdasarkan jumlah jenis yang ditemukan baik di areal hutan lindung maupun di areal sekitarnya menunjukkan bahwa keragaman jenis burung masih tergolong tinggi. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan kolam/tambak, baik di dalam maupun di sekitar hutan lindung dan yang tidak kalah pentingnya adalah keberadaan hutan atau pohon. Sebagai tempat istirahat dan tidak jarang sebagai tempat tinggal. Seperti pada jenis pecuk padi hitam (Phalacrocorax sulcirostris) yang hidup berkelompok dan menjadikan hutan lindung sebagai tempat beristirahat, sedangkan itik benjut (Anas gibberfonts) menjadikan hutan lindung sebagai tempat untuk mencari makan, bermain dan beristirahat.(lpp Mangrove,2004)

Tata Guna Lahan

Kepemilikan pengguna lahan di Kelurahan Kapuk Muara adalah sebagai berikut: 23,2% (pertanian); 5,0% (industri); 53,8% (pemukiman); 3,1% (perkantoran); 0,6% (perdagangan); lain-lain sebesar 14,3%. Di Kamal Muara kepemilikan penggunaan lahan adalah sebagai berikut: 52,0% (pertanian); 43,87% (perkantoran, pemukiman, dan perdagangan); lain-lain sebesar 4,13%.

Khusus di areal hutan lindung, areal yang ada saat ini berupa:

- Areal hutan yang dipadati tegakan pohon/hutan, terutama di sekitar Cengkareng Drain dan sekitar break water PT. Madara Permai.

- Areal tambak, yaitu areal hutan lindung yang berupa parit atau kolam untuk tambak ikan dan digarap oleh masyarakat

- Tanggul-tanggul batas tambak, tanggul timbunan sampah dan tanggul pencegah abrasi.

(58)

yang semula hanya 44,67 ha setelah dikembangkan/diperluas diperkirakan akan menjadi 81,7 hektar.

Kondisi Ekosistem Mangrove

Lebar hutan mangrove bervariasi dari yang terbesar sekitar 300 meter (termasuk endapan terbaru yang ditanami bakau) dan terpendek 10 meter, rata-rata sekitar 50 meter. Jalur sempit tersebut memanjang di sebelah kiri dan kanan Cengkareng Drain kurang lebih sepanjang 4 km.

Jenis pohon dominan (terbanyak) total adalah api-api (Avicennia marina) untuk semua zonasi. Tampaknya jenis api-api merupakan jenis asli yang tumbuh alami, buta-buta (Excoecaria agallocha), dan waru laut (Thespesea populnea). Jenis lain seperti bakau (Rhizophora mucronata) merupakan tanaman yang paling berkembang pesat karena merupakan tanaman yang ini merupakan tanaman yang di rekomendasikan untuk penghijauan karena sesuai dan bersifat eksotis selaian itu juga jenis yang lainnya adalah ketapang (Terminalia catappa), sengon (Paraserianthesfalcataria) merupakan jenis exotic (tanaman).

Dominansi jenis api-api (Avicennia sp.) yang hampir membentuk tegakan murni selain disebabkan oleh salinitas air yang menggenangi tergolong tinggi (lebih dari 300/00

Pada beberapa lokasi yang terpencar-pencar dengan jumlah yang kecil terdapat tumbuhan pidada (Sonneatia alba), buta-buta (Excoearia agallocha), waru laut (Hibiscus tiliaceus). Jenis bakau (Rhizophora mucronata) merupakan jenis yang ditanam baik di areal yang berdekatan dengan tambak di luar hutan lindung maupun di dalam hutan lindung. Jenis pohon lain yang ditanam adalah akasia (Acaciaauriculiformis) dan flamboyan (Delonixregia). Tumbuhan bawah jarang ditemukan, jenis yang muncul antara lain Aanthus sp., Wideliabiflora dan Acrosticum aureum.

(59)

Potensi Hutan Lindung Angke kapuk

Hutan Lindung Angke Kapuk sebagai kawasan perlindungan alam merupakan salah satu objek potensial untuk tujuan wisata. Dalam rangka meningkatkan pengembangan bidang Pariwisata di Indonesia juga penunjang sistem pendidikan dan penelitian, yang berperan untuk peningkatan devisa negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk wilayah DKI. Hutan Lindung Angke Kapuk merupakan objek yang potensial untuk dikembangkan sesuai dengan fungsinya.

Kondisi Fisik Lahan Restorasi

Terletak pada permukaan tanah yang relatif datar, elevasi permukaan tanah di bagian selatan lebih tinggi kemudian menurun dengan kemiringan yang rendah ke arah utara sampai ke tepi pantai. Secara keseluruhan kawasan ini merupakan dataran hasil pengurugan Pada umumnya bagian utara dataran rendah ini merupakan hutan mangrove.

Keadaan tanah di kawasan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Bagian utara terdiri dari alluvial kelabu tua dan gley humus rendah. Batuan induk tanah ini berupa endapan tanah liat daratan pantai.

2. Makin rendah ke selatan terdiri dari regosol coklat yang terbentuk dari endapan vulkanik, daerah ini merupakan tanah lempung berpasir dengan topografi datar.

3. Bagian tenggara terdiri dari alluvial kelabu tua.

Air laut jernih terdapat pada jarak > 1.500 dari pantai. Bila dibandingkan dengan dengan tempat-tempat lain di daerah Teluk Jakarta, daerah Pantai Kapuk relatif lebih tenang baik pada musim muson timur, maupun muson barat. Pantai Kapuk yang terletak di belakang Tanjung Pasir menempati posisi yang menguntungkan, karena akan terlindungi oleh Tanjung Pasir pada musim muson barat.

a. Gelombang dan Arus Laut

(60)

bulan Januari sampai Maret. Pada periode ini tinggi gelombang maksimum dapat mencapai 1,5 m. Arah gelombang di daerah Kapuk lebih kurang tegak lurus terhadap terhadap garis pantai. Hal ini disebabkan gelombang yang datang dari arah Barat Laut mengalami defraksi di sekitar Tanjung Pasir dan Muara Coba. Gelombang dari arah Timur sedikit mengalami defraksi, sehingga datang dari garis pantai dengan arah yang hampir tegak lurus.

Ketinggian gelombang diperkirakan sekitar 1,0 meter dengan periode T = 5 detik. Hal ini berkaitan dengan erat dengan arah dan kecepatan angin. Apabila kecepatan angin kurang, tinggi gelombang semakin rendah dan periode gelombang semakin panjang. Perubahan arah angin atau munculnya angin kuat lain dari arah yang berlawanan akan membangkitkan gelombang lain dari rah yang berlawanan sehingga terjadi interferensi yang saling menguatkan. Pada daerah pantai yang kaya akan hutan rawa, gelombang yang datang akan diserap oleh hutan mangrove tersebut, sedangkan pada pantai-pantai terbuka, terjadi pemantulan gelombang yang akan menimbulkan interferensi saling menguatkan.

Kelandaian akan menentukan magnitudo gelombang pantul. Dinding pantai yang terjal dan keras kan membangkitkan gelombang pantul yang kuat. Pada pantai yang landai, meskipun tidak terjadi penyerapan energi, namun gelombang pantul lebih tersebar merata pada bidang yang lebih luas, sehingga efek interferensi saling menguatkan relatif lebih kecil.

(61)

Tabel 5. Kecepatan arus gelombang air laut (m/detik)

Bulan Kecepatan (m/detik) Arah

Januari

Pengaruh pasang surut air laut merupakan aspek yang sangat penting dalam pengkajian bentang alam pesisir pantai. Sifat pasang surut untuk daerah perairan Hutan Lindung Angke Kapuk adalah Harian Tunggal. Artinya dalam 24 jam terjadi satu kali pasang surut.

Berdasarkan hasil pengukuran Dinas Hidrologi Angkatan Laut RI (1978) dapat diketahui tenggang pada saat pasang surut terendah 0.25 m. Berdasarkan pengamatan pasang surut yang dilakukan oleh Perum Pelabuhan Tanjung Priok adalah :

(62)

c. Bathymetri

Data bathymetri di peroleh dari survey PT. Atelier Indonesia-7 di lepas Pantai Kapuk pada tahun 1987 yang telah dibahas pada ANDAL Kapuk 1987. Dari data hasil survey tersebut diperoleh gambaran :

• Dasar laut mempunyai kemiringan 0.38%

• Kontur dengan interval 0.5 m sejajar dengan garis pantai

• Potensi sedimen trasport lumpur Sungai Angke dan Cengkareng Drain cukup luas sekitar 3 km dari pantai

• Potensi sebaran lumpur Sungai Angke Bawah – banjir Kanal lebih besar dai Cengkareng Drain

d. Erosi, Abrasi dan Sedimentasi

Secara alami proses erosi, abrasi dan sedimentasi merupakan faktor yang sangat berperan dalam mengubah bentuk garis pantai , yang bergantung pada jenis dan jumlah sedimen air sungai. Kontinuitas penyebarannya dipengaruhi oleh energi dinamik arus, gelombang dan pasang surut air laut.

Faktor alamiah dominnan pengubahan bentang alam pesisir dipengaruhi oleh dinamika enteraksi antara penbentukan delta dan pendangkalan interdelta tinggi gelombang, dan arus laut yang akan menimbulkan suksesi komponen lokal. Pembentukan delta akibat transport sediment sungai kan berakibat lanjut terjadinya perubahan arus laut dan berpotensi menimbulkan arus eddy, yang menimbulkan abrasi pada bagian pantai lain di sekitarnya.

e. Hidrologi

Hidrogeologi yang bersangkutan dengan daerah tapak, dipengaruhi oleh sungai-sungai utama yang melintasi lebih dari separuh wilayah DKI Jakarta, yaitu Sungai Ciliwung, Sungai Angke, Sungai Pesangrahan, Sungai Krukut, Sungai Grogol, Sungai Sekretaris, Sungai Sepak dan Sungai Mampang.

(63)

• Sebagai pengendali banjir DKI Jakarta

• Sebagai saluran pembuangan air limbah dan sampah, meskipun tidak seorangpun merekomendasikannya.

Sistem aliran sungai Angke dan Cengkareng Drain merupakan sistem aliran yang menggunkan beban limbah limpahan air yang besar, dimana aliran-aliran sungai besar, yaitu kali Mookervart, Sungai Sepak, Sungai Pesangrahan, Sungai Sekretaris, Sungai Angke, Sungai Grogol, dan Sungai Ciliwung berkumpul. Sungai-sungai tersebut berpotensi menimbulkan banjir rutin,mengingat daerah aliran masing-masing serat dengan pemukiman pada sehingga mempunyai koefisien run-of yang besar.

Kualitas air sungai terkait dengan tingkat pelayanan sanitasi di daerah tangkapan air dan morfologi sungai-sungai yang bersangkutan. Perbedaan topografi yang tajam antara daerah hulu deangan hilir akan berpengaruh pada laju erosi di daerah hulu serta laju sedimentasi di daerah hilir.

Buruknya sanitasi di daerah hulu mengakibatkan perairan sungai di daerah tapak yang terletak di sekitar muara sungai menjadi septik, berwarna hitam dan berbau. Akibat rendanya kecepatan aliran di daerah hilir, kecepatan reoksigenasi menjadi sangat lambat, sehingga kemampuan self purifucation sungai tersebut sangat lemah. Situasi yang lebih buruk, rendahnya kecepatan air sugai di bagian hilir menyebabkan proses biodegrasi terjadi pada perjalanan menuju ke muara, yang mengkonversi zat organik yang terlarut menjadi koloid sehingga mempercepat laju sedimentasi.

f. Curah Hujan

(64)

Tabel 6. Curah hujan bulanan stasiun Cengkareng

Sumber: Publ Jurusan Geografi FMIPA Universitas Indonesia, 1975

Berdasarkan pencatatan di Tanjung Priok dan Kemayoran, curah hujan di sekitarnya adalah 200 mm/bulan. Curah hujan di Tg. Priok tahun 1986 adalah 2050 mm. Dalam setahun tedapat 1 atau 2 bulan lebih rendah dari 60 mm. Yang biasa terjadi Juli dan Agustus, sehingga dalam klasifikasi Koppen termasuk daerah dengan iklim Am, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yang dapat mencapai lebih dari 600 mm. Dalam tahun tersebut terdapat 141 hari hujan berkisar dari 7 hari/bulan sampai 25 hari/bulan. Curah hujan berkisar dari 53,6 mm (Mei) sampai dengan 61,3 mm (Januari). Terdapat beberapa hal penting yang dapat dikemukakan pada data curah hujan bulanan, yaitu :

• Angka curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari (294 mm), terlihat pola datangnya hujan yang cukup jelas, yaitu sejak Oktober sampai Januari, sedangkan bulan-bulan berikutnya semakin berkurang.

• Angka curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli (58 mm), sedangkan pada bulan-bulan berikutnya meningkat hingga Oktober.

(65)

Laut Jawa ke Samudra Hindia) melalui Pulau Jawa pada bulan Desember sampai Pebruari.

• Walupun wilayah kajian ini merupakan wilayah yang curah hujannya paling rendah, tetapi merupakan wilayah akumulasi limpasan hujan daerah selatan yang curah hujannya cukup tinggi.

g. Suhu dan Kelembaban Nisbi

Gambar

Tabel 1. Keterkaitan antara faktor-faktor Lingkungan dengan Penyebaran
Tabel 2. Musim Buah Beberapa Jenis Mangrove
Gambar 4. Diagram alur tahapan penelitian
Gambar 5. Desain Plot Stasiun Pengambilan Data Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan, pelaksanaan sosialisasi penyediaan informasi permodalan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM sudah efektif, karena melihat pada

(b) the provision or facilitation of technical cooperation and logistical support to States Parties; and (c) the mobilization of financial resources to support developing countries

Bedasarkan tabel 4.3 bahwa guru dan muid kelas VII dan VIII SMP Muhammadiyah 23 Kemalang Keputran Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten mengenai persepsi tentang

Sehubungan dengan telah memasuki tahap pembuktian kualifikasi terhadap dokumen penawaran yang saudara sampaikan, maka bersama ini kami mengundang saudara untuk

Studi aliran beban adalah penentuan atau perhitungan tegangan, arus, daya aktif, faktor daya dan daya reaktif yang terdapat pada berbagai titik dalam suatu

Dari beberapa kasus tersebut merupakan contoh mengenai beberapa kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU No.11 Tahun 2008 terhadap

1 Paket 1 Paket 1 Paket 1 Paket 1 Paket 2 Meningkatkan kapasitas kelembagaan pembangunan daerah dengan memperbaiki kualitas proses dan koordinasi antar

The students of English Language Education Program at Bale Bandung University (UNIBBA) learn writing subject from the first semester until fifth semester in writing