• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lake Site Planning due to Conservation Base Water Tourism: Case Study of Situ Kemuning, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Lake Site Planning due to Conservation Base Water Tourism: Case Study of Situ Kemuning, Kabupaten Bogor"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PENATAAN SITU DALAM RANGKA PENGEMBANGAN

WISATA TIRTA BERBASIS KONSERVASI

STUDI KASUS SITU KEMUNING KABUPATEN BOGOR

SUPOMO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penataan Situ dalam rangka Pengembangan Wisata Tirta Berbasis Konservasi: Studi Kasus Situ Kemuning, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Supomo NIM 110021

(4)
(5)
(6)

RINGKASAN

SUPOMO. Penataan Situ dalam rangka Pengembangan Wisata Tirta Berbasis Konservasi: Studi Kasus Situ Kemuning, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh BAMBANG SULISTYANTARA dan MOHAMMAD YANUAR JARWADI PURWANTO.

Situ Kemuning di Kabupaten Bogor telah diketahui fungsinya sebagai daerah tampungan air untuk pengendali banjir dan rekreasi atau wisata. Kondisi situ Kemuning saat ini mengalami penurunan fungsi karena pendangkalan, penyusutan yang disebabkan oleh aktivitas masyarakat dalam eksploitasi situ. Situ Kemuning sebagai infrastruktur sumberdaya air memiliki faktor ancaman, dan potensi diperlukan upaya mengelola situ agar bermanfaat bagi masyarakat sekitar sehingga keberadaanya dapat dilestarikan.

Penelitian ini memiliki tujuan utama yaitu mengidentifikasi kondisi fisik lingkungan situ untuk mendukung konservasi sumberdaya air, dan menilai potensi pengembangan wisata tirta situ melalui pemanfaatan ruang potensial. Metode penelitian merupakan studi kasus dengan pendekatan penilaian kondisi fisik situ, analisis pemanfaatan ruang potensial, daya dukung wisata dan perumusan strategi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisik situ Kemuning saat ini tergolong situ terganggu. Faktor gangguan teridentifikasi dari perubahan morfologi situ terlihat adanya penyusutan luas perairan yang tinggi (>25%) dan pendangkalan di sebagian badan air. Meskipun situ Kemuning termasuk situ terganggu, tetapi masih memiliki potensi wisata alam yang didukung dengan daerah operasi wisata. Analisis pemanfaatan ruang diperoleh luas 5.27 ha 34.35%

potensial untuk mendukung kegiatan wisata tirta. Kebutuhan ruang terbagi menjadi dua, yaitu ruang terbuka hijau dan ruang servis wisata. Analisis daya dukung kawasan diperoleh bahwa situ mempunyai daya dukung untuk kegiatan memancing (202 orang/hari), relaxing dan jogging (1698 orang/hari) dan aktivitas atraksi air (142 orang/hari). Implementasi pengembangan wisata situ diintegrasikan dengan pengelolaan dampak untuk mendukung keberlanjutan. Terdapat strategi prioritas untuk pengembangan pengelolaan situ Kemuning melalui pendekatan wisata tirta,

yaitu 1) Revitalisasi situ dan strukturisasi pengaturan pemanfaatan ruang potensial

sebagai pendekatan terpadu, 2) Sosialisasi kepada masyarakat melalui pemberdayaan dan pelajar melalui pendidikan lingkungan hidup di sekolah. Selanjutnya, pemecahan masalah situ Kemuning dalam pengelolaan berkelanjutan diperlukan revitalisasi situ dan strukturisasi pengaturan pemanfaatan ruang potensial sebagai action plan dan pemberdayaan masyarakat sekitar untuk mendorong rasa memiliki.

(7)

SUMMARY

SUPOMO. Lake Site Planning due to Conservation Base Water Tourism: Case Study of Situ Kemuning, Kabupaten Bogor. Supervised by BAMBANG SULISTYANTARA and MOHAMMAD YANUAR JARWADI PURWANTO.

Kemuning lake located in Kabupaten Bogor known has a function as a reservoir of water that control flood and provide recreation. The condition of Kemuning lake declines due to silting up and shrinkage caused by anthropogenic activities. Kemuning lake as a water resource infrastructure is facing threats, and potential efforts are required to manage it for its preservation and also for the benefit the surrounding community.

The aims of this study was to identify the physical condition to support conservation of the water resource in Kemuning lake and to analyze of water tourism development in the lake through the potential space utilization. The case study research method was done with the approach to assess the physical condition of lake, carrying capacity of tourism, potential spatial analysis and strategy formulation.

The results showed that the physical condition of Kemuning lake is currently disturbed. It mainly caused by silting and shrinkage or encroachment. The percentage of shrinkage of water is more than 25%. Eventhough the lake has been disturbed but it still has a good potential to support tourism. Extensive spatial analysis showed that 34.35% (5.27 ha) of area have a potential to support tourism. Space was divided into two sections, namely; green open space and tourist services space. Carrying capacity analysis found that the lake has a carrying capacity to support fishing (202 person/day), relaxing and jogging (1698 person/day) and water attraction activity (142 person/day). The implementation of tourism development has to be integrated with impact management in order to support sustainability. There are two main strategy for developing management of Kemuning lake through water tourism approach, e.g. 1) revitalization and restructuring of the potential space utilization as integrated approach, 2) Socialization of the community through empowerment and environmental education in schools. Furthermore, the problem solving of Kemuning lake for sustainable management requires lake revitalization and restructuring of potential space utilization as action plan, and empowering local communities to encourage sense of ownership.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PENATAAN SITU DALAM RANGKA PENGEMBANGAN

WISATA TIRTA BERBASIS KONSERVASI

STUDI KASUS SITU KEMUNING KABUPATEN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

SUPOMO

(10)
(11)

Judul Tesis : Penataan Situ dalam rangka Pengembangan Wisata Tirta Berbasis Konservasi: Studi Kasus Situ Kemuning Kabupaten Bogor

Nama : Supomo NIM : P052110021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr Ketua

Dr Ir M.Yanuar Jarwadi Purwanto, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 27 Juli 2013 Tanggal Lulus:

(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai bulan Juni 2013

dengan judul Penataan Situ dalam rangka Pengembangan Wisata Tirta Berbasis

Konservasi: Studi Kasus Situ Kemuning Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Bambang Sulistyantara M.Agr dan Bapak Dr Ir Mohammad Yanuar Jarwadi Purwanto M.Sc yang telah membimbing dan memberi pengarahan terhadap ilmu pengetahuan sehubungan dengan penyusunan karya ilmiah ini sebagai dasar kajian tentang konsep penataan dan pemanfaatan situ.

Karya ilmiah ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi ilmiah dalam diseminasi ilmu pengetahuan dan teknologi secara khusus terkait dengan penataaan situ-situ yang ada di kawasan Jabodetabek dan secara umum dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 IDENTIFIKASI KONDISI FISIK LINGKUNGAN SITU KEMUNING DALAM UPAYA KONSERVASI SUMBERAYA AIR UNTUK

MENDUKUNG PENGEMBANGAN WISATA TIRTA

Pendahuluan 5

Bahan dan Metode 6

Hasil 7

Pembahasan 11

Simpulan 14

3 ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN WISATA TIRTA SITU KEMUNING MELALUI PEMANFAATAN RUANG POTENSIAL

Pendahuluan 15

Bahan dan Metode 17

Hasil 19

Pembahasan 29

Simpulan 36

4 STRATEGI ARAHAN PENGEMBANGAN PENGELOLAAN SITU KEMUNING BERBASIS WISATA TIRTA BERKELANJUTAN

Pendahuluan 37

Bahan dan Metode 38

Hasil 39

Pembahasan 42

Simpulan 45

5 PEMBAHASAN UMUM 46 6 SIMPULAN DAN SARAN 51 DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN 58

RIWAYAT HIDUP 63

(14)

DAFTAR TABEL

2.1 Kriteria nilai kualitas kondisi fisik situ 7

2.2 Hasil identifikasi penilaian kondisi fisik lingkungan situ Kemuning 8 2.3 Gambaran hasil pengukuran debit saluran air situ 10 2.4 Kondisi data jumlah curah hujan tahun 2011 sampai bulan Maret 2013 11 2.5 Kasus banjir luapan air situ selama tujuh tahun terakhir 12 2.6 Matrik rekomendasi revitalisasi situ Kemuning 14 3.1 Karakteristik wilayah Kecamatan Bojonggede 20 3.2 Hasil penelitian kondisi daerah operasi dan objek daya tarik wisata alam 21 3.3 Hasil analisis indeks kesesuaian wisata yang dikembangkan saat ini 21 3.4 Komposisi kendaraan yang melalui jalan raya Bojonggede-Tajurhalang 22 3.5 Luas situ Kemuning dengan buffer 50 m berdasarkan komposisi ruang 25 3.6 Perhitungan daya dukung kawasan untuk pengembangan wisata tirta 26 3.7 Data interaksi dan persepsi masyarakat tentang fungsi dan manfaat situ 27 3.8 Sikap masyarakat terhadap pengembangan wisata tirta situ Kemuning 28 3.9 Matrik pengelolaan dampak timbul dari kegiatan wisata tirta 33 4.1 Matrik analisis SWOT sebagai alat fomulasi strategi pengembangan 40 5.1 Matrik penataan situ berbasis wisata tirta melalui pemanfaatan ruang

potensial dengan upaya revitalisasi situ 50

DAFTAR GAMBAR

1.1 Skema kerangka pemikiran penelitian 4

2.1 Peta lokasi penelitian di situ Kemuning Kabupaten Bogor 6

2.2 Daerah tangkapan air situ Kemuning 7

2.3 Kondisi sebagian fisik situ yang telah mengalami pendangkalan 9 2.4 Peta distribusi situ buffer 20 km situ Kemuning sebagai titik sentral 9

2.5 Profil penampang saluran outlet utama . 10

2.6 Grafik lengkung debit aliran outlet situ Kemuning 10 3.1 Peta situasi Kemuning dalam arahan rencana tata ruang wilayah 19 3.2 Peta distribusi situ buffer 20 km situ Kemuning sebagai titik sentral 22 3.3 Situasi dan kondisi pemanfaatan situ saat ini 23 3.4 Kondisi bagian objek alam situ Kemining saat ini 23 3.5 Konsep pengembangan situ berbasis wisata alam (wisata tirta) melalui

pemanfaatan ruang potensial 24

3.6 Rancangan arahan zonasi situ Kemuning melalui pemanfaatan ruang

potensial 25

3.7 Skema pengembangan wisata tirta situ Kemuning melalui pemanfaatan

ruang potensial 26

3.8 Grafik pola kunjungan wisata di situ Kemuning 28 3.9 Skema konsep penataan situ melalui pemanfaatan ruang potensial 30 4.1 Diagram posisi analisis SWOT untuk strategi pengembangan

(15)

4.2 Arena aksi pengelolaan dan pemanfaatan situ sebagai infrastruktur

sumberdaya air 44

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis regresi antara peubah kondisi fisik lingkungan situ dengan

peubah kepadatan penduduk 58

2 Analisis daerah operasi objek dan daya tarik wisata alam 59 3 Perhitungan indeks kesesuaian wisata yang ada di situ Kemuning saat ini 60 4 Perhitungan bobot tiap variabel dan rating berdasarkan rating

Matriks IFE 61

5 Perhitungan bobot tiap variabel dan rating berdasarkan rating

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Situ merupakan ekosistem perairan tergenang memiliki fungsi dan manfaat potensial baik secara lingkungan maupun sosial ekonomi. Salah satu fungsi situ yang penting adalah sebagai tempat penampungan atau parkir air (retarding basins) berguna untuk konservasi sumberdaya air dan pengendali banjir. Secara umum keberadaan situ terdistribusi di kawasan Jabodetabek. Dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, situ didefinisikan sebagai suatu wadah tampungan air di atas permukaan tanah, yang terbentuk secara alami maupun buatan yang airnya berasal dari tanah atau air permukaan sebagai suatu siklus hidrologis, yang merupakan salah satu bentuk kawasan lindung.

Keberadaan situ-situ di kawasan Jabodetabek yang diharapkan sebagai sarana pengisian air tanah dan pengendali banjir, kondisinya cenderung mengalami penurunan fungsi sampai pada tingkat kerusakan, bahkan ada yang tidak teridentifikasi. Berdasarkan data dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (2007) di wilayah Jabodetabek terdapat sekitar 202 situ; dari jumlah tersebut hanya 19 situ dalam kondisi baik. Sebaran situ-situ meliputi Kabupaten Bogor terdapat 95 situ, Kota Bogor terdapat 6 situ, Kota Depok terdapat 21 situ, Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan terdapat 38 situ, Kota Tangerang terdapat 8 situ, Kota Bekasi terdapat 18 situ, dan DKI Jakarta terdapat 16 situ. Dari 95 situ yang ada di Kabupaten Bogor, berdasarkan data inventarisasi sampai tahun 2007 menunjukkan 61.05% situ dalam kondisi rusak, 8.24% dalam kondisi baik, 2.11% dalam kondisi sedang dan 28.42% situ telah direhabilitasi. Kondisi ini mengindikasikan adanya gangguan atau ancaman terhadap kelestarian situ.

Menurut Waryono (2005) ancaman terhadap keberadaan dan kelestarian kawasan tandon air di wilayah Jabodetabek secara umum dapat dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu: 1) Konversi atau alih fungsi status, akibat laju pertumbuhan penduduk yang cenderung memacu kebutuhan ruang dan lahan untuk kepentingan pemukiman, 2) Pendangkalan, akibat akumulasi endapan lumpur ditambah dengan limbah domestik (sampah organik) yang bersumber dari rumah tangga, dan 3) Pencemaran limbah, baik yang bersumber dari home industri maupun limbah rumah tangga yang terbawa oleh limpasan aliran air. Sebagai akibat yang ditimbulkan berpengaruh terhadap kehidupan liar biota perairan, proses eutrofikasi hingga semakin melimpahnya gulma air Eichornia crassipes yang cenderung mempercepat pendangkalan.

(18)

2

Jika dilihat dari rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bogor, lokasi situ Kemuning salah satu penataannya sebagai pemanfaatan kawasan zona wisata alam kategori danau (situ), namun kondisinya belum terkelola dengan baik. Situasi antara faktor yang berperan mempengaruhi perubahan lingkungan situ dengan nilai fungsi dan manfaat situ menjadi suatu kondisi yang menuntut suatu pendekatan penataan dan pengelolaan situ terpadu. Pendekatan konsep pengelolaan situ perlu didasarkan dengan upaya konservasi tanah dan air melalui kegiatan-kegiatan preservasi tanpa mengesampingkan manfaat potensi wisata tirta yang telah berkembang saat ini.

Pemaduserasian antara pemanfaatan situ secara optimal dengan upaya-upaya (olahdaya) pelestarian terhadap daya dukung lingkunganya, merupakan alternatif yang dinilai paling ideal (Waryono, 2005). Salah satu upaya pendekatan alternatif dapat dilakukan melalui pendekatan wisata tirta. Oleh karena itu, menurut Priadie (2010) diperlukan upaya untuk dapat menumbuhkan rasa memiliki, sehingga kondisi situ tetap terjaga dan lestari dengan harapan fungsi situ sebagai tempat rekreasi dan daerah resapan air dapat dipertahankan.

Situ sebagai suatu ekosistim tata air seharusnya situ memberikan manfaat yang banyak bagi masyarakat, seperti penyedia air, pengendali banjir sampai jasa rekreasi (Faisal dan Nasuha, 2011). Namun, karena berbagai faktor kondisi dan fungsinya cenderung mengalami penurunan, sehingga perlu dilakukan penilaian kualitas kondisi situ yang untuk mengetahui kondisi situ (berupa situ baik, situ terganggu atau situ rusak). Pengetahuan tentag kualitas kondisi situ terkait dengan rekomendasi sebagai rencana tindak pengelolaan dan pendayagunaan situ.

Perumusan Masalah

Konsekuensi dari perkembangan jumlah penduduk yang menuntut penyediaan ruang untuk pemukiman dan perubahan landuse berdampak pada perubahan fungsi kawasan. Situ Kemuning yang berada di Kabupaten Bogor sebagai salah satu infrastruktur sumberdaya air terindikasi adanya pendangkalan, ancaman prilaku ekploitasi negatif masyarakat yang tidak terkontrol. Upaya penyerobotan area genangan air situ telah menyebabkan penyusutan luasan situ Kemuning. Berdasarkan data inventaris BBWSCC (2007) penyusutan tercatat 39.46%. Situasi dan kondisi lingkungan yang kurang mendukung tersebut menurunkan fungsi dan manfaat situ Kemuning yang telah diketahui sebagai fungasi daerah tandon air yang berperan untuk pengendali banjir dan pemanfaatan untuk wisata tirta.

(19)

3 Tujuan Penelitian

Penelitian ditujukan untuk melakukan upaya penataan situ Kemuning yang merupakan infrastruktur sumberdaya air dalam rangka konservasi, pemanfaatan potensi yang terkandung didalamnya dan bagaimana arahan strategi pengembangan pengelolaannya. Selanjutnya, untuk mencapai hal tersebut diperlukan tahapan yang dituangkan ke dalam tujuan khusus penelitian, yaitu: 1. Mengindentifikasi kondisi fisik lingkungan situ Kemuning dalam upaya

konservasi sumberdaya air untuk mendukung pengembangan wisata tirta. 2. Menganalisis potensi pengembangan wisata tirta situ Kemuning berkelanjutan

melalui pemanfaatan ruang potensial.

3. Memformulasi strategi arahan pengembangan pengelolaan situ melalui pendekatan berbasis wisata tirta.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi stakeholder dan masyarakat di sekitar situ. Ada pun manfaat penelitian ini adalah:

1. Menjadi informasi ilmiah sebagai konsep dan action plan penataan dan pengelolaan situ di wilayah Jabodetabek melalui pendekatan wisata tirta yang mengacu dengan konsep ecotourism sebagai upaya konservasi sumberdaya air sehingga ekosistem situ dapat dilestarikan.

2. Sebagai upaya menyediakan dan memanfaatkan ruang terbuka hijau yang dapat dijadikan sarana rekreasi untuk mendorong pemberdayaan masyarakat lokal.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi: 1) Ruang lingkup substansial, bahasan pokok terkait upaya konservasi sumberdaya air situ dengan pemanfaatannya untuk wisata tirta, 2) Ruang lingkup spasial, sebagai batasan lingkup wilayah studi penelitian yang mencakup perairan dan garis senpadan situ dengan melihat pemanfaatan kawasan dalam rencana tata ruang wilayah.

Ruang lingkup secara substansial terkait dengan pencapaian tujuan akan

dilakukan bahasan tentang pengertian situ, fungsi dan manfaat situ yang potensial,

infrastruktur sumber daya air, nilai objek dan daya tarik wisata tirta, pemanfaatan ruang potensial. Untuk keperluan pencapaian tujuan didasarkan pada penilaian kondisi fisik lingkungan situ dengan lima indikator kunci dan penilaian potensi pengembangan situ Kemuning yang diperoleh dari nilai analisis daerah operasi objek, carrying capacity, dan data sosial terkait dengan persepsi masyarakat sekitar situ yang selanjutnya digunakan untuk merumuskan arahan strategi pengembangan pengelolaan situ secara berkelanjutan.

(20)

4

Penataan situ berbasis wisata tirta melaui pemanfaatan ruang potensial dijadikan pendekatan untuk mempertahankan dan melestarikan situ. Mengidentifikasi masalah situ dan menganalisis potensi selanjutnya merumuskan rekomendasi strategi dituangkan ke dalam skema kerangka pemikiran penelitian (Gambar 1.1).

Gambar 1.1 Skema kerangka pemikiran penelitian

Peningkatan jumlah pemukiman

Penataan dan pengelolaan SDA dan lingkungan situ melalui pendekatan wisata berbasis Air lingkungan sekitar situ - Data curah hujan

sosial ekonomi dan lingkungan

Arahan strategi pengembangan dan penataan kawasan situ

(21)

5

2

IDENTIFIKASI KONDISI FISIK LINGKUNGAN SITU

DALAM UPAYA KONSERVASI SUMBERDAYA AIR UNTUK

MENDUKUNG PENGEMBANGAN WISATA TIRTA

Pendahuluan

Situ memiliki peranan penting dalam menciptakan keseimbangan ekologi dan tata air yang penting bagi kesejahteraan manusia. Dilihat dari sudut pandang sistem tata air, keberadaan situ memberikan kontribusi yang besar bagi keseimbangan air tanah, sumber air tanah, sebagai tempat pengendalian banjir dan bisa dimanfaatkan untuk keperluan pertanian (Maryono, 2006). Upaya konservasi sumberdaya air harus dilakukan, kegiatan ini sebagaimana telah diatur dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air yang tertuang pasal pasal 1 bahwa konservasi sumberdaya merupakan upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumberdaya air agar senatiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadahi untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.

Situ Kemuning sebagai infrastruktur sumberdaya air sangat rentan terhadap ancaman dari prilaku masyarakat dan perubahan lingkungan alam seperti peningkatan curah hujan yang berdampak pada perubahan fisik dan kualitas perairan situ. Laju perubahan fisik lingkungan di situ Kemuning yang terdapat di Kabupaten Bogor ini dapat dikatakan sangat tinggi, berdasarkan data dari BBWSCC (2007) penurunan luas situ Kemuning tercatat sekitar 39.46%. Namun, perubahan kondisi tersebut belum mendapat rencana tindak penanganan. Di sisi lain situ mempunyai manfaat sebagai sarana irigasi dan potensi wisata tirta. Perubahan lingkungan spesifik hingga difungsikannya wilayah Bogor sebagai kawasan resapan air, menuntut keberadaan situ-situ diwilayah ini harus dilestarikan dan dimanfaatkan secara optimal melalui konservasi dan kegiatan perlindungan setempat. Hal ini terkait dengan potensi sumberdaya situ dan peranan fungsi sebagai daerah tampungan atau parkir air dan pengendali banjir.

Perubahan kondisi situ dan ancaman yang terjadi di situ Kemuning hanya merupakan salah satu kasus dari situ-situ yang terdapat di Kabupaten Bogor. Situ Kemuning yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan wisata sebagai salah bentuk interaksi masyarakat dengan lingkungan situ. Namun, pemanfaatan kegiatan wisata masih dihadapkan pada kondisi lingkungan yang cenderung mengalami penurunan fungsi. Penilaian kondisi fisik lingkungan situ diperlukan sebagai dasar untuk penataan dan pengelolaan situ selaras dengan upaya konservasi air.

(22)

6

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan praktis dalam rangka upaya konservasi sumberdaya air sehingga keberadaan situ dapat dilestarikan. Penilaian kondisi lingkungan situ merupakan bagian dari proses inventarisasi data sebagai dasar dalam action plan pengelolaan situ. Tujuan penelitian ini adalah mengindentifikasi kondisi fisik lingkungan situ Kemuning dalam upaya konservasi sumberdaya air untuk mendukung pengembangan wisata tirta.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di situ Kemuning di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari sampai Juni 2013. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian di situ Kemuning Kabupaten Bogor Teknik Pengumpulan data

(23)

7 Analisis Data

Penilaian kondisi fisik lingkungan situ dianalisis dengan kuantifikasi melalui bobot dan skor dengan modifikasi penambahan indikator penyesuaian (* Tabel 2.2) yang bersumber dari referensi DPSDA dan LPPM ITB (2004) yang tetap mengacu pada kriteria penilaian berdasarkan Rancangan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2009 dalam Priadie (2011). Pengukuran luas situ diperoleh dari sumber citra ikonos dengan proyeksi UTM WGS 1984. Sedangkan kategori kualitas fisik situ yang digunakan mempunyai selang nilai antara 100-300 yang terbagi dalam tiga kategori yaitu rusak, terganggu dan baik (Tabel 2.1). Tabel 2.1 Kriteria nilai kualitas kondisi fisik situ

Nilai Kategori kualitas fisik situ Rekomendasi

100- 166 Rusak Rehabilitasi

167-233 Terganggu Revitalisasi

234-300 Baik Pelestarian

Hasil

Situ Kemuning merupakan infrastruktur sumberdaya air berada di daerah aliran sungai ciliwung-cisadane, dengan daerah tangkapan air situ adalah kali Kemuning yang bersumber dari sub daerah aliran sungai Pesanggrahan (Gambar 2.2). Karakteristik topografi memiliki kemiringan selang antaran 8-15% (kategori datar sampai landai).

Gambar 2.2 Daerah tangkapan air situ Kemuning

(24)

8

Tabel 2.2 Hasil identifikasi penilaian kondisi fisik lingkungan situ Kemuning. Indikator Parameter Bobot Kondisi

parameter Gulma air Persentase

tutupan 20 Sumber air* Indikasi dan

jumlah sumber 10

(25)

9

Gambar 2.3 Kondisi sebagian fisik situ yang telah mengalami pendangkalan Posisi situ Kemuning menunjukkan berada di tengah-tengah antara Kota Bogor dan Kota Depok dalam buffer 20 km yang terdapat didalamnya distribusi situ di wilayah Bogor sebanyak 59 situ dan wilayah Depok berdasarkan data inventaris situ dari BBWSCC (2007) sebanyak 21 situ (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Peta distribusi situ buffer 20 km situ Kemuning sebagai titik sentral Kondisi Pengamatan Debit Aliran Permukaan

(26)

10

Gambar 2.5 Profil penampang saluran outlet utama

Hasil pengukuran debit aliran selama penelitian diperoleh tinggi aliran air permukaan selang antara 0.14 m sampai 0.52 m dengan Q terendah 0.07 m3/detik dan Q tertinggi 0.61 m3/detik (Tabel 2.3). Pada saluran outlet ini ketinggian muka air bisa mencapai 1.7 m pada saat musim hujan. Debit ini hanya diperoleh selama penelitian sehingga gambaran debit aliran yang terukur merupakan debit sesaat. Tabel 2.3 Gambaran hasil pengukuran debit saluran outlet utama.

Tanggal L (m) H (m) Luas (m2) Vm (m/dt) Q (m3/detik)

Keterangan: Vm: Panjang kecepatan rata-rata (m/detik), Q: Debit aliran (m3/detik) Peningkatan tinggi muka air yang diikuti dengan peningkatan debit aliran dan atau sebaliknya. Berdasarkan data di atas diperoleh grafik lengkung debit aliran outlet yang menjelaskan hubungan antara debit aliran yang dipengaruhi oleh tinggi muka air (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Grafik lengkung debit aliran outlet situ Kemuning y = 1.875x1.633

(27)

11 Data hasil pengukuran curah hujan yang terjadi di wilayah penelitian yang terukur di pos hujan Kecamatan Bojonggede, menunjukkan curah hujan tahunan yang terjadi selama dua tahun terakhir terjadi peningkatan dari 2775 mm pada tahun 2011 menjadi 3126 mm pada tahun 2012 atau curah hujan meningkat sebesar 351 mm, data selengkapnya disajikan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Kondisi data jumlah curah hujan tahun 2011 sampai bulan Maret 2013

Sumber: BMKG Darmaga Kabupaten Bogor, 2013

Berdasarkan 5 (lima) indikator kunci yang diteliti dan kriteria kualitas kondisi fisik lingkungan situ, maka hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan nilai akhir 220 yang artinya kondisi fisik situ Kemuning saat ini tergolong kategori Situ Terganggu. Gangguan situ teridentifikasi dari perubahan morfologi situ dan ditambah dengan kondisi pendangkalan (sedimentasi) perairan situ.

Pembahasan

Indikator utama yang teridentifikasi mempengaruhi perubahan kondisi fisik lingkungan situ

Penyusutan luas situ yang tergolong tinggi yaitu lebih dari 25% merupakan parameter indikator utama yang mempengaruhi kondi fisik lingkungan situ menjadi kategori terganggu. Perbubahan penyusutan luas situ juga mempengaruhi kondisi penilaian parameter yang lain, seperti perubahan daya tampung dari kapasitas ukuran besar menjadi sedang. Kedalaman air situ yang berubah secara rata-rata dari ukuran dalam menjadi ukuran sedang, selain dipengaruhi oleh perubahan morfologi situ yang cenderung menurun, perubahan kedalaman air juga terkait dengan kondisi yang terjadi saat ini yaitu pendangkalan sebagai proses sendimentasi yang terakumulasi. Kondisi daerah tangkapan air situ Kemuning merupakan daerah yang penggunaan lahannya berkembang untuk pemukiman, sebagai konsekuensi ikut berkontribusi terjadinya peningkatan proses pendangkalan perairan situ.

(28)

12

Perubahan kondisi lingkungan situ dari kategori baik menjadi terganggu, telah menimbukan dampak turunan negatif terhadap lingkungan. Dampak tersebut tidak hanya terjadi di area lokal situ tetapi meliputi area bagian hilir situ. Beberapa dampak yang telah terjadi pada lingkungan situ Kemuning sebagai situ terganggu adalah perubahan estetika lingkungan sekitar situ dan potensi peningkatan kejadian banjir luapan air situ yang juga mempunyai dampak turunan berupa kerugian materi. Dampak yang timbul akibat perubahan kondisi lingkungan situ mengindikasikan adanya penurunan fungsi dasar situ sebagai retarding basins.

Dampak perubahan kondisi fisik lingkungan situ Kemuning

Perubahan kondisi fisik lingkungan situ telah berkontribusi menjadi potensi banjir luapan air situ Kemuning dan meningkatnya waktu genangan yang terjadi selama tujuh tahun terakhir, yaitu pada tahun 2007 dan tahun 2013 (Tabel 2.5).

Tabel 2.5 Kasus banjir luapan air situ selama tujuh tahun terakhir

Kasus Waktu Durasi Tinggi air (cm)

Banjir luapan 1 /02/2007 15:00-17:30 (2 jam 30 menit) 10-25

Banjir luapan 2 13/02/2013 19:30-6:00 (12 jam 30 menit) 40-100 Sumber: Wawancara dan survei 2013.

Kejadian banjir berkaitan dengan kondisi fisik situ saat ini yang tergolong situ terganggu. Selain indikator gangguan morfologi situ dan pendangkalan, juga terdapat saluran outlet yang kurang berfungsi yang menghubungkan ke lokasi situ Tonjong. Banjir luapan air situ pada yang terjadi pada bulan Februari 2013 lebih besar kejadiannya dibandingkan pada tahun 2007. Faktor perubahan iklim, salah satunya adalah peningkatan curah hujan yang membentuk laju aliran. Data yang tersedia menunjukkan peningkatan curah hujan per tahun, terukur 2775 mm pada tahun 2011 meningkat menjadi 3126 mm pada tahun 2012. Indikasi peningkatan curah hujan bulanan Januari sampai Maret tahun 2013 terukur tinggi dibandingkan dengan curah hujan pada bulan yang lain. Curah hujan sebagai salah satu komponen pembentuk laju aliran permukaan mempengaruhi terjadinya proses sedimentasi dan erosi. Menurut Fakhrudin et al. (2007) dalam kajiannya bahwa laju aliran permukaan paling besar pengaruhnya terhadap proses terjadinya erosi dan sedimentasi, hal tersebut karena besarnya laju aliran permukaan akan menentukan beban material yang masuk ke dalam badan air. Curah hujan yang tinggi pada waktu dan kondisi tertentu, terkait dengan perubahan kondisi fisik situ Kemuning menyebabkan situ tidak mampu menampung limpasan air permukaan, sehingga air meluap dan menggenangi area di sekitar situ, seperti kejadian luapan air yang terjadi pada bulan Februari 2013 dengan durasi yang lebih lama kurang lebih 12 jam 30 menit sebagai gambaran debit aliran limpasan air permukaan yang tidak bisa dialirkan melalui outlet.

(29)

13 Waryono, (2005) juga menyebutkan bahwa konversi atau alih fungsi status lahan, akibat laju pertumbuhan penduduk yang cenderung memacu kebutuhan ruang dan lahan untuk kepentingan pemukiman merupakan salah satu faktor ancaman kelestarian situ yang umum terjadi di kawasan Jabodetabek. Penyebab perubahan kondisi lingkungan situ Kemuning tidak bisa dijelaskan oleh kondisi lokal saja, tetapi juga terkait dengan kondisi di daerah bagian hulunya, maka pengelolaan kawasan situ Kemuning harus terintegrasi dengan bagian hulunya. Terdapat kondisi seperti pencemaran air permukaan yang terjadi di sepanjang daerah aliran sungai masuk (inlet) ke perairan danau akibat ulah manusia yang menurut Kumurur (2009) diinterprestasikan sebagai eutrofikasi kultural yang dapat mempercepat terganggunya keseimbangan alami perairan.

Kepadatan penduduk di sekitar situ yang cenderung mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Berdasarkan analisis secara regresi-korelasi linier dengan significansi 10% diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar -0.84 (lampiran 1). Nilai r sebesar -0.84 artinya antara variabel kondisi fisik situ dengan variabel kepadatan penduduk mempunyai korelasi negatif tinggi. Koefisien diterminasi (R) sebesar 0.71 yang menginterprestasikan bahwa 71% keragaman nilai kondisi fisik situ dapat dijelaskan oleh nilai kepadatan penduduk melalui hubungan linier, dan 29% dijelaskan oleh faktor lain. Kepadatan penduduk secara kuantitas nyata memberi tekanan terhadap lingkungan situ, ditambah dengan prilaku negatif masyarakat menjadikan situ semakin terganggu atau rusak yang berdampak pada daya dukung lingkungan. Dalam hal ini Soemarwoto (2004) menjelaskan bahwa faktor biofisik yang mempengaruhi daya dukung lingkungan bukan hanya faktor alamiah, melainkan juga faktor buatan manusia.

Sebagai gambaran dari kerusakan situ, sebuah studi kasus tentang estimasi nilai kerugian ekonomi masyarakat akibat kerusakan situ di Jakarta Timur tahun 2011 mengungkapkan bahwa kerusakan situ menuntut masyarakat mengeluarkan biaya kesehatan apabila terjangkit penyakit dan biaya pencegahan terhadap banjir. Estimasi biaya kesehatan masyarakat sebesar Rp 123.857.945, per periode dan Rp 256.699.094, per tahun. Nilai ini menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi pada situ tersebut memberikan dampak yang cukup besar terhadap kesehatan masyarakat sekitarnya. Estimasi biaya pencegahan terhadap banjir yang dikeluarkan masyarakat secara agregat sebesar Rp 3.887.085.449, (Dewi, 2011).

(30)

14

Matrik kegiatan revitalisasi situ dibuat sebagai upaya normalisasi fungsi situ dalam rangka konservasi sumberdaya air, (Tabel 2.6).

Tabel 2.6 Matrik rekomendasi revitalisasi situ Kemuning

Parameter situ Bentuk kegiatan

Lingkungan air situ:

Sedimentasi dan Pendangkalan

 - Pengerukan material sedimentasi

 - Membuat check dam (empang): media pengendali sedimen

 - Normalisasi fungsi saluran outlet ke situ Tonjong

 - Melengkapi inlet dengan water treatment Penurunan

kualitas air situ

 - Pengendalian limbah domestik yang masuk ke perairan situ

 - Perbaikan DTA situ terintegrasi Tumbuhan

tutupan air

 - Pengembangbiakan spesies ikan pemakan gulma air seperti

 Ikan koan Ctenopharyngadon idella

 - Mekanis: pengangkatan gulma

Daerah sempadan situ:

Sempadan situ  - Re-estabilishing luasan situ awal

 - Pengendalian hunian melalui mekanisme perizinan.

 - Pengelolaan sempadan sesuai dengan manfaat dan potensi

 melalui mekanisme riset dan carrying capacity

 - Penetapan zoning melalui pemanfaatan ruang potensial dalam

 pendayagunaan situ.

 - Penurapan khusus pada area potensi erosi tebing, yang

 berfungsi untuk penyangga badan air

Upaya revitalisasi diharapkan dapat memaksimalkan kembali fungsi situ secara ekologis dan hidrologis serta sumber biodiversity. Secara sosial ekonomi dapat menunjang kebutuhan masyarakat, menyediakan jasa lingkungan berupa wisata tirta yang tertata dan terkelola, sekaligus menjadi infrastruktur pengendali banjir baik lokal maupun di wilayah Jabodetabek. Sebagai pengembangan Plan A, bila memungkinkan perlu direncanakan restorasi situ. Dalam kondisi ini, menurut DPSDA dan LPPM ITB (2004) banwa restorasi situ dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembalikan situ karena degradasi lingkungan ke kondisi asalnya.

Simpulan

(31)

15

3 MENGANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN WISATA

TIRTA SITU KEMUNING BERKELANJUTAN MELALUI

PEMANFAATAN RUANG POTENSIAL

Pendahuluan

Kawasan situ Kemuning mempunyai karakteristik perairan tergenang yang berada di lingkungan pemukiman berkembang. Situ Kemuning keberadaannya telah dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai suatu daerah tandon air. Seperti umumnya situ-situ lain yang ada di Jabodetabek, situ Kemuning yang berlokasi di Kabupaten Bogor merupakan situ yang memiliki daya tarik dan objek wisata bagi masyarakat sekitar kawasan. Objek wisata situ Kemuning secara administrasi berbatasan dengan Kota Bogor dan Kota Depok. Lokasi tersebut menentukan letak situ yang strategis untuk dikembangkan. Upaya pengembangan situ Kemuning sebagai daya tarik dan objek wisata menuntut kegiatan-kegiatan perlindungan dalam rangka konservasi sumberdaya air. Nilai daya tarik dan objek wisata situ Kemuning terlihat dari pengamatan awal secara visual menunjukkan bahwa kondisinya masih relatif alami,

Kegiatan wisata tirta situ Kemuning saat ini menawarkan atraksi berupa wahana pemancingan, tempat relaxing dan atraksi air. Kegiatan ini telah menarik minat masyarakat untuk memanfaatkan aktivitas tersebut. Terlihat adanya pengunjung yang datang yang setiap hari ke lokasi situ. Indikasi kunjungan juga terlihat meningkat pada waktu akhir pekan (weekend). Kegiatan wisata tirta situ telah berjalan sejak situ direhabilitasi pada tahun 2003, selama lima tahun terakhir wisata tirta situ Kemuning dikelola secara tunggal dan perkembangan kegiatan tersebut masih berlanjut sampai sekarang.

Permasalahan yang ada di objek situ Kemuning, secara umum hampir sama dengan permasalahan situ-situ yang ada di wilayah Jabodetabek, secara spesifik masalah situ Kemuning terkait dengan pengembangan wisata tirta adalah adanya gangguan situ berupa pendangkalan, belum adanya penataan dan pengelolaan ruang untuk optimalisasi pemanfaatan wisata dengan fungsi konservasi air, penyempitan semapadan situ, dan kurangnya peran serta masyarakat sekitar situ.

Dalam suatu perencanaan pengembangan dan pengelolaan situ, menurut DPSDA (2003) dalam Rahman (2010) harus diidentifikasi dan dipertimbangkan beberapa faktor-faktor antara lain: 1) Fungsi situ yang berupa sebagai sumber air baku, irigasi pertanian, pengendali banjir rekreasi, perikanan, 2) Kapasitas atau daya tampung situ, 3) Instansi yang menangani: pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota dan investor swasta, 4) Kondisi fisik situ (berupa kondisi: rusak, terganggu dan baik), 5) Kendala sosial, 6) Lokasi situ berada: sangat strategis, cukup strategis dan kurang strategis (dengan indikator: letak di daerah resapan air, prospek wisata, aksesbilitas) dan 7) Sumber air andalan situ.

(32)

16

dimanfaatkan sebagai irigasi, pengimbuh air pada cekungan air tanah, cadangan air bersih, perikanan, sarana rekreasi maupun wisata alam (Ilham, 2011). Terkait dengan wisata, dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalan jangka waktu sementara. Secara spesifik Pendit (1999) menjelaskan tentang wisata tirta adalah jenis wisata dengan kegiatan yang ditunjang oleh sarana prasarana di suatu badan air seperti di danau, pantai, laut.

Mencermati pentingnya fungsi situ, sudah seyogyanya pengelolaan situ perlu

dilakukan melalui mekanisme riset, agar rencana kelola menjamin kelestarian situ. Situ yang terdiri dari badan air dan garis sempadan (dalam Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung yang menetapkan situ dengan jarak sempadan ekosistem situ 50-100 m). Keterpaduan pengelolaan badan air dengan sempadan situ tidak bisa dipisahkan untuk mendapatkan daya guna dan hasil guna optimal dari fungsi situ.

Pendekatan wisata tirta digunakan untuk kajian penataan dan pengelolaan situ melalui pengaturan pemanfaatan ruang potensial, dan diharapkan pendekatan ini dapat menjadi terobosan dalam mengatasi permasalahan situ yang terjadi secara lokal di situ Kemuning dan secara kawasan di Jabodetabek. Menurut Ilham, (2011) salah satu hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pengelolaan situ, perlunya penetapan sistem zonasi dan sempadan situ agar pengembangan kegiatan tidak merusak fungsi utama situ.

Pengembangan kegiatan pariwisata secara keseluruhan akan bertumpu pada keunikan, kekhasan dan daya tarik sumberdaya wisata alam dan budaya (Suwarno, 2011), oleh karena itu agar kelangsungan kegiatan pariwisata dapat terjaga aktivitas dan manfaatnya bagi pembangunan daerah maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka kegiatan pariwisata harus dikelola dengan mengacu pada prinsip-prinsip pelestarian dan keberlanjutan (Timothy dan Boyd, 2003) dan termasuk didalamnya pemberdayaan masyarakat merupakan hal yang penting dalam perencanaan wisata, (Suwarno, 2011). Pengembangan wisata tirta situ Kemuning secara berkelanjutan menuntut adanya penataan dan pengelolaan sumberdaya alam, penetapan dayadukung untuk wisata, dan pengelolaan dampak timbul negatif. Menurut Soemarwoto (1983) daya dukung lingkungan dinyatakan dalam jumlah pengunjung persatuan luas per satuan waktu Daya dukung rekreasi. Basuni dan Soedargo dalam Ruhiyat, (2008) juga memberikan pengertian tentang daya dukung rekreasi sebagai sumber daya rekreasi untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi yang diinginkan.

Konsep yang perlu dikembangkan dalam penataan situ Kemuning merupakan kombinasi antara pemanfaatan ruang potensial dengan pengelolaan manfaat situ berupa wisata tirta. Strukturisasi pemanfaatan ruang merupakan penataan zonasi situ untuk mengatur interaksi antara lingkungan alami, binaan dan sosial. tujuan penelitian ini adalah menganalisis potensi pengembangan situ Kemuning berbasis wisata tirta melalui pemanfaatan ruang potensial.

(33)

17 Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di situ Kemuning yang di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojonggede. Kabupaten Bogor. Situ Kemuning merupakan salah satu destinasi wisata. Waktu penelitian mulai bulan Februari sampai Juni 2013.

Teknik Pengumpulan data

Penelitian merupakan studi kasus (case study), yaitu penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Nazir, 1999). Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dengan tokoh pemerintah desa, pengawas situ dan atau pengelola atraksi wisata, dan masyarakat yang mempunyai interaksi langsung dengan situ Kemuning. Teknik kuesioner dilakukan dengan responden dari satuan pelaksana pendidikan yang ada di sekitar lingkungan situ, dokumentasi dan observasi lapangan dilakukan untuk menilai kondisi objek yang disesuaikan dengan data hasil wawancara. Dokumen dari instansi terkait merupakan data sekunder. Bahan yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder, sedangkan alat yang digunakan adalah daftar pertanyaan, GPS, kamera, meteran, Microsoft office Excell 2007, Microsoft office Powerpoint 2007 dan ArcGIS 9. Responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling dengan jumlah 98 responden yang diperoleh dengan metode sampling yang dirumuskan oleh Slovin.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data kependudukan, interaksi dan aktivitas masyarakat dengan lingkungan situ, sarana prasarana, infrastruktur, transportasi, atraksi wisata, data peta terkait dengan penataan ruang, perangkat kebijakan, pendidikan dan pelatihan konservasi lingkungan, pendapat stakeholders. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data potensi pengembangan wisata tirta situ Kemuning melalui pemanfaatan ruang potensial, analisis dilakukan dengan: 1) menggunakan adaptasi bagian dari pedoman analisis daerah operasi dan daya tarik wisata alam yang dirumuskan oleh Direktorat Wisata Alam dan Jasa Lingkungan (2003) untuk menilai tingkat kelayakan, 2) Perhitungan indeks kesesuaian wisata dalam penelitian ini dilakukan penambahan beberapa parameter dari tabel kriteria yang digunakan oleh Emilia (2009), kesesuaian kawasan diperoleh dari tingkat persentase kesesuaian yang dinilai dari total nilai seluruh parameter. Indeks Kesesuaian Wisata dihitung dengan rumus:

IKW = ∑ [Ni / Nmaks] x 100% Keterangan:

IKW = Indeks kesesuaian wisata

Ni = Nilai parameter ke-i (bobot x skor)

(34)

18

3) Perhitungan daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata yang mencakup pengelolaan kawasan situ Kemuning dengan pemanfaatan sumberdaya yang memperhatikan kelestarian lingkungan. Daya Dukung Kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia, dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

DDK = K . Lp . Wt Lt . Wp Keterangan:

DDK = Daya dukung kawasan

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata per hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu,

(dalam Yulianda, 2007).

4) Analisis pemanfaatan ruang potensial berdasarkan buffer 50 m dari perairan situ di analisis dengan teknik overlay (Jaya, 2012), pengukuran luas situ dari sumber citra ikonos dengan proyeksi UTM WGS 1984, dan 5) Analisis data terkait persepsi masyarakat disajikan dalam bentuk tabulasi data.

Output tujuan penelitian dari analisis ini adalah peta arahan zonasi pemanfaatan ruang potensial untuk pengembangan wisata tirta situ, jumlah daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata tirta dan matrik penataan dan pengelolaan situ dalam rangka pengembangan wisata tirta.

(35)

19 Hasil

Kondisi umum wilayah penelitian

Secara umum lokasi penelitian berada di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojonggede (Gambar 3.1) dengan pusat pertumbuhan wilayah yang mudah dijangkau. Kondisi morfologi lahan berbentuk dataran berombak 90%, berombak berbukit 5%. Lahan berada di sepanjang daerah aliran sungai Ciliwung, kali Pesanggrahan dan sebagian kali Baru.

(36)

20

Kecamatan Bojonggede pemanfaatan lahannya sekitar 45.43% dari luas wilayah merupakan kompleks perumahan atau pemukiman, dengan rata-rata kepadatan penduduk dari tahun 2008 sampai 2012 sebesar 8416 jiwa/km2 dengan luas wilayah 26.70 km2. Penduduk Kecamatan Bojonggede merupakan penduduk terpadat ketiga dalam data statistik Kabupaten Bogor. Ada pun kepadatan penduduk Desa Cimanggis sebesar 3152 jiwa/ km2 dengan luas wilayah tercatat seluas 5.20 km2. Kepadatan penduduk di Kecamatan Bojonggede sangat bervariasi. Dari sembilan desa yang ada di kecamatan ini terdapat tiga desa dengan kepadatan penduduk tertinggi, yaitu Desa Bojonggede sebesar 16.716 jiwa/ km2, Desa Pabuaran sebesar 15.780 jiwa/ km2 dan Desa Rawa Panjang sebesar 11.440 jiwa/ km2. Karakteristik wilayah Kecamatan Bojonggede adalah sebagai berikut (Tabel 3.1)

Tabel 3.1 Karakteristik wilayah Kecamatan Bojonggede

No Karakteriktik lokasi Menejemen bioregional Peta tematik Jabodetabek LIPI 2006 1 Zona kerentanan tanah Kategori Sangat rendah

zona ini sangat jarang terjadi gerakan tanah, baik tanah lama maupun tanah baru. Kecuali pada daerah tidak luas disekitar tebing sungai. Kondisi daerahnya datar-landai, slope < 15%, tidak dibentuk oleh endapan gerakan tanah, timbunan, lempung.

2 Jenis Tanah Latosol merah

Latosol coklat 3 Prioritas penanganan

banjir berdasarkan lintasan sungai

Prioritas I

- DAS Ciliwung (58.138Ha)

- DAS Pesanggrahan dengan aliran air sedang 4 Curah hujan tahunan 2500-3000 mm/tahun

5 Jumlah hari hujan tahunan 140-160 HH/tahun dan 160-180 HH/tahun (lokal)

6 Geologi Endapan kipas aluvial: berupa tuf berlapis, tuf lapili, sebagian endapan rombakan batuan gunung api muda.

7 RTRW saat ini Peruntukan kawasasan Pemukiman padat tinggi (Pp1), Wisata alam, bagian penataan Kawasan Cibinong Raya (identifikasi) 8 Situasi aktivitas

pemanfaatan laha sekitar situ Kemuning saat ini

(37)

21

Daerah operasi dan daya tarik wisata

Keberadaan situ Kemuning sebagai infrastruktur sumberdaya air memiliki nilai potensi daerah operasi objek dan daya tarik wisata alam, (Tabel 3.2).

Tabel 3.2 Hasil penelitian kondisi daerah operasi dan objek daya tarik wisata alam No Kondisi daerah operasi berdasarkan unsur Nilai* Keterangan

1 Daya tarik objek 80.56 Sedang

2 Aksesbilitas/kadar hubungan 94.44 Baik

3 Kondisi sekitar lingkungan objek 86.67 Baik

4 Sarana dan prasarana 91.67 Baik

5 Kondisi air bersih 83.33 Baik

6 Keamanan lingkungan 83.33 Baik

*) Kriteria penilaian, Baik : > 83, Sedang : 51 –83 dan Kurang : ≤ 50.

Daerah operasi dan objek daya tarik wisata alam berdasarkan penilaian enam unsur diatas dinterprestasikan kondisinya mendukung untuk pengembangan kegiatan wisata tirta situ dalam rangka mendapatkan daya guna dan hasil guna optimal dengan tetap menjamin kelestarian objek alam. Terdapat unsur daya tarik objek dengan nilai kriteria sedang (80.56). Nilai kondisi daya tarik tersebut terkait dengan kondisi situ yang saat ini terganggu adanya pendangkalan perairan dan perubahan morfologi situ. Temuan ini didasarkan pada hasil indentifikasi kondisi fisik lingkungan situ Kemuning.

Indek kesesuaian wisata yang dikembangkan saat ini

Hasil penelitian kesesuaian wisata yang dikembangkan saat ini, menunjukkan hanya kegiatan wahana pemancingan yang sesuai dengan kriteria indeks kesesuaian wisata (85.71). Ada pun kegiatan untuk relaxing, jogging dan atraksi air menunjukkan kategori sesuai bersyarat, (Tabel 3.3).

Tabel 3.3 Hasil analisis indeks kesesuaian wisata yang dikembangkan saat ini

Jenis Kegiatan IKW* Keterangan

Wahana pemancingan 85.71 Sesuai

Relaxing, jogging 76.47 Sesuai bersyarat

Atraksi air 75.56 Sesuai bersyarat

(38)

22

Tabel 3.4 Komposisi kendaraan yang melalui jalan raya Bojonggede-Tajurhalang. Kendaraan

Kendaraan roda 2 (Sepeda

motor)

Kendaraan roda 4 (Angkot-Taxi-Mobil Box-(Angkot-Taxi-Mobil

Pribadi-Pick Up)

Kendaraan roda 6

(Truk) Total Waktu

Unit Unit Unit

Jalan Bojonggede - Tajurhalang Pagi (6:30 - 8:30)

Arah ke Bojonggede 759 284 27 1070

Arah ke Tajurhalang 1279 282 21 1582

Jumlah I 2652

Siang (11:00 - 13:00)

Arah ke Bojonggede 1028 323 64 1415

Arah ke Tajurhalang 1089 312 42 1443

Jumlah II 2858

Sore (16:00 - 18:00)

Arah ke Bojonggede 723 251 39 1013

Arah ke Tajurhalang 976 274 31 1281

Jumlah III 2294

Total (I + II + III) 5854 1726 224 7804

Sumber: Preliminary survey, 2013.

Posisi situ Kemuning sebagai titik sentral menunjukkan posisi sangat strategis dalam area buffer 20 km (Gambar 3.2) dengan memasukkan distribusi semua situ di Kota Bogor dan Kota Depok, teridentifikasi 59 situ berada wilayah Bogor dan 21 situ di Kota Depok, hal ini berimplikasi menjadi strategi dan peluang kerja sama pengelolaan situ terpadu bagi ketiga pemerintah daerah tersebut dalam rangka menyediakan area resapan air dan RTH kota melalui pendekatan wisata tirta dengan mengacu konsep ekowisata.

(39)

23 Pemanfaatan situ Kemuning saat ini sebagai tempat wisata, situasi dan kondisinya saat ini (Gambar 3.3) memerlukan upaya penataan yang memadukan dengan fungsi konservasi sumberdaya air. Walau pun keberadaannya terganggu, kondisi sebagian bagian objek alam situ Kemuning saat ini yang masih mempunyai daya tarik wisata tersendiri bagi masyarakat di sekitar (Gambar 3.4).

Gambar 3.3 Situasi dan kondisi pemanfaatan situ saat ini

(40)

24

Rekayasa dan modifikasi lingkungan diperlukan untuk penataan dan pengelolaan situ Kemuning berbasis wisata melalui pengaturan pemanfaatan ruang potensial. Rekayasa dan modifikasi lingkungan ini dilakukan dengan tujuan untuk memadukan fungsi konservasi sumberdaya air dengan rekreasi.

Analisis pemanfaatan ruang potensial

Analisis pemanfaatan ruang potensial merupakan bagian dari rekayasa dan modifikasi lingkungan untuk penataan dan pengelolaan situ Kemuning. Terkait dengan komposisi luas pemanfaatan ruang lahan sempadan (buffer 50 m) dan perairan situ Kemuning, konsep ruang dibangun berdasarkan referensi, studi komparasi (best practice management) dan observasi karateristik biofisik lingkungan situ (Gambar 3.5). Arahan susunan penetapan peruntukan pemanfaatan ruang perairan dan sempadan situ (buffer zone) didefinisihkan dengan mengintegrasikan fungsi dan manfaatnya perairan situ ke dalam satu kesatuan interaksi antara kegiatan preservasi dan konservasi sumberdaya air sebagai kegiatan inti dan kegiatan rekreasi sebagai kegiatan pendukung yang tertata dan terkelola.

Sumber: Analisis 2013.

Gambar 3.5 Konsep pengembangan situ berbasis wisata alam (wisata tirta) melalui pemanfaatan ruang potensial

(41)

25 Berdasarkan analisis konsep ruang di atas, maka penataaan pemanfaatan ruang untuk situ Kemuning diperoleh hasil rancangan zonasi untuk penataan dan pengelolaan sebagai perencanaan optimalisasi pemanfaatan ruang potensial, (Gambar 3.6).

Gambar 3.6 Rancangan arahan zonasi situ Kemuning melalui pemanfaatan ruang potensial

Luas situ Kemuning berdasarkan komposisinya diperoleh luas perairan situ saat ini terukur 6.50 ha. Luas tersebut diperoleh dari pengukuran data citra ikonos yang terukur seluas 5.83 ha ditambah dengan pecahan luas perairan situ seluas 0.65 ha. Dalam penelitian ini untuk menghitung daya dukung kawasan pemanfaatan wisata tirta menggunakan luas perairan 5.83 ha dengan luas sempadan situ buffer 50 m seluas 9.51 ha sehingga diperoleh jumlah luas situ ideal secara keseluruhan adalah 15.34 ha, (Tabel 3.5).

Tabel 3.5 Luas situ Kemuning dengan buffer 50 m berdasarkan komposisi ruang Komposisi ruang Luas

(Ha)

Persentase (%)

Keterangan A. Luas Perairan

B. Luas sempadan - Lapisan 1-2 - Lapisan 3 - Lapisan 4 - Lapisan 4-5 Jumlah B

5.38 0.53 0.18 2.00 6.80 9.51

38.01

61.99

Badan air situ

(42)

26

Berdasarkan Tabel 3.5 setelah dianalisis dengan penelusuran lokasi diperoleh 34.35% atau 5.27 ha merupakan luas unit pemanfaatan ruang potensial untuk kegiatan pengembangan wisata tirta. Kebutuhan ruang terbagi menjadi ruang terbuka hijau dan ruang servis wisata.

Penjabaran rancangan perencanaan (Plan B) dari konsep pengembangan situ melalui pemanfaatan ruang potensial yang berlaku untuk situ Kemuning diperoleh rancangan skema pengembangan seperti terlihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Skema pengembangan wisata tirta situ Kemuning melalui pemanfaatan ruang potensial

Perhitungan daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata tirta

Bentuk rancangan penataan situ Kemuning berdasarkan hasil perhitungan daya dukung kawasan untuk pengembangan kegiatan wisata tirta (Tabel 3.6) diperoleh daya dukung kawasan yang tinggi untuk jenis kegiatan relaxing, jogging yaitu sebesar 1698 orang/hari secara terdistribusi, wahana pemancingan 202 orang/hari dan atraksi air 142 orang/hari. Perhitungan daya dukung digunakan untuk membatasi kunjungan maksimal dan upaya pengelolaan dampak timbul dari kegiatan yang dikembangkan yang bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan kualitas lingkungan situ sehingga pengelolaan dan pemanfaatan dapat berkelanjutan.

Tabel 3.6 Perhitungan daya dukung kawasan untuk pengembangan wisata tirta Jenis Kegiatan K L (m2) Lt

(m)

Wp (jam)

Wt

(jam) (orang/hr) DDK

Wahana pemancingan 1 909 9 4 8 202

Relaxing, joging 1 5094 9 2 6 1698

(43)

27 Interaksi masyarakat dan persepsi tentang fungsi dan manfaat situ

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk interaksi masyarakat secara langsung terhadap keberadaan situ adalah penggunaan situ sebagai tempat rekreasi dan memanfaatkan sebagian sempadan untuk usaha berdagang, termasuk kegiatan memancing oleh warga masyarakat sekitar. Bentuk interaksi lain masyarakat adalah penggunaan aliran air situ sebagai irigasi untuk usaha budidaya perikanan (hilir). Data dari Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor (2012) mencatat situ Kemuning merupakan daerah irigasi/DI mengairi lahan sekitar 29 ha. Bentuk interaksi masyarakat tersebut berlangsung setelah rehabilitasi situ Kemuning yang dilakukan pada tahun 2003/2004. Awal pemanfaatan untuk usaha keramba ikan, selanjutnya lebih banyak dimanfaatkan untuk kegiatan rekreasi sampai saat ini, (Tabel 3.7).

Tabel 3.7 Data interaksi dan persepsi masyarakat tentang fungsi dan manfaat situ. Bentuk interaksi

masyarakat

Persepsi masyarakat tentang

fungsi dan manfat situ Responden (%)

 Penggunaan

 Sebagai sumber air, daerah resapan, daerah tangkapan/

 Sebagai pengairan atau sarana

irigasi 25 25.51

(44)

28

Data berikutnya menunjukkan kurang dari sama dengan 25% dari total responden memberikan kecenderungan jawaban antara lain bahwa situ berfungsi dan bermanfaat sebagai pengairan atau sarana irigasi, sebagai daerah pencegah dan pengendali banjir, sumber pendapatan masyarakat, dan tempat budidaya ikan.

Interprestasi data persepsi masyarakat tersebut,mengindikasikan bahwa kecenderungan masyarakat lebih banyak mengenali situ dari manfaatnya sebagai sarana wisata atau rekreasi keluarga dari pada fungsi vitalnya sebagai sumber air, daerah resapan/tampungan/tandon air. Kecenderungan data persepsi masyarakat tersebut tidak lepas dari kondisi pemanfaatan situ sendiri yang sejak direhabilitasi dimanfaatkan oleh masyarakat untuk aktivitas rekreasi.

Persepsi masyarakat tersebut didukung oleh data respon sikap masyarakat terhadap pengembangan pengelolaan situ sebagai wahana tirta yang menunjukkan arah data positif (Tabel 3.8). Terdapat 88.87% responden memberikan repon sikap setuju, dan 6.12% reponden yang menyatakan respon sikap kurang setuju.

Tabel 3.8 Sikap masyarakat terhadap pengembangan wisata tirta situ Kemuning. Sikap masyarakat terhadap pengembangan

fungsi situ sebagai wahana wisata tirta Responden

Persentase (%)

Setuju 87 88.78

Ragu-ragu 5 5.10

Kurang setuju 6 6.12

Jumlah 98 100

Terkait dengan data kunjungan wisata ke situ Kemuning, pola peningkatan kunjungan terjadi ketika hari sabtu dan minggu dan terlihat pola kunjungan juga meningkat pada saat kalender hari libur. Kunjungan pada senin-jumat terlihat pola kunjungan wisata relatif stabil di angka kunjungan kurang dari 400 pengunjung setiap harinya. Data kunjungan tersebut hanya dihitung selama penelitian dalam jangka waktu 21 hari terhitung mulai tanggal 11 sampai 31 Maret 2013 (Gambar 3.8), artinya data ini hanya mencerminkan data gambaran sekilas pola kunjungan wisata yang ada saat ini. Ada pun data kunjungan sebelumnya tidak tersedia, karena kegiatan wisata situ Kemuning belum terkelola dengan baik.

Sumber: survei dan pengelola atraksi, 2013.

Gambar 3.8 Grafik pola kunjungan wisata di situ Kemuning 0

500 1000

Kondisi jumlah pengunjung selama 11 - 31 maret 2013

(45)

29 Pembahasan

Daerah operasi dan objek daya tarik wisata

Kondisi daerah operasi objek dan daya tarik wisata alam situ Kemuning tergolong baik secara operasioanal, artinya kondisi daerah operasi mendukung dan layak untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata alam kategori minat khusus wisata tirta. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan penggunaan metoda adaptasi pedoman analisis daerah operasi objek dan daya tarik wisata alam yang dirumuskan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam - Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2003). Dalam kriteria penilaian dan pengembangan daya tarik dan objek wisata alam berbentuk perairan khususnya objek yang berbentuk danau, analisis ini menempatkan situ mempunyai kemiripan dengan ekosistem perairan danau. Kelayakan daerah operasi dijelaskan oleh nilai unsur kadar hubungan, kondisi sekitar lingkungan objek, sarana dan prasarana, kondisi air bersih dan faktor keamanan lingkungan.

Posisi situ Kemuning sebagai daerah tujuan wisata didukung dengan jaringan transportasi yang telah berkembang dan mudah ditempuh. Hal ini telah memberikan nilai pada peningkatan daya tarik daerah. Menurut Warpani dan Warpani (2007) bahwa daerah tujuan wisata hanya memiliki makna pengembangan apabila mudah dikunjungi, artinya memiliki tingkat aksesbilitas tinggi. Penyelarasan dengan rencana tata ruang diperlukan untuk mengatur hubungan dengan daerah-daerah lain. Situ Kemuning dijadikan titik patokan perencanaan perjalanan wisata yang berhubungan dengan sebaran situ dengan jarak 20 km. Pertimbangan jarak perjalanan tersebut menjadikan sebaran situ yang berada di Kota Bogor dan Kota Depok menjadi peluang untuk pengembangan kawasan situ hijau terpadu dengan wisata tirta situ melalui pengaturan pemanfaatan ruang potensial. Pengelolaan potensi wisata situ dimaksudkan untuk menyediakan dan memanfaatkan ruang terbuka hijau yang notabene keberadaan situ banyak ditemukan dalam kawasan perkotaan dan pemukiman penduduk berkembang. Hal ini menjelaskan daerah operasi. Warpani dan Warpani (2007) juga menjelaskan bahwa jumlah penduduk menunjuk pada potensi dan pasar wisatawan. Kecamatan Bojonggede yang di dalamnya terdapat situ Kemuning mempunyai kepadatan penduduk 8416 jiwa/km2 (terpadat ke tiga di Kabupaten Bogor).

(46)

30

Kondisi lingkungan sekitar objek situ Kemuning merupakan kawasan peruntukan wisata alam dari rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bogor, kesesuaian ini juga didukung oleh persepsi dan sikap masyarakat sekitar. Mata pencaharian masyarakatnya secara umum banyak yang berkerja di sektor jasa, perdagangan dan pertanian, mayoritas penduduk merupakan urbanisasi dan pendatang. DJPHKA-DWAPJL (2003) menjelaskan agar pembangunan dan pengembangan objek dan daya tarik wisata alam dapat berjalan efektif dan efesien, maka perlu memperhatikan rencana umum tata ruang wilayah dan hasil pelaksanaan ADO-ODTWA serta ketentuan yang berlaku, hal tersebut dimaksudkan agar ODTWA dapat memberikan manfaat optimal bagi masyarakat dan kawasan pengembangan tetap terjaga kelestariannya.

Konsep pengembangan wisata tirta melalui pemanfaatan ruang Potensial Berdasarkan Gambar 3.5, Konsep pengembangan pengelolaan situ Kemuning berbasis wisata tirta dimaksudkan untuk mengelola sumberdaya air situ melalui upaya konservasi dengan pengaturan kegiatan-kegiatan perlindungan yang dimanfaatkan untuk rekreasi dan penentuan kriteria penentuan daya dukung. Skema tata dan kelola situ dibuat untuk menjelaskan fungsi dan manfaat ruang (Gambar 3.9).

Gambar 3.9 Skema konsep penataan dan pengelolaan situ melalui pemanfaatan ruang potensial

(47)

31 Kebutuhan ruang dalam pengembangan penataan situ Kemuning terbagi dua yaitu kebutuhan ruang terbuka hijau dan ruang servis. Kebutuhan ruang tersebut secara langsung akan dibatasi dan diatur pemanfaatannya oleh struktur lapisan (ring) yang berada pada sempadan situ (buffer 50 m). Penjelasan konsep pengembangan penataan situ (Gambar 3.5 dan atau Gambar 3.9), sebagai berikut:

Lapisan (ring) 1 dan 2 merupakan lingkungan binaan alami yang menyatu dengan lebar 3 meter dari permukaan air pasang tertinggi. Lapisan 1 yang merupakan bagian daerah tepiaan atau ekoton (daerah peralihan antara perairan situ dengan daratan) yang langsung berinteraksi dengan periran, lapisan ini berfungsi untuk mengatur dan membatasi tingginya aktivitas langsung masyarakat yang memanfaatkan daerah ini. Dan lapisan 2 merupakan lapisan pelindung sekaligus pembatas (green belt) yang melindungi daerah lingkungan binaan alami dari prilaku masyarakat yang kurang terkontrol, bentuknya adalah vegetasi yang mampu beradaptasi dengan lahan basah. Sebagian ring ini dapat dimanfaatkan dengan aktivitas rendah atau berdampak kecil, seperti menyediakan sebagian area yang sesuai untuk pemancingan. Lapisan ini difungsikan untuk memperkuat daerah rivarian. Menurut Hariyani et al. (2007) pengelolaan daerah rivarian secara fisik menstabilkan wilayah dan struktur tepian sedangkan secara kimiawi akan menjadi dinding menahan sejumlah besar nutiren dari daratan, sebagai keanekaragaman hayati memberikan naungan dan tutupan yang cukup dan sebagai pelindung biota air dan biota lainnya dan juga sebagai sumber pakan bagi ikan.

Lapisan (ring) 3 merupakan jalan sempadan situ dengan lebar 1 meter, dibuat dengan teknis ramah lingkungan, jalan yang masih semi permanen tanpa mengganggu proses infiltrasi air hujan, berfungsi untuk mengendalikan aktivitas masyarakat (pengunjung) melalui penyediaan fasilitas ruang yang dimanfaatkan khusus untuk aktivitas jogging dan menikmati daya tarik dan objek alam situ.

Lapisan (ring) 4 merupakan daerah campuran rumput, semak belukar, pohon dan vegetasi baik tinggi maupun rendah yang berupa lapisan forest tree didalamnya terdapat forest landscape dengan lebar 11 meter dari jalan sempadan situ (ring 3), dibuat dengan tujuan untuk menyediakan keteduhan dan pemandangan bagi pengunjung yang ingin menikmati suasana bersantai atau relaxing yang dikondisikan berdasarkan area pemanfaatan ruang yang potensial. Daerah ini masih berfungsi dalam penataan rivarian. Dalam hal ini, DPSDA dan LPPM ITB (2004) menjelaskan untuk semua situ lebar minimum 15 m (horizontal) dari sempadan situ yang diukur dari batas air tertinggi, harus tetap dikondisikan alami. Pembolehan penjarangan vegetasi untuk menyediakan akses pemandangan dari badan air atau meyediakan akses lebar 3 m ke air yang tidak dalam bentuk garis lurus. Selanjutnya fungsi alaminya sebagai mengatur unsur hara dan menyaring sedimen yang dapat meningkatkan dan memelihara kualitas air, fungsi lain sebagai daerah pelindung untuk menstabilkan tebing dan menyediakan pengendalian banjir dengan memperlambat kecepatan air.

Gambar

Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian di situ Kemuning Kabupaten Bogor
Tabel 2.1 Kriteria nilai kualitas kondisi fisik situ
Tabel 2.2 Hasil identifikasi penilaian kondisi fisik lingkungan situ Kemuning.
Gambar 2.4 Peta distribusi situ buffer 20 km situ Kemuning sebagai titik sentral
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Tipe A, Water-Reducing Admixtures. Bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi penggunaan air pengaduk untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Dengan

The shoot Hg: root Hg ratios of the six tested plant species were in the order of Paspalum conjugatum &gt; Lindernia crustacea &gt; Cyperus kyllingia &gt; Digitaria radicosa

Berdasarkan pelaksanaan, hasil serta pembahasan penelitian tindakan kelas yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa penerapan metode diskusi

Begitu juga dengan asal usul perjalanan silat yang ada di Suku Makassar tidak banyak diketahui, dalam dunia akademik menarik untuk di kaji, sehingga tulisan ini bertujuan

Floyd-Warshall merupakan salah satu algoritma yang dapat digunakan sebagai metode pencarian path terpendek yang diterapkan pada aplikasi permainan Help Your Mom.. Algoritma

penghasilan tertentu Belum pernah memiliki rumah. Belum pernah mendapat subsidi / bantuan perumahan dari Pemerintah. 2-5 juta , tergantung penghasilan). Memiliki lahan

Judul skripsi : Penggunaan Media Benda Manipulatif Untuk Meningkatkan Hasil belajar Matematika Materi Penjumlahan Bilangan Pecahan (PTK Pada Siswa Kelas IV SD

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah untuk mengetahui apakah anggaran yang disusun oleh Fakultas Ekonomi USU telah berfungsi sebagai