• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberdaan Fosfat Pascaaerasi Hipolimnion pada Lokasi Keramba Jaring Apung di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keberdaan Fosfat Pascaaerasi Hipolimnion pada Lokasi Keramba Jaring Apung di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERADAAN FOSFAT PASCAAERASI HIPOLIMNION

PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI DANAU

LIDO, BOGOR, JAWA BARAT

EKIE SAKHRONI FIRDAUSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keberadaan Fosfat Pascaaerasi Hipolimnion pada Lokasi Keramba Jaring Apung di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

EKIE S FIRDAUSI. Keberadaan Fosfat Pascaaerasi Hipolimnion pada Lokasi Keramba Jaring Apung di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh ENAN M ADIWILAGA dan NIKEN T M PRATIWI.

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari keberadaan fosfat pascaaerasi hipolimnion dengan lokasi penelitian di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari bulan Mei hingga Juli 2011 dengan pengambilan sampel dilakukan pada 5 titik yang ditentukan secara purposive sampling berdasarkan arus yang keluar dari outlet alat aerasi, yaitu 0 m; 1,5 m; 3 m; 4,5 m; dan 8 m. Ortofosfat merupakan salah satu bentuk fosfat anorganik terlarut yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh alga dan tumbuhan diperairan. Keberadaan ortofosfat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut di perairan. Ortofosfat banyak ditemukan di lapisan hipolimnion, hal ini terjadi karena dalam kondisi oksigen yang mencukupi ortofosfat dapat berikatan dan berpresipitasi dengan ion Fe, Ca, atau Al kemudian turun menuju sedimen dasar perairan. Sebaliknya dalam kondisi oksigen yang sangat kecil ikatan antara ortofosfat dengan ion Fe, Ca, atau Al tersebut akan lepas. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati keberadaan fosfat pascaaerasi hipolimnion. Aerasi hipolimnion yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan ion-ion tersebut untuk berikatan dan berpresipitasi dengan ortofosfat.

Penelitian ini menunjukkan bahwa aerasi yang dilakukan selama 10 jam mampu menurunkan konsentrasi ortofosfat di lapisan hipolimnion Danau Lido sebesar 21,05-97,56%. Penurunan terbesar terjadi pada jarak aerasi 3 m dari titik outlet aerasi (97.56%). Setelah aerasi dihentikan, penurunan konsentrasi ortofosfat masih bisa dipertahankan hingga selama 5 jam. Konsentrasi ortofosfat mengalami peningkatan setelah 10 jam aerasi dihentikan.

Kata kunci: aerasi hipolimnion, fosfat, penurunan konsentrasi

ABSTRACT

EKIE S FIRDAUSI. Presence of Phosphate after Hypolimnetic Aeration on Pond Fish Culture in Lido Lake, Bogor, West Java. Guidanced by ENAN M ADIWILAGA and NIKEN TUNJUNG MURTI PRATIWI.

(6)

the presence of phosphate after hypolimnetic aeration. This aeration is expected to increase the ability of ions to make a bond and do precipitation with orthophosphate.

The research showed that aeration which is done for 10 hours can decrease the orthophosphate concentration in hypolimnetic layer of Lido Lake for 21,05-97,56%. The most slope is occurred in 3 m distance from the outlet of aeration (97.56%). After the aeration, the decrease of orthophosphate concentration still can be maintained for 5 hours. The concentration of orthophosphate begin to increase after 10 hours from the end of aeration.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

KEBERADAAN FOSFAT PASCAAERASI HIPOLIMNION

PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI DANAU

LIDO, BOGOR, JAWA BARAT

EKIE SAKHRONI FIRDAUSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Keberdaan Fosfat Pascaaerasi Hipolimnion pada Lokasi Keramba Jaring Apung di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat

Nama : Ekie Sakhroni Firdausi

NIM : C24070073

Disetujui oleh

Dr Ir Enan M Adiwilaga Pembimbing I

Dr Ir Niken TM Pratiwi, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Majariana Krisanti, SPi MSi Plh. Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 ini ialah kualitas air, dengan judul Penentuan Keberadaan Fosfat Pascaaerasi Hipolimnion pada Lokasi Keramba Jaring Apung di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat.

Terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr Ir Enan Mulyana Adiwilaga dan Dr Ir Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingannya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing dan memberikan ilmu selama perkuliahan. Terima kasih juga diucapkan kepada kedua orang tua tercinta (Ayahanda Eddy Supraitno dan Ibunda Sakiroh) dan adik (Inge Rakhma Kanina) yang selalu mendukung dan mendoakan serta teman-teman MSP 44 yang sudah memberi dukungan dan membantu baik dari penelitian di lapang hingga analisis di laboratorium yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

METODE PENELITIAN ... 3

Waktu dan Tempat ... 3

Alat dan Bahan ... 3

Prosedur Analisis ... 3

Analisis Data ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

Kondisi Awal Hipolimnion pada Lokasi Penelitian (Pra Aerasi) ... 6

Kondisi Hipolimnion saat Aerasi Dilakukan ... 7

Kondisi Hipolimnion Setelah Aerasi Dihentikan ... 9

Pembahasan ... 11

KESIMPULAN ... 12 DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Skema pendekatan permasalahan ... 2

2. Skema pemasangan alat aerasi dan titik pengambilan contoh ... 4

3. Skema waktu pengamatan ... 4

DAFTAR LAMPIRAN

1. Keberadaan ortofosfat di perairan danau modifikasi dari Goldman & Horne (1983), Golterman & Kouwe in Le Cren & McConnell (1980) ... 16

2. Peta dan Kondisi Lokasi Penelitian ... ... 17

3. Penentuan titik kedalaman hipolimnion pada penelitian pendahuluan .... 18

4. Spesifikasi Alat Aerasi ... ... 20

5. Prosedur pengukuran dan parameter kualitas air yang diamati ... ... 22

6. Baku mutu kualitas air dan kadar alamiah parameter yang diambil ... 22

7. Rumus perhitungan persentasi perubahan konsentrasi ... ... 23

8. Model dugaan regresi dalam analisis hubungan ... ... 24

9. Rancanganan Acak Kelompok dalam Analisis Komparatif ... ... 25

10. Uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) ... ... 27

11. Kondisi kualitas air lapisan hipolimnion lokasi penelitian pra aerasi ... ... 27

12. Perubahan konsentrasi parameter utama yang diamati selama penelitian ... ... 28

13. Perubahan konsentrasi parameter pendukung yang diamati selama penelitian ... ... 29

14. Grafik persentase perubahan konsentrasi ortofosfat pascaaerasi hipolimnion di titik pengamatan 0 m; 1,5 m; dan 3 m ... 30

15. Grafik persentase perubahan konsentrasi fosfat total pascaaerasi hipolimnion di titik pengamatan 0 m; 1,5 m; dan 3 m ... ... 31

16. Grafik persentase perubahan konsentrasi oksigen terlarut dan COD pascaaerasi hipolimnion di titik pengamatan 0 m; 1,5 m; dan 3 m ... ... 32

17. Hubungan antara konsentrasi oksigen dan waktu pengamatan aerasi di titik pengamatan 0 m; 1,5 m; dan 3 m ... ... 33

18. Hubungan antara konsentrasi ortofosfat dan oksigen terlarut di titik pengamatan 0 m; 1,5 m; dan 3 m ... ... 34

19. Hubungan antara konsentrasi fosfat total dan COD di titik pengamatan 0 m; 1,5 m; 3 m ... ... 35

20. Analisis data dengan menggunakan RAK (Ortofosfat) ... ... 36

21. Analisis data dengan menggunakan RAK (Fosfat Total) ... ... 37

22. Analisis data dengan menggunakan RAK (Oksigen Terlarut) ... ... 38

23. Analisis data dengan menggunakan RAK (COD) ... ... 39

24. Pendugaan lama waktu aerasi optimal yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi ortofosfat (Titik Pengamatan 0 m) ... ... 40

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Danau Lido merupakan danau yang terletak di Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Salah satu kegiatan utama yang dilakukan di Danau Lido adalah kegiatan perikanan budidaya dengan menggunakan teknologi keramba jaring apung (KJA). Kegiatan tersebut menghasilkan buangan bahan organik berupa sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan. Sebagian besar komposisi pakan tersebut adalah berupa fosfor (Boyd, 1982). Fosfor merupakan salah satu nutrien yang penting di perairan. Fosfor berperan langsung terhadap produksi primer dan menjadi komponen dasar dalam rantai makanan. hal tersebut menyebabkan fosfor menjadi faktor pembatas dan dengan demikian dapat menentukan kelimpahan fitoplankton (Kato & Carpenter 2005), (Garrel et al. 1977) dan (Sondergaard et al. 2007).

Ortofosfat merupakan fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh plankton dan tumbuhan air. Sumber ortofosfat berasal dari hasil dekomposisi, dan pelepasan deposit fosfat partikulat yang terperangkap sedimen di dasar perairan (Sondergaard et al. 2001) dan (Sly & Hart 1989). Ortofosfat sedikit sekali ditemukan di lapisan epilimnion. Hal ini terjadi karena dalam kondisi oksik ortofosfat dapat berikatan dengan ion Fe : Fe: + ↔ , Ca:

Ca + ↔ , atau Al: Al + ↔

kemudian mengendap dan tersimpan di sedimen dasar perairan. Sebaliknya dalam kondisi anoksik seperti yang terjadi di lapisan hipolimnion dan sedimen, ikatan antara ortofosfat dengan ion Fe, Ca, atau Al tersebut akan lepas. Hal ini menyebabkan ortofosfat dapat kembali ke lapisan epilimnion (Golterman & Kouwe in Le Cren & McConnell 1980), (Goldman & Horne 1983), dan (Loska et al. 2000). Ilustrasi keberadaan ortofosfat di perairan danau dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kondisi anoksik yang terjadi di lapisan hipolimnion tidak lepas dari minimnya masukan oksigen pada lapisan ini. Rendahnya konsentrasi oksigen tersebut dikarenakan tidak ada cahaya yang masuk sehingga fotosinstesis tidak dapat terjadi. Oksigen bagi lapisan hipolimnion hanya berasal dari transfer oksigen lapisan epilimnion yang menghasilkan oksigen melalui fotosintesis karena masih terkena cahaya matahari (Chech 2005).

(14)

Rumusan Masalah

Kegiatan perikanan budidaya keramba jaring apung (KJA) memberikan buangan berupa sisa pakan yang tidak termakan dan sisa hasil metabolisme ikan ke badan air. Buangan tersebut banyak mengandung fosfat organik partikulat yang nantinya akan terdegradasi menjadi dalam bentuk organik terlarut (polifosfat) dan anorganik terlarut (ortofosfat) (Boyd, 1982). Oleh karena itu, semakin banyak keramba jaring apung yang beroperasi, akan semakin banyak masukan ortofosfat ke perairan. Tingginya konsentrasi ortofosfat terjadi karena munculnya kondisi defisit oksigen di lapisan hipolimnion. Aerasi hipolimnion dilakukan dengan tujuan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut di lapisan hipolimnion. Peningkatan konsentrasi oksigen tersebut diharapkan mampu meningkatkan kemampuan ion-ion Fe, Ca, atau Al untuk berikatan dan mengendap bersama ortofosfat. Berikut skema pendekatan permasalahan:

Gambar 1. Skema pendekatan permasalahan

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan konsentrasi fosfat pascaaerasi hipolimnion di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat.

Manfaat

(15)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Mei 2011 dan penelitian utama dilaksanakan pada bulan Juli 2011 di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan informasi kedalaman hipolimnion yang akan dijadikan titik pengamatan dalam penelitian utama. Penelitian diutamakan di daerah yang terdapat kegiatan perikanan budidaya keramba jaring apung (KJA), yaitu pada bagian barat Danau Lido 6º44”58”

-6º44”58” LS dan 106º48’26”-106º48’50” BT (Lampiran 2).

Penelitian ini meliputi kegiatan pengambilan contoh air dan analisis contoh air. Analisis contoh air dilaksanakan di laboratorium Fisika Kimia Perairan, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang dilakukan terdiri dari pengukuran beberapa parameter parameter kualitas fisika-kimia perairan seperti ortofosfat, fosfat total, oksigen terlarut (DO), chemical oxygen demand (COD), suhu dan pH.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ini dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok. Alat dan bahan tersebut meliputi alat dan bahan untuk sampling, alat dan bahan untuk analisis parameter kualitas air, dan alat untuk analisis data. Alat dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Prosedur Analisis

a. Penelitian pendahuluan

(16)

b. Penelitian Utama b.1. Pengoperasian alat

Pengamatan pada penelitian utama berupa pengambilan air contoh dengan menerapkan aerasi hipolimnion pada kedalaman yang telah ditentukan dari penelitian pendahuluan, yaitu pada kedalaman 4 m. Penentuan titik pengamatan dilakukan secara purposive sampling berdasarkan arus yang keluar dari outlet alat aerasi, yaitu 0 m, 1,5 m; 3 m; 4,5 m; dan 8 m (Gambar 2). Pengamatan dilakukan menjadi tiga kelompok waktu, yaitu pengamatan pada saat sebelum dilakukan aerasi (pra aerasi), saat dilakukan aerasi (aerasi) dan setelah alat aerasi dimatikan (pascaaerasi) (Gambar 3). Aerasi hipolimnion yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada prinsip aerasi hipolimnion yang dikembangkan oleh Nursandi (2011), yaitu dengan pemindahan massa air dari kedalaman tertentu ke permukaan perairan untuk dipaparkan pada udara terbuka menggunakan alat aerasi hipolimnion dengan spesifikasi sebagaimana yang disajikan pada Lampiran 4. Pemaparan bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut melalui proses difusi udara dari atmosfer.

Gambar 2. Skema pemasangan alat aerasi dan titik pengambilan contoh

Gambar 7. Skema waktu pengamatan Gambar 3. Skema waktu pengamatan

D

3. Pipa (Pompa ke Talang) (2 meter)

4. Talang Bersekat 4 buah (Masing- masing 4 meter) 5. Ember (± 50 liter)

6. Pipa Outlet (4 meter)

Pra aerasi Aerasi Pascaaerasi

(17)

b. Pengumpulan data

Analisis parameter kualitas air dilakukan untuk mengetahui kondisi perairan Danau Lido. Parameter kualitas air yang dikaji meliputi parameter fisika, kimia, dan biologi perairan. Parameter yang dipilih merupakan parameter kunci yang berperan penting dalam keberadaan fosfat di perairan (Lampiran 5).

Analisis Data

a. Analisis Deskriptif

Data penelitian yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik serta dilakukan pembandingan antara kondisi sebelum dengan setelah adanya aerasi. Data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 kelas III (Lampiran 6). Khusus untuk parameter ortofosfat dibandingkan dengan kadar alamiah di perairan danau sebesar 0,1 mg/L (Kevern 1982 in Marganof 2007). Nilai pembanding tersebut dijadikan sebagai acuan harapan bagi perubahan nilai parameter kualitas air akibat adanya kegiatan aerasi hipolimnion.

b. Persentase Perubahan Konsentrasi

Persentase perubahan konsentrasi parameter kualitas air dihitung untuk mengetahui besarnya perubahan yang terjadi pada waktu pengamatan aerasi dan pascaaerasi dibandingkan dengan kondisi pra aerasi hipolimnion (Lampiran 7).

c. Analisis Hubungan

Analisis hubungan merupakan bentuk analisis pengaruh antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Variabel-variabel tersebut berupa variabel bebas atau variabel indepeden dan variabel terikat atau variabel dependen. Menurut Hasan (2004) salah satu bentuk analisis yang digunakan adalah regresi (Lampiran 8).

c.1. Regresi

Regresi adalah hubungan dan pola hubungan antara dua macam peubah (acak) dengan x sebagai peubah bebas (independent variable) dan y sebagai peubah tak bebas (dependent variable). Pada penelitian ini dilakukan pendugaan terhadap hubungan antara keberadaan ortofosfat dipengaruhi oleh keberadaan oksigen, keberadaan fosfat total dipengaruhi oleh keberadaan bahan organik (COD), penurunan konsentrasi ortofosfat, fosfat total, dan COD dipengaruhi oleh lamanya waktu aerasi, serta peningkatan konsentrasi oksigen dipengaruhi oleh lamanya waktu aerasi.

Regresi yang digunakan dalam analisis hubungan ini adalah regresi linier sederhana untuk sejumlah pasangan variabel yang mempunyai kecenderungan hubungan linear dan regresi polinomial sejumlah pasangan variabel yang mempunyai kecenderungan berupa kurva lengkung.

d. Analisis Komparatif

(18)

penelitian ini analisis komparatif digunakan untuk melihat pengaruh waktu pengamatan dan jarak aerasi hipolimnion secara horisontal terhadap keberadaan ortofosfat, fosfat total, oksigen terlarut, dan COD.

e.1. Rancangan acak kelompok (RAK)

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK).Rancangan ini digunakan untuk menganalisis pengaruh waktu pengamatan sebagai perlakuan dan jarak aerasi sebagai kelompok terhadap parameter penelitian (Lampiran 9).

e.2. Uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil)

Menurut Boer (2001), uji lanjut BNT merupakan uji lanjutan untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh terhadap parameter sehingga parameter memiliki karakteristik paling berbeda (Lampiran 10). Uji BNT hanya dapat digunakan jika nilai F yang diperoleh berdasarkan tabel sidik ragam nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Awal Hipolimnion pada Lokasi Penelitian (Pra Aerasi)

Kondisi awal hipolimnion pada lokasi penelitian dapat dilihat dari hasil pengamatan pra aerasi (Lampiran 11). Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa parameter kualitas air hipolimnion pada beberapa titik pengamatan di lokasi penelitian tersebut yang tidak memenuhi baku mutu kelas III dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 untuk kegiatan pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (Lampiran 4). Parameter yang tidak memenuhi baku mutu, antara lain fosfat total (titik pengamatan 0; 1,5; dan 3 m), oksigen terlarut (titik pengamatan 0-8 m), dan COD (titik pengamatan 1,5-4,5 m). Karena dalam PP 82 RI Tahun 2001 tidak tercantum baku mutu untuk ortofosfat, maka acuan yang digunakan untuk membandingkan nilai hasil pengamatan ortofosfat adalah kadar alamiah yang tercantum dalam Kevern 1982 in Marganof 2007 sebesar 0,1 mg/L. Titik pengamatan yang memiliki konsentrasi ortofosfat yang melebihi kadar alamiah adalah pada titik pengamatan 0 m (0,182 mg/L).

Profil kedalaman dari lima titik pengamatan pada lokasi penelitian berkisar antara 4,5-8 m. Titik pengamatan 8 m merupakan titik pengamatan yang paling dekat dengan outlet danau sehingga mengalami pengendapan dari bahan-bahan tersuspensi baik organik maupun anorganik.

(19)

Kondisi Hipolimnion saat Aerasi Dilakukan

Aerasi yang dilakukan diharapkan mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas air hipolimnion pada lokasi penelitian. Hasil pengamatan waktu pengamatan aerasi (jam ke-5 dan jam ke-10) disajikan pada Lampiran 12.

1. Oksigen terlarut

Aerasi yang dilakukan terbukti dapat meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (O2) pada lapisan hipolimnion dengan jarak aerasi optimal hingga titik pengamatan 3 m. Hal ini mengacu pada hasil pengamatan parameter oksigen terlarut yang menunjukkan bahwa hanya 3 titik pengamatan yang mengalami peningkatan oksigen terlarut saat aerasi dilakukan (jam ke-5 dan jam ke-10), yaitu pada titik pengamatan 0 m; 1,5 m; dan 3 m (Lampiran 12). Konsentrasi oksigen terlarut pada titik pengamatan 0 dan 1,5 m mulai mengalami peningkatan dari waktu pengamatan jam ke-5, sedangkan konsentrasi oksigen terlarut pada titik pengamatan 3 m mengalami peningkatan pada waktu pengamatan jam ke-10.

Lamanya waktu aerasi yang dilakukan diharapkan mampu mengoptimalkan peningkatan konsentrasi oksigen terlarut. Grafik hubungan antara oksigen terlarut dan waktu pengamatan (pra aerasi dan aerasi) disajikan pada Lampiran 13. Konstanta b dari persamaan regresi yang bernilai positif (0,09; 0,07; dan 0,03) pada grafik hubungan di bawah menunjukkan bahwa antara konsentrasi oksigen terlarut dan lamanya waktu aerasi memiliki hubungan berbanding lurus. Hal ini mengandung arti bahwa telah terjadi peningkatan konsentrasi oksigen terlarut seiring dengan bertambahnya waktu aerasi. Peningkatan konsentrasi oksigen terlarut diharapkan mampu meningkatkan kemampuan sedimen dasar perairan untuk mengikat dan mengendapkan ortofosfat.

Pendugaan lamanya waktu aerasi optimal untuk meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut agar memenuhi baku mutu kelas III Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 sebesar 3 mg/L dapat dihitung dengan menggunakan persaman regresi antara oksigen terlarut dan waktu pengamatan. Perhitungan lamanya waktu aerasi optimal bagi oksigen terlarut agar memenuhi baku mutu sebesar 3 mg/L disajikan pada Lampiran 18.

Berdasarkan hasil perhitungan persamaan regresi antara konsentrasi oksigen terlarut dan waktu pengamatan, didapat bahwa lama waktu aerasi optimal dengan nilai harapan 3 mg/L bagi tiap titik pengamatan berturut-turut adalah 31 jam 40 menit, 42 jam 37 menit, dan 98 jam 19 menit. Titik pengamatan 3 m memiliki waktu aerasi yang paling lama. Hal ini dikarenakan titik ini memiliki jarak yang lebih jauh dari outlet alat aerasi dibandingkan dengan titik pengamatan lainnya.

2. Ortofosfat

(20)

Selama waktu aerasi terjadi penurunan konsentrasi ortofosfat seiring dengan peningkatan konsentrasi oksigen terlarut. Penurunan konsentrasi ortofosfat terbesar terjadi pada waktu pengamatan jam ke-5 di tiap titik pengamatan, yaitu sebesar 97,25; 97,25; dan 97,56% dibandingkan dengan waktu pengamatan pra aerasi. Berdasarkan hasil uji F (Lampiran 16) dapat diketahui bahwa hanya perlakuan waktu pengamatan yang memberikan pengaruh berbeda nyata (p < 0,05) terhadap konsentrasi ortofosfat.

Hubungan antara parameter ortofosfat dengan oksigen terlarut waktu pengamatan aerasi disajikan pada Lampiran 14. Konstanta b yang bernilai minus (-0,690; -0,489; dan -0,25) pada grafik regresi antara konsentrasi oksigen terlarut dan ortofosfat menunjukan bahwa antara konsentrasi ortofosfat dan oksigen terlarut memiliki hubungan berbanding terbalik. Artinya bahwa selama pengamatan waktu aerasi konsentrasi ortofosfat menurun saat konsentrasi oksigen terlarut meningkat.

Pendugaan waktu aerasi optimal untuk menurunkan konsentrasi ortofosfat pada jam ke-0 (pra aerasi) menjadi konsentrasi ortofosfat yang diharapkan (0,1 mg/l) dapat diduga dengan menggunakan dua persamaan regresi, yaitu persamaan regresi antara konsentrasi ortofosfat dengan oksigen terlarut (waktu pengamatan pra aerasi dan aerasi) dan persamaan antara oksigen terlarut dengan waktu pengamatan (waktu pengamatan pra aerasi dan aerasi) (Lampiran 17). Pendugaan dilakukan pada titik pengamatan yang memiliki konsentrasi ortofosfat awal (pra aerasi) yang melebihi konsentrasi yang diharapkan (0,1 mg/l), yaitu pada jarak aerasi 0 m (0,182 mg/l).

Konsentrasi oksigen terlarut optimal untuk menurunkan konsentrasi ortofosfat menjadi sebesar 0,1 mg/l didapat dengan cara menghitung persamaan regresi grafik hubungan antara konsentrasi ortofosfat dan oksigen terlarut di titik pengamatan 0 m, dengan hasil perhitungan yang didapat adalah sebesar 0,195 mg/l. Hasil perhitungan konsentrasi oksigen terlarut tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan regresi antara konsentrasi oksigen terlarut dan waktu pengamatan aerasi untuk menentukan lamanya waktu aerasi optimal yang dibutuhkan dalam menurunkan konsentrasi orofosfat. Hasil yang didapat adalah bahwa untuk menurunkan konsentrasi ortofosfat di titik pengamatan 0 m diperlukan waktu 30 menit aerasi.

3. Fosfat Total

Aerasi hipolimnion yang dilakukan mampu mempengaruhi konsentrasi fosfat total pada lokasi penelitian. Persentase perubahan konsentrasi fosfat total dan oksigen terlarut waktu pengamatan disajikan pada Lampiran 12. Berdasarkan hasil uji F (Lampiran 16) dapat diketahui bahwa hanya perlakuan waktu pengamatan yang memberikan pengaruh berbeda nyata (p < 0,05) terhadap konsentrasi fosfat total.

(21)

di titik pengamatan 1,5 m sebesar 87,5% dapat menurunkan konsentrasi fosfat total sebesar 51,19%.

Fosfat total menggambarkan jumlah keseluruhan fosfat yang ada di perairan, dengan sebagian besar dalam bentuk organik dan sebagian kecil dalam bentuk anorganik. Penurunan konsentrasi fosfat total yang terjadi dikarenakan fosfat total terdekomposisi menjadi bentuk anorganik terlarut kemudian berikatan dengan ion Fe, Ca, dan Al dan mengendap di dasar perairan. Grafik regresi hubungan antara konsentrasi fosfat total dan bahan organik (COD) memperlihatkan bahwa konsentrasi fosfat total dan COD (Lampiran 15) memiliki hubungan berbanding lurus (nilai konstanta b sebesar 0,037; 0,009; dan 0,013). Artinya selama waktu pengamatan aerasi terjadi penurunan konsentrasi fosfat total seiring dengan menurunnya konsentrasi COD.

4. Parameter Pendukung

Aerasi hipolimnion yang dilakukan diharapkan mampu meperbaiki kualitas air berupa parameter-parameter yang mempengaruhi keberadaan fosfat di perairan. Konsentrasi/nilai parameter pendukung tersebut disajikan pada Lampiran 12. Selama waktu pengamatan terlihat bahwa hanya tiga titik pengamatan yang mengalami peningkatan konsentrasi oksigen terlarut, yaitu pada titik pengamatan 0 m; 1,5 m; dan 3 m. Hal ini menunjukkan bahwa alat aerasi seperti yang digunakan dalam penelitian ini hanya mampu meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut hingga jarak 3 m. Berdasarkan hasil uji F (Lampiran 16) dapat diketahui bahwa perlakuan jarak aerasi (titik pengamatan) dan waktu pengamatan yang memberikan pengaruh berbeda nyata (p < 0,05) terhadap konsentrasi oksigen terlarut. Jarak aerasi yang berpengaruh nyata adalah peningkatan konsentrasi oksigen terlarut (titik pengamatan 0 m dan 1,5 m, titik pengamatan 0 m dan 3 m). Waktu pengamatan yang berpengaruh nyata adalah peningkatan konsentrasi oksigen terlarut (waktu pengamatan pra aerasi jam ke-0 dan waktu pengamatan aerasi jam ke-10, waktu pengamatan aerasi jam ke-5 dan waktu pengamatan aerasi jam ke-10).

Selama waktu pengamatan terlihat juga bahwa konsentrasi parameter COD mengalami penurunan seiring dengan peningkatan konsentrasi oksigen terlarut di titik pengamatan 0-3 m. Konsentrasi COD mengalami penurunan hingga rata-rata sebesar 51,42% pada waktu pengamatan jam ke-5 dan 38,58% pada waktu pengamatan jam ke-10 (Lampiran 6). Hal tersebut tersebut terjadi karena peningkatan konsentrasi terlarut dapat meningkatkan proses dekomposisi dan oksidasi bahan organik.

Kondisi Hipolimnion Setelah Aerasi Dihentikan

Aerasi hipolimnion yang dilakukan terbukti mampu memperbaiki kondisi kualitas air pada titik pengamatan 0-3 m, dan diharapkan kondisi tersebut masih dapat dipertahankan setelah aerasi dihentikan. Hasil pengamatan waktu pengamatan pascaaerasi (jam ke-15 dan jam ke-20) disajikan pada Lampiran 12.

(22)

telah meningkat pada waktu pengamatan aerasi tersebut dapat dipertahankan pada waktu pengamatan pascaaerasi (setelah aerasi dihentikan).

1. Ortofosfat

Konsentrasi ortofosfat pada waktu pengamatan pascaaerasi memperlihatkan bahwa penurunan konsentrasi ortofosfat akibat dari aerasi yang dilakukan selama 10 jam hanya mampu dipertahankan oleh perairan dalam waktu 5 jam. Persentase perubahan konsentrasi ortofosfat dan oksigen terlarut waktu pengamatan pascaaerasi dapat dilihat pada Lampiran 12.

Selama waktu pengamatan pascaaerasi terlihat bahwa konsentrasi ortofosfat mulai kembali meningkat setelah waktu pengamatan jam ke-15 hingga jam ke-20. Hal ini terjadi karena konsentrasi oksigen yang tersedia pada waktu pengamatan mulai dari jam ke-15 (00.00 WIB) hingga jam ke-20 (05.00 WIB) tidak mencukupi bagi ion Fe, Ca, atau Al untuk berikatan dengan ortofosfat. Seperti yang telah diketahui pula bahwa pada waktu pengamatan pascaaerasi (00.00–05.00 WIB) tidak ada aktivitas fotosintesis di lapisan epilimnion sehingga memungkinkan bagi biota dan alga pelagis, serta dekomposer pada lapisan hipolimnion untuk menggunakan cadangan oksigen yang akan berpengaruh pada transfer oksigen ke lapisan hipolimnion. Berdasarkan hasil uji F (Lampiran 16) dapat diketahui bahwa hanya perlakuan waktu pengamatan yang memberikan pengaruh berbeda nyata (p < 0,05) terhadap konsentrasi ortofosfat.

2. Fosfat Total

Berdasarkan pengamatan saat aerasi dilakukan didapat bahwa hubungan antara konsentrasi fosfat total berbanding berbanding lurus dengan konsentrasi COD (Lampiran 15). Berdasarkan hasil uji F (Lampiran 16) dapat diketahui bahwa hanya perlakuan waktu pengamatan yang memberikan pengaruh berbeda nyata (p < 0,05) terhadap konsentrasi fosfat total.

3. Parameter Pendukung

(23)

Tercatat bahwa penurunan konsentrasi COD masih dapat dipertahankan pada waktu pengamatan pascaaerasi di titik pengamatan 0-3 m, dengan penurunan konsentrasi sebesar 8,69-57,14%. Hal ini terjadi karena jumlah cadangan oksigen terlarut hasil aerasi masih mencukupi untuk proses dekomposisi dan oksidasi bahan organik.

Pembahasan

Penurunan kualitas air yang terjadi Danau Lido sebelumnya pernah dikaji oleh Amalia (2010) dengan hasil bahwa daerah yang menjadi tempat kegiatan keramba jaring apung (KJA) memiliki kualitas air yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang tidak menjadi tempat budidaya keramba jaring apung (non KJA). Kegiatan perikanan berupa budidaya dalam keramba jaring apung ini memberikan masukan fosfat yang cukup tinggi dari sisa pakan yang tidak termanfaatkan oleh ikan (Boyd 1982) dan terakumulasi di dasar perairan. Berdasarkan hasil pengamatan pada kondisi awal (pra aerasi) diketahui konsentrasi oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion sangat rendah, yaitu sebesar 0,1 mg/L. Rendahnya konsentasi oksigen di lapisan hipolimnion terjadi karena lapisan ini tidak memiliki sumber oksigen yang cukup seperti fotosintesis dan difusi langsung dari udara. Konsentrasi oksigen yang sangat rendah dari lapisan hipolimnion dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan ion Fe, Ca, atau Al untuk berikatan dan berpresipitasi dengan ortofosfat, sehingga ortofosfat dapat terlepas dari sedimen dasar perairan (James et al. 1990 in Grochowska & Gawronska 2004).

Aerasi hipolimnion merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas perairan dengan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion. Pengaruh yang diharapkan dari peningkatan oksigen di lapisan hipolimnion ini adalah untuk membatasi produksi dari pertumbuhan alga akibat dari penurunan konsentrasi ortofosfat di perairan (Premazzi et al. 2002).

Sesuai dengan yang diharapkan bahwa konsentrasi ortofosfat menurun seiring dengan meningkatkanya konsentrasi oksigen dari kegiatan aerasi hipolimnion. Peningkatan konsentrasi oksigen terlarut di titik pengamatan 0 m; 1,5 m; dan 3 m pada waktu pengamatan aerasi hingga rata-rata sebesar 85,71-90% mampu menurunkan konsentrasi ortofosfat hingga sebesar 21,05-97,56%, dengan penurunan terbesar terjadi pada jarak aerasi 3 meter 97,56% (Lampiran 12). Penurunan konsentrasi ortofosfat terjadi karena adanya peningkatan konsentrasi oksigen terlarut yang menyebabkan meningkatnya kemampuan ion-ion seperti Fe, Ca, atau Al untuk berikatan dan berpresipitasi dengan ortofosfat di perairan (Golterman & Kouwe in Le Cren & McConnell 1980, Goldman & Horne 1983 dan Hickey & Gibbs 2009).

(24)

ortofosfat pada waktu pengamatan pascaaerasi sesuai dengan pernyataan Cooke et al (1993) in Wagner (1997) serta Ozkan et al. (2006) bahwa dalam beberapa tinjauan tercatat bahwa aerasi mampu menurunkan konsentrasi fosfat di banyak danau namun tidak sampai pada taraf atau rentang waktu diharapkan dan tercatat bahwa keberadaan fosfat cenderung menurun namun dengan cepat kembali meningkat ke dalam kondisi awal ketika aerasi dihentikan.

Peningkatan oksigen di lapisan hipolimnion pada waktu pengamatan aerasi, selain memberikan pengaruh dalam penurunan konsentrasi ortofosfat, dapat pula menurunkan kosentrasi fosfat total di perairan. Hal ini dikarenakan komposisi terbanyak dari fosfat total yang berupa fosfat organik mengalami dekomposisi seiring dengan meningkatnya konsentrasi oksigen terlarut. Hubungan berbanding lurus dari persamaan regresi antara fosfat total dengan COD menegaskan bahwa peningkatan oksigen terlarut mampu menurunkan konsentrasi fosfat total di perairan.

Persamaan regresi dari hubungan antara konsentrasi ortofosfat dengan oksigen terlarut dan antara konsentrasi oksigen terlarut dengan waktu pengamatan aerasi dapat digunakan dalam pendugaan waktu pengamatan yang dibutuhkan untuk mencapai kadar alamiah ortofosfat sebesar 0,1 mg/L. Waktu pengamatan yang didapat dari pendugaan tersebut adalah 30 menit untuk titik pengamatan 0 m. Terkait dengan keberadaan fosfat total, aerasi yang dilakukan juga memberikan pengaruh dalam penurunan bahan organik di lapisan hipolimnion. Hal tersebut terlihat dari penurunan konsentrasi COD dengan peningkatan oksigen terlarut pada waktu pengamatan aerasi. Penururunan konsentrasi COD pada waktu pengamatan aerasi terjadi sebesar 17,39-61,22% dengan penurunan terbesar terjadi di titik pengamatan 1,5 m sebesar 61,22%.

Aerasi yang dilakukan tidak memberikan pengaruh bagi parameter pendukung seperti pH dan suhu. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa lapisan hipolimnion merupakan lapisan yang tidak mendapatkan pengaruh cahaya matahari sehingga suhu cenderung rendah dan stagnan pada lapisan ini.

Penghilangan atau penurunan ortofosfat di perairan dapat pula dilakukan dengan cara penambahan alum (alumunium sulfat). Usaha tersebut telah banyak diuji cobakan pada danau-danau di dunia dengan hasil yang didapatkan dari penambahan alum dengan konsentrasi tertentu pada umumnya adalah penurunan fosfat sebesar >80% (Welch & Cooke 1999) (Metcalf & Eddy 2004). Hal tersebut menunjukkan bahwa dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan, maka aerasi hipolimnion memiliki pengaruh yang sama efektif dengan perlakuan penambahan alum pada danau.

(25)

KESIMPULAN

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Amalia FJ. 2010. Pendugaan Status Kesuburan Perairan Danau Lido, Bogor, Jawa Barat, Melalui Beberapa Pendekatan. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ashley KI. 1981. Effects of hypolimnetic aeration on functional components of the lake ecosystem [thesis]. Department of Zoology and Institute of Animal Resource Ecology. Degree of Master of Science.University of British Columbia. Vancouver, Canada. P, 116.

Boer M. 2001. Perancangan Percobaan-Edisi 1. Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52 hlm.

Boyd CE. 1982. Water quality management for pond fish culture. Elsevier Science Publishers Company Inc. New York.

Chech TV. 2005. Principles of water resources: history, development, management, and policy. John Wiley & Sons, Inc. New York. 486 p.

Eaton AD, Clesceri LS, Greenberg AE. 1989. Standar methods for the examination of water and waste water. 17th ed. American Public Health Association, Washington DC. 1.268 p.

Eaton AD, Clesceri LS, Greenberg AE. 2005. Standar methods for the examination of water and waste water. 19th ed. APHA, AWWA (American Water Work Association) and WEF (Water Enviromental Federation). Washington D.CGoldman CR & Horne AJ. 1983. Limnology. McGraw-Hill Book Company. New York, USA.xvi, 464 p.

Garrel MH, Confer JC, D Kirschner & Fast AW. 1977. Effects of hipolimnetic aeration on nitrogen and phosphorus in a eutropic lake. Water Resources Research 13(2): 343-347.

Goldman CR & Horne AJ. 1983. Limnology. McGraw-Hill, Inc. Tokyo.

Grochowska J & Gawronska. 2004. Restoration effectiveness of degradated lake using multi-year artificial aeration. Polish Journal of Environmental Studies. 13(6): 671-681.

Gupta PK, Nagdali SS, Tewari P, Singh N, & Gupta R. 2008. Water chemistry of a lake of India: Lake Nainital, Uttarakhand. p. 209-216. In: Sangupta, M & Dalwani, R (eds.) Proceedings of Taal 2007: the twelveth World Lake Conference. 2008.

Hasan I. 2004.Analisis data penelitian dengan statistik. Bumi Aksara. Jakarta. Hickey CW & Gibbs MM. 2009. Lake sediment phosphorus release

management-decision support and risk assessment framework. New Zealand Journal of Marine and Freshwater research. 43: 819-856.

Kato MG & Carpenter SR. 2005. Eutrophication due to phosphorus recycling in relation to lake morphometry, temperature, and macrophytes. Ecology.86 (1): 210-219.

(27)

Marganof. 2007. Model pengendandalian pencemaran perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat [disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanan Bogor. Bogor.

Mattjik AA & Sumertajaya IM. 2000. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor. 282 hlm.

Mehner T, Diekmann M, Gonsiorczyk T, Kasprzak P, Koschel R, Krietnitz L, Rumpf M, Schulz M, & Wauer G. 2008. Rapid recovery from eutrophication of a stratified lake by disruption of nutrien load. Ecosystems. 11: 1142-1156.

Metcalf & Eddy. 2004. Wastewater engineering, treatment, disposal, reuse. McGraw-Hill Series Water Resources and Environmental Engineering. New York.

Ozkan f, Baylar A, & Tugal M. 2006.The performance of two phase flow system in pond aeration.International Journal of Science & Technology. 1(1): 65-74. Premazzi G, Cardoso AC, Rodaris E, Austoni M, & Chiaudani G. 2005. Hipolimnetic withdrawal coupled with oxygenation as lake restoration measures: the successful case of Lake Varese (Italy). Limnetica. 24(1-2): 123-132.

Sly PG & Hart BT (Ed.). 1989. Sediment/Water Interactions, p. 272. Proceedings of the fourth international symposium on sediment/water interactions 10-20 February 1987, Melbourne, Australia.Kluwer Academic Publishers, Dordrecht. Belgium.

Sondergaard M, Jeppesen E, Lauridsen T, Skov C, Van Nes H E, roijackers R, Lammens E, Portielje R. Lake restoration: successes, failures and long term effects. Applied Ecology. 44(6): 1095-1105.

Wagner K. 1997. Lake watershe management evaluation for lake Elckie, Elk, Poland. Chemonics International Inc.

(28)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Keberadaan ortofosfat di perairan danau modifikasi dari Goldman & Horne (1983), Golterman & Kouwe in Le Cren & McConnell (1980)

EPILIMNION

METALIMNION

HIPOLIMNION Oksigen Tinggi

Oksigen Sedang

Oksigen Rendah

Fosfat berikatan dengan Fe dan terendapkan ke dasar perairan

FePO

Fosfat dalam

kesetimbangan antara bentuk terlarut dan

Fe3(PO4)2

(29)

Lampiran 2. Peta dan Kondisi Lokasi Penelitian

Petak KJA di Danau Lido Ikan nila merah yang dibudidayakan

(30)

Lampiran 3. Penentuan titik kedalaman hipolimnion pada penelitian pendahuluan Penentuan titik kedalaman hipolimnion dilakukan dengan cara melihat distribusi suhu perairan secara vertikal pada kedalaman 0 m hingga 7 m, pada waktu pagi, siang, dan sore hari.

Kedalaman (m)

Suhu (°C)

Pagi (06.00 wib) Siang (12.00 wib) Sore (17.00 wib)

0 26,8 27,7 28,3

1 26,9 27,7 27,6

2 26,6 27 26,6

3 25,6 26 25,6

4 25,4 25,9 25,4

5 25,3 25,8 25,3

6 25,3 25,6 25,3

7 25,3 25,5 25,2

Selain suhu, rata-rata konsentrasi oksigen (mg/l) secara vertikal juga turut diamati selama 24 jam.

Kedalaman (m)

Waktu Pengamatan (WIB)

06.00 10.00 14.00 18.00 22.00 02.00

0 6,52 6,62 7,10 6,91 7,29 4,53

0,6 6,33 6,33 6,72 6,52 6,62 3,96

1,6 5,37 4,22 6,14 5,37 5,76 3,10

3,15 1,92 1,92 2,49 2,30 2,49 2,06

(31)

Lampiran 3. (lanjutan)

Analisis ragam (α = 5%) untuk melihat pengaruh perlakuan waktu pengamatan terhadap konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman 4,25 m

Sumber

Keragaman SS Df MS F hitung P-value F tabel Perlakuan

(Waktu Pengamatan) 0,550 5 0,110 0,500 0,768 4,387

Sisa 1,320 6 0,220

Total 1,870 11

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai F hitung < F tabel. Nilai tersebut menunjukkan gagal tolak H0, artinya konsentrasi oksigen terlarut pada kedalaman 4,25 m tidak dipengaruhi oleh perbedaan waktu pengamatan.

(32)

Lampiran 4. Spesifikasi Alat Aerasi a. Susunan talang aerasi

Talang disusun bertingkat dengan sudut kemiringan 20-25° agar air dapat mengalir dengan optimal dari talang paling atas hingga talang paling bawah. Waktu tempuh air dari talang paling atas ke talang paling bawah adalah 5 menit dengan debit air 24 liter/menit.

b. Spesifikasi Alat Aerasi b.1. Pompa

b.2. Gasoline Generator System Jumlah talang : 4 buah

Dimensi talang : Panjang (4 meter), lebar (15 cm), tinggi (10 cm) Ketinggian air di talang : 5 cm

Pompa berfungsi untuk menyedot air dari lapisan hipolimnion ke talang aerasi.

Merk : Panasonic

Tipe : GP-29JXY (220 Volt, 50 Hertz, 125 Watt) Dimensi Pompa : Panjang (20 cm), lebar (15.6 cm),

tinggi (2.14 cm)

Berat : 6 kg

Gasoline Generator System atau Gen Set berfungsi sebagai sumber listrik untuk pompa dan penerangan.

Merk : Hatsudenki

Tipe : (AC 220 Volt, DC 12 Volt) Bahan bakar : bensin

(33)

Lampiran 4. (lanjutan)

b.3. Pipa paralon dan ember

Pipa paralon berfungsi sebagi media aliran air dari dan ke lapisan hipolimnion. Ember berfungsi untuk menampung air hasil aerasi dari talang sehingga mempunyai cukup tekanan untuk mengalirkan air kembali menuju lapisan hipolimnion.

c. Proses aerasi hipolimnion

Keterangan Gambar:

1. Air dari kedalaman hipolimnion (4 m) dipompa dan dialirkan ke talang aerasi 2. Air akan mengalami sirkulasi di talang

aerasi yang bersekat-sekat dan bertingkat (16 m selama 5 menit) 3. Air yang telah mengalami sirkulasi

dikembalikan ke kedalaman lapisan hipolimnion (4 m) melalui ember

d. Perhitungan debit aerasi dalam talang

Debit air yang diaerasi dapat ditentukan dengan mengetahui volume air dan lamanya air mengalir di talang aerasi

= = =

= =

=

=

Pipa inlet : 1 buah (panjang 4 m)

Pipa pompa ke talang aerasi : 1 buah (panjang 2 m) Pipa outlet : 1 buah (panjang 4 m)

Volume ember : 20 liter

1

2

(34)

Lampiran 5. Prosedur pengukuran dan parameter kualitas air yang diamati

Parameter Satuan Metode/Alat Keterangan

Suhu ºC Pemuaian/Termometer In-situ

Ph - Potensiometrik/pH meter In-situ

Oksigen terlarut mg/L Modifikasi metode Winkler/Titrasi In-situ* Fosfat total mg/L Ascorbic Acid/Spektrofotometer Ex-situ* Ortofosfat mg/L Ascorbic Acid/Spektrofotometer, Ex-situ* COD mg/L Potassium dikromat/Titrasi Ex-situ

Sumber. APHA (1998); APHA (2005)

Lampiran 6. Baku mutu kualitas air dan kadar alamiah parameter yang diambil

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

Parameter Satuan Kelas Keterangan

(35)

Lampiran 6. (lanjutan) Keterangan :

Kelas I : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut

Kelas II : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut Kelas III : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan

ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut

Kelas IV : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Parameter Satuan Nilai Keterangan KIMIA

Ortosfosfat Mg/l 0,1 Kadar alamiah di perairan tawar Sumber: Kevern (1982) in Marganof (2007)

Lampiran 7. Rumus perhitungan persentasi perubahan konsentrasi

dan

keterangan:

(36)

Lampiran 8. Model dugaan regresi dalam analisis hubungan

Model dugaan regresi linier sederhana (Walpole 1993) disajikan sebagai berikut.

keterangan:

= nilai dugaan konsentrasi ortofosfat dan oksigen terlarut atau waktu pengamatan

yang dihasilkan garis regresi,

= nilai konsentrasi oksigen terlarut atau waktu pengamatan yang mempengaruhi konsentrasi ortofosfat dan oksigen,

= intersep atau perpotongan dengan sumbu tegak, dan = kemiringan/gradien

Model dugaan regresi polinomial disajikan sebagai berikut. c

keterangan:

= nilai dugaan waktu pengamatan atau konsentrasi ortofosfat dan oksigen yang dihasilkan garis regresi,

= nilai konsentrasi oksigen terlatur atau waktu pengamatan yang mempengaruhi konsentrasi ortofosfat dan oksigen,

= intersep atau perpotongan dengan sumbu tegak, dan = kemiringan/gradien,

(37)

Lampiran 9. Rancanganan Acak Kelompok dalam Analisis Komparatif

Menurut Mattjik & Sumertajaya (2000), rumus umum rancangan acak kelompok adalah sebagai berikut.

keterangan:

Yij = Nilai respon pada faktor perlakuan waktu pengamatan taraf ke-i, faktor kelompok jarak horizontal taraf ke-j,

µ = Rataan umum populasi,

αi = Pengaruh perlakuan waktu pengamatan taraf ke-i, βj = Pengaruh kelompok jarak horizontal taraf ke-j, dan

ε

ij = Pengaruh acak pada faktor perlakuan waktu pengamatan taraf ke-i,

faktor kelompok jarak horizontal taraf ke-j.

Analisis data menggunakan RAK umumnya disajikan dalam bentuk tabel sidik ragam (ANOVA). Pengaruh perlakuan lamanya aerasi terhadap perubahan konsentrasi parameter penelitian yang terukur dapat diketahui dengan uji hipotesis antara lain:

Pengaruh perlakuan H0: α1

=

α2

=

...

=

αi

=

0

(perlakuan waktu pengamatan tidak berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi parameter kualitas air), dan

H1: paling sedikit ada satu i dengan αi

0

(perlakuan waktu pengamatan berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi parameter kualitas air).

Pengaruh kelompok H0: β1

=

β2

=

...

=

βi

=

0

(kelompok jarak horizontal tidak berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi parameter kualitas air), dan

H1: paling sedikit ada satu i dengan βi

0

(38)

Lampiran 9. (lanjutan)

Tabel sidik ragam (ANOVA) bagi RAK Sumber

Keragaman

Derajat Bebas

(dB)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah (KT)

Fhitung F tabel

Perlakuan (waktu pengamatan)

i-1 JKP KTP KTP/KTS F

(0,05;dBP;dBS)

Kelompok (jarak aerasi)

j-1 JKK KTK KTK/KTS F

(0,05;dBK;dBS) Sisa (i-1)(j-1) JKS KTS

Total ij-1 JKT

Sumber. Hasan (2004)

Kesimpulan yang dapat diambil dari tabel sidik ragam di atas adalah sebagai berikut.

(1) Jika Fhitung < Ftabel maka gagal tolak H0, berarti perlakuan atau kelompok tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan konsentrasi parameter pada selang kepercayaan 95%.

(39)

Lampiran 10. Uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil)

Untuk melihat perlakuan dan kelompok yang memberikan pengaruh berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil).

keterangan:

BNT = beda nyata terkecil,

tα/2 = nilai t tabel pada taraf nyata α/2 (α = 0,05), KTS = kuadrat tengah sisa,

dBS = derajat bebas sisa, dan n = jumlah ulangan.

Kriteria uji BNT adalah keterangan:

= rataan perlakuan ke-i, dan = rataan perlakuan ke-j

Lampiran 11. Kondisi kualitas air lapisan hipolimnion lokasi penelitian pra aerasi

No Parameter

Baku Mutu/ Kadar Alamiah*

Titik Pengamatan

0 m 1,5 m 3 m 4,5 m 8 m

Parameter utama

1 Ortofosfat (mg/l) 0,1 0,182 0,038 0,205 0,046 0,008

2 Fosfat total (mg/l) 1 1,226 1,219 1,191 0,054 0,149

Parameter pendukung

3 Oksigen terlarut (mg/l) 3 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

4 COD (mg/l) 50 34,63 73,76 52,69 55,70 39,14

5 pH (-) 6,89 6,93 6,93 6,93 6,96

6 Suhu (0C) deviasi 3 25,7 25,7 25,8 25,7 25,7

*Sumber: - PP RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

(40)

Lampiran 12. Perubahan konsentrasi parameter utama yang diamati selama penelitian

a. Konsentrasi parameter utama selama waktu penelitian Parameter Baku

(41)

Lampiran 13. Perubahan konsentrasi parameter pendukung yang diamati selama penelitian

a. Konsentrasi parameter pendukung (oksigen terlarut dan COD) selama penelitian

c. Persentase perubahan konsentrasi parameter pendukung (oksigen terlarut dan COD) selama penelitian.

Parameter Titik Pengamatan

Waktu Pengamatan

Pra aerasi Aerasi Pascaaerasi

(42)

Lampiran 14. Grafik persentase perubahan konsentrasi ortofosfat pascaaerasi hipolimnion di titik pengamatan 0 m; 1,5 m; dan 3 m

a. 0 m

b. 1,5 m

c. 3 m.

Ortofosfat Oksigen

terlarut

83,3%

-86,84%

-44,74% -21,05%

50% 75%

75% 87,94%

87,5%

75%

50%

-83,03% -84,88%

-86,36% -97.56%

-97,25%

85,7% 90% 87%

61,52%

(43)

Lampiran 15. Grafik persentase perubahan konsentrasi fosfat total pascaaerasi hipolimnion di titik pengamatan 0 m; 1,5 m; dan 3 m

a. 0 m

b. 1,5 m

c. 3 m

-49,18% -9,21%

-14,19% 16,48%

85,7% 90% 87% 83,3%

50%

87,5%

-13,45% -35,02%

5,57%

-51,18%

75%

16,18%

-23,08% 29,85%

15,11%

50%

Fosfat total Oksigen terlarut

(44)

Lampiran 16. Grafik persentase perubahan konsentrasi oksigen terlarut dan COD pascaaerasi hipolimnion di titik pengamatan 0 m; 1,5 m; dan 3 m a. 0 m

b. 1,5 m

c. 3 m

85,7% 90% 87% 83,3%

20,69% 28,13%

8,69%

-17,39%

50%

75% 75%

87,5%

-57,14%

-18,2% -57,14%

-61,22%

-45,71% -40,00%

32,69%

-37,13%

75%

50%

(45)

Lampiran 17. Hubungan antara konsentrasi oksigen dan waktu pengamatan aerasi di titik pengamatan 0 m; 1,5 m; dan 3 m

a. 0 m

b. 1,5 m

(46)

Lampiran18. Hubungan antara konsentrasi ortofosfat dan oksigen terlarut di titik pengamatan 0 m; 1,5 m; dan 3 m

a. 0 m

b. 1,5 m

(47)

Lampiran 19. Hubungan antara konsentrasi fosfat total dan COD di titik pengamatan 0 m; 1,5 m; 3 m

a. 0 m

b. 1,5 m

(48)

Lampiran 20. Analisis data dengan menggunakan RAK (Ortofosfat)

Tabel sidik ragam (ANOVA) parameter ortofosfat (α = 0,05)

Sumber keragaman JK dB KT Fhitung P-value F tabel

Jarak horizontal 0,016 2 0,008 0,942 0,429 4,459 Waktu Pengamatan 0,180 4 0,045 5,422 0,021 3,838

Sisa 0,067 8 0,008

Total 0,265 14

- Berdasarkan tabel anova dapat diketahui bahwa tolak H0 terjadi pada perlakuan waktu pengamatan (F hitung > F tabel). Hal tersebut menunjukkan bahwa minimal ada satu perlakuan waktu pengamatan yang memberikan pengaruh terhadap konsentrasi ortofosfat pada selang kepercayaan 95%.

- Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dilakukan untuk mengetahui perlakuan waktu pengamatan yang memberikan pengaruh berbeda nyata.

(49)

Lampiran 21. Analisis data dengan menggunakan RAK (Fosfat Total) a. Fosfat total (mg/l)

Titik Pengamatan

Waktu Pengamatan

Pra Aerasi Aerasi Pascaaerasi

Rata-rata

Tabel sidik ragam (ANOVA) parameter fosfat total (α = 0,05)

Sumber keragaman JK dB KT Fhitung P-value F tabel

Jarak horizontal 0,294 4 0,147 6,674 0,092 4,459 Waktu Pengamatan 0,703 4 0,176 0,913 0,048 3,838

Sisa 0,360 16 0,045

Total 1,357 24

- Berdasarkan tabel anova dapat diketahui bahwa tolak H0 terjadi pada perlakuan jarak aerasi (F hitung > F tabel). Hal tersebut menunjukkan bahwa minimal ada satu perlakuan waktu pengamatan yang memberikan pengaruh terhadap konsentrasi fosfat total pada selang kepercayaan 95%.

- Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dilakukan untuk mengetahui perlakuan waktu pengamatan yang memberikan pengaruh berbeda nyata.

(50)

Lampiran 22. Analisis data dengan menggunakan RAK (Oksigen Terlarutt)

Tabel sidik ragam (ANOVA) parameter oksigen terlarut

Sumber keragaman JK dB KT Fhitung P-value F tabel perlakuan jarak horizontal dan waktu pengamatan (F hitung > F tabel). Hal tersebut menunjukkan bahwa minimal ada satu perlakuan jarak aerasi (titik pengamatan) dan waktu pengamatan yang memberikan pengaruh terhadap konsentrasi oksigen terlarut pada selang kepercayaan 95%.

(51)

Lampiran 23. Analisis data dengan menggunakan RAK (COD) a. Chemical Oxygen Demand (COD) (mg/l)

Titik Pengamatan

Waktu Pengamatan Pra

Aerasi

Aerasi Pascaaerasi

Rata-rata Jam

ke-0

Jam ke-5

Jam ke-10

Jam ke-15

Jam ke-20

0 meter 0,1 0,7 1 0,8 0,6 0,640

1,5 meter 0,1 0,2 0,8 0,4 0,4 0,380

3 meter 0,1 0,1 0,4 0,1 0,2 0,180

Rata-rata 0,1 0,333 0,733 0,433 0,400

Tabel anova parameter COD

Sumber keragaman JK dB KT Fhitung P-value F tabel

Jarak horizontal 196,628 2 98,314 0,305 0,745 4,459 Waktu Pengamatan 1139,467 4 284,867 0,885 0,514 3,838

Sisa 2574,744 8 321,843

Total 3910,839 14

(52)

Lampiran 24. Pendugaan lama waktu aerasi optimal yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi ortofosfat (Titik Pengamatan 0 m) a. Ortofosfat dan oksigen terlarut

Berdasarkan persamaan grafik regresi di atas dapat diketahui berapa konsentrasi oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk mendapatkan konsentrasi ortofosfat yang diinginkan sebesar 0,1 mg/l.

Titik pengamatan 0 meter =

=

= keterangan

=

=

= =

(53)

Lampiran 24. (lanjutan)

b. Oksigen Terlarut dan Waktu Pengamatan Aerasi

Pendugaan waktu aerasi untuk mendapatkan konsentrasi oksigen terlarut optimal sebesar 0,195 mg/l (titik pengamatan 0 m) dapat dihitung menggunakan persamaan regresi dari grafik hubungan antara konsentrasi oksigen terlarut dan waktu pengamatan aerasi.

= 0.09x +0.15

dengan: y = 0.195, a = 0.15 dan b = 0.09

= 0.5

= 0.5(60 menit) = 30 menit

(54)

Lampiran 2516. Pendugaaan Waktu Aerasi untuk Mendapatkan Konsentrasi Oksigen Sebesar 3 mg/l

a. 0 m

b. 1,5 m

(55)

Lampiran 25 (lanjutan)

Pendugaan waktu aerasi untuk mendapatkan konsentrasi oksigen terlarut sebesar 3 mg/l dapat dihitung menggunakan persamaan dari grafik hubungan antara oksigen terlarut dan waktu pengamatan.

Titik pengamatan 0 meter Titik pengamatan 1,5 meter

= =

=

keterangan: keterangan:

= =

= =

= =

= =

Titik pengamatan 3 meter =

= keterangan:

(56)

Lampiran 2617. Biaya pembuatan dan operasional alat aerasi hipolimnion, serta pendugaan biaya operasional alat aerasi berdasarkan waktu aerasi optimal

Biaya pembuatan alat aerasi hipolimnion

No Jenis Barang Jumlah Barang Harga

1 Pompa air Panasonic GP-29 JXY 1 buah Rp. 480.000

Total biaya pembuatan alat aerasi Rp. 1.130.000

Biaya operasional alat aerasi hipolimnion

Biaya yang dibutuhkan dalam penerapan aerasi hipolimnion adalah biaya listrik untuk menjalankan pompa air. Dalam penelitian ini listrik yang digunakan bersumber dari generator system berbahan bakar bensin. Aerasi selama 10 jam membutuhkan bensin sebanyak 4 liter dengan harga bensin Rp. 5.000,00/liter (Tahun 2011). Dengan demikian, biaya yang dibutuhkan adalah Rp 2.000,00/jam.

Waktu Aerasi Bahan Bakar yang Dibutuhkan Biaya

Lama Aerasi: 10 jam 4 liter Rp. 20.000,-

Waktu Aerasi Bahan Bakar yang Dibutuhkan Biaya Parameter: Ortofosfat

Titik pengamatan: 0 m

Waktu aerasi optimal: 30 menit

0,2 liter Rp. 1.000,-

Parameter: Fosfat total Titik pengamatan: 0 m

Waktu aerasi optimal: 15 jam 10 menit

(57)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ekie Sakhroni Firdausi, anak pertama dari 2 bersaudara yang lahir di Indramayu pada tanggal 28 Juni 1989. Penulis tinggal di Jatibarang Baru, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Ayah penulis bernama Eddy Supraitno, Ibu penulis bernama Sakiroh, dan penulis memiliki adik yang bernama Inge Rakhma Kanina.

Penulis berhasil masuk Institut Pertanian Bogor di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Sebelumnya penulis menimba ilmu di SD Negeri 2 Jatibarang dari tahun 1995-2001, SMP Negeri 1 Jatibarang dari tahun 2001-2004, dan SMA Negeri 1 Sindang dari tahun 2004-2007.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Limnologi (2009/2010 dan 2010/2011), serta Mata Kuliah Pencemaran dan Pengelolaan Air Limbah (2011/2012 dan 2012/2013).

Gambar

Gambar 1. Skema pendekatan permasalahan
Gambar 2. Skema pemasangan alat aerasi dan titik pengambilan contoh
Tabel sidik ragam (ANOVA) bagi RAK
Tabel sidik ragam (ANOVA) parameter ortofosfat (α = 0,05)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Perbuatan yang dikriminalisasi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan bentuk penanggulangan tindak pidana penipuan online yaitu untuk mengatur perbuatan yang

Sehubungan dengan Pelelangan Paket Pekerjaan Peningkatan Jaringan Irigasi D.I Polonas Baru pada Dinas Pengairan Kabupaten Aceh Tenggara Sumber Dana APBK Aceh Tenggara Tahun

Artikel ini ditulis dari hasil pelatihan gandang tasa lagu Siontang Tabang, Kureta Mandaki, dan Oyak Tabuik yang dilakukan pada grup gandang tasa anak-anak,

Kami harap barang yang sudah kami pesan dapat dikirim paling lambat dua hari setelah menerima surat pesanan, untuk pembayaran akan kami transfer setelah barang

Zakaria Amin, (Pimpinan Dayah Darul Arafah, Jamuan, Aceh Utara) dalam temu bual dengan penulis, 2 Desember 2014.. Namun satu hal yang pasti tujuan dari setiap hukum

Pengembangan Paket Pendidikan Karakter dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada Tingkat Madrasah Ibtidaiyah di Kota Mataram.

Rasional penggunaan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan keaktidan dan hasil belajar siswa karena model ini dapat membuat siswa menjadi aktif dan dapat beinteraksi di