(STUUDI KASU
P
UN
US KABUPA
R
PROGRA
FAKU
NIVERSIT
ATEN NA
SKRIP
Oleh REZA ADI 0803040 AGRIBIS
AM STUD
ULTAS PE
TAS SUM
MEDA
2014
GAN RAY
PSI
: IGUNA
082 SNIS
DIAGRIB
ERTANIA
MATERA
AN
4
YA, PROVI
ISNIS
AN
UTARA
ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PEMBANGUNAN
PABRIK MINYAK KELAPA SAWIT
(STUDI KASUS KABUPATEN NAGAN RAYA, PROVINSI NAD)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
OLEH : REZA ADIGUNA
080304082 AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Reza Adiguna (080304082), dengan judul” Analisis Kelayakan Investasi Pembangunan Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) (Studi Kasus Kabupaten Nagan Raya, Provinsi NAD). Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing,MP dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan bangsa Indonesia yang memberikan peran yang sangat signifikan dalam pembangunan perekonomian bangsa Indonesia, khususnya pada pengembangan agroindustri. Prospek pengembangan kelapa sawit sangatlah baik. Dari sisi permintaan, diperkirakan permintaan terhadap produk kelapa sawit akan tetap tinggi di masa-masa mendatang, maka peluang bisnis untuk mengembangkan proyek pengembangan pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) sangatlah menjanjikan. Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu wilayah di Provinsi NAD yang membutuhkan pembangunan Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) karena memiliki potensi baik dari sisi perluasan lahan maupun perbaikan produktivitas perkebunan kelapa sawit.
Penelitian ini bertujuan untuk; (1) menganalisis berapa besar kapasitas
pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) yang dibutuhkan untuk mengolah TBS, (2) menganalisis kelayakan investasi pembangunan pabrik minyak kelapa sawit
(PMKS) yang dibutuhkan untuk mengolah TBS, (3) menganalisis sensitivitas investasi pembangunan pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) terhadap biaya produksi dan harga penjualan dan (4) menganalisis kelayakan investasi dilihat dari aspek teknis, sosial, intitusional, finansial dan pasar.
Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu wilayah potensial untuk pengembangan industri kelapa sawit ditinjau dari segi luas areal dan jumlah produksi TBS. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada pengelola PMKS sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi yang terkait. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif berupa analisis kelayakan secara finansial dan non finansial.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Besar kapasitas PMKS yang dibutuhkan di Kabupaten Nagan Raya pada saat ini berdasarkan jumlah TBS yang tersedia seharusnya adalah 135 ton TBS/jam (kapasitas 105 ton TBS/jam yang sekarang sudah ada dan yang diproyeksikan untuk dibangun kapasitas 30 ton TBS/jam). PMKS yang ada selama ini dijalankan belum optimal karena dioperasikan selama 14 jam kerja (2 shift) yang seharusnya 21 jam kerja (3 shift), sehingga perlu mengoptimalkan jam kerja PMKS agar sisa TBS yang tidak terproses minim. Namun untuk 2 atau 3 tahun ke depan dengan adanya TBM menjadi TM perlu di estimasi pembangunan PMKS baru dengan kapasitas 120 ton TBS/jam.
layak untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan hasil studi kelayakan dengan skenario I (modal sendiri) diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 167.518.061.000; IRR sebesar 25,94%; Net B/C sebesar 1,07; dan payback period selama 3 tahun 1 bulan. Sedangkan dengan skenario II (pinjaman) kegiatan investasi pembangunan PMKS tidak layak dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan nilai NPV bertanda negatif sebesar Rp. 21.547.710.000; IRR sebesar 4,82%; Net B/C sebesar 1,02; dan payback period selama 8 tahun 1 bulan. Total keseluruhan investasi yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 60.126.327.000.
3 Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pembangunan PMKS kapasitas 30 ton TBS per jam, pada indikator kenaikan biaya produksi sebesar 20 persen masih layak dilaksanakan. Sedangkan berdasarkan indikator penurunan harga produksi sebesar 20 persen pada skenario I masih layak dilaksanakan namun namun tingkat pengembaliannya (payback period) lebih lama. Sementara pada skenario II tidak layak untuk dilaksanakan.
4. Berdasarkan hasil analisis aspek teknis, aspek pasar, aspek organisasi manajemen dan aspek sosial terhadap pembangunan PMKS kapasitas 30 ton TBS/jam layak untuk dilaksanakan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Meulaboh pada tanggal 1 Mei 1990 dari ayah Adi
Irwansyah dan ibu Seri Peraini. Penulis merupakan putra pertama dari dua
bersaudara.
Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Al-azhar Medan dan pada tahun yang
sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Mandiri.
Penulis memilih program studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian.
Penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di desa Bagan Asahan
Pekan, Tanjung Balai, Kabupaten Asahan pada bulan Juni tahun 2012 dan
melaksanakan penelitian Skripsi di Nagan Raya Kecamatan Haranggaol Horisan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul ” Analisis Kelayakan Investasi Pembangunan Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) (Studi Kasus Kabupaten Nagan Raya, Provinsi NAD)”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai ketua komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberi masukan dalam membimbing penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini
2. Ibu Dr.Ir. Salmiah, MS sebagai Anggota Komisi pembimbing yang telah banyak memberi masukan/saran yang membangun dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sekaligus selaku ketua Departemen Agibisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS sebagai dosen penguji skripsi yang
telah memberikan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini sekaligus selaku sekertaris Departemen Agibisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara..
5. Seluruh dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan.
6. Seluruh pegawai Departemen Agribisnis FP USU yang telah membantu segala urusan administrasi penulis.
8. Kepada Dian Puspita, Reza Adiguna, Hendrik Nadapdap, Yuki Bastanta, Martumbur Ivan, Ibrahim Syahputra, Martin Pasaribu terima kasih atas perjuangan kita bersama.
9. Seluruh teman-teman angkatan 2008 Agribisnis dan PKP yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis Bapak Alm. Chairul Hamzah Nasution dan Ibu Hj. Satyawati Sulubara serta abang Pangeran Syah Umar Nst, dan Adik Putri Rahayu Syah Umar Nst yang telah memberikan dukungan, semangat, kasih sayang, materi, dan do’a yang tak henti-henti kepada penulis.
Tak ada gading yang tak retak. Tak ada hal yang sempurna di dunia ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Januari 2014
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Kegunaan Penelitian ... 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Potensi Sumberdaya Maritim Indonesia ... 11
2.2. Karakteristik Nelayan ... 12
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan ... 14
2.4. Landasan Teori ... 18
2.5. Kerangka Pemikiran ... 19
2.6. Hipotesis Penelitian... 21
BAB III. METODE PENELITIAN ... 22
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 22
3.2. Metode Penentuan Responden ... 22
3.3. Metode Pengumpulan Data ... 22
3.4. Metode Analisis Data ... 23
3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 25
3.5.1. Definisi ... 25
3.5.2. Batasan operasional ... 26
BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL ... 27
4.1. Luas dan Letak Geografis ... 27
4.2. Iklim ... 28
4.3. Penduduk dan Mata Pencaharian ... 29
4.5. Karakteristik Nelayan ... 33
4.6. Keadaaan Ekonomi dan Sosial Keluarga Nelayan Tradisional ... 34
4.6.1. Keadaan Ekonomi... ... 34
4.6.2. Keadaan Sosial ... 34
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
5.1. Tingkat Pendapatan Nelayan Tradisional di Daerah Penelitian ... 35
5.2. Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Nelayan Tradisional di Daerah penelitian ... 37
5.3. Komparasi Tingkat Pendapatan Nelayan Tradisional Terhadap Upah Minimum Regional (UMR) di Daerah Penelitian ... 43
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
6.1. Kesimpulan ... 45
6.2. Saran ... 45
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Produksi Perikanan Tangkap Menurut Provinsi Tahun
2007-2011(ton) ... 7
2. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Kecamatan Johan Pahlawan Tahun 2003-2012 ... 29
3. Jumlah Penduduk Kecamatan Johan Pahlawan Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Pada Tahun 2012 ... 30
4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Johan Pahlawan Tahun 2012 ... 31
5. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Jenis Mata Pencaharian di Kecamatan Johan Pahlawan Tahun 2012 ... 31
6. Jumlah Sarana dan Prasarana di Kecamatan Johan Pahlawan Tahun 2012 ... 32
7. Rekapitulasi Karakteristik Nelayan Sampel di Kecamatan Johan Pahlawan Tahun 2012 ... 33
8. Distribusi Tingkat Pendapatan Nelayan Sampel per Bulan ... 35
9. Uji Kelayakan Model ... 38
10. Hasil Pengujian Secara Serempak ... 38
11. Pengaruh Umur, Tamatan, Jumlah Tanggungan, Pengalaman Melaut, Investasi, dan Biaya Terhadap Pendapatan Nelayan Tradisional di Daerah Penelitian ... 38
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Karakteristik Sosial Ekonomi Nelayan Sampel ... 48
2. Jenis Tangkapan, Volume dan Penerimaan Nelayan Sampel ... 49
3. Biaya Tangkapan Nelayan per Bulan ... 50
4. Biaya Penyusutan Perahu dan Alat Tangkap ... 51
5. Total Biaya Keseluruhan Nelayan ... 52
ABSTRAK
Reza Adiguna (080304082), dengan judul” Analisis Kelayakan Investasi Pembangunan Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) (Studi Kasus Kabupaten Nagan Raya, Provinsi NAD). Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing,MP dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan bangsa Indonesia yang memberikan peran yang sangat signifikan dalam pembangunan perekonomian bangsa Indonesia, khususnya pada pengembangan agroindustri. Prospek pengembangan kelapa sawit sangatlah baik. Dari sisi permintaan, diperkirakan permintaan terhadap produk kelapa sawit akan tetap tinggi di masa-masa mendatang, maka peluang bisnis untuk mengembangkan proyek pengembangan pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) sangatlah menjanjikan. Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu wilayah di Provinsi NAD yang membutuhkan pembangunan Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) karena memiliki potensi baik dari sisi perluasan lahan maupun perbaikan produktivitas perkebunan kelapa sawit.
Penelitian ini bertujuan untuk; (1) menganalisis berapa besar kapasitas
pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) yang dibutuhkan untuk mengolah TBS, (2) menganalisis kelayakan investasi pembangunan pabrik minyak kelapa sawit
(PMKS) yang dibutuhkan untuk mengolah TBS, (3) menganalisis sensitivitas investasi pembangunan pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) terhadap biaya produksi dan harga penjualan dan (4) menganalisis kelayakan investasi dilihat dari aspek teknis, sosial, intitusional, finansial dan pasar.
Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu wilayah potensial untuk pengembangan industri kelapa sawit ditinjau dari segi luas areal dan jumlah produksi TBS. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada pengelola PMKS sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi yang terkait. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif berupa analisis kelayakan secara finansial dan non finansial.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Besar kapasitas PMKS yang dibutuhkan di Kabupaten Nagan Raya pada saat ini berdasarkan jumlah TBS yang tersedia seharusnya adalah 135 ton TBS/jam (kapasitas 105 ton TBS/jam yang sekarang sudah ada dan yang diproyeksikan untuk dibangun kapasitas 30 ton TBS/jam). PMKS yang ada selama ini dijalankan belum optimal karena dioperasikan selama 14 jam kerja (2 shift) yang seharusnya 21 jam kerja (3 shift), sehingga perlu mengoptimalkan jam kerja PMKS agar sisa TBS yang tidak terproses minim. Namun untuk 2 atau 3 tahun ke depan dengan adanya TBM menjadi TM perlu di estimasi pembangunan PMKS baru dengan kapasitas 120 ton TBS/jam.
layak untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan hasil studi kelayakan dengan skenario I (modal sendiri) diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 167.518.061.000; IRR sebesar 25,94%; Net B/C sebesar 1,07; dan payback period selama 3 tahun 1 bulan. Sedangkan dengan skenario II (pinjaman) kegiatan investasi pembangunan PMKS tidak layak dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan nilai NPV bertanda negatif sebesar Rp. 21.547.710.000; IRR sebesar 4,82%; Net B/C sebesar 1,02; dan payback period selama 8 tahun 1 bulan. Total keseluruhan investasi yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 60.126.327.000.
3 Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pembangunan PMKS kapasitas 30 ton TBS per jam, pada indikator kenaikan biaya produksi sebesar 20 persen masih layak dilaksanakan. Sedangkan berdasarkan indikator penurunan harga produksi sebesar 20 persen pada skenario I masih layak dilaksanakan namun namun tingkat pengembaliannya (payback period) lebih lama. Sementara pada skenario II tidak layak untuk dilaksanakan.
4. Berdasarkan hasil analisis aspek teknis, aspek pasar, aspek organisasi manajemen dan aspek sosial terhadap pembangunan PMKS kapasitas 30 ton TBS/jam layak untuk dilaksanakan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan bangsa Indonesia yang
memberikan peran yang sangat signifikan dalam pembangunan perekonomian
bangsa Indonesia, khususnya pada pengembangan agroindustri. Indonesia
diharapkan akan menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia. Namun
demikian, ternyata prediksi tersebut berjalan lebih cepat, Indonesia saat ini
tercatat sebagai produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia,
mengungguli Malaysia.
Jika melihat kebutuhan akan minyak kelapa sawit di dunia maka sudah barang
tentu setiap tahunnya akan meningkat sejalan pula dengan peningkatan jumlah
penduduk dunia. Terlebih saat ini minyak sawit juga banyak digunakan sebagai
biodiesel, bahan bakar alternatif yang kini sedang marak di pasaran karena
sifatnya yang ramah lingkungan.
Prospek pengembangan kelapa sawit sangatlah baik. Dari sisi permintaan,
diperkirakan permintaan terhadap produk kelapa sawit akan tetap tinggi di
masa-masa mendatang karena memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan
komoditas subtitusinya. Dari kondisi yang demikian, maka peluang bisnis untuk
mengembangkan proyek pengembangan pabrik minyak kelapa sawit sangatlah
menjanjikan. Terlebih di Indonesia, kondisi iklim yang tropis dan curah hujan
yang cukup memungkinkan tanaman kelapa sawit tumbuh dengan baik di wilayah
Indonesia.
Sebagai penghasil minyak kelapa sawit CPO (Crude palm oil) dan inti kelapa
perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Hal
ini disebabkan oleh permintaan dan harga produk CPO di pasar dunia meningkat
pesat dalam beberapa dekade terakhir ini, seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan inovasi terhadap produk-produk turunan dari kelapa sawit yang
dapat digunakan sebagai bahan baku beberapa sektor industri lain (industri hilir).
Dalam beberapa tahun terakhir luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia
terus meningkat dari 7.363.847 hektar pada tahun 2008 menjadi 9.074.621
hektar pada tahun 2012, dan untuk luas areal perkebunan kelapa sawit di Provinsi
Aceh juga mengalami peningkatan dari 287.038 hektar pada tahun 2008 menjadi
358.224 hektar pada tahun 2012 (Dirjen Perkebunan, 2013). Bertambahnya luas
perkebunan kelapa sawit, menyebabkan total produksi minyak kelapa sawit
Indonesia meningkat pesat, pada tahun 2008 jumlah produksi minyak sawit
indonesia sebesar 17,5 juta ton dan mengalami peningkatan menjadi 25,2 juta ton
tahun 2011 atau mengalami peningkatan sebesar 69, 4 persen (GAPKI, 2012).
Potensi industri besar/sedang di Aceh menunjukkan tren yang meningkat selama
periode 2006-2008. Sebaliknya, sejak tahun 2009 hingga tahun 2010 terus
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya jumlah industri
besar/sedang yang aktif berproduksi sehingga berdampak pada menurunnya
jumlah tenaga kerja di sektor industri. Pada tahun 2006, terdapat 33 industri
besar/sedang dengan 5.397 tenaga kerja. Kemudian meningkat hingga mencapai
92 industri besar dan sedang dengan 9.546 tenaga kerja pada tahun 2008. Namun,
terjadi penurunan sejak tahun 2009 hingga pada tahun 2010 menjadi hanya 49
Dari sebanyak 49 industri besar/sedang, 13 industri diantaranya berlokasi di
Kabupaten Aceh Tamiang. Empat hingga lima industri diantaranya
masing/masing berlokasi di Kabupaten Aceh Utara, Nagan Raya dan Aceh
Singkil. Sedangkan sebanyak 1-2 industri tersebar di 14 kabupaten/kota selain
Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Barat Daya, dan
Gayo Lues yang tidak memiliki industri besar/sedang (Statistik Daerah Aceh,
2011). Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Nagan Raya telah memiliki
potensi pengembangan industri Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) jika dilihat
dari empat industri kelapa sawit yang telah dibangun dikabupaten tersebut.
Sub sektor perkebunan telah memberikan andil yang sangat besar bagi
pembangunan masyarakat di Kabupaten Nagan Raya dimana sejak zaman
Belanda daerah ini sudah terkenal sebagai penghasil kelapa sawit. Hal ini
dibuktikan dengan tetap eksisnya dua perusahaan besar pengolahan tandan buah
segar (TBS) menjadi minyak sawit (CPO), yaitu di Kecamatan Darul Makmur
dan Kuala. Disamping perusahaan berskala besar, di Kabupaten Nagan Raya juga
terdapat perkebunan rakyat yang mengusahakan berbagai jenis tanaman
perkebunan diantaranya kelapa sawit, karet, coklat, kelapa hibrida dan kelapa
dalam, cengkeh, kopi, kemiri dan lain-lain.
Pada tahun 2007 produksi tanaman kelapa sawit dari perkebunan rakyat
mencapai106.789,4 ton, produksi karet 3.694,0 ton, produksi kelapa dalam
5.103,2 ton, biji kopi 540,6 ton dan coklat/kakao sebesar 5.181,6 ton. Lima jenis
tanaman perkebunan tersebut merupakan komoditi yang banyak dibudidayakan
Berdasarkan luas areal perkebunan dan hasil produksi, Kabupaten Nagan Raya
sudah memenuhi aspek syarat perlu dan aspek syarat cukup untuk pembangunan
Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) kapasitas 30 ton TBS per jam,
sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh pemerintah terkait dengan paket
program kebun kredit koperasi primer untuk anggota (KKPA) dengan luasan
lahan 6,000 ha ke atas (PPKS, 2002). Selain itu kontinuitas kecukupan pasokan
TBS bagi PMKS sudah sesuai dengan peraturan perizinan pembangunan
PMKS (Peraturan Menteri Pertanian No.26/Permentan/OT.140/2/2007) yang
mengharuskan kapasitas olah terpasang minimal 20 persen dari kemampuan
menyediakan pasokan TBS oleh kebun yang menjamin pasokan TBS.
Kapasitas dapat diterjemahkan sebagai jumlah output maksimum yang tersedia
dari proses transformasi untuk durasi waktu tertentu. Sebagai contoh, perusahaan
penerbangan mengukur kapasitas mereka dalam “available seat miles” (ASMs)
setiap tahun. Satu ASM adalah satu tempat duduk yang tersedia untuk satu
penumpang dalam 1 mil, sehingga jumlah pesawat yang dimiliki, ukuran pesawat
tersebut, seringnya terbang, dan struktur rute yang ditempuh akan berakibat pada
ASM, atau kapasitas, begitu pula pabrik mengukur kapasitas dengan unit, hotel
dengan jumlah kamar yang tersedia, kilang minyak dengan berrel dan lain
sebagainya.
Pembangunan PMKS merupakan bagian integral dari pembangunan industri
kelapa sawit. Tanpa PMKS, pengembangan industri hulu (kebun kelapa sawit)
baik perluasan lahan maupun perbaikan produktivitas di daerah-daerah, seperti
Nagan Raya akan sia-sia. Karena sifat dari produk TBS yang jumlahnya banyak
Kehadiran PMKS pada daerah-daerah sentra produksi TBS seperti Kabupaten
Nagan Raya, sangat membantu petani yang memiliki luas lahan yang relatif
terbatas, untuk menampung hasil produksi dari kebun yang di usahakannya.
Selama ini petani harus menambah biaya transportasi untuk pengangkutan TBS ke
PMKS lain di wilayah (Kabupaten Aceh Timur, Tamiang atau Provinsi Sumatra
Utara) yang jaraknya lebih jauh dari areal perkebunan. Oleh karena itu tidak
sedikit TBS yang dihasilkan dari kebun, terlantar dan membusuk di sekitar tempat
pengumpulan. Lambatnya proses penanganan terhadap TBS tentu saja
menyebabkan penurunan kualitas dan harga jual TBS menjadi rendah. Selain itu
terjadi perpindahan sumber pendapatan daerah ke daerah lain (Kabupaten Aceh
Timur, Tamiang atau Provinsi Sumatra Utara) dari proses penciptaan nilai tambah
produk kelapa sawit yang dihasilkan oleh sektor perkebunan rakyat Kabupaten
Nagan Raya.
Untuk mengantisipasi lonjakan produksi TBS perkebunan rakyat dan hilangnya
potensi sumber pendapatan daerah, maka diperlukan pembangunan pabrik minyak
kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton TBS per jam. Investasi pembangunan Pabrik
Minyak Kelapa Sawit (PMKS) kapasitas 30 ton TBS per jam di Kabupaten Nagan
Raya selain memberikan manfaat juga menimbulkan biaya dan risiko. Hal ini
menuntut perlunya perencanaan yang tepat dan objektif untuk menganalisis
manfaat dan risiko atas kegiatan investasi tersebut. Salah satu analisis yang
diperlukan adalah studi kelayakan investasi. Analisis ini dilakukan untuk melihat
layak atau tidaknya investasi dilakukan berdasarkan aspek aspek yang dikaji,
sehingga dapat memberikan gambaran tepat kepada para investor yang berminat
Dengan adanya pembangunan pabrik kelapa sawit, akan menciptakan kawasan
ekonomi baru dengan tumbuhnya sektor formal dan informal seperti sekolah,
pasar, sarana kesehatan, tranportasi dan telekomunikasi. Hal ini tentu saja akan
menimbulkan dampak yang lebih baik bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat,
pemerintah daerah, dan pihak pihak lain yang terkait secara langsung maupun
tidak langsung dalam kegiatan perekonomian di Kabupaten Nagan Raya.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan gambaran kondisi di atas, maka sebagai perumusan masalah yang
akan di kaji dalam penelitian ini, yaitu:
1) Berapa besar kapasitas pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) yang dibutuhkan
untuk mengolah TBS di daerah penelitian.
2) Bagaimana kelayakan investasi pembangunan pabrik minyak kelapa sawit
(PMKS) yang dibutuhkan untuk mengolah TBS di daerah penelitian.
3) Bagaimana sensitivitas investasi pembangunan pabrik minyak kelapa sawit
(PMKS) yang dibutuhkan terhadap perubahan biaya produksi dan harga
penjualan.
4) Bagaimana kelayakan investasi dilihat dari aspek teknis, sosial, intitusional,
finansial dan pasar.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini
1) Menganalisis berapa besar kapasitas pabrik minyak kelapa sawit (PMKS)
yang dibutuhkan untuk mengolah TBS di daerah penelitian.
2) Menganalisis kelayakan investasi pembangunan pabrik minyak kelapa sawit
(PMKS) yang dibutuhkan untuk mengolah TBS didaerah penelitian.
3) Menganalisis sensitivitas investasi pembangunan pabrik minyak kelapa sawit
(PMKS) terhadap biaya produksi dan harga penjualan.
4) Menganalisis kelayakan investasi dilihat dari aspek teknis, sosial, intitusional,
finansial dan pasar.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1) Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan untuk melakukan
investasi dalam pembangunan pabrik minyak kelapa sawi (PMKS).
2) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak lain yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Tandan Buah Segar (TBS)
Tanaman kelapa sawit ( Elaeis guineeensis Jacq.), tergolong jenis palma yang
buahnya kaya akan minyak nabati. Kelapa sawit yang dikenal adalah jenis Dura,
Psifera, dan Tenera, merupakan tanaman tropis yang termasuk kelompok tanaman
tahunan. Tenera ( Dura x Psifera ) merupakan tanaman yang saat ini banyak
dikembangkan. Buahnya mengandung 80 persen daging buah dan 20 persen
biji yang batok atau cangkangnya tipis dan menghasilkan minyak 34 - 40 persen
terhadap buah.
Buah yang dipanen dalam bentuk tandan disebut dengan tandan buah segar (TBS).
Bentuk, susunan, dan komposisi tandan sangat ditentukan oleh jenis tanaman
dan kesempurnaan penyerbukan. Buah sawit yang berukuran 12-18 gr/ butir,
dapat dipanen setelah berumur enam bulan terhitung sejak penyerbukan
(PPKS dalam Mangoensoekarjo,2003).
2.1.2. Mutu Tandan Buah Segar
TBS, yang diterima di pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan baku,
yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi minyak CPO dan inti
sawit. Sebelum buah diolah perlu dilakukan sortasi dan penimbangan di
tempat penampungan (loading ramp). Menurut Siregar (2003), hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penentuan mutu TBS yang akan dimasukkan ke dalam pabrik
antara lain: Sortasi Panen, penimbangan TBS di Loading Ramp dan
2.1.3. Perkebunan Kelapa Sawit
Secara garis besar ada tiga bentuk utama usaha perkebunan, yaitu
perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara.
Bentuk lain yang relatif baru, yaitu bentuk perusahaan inti rakyat (PIR), yang
pola dasarnya merupakan bentuk gabungan antara perkebunan rakyat dengan
perkebunan besar negara atau perkebunan besar swasta, dengan tata hubungan
yang bersifat khusus.
Produktivitas perkebunan kelapa sawit dipengaruhi oleh kelas lahan, tanaman,
umur dan jenis bibit yang digunakan. Lubis (1992) membedakan kelas lahan
pengembangan kelapa sawit ke dalam empat kelas dengan produktivitas
rata-rata untuk kelas I, II, III dan IV pada umur 4–25 tahun berturut-turut sebesar25,10
ton TBS/ha/tahun; 22,95 ton TBS/ha/tahun; 20,86 ton TBS/ha/tahun; dan 17,71
ton TBS/ha/tahun. Untuk semua kelas lahan, produktivitas meningkat antara umur
15 hingga 21 tahun dan memasuki masa tua pada umur 22 tahun.
Berdasarkan data tersebut maka tanaman kelapa sawit digolongkan ke dalam dua
kelompok yaitu (Lubis,1992):
a) Tanaman belum menghasilkan (TBM) yaitu tanaman berumur 1-3 tahun.
b) Tanaman menghasilkan (TM) yaitu tanaman berumur 4 – 25 tahun.
Tanaman remaja menghasilkan (TRM) berumur 4 – 8 tahun.
Tanaman dewasa menghasilkan I (TDM I) berumur 9 – 14 tahun.
Tanaman dewasa menghasilkan II (TDM II) berumur 15 – 21 tahun.
Tanaman tua menghasilkan (TTM) berumur 20 – 25 tahun.
sensitivitas menunjukkan bahwa batas toleransi perubahan harga TBS untuk PKS
mini CPO ini adalah Rp.575 per kg.
Dampak yang dirasakan dari pembangunan PKS mini CPO kapasitas 5 ton TBS
per jam secara analisis kualitatif dapat dirasakan, seperti terbukanya
lapangan kerja bagi masyarakat setempat, terciptanya pembangunan sarana dan
prasarana fisik dan timbulnya industri-industri kecil dari hasil produk kelapa
sawit beserta turunannya. Akan tetapi secara kuantitatif seperti berapa besar
tingkat pendapatan masyarakat setempat sebagai dampak pembangunan PKS
mini CPO tidak dapak dibuktikan. Pola yang paling tepat untuk membangun
PKS mini CPO di Kota Dumai Provinsi Riau adalah melalui pola koperasi
usaha perkebunan dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat
selaku anggota koperasi.
Hasil penelitian Hartopo (2005) tentang Analisis Kelayakan Finansial Pabrik
Kelapa Sawit Mini, Studi Kasus Pabrik Kelapa Sawit Aek Pancur,Tanjung
Merawa, Medan, Sumatera Utara. Bedasarkan hasil uji kelayakan, kegiatan
investasi pembangunan industri PKS Mini kapasitas olah 5 ton TBS per jam
dinyatakan layak dari semua kriteria investasi. Hasil kriteria investasi yang
digunakan berturut-turut sebagai berikut : NPV = Rp 1.711.942.000 ; IRR =
28,22 persen ; Net B/C Ratio = 1,827 dan payback period Sembilan tahun.
Analisis sensitivitas PKS mini pada skenario pertama yang menggunakan harga
beli TBS sebesar Rp 508,17 per kg TBS dengan rendemen minyak 19
persen dan rendemen inti 3,5 persen, menurut kriteria kelayakan dinyatakan
layak. Dalam skenario tersebut, PKS mini dapat beroperasional dengan baik pada
tahun. Sedangkan skenario dua tiga menurut kriteria investasi usaha
pembangunan PKS mini dinyatakan tidak layak sama sekali. Skenario dua
menggunakan harga beli TBS sebesar Rp 713 per kg dengan rendemen 21 persen
dan rendemen inti 4 persen, skenario tiga menggunakan harga beli TBS sebesar
Rp. 643,25 per kg dengan rendemen minyak 19 persen dan rendemen inti 3,5
persen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa harga beli TBS dan kualitas rendemen
sangat berpengaruh terhadap kelayakan PKS mini.
Hasil analisis eksternalitas atau dampak adanya PKS mini menimbulkan
eksternalitas positif maupun negatif bagi lingkungan sekitar. Eksternalitas positif
yang ditimbulkan, yaitu 1) sarana dan prasarana pendukung yang lebih
baik seperti listrik, telepon, dan jalan raya; 2) biaya transportasi TBS yang
dimiliki oleh kebun rakyat dan swasta lebih rendah dan pendapatan masyarakat
menjadi meningkat. Eksternalitas negatif antara lain 1) kerusakan yang
ditimbulkan PKS mini seperti air sungai yang jelek, kebisingan mesin PKS yang
bekerja 20 jam per hari dan kendaraan angkut minyak CPO maupun TBS, dan
polusi udara; 2) keamanan dari lingkungan di kebun rakyat dan swasta seperti
pencurian TBS; 3) penyelewengan yang dilakukan oleh pihak pabrik (masalah
timbangan TBS yang masuk ke pabrik).
Pada penelitian terdahulu (Harahap dan Hartopo) sama-sama menganalisis
pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 5 ton TBS per jam (mini) dengan alat
analisis yang sama. Sedangkan pada penelitian kali ini yang dianalisis adalah
pabrik kelapasawit dengan kapasitas 30 ton TBS per jam serta berbeda dalam
pendekatan penggunaan indikator sensitivitas yang digunakan dalam penelitian.
Keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit mutlak adanya guna menunjang
industri minyak sawit baik dalam perusahaan maupun petani. Bahkan saat ini
jumlah PMKS dengan luas kebun sawit sangat belum seimbang, sehingga
dibutuhkan pembangunan PMKS baru dalam jumlah yang cukup banyak untuk
seluruh wilayah Indonesia. Dampak dari kurangnya pabrik ini sangat dirasakan
oleh para petani sawit di daerah antara lain pihak pengelola dapat
mempermainkan harga TBS di pabrik atau over load PMKS, sehingga para petani
merasa dirugikan.
Pembangunan PMKS merupakan investasi padat modal yang membutuhkan nilai
investasi besar. Hal inilah yang menginspirasi beberapa kelompok tani atau
pengusaha daerah untuk membangun PMKS mini sehingga dapat menampung
TBS petani untuk segera diolah. Kapasitas PMKS mini mulai dari 1 ton hingga 10
ton perjam, meskipun mini, nilai investasinya juga lumayan besar dengan kisaran
2-3 miliar rupiah perton tergantung daerah lokasi pembangunannya. Namun tetap
lebih kecil dibandingkan dengan pembangunan pabrik dengan kapasitas di atas 30
ton per jam. Harga tersebut merupakan harga pembangunan fisik PMKS tanpa
bangunan perumahan karyawan atau tergantung kesepakatan dengan pihak
kontraktornya nanti.
Berinvestasi dalam pembangunan PMKS ini sebaiknya berhubungan dengan
konsultan pabrik agar dapat ditentukan kapasitas pabrik yang dibutuhkan, survey
lokasi pembangunannya, pengurusan perizinan dengan pihak terkait dan
memperhitungkan nilai investasinya secara fix. Hal ini guna menghindari biaya
yang terlalu mahal dan pembangunan pabrik yang kurang tepat lokasinya tentunya
biasanya para pengusaha harus mempersiapkan dana untuk membeli TBS dari
petani atau pemasok ke pabrik, alangkah lebih baik jika pengusaha sudah
memiliki perkebunan sendiri meskipun tidak terlalu luas (Purnomo, 2013).
Menurut Goenadi dan Tim (2005), Pabrik biodiesel minyak sawit yang dibangun
berkapasitas produksi 1 ton/jam atau 20 ton/hari atau 6.000 ton/tahun atau 6.600
kilo liter/tahun dan 100.000 ton/tahun atau 110.000 kilo liter/tahun. Struktur
biaya produksi biodiesel sangat tergantung dari harga bahan baku CPO dan
methanol.
a. Pabrik Biodiesel Skala Kecil (6.000 ton = 6.600 kl per tahun)
Biaya produksi pabrik skala kecil ini sekitar Rp. 4,164/lt hingga
Rp.4,840/lt pada tingkat harga CPO di pasar internasional berkisar
antaraUS$ 300/ton hingga US$ 375/ton. Modal kerja yang dibutuhkan
untuk mengoperasikan Pilot Plant berkisar antara US$ 254,46 atau Rp. 2,3
milyar hingga diperlukan US$ 295,803 atau Rp. 2,6 milyar. Dengan
perhitungan ini, maka biaya untuk membangun dan mengoperasikan satu
unit pabrik biodiesel skala kecil berkisar antara Rp. 14,3 milyar hingga Rp.
14,6 milyar tergantung harga CPO.
b. Pabrik Biodiesel Skala Besar (100.000 ton = 110.000 kl per tahun)
Pada tingkat harga CPO seperti di atas, biaya produksi dari pabrik
biodiesel skala besar antara Rp. 3,547/lt hingga Rp 4,224/lt. Sedangkan
4,060,976 atau Rp. 36,548,787,500 hingga US$ 4,750,039 atau Rp.
42,750,350,000.
Pabrik Biodiesel dirancang sederhana, bernilai tambah dan ramah lingkungan.
Proses yang digunakan meliputi refined (pretreatment), transesterifikasi dan yang
terakhir purifikasi. Proses refined yang dilakukan adalah degumming, dan juga
deodorizing. Untuk transesterifikasi dilakukan dengan dua tahap. Purifikasi
dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi. Selain biodiesel, produk
samping yang dihasilkan adalah crude gliserol yang dapat dimurnikan dan juga
bernilai ekonomis. Pabrik Biodiesel sangat berguna sebagai buffer harga untuk
minyak sawit, minyak sawit dapat dijadikan bahan bakar alternatif yang ramah
lingkungan.
Tabel 1. Biaya Investasi, Modal Kerja dan Biaya Produksi Pabrik Biodiesel
No Komponen Satuan
Pabrik Biodiesel 3 Biaya Produksi
Dengan perkiraan biaya investasi di atas, maka total biaya investasi untuk
peremajaan dan perluasan kebun, pembangunan pabrik CPO dan biodiesel skala
kecil dan besar dalam 5 tahun ke depan adalah sekitar Rp. 28,2 trilyun
(Goenadi, dan Tim, 2005).
2.2. Landasan Teori 2.2.1 Investasi
Investasi dapat diartikan sebagai penanaman modal dalam suatu kegiatan yang
memiliki jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha (Kasmir,
2003). Oleh karena itu, investasi dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:
a. Investasi nyata (real investment)
Investasi nyata merupakan investasi yang dibuat dalam harta tetap (fixed
asset) seperti tanah, bangunan, peralatan atau mesin-mesin.
b. Investasi finansial (financial investment)
Investasi finansial merupakan investasi dalam bentuk kontrak kerja,
pembelian saham, obligasi atau surat berharga lainnya seperti sertifikat
deposito.
2.2.2 Studi Kelayakan Proyek
Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan biaya-biaya dengan
harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan
dalam satu unit. Proyek merupakan elemen operasional yang paling kecil yang
disiapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kesatuan yang terpisah dalam suatu
pembangunan pertanian (Gittinger,1986). Berdasarkan definisi tersebut maka
proyek dapat diartikan sebagai suatu aktifitas yang mengeluarkan biaya untuk
mendapatkan manfaat.
Kasmir (2003) menyimpulkan bahwa pengertian studi kelayakan adalah suatu
kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha
atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak
usaha dijalankan. Umar (2007) menyatakan bahwa studi kelayakan proyek
merupakan penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek dibangun untuk
jangka waktu tertentu.
Pemilihan proyek sebagian didasarkan kepada indikator, nilai dan hasilnya.
Manfaat suatu proyek didefenisikan sebagai segala sesuatu yang
membantusuatu tujuan. Sedangkan biaya suatu proyek merupakan segala sesuatu
yang mengurangi suatu tujuan (Gittinger,1986). Paling tidak ada lima tujuan
mengapa sebelum proyek dijalankan perlu dilakukan studi kelayakan
(Kasmir, 2003) yaitu: (1) menghindari risiko, (2) memudahkan perencanaan, (3)
memudahkan pelaksanaan pekerjaan, (4) memudahkan pengawasan, dan(5)
memudahkan pengendalian.
2.2.3 Aspek-Aspek Analisis Kelayakan
Dalam menganalisis dan merencanakan suatu proyek harus mempertimbangkan
banyak aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan
yang dapat diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Masing-masing
Menurut Gittinger (1986) aspek-aspek tersebut terdiri dari aspek teknis, aspek
institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, aspek pasar, aspek finansial, dan
aspek ekonomi. Pada penelitian ini aspek yang dipertimbangkan dan dianalisis,
yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek institusional-organisasi-manajerial,
aspek finansial, dan aspek sosial/lingkungan.
Urutan penilaian aspek mana yang harus didahulukan tergantung dari kesiapan
penilai dan kelengkapan data yang ada. Tentu saja dalam hal ini dengan
mempertimbangkan prioritas mana yang harus didahulukan lebih dahulu dan
mana yang berikutnya.
2.2.3.1 Aspek Teknis
Analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output
(produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa (Gittinger,1986). Aspek
teknis berkaitan dengan proses pembangunan proyek secara teknis seperti lokasi
proyek, kapasitas produksi, bahan baku, peralatan dan mesin, proses
produksiserta teknologi yang digunakan.
2.2.3.2 Aspek Pasar
Aspek-aspek pasar dari suatu proyek adalah rencana pemasaran output yang
dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk
kelangsungan dan pelaksanaan proyek (Gittinger, 1986). Analisis pemasaran
penting dilakukan untuk mengetahui tingkat permintaan dan penawaran terhadap
dengan kata lain, seberapa besar potensi pasar yang ada untuk produk atau jasa
yang ditawarkan dan seberapa besar market share yang dikuasai oleh para
pesaing. Kemudian bagaimana strategi pemasaran yang akan dijalankan untuk
menangkap peluang pasar dan pasar potensial yang ada.
2.2.3.3 Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial
Aspek ini berkaitan dengan pengorganisasian dan pengelolaan
sumberdaya-sumber daya yang terlibat dalam pelaksanaan proyek. Analisis dilakukan
berkenaan dengan model dan personal manajerial yang digunakan dalam proses
pengambilan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan perencanaan dan
operasional harus sesuai dengan bentuk dan tujuan dari proyek.
2.2.3.4 Aspek Sosial dan Lingkungan
Analisis sosial berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan dan implikasi sosial yang
lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan
sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu
proyek yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial
(Gittinger,1986). Sejauh mana proyek dapat memberi manfaat secara inplisit dan
eksplisit terhadap pendistribusian pendapatan serta penciptaan lapangan
pekerjaan. Selain itu analisis juga perlu mempertimbangkan pengaruh negatif
dari pelaksanaan proyek terhadap dampak sosial seperti kehilangan pekerjaan
akibat adopsi tehnologi atau penerapan alat-alat mekanis yang mengurangi
keterlibatan tenaga kerja manusia.
Kualitas hidup masyarakat haruslah merupakan bagian dari rancangan proyek.
merugikan dari proyek yang direncanakan. Pembangunan proyek mungkin saja
akan merusak sumber-sumber air bersih dari limbah yang dihasilkan oleh proyek.
Lokasi pelaksanaan proyek harus dipilih dan ditinjau secara langsung untuk
menghindari rusaknya kelestarian lingkungan.
2.2.3.5 Aspek Finansial
Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis proyek menerangkan
pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya. Tujuan utama analisis finansial adalah untuk menentukan
proyeksi mengenai anggaran yang akan digunakan secara efisien dengan cara
mengestimasi penerimaan dan pengeluaran pada saat pelaksanaan proyek serta
pada masa-masa yang akan datang setiap tahunnya (Gittinger,1986).
Rencana anggaran dari suatu proyeksi analisis finansial dilakukan untuk
mengetahui berapa besar investasi yang dibutuhkan dan sumber dana yang
digunakan untuk membiayai pelaksanaan proyek. Analisis finansial dapat juga
digunakan sebagai pertimbangan dalam permohonan kredit investasi dan kredit
modal kerja serta penjadwalan pelunasan kredit yang digunakan untuk
membiayai pembangunan proyek. Dalam analisis ini kriteria-kriteria yang
digunakan adalah payback period, net present value (NPV), internal rate return
(IRR), profitability index serta rasio-rasio keuangan.
2.2.4 Analisis Sensitivitas
Salah satu keuntungan analisis proyek secara finansial ataupun ekonomi yang
dilakukan secara teliti adalah bahwa dari analisis tersebut dapat diketahui atau
asumsi yang telah dibuat pada waktu perencanaan. Gittinger (1986)
mengemukakan bahwa analisis sensitivitas adalah meneliti kembali suatu analisa
untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang
berubah-ubah. Sementara menurut Kadariah (1978), yang dimaksud dengan
analisis kepekaan atau sensitivitas adalah suatu teknis analisis untuk menguji
secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila
terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang di buat dalam
perencanaan.
Gittinger (1986) menambahkan proyeksi selalu menghadapi ketidakpastian yang
dapat saja terjadi pada keadaan yang telah diperkirakan. Pada bidang pertanian
terdapat empat masalah utama yang sensitif yaitu: (1) harga, (2) keterlambatan
pelaksanaan, (3) kenaikan biaya, dan (4) hasil. Analisis sensitivitas dapat
dilakukan dengan pendekatan nilai pengganti (switching value), dilakukan secara
coba-coba terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga dapat diketahui
tingkat kenaikan ataupun penurunan maksimum yang boleh terjadi agar NPV
sama dengan nol.
2.2.5 Arus Kas (Cash flow)
Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan suatu
periode tertentu. Dalam cash flow semua data pendapatan yang diterima (cash in)
dan biaya yang dikeluarkan (cash out) baik jenis maupun jumlahnya diestimasi
sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kondisi pemasukan dan pengeluaran
di masa yang akan datang (Kasmir, 2003). Cash flow mempunyai tiga komponen
operasional cash flow berkaitan dengan operasional usaha dan terminal cash flow
berkaitan dengan nilai sisa aktiva yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis
lagi (Umar, 2007).
2.3. Kerangka Pemikiran
Industri hulu dan industri hilir kelapa sawit memiliki keterkaitan yang
sangat erat dalam perkembangan industri kelapa sawit. Di antara kedua industri
tersebut terdapat industri perantara, yaitu pabrik minyak kelapa sawit (PMKS).
Penelitian tentang analisis kelayakan investasi PMKS didasari oleh
meningkatnya luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit yang tidak
diikuti dengan penambahan jumlah PMKS. Lonjakan hasil produksi kebun
kelapa sawit tidak dapat ditampung dengan baik oleh PMKS yang ada.
Kondisi tersebut tentu saja tidak efisien bagi petani, karena harus menambah
biaya transportasi untuk mengangkut TBS ke PMKS yang jaraknya jauh dari areal
perkebunan petani.
Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan pembangunan PMKS untuk
memaksimalkan potensi yang ada secara optimal. Sebelum pembangunan PMKS
maka diperlukan studi kelayakan untuk menilai aspek-aspek yang terkait agar
investasi yang dilakukan bisa memberikan manfaat serta untuk menghindari
risiko–risiko yang ditimbulkan oleh pembangunan PMKS.
Studi kelayakan investasi dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif
dengan menggunakan kriteria-kriteria investasi. Hasil perhitungan kriteria
investasi digunakan untuk menentukan layak atau tidaknya investasi PMKS
keputusan. Secara lebih rinci alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat
pada Gambar 2. berikut.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Pembangunan Pabrik Minyak Kelapa Sawit
Perkebunan Kelapa Sawit
Peningkatan Produksi dan Perluasan lahan sehingga Membutuhkan Tambahan Kapasitas Pengolahan
Pabrik Minyak Kelapa Sawit Manfaat dan Biaya
Aspek Konstitusional
Aspek Finansial, NVP, IRR, NET B/C, Payback Periode, Analisis
Sensitivitas
Aspek Sosial
Aspek Teknis Aspek Pasar
Tidak Layak Layak
Pengembangan Pembangunan
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang sudah diuraikan maka diajukan hipotesis untuk
di uji yakni, bahwa investasi pembangunan PMKS kapsitas 30 ton TBS/Jam layak
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Nagan Raya Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (secara
sengaja) (Sugiarto, dkk., 2001). Pemilihan lokasi Kabupaten Nagan Raya
merupakan salah satu wilayah potensial untuk pengembangan industri kelapa
sawit ditinjau dari segi luas areal dan jumlah produksi TBS.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data dan informasi dikumpulkan untuk keperluan analisis aspek-aspek yang
berkaitan dengan proses pembangunan PMKS. Data yang dikumpulkan meliputi
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui observasi
di daerah penelitian. Data sekunder diperoleh dari informasi dan data yang telah
ada, penelusuran melalui internet, buku, jurnal, balaipenelitian, instansi-instansi
pemerintah, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian.
3.3 Metode Analisis Data
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan
kuantitatif berupa analisis kelayakan secara finansial dan non finansial. Analisis
kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang aspek-aspek
kelayakan pembangunan PMKS yang dilakukan di Kabupaten Nagan Raya
meliputi aspek teknis, aspek pasar, aspek institusional-organisasi-manajerial,
aspek sosial, dan aspek finansial.
Excel dan kalkulator kemudian ditampilkan dalam bentuk tabulasi untuk
memudahkan pembacaan dan interpretasi secara deskriptif. Analisis
kuantitatif meliputi analisis finansial pembangunan pabrik minyak kelapa sawit
(PMKS) dengan menggunakan kriteria-kriteria kelayakan investasi yaitu; Net
present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net
B/C), Payback Period dan analisis sensitivitas.
3.4 Kriteria Kelayakan Investasi a. Net Present Value (NPV)
NPV suatu proyek adalah manfaat bersih yang diperoleh selama umur proyek.
Didapat dari selisih antara total PV(Present Value) manfaat dan biaya pada setiap
tahun kegiatan usaha dimasa yang akan datang. Kriteria dan keputusan dalam
analisis ini adalah layak jika NPV>0 sedangkan bila NPV<0, usaha tersebut tidak
layak untuk di usahakan (Kadariah,1978). Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
NPV
keterangan:
Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t i = Tingkat suku bunga n = Umur ekonomis proyek
t = Waktu
b. IRR (Internal Rate of Return)
IRR adalah tingkat pengembalian internal selama umur proyek. IRR merupakan
discount rate yang menjadikan manfaat bersih sekarang sama dengan nol. Nilai
IRR yang lebih besar atau sama dengan discount rate yang telah ditentukan, maka
telah ditentukan, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan (Kadariah, 1978).
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
IRR
Dimana :
i1 = Discountrate yang menghasilkan NPV positif I2 = Discountrate yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV yang bernilai positif
NPV2 = NPV yang bernilai negatif
c. Net B/C (Net Benefit Cost Ratio)
Net B/C merupakan perbandingan antara NPV total dari manfaat bersih
terhadaptotaldaribiayabersih (Kadariah, 1978). Metode ini digunakan untuk
melihat berapa besar maanfaat bersih yang dapat diterima suatu proyek untuk
setiap investasi yang dikeluarkan. Bila Net B/C lebih besar sama dengan 1 usaha
dianggap layak untuk dilaksanakan dan jika B/C kurang dari 1 maka usaha tidak
layak untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
/
Dimana, Bt = totalpenerimaanpadatahunke-t
Ct = totalbiayapadatahunke-t
i = tingkatdiskontoyangberlaku n = umurekonomiproyek
d. Payback Period
Payback Period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu
investasi, yang digunakan untuk mengukur periode pengembalian modal. Dasar
yang digunakan untuk perhitungan adalah aliran kas (Net Cashflow). Semakin
pengembalian investasinya, maka usaha tersebut semakin baik untuk
dilaksanakan (Kasmir, 2003). Payback period dapat dirumuskan sebagai berikut:
e. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat dampak yang ditimbulkan dari
perubahan-perubahan kondisi di luar jangkauan asumsi yang telah dibuat pada
saat perencanaan. Pada penelitian ini analisis sensitivitas dilakukan dengan
pendekatan perubahan akibat kenaikan biaya produksi dan penurunan harga
produksi sebesar 20 persen. Penentuan kenaikan biaya produksi sebesar 20
persen merujuk pada komponen PMKS ada sebagian besar dibeli dari luar.
Sedangkan penentuan penurunan harga produksi sebesar 20 persen merupakan
tingkat toleransi yang dianggap wajar untuk kebutuhan pasokan bahan baku yang
disebabkan oleh faktor-faktor non teknis yang mungkin terjadi.
3.5. Defenisi dan Batasan Operasional 3.5.1. Definisi
Berbagai definisi yang ada dibawah ini bertujuan menghindari kesalahpahaman
dan kekeliruan dalam penafsiran, yakni sebagai berikut :
1. Investasi dapat diartikan sebagai penanaman modal dalam suatu kegiatan
yang memiliki jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha
2. NPVsuatu proyek adalah manfaat bersih yang diperoleh selama umur proyek.
3. Internal Rate Return (IRR) adalah tingkat pengembalian internal selama
4. NetB/C merupakan perbandingan antara NPV total dari manfaat bersih
terhadap total dari biaya bersih.
5. Payback Period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu
investasi, yang digunakan untuk mengukur periode pengembalian modal.
3.5.2. Batasan Operasional
Sebagai dasar perhitungan finansial dalam studi kelayakan investasi,
asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai beriku:
1. Umur ekonomis proyek 15 tahun, ditentukan berdasarkan umur teknis
bangunan pabrik.
2. Kapasitas terpasang pabrik, yaitu 30 ton TBS/Jam.
3. Jumlah jam kerja maksimal 20 jam/hari, ditentukan berdasarkan jam
operasional rata-rata pabrik kelapa sawit di Sumatra Utara dan Riau pada
kondisi normal. Sedangkan di Provinsi NAD dalam satu dekade terakhir
kondisinya tidak normal karena faktor keamanan sehingga tidak dijadikan
sebagai tolok ukur.
4. Jumlah hari kerja, 25 hari per bulan, 300 hari per tahun, dengan asumsi hari
minggu libur serta hari libur nasional dan hari besar keagamaan.
5. Kebutuhan bahan baku TBS akan dipenuhi dari kebun sendiri, kebun rakyat
dan kebun swasta yang ada di Kabupaten Nagan Raya dan daerah sekitarnya
berdasarkan proyeksi ketersedian bahan baku per tahun.
6. Analisis di kelompokkan menjadi dua skenario berdasarkan struktur
pendanaan (sumber modal). Dengan komposisi pendanaan sebagai berikut :
Skenario I: seluruh biaya investasi menggunakan dana sendiri.
7. Jangka waktu pinjaman kredit selama 10 tahun.
8. Tingkat suku bunga kredit investasi 15 persen per tahun, berdasarkan suku
bunga kredit investasi yang berlaku pada Bank di Wilayah Kabupaten
Nagan Raya untuk kredit investasi, yaitu sebesar 15 persen.
9. Rendemen CPO 19 persen dan Kernel 5 persen. Asumsi ini berdasarkan
potensi rata-rata rendemen CPO dan Kernel di Provinsi NAD.
10. Asumsi harga TBS, CPO dan Kernel sebagai berikut:
a. Harga TBS Rp. 1.026
b Harga CPO Rp. 5.700
c Harga Kernel Rp. 2.633
11. Biaya modal (faktor diskonto) untuk skenario I (dana sendiri), 1 persen.
Skenario II (pinjaman), 15 persen.
12. Asumsi biaya-biaya lain:
a Biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus.
b Biaya asuransi sebesar 1,5 persen dihitung dari total biaya investasi
pabrik (proyeksi).
c Biaya pemeliharaan pabrik 2,0 persen dihitung dari total biaya investasi
pabrik (proyeksi).
d. Perhitungan pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang No. 17
tahun 2000 tentang pajak penghasilan badan usaha.
e Perhitungan pajak perolehan hak guna usaha (HGU) berdasarkan
Undang- undang No. 12 tahun 1994.
f. Nilai sisa dari hasil penjualan asset dikenai pajak penjualan sebesar 10
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1.Geografis
Kabupaten Nagan Raya secara geografis terletak pada lokasi
030 40’– 04038’ Lintang Utara dan 960 11’ – 960 48’ Bujur Timur dengan luas
wilayah 3.544,90 Km2 (berdasarkan hasil RTRW Nagan Raya). Kabupaten Nagan
Raya berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Tengah di sebelah
Utara, Kabupaten Gayo Luwes dan Aceh Barat Daya di Sebelah Timur,
Kabupaten Aceh Barat di sebelah Barat dan di bagian Selatan berbatasan dengan
Samudera Indonesia.
Berdasarkan Qanun Kabupaten Nagan Raya Nomor 2 dan Nomor 3 Tahun 2011,
maka secara definitif pada tahun 2011 terdapat 2 (dua) kecamatan yang
mengalami pemekaran wilayah. Sehingga jumlah kecamatan bertambah dari 8
(delapan) kecamatan menjadi 10 (sepuluh) kecamatan. Dua kecamatan yang
mengalami pemekaran wilayah adalah Kecamatan Beutong dan Kecamatan Darul
Makmur. Kecamatan Beutong mengalami pemekaran menjadi Kecamatan
Beutong dan Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang. Sedangkan Kecamatan
Darul Makmur mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Darul Makmur dan
Kecamatan Tripa Makmur.
Darul Makmur mempunyai luas wilayah terluas yaitu 1.027,93 Km2 atau 29,00
persen dari luas wilayah kabupaten. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Beutong
dengan luas wilayah 1 017,32 Km2 atau 28,70 persen. Sedangkan 8 (delapan)
51,51 persen dari jumlah hari dalam setahun. Jika dilihat kecendrungan hujan
dalam setahun, maka pada sepanjang tahun 2011 memiliki jumlah hari hujan yang
relative stabil. Jumlah curah hujan mengalami fluktuatif dalam satu tahun, pada
Agustus terdapat curah hujan tertinggi, yaitu 774 mm, sedangkan pada bulan mei
hanya 136 mm.
Suhu udara dan kelembaban udara sepanjang tahun tidak terlalu berfluktuasi,
dengan suhu udara dan kelembaban udara rata-rata per bulan 26,2 0c dan 88
persen. Suhu udara minimum rata-rata berkisar antara 20,5 s/d 23,0 0c dan suhu
udara maksimum rata-rata berkisar antara 29,6 s/d 32,0 0c. Rata-rata penyinaran
matahari adalah sebesar 5,2 persen per hari.
4.2. Pemerintahan
Kabupaten Nagan Raya yang terbentuk pada tahun 2002 yaitu pemekaran dari
Kabupaten Aceh Barat, terdiri dari 10 wilayah kecamatan, 30 mukim dan 222
desa definitif, dengan ibukota kabupaten terletak di Suka Makmue.
Lembaga eksekutif yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Nagan Raya, secara
susunan organisasi pada tahun 2011 terdiri dari 16 dinas, 12 lembaga teknis
(badan dan kantor) dan 10 sekretariat kecamatan. Instansi berupa dinas dan badan
dikepalai oleh pejabat eselon II, sementara kantor dikepalai oleh pejabat eselon
III.
Jumlah keseluruhan pegawai negeri sipil (PNS) daerah yang bertugas di jajaran
pemerintahan Kabupaten Nagan Raya pada oktober 2011 sebanyak 3.836 orang,
atau kenaikan sebesar 10,04 persen dibandingkan dengan tahun 2009 (januari)
yang berjumlah 3.486 orang. Hal ini disebabkan adanya penerimaan pegawai
aparatur pemerintah daerah sejak terbentuknya kabupaten ini pada tahun 2002.
Selain itu, juga terdapat penambahan 2 instansi baru dan 2 Sekretariat Kecamatan
pada tahun 2011, yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Kantor
Pelayanan Perizinan Satu Pintu dan Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang,
Kecamatan Tripa Makmur.
4.3.Penduduk
Berdasarkan hasil estimasi BPS, pada tahun 2011 jumlah penduduk Nagan Raya
adalah sebanyak 142.861 jiwa dengan rincian jumlah laki-laki sebanyak 72.223
jiwa dan perempuan sebanyak 70.638 jiwa. Distribusi penduduk menurut
kecamatan pada tahun 2010 mengalami perubahan seiring dengan pemekaran
wilayah kecamatan seperti dapat dilihat pada Grafik. 2. Distribusi jumlah
penduduk kecamatan Darul Makmur menempati urutan pertama yaitu 27,96
persen dari jumlah penduduk keseluruhan, diikuti oleh Kecamatan Kuala
sebanyak 13,28 persen.
Distribusi penduduk pada Kecamatan Seunagan dan Kecamatan Kuala Pesisir
secara berurutan adalah sebesar 10,36 persen dan 10,10 persen. Sedangkan
distribusi jumlah penduduk pada Kecamatan Beutong, Kecamatan Senagan Timur
dan Kecamatan Tadu Raya adalah sebesar 8,98 persen, 8,71 persen dan 8,01
persen. Kecamatan Suka Makmue dan Kecamatan Tripa Makmur memiliki
distribusi sebesar 5,74 persen dan 5,66 persen. Sedangkan Kecamatan Beutong
Pada tahun 2010 sarana pendidikan yang ada di Kabupaten Nagan Raya sudah
tersedia baik mulai pada tingkat pendidikan dasar sampai pada tingkat pendidikan
menengah atas, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta.
Disamping sekolah umum juga terdapat sekolah agama atau madrasah yang
tersedia mulai dari tingkat dasar yaitu Madrasah Ibtida’iayah sampai pada tingkat
Madrasah Aliayah.
Jumlah Sekolah Dasar pada tahun 2011 terdapat 129 unit berstatus negeri dan 3
swasta; SLTP sebanyak 31 unit dengan status negeri dan 2 swasta; SMA sebanyak
17 unit negeri dan 1 unit swasta; serta SMK negeri dan swasta masing-masing 1
unit. Sementara itu untuk madrasah terdapat MI sebanyak 14 unit berstatus negeri
dan 5 swasta; MTs sebanyak 2 unit negeri dan 7 unit swasta; serta MA sebanyak 1
unit negeri dan 2 unit swasta.
Untuk melihat ketersediaan tenaga pendidik dibanding dengan jumlah murid yang
harus dididik, terutama untuk sekolah yang dikelola oleh pemerintah
(berstatus negeri), dapat dilihat dari angka rasio murid-guru. Pada tahun 2011,
rata-rata perbandingan guru dan murid untuk tingkat SD sebesar 1:9; tingkat
SLTP sebesar 1:11 dan pada tingkat SMA sebesar 1:12 ; tingkat SMK 1:8.
sedangkan untuk sekolah madrasah, tingkat MI sebesar 1:14 ; tingkat MTs 1:13 ;
Sakit Umum daerah yang berlokasi di Kecamatan Kuala
(tepatnya di desa Ujung Fatihah).
Jumlah tenaga medis yang berada di puskesmas maupun pustu di Kabupaten
Nagan Raya pada tahun 2011 adalah sebanyak 449 orang dengan rincian 35 orang
dokter, 304 orang bidan dan 110 orang tenaga perawat. sementara itu pada RSUD
terdapat 20 orang dokter dengan rincian 3 orang dokter spesialis (spesialis
kandungan, spesialis bedah dan spesialis penyakit dalam) dan 15 orang dokter
umum serta 2 orang dokter gigi.
4.5.Pertanian
Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu daerah yang menjadi sentra
produksi berbagai jenis komoditi pertanian, baik jenis tanaman pangan seperti
padi, palawija, buah-buahan, dan sayuran, maupun jenis tanaman perkebunan
seperti kelapa sawit, kakao, karet dan kelapa. Disamping itu lahan yang tersedia
untuk budidaya pertanian masih cukup luas. Sub sektor peternakan juga sangat
menjanjikan untuk lebih ditingkatkan di daerah ini mengingat wilayah berupa
padang rumput yang masih luas tersedia. untuk perikanan laut juga menjadi
andalan daerah ini dengan adanya empat kecamatan yang berbatasan langsung
dengan samudera Indonesia, yaitu kecamatan Kuala Pesisir, Tadu Raya dan Darul
diantaranya kelapa sawit, karet, coklat, kelapa dalam, pinang, kopi, kemiri dan
lain-lain.
Tabel 3. Luas Area, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Dari Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Nagan Raya Tahun 2011
No Kecamatan
Luas Areal
(Ha) Produksi TM (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha) TM TBM
1. Darul Makmur 18.762 1.335 101.440 5,4
2. Tripa Makmur 2.266 544 10.000 4,4
3. Kuala 1.073 2.144 2.697 2,5
4. Kuala Pesisir 916 2344 2.419 2,6
5. Tadu Raya 3.029 3.366 30.356 10,0
6. Beutong 1.119 1.054 3.029 2,7
7. Beuton Ateuh Banggalang - - - -
8. Seunagan 109 160 161 1,5
9. Suka Makmue 91 20 10 0,1
10. Seunagan Timur 179 138 449 2,5
Jumlah 27.544 11.105 150.561 5,5
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan Raya, 2012
Pada tahun 2011 produksi tanaman kelapa sawit dari perkebunan rakyat mencapai
150.561 ton dengan produktivitas 5,5 Ton/Ha. Berdasrkan hasil produktivitas
TBS, menunjukkan produksi yang rendah. Produksi karet 3.304 ton, coklat/kakao
sebesar 1.415 ton, kelapa dalam sebesar 670 ton juga terdapat pinang dengan
produksi sebesar 220 ton. Lima jenis tanaman perkebunan tersebut merupakan
komoditi andalan yang banyak dibudidayakan pada perkebunan rakyat sebagai
sumber penghasilan masyarakat di Nagan Raya.
4.6.Industri
Di Nagan Raya terdapat empat jenis industri dengan skala mikro, yaitu industri
bangunan. pada tahun 2011 jumlah industri tradisional di nagan raya adalah
sebanyak 391 unit, mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, yaitu sebanyak 366 unit. penyumbang terbanyak pada industri ini
adalah tukang jahit bordir, yaitu sebanyak 205 unit.
Jumlah industri makanan dan minuman adalah sebanyak 295 unit, mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 239 unit. penyumbang
terbanyak pada industri ini adalah industri tempe dan industri tahu, yaitu sebanyak
118 unit dan 137 unit. sedangkan jumlah industri jasa pada tahun 2011 adalah
sebanyak 295 unit, mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, yaitu sebanyak 304 unit. Penyumbang terbanyak pada jenis industri
ini adalah reparasi sepeda motor dan tambal ban, yaitu sebanyak 127 unit dan 45
unit. Industri bahan bangunan pada tahun 2011 adalah sebanyak 135 unit. Industri
ini didominasi oleh industri batu bata, yaitu sebanyak 134 unit.
4.7.Perhubungan dan Komunikasi
Pada tahun 2010 panjang jalan yang melintasi Nagan Raya diperkirakan adalah
sepanjang 592,35 Kilometer (Km), yaitu terdiri dari 82,00 Km jalan negara,
117,60 Km jalan provinsi dan 392,75 km jalan kabupaten. Mengalami kenaikan
sebesar 2,60 persen dari tahun sebelumnya, yaitu 577,35 km. Dengan kondisi
jalan 69 persen dalam keadaan baik, sedangkan sisanya, yaitu sebanyak 31 persen
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kelayakan Investasi Pembangunan PMKS yang Dibutuhkan Untuk Mengolah TBS
Berdasarkan identifikasi masalah yang kedua, yaitu bagaimana kelayakan investasi pembangunan pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) yang dibutuhkan untuk
mengolah TBS di Kabupaten Nagan Raya diuraikan sebagai berikut:
Kabupaten Nagan Raya saat ini memiliki 3 unit PMKS, yaitu PT. Socfindo
Seunagan, PT. Socfindo Seumayam, dan PT. Fajar Baizury dengan total kapasitas
105 ton TBS per jam. Keberadaan PMKS ini selama ini telah memberikan dampak
terhadap kelancaran proses pengolahan TBS yang bersumber dari perkebunan
rakyat, perkebunan besar swasta yang belum memiliki PMKS. Namun pasokan
TBS sebagai bahan baku PMKS jauh lebih besar dari kapasitas olah PMKS yang
ada sekarang. Untuk mengantisipasi melimpahnya produksi TBS seiring dengan
bertambahnya luas areal perkebunan dan produksi TBS karena terkait dengan
bertambahnya umur tanaman menghasilkan serta beralihnya tanaman TBM menjadi
TM (tanaman menghasilkan), maka perlu membangun PMKS baru secara bertahap
sesuai dengan yang dibutuhkan agar sisa TBS menjadi minim. Kebutuhan PMKS
sesaui dengan yang dibutuhkan, yaitu PMKS dengan kapasitas 30 ton TBS/jam.
Mengingat investasi PMKS kapasitas 30 ton TBS/jam memerlukan dana dalam
jumlah besar, yaitu sekitar Rp.60.126.307 milyar dan sumber bahan baku berupa
TBS seluruhnya tergantung pemasok eksternal (kebun rakyat/koperasi, kebun besar