MAKNA SIMBOL TOR-TOR DAGANAK TUBU
PADA MASYARAKAT ANGKOLA
DI DESA PARSALAKAN KECAMATAN ANGKOLA BARAT
KABUPATEN TAPANULI SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
PUTRI NORMA SARI HASIBUAN
2101142020
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TARI
JURUSAN PENDIDIKAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Skripsi ini Diajukan oleh Putri Norma Sari Hasibuan, NIM 2101142020
Jurusan Sendratasik
Program Studi Pendidikan Tari/S-1
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan
Dinyatakan telah memenuhi persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan
Medan, Februari 2015
Disetujui oleh:
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
i
ABSTRAK
PUTRI NORMA SARI HASIBUAN. NIM 2101142020 Makna Simbol Tor-tor Daganak Tubu pada Masyarakat Angkola di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan. 2015
Penelitian ini merupakan kajian mengenai makna simbol Tor-tor Daganak Tubu pada masyarakat Angkola di desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. Tor-tor Daganak Tubu ini menggambarkan rasa syukur keluarga ketika menyambut kelahiran bayi. Tor-tor ini diiringi oleh syair-syair lagu yang ditujukan untuk kebaikan sang bayi.
Dalam penuangan hasil penelitian ini menggunakan beberapa teori-teori yang mendukung dengan topik penelitian diantaranya teori makna, teori simbol, teori struktur, pengertian Tor-tor serta pengertian upacara adat.
Waktu penelitian yang digunakan untuk membahas tentang Tor-tor Daganak Tubu ini selama dua bulan, yaitu pada bulan November 2014 hingga Januari 2015. Tempat penelitian berada di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. Populasi pada penelitian ini adalah beberapa orang ketua adat masyarakat Angkola yang bertempat tinggal di Kota Padangsidempuan, penyelenggara upacara adat, kerabat dan keluarga sebagai panortor. Sampel dalam penelitian ini adalah 2 orang ketua adat beberapa keluarga penyelenggara pesta. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi, dan selanjutnya pada analisis menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa secara keseluruhan makna simbol yang terdapat dalam Tor-tor Daganak Tubu melambangkan wujud rasa syukur ketika menyambut kelahiran seorang bayi. Dalam gerakan ketika manortor terdapat makna mulai dari sembah kepada Tuhan yang Maha Esa dan penghormatan kepada sesama manusia, meminta do’a kepada agar diberi segala kebaikan kepada sang bayi, serta membagikan rezeki kepada sesama. Disamping itu dalam ende (syair lagu) terdapat pula makna-makna yang sesuai dengan gerakan Tor-tor.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Makna Simbol Tor-tor Daganak Tubu
pada Masyarakat Angkola di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan”.
Skripsi ini merupakan sebagai salah satu syarat yang telah ditetapkan
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Sendratasik, Program
Studi Pendidikan Tari, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan dan keterbatasan pengetahuan, baik dari
segi penulisan, tata bahasa dan penyampaian ide penulis. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun perbaikan
dimasa yang akan datang.
Dalam penyelesaian tugas akahir ini, penulis juga mengalami berbagai
kendala. Namun berkat doa dan bantuan oleh pihak yang dengan suka rela
memberi semangat kepada penulis untuk itu penulis dengan segala kerendahan
hati mengucapkan terima kasih kepada;
1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan
3. Uyuni Widiastuti, M.Pd selaku Ketua Jurusan Sendratasik
4. Nurwani S.S.T M.Hum selaku ketua Prodi Pendidikan Tari, Jurusan
Sendratasik Universitas Negeri Medan sekaligus dosen pembimbing I
5. Yusnizar Heniwati S.S.T M.Hum selaku dosen pembimbing II
6. Dra. Rr. RHD Nugrahaningsih, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik
7. Bapak / Ibu Dosen Pendidikan Tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Medan yang telah memberikan ilmu dan kasih sayangnya selama
proses pembelajaran dan perkuliahan berlangsung.
8. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Drs. Parlindungan
Hasibuan dan Ibunda Erni Wati Situmorang, keduanya yang sangat sabar
berupa materi maupun do’a yang telah mengiringi Ananda untuk
menyelesaikan skripsi ini.
9. Adik-adik tersayang Ahmad Arsyad Bosar Hasibuan, Fazri Kurniansyah
Hasibuan, Rifka Erlinda Putri Hasibuan, Nazwa Sakinah Putri Hasibuan,
M. Fahrezzi Arafat Hasibuan yang selalu memberikan do’a serta motivasi
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi ini.
10. Terma kasih kepada keluarga besar dari Umak dan Bapak yang mungkin
tidak dapat disebutkan oleh penulis secara satu persatu.
11.Bapak narasumber Ch. Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam dan Daud
Siregar yang telah banyak memberikan informasi kepada peneliti sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat saya Afni Dayanti Nasution S.Pd, Monica Mauliyandari S. Pd
yang telah dulu menyelesaikan studinya terlebih dahulu, Sefrina Wahyuni
dan Jelita Fitri yang sama-sama berjuang dengan penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini, Bang Dodi, Om Reza, Madan, Rani dan Manda.
13. Semua teman-teman Jurusan Sendratasik Khususnya Tari yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu yang telah berjuang untuk mendapatkan
gelar S-I Pendidikan Tari
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh
pihak yang turut membantu dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Medan, Februari 2015 Penulis
iv
BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN 11
A. Landasan Teori ... 11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19
A. Metode Penelitian ... 19
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
1. Lokasi Penelitian ... 20
2. Waktu Penelitian ... 20
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21
1. Populasi ... 21
2. Sampel Penelitian... 21
v
1. Studi Kepustakaan ... 22
2. Observasi... 24
3. Wawancara ... 24
4. Dokumentasi ... 24
E. Teknik Analisis Data... 25
BAB IV PEMBAHASAN ... 26
A. Gambaran Umum Masyarakat Tapanuli Selatan ... 26
B. Upacara Adat Mangupa Daganak Tubu ... 31
C. Struktur Penyajian Tor-tor Daganak Tubu ... 37
D. Makna Simbol Tor-tor Daganak Tubu ... 40
1. Makna Simbol yang Terdapat Dalam Ragam Gerak ... 40
2. Makna Ende (Syair) Lagu Tor-tor Daganak Tubu ... 46
3. Makna Ulos Bagi Masyarakat Angkola ... 48
BAB V PENUTUP ... 53
A. Kesimpulan ... 53
B. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
GLOSARIUM... 57
LAMPIRAN 1 GAMBAR ...
LAMPIRAN 2 DATA INFORMAN .. ...
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Tapanuli Selatan ... 27
Gambar 4.2 Manilpokkon Hasaya (pemotongan hewan kerbau). ... 36
Gambar 4.3 Tor-tor Daganak Tubu. ... 39
Gambar 4.4Tor-tor Daganak Tubu ... 40
Gambar 4.5 Salah satu jenis Ulos Batak Angkola ... 48
Gambar 4.6Salah satu kegunaan ulossebagai penutup Pangupa ... 49
Gambar 4.7Paroppa Sadun ... 50
Gambar 4.8 Sekelompok Paronang-onang
Gambar 4.9Gondang
Gambar 4.10 Suling
Gambar 4.11ogung/ tawak-tawak
Gambar 4.10 sepasang tali sasayat
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Makna Ragam Gerak Tor-Tor Daganak Tubu... 38
Tabel 4.2 Deskripsi Tor-tor Daganak Tubu... 39
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk
simbol yang mengandung arti yang beraneka ragam salah satunya digunakan
sebagai sarana untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa seorang
manusia. Dalam kegiatan adat istiadat, tari juga dapat digunakan sebagai sarana
pada upacara adat yang dapat mengekspresikan jiwa seseorang maupun
sekelompok masyarakat. Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki beragam jenis
upacara adat istiadat yang digunakan sebagai sarana untuk menunjukkan rasa suka
maupun duka.
Tapanuli Selatan juga dikenal dengan tradisiadat istiadat Batak Angkola
yang kental. Pada awalnya masyarakat di daerah ini menganut sistem kepercayaan
yang bersumber dari leluhur atau nenek moyang yang menjadi pedoman dalam
kehidupannya, apabila adat istiadat dilanggar maka para leluhur atau nenek
moyang terdahulu akan murka. Namun seiring masuknya ajaran agama Islam ke
daerah ini, maka kegiatan adat yang bertolak belakang dengan agama mulai
ditinggalkan oleh masyarakat, subsuku Batak sudah ini menyesuaikan tradisi
dengan agama.
Pada zaman dahulu, nenek moyang telah menciptakan berbagai ragam
bentuk seni yang mempunyai landasan falsafah adat untuk diwariskan kepada
2
upacara adat maupun kehidupan sehari-hari. Dari banyaknya hasil cipta para
leluhur itu dapat ditemukan berbagai seni yang masih terus berkembang di daerah
Tapanuli Selatan seperti:
1. Seni suara disebut Ende
2. Seni tari disebut Tor-tor
3. Seni musik disebut Gondang/ Gordang
4. Seni ukir, pahat, dan lukis disebut Gorga Torsa dan Gana-ganaan
5. Seni sastra atau bahasa disebut Hata Hapantunon
6. Seni olahraga disebut Uti-utian
7. Seni bela diri disebut Partahanan (Sutan Tinggi Barani: 1981: 3)
Bagi masyarakat di daerah ini Tor-tor merupakan salah satu hal yang
berkaitan dengan kepercayaan yaitu bentuk pemujaan, persembahan, dan
permohonan kepada yang kuasa. Dalam hal ini banyak kekuatan gaib yang
dihormati ataupun disembah dengan tujuan memperoleh perlindungan dari segala
marabahaya, memohon kemakmuran, kedamaian dan sebagainya. Namun seiring
berkembangannya zaman beberapa Tor-tor memiliki fungsi lain seperti, sebagai
pertunjukan dan hiburan.. Tor-tor yang dimiliki oleh masyarakat di Tapanuli
Selatan merupakan salah satu bentuk tari komunal dimana tor-tor ini tidak
diketahui penciptanya dan berkembang pada masyarakat sehingga dapat dikatakan
Tor-tor merupakan milik masyarakat. Myron HN dan Constance GN ( 2001:102)
berpendapat bahwa:
3
Dari pengertian tari komunal yang dijelaskan oleh Myron dan Costance
dapat kita ketahui bahwa Tor-tor merupakan salah satu bentuk seni yang memiliki
iringan musik tradisional. Kemudian Tor-tor ini biasanya disajikan dalam
berbagai upacara adat salah satunya dalam upacara Mangupa Daganak Tubu bagi
masyarakat Angkola, dimana dalam upacara ini kegiatan manortor merupakan
salah satu kegiatan utama. Tor-tor ditarikan oleh masyarakat secara bersama,
memiliki bentuk gerak yang sederhana, dilihat dari penampilan para masyarakat
yang menjadi Panortor tidak terlalu memperhatikan riasan pada wajah. Edi
Sedyawati, Sal mugyanto dan Yulianti Parani (1986:160) mengatakan:
Ditinjau dari dari ciri-ciri yang ada pada setiap tari rakyat itu antara lain: 1. Fungsi sosial
2. Ditarikan penari bersama
3. Menurut spontanitas atau respon 4. Bentuk geraknya sederhana
5. Tata rias dan busana pada umumnya sederhana 6. Irama iringan musik dinamis dan cenderung cepat 7. Jarang membawakan cerita lakon
8. Jangka waktu pertunjukan tergantung dari gairah penari yang tergugah 9. Sifat tari rakyat sering homoristis
10.Tempat pementasan berbentuk arena 11.Bertemakan kehidupan masyarakat
Dalam upacara adat istiadat di Tapanuli Selatan terdapat dua uparaca adat
besar yaitu Upacara Siriaon (suka cita) dan upacara Siluluton (duka cita). Upacara
yang berkaitan dengan suka cita yaitu Upacara Pabagas Boru (pernikahan),
Hasorangan ni Daganak Tubu (kelahiran Bayi), Pajonjong Bagas na Baru
(mendirikan rumah baru) dan upacara yang berbentuk duka cita yaitu Upacara
Hamaten (kematian). Tor- tor sangat berperan dalam setiap Horja Godang
(upacara adat besar) di daerah ini, akan tetapi pada upacara adat kematian
4
dengan ajaran agama yang dipercayai. Pada setiap upacara adat tersebut tidak
semua orang bisa manortor dalam satu Galanggang (panggung) karena pengaruh
adanya tingkatan sosial dalam masyarakat, selain itu hubungan tutur dalam
kekeluargaan harus benar-benar diperhatikan. Begitu juga dengan upacara adat
Mangupa Daganak Tubu, Tor-tor hanya boleh dilakukan oleh anggota keluarga
sesuai kedudukan panortor dalam upacara.
Suku Batak dikenal dengan banyaknya marga, dalam suku ini sangat
penting dimana marga adalah suatu identitas keturunan dari pendahulunya (nenek
moyangnya) kemudian akan diberikan secara turun temurun kepada anak
cucunya. Dalam suku batak garis keturunan berasal dari pihak laki-laki sehingga
marga diturunkan dari pihak ayah. Marga diturunkan oleh ayah kepada anak
laki-laki maupun perempuan, akan tetapi anak laki-laki-laki-laki yang akan meneruskan marga
sementara perempuan tidak.
Begitu pula dengan suku Batak Angkola yang mengambil garis keturunan
laki-laki atau yang biasa disebut dengan sistem patriliniar. Oleh karena itu, di
Tapanuli Selatan kelahiran anak pertama terlebih anak laki-laki seringkali
disambut dengan upacara pesta adat sebagai rasa syukur keluarga yang biasa
disebut Mangupa Daganak Tubu dalam bentuk upacara kecil maupun besar,
karena sang anak yang akan melanjutkan sejarah keluarga. Pesta syukuran adat
Horja Godang Mangupa Daganak Tubu disertai dengan upacara adat dan
pemotongan kerbau. Kerbau memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan
hewan lain sehingga kerbau menjadi lambang tingginya kedudukan sosial.
5
keselamatan bagi keluarga dan bayinya. Dalam kegiatan penyembelihan hewan
kerbau juga ada tor-tor yaitu Tor-tor Manilpokkon Hasaya.
Dalam upacara ini dapat dilihat jelas bahwa anggota masyarakat itu
mempunyai tingkatan sosial sehingga upacara ini tidak begitu menyebar. Ketika
seorang masyarakat memiliki kedudukan sosial dan ekonomi yang mencukupi
maka ia akan melaksanakan Horja Godang Untuk Mangupa-upa anaknya. Pada
zaman sekarang kedudukan sosial bukan berarti yang lebih berkuasa pada daerah
melainkan masyarakat yang mampu secara ekonomi dan berniat melaksanakan
upacara. Akan tetapi ada juga beberapa adat kecil yang dilakukan apabila tidak
melaksanakan Horja Godang Mangupa Daganak Tubu yaitu Mangupa-upa
seperti hanya dengan keluarga tanpa mengundang raja-raja adat atau yang lainnya.
Ketika seorang bayi lahir maka harus disambut dengan melaksanakan
upacara meskipun dengan bentuk yang sederhana maupun dengan Horja Godang
(pesta adat besar). Dalam kegiatan ini Sebelum melaksanakan upacara Horja
Godang Mangupa Daganak Tubu dilakukan permohonan agar diberi izin dan do’a
oleh raja-raja adat sehingga upacara dapat berjalan lancar tanpa kekurangan.
Pelaksanaan upacara adat Mangupa Daganak Tubu ini merupakan bentuk rasa
bahagia sekaligus rasa syukur keluarga dalam menyambut kelahiran sang bayi.
Upacara ini dilaksanakan tergantung niat pemilik hajatan untuk melaksanakan
berapa hari, zaman dahulu dilakukan sampai tujuh hari tujuh malam, kemudian
menjadi tiga hari tiga malam. Namun belakangan dipersingkat oleh masyarakat
seperti untuk Horja Godang Mangupa Daganak Tubu lebih sering dilaksanakan
6
Kegiatan manortor merupakan salah satu kegiatan utama dalam upacara
adat Mangupa Daganak Tubu, dalam upacara ini terdapat beberapa jenis Tor-tor.
Dalam rangkaiannya, tor-tor dilaksanakan sesuai dengan struktur kekerabatannya.
Berdasarkan kelompoknya maka terdapat struktur Tor-tor dalam upacara yang
dibagi kepada beberapa tor-tor sebagai berikut:
1. Tor-tor Suhut Bolon dilakukan oleh orang tua bayi
2. Tor-tor kahanggi dilakukan oleh kelompok saudara laki-laki ayah bayi
3. Tor-tor Hombar Suhut dilakukan oleh kelompok se-marga ayah bayi
4. Tor-tor Anak Boru dilakukan oleh kelompok keluarga ibu bayi
5. Tor-tor Pisang Raut dilakukan oleh Anak Boru dari Anak Boru orang tua
bayi
6. Tor-tor Hatobangon dilakukan oleh kelompok orang yang dituakan di
dalam desa
7. Tor-tor Harajaon dilakukan oleh kelompok orang yang dianggap
memahami adat istiadat
8. Tor-tor Orang Kaya dilakukan oleh orang kepercayaan atau biasanya
menjadi tangan kanan raja adat
9. Tor-tor Panusunan bulung dilakukan oleh raja adat yang paling dituakan
10.Tor-tor Daganak Tubu dilakukan oleh ibu dari bayi
Pada upacara Mangupa Daganak Tubu, Tor-tor Daganak Tubu merupakan
puncak tor-tor, dimana tor-tor dilakukan oleh ibu dari bayi yang akan diupa-upa.
Dalam tor-tor ini ibu menggendong bayi sambil manortor dan keduanya
7
memang khusus untuk digunakan oleh bayi, berbeda dengan tor-tor lainnya, yang
menjadi selendang adalah kain khas Batak Angkola yang yang disebut dengan
Sabe-sabe, abit godang atau ulos godang. Dalam Tor-tor ini ibu dan bayinya
ditemani oleh kerabat perempuan se-marga dengan ayah bayi
Ketika tor-tor ini dilakukan oleh ibu bayi, maka isi Ende (syair lagu)
dalam iringan musiknya harus sesuai dengan landasannya mulai dari sang bayi
dalam kandungan, hingga keluarga membuat suatu hajatan sebagai ungkapan rasa
syukur ketika sang bayi dilahirkan ke dunia, seperti yang dikatakan oleh Sutan
Tinggi Barani Perkasa Alam (1977:9) “ Gondang na do Tor-torna” maka dalam
landasannya apa yang sesuai dengan bayi itu yang harus diucapkan dalam Ende
tidak boleh dikeluarkan dari kenyataannya atau berlebihan kecuali do’a untuk
sang bayi yang mengharapkan kebaikan untuk masa depannya. Disamping itu
sebagai pengiring ada beberapa alat musik yang mendukung ketika tor-tor ini
dilakukan seperti, gondang, suling, gong, tawak-tawak, mong-mongan,dan tali
sasayat.
Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk menjadikan Tor-Tor
Daganak Tubu sebagai topik dalam kajian penelitiannya dengan judul “Makna
Simbol Tor-tor Daganak Tubu pada Masyarakat Angkola di Desa Parsalakan
Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan”.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah sangat penting untuk mengetahui permasalahan yang
8
mengenai alasan-alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam usulan
penelitian dilihat menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Berdasarkan masalah
yang telah dikemukakan, permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian
ini adalah:
1. Baimana struktur penyajian Tor-tor pada masyarakat Angkola dalam
upacara Mangupa Daganak Tubu di Kabupaten Tapanuli Selatan?
2. Bagaimana Asal mula Tor-tor Daganak Tubu pada masyarakat Angkola di
Kabupaten Tapanuli Selatan?
3. Bagaimana bentuk Tor-tor Daganak Tubu pada masyarakat Angkola di
Kabupaten Tapanuli Selatan?
4. Bagaimana makna simbol Tor-tor Daganak Tubu pada masyarakat
Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan?
C. Pembatasan Masalah
Melihat luasnya cakupan masalah yang timbul dan karena keterbatasan
waktu, kemampuan dan tenaga peneliti, maka penulis membatasi masalah agar
penelitian ini mencapai sasaran dan tidak lari dari topik yang akan diteliti. Dengan
demikian yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Baimana struktur Penyajian Tor-tor dalam upacara Mangupa Daganak
Tubu pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan?
2. Bagaimana makna simbol Tor-tor Daganak Tubu pada masyarakat
9
D. Rumusan masalah
Setelah masalah diidentifikasi maka perlu merumuskan masalah, karena
hasilnya dapat menjadi petunjuk bagi prosedur berikutnya. Penjelasan mengenai
alasan-alasan mengapa masalah dikemukakan dalam usulan penelitian dipandang
menarik, penting dan perlu untuk diteliti merupakan isi dari perumusan masalah.
Merumuskan masalah merupakan pekerjaan yang sukar bagi setiap peneliti. O.
Setiawan Djuharie (2001:52) mengatakan bahwa: “yang dapat menolong peneliti
dari kesulitan merumuskan masalah adalah pengetahuan yang luas dan terpadu
mengenai teori-teori dan penelitian terdahulu dalam bidang yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti”.
Berdasasarkan pendapat dan uraian latar belakang masalah di atas,
identifikasi dan rumusan masalah, maka diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut “Bagaimana Makna Simbol Tor-tor Daganak Tubu pada Masyarakat
Angkola di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli
Selatan? ”.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan bentuk lain hasil perumusan masalah selain
judul penelitian. Bentuk tujuan penelitian ini penting karena dapat menjadi
penuntun untuk langkah-langkah berikutnya. Oleh karena itu, susunannya
mengikuti konsistensi seperti yang berlaku dalam perumusan masalah. Adapun
yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah adalah sebagai
10
1. Mendeskripsikan struktur Penyajian Tor-tor dalam upacara Mangupa
Daganak Tubu di Tapanuli Selatan.
2. Mendeskripsikan makna simbol Tor-tor Daganak Tubu pada masyarakat
Angkola di desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten
Tapanuli Selatan.
F. Manfaat Penelitian
Selain memiliki tujuan, suatu penelitian juga diharapkan memiliki
manfaat. Dengan mengetahui tujuan ini sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,
penelitian ini juga mempunyai manfaat. Adapun manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Sebagai informasi kepada penulis dalam menambah wawasan pengetahuan
mengenai Tor-tor Daganak Tubu dalam upacara adat Magupa Daganak
Tubu.
2. Sebagai sumber informasi tertulis mengenai upacara adat yang berkaitan
dengan kelahiran anak.
3. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa UNIMED maupun
peneliti-peneliti lainnya yang akan melaksanakan peneliti-penelitian dengan topik yang
berkaitan.
4. Sebagai sumber motivasi bagi masyarakat khususnya masyarakat Tapanuli
Selatan dan sekitarnya agar melestarikan serta mengembangkan
54
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan uraian yang sudah dijelaskan
mulai dari latar belakang hingga pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan
keseluruhan dari hasil penelitian terhadap Tor-tor Daganak Tubupada masyarakat
Angkola di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli
Selatan, sebagai berikut:
1. Dalam upacara adat Mangupa Daganak Tubu terdapat beberapa Tor-tor
dalam rangkaiannya, pada puncaknya terdapat Tor-tor Daganak Tubu.
2. dilihat dari strukturnya dalam Tor-tor Daganak Tubu ini ibu menggendong
bayi sambil manortor dan keduanya diselendangkan dengan salah satu kain
adat yang disebut Paroppa Sadun dan ditemani kerabat ayah bayi. Kain ini
memang khusus untuk digunakan oleh bayi yang baru lahir berbeda dengan
tor-tor lain yang menggunakan Abit Godang atau Ulos Godang.
3. Secara keseluruhan makna simbol yang terdapat dalam Tor-tor Daganak
Tubu melambangkan wujud rasa syukur ketika menyambut kelahiran seorang
bayi. Dalam gerakan ketika manortor terdapat makna mulai dari manyomba
tu Tuhan hormat tu manusia (sembah kepada Tuhan dan hormat kepada
manusia), mangido do’a (meminta do’a kepada yang kuasa agar diberi
kebaikan kepada ibu dan bayinya), serta manartarkon (membagikan rezeki).
Disamping itu dalam ende (syair lagu) terdapat pula makna-makna yang
sesuai dengan gerakan Tor-tor.
54
B. Saran
Dari kesimpulan hasil penelitian diatas, maka dapat diajukan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap kepada masyarakat serta
pemerintahan untuk tetap dapat melestarikan Tor-tor maupun upacara adat ini
sebagai bentuk kepedulian terhadap tradisi adat istiadat pada masyarakat
Angkola
2. Diharapkan kepada seluruh masyarakat serta pemerintah daerah ini untuk
lebih perduli terhadap tari-tari tradisi lainnya sehingga informasi-informasi
mengenai adat istiadat beserta tariannya dapat dipertahankan dan diturunkan
kepada generasi-genarasi yang akan datang.
3. Diharapkan kepada masyarakat khususnya masyarakat Angkola yang masih
muda untuk lebih memaknai budaya-budaya sendiri dibanding
membudayakan tradisi-tradisi luar yang kebanyakan sudah tidak sesuai dan
55
DAFTAR PUSTAKA
Barani, Sutan Tinggi. 2012. Gondang Tor-tor Gordang Sambilan Angkola-Sipirok Padang Lawas Mandailing. Medan: Mitra
Barani, sutan Tinggi. Siregar, Rukiyah. Harahap, Paruhum. 1977. Burangir Nahombang. Medan: Pratama Mitra Sari
Danesi, Mercel. 2012. Pesan Tanda dan Makna. Yogyakarta: Salasutera
Djuharie O. Setiawan. 2001. Pedoman Penulisan Skripsi Tesis Disertasi. Bandung: Yrama Widya
Eco, Umberto. 1976. Teori Semiotika Signifikasi ‘Komunikasi, Teori Kode Serta Teori Produksi-Tanda. Kreasi Wacana: Bantul
Sedyawati, E, Murgiyanto, sal & Parani, Yulianti. 1986. Pengetahun Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian Proyek Pengembangan Kesenian Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Eco, Umberto. 1976. Teori Semiotika Signifikasi ‘Komunikasi, Teori Kode Serta Teori Produksi-Tanda. Kreasi Wacana: Bantul
Eva, Deni. 2012. Tor-tor Upacara Adat Masyarakat Tapanuli Selatan. Skripsi S I: Unimed
Hadi, Sumandiyo. 2005.Sosiologi Tari. Yogyakarta: Pustaka
Harahap, H.M.D. 2009. Adat Istiadat Tapanuli Selatan
Hariani, Dini. 2012. Makna Simbol Tor-tor Naposo Nauli Bulung pada Masyarakat Angkola. Skripsi S I; Unimed
H.N, Myron dan G.N, Constance. 2001. The Dance Experience. Yogyakarta: Prodi seni Pertunjukan Universitas gajah Mada
Magdalena. 2012. Tor-tor Harajaon dalam Upacara Haroan Boru pada Masyarakat Tapanuli Selatan Kecamatan Medan Denai kotamadya Medan. Skripsi S I: Unimed
Nursyid, Sumatmaja. 2002. Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung : Alfabeta
55
Ritzer, George. 2012. Teori sosial edisi VIII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Royce, Anya Peterson. 2007. The Antropology of Dance, terjemahan F.X Widaryanto. Bandung: STSI Press Bandung
Salim dan Syahrum. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Citapustaka Media
Sedyawati, Edi. 1986. Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat kesenian Proyek Pengembangan Kesenian jakarta, Departemen pendidikan dan Kebudayaan
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Soedarsono, R.M. 2002. Seni pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta : Departemen Kebudayaan Dan Pendidikan
Turnip, Betty M. 2013. Diktat metodologi penelitian pendidikan Fisika. Unimed, Medan
http://moteqar.blogspot.com/2008/12/resume-materi-pembahasan-tari-komunal.html
http://kelompok3okepunya.blogspot.com/2011/01/teori-sistem.html