• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Penyuluhan Tentang Manajemen Trauma Gigi Anak Pada Guru SD di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Sunggal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Penyuluhan Tentang Manajemen Trauma Gigi Anak Pada Guru SD di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Sunggal"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TENTANG MANAJEMEN

TRAUMA GIGI ANAK PADA GURU SD DI KECAMATAN

MEDAN BARU DAN MEDAN SUNGGAL

OLEH

SHALINI SUPPIAH NIM : 090600153

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan Di hadapan tim penguji skripsi

Medan, Desember 2014

Pembimbing: Tanda tangan

Ami Angela Harahap, drg.,Sp.KGA.,MSc ……….

(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 11 Desember 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Yati Roesnawi, drg

ANGGOTA : 1. Essie Octiara, drg.,Sp.KGA

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Penyuluhan Tentang Manajemen Trauma Gigi Anak Pada Guru SD di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Sunggal”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala keikhlasan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Ami Angela Harahap, drg.,Sp.KGA.,MSc yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberi bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Suppiah, Ibu Maheswari dan adik-adik tersayang, Karthigan dan Kavindra serta kerabat yang telah memberi dukungan, perhatian, doa, kasih sayang dan semangat kepada penulis. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg.,C.Ort.,Ph.D,Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Yati Roesnawi, drg selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak (IKGA) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Yendriwati, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi.

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa pendidikan, dan staf pengajar dan pegawai Ilmu Kedokteran Gigi Anak (IKGA) yang telah membimbing dan memberi arahan selama masa penyusunan skripsi.

(5)

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini dan memohon maaf bila terdapat kesalahan selama melakukan penelitian ini. Semua saran akan menjadi masukan yang sangat berharga bagi kualitas skripsi ini. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran gigi.

Medan, Desember 2014 Penulis,

...

(6)

FakultasKedokteran Gigi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2014

Shalini Suppiah

Efektivitas penyuluhan tentang manajemen trauma gigi anak pada guru SD di Kecamatan Medan Baru dan Medan Sunggal.

xi + 64 halaman

Trauma gigi anak sering terjadi pada anak-anak antara usia 8 hingga 11 tahun. Guru merupakan orang yang terdekat pada anak masa di sekolah dimana trauma sering terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengetahuan guru SD tentang manajemen awal trauma gigi. Penelitian ini melihat efektivitas penyuluhan, dengan cara menilai pengetahuan guru sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan melalui kuesioner. Karakteristik guru seperti usia, jenis kelamin, masa kerja dan mata pelajaran yang diberikan oleh guru SD dilihat apakah berpengaruh terhadap penyuluhan yang dilakukan.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental ulang. Jumlah sampel sebesar 80 guru dari SD Negeri dan Swasta di Kecamatan Medan Baru dan di Kecamatan Medan Sunggal, Kotamadya Medan.Uji analisis dilakukan dengan tes Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney serta Tes Wilcoxon. Tingkat signifikansi yang ditetapkan sebesar p ≤ 0,05.

Hasil yang didapati dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan pengetahuan guru (p=0,492). Ada hubungan antara usia dengan pengetahuan guru (p=0,04). Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan pengetahuan guru (p=0,140). Tidak ada hubungan antara mata pelajaran dengan pengetahuan guru (p=0.166). Pengetahuan guru tentang manajemen awal trauma gigi sebelum penyuluhan mengenai manajemen awal trauma gigi anak adalah kurang memuaskan Peningkatan pengetahuan guru tentang manajemen awal trauma gigi anak diperoleh setelah dilakukan penyuluhan. Hubungan antara pengetahuan guru tentang manajemen awal trauma gigi anak SD dimana dapat dilihat adanya peningkatan pengetahuan guru sebelum dan setelah penyuluhan (p=0.00).

(7)

dilakukan efektif dapat meningkatkan pengetahuan guru dalam manajemen awal trauma gigi anak.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL ...

DAFTAR ISI ... i

1.4 Hipotesis Penelitian... 4

1.5 Manfaat Penelitian... 4

2.2 Pengetahuan, Sikap dan Perilaku ... 7

2.2.1 Pengetahuan ... 7

2.3.3 PrevalensiTrauma Gigi pada Anak ... 11

2.3.4 Etiologi Trauma Gigi Pada Anak ... 12

2.3.5 Klasifikasi Trauma ... 13

2.3.5.1 Klasifikasi MenurutWorld Health Organizationdengan Modifikasi Andreasen (WHO) ... 14

2.4 Penanganan Trauma Gigi ... 17

(9)

2.4.1.1 Manajemen Gigi Luksasi ... 18

2.4.1.2 Manajemen Gigi Fraktur ... 19

2.4.1.3 Manajemen Gigi Avulsi ... 19

2.4.1.3.1 Media Transportasi untuk Gigi Avulsi ... 19

2.4.1.4 Manajemen Laserasi Jaringan Lunak ... 23

2.4.2 Perawatan oleh Dokter Gigi ... 23

2.4.2.1 Perawatan Gigi dan Jaringan Sekitarnya ... 23

2.5 Pencegahan ... 29

2.6 Kerangka Teori ... 32

2.7 Kerangka Konsep ... 33

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1 Lokasi ... 34

3.2.2 Waktu Penelitian ... 34

3.3Populasi dan Sampel ... 35

3.3.1 Populasi ... 35

3.3.2 Sampel ... 35

3.4Variabel Penelitian ... 36

3.5 Definisi Operasional ... 37

3.6 Cara Pengumpulan Data ... 41

3.7 PengolahandanAnalisis Data ... 41

3.7.1 Pengolahan Data ... 41

3.7.2 Analisis Data ... 42

3.8 EtikaPenelitian ... 42

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 KarakteristikResponden... 43

4.2 Pengetahuan Guru SD terhadap Informasi tentang Gigi dan Trauma Gigi ... 44

4.3 HasilAnalisisStatistikPengetahuan Guru SD TerhadapManajemen EmerjensiSebelumdanSetelahPenyuluhan.. 46

4.4 Hasil Analisis Statistik Hubungan antara Karateristik Guru SD dengan Pengetahuan Manajemen Emerjensi Trauma Gigi Anak Sebelum dan Setelah Penyuluhan ... 49

BAB 5 PEMBAHASAN..……….... .. 52

BAB 6 KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan ... 58

(10)

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Prevalensi trauma gigi ... 12

2. Pengetahuan guru sekolah mengenai manajemen trauma ... 17

3. Definisi operasional kuesioner ... 38

5. Distribusi karakteristik guru ... 44

6. Distribusi pertanyaan mengenai informasi dasar tentang gigi dan trauma gigi ... 45

7. Distribusi pertanyaan mengenai informasi tambahan tentang gigi dan trauma gigi ... 46

8. Distribusi hasil analisis statistik pengetahuan guru SD terhadap manajemen emerjensi sebelum dan setelah penyuluhan ... 48

9. Hasil analisis statistik hubungan antara karakteristik dengan pengetahuan guru SD ... 50

10. Hasil analisis statistik hubungan antara 80 guru dengan pengetahuan guru SD ... 51

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat persetujuan komisi etik

2. Surat izin penelitian

3. Lembarpenjelasankepadacalonsubjekpenelitian

4. Lembarpersetujuansetelahpenjelasan (Informed Concent)

5. Kuesioner

6. Data hasil penelitian

7. Hasil tabel frekuensi

(14)

Trauma gigi anak sering terjadi pada anak-anak antara usia 8 hingga 11 tahun. Guru merupakan orang yang terdekat pada anak masa di sekolah dimana trauma sering terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengetahuan guru SD tentang manajemen awal trauma gigi. Penelitian ini melihat efektivitas penyuluhan, dengan cara menilai pengetahuan guru sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan melalui kuesioner. Karakteristik guru seperti usia, jenis

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma gigi merupakan masalah kesehatan rongga mulut yang serius. Hal ini dapat menyebabkan masalah fungsional dan masalah estetis yang mempunyai dampak pada kualitas hidup pasien. Definisi Traumatic Dental Injury (TDI) oleh Andreasen, adalah transmisi akut energi pada gigi dan struktur pendukungnya yang menyebabkan fraktur dan/atau pergeseran posisi gigi dan/atau lepasnya atau rusaknya jaringan pendukung yang meliputi gingiva, ligamen periodontal dan tulang.(1)

Sebagian besar trauma gigi terjadi pada anak-anak antara usia 8 dan 11 tahun.(2) Prevalensi trauma gigi adalah 60%, melibatkan trauma sebanyak 48% pada gigi rahang atas. Berdasarkan usia, anak usia 10 tahun mempunyai risiko dua kali lebih besar trauma gigi, jika dibandingkan dari seluruh tingkatan usia.(3)Trauma gigi dapat terjadi di sekolah, rumah, taman bermain, dan lain sebagainya. Lidah, bibir dan dasar mulut merupakan daerah yang sangat sensitif dibandingkan dengan daerah lain pada tubuh manusia.(4)Trauma gigi akan menyebabkan cedera yang sangat menyakitkan dan mempengaruhi kesejahteraan seseorang tanpa memperhatikan faktor usia,jenis kelamin dan lain-lain.(5)Trauma gigi dapat terjadi pada gigi sulung dan permanen dan hal ini akan terus menerus menjadi masalah gigi.(2)Salah satu penyebab trauma gigi yang paling sering pada anak adalah terjatuh. Hal ini disebabkan karena kombinasi rasa ingin tahu, keterampilan motorik belum matang dan ketidaktahuan serta kesadaran mereka terhadap bahaya pada suatu tindakan tersebut.(3)

(16)

manajemen emerjensi yang adekuat.(6)Prognosis gigi trauma sangat dipengaruhi oleh manajemen emerjensi. Oleh sebab itu peningkatan pengetahuan guru mengenai manajemen emerjensi terhadap trauma gigi sangat penting.(7)

Penyuluhan merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi atau meningkatkan kesadaran. Penyuluhan mengenai trauma gigi terutama tentang manajemen emerjensi trauma gigi kepada guru diharapkan dapat memberikan informasi yangbenar mengenai penatalaksanaan manajemen emerjensi trauma gigi. Levin L et.al, telah

melakukan penelitian terhadap guru sekolah mengenai manajemen emerjensi trauma dengan memberikan penyuluhan sebelum dan sesudah menggunakan survei kuesioner. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan pengetahuan tentang manajemen trauma lebih baik setelah penyuluhan trauma gigi diberikan. Beberapa negara juga mengatakan hal yang sama.(8)Oleh sebab itu, penyuluhan perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan guru supaya manajemen emerjensi trauma gigi dapat dilakukan dengan benar.(9)

Di Indonesia belum ada dilaporkan penelitian tentang evaluasi pengetahuan guru sekolah mengenai manajemen emerjensi trauma gigi sebelum dan sesudah penyuluhan trauma gigi pada anak di sekolah. Hal ini membuat peneliti tertarik ingin melakukan penelitian ini kepada guru SD, mengingat kejadian trauma banyak terjadi pada anak SD dengan usia 8 -11 tahun.

1.2 Rumusan Masalah

1.Apakah jenis kelamin guru SD berpengaruh terhadap pengetahuan guru SD dalam manajemen awal trauma gigi pada anak.

2.Apakah usia guru SD berpengaruh terhadap manajemen awal trauma gigi pada anak.

3.Apakah masa kerja guru SD berpengaruh terhadap pengetahuan guru SD dalam manajemen awal trauma gigi pada anak.

(17)

5. Bagaimanakah pengetahuan guru SD tentang manajemen awal trauma gigi sebelum dilakukan penyuluhan tentang manajemen awal trauma gigi pada anak.

6. Bagaimanakah pengetahuan guru SD tentang manajemen awal trauma gigi setelah dilakukan penyuluhan tentang manajemen awal trauma gigi pada anak.

7. Bagaimanakah hubungan penyuluhan tentang manajemen awal trauma gigi pada guru SD terhadap peningkatan pengetahuan guru SD mengenai trauma gigi.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi pengaruh jenis kelamin guru SD terhadap pengetahuan guru SD dalam manajemen awal trauma gigi pada anak.

2.Mengevaluasi pengaruh usia guru SD terhadap pengetahuan guru SD dalam manajemen awal trauma gigi pada anak.

3.Mengevaluasi pengaruh masa kerja guru SD terhadap pengetahuan guru SD dalam manajemen awal trauma gigi pada anak.

4.Mengevaluasi pengaruh mata pelajaran yang diajar oleh guru SD terhadap pengetahuan guru SD dalam manajemen awal trauma gigi pada anak.

5. Mengevaluasi pengetahuan guru SD tentang manajemen awal trauma gigi sebelum dilakukan penyuluhan tentang manajemen awal trauma gigi pada anak.

6.Mengevaluasipengetahuan guru SD tentang manajemen awal trauma gigi setelah dilakukan penyuluhan tentang manajemen awal trauma gigi pada anak.

7.Mengevaluasi hubungan penyuluhan tentang manajemen awal trauma gigi pada guru SD dapat meningkat pengetahuan mereka.

1.4Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara pengetahuan guru SD tentang manajemen emerjensi trauma gigi anak SD sebelum dan setelah penyuluhan.

2. Ada hubungan antara jenis kelamin SD dengan manajemen emerjensi trauma gigi trauma dental anak SD.

(18)

3.Ada hubungan antara masa kerja guru SD dengan manajemen emerjensi trauma gigi trauma dental anak SD.

4.Ada hubungan antara mata pelajaran yang diajar oleh guru SD dengan manajemen emerjensi trauma gigi trauma dental anak SD.

5. Ada hubungan pengetahuan guru SD tentang manajemen awal trauma gigi dengan sebelum dilakukan penyuluhan tentang manajemen awal trauma gigi pada anak.

6. Ada hubungan pengetahuan guru SD tentang manajemen awal trauma gigi dengan setelah dilakukan penyuluhan tentang manajemen awal trauma gigi pada anak.

7. Adahubungan penyuluhan tentang manajemen awal trauma gigi pada guru SD dengan peningkatan pengetahuan mereka.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi guru SD untuk lebih mengetahui pengetahuan dasar mengenai trauma gigi dan manajemen emerjensi yang harus dilakukan serta dapat melakukan manajemen emerjensi trauma pada anak SD.

2. Manfaat bagi sekolah sebagai acuan untuk membuat suatu program pelatihan bekerjasama dengan dokter gigi untuk dapat melakukan manajemen emerjensi trauma gigi pada anak.

3. Manfaat bagi peneliti adalah dengan tujuan untuk menambah pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian ini khususnya dalam mengevaluasi pengetahuan seorang pendidik dalam trauma gigi, pertolongan emerjensi dan pertolongan pertama bila terjadi trauma gigi pada anak sekolah.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyuluhan

2.1.1 Pengertian penyuluhan

Penyuluhan merupakan suatu usaha terencana dan terarah dalam bentuk pendidikan non formal yang bertujuan merubah sikap dan tingkah laku individu atau sekelompok orang. Pada dasarnya, kegiatan penyuluhan adalah suatu proses belajar yang memiliki karateristik adanya perubahan tingkah laku yang relatif menetap dan terbentuk karena latihan atau pengalaman. Penyuluhan mengikuti atau sejalan dengan proses komunikasi yaitu adanya interaksi antara komunikator dan komunikan. Komunikator menyampaikan isi pesan melalui media dan saluran yang diperlukan hingga sampai ke komunikan.(10)

2.1.2 Tujuan

Tujuan dari penyuluhan adalah perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan sikap dan perilaku (tindakan) yang mengarah kepada upaya hidup sehat.(10)Penyuluhan juga dilakukan dengan tujuan penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan.(11)

2.1.3 Metode

Metode penyuluhan yang umum digunakan adalah metode didaktik (one way

method) dan metode sokratik (two way method).Pada metode didaktik komunikator

(20)

Metode sokratik dilakukan dengan komunikasi dua arah antara komunikan dan komunikator. Komunikan diberikan kesempatan mengemukakan pendapat dan bertanya.Salah satu metode sokratik yang tepat digunakan adalah demonstrasi. Jenis metode sokratik adalah wawancara, demonstrasi, sandiwara, simulasi, curah pendapat, permainan peran (roll playing), dan tanya jawab. Pada metode demonstrasi materi pendidikan disajikan dengan memperlihatkan cara melakukan suatu tindakan atau prosedur. Metode ini dilakukan dengan cara memberikan penerangan-penerangan secara lisan, gambar-gambar, dan ilustrasi. Tujuan metode demonstrasi yaitu untuk mengajar seseorang bagaimana melakukan suatu tindakan atau memakai suatu produksi baru.Keuntungannya dapat menjelaskan suatu prosedur secara visual, sehingga mudah dimengerti dan komunikan dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diterimanya. Kerugian pada metode ini diperlukan alat-alat dan biaya yang besar serta perencanaannya memakan waktu yang lama.(12)

2.1.4 Efektivitas

Penyuluhan memiliki peran khusus dalam memberikan informasi tentang manajemen emerjensi trauma gigi yang tepat. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah berurusan dengan trauma gigi sangat penting untuk prognosis gigi.Memberikan pengetahuan penting kepada masyarakat umum dan khususnya untuk populasi yang beresiko akanmenurunkan keparahan dan kejadian dengan arti peningkatan pengobatan yang tepat dan cepat apabila terjadi trauma gigi.(8)

(21)

2.2 Pengetahuan, Sikap & Perilaku

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan wujud penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan tersebut terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).Apabila perilaku didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat

longlasting”. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan

kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:(13)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang diperoleh atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalamkompenen-kompenen, tetapi masih didalam suatu strukturorganisasitersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

(22)

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atauangket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.Pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan seperti di atas.(13)

2.2.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap terdiri atas berbagai tingkatan, yaitu :(13)

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespons (Responding)

Subjek memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas adalah indikasi dari sikap. Usaha untuk menjawab pertanyaan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab adalah mempunyai tanggung terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko.

(23)

tidak langsung dapat dilakukan dengan pertayaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.(13)

2.2.3 Perilaku

Perilaku adalah apa yang dkerjakan oleh seseorang yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung. Kwick R mengatakan bahwaperilaku adalah tindakan atau perbuatan seseorang yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Penelitian ini mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi suatu perilaku terjadi proses beurutan pada orang tersebut, yaitu :(13)

a. Kesadaran (Awareness): seseorang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus.

b. Tertarik (Interest): merasa tertarik terhadap stimulus yang diberikan. Sikap subjek sudah mulai terbentuk.

c. Mempertimbangkan (Evaluation): seseorang mempertimbangkan baik buruk dari stimulus kepada dirinya. Hal ini berarti sikap orang itu sudah lebih baik lagi.

d. Mencoba (Trial): seseorang telah mulai mencoba melakukan perilaku baru. e. Adopsi (Adoption): seseorang telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu. Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung, yakni dengan mengamati tindakan atau kegiatan responden.(13)

2.3Trauma

(24)

pengalaman yang menghasilkan cedera psikologis atau sakit dan cedera terjadi karena psikologis.(14)

2.3.1 Trauma Gigi

Trauma gigi adalah cedera terkait dengan faktor eksternal, seperti kekerasan, kecelakaan dan jatuh, serta faktor lainnya adalah ekstensi, intensitas dan gravitasi yang dapat mencapai kedua-dua elemen gigi dan struktur pendukungnya. Gigi luka periodontal, komplikasi akhir sering terlihat adalah nekrosis pulpa, obliturasi kanal pulpa, resorpsi akar dan kehilangan tulang alveolar horizontal/vertikal.Trauma gigi merupakan keadaan darurat gigi yang benar dan memerlukan penilaian dan penanganan emerjensi.(15)

Penelitian yang dilakukan di India menyatakan bahwa jenis gigi yang paling umum terkena trauma adalah gigi insisivus sentralis permanen rahang atas dengan 43,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan gigi yang lain (Gambar 1)(16)

Gambar 1.Jenis gigi yang terlibat(16)

2.3.2 Etiologi Trauma Gigi

Penyebab utama trauma gigi adalah jatuh. Kecelakaan di dalam dan di sekitar rumah telah dilaporkan sebagai sumber utama cedera pada gigi sulung, sedangkan kecelakaan di rumah dan sekolah merupakan penyebab terjadinya trauma gigi pada gigi permanen. Kecelakaan akibat olahraga, kekerasan, kecelakan lalu lintas jalan juga merupakan penyebab umum trauma gigi.(17)Jatuh saat bermain (37,5%) jauh lebih tinggi daripada faktor penyebab yang lain seperti berkelahi atau jatuh dari sepeda (Gambar 2)(16)

(25)

Gambar 2. Penyebab trauma gigi (16)

Beberapa faktor predisposisi yang berasal dari faktor anatomi akan meningkatkan kerentanan terhadap cedera gigi, di antaranya adalah Angle Klas II maloklusi, overjet (lebih dari 4 mm), open bite, bibir atas pendek atau hipotonik, pasien bernafas melalui mulut, kelompok anak penderita cerebral palsy dan dengan anak kebiasaan mengisap ibu jari menyebabkan gigi anterior protrusif.(18,19)

Al-Khateeb Set. al., mengatakan bahwa peningkatan overjet lebih dari 3 mm menyebabkan terjadi fraktur koronal dua kali lebih tinggi,sementara peningkatan overjet lebih dari 6 mm pula adalah empat kali tinggi dibandingkan dengan anak yang mempunyai overjet 0-2 mm. Insiden fraktur koronal yang lebih tinggi dihubungkan dengan kompetensi bibir yang kurang melindungi gigi depan anak. Tingkat keparahan fraktur meningkat pada anak dengan overjet yang lebih besar.(14)Studi menemukan bahwa pada pasien yang overjet lebih besar dari 4 mm, memiliki frekuensi trauma berkisar dari 19,4% sehingga 29,4%. Faktor predisposisi lain trauma gigi adalah lesi karies, gigi endodontik sedang sembuh, dan kecelakaan atau perkelahian dalam kegiatan olahraga.(19)

2.3.3 Prevalensi Trauma Gigi pada Anak

Trauma gigi terjadi seperlima dari keseluruhan trauma yang terjadi pada anak dan trauma yang paling serius adalah avulsi gigi.(20)Menurut suatu penelitian, prevalensi tertinggi trauma gigi anterior pada anak-anak terjadi antara usia 1-3 tahun karena pada usia tersebut, anak mempunyai kebebasan serta ruang gerak yang cukup luas, sementara koordinasi dan penilaianya tentang keadaan belum cukup baik. Frekuensi trauma cenderung meningkat saat anak mulai merangkak, berdiri, belajar berjalan, dan biasanya berkaitan dengan masih kurangnya koordinasi motorik.(7)

0% 10% 20% 30% 40% 50%

Jatuh saat bermainKecelakaan lalulintasBerkelahi Jatuh dari busMasalah kesehatanJatuh dari sepedaTerbentur pada meja (sekolah)Terbentur di tempat tidurJatuh (sebab lain)Terbentur pada dindin

(26)

2.3.4 Etiologi Trauma Gigi pada Anak

Ada penelitian menyebutkan bahwa salah satu masa rentan terjadinya fraktur adalah pada usia 2-5 tahun, karena pada usia ini anak belajar berjalan dan berlari. Prevalensi trauma gigi menurun pada usia anak diatas tahun 5 tahun. Hal ini disebabkan karena koordinasi motorik anak yang semakin membaik, namun terjadi peningkatan kembali pada periode 8-12 tahun karena adanya peningkatan aktifitas fisik mereka.(18)Kelompok usia8 sampai 12 tahun dianggap paling rentan terhadap segala bentuk trauma gigi dan anak laki-laki mempunyai trauma gigi hampir dua kali lipat anak perempuan (Tabel 1). Hal ini menunjukkan jenis kelamin merupakan hal yang signifikan terhadap pengalaman trauma gigi.(16)

Anak juga bisa mengalami trauma gigi bila terjadi kekerasan pada anak (child abuse) atau lain kata, ‘the battered child syndrome’.(21)The battered child syndrome adalah suatu kondisi klinis pada anak-anak yang telah menerima kekerasan fisik serius, yang sering menjadi penyebab cedera permanen atau kematian. Penyebab lain yang dapat mengakibatkan trauma gigi adalah anak yang mempunyai kebutuhan khusus, penyakit seperti epilepsi, kebiasaan buruk seperti bruxism, penggunaan narkotika, gangguan mental, cacat, anomali gigi dan karies.(22,23)

Tabel 1. Prevalensi Trauma Gigi(24) Jenis fraktur

(27)

(%) (N=930) (%)(N=570) n (%)

Diskolarisasi gigi 30 (3.2%) 25 (4.3%) 55 (3.6%) <0.05*

Fraktur mahkota mengenai enamel

590 (63.4%) 244 (42.8%) 834 (55.6%) <0.001†

Fraktur mahkota mengenai enamel & dentin

75 (8.0%) 70 (12.2%) 145 (9.6%) <0.001†

Fraktur mahkota mengenai enamel, dentin & pulpa

20 (2%) 10 (2%) 30 (2%) <0.05*

Mobiliti 50 (5.3%) 28 (4.9%) 78 (5.2%) <0.05*

Total 765 (82.2%) 377 (66.1%) 1142(76.13%) <0.001†

*Signifikan† Signifikan tinggi

Trauma gigi pada gigi sulung sering terjadi sekitar 30% dari semua anak pernah mengalami trauma sebelum usia 6 tahun. Trauma ini menyebabkan komplikasi pada gigi sulung dan permanen dan sebagian besar trauma mempengaruhi gigi yang terkena adalah insisivus sentralis di rahang atas.(21)

2.3.5 Klasifikasi Trauma

Ada banyak sistem klasifikasi yang tersedia untuk TDI antaranya adalah World Health Organization (WHO), Andreasen, Garcia-Godoy dan Ellis & Davey. Klasifikasi Andreasen merupakan modifikasi dari WHO dan berisi 19 kelompok yang meliputi cedera gigi, struktur pendukung, gingiva dan mukosa mulut. Berbeda dengan klasifikasi WHO, soket dan fraktur mandibular atau rahang tidak dikelompokkan dalam luka oral, melainkan diklasifikasikan secara terpisah sebagai fraktur tulang wajah.

(28)

fraktur gigi dengan keterlibatan sementum. Selain itu, tidak ada pengelompokkan untuk subluksasi atau alveolar luka dan patah tulang mandibular atau rahang.

Klasifikasi Ellis pula adalah modifikasi lain dari sistem WHO. Sistem ini adalah klasifikasi sederhana banyak jenis luka dan memungkinkan untuk interpretasi subjektif dengan memasukkan arti luas seperti “sederhana” atau “luas” patah tulang. Cedera pada soket alveolar dan fraktur mandibular dan maksila tidak diklasifikasikan di sini.(25)Klasifikasi trauma gigi yang telah diterima secara luas adalah klasifikasi yang direkomendasikan dariWorld Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology.(18)

2.3.5.1Klasifikasi Menurut World Health OrganizationDengan Modifikasi Andreasen (WHO)(18,23)

Klasifikasi ini diterapkan pada gigi sulung dan gigi permanen, yang meliputi jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut yaitu sebagai berikut :

I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa.

1. Retak mahkota (enamel infraction) (N 502.50), yaitu fraktur yang tidak sempurna pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.

2. Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) (N 502.50), yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.

3. Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture) (N 502.51), yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai enamel gigi dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.

4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) (N 502.52), yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan pulpa.

II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa dan tulang alveolar.

(29)

2. Fraktur akar(root fracture), yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa tanpa melibatkan lapisan enamel.

3. Fraktur dinding soket gigi(root socket fracture), yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.

4. Fraktur prosesus alveolaris(alveolar fracture), yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.

5. Fraktur korpus mandibular atau maksila (mandible or maxilla corpus fracture), yaitu fraktur pada korpus mandibular atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

III. Kerusakan pada jaringan periodontal.

1.Konkusi (Concussion) (N 503.20), yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.

2. Subluksasi (Subluxation) (N 503.20), yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

3. Luksasi ekstrusi (partial displacement) (N 503.20), yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi kearah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebakan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal.

4. Luksasi(luxation), merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi kearah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebakan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak kearah palatal.

5. Luksasi intrusi(intrusion luxation) (N 503.21), yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.

(30)

IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut.

1. Laserasi(laceration), merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.

2. Kontusio(contusio), yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

3. Luka abrasi(abrasion), yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan berdarah atau lecet.

A B C D E F G H

I J K L M N

Gambar 3. A. Infraksi (infarction) B. Fraktur enamel (enamel fracture) C. Fraktur enamel-dentin (enamel-dentin fracture) D. Fraktur enamel-dentin-pulpa (enamel-dentin-pulp fracture) E. Fraktur makhkota-akar kompleks (uncomplicated crown-root fracture) F. Fraktur makhkota-akar tidak kompleks (complicated crown-root fracture) G. Fraktur akar (root fracture) H. Fraktur alveolar (alveolar fracture) I. Konkusi (concussion) J. Subluksasi (subluxation) K. Intrusi (intrusion) L. Ekstrusi (extrusion) M. Luksasi lateral (lateral luxation) N. Avulsi (avulsion) (25)

2.4 Penanganan Trauma Gigi

(31)

penting yaitu manajemen emerjensi dan perawatan pada gigi yang mengalami trauma. Bila terjadi trauma gigi anak di sekolah, guru sebagai orang terdekat seharusnya mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang adekuat serta benar supaya dapat melakukan manajemen emerjensi pada anak secepat mungkin dan tidak memburukkan hasil prognosis gigi anak.(18) Avsar A., mengatakan bahwa dari 98 anak yang disurvei, hanya 32 anak mendapatkan perawatan emerjensi dalam waktu 24 jam.(26) Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah dilakukan manajemen emerjensi adalah anak harus dibawa ke dokter untuk mendapatkan perawatan trauma yang optimal.(18)

2.4.1 Manajemen Trauma Gigi Oleh Guru Sekolah

Penelitian yang dilakukan di Christian Dental College and Hospital, Ludhiana, India menemukan bahwa hanya 30% guru memiliki pengetahuan tentang berbagai hal mengenai pertolongan pertama, gigi patah, avulsi gigi dan, antara lain. Mayoritas guru akademik tidak pernah mengikuti atau mendapat pelatihan pertolongan pertama sementara lebih dari 93% guru pendidikan jasmani belum pernah menerima pelatihan manajemen trauma gigi.(27)Tabel di bawah menunjukkan bahwa pengetahuan guru sekolah mengenai manajemen trauma adalah rendah. Guru sekolah adalah orang yang terdekat kepada anak apabila terjadinya suatu kejadian trauma di sekolah. Oleh sebab itu maka guru harus tahu tentang manajemen trauma gigi anak.

Tabel 2. Pengetahuan guru sekolah mengenai managemen trauma(28)

Soal Responsi (n)

Ya Tidak

Apakah topik "pertolongan pertama” termasuk dalam pelatihan guru?

95 14

Apakah anda mendapat pelatihan resmi dalam "pertolongan pertama" dengan menyertai kursus dengan sendiri ?

42 67

Apakah kursus “pertolongan pertama” meliputi topik ‘manajemen trauma dental’ ?

11 98

(32)

perdarahan terus tak terkendali segera menelpon orang tua anak dan membawa anak ke rumah sakit bila diperlukan dilakukan penjahitan.(29)

Cedera kepala disertai hilang kesadaran, terjadi hanya 5% pada anak. Kebanyakan anak kehilangan kesadaran yang terjadi hanya dalam waktu singkat akan pulih dengan perawatan yang dilakukan. Baringkan anak dalam posisi datar dan tinggikan kaki.Longgarkan pakaian di sekitar leher dan pinggang. Jika anak merasa lebih baik, dipindahkan ke daerah yang tenang, dan ke ruangan isolasi untuk beristirahat. Jika siswa tidak sadar segera dibawa ke rumah sakit dan hubungi orang tuanya.(29)

Anak yang memiliki setidaknya satu episode muntah setelah cedera kepala dalah kira-kira 10%.Anak yang muntah setelah cedera kepala tidak selalu memiliki cedera otak yang serius.Baringkan anak di tempat yang privasi dan berikan ruang yang cukup. Letakkan kain basah yang dingin ke wajah anak atau dahi.Berikan makanan atau obat-obatan.Menawarkan minum cairan yang mengandung gula (seperti teh manis), jika siswa haus. Biarkan istirahat sehingga bisa kembali ke keaadan seperti biasa, jika tidak menelpon orang tuanya.(29)Semakin cepat gigi tersebut dirawat, semakin baik prognosisnya. Maka, guru sekolah harus tahu manajemenapabila terjadinya trauma gigi pada anak di sekolah. (20)

2.4.1.1 Manajemen Gigi Luksasi

Gigi yang mengalami trauma klasifikasi luksasi mempunyai 3 tipe yaitu ekstrusi, luksasi lateral dan intrusi.(30)

1. Gigi ekstrusi : Gigi terdorong keluar sedikit dari soket di mana gigi terlihat panjang. Reposisi gigi ke dalam soket menggunakan tekanan jari. Menstabilkan gigi dengan lembut dengan menggigit handuk atau sapu tangan. Segera ke dokter gigi.

2. Luksasi lateral : Gigi didorong kembali atau ditarik ke depan. Coba posisikan gigi menggunakan tekanan jari. Anak mungkin memerlukan anestesi lokal untuk memposisikan gigi, jika demikian, stabilkan gigi dengan lembut dengan menggigit handuk atau sapu tangan. Segera ke dokter gigi.

(33)

2.4.1.2 Manajemen Gigi Fraktur

Jika gigi fraktur, sisa gigi yang fraktur dicari dan simpan dan dibawa ke dokter gigi. Bagian gigi yang tersisa distabilkan di mulut dengan menggigit handuk atau sapu tangan untuk mengontrol pendarahan.Jika rasa sakit terjadi, batasi kontak dengan gigiyang lain, udara atau lidah. Jika terdapat keterlibatan pulpa, maka anak akan mempunyai keluhan terhadap rasa sakit. Anak harus segera dibawa ke dokter gigi bersama dengan sisa gigi fraktur.(30)

2.4.1.3 Manajemen Gigi Avulsi

Gigi avulsi adalah terlepasnya gigi dari soketnya karena cedera yang tidak disengaja atau pun disengaja, yang mengakibatkan hilangnya gigi yang sehat. Gigi yang hilang harus diambil dengan cara memegang pada mahkota atau bagian enamel gigi dan tidak pada akar gigi. Jika gigi kotor atau terkontaminasi, harus dibilas dengan susu atau air dengan lembut. Jangan di simpan dalam air. Jika gigi diposisikan kembali waktu 5-30 menit setelah avulsi, ada kesempatan untuk penyembuhan berhasil dan gigi dapat dipertahankan. Batas waktu yang ideal disarankan adalah 20 menit atau kurang. Jika guru sekolah mengetahui cara replantasi gigi dengan tepat, maka replantasi gigi harus segera dilakukan.Jika gigi tidak dapat direplantasi kembali dalam waktu 30 menit, gigi tersebut harus disimpan dalam media penyimpanan yang sesuai dan datang ke praktek dokter gigi untuk perawatan.(30)

2.4.1.3.1 Media Transportasi untuk Gigi Avulsi

Penelitian Claudia M et. al.tentang media penyimpanan bagi gigi avulsi adalah pemantauan tentang kemungkinan cara menyimpan gigi avulsi dan efektivitasnya dalam pemeliharaan vitalitas seluler.Terdapat banyak jenis media penyimpanan atau transportasi untuk gigi avulsi antaranya adalah:(31)

(34)

dibandingkan plasma, dan memiliki gravitasi spesifik sekitar 1,020 sebanding dengan plasma darah. Air kelapa memiliki osmolaritas tinggi karena adanya kandungan gula didalamnya, terutama glukosa dan fruktosa, juga kaya akan banyak asam amino esensial antara lain lisin, sistin, fenilalanin, histidin, dan tryptophan. Air kelapa mudah diterima oleh tubuhmanusia dan merupakan sarana yang aman untuk rehidrasi terutama pada pasien yang menderita defisiensi kalium. Air kelapa telah terbukti memiliki efektivitas yang sebanding dengan cairan elektrolit komersial dalam memperpanjang waktu bertahan pada pasien sakit. Air kelapa juga unggul dalam melakukan pemeliharaan untuk kelangsungan hidup sel-sel ligamen periodontal karena adanya berbagai nutrisi di dalamnya seperti protein, asam amino, vitamin, dan mineral.(32)

B. Air liur

Air liur dapat digunakan sebagai media penyimpanan untuk waktu singkat, namun dapat merusak sel-sel ligamen periodontal jika dibiarkan dalam air liur selama lebih dari satu jam. Osmolalitas air liur adalah jauh lebih rendah daripada fisiologis(60-70 mOsm/kg), dengan demikian, meningkatkan efek kontaminasi bakteri. Satu-satunya keuntungan dari air liur sebagai media penyimpanan adalah ketersediaan.(31)

C. Larutan saline

Larutan saline menyediakan osmolalitas280 mOsm/kg dan meskipun kompatibel dengan sel-sel ligamen periodontal, tetapi tidak memiliki nutrisi penting seperti magnesium, kalsium dan glukosa yang diperlukan untuk kebutuhan metabolisme normal dari sel-sel ligamen periodontal. Blomlof et. al., menyatakan bahwa larutan garam itu berbahaya bagi sel-sel ligamen periodontal pada gigi avulsi jika digunakan selama lebih dari dua jam.(31)

D. Gatorader

(35)

E. Putih telur

Khademi et. al.membandingkan susu dan putih telur sebagai media untuk menyimpan gigi avulsi, dan hasilnya menunjukkan bahwa gigi disimpan dalam putih telur selama 6 hingga 10 jam lebih baik daripada yang disimpan dalam susu. Osmolalitas putih telur adalah antara 251 dan 298 mOsm/kg. Sousa et. al., telah menganalisis secara mikroskopis bahwa ligamen periodontal pada yang gigi diekstraksi melekat kembali setelah satu jam dari waktu extra-alveolar, dibandingkan dengan susu, putih telur dan air liur buatan. Hasil gigi disimpan dalam susu dan putih telur adalah serupa dari segi faktor serat kolagen dan jumlah sel dibandingkan air liur buatan memiliki hasil lebih rendah. Berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa putih telur bisa menjadi medium yang sempurna untuk menyimpan gigi avulsi.(31)

F. Susu

The American Association of Endodontics menunjukkan susu sebagai bahan untuk

gigi avulsi, untuk vitalitas ligamen periodontal selular manusia. Susu secara signifikan lebih baik daripada larutan lain untuk sifat fisiologisnya, termasuk pH dan osmolalitas yang kompatibel dengan sel dari ligamen periodontal, maka dapat menjadi bebas dari bakteri,tetapi penting bahwa gigi diletakkan dalam susu dalam 20 menit pertama setelah avulsi. Hasil yang menguntungkan dengan menggunakan susu sebagai media penyimpanan atau transportasi karena adanya zat-zat gizi seperti aminoacids, karbohidrat dan vitamin. Pasturasisusu bertanggung jawab untuk mengurangi jumlah bakteri dan zat bakteriostatik, juga untuk kehadiran aktif enzim, yang dapat membahayakan fibroblas dari ligamen periodontal.

Blomlof et. al., Trope dan Friedman merekomendasikan susu sebagai media penyimpanan yang sangat baik untuk 6 jam, namun, susu tidak dapat menghidupkan kembali sel-sel mati. Gigi avulsi yang dibiarkan dan kemudian dimasukkan ke dalam susu sebelum replantasi mungkin tidak dapat di replantasi karena gigi menjadi tidak vital.(31)

G. Hank’s Balanced Salt Solution(HBSS) adalah larutan garam standar yang

(36)

terdiri dari 8 g/L natrium klorida, 0,4 g/L dari D-glukosa, 0,4 g/L kalium klorida, 0,35 g/L natrium bikarbonat, 0,09 g/L natrium fosfat, 0,14 g/L kalium fosfat; 0,14 g/L kalsium klorida, 0,1 g/L magnesium klorida dan 0,1 g/L magnesium sulfat (Industri Biologi, Beit Haemek). (31)

Penelitian Krasner juga sesuai dengan penelitian Claudia M, HBSS adalah larutan terbaik untuk menyimpan gigi avulsi.Ini tidak memerlukan pendinginan dan dapat disimpan di rak selama 2 tahun dan telah direkomendasikan dan berhasil digunakan sebagai media penyimpanan oleh dokter dan peneliti. HBSS merupakan bahan yang efektif dalam menjaga sel ligamen periodontal gigi avulsi kemudian memperbaharui sel ligamen periodontal yang kurang vitalitasnya dan mempertahankan tingkat keberhasilan unggul jika gigi yang avulsi direndam di dalamnya selama 30 menit. Ashkenazi et. al. juga setuju dengan Hank’s Balanced Salt Solutionadalah media yang paling efektif untuk menjaga vitalitas, mitogenisitas dan clonogenic kapasitas sel ligamen periodontal sampai 24 jam pada 4◦C, bila dibandingkan dengan media kultur (media Eagle ditambah dengan 15% serum janin anak sapi dan solusi antibiotik. [ 100 UI / mLPenisilin, Gentamisin 50μg/mL dan 0,3 mg / mL Fungizone]). Hank’s Balanced Salt Solutiontersedia secara komersial dengan osmolalitas dan pH yang ideal.(31)

H. Viaspan (Belzer VW-CSS, Du Pont Farmasi, Wilmington, DE, Amerika Serikat) adalah sarana yang digunakan untuk transportasi organ yang akandicangkokkan dan telah sangat efektif untuk menyimpan gigi avulsi. ViaSpan memiliki osmolalitas 320 mOsm / kg, yang memungkinkan pertumbuhan sel dengan baik. PH-nya sekitar 7,4 pada suhu kamar, ideal untuk pertumbuhan sel. ViaSpan adalah media penyimpanan terbaik dan setelah 18 jam, masih ada 37,6% dari sel-sel hidup. Ashkenazi et. al. telah mengevaluasi efektivitas 6 media penyimpanan yang berbeda untuk gigi avulsi yaitu, medium kultur, medium Eagle, susu, Hank’s Balanced Salt Solution, ViaSpan dan

conditioned mediumuntuk pengamatan fibroblas dari ligamen periodontal. Kapasitas

(37)

(hanya beberapa toko obat dan rumah sakit memilikinya), menjadikan sulit untuk digunakan sebagai media penyimpanan.(31)

2.4.1.4 Manajemen Laserasi Jaringan Lunak

Laserasi jaringan lunak sering terjadi pada bibir dan gingiva. Semua jenis trauma gigi sering disertai dengan cedera jaringan lunak, termasuk perdarahan, bengkak, dan

luka.Dampak frontal trauma yang terkena oleh bibir atas dapat

mengakibatkanperpindahan gigi dari soketnya serta laserasi pada bibir dan gusi. Manajemen emerjensi adalah untuk memberikan tekanan dengan kasa steril atau kain steril untuk mengontrol perdarahan dan kemudian segera membawa anak ke dokter gigi.(30)

2.4.2 Perawatan oleh Dokter Gigi

Perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi harus berdasarkan pada diagnosis yang tepat.(18)Pengobatan trauma gigi bervariasi, tergantung pada cedera tertentu yang terlibat (misalnya, fraktur, avulsi atau luksasi).(33)

Tujuan pengobatan untuk trauma gigi adalah mengembalikan gigi dan fungsi gigi sebelum trauma terjadi. Fungsi normal dikembalikan (jika ada sebelum peristiwa trauma) dengan melakukan reposisi gigi jika terjadi reposisi, dan bagi trauma patah tulang memerlukan perawatan patah tulang serta posisi yang tepat dari jaringan lunak periodontal.(34)

2.4.2.1 Perawatan gigi dan jaringan sekitarnya A. Infraksi enamel (Enamel infarction)

Infraksi adalah fraktur inkomplit tanpa hilangnya substansi gigi dan garis fraktur berujung pada enamel dentinal junction. Garis infraksi akan terlihat jelas dengan menggunakan cahaya langsung dengan arah paralel terhadap sumbu panjang gigi. Perawatan khusus tidak diperlukan pada kasus ini dan pasien hanya disarankan untuk kontrol rutin untuk pemeriksaan gigi.(18)

B. Konkusi (Concussion)

(38)

minggu. Prognosis gigi tergantung pada pada kebersihan mulut yang baik. Anak harus menyikat dengan sikat lembut dan berkumur dengan klorheksidin 0,1% yang bermanfaat untuk mencegah akumulasi plak dan debris. Tidak ada follow-up. Kontrol klinis dan radiografi pada 4 minggu, 6-8 minggu dan 1 tahun.(35)

C. Subluksasi (Subluxation)

Pada gigi sulung dianjurkan membersihkan daerah luka dan orang tua di sarankan memberikan makanan lunak beberapa hari. Kegoyangan akan berkurang dalam 1-2 minggu.(35)

Pada gigi permanen, splin fleksibel dilakukan untuk menstabilkan gigi dan pasien mengggunakannya selama 2 minggu. Pasien diberikan intruksi agar makan makanan lembut selama 1 minggu. Penyembuhan yang baik setelah cedera pada gigi dan jaringan mulut yang tergantung pada kebersihan mulut yang baik. Menyikat dengan menggunakan sikat gigi lembut dan berkumur dengan klorheksidin 0,1% dianjurkan untuk mencegah akumulasi plak dan debris. Kontrol klinis dan radiografi pada 4 minggu, 6-8 minggu dan 1 tahun. Jika respon pulpa normal, tidak perlu dilakukan kontrol lebih lanjut.(35)

D. Extrusi (Extrusion)

Perawatan ekstruksi bagi gigi sulung adalah pencabutan. Prinsip perawatan gigi permanen adalah dilakukan reposisi dan fiksasi.

Langkah –langkah sebagai berikut :(18) - Lakukan anestesi lokal.

- Reposisi gigi dengan menggunakan jari dengan perlahan dan tekanan ringan sampai batas insisal sama dengan gigi kontralateral.

- Periksa posisi dengan membuat foto Röntgen. - Lakukan stabilisasi dengan menggunakan splin. - Pertahankan splin selama 2-3 minggu.

E. Luksasi lateral (Lateral luxation)

(39)

bukal pula lebih baik dilakukan pencabutan oleh karena akar akan mengarah ke palatal sehingga benih gigi permanen di bawahnya.

Pada gigi permanen terjadi luksasi ke arah palatal, bukal, mesial atau distal. Arah bukal merupakan keadaan yang paling sering terjadi. Pada beberapa kasus sering terjadi bony lock sehingga reposisi sulit dilakukan.(18)

F. Intrusi (Intrusion)

Pada gigi sulung yang mengalami intrusi ke arah palatal, perawatan terbaik adalah ekstraksi. Apabila intrusi ke arah bukal dilakukan evaluasi karena gigi akan erupsi kembali ke arah semula. Orang tua dianjurkan untuk membersihkan daerah trauma dengan menggunakan cairan khlorhexidin 0,1%. Daerah trauma rawan terjadi infeksi terutama pada 2-3 minggu pertama selama proses erupsi. Apabila tanda-tanda inflamasi terlihat pada periode ini maka perawatan terbaik adalah ekstraksi. Waktu yang diperlukan untuk erupsi kembali umumnya antara 2-6 bulan. Bila erupsi kembali gagal terjadi akan timbul ankilosis dan pada kasus ini ektraksi adalah pilihan yang terbaik.

Perawatan intrusi adalah sebagai berikut:

Reposisi segera melalui tindakan pembedahan merupakan tindakan berisikokarena dapat menyebabkan resorpsi akar eksternal dan hilangnya jaringanpendukung marginal. Reposisi secara bedah hendaknya dihindari apabila gigimasuk ke dalam dasar hidung atau keluar dari jaringan lunak vestibulum.

Beberapa kasus gigi intrusi dapat dikembalikan ke posisi semula melalui perwatan ortodontik dan erupsi kembali secara spontan. Pemilihan teknik perawatanbergantung pada tingkat keparahan intrusi dan kemungkinan terjadinya resorpsieksternal. Perawatan endodontik dapat mulai dilakukan setelah 2-3 minggukemudian. Apabila erupsi kembali spontan dirasakan cukup memakan waktu lama makadipertimbangkan untuk dilakukan dengan menggunakan alat-alat ortodontik.(18)

G. Avulsi (Avulsion)

Pada gigi sulung yang mengalami avulsi, replantasi merupakan kontraindikasioleh karena koagulum yang terbentuk akan mengganggu benih gigi permanen.

(40)

- Bilas gigi perlahan-lahan dengan NaCl fisiologis menggunakan syringe. - Soket diirigasi menggunakan cairan NaCl fisiologis.

- Letakkan gigi perlahan-lahan dengan tekanan jari.

- Apabila fragmen tulang alveolar menghalangi replantasi maka lepaskan kembali gigi dan tempatkan pada NaCl fisiologis. Kembalikan tulang pada posisinya dan ulangi kembali replantasi.

- Pembuatan foto Röntgen dilakukan untuk pemeriksaan posisi, apakah posisi sudahbenar.

- Stabilisasi gigi menggunakan splint. Berikan antibiotika selama 4-5 hari. - Pemberian profilaksis tetanus bila gigi avulsi telah berkontak dengansesuatu. - Pasien diinstruksikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin 0,1% sehari 2 kali selama 1 minggu.

- Lepaskan splint setelah 1-2 minggu.

- Perawatan saluran akar dipertimbangkan bila adanya kelainan pada pulpa. Pertimbangan perawatan saluran akar pada gigi yang mengalami avulsi :(18)

- Perawatan saluran akar dapat dilakukan setelah 7-10 hari kemudian atau setelah splin dilepas.

- Saluran akar diisi pasta kalsium hidroksida untuk sementara.

- Pada gigi dengan foramen apikal yang masih terbuka kemungkinan akan terjadi revaskularisasi pada pulpa sehingga perawatan saluran akar hendak ditundakan.

- Apabila pada foto Röntgen terlihat tanda-tanda nekrosis pulpa dan adanya gambaran radiolusen di daerah apikal dengan atau tanpa disertai resorpsi akar eksternal maka perawatan saluran akar harus segera dilakukan.

- Pada gigi dengan apeks belum tertutup dianjurkan untuk dilakukan pembuatan foto Röntgen setiap 2 minggu sekali sampai terlihat pulpa tidak nekrosis dan penutupan apeks terjadi.

H. Fraktur enamel (Enamel fracture)

(41)

batas sudut fraktur memberikan gambaran yang baik sehingga hanya dilakukan penyesuaian pada gigi kontralateral agar tampak simetris.(18)

I. Faktur enamel-dentin(Enamel-dentin fracture)

Penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer atau kompomer pada trauma gigi sulung. Fraktur enamel-dentin akan mengakibatkan terbukanya tubuli dentin sehingga dapat masuknya toksin bakteri yang berakibat inflamasi pulpa sehingga perlu dilakukan beberapa tindakan agar nekrosis pulpa tidak terjadi.(18)

J. Fraktur enamel-dentin pulpa(Enamel-dentin-pulp fracture)

Pada anak dengan gigi sulung yang mempunyai apeks terbuka, sangat penting untuk mempertahankan vitalitas pulpa dengan pulpa kapping atau pulpotomi parsial dalam rangka untuk mengamankan perkembangan akar lebih lanjut.Perawatan ini juga merupakan terapi pilihan pada pasien dengan apeks tertutup. Komponen kalsium hidroksida dan MTA adalah bahan yang cocok untuk prosedur tersebut.

Pada anak dengan gigi permanen yang mempunyai apeks tertutup dan terkait trauma luksasi dengan adanya perubahan posisi, perawatan saluran akar biasanya merupakan pengobatan pilihan.Tindakan lanjut seperti kontrol berkala yang meliputi pemeriksaan klinis dan radiografi pada 6-8 minggu dan 1 tahun perlu dilakukan.(35)

K. Fraktur mahkota-akar (Crown-root fracture)

Perawatan terbaik bagi gigi sulung adalah ekstraksi, karena umumnya kamar pulpa akan terbuka dan keberhasilan kurang memuaskan. Perawatan fraktur mahkota akar dilakukan pada gigi yang masih biasa dilakukan restorasi. Bila bagian akar masih cukup panjang maka dapatdilakukan prosedur seperti di bawah ini:

- Menghilangkan fragmen dan melekatkan gingiva kembali. Fragmen mahkota dibuang dan gingiva dibiarkan untuk melekat pada dentin yang terbuka. Setelah beberapa minggu gigi dapat direstorasi sampai batas gingiva.

- Menghilangkan fragmen dan melakukan exsposure surgery pada fraktur subgingiva. Setelah fragmen mahkota dibuang maka fraktur subgingiva hendaknya dilebarkan melalui tindakan gingivektomi dan atau alveolektomi. Bila gusi telah terlihat menutup maka gigi direstorasi dengan post retained crown.

(42)

- Pada mulanya dilakukan dengan stabilisasi fragmen mahkota pada gigi sebelahnya. Kunjungan berikutnya dilakukan ekstirpasi pulpa dan pengisian saluran akar. Bila telah selesai maka fragmen mahkota dibuang dan dilakukan ekstrusi kira-kira 0,5 mm agar tidak terjadi relaps. Setelah itu dilakukan gingivektomi pada permukaan bukal dan gigi siap untuk direstorasi.

- Menghilangkan fragmen dan surgical extrusion

Fragmen mahkota dilepaskan kemudian dengan menggunakan bein dan tang ekstraksi gigi kembalikan ke posis sejajar dengan garisinsisal. Stabilisasi fragmen akar dilakukan dengan melakukan penjahitan atau splin non rigid.Kemudian lakukan ekstirpasi pulpa tanpa diisi dengan gutta perca setelah itu tutupdengan tambalan sementara. Setelah 4 minggu perawatan endodontik diselesaikandan kira-kira 4-5 minggu kemudian lakukan restorasi tetap.(18)

L. Fraktur akar (Root fracture)

Gigi yang mengalami fraktur akar umumnya akan terjadi ekstrusi fragmenmahkota atau bergesernya mahkota ke arah palatal, oleh karena itu makaperawatan yang dilakukan harus meliputi reposisi fragmen mahkota segera danstabilisasi.(18)

M. Fraktur alveolar(Alveolar fracture)

Perawatan yang dilakukan adalah manual reposisi atau dengan reposisi menggunakan tang bagi segmen yang mengalami disposisi. Kemudian, segmen distabilkan dengan splin selama 4 minggu. Perawatan selanjutnya adalah melepaskan splin dan kontrol berkala dengan radiografi setelah 4 minggu. Pemeriksaan kontrol berkala dilakukan setelah 6-8 minggu, 4 bulan, 6 bulan, 1 tahun dan selama 5 tahun.(35)

N. Fraktur rahang (Jaw fracture)

(43)

dengan radiografi setelah 4 minggu.Pemeriksaan kontrol klinis dan radiografi setelah 6-8 minggu, 4 bulan, 6 bulan, 1 tahun dan selama 5 tahun.(35)

2.5 Pencegahan

Mouthguardsdapat mencegah trauma gigi ketika digunakan dalam olahraga. Hal

ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Flanders dan Bhat yang melaporkan bahwa hanya 0,07% dari luka yang diderita pemain dalam pertandingan sepak bola dengan memakai mouthguards diperlukan untuk melindungi gigi atau struktur oral.

Pada pertandingan basket, mouthguards tidak dipakai secara teratur mengakibatkan 34% dari semua cedera melibatkan gigi atau struktur oral. Survei pada pemain basket SMA di Florida, 30,9% dari atlet dilaporkan cedera orofasial selama musim sebelumnya. Hanya 4,2% dilaporkan menggunakan mouthguards, dan hanya 0,6% dari cedera orofasial terjadi di kalangan anakmengenakan mouthguards. Berdasarkan data ini, para peneliti memperkirakan bahwa luka meningkat enam kali lipat untuk delapan kali lipat ketika pelindung mulut tidak digunakan. Penelitian ini melaporkan hal yang sama dengan studi cedera orofasial pada pemain wanita basket.

Mouthguards juga mengurangi prevalensi gegar otak dan patah tulang rahang

dengan bantalan kekuatan chin-hit.Penggunaan mouthguards dalam olahraga sepakbola adalah jarang. Sebuah National Institutes terbaru dari laporan Dental Research mengecam adanya aturan yang mewajibkan alat pelindung dalam olahraga lain dan menyerukan untuk lebih memberikan informasi kepada masyarakat mengenai keuntungan pemakaiannya.(36)

Persyaratan mouthguard:(23)

- Ketebalan harus yang memadai untuk mengurangi dampak trauma pada gigi.

- Mouthguard harus cekat atau pas digunakan dan tidak boleh jatuh dari mulut

- Tidak boleh mengganggu dengan berbicara dan pernafasan - Bahan yang digunakan harus tidak menyebabkan alergi Tiga jenis mouthguards sudah tersedia:(36)

- Sedia ada (stock),

(44)

Mouthguardsyang tersedia di pasaran mempunyai adaptasi yang baik tetapi masih longgar sedikit bagi rahang atas dan tidak dapat diubah.Ini berarti bahwa emakainya harus oklusi gigi supaya mouthguard tidak bergerak dari posisinya. Hal ini menghambat bicara dan respirasi.(36)

Adaptasi sendiri atau "boil and bite,"adalah termoplastik mouthguards, tersedia dalam jenis pra-bentuk yang bisa diubah dengan merebus di dalam air dan menggigit plastik hangat untuk sesuaikan dengan rahang individual.(36)

Khusus dibuat atau custom-made mouthguards yang dibuat dari model yang terbuat dari stone model yang dicetak oleh seorang dokter gigi. Meskipun salah satu dari jenis ini memberikan perlindungan dari cedera mulut, penelitian in-vitro menunjukkan bahwa model custom-made memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap dampak tujuan di tepi insisal dan marginal. Beberapa studi melaporkan peningkatan kenyamanan dan retensi pada custom-made mouthguards. Biaya yang terlibat dalam pembuatan

custom-made mouthguards mencegah beberapa atlet dari menggunakannya, tetapi semua

(45)

2.8 Kerangka Teori

Emerjensi

Pengetahuan Guru

Dokter gigi

Gigi fraktur

Gigi berubah posisi

Gigi avulsi

Tindakan pertama

Cara tranportasi

gigi

Manajemen

(46)

2.9 Kerangka Konsep

Penyuluhan

Pretest Post-test

(47)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah rancangan penelitian eksperimental ulang yang juga disebut pretest - posttest designyaitu, dengan melakukan pengukuran atau observasi awal sebelum dan setelah perlakuan diberikan. Rancangan ini dipilih karena penelitian ini membutuhkan tingkat validitas yang tinggi. Paradikma ini terdapat pretest sebelum diberi perlakuan dan posttestsetelah perlakuan.

O1= nilai pretest (sebelum diberi penyuluhan)

O2 = nilai posttest(setelah diberi penyuluhan)

Pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan guru SD = (O2- O1)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di sekolah SDNegeri & Swasta di Kecamatan Medan Baru dan di Kecamatan Medan Sunggal, Kotamadya Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian yaitu sekitar 4 minggu yang dilakukan pada bulan Oktober hingga November 2013. Pengumpulan data 1 minggu. Pengolahan dan analisis data 1 minggu. Penyusunan laporan 2 minggu.

3.3Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi bagi penelitian ini adalah guru SD Negeri & Swasta di Kecamatan Medan Baru dan di Kecamatan Medan Sunggal, Kotamadya Medan.

(48)

3.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah guru-guru SD. Sampel sekolah diambil secara stratifikasi – klaster 2 tingkat.Tingkat pertama adalah strata klasifikasi daerah yaitu berdasarkan pembagian kecamatan Kota Medan. Secara administratif kota Medan terdiri atas 21 kecamatan yang digolongkan lagi menjadi 2 golongan yaitu lingkar luar dan lingkar dalam. Lingkar luar terdiri atas 11 kecamatan yaitu: Kecamatan Medan Tuntungan, Selayang, Sunggal, Johor, Denai, Perjuangan, Amplas, Tembung, Marelan, Labuhan dan Belawan. Lingkar dalam terdiri atas 10 kecamatan yaitu: Kecamatan Medan Baru, Petisah, Barat, Helvetia, Polonia, Medan Area, Medan Kota, Maimun, Medan Timur dan Medan Deli.Penentuan kecamatan dilakukan secara simple random sampling.

Tingkat kedua adalah klasifikasi SD, sekolah yang berada di lingkar dalam terdiri atas 390 SD Negeri dan SD Swasta sedangkan sekolah yang berada di lingkar luar terdiri atas 284 SD Negeri dan SD Swasta. Jumlah sekolah di lingkar luar lebih banyak dibandingkan dengan lingkar dalam, oleh karena keterbatasan waktu dan tenaga serta biaya dari peneliti, maka dipilih secara random 2 SD dari golongan lingkar dalam dan 2 SD dari golongan lingkar luar, yaitu ada 2 SD Negeri dan 2 SD Swasta.

Pemilihan sekolah SD dan sampel guru-guru dilakukan dengan cara probability

samplingdengan teknik pengambilansampel acak sederhana (simple random sampling)

yaitu pengambilan sampel sedemikian rupa sehingga setiap unit dasar (individu) mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel.(36)Kecamatan yang dipilih adalah Kecamatan Medan Sunggal bagi lingkar luar dan Kecamatan Medan Baru bagi lingkar dalam. Jumlah sampel adalah 80 orang guru SD, setiap SD diambil 20 orang guru secara random untuk menjadi sampel.

Kriteria Inklusi

a. Guru yang menandatangani Informed Consent b. Guru SD yang sehat rohani dan jasmani

Kriteria Eksklusi

a. Guru yang menolak untuk dilakukan survei

(49)

1. Variabel Bebas adalah pengetahuan gurumengenai manajemen emerjensi trauma gigi pada anak di sekolah.

2. Variabel Eksperimental adalah penyuluhan yang diberikan. 3. Variabel Non-eksperimental

I. Variabel Tak Terkendali a. Umur guru sekolah b. Jenis kelamin c. Pendidikan II. Variabel Terkendali

a. Guru Sekolah SD

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi Operasional Hasil ukur Skala Ukur

Jenis kelamin guru

- Laki-laki - Perempuan

Kuesioner Nominal

Umur Dihitung dari tahun lahir sampai ulang tahun terakhir saat dilakukan penelitian.

Kuesioner Nominal

Penyuluhan Suatu kegiatan mendidik sesuatu kepada masyarakat, memberi pengetahuan, informasi-informasi dan kemampuan-kemampuan agar dapat membentuk sikap dan perilaku hidup menurut apa yang seharusnya.

Kuesioner Nominal

Guru SD Guru yang mengajar anak di sekolah SD Kuesioner Nominal

Pendidikan Tingkat pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh guru-guru sekolah.

Kuesioner Nominal

Manajemen emerjensi trauma gigi pada anak

Penatalaksanaan bantuan kesehatan kepada anak yang mengalami trauma gigi oleh guru sekolah.

(50)

Pengetahuan Pemahaman guru-guru sekolah tentang manejemen awal/darurat trauma gigi pada anak di sekolah.

Kuesioner Nominal

Tabel 4. Definisi Operasional Kuesioner

Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur (Nilai Bobot) Skala Ukur Perilaku guru guru terhadap gigi anak

yang retak setelah

terjadi trauma

1. Biarkan saja dan menelpon orang tua langsung (0) 2. Biarkan saja dan menunggu

tamat sekolah (0)

3. Pergi ke dokter gigi untuk mendapatkan pengobatan (1) 4. Mengoleskan pasta gigi pada

gigi yang retak (0) guru terhadap gigi anak yang berubah posisi setelah terjadi trauma

1. Jangan sentuh, biarkan tetap dalam posisi baru dan langsung membawa anak ke dokter gigi (1)

2. Jangan sentuh, biarkan tetap dalam posisi baru dan

menunggu tamat sekolah dan baru ke dokter gigi (0) 3. Mencoba menempatkan

kembali ke posisi baru dan menelpon orang tua (0) 4. Jika tidak ada keluhan, tidak

di bawa ke dokter gigi (0) 5. Tidak tahu (0)

(51)

Perilaku guru guru terhadap gigi anak yang patah setelah terjadi trauma

1.Dibiarkan saja dan menelpon orang tua anak (0)

2. Mencoba untuk mencari sisa mahkota yang patah dan langsung ke dokter gigi (1)

3. Pergi ke dokter gigi untuk mendapatkan pengobatan tanpa mencari gigi yang tersisa (0)

4. Mencoba untuk mencari sisa mahkota yang patah dan menunggu sampai bubaran sekolah baru ke dokter gigi/menelpon orang tua (0) 5. Tidak tahu (0)

Ordinal

Jika anak perlu dirawat

Perlu perawatan oleh seseorang anak setelah guru terhadap gigi anak yang terlepas dari gusinya setelah terjadi trauma

1. Mencari gigi yang hilang dan segera masukkan gigi

langsung ke bekas tempat gigi yang lepas. (0)

2. Mencari gigi yang hilang dan dibersihkan dengan

mengalirkan air pada gigi dahulu, baru memasukkan gigi ke bekas tempat gigi yang lepas. (1)

3. Bawa anak ke dokter gigi dan tanpa mempedulikan tentang gigi yang hilang (0)

(52)

4. Mencoba untuk

menghentikan pendarahan dengan tekanan

menggunakan kain bersih dan tidak mempedulikan tentang gigi hilang (0) 5. Menelpon orang tua atau

penjaga (0)

2. Bungkus dalam tisu lembab (0)

3. Di dalam susu (1) 4. Di dalam larutan saline

dalam saliva (0)

1. Menelpon orang tua dan memberikan pertolongan pertama (1)

2. Segera membawa anak ke rumah sakit (0)

1. Membersihkan anak dan

menelpon orang tua (1) 2. Segera membawa anak ke

rumah sakit (0)

1. Membersihkan luka anak dengan kain steril dan menelpon orang tua (1)

2. Segera membawa anak ke rumah sakit (0)

(53)

trauma 3. Tidak tahu (0)

Masa atau waktu untuk membawa anak berobat ke dokter gigi

1. Segera setelah terjadi trauma (1)

2. Setelah pulang dari sekolah (0)

3. Setelah orang tua selesai kerja (0)

4. Tidak tahu (0)

Ordinal

Nilai Maksimal 10 (100%)

Setiap soal kemudian dihitung rerata pengetahuan jawaban yang benar dibagi dengan jumlah soal. Jawaban benar diberikan bobot (1) dan jawaban yang salah diberikan bobot (0). Rerata pengetahuan sebelum dan setelah penyuluhan bagi jawaban benar dan salah ditabelkan secara setiap soal yang dijawab oleh 80 guru. Setelah rerata diperoleh baik pretest dan posttest, kemudian dibandingkan apakah ada perbaikan atau tidak.

Kriteria penilaian pengetahuan guru : a. Baik : 8 – 10 (80% - 100%) b. Sedang : 4 – 7 (40% - 79%) c. Buruk : 0 – 3 (0% - 39%)

3.6 Cara Pengumpulan Data

(54)

dan manajemen emerjensi. Setelah penyuluhan, responden diberi kesempatan bertanya dan akhirnya, kuesioner yang sama diberikan tetapi hanya soal dari bagian III ditanyakan.

Secara singkat, data demografi umum dikumpulkan. Responden akan ditanyakan mengenai pengetahuan tentang perawatan emerjensi dengan fokus khusus pada bagianberikut:

a. Sejarah masa lalu kejadian trauma pribadi gigi. b. Pengetahuan umum tentang gigi.

c. Pengetahuan khusus tentang avulsi, fraktur, luksasi dan cara transportasi gigi avulsi gigi, gigi patah dan berubah posisi.

Semua data yang diperoleh dari penilaian jawaban kuensioner yang telah dijawab oleh responden disajikan dalam bentuk tabel.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 16.0, tes

Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney digunakan untuk membandingkan pengetahuan guru

sebelum dan setelah penyuluhan dan aspek karakteristik guru yaitu jenis kelamin, usia, masa kerja dan mata pelajaran. Tes Wilcoxondigunakan untuk mendapatkan rerata pengetahuan sebelum dan setelah penyuluhan dilakukan. Tingkat signifikansi yang ditetapkan sebesar p ≤ 0,05.

3.8 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut: 1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti meminta secara sukarela kepada responden penelitian untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Bagi responden yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan penelitian untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian.

(55)

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiannya oleh peneliti, karena itu data yang ditampilkan dalam bentuk data kelompok bukan data pribadi masing-masing responden.

3. Kelayakan Etik (Ethical Clearance)

(56)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1Karakteristik Responden

Gambar

Gambar 1.Jenis gigi yang terlibat(16)
Gambar 2. Penyebab trauma gigi (16)
Tabel 1. Prevalensi Trauma Gigi(24)
Gambar 3. A. Infraksi (infarction) B. Fraktur enamel (enamel fracture) C.  Fraktur enamel-dentin (enamel-dentin fracture) D
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan Pemeliharaan Saluran Irigasi Pekerjaan Pemeliharaan Saluran Irigasi DI.. Tempel Desa

[r]

Rekapitulasi Jurnal Transaksi Jurnal Penyesuaian Buku Pembantu Buku Besar Mutasi Saldo Posting Posting Buku besar Posting Penyesuaian Kertas Kerja

trimester II dengan konstipasi sudah teratasi, pada persalinan dengan persalinan spontan tanpa ada penyulit, pada masa nifas dengan nifas normal, pada BBL dengan bayi

[r]

Both new species are closely related based on morphological and molecular characteristics and with uncertain affinity to other taxa of the Euascomycetes based on phylogenetic

Mata kuliah ini membahas mengenai pengetahuan surveying dan hubungannya dengan bidang teknik sipil, pengenalan alat ukur,sistem satuan dan konversi satuan, prinsip dasar

[r]