• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggung Jawaban Agen Pemasaran Atas Penjualan Crude Palm Oil (CPO) PT Perkebunan Nusantara Ii Di Kota Medan (Studi Pada PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertanggung Jawaban Agen Pemasaran Atas Penjualan Crude Palm Oil (CPO) PT Perkebunan Nusantara Ii Di Kota Medan (Studi Pada PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara)"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku :

Syamsuddin Meliala, A. Qirom, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Yogyakarta : Liberty, 1985.

Prodjodikoro, Wirjono, Azaz-azaz Hukum Perjanjian, Bandung : PT Bale, 1986.

Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung : Penerbit Alumni, 1986.

Subekti, R, Hukum Perjanjian. Jakarta : PT Intermasa, 1985.

---, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta : PT Pradnya Paramita, 1996. Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Jakarta : Kencana,

2008.

Finz, Steven R., Product Liability, Larchmont, NY : Emanuel Law Outlines,Inc,1993.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perikatan, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1990.

---, Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni, 2006.

Badrulzaman, Mariam Darus, K.U.H. Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Bandung : Alumni, 1996.

Satrio, J., Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1999.

Patrik, Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung : Mandar Maju, 1994. Sembiring, Sentosa, Hukum Dagang, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008. V. Brakel, Leerboek van het Nederlandse Verbintenissenrecht, Jilid Kesatu,

Cetakan Keempat, Tjeenk Willink, Zwolle, 1948.

(2)

BAB III

TANGGUNG JAWAB AGEN PEMASARAN ATAS PERJANJIAN CRUDE PALM OIL (CPO) ANTARA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II DI KOTA MEDAN DENGAN PT. KHARISMA PEMASARAN BERSAMA

NUSANTARA

A.Akibat Hukum Dari Perjanjian Keagenan Pemasaran

Para pihak dalam perjanjian keagenan mempunyai hubungan hukum yang

mengikat diantara para pihak yang meliputi perjanjian keagenan, dengan

syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati antara para pihak

sebagaimana biasanya dengan berdasarkan kepada Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang memuat syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang

berbunyi :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.49

Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, karena

mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian,

sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena

mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang

dilakukannya. Maka klausula perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata mengikat kepada para pihak yang melakukan

perjanjian keagenan. Para pihak telah mengikat perjanjian keagenan dan telah

memenuhi ketentuan yang berlaku maka secara otomatis para pihak yang

49

(3)

mengikat perjanjian keagenan mengikat kedua belah pihak dan padaseketikan

muncul hak dan kewajiban bagi para pihak yang mengikat perjanjian keagenan.

1. Berlakunya Suatu Perjanjian

Dalam teori suatu perjanjian akan berlaku apabila adanya kata sepakat.

Dengan diperlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka kedua pihak

haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu

tekanan yang mengakibatkan adanya “cacad” bagi perujudan kehendak tersebut.

Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui

(overeenstemende wilsverklaring) antara pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Saat-saat terjadinya perjanjian antara pihak ada beberapa ajaran yaitu :

a. Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.

b. Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima

tawaran.

(4)

d. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dainggap layak diterima oleh

pihak yang menawarkan.50

Dalam praktek perjanjian keagenan berlaku sejak tanggal 4 Januari 2010

dan berlangsung selama tidak dilakukannya pemutusan atau perubahan atas

perjanjian ini. Perjanjian ini dapat dibatalkan sebelum jangka waktu perjanjian ini

berakhir apabila terjadi perubahan dalam “Perjanjian Para Pemegang Saham”

yang mengharuskan pembatalan perjanjian ini. Segala hak dan kewajiban yang

timbul antara para pihak akibat dari pelaksanaan perjanjian ini dituntaskan

terlebih dahulu sebelum pengakhiran perjanjian ini. Perjanjian ini dapat diubah

atau di-addendum atas kesepakatan para pihak.

2. Hak dan Kewajiban

1) Hak dan Kewajiban PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) :

a. Hak :

(1) Pihak pertama bersama-sama dengan pihak kedua menetapkan

formulasi Perkiraan Harga;51

(2) Pihak pertama menetapkan alokasi dan volume komoditas yang akan

dijual melalui pihak kedua;

50

Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H. Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung : Alumni, 1996), hal. 98.

51

(5)

(3) Pihak pertama menerima pembayaran hasil penjualan bersih setelah

dipotong biaya-biaya dan Imbal Jasa;

(4) Pihak pertama menerima faktur pajak PPN atas Imbal Jasa penjualan

komoditas dari pihak kedua.

b. Kewajiban :

(1) Pihak pertama menjual komoditas yang diproduksi minimal 80% dari

jumlah produknya melalui pihak kedua;

(2) Pihak pertama memberiakan kuasa khusus kepada pihak kedua untuk

melakukan penjualan komoditas52

(3) Pihak pertama menampaikan informasi mengenai ketersediaan

komoditas yang siap jual meliputi jenis dan mutu komoditas, alokasi

volume, jadwal penyerahan/pengapalan;

milik pihak pertama;

(4) Pihak pertama setiap bulan menyampaikan jumlah produk yang akan

dijual melaui pihak kedua;

(5) Pihak pertama menjamin ketersediaan komoditas yang sudah terjual

(traded) sesuai Perjanjian Jual Beli (Sales Contract);

(6) Pihak pertama menjamin penyerahan komoditas yang sudah terjual

(traded) sesuai Perjanjian Jual Beli (Sales Contract);

(7) Pihak pertama menyampaikan laporan kepada pihak kedua tentang

realisasi pembayaran dan penyerahan barang atas kontrak-kontrak

yang diterbitkan oleh pihak kedua;

52

(6)

(8) Pihak pertama bertanggung jawab dan menjamin mutu (quality assurance) komoditas sesuai informasi yang diberikan kepada pihak kedua;

(9) Pihak pertama membayar Imbal Jasa53

(10) Pihak pertama menyelesaikan klaim sesuai tanggung jawabnya

sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian jual beli dan tata cara

penjualan komoditas.

penjualan komoditas kepada

pihak kedua;

2) Hak dan Kewajiban PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN)

:

a. Hak :

(1) Pihak kedua menetapkan tata cara penjualan, atau dengan nama dan

istilah lain;

(2) Pihak kedua membuat dan menandatangani Perjanjian Jual Beli (Sales Contract) untuk pihak pertama sesuai surat kuasa dari pihak pertama; (3) Pihak kedua menerbitkan surat perintah penyerahan dan pengapalan

komoditas yang sudah terjual;

(4) Pihak kedua melakukan penagihan atas Imbal Jasa penjualan

komoditas milik pihak pertama yang sudah terjual;

53

(7)

(5) Pihak kedua memperoleh informasi mengenai realisasi penyerahan

barang yang dilakukan oleh pihak pertama kepada pembeli lokal;

b. Kewajiban :

(1) Pihak kedua melakukan penjualan komoditas milik pihak pertama

sebagai kuasa untuk dan atas nama pihak pertama;

(2) Pihak kedua membuat penawaran penjualan (offering) kepada calon pembeli atau rekanan;

(3) Pihak kedua melaporkan realisari setiap terjadi penjualan atas

komoditas pihak pertama;

(4) Pihak kedua menyampaikan kepada pihak pertama tebusan Perjanjian

Jual Beli (Sales Contract) atas penjualan komoditas;

(5) Pihak kedua menyerahkan faktur pajak PPN atas Imbal Jasa penjualan

komoditas kepada pihak pertama;

(6) Pihak kedua menetapkan Formula Perkiraan Harga berdasarkan

formula harga yang ditetapkan;

(7) Pihak kedua menjaga kerahasiaan Perkiraan Harga;

(8) Pihak kedua melakukan pengurusan dokumen penjualan baik local

maupun ekspor;

(9) Pihak kedua melakukan transfer hasil penjualan kepada pihak pertama

dalam hal pembayaran melaui pihak kedua.

Jika terjadi suatu sengketa antara para pihak dan atas sengketa tersebut

(8)

bukan berarti perjanjian belum mengikat para pihak atau dengan sendirinya batal

demi hukum. Karena pengadilan dapat mengisi kekosongan hukum tersebut

melalui penafsiran untuk menemukan hukum yang berlaku bagi para pihak yang

membuat perjanjian.

Dalam sistem common law seperti yang berlaku di Amerika Serikat, dikenal juga cara penfsiran perjanjian oleh pengadilan untuk mengisi kekosongan

hukum dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Uniform Commercial Code

menyebutkan tiga cara untuk melakukan interpretasi hukum, yaitu Course of performance, Course of dealing, dan Usage of trade.54

1. Course of performance adalah bagaimana para pihak bertindak melaksanakan perjanjian. Misalnya, dalam perjanjian distributor dijelaskan

bahwa kualitas produk yang disalurkan secara kesinambungan adalah the highest grade oil. Jika kemudian terjadi sengketa mengenai kualitas minyak, maka yang menjadi dasar untuk menentukan kualitas minyak

yang diperjanjikan adalah minyak yang diterima pada pengiriman pertama.

Dengan demikian tindakan para pihak dalam melaksanakan kontrak

berlaku sebagai bukti tentang maksud para pihak.

2. Course of dealing adalah bagaimana para pihak melaksanakan kontrak yang sebelumnya. Hal ini akan menjadi acuan untuk menyelesaikan

sengketa atas kontrak yang sekarang sedang berlaku antara mereka.

Misalnya, dalam kontrak yang sekarang tidak jelas hak dan kewajiban para

54

(9)

pihak. Bukti yang ada hanya selembar kuitansi tanda terima. Akan tetapi,

kontrak sebelumnya jelas mencantumkan bahwa uang tersebut adalah

sebagai setoran modal dalam suatu kontrak agribisnis.

3. Usage of trade adalah praktik bisnis yang sudah terjadi berulang-ulang menurut pola yang sama. Misalnya, dalam pelaksanaan kontrak sudah

menjadi kebiasaan bahwa suatu perusahaan pemasok barang atau

distributor utama mewajibkan distributor menjual barang secara kredit

kepada pelanggan.

Teori hukum perjanjian yang tradisional mempunyai ciri-ciri menekankan

pentingnya kepastian hukum dan predictability. Fungsi utama suatu kontrak adalah untuk memberikan kepastian tentang mengikatnya suatu perjanjian antara

para pihak, sehingga prinsip-prinsip itikad baik dalam sietem hukum civil law dan

promissory estopel dalam sistem hukum common law hanya dapat diberlakukan jika perjanjian sudah menentukan syarat sahnya perjanjian. Sebaliknya, teori

hukum perjanjian yang modern mempunyai kecenderungan untuk mengabaikan

formalitas kepastian hukum demi tercapainya keadilan yang substantial.

Pengecualian atas berlakunya doktrin consideration dan penerapan doktrin

promissory estopel serta asas itikad baik dalam proses negoisasi adalah contoh yang jelas dari teori hukum perjanjian yang modern. 55

55

(10)

Out Put Contract dan Requirement adalah suatu perjanjian yang dapat diterima legalitasnya oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Karena

meskipun pada saat ditandatanganinya perjanjian jumlah barang yang menjadi

objek perjanjian belum pasti, tetapi jumlah tersebut dapat dihitung atau dipastikan

kemudian pada saat pelaksanaan perjanjian dan hal ini dimungkinkan berdasarkan

ketentuan Pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :

“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”.

Akan tetapi pelaksanaan perjanjian harus didasarkan pada pada asas itikad

baik sebagai ditentukan dalam Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Di samping itu, pengadilan melaui metode penafsiran dapat mengisi

kekosongan hukum, jika para pihak yang membuat perjanjian tidak jelas mengatur

hukum yang berlaku atas hal yang menjadi sengketa.56

56

Ibid., hal. 21.

Perjanjian keagenan

memenuhi ketentuan yang telah disepakati antara para pihak menimbulkan hak

dan kewajiban yang tergambar jelas pada kontrak perjanjian keagenan. Dalam

ketentuan undang-undang, pelanggaran terhadap isi tercantum yang telah

disepakati akan mengakibatkan munculnya wanprestasi dari salah satu pihak.

Maka dengan sendirinya pihak lain akan menuntut ganti rugi yang diakibatkan

(11)

B.Tanggung Jawab Para Pihak

Sesuai dengan ketentuan yang ada para pihak wajib bertangggung jawab

atas segala perjanjian dan isi kontrak keagenan yang telah disepakati sebelumnya.

Isi perjanjian keagenan yang telah disepakati dibuat secara tertulis dan disepakati

oleh para pihak melai para pihak yang membuat perjanjian bertanggung jawab

sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing. Ketentuan-ketentuan yang

ada dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah mengikat para pihak untuk

saling mematuhi hak dan kewajiban nya masing-masing.

Tanggung jawab pihak pertama atau PT. Perkebunan Nusantara II

(PERSERO) yaitu :

1. Pihak pertama bersama-sama dengan pihak kedua menetapkan formulasi

Perkiraan Harga;

2. Pihak pertama menetapkan alokasi dan volume komoditas yang akan

dijual melalui pihak kedua;

3. Pihak pertama menerima pembayaran hasil penjualan bersih setelah

dipotong biaya-biaya dan Imbal Jasa;

4. Pihak pertama menerima faktur pajak PPN atas Imbal Jasa penjualan

komoditas dari pihak kedua;

5. Pihak pertama menjual komoditas yang diproduksi minimal 80% dari

jumlah produknya melalui pihak kedua;

6. Pihak pertama memberiakan kuasa khusus kepada pihak kedua untuk

(12)

7. Pihak pertama menampaikan informasi mengenai ketersediaan komoditas

yang siap jual meliputi jenis dan mutu komoditas, alokasi volume, jadwal

penyerahan/pengapalan;

8. Pihak pertama setiap bulan menyampaikan jumlah produk yang akan

dijual melaui pihak kedua;

9. Pihak pertama menjamin ketersediaan komoditas yang sudah terjual

(traded) sesuai Perjanjian Jual Beli (Sales Contract);

10.Pihak pertama menjamin penyerahan komoditas yang sudah terjual

(traded) sesuai Perjanjian Jual Beli (Sales Contract);

11.Pihak pertama menyampaikan laporan kepada pihak kedua tentang

realisasi pembayaran dan penyerahan barang atas kontrak-kontrak yang

diterbitkan oleh pihak kedua;

12.Pihak pertama bertanggung jawab dan menjamin mutu (quality assurance)

komoditas sesuai informasi yang diberikan kepada pihak kedua;

13.Pihak pertama membayar Imbal Jasa penjualan komoditas kepada pihak

kedua;

14.Pihak pertama menyelesaikan klaim sesuai tanggung jawabnya

sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian jual beli dan tata cara penjualan

komoditas.

Dalam perjanjian keagenan ini PT. Perkebunan Nusantara II (PERSERO)

yang selaku pihak pertama setuju memberikan Imbal Jasa atas penjualan

komoditas milik pihak pertama yang dilakukan PT. Kharisma Pemasaran Bersama

(13)

luar PPN dikalikan persentase masing-masing komoditas Kelapa Sawit dan hasil

turunannya, Karet, Kakao dan Gula Tetes yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Imbal Jasa sebagaimana tertulis sebelumnya belum termasuk PPN atas jasa dan

belum dipotong PPh Pasal 23 yang ditetapkan Pemerintah berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pasal 23 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008

tentang Pajak Penghasilan yang berbunyi :

(1)Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:

a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:

1. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; 2. bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f; 3. royalti; dan

4. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;

b. dihapus;

c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:

1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan

2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

(14)

(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

(3)Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4)Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan atas:

a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;

c. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c);

d. dihapus;

e. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i; f. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada

anggotanya; g. dihapus; dan

h. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.57

Untuk penjualan komoditas yang pengapalan atau penyerahannya

dilaksanakan secara gabungan beberapa produsen, hasil penjualannya dimasukkan

ke dalam rekening pihak kedua kemudian ditransfer kepada pihak pertama setelah

dipotong biaya Imbal Jasa, termasuk PPN atas jasa dan PPh Pasal 23.

57

(15)

Tanggung jawab pihak kedua atau PT. Kharisma Pemasaran Bersama

Nusantara yaitu :

1. Pihak kedua menetapkan tata cara penjualan, atau dengan nama dan istilah

lain;

2. Pihak kedua membuat dan menandatangani Perjanjian Jual Beli (Sales Contract) untuk pihak pertama sesuai surat kuasa dari pihak pertama; 3. Pihak kedua menerbitkan surat perintah penyerahan dan pengapalan

komoditas yang sudah terjual;

4. Pihak kedua melakukan penagihan atas Imbal Jasa penjualan komoditas

milik pihak pertama yang sudah terjual;

5. Pihak kedua memperoleh informasi mengenai realisasi penyerahan barang

yang dilakukan oleh pihak pertama kepada pembeli lokal;

6. Pihak kedua melakukan penjualan komoditas milik pihak pertama sebagai

kuasa untuk dan atas nama pihak pertama;

7. Pihak kedua membuat penawaran penjualan (offering) kepada calon pembeli atau rekanan;

8. Pihak kedua melaporkan realisari setiap terjadi penjualan atas komoditas

pihak pertama;

9. Pihak kedua menyampaikan kepada pihak pertama tebusan Perjanjian Jual

Beli (Sales Contract) atas penjualan komoditas;

10.Pihak kedua menyerahkan faktur pajak PPN atas Imbal Jasa penjualan

(16)

11.Pihak kedua menetapkan Formula Perkiraan Harga berdasarkan formula

harga yang ditetapkan;

12.Pihak kedua menjaga kerahasiaan Perkiraan Harga;

13.Pihak kedua melakukan pengurusan dokumen penjualan baik local

maupun ekspor;

14.Pihak kedua melakukan transfer hasil penjualan kepada pihak pertama

dalam hal pembayaran melaui pihak kedua.

Tangung jawab pihak ketiga atau suatu badan usaha atau badan hukum

yang memenuhi kualifikasi dan persyaratan sebagai rekanan (pembeli) yaitu :

1. Setelah memenuhi kualifikasi dan persyaratan maka suatu badan usaha

atau badan hukum tersebut diperbolehkan melakukan transaksi pembelian;

2. Membayar sesuai harga yang sudah di sepakati antara pihak kedua dengan

pihak ketiga;

3. Membayar harga barang beserta dengan PPN yang sudah disepakati oleh

pihak kedua dengan pihak ketiga;

4. Mengikuti tata cara yang sudah disepakati oleh pihak kedua dengan pihak

(17)

C.Tanggung Jawab Agen Pemasaran Atas Perjanjian Crude Palm Oil (CPO)

Dalam hal ini yang selaku agen pemasaran atau PT. Kharisma Pemasaran

Bersama Nusantara menetapkan beberapa ketentuan meliputi :

1. Waktu dan tempat dalam melakukan lelang/tender/auction dalam penjualan komoditi;

2. Agen pemasaran menentukan syarat-syarat dalam menjadi pembeli atau

selaku pihak ketiga baik dalam negeri maupun luar negeri.

3. Agen pemasaran bertanggung jawab dalam pernyataan dan jaminan atas

seluruh dokumen perusahaan yang diserahkan kepada PT. Kharisma

Pemasaran Bersama Nusantara serta sebagai pihak yang berwenang untuk dan

atas nama perusahaan mendatangani kontrak penjualan juga kebenaran

kedudukan (domisili) dari PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara itu

sendiri.

4. Agen pemasaran menentukan cara penjulan dan juga mekanisme penjualan

yang meliputi :

(1) Mekanisme Penjualan Melalui Tender, yaitu penjualan yang dilakukan

pada waktu yang telah ditentukan, yang dilaksanakan secara terbuka

dengan peserta yang telah terdaftar dan memenuhi syarat. Pengajuan

penawaran dilakukan secara tertulis dalam amplop tertutup. (Tender ini

(18)

(2) Mekanisme Penjualan Melalui Lelang, yaitu proses transaksi yang

pelaksanaannya sama dengan tender, lazim diterapkan pada komoditi

gula;

(3) Mekanisme Penjualan Melalui Auction, yaitu penjualan yang dilakukan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan, yang dilaksanakan

secara terbuka, dengan peserta yang telah terdaftar. Penawaran

dilakukan langsung secara lisan/verbal;

(4) Mekanisme Penjualan Melalui Bid Offer, yaitu terbagi menjadi Bid dan

Offer yang merupakan Bid adalah pengajuan harga yang diajukan pembeli atas kesanggupan membyar barang, sedangkan Offer adalah harga barang penawaran dari pihak penjual atas suatu barang. Jadi Bid Offer adalah proses penjualan yang dilakukan antara pembeli (pengaju

Bid) dan penjual (pengaju Offer). Dalam pelaksanaannya pengajuan

Bid Offer selain mencantumkan harga juga volume, mutu dan hal-hal lain yang dipandang perlu.

(5) Mekanisme Penjualan Melalui Long Term Contract (LTC), yaitu kontrak penjualan jangka panjang dari hasil transaksi yang berdasarkan

pada kesepakatan volume, formula harga dan masa penyerahan barang

(kurang lebih selama 6 bulan sampai 1 tahun).

5. Agen pemasaran membuat kontrak penjualan berdasarkan hasil penjualan

yang ditetapkan. Kontrak mengacu kepada tata cara dan ketentuan penjualan

komoditi agen pemasaran yang merupakan bagian yang tidak dapat

(19)

secara jelas perihal harga, volume, mutu, cara pembayaran, kondisi

penyerahan, bulan penyerahan/pengapalan dan keterangan-keterangan lain

yang diperlukan. Kontrak ditandatangani oleh pembeli dan penjual sesuai

ketentuan yang berlaku dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Pembeli

sangat bertanggung jawab atas kontrak penjualan yang telah ditandatangani.

Dalam hal ini penjual hanya berhubungan dengan pihak pembeli yang

menandatangani kontrak penjualan atau yang ditunjuk/mewakili pembeli.

Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku menyangkut transaksi

perdagangan di Indonesia, maka kepada pembeli dalam negeri akan

diterbitkan kontrak penjualan lokal yang mencantumkan PPN, kepada

pembeli berdomisili di luar negeri akan diterbitkan kontrak penjualan ekspor

dan pembayaran dilaksanakan langsung dari luar negeri. Kontrak penjualan

tidak diperkenankan untuk dialihkan atau dipindah tangankan kepada pihak

lain.

6. Agen pemasaran menentukan cara pembayaran yang meliputi :

(1) Irrevocable Sight Letter of Credit (L/C) adalah salah satu alat pembayaran berupa surat kredit berdokumen yang tidak dapat diubah

secara sepihak. Pembayran dilaksanakan secara langsung kepada

penjual setelah dokumen ekspor diterima secara lengkap dan benar

oleh pihak bank. Irrevocable Sight Letter of Credit (L/C) melalui bank utama di luar negeri. L/C dibuka langsung ke bank penjual/produsen.

Dalam L/C dibuka pada bank lain, maka biaya pengalihan L/C menjadi

(20)

15 (lima belas) hari sebelum pengapalan dilaksanakan. Jika

menyimpang dari ketentuan tersebut maka semua kibat yang timul

menjaditanggung jawab pembeli;

(2) Telegraphic Transfer/Cash before Delivery adalah kiriman sejumlah uang oleh bank pengirim (bank luar negeri) dengan memerintahkan

bank pembayar untuk membayarkan jumlah tersebut kepada penerima;

(3) Alat pembayaran lainnya yang dapat dipergunakan pada perdagangan

internasional, dengan memperhatikan segi kelaziman, keamanan,

keterpercayaan (credibility) dan mendapatkan persetujuan dari pengurus tender komoditi masing-masing;

(4) Untuk penjualan ekspor menggunakan mata uang US$ (US Dollar) dan

pembayaran berasal dari bank luar negeri secara langsung;

(5) Untuk penjualan lokal pembayarannya diatur dalam ketentuan

komoditi masing-masing.

7. Agen pemasaran menentukan penyerahan dan pengapalan barang meliputi :

(1) Penyerahan

a. Waktu penyerahannya diatur pada penjualan komoditi

masing-masing.

b. Syarat penyerahan ekspor, meliputi :

(21)

semua biaya pengankutan barang sampai Container Yard58

b) FOB (Free on Board) adalah syarat-syarat penyerahan barang dalam penentuan harga yang menyatakan bahwa

risiko dan semua biaya pengangkutan barang sampai ke atas

kapal di pelabuhan muat ditanggung oleh penjual. ditanggung oleh penjual.

c) C & F (Cost and Freight) adalah syarat penyerahan barang sebagai dasar dalam menentukan harga suatu barang,

meliputi semua biaya hingga barang itu tiba di pelabuhan

pembeli ditanggung oleh penjual, kecuali biaya asuransi.

d) CIF (Cost, Insurance & Freight) adalah syarat penyerahan barang sebagai dasar dalam menentukan harga suatu barang,

meliputi semua biaya hingga barang itu tiba di pelabuhan

pembeli termasuk biaya asuransi ditanggung oleh penjual.

c. Syarat penyerahan lokal, meliputi :

a) Loco59

b) Franco

Gudang penjual;

60

c) Franco Gudang Pelabuhan; Gudang Pembeli;

d) Franco Pabrik Pembeli;

58

CY (Container Yard) adalah fasilitas tempat di pelabuhan untuk menerima dan mengambil kontainer.

59

Loco adalah syarat-syarat penyerahan barang dalam penentuan harga yang menyatakan semua ongkos sejak pengambilan barang dari tempat penjual atau tempat lain yang disebut ditanggung pembeli.

60

(22)

e) Loco Gudang Kebun;

f) Loco Tangki Timbun Pelabuhan;

g) FOT (Free On Truck) adalah syara-syarat penyerahan barang dalam penentuan harga yang menyatakan bahwa

risiko dan semua biaya pengangkutan barang sampai ke atas

truk di pemberangkatan barang yang akan dikirim

ditanggung oleh penjual;

h) FOB (Free On Board) atau FCA (Free Carrier).

(2) Pelaksanaan pengapalan diatur pada penjualan komoditi

masing-masing.

8. Apabila terjadi perselisihan maka agen pemasaran menentukan penyelesaian

perselisihan yang meliputi :

(1) Apabila terjadi perselisihan yang timbul atas kontrak penjualan yang

penyelesaiannya belum secara jelas diatur dalam kesepakatan, maka

perselisihan tersebut akan diselesaikan secara musyawarah dan

mufakat.

(2) Apabila tidak tercapai musyawarah dan mufakat tersebut, penjual dan

pembeli akan menyelesaikannya melaui Badan Arbitrase Nasional

(23)

9. Force Majeure juga sudah ditetapkan oleh agen pemasaran meliputi :

(1) Force Majeure adalah suatu peristiwa atau keadaan yang terjadi diluar kekuasaan para pihak yang menyebabkan para pihak tidak dapat

melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian yang telah dibuat

dan disepakati yang meliputi antara lain; gempa bumi, banjir, tsunami,

tanah longsor, penyakit epidemik, bencana alam lainnya, pemogokan

umum, huru hara, perang, pemberontakan, perubahan kebijakan

pemerintah dan peristiwa atau keadaan lainnya diluar kekuasaan para

pihak yang berdampak langsung kepada pelaksana perjanjian ini;

(2) Apabila terjadi perubahan kebijakan Pemerintah Republik Indonesia

dalam bidang moneter, wabah hama/penyakit dan/atau terjadi bencana

alam yang menyebabkan perjanjian kerjasama ini tidak dapat

dilaksanakan dimana hal ini merupakan force majeure, maka kedua belah pihak tidak dapat saling menuntut kerugian;

(3) Apabila salah satu pihak, walaupun telah melakukan suatu upaya yang

layak, berada dalam keadaan tidak dapat melakukan kewajibannya

yang ditentukan berdasarkan kontrak penjualan, baik sebagian maupun

seluruhnya, disebabkan oleh suatu keadaan memaksa (force majeure),

yang dibuktikandengan sah berdasarkan surat keterangan dari

pihak-pihak yang berwenang, maka pihak-pihak yang terkena kedaan memaksa

tersebut wajib dalam waktu selambat-lambatnya 3 x 24 jam segera

memberitahukan secara tertulis kepada pihak lainnya tentang

(24)

(4) Apabila para pihak tidak dapat menyelesaikan dan/atau menyepakati

jalan keluar untuk mengatasi keadaan memaksa, maka pihak yang

dipengaruhi oleh keadaan memaksa, maka pihak yang dipengaruhi

oleh keadaan memaksa tersebut berhak mengakhiri perjanjian ini

dengan pemberitahuan secara tertulis kepada pihak lainnya tanpa

menghapuskan seluruh hak dan kewajiban yang sudah ada sebelum

(25)

BAB IV

AKIBAT HUKUM APABILA SALAH SATU PIHAK MELAKUKAN WANPRESTASI

A.Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda

“wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik

perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul

karena undang-undang.61

Untuk menetapkan apakah seorang debitur itu telah melakukan

wanprestasi dapat diketahui melalui 3 (tiga) keadaan berikut :

Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak

yang melakukannya dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak

yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk

memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak

pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

62

1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali,

Artinya debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya

untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian atau tidak memenuhi kewajiban

yang ditetapkan undang-undang dalam perikatan yang timbul karena

undang-undang.

2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru,

61

Abdulkadir Muhammad, Loc. cit.

62

(26)

Artinya debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau

apa yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi tidak sebagaimana

mestinya menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau menurut

kualitas yang ditetapkan oleh undang-undang.

3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya,

Artinya debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat, waktu yang ditetapkan

dalam perjanjian tidak dipenuhi.

R. Subekti menambah lagi keadaan tersebut di atas dengan “melakukan

sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya”.

Bentuk wanprestasi PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) terhadap PT.

Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) sebenarnya tidak ada diatur

dalam surat perjanjian keagenan tetapi akan timbul wanprestasi apabila hak dan

kewajiban para pihak tidak terlaksana. Dalam kenyataannya selama ini belum

terjadinya wanprestasi antara para pihak. Karena para pihak melakukan

kewajibannya masing-masing.

Bentuk wanprestasi PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) terhadap

pihak ketiga yaitu adanya keterlambatan pengiriman barang, maka PT.

Perkebunan Nusantara II (PTPN II) sebagai produsen barang dikenakan overdue interest. Apabila kedatangan kapal pada pengapalan barang belum cukup tersedia sehingga kapal harus menunggu, sepanjang pemberitahuan kedatangan kapal

(27)

Perkebunan Nusantara II (PTPN II) selaku produsen dapat dikenakan demurrage

selama hari menunggu sesuai dengan tarif umum yang berlaku. Dalam

kenyataannya belum terjadi wanprestasi antara PT. Perkebunan Nusantara II

(PTPN II) dengan pihak ketiga.

Bentuk wanprestasi pihak ketiga selaku pembeli terhadap PT. Perkebunan

Nusantara II (PTPN II) selaku produsen yaitu, apabila pihak pembeli dalam

jangka waktu 15 (lima belas) hari belum melunasi maka akan dikenakan overdue interest. Selama overdue interest, pembeli yang bersangkutan tidak dapat mengikuti tender dan membeli produk lainnya dari penjual/produsen. Apabila

dalam waktu 30 (tiga puluh) hari dari batas waktu pembayaran pembeli tidak

melunasi pembayaran, maka PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT.

KPBN) selaku penjual dapat membatalkan kontrak dan penjual berhak

mencairkan jaminan pembayaran. Kenyataannya belum pernah terjadi wanprestasi

antara para pihak.

B.Sebab Wanprestasi

Dalam pelaksanaan isi perjanjian sebagaimana yang telah ditentukan

dalam suatu perjanjian yang sah, tidak jarang terjadi wanprestasi oleh pihak yang

dibebani kewajiban (debitur) tersebut. Tidak dipenuhinya suatu prestasi atau

kewajiban (wanprestasi) ini dapat dikarenakan oleh dua kemungkinan alasan. Dua

(28)

1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya.

Kesalahan di sini adalah kesalahan yang menimbulkan kerugian.63

Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya (debitur) jika ada unsur

kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan itu pada diri debitur

yang dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Kita katakan debitur sengaja kalau

kerugian itu memang diniati dan dikehendaki oleh debitur, sedangkan kelalaian

adalah peristiwa dimana seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga,

bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul kerugian. Dikatakan orang mempunyai kesalahan dalam peristiwa tertentu kalau ia

sebenarnya dapat menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan itu baik

dengan tidak berbuat atau berbuat lain dan timbulnya kerugian itu dapat

dipersalahkan kepadanya. Dimana tentu kesemuanya dengan memperhitungan

keadaan dan suasana pada saat peristiwa itu terjadi.

64

Disini debitur belum tahu pasti apakah kerugian akan muncul atau tidak, tetapi

sebagai orang yang normal seharusnya tahu atau bisa menduga akan kemungkinan

munculnya kerugian tersebut.65 Dengan demikian kesalahan disini berkaitan

dengan masalah “dapat menghindari” (dapat berbuat atau bersikap lain) dan

“dapat menduga” (akan timbulnya kerugian).66

63

J. Satrio, Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1999, hal. 90.

64

Ibid., hal. 91.

65

Ibid.

66

(29)

2. Karena keadaan memaksa (overmacht / force majure) , diluar kemampuan debitur, debitur tidak bersalah.

Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh

pihak debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa

mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu

membuat perikatan.67 Vollmar menyatakan bahwa overmacht itu hanya dapat timbul dari kenyataan-kenyataan dan keadaan-keadaan tidak dapat diduga lebih

dahulu.68 Dalam hukum anglo saxon (Inggris) keadaan memaksa ini dilukiskan

dengan istilah “frustration” yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi diluar tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perikatan

(perjanjian) itu tidak dapat dilaksanakan sama sekali.69

Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena

keadaan memaksa tersebut timbul diluar kemauan dan kemampuan debitur.

Wanprestasi yang diakibatkan oleh keadaan memaksa bisa terjadi karena benda

yang menjadi objek perikatan itu binasa atau lenyap, bisa juga terjadi karena

perbuatan debitur untuk berprestasi itu terhalang seperti yang telah diuraikan

diatas. Keadaan memaksa yang menimpa benda objek perikatan bisa

menimbulkan kerugian sebagian dan dapat juga menimbulkan kerugian total.70

67

Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 27.

68

Ibid., hal. 31.

69

Ibid., hal. 27.

70

(30)

Sedangkan keadaan memaksa yang menghalangi perbuatan debitur memenuhi

prestasi itu bisa bersifat sementara maupun bersifat tetap.71

Unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa itu ialah :72

1. Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda

yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap;

2. Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi

perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atau sementara.

3. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu

membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi bukan

karena kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur.

Ajaran tentang Keadaan Memaksa (overmacht)

Mengenai keadaan memaksa yang menjadi salah satu sebab timbulnya

wanprestasi dalam pelaksaanaan perjanjian. Dikenal dua macam ajaran mengenai

keadaan memaksa tersebut dalam ilmu hukum, yaitu ajaran memaksa yang

bersifat objektif dan subjektif. Yang mana ajaran mengenai keadaan memaksa

(overmachtsleer) ini sudah dikenal dalam Hukum Romawi, yang berkembang dari janji (beding) pada perikatan untuk memberikan suatu benda tertentu.73 Dalam hal benda tersebut karena adanya keadaan yang memaksa musnah maka tidak hanya

kewajibannya untuk menyerahkan tetapi seluruh perikatan menjadi hapus, tetapi

prestasinya harus benar-benar tidak mungkin lagi.74

71

Ibid.

72

Ibid.

73

J. Satrio, Op. cit., hal. 254

74

Ibid.

(31)

dikenal ajaran mengenai keadaan memaksa yang bersifat objektif. Lalu dalam

perkembangannya, kemudian muncul ajaran mengenai keadaan memaksa yang

bersifat subjektif.

1. Keadaan memaksa yang bersifat objektif

Objektif artinya benda yang menjadi objek perikatan tidak mungkin dapat

dipenuhi oleh siapapun.75 Menurut ajaran ini debitur baru bisa mengemukakan

adanya keadaan memaksa (overmacht) kalau setiap orang dalam kedudukan debitur tidak mungkin untuk berprestasi (sebagaimana mestinya).76 Jadi keadaan

memaksa tersebut ada jika setiap orang sama sekali tidak mungkin memenuhi

prestasi yang berupa benda objek perikatan itu. Oleh karena itu ukurannya

“orang” (pada umumnya) tidak bisa berprestasi bukan “debitur” tidak bisa

berprestasi, sehingga kepribadiannya, kecakapan, keadaannya, kemampuan

finansialnya tidak dipakai sebagai ukuran, yang menjadi ukuran adalah orang pada

umumnya dan karenanya dikatakan memakai ukuran objektif.77 Dasar ajaran ini

adalah ketidakmungkinan.78 Vollmarr menyebutkan keadaan memaksa ini dengan

istilah “absolute overmacht” apabila benda objek perikatan itu musnah diluar

kesalahan debitur.79

Marsch and soulsby juga menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak

mungkin dilaksanakan apabila setelah perjanjian dibuat terjadi perubahan dalam

hukum yang mengakibatkan bahwa perjanjian yang telah dibuat itu menjadi

75

Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 28.

76

J. Satrio, Loc. cit.

77

Ibid., hal. 255.

78

Abdulkadir Muhammad, Loc. cit.

79

(32)

melawan hukum jika dilaksanakan.80 Dalam keadaan yang seperti ini secara

otomatis keadaan memaksa tersebut mengakhiri perikatan karena tidak mungkin

dapat dipenuhi. Dengan kata lain perikatan menjadi batal, keadaan memaksa

disini bersifat tetap.81

2. Keadaan Memaksa yang Bersifat Subjektif

Dikatakan subjektif dikarenakan menyangkut perbuatan debitur itu sendiri,

menyangkut kemampuan debitur sendiri, jadi terbatas pada perbuatan atau

kemampuan debitur.82 Salah seorang sarjana yang terkenal mengembangkan teori

tentang keadaan memaksa adalah houwing. Menurut pendapatnya keadaan

memaksa ada kalau debitur telah melakukan segala upaya yang menurut ukuran

yang berlaku dalam masyarakat yeng bersangkutan patut untuk dilakukan,sesuai

dengan perjanjian tersebut.83

Yang dimaksud dengan debitur oleh houwing adalah debitur yang

bersangkutan. Disini tidak dipakai ukuran “debitur pada umumnya”(objektif),

tetapi debitur tertentu, jadi subjektif. Oleh karena yang dipakai sebagai ukuran

adalah subjek debitur tertentu, maka kita tidak bisa melepaskan diri dari

pertimbangan “debitur yang bersangkutan dengan semua ciri- cirinya” atau

dengan perkataan lain kecakapan, tingkat sosial, kemampuan ekonomis debitur

yang bersangkutan turut diperhitungkan.

84

80

Ibid., hal. 29.

81

Ibid.

82

Ibid.

83

J. Satrio, Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1999, hal. 263, dikutip dari V.Brakel, Leerboek van het Nederlandse Verbintenissenrecht, Jilid Kesatu, Cetakan Keempat, Tjeenk Willink, Zwolle, 1948, hal. 122.

84

(33)

Dasar ajaran ini adalah kesulitan-kesulitan.85 Menurut ajaran ini debitur itu masih mungkin memenuhi prestasi walaupun mengalami kesulitan atau

menghadapi bahaya. Vollmar menyebutnya dengan istilah “relatieve overmacht”. Keadaan memaksa dalam hal ini bersifat sementara.86

Timbulnya ajaran mengenai keadaan memaksa seperti yang telah

diuraikan di atas dikarenakan keadaan memaksa tidak mendapatkan pengaturan

secara umum dalam undang-undang.

Oleh karenanya perikatan

tidak otomatis batal melainkan hanya terjadi penundaan pelaksanaan prestasi oleh

debitur. Jika kesulitan yang menjadi hambatan pelaksanaan prestasi tersebut sudah

tidak ada lagi maka pemenuhan prestasi diteruskan.

87

85

Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 30.

86

Ibid.

87

Ibid., hal. 31.

Karena itu hakim berwenang menilai fakta

yang terjadi (wanprestasi) bahwa debitur sedang dalam keadaan memaksa

(overmacht) atau tidak, sehingga diketahui apakah debitur dapat dibebani kewajiban atas resiko atau tidak atas wanprestasi tersebut.

Dalam prakteknya antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) dengan

PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) atau sebaliknya yaitu

tidak terlaksananya hak dan kewajiban para pihak. Antara PT. Perkebunan

Nusantara II (PTPN II) dengan pihak ketiga yaitu keterlambatan dalam

pengiriman barang. Antara pihak ketiga dengan PT. Perkebunan Nusantara II

(PTPN II) yaitu terjadinya keterlambatan dalam pembayaran. Tetapi sampai

(34)

C.Akibat Wanprestasi

a. Akibat Hukum dari Wanprestasi karena Kesalahan Debitur

Sejak kapan debitur dapat dikatakan dalam keadaan sengaja atau lalai

tidak memenuhi prestasi ? hal ini sangat perlu dipersoalkan, karena wanprestasi

tersebut memiliki konsekuensi atau akibat hukum bagi debitur. Untuk mengetahui

sejak kapan debitur itu dalam keadaan wanprestasi maka perlu diperhatikan

apakah di dalam perikatan yang disepakati tersebut ditentukan atau tidak tenggang

pelaksanaan pemenuhan prestasi.

Dalam perjanjian untuk memberikan sesuatu atau untuk melakukan

sesuatu pihak-pihak menentukan dan dapat juga tidak menentukan tenggang

waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi oleh debitur.88 Dalam hal tenggang waktu

pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan maka dipandang perlu untuk

memperingatkan debitur guna memenuhi prestasinya tersebut dan dalam hal

tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi ditentukan maka menurut

ketentuan pasal 1238 KUHPerdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu

yang ditentukan.89

88

Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 21.

89

Ibid., hal. 22

Pasal 1238 KUHPerdata berbunyi :

(35)

Pasal ini menerangkan bahwa wanprestasi itu dapat diketahui dengan 2

cara, yaitu sebagai berikut :90

1. Pemberitahuan atau somasi, yaitu apabila perjanjian tidak menentukan

waktu tertentu kapan seseorang dinyatakan wanprestasi atau perjanjian tidak

menentukan batas waktu tertentu yang dijadikan patokan tentang

wanprestasi debitur, harus ada pemberitahuan dulu kepada debitur tersebut

tentang kelalaiannya atau wanprestasinya. Jadi pada intinya ada

pemberitahuan, walaupun dalam pasal ini dikatakan surat perintah atau akta

sejenis. Namun, yang paling penting ada peringatan atau pemberitahuan

kepada debitur agar dirinya mengetahui bahwa dirinya dalam keadaan

wanprestasi.

2. Sesuai dengan perjanjian, yaitu jika dalam perjanjian itu ditentukan jangka

waktu pemenuhan perjanjian dan debitur tidak memenuhi pada waktu

tersebut, dia telah wanprestasi.

Ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata ini hanya mengatur tentang perikatan

untuk memberikan sesuatu, sedangkan perikatan untuk berbuat sesuatu tidak ada

ketentuan spesifik semacam Pasal ini. Namun ketentuan Pasal ini dapat juga

diikuti oleh perikatan untuk berbuat sesuatu.91

90

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2008, hal. 8.

91

Abdulkadir Muhammad, Loc. cit.

Sebaiknya ketentuan Pasal 1238

KUHPerdata ini dapat diperluas juga meliputi perikatan untuk berbuat sesuatu.

(36)

ini dapat ditiru dan meliputi perikatan untuk memberikan sesuatu dan perikatan

untuk berbuat sesuatu.92

Dalam perikatan untuk tidak berbuat sesuatu, prestasinya adalah tidak

berbuat sesuatu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Dalam hal ini tidak perlu

dipersoalkan apakah ditentukan jangka waktu atau tidak. Karena sejak perikatan

itu berlaku dan selama perikatan tersebut berlaku, kemudian debitur melakukan

perbuatan itu maka ia dinyatakan telah lalai (wanprestasi).93 Adapun akibat

hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi, adalah hukuman atau

sanksi sebagai berikut :94

1. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh

kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata).

Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan. Apakah yang dimaksud

dengan ganti rugi , kapan ganti kerugian itu timbul, dan apa yang menjadi ukuran

ganti kerugian tersebut, dan bagaimana pengaturannya dalam undang-undang

Pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi :

“Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan dan dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.

Berdasarkan pasal ini, ada dua cara penentuan titik awal penghitungan

ganti kerugian, yaitu sebagai berikut :

92

Ibid.

93

Ibid., hal. 23.

94

(37)

1. Jika dalam perjanjian itu tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran ganti

kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan lalai, tetapi

tetap melalaikannya.

2. Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu,

pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka

waktu yang telah ditentukan tersebut.95

Yang dimaksud dengan ganti kerugian itu ialah ganti kerugian yang timbul

karena debitur melakukan wanprestasi karena lalai. Ganti kerugian itu haruslah

dihitung berdasarkan nilai uang, jadi harus berupa uang bukan berupa barang.

Berdasarkan Pasal 1246 KUHPerdata ganti kerugian terdiri dari 3 (tiga) unsur,

yakni :

1. Ongkos – ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan (cost), misalnya ongkos cetak, biaya materai, biaya iklan.

2. Kerugian karena kerusakan, kehilangan atas barang kepunyaan kreditur

akibat kelalaian debitur (damages). Kerugian disini adalah sungguh-sungguh diderita, misalnya busuknya buah-buahan karena kelambatan

penyerahan, ambruknya sebuah rumah karena salah konstruksi sehingga

merusak perabot rumah tangga, lenyapnya barang karena terbakar.

3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest). Karena debitur lalai, kreditur kehilangan keuntungan yang diharapkannya.

95

(38)

Dalam ganti kerugian itu tidak senantiasa ketiga unsur itu harus ada.

Minimal ganti kerugian itu adalah kerugian yang sesungguhnya diderita oleh

kreditur (unsur b).96

Pasal ini sebagai penegasan tentang pembatasan ganti kerugian yang dapat

dituntut dari debitur, yaitu kerugian yang nyata-nyata telah dapat diperhitungkan

pada saat perjanjian tersebut dibuat oleh para pihak.

Meskipun debitur telah melakukan wanprestasi dan

diharuskan membayar sejumlah ganti kerugian, undang-undang masih

memberikan pembatasan-pembatasan yaitu : dalam hal ganti kerugian yang

sebagaimana seharusnya dibayar oleh debitur atas tuntutan kreditur.

Pembatasan-pembatasan itu diberikan undang-undang sebagai bentuk perlindungan terhadap

debitur dari perbuatan kesewenang-wenangan kreditur. Pembatasan-pembatasan

tersebut dapat kita liat pada Pasal 1247 dan 1248 KUHPerdata. Pasal 1247

KUHPerdata yang berbunyi :

“Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya”.

97

96

Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 40.

97

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit., hal. 16. Pasal 1248 KUHPerdata yang berbunyi :

(39)

Pasal ini sebenarnya memberikan juga perlindungan kepada debitur yang

walaupun melakukan tipu daya terhadap kreditur, ganti kerugian yang harus

dibayarnya hanya meliputi kerugian langsung sebagai akibat wanprestasinya

debitur.98

1. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan.

Dari ketentuan dua pasal ini dapat diketahui bahwa ada dua pembatasan

kerugian :

2. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi (lalai).99

Selain pembatasan seperti yang telah diuraikan di atas, masih ada lagi

pembatasan pembayaran ganti rugi itu, yaitu dalam perjanjian yang prestasinya

berupa pembayaran sejumlah uang. Hal ini dapat kita lihat pada ketentuan pasal

1250 KUHPerdata. Pasal 1250 ayat KUHPerdata yang berbunyi :

“Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekadar disebabkan terlambatnya pelaksanaan, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang, dan tidak mengurangi peraturan-peraturan undang-undang khusus.

Penggantian biaya, rugi, dan bunga tersebut wajib dibayar, dengan tidak usah dibuktikannya sesuatu kerugian oleh si berpiutang.

Penggantian biaya, rugi dan bunga itu hanya harus dibayar terhitung mulai dari ia diminta di muka Pengadilan, kecuali dalam hal-hal dimana undang-undang menetapkan bahwa ia berlaku demi hukum”.

Maksud Pasal ini adalah bahwa setiap tagihan yang berupa uang, yang

pembayarannya terlambat dilakukan oleh pihak debitur, maka tuntutan ganti

98

Ibid.

99

(40)

kerugian tidak boleh melebihi ketentuan bunga moratorium (bunga menurut

undang-undang).100

Bunga yang harus dibayar karena lalai ini disebut “moratoir interest”, sebagai hukuman bagi debitur.101Moratoir berasal dari kata “mora” bahasa Latin yang berarti lalai. Pembayaran ganti kerugian sebesar bunga moratorium tersebut

semata-mata digantungkan pada keterlambatan pembayaran tersebut sehingga

kreditur tidak perlu dibebani untuk membuktikan dasar penuntutan ganti kerugian

tersebut.102

Penghitungan besarnya ganti kerugian tersebut terhitung bukan pada saat

utang tersebut tidak dibayar atau lalainya debitur, melainkan mulai dihitung sejak

tuntutan tersebut diajukan ke pengadilan, kecuali jika dalam keadaan tertentu

undang-undang memberikan kemungkinan bahwa penghitungan bunga tersebut

berlaku demi hukum (mulai saat terjadinya wanprestasi).103

2. Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak

memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau

memutuskan perjanjian lewat hakim (Pasal 1266 KUHPerdata).

Pasal 1266 KUHPerdata yang berbunyi :

“Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan – persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim.

Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian.

100

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op. cit., hal.18.

101

Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 43.

102

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Loc. cit.

103

(41)

Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah leluasa untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan”.

Pasal ini menerangkan bahwa secara hukum wanprestasi selalu dianggap

sebagai syarat batal dalam suatu perjanjian sehingga pihak yang merasa dirugikan

karena pihak lain wanprestasi, dapat menuntut pembatalan perjanjian melalui

pengadilan, baik karena wanprestasi itu dicantumkan sebagai syarat batal dalam

perjanjian maupun tidak dicantumkan dalam perjanjian, jika syarat batal itu tidak

dicantumkan dalam perjanjian, hakim dapat memberi kesempatan kepada pihak

yang wanprestasi untuk tetap memenuhi perjanjian dengan memberikan tenggang

waktu yang tidak lebih dari satu bulan.104

3. Resiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal

1237 ayat 2 KUHPerdata). Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan

untuk memberikan sesuatu.

Pasal 1237 KUHPerdata berbunyi :

“Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang.

Jika si berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat kelalaiannya, kebendaan adalah atas tanggungannya”.

Berdasarkan pasal ini dapat kita lihat bahwa kelalaian debitur dalam

menyerahkan kebendaan mengalihkan resiko menjadi atas tanggungannya.

104

(42)

4. Membayar biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (Pasal 181 ayat

1 HIR). Debitur yang terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam

perkara. Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.

5. Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan perjanjian

disertai dengan pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPerdata). Ini

berlaku untuk semua perikatan.

Pasal 1267 KUHPerdata yang berbunyi :

“Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga”.

Pasal ini memberikan pilihan kepada pihak yang tidak menerima prestasi

dari pihak lain untuk memilih dua kemungkinan agar tidak dirugikan, yaitu :105

1. Menuntut agar perjanjian tersebut dilaksanakan (agar prestasi tersebut

dipenuhi), jika hal itu masih memungkinkan; atau

2. Menuntut pembatalan perjanjian.

Pilihan tersebut dapat disertai ganti kerugian (biaya, rugi dan bunga) kalau

ada alasan untuk itu, artinya pihak yang menuntut ini tidak harus menuntut ganti

kerugian, walaupun hal itu dimungkinkan berdasarkan Pasal 1267 ini.

Berdasarkan Pasal inilah sehingga banyak sarjana menguraikan pilihan tuntutan

kreditur tersebut menjadi lima kemungkinan tuntutan, yaitu :106

1. Pemenuhan perjanjian;

2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian;

105

Ibid., hal. 30.

106

(43)

3. Ganti kerugian saja;

4. Pembatalan perjanjian;

5. Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian.

Kemungkinan tersebut di atas, sebenarnya terdapat kekeliruan karena

seharusnya tidak ada tuntutan ganti kerugian yang dapat berdiri sendiri, karena

ganti kerugian itu hanya dapat menyertai dua pilihan utama yaitu melaksanakan

perjanjian atau membatalkan perjanjian sehingga hanya ada empat kemungkinan,

yaitu :107

1. Pemenuhan perjanjian;

2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian;

3. Pembatalan perjanjian;

4. Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian.

b. Akibat Hukum dari Wanprestasi karena keadaan memaksa

Keadaan memaksa yang bersifat objektif dan bersifat tetap secara otomatis

mengakhiri perikatan, dalam arti kata perikatan itu batal.

D.Akibat Hukum Para Pihak Dalam Wanprestasi

1. PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II)

107

(44)

Dalam hal wanprestasi maka PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II)

menetukan cara penyelesaian perseisihan yang meliputi :

(1) Perselisihan yang timbul akibat perjanjian atau terkait dengan perjanjian

atau pelaksaan perjanjian yang diabuat atau disepakati antara PT.

Perkebunan Nusantara II (PTPN II) dengan PT. Kharisma Pemasaran

Bersama Nusantara (PT. KPBN), dari segi pengertian maupun

interprestasinya dilakukan dengan cara musyawarah melalui pembicaraan

perundingan antara pihak;

(2) Dalam hal musyawarah tidak memperoleh kesepakatan maka para pihak

sepakat menyerahkan kepada pengadilan;

(3) Para pihak sepakat memilih kedudukan (domisili) hukum ang tetap dan

tidak berubah pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Tugas PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) apabila melakukan

wanprestasi meliputi :

(1) Apabila PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) terlambat

menyerahkan/mengapalkan barang selambat-lambatnya 15 (lima belas)

hari dari tanggal penerbitan Intruksi Penerbitan, maka untuk setiap hari

(45)

(2) Apabila penyerahan barang mengalami keterlambatan yang disebabkan

oleh keterbatasan daya tamping gudang pembeli, maka PT. Perkebunan

Nusantara II (PTPN II) tidak dapat dikenakan penalti atau klaim mutu;

(3) Apabila pada saat kedatangan kapal pada bulan pengapalan barang belum

cukup tersedia sehingga kapal harus menunggu, sepanjang pemberitahuan

kedatangan kapal sudah diterima oleh penjual 7 (tujuh) hari sebelum kapal

tiba, PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) dikenakan demurrage selama hari menunggu sesuai dengan tariff umum yang berlaku;

(4) Terhadap kontrak penjualan yang telah dibayar atau L/C-nya telah dibuka,

namun sampai dengan maksimal 2 (dua) bulan dari jangka waktu

penyerahan/pengapalan barang belum dikapalkan, maka segala resiko

yang timbul diluar tanggung jawab penjual.

2. PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN)

Dalam hal wanprestasi dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama

Nusantara (PT. KPBN) maka menetukan cara penyelesaian perseisihan yang

meliputi :

(1) Apabila terjadi perselisihan yang timbul atas kontrak penjualan yang

penyelesaiannya belum secara jelas diatur dalam kesepakatan, maka

(46)

(2) Apabila tidak tercapai musyawarah dan mufakat tersebut, penjual dan

pembeli akan menyelesaikannya melaui Badan Arbitrase Nasional

Indonesia (BANI) dan/atau kantor pengadilan setempat.

Tugas PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) apabila

melakukan wanprestasi adalah melakukan segala tuntutan atau ganti kerugian

kepada PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) sesuai dengan kesepakatan para

pihak yang terkait.

Apabila terjadi wanprestasi atau perselisihan, maka wanprestasi atau

perselisihan tersebut akan diselesaikan secara musyawarah melalui pembicaraan

perundingan para pihak. Apabila tidak tercapai musyawarah melalui pembicaraan

dan perundingan tersebut, maka para pihak akan menyelesaikan melalui Badan

Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan/atau meyerahkan kepada pengadilan.

Pada prakteknya belum pernah terjadi wanprestasi atau perselisihan antara PT.

Perkebunan Nusantara II (PTPN II) dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama

Nusantara (PT. KPBN) atau sebaliknya. Antara PT. Perkebunan Nusantara II

(PTPN II) dengan pihak ketiga atau pembeli dan sebaliknya.

Dalam prakteknya apabila terjadi wanprestasi diantara para pihak, maka

akan timbul ganti rugi. Antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) dengan

PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) tidak adanya ganti rugi

dikarenakan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) adalah

anak perusahaan dari semua PT. Perkebunan Nusantara termsuklah di dalamnya

PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II). Antara PT. Perkebunan Nusantara II

(47)

(PTPN II) dikenakan overdue interest dan demurrage. Antara pihak ketiga atau pembeli dengan PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) yaitu, pihak ketiga atau

(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Dari uraian pada bab-bab terdahulu sebagai intisari dari skripsi ini dapat

diambil beberapa kesimpulan pokok, antara lain :

1. Prosedur perjanjian keagenan atas penjualan Crude Palm Oil (CPO) antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) di kota Medan dengan PT.

Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) adalah terdapatnya

ketentuan yang berisi waktu dan tempat, syarat-syarat pembeli, tata cara

penjualan, kontrak penjualan, cara pembayaran, penyerahan/pengapalan,

klaim dan sanksi. Semua ketentuan tersebut dibuat dan disepakati oleh

para pihak.

2. Tanggung jawab agen pemasaran atas perjanjian Crude Palm Oil (CPO)

antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) di kota Medan dengan PT.

Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN). Dimana sudah

ditentukan tanggung jawabnya kepada pihak pertama maupun pihak ketiga

yang mana ketentuan tersebut sudah di sepakati para pihak. Tanggung

jawab tersebut berisi tentang hak dan kewajiban para pihak ang harus di

penuhi. Oleh karena itu, adanya ketentuan yang mengatur tanggung jawab

dari para pihak.

3. Akibat hukum apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi yakni

(49)

(PTPN II) antara PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT.

KPBN) yang telah di sepakati kedua belah pihak. Dimana apabila salah

satu pihak melakukan wanprestasi maka akan munculnya sengketa antara

pihak dan timbul kerugian pada salah satu pihak. Maka, apabila terjadi

wanprestasi salah satu pihak wajib membayar ganti rugi akibat suatu

perbuatannya. Apabila wanprestasi tidak dapat diselesaikan melalui

musyawarah antara para pihak yang terkait, maka akan dilakukannya

proses yang lebih lanjut yaitu melalui pengadilan atau BANI (Badan

Arbitrase Nasional Indonesia). Tetapi selama ini belum pernah terjadi

wanprestasi antara para pihak.

B.Saran

1. Dalam hal ini sudah sesuai dengan kesepakatan para pihak yang dimana

telah ditentukannya kewajiban dan hak para pihak. Hanya diperlukan

beberapa tambahan pada ketentuan pada prosedur dalam hal ini yaitu

perlunya pengawasan agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan para

pihak. Pengawasan yang ketat merupakan kunci yang perlu dalam hal

tanggung jawab agen pemasaran dikarenakan tanggung jawab merupakan

suatu hal yang penting. Apabila suatu tanggung jawab tidak terlaksana

maka tidak adanya hak yang dapat dituntut dan mengakibatkan terjadinya

(50)

2. Dalam perjanjian sudah seharusnya terdapat ganti rugi apabila terjadi

wanprestasi yang dialami oleh salah satu pihak. Dikarenakan setiap pihak

yang melakukan suatu perjanjian tidak ingin mengalami kerugian, maka

(51)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Indonesia mempunyai sumber daya alam yang besar di luar Jawa,

termasuk minyak mentah, gas alam, timah, tembaga dan emas. Indonesia adalah

pengekspor gas alam terbesar kedua di dunia, meski akhir-akhir ini ia telah mulai

menjadi pengimpor bersih minyak mentah. Hasil pertanian yang utama termasuk

beras, sawit, teh, kopi, rempah-rempah dan karet.1

Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam yang berpotensi untuk

dikembangkan menjadi berbagai bahan pangan fungsional. Kelapa sawit

merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dengan

curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22-32 oC. Saat ini 5,5 juta Ha lahan

perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah memproduksi minyak sawit mentah

atau Crude Palm Oil (CPO) dengan kapasitas minimal 16 juta ton per tahun dan merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia.2

Semua dikelola oleh pemerintah maupun swasta, salah satu pengelola

produk perkebunan sawit adalah PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II)

Sumatera Utara yang terdiri dari penanaman sampai penjualan hasil yang disebut

dengan Crude Palm Oil (CPO). Dalam pengelolaan produk hasil Crude Palm Oil (CPO) dapat menjadi pati alkohol yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pati

1

Januari 2011 jam 10.00 wib.

2

(52)

alkohol diperoleh dari hasil minyak inti sawit yang akan menghasilkan asam

lemak (fatty acid) dan gliserin.3

Dalam kegenan dapat lahir dari perjanjian maupun lahir demi hukum,

biasanya berdasarkan undang-undang. Demikian pula R. Subekti dalam bukunya

Perbandingan Hukum Pedata menyebutkan bahwa perwakilan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

mencakup perwakilan bedasarkan undang-undang sebagaimna ditentukan dalam

Pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu perwakilan sukarela dan

perwakilan berdasarkan perjanjian seperti pemberian kuasa.

4

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang mengenal perbedaan antara

perwakilan langsung dan tidak langsung, yaitu makelar yang bertindak atas nama

orang lain dalam komisioner yang bertindak atas nama sendiri. Dengan demikian

keagenan mempunyai persamaan dengan pemberian kuasa, di mana penerina

kuasa bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa; mewakili pemberi kuasa.5

3

Koran Waspada, Selasa/02 november 2010

4

Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta : Kencana, 2008), hal. 41.

5

Ibid,. hal. 42.

Maka PT. Perkebunan Nusantara (PTPN II) memproduksi Crude Palm Oil (CPO) dari hasil penanaman dan dijual sebagai hasil usaha oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN II). Dalam penjualan ini PT. Perkebunan Nusantara (PTPN II)

melakukan perjanjia keagenan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama

Nusantara (PT. KPBN) yang mana PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

(PT. KPBN) sebagai agen pemasaran yang telah diberikan kuasa oleh PT.

(53)

Proses penjualan Crude Palm Oil (CPO) antara PTPN II melalui kuasa PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) kepada agen melalui proses

yang sudah disesuaikan dengan ketentuan yang ada dalam perjanjian keagenan

oleh para pihak dan apabila ketentuan-ketentuan atas isi perjanjian yang sudah

ada, para pihak dapat memenuhi segala ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh

kedua belah pihak secara tertulis dan baku. Para pihak harus memenuhi segala

ketentuan-ketentuan yang sudah diatur dalam akta perjanjian keagenan.

Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku maka masing-masing

pihak akan bertanggung jawab.

Agen merupakan orang atau badan hukum yang bertindak untuk dan atas

pihak lain yang disebut prinsipal yang memberikan kuasa sebagai agen

kepadanya.6 Sedangkan keagenan merupakan hubungan hukum antara prinsipal

dan agen dalam hal mana agen hanya akan melakukan perbuatan hukum dengan

pihak ketiga untuk dan atas nama prinsipalnya, perbuatan hukum tersebut

mengikat prinsipal.7 Menurut KRMT. Titodiningrat, agen adalah orang yang

mempunyai perusahaan untuk memberika

Referensi

Dokumen terkait

urethra Cooper, 1979. Proper placement of the catheter tip is aided by palpation per rectum. After the cuff is inflated, each vesicular gland is identified, and the contents are

The objective are: to describe the types of errors in descriptive texts written by the ninth grade students of SMP Negeri 2 Boyolali 2010/2011, to know

Jenis tempat usaha yang wajib memiliki izin gangguan dengan kategori gangguan berat berdasarkan (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 yang telah diubah dengan Staatsblad Tahun

[r]

Kurikulum sendiri yaitu seperangkat program yang diberikan oleh suatu lembaga pendidikan yang berisi rancangan pembelajaran, dimana kurikulum pembelajaran Al Qur‟an

Islamic culture and physical condition of riparian environment has contributed to the unique character of this settlement.. Data on physical environment is collected by

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah tingkat pengetahuan remaja Surabaya tentang iklan layanan masyarakat “BKKBN versi Dua

Parameter yang diamati adalah pertumbuhan dan hasil nilam (tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, berat basah, kadar minyak dan nilai PA ( Patchouli alcohol ) dan