• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada Ibu Nifas di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada Ibu Nifas di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) PADA IBU NIFAS

DI RSUD Dr. TENGKU MANSYUR KOTA TANJUNGBALAI

TESIS

Oleh

KHAIRUL FAZRI 107032126/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) PADA IBU NIFAS

DI RSUD Dr. TENGKU MANSYUR KOTA TANJUNGBALAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan ( M.Kes ) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KHAIRUL FAZRI 107032126/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) PADA IBU NIFAS DI RSUD Dr. TENGKU MANSYUR KOTA TANJUNGBALAI

Nama Mahasiswa : Khairul Fazri Nomor Induk Mahasiswa : 107032126

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D) (Drs. Eddy Syahrial, M.S Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah Diuji

Pada tanggal : 15 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D Anggota : 1. Drs. Eddy Syahrial, M.S

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) PADA IBU NIFAS

DI RSUD Dr. TENGKU MANSYUR KOTA TANJUNGBALAI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012

Khairul Fazri

(6)

ABSTRAK

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yaitu memberikan ASI kepada bayi baru lahir, sebelum bayi dibersihkan terlebih dahulu dan tidak dipisahkan dari ibunya, tetapi langsung mendekap dan memberikan kesempatan kepada bayi untuk mulai menyusu sendiri segera setelah lahir.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komunikasi terapeutik (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan) petugas kesehatan terhadap pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat

explanatory research. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas rawat inap yang pada kehamilan trisemester III sebelumnya telah mendapatkan informasi mengenai IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai. Sampel penelitian sebanyak 50 orang, wawancara menggunakan kuesioner, dianalisa menggunakan uji chi square untuk melihat hubungan dan uji regresi logistik berganda untuk melihat pengaruh terhadap pelaksanaan IMD.

Hasil penelitian dengan uji chi square memperlihatkan adanya pengaruh antara keterbukaan, sikap mendukung, dan kesetaraan petugas kesehatan dalam komunikasi terapeutik terhadap pelaksanaan IMD pada ibu nifas di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai. Hasil analisis uji regresi logistik berganda memperlihatkan variabel dominan yang memengaruhi pelaksanaan IMD adalah sikap mendukung petugas kesehatan dalam berkomunikasi dengan nilai p=0,013 (p<0,05).

Disarankan kepada petugas kesehatan agar lebih menanggapi, mendukung, dan menghargai pasien dalam berkomunikasi dan kepada pihak rumah sakit agar mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan petugas dalam

berkomunikasi.

(7)

ABSTRACT

IMD (Early Breastfeeding) is to breastfeed newborn babies with ASI (mother’s milk) before they are cleaned up and separated from their mothers; they are embraced and given the opportunity to take milk at the breast directly after they are born.

The aim of the research was to analyze the influence of therapeutic communication (transparency, empathy, supporting behavior, positive behavior, and equivalency) of the health workers on the implementation of IMD at RSUD Dr. Tengku Mansyur, Tanjungbalai. 50 mothers were used as the samples. The data were gathered by performing interviews, using questionnaires, and analyzed by using chi square test in order to see the correlation and multiple logistic regression tests in order to see its influence on the implementation of IMD.

The result of the research, using chi square test, showed that there was the correlation between transparency, empathy, supporting behavior, positive behavior, and equivalency of the health workers in the therapeutic communication on the implementation of IMD at RSUD Dr. Tengku Mansyur, Tanjungbalai. The result of multiple logistic regression tests showed that the most dominant variable which influenced the implementation of IMD was equivalency of the health workers in communication, with the value of p=0.026 (p<0.05).

It is recommended that the management of the hospital should provide information in the form of posters and leaflets about IMD around the pregnancy and maternity polyclinic and in the waiting room. It is also recommended that the health workers who give the information about IMD should assure the patients/clients that misperception on IMD, such as a mother’s condition becomes weak after giving birth to a baby, a newborn baby will feel cold, etc., is not true, and it will not hamper the implementation of IMD.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas ridho dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada Ibu Nifas di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumaterea Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dr. Drs.Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

Dr. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan dukungan selama penulis mengikuti pendidikan.

4. Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D dan Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, pemikiran dan perhatian kepada penulis mulai tahap awal penulisan tesis hingga selesai.

5. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si dan dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberi masukan berupa saran dan kritikan demi peningkatan kualitas dan esensi penelitian ini.

6. dr. Hj. Diah Retno selaku direktur RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai beserta seluruh petugas kesehatan serta staf yang telah mengizinkan dan membantu penulis melakukan penelitian ini.

7. Rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Ilmu Kesehatan dan Ilmu Perilaku tahun 2010, terima kasih atas semangat kebersamaan selama menjalani perkuliahan semoga kita masih bisa menjalin silaturahmi di masa mendatang.

(10)

9. Orang tua penulis Ayahanda Edy Mulyani, Amd dan Ibunda Hj. Mukhlida Sitorus, S.Pd, terima kasih atas kasih sayang, doa dan dukungan baik moril maupun materil.

10.Mertua penulis Bapak H. Muallim, S.Pd, M.Pd dan Ibu Hj. Nurhaida, S.K.M, M.Kes yang tiada hentinya memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

11.Adik penulis Fitria Meilani, Am.Keb, Ainul Sabrini, S.T, dan Zelika Rahmi, S.Pd serta adik ipar penulis Nissa Khairissa Mualinda, S.Kom, M. Habibie Almy, S.Psi, dan M. Yusuf Almy.

Kiranya penelitian ini mampu memberikan manfaat yang sebesar- besarnya pada berbagai pihak yang berkepentingan. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Penulis juga sangat terbuka pada saran dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak demi peningkatan kualitas penelitian ini.

Medan, September 2012 Penulis,

(11)

RIWAYAT HIDUP

Khairul Fazri, lahir pada tanggal 12 Februari 1987 di Kota Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara, anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Edy Mulyani, Amd dan Ibunda Hj. Mukhlida Sitorus, S.Pd.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar Negeri 132410 Tanjungbalai, selesai tahun 1998. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di Yayasan Perguruan Swasta Sisingamangaraja Tanjungbalai, selesai tahun 2001. Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Kota Tanjungbalai, selesai tahun 2004. Pendidikan tinggi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, selesai tahun 2008.

Penulis mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan jabatan administrator kesehatan di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai pada April 2009 sampai dengan sekarang.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

2.1.3. Komunikasi Interpersonal ... 15

2.2. Komunikasi Terapeutik ... 18

2.2.1. Pengertian Komunikasi Terapeutik ... 18

2.2.2. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik ... 19

2.2.3. Efektivitas Komunikasi Terapeutik ... 20

2.2.4. Tujuan Komunikasi Terapeutik ... 23

2.2.5. Tahapan Komunikasi Terapeutik ... 24

2.2.6. Hal yang Memengaruhi Komunikasi Terapeutik ... 27

2.2.7. Teknik Komunikasi Terapeutik ... 30

2.3. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) ... 32

2.3.1. Alasan Pentingnya IMD ... 33

2.3.2. Persiapan dan Langkah Melakukan IMD ... 35

2.3.3. Manfaat IMD ... 37

2.3.4. Penghambat IMD ... 37

2.4. Landasan Teori ... 40

(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49

3.5.1. Variabel ... 49

4.2.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 57

4.2.2. Distribusi Frekuensi Keterbukaan (Openness) ... 58

4.2.3. Distribusi Frekuensi Empati (Empathy) ... 60

4.2.4. Distribusi Frekuensi Sikap Mendukung (Supportiveness) ... 61

4.2.5. Distribusi Frekuensi Sikap Positif (Positiveness) ... 62

4.2.6. Distribusi Frekuensi Kesetaraan (Equality) ... 64

4.2.7. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan IMD ... 65

4.2.8. Distribusi Frekuensi Kepercayaan Tentang IMD ... 66

4.3. Analisis Bivariat ... 66

4.3.1. Hubungan Keterbukaan (Openness) dengan Pelaksanaan IMD ... 66

4.3.2. Hubungan Empati (Empathy) dengan Pelaksanaan IMD ... 67

4.3.3. Hubungan Sikap Mendukung (Supportiveness) dengan Pelaksanaan IMD ... 68

4.3.4. Hubungan Sikap Positif (Positiveness) dengan Pelaksanaan IMD ... 69

4.3.5. Hubungan Kesetaraan (Equality) dengan Pelaksanaan IMD ... 70

4.3.6. Hubungan Kepercayaan Tentang IMD dengan Pelaksanaan IMD ... 71

(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1. Pengaruh Keterbukaan dalam Komunikasi Terapeutik terhadap Pelaksanaan IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 77

5.2. Pengaruh Sikap Mendukung dalam Komunikasi Terapeutik terhadap Pelaksanaan IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 78

5.3. Pengaruh Kesetaraan dalam Komunikasi Terapeutik terhadap Pelaksanaan IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 79

5.4. Hubungan Kepercayaan tentang IMD terhadap Pelaksanaan IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 80

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

6.1. Kesimpulan ... 82

6.2. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur ... 51 4.1. Distribusi Ketenagaan di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan

RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 55 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan

Terakhir, Pekerjaan, Agama, dan Suku di RSUD

Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 56 4.3. Distribusi Jawaban per Item Pertanyaan Mengenai

Keterbukaan (Openness) terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di RSUD

Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 57 4.4. Distribusi Frekuensi Keterbukaan (Openness) terhadap

Pelaksanaan IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur

Kota Tanjungbalai ... 58 4.5. Distribusi Jawaban per Item Pertanyaan Mengenai

Empati (Empathy) terhadap Pelaksanaan IMD

di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 59 4.6. Distribusi Frekuensi Empati (Empathy) terhadap

Pelaksanaan IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur

Kota Tanjungbalai ... 59 4.7. Distribusi Jawaban per Item Pertanyaan Mengenai Sikap

Mendukung (Supportiveness) terhadap Pelaksanaan IMD

di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 60 4.8. Distribusi Frekuensi Sikap Mendukung (Supportiveness)

terhadap Pelaksanaan IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur

Kota Tanjungbalai ... 60 4.9. Distribusi Jawaban per Item Pertanyaan Mengenai Sikap

Positif (Positiveness) terhadap Pelaksanaan IMD

(16)

4.10. Distribusi Frekuensi Sikap Positif (Positiveness) terhadap Pelaksanaan IMD di RSUD

Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 61 4.11. Distribusi Frekuensi Kesetaraan (Equality) terhadap

Pelaksanaan IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur

Kota Tanjungbalai ... 62 4.12. Distribusi Jawaban per Item Pertanyaan Mengenai

Kesetaraan (Equality) terhadap Pelaksanaan IMD

di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 63 4.13. Distribusi Pelaksanaan IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur

Kota Tanjungbalai ... 63 4.14. Distribusi Kepercayaan Responden tentang IMD di RSUD

Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 65 4.15. Hubungan Keterbukaan dengan Pelaksanaan IMD

di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 66 4.16. Hubungan Empati dengan Pelaksanaan IMD

di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 67 4.17. Hubungan Sikap Mendukung dengan Pelaksanaan IMD

di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 68 4.18. Hubungan Sikap Positif dengan Pelaksanaan IMD

di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 69 4.19. Hubungan Kesetaraan dengan Pelaksanaan IMD

di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 70 4.20. Hubungan Kepercayaan Responden dengan Pelaksanaan IMD

di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai ... 71 4.21. Identifikasi Variabel Dominan Komunikasi Terapeutik

(Keterbukaan, Empati, Sikap Mendukung, Sikap Positif, dan Kesetaraan) dalam Pelaksanaan IMD di RSUD

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 87

2. Master Data Uji Validitas dan Reliabilitas ... 91

3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 92

4. Master Data Penelitian ... 94

(19)

ABSTRAK

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yaitu memberikan ASI kepada bayi baru lahir, sebelum bayi dibersihkan terlebih dahulu dan tidak dipisahkan dari ibunya, tetapi langsung mendekap dan memberikan kesempatan kepada bayi untuk mulai menyusu sendiri segera setelah lahir.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komunikasi terapeutik (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan) petugas kesehatan terhadap pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat

explanatory research. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas rawat inap yang pada kehamilan trisemester III sebelumnya telah mendapatkan informasi mengenai IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai. Sampel penelitian sebanyak 50 orang, wawancara menggunakan kuesioner, dianalisa menggunakan uji chi square untuk melihat hubungan dan uji regresi logistik berganda untuk melihat pengaruh terhadap pelaksanaan IMD.

Hasil penelitian dengan uji chi square memperlihatkan adanya pengaruh antara keterbukaan, sikap mendukung, dan kesetaraan petugas kesehatan dalam komunikasi terapeutik terhadap pelaksanaan IMD pada ibu nifas di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai. Hasil analisis uji regresi logistik berganda memperlihatkan variabel dominan yang memengaruhi pelaksanaan IMD adalah sikap mendukung petugas kesehatan dalam berkomunikasi dengan nilai p=0,013 (p<0,05).

Disarankan kepada petugas kesehatan agar lebih menanggapi, mendukung, dan menghargai pasien dalam berkomunikasi dan kepada pihak rumah sakit agar mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan petugas dalam

berkomunikasi.

(20)

ABSTRACT

IMD (Early Breastfeeding) is to breastfeed newborn babies with ASI (mother’s milk) before they are cleaned up and separated from their mothers; they are embraced and given the opportunity to take milk at the breast directly after they are born.

The aim of the research was to analyze the influence of therapeutic communication (transparency, empathy, supporting behavior, positive behavior, and equivalency) of the health workers on the implementation of IMD at RSUD Dr. Tengku Mansyur, Tanjungbalai. 50 mothers were used as the samples. The data were gathered by performing interviews, using questionnaires, and analyzed by using chi square test in order to see the correlation and multiple logistic regression tests in order to see its influence on the implementation of IMD.

The result of the research, using chi square test, showed that there was the correlation between transparency, empathy, supporting behavior, positive behavior, and equivalency of the health workers in the therapeutic communication on the implementation of IMD at RSUD Dr. Tengku Mansyur, Tanjungbalai. The result of multiple logistic regression tests showed that the most dominant variable which influenced the implementation of IMD was equivalency of the health workers in communication, with the value of p=0.026 (p<0.05).

It is recommended that the management of the hospital should provide information in the form of posters and leaflets about IMD around the pregnancy and maternity polyclinic and in the waiting room. It is also recommended that the health workers who give the information about IMD should assure the patients/clients that misperception on IMD, such as a mother’s condition becomes weak after giving birth to a baby, a newborn baby will feel cold, etc., is not true, and it will not hamper the implementation of IMD.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan tunggal dan terbaik yang memenuhi semua kebutuhan tumbuh kembang bayi hingga berusia 6 bulan, ASI yang pertama keluar berwarna kuning yang mengandung zat-zat penting yang tidak dapat diperoleh dari sumber lain termasuk susu formula, bayi yang baru lahir dan ibu saling memberikan stimulasi penting dalam waktu satu jam pertama, bayi baru lahir sangat siap untuk segera mendapatkan asupan bergizi (Depkes RI, 2002).

Anak merupakan potensi dan penerus untuk mewujudkan kualitas dan keberlangsungan bangsa. Sebagai manusia anak berhak untuk mendapatkan pemenuhan, perlindungan serta penghargaan akan hak asasinya. Sebagai generasi penerus bangsa, anak harus dipersiapkan sejak dini dengan upaya yang tepat, terencana, intensif dan berkesinambungan agar tercapai kualitas tumbuh kembang fisik, mental, sosial, dan spiritual tertinggi. Salah satu upaya mendasar untuk menjamin pencapaian tertinggi kualitas tumbuh kembangnya sekaligus memenuhi hak anak adalah pemberian makan yang terbaik sejak lahir hingga usia dua tahun (Ahmadi, 1999)

(22)

langsung mendekap dan memberikan kesempatan kepada bayi untuk mulai menyusu sendiri segera setelah lahir (Roesli, 2008).

Berdasarkan penelitian WHO (2000), di enam negara berkembang resiko kematian bayi antara usia 9 – 12 bulan meningkat 40 % jika bayi tersebut tidak disusui. Untuk bayi berusia dibawah 2 bulan, angka kematian ini meningkat menjadi 480 % sekitar 40 % kematian balita terjadi satu bulan pertama kehidupan bayi. Inisiasi menyusu dini (IMD) dapat mengurangi 22 % kematian bayi 28 hari, berarti Inisiasi menyusu dini (IMD) mengurangi kematian balita 8,8 % (Roesli, 2008).

Righard (2006) menyatakan bahwa pada dasarnya bayi dapat menyusu sendiri sejak lahir. Hasil penelitian di Ghana pada tahun 2006 terhadap 10.947 bayi menunjukkan bahwa 16% kematian bayi dapat dicegah melalui pemberian ASI pada bayi sejak hari pertama kelahirannya. Angka ini meningkat menjadi 22% jika pemberian ASI dimulai dalam 1 jam pertama setelah kelahiran. Lebih dari sepertiga kematian anak terjadi pada bulan-bulan pertama kehidupannya, pemberian ASI sejak dini adalah asupan gizi terbaik untuk melindungi bayi terhadap penyakit yang mematikan seperti infeksi pernafasan, diare, alergi, sakit kulit, asma, dan obesitas. Bahkan melalui pemberian IMD akan membentuk perkembangan intelegensia, rohani, dan perkembangan emosional.

(23)

Di Indonesia ketentuan mengenai IMD tercantum dalam SK Menteri Kesehatan Nomor 450/MenKes/SK/IV/2004 tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama yang menyatakan bahwa bayi harus mendapat kontak kulit dengan kulit ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam, bayi harus dibiarkan melakukan inisiasi menyusu dan ibu dapat mengenali bahwa bayinya siap untuk menyusu serta memberi bantuan jika diperlukan, menunda prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada bayi baru lahir hingga inisiasi menyusu dini selesai dilakukan. Akan tetapi pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD) di Indonesia menurut SDKI tahun 2009 hanya 40,21% bayi yang disusui dalam 1 jam pertama setelah kelahiran.

Suradi (2004) menyatakan dengan menciptakan kebiasaan pemberian ASI yang baik sejak menit pertama bayi baru lahir sangat penting untuk kesehatan bayi dan keberhasilan pemberian ASI itu sendiri. Menyusui yang paling mudah dan sukses dilakukan adalah bila si ibu sendiri sudah siap fisik dan mentalnya untuk melahirkan dan menyusui, serta bila ibu mendapat informasi, dukungan, dan merasa yakin akan kemampuannya untuk merawat bayinya sendiri.

(24)

meningkatkan kesehatan pasien/klien. Komunikasi yang dilakukan dalam hubungan ini disebut dengan komunikasi terapeutik (Tamsuri, 2006).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan dan kesehatan klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar petugas kesehatan dengan klien. Persoalan mendasar antara petugas kesehatan dan klien sehingga dapat dikategorikan kedalam komunikasi pribadi antara petugas kesehatan dan klien, petugas kesehatan membantu dan klien menerima bantuan (Musliha dkk, 2009).

Salah satu cara dalam meningkatkan pengetahuan seseorang dalam menerapkan anjuran petugas kesehatan adalah dengan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada pasien sehingga dapat berdampak pada peningkatan pengetahuan pasien (Handayani, 2011).

Penerapan komunikasi terapeutik dalam pelayanan kesehatan mempunyai peran besar terhadap kemajuan kesehatan pasien. Komunikasi terapeutik berkaitan dengan penerimaan informasi yang baik sehingga banyak kasus diharapkan dengan adanya penerimaan komunikasi akan berdampak pada pengetahuan dan pernyataan sikap pasien (Palestin, 2002).

(25)

pengetahuan pasien dalam setiap informasi yang disampaikan kepadanya (Niven, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian dari Handayani (2011) mengenai pengaruh komunikasi terapeutik terhadap pengetahuan pasien tentang diet pada hemodialisa di RSUD dr. Pirngadi Medan diketahui bahwa pengetahuan pasien tersebut meningkat rata-rata sebesar 93,9%.

Berdasarkan hasil penelitian dari Setiawan (2005) di RSU H.Adam Malik Medan diketahui bahwa dengan dilakukannya komunikasi terapeutik terhadap pasien yang akan menjalani operasi dapat menurunkan tingkat kecemasan mereka yang pada awalnya sebanyak 84,6% pasien (reponden penelitian) mengalami tingkat kecemasan ringan dan 15,5% dengan tingkat kecemasan sedang menjadi 92,3% mengalami tingkat kecemasan ringan dan hanya 7,7% yang mengalami tingkat kecemasan sedang (Setiawan, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian dari Yulianty (2010) bahwa peran petugas kesehatan memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan IMD 35,5 % dan dari hasil pelaksanaan IMD yang dilakukan dalam penelitian di Puskesmas Bromo Kota Medan menunjukkan bahwa pelaksanaan IMD tergolong baik dengan persentase 90,3 %.

(26)

Dalam hal ini petugas kesehatan yang terkait dengan proses membantu ibu dalam proses IMD adalah setiap petugas yang terkait dengan prosesnya mulai dari awal pemberian informasi mengenai IMD sampai dengan pasien tersebut tahu, setuju, dan akhirnya dengan kesadaran sendiri meminta bantuan petugas kesehatan untuk melakukan IMD. Petugas kesehatan dalam hal ini bisa saja bidan, perawat ataupun dokter.

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (UU RI Nomor 36, 2009).

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan selain puskesmas, klinik dokter, posyandu, apotek, dll. Oleh karena itu rumah sakit pun wajib melakukan upaya promotif dan preventif. Jadi, bukan hanya upaya kuratif dan rehabilitatif yang dilakukan di rumah sakit. Upaya promotif dan preventif akan digambarkan dengan penjelasan pada bab berikutnya.

(27)

Pasien di rumah sakit adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di rumah sakit. Jadi, sudah menjadi suatu kewajiban dari petugas kesehatan di rumah sakit untuk memberitahukan informasi tentang kesehatan baik itu diminta oleh pasien ataupun tidak diminta selama itu masih terkait dengan kebutuhan kesehatan pasien tersebut yang dalam hal ini adalah pemberian IMD. Tidak semua pasien tahu tentang IMD maka sudah seharusnya petugas kesehatan menyampaikan informasi dan membantu hingga terlaksananya IMD dengan baik pada pasien yang akan melakukan proses persalinan di rumah sakit.

IMD dapat mencegah 22% kematian neonatal dan meningkatkan 2-8 kali lebih besar keberhasilan pemberian ASI eksklusif (Roesli, 2008).

Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2011, cakupan pelaksanaan IMD di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 hanya 38,2%, sedangkan di Kota Medan sebanyak 2,23% pada tahun 2010, dan di Kota Tanjungbalai hanya sebanyak 1,23% padahal cakupan pelaksanaan IMD yang ditargetkan dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) dan Strategi Nasional Program Peningkatan Cakupan Air Susu Ibu (PP-ASI) adalah sebesar 80%. Hal ini menunjukkan keadaan yang cukup memperihatinkan, sehingga perlu upaya serius dan bersifat segera ke arah yang dapat meningkatkan keberhasilan program ASI eksklusif (Depkes RI, 2011).

(28)

Simatupang Kabupaten Asahan dengan angka cakupan pelaksanaan IMD sebesar 11,45% dan di RSUD Dr. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi sebesar 17%.

RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai adalah satu-satunya rumah sakit milik pemerintah yang ada di kota Tanjungbalai. Di rumah sakit ini sudah seharusnya dilakukan ketentuan yang tertuang dalam peraturan pemerintah mengenai pelayanan kesehatan yang harus diterapkan di rumah sakit seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pelayanan kesehatan dalam hal ini adalah terkait dengan IMD. Di rumah sakit ini angka cakupan pelaksanaan IMD pada tahun 2011 adalah sebesar 9% yang mana masih jauh dari standar yang telah ditetapkan oleh pihak rumah sakit yaitu sebesar 70%.

Menurut Nuchsan (2000) dalam Yulianty (2010), berhasil atau tidaknya penyusuan dini di tempat pelayanan ibu bersalin, rumah sakit sangat tergantung pada petugas kesehatan yaitu perawat, bidan, dokter. Merekalah yang pertama-tama akan membantu ibu bersalin melakukan penyusuan dini. Petugas kesehatan di kamar bersalin harus memahami tatalaksana laktasi yang baik dan benar, petugas kesehatan tersebut diharapkan selalu mempunyai sikap yang positif terhadap penyusuan dini. Mereka diharapkan dapat memahami, menghayati dan mau melaksanakannya.

(29)

terhadap keadaan bayi yang dibiarkan begitu saja diatas perut ibu dalam waktu yang cukup lama sekitar 30 – 60 menit. Kurangnya pengetahuan pasien ini diasumsikan karena kurang optimalnya komunikasi terapeutik yang dilakukan petugas kesehatan.

Penyampaian informasi mengenai IMD dan ASI ekslusif di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai disampaikan oleh petugas kesehatan yang bertugas di poliklinik kandungan dan kebidanan yang mana pada poliklinik ini dilakukan pelayanan asuhan kehamilan (antenatal care) yang salah satu prosedur kerjanya adalah penyampaian informasi kepada ibu hamil yang datang berkunjung memeriksakan kehamilannya. Penyampaian informasi mengenai IMD dan ASI ekslusif biasanya dilakukan kepada ibu hamil trisemester III. Penyampaian informasi yang dilakukan adalah secara interpersonal atau dengan kata lain komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi terapeutik dengan harapan pesan/informasi yang disampaikan dapat diterima ibu dengan baik sehingga berpengaruh terhadap pengetahuan ibu sehingga nantinya muncul kesadaran ibu untuk melakukan IMD.

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin meneliti pengaruh komunikasi terapeutik terhadap pemberian IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai.

1.2.Permasalahan

(30)

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh komunikasi terapeutik terhadap pelaksanaan IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai.

1.4.Hipotesis

Ada pengaruh komunikasi terapeutik terhadap pelaksanaan IMD di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai.

1.5.Manfaat Penelitian

1.5.1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengaruh komunikasi terapeutik terhadap pelaksanaan IMD.

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prinsip Dasar Komunikasi

Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dan menjalankan seluruh kehidupannya sebagai individu dalam kelompok sosial, komunitas, organisasi, maupun masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia berinteraksi, membangun relasi dan transaksi sosial dengan orang lain. Itulah sebabnya manusia tidak dapat menghindari komunikasi antar personal, komunikasi dalam kelompok, komunikasi dalam organisasi dan publik, dan komunikasi massa (Liliweri, 2009).

Komunikasi senantiasa berperan penting dalam proses kehidupan. Komunikasi merupakan inti dari kehidupan sosial manusia dan merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia. Banyak permasalahan yang menyangkut manusia dapat diidentifikasi dan dipecahkan melalui komunikasi (Suryani, 2006).

(32)

Menurut Winnet (2004) dalam Liliweri (2009), komunikasi adalah segala aktivitas interaksi manusia yang bersifat human relationships disertai dengan peralihan sejumlah fakta-fakta.

Secara sederhana dapat dikatakan komunikasi adalah interaksi atau transaksi antara dua orang (Liliweri, 2009).

2.1.1. Komponen Komunikasi

Terjadinya komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak lainnya, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain memerlukan keterlibatan beberapa komponen komunikasi, yaitu komunikator, komunikan, pesan, media, dan efek (Notoatmodjo, 2005).

Menurut ahli komunikasi, Effendy O.U (2002), komponen komunikasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

(1) Komunikator adalah orang yang memprakarsai adanya komunikasi. Prakarsa timbul karena jabatan, tugas, wewenang dan tanggung jawab ataupun adanya suatu keinginan atau perasaan yang ingin disampaikan. Komunikator juga disebut sebagai sumber berita.

(2) Komunikan adalah orang yang menjadi objek komunikasi, pihak yang menerima berita atau pesan dari komunikator. Komunikasi yang juga disebut sebagai sasaran atau penerima pesan adalah orang yang menerima pesan, artinya kepada siapa pesan tersebut ditujukan.

(33)

oleh sumber kepada sasaran. Pesan tersebut pada dasarnya adalah hasil pemikiran atau pendapat sumber yang ingin disampaikan kepada orang lain. Penyampaian pesan banyak macamnya, dapat dalam bentuk verbal ataupun non verbal seperti gerakan tubuh, gerakan tangan, ekspresi wajah, dan gambar.

(4) Media adalah segala sarana yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan kepada pihak lain. Dengan demikian saluran komunikasi dapat berupa panca indera manusia maupun alat buatan manusia. Media disebut juga alat pengirim pesan atau saluran pesan merupakan alat atau saluran yang dipilih oleh sumber untuk menyampaikan pesan kepada sasaran.

(5) Efek atau akibat (dampak) adalah hasil dari komunikasi. Hasilnya adalah terjadi perubahan pada diri sasaran.

Komunikasi pada hakikatnya adalah suatu proses sosial. Sebagai proses sosial, dalam komunikasi selain terjadi hubungan antar manusia juga terjadi interaksi saling memengaruhi. Dengan kata lain komunikasi adalah inti dari semua hubungan sosial. Apabila dua orang atau lebih telah mengadakan hubungan sosial, maka sistem komunikasi yang mereka lakukan akan menentukan apakah sistem tersebut dapat mempererat atau merenggangkan hubungan, menurunkan atau menambah ketegangan serta menambah kepercayaan atau menguranginya (Suryani, 2006).

(34)

perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu. Teori ini menggambarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kualitas rangsangan yang berkomunikasi dengan organisme. Teori ini dikenal dengan Teori S-O-R (Stimulus – Organisme – Response). Proses perubahan perilaku berdasarkan teori ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Proses Perubahan Perilaku Teori S-O-R 2.1.2. Bentuk Komunikasi

Ada beberapa bentuk komnikasi yang perlu diketahui oleh seorang komunikator agar dia mampu memilih bentuk komunikasi yang tepat ketika berkomunikasi. Secara garis besar bentuk komunikasi dibagi 4 (empat) yaitu komunikasi personal (komunikasi intra personal dan komunikasi interpersonal), komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi medio. (Effendy, 2002).

Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang dilakukan pada diri sendiri, yang terdiri dari sensasi, persepsi, memori dan berpikir. Komunikasi ini biasanya dilakukan oleh seseorang ketika merenung tentang dirinya atau pada saat melakukan evaluasi diri. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada orang lain atau komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau

STIMULUS ORGANISME

RESPON TERBUKA : Tindakan

(35)

lebih. Komunikasi Kelompok terdiri dari dua bentuk yaitu komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar (Effendy, 2002).

Agar proses komunikasi tentang kesehatan efektif dan terarah dapat dilakukan melalui bentuk komunikasi interpersonal yang merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling efektif, karena antara komunikan dan komunikator dapat langsung tatap muka, sehingga timbul stimulus yakni pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikan, langsung dapat direspon atau ditanggapi pada saat itu juga. Komunikasi terapeutik adalah bentuk dari komunikasi interpersonal yang dilakukan dalam bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

Pada pembahasan berikutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai komunikasi interpersonal.

2.1.3. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau non verbal. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dilakukan oleh dua orang, seperti suami isteri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru dengan murid, dan sebagainya (Mulyana, 2005).

(36)

Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses yang sangat unik. Artinya, kegiatan yang terjadi dalam komunikasi interpersonal tidak seperti kegiatan lainnya, seperti misalnya menyelesaikan tugas pekerjaan rumah, mengikuti perlombaan cerdas cermat, menulis artikel. Komunikasi interpersonal melibatkan paling sedikit dua orang yang mempunyai sifat, nilai-nilai, pendapat, sikap, pikiran dan perilaku yang khas dan berbeda-beda. Selain itu, komunikasi interpersonal juga menuntut adanya tindakan saling memberi dan menerima diantara pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Dengan kata lain para pelaku komunikasi saling bertukar informasi, pikiran, gagasan, dan sebagainya (Rakhmat, 2001).

Komunikasi interpersonal ini terus menerus terjadi selama proses kehidupan manusia. Komunikasi interpersonal dapat diibaratkan sebagai urat nadi kehidupan manusia. Tidak dapat dibayangkan bagaimana bentuk dan corak kehidupan manusia di dunia ini seandainya tidak ada komunikasi interpersonal antara satu orang atau sekelompok orang. De Vito menjelaskan komunikasi interpersonal sebagai pengiriman pesan-pesan dari seorang atau sekelompok orang (komunikator) dan diterima oleh orang yang lain (komunikan) dengan efek dan umpan balik yang langsung (Rumondor, 2001).

2010) :

(37)

salah satu lawan bicara menggunakan media dalam penyampaian pesan karena perbedaan jarak, itu tidak dapat dikatakan sebagai komunikasi interpersonal. (2) Pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara

spontan baik secara verbal maupun non verbal. Di dalam komunikasi interpersonal timbal balik yang diberikan oleh komunikan biasanya secara spontan begitu juga dengan tanggapan dari komunikator. Dengan respon yang diberikan secara spontan dapat mengurangi kebohongan salah satu lawan bicara dengan cara melihat gerak-gerik ketika sedang berkomunikasi.

(3) Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab para perserta komunikasi. Saling mengerti akan diperoleh dalam komunikasi interpersonal ini, apabila diantara kedua belah pihak dapat menjalankan dan menerapkan komunikasi ini dengan melihat syarat-syarat yang berlaku seperti, mengetahui waktu, tempat dan lawan bicara.

(4) Kedekatan hubungan pihak-pihak komunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respon nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang dekat. Kita dapat membedakan seberapa dekat hubungan seseorang dengan lawan bicaranya, hal ini dapat dilihat dari respon yang diberikan. Misalnya kedekatan dalam berkomunikasi antara sepasang kekasih dengan sepasang persahabatan, melalui respon nonverbal kita dapat melihat mereka sepasang kekasih atau hanya teman biasa.

(38)

langsung melihat reaksi dari lawan bicara. Komunikasi interpersonal sering dilakukan oleh semua orang dalam berhubungan dengan masyarakat luas.

2.2. Komunikasi Terapeutik

2.2.1. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi dalam bidang kesehatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan antara petugas kesehatan dengan klien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Musliha dkk, 2009).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan dan kesehatan klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar petugas kesehatan dengan klien. Persoalan mendasar antara petugas kesehatan dan klien sehingga dapat dikategorikan kedalam komunikasi pribadi antara petugas kesehatan dan klien, petugas kesehatan membantu dan klien menerima bantuan (Musliha dkk, 2009).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi atau meningkatkan kesehatan. Seorang penolong atau petugas kesehatan dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Suryani, 2006).

(39)

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang petugas kesehatan dengan teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap klien dan pemberi informasi yang akurat kepada klien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada peningkatan pengetahuan klien tentang pesan kesehatan yang disampaiakan yang dalam pembahasan ini terkait dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

2.2.2. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Ada beberapa prinsip dasar yang harus diketahui dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik, diantaranya adalah sebagai berikut (Suryani, 2006) :

(1) Hubungan petugas kesehatan dengan klien merupakan hubungan yang saling menguntungkan yaitu tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi merupakan hubungan antar manusia yang bermartabat. (2) Petugas kesehatan harus menghargai keunikan setiap klien, memahami

perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan lingkungan setiap individu.

(3) Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini petugas kesehatan harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.

(40)

alternatif pemecahan masalah. Hubungan yang saling percaya antara petugas kesehatan dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

Dengan dijalankannya prinsip dasar komunikasi terapeutik ini maka penyampaian informasi mengenai IMD dapat diterima dengan baik oleh klien.

2.2.3. Efektivitas Komunikasi Terapeutik

Menurut Devito (1997) efektivitas komunikasi interpersonal/ komunikasi terapeutik ditentukan oleh lima hal yaitu :

(1) Keterbukaan (Openness)

(41)

secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya.

(2) Empati (Empathy)

Bersimpati adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di situasi yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai, konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik serta sentuhan atau belaian yang sepantasnya.

(3) Sikap Mendukung (Supportiveness)

(42)

Suasana yang deskriptif akan menimbulkan sikap suportif dibandingkan dengan evaluatif. Artinya, orang yang memiliki sifat ini lebih banyak meminta informasi atau deskripsi tentang suatu hal. Dalam suasana seperti ini, biasanya orang tidak merasa dihina atau ditantang, tetapi merasa dihargai.

Orang yang spontan dalam komunikasi adalah orang terbuka dan terus terang tentang apa yang dipikirkannya. Biasanya orang seperti itu akan ditanggapi dengan cara yang sama, terbuka dan terus terang.

Provisional adalah memiliki sikap berpikir, terbuka, ada kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda dan bersedia menerima pendapat orang lain, bila memang pendapatnya keliru.

(4) Sikap Positif (Positiveness)

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi.

(43)

(5) Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. 2.2.4. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Menurut Indrawati (2008) tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada suatu hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif serta memengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan kehormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan diri klien. Klien yang tadinya tidak bisa menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan petugas kesehatan akan mampu menerima dirinya (Suryani, 2006).

(44)

komunikasi yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, petugas kesehatan akan dapat meningkatkan kemampuan dalam membina hubungan saling percaya.

IMD pada hakikatnya adalah upaya dini dalam pencegahan penyakit (pencegahan primordial) yang dapat menyerang bayi. Dalam hal ini komunikasi terapeutik dilakukan sebagai pencegahan primordial tersebut dengan memberitahukan informasi yang jelas kepada pasien/klien. Pengertian terapeutik disini tidak terlalu baku hanya untuk kesembuhan secara harfiah tetapi lebih bersifat kearah dinamis. Dinamis disini berarti kesembuhan yang dimaksudkan berarti meningkatnya derajat kesehatan. Meningkatnya derajat kesehatan juga berarti suatu upaya pemeliharaan kesehatan. IMD diberikan dalam upaya pemeliharaan kesehatan dan merupakan pencegahan primordial terhadap penyakit. Sehingga komunikasi terapeutik adalah metode komunikasi yang sesuai digunakan dalam penyampaian informasi mengenai IMD kepada pasien/klien.

Pemberian IMD sangat memerlukan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh petugas kesehatan karena tidak semua klien mengetahui dan bersedia melakukan IMD walaupun hal tersebut demi kepentingannya.

2.2.5. Tahapan Komunikasi Terapeutik

(45)

terapeutik terdiri dari empat tahap yaitu tahap pra interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Pada setiap tahap masing-masing memiliki tugas atau kegiatan petugas kesehatan yang harus diselesaikan (Stuart, 1998).

Tahap pra interaksi dimulai sebelum petugas kesehatan terlebih dahulu menggali kemampuan yang dimiliki sebelum kontak atau berhubungan dengan klien termasuk kondisi kecemasan yang menyelimuti diri petugas kesehatan sehingga terdapat dua unsur yang perlu dipersiapkan dan dipelajari pada tahap pra interaksi yaitu unsur diri sendiri dan unsur dari pasien. Dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang dipelajari dari diri sendiri adalah pengetahuan yang dimiliki terkait dengan penyakit atau masalah klien, kecemasan diri, analisis kekuatan diri, dan waktu pertemuan baik saat pertemuan maupun lama pertemuan. Sedangkan hal-hal yang perlu dipelajari dari unsur pasien adalah perilaku pasien dalam menghadapi penyakitnya, masalahmya, adat istiadat, dan tingkat pengetahuan (Nasir, 2009).

(46)

Petugas kesehatan dituntut mampu membuat suasana tidak terlalu formal sehingga suasana tidak terkesan tegang dan tidak bersifat menginterogasi. Lingkungan yang kondusif membantu klien bisa berfikir jernih dan mengutarakan keluhan yang diderita secara terbuka, lengkap sistematis, dan objektif (Nasir, 2009).

Tugas dari petugas kesehatan yang ketiga pada tahap perkenalan adalah membuat kontrak dengan klien. Kontrak harus disetujui bersama dengan klien antara lain tempat, waktu pertemuan, dan topik pembicaraan. Dan tugas yang keempat pada tahap ini adalah petugas kesehatan menggali keluhan-keluhan yang dirasakan oleh klien dan divalidasi dengan tanda serta gejala yang lain, maka dari itu petugas kesehatan membenarkan secara aktif untuk mengumpulkan data tersebut (Suryani, 2006).

Petugas kesehatan dituntut memiliki keahlian yang tinggi dalam menstimulasi klien maupun keluarga agar mampu mengungkapkan keluhan yang dirasakan secara lengkap dan sistematis serta objektif. Keahlian yang harus dimiliki petugas kesehatan adalah terkait dengan teknik komunikasi agar klien mengungkapkan keluhannya dengan sebenarnya tanpa ditutup-tutupi.

(47)

sebagai pemberi pelayanan, peran petugas kesehatan sebagai pengajar diperlukan pada fase ini. Peran ini meliputi upaya meningkatkan motivasi klien untuk mempelajari dan melaksanakan aktivitas peningkatan kesehatan, untuk mengikuti program pengobatan dokter, dan untuk mengekspresikan perasaan atau pengalaman yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan kebutuhan perawatan yang terbentuk, contohnya memberikan pengajaran tentang pemberian ASI disaat awal sesudah melahirkan (Tamsuri, 2006).

Tahap terakhir dari komunikasi terapeutik adalah tahap terminasi. Tahap terminasi dimulai ketika klien dan petugas kesehatan memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan klien. Pada tahap ini tugas petugas kesehatan adalah mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan, menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan dan membuat pertemuan berikutnya kalau diperlukan (Suryani, 2006).

2.2.6. Hal-hal yang Memengaruhi Komunikasi Terapeutik

(48)

Peran dan tanggung jawab memengaruhi komunikasi yang dilakukan individu, baik teknik maupun isi komunikasi. Petugas kesehatan lebih sering menggunakan teknik komunikasi formal dan membicarakan kondisi klien karena tanggung jawabnya serta membuat banyak tulisan dalam berkomunikasi sebagai bentuk pertanggung jawaban. Sementara dalam pergaulan, individu membicarakan tentang rumah tangganya, anak-anaknya, atau cita-citanya. Komunikasi seperti ini tidak memerlukan media tulisan. Perbedaan peran dan tanggung jawab menimbulkan perbedaan teknik dan isi komunikasi (Tamsuri, 2006).

Karakteristik pribadi seorang petugas kesehatan sangat menentukan keberhasilan komunikasi dalam melakukan komunikasi terapeutik karena alat yang digunakan petugas kesehatan pada saat berkomunikasi dengan klien adalah dirinya sendiri. Karakteristik tersebut diantaranya adalah (Suryani, 2006) :

(1) Kejujuran, yang mana sangat penting dalam komunikasi terapeutik karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh kepercayaan pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respon yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu lembut sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur.

(49)

Ketidaksesuaian verbal dan non verbal petugas kesehatan dapat menimbulkan kebingungan bagi klien.

(3) Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan klien lewat non verbalnya sangat penting dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ini bisa ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien.

(4) Sikap empati petugas kesehatan pada klien akan mampu memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena sekalipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga petugas kesehatan dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sedangkan petugas kesehatan yang bersikap simpati tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional terhadap permasalahan yang dihadapi klien.

(5) Dalam memecahkan masalah klien petugas kesehatan harus memiliki kemampuan melihat permasalahan dari kaca mata klien agar pemecahan masalah klien merasa puas karena keputusan yang diambil berdasarkan keputusannya sendiri.

(50)

klien apa adanya. Perkataan petugas seperti, “koq gitu aja nangis” misalnya merupakan bentuk dari ketidakmampuan perawat menerima klien apa adanya. Seorang petugas kesehatan yang baik tidak akan memandang hina pada klien dan keluarganya yang datang ke rumah sakit dengan pakaian yang kumal dan kotor.

(7) Petugas kesehatan harus sensitif terhadap perasaan klien.

(8) Petugas kesehatan tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri petugas itu sendiri.

Karakterisik yang baik dari seorang petugas kesehatan sangat menentukan baik buruknya penerimaan informasi mengenai IMD yang diterima klien sehingga hal-hal yang disampaikan diharapkan dapat memengaruhi pelaksanaan IMD.

2.2.7. Teknik Komunikasi Terapeutik

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik berkomunikasi yang berbeda pula. Berikut ini adalah beberapa teknik komunikasi (Tamsuri, 2006) :

(1) Diam yaitu tenang tidak melakukan pembicaraan selama beberapa detik atau menit

(2) Mendengar adalah proses aktif penerimaan informasi dan penelaah reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima

(51)

(4) Menggunakan pertanyaan terbuka, yaitu menanyakan sesuatu yang bersifat luas yang memberi klien kesempatan untuk mengeksplorasi (mengungkapkan, klarifikasi, menggambarkan, membandingkan, atau mengilustrasikan)

(5) Pertanyaan yang disampaikan harus spesifik

(6) Sentuhan adalah melakukan kontak fisik untuk meningkatkan kepedulian yang tentu saja dalam hal ini disesuaikan dengan etika yang berlaku

(7) Mengecek persepsi atau memvalidasi adalah metode yang sama dengan klarifikasi, tetapi pengecekan dilakukan terhadap kata-kata khusus yang disampaikan klien

(8) Menawarkan diri, yaitu menawarkan kehadiran, perhatian, dan pemahaman tentang sesuatu

(9) Memberi informasi adalah memberi informasi faktual secara spesifik tentang klien walaupun tidak diminta. Apabila tidak mengetahui informasi yang dimaksud, perawat menyatakan ketidaktahuannya dan menanyakan orang yang dapat dihubungi untuk mendapatkan informasi

(10)Menyatakan kembali dan menyimpulkan adalah secara aktif mendengarkan pesan utama yang disampaikan klien dan kemudian menyampaikan kembali pikiran dan perasaan itu dengan menggunakan kalimat serupa

(52)

(12)Refleksi, yaitu mengembalikan ide, perasaan, pertanyaan kepada klien untuk memungkinkan eksplorasi ide dan perasaan mereka terhadap situasi

(13)Menyimpulkan dan merencanakan adalah menyatakan poin utama dalam diskusi untuk mengklarifikasi hal-hal relevan yang perlu didiskusikan. Teknik ini berguna pada akhir wawancara atau mengevaluasi penguasaan klien terhadap program pengajaran kesehatan. Teknik ini sering digunakan pada pendahuluan untuk menentukan rencana tindakan selanjutnya

(14)Menyatakan realitas adalah membantu klien membedakan antara yang nyata dan yang tidak nyata

(15)Pengakuan adalah memberi komentar dengan teknik tidak menghakimi terhadap perubahan perilaku seseorang atau usaha yang telah dilakukan

(16)Klarifikasi waktu adalah membantu klien mengklarifikasi waktu atau kejadian, situasi, kejadian dan hubungan antara peristiwa dan waktu

(17)Memfokuskan, yaitu membantu klien mengembangkan topik yang penting. Penting bagi petugas kesehatan untuk menunggu klien beberapa saat tentang tema apa yang mereka sampaikan sebelum memfokuskan pembicaraan

Teknik komunikasi yang dilakukan secara tepat kepada pasien/klien mengenai IMD diharapkan dapat memengaruhi pelaksanaan IMD.

2.3. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

(53)

mamalia lain mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri sehingga terjadi kontak kulit antara ibu dan bayi, si bayi dibiarkan diatas dada ibu serta diselimuti dengan kain. Hal ini dilaksanakan satu jam pertama bayi lahir, dalam waktu tiga puluh menit bayi akan mencari payudara ibu dan dalam usia lima puluh menit bayi telah menyusu dengan baik. Hisapan bayi merangsang hormon oksitosin untuk memproduksi ASI dan juga hormon ini dapat merangsang rahim untuk berkontraksi sehingga mengurangi pendarahan pada ibu pasca persalinan (Roesli, 2008).

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah perilaku bayi untuk mencari puting susu ibunya dan melakukan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya ketika satu jam pertama setelah bayi dilahirkan (Baskoro, 2008).

Hasil penelitian menyebutkan bahwa Inisiasi Menyusu Dini dapat mencegah 22% kematian neonatal dan meningkatkan 2-8 kali lebih besar keberhasilan pemberian ASI eksklusif (Roesli, 2007).

Hasil penelitian Sose dll CBA Foundation (1978) yang dikutip Utami Rusli (2008) menunjukan bahwa hubungan antara saat kontak kulit ibu – bayi dengan meletakkan bayi kontak kulit setidaknya satu jam, hasilnya dua kali lebih lama disusui. Pada usia enam bulan dan setahun, bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini hasilnya 59% dan 38% yang masih disusui. Bayi yang tidak diberi kesempatan menyusu dini tinggal 29% dan 8% yang masih disusui diusia yang sama.

(54)

2.3.1. Alasan Pentingnya IMD

Menurut Anik (2009) alasan pentingnya IMD yaitu :

(1) Suhu dada ibu dapat menyesuaikan suhu ideal yang diperlukan bayi, yaitu dapat turun 10 derajat dan naik sampai 20 derajat celsius, sehingga dapat menurunkan resiko hipotermia dan menurunkan kematian bayi akibat kedinginan

(2) Kehangatan dada ibu pada saat bayi diletakkan didada ibu, akan membuat bayi merasakan getaran cinta yaitu merasakan ketenangan, merasa dilindungi dan kuat secara psikis. Bayi akan lebih tenang karena pernapasan, detak jantung dari kulit ibu menenangkan bayi, menurunkan stress akibat proses kelahiran dan meningkatkan kekebalan tubuh bayi

(3) Bayi yang dibiarkan merayap diperut ibu dan menemukan payudara ibunya sendiri, akan tercemar lebih dahulu bakteri yang tidak berbahaya atau ada antinya ASI ibu, sehingga bakteri baik ini membuat koloni disusu dan kulit bayi. Hal ini berarti mencegah kolonisasi bakteri yang lebih ganas dari lingkungan

(4) Pada saat bayi dapat menyusu segera setelah lahir, maka kolostrum makin cepat keluar dan bayi akan cepat mendapatkan kolostrum ini, yaitu cairan emas atau cairan pertama yang kaya akan antibody dan sangat penting untuk pertumbuhan usus dan ketahanan terhadap infeksi yang dibutuhkan bayi demi kelangsungan hidupnya.

(55)

(6) Sentuhan, kuluman / emutan dan jilatan pada putting ibu akan merangsang oksitosin pada ibu yang penting menyebabkan rahim ibu berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan, merangsang hormon lain, yang membuat ibu merasa lebih tenang, rileks dan merangsang pengaliran ASI dari payudara.

2.3.2. Persiapan dan Langkah-langkah Melakukan IMD Berikut ini persiapan melakukan IMD (Roesli, 2008) :

(1) Pertemuan pimpinan Rumah Sakit, dokter kebidanan, dokter anak, dokter anastesi, bidan, tenaga kesehatan yang bertugas di kamar bersalin, kamar operasi, kamar perawatan ibu melahirkan untuk menyosialisasikan Rumah Sakit Sayang Bayi.

(2) Melatih tenaga kesehatan terkait yang menolong, mendukung ibu menyusui, termasuk menolong inisiasi menyusu dini yang benar.

(3) Setidaknya antenatal (ibu hamil), tenaga kesehatan bersama orang tua, membahas keuntungan ASI dan menyusui, tatalaksana menyusui yang benar, inisiasi menyusu dini, pertemuan bersama-sama beberapa keluarga membicarakan secara umum, dan pertemuan dengan satu keluarga membicarakan secara khusus.

Menurut Roesli, (2008), langkah – langkah yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan inisiasi menyusui dini, yaitu :

(56)

(2) Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan dan mengganti dengan cara non kimiawi, misalnya pijat, aroma terapi dan gerakkan.

(3) Beri kebebasan pada ibu untuk menentukan cara melahirkan yang diinginkan, misalnya melahirkan normal, didalam air atau dengan jongkok

(4) Keringkan secepatnya seluruh badan dan kepala bayi kecuali kedua tangannya karena adanya lemak (verniks) yang dapat menyamankan kulit bayi

(5) Bayi ditengkurapkan didada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dapat dipertahankan minimal satu jam atau setelah menyusu awal selesai. Keduanya diselimuti jika perlu gunakan topi.

(6) Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi keputing ibu.

(57)

(8) Berikan kesempatan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi caesar.

(9) Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang dan diukur setelah satu jam atau menyusui awal selesai

(10)Rawat gabung, ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar selama 24 jam dan tidak dipisahkan tetap selalu dalam jangkauan ibu.

Di RSUD Dr. Tengku Mansyur sendiri terdapat aturan standar operasional prosedur kerja guna memberikan perlindungan dan lebih menjamin pelaksanaan IMD dan pemberian ASI Ekslusif yang tercantum didalam Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Nomor 492 Tahun 2007 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penyampaian Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Ekslusif di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai yang mana didalamnya terdapat aturan bahwa petugas kesehatan di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan tersebut harus menyampaikan informasi mengenai IMD dan ASI Ekslusif pada ibu hamil trisemester III. Penyampaian informasi yang dilakukan adalah secara interpersonal (komunikasi terapeutik) dengan harapan informasi mengenai IMD dapat lebih diterima dengan baik oleh pasien.

2.3.3. Manfaat IMD

Menurut Roesli, (2007), manfaat inisiasi menyusu dini adalah sebagai berikut :

(58)

kolostrum yang bermanfaat untuk bayi, pemberian ASI Eksklusif akan menurunkan kematian.

(2) ASI adalah cairan kehidupan, yang selain mengandung makanan juga mengandung penyerap. Susu formula tidak diberi enzim sehinga penyerapannya tergantung enzim diusus anak. Sehingga ASI tidak merebut enzim anak.

(3) Yang sering dikeluhkan ibu – ibu adalah suplai ASI yang kurang, padahal ASI diproduksi berdasarkan permintaan. Jika diambil banyak akan diberikan banyak, sedangkan bayi yang diberikan susu formula perlu waktu satu minggu untuk mengeluarkan zat yang tidak dibutuhkannya.

2.3.4. Penghambat IMD

Berikut ini beberapa kepercayaan berupa anggapan yang menghambat pelaksanaan IMD diantaranya yaitu (Roesli, 2008) :

(1) Bayi dianggap kedinginan

Berdasarkan Penelitian dr Niels Bergman (2005) ditemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 1°C lebih panas daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1°C. Jika bayi kedinginan suhu dada ibu akan meningkat 2°C untuk menghangatkan bayi.

(59)

Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera setelah lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi menyusu dini membantu menenangkan ibu.

(3) Petugas kesehatan dirasa kurang tersedia

Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat menjalankan tugas. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Lihat ayah atau keluarganya terdekat untuk menjaga bayi sambil memberikan dukungan pada Ibu.

(4) Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk

Dengan bayi diatas ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan usahanya mencapai payudara dan menyusu dini.

(5) Ibu harus dijahit

Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara dan yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu.

(6) Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore (gonorrhea) harus segera diberikan setelah lahir

Menurut American College of Obstetric and Gynekology dan Academy Breastfeeding Medicine (2007), tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi.

(60)

Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix (zat lemak putih yang melekat pada bayi) meresap, melunakkan dan melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu dini selesai.

(8) Bayi kurang siaga

Pada 1 -2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu, bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk bonding (ikatan kasih sayang).

(9) Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain (cairan prelaktal)

(10)Kolostrum tidak baik bahkan berbahaya untuk bayi.

2.4. Landasan Teori

(61)

Menurut Devito (1997) efektivitas komunikasi interpersonal/ komunikasi terapeutik ditentukan oleh lima hal yaitu :

(1) Keterbukaan (Openness)

Keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan, dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya.

(62)

Bersimpati adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di situasi yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai, konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik serta sentuhan atau belaian yang sepantasnya.

(3) Sikap Mendukung (Supportiveness)

Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif, spontan, dan provisional.

(63)

Orang yang spontan dalam komunikasi adalah orang terbuka dan terus terang tentang apa yang dipikirkannya. Biasanya orang seperti itu akan ditanggapi dengan cara yang sama, terbuka dan terus terang.

Provisional adalah memiliki sikap berpikir, terbuka, ada kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda dan bersedia menerima pendapat orang lain, bila memang pendapatnya keliru.

(4) Sikap Positif (Positiveness)

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi.

Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi. (5) Kesetaraan (Equality)

Gambar

Gambar 2.1. Proses Perubahan Perilaku Teori S-O-R
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1. Distribusi Ketenagaan di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan Terakhir, Pekerjaan, Agama, dan Suku di RSUD Dr
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh cooperative play terhadap sibling rivalry pada anak-anak pertengahan dan akhir.. Sampel (N=2) diambil

Pemanfaatan informasi tentang teknologi pertanian yang diperoleh penyuluh. dari berbagai sumber informasi paling banyak dimanfaatkan, berdasarkan

[r]

Rangkaian lainnya yang menyebabkan aktivasi faktor X adalah jalur instrinsik, disebut demikian karena rangkaian ini menggunakan faktor-faktor yang terdapat di dalam sistem

Serta perawat lebih meningkatkan pengetahuan tentang respon time dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pasien, dan perawat lebih meningkatkan salam, senyum

P50, dan P5, namun hasil data yang akan digunakan sebagai penentuan cadangan hidrokarbon ialah P50, hal jika menggunakan P90 dianggap terlalu optimis dan untuk P5

Persaingan yang muncul dalam dunia usaha saat ini menuntut semua komponen dalam organisasi untuk selalu mempersiapkan diri terutama kualitas sumber daya manusia