UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL
DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.)
DAN FORMULASI SEDIAAN
OBAT KUMUR-KUMUR
SKRIPSI
OLEH: WIDYA AKARINA
NIM 091524042
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL
DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.)
DAN FORMULASI SEDIAAN
OBAT KUMUR-KUMUR
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH: WIDYA AKARINA
NIM 091524042
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL
DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.)
DAN FORMULASI SEDIAAN
OBAT KUMUR-KUMUR
OLEH: WIDYA AKARINA
NIM 091524042
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Juli 2011
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, MS., Apt. Prof. Dr. M. Timbul Simanjutak, M.Sc., Apt. NIP 195504241983031003 NIP 195212041980021001
Pembimbing II, Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, MS., Apt. NIP 195504241983031003
Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. NIP 195006121980032001
Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001
Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001
Dekan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah dan
karuniaNya yang luar biasa besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etanol Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) dan Formulasi
Sediaan Obat Kumur-Kumur sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Daun tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) merupakan salah satu bagian
tanaman yang perlu dikembangkan manfaatnya. Selama ini masyarakat
menggunakan daun ruku-ruku secara tradisional sebagai obat sakit gigi. Hasil
penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa daun ruku-ruku dan sediaan obat
kumur-kumur dapat digunakan sebagai obat sakit gigi.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada
Ayahanda Muhammad Jamil Sulaiman, dan Ibunda Rosmawaty, Adinda Dwi Putri
Akarina dan Harun Karunia yang senantiasa mendoakan dan memberikan
dukungan moril dan materil yang tiada putus-putusnya.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan beserta para
Pembantu Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan fasilitas serta sarana.
2. Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga M.S., Apt., sebagai pembimbing, terima
kasih atas segala arahan dan nasehat, membimbing serta memberi seluruh
3. Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., sebagai pembimbing dan selaku Kepala
Laboratorium Mikrobiologi yang telah membimbing dan mengarahkan selama
melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini dan terima kasih
atas seluruh fasilitas yang diberikan selama proses penelitian.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik
penulis selama masa perkuliahan dan Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., selaku
penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis selama ini.
5. Bapak Prof. Dr. M. Timbul Simanjutak, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Nazliniwaty,
M.Si., Apt., Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang
telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
6. Rekan-rekan mahasiswa Ekstensi Farmasi stambuk 2009 atas dukungan,
semangat dan bantuan selama ini selama masa perkuliahan sampai penyusunan
skripsi ini.
Penulis paham bahwa tulisan ini masih jauh dari titik kesempurnaan, untuk
itu sangat diharapkan masukan berupa kritik dan saran yang konstruktif demi
penyempurnaannya. Akhir kata, harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat
bagi kita semua dan dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan
khususnya di bidang farmasi.
Medan, Juli 2011
Penulis,
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.) DAN FORMULASI SEDIAAN OBAT
KUMUR-KUMUR
Abstrak
Daun tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) merupakan salah satu bagian tanaman yang perlu dikembangkan manfaatnya, misalnya untuk mengobati sakit perut, batuk, pencuci luka dan sakit gigi. Selama ini masyarakat menggunakan daun ruku-ruku sebagai obat sakit gigi, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pemanfaatan daun ruku-ruku.
Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun ruku dan sediaan obat kumur yang mengandung ekstrak etanol daun ruku-ruku terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) yang dilakukan secara invitro memakai metode difusi agar dengan cakram silinder logam. Sampel daun ruku-ruku diambil secara purposif dari jalan Selamat No. 80, Kecamatan Medan Amplas, Medan.
Hasil aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun ruku-ruku menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp (bakteri isolasi dari specimen) yaitu sebesar 40 mg/ml. Ekstrak etanol daun ruku-ruku memberikan batas daerah hambat yang efektif pada konsentrasi 90 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter 14 mm pada konsentrasi 80 mg/ml terhadap bakteri Streptococcus mutans dengan diameter 14,3 mm pada konsentrasi 90 mg/ml terhadap bakteri Streptococcus sp (bakteri isolasi dari specimen) dengan diameter 14,7 mm. Pengujian sediaan obat kumur-kumur ekstrak etanol daun ruku-ruku pada FI, FII dan FIII memberikan hasil diameter zona hambatan yang memuaskan terhadap ketiga bakteri yaitu lebih besar dari 14 mm terhadap bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).
TEST OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY ON ETHANOL EXTRACT OF RUKU-RUKU LEAVE (Ocimum sanctum L.) AND FORMULATION OF
MOUTHWASH
Abstract
Ruku-ruku leave (Ocimum sanctum L.) is part of plant with various use such as for the stomachage, antihistamine, injury wash, and toothache. In the last time, the people use the ruku-ruku leave for treatment of toothache. Therefore it is important to study the useful of the ruku-ruku leave.
This research conduct a test of antibacterial activity on ethanol extract of ruku-ruku leave and the formulation of mouthwash that contain ethanol extract from ruku-ruku leave to the bacteria of Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans and Streptococcus sp. (isolated bacteria from specimen) in vitro using agar diffusion method by metal cylinder disk. The sample of ruku-ruku leave took purposively at Jalan Selamat No. 80, Subdistrict of Medan Amplas, Medan.
Antibacterial activity provide of ethanol extract of ruku-ruku leave indicates that the minimum blocked concentration to the Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans and Streptococcus sp. bacteria (isolated bacteria from specimen) is 40 mg/ml. The ethanol extract of ruku-ruku leave has an effective blocked to the concentration of 90 mm/ml to the bacteria of staphylococcus aureus in 14 mm in diameter on the concentration 80 mg/ml to the bacteria Streptococcus mutans on 14.3 mm in diameter on concentration 90 mg/ml to the bacteria Streptococcus sp. (isolated bacteria from specimen) with diameter 14.7 mm. The testing on ethanol extract ruku-ruku leave of mouthwash on F1, FII, and FIII provide the block zone diameter that satisfy the three of bacteria with the diameter more than 14 mm to the bacteria Strepotococcus mutans, Staphylococcus aureus, and Streptococcus sp. (Isolated bacteria from specimen).
DAFTAR ISI
2.2 Ekstraksi ... 7
2.3 Uraian Bakteri ... 10
2.3.1 Perkembangbiakan bakteri ... 11
2.3.2 Media pertumbuhan bakteri ... 13
2.3.3 Fase pertumbuhan bakteri ... 14
2.4 Bakteri Streptococcus mutans ... 16
2.4.1 Sistematika bakteri Streptococcus mutans ... 16
2.4.2 Uraian bakteri Streptococcus mutans ... 16
2.4.3 Karies gigi ... 16
2.5 Bakteri Staphylococcus aureus ... 17
2.5.1 Sistematika bakteri Staphylococcus aureus ... 17
2.5.2 Uraian bakteri Staphylococcus aureus ... 17
2.6 Uji Aktivitas Antibakteri ... 18
2.7 Obat Kumur ... 19
2.8 Komposisi Obat Kumur ... 20
2.8.1 Saccharin ... 20
2.8.2 Menthol ... 21
3.3.1 Pembuatan ekstrak etanol daun ruku-ruku secara (Ocimum sanctum, L.) Dengan Berbagai Konsentrasi ... 27
3.9 Metode Pengujian Efek Antibakteri secara in vitro ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Tumbuhan ... 31
4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku terhadap Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (Bakteri Isolasi Dari Specimen) ... 31
4.3 Hasil Evaluasi Formula ... 35
4.3.2 Hasil Penentuan pH sediaan ... 36
4.3.3 Hasil Uji Mikrobiologi Sediaan ... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 38
5.2 Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Table 2.1 Penggunaan Mentol Dalam Berbagai Sediaan Farmasi …….. 22
Tabel 3.1 Komposisi Formula Sediaan Obat Kumur-kumur ... 28
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Eschericia coli, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) oleh Ekstrak Etanol daun
ruku-ruku ... 32
Tabel 4.2 Data Pengamatan Perubahan Bentuk, Warna, dan Bau
Sediaan ... 35
Tabel 4.3 Data Pengukuran pH Sediaan ... ... 36
Tabel 4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Obat kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Eschericia coli, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 7. Bagan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun
ruku-ruku... 48
Lampiran 8. Bagan uji aktivitas antibakteri obat kumur-kumur ekstrak
etanol daun ruku-ruku ……….……….... 49
Lampiran 9. Tabel Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun
ruku-ruku ... 50
Lampiran 10. Tabel Hasil uji aktivitas antibakteri obat kumur-kumur
ekstrak etanol daun ruku-ruku ... 51
Lampiran 11. Gambar Bakteri Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) Dari Hasil Pengecatan
Gram ……….. 52
Lampiran 12. Gambar Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ……….……. 53
Lampiran 13. Gambar Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku
Terhadap Bakteri Streptococcus mutans ……… 55
Lampiran 14. Gambar Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari
specimen) ………... 58
Lampiran 15 . Gambar Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun
Lampiran 16. Gambar Daya Hambat Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus ………. 61
Lampiran 17. Gambar Daya Hambat Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Streptococcus
mutans ………. 62
Lampiran 18. Gambar Daya Hambat Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Streptococcus sp.
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.) DAN FORMULASI SEDIAAN OBAT
KUMUR-KUMUR
Abstrak
Daun tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) merupakan salah satu bagian tanaman yang perlu dikembangkan manfaatnya, misalnya untuk mengobati sakit perut, batuk, pencuci luka dan sakit gigi. Selama ini masyarakat menggunakan daun ruku-ruku sebagai obat sakit gigi, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pemanfaatan daun ruku-ruku.
Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun ruku dan sediaan obat kumur yang mengandung ekstrak etanol daun ruku-ruku terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) yang dilakukan secara invitro memakai metode difusi agar dengan cakram silinder logam. Sampel daun ruku-ruku diambil secara purposif dari jalan Selamat No. 80, Kecamatan Medan Amplas, Medan.
Hasil aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun ruku-ruku menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp (bakteri isolasi dari specimen) yaitu sebesar 40 mg/ml. Ekstrak etanol daun ruku-ruku memberikan batas daerah hambat yang efektif pada konsentrasi 90 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter 14 mm pada konsentrasi 80 mg/ml terhadap bakteri Streptococcus mutans dengan diameter 14,3 mm pada konsentrasi 90 mg/ml terhadap bakteri Streptococcus sp (bakteri isolasi dari specimen) dengan diameter 14,7 mm. Pengujian sediaan obat kumur-kumur ekstrak etanol daun ruku-ruku pada FI, FII dan FIII memberikan hasil diameter zona hambatan yang memuaskan terhadap ketiga bakteri yaitu lebih besar dari 14 mm terhadap bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).
TEST OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY ON ETHANOL EXTRACT OF RUKU-RUKU LEAVE (Ocimum sanctum L.) AND FORMULATION OF
MOUTHWASH
Abstract
Ruku-ruku leave (Ocimum sanctum L.) is part of plant with various use such as for the stomachage, antihistamine, injury wash, and toothache. In the last time, the people use the ruku-ruku leave for treatment of toothache. Therefore it is important to study the useful of the ruku-ruku leave.
This research conduct a test of antibacterial activity on ethanol extract of ruku-ruku leave and the formulation of mouthwash that contain ethanol extract from ruku-ruku leave to the bacteria of Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans and Streptococcus sp. (isolated bacteria from specimen) in vitro using agar diffusion method by metal cylinder disk. The sample of ruku-ruku leave took purposively at Jalan Selamat No. 80, Subdistrict of Medan Amplas, Medan.
Antibacterial activity provide of ethanol extract of ruku-ruku leave indicates that the minimum blocked concentration to the Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans and Streptococcus sp. bacteria (isolated bacteria from specimen) is 40 mg/ml. The ethanol extract of ruku-ruku leave has an effective blocked to the concentration of 90 mm/ml to the bacteria of staphylococcus aureus in 14 mm in diameter on the concentration 80 mg/ml to the bacteria Streptococcus mutans on 14.3 mm in diameter on concentration 90 mg/ml to the bacteria Streptococcus sp. (isolated bacteria from specimen) with diameter 14.7 mm. The testing on ethanol extract ruku-ruku leave of mouthwash on F1, FII, and FIII provide the block zone diameter that satisfy the three of bacteria with the diameter more than 14 mm to the bacteria Strepotococcus mutans, Staphylococcus aureus, and Streptococcus sp. (Isolated bacteria from specimen).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat
yang potensial, dimana hasil alam yang paling banyak digunakan sebagai bahan
obat adalah tanaman, dan telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama.
Walaupun obat-obatan modern berkembang cukup pesat, namun potensi dari
tanaman obat tetap tinggi karena dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat diramu
sendiri, dan tanaman obat dapat ditanam sendiri oleh pemakainya (Djauhariya dan
Hermani, 2004).
Salah satu tanaman yang banyak digunakan sabagai obat adalah ruku-ruku
(Ocimum sanctum L.), suku Labiatae, merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1,5
m, tumbuh tegak, sering bercabang banyak dan berbentuk taji. Tanaman ini
dikenal dengan nama daerah kemangi hutan, uku-uku (Bali), ko-roko (Madura),
lufe-lufe (Ternate) (Pitojo, 1996).
Daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) memiliki kandungan kimia yang
sudah diuji sebelumnya, seperti minyak atsiri, alkaloid, glikosida, saponin,
flavonoid, triterpenoid, steroid dan tanin (Darmiati, 2007). Beberapa golongan
kandungan kimia tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri seperti
senyawa alkohol, minyak atsiri dan fenol. Sifat ini bisa sebagai bakteriostatik dan
bakteriosida (Ayress, Munt dan Sandine, 1988).
Secara tradisional rebusan dari daun tanaman ruku-ruku (Ocimum sanctum
L.) ini digunakan untuk mengobati sakit perut, sakit gigi, batuk dan pencuci luka.
angin, pencegah mual, penambah nafsu makan, pengobatan pasca persalinan,
pereda kejang, laksatif, dan secara eksternal digunakan untuk reumatik. Sedangkan
biji digunakan sebagai pelembut kulit, peluruh air seni, peluruh keringat dan
pereda kejang (Christine, 1985); karminatif, dan antipiretik (Ditjen POM. 1989).
Staphylococcus aureus merupakan patogen utama bagi manusia. Hampir
setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi Staphylococcus aureus
sepanjang hidupnya, bervariasi dalam beratnya mulai dari keracunan makanan atau
infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa. Staphylococcus
aureus merupakan bakteri gram positif, yang terdapat pada kulit, hidung, mulut,
selaput lendir, bisul dan luka (Jawetz, 1996).
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu email,
dentin dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya
demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan
organiknya (Pitauli dan Hamidah, 2008).
Pada umumnya, plak gigi dapat menyebabkan penyakit karies gigi dan
jaringan pendukung gigi (periodontal). Bakteri yang berperan penting dalam
pembentukan plak gigi adalah bakteri yang mempunyai kemampuan untuk
membentuk polisakarida ekstraseluler, yaitu jenis Streptococcus. Bakteri
Streptococcus yang ditemukan dalam jumlah besar pada plak penderita karies
adalah Streptococcus mutans (Roeslan, 1996).
Beberapa cara dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya karies pada gigi
karena aktifitas Streptococcus mutans, seperti terapi flour atau memakai obat
kumur untuk mencegah berkembangnya bakteri penyebab karies pada gigi
kumur merupakan salah satu usaha dalam mengeksplorasi manfaat ruku-ruku
(Ocimum sanctum L.). Obat kumur ruku-ruku akan dapat menggantikan obat
kumur komersial dengan kandungan alkohol yang cukup tinggi. Penggunaan obat
kumur yang mengandung alkohol sebesar 25% atau lebih, akan meningkatkan
resiko timbulnya kanker mulut, tenggorokan dan faring sekitar 50% (McDowel,
1993).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti efek
antibakteri dari daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) menggunakan bakteri
Streptococcus mutans, Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) dan
Staphylococcus aureus karena bakteri ini merupakan bakteri gram positif dan
penyebab penyakit pada gigi.
Penelitian ini mencakup pembuatan ekstrak etanol daun ruku-ruku
(Ocimum sanctum L.) secara maserasi kemudian diformulasikan sebagai sediaan
obat kumur-kumur dan dievaluasi secara fisik. Selanjutnya ekstrak etanol daun
ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dan sediaan obat kumur-kumur diuji aktivitas
antimikroba dengan metode difusi agar menggunakan cakram silinder logam.
1.2 Perumusan Masalah
a. Apakah ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans
dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).
b. Apakah sediaan obat kumur-kumur yang mengandung ekstrak etanol daun
ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp.
1.3 Hipotesis
a. Ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.)mempunyai aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan
Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).
b. Sediaan obat kumur-kumur yang mengandung ekstrak etanol daun
ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp.
(bakteri isolasi dari specimen).
1.4 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun
ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).
b. Untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari sediaan obat
kumur-kumur yang mengandung ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum
L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan
Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek
antibakteri dari ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dan sediaan
obat kumur-kumur yang mengandung ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum
sanctum L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Ruku-ruku
2.1.1 Sinonim
Sinonim dari tanaman ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) adalah: Ocimum
tenuiflorum L., dengan nama daerah: Ruku-ruku, ruruku (Sumatera), kemangeni,
ko-roko (Jawa), Uku-uku (Nusa Tenggara), balakama (Sulawesi), lufe-lufe,
kemangi utan (Maluku) (Ditjen POM, 1989).
2.1.2 Klasifikasi
Menurut Sharma (1993) dan Tjitrosoepomo (2002), tanaman ruku-ruku
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Subkelas : Sympetalae
Bangsa : Tubiflorae
Suku : Labiatae
Marga : Ocimum
Jenis : Ocimum sanctum L.
2.1.3 Morfologi
Tanaman ini biasanya bercabang banyak dan mempunyai bau khas
aromatis, rasa agak pedas dan warnanya hijau sampai hijau kecoklatan. Helaian
tulang daun menyirip, tepi bergerigi dangkal, daging daun tipis, dan permukaan
daun berambut halus (Ditjen POM, 1989).
2.1.4 Kandungan kimia
Daun ruku-ruku mengandung minyak atsiri 2%, tanin 4,6%, flavonoid,
streoid/triterpenoid (Ditjen POM, 1989). Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia
dari daun ruku-ruku diperoleh adanya senyawa golongan alkaloida, flavonoida,
glikosida, triterpenoida/steroida, tanin, dan saponin (Darmiati, 2007).
2.1.5 Khasiat
Secara tradisional rebusan dari daun tanaman ruku-ruku ini digunakan
untuk mengobati sakit perut, sakit gigi, batuk dan pencuci luka. Sari dari daun
tanaman digunakan sebagai peluruh dahak, peluruh haid, peluruh angin, pencegah
mual, penambah nafsu makan, pengobatan pasca persalinan, pereda kejang,
laksatif, dan secara eksternal digunakan untuk reumatik. Sedangkan biji digunakan
sebagai pelembut kulit, peluruh air seni, peluruh keringat dan pereda kejang
(Christine, 1985); karminatif, dan antipiretik (Ditjen POM, 1989).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak
atsiri, alkaloida, dan flavonoida, dengan diketahuinya golongan senyawa aktif
yang dikandung simplisia maka akan mempermudah pemisahan pelarut dan cara
Berdasarkan atas sifatnya eksrak dikelompokkan sebagai berikut (Voigt,
1995):
1. Ekstrak encer (Extractum tenue). Sediaan ini memiliki konsistensi
semacam madu dan dapat dituang.
2. Ekstrak kental (Extractum spissum). Sediaan ini liat dalam keadaan dingin
dan tidak dapat dituang.
3. Ekstrak kering (Extractum siccum). Sediaan ini memiliki konsistensi
kering dan mudah digosokkan.
4. Ekstrak cair (Ectractum fluidum). Dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak
cair, yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai
dengan 2 bagian (kadang-kadang satu bagian) ekstrak cair.
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, yaitu :
1. Maserasi
Maserasi berasal dari kata ”macerare” artinya melunakkan. Maserat adalah
hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah cara
penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari
(Syamsuni, 2006). Maserasi adalah proses pengekstrakan dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).
2. Perkolasi
Perkolasi berasal dari kata ”percolare” yang artinya penetesan (Voigt,
1995). Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk simplisia
tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari
sekurang-kurangnya selama 3 jam. Maserasi ini penting terutama pada serbuk simplisia yang
keras dan mengandung bahan yang mudah mengembang. Bila serbuk simplisia
tersebut langsung dialiri dengan penyari, maka cairan penyari tidak dapat
menembus ke seluruh sel dengan sempurna (Depkes, 1979; Ditjen POM, 2000).
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
4. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi
ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik (Ditjen POM, 2000).
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada
temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan
pada temperatur 40-50oC (Ditjen POM, 2000). Dengan cara ini perolehan bahan
aktif agak lebih banyak meskipun pada saat pendinginannya pada suhu kamar
bahan ekstraktif dalam skala besar mengendap (Voigt, 1995).
2.3 Uraian Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop (Dwijoseputro, 1982).
Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi pada
umumnya diameter bakteri adalah sekitar 0,2-2,0 mm dan panjang berkisar 2-8
mm (Pratiwi, 2008).
Tubuh bakteri yang terdiri dari satu sel mempunyai bentuk yang
beranekaragam. Ada yang berbentuk peluru atau bola (kokus), berbentuk batang
(basil), berbentuk koma dan spiral (Tjitrosoepomo, 1994).
Berdasarkan perbedaannya di dalam menyerap zat warna gram bakteri
dibagi atas dua golongan yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.
Bakteri gram positif menyerap zat warna pertama yaitu kristal violet yang
menyebabkan berwarna ungu, sedangkan bakteri gram negatif menyerap zat warna
kedua yaitu safranin dan menyebabkannya berwarna merah (Dwijoseputro, 1982).
Bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi
(dapat mencapai 50%) dibandingkan bakteri gram negatif (sekitar 10%).
Sebaliknya kandungan lipida dinding sel bakteri gram positif rendah sedangkan
pada dinding sel bakteri gram negatif tinggi yaitu sekitar 11-22% (Lay, 1992).
2.3.1 Perkembangbiakan bakteri
Pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dipengaruhi oleh:
1. Suhu
Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu tertentu. Atas dasar
ini maka bakteri diklasifikasikan menjadi (Dwijoseputro,1982):
a. Bakteri psikrofil (oligotermik) yaitu bakteri yang dapat hidup antara
b. Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu
antara 5-60oC, sedangkan suhu optimumnya antara 25-40oC.
c. Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan
baik pada suhu 50-60oC, meskipun demikian bakteri ini juga dapat
berbiak pada temperatur lebih rendah atau lebih tinggi dari pada itu,
yaitu dengan batas-batas 40-80oC.
Suhu terendah dimana bakteri dapat tumbuh disebut minimum growth
temperature. Sedangkan suhu tertinggi dimana bakteri dapat tumbuh dengan
baik disebut maximum growth temperature. Suhu dimana bakteri dapat tumbuh
dengan sempurna di antara kedua suhu tersebut disebut suhu optimum (Pratiwi,
2008).
2. pH
Pertumbuhan bakteri pada pH optimal antara 6,5 dan 7,5. Namun, beberapa
spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat alkali. Bagi
kebanyakan spesies, nilai pH minimum dan maksimum ialah antara 4 dan 9.
Bila bakteri dibiakan dalam suatu medium, yang mula-mula disesuaikan adalah
pHnya maka mungkin sekali pH ini berubah karena adanya senyawa asam atau
basa yang dihasilkan selama pertumbuhan (Pelczar dan Chan, 1988).
3. Oksigen
Berdasarkan akan kebutuhan terhadap oksigen, bakteri dapat digolongkan
menjadi (Pratiwi, 2008):
a. Bakteri aerob mutlak, yaitu bakteri yang untuk pertumbuhannya
memerlukan adanya oksigen.
b. Bakteri anaerob fakultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh, baik
c. Bakteri anaerob aerotoleran, yaitu bakteri yang tidak mati dengan
adanya oksigen.
d. Bakteri anaerob mutlak, yaitu bakteri yang hidup bila tidak ada
oksigen.
e. Bakteri mikroaerofilik, yaitu bakteri yang kebutuhan oksigennya
rendah.
4. Nutrisi
Sumber zat makanan (nutrisi) bagi bakteri diperoleh dari senyawa
karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium,
magnesium, mangan, besi, tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk
fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya (Dwijoseputro, 1982).
5. Pengaruh Kebasahan dan Kekeringan
Bakteri sebenarnya adalah makhluk yang suka akan keadaan basah,
bahkan dapat hidup di dalam air, hanya di dalam air yang tertutup mereka
tidak dapat hidup subur, hal ini disebabkan karena kurangnya udara. Tanah
yang basah baik untuk kehidupan bakteri. Banyak bakteri yang mati, jika
terkena udara kering (Dwijoseputro, 1982).
6. Tekanan Osmosa.
Medium yang paling cocok untuk kehidupan bakteri ialah medium
yang isotonik terhadap isi sel bakteri (Dwijoseputro, 1982).
2.3.2 Media pertumbuhan bakteri
Pembiakan mikroorganisme membutuhkan media yang berisi zat hara
serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikroorganisme. Media dapat
1. Konsistensinya, media dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. Media padat
b. Media cair
c. Media semi padat
Media padat diperoleh dengan menambahkan agar. Agar berasal dari
ganggang merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat karena tidak
diuraikan oleh mikroorganisme dan membeku pada suhu diatas 45oC.
Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media adalah 1,5-2%.
2. Sumber bahan baku yang digunakan, media dapat dibagi menjadi dua
macam:
a. Media sintetik, bahan baku yang digunakan merupakan bahan kimia
atau bahan yang bukan berasal dari alam. Pada media sintetik,
kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara
terperinci.
b. Media nonsintetik, menggunakan bahan yang terdapat di alam,
biasanya tidak diketahui kandungan kimianya secara terperinci.
Contoh: ekstrak daging, pepton, ekstrak ragi dan kaldu daging.
2.3.3 Fase pertumbuhan bakteri
Bila bakteri ditanam dalam perbenihan yang sesuai dan pada waktu-waktu
tertentu diobservasi (dihitung jumlah bakteri yang hidup), pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri tersebut dapat digambarkan dengan sebuah grafik.
Pertumbuhan bakteri tersebut dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu:
1. Fase Penyesuaian Diri (Lag phase)
Fase penyesuaian merupakan periode waktu dari bakteri yang ditanam pada
terhadap lingkungan yang baru. Rentang waktu fase penyesuaian tersebut
tergantung dari fase pertumbuhan bakteri saat dipindahkan untuk diinokulasikan
pada media perbenihan yang baru dan tergantung pula pada adanya bahan toksis
atau bahan yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan
bakteri. Waktu penyesuaiaan ini umumnya berlangsung selama 2 jam. Pada fase
ini belum terjadi pertumbuhan dan perkembangbiakan, tetapi aktivitas
metabolismenya sangat tinggi (Pratiwi, 2008).
2. Fase Pembelahan (Log phase)
Pada fase ini bakteri berkembang biak dengan cepat, jumlah bakteri
meningkat secara eksponensial. Untuk kebanyakan bakteri, fase ini berlangsung
18 – 24 jam. Pada fase ini pertumbuhan sangat ideal, pembelahan terjadi secara
teratur, semua bahan dalam sel berada dalam seimbang (balanced growth)
(Pratiwi, 2008).
3. Fase Stasioner (Stationary phase)
Dengan meningkatnya jumlah bakteri, meningkat juga hasil metabolisme
yang toksik. Bakteri mulai ada yang mati, pembelahan terhambat, pada suatu
saat terjadi jumlah bakteri yang hidup sama dengan bakteri yang mati (Pratiwi,
2008).
4. Fase Kematian (Death phase)
Pada fase ini terjadi akumulasi bahan toksik, zat hara yang diperlukan oleh
bakteri berkurang sehingga bakteri akan memasuki fase kematian. Fase ini
merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Jumlah sel menurun terus sampai
Gambar 2.1 Grafik Pertumbuhan bakteri
Keterangan:
a : Lag phase b : Log phase c : Stationary phase d : Death phase
2.4 Bakteri Streptococcus mutans
2.4.1 Sistematika bakteri Streptococcus mutans
Sistematika bakteri (Tjitrosoepomo, 1994):
Divisi : Schizophyta
2.4.2 Uraian bakteri Streptococcus mutans
Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil
(tidak bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Berbentuk kokus dan tersusun dalam
bentuk rantai. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18-40oC.
Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia dan menjadi
bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk email gigi (Nugraha,
2008). a
b
c
2.4.3 Karies Gigi
Pada permukaan rongga mulut terdapat banyak koloni mikroorganisme.
Salah satu penyakit yang umum pada rongga mulut akibat kolonisasi
mikroorganisme adalah karies gigi. Karies gigi diawali akibat pertumbuhan
Streptococcus mutans dan spesies Streptococcus lainnya pada permukaan gigi.
Spesies Streptococcus ini mampu menempel pada permukaan gigi. Hasil
fermentasi metabolismenya menghidrolisis sukrosa menjadi komponen
monosakarida, fruktosa dan glukosa. Enzim glukosiltransferase selanjutnya
merakit glukosa menjadi dekstran. Residu fruktosa adalah gula utama yang
difermentasi menjadi asam laktat. Akumulasi bakteri dan dekstran menempel pada
permukaan gigi dan membentuk plak gigi (Pratiwi, 2008).
2.5 Bakteri Staphylococcus aureus
2.5.1 Sistematika Bakteri Staphylococcus aureus
Sistematika bakteri (Tjitrosoepomo, 1994):
Divisio : Schizophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus aureus
2.5.2 Uraian Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus adalah sel-sel berbentuk bola dengan garis tengah sekitar
1 µ m dan tersusun dalam kelompok-kelompok tak beraturan seperti anggur.
aktif, meragikan karohidrat serta membentuk koloni berwarna abu-abu sampai
kuning emas tua.
Staphylococcus aureus merupakan patogen utama bagi manusia. Hampir
setiap orang akan mengalami berbagai tipe infeksi Staphylococcus aureus
sepanjang hidupnya, bervariasi dalam beratnya mulai dari keracunan makan atau
infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang megancam jiwa. Staphylococcus
aureus merupakan bakteri gram positif, yang terdapat pada kulit, hidung, mulut,
selaput lender, bisul dan luka yang menyebabkan pernanahan, abses dan berbagai
infeksi piogen. Pernanahan fokal (abses) adalah sifat khas infeksi Staphylococcus.
Dari setiap fokus, organisme menyebar melalui saluran getah bening dan aliran
darah ke bagian tubuh lainnya. Pernanahan dalam vena, yang disertai thrombosis,
sering terjadi pada penyebaran tersebut. Staphylococcus aureus dapat
menyebabkan pneumonia, meningitis, atau sepsis dengan parnanahan pada bagian
tubuh mana pun (Jawetz, 1996).
2.6 Uji Aktivitas Antibakteri
Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode dilusi
(pengenceran) atau dengan metode difusi (Jawetz, 1982).
a. Metode dilusi
Zat antibakteri dengan konsentrasi yang berbeda-beda dimasukkan pada media
cair. Media tersebut langsung diinokulasi dengan bakteri dan diinkubasi.
Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan konsentrasi terkecil suatu zat
antibakteri dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri uji.
Metode dilusi agar membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya
b. Metode difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar dengan
menggunakan cakram kertas, cakram kaca, pencetak lubang. Prinsip metode
ini adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat
difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui
pencadang. Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih di
sekitar cakram. Luas daerah berbanding lurus dengan aktivitas antibateri,
semakin kuat daya aktivitas antibakteri maka semakin luas daerah hambatnya.
2.7 Obat Kumur
Definisi obat kumur (gargarisma/gargle) menurut Farmakope Indonesia III
adalah sediaan berupa larutan, umumnya pekat yang harus diencerkan dahulu
sebelum digunakan, dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan atau
pengobatan infeksi tenggorokan.
Menurut definisi yang lain, obat kumur adalah larutan yang biasanya
mengandung bahan penyegar nafas, astringen, demulsen, atau surfaktan, atau
antibakteri untuk menyegarkan dan membersihkan saluran pernafasan yang
pemakaiannya dengan berkumur (Backer, 1990). Selain bahan aktif yang
umumnya sebagai antibakteri, dalam formulasi obat kumur, bahan tambahan lain
yang digunakan adalah (Sagarin dan Gershon, 2001): dapar, surfaktan, dan aroma.
Secara garis besar, obat kumur dalam penggunaannya dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu (Sagarin dan Gershon, 2001) :
1) Sebagai kosmetik; hanya membersihkan, menyegarkan, dan/atau penghilang
2) Sebagai terapeutik; untuk perawatan penyakit pada mukosa atau ginggiva,
pencegahan karies gigi atau pengobatan infeksi saluran pernafasan.
3) Sebagai kosmetik dan terapeutik.
Berdasarkan komposisinya, Sagarin dan Gershon (2001) menggolongkan
obat kumur dalam berbagai jenis, yaitu:
1) Obat kumur untuk kosmetik; terdiri dari air (dan biasanya alkohol), flavor, dan
zat pewarna. Biasanya juga mengandung surfaktan dengan tujuan meningkatkan
kelarutan minyak atsiri.
2) Obat kumur yang mempunyai tujuan utama untuk menghilangkan atau
membunuh bakteri yang biasanya terdapat dalam jumlah besar di saluran nafas.
Komponen antiseptik dari obat kumur ini memegang peranan utama untuk
mencapai tujuan tersebut.
3) Obat kumur yang bersifat sebagai astringent, dengan maksud memberi efek
langsung pada mukosa mulut, juga untuk mengurangi flokulasi dan presipitasi
protein ludah sehingga dapat dihilangkan secara mekanis.
4) Obat kumur yang pekat, pada penggunaannya perlu diencerkan terlebih dahulu.
5) Obat kumur yang didapar, aktivitasnya tergantung pada pH larutan. Pada
suasana alkali dapat mengurangi mucinous deposits dengan dispersi dari protein.
6) Obat kumur untuk deodoran, tergantung dari aktivitas antibakteri atau dengan
mekanisme lain untuk mendapatkan efek tersebut.
7) Obat kumur untuk terapeutik, diformulasi untuk meringankan infeksi, mencegah
karies gigi, atau untuk meringankan beberapa kondisi patologis pada mulut, gigi,
2.8 Komposisi Obat Kumur
2.8.1 Saccharin
Sakarin adalah salah satu bahan pemanis yang digunakan dalam minuman,
produk makanan, pemanis atau gula meja, dan produk kesehatan mulut lainnya
seperti pasta gigi dan obat kumur. Dalam formulasi farmasi oral, digunakan pada
konsentrasi 0,02-0,5% w/w. Dapat juga digunakan dalam formulasi tablet yang
dapat dikunyah sebagai bahan pemanis. Sakarin dapat digunakan untuk melapisi
berbagai karakteristik rasa yang kurang menyenangkan atau meningkatkan system
aroma. Daya pemanisnya mencapai 300-600 kali sukrosa.
Sakarin terdapat dalam kristal putih tidak berwarna atau serbuk kristal
putih. Sakarin memiliki rasa manis yang cukup tinggi dengan rasa metalik atau
menggigit setelah dirasakan yang pada tingkat penggunaan normal dapat terdeteksi
hingga 25% dari populasi. Sisa rasa dapat ditutupi dengan mencampurkan sakarin
dengan pemanis lainnya.
2.8.2 Menthol
Menthol banyak digunakan dalam produk farmasi sebagai zat pemberi
aroma atau peningkat bau. Disamping karakteristiknya berupa aroma peppermint
yang mempunyai bau alami juga memberikan rasa dingin atau segar yang
dieksploitasikan dalam berbagai obat topikal. Menhol telah diteliti sebagai
peningkat penetrasi kulit dan digunakan dalam parfum, permen karet dan sebagai
zat terapi. Ketika diberikan pada kulit, menthol akan mendilatasi pembuluh darah,
menyebabkan sensasi dingin yang diikuti oleh efek analgesik. Ketika diberikan
secara oral dalam dosis kecil memiliki aksi sebagai karminatif.
Menthol terjadi dialam sebagai l-menthol dan merupakan komponen utama
Mentha arvensis species. Secara komersial, l-menthol adalah masih dihasilkan
oleh ekstraksi dari minyak volatile. Penggunaan menthol dalam berbagai sediaan
farmasi dapat dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 2.1 Penggunaan Menthol Dalam Berbagai Sediaan Farmasi (Rowe, 2009):
Penggunaan Konsentrasi (%)
Produk farmasi
Inhalasi 0,02-0,05
Suspensi oral 0,003
Sirup oral 0,005-0,015
Tablet 0,2-0,4
Formulasi topikal 0,05-10,0
Produk kosmetik
Pasta gigi 0,4
Obat kumur 0,1-2,0
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental. Tahap
penelitian meliputi penyiapan bahan, pembuatan ekstrak dan pembuatan sediaan
obat kumur-kumur. Selanjutnya pengujian aktivitas antimikroba dengan metode
difusi agar menggunakan cakram silinder logam. Parameter yang dilihat adalah
besarnya diameter hambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat–alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoklaf
(Fisons), blender (Philips), freeze dryer (Modulio), inkubator (Fiber Scientific),
jangka sorong, jarum ose, kompor (Sharp), Laminar Air Flow Cabinet (Astec
HLF 1200L), lemari pendingin (Toshiba), mikroskop (Olympus cx31), neraca
kasar (Sun), neraca listrik (Vibra AJ), oven (Memmert), penangas air (Yenaco),
pinset, pipet mikro (Eppendorf), rotary evaporator (Haake D), cakram silinder
logam, alat maserasi, kertas perkamen, tissu, pH meter (Tran Instrumen),
spektrofotometer visibel (Dynamic) dan kapas steril.
3.1.2 Bahan–bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah daun ruku-ruku
(Ocimum sanctum L.), nutrient agar, Staphylococcus aureus (ATCC 25923),
Streptococcus mutans (Lab. Mikrobiologi FMIPA USU) dan Streptococcus sp.
(bakteri isolasi dari specimen), aquades, etanol 80%, NaCl 0,9%, etanol 96%,
3.2 Pengambilan Sampel Tanaman
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan
dengan tanaman yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah daun ruku-ruku (Ocimum sanctum, L.) yang masih segar
berwarna hijau tua (tidak terlau tua dan tidak terlalu muda), yang diambil dari
Jalan Selamat No.80, Kecamatan Medan Amplas, Kota madya Medan, Sumatera
Utara.
3.2.1 Determinasi tanaman
Identifikasi tanaman daun ruku-ruku dilakukan oleh Frans, (2007) di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan
Biologi-Bogor.
3.2.2 Pembuatan simplisia
Daun ruku-ruku (Ocimum sanctum, L.) yang telah dikumpulkan sebanyak 3
kg, dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian ditiriskan lalu disebarkan diatas
kertas perkamen hingga airnya terserap, setelah itu bahan ditimbang. Kemudian
dimasukkan kedalam lemari pengering dengan suhu 40-500C. Proses pengeringan
dilakukan sampai daun ruku-ruku mudah diremukkan. Simplisia yang telah kering
disortasi kering yaitu memisahkan dengan benda-benda asing. Simplisia diserbuk
dengan menggunakan blender. Serbuk disimpan dalam kantung plasik untuk
mencegah pengaruh lembab dan pengotoran lainnya.
3.3 Sterilisasi Alat
Alat–alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini, disterilkan
suhu 170°C selama 2 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama
15 menit. Jarum ose dan pinset dengan lampu Bunsen (Lay,1994).
3.3.1 Pembuatan ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum, L.) secara maserasi
Sebanyak 500 g simplisia yang telah diserbukkan dimasukkan kedalam
wadah tertutup, lalu dimaserasi dengan 3750 ml pelarut etanol 80% selama 5 hari
terlindung dari cahaya matahari sambil sering diaduk, lalu diserkai, diperas dengan
kain flanel. Lalu ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya sehingga
diperoleh seluruh sari sebanyak 5000 ml, kemudian didiamkan selama 2 hari dan
dienap tuang. Maserat diuapkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator
pada temperatur tidak lebih 40°C dan dikeringkan dengan freeze dryer pada suhu -
40°C sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979).
3.4 Pembuatan Media
3.4.1 Pembuatan media nutrient agar (NA)
Komposisi : Bacto – Beef extract 3 g
Bacto peptone 5 g
Bacto – Agar 15 g
Cara Pembuatan:
Sebanyak 23 g nutrient agar (NA) ditimbang, disuspensikan kedalam air
suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna. Lalu media dimasukkan
dalam labu dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
3.4.2 Pembuatan agar miring
Ke dalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 ml media nutrient agar
steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai membeku pada posisi miring
membentuk sudut 450. Kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada suhu
50C.
3.5 Isolasi Mikroba Specimen
Pasien dari Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara yang
menderita penyakit gigi diambil salivanya dengan berkumur menggunakan
aquades. Kemudian cairan tersebut ditampung diwadah. Diambil 0,1 ml cairan
tersebut dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media
nutrient agar sebanyak 15 ml yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu
mencapai 45oC, dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Kemudian
diinkubasi pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam.
3.5.1 Identifikasi mikroba dari specimen dengan pengecatan gram
Objek glass dicuci dengan alkohol lalu difiksasi. Teteskan satu tetes
aquadest pada objek glass lalu satu ose biakan koloni dihomogenkan atau
disuspensikan, ratakan dan keringkan dengan fiksasi. Kemudian tambahkan satu
tetes gentian violet lalu tambahkan satu tetes larutan lugol, ratakan lalu keringkan
dengan cara fiksasi. Dicuci objek glass dengan alkohol 70% sampai tetesan
terakhir tidak berwarna, keringkan. Kemudian tetesi satu tetes safranin, biarkan
15-30 detik, cuci larutan safranin dengan aquadest steril, keringkan. Tetesi minyak
emersi (Imersi oil). Lihat pada mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Lihat warna
3.6 Pembuatan Stok Kultur Bakteri
Satu koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu
ditanam pada media nutrient agar miring dengan cara menggores. Kemudian
diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam (Ditjen POM,
1995).
3.7 Penyiapan Inokulum Bakteri
Koloni bakteri diambil dari stok kultur dengan jarum ose steril lalu
disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9%.
Kemudian diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580 nm sampai
diperoleh transmitan 25% (Ditjen POM, 1995).
3.8 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku (Ocimum
sanctum, L.) Dengan Berbagai Konsentrasi
Ekstrak etanol ditimbang 5 g dilarutkan dengan etanol 96% hingga 10 ml
maka konsentrasi ekstrak adalah 500 mg/ml kemudian dibuat pengenceran
selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml; 300 mg/ml;
200 mg/ml; 100 mg/ml; 90 mg/ml; 80 mg/ml; 70 mg/ml; 60 mg/ml; 50 mg/ml ; 40
mg/ml; 30 mg/ml; 20 mg/ml; dan 10 mg/ml.
3.9 Metode Pengujian Efek Antibakteri Secara In Vitro
Cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum, kemudian ditambahkan 15 ml
media nutrient agar steril yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu mencapai
45oC, dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Setelah itu
logam dimasukkan ekstrak etanol sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentasi.
Kemudian diinkubasi pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam. Selanjutnya diameter
daerah hambat di sekitar silinder logam diukur dengan menggunakan jangka
sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan blanko dengan
menggunakan etanol 96% (Ditjen POM, 1995).
3.10 Pembuatan Formula Sediaan
Formula sediaan obat kumur-kumur menurut (Sagarin dan Gershon, 2001)
adalah sebagai berikut:
R/ Bahan aktif
Flavoring agent
Pelarut
Tabel 3.1 Komposisi formula sediaan obat kumur-kumur.
Bahan Blanko FI FII FIII
Ekstrak etanol daun ruku-ruku 0% 9% 10% 20%
Sakarin 0,1% 0,1% 0,1% 0,1%
Peppermint Oil 1% 1% 1% 1%
Aquades ad 50 ml 50 ml 50 ml 50 ml
Keterangan F = Formula
3.10.1. Cara pembuatan sediaan
Dikalibrasi wadah. Ekstrak etanol daun ruku-ruku dilarutkan terlebih
dahulu dengan aquadest sampai semua ekstrak larut sempurna. Kemudian
ditambahkan sakarin dan diaduk hingga homogen lalu tambahkan peppermint oil
3.11 Evaluasi Formula
Meliputi evaluasi fisik dan biologi. Evaluasi fisik meliputi pemeriksaan
stabilitas sediaan dan penentuan pH. Evaluasi biologi meliputi penentuan aktivitas
antibakteri sediaan obat kumur-kumur ekstrak etanol daun ruku-ruku terhadap
bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp.
(bakteri isolasi dari specimen) dengan metode difusi agar.
3.11.1 Pemeriksaan stabilitas sediaan
Meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati secara visual (Ditjen POM,
1995).
Sediaan dinyatakan stabil apabila warna, bau, dan penampilan tidak
berubah secara visual selama penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada suhu
kamar pada minggu ke 0, 1, 2, 3, dan minggu ke 4.
3.11.2 Penentuan pH sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter
Cara : alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar
standar pH netral (pH 7,0) dan larutan dapar pH asam (pH 4,0) hingga alat
menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu
dikeringkan dengan kertas tissue. Elektroda dicelupkan dalam larutan obat kumur
tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH konstan. Angka yang ditunjukkan
pH meter merupakan harga pH sediaan (Rawlins, 2003).
Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada minggu ke 0, 1, 2, 3, dan
minggu ke 4.
3.11.3 Uji mikrobiologi
Uji ini digunakan untuk mengetahui aktivitas antibakteri sediaan obat
dengan cara mengukur diameter hambatan pertumbuhan bakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri
isolasi dari specimen).
3.11.4 Metode pengujian efek antibakteri secara in vitro
Cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum, kemudian ditambahkan 15 ml
media nutrient agar steril yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu mencapai
45oC, dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Setelah itu
ditanamkan cakram silinder logam. Selanjutnya masing-masing cakram silinder
logam dimasukkan obat kumur-kumur sebanyak 0,1 ml dengan berbagai
konsentasi. Kemudian diinkubasi pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam.
Selanjutnya diameter daerah hambat di sekitar silinder logam diukur dengan
menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tanaman dilakukan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah
tanaman ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dari suku Labiateae (Frans, 2007). Hasil
dapat dilihat pada lampiran 1.
Penyarian terhadap daun ruku-ruku dilakukan secara maserasi dengan
pelarut etanol 80%, dimana diharapkan senyawa kimia yang terkandung di
dalamnya dapat tersari. Hasil pengumpulan daun ruku-ruku segar sebanyak 3 kg
menghasilkan 500 g serbuk simplisia dan diperoleh ekstrak kental sebanyak 50 g.
4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap
Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp.
(Bakteri Isolasi Dari Specimen)
Dari hasil pengecatan gram dan dilihat pada mikroskop dengan pembesaran
100 kali diketahui bahwa bakteri Specimen memiliki bentuk bulat seperti rantai
(streptococcus) dan berwarna ungu/violet.
Bakteri Streptococcus mutans
Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol dapat
menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan
Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen). Semakin tinggi konsentrasi
ekstrak akan menghasilkan diameter daerah hambat yang semakin besar.
Hasil pengukuran diameter daerah hambat ekstrak etanol daun ruku-ruku
dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) oleh Ekstrak Etanol daun ruku-ruku
Konsentrasi Ekstrak etanol
(mg/ml)
Diameter daerah hambatan (mm)*
Keterangan: * = hasil rata-rata tiga kali pengukuran - = tidak ada hambatan
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menentukan diameter
zona hambat, dimana diameter zona hambat semakin meningkat dengan kenaikan
konsentrasi. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi terhadap ekstrak
etanol daun ruku-ruku memiliki korelasi positif terhadap peningkatan diameter
zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans
dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen). Dari data di atas
menunjukkan bahwa ekstrak daun ruku-ruku dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp
(bakteri isolasi dari specimen) sedangkan pada blanko menggunakan etanol 96%
tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap ketiga bakteri yang digunakan.
Aktivitas antibakteri dapat disebabkan adanya kandungan senyawa kimia
yaitu tanin dan flavonoida. Tanin dan flavonoida merupakan golongan senyawa
fenol. Golongan fenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat
bakterisidal namun tidak bersifat sporisidal (Pratiwi, 2008). Senyawa fenol
bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak dinding sel bakteri
sehingga bakteri mati, juga dapat mempresipitasikan protein secara aktif dan
merusak lipid pada membran sel melalui mekanisme penurunan tegangan
permukaan membran sel (Pelczar dan Chan, 1988).
Flavonoida bekerja pada bakteri dengan cara merusak membran
sitoplasma. Membran sitoplasma bakteri sendiri berfungsi mengatur masuknya
bahan-bahan makanan atau nutrisi, apabila membran sitoplasma rusak maka
metabolit penting dalam bakteri akan keluar dan bahan makanan untuk
bakteri untuk tumbuh dan pada akhirnya terjadi kematian. Tanin dapat
mengkerutkan dan merusak dinding sel bakteri, sehingga mengganggu
permeabilitas sel itu sendiri, akibatnya sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup
dan pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. Senyawa astringent tanin dapat
menginduksi pembentukan suatu ikatan kompleks terhadap protein, enzim atau
substrat mikroba dan pembentukan suatu ikatan kompleks tanin terhadap ion
logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri (Puspitasari, 2011).
Pada bakteri Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) diperoleh
diameter hambat yang lebih kecil dibanding pada bakteri Staphylococcus aureus
dan Streptococcus mutans ini mungkin disebabkan karena bakteri Streptococcus
sp. (bakteri isolasi dari specimen) kurang peka terhadap antibiotik tertentu
sehingga memiliki daya tahan tubuh lebih rentan daripada bakteri Staphylococcus
aureus dan Streptococcus mutans yang diperoleh dari stok kultur yang masih
sensitif, sehingga bakteri Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen)
mempunyai diameter hambat yang lebih kecil.
Resistensi sekunder (dapatan) diperoleh akibat kontak dengan agen
antimikroba dalam waktu yang cukup lama dengan frekuensi yang tinggi, sehingga
memungkinkan terjadinya mutasi pada mikroorganisme. Terbentuknya mutan
yang resisten terhadap obat antimikroba dapat terjadi secara cepat (resistensi satu
tingkat) dan dapat pula terjadi dalam kurun waktu yang lama (resistensi multi
tingkat). Terbentuknya mutan mikroorganisme yang resisten terhadap antimikroba
ini dapat menimbulkan adanya ketergantungan (dependensi) mikroorganisme
Hasil uji aktivitas dari ekstrak tersebut diperoleh konsentrasi terkecil
terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus
sp (bakteri isolasi dari specimen) yaitu sebesar 40 mg/ml.
Dari data di atas dapat dilihat bahwa ekstrak etanol daun ruku-ruku
memberikan batas daerah hambat yang efektif pada konsentrasi 90 mg/ml terhadap
bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter 14 mm pada konsentrasi 80 mg/ml
terhadap bakteri Streptococcus mutans dengan diameter 14,3 mm pada konsentrasi
90 mg/ml terhadap bakteri Streptococcus sp (bakteri isolasi dari specimen) dengan
diameter 14,7 mm. Batas daerah hambat dinilai efektif apabila memiliki diameter
daya hambat lebih kurang 14 mm sampai 16 mm (Ditjen POM, 1995).
4.3 Hasil Evaluasi Formula
4.3.1 Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan
Tabel 4.2 Data pengamatan perubahan bentuk, warna, dan bau sediaan
Pengamatan Sediaan Lama pengamatan (hari)
0 7 14 21 28
Hasil uji stabilitas sediaan obat kumur-kumur menunjukkan bahwa seluruh
sediaan yang dibuat tetap stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar selama 28
perubahan bentuk, warna dan bau sediaan. Dari hasil pengamatan bentuk,
didapatkan hasil bahwa seluruh sediaan obat kumur-kumur yang dibuat memiliki
bentuk dan konsistensi yang baik. Bertambahnya konsentrasi ekstrak daun
ruku-ruku yang digunakan maka bertambah pekat warna obat kumur-kumur yang
dihasilkan. Obat kumur-kumur dengan konsentrasi ekstrak ruku-ruku 9% dan 10%
memberikan warna coklat muda, sedangkan konsentrasi 20% memberikan warna
coklat tua. Sedangkan bau yang dihasilkan dari seluruh sediaan obat kumur-kumur
adalah bau khas dari daun ruku-ruku dan flavouring agent yang digunakan yaitu
peppermint oil. Bau sediaan tetap stabil dalam penyimpanan selama 28 hari
pengamatan pada suhu kamar.
4.3.2 Hasil penentuan pH sediaan
Tabel 4.3 Data Pengukuran pH Sediaan
Pengamatan Sediaan Lama pengamatan (hari)
0 7 14 21 28
Hasil pemeriksaan pH menunjukkan bahwa sediaan blanko tanpa ekstrak
daun ruku-ruku adalah 4,8-5,0 sedangkan sediaan yang dibuat dengan
menggunakan ekstrak daun ruku-ruku dengan konsentrasi 9% dan 10% tidak jauh
berbeda memiliki pH berkisar antara 4,5-4,6 dan sediaan yang dibuat dengan
menggunakan ekstrak daun ruku-ruku dengan konsentrasi 20% memiliki pH
berkisar antara 4,4-4,5. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka
akan semakin rendah pH sediaan. Oleh karena itu pH sediaan obat kumur-kumur
4.3.3 Hasil uji mikrobiologi sediaan
Uji mikrobiologi sediaan obat kumur-kumur ekstrak daun ruku-ruku
dilakukan terhadap tiga formula: FI, FII dan FIII dengan metode difusi agar
terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus
sp. (bakteri isolasi dari specimen). Hasil dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Obat kumur-kumur Ekstrak Etanol
Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).
Keterangan: * = hasil rata-rata tiga kali pengukuran - = tidak ada hambatan
Pengujian sediaan obat kumur-kumur ekstrak etanol daun ruku-ruku pada
FI, FII dan FIII memberikan hasil diameter zona hambatan yang memuaskan
terhadap ketiga bakteri yaitu lebih besar dari 14 mm terhadap bakteri
Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus sp. (bakteri
isolasi dari specimen).
Menurut Ditjen POM (1995), suatu zat dikatakan memiliki daya hambat
yang memuaskan dengan diameter daerah hambatan lebih kurang 14 sampai 16
mm. Jadi sediaan obat kumur-kumur pada FI, FII dan FIII yang mengandung
ekstrak etanol 9%, 10% dan 20% memenuhi persyaratan tersebut. Sediaan
Diameter daerah hambatan (mm)*
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak etanol daun ruku-ruku memiliki
kemampuan menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus,
Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).
Hasil uji aktivitas dari ekstrak tersebut diperoleh konsentrasi hambat
minimum pada ketiga bakteri yaitu sebesar 40 mg/ml.
2. Hasil uji aktivitas antimikroba sediaan obat kumur-kumur dari ekstrak
etanol daun ruku-ruku memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp.
(bakteri isolasi dari specimen). Hasil uji aktivitas antibakteri dari obat
kumur-kumur tersebut sudah memberikan konsentrasi efektif pada ketiga
bakteri yaitu sebesar 9%.
5.2 Saran
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat membandingkan aktivitas antibakteri
sediaan obat kumur dari ekstrak etanol daun ruku-ruku dengan obat
DAFTAR PUSTAKA
Ayreess, J.C, J. Munt and W.E. Sandine. (1988). Microbiology of Food. San Fransisco: W.H. Free Man and Company. Pages 35-36.
Backer, A.K. (1990). Handbook of Nonpresciption Drugs. 9th Edition. Washington: American Pharmaceutical. Pages 435-437.
Christine. (1985). Penggunaan Tanaman Obat, Agromedika Pustaka, Jakarta. Halaman 5.
Darmiati, I., (2007), Pemeriksaan Kandungan Kimia dan Uji Efek Antiinflamasi dari Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku (Ocimum sanctum L.)., Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Difco Laboratories. (1977). Difco Manual of Dehydrated Culture Media and
Raegent for Microbiology and Clinical Laboratory Procedures. 9th
edition. Michigan Detroit: Difco Laboratories Pages 32-33.
Ditjen POM. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Depkes RI. Halaman 182−185.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depkes RI. Halaman 33.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depkes RI. Halaman 7, 854-855.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RJ. Hal. 10−17.
Djauhariya, E. dan Hermani. (2004). Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 1-4.
Dwidjoseputro. (1982). Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit. Djambatan. Hal. 102, 118-134.
Frans, M. (2003). Pengujian Antiinflamasi Ekstrak n-Heksan Daun Ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih., Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.